3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 1/6
Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum
Syariah
April 3rd, 2014 by solihan
Akhir-akhir ini kita melihat makin hangatnya perbincangan tentang keragaman
fatwa fuqaha dalam satu persoalan, antara yang mengharamkan dan menghalalkan. Akibatnya,
khalayak mengalami kebingungan: ulama manakah yang harus mereka ikuti pendapatnya;
seperti apakah standar yang benar dalam mengambil dan menolak suatu pendapat dari para
ulama? Untuk menjawab pertanyaan yang sangat penting ini, kita akan membahas topik ini dari
beberapa sisi.
1. Prinsip yang ditetapkan oleh syariah dalam memahami dan mengamalkan hukum.
Allah SWT telah menyeru setiap Muslim secara langsung untuk memahami nash-nash syariah
baik ayat al-Quran ataupun teks-teks as-Sunnah serta mengamalkan tuntutan yang terkandung
dalam nash-nash tersebut (Lihat: QS al-Anfal [8]: 20 dan al-A’raf [7]:3).
Pada prinsipnya nash-nash syariah adalah ungkapan berbahasa Arab yang
memiliki dilalah dan makna yang bisa dipahami. Seorang Muslim bisa memahami bahasa al-
Quran, yakni bahasa Arab, secara langsung. Dengan itu ia pun bisa langsung memahami
seruan Asy-Syari’ dari nash-nash tersebut dan mengamalkan tuntutan yang ada di dalamnya.
Hal seperti ini telah dipraktikkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Itulah prinsip dalam
persoalan ini bagi setiap Muslim.
Dr. Abdul Karim Zaidan menyatakan dalam kitabnya, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh:
Setiap mukallaf harus menaati Allah dan Rasul-Nya tanpa kecuali.Kewajiban ini tentu
menuntut mereka untuk mengetahui perkara yang disyariahkan Allah SWT baik yang
termaktub dalam al-Quran ataupun yang terangkai dalam ucapan Rasulullah saw.
Mengetahui perkara yang disyariatkan Allah SWT dilakukan dengan merujuk pada nash-
nash al-Quran dan as-Sunnah, mengambil hukum dari keduanya setelah memahami nash-
nash tersebut dan mengetahui maksud yang terkandung di dalamnya. Jika seorang mukallaf
tidak menemukan hukum secara jelas dalam nash-nash tersebut, baru dia beralih pada
ijtihad sebagaimana yang diperintahkan oleh syariah. Lalu berijtihadlah dia dalam koridor
yang ditetapkan syariah. Inilah jalan yang lurus untuk mengetahui dan mengamalkan
hukum-hukum (Al-Wajiz, hlm. 411).
Hanya saja, kebanyakan kaum Muslim kesulitan melakukan itu. Hal ini bisa disebabkan mereka
3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 2/6
tidak mengetahui bahasa Arab atau kurang mengetahui makna-maknanya secara mendalam,
khususnya setelah banyak kesalahan dalam tata bahasa dan khalayak sudah tidak mengetahui
lagi bahasa Arab yang baik dan benar (fushha). Mereka yang seperti ini membutuhkan orang
lain yang lebih memahami nash-nash syariah. Hal seperti itu dibolehkan di mata syariah
dengan sejumlah patokan tentunya.
Dulu, sekelompok sahabat Rasulullah saw. saling bertanya satu sama lain tentang beberapa
persoalan tertentu yang memang cukup sukar untuk mereka pahami. Rasulullah saw. telah
menyebutkan bertingkatnya pemahaman para sahabat terhadap nash-nash syariah. Rasulullah
saw. bersabda, “Di antara umatku, orang yang paling sayang kepada umatku adalah Abu
Bakar; orang yang paling ketat dalam masalah yang ditetapkan Allah adalah Umar; orang
yang paling pemalu adalah Utsman; orang yang paling mahir dalam membaca Kitabullah
adalah Ubay bin Kaab; orang yang paling memahami hukum faraidh adalah Zaid bin Tsabit;
orang yang paling tahu halal-haram adalah Muadz bin Jabal. Setiap umat memiliki orang
kepercayaan dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (HR at-
Tirmidzi).
Abdul Karim Zaidan mengatakan:
Jika seorang mukallaf tidak mampu mengetahui hukum-hukum melalui cara ini (yakni
berijtihad sendiri), dia harus bertindak seperti apa yang diperintahkkan Allah SWT, yakni dia
harus bertanya kepada orang yang memiliki pengetahuan tentang hukum Allah dalam
persoalan yang ingin diketahui status hukumnya itu. Allah SWT berfirman dalam QS an-Nahl
ayat 43 (yang artinya): Bertanyalah kalian kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kalian tidak tahu (Al-Wajiz, hlm. 411).
2. Perbedaan pendapat dan keragaman fatwa yang dibolehkan dan yang diharamkan.
Sesungguhnya perbedaan pendapat yang terjadi di antara para sahabat Rasulullah saw. dan
diakui oleh beliau adalah dalam persoalan yang memungkinkan adanya keragaman
pemahaman terhadap suatu makna. Rasulullah saw., misalnya, bersabda, “Janganlah seorang
pun shalat Ashar kecuali di Banu Quraidhah.” (HR al-Bukhari dari Ibnu Umar). Para sahabat
Rasulullah saw. berbeda pendapat dalam menyikapi perintah ini: sekelompok sahabat
melaksanakan shalat di perjalanan; sekelompok lainnya tidak melakukan itu karena
berketetapan hendak shalat di perkampungan Banu Quraidzah. Rasulullah saw. mengakui dua
pemahaman ini dan memujinya (Lihat: Ibnu al-Qayyim, I’lam al-Muwaqi’in, 1/203).
Jika nash syariah mengandung keragaman pemahaman maka perbedaan pendapat dalam hal
itu dibolehkan. Lain halnya dengan perkara yang qath’imaknanya dan tidak mengandung
makna ganda. Perbedaan pendapat di dalamnya adalah diharamkan. Misalnya firman Allah
SWT (yang artinya):Dirikanlah shalat (TQS al-Baqarah [2]: 43); Hai orang-orang yang
3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 3/6
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kalian orang-orang yang beriman (TQS al-Baqarah [2]: 278).
Imam al-Mazari menyatakan dalam kitabnya, Idhah al-Mahshul min Burhan al-Ushul, bahwa
nash yang tidak memberikan ruang ijtihad adalah teks yang menunjukkan hukum dengan
jelas (sharih), disampaikan dalam redaksi yang tidak mengandung kemungkinan lain (Al-
Idhah, hlm. 305).
Al-Asnawi menyatakan dalam kitab Nihayat as-Sul, “Hukum yang memberikan ruang ijtihad
adalah hukum syariah yang bersifat zann menurut syariah. Karena itu keharaman zina dan
meminum khamar serta seluruh persoalan agama yang mutlak (dharuri) berada di luar
ruang ijtihad.” (Nihayat as-Sul, 4/530).
3. Standar syariah dalam memberikan pendapat syar’i atau fatwa.
Beberapa standar syariah yang terpenting adalah:
1) Pendapat tersebut lahir dari dan berpijak pada nash syariah berupa al-Quran dan as-
Sunah yang sahih, dan dalil yang ditunjukkan oleh keduanya yakni Ijmak Sahabat dan Qiyas.
Siapa saja yang memberikan pendapat syariah maka dia harus mengetahui nash-nash syariah,
Ijmak Sahabat dan Qiyas; mengetahui nash-nash yang me-nasakh dan yang di-mansukh;
mengetahui tatacara pen-tarjih-an jika ada dua nash yang jelas-jelas bertentangan, sama saja
apakah dua nash ini adalah hadis dengan hadis, atau hadis dengan al-Quran (Lihat: Abdul
Karim Zaidan, Al-Wajiz, hlm. 402-405).
2) Harus memahami fakta dengan pemahaman yang tepat dan cermat agar bisa
menurunkan nash yang cocok pada fakta tersebut. Karena itu nash-nash yang bercerita
tentang makanan dan minuman yang sangat urgen (dharurat) tidak bisa diturunkan pada
kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak sampai pada taraf urgen, misalnya mengambil riba untuk
membeli mobil dan menganggap itu sebagai dharurat syar’I; hal seperti ini menyalahi metode
menurunkan nash-nash terhadap faktanya.
Dalam persoalan maslahat, Allah SWT sajalah yang menetapkan kemaslahatan para hamba,
bukan akal manusia, karena akal itu bersifat kurang dan tidak mampu untuk mengetahui segala
yang bermanfaat dan yang menimbulkan madarat (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 216).
3) Pendapat tersebut tidak boleh menyalahi nash atau pendapat yang jelas-jelas shahih,
yang berasal dari al-Quran dan as-Sunnah. Tidak ada ruang ijtihad dalam perkara yang sudah
ditetapkan oleh nash yang sharih. Jika sebuah ijtihad menyalahi pendapat yang sharih maka
pendapat tersebut harus dibuang jauh-jauh. Imam an-Nawawi berkata, “Seorang mufti dan
qadhi tidak perlu menghiraukan orang yang menentang dirinya jika memang dirinya tidak
menyalahi nash, Ijmak atau Qiyas Jali (Syarh Shahih Muslim, hlam. 2/24).
3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 4/6
4. Tarjih di antara sejumlah pendapat yang berbeda-beda.
Tarjih itu jika dilakukan oleh orang yang mampu mengkomparasikan sejumlah nash, atau
mengetahui ilmu pengetahuan syar’i, yang memungkinkan dia mengamalkan dalil, meninjaunya
dan men-tarjih salah satu dari dua dalil, maka harus didasarkan pada qarinah tertentu.
Misalnya, ketika memperhatikan dua pendapat, orang tersebut melihat salah satu pendapat
berpijak pada hadis dha’if, maka dia akan meninggalkan pendapat tersebut dan men-
tarjih pendapat yang lain. Contoh lain: orang tersebut memperhatikan dua pendapat, lalu
melihat bahwa salah satu pendapat berpijak pada nash yang sudah di-nasakh, maka dia
meninggalkan pendapat tersebut dan mengikuti pendapat yang kedua. Al-Juwaini
berkata, “Tarjih itu adalah memenangkan sebagian amarat atas sebagian yang lain secara
dzanni. (Al-Burhan, 2:175).
Jika tarjih dilakukan oleh orang awam, itu harus dilakukan dengan tidak menuruti hawa nafsu,
misalnya karena pendapat tersebut lebih mudah atau di dalamnya ada maslahat. Tarjih-nya
harus berpijak pada dua perkara: (1) faktor lebih mengetahui; yakni dengan mendengar dari
orang-orang bahwa si alim fulan itu lebih mengetahui dari yang lain; (2) faktor ketakwaan; ini
juga dengan cara mendengar dan menelusuri hal-ihwal ketakwaan dan kewaraan si alim ini.
Sirajudin al-Armawi menyatakan dalam kitab at-Tahshil min al-Mahshul, “Meminta fatwa tidak
boleh dilakukan kecuali dari orang yang diduga kuat sebagai mujtahid dan wara.” (2/305).
Al-Khudhari berkata dalam kitab Al-Ushul, “Meminta fatwa tidak boleh dilakukan kecuali dari
orang yang diketahui sebagai orang yang berilmu dan bersifat adil. Siapa saja yang
diketahui tidak memiliki salah satu dari dua sifat ini, maka biasanya dia tidak boleh diikuti.”
(hlm. 382).
Karena itu fatwa tidak boleh diambil misalnya dari orang yang terkenal suka canggung
terhadap para pelaku kezaliman dan kefasikan, juga dari orang yang suka duduk-duduk
dengan mereka karena ketakwaan orang seperti itu diragukan (Lihat: QS al-An’am [6]: 68 dan
an-Nisa’ [4]: 140).
Rasulullah saw. bersabda, “Setelahku nanti akan ada para pemimpin; siapa saja yang suka
menemui mereka, membenarkan kedustaan mereka, membantu mereka melakukan
kezaliman, maka orang itu tidak termasuk golonganku, aku bukan termasuk golongannya,
dan dia tidak akan datang kepadaku di telaga.” (HR al-Hakim).
Fatwa juga tidak boleh diambil dari orang yang suka berubah-ubah dalam berfatwa sesuai
dengan hawa nafsu dan kepentingan (Lihat: QS Shad [38]: 26).
5. Pendapat waliyul amri dalam pen-tarjih-an.
Para khalifah radhiyalLahu anhum telah mengadopsi satu pendapat syariah dalam sejumlah
3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 5/6
persoalan yang diperselisihkan yang dengan itu bisa membentuk dan menjaga persatuan kaum
Muslim. Misalnya, selama masa kekhilafahannya, Abu Bakar mengikuti pendapat jatuhnya talak
tiga sekaligus; Umar mengambil pendapat yang berbeda dengan pendapat Abu Bakar ketika
dia (Umar) memegang jabatan khilafah (tiga talak sekaligus tetap dipandang jatuh satu
talak, red.). Abu Bakar juga dalam posisinya sebagai waliyul amri telah mengambil pendapat
untuk membagikan fai dan ghanimah berupa tanah untuk tentara yang ikut berperang.
Sebaliknya, Umar mengambil pendapat yang berbeda dengan bersandar pada nash syariah,
yakni firman Allah SWT dalam surat al-Hasyr: 10).
Seorang waliyul amri boleh mengikuti satu pendapat dalam pen-tarjih-an, kemudian
memberlakukan pendapat tersebut kepada seluruh kaum Muslim untuk menyatukan pendapat
mereka dengan pendapatnya ini. Syaratwaliyul amri yang memiliki wewenang seperti itu
adalah orang yang benar-benar mengurus urusan kaum Muslim, yakni amirul mukminin, atau
khalifah kaum Muslim. Ketaatan kepada waliyul amri ini dikaitkan dengan ketaatan pada Allah
dan Rasul-Nya (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 59). Disyaratkan pula agar terpenuhi sifat waliyul
amri dari sisi bahwa dia diserahi urusan kaum Muslim melalui metode yang sah menurut
syariah. Juga disyaratkan agar dia adalah seorang Muslim yang telah memenuhi syarat-
syarat in’iqad yang sah menurut syariah.
Imam al-Qarafi menyatakan dalam kitab Anwar al-Buruq fi Anwa’ al-Furuq, “Seorang imam
ketika memegang otoritas publik terhadap rakyatnya, diharuskan untuk mencegah timbulnya
ketidakharmonisan dan pertentangan serta menghilangkan perbedaan di tengah-tengah
umat. Inilah salah satu kewajiban terpenting yang dia tanggung.” (2/103).
Inilah uraian singkat mengenai tatacara mengambil pendapat yang syar’i. Seorang Muslim
harus memperhatikan betul dari siapa dia mengambil agamanya. Ingatlah, setiap orang akan
berdiri di hadapan Allah SWT dan akan ditanyai tentang segala sesuatu baik yang besar
ataupun yang kecil. Ketidaktahuannya tidak bisa dijadikan alasan karena dia telah diwajibkan
untuk bertanya kepada orang yang tahu dari kalangan orang bertakwa dan berilmu (Lihat: QS
an-Nahl [16]: 43).
Kami memohon kepada Allah SWTagar kami termasuk orang yang mendengarkan pendapat
dan kemudian mengikuti pendapat terbaik. Akhir doa kami adalah pujian bagi Allah, Tuhan
semesta alam. [Hamad Thabib-Baitul Maqdis]; [Diterjemahkan dan disarikan oleh Dede
Koswara, Staff Pengajar Ma’had al-Abqary Serang]
Baca juga :
1. Dauroh Ulama Pekanbaru: “Peran Ulama dan Muballigh dalam Menegakkan Syariah
& Khilafah”
3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah
http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 6/6
2. DSI Ulama Semarang: Peran Ulama Dalam Penegakan Syariah dan Khilafah
3. Gegap Gempita Seruan Syariah dan Khilafah dari Ulama Garut dalam Acara Liqo
Syawal Ulama 1433 H
4. Wewenang Khalifah Mangadopsi Hukum Syariah
5. Pentingnya Peran Ulama dalam Menegakkan Khilafah

More Related Content

PPTX
Muqaddimah ilmu usul fiqh
PPSX
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
PPSX
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
PPTX
Qawaid fiqh pt 1
DOC
Makalah Hukum Shalat Jumat
PPTX
Al Qawaid Al Fiqhiyah
PPS
Pengantar perbandingan mazhab
PPTX
Kaidah-Kaidah Ushul Fiqih
Muqaddimah ilmu usul fiqh
Pengertian, ruang lingkup fiqh muqaran
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
Qawaid fiqh pt 1
Makalah Hukum Shalat Jumat
Al Qawaid Al Fiqhiyah
Pengantar perbandingan mazhab
Kaidah-Kaidah Ushul Fiqih

What's hot (20)

PPS
Pengantar Ushul Fikih
PPT
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
PPTX
01 02 pendahuluan
PPTX
Sumber sumber kaidah fiqh
PPT
ijma dan qiyas
PPTX
PPSX
Kuliah pengantar fiqh pai 2010
DOC
Qawaid fiqhiyyah sebagai
PPTX
Kaidah fiqhiyah
PPTX
Ijma’ dan qiyas
DOCX
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
DOC
08 isi pelajaran
DOCX
Makalah ushul fiqh istihsan
PPTX
PPTX
Ijtihad
PPTX
Presentasi Istihsan
PPT
bahan tugas Kelompok 5 ushul fiqh ekonomi islam
PPTX
01. pendahuluan ushul fiqh
Pengantar Ushul Fikih
kelompok 3 bahan tugas mata kuliah ushul fiqh ekonomi islam
01 02 pendahuluan
Sumber sumber kaidah fiqh
ijma dan qiyas
Kuliah pengantar fiqh pai 2010
Qawaid fiqhiyyah sebagai
Kaidah fiqhiyah
Ijma’ dan qiyas
Kaidah cabang al umuru bi maqasidiha
08 isi pelajaran
Makalah ushul fiqh istihsan
Ijtihad
Presentasi Istihsan
bahan tugas Kelompok 5 ushul fiqh ekonomi islam
01. pendahuluan ushul fiqh

Viewers also liked (11)

PDF
Kewajiban mu‘âwin at tafwîdh dan khalifah
PPTX
Smart Board History Activities
PDF
Meneladani ulama pejuang
PPTX
PARTES DE UNA COMPUTADORA
PPTX
Objetivo top 3 y proy de vida
PPTX
Unit 02-Northwestern Technologies
PPTX
School board project
PDF
Harga diyat satinah
PDF
Islam, khilafah, dan hizbut tahrir dalam pandangan barat (2)
PPTX
شرايح مفيدة للعروض
PDF
Menggunakan Automatic Level
Kewajiban mu‘âwin at tafwîdh dan khalifah
Smart Board History Activities
Meneladani ulama pejuang
PARTES DE UNA COMPUTADORA
Objetivo top 3 y proy de vida
Unit 02-Northwestern Technologies
School board project
Harga diyat satinah
Islam, khilafah, dan hizbut tahrir dalam pandangan barat (2)
شرايح مفيدة للعروض
Menggunakan Automatic Level

More from FlamencoRizky (20)

PDF
Seputar pandangan manusia terhadap gharizah an nau’
PDF
Penegakan hukum makin suram
PDF
Kejahatan dipicu kebencian tiga pemuda muslim ditembak mati di as
PDF
Perubahan harus menyentuh sistem
PDF
Pengantar [kegagalan revolusi timur tengah]
PDF
Pt freeport dimanjakan, rakyat dirugikan
PDF
Bukannya freeport dipidanakan malah dimudahkan, bukti tunduknya rezim jokowi ...
PDF
Indonesia negeri muslim yang terjual
PDF
Sikap seorang-muslim-ketika-melihat-kemungkaran
PDF
Kaum manula di barat kesepian saat natal
PDF
Refleksi akhir tahun peserta hip padati islamic center kota kendari
PDF
Kala penguasa menabrak fatwa
PDF
Kristen sendiri anggap natal tak sah
PDF
Sekelompok konspirator menjadikan perang melawan isis sebagai jalan untuk mem...
PDF
Pasukan khilafah utsmani berperang untuk gaza
PDF
Kekayaan laut melimpah, indonesia tak pantas punya utang
PDF
Asean free trade regime is cancer for the muslim ummah in southeast asia!
PDF
Refleksi akhir tahun 2014
PDF
Tetap kokoh menghadapi setiap makar yang mendistorsi khilafah atau melemahkan...
PDF
Natal bersama indikasi keberhasilan sepilis
Seputar pandangan manusia terhadap gharizah an nau’
Penegakan hukum makin suram
Kejahatan dipicu kebencian tiga pemuda muslim ditembak mati di as
Perubahan harus menyentuh sistem
Pengantar [kegagalan revolusi timur tengah]
Pt freeport dimanjakan, rakyat dirugikan
Bukannya freeport dipidanakan malah dimudahkan, bukti tunduknya rezim jokowi ...
Indonesia negeri muslim yang terjual
Sikap seorang-muslim-ketika-melihat-kemungkaran
Kaum manula di barat kesepian saat natal
Refleksi akhir tahun peserta hip padati islamic center kota kendari
Kala penguasa menabrak fatwa
Kristen sendiri anggap natal tak sah
Sekelompok konspirator menjadikan perang melawan isis sebagai jalan untuk mem...
Pasukan khilafah utsmani berperang untuk gaza
Kekayaan laut melimpah, indonesia tak pantas punya utang
Asean free trade regime is cancer for the muslim ummah in southeast asia!
Refleksi akhir tahun 2014
Tetap kokoh menghadapi setiap makar yang mendistorsi khilafah atau melemahkan...
Natal bersama indikasi keberhasilan sepilis

Kaidah mengikuti ulama dalam pengambilan hukum syariah

  • 1. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 1/6 Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah April 3rd, 2014 by solihan Akhir-akhir ini kita melihat makin hangatnya perbincangan tentang keragaman fatwa fuqaha dalam satu persoalan, antara yang mengharamkan dan menghalalkan. Akibatnya, khalayak mengalami kebingungan: ulama manakah yang harus mereka ikuti pendapatnya; seperti apakah standar yang benar dalam mengambil dan menolak suatu pendapat dari para ulama? Untuk menjawab pertanyaan yang sangat penting ini, kita akan membahas topik ini dari beberapa sisi. 1. Prinsip yang ditetapkan oleh syariah dalam memahami dan mengamalkan hukum. Allah SWT telah menyeru setiap Muslim secara langsung untuk memahami nash-nash syariah baik ayat al-Quran ataupun teks-teks as-Sunnah serta mengamalkan tuntutan yang terkandung dalam nash-nash tersebut (Lihat: QS al-Anfal [8]: 20 dan al-A’raf [7]:3). Pada prinsipnya nash-nash syariah adalah ungkapan berbahasa Arab yang memiliki dilalah dan makna yang bisa dipahami. Seorang Muslim bisa memahami bahasa al- Quran, yakni bahasa Arab, secara langsung. Dengan itu ia pun bisa langsung memahami seruan Asy-Syari’ dari nash-nash tersebut dan mengamalkan tuntutan yang ada di dalamnya. Hal seperti ini telah dipraktikkan oleh para sahabat Rasulullah saw. Itulah prinsip dalam persoalan ini bagi setiap Muslim. Dr. Abdul Karim Zaidan menyatakan dalam kitabnya, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh: Setiap mukallaf harus menaati Allah dan Rasul-Nya tanpa kecuali.Kewajiban ini tentu menuntut mereka untuk mengetahui perkara yang disyariahkan Allah SWT baik yang termaktub dalam al-Quran ataupun yang terangkai dalam ucapan Rasulullah saw. Mengetahui perkara yang disyariatkan Allah SWT dilakukan dengan merujuk pada nash- nash al-Quran dan as-Sunnah, mengambil hukum dari keduanya setelah memahami nash- nash tersebut dan mengetahui maksud yang terkandung di dalamnya. Jika seorang mukallaf tidak menemukan hukum secara jelas dalam nash-nash tersebut, baru dia beralih pada ijtihad sebagaimana yang diperintahkan oleh syariah. Lalu berijtihadlah dia dalam koridor yang ditetapkan syariah. Inilah jalan yang lurus untuk mengetahui dan mengamalkan hukum-hukum (Al-Wajiz, hlm. 411). Hanya saja, kebanyakan kaum Muslim kesulitan melakukan itu. Hal ini bisa disebabkan mereka
  • 2. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 2/6 tidak mengetahui bahasa Arab atau kurang mengetahui makna-maknanya secara mendalam, khususnya setelah banyak kesalahan dalam tata bahasa dan khalayak sudah tidak mengetahui lagi bahasa Arab yang baik dan benar (fushha). Mereka yang seperti ini membutuhkan orang lain yang lebih memahami nash-nash syariah. Hal seperti itu dibolehkan di mata syariah dengan sejumlah patokan tentunya. Dulu, sekelompok sahabat Rasulullah saw. saling bertanya satu sama lain tentang beberapa persoalan tertentu yang memang cukup sukar untuk mereka pahami. Rasulullah saw. telah menyebutkan bertingkatnya pemahaman para sahabat terhadap nash-nash syariah. Rasulullah saw. bersabda, “Di antara umatku, orang yang paling sayang kepada umatku adalah Abu Bakar; orang yang paling ketat dalam masalah yang ditetapkan Allah adalah Umar; orang yang paling pemalu adalah Utsman; orang yang paling mahir dalam membaca Kitabullah adalah Ubay bin Kaab; orang yang paling memahami hukum faraidh adalah Zaid bin Tsabit; orang yang paling tahu halal-haram adalah Muadz bin Jabal. Setiap umat memiliki orang kepercayaan dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” (HR at- Tirmidzi). Abdul Karim Zaidan mengatakan: Jika seorang mukallaf tidak mampu mengetahui hukum-hukum melalui cara ini (yakni berijtihad sendiri), dia harus bertindak seperti apa yang diperintahkkan Allah SWT, yakni dia harus bertanya kepada orang yang memiliki pengetahuan tentang hukum Allah dalam persoalan yang ingin diketahui status hukumnya itu. Allah SWT berfirman dalam QS an-Nahl ayat 43 (yang artinya): Bertanyalah kalian kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak tahu (Al-Wajiz, hlm. 411). 2. Perbedaan pendapat dan keragaman fatwa yang dibolehkan dan yang diharamkan. Sesungguhnya perbedaan pendapat yang terjadi di antara para sahabat Rasulullah saw. dan diakui oleh beliau adalah dalam persoalan yang memungkinkan adanya keragaman pemahaman terhadap suatu makna. Rasulullah saw., misalnya, bersabda, “Janganlah seorang pun shalat Ashar kecuali di Banu Quraidhah.” (HR al-Bukhari dari Ibnu Umar). Para sahabat Rasulullah saw. berbeda pendapat dalam menyikapi perintah ini: sekelompok sahabat melaksanakan shalat di perjalanan; sekelompok lainnya tidak melakukan itu karena berketetapan hendak shalat di perkampungan Banu Quraidzah. Rasulullah saw. mengakui dua pemahaman ini dan memujinya (Lihat: Ibnu al-Qayyim, I’lam al-Muwaqi’in, 1/203). Jika nash syariah mengandung keragaman pemahaman maka perbedaan pendapat dalam hal itu dibolehkan. Lain halnya dengan perkara yang qath’imaknanya dan tidak mengandung makna ganda. Perbedaan pendapat di dalamnya adalah diharamkan. Misalnya firman Allah SWT (yang artinya):Dirikanlah shalat (TQS al-Baqarah [2]: 43); Hai orang-orang yang
  • 3. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 3/6 beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman (TQS al-Baqarah [2]: 278). Imam al-Mazari menyatakan dalam kitabnya, Idhah al-Mahshul min Burhan al-Ushul, bahwa nash yang tidak memberikan ruang ijtihad adalah teks yang menunjukkan hukum dengan jelas (sharih), disampaikan dalam redaksi yang tidak mengandung kemungkinan lain (Al- Idhah, hlm. 305). Al-Asnawi menyatakan dalam kitab Nihayat as-Sul, “Hukum yang memberikan ruang ijtihad adalah hukum syariah yang bersifat zann menurut syariah. Karena itu keharaman zina dan meminum khamar serta seluruh persoalan agama yang mutlak (dharuri) berada di luar ruang ijtihad.” (Nihayat as-Sul, 4/530). 3. Standar syariah dalam memberikan pendapat syar’i atau fatwa. Beberapa standar syariah yang terpenting adalah: 1) Pendapat tersebut lahir dari dan berpijak pada nash syariah berupa al-Quran dan as- Sunah yang sahih, dan dalil yang ditunjukkan oleh keduanya yakni Ijmak Sahabat dan Qiyas. Siapa saja yang memberikan pendapat syariah maka dia harus mengetahui nash-nash syariah, Ijmak Sahabat dan Qiyas; mengetahui nash-nash yang me-nasakh dan yang di-mansukh; mengetahui tatacara pen-tarjih-an jika ada dua nash yang jelas-jelas bertentangan, sama saja apakah dua nash ini adalah hadis dengan hadis, atau hadis dengan al-Quran (Lihat: Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz, hlm. 402-405). 2) Harus memahami fakta dengan pemahaman yang tepat dan cermat agar bisa menurunkan nash yang cocok pada fakta tersebut. Karena itu nash-nash yang bercerita tentang makanan dan minuman yang sangat urgen (dharurat) tidak bisa diturunkan pada kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak sampai pada taraf urgen, misalnya mengambil riba untuk membeli mobil dan menganggap itu sebagai dharurat syar’I; hal seperti ini menyalahi metode menurunkan nash-nash terhadap faktanya. Dalam persoalan maslahat, Allah SWT sajalah yang menetapkan kemaslahatan para hamba, bukan akal manusia, karena akal itu bersifat kurang dan tidak mampu untuk mengetahui segala yang bermanfaat dan yang menimbulkan madarat (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 216). 3) Pendapat tersebut tidak boleh menyalahi nash atau pendapat yang jelas-jelas shahih, yang berasal dari al-Quran dan as-Sunnah. Tidak ada ruang ijtihad dalam perkara yang sudah ditetapkan oleh nash yang sharih. Jika sebuah ijtihad menyalahi pendapat yang sharih maka pendapat tersebut harus dibuang jauh-jauh. Imam an-Nawawi berkata, “Seorang mufti dan qadhi tidak perlu menghiraukan orang yang menentang dirinya jika memang dirinya tidak menyalahi nash, Ijmak atau Qiyas Jali (Syarh Shahih Muslim, hlam. 2/24).
  • 4. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 4/6 4. Tarjih di antara sejumlah pendapat yang berbeda-beda. Tarjih itu jika dilakukan oleh orang yang mampu mengkomparasikan sejumlah nash, atau mengetahui ilmu pengetahuan syar’i, yang memungkinkan dia mengamalkan dalil, meninjaunya dan men-tarjih salah satu dari dua dalil, maka harus didasarkan pada qarinah tertentu. Misalnya, ketika memperhatikan dua pendapat, orang tersebut melihat salah satu pendapat berpijak pada hadis dha’if, maka dia akan meninggalkan pendapat tersebut dan men- tarjih pendapat yang lain. Contoh lain: orang tersebut memperhatikan dua pendapat, lalu melihat bahwa salah satu pendapat berpijak pada nash yang sudah di-nasakh, maka dia meninggalkan pendapat tersebut dan mengikuti pendapat yang kedua. Al-Juwaini berkata, “Tarjih itu adalah memenangkan sebagian amarat atas sebagian yang lain secara dzanni. (Al-Burhan, 2:175). Jika tarjih dilakukan oleh orang awam, itu harus dilakukan dengan tidak menuruti hawa nafsu, misalnya karena pendapat tersebut lebih mudah atau di dalamnya ada maslahat. Tarjih-nya harus berpijak pada dua perkara: (1) faktor lebih mengetahui; yakni dengan mendengar dari orang-orang bahwa si alim fulan itu lebih mengetahui dari yang lain; (2) faktor ketakwaan; ini juga dengan cara mendengar dan menelusuri hal-ihwal ketakwaan dan kewaraan si alim ini. Sirajudin al-Armawi menyatakan dalam kitab at-Tahshil min al-Mahshul, “Meminta fatwa tidak boleh dilakukan kecuali dari orang yang diduga kuat sebagai mujtahid dan wara.” (2/305). Al-Khudhari berkata dalam kitab Al-Ushul, “Meminta fatwa tidak boleh dilakukan kecuali dari orang yang diketahui sebagai orang yang berilmu dan bersifat adil. Siapa saja yang diketahui tidak memiliki salah satu dari dua sifat ini, maka biasanya dia tidak boleh diikuti.” (hlm. 382). Karena itu fatwa tidak boleh diambil misalnya dari orang yang terkenal suka canggung terhadap para pelaku kezaliman dan kefasikan, juga dari orang yang suka duduk-duduk dengan mereka karena ketakwaan orang seperti itu diragukan (Lihat: QS al-An’am [6]: 68 dan an-Nisa’ [4]: 140). Rasulullah saw. bersabda, “Setelahku nanti akan ada para pemimpin; siapa saja yang suka menemui mereka, membenarkan kedustaan mereka, membantu mereka melakukan kezaliman, maka orang itu tidak termasuk golonganku, aku bukan termasuk golongannya, dan dia tidak akan datang kepadaku di telaga.” (HR al-Hakim). Fatwa juga tidak boleh diambil dari orang yang suka berubah-ubah dalam berfatwa sesuai dengan hawa nafsu dan kepentingan (Lihat: QS Shad [38]: 26). 5. Pendapat waliyul amri dalam pen-tarjih-an. Para khalifah radhiyalLahu anhum telah mengadopsi satu pendapat syariah dalam sejumlah
  • 5. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 5/6 persoalan yang diperselisihkan yang dengan itu bisa membentuk dan menjaga persatuan kaum Muslim. Misalnya, selama masa kekhilafahannya, Abu Bakar mengikuti pendapat jatuhnya talak tiga sekaligus; Umar mengambil pendapat yang berbeda dengan pendapat Abu Bakar ketika dia (Umar) memegang jabatan khilafah (tiga talak sekaligus tetap dipandang jatuh satu talak, red.). Abu Bakar juga dalam posisinya sebagai waliyul amri telah mengambil pendapat untuk membagikan fai dan ghanimah berupa tanah untuk tentara yang ikut berperang. Sebaliknya, Umar mengambil pendapat yang berbeda dengan bersandar pada nash syariah, yakni firman Allah SWT dalam surat al-Hasyr: 10). Seorang waliyul amri boleh mengikuti satu pendapat dalam pen-tarjih-an, kemudian memberlakukan pendapat tersebut kepada seluruh kaum Muslim untuk menyatukan pendapat mereka dengan pendapatnya ini. Syaratwaliyul amri yang memiliki wewenang seperti itu adalah orang yang benar-benar mengurus urusan kaum Muslim, yakni amirul mukminin, atau khalifah kaum Muslim. Ketaatan kepada waliyul amri ini dikaitkan dengan ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 59). Disyaratkan pula agar terpenuhi sifat waliyul amri dari sisi bahwa dia diserahi urusan kaum Muslim melalui metode yang sah menurut syariah. Juga disyaratkan agar dia adalah seorang Muslim yang telah memenuhi syarat- syarat in’iqad yang sah menurut syariah. Imam al-Qarafi menyatakan dalam kitab Anwar al-Buruq fi Anwa’ al-Furuq, “Seorang imam ketika memegang otoritas publik terhadap rakyatnya, diharuskan untuk mencegah timbulnya ketidakharmonisan dan pertentangan serta menghilangkan perbedaan di tengah-tengah umat. Inilah salah satu kewajiban terpenting yang dia tanggung.” (2/103). Inilah uraian singkat mengenai tatacara mengambil pendapat yang syar’i. Seorang Muslim harus memperhatikan betul dari siapa dia mengambil agamanya. Ingatlah, setiap orang akan berdiri di hadapan Allah SWT dan akan ditanyai tentang segala sesuatu baik yang besar ataupun yang kecil. Ketidaktahuannya tidak bisa dijadikan alasan karena dia telah diwajibkan untuk bertanya kepada orang yang tahu dari kalangan orang bertakwa dan berilmu (Lihat: QS an-Nahl [16]: 43). Kami memohon kepada Allah SWTagar kami termasuk orang yang mendengarkan pendapat dan kemudian mengikuti pendapat terbaik. Akhir doa kami adalah pujian bagi Allah, Tuhan semesta alam. [Hamad Thabib-Baitul Maqdis]; [Diterjemahkan dan disarikan oleh Dede Koswara, Staff Pengajar Ma’had al-Abqary Serang] Baca juga : 1. Dauroh Ulama Pekanbaru: “Peran Ulama dan Muballigh dalam Menegakkan Syariah & Khilafah”
  • 6. 3/4/2014 Hizbut Tahrir Indonesia » Blog Archive » Kaidah Mengikuti Ulama Dalam Pengambilan Hukum Syariah http://m.hizbut-tahrir.or.id/2014/04/03/kaidah-mengikuti-ulama-dalam-pengambilan-hukum-syariah/ 6/6 2. DSI Ulama Semarang: Peran Ulama Dalam Penegakan Syariah dan Khilafah 3. Gegap Gempita Seruan Syariah dan Khilafah dari Ulama Garut dalam Acara Liqo Syawal Ulama 1433 H 4. Wewenang Khalifah Mangadopsi Hukum Syariah 5. Pentingnya Peran Ulama dalam Menegakkan Khilafah