PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK 
PERKEMBANGAN NILAI DAN MORAL 
KELOMPOK 7 
 ANISA D.P ISACH 
 INTAN SURATMO 
 RAYNALAD PETER MBOEIK 
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU 
PENDIDIKAN JURUSAN MIPA 
PROGRAM STUDI BIOLOGI 
UNIVERSITAS NUSA CENDANA 
2014
PERKEMBANGAN NILAI MORAL 
A. Definisi Nilai, Moral, dan Sikap 
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang 
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu 
itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. 
Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran 
apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata 
nilai. 
Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang 
terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai 
dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat dan dapat diterima serta menyenangkan 
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga 
sebaliknya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Manusia 
yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai 
positif di mata manusia lainnya. 
Sikap merupakan proses sosialisasi dimana seseorang akan bereaksi sesuai dengan 
rangsang yang diterimanya”. (Mar’at,1981:9). Maksudnya, sesorang akan bereaksi apabila 
rangsangan yang diberikan oleh seorang komunikator dapat diterima oleh komunikan yang 
diakibatkan dari adanya hidup bermasyarakat. 
Stephen R. Covey mengemukakan tiga teori determinisme yang diterima secara luas, baik 
sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu: 
1. Determinisme genetis (genetic determinism): berpandangan bahwa sikap individu 
diturunkan oleh sikap kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang memiliki sikap dan tabiat 
seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya. 
2. Determinisme psikis (psychic determinism): berpandangan bahwa sikap individu 
merupakan hasil pelakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada 
anaknya. 
3. Determinism lingkungan (environmental determinism): berpandangan bahwa 
perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan 
bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut.
B. Hubungan antara Nilai, Moral, dan Sikap 
Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan 
perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan 
predikposisi atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek atau 
sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam 
dirinya. 
Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang 
selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral 
tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang 
harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku 
nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya. 
C. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja. 
Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol yang berkaitan dengan nilai 
adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan akan pentingnya tata nilai dan 
mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman,pegangan,atau 
petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju 
kepribadian yang semakin matang(Sarwono,1989). Pembentukan nilai-nilai baru ini 
dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa 
saja berusaha mengembangkannya sendiri. 
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa 
sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir 
operasional formal,yakni mulai mampu berfikir abstrak dan mulai mampu memecahkan 
masalah-masalah yang bersifat hipotetis,maka pemikiran remaja terhadap suatu 
permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu,tempat,dan situasi, tetapi juga pada 
sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka(Gunarsa,1988). Perkembangan pemikiran 
moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan 
kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau 
belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi(Monks,1989). Perkembangan 
pemikiran moral remaja yang demikian ini,jika meminjam teori perkembangan moral dari 
Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensional. Pada akhir masa remaja akan 
memasuki tahap perkembangan pemikiran moral berikutnya yang disebut dengan tahap 
pasca konvensional/dimana orisinalitas pemikiran moral remaja sudah semakin tampak
jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung 
lagi pada pendapat atau pranata-pranata yang bersifat konvensional. 
Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu 
karakter remaja adalah sikap menantang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa 
lainnya(Gunarsa 1988),apalagi kalau orang tua atau orang dewasa lainnya berusaha 
memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang melawan pranata 
adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja ini merupakan gejala wajar yang 
terjadisebagai unjuk kemampuan berpikir kritis terhadap segala sesuatau yang dihadapi 
dalam realitas. Gejala dikap menentang pada remaja itu hanya bersifat sementara dan akan 
berubah serta berkembang kearah moralitas yang lebih matang dan mandiri. 
Lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja 
menurut michael yaitu: 
1. pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrae 
2. keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang 
salah Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan 
3. penilaian moral menjadi semakin kognitif 
4. penilaian moral menjadi kurang egoistic 
5. penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal 
Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh kolhberg mengemukakan 6 tahap(stadium) 
perkembangan moral. Ada tinkat perkembangan moral menurut kolhberg, yaitu tingkat: 
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, 
sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral 
Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap 
Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai 
berikut: 
1. Tingkat Pra Konvensional 
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadapungkapan-ungkapan 
budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata 
ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, 
pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:
Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan 
Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa 
menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata 
menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia 
berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam 
dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan 
yang didukung oleh hukuman dan otoritas 
Tahap 2 : Orientasi Relativis-instrumental 
Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk 
memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. 
Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen 
kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi 
ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: 
“jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi 
perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan 
2. Tingkat Konvensional 
Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. 
Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan 
akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi 
dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif 
mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma 
tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di 
dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap : 
Tahap 3 : Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi. 
Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta 
yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran 
stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut 
niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang 
mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.
Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban 
Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata 
tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban 
sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai 
dalam dirinya sendiri. 
3. Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip) 
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip 
moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau 
orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu 
sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini: 
Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial Legalitas 
Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik 
cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji 
secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas 
mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang 
telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” 
pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan 
pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai 
manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti 
yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan 
bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan 
yang berlaku di setiap negara. 
Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal 
Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang 
dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi 
logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan 
mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah
D.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan 
Sikap Remaja. 
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap 
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan baik yang terdapat 
dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat : 
1. Lingkungan Keluarga 
keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan 
didalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan 
kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam 
membesarkan anak yang belum sekolah. keinginan dan harapan orang tua yang cukup kuat 
agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memilikidan menjunjung 
tinggi nilainilai luhur, mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang 
salah, yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta memiliki sikap dan prilaku yang terpuji 
sesuai dengan harapan orang tua. 
2. Lingkungan Pendidikan (Sekolah) 
Lingkungan pendidikan setelah keluarga, adalah lingkungan sekolah. Sekolah sebagai 
lembaga formal yang di serahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan tentunya tidak 
kecil perananya dalam membantu perkembangan hubungan sosial remaja. 
Dalam konteks ini, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang 
bersifat demokratis. Jika guru tetap berpendirian bahwa dirinya sebagai tokoh intelektual 
dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh, 
perkembangan hubungan sosial remaja akan terganggu. Untuk itu guru harus mampu 
mengembangkan perannya selain sebagai guru juga sebagai pemimpin yang demokratis. 
Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentrasfer pengetahuan kepada 
peserta didik, juga harus membina peserta didik menjadi manusia dewasa yang 
bertanggung jawab. 
3. Lingkungan Sosial 
Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, 
yaitu: pendidikan orang tua, tradisi – tradisi sosial dan tekanan – tekanan lingkungan sosial 
untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh 
lingkungan.
E. Perbedaan Individu dalam Nilai, Moral, dan sikap. 
Sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu 
kelompok masyarakat sosial tertentu belum tentu dinilai positif oleh kelompok masyarakat 
lain. Sama halnya, sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh 
suatu keluarga tertentu belum tentu dinilai positif oleh keluarga lain. Ada suatu keluarga 
yang mengharuskan para anggota berpakaian muslimah dan sopan karena cara berpakaian 
seperti itulah dipandang bernilai dan bermoral. Akan tetapi, ada keluarga lain yang lebih 
senang dan memandang lebih bernilai jika anggotanya berpakaian modis, trendi, dan 
mengikuti tren mode yang sedang merak dikalangan selebritis. 
Oleh sebab itu, hal yang wajar jika terjadi perbedaan individual dalam suatu keluarga 
atau kelompok masyarakat tentang sistem nilai, moral, maupun sikap yang dianutnya. 
Perbedaan individual didukung oleh fase, tempo, dan irama perkembangan masing-masing 
individu. Dalam teori perkembangan pemikiran moral dari Kohlberg juga dikatakan bahwa 
setiap individu dapat mencapai tingkat perkembangan moral yang paling tinggi, tetapi 
kecepatan pencapaiannya juga ada perbedaan antara individu satu dengan lainnya 
meskipun dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dengan demikian, sangat dimungkinkan 
individu yang lahir pada waktu yang relatif bersamaan, sudah lebih tinggi dan lebih maju 
tingkat pemikirannya 
F. Upaya Pengembangan Nilai, Moral, dan Sikap Seperti Implikasinya 
bagi Pendidikan. 
Pendidikan tersebut dapat dilakukan di rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. 
1. Pendidikan moral dalam rumah tangga 
pertama-tama yang harus diperhatikan adalah penyelamatan hubungan suami dan istri, 
sehingga pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya. 
Pendidikan moral yang paling baik, terdapat dalam agama, karena nilai moral yang dapat 
dipatuhi dengan sukarela, tanpa ada paksaan dari luar, hanya dari kesadaran sendiri, 
datangya dari keyakinan sendiri. 
Orang tua harus memperhatikan pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya. 
Pendidikan dan perlakuan orang tua terhadap anaknya hendaknya menjamin segala 
kebutuhannya, baik fisik ataupun psikis ataupun sosial.
2. Pendidikan moral dalam sekolah 
Hendaknya dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi 
penumbuhan dan pengembangan mental dan moral anak didik. 
Pendidikan agama, haruslah dilakukan secara intensif Hendaknya segala sesuatu 
yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (baik guru, pegawai , buku, 
peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat. 
3. Pendidikan moral dalam masyarakat 
sebelum menghadapai pendidikan anak, maka masyarakat yang telah rusak moralnya 
diperbaiki terlebih dahulu. 
Mengusahakan supaya masyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari 
betapa pentingnya masalah pendidikan moral anak. 
Supaya segala mas media , terutama siaan radio dan TV., memperhatikan setiap 
macam uraian, petunjukan, kesenian dan ungkapan tidak boleh bertentangan dengan 
agama.
Perkembangan nilai dan moral kelompok 7

More Related Content

DOCX
Pelaziman klasik dan operan
PPT
TINGKAHLAKU MANUSIA
DOCX
Teori Belajar Sosial Albert Bandura
PPTX
Perbedaan tasawuf sunni dengan tasawuf falsafi
PPT
Teori pembelajaran
PPTX
Teori pembelajaran sosial
PPTX
Arca stabail
Pelaziman klasik dan operan
TINGKAHLAKU MANUSIA
Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Perbedaan tasawuf sunni dengan tasawuf falsafi
Teori pembelajaran
Teori pembelajaran sosial
Arca stabail

What's hot (20)

PPTX
Takhrij al hadith
PPTX
Kaunseling kerjaya di institusi pengajian tinggi
PDF
6 bimbingan dalam pendidikan interaksi dan komunikasi dalam bilik darjah(1)
PPTX
Teori tret allport
PPTX
Teori Kognitif Sosial Albert Bandura
PPT
Bab 1 kurikulum
PDF
Topik 1 apa itu sosiologi
PPT
matlamat penciptaan manusia. CTU asasi sains
PPTX
Model penilaian cipp
PPTX
SEJARAH PERKEMBANGAN ASTRONOMI
PPT
DOCX
Tindakan kaunseling
PPT
PSV 3107 - Teori Psikoanalitik
PPT
Jenis-Jenis Ujian
PPTX
Teori humanistik (carl rogers)
PPTX
Teori emosional emotif terapi
PPT
Teori Rollo May
PPTX
Teori – teori motivasi
PPTX
Teori Personaliti Humanistik dan Sosiokognitif
DOC
Kepentingan kaunselor mempunyai kemahiran asas komunikasi
Takhrij al hadith
Kaunseling kerjaya di institusi pengajian tinggi
6 bimbingan dalam pendidikan interaksi dan komunikasi dalam bilik darjah(1)
Teori tret allport
Teori Kognitif Sosial Albert Bandura
Bab 1 kurikulum
Topik 1 apa itu sosiologi
matlamat penciptaan manusia. CTU asasi sains
Model penilaian cipp
SEJARAH PERKEMBANGAN ASTRONOMI
Tindakan kaunseling
PSV 3107 - Teori Psikoanalitik
Jenis-Jenis Ujian
Teori humanistik (carl rogers)
Teori emosional emotif terapi
Teori Rollo May
Teori – teori motivasi
Teori Personaliti Humanistik dan Sosiokognitif
Kepentingan kaunselor mempunyai kemahiran asas komunikasi
Ad

Similar to Perkembangan nilai dan moral kelompok 7 (20)

DOCX
Perkembangan peserta didik isi
PDF
Makalah perkembangan-nilai-moral-dan-sikap (1)
DOCX
Perkembangan peserta didik
PPT
Perkembangan nilai,-moral,-dan-sikap
DOCX
Makalah perkembangan moral oleh ryan khaidar putra
PPT
Pertemuan 6
PPTX
Perkembangan Peserta Didik
PPTX
Perkembangan Peserta Didik
DOCX
Tahap perkembangan moral kohlberg
PPTX
Materi+11-+Teori++Perkembangan+Moral+Kohlberg.pptx
DOCX
Perkembangan moral dan spiritual peserta didik
PPTX
Teori perkembangan moral
PPTX
KAJIAN TENTANG OUTCOMES SOSIAL BEHAVIOUR.pptx
PPT
Perkembangan nilai,-moral,-dan-sikap
PPTX
ppt psikologi pendidikan, perkembangan tingkah laku prososial moral dan spiri...
PPTX
Perkembangan peserta didik2
PPTX
Perkembangan nilai dan sikap
PPTX
Haris krismana ii.a p.e
PPTX
15 PPT Tahapan Perkembangan Moral Kohlberg (1).pptx
PDF
124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf
Perkembangan peserta didik isi
Makalah perkembangan-nilai-moral-dan-sikap (1)
Perkembangan peserta didik
Perkembangan nilai,-moral,-dan-sikap
Makalah perkembangan moral oleh ryan khaidar putra
Pertemuan 6
Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan Peserta Didik
Tahap perkembangan moral kohlberg
Materi+11-+Teori++Perkembangan+Moral+Kohlberg.pptx
Perkembangan moral dan spiritual peserta didik
Teori perkembangan moral
KAJIAN TENTANG OUTCOMES SOSIAL BEHAVIOUR.pptx
Perkembangan nilai,-moral,-dan-sikap
ppt psikologi pendidikan, perkembangan tingkah laku prososial moral dan spiri...
Perkembangan peserta didik2
Perkembangan nilai dan sikap
Haris krismana ii.a p.e
15 PPT Tahapan Perkembangan Moral Kohlberg (1).pptx
124-Article Text-377-1-10-20200927.pdf
Ad

Recently uploaded (20)

PPT
Tugas Modul 1.Konsep Pola Pikir Bertumbuh.ppt
DOCX
Modul Ajar Deep Learning PKWU Kerajinan Kelas 11 SMA Terbaru 2025
PDF
Faktor-Faktor Pergeseran dari Pemasaran Konvensional ke Pemasaran Modern
DOCX
Modul Ajar Deep Learning Informatika Kelas 10 SMA Terbaru 2025
PPTX
pedoman tes kompetensi akademik deep learning
PDF
Asal-usul Postmodernitas & materi singkat.pdf
DOCX
Modul Ajar Deep Learning PKWU Pengelolaan Kelas 11 SMA Terbaru 2025
PPTX
Paparan Pembelajaran Mendalam V2 (fix).pptx
PDF
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 1 Kurikulum Merdeka
PPTX
Bahan Ajar PAI 8 BAB 2 iman kepada kitab Allah.pptx
PPTX
Rekayasa-Prompt-untuk-Kreasi-Konten bahan peer teaching.pptx
DOCX
Daftar Judul Paper Artificial Intelligence in Information System
PDF
Modul Ajar Deep Learning Seni Budaya Kelas 1 Kurikulum Merdeka
PPTX
02F - Orientasi Pelatihan Koding dan kecerdasan artificial
PDF
Materi Pendidikan Agama Islam - Kelas 11 SMA - Berpikir Kritis dan Mengembang...
DOCX
Power poit Rubrik Penilaian LK 8 KP 6.docx
PPTX
Kokurikuler dalam Pembelajaran Mendalam atau Deep Leaning
PPTX
Pola Pikir Bertumbuh Pembelajaran Mendalam.pptx
DOCX
Download Modul Ajar Kurikulum Berbasis Cinta ( KBC ) Fiqih Kelas 10 Terbaru 2025
PDF
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Kelas 1 Kurikulum Merdeka
Tugas Modul 1.Konsep Pola Pikir Bertumbuh.ppt
Modul Ajar Deep Learning PKWU Kerajinan Kelas 11 SMA Terbaru 2025
Faktor-Faktor Pergeseran dari Pemasaran Konvensional ke Pemasaran Modern
Modul Ajar Deep Learning Informatika Kelas 10 SMA Terbaru 2025
pedoman tes kompetensi akademik deep learning
Asal-usul Postmodernitas & materi singkat.pdf
Modul Ajar Deep Learning PKWU Pengelolaan Kelas 11 SMA Terbaru 2025
Paparan Pembelajaran Mendalam V2 (fix).pptx
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 1 Kurikulum Merdeka
Bahan Ajar PAI 8 BAB 2 iman kepada kitab Allah.pptx
Rekayasa-Prompt-untuk-Kreasi-Konten bahan peer teaching.pptx
Daftar Judul Paper Artificial Intelligence in Information System
Modul Ajar Deep Learning Seni Budaya Kelas 1 Kurikulum Merdeka
02F - Orientasi Pelatihan Koding dan kecerdasan artificial
Materi Pendidikan Agama Islam - Kelas 11 SMA - Berpikir Kritis dan Mengembang...
Power poit Rubrik Penilaian LK 8 KP 6.docx
Kokurikuler dalam Pembelajaran Mendalam atau Deep Leaning
Pola Pikir Bertumbuh Pembelajaran Mendalam.pptx
Download Modul Ajar Kurikulum Berbasis Cinta ( KBC ) Fiqih Kelas 10 Terbaru 2025
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Kelas 1 Kurikulum Merdeka

Perkembangan nilai dan moral kelompok 7

  • 1. PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PERKEMBANGAN NILAI DAN MORAL KELOMPOK 7  ANISA D.P ISACH  INTAN SURATMO  RAYNALAD PETER MBOEIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN MIPA PROGRAM STUDI BIOLOGI UNIVERSITAS NUSA CENDANA 2014
  • 2. PERKEMBANGAN NILAI MORAL A. Definisi Nilai, Moral, dan Sikap Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sikap merupakan proses sosialisasi dimana seseorang akan bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya”. (Mar’at,1981:9). Maksudnya, sesorang akan bereaksi apabila rangsangan yang diberikan oleh seorang komunikator dapat diterima oleh komunikan yang diakibatkan dari adanya hidup bermasyarakat. Stephen R. Covey mengemukakan tiga teori determinisme yang diterima secara luas, baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu: 1. Determinisme genetis (genetic determinism): berpandangan bahwa sikap individu diturunkan oleh sikap kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang memiliki sikap dan tabiat seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya. 2. Determinisme psikis (psychic determinism): berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil pelakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya. 3. Determinism lingkungan (environmental determinism): berpandangan bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut.
  • 3. B. Hubungan antara Nilai, Moral, dan Sikap Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan predikposisi atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang mendasarinya. C. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja. Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol yang berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan akan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman,pegangan,atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang(Sarwono,1989). Pembentukan nilai-nilai baru ini dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengembangkannya sendiri. Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal,yakni mulai mampu berfikir abstrak dan mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis,maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu,tempat,dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka(Gunarsa,1988). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi(Monks,1989). Perkembangan pemikiran moral remaja yang demikian ini,jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensional. Pada akhir masa remaja akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral berikutnya yang disebut dengan tahap pasca konvensional/dimana orisinalitas pemikiran moral remaja sudah semakin tampak
  • 4. jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata-pranata yang bersifat konvensional. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menantang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya(Gunarsa 1988),apalagi kalau orang tua atau orang dewasa lainnya berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang melawan pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja ini merupakan gejala wajar yang terjadisebagai unjuk kemampuan berpikir kritis terhadap segala sesuatau yang dihadapi dalam realitas. Gejala dikap menentang pada remaja itu hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang kearah moralitas yang lebih matang dan mandiri. Lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja menurut michael yaitu: 1. pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrae 2. keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan 3. penilaian moral menjadi semakin kognitif 4. penilaian moral menjadi kurang egoistic 5. penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh kolhberg mengemukakan 6 tahap(stadium) perkembangan moral. Ada tinkat perkembangan moral menurut kolhberg, yaitu tingkat: Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut: 1. Tingkat Pra Konvensional Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadapungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:
  • 5. Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas Tahap 2 : Orientasi Relativis-instrumental Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan 2. Tingkat Konvensional Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap : Tahap 3 : Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi. Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.
  • 6. Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri. 3. Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip) Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini: Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial Legalitas Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara. Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah
  • 7. D.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat : 1. Lingkungan Keluarga keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan didalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan anak yang belum sekolah. keinginan dan harapan orang tua yang cukup kuat agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memilikidan menjunjung tinggi nilainilai luhur, mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta memiliki sikap dan prilaku yang terpuji sesuai dengan harapan orang tua. 2. Lingkungan Pendidikan (Sekolah) Lingkungan pendidikan setelah keluarga, adalah lingkungan sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal yang di serahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan tentunya tidak kecil perananya dalam membantu perkembangan hubungan sosial remaja. Dalam konteks ini, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Jika guru tetap berpendirian bahwa dirinya sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh, perkembangan hubungan sosial remaja akan terganggu. Untuk itu guru harus mampu mengembangkan perannya selain sebagai guru juga sebagai pemimpin yang demokratis. Artinya, selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentrasfer pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. 3. Lingkungan Sosial Faktor sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu: pendidikan orang tua, tradisi – tradisi sosial dan tekanan – tekanan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan.
  • 8. E. Perbedaan Individu dalam Nilai, Moral, dan sikap. Sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu kelompok masyarakat sosial tertentu belum tentu dinilai positif oleh kelompok masyarakat lain. Sama halnya, sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu keluarga tertentu belum tentu dinilai positif oleh keluarga lain. Ada suatu keluarga yang mengharuskan para anggota berpakaian muslimah dan sopan karena cara berpakaian seperti itulah dipandang bernilai dan bermoral. Akan tetapi, ada keluarga lain yang lebih senang dan memandang lebih bernilai jika anggotanya berpakaian modis, trendi, dan mengikuti tren mode yang sedang merak dikalangan selebritis. Oleh sebab itu, hal yang wajar jika terjadi perbedaan individual dalam suatu keluarga atau kelompok masyarakat tentang sistem nilai, moral, maupun sikap yang dianutnya. Perbedaan individual didukung oleh fase, tempo, dan irama perkembangan masing-masing individu. Dalam teori perkembangan pemikiran moral dari Kohlberg juga dikatakan bahwa setiap individu dapat mencapai tingkat perkembangan moral yang paling tinggi, tetapi kecepatan pencapaiannya juga ada perbedaan antara individu satu dengan lainnya meskipun dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dengan demikian, sangat dimungkinkan individu yang lahir pada waktu yang relatif bersamaan, sudah lebih tinggi dan lebih maju tingkat pemikirannya F. Upaya Pengembangan Nilai, Moral, dan Sikap Seperti Implikasinya bagi Pendidikan. Pendidikan tersebut dapat dilakukan di rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. 1. Pendidikan moral dalam rumah tangga pertama-tama yang harus diperhatikan adalah penyelamatan hubungan suami dan istri, sehingga pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya. Pendidikan moral yang paling baik, terdapat dalam agama, karena nilai moral yang dapat dipatuhi dengan sukarela, tanpa ada paksaan dari luar, hanya dari kesadaran sendiri, datangya dari keyakinan sendiri. Orang tua harus memperhatikan pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya. Pendidikan dan perlakuan orang tua terhadap anaknya hendaknya menjamin segala kebutuhannya, baik fisik ataupun psikis ataupun sosial.
  • 9. 2. Pendidikan moral dalam sekolah Hendaknya dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi penumbuhan dan pengembangan mental dan moral anak didik. Pendidikan agama, haruslah dilakukan secara intensif Hendaknya segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (baik guru, pegawai , buku, peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat. 3. Pendidikan moral dalam masyarakat sebelum menghadapai pendidikan anak, maka masyarakat yang telah rusak moralnya diperbaiki terlebih dahulu. Mengusahakan supaya masyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari betapa pentingnya masalah pendidikan moral anak. Supaya segala mas media , terutama siaan radio dan TV., memperhatikan setiap macam uraian, petunjukan, kesenian dan ungkapan tidak boleh bertentangan dengan agama.