Dosen : Iyus Suryana, SH.,MH 
MAKALAH SYARAT SAHNYA SUATU 
PERJANJIAN 
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah 
Aspek Hukum Dalam Ekonomi 
Program Studi Manajemen – S1 
Disusun Oleh : 
Yusuf Kamaludin 
Adi Karman Wijaya 
Ramdan Sulaeman 
Rejal Hanjani 
Seful Mahendra 
NPM : 13.110.0001 
NPM : 13.110.0017 
NPM : 13.110.0037 
NPM : 13.110.0113 
NPM : 13.110. 
Kelas Reguler B - 2A 
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI 
“YASA ANGGANA” 
TAHUN AJARAN 2013/2014
2 
KATA PENGANTAR 
Alhamdulillah Segala Puji dan Rahmat Kami Panjatkan Ke Hadirat Allah SWT, 
Pengatur Semesta Alam ,yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Hanya atas 
perkenan, Rahmat, dan karunia-Nya, Makalah ini dapat tersusun. Dan di dalam 
penyusunan Makalah ini, Kami member judul Syarat Sah Suatu Perjanjian Dan Dasar 
Hukumnya. 
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan Makalah ini masih banyak sekali 
kelemahan dan kekurangan baik dari segi penyajian maupun materinya. Hal ini 
disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengetahuan Kami. Oleh karena itu 
Kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat 
membangun untukkesempurnaan Makalah ini. 
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Saya sendiri, 
serta bagi semuanya. Amin. 
Garut, Januari 2014 
Pennyusun
3 
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang 
Buku II KUH Pdt atau BW terdari dari suatu bagian umum dan bagian khusus. 
Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku 
bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya 
perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Pdt menganut azas 
“kebebasan berkontrak” dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan 
apa saja, asal tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan 
kesusilaan. Azas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Pdt yang menyatakan 
bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi 
mereka yang membuatnya.Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua 
perjanjian “mengikat” kedua belah pihak. 
Terjadinya prestasi, wanprestasi, keadaan memaksa, fiudusia, dan hak tangunggan 
dikarenakan hukum perikatan menurut Buku III B.W ialah: suatu hubungan hukum 
(mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang 
satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang lainnya ini 
diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam 
Buku III itu selalu berupa suatu tuntut-menuntut maka Buku III juga dinamakan hukum 
perhutangan.Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur” 
sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau 
“debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi” yang 
menurut undang-undang dapat berupa : 1. Menyerahkan suatu barang. 2. Melakukan 
suatu perbuatan. 3. Tidak melakukan suatu perbuatan. 
1.2 Rumusan Masalah 
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : 
1. Pengertian syarat sah perjanjian.
4 
2. Penjelasan dasar hukum perjanjian. 
1.2 Tujuan Pembahasan 
Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini : 
1. Memahami Pengertian syarat sah prjanjian. 
2. Mengetahui Penjelasan Dasar hukum Perjanjin.
5 
BAB II 
SYARAT SAH SUATU PERJANJIAN 
2.1 Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian 
Menurut pasal 1320 KHUPer, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 
2. cakap untuk membuat suatu pejanjian; 
3. mengenai suatu hal tertentu; 
4. sesuatu sebab yang halal; 
Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya 
atau subjeknya yang mengadakan perjanjian. 
Sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif, karena mengenai 
perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. 
2.2 Sepakat mereka yang mengikat Dirinya 
Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua 
subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, 
setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. 
Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, misalnya penjual 
mengingini sejumlah uang, sedang pembeli mengingini sesuatu barang dari si penjual.
6 
2.3 Cakap Untuk Membuat Suantu Perjanjian 
Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Pada asasnya, setiap 
orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut 
hukum. Dalam pasal 1330 KUHPer, disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap 
untuk membuat suatu perjanjian: 
1. Orang-orang yang belum dewasa; 
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 
3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UU dan semua orang 
kepada siapa UU telah melarang membuat perjanjian tertentu 
Dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan 
nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk 
menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya 
itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu 
perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah 
seorang yang sungguh-sungguh bebas berbuah dengan harta kekayaannya. 
Menurut KUHPer, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu 
perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108 
KUHPer). Perbedaannya dengan seorang anak yang belum dewasa yang harus diwakili 
oleh orang/wali, adalah dengan diwakili, seorang anak tidak membikin perjanjian itu 
sendiri tetapi yang tampil ke depan wakilnya. Tetapi seorang istri harus dibantu, berarti 
ia bertindak sendiri, hanya ia didampingi oleh orang lain yang membantunya. Bantuan 
tersebut dapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis. 
2.4 Mengenai Suatu Hal Tertentu 
Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu 
hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak 
jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit 
harus ditentukan jenisnya.
7 
2.5 Suatu Sebab Yang Halal 
Syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah adanya suatu sebab 
yang halal.Yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi 
perjanjian itu sendiri, tidak boleh mengenai sesuatu yang terlarang.Misalnya, dalam 
perjanjian jual beli dinyatakan bahwa si penjual hanya bersedia menjual pisaunya, kalau 
si pembeli membunuh orang, maka isi perjanjian itu menjadi sesuatu yang terlarang. 
Berbeda halnya jika seseorang membeli pisau ditoko dengan maksud untuk membunuh 
orang dengan pisau tadi, jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa 
yang halal, seperti jual beli barang-barang lain. 
Apabila syarat objektif tidak dipenuhi, perjanjian itu batal demi hukum.Artinya dari 
semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu 
perikatan.Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan 
suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling 
menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang 
demikian itu null and void. 
Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi 
salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.Pihak 
yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang 
memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. 
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat selama tidak dibatalkan (oleh 
hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi.Dengan demikian, 
nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu 
pihak yang mentaatinya.Perjanjian yang demikian dinamakan voidable.Ia selalu 
diancam dengan bahaya pembatalan (canceling). 
Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak belum dewasa adalah 
anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua/walinya. Dalam hal seorang 
yang berada di bawah pengampuan, pengampunya.Dalam hal seorang yang telah 
memberikan sepakat atau perizinannya secara tidak bebas, orang itu sendiri.Bahaya 
pembatalan itu berlaku selama 5 tahun menurut pasal 1454 KUHPer.
Bahaya pembatalan yang mengancam itu dapat dihilangkan dengan penguatan 
(affirmation) oleh orang tua, wali atau pengampu tersebut. Penguatan yang demikian 
itu, dapat terjadi secara tegas, misalnya orang tua, wali atau pengampu itu menyatakan 
dengan tegas mengakui atau akan mentaati perjanjian yang telah diadakan oleh anak 
yang belum dewasa ataupun dapat terjadi secara diam-diam, misalnya orang tua, wali 
atau pengampu itu membayar atau memenuhi perjanjian yang telah diadakan oleh anak 
itu. Ataupun orang yang dalam suatu perjanjian telah memberikan sepakatnya secara 
tidak bebas, dapat pula menguatkan perjanjian yang dibuatnya, baik secara tegas 
maupun secara diam-diam. 
8 
2.6 Macam-macam Perjanjian 
A. Jenis –jenis Perjanjian 
1) Perjanjian timbale balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian 
yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak 
kepada pihak lainnya, misalkan hibah. 
2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani 
3) Perjanjian bernama dan tidak bernama 
4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir 
5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real 
A. Macam-Macam Perjanjian Internasional 
Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat 
diklasifikasikan sebagai berikut. 
1 . Berdasarkan Isinya 
 Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian. 
 Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan. 
 Segi hukum
9 
 Segi batas wilayah 
 Segi kesehatan. 
Contoh : 
 NATO, ANZUS, dan SEATO 
 CGI, IMF, dan IBRD 
2. Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya 
 Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, 
penandatanganan, dan ratifikasi. 
 Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan 
dan penandatanganan. 
Contoh : 
 Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi. 
 Laut teritorial, batas alam daratan. 
 Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS. 
3. Berdasarkan Subjeknya 
 Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan 
subjek hukum internasional. 
 Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya. 
 Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu 
organisasi internasional organisasi internasional lainnya. 
Contoh : 
 Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi 
MEE.
10 
 Kerjasama ASEAN dan MEE. 
4. Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat. 
 Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat 
khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut 
kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup 
kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut. 
 Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak 
hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga 
mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu 
memberi kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian 
tersebut, sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties. 
Contoh : 
 Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan 
penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 
1955 tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan 
Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali. 
 Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan, 
Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang 
hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan 
korban perang). 
 Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang 
hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan 
Korban Perang. 
5. Berdasarkan Fungsinya 
 Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu 
perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi 
masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).
 Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang 
menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara 
yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral). 
11 
Contoh : 
Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul 
dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC. 
Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif, 
karena lebih menjamin kepastian hukum.Di dalam perjanjian internasional diatur juga 
hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional 
(antarnegara). Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat penting karena ada 
beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut : 
1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian 
internasional diadakan secara tertulis. 
2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara 
para subjek hukum internasional. 
2.7 Saat Lahirnya Perjanjian 
a) Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi : 
kesempatan penarikan kembali penawaran; 
b) penentuan resiko; 
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa; 
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian. 
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas 
konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya 
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan. 
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.Sedang yang 
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak 
antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa 
yang disepakati. 
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan 
kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. 
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).Pernyataan 
pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). 
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang 
akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan 
kontrak/perjanjian. 
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu: 
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie) 
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah 
ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain 
menyatakan penerimaan/akseptasinya. 
12 
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori). 
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya 
kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak. 
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). 
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi 
diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan. 
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie). 
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak 
peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah 
saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai 
patokan saat lahirnya kontrak.
13 
2.8 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian 
A. BATALNYA PERJANJIAN : 
1. Batal demi hukum : suatu perjanjian menjadi batal demi hukum apabila syarat 
objektif bagi sahnya suatu perjanjian tidak terpenuhi. Jadi secara yuridis 
perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. 
2. Atas permintaan salah satu pihak : pembatalan dimintakan oleh salah satu pihak 
misalnya dalam hal ada salah satu pihak yang tidak cakap menurut hukum. 
Harus ada gugatan kepada Hakim. Pihak lainnya dapat menyangkal hal itu, 
maka harus ada pembuktian. 
o UU memberikan kebebasan kepada para pihak apakah akan 
menghendaki pembatalan atau tidak – oleh UU pembatalan tersebut 
dibatas sampai 5 thn, diatur oleh pasal 1454 KUHPer tetapi pembatasan 
waktu tersebut tidak berlaku bagi pembatalan yang diajukan selaku 
pembelaan atau tangkisan. 
*Asas konsensus yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPer tidak berlaku secara 
keseluruhan tetapi ada pengecualiannya. Undang-undang menetapkan suatu 
formalitas untuk perjanjian tertentu, misalnya hibah benda tak bergerak, maka harus 
dibuatkan dengan akta notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat tertulis, dll. Apabila 
perjanjian dengan diharuskan dibuat dengan bentuk tertentu tersebut tidak dipenuhi 
maka perjanjian itu BATAL DEMI HUKUM. 
B. Pelaksanaan 
Itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif 
untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus 
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.Salah satunya untuk 
memperoleh hak milik ialah jual beli.Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan 
kewajiban yang telah di perjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai 
tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.Perjanjian yang telah 
di buat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh di atur atau 
dibatalkan secara sepihak saja. 
14
15 
BAB III 
DASAR HUKUM PERJANJIAN 
3.1 Dasar – Dasar hukum Suatu Perjanjian 
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana 
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari 
peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang 
disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. 
Perjanjian adalah sumber perikatan 
Sejumlah prinsip atau asas hukum merupakan dasar bagi hukum kontrak.Dari 
sejumlah prinsip hukum tersebut perhatian dicurahkan kepada tiga prinsip atau asas 
utama. Prinsip-prinsip atau asas-asas utama dapat memberikan sebuah gambaran 
mengenai latar belakang cara berpikir yang menjadi dasar hukum kontrak. 
Prinsip-prinsip atau asas-asas fundamental yang menguasai hukum kontrak 
adalah: prinsip atau asas konsensualitas di mana persetujuan-persetujuan dapat terjadi 
karena persesuaian kehendak (konsensus) para pihak. Pada umumnya 
persetujuanpersetujuan itu dapat dibuat secara “bebas bentuk” dan dibuat tidaksecara 
formal melainkan konsensual. 
Asas konsensualitas dalam hukum perdata Indonesia dapat disimpulkan dari 
Pasal 1320 juncto Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi pada dasarnya berdasarkan 
asas konsensualitas maka perjanjian dianggap sudah terbentuk karena 
adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak.Perjanjian pada pokoknya 
dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup 
melalui konsensus belaka. 
Prinsip atau asas “kekuatan mengikat persetujuan” menegaskan bahwa para 
pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan sehingga merupakan ikatan para 
pihak satu sama lain.
Asas kekuatan mengikat dapat ditemukan landasannya dalam ketentuan Pasal 
16 
1374 ayat (1) BW (lama) atau Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata: 
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi 
mereka yang membuatnya.” 
Di dalam Pasal 1339 KUH Perdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini: 
“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan 
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan 
oleh kepatutan, kebiasaan atau undangundang.” 
prinsip atau asas kebebasan berkontrak yakni di mana para pihak diperkenankan 
membuat suatu persetujuan sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap 
orang mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang 
dikehendakinya, selain itu para pihak dapat menentukan sendiri isi maupun 
persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan pembatasan bahwa persetujuan 
tersebut tidak boleh bertentangan dengan sebuah ketentuan undang-undang yang 
bersifat memaksa, kesusilaan, dan ketertiban umum. 
Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia, 
antara lain dapat disimpulkan dalam rumusan-rumusan Pasal-pasal 1329, 1332 dan 
1338 ayat (1) KUH Perdata. 
Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa: 
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang 
tidak dinyatakan tak cakap”. 
Pasal 1332 KUH Perdata menguraikan 
bahwa: 
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu 
perjanjian.” 
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan bahwa:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi 
mereka yang membuatnya”. 
17 
3.2 Azas-azas Hukum Perjanjian 
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua 
diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, 
yaitu: 
1. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul 
telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam 
perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 
KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian. 
1. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian 
bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan 
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas 
dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang 
dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang 
membuatnya. 
3.3 Kelalaian/Wanprestasi 
Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan 
perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan. 
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat 
macam, yaitu: 
1. Tidak melaksanakan isi perjanjian. 
2. Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 
3. Terlambat melaksanakan isi perjanjian. 
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
18 
3.4 Hapusnya Perjanjian 
Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut: 
a. Pembayaran 
Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian 
secara sukarela. Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan 
hak-hak seorang kreditur/berpiutang.Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang 
dinamakan subrogatie.Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 
1403 KUH Perdata.Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan 
karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata). 
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang 
atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri 
Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang 
(kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak 
pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan 
penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai 
tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri. 
Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka 
barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera 
Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu. 
c. Pembaharuan utang atau novasi 
Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian 
lama. Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu 
pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) 
atau obyek dari perjanjian itu.
19 
d. Perjumpaan utang atau Kompensasi 
Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau 
memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur. Jika 
debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu 
sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya. 
Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan 
tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah 
terjadi, kecuali: 
(i) Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan 
dengan hukum. 
(ii) Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau 
dipinjamkan. 
(iii) Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah 
dinyatakan tak dapat disita (alimentasi). 
e. Percampuran utang 
Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang 
berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu 
percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur 
menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh 
krediturnya. 
f. Pembebasan utang 
Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian 
yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya. 
g. Musnahnya barang yang terutang 
Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat 
diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih
ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar 
kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. 
20 
h. Batal/Pembatalan 
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah 
dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan 
pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu 
tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian. 
Menurut Prof. Subekti permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi 
syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 
(i) Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim; 
(ii) Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim 
untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu. 
i. Berlakunya suatu syarat batal 
Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila 
terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada 
keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian. 
j. Lewat waktu 
Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu 
upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan 
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. 
Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik 
yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa 
dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka 
perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.
21 
3.5 STRUKTUR PERJANJIAN 
Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari: 
1. Judul/Kepala 
2. Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas 
permintaan siapa perjanjian itu dibuat. 
3. Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak 
atau yang lazim dinamakan “premisse”. 
4. Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan 
dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 
5. Penutup dari Perjanjian. 
3.6 BENTUK PERJANJIAN 
Perjanjian dapat berbentuk: 
 Lisan 
 Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu: 
- Di bawah tangan/onderhands 
- Otentik 
A. Pengertian Akta 
Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti 
tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya. 
Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua), 
antara lain: 
a. Akta Di bawah Tangan (Onderhands) 
b. Akta Resmi (Otentik).
22 
Pengertiannya antara lain : 
a. Akta Di bawah Tangan 
Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau 
Notaris.Akta ini yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. 
Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti 
mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di 
bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah 
tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta 
Otentik. 
Perjanjian di bawah tangan terdiri dari: 
(i) Akta di bawah tangan biasa 
(ii) Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat dan 
ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya 
didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi maupun tanda 
tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak. 
(iii) Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak 
namun penandatanganannya disaksikan oleh atau di hadapan Notaris, 
namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi dokumen melainkan 
Notaris hanya bertanggungjawab terhadap tanda tangan para pihak yang bersangkutan 
dan tanggal ditandatanganinya dokumen tersebut. 
b. Akta Resmi (Otentik) 
Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang 
memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu 
keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat 
umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai 
pencatatan sipil, dan sebagainya.
Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para 
pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak. 
Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus 
menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh 
terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi. 
23 
Suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 
(i) Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. 
(ii) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. 
(iii) Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai 
wewenang untuk membuat akta itu. 
B. Perbedaan antara Akta Otentik dan Akta Di bawah Tangan 
No. Perbedaan Akta Otentik Akta Di bawah tangan 
1. 
2. 
3. 
4. 
5. 
Definisi 
Materi 
Pembuktian 
Penggunaannya 
Penyimpanan 
Akta yang dibuat oleh atau 
di hadapan Pejabat Umum 
(a.l. Notaris) 
Apa yang tercantum pada 
isi Akta otentik berlaku 
sebagai sesuatu yang 
benar (bukti sempurna), 
kecuali dapat dibuktikan 
sebaliknya dengan alat 
bukti lain. 
Bilamana disangkal oleh 
pihak lain maka pihak yang 
menyangkal itulah yang 
harus membuktikan bahwa 
Akta yang dibuat oleh dan 
ditandatangani para pihak 
Apa yang tercantum pada isi 
akta di bawah tangan (tulisan 
atau tanda tangannya) dapat 
merupakan kekuatan bukti 
yang sempurna selama tidak 
disangkal oleh pihak-pihak 
yang menggunakan akta 
tersebut. 
Bilamana tulisan atau tanda 
tangannya disangkal oleh 
pihak lain, maka pihak yang 
memakai akta itulah yang
24 
akta itu tidak benar, dan 
akta otentik mempunyai 
tanggal yang pasti. 
Dalam hal tertentu 
mempunyai kekuatan 
eksekutorial. 
Kemungkinan hilang lebih 
kecil, sebab oleh Undang-undang 
ditentukan, bahwa 
Notaris diwajibkan untuk 
menyimpan asli akta 
secara rapi di dalam lemari 
besi tahan api. 
harus membuktikan bahwa 
akta itu adalah benar. 
Tidak pernah mempunyai 
kekuatan eksekutorial. 
Kemungkinan hilang lebih 
besar.
25 
BAB IV 
PENUTUP 
4.1 Kesimpulan 
Dari paparan di atas dapat kita tarik sebuah kesimppulan bahwa gambaran 
secara umum tentang perjanjian atau perikatan adalah persetujuan yang dibuat oleh 
dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi 
persetujuan yang telah dibuat bersama. 
Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut 
Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, 
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, 
dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.
26 
Daftar Pustaka 
www.google .com

More Related Content

PPTX
Poligami menurut hukum islam dan hukum positif
PPTX
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
PPT
pengertian-dasar-ilmu-hukum
PPT
Subyek hi2
PDF
Digital Evidence Admissibility for Legal Proceedings in Malaysia
PPTX
Tema 4.3 Formas de adquirir la propiedad.pptx
PPTX
Istihsan (استحسان)
PPS
Presentasi Ushul Fiqh 5 (Quran Sunnah)
Poligami menurut hukum islam dan hukum positif
Hukum acara perdata - Definisi, fungsi, dan tujuan penyitaan, serta bentuk-be...
pengertian-dasar-ilmu-hukum
Subyek hi2
Digital Evidence Admissibility for Legal Proceedings in Malaysia
Tema 4.3 Formas de adquirir la propiedad.pptx
Istihsan (استحسان)
Presentasi Ushul Fiqh 5 (Quran Sunnah)

What's hot (20)

PPTX
Presentation1
PPT
Pengertian, Fungsi, Tujuan dan Kedudukan Hukum Pidana Islam
PPTX
Pengertian dan pembagian hukum
PPT
jarimah qishash diyat
PPT
ENJ-300 Víctima y Juez/ curso La Defensa en el Proceso Penal
 
DOCX
Makalah usul fiqih
PPTX
Perancangan kontrak
PPTX
Perjanjian Jual Beli
PDF
HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN MUSLIM DI INDONESIA
DOCX
Makalah hibah
PDF
Studi hukum islam
PPT
Pengantar ilmu hukum power point
PPTX
Mabahis Fi Ilmi Mantiq " LAFADZ"
PPTX
Sumber sumber hukum islam
PPT
001 konsep harta dan kepemilikan dalam islam
DOC
Algunas Notas sobre Derecho Civil Venezolano
DOC
Kaidah al yaqin la yuzalu bi
DOC
Teori dalam hukum internasional 2
PPTX
KEWARISAN DALAM ISLAM.pptx
DOCX
Makalah hukum islam
Presentation1
Pengertian, Fungsi, Tujuan dan Kedudukan Hukum Pidana Islam
Pengertian dan pembagian hukum
jarimah qishash diyat
ENJ-300 Víctima y Juez/ curso La Defensa en el Proceso Penal
 
Makalah usul fiqih
Perancangan kontrak
Perjanjian Jual Beli
HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN MUSLIM DI INDONESIA
Makalah hibah
Studi hukum islam
Pengantar ilmu hukum power point
Mabahis Fi Ilmi Mantiq " LAFADZ"
Sumber sumber hukum islam
001 konsep harta dan kepemilikan dalam islam
Algunas Notas sobre Derecho Civil Venezolano
Kaidah al yaqin la yuzalu bi
Teori dalam hukum internasional 2
KEWARISAN DALAM ISLAM.pptx
Makalah hukum islam
Ad

Viewers also liked (18)

DOCX
Contoh Surat Perjanjian Kerjasama
DOC
Tugas Kontrak Jawab Soal UTS
PPT
MACAM-MACAM PERJANJIAN
PPT
Azas Perikatan & Macam-macam Perikatan
DOCX
Tugas ringkasan ppkn bab 5
DOC
Pancasila sebagai-ideologi-terbuka
DOCX
Definisi perikatan
PPT
HAPUSNYA PERIKATAN & HAK YANG DAPAT MENJADI JAMINAN PIUTANG
PPT
HUKUM PERIKATAN & PERJANJIAN
DOCX
Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...
PPTX
Pancasila sebagai ideologi terbuka
PPTX
Pemberdayaan Wakaf untuk Kesejahteraan Umat
PPTX
Hukum prestasi dan wanprestasi di indonesia
PPTX
Ciri ciri masyarakat madani
DOCX
Perikatan (perjanjian)
DOCX
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT FEDE...
PPTX
demokrasi parlementer
DOCX
Makalah hukum bisnis
Contoh Surat Perjanjian Kerjasama
Tugas Kontrak Jawab Soal UTS
MACAM-MACAM PERJANJIAN
Azas Perikatan & Macam-macam Perikatan
Tugas ringkasan ppkn bab 5
Pancasila sebagai-ideologi-terbuka
Definisi perikatan
HAPUSNYA PERIKATAN & HAK YANG DAPAT MENJADI JAMINAN PIUTANG
HUKUM PERIKATAN & PERJANJIAN
Makalah perbandingan kedudukan dan kewenangan lembaga legislatif dan yudikati...
Pancasila sebagai ideologi terbuka
Pemberdayaan Wakaf untuk Kesejahteraan Umat
Hukum prestasi dan wanprestasi di indonesia
Ciri ciri masyarakat madani
Perikatan (perjanjian)
PELAKSANAAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN PT FEDE...
demokrasi parlementer
Makalah hukum bisnis
Ad

Similar to Makalah aspk hukum (20)

PPT
Hukum perjanjian kuliah 2
PDF
Hukum perjanjian
PDF
Hukum Perjanjian
PPTX
1591504476264_Presentation+12+Hukum+Perdata.pptx
PPTX
Keabsahan perjanjian
PPTX
5. sahnya perikatan
PPTX
Hukum Perjanjian
PPT
Hukum Perikatan utk PPA USAKTI
PPT
PERTEMUAN 12.ppt
PPTX
hukum perjanjian hahahhahahahahahahhahahah
PPT
Materi%20OL%20Hukum%20Perikatan%20%28asas%2Cunsur%2Cbentuk%29.ppt
PPT
Pertemuan Kedua.ppt
DOCX
Hukum perjanjian
PPTX
SUBJEK HUKUM.pptx
PPT
Pembaharuan Perdata dalam Hukum-Bisnis-Pertemuan-3.ppt
PPTX
Materi Kuliah - Perikatan Karena Perjanjian.pptx
PPTX
ppt bab 3 aspek hukum.pptx
PPTX
HUKUM-PERIKATAN-PPM.pptx
PPTX
Hukum perjanjian
PPTX
prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariah
Hukum perjanjian kuliah 2
Hukum perjanjian
Hukum Perjanjian
1591504476264_Presentation+12+Hukum+Perdata.pptx
Keabsahan perjanjian
5. sahnya perikatan
Hukum Perjanjian
Hukum Perikatan utk PPA USAKTI
PERTEMUAN 12.ppt
hukum perjanjian hahahhahahahahahahhahahah
Materi%20OL%20Hukum%20Perikatan%20%28asas%2Cunsur%2Cbentuk%29.ppt
Pertemuan Kedua.ppt
Hukum perjanjian
SUBJEK HUKUM.pptx
Pembaharuan Perdata dalam Hukum-Bisnis-Pertemuan-3.ppt
Materi Kuliah - Perikatan Karena Perjanjian.pptx
ppt bab 3 aspek hukum.pptx
HUKUM-PERIKATAN-PPM.pptx
Hukum perjanjian
prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariah

More from Hikmah Siti Nazwah (19)

DOCX
Bab I manajemen operasional
DOCX
DOCX
Penelitian dan pengembangan produk
DOCX
Manajemen operasional
DOCX
Secret admirer
DOCX
Lingkungan pemasaran
PPTX
DOCX
manajemen keuangan
DOCX
Makalah leasing
DOCX
Product planning !!!
PPT
Struktur organisasi
DOCX
Rencana usaha crispy rolls 2
DOCX
Analisis pengaruh musim panas terhadap permintaan dan penawaran es campur
DOCX
Peranan bahasa indonesia dalam perkembangan budaya daerah
DOCX
Sastra islam melayu
PPTX
Ppt pengantar manajemen kekuasaan, wewenang tanggung jawab dan delegasi
DOCX
Analisis pengaruh musim panas terhadap permintaan dan penawaran es campur
DOCX
Lingkungan pemasaran (hikmah siti nazwah 13.110.0003)
DOCX
Rencana usaha crispy rolls !!!
Bab I manajemen operasional
Penelitian dan pengembangan produk
Manajemen operasional
Secret admirer
Lingkungan pemasaran
manajemen keuangan
Makalah leasing
Product planning !!!
Struktur organisasi
Rencana usaha crispy rolls 2
Analisis pengaruh musim panas terhadap permintaan dan penawaran es campur
Peranan bahasa indonesia dalam perkembangan budaya daerah
Sastra islam melayu
Ppt pengantar manajemen kekuasaan, wewenang tanggung jawab dan delegasi
Analisis pengaruh musim panas terhadap permintaan dan penawaran es campur
Lingkungan pemasaran (hikmah siti nazwah 13.110.0003)
Rencana usaha crispy rolls !!!

Recently uploaded (20)

PDF
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 6 Kurikulum Merdeka
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam Bahasa Inggris Kelas XII SMA Terbaru 2025
PDF
Konsep Dasar Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.pdf
PPTX
Inkuiri_Kolaboratif_Pembelajaran_Mendalam (1).pptx
PPTX
MODUL 2 LK 2.1.pptx MODUL 2 LK 2.1.pptx MODUL 2 LK 2.1.pptx
DOCX
Modul ajar kelas 5 tentang adoo ul jismi
PDF
2. ATP Fase F - PA. Islam (1)-halaman-1-digabungkan.pdf
PDF
RPM BAHASA INDONESIA KELAS 7 TEKS DESKRIPSI.pdf
PPTX
Sistem Pencernaan Manusia IPAS Presentasi Pendidikan Hijau Kuning Bingkai Ilu...
PDF
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika_PLS SPSS.pdf
PDF
PPT Materi Kelas Mempraktikkan Prinsip Hermeneutika (MPH) 2025
PPTX
3. Membuat Peta Konsep Kecerdasan Artifisial.pptx
PPT
MATA KULIAH FILSAFAT ILMU ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PDF
12. KSP SD Runiah Makassar OK School.pdf
PDF
AI-Driven Intelligence and Cyber Security: Strategi Stabilitas Keamanan untuk...
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Rekayasa Kelas XII SMA Terbaru 2025
PPTX
Berpikir_Komputasional_Kelas5_IlustrasiKosong.pptx
PDF
Bahan Bacaan Rencana Kolaborasi Inkuiri.pdf
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas 12 Terbaru 2025
PDF
Jurnal Kode Etik Guru Untuk Persyaratan PPG
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam Bahasa Inggris Kelas XII SMA Terbaru 2025
Konsep Dasar Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.pdf
Inkuiri_Kolaboratif_Pembelajaran_Mendalam (1).pptx
MODUL 2 LK 2.1.pptx MODUL 2 LK 2.1.pptx MODUL 2 LK 2.1.pptx
Modul ajar kelas 5 tentang adoo ul jismi
2. ATP Fase F - PA. Islam (1)-halaman-1-digabungkan.pdf
RPM BAHASA INDONESIA KELAS 7 TEKS DESKRIPSI.pdf
Sistem Pencernaan Manusia IPAS Presentasi Pendidikan Hijau Kuning Bingkai Ilu...
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika_PLS SPSS.pdf
PPT Materi Kelas Mempraktikkan Prinsip Hermeneutika (MPH) 2025
3. Membuat Peta Konsep Kecerdasan Artifisial.pptx
MATA KULIAH FILSAFAT ILMU ADMINISTRASI PENDIDIKAN
12. KSP SD Runiah Makassar OK School.pdf
AI-Driven Intelligence and Cyber Security: Strategi Stabilitas Keamanan untuk...
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Rekayasa Kelas XII SMA Terbaru 2025
Berpikir_Komputasional_Kelas5_IlustrasiKosong.pptx
Bahan Bacaan Rencana Kolaborasi Inkuiri.pdf
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas 12 Terbaru 2025
Jurnal Kode Etik Guru Untuk Persyaratan PPG

Makalah aspk hukum

  • 1. Dosen : Iyus Suryana, SH.,MH MAKALAH SYARAT SAHNYA SUATU PERJANJIAN Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi Program Studi Manajemen – S1 Disusun Oleh : Yusuf Kamaludin Adi Karman Wijaya Ramdan Sulaeman Rejal Hanjani Seful Mahendra NPM : 13.110.0001 NPM : 13.110.0017 NPM : 13.110.0037 NPM : 13.110.0113 NPM : 13.110. Kelas Reguler B - 2A SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI “YASA ANGGANA” TAHUN AJARAN 2013/2014
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Alhamdulillah Segala Puji dan Rahmat Kami Panjatkan Ke Hadirat Allah SWT, Pengatur Semesta Alam ,yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Hanya atas perkenan, Rahmat, dan karunia-Nya, Makalah ini dapat tersusun. Dan di dalam penyusunan Makalah ini, Kami member judul Syarat Sah Suatu Perjanjian Dan Dasar Hukumnya. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan Makalah ini masih banyak sekali kelemahan dan kekurangan baik dari segi penyajian maupun materinya. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengetahuan Kami. Oleh karena itu Kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun untukkesempurnaan Makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Saya sendiri, serta bagi semuanya. Amin. Garut, Januari 2014 Pennyusun
  • 3. 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buku II KUH Pdt atau BW terdari dari suatu bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Pdt menganut azas “kebebasan berkontrak” dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan apa saja, asal tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Azas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Pdt yang menyatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua perjanjian “mengikat” kedua belah pihak. Terjadinya prestasi, wanprestasi, keadaan memaksa, fiudusia, dan hak tangunggan dikarenakan hukum perikatan menurut Buku III B.W ialah: suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang lainnya ini diwajibkan untuk memenuhi tuntutan itu. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam Buku III itu selalu berupa suatu tuntut-menuntut maka Buku III juga dinamakan hukum perhutangan.Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur” sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi” yang menurut undang-undang dapat berupa : 1. Menyerahkan suatu barang. 2. Melakukan suatu perbuatan. 3. Tidak melakukan suatu perbuatan. 1.2 Rumusan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah : 1. Pengertian syarat sah perjanjian.
  • 4. 4 2. Penjelasan dasar hukum perjanjian. 1.2 Tujuan Pembahasan Adapun tujuan dalam pembahasan makalah ini : 1. Memahami Pengertian syarat sah prjanjian. 2. Mengetahui Penjelasan Dasar hukum Perjanjin.
  • 5. 5 BAB II SYARAT SAH SUATU PERJANJIAN 2.1 Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Menurut pasal 1320 KHUPer, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. cakap untuk membuat suatu pejanjian; 3. mengenai suatu hal tertentu; 4. sesuatu sebab yang halal; Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. 2.2 Sepakat mereka yang mengikat Dirinya Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, misalnya penjual mengingini sejumlah uang, sedang pembeli mengingini sesuatu barang dari si penjual.
  • 6. 6 2.3 Cakap Untuk Membuat Suantu Perjanjian Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330 KUHPer, disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian: 1. Orang-orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; 3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UU dan semua orang kepada siapa UU telah melarang membuat perjanjian tertentu Dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh bebas berbuah dengan harta kekayaannya. Menurut KUHPer, seorang perempuan yang bersuami, untuk mengadakan suatu perjanjian, memerlukan bantuan atau izin (kuasa tertulis) dari suaminya (pasal 108 KUHPer). Perbedaannya dengan seorang anak yang belum dewasa yang harus diwakili oleh orang/wali, adalah dengan diwakili, seorang anak tidak membikin perjanjian itu sendiri tetapi yang tampil ke depan wakilnya. Tetapi seorang istri harus dibantu, berarti ia bertindak sendiri, hanya ia didampingi oleh orang lain yang membantunya. Bantuan tersebut dapat diganti dengan surat kuasa atau izin tertulis. 2.4 Mengenai Suatu Hal Tertentu Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya.
  • 7. 7 2.5 Suatu Sebab Yang Halal Syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah adanya suatu sebab yang halal.Yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian itu sendiri, tidak boleh mengenai sesuatu yang terlarang.Misalnya, dalam perjanjian jual beli dinyatakan bahwa si penjual hanya bersedia menjual pisaunya, kalau si pembeli membunuh orang, maka isi perjanjian itu menjadi sesuatu yang terlarang. Berbeda halnya jika seseorang membeli pisau ditoko dengan maksud untuk membunuh orang dengan pisau tadi, jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa yang halal, seperti jual beli barang-barang lain. Apabila syarat objektif tidak dipenuhi, perjanjian itu batal demi hukum.Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi.Dengan demikian, nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu pihak yang mentaatinya.Perjanjian yang demikian dinamakan voidable.Ia selalu diancam dengan bahaya pembatalan (canceling). Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak belum dewasa adalah anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua/walinya. Dalam hal seorang yang berada di bawah pengampuan, pengampunya.Dalam hal seorang yang telah memberikan sepakat atau perizinannya secara tidak bebas, orang itu sendiri.Bahaya pembatalan itu berlaku selama 5 tahun menurut pasal 1454 KUHPer.
  • 8. Bahaya pembatalan yang mengancam itu dapat dihilangkan dengan penguatan (affirmation) oleh orang tua, wali atau pengampu tersebut. Penguatan yang demikian itu, dapat terjadi secara tegas, misalnya orang tua, wali atau pengampu itu menyatakan dengan tegas mengakui atau akan mentaati perjanjian yang telah diadakan oleh anak yang belum dewasa ataupun dapat terjadi secara diam-diam, misalnya orang tua, wali atau pengampu itu membayar atau memenuhi perjanjian yang telah diadakan oleh anak itu. Ataupun orang yang dalam suatu perjanjian telah memberikan sepakatnya secara tidak bebas, dapat pula menguatkan perjanjian yang dibuatnya, baik secara tegas maupun secara diam-diam. 8 2.6 Macam-macam Perjanjian A. Jenis –jenis Perjanjian 1) Perjanjian timbale balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalkan hibah. 2) Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani 3) Perjanjian bernama dan tidak bernama 4) Perjanjiankebendaan dan perjanjian obligatoir 5) Perjanjian konsensual dan perjanjian real A. Macam-Macam Perjanjian Internasional Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1 . Berdasarkan Isinya  Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.  Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.  Segi hukum
  • 9. 9  Segi batas wilayah  Segi kesehatan. Contoh :  NATO, ANZUS, dan SEATO  CGI, IMF, dan IBRD 2. Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya  Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi.  Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan. Contoh :  Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.  Laut teritorial, batas alam daratan.  Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS. 3. Berdasarkan Subjeknya  Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional.  Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.  Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi internasional organisasi internasional lainnya. Contoh :  Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi MEE.
  • 10. 10  Kerjasama ASEAN dan MEE. 4. Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat.  Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.  Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu memberi kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut, sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties. Contoh :  Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.  Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan korban perang).  Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan Korban Perang. 5. Berdasarkan Fungsinya  Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).
  • 11.  Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral). 11 Contoh : Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC. Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif, karena lebih menjamin kepastian hukum.Di dalam perjanjian internasional diatur juga hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional (antarnegara). Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat penting karena ada beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut : 1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian internasional diadakan secara tertulis. 2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek hukum internasional. 2.7 Saat Lahirnya Perjanjian a) Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi : kesempatan penarikan kembali penawaran; b) penentuan resiko; c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa; d) menentukan tempat terjadinya perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan. Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
  • 12. persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati. Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte).Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian. Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu: a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie) Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya. 12 b. Teori Pengiriman (Verzending Theori). Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak. c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan. d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie). Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
  • 13. 13 2.8 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian A. BATALNYA PERJANJIAN : 1. Batal demi hukum : suatu perjanjian menjadi batal demi hukum apabila syarat objektif bagi sahnya suatu perjanjian tidak terpenuhi. Jadi secara yuridis perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. 2. Atas permintaan salah satu pihak : pembatalan dimintakan oleh salah satu pihak misalnya dalam hal ada salah satu pihak yang tidak cakap menurut hukum. Harus ada gugatan kepada Hakim. Pihak lainnya dapat menyangkal hal itu, maka harus ada pembuktian. o UU memberikan kebebasan kepada para pihak apakah akan menghendaki pembatalan atau tidak – oleh UU pembatalan tersebut dibatas sampai 5 thn, diatur oleh pasal 1454 KUHPer tetapi pembatasan waktu tersebut tidak berlaku bagi pembatalan yang diajukan selaku pembelaan atau tangkisan. *Asas konsensus yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPer tidak berlaku secara keseluruhan tetapi ada pengecualiannya. Undang-undang menetapkan suatu formalitas untuk perjanjian tertentu, misalnya hibah benda tak bergerak, maka harus dibuatkan dengan akta notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat tertulis, dll. Apabila perjanjian dengan diharuskan dibuat dengan bentuk tertentu tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian itu BATAL DEMI HUKUM. B. Pelaksanaan Itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah di perjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
  • 14. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.Perjanjian yang telah di buat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh di atur atau dibatalkan secara sepihak saja. 14
  • 15. 15 BAB III DASAR HUKUM PERJANJIAN 3.1 Dasar – Dasar hukum Suatu Perjanjian Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan Sejumlah prinsip atau asas hukum merupakan dasar bagi hukum kontrak.Dari sejumlah prinsip hukum tersebut perhatian dicurahkan kepada tiga prinsip atau asas utama. Prinsip-prinsip atau asas-asas utama dapat memberikan sebuah gambaran mengenai latar belakang cara berpikir yang menjadi dasar hukum kontrak. Prinsip-prinsip atau asas-asas fundamental yang menguasai hukum kontrak adalah: prinsip atau asas konsensualitas di mana persetujuan-persetujuan dapat terjadi karena persesuaian kehendak (konsensus) para pihak. Pada umumnya persetujuanpersetujuan itu dapat dibuat secara “bebas bentuk” dan dibuat tidaksecara formal melainkan konsensual. Asas konsensualitas dalam hukum perdata Indonesia dapat disimpulkan dari Pasal 1320 juncto Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Jadi pada dasarnya berdasarkan asas konsensualitas maka perjanjian dianggap sudah terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak.Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus belaka. Prinsip atau asas “kekuatan mengikat persetujuan” menegaskan bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan sehingga merupakan ikatan para pihak satu sama lain.
  • 16. Asas kekuatan mengikat dapat ditemukan landasannya dalam ketentuan Pasal 16 1374 ayat (1) BW (lama) atau Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Di dalam Pasal 1339 KUH Perdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini: “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undangundang.” prinsip atau asas kebebasan berkontrak yakni di mana para pihak diperkenankan membuat suatu persetujuan sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap orang mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang dikehendakinya, selain itu para pihak dapat menentukan sendiri isi maupun persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan pembatasan bahwa persetujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan sebuah ketentuan undang-undang yang bersifat memaksa, kesusilaan, dan ketertiban umum. Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia, antara lain dapat disimpulkan dalam rumusan-rumusan Pasal-pasal 1329, 1332 dan 1338 ayat (1) KUH Perdata. Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”. Pasal 1332 KUH Perdata menguraikan bahwa: “Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian.” Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan bahwa:
  • 17. “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. 17 3.2 Azas-azas Hukum Perjanjian Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu: 1. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian. 1. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 3.3 Kelalaian/Wanprestasi Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu: 1. Tidak melaksanakan isi perjanjian. 2. Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Terlambat melaksanakan isi perjanjian. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
  • 18. 18 3.4 Hapusnya Perjanjian Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut: a. Pembayaran Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela. Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang.Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie.Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata.Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata). b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri. Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu. c. Pembaharuan utang atau novasi Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama. Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.
  • 19. 19 d. Perjumpaan utang atau Kompensasi Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur. Jika debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya. Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali: (i) Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan dengan hukum. (ii) Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan. (iii) Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi). e. Percampuran utang Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya. f. Pembebasan utang Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya. g. Musnahnya barang yang terutang Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih
  • 20. ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. 20 h. Batal/Pembatalan Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian. Menurut Prof. Subekti permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (i) Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim; (ii) Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu. i. Berlakunya suatu syarat batal Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian. j. Lewat waktu Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.
  • 21. 21 3.5 STRUKTUR PERJANJIAN Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari: 1. Judul/Kepala 2. Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat. 3. Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak atau yang lazim dinamakan “premisse”. 4. Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. 5. Penutup dari Perjanjian. 3.6 BENTUK PERJANJIAN Perjanjian dapat berbentuk:  Lisan  Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu: - Di bawah tangan/onderhands - Otentik A. Pengertian Akta Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya. Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua), antara lain: a. Akta Di bawah Tangan (Onderhands) b. Akta Resmi (Otentik).
  • 22. 22 Pengertiannya antara lain : a. Akta Di bawah Tangan Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau Notaris.Akta ini yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik. Perjanjian di bawah tangan terdiri dari: (i) Akta di bawah tangan biasa (ii) Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi maupun tanda tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak. (iii) Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak namun penandatanganannya disaksikan oleh atau di hadapan Notaris, namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi dokumen melainkan Notaris hanya bertanggungjawab terhadap tanda tangan para pihak yang bersangkutan dan tanggal ditandatanganinya dokumen tersebut. b. Akta Resmi (Otentik) Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil, dan sebagainya.
  • 23. Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak. Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi. 23 Suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: (i) Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum. (ii) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang. (iii) Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu. B. Perbedaan antara Akta Otentik dan Akta Di bawah Tangan No. Perbedaan Akta Otentik Akta Di bawah tangan 1. 2. 3. 4. 5. Definisi Materi Pembuktian Penggunaannya Penyimpanan Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum (a.l. Notaris) Apa yang tercantum pada isi Akta otentik berlaku sebagai sesuatu yang benar (bukti sempurna), kecuali dapat dibuktikan sebaliknya dengan alat bukti lain. Bilamana disangkal oleh pihak lain maka pihak yang menyangkal itulah yang harus membuktikan bahwa Akta yang dibuat oleh dan ditandatangani para pihak Apa yang tercantum pada isi akta di bawah tangan (tulisan atau tanda tangannya) dapat merupakan kekuatan bukti yang sempurna selama tidak disangkal oleh pihak-pihak yang menggunakan akta tersebut. Bilamana tulisan atau tanda tangannya disangkal oleh pihak lain, maka pihak yang memakai akta itulah yang
  • 24. 24 akta itu tidak benar, dan akta otentik mempunyai tanggal yang pasti. Dalam hal tertentu mempunyai kekuatan eksekutorial. Kemungkinan hilang lebih kecil, sebab oleh Undang-undang ditentukan, bahwa Notaris diwajibkan untuk menyimpan asli akta secara rapi di dalam lemari besi tahan api. harus membuktikan bahwa akta itu adalah benar. Tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial. Kemungkinan hilang lebih besar.
  • 25. 25 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari paparan di atas dapat kita tarik sebuah kesimppulan bahwa gambaran secara umum tentang perjanjian atau perikatan adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama. Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.
  • 26. 26 Daftar Pustaka www.google .com