🚀 “Dari Laravel ke Rust: Kisah Startup yang Hampir Ambruk Lalu Bangkit Lagi” 🚀 Bayangkan Anda punya startup e-commerce kecil. Tahun pertama berjalan mulus. Tech stack standar: Laravel + MySQL + Redis. Semua fitur CRUD, auth, cart, sampai notifikasi email beres. Developer happy, investor senyum. Tapi… tahun kedua, badai datang. Trafik melonjak 10x lipat setelah kampanye viral. Server mulai ngos-ngosan. Checkout melambat, laporan transaksi bisa makan menit, worker job antre panjang. Tim mencoba scale horizontal—tambah server, tambah Redis, tambah queue. Hasilnya? Biaya infrastruktur melonjak gila-gilaan, margin tergerus. ⸻ ⚡ Titik Balik Salah satu engineer baru menyarankan: “Kenapa nggak coba pindahin modul paling berat ke Rust? Kita nggak perlu rewrite semuanya, cukup bagian yang bikin Laravel megap-megap.” Awalnya skeptis. Rust? Bahasa sistem? Bukannya ribet? Tapi akhirnya tim coba bikin Proof of Concept: modul laporan transaksi yang sebelumnya pakai query PHP-MySQL, dipindahkan ke Rust + Axum sebagai service kecil. Hasilnya mengejutkan: • Proses laporan yang dulu 5 menit → jadi 10 detik. • CPU usage server turun 70%. • Worker queue mulai bernapas lega. ⸻ 🔄 Migrasi Bertahap Setelah sukses pertama, tim lanjutkan strategi: 1. Laravel tetap pegang: auth, UI, panel admin, order flow standar. 2. Rust takeover: modul analytics, notifikasi realtime, image processing, bahkan API public ber-throughput tinggi. 3. Integrasi mulus: Laravel cukup panggil Rust service via HTTP/gRPC. Tidak ada “big bang rewrite”. Semua bertahap, setiap langkah langsung terlihat dampaknya. ⸻ ✨ Hasil Akhir Startup itu bukan hanya selamat, tapi juga lebih kompetitif. Investor terkesan karena biaya server bisa ditekan drastis. Developer makin percaya diri karena kode Rust aman dari bug memori. User puas karena aplikasi jadi cepat lagi. Laravel tetap ada, Rust jadi “mesin turbo” di balik layar. Kombinasi ini membuat startup mampu tumbuh tanpa dihantui masalah skalabilitas. ⸻ 👉 Pelajaran yang bisa diambil: • Jangan buru-buru “buang Laravel.” • Jangan takut coba Rust. • Migrasi parsial adalah jalan tengah terbaik: Laravel bikin Anda cepat start, Rust bikin Anda kuat bertahan. ⸻
Sangat bermanfaat mas dan sy suka kata terakhirnya "Migrasi Partial"
kalo compare sama laravel ya beda jauh pak, sync udah pasti kalah lawan async. bagaimana kalo di compare sesama async? seperti go atau node.js ?
Sebelum scale up infrastuktur. Apakah sudah coba menggunakan octane terlebih dahulu Pak ?
Yes, I've been there. Partial migration is a key. Jangan pernah merasa superior or inferior dengan suatu bahasa pemrograman, toh dicampur-sarikan juga still works.
thanks for insightful story pak.
Thanks for sharing, Kukuh T
Keren dari php loncat ke rust pasti langsung berasa bgt bedanya tuh 😅.
Menarik
Exploring Web3, Blockchain and AI | Sr. Software Engineer at Clearview
1moTerima kasih insight nya pak, tapi saya penasaran cara handle migrasi dari sisi FE nya. Apakah FE menembak url yg berbeda (Laravel dan Rust)? Atau tetap pakai Laravel sebagai gatewaynya? Kalau begitu apakah tetap ada latency dan Laravel kuat menerima concurrency?