PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 17 TAHUN 2010
                                TENTANG
       PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN


              DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


                  PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang    : bahwa    untuk    melaksanakan        ketentuan   Pasal    12
               ayat (4), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 20
               ayat (4), Pasal 21 ayat (7), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25
               ayat (3), Pasal 26 ayat (7), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28
               ayat (6), Pasal 31 ayat (4), Pasal 32 ayat (3), Pasal 41
               ayat (4), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 50
               ayat (7), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54
               ayat (3), Pasal 55 ayat (5), Pasal 56 ayat (4), Pasal 62
               ayat (4), Pasal 65 ayat (5), dan Pasal 66 ayat (3)
               Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
               Pendidikan    Nasional,   perlu   menetapkan      Peraturan
               Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
               Pendidikan;

Mengingat    : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
                  Republik Indonesia Tahun 1945;

               2. Undang-Undang      Nomor 20 Tahun 2003 tentang
                 Sistem     Pendidikan    Nasional     (Lembaran     Negara
                 Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
                 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

                             MEMUTUSKAN:


Menetapkan   : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN
               DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN.


                                                                   BAB I . . .


                                                            www.djpp.depkumham.go.id
-2-

                   BAB I
            KETENTUAN UMUM

                   Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.   Pengelolaan      pendidikan          adalah      pengaturan
     kewenangan       dalam          penyelenggaraan         sistem
     pendidikan nasional oleh Pemerintah, pemerintah
     provinsi,         pemerintah               kabupaten/kota,
     penyelenggara         pendidikan        yang       didirikan
     masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses
     pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
     pendidikan nasional.

2.   Penyelenggaraan         pendidikan      adalah      kegiatan
     pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada
     satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang,
     dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat
     berlangsung     sesuai      dengan    tujuan     pendidikan
     nasional.

3.   Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
     pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
     sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan
     melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
     membantu       pertumbuhan           dan      perkembangan
     jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
     dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

4.   Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK,
     adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak
     usia   dini   pada      jalur   pendidikan     formal    yang
     menyelenggarakan program pendidikan bagi anak
     berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam)
     tahun.


                                                5. Raudhatul . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
-3-

5.   Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA,
     adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak
     usia     dini   pada     jalur   pendidikan     formal    yang
     menyelenggarakan           program     pendidikan     dengan
     kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat)
     tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

6.   Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang
     terstruktur       dan     berjenjang    yang    terdiri   atas
     pendidikan       dasar,     pendidikan    menengah,       dan
     pendidikan tinggi.

7.   Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada
     jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang
     pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada
     satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan
     Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat
     serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan
     pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah
     Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau
     bentuk lain yang sederajat.

8.   Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD,
     adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
     yang menyelenggarakan pendidikan umum pada
     jenjang pendidikan dasar.

9.   Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI,
     adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
     dalam           binaan       Menteri      Agama           yang
     menyelenggarakan           pendidikan     umum        dengan
     kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
     dasar.




                                               10. Sekolah . . .




                                                    www.djpp.depkumham.go.id
-4-

10. Sekolah   Menengah      Pertama,   yang   selanjutnya
    disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan
    pendidikan     formal     yang     menyelenggarakan
    pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar
    sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang
    sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui
    sama atau setara SD atau MI.
11. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat
    MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
    formal dalam binaan Menteri Agama yang
    menyelenggarakan     pendidikan     umum     dengan
    kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
    dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain
    yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang
    diakui sama atau setara SD atau MI.
12. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan
    pada jalur pendidikan formal yang merupakan
    lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah
    Menengah     Atas,   Madrasah    Aliyah, Sekolah
    Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan
    atau bentuk lain yang sederajat.
13. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat
    SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
    formal yang menyelenggarakan pendidikan umum
    pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan
    dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
    lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara
    SMP atau MTs.
14. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA,
    adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
    dalam      binaan      Menteri     Agama      yang
    menyelenggarakan      pendidikan   umum     dengan
    kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan
    menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
    bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
    belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.


                                        15. Sekolah . . .


                                           www.djpp.depkumham.go.id
-5-

15. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya
    disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan
    pendidikan     formal    yang     menyelenggarakan
    pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan
    menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau
    bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
    belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
16. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya
    disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan
    pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama
    yang    menyelenggarakan      pendidikan   kejuruan
    dengan kekhasan agama Islam pada jenjang
    pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP,
    MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan
    dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP
    atau MTs.
17. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada
    jalur   pendidikan   formal   setelah   pendidikan
    menengah yang dapat berupa program pendidikan
    diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor,
    yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
18. Politeknik   adalah    perguruan   tinggi      yang
    menyelenggarakan    pendidikan   vokasi       dalam
    sejumlah bidang pengetahuan khusus.
19. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang
    menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
    vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan
    jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan
    pendidikan profesi.
20. Institut   adalah    perguruan    tinggi    yang
    menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
    pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu
    pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika
    memenuhi      syarat   dapat   menyelenggarakan
    pendidikan profesi.

                                    21. Universitas . . .


                                         www.djpp.depkumham.go.id
-6-

21. Universitas     adalah         perguruan            tinggi     yang
    menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
    pendidikan          vokasi     dalam          sejumlah          ilmu
    pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika
    memenuhi        syarat         dapat         menyelenggarakan
    pendidikan profesi.

22. Program studi adalah unsur pelaksana akademik
    yang   menyelenggarakan               dan     mengelola        jenis
    pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam
    sebagian     atau     satu    bidang        ilmu     pengetahuan,
    teknologi, seni, dan/atau olahraga tertentu.

23. Jurusan      atau    nama      lain    yang        sejenis   adalah
    himpunan sumber daya pendukung program studi
    dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan,
    teknologi, seni, dan/atau olahraga.

24. Fakultas     atau     nama     lain    yang        sejenis   adalah
    himpunan sumber daya               pendukung, yang dapat
    dikelompokkan            menurut             jurusan,          yang
    menyelenggarakan             dan      mengelola        pendidikan
    akademik, vokasi, atau profesi dalam satu rumpun
    disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
    olahraga.

25. Standar      Nasional        Pendidikan        adalah        kriteria
    minimal     tentang     sistem     pendidikan          di    seluruh
    wilayah      hukum       Negara         Kesatuan            Republik
    Indonesia.

26. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal
    berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional
    Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan
    pendidikan.



                                                27. Kurikulum . . .




                                                        www.djpp.depkumham.go.id
-7-

27. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
    pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
    pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
    pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
    untuk mencapai tujuan pendidikan.
28. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
    pada   perguruan       tinggi    dengan     tugas    utama
    mentransformasikan,             mengembangkan,         dan
    menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
    seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian
    kepada masyarakat.

29. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan
    belajar pada perguruan tinggi.

30. Sivitas akademika adalah komunitas dosen dan
    mahasiswa pada perguruan tinggi.

31. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di
    luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
    secara terstruktur dan berjenjang.

32. Kelompok     belajar     adalah        satuan   pendidikan
    nonformal yang terdiri atas sekumpulan warga
    masyarakat yang saling membelajarkan pengalaman
    dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu
    dan taraf kehidupannya.

33. Pusat kegiatan belajar masyarakat adalah satuan
    pendidikan    nonformal         yang     menyelenggarakan
    berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan
    masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan
    untuk masyarakat.

34. Pendidikan    berbasis     keunggulan        lokal   adalah
    pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi
    Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan
    keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah.


                                           35. Pendidikan . . .


                                                www.djpp.depkumham.go.id
-8-

35. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan
    yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar
    Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar
    pendidikan negara maju.
36. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
    dengan pendidik dan/atau sumber belajar pada
    suatu lingkungan belajar.
37. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang
    peserta didiknya terpisah dari pendidik dan
    pembelajarannya menggunakan berbagai sumber
    belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan
    media lain.
38. Pendidikan         berbasis       masyarakat          adalah
    penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan
    agama,   sosial,     budaya,     aspirasi,      dan   potensi
    masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari,
    oleh, dan untuk masyarakat.

39. Pendidikan    informal        adalah    jalur    pendidikan
    keluarga dan lingkungan.

40. Organisasi    profesi    adalah        kumpulan       anggota
    masyarakat yang memiliki keahlian tertentu yang
    berbadan hukum dan bersifat nonkomersial.

41. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang
    beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang
    peduli pendidikan.

42. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri
    yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik,
    komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang
    peduli pendidikan.

43. Kementerian         adalah        kementerian           yang
    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
    pendidikan nasional.


                                           44. Pemerintah . . .


                                                 www.djpp.depkumham.go.id
-9-

44. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

45. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi,
    pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.

46. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
    urusan      pemerintahan        di     bidang     pendidikan
    nasional.


                  BAB II
     PENGELOLAAN PENDIDIKAN
             Bagian Kesatu
                 Umum

                 Pasal 2

    Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh:
    a. Pemerintah;
    b. pemerintah provinsi;
    c.   pemerintah kabupaten/kota;
    d. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
       masyarakat; dan
    e.   satuan atau program pendidikan.



                 Pasal 3

    Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin:
    a.   akses masyarakat atas pelayanan pendidikan
         yang mencukupi, merata, dan terjangkau;
    b. mutu       dan      daya    saing    pendidikan      serta
         relevansinya dengan kebutuhan                 dan/atau
         kondisi masyarakat; dan

    c.   efektivitas,      efisiensi,      dan      akuntabilitas
         pengelolaan pendidikan.


                                                     Pasal 4 . . .



                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 10 -

                    Pasal 4

Pengelolaan    pendidikan     didasarkan   pada   kebijakan
nasional bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.



               Bagian Kedua
Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah

                    Pasal 5

Menteri bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan
nasional    serta    merumuskan    dan/atau    menetapkan
kebijakan nasional pendidikan.

                Pasal 6

(1)   Kebijakan   nasional   pendidikan    sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 5 dituangkan dalam:
      a.   rencana pembangunan jangka panjang;
      b.   rencana pembangunan jangka menengah;
      c.   rencana strategis pendidikan nasional;
      d.   rencana kerja Pemerintah;
      e.   rencana kerja dan anggaran tahunan; dan
      f.   ketentuan peraturan perundang-undangan di
           bidang pendidikan.

(2)    Kebijakan nasional sebagaimana dimaksud pada
       ayat  (1)  mencakup     pelaksanaan          strategi
       pembangunan nasional yang meliputi:
      a.   pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak
           mulia;
      b.   pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
           berbasis kompetensi;




                                            c. proses . . .


                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 11 -

      c.   proses pembelajaran              yang   mendidik      dan
           dialogis;
      d.   evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan
           yang memberdayakan;
      e.   peningkatan        keprofesionalan       pendidik     dan
           tenaga kependidikan;
      f.   penyediaan sarana belajar yang mendidik;
      g.   pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan
           prinsip pemerataan dan berkeadilan;
      h.   penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan
           merata;
      i.   pelaksanaan wajib belajar;
      j.   pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan;
      k.   pemberdayaan peran masyarakat;
      l.   pusat  pembudayaan                dan     pembangunan
           masyarakat; dan
      m. pelaksanaan    pengawasan                 dalam      sistem
         pendidikan nasional.

(3)   Kebijakan      nasional        pendidikan        sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
      pedoman bagi:
      a.   Kementerian;
      b.   Kementerian Agama;
      c.   kementerian        lain   atau    lembaga      pemerintah
           nonkementerian     yang             menyelenggarakan
           satuan pendidikan;
      d.   pemerintah provinsi;
      e.   pemerintah kabupaten/kota;
      f.   penyelenggara         pendidikan        yang     didirikan
           masyarakat;
      g.   satuan atau program pendidikan;


                                                     h. dewan . . .


                                                    www.djpp.depkumham.go.id
- 12 -

      h.     dewan pendidikan;
      i.     komite sekolah/madrasah atau nama lain yang
             sejenis;
      j.     peserta didik;
      k.     orang tua/wali peserta didik;
      l.     pendidik dan tenaga kependidikan;
      m. masyarakat; dan
      n.     pihak lain yang terkait dengan pendidikan di
             Indonesia.

(4)   Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan
      agar        sistem      pendidikan       nasional      dapat
      dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.

(5)   Pengalokasian anggaran pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4) dikonsolidasikan oleh
      Menteri.


                    Pasal 7

Pemerintah mengarahkan, membimbing, menyupervisi,
mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi,
dan        mengendalikan      penyelenggara,      satuan,    jalur,
jenjang, dan jenis pendidikan secara nasional.


                    Pasal 8

(1)   Menteri      menetapkan     target    tingkat   partisipasi
      pendidikan       pada     semua      jenjang    dan     jenis
      pendidikan      yang     harus    dicapai    pada     tingkat
      nasional.

(2)   Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur
      pendidikan formal dan nonformal.



                                                  (3) Dalam . . .



                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 13 -

(3)   Dalam     memenuhi         target   tingkat     partisipasi
      pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
      Pemerintah        mengutamakan          perluasan      dan
      pemerataan      akses      pendidikan       melalui   jalur
      pendidikan formal.


                   Pasal 9

(1)   Menteri   menetapkan       target   tingkat pemerataan
      partisipasi pendidikan pada tingkat nasional yang
      meliputi:
      a. antarprovinsi;
      b. antarkabupaten;
      c. antarkota;
      d. antara kabupaten dan kota; dan
      e. antara laki-laki dan perempuan.

(2)   Menteri menetapkan kebijakan untuk menjamin
      peserta   didik        memperoleh     akses     pelayanan
      pendidikan      bagi     peserta    didik     yang    orang
      tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan,
      peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta
      didik di daerah khusus.


                 Pasal 10

(1)   Menteri menetapkan standar pelayanan minimal
      bidang    pendidikan       sesuai    dengan     ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(2)   Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) ditetapkan masing-masing untuk:
      a. pemerintah daerah; atau
      b. satuan atau program pendidikan.



                                               (3) Standar . . .



                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 14 -

(3)   Standar    pelayanan    minimal     bidang     pendidikan
      untuk pemerintah daerah merupakan syarat awal
      yang harus dipenuhi untuk:
      a. mencapai target tingkat partisipasi sebagaimana
           dimaksud dalam Pasal 8 secara bertahap; dan
      b. menyelenggarakan           atau           memfasilitasi
           penyelenggaraan      satuan    pendidikan     sesuai
           Standar Nasional Pendidikan secara bertahap.

(4)   Standar    pelayanan    minimal     bidang     pendidikan
      untuk satuan pendidikan ditetapkan sebagai syarat
      awal yang harus dipenuhi dalam mencapai Standar
      Nasional    Pendidikan     secara    bertahap     dengan
      menerapkan      otonomi    satuan    pendidikan      atau
      manajemen berbasis sekolah/madrasah.


                  Pasal 11

Menteri menetapkan Standar Nasional Pendidikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                  Pasal 12

(1)   Pemerintah     melakukan     dan/atau        memfasilitasi
      penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman
      pada kebijakan nasional pendidikan dan Standar
      Nasional Pendidikan.

(2)   Dalam      rangka     penjaminan     mutu      pendidikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah
      menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi:
      a.   akreditasi program pendidikan;
      b.   akreditasi satuan pendidikan;
      c.   sertifikasi kompetensi peserta didik;
      d.   sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
      e.   sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.


                                           (3) Akreditasi . . .


                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 15 -

(3)   Akreditasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud
      pada    ayat     (2)   yang       diselenggarakan          dan/atau
      difasilitasi    oleh      Pemerintah        atau      masyarakat
      didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan.


                     Pasal 13

(1)   Pemerintah mengakui, memfasilitasi, membina, dan
      melindungi program dan/atau satuan pendidikan
      bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(2)   Pemerintah        memfasilitasi        perintisan          program
      dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau
      hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan
      untuk dikembangkan menjadi program dan/atau
      satuan pendidikan bertaraf internasional.

(3)   Pemerintah memfasilitasi akreditasi internasional
      program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4)   Pemerintah memfasilitasi sertifikasi internasional
      pada     program         dan/atau       satuan        pendidikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).


                     Pasal 14

(1)   Pemerintah melakukan pembinaan berkelanjutan
      kepada     peserta        didik     yang        memiliki    potensi
      kecerdasan        dan/atau         bakat        istimewa     untuk
      mencapai        prestasi    puncak         di     bidang       ilmu
      pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga
      pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
      provinsi, nasional, dan internasional.




                                                        (2) Untuk . . .



                                                         www.djpp.depkumham.go.id
- 16 -

(2)    Untuk      menumbuhkan           iklim    kompetitif     yang
       kondusif     bagi       pencapaian       prestasi    puncak
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah
       menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara
       teratur dan berjenjang kompetisi di bidang:

       a. ilmu pengetahuan;
       b. teknologi;
       c.   seni; dan/atau
       d. olahraga.
(3)    Pemerintah      memberikan          penghargaan        kepada
       peserta    didik    yang     meraih      prestasi    puncak
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
       sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
       undangan.

(4)    Ketentuan     lebih     lanjut   mengenai       pelaksanaan
       pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi
       kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
       diatur dengan Peraturan Menteri.

                   Pasal 15

Menteri menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan
untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi:
a.    Kementerian;
b.    Kementerian Agama;
c.    kementerian      lain      atau      lembaga     pemerintah
      nonkementerian yang menyelenggarakan program
      dan/atau satuan pendidikan;
d.    pemerintah provinsi;
e.    pemerintah kabupaten/kota;
f.    penyelenggara           pendidikan        yang       didirikan
      masyarakat; dan


                                                   g. satuan . . .

                                                     www.djpp.depkumham.go.id
- 17 -

    g.   satuan atau program pendidikan.


                     Pasal 16

   (1)    Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem
          pendidikan nasional, Kementerian mengembangkan
          dan melaksanakan sistem informasi pendidikan
          nasional    berbasis   teknologi    informasi     dan
          komunikasi.

   (2)    Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana
          dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh jejaring
          informasi nasional yang terhubung dengan sistem
          informasi pendidikan di kementerian lain atau
          lembaga     pemerintah    nonkementerian         yang
          menyelenggarakan pendidikan, sistem informasi
          pendidikan di semua provinsi, dan sistem informasi
          pendidikan di semua kabupaten/kota.

   (3)    Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana
          dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan
          akses informasi administrasi pendidikan dan akses
          sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan
          pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan.




                 Bagian Ketiga
Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi


                     Pasal 17

   Gubernur      bertanggung     jawab     mengelola      sistem
   pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan
   menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai
   kewenangannya.



                                                  Pasal 18 . . .



                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 18 -

                   Pasal 18

(1)   Kebijakan        pendidikan    sebagaimana        dimaksud
      dalam     Pasal     17   merupakan      penjabaran       dari
      kebijakan        pendidikan    sebagaimana        dimaksud
      dalam Pasal 5 dan sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(2)   Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:

      a. rencana pembangunan jangka panjang provinsi;
      b. rencana        pembangunan         jangka      menengah
           provinsi;
      c. rencana strategis pendidikan provinsi;
      d. rencana kerja pemerintah provinsi;
      e. rencana kerja dan anggaran tahunan provinsi;
      f.   peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
      g. peraturan gubernur di bidang pendidikan.

(3)   Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
      pedoman bagi:
      a.   semua jajaran pemerintah provinsi;
      b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang
         bersangkutan;
      c.   penyelenggara   pendidikan     yang  didirikan
           masyarakat di provinsi yang bersangkutan;
      d. satuan atau program pendidikan di provinsi
           yang bersangkutan;
      e.   dewan        pendidikan     di     provinsi        yang
           bersangkutan;
      f.   komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
           provinsi yang bersangkutan;
      g.   peserta didik di provinsi yang bersangkutan;


                                                     h. orang . . .


                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 19 -

      h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang
         bersangkutan;
      i.   pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi
           yang bersangkutan;
      j.   masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan
      k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di
           provinsi yang bersangkutan.

(4)   Pemerintah      provinsi   mengalokasikan          anggaran
      pendidikan agar sistem pendidikan nasional di
      provinsi yang bersangkutan dapat dilaksanakan
      secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan
      kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).


                   Pasal 19

Pemerintah        provinsi    mengarahkan,         membimbing,
menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau,
mengevaluasi,       dan      mengendalikan       penyelenggara,
satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di provinsi
yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang
pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.


                   Pasal 20

(1)   Gubernur menetapkan target tingkat partisipasi
      pendidikan      pada     semua     jenjang     dan     jenis
      pendidikan     yang     harus    dicapai    pada     tingkat
      provinsi.

(2)   Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur
      pendidikan formal dan nonformal.




                                                 (3) Dalam . . .




                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 20 -

(3)   Dalam      memenuhi        target     tingkat     partisipasi
      pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      pemerintah provinsi mengutamakan perluasan dan
      pemerataan        akses     pendidikan        melalui    jalur
      pendidikan formal.


                  Pasal 21

(1)   Gubernur menetapkan target tingkat pemerataan
      partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi yang
      meliputi:
      a.   antarkabupaten;
      b.   antarkota;
      c.   antara kabupaten dan kota; dan
      d.   antara laki-laki dan perempuan.

(2)   Gubernur menetapkan kebijakan untuk menjamin
      peserta     didik      memperoleh       akses     pelayanan
      pendidikan      bagi      peserta     didik     yang    orang
      tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan,
      peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta
      didik di daerah khusus.


                  Pasal 22

Gubernur        melaksanakan          dan     mengoordinasikan
pelaksanaan       standar       pelayanan      minimal        bidang
pendidikan       sesuai      dengan       ketentuan      peraturan
perundang-undangan.


                  Pasal 23

(1)   Pemerintah          provinsi     melakukan         dan/atau
      memfasilitasi       penjaminan      mutu      pendidikan    di
      daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan
      nasional     pendidikan         dan    Standar      Nasional
      Pendidikan.

                                                    (2) Dalam . . .


                                                    www.djpp.depkumham.go.id
- 21 -

(2)   Dalam     melaksanakan         tugasnya      sebagaimana
      dimaksud     pada     ayat   (1),    pemerintah    provinsi
      berkoordinasi     dengan      unit     pelaksana     teknis
      Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan
      mutu pendidikan.

(3)   Dalam    rangka       penjaminan      mutu    pendidikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
      provinsi mengoordinasikan dan memfasilitasi:

      a.   akreditasi program pendidikan;
      b.   akreditasi satuan pendidikan;
      c.   sertifikasi kompetensi peserta didik;
      d.   sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
      e.   sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.


                 Pasal 24

(1)   Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui,
      memfasilitasi, membina, dan melindungi program
      dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.

(2)   Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui,
      memfasilitasi, membina, dan melindungi program
      dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau
      hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan
      untuk dirintis dan dikembangkan menjadi bertaraf
      internasional sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan.

(3)   Pemerintah      provinsi     memfasilitasi        akreditasi
      internasional program dan/atau satuan pendidikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).




                                            (4) Pemerintah . . .



                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 22 -

(4)   Pemerintah        provinsi       memfasilitasi       sertifikasi
      internasional      pada      program      dan/atau       satuan
      pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2).


                  Pasal 25

(1)   Pemerintah         provinsi      melakukan        pembinaan
      berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki
      potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
      mencapai     prestasi        puncak    di    bidang        ilmu
      pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga
      pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
      provinsi, nasional, dan internasional.
(2)   Untuk      menumbuhkan            iklim     kompetitif    yang
      kondusif     bagi       pencapaian        prestasi     puncak
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah
      provinsi menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi
      secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang:
      a.   ilmu pengetahuan;
      b.   teknologi;
      c.   seni; dan/atau
      d.   olahraga.
(3)   Pemerintah        provinsi    memberikan         penghargaan
      kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.
(4)   Ketentuan       lebih   lanjut    mengenai       pelaksanaan
      pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi
      kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diatur dengan Peraturan Gubernur.



                                                       Pasal 26 . . .



                                                    www.djpp.depkumham.go.id
- 23 -

                  Pasal 26

Gubernur menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan
untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi:
a. semua jajaran pemerintah provinsi;
b. pemerintah    kabupaten/kota          di    provinsi   yang
   bersangkutan;
c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat
   di provinsi yang bersangkutan;
d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang
   bersangkutan;
e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan;
f.    komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
      provinsi yang bersangkutan;
g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan;
h. orang tua/wali      peserta   didik    di   provinsi   yang
   bersangkutan;
i.    pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang
      bersangkutan;
j.    masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan
k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi
   yang bersangkutan.


                  Pasal 27

(1)     Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem
        pendidikan nasional di daerah, pemerintah provinsi
        mengembangkan      dan     melaksanakan    sistem
        informasi pendidikan provinsi berbasis teknologi
        informasi dan komunikasi.

(2)     Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari
        sistem informasi pendidikan nasional.



                                               (3) Sistem . . .


                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 24 -

       (3)   Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana
             dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan
             akses informasi administrasi pendidikan dan akses
             sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan
             pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan
             sesuai kewenangan pemerintah provinsi.



                     Bagian Keempat
Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota


                         Pasal 28

       Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola sistem
       pendidikan nasional di daerahnya dan merumuskan serta
       menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai
       kewenangannya.

                         Pasal 29

       (1)   Kebijakan     pendidikan     sebagaimana    dimaksud
             dalam    Pasal   28    merupakan    penjabaran    dari
             kebijakan     pendidikan     sebagaimana    dimaksud
             dalam Pasal 5 dan Pasal 17, serta sesuai dengan
             ketentuan peraturan perundang-undangan.

       (2)   Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
             dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam:

             a.   rencana   pembangunan         jangka    panjang
                  kabupaten/kota;
             b.   rencana pembangunan          jangka    menengah
                  kabupaten/kota;
             c.   rencana strategis pendidikan kabupaten/kota;
             d.   rencana kerja pemerintah kabupaten/kota;
             e.   rencana   kerja       dan   anggaran    tahunan
                  kabupaten/kota;


                                                 f. peraturan . . .


                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 25 -

      f.   peraturan daerah di bidang pendidikan; dan
      g.   peraturan       bupati/walikota    di      bidang
           pendidikan.

(3)   Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan
      pedoman bagi:

      a.   semua jajaran pemerintah kabupaten/kota;
      b.   penyelenggara pendidikan yang didirikan
           masyarakat    di   kabupaten/kota  yang
           bersangkutan;
      c.   satuan   atau    program    pendidikan         di
           kabupaten/kota yang bersangkutan;
      d.   dewan pendidikan di kabupaten/kota yang
           bersangkutan;
      e.   komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
           kabupaten/kota yang bersangkutan;
      f.   peserta  didik      di    kabupaten/kota    yang
           bersangkutan;
      g.   orang tua/wali peserta didik di kabupaten/
           kota yang bersangkutan;
      h.   pendidik  dan    tenaga   kependidikan         di
           kabupaten/kota yang bersangkutan;
      i.   masyarakat     di        kabupaten/kota     yang
           bersangkutan; dan
      j.   pihak lain yang terkait dengan pendidikan di
           kabupaten/kota yang bersangkutan.
(4)   Pemerintah      kabupaten/kota   mengalokasikan
      anggaran pendidikan agar sistem pendidikan
      nasional di kabupaten/kota yang bersangkutan
      dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan
      akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang
      pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      ayat (2), dan ayat (3).


                                               Pasal 30 . . .


                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 26 -

                  Pasal 30
Pemerintah kabupaten/kota mengarahkan, membimbing,
menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau,
mengevaluasi,   dan   mengendalikan    penyelenggara,
satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di
kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan
daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28.

                  Pasal 31

(1)   Bupati/walikota        menetapkan      target       tingkat
      partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan
      jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat
      kabupaten/kota.

(2)   Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur
      pendidikan formal dan nonformal.

(3)   Dalam    memenuhi        target    tingkat      partisipasi
      pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
      pemerintah       kabupaten/kota         mengutamakan
      perluasan    dan      pemerataan     akses   pendidikan
      melalui jalur pendidikan formal.


                  Pasal 32

(1)   Bupati/walikota        menetapkan      target       tingkat
      pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat
      kabupaten/kota yang meliputi:
      a.   antarkecamatan       atau     sebutan   lain     yang
           sejenis;
      b.   antardesa/kelurahan atau sebutan lain yang
           sejenis; dan
      c.   antara laki-laki dan perempuan.



                                              (2) Bupati . . .


                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 27 -

(2)   Bupati/walikota      menetapkan        kebijakan     untuk
      menjamin     peserta      didik     memperoleh        akses
      pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang
      tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan,
      peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta
      didik di daerah khusus.


                 Pasal 33

Bupati/walikota melaksanakan dan mengoordinasikan
pelaksanaan      standar      pelayanan      minimal       bidang
pendidikan     sesuai      dengan       ketentuan     peraturan
perundang-undangan.


                 Pasal 34

(1)   Pemerintah kabupaten/kota melakukan dan/atau
      memfasilitasi     penjaminan      mutu      pendidikan   di
      daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan
      nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang
      pendidikan, dan Standar Nasional Pendidikan.

(2)   Dalam     melaksanakan        tugasnya        sebagaimana
      dimaksud        pada       ayat      (1),      pemerintah
      kabupaten/kota         berkoordinasi        dengan     unit
      pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan
      tugas penjaminan mutu pendidikan.

(3)   Dalam    rangka      penjaminan      mutu      pendidikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
      kabupaten/kota memfasilitasi:

      a.   akreditasi program pendidikan;
      b.   akreditasi satuan pendidikan;
      c.   sertifikasi kompetensi peserta didik;
      d.   sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
      e.   sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.


                                                    Pasal 35 . . .


                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 28 -

                Pasal 35

(1)   Pemerintah            kabupaten/kota        mengakui,
      memfasilitasi, membina, dan melindungi program
      dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional
      dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)   Pemerintah     kabupaten/kota        melaksanakan
      dan/atau    memfasilitasi    perintisan   program
      dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau
      hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan
      untuk dikembangkan menjadi program dan/atau
      satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau
      berbasis keunggulan lokal.
(3)   Pemerintah       kabupaten/kota     memfasilitasi
      akreditasi internasional program dan/atau satuan
      pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2).

(4)   Pemerintah        kabupaten/kota     memfasilitasi
      sertifikasi internasional pada program dan/atau
      satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dan ayat (2).

                Pasal 36

(1)   Pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan
      berkelanjutan kepada peserta didik di daerahnya
      yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
      istimewa untuk mencapai prestasi puncak di
      bidang     ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
      dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan,
      kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional,
      dan internasional.




                                             (2) Untuk . . .




                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 29 -

(2)    Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang
       kondusif   bagi    pencapaian   prestasi   puncak
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah
       kabupaten/kota      menyelenggarakan     dan/atau
       memfasilitasi secara teratur dan berjenjang
       kompetisi di bidang:
       a.   ilmu pengetahuan;
       b.   teknologi;
       c.   seni; dan/atau
       d.   olahraga.

(3)    Pemerintah      kabupaten/kota    memberikan
       penghargaan kepada peserta didik yang meraih
       prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan
       peraturan perundang-undangan.
(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
       pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi
       kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
       diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.

                  Pasal 37
Bupati/walikota menetapkan kebijakan tata kelola
pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan
akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan
pedoman bagi:
a.    semua jajaran pemerintah kabupaten/kota;
b.    penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat
      di kabupaten/kota yang bersangkutan;
c.    satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota
      yang bersangkutan;
d.    dewan   pendidikan     di   kabupaten/kota     yang
      bersangkutan;


                                           e. komite . . .


                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 30 -

e.    komite sekolah atau nama lain yang sejenis di
      kabupaten/kota yang bersangkutan;
f.    peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan;
g.    orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang
      bersangkutan;
h.    pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/
      kota yang bersangkutan;
i.    masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan;
      dan
j.    pihak lain yang terkait dengan pendidikan                    di
      kabupaten/kota yang bersangkutan.


                   Pasal 38

(1)    Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem
       pendidikan      nasional        di     daerah,     pemerintah
       kabupaten/kota              mengembangkan                 dan
       melaksanakan           sistem        informasi      pendidikan
       kabupaten/kota berbasis teknologi informasi dan
       komunikasi.

(2)    Sistem      informasi     pendidikan         kabupaten/kota
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
       subsistem      dari     sistem       informasi      pendidikan
       nasional.

(3)    Sistem      informasi     pendidikan         kabupaten/kota
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
       memberikan         akses         informasi        administrasi
       pendidikan      dan     akses        sumber      pembelajaran
       kepada satuan pendidikan pada semua jenjang,
       jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan
       pemerintah kabupaten/kota.




                                                 Bagian Kelima . . .




                                                        www.djpp.depkumham.go.id
- 31 -

                        Bagian Kelima
Pengelolaan Pendidikan oleh Penyelenggara Satuan Pendidikan
                 yang didirikan Masyarakat


                            Pasal 39

          Penyelenggara     satuan     pendidikan     yang      didirikan
          masyarakat      bertanggung      jawab    mengelola     sistem
          pendidikan nasional serta merumuskan dan menetapkan
          kebijakan pendidikan pada tingkat penyelenggara satuan.



                           Pasal 40

          (1)   Kebijakan     pendidikan     sebagaimana      dimaksud
                dalam     Pasal   39   merupakan     penjabaran      dari
                kebijakan    pendidikan      sebagaimana      dimaksud
                dalam Pasal 5, Pasal 17, dan Pasal 28, serta sesuai
                dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

          (2)   Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
                ayat (1) dituangkan dalam peraturan penyelenggara
                satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.

          (3)   Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
                ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi:

                a.   penyelenggara  pendidikan   yang           didirikan
                     masyarakat yang bersangkutan;
                b.   satuan atau program pendidikan yang terkait;
                c.   lembaga representasi pemangku kepentingan
                     satuan atau program pendidikan yang terkait;
                d.   peserta didik di satuan           atau     program
                     pendidikan yang terkait;
                e.   orang tua/wali peserta didik di satuan atau
                     program pendidikan yang terkait;



                                                       f. pendidik . . .


                                                        www.djpp.depkumham.go.id
- 32 -

      f.   pendidik dan tenaga kependidikan di satuan
           atau program pendidikan yang terkait; dan
      g.   pihak lain yang terikat dengan satuan atau
           program pendidikan yang terkait.
(4)   Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat mengalokasikan anggaran pendidikan
      agar sistem pendidikan nasional pada tingkat
      satuan atau program pendidikan yang terkait dapat
      dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel.

                Pasal 41
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat mengarahkan, membimbing, menyupervisi,
mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi,
dan mengendalikan satuan atau program pendidikan
yang terkait sesuai dengan kebijakan pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17,
Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

                Pasal 42
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat menetapkan kebijakan untuk menjamin
peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan,
bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu
membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus,
atau peserta didik di daerah khusus.

                Pasal 43
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat menjamin pelaksanaan standar pelayanan
minimal pendidikan pada satuan atau program
pendidikan   sesuai dengan   ketentuan  peraturan
perundang-undangan.


                                             Pasal 44 . . .



                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 33 -

                 Pasal 44
(1)   Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat melakukan dan/atau memfasilitasi
      penjaminan mutu pendidikan di satuan atau
      program pendidikan     dengan berpedoman pada
      kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal
      39, serta Standar Nasional Pendidikan.
(2)   Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan
      pendidikan    yang      didirikan  masyarakat
      menyelenggarakan satuan dan/atau program
      pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar
      dan/atau pendidikan menengah bekerja sama
      dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang
      melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan.
(3)   Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan
      sebagaimana    dimaksud     pada   ayat     (1),
      penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat memfasilitasi:
      a.   akreditasi program pendidikan;
      b. akreditasi satuan pendidikan;
      c.   sertifikasi kompetensi peserta didik;
      d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
      e.   sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.

                 Pasal 45
(1)   Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat     memfasilitasi,    membina,    dan
      melindungi satuan atau program pendidikan yang
      bertaraf   internasional      dan/atau   berbasis
      keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.


                                     (2) Penyelenggara . . .


                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 34 -

(2)   Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat melaksanakan dan/atau memfasilitasi
      perintisan satuan atau program pendidikan yang
      sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional
      Pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan
      atau program pendidikan bertaraf internasional
      dan/atau berbasis keunggulan lokal.
(3)   Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat memfasilitasi akreditasi internasional
      satuan atau program pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4)   Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat memfasilitasi sertifikasi internasional
      pada satuan atau program pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

                Pasal 46
(1)   Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat memfasilitasi pembinaan berkelanjutan
      kepada peserta didik yang memiliki potensi
      kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
      mencapai prestasi puncak di bidang          ilmu
      pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga
      pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan,
      kabupaten/kota,    provinsi,    nasional,    dan
      internasional.
(2)   Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang
      kondusif   bagi   pencapaian   prestasi   puncak
      sebagaimana     dimaksud     pada     ayat    (1),
      penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat       menyelenggarakan       dan/atau
      memfasilitasi secara teratur kompetisi di satuan
      atau program pendidikan dalam bidang:



                                            a. ilmu . . .



                                          www.djpp.depkumham.go.id
- 35 -

       a.   ilmu pengetahuan;
       b.   teknologi;
       c.   seni; dan/atau
       d.   olahraga.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
       pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
       pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi
       kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
       diatur dengan peraturan penyelenggara satuan
       pendidikan yang didirikan masyarakat.


                  Pasal 47
Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
masyarakat     menetapkan    kebijakan   tata   kelola
pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan
akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan
pedoman bagi:
a.    penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan
      masyarakat yang bersangkutan;

b.    satuan dan/atau program pendidikan;
c.    lembaga    representasi  pemangku   kepentingan
      pendidikan    pada   satuan  dan/atau  program
      pendidikan;

d.    peserta didik satuan dan/atau program pendidikan;
e.    orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau
      program pendidikan;

f.    pendidik dan tenaga kependidikan         di   satuan
      dan/atau program pendidikan; dan

g.    pihak lain yang terikat dengan satuan atau program
      pendidikan.



                                             Pasal 48 . . .


                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 36 -

                            Pasal 48

         (1)   Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem
               pendidikan      nasional      di    satuan     atau   program
               pendidikan, penyelenggara satuan pendidikan yang
               didirikan      masyarakat           mengembangkan          dan
               melaksanakan            sistem      informasi       pendidikan
               penyelenggara         atau    satuan        pendidikan    yang
               didirikan masyarakat berbasis teknologi informasi
               dan komunikasi.

         (2)   Sistem informasi pendidikan penyelenggara atau
               satuan      pendidikan       yang    didirikan     masyarakat
               sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
               subsistem      dari      sistem      informasi      pendidikan
               nasional.

         (3)   Sistem informasi pendidikan penyelenggara satuan
               pendidikan         yang            didirikan       masyarakat
               sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
               memberikan         akses           informasi       administrasi
               pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada
               satuan dan/atau program pendidikan.



                        Bagian Keenam
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan atau Program Pendidikan


                            Pasal 49

         (1)   Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak
               usia   dini,    pendidikan         dasar,    dan    pendidikan
               menengah        dilaksanakan         berdasarkan       standar
               pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
               berbasis sekolah/madrasah.



                                                       (2) Pengelolaan . . .



                                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 37 -

(2)    Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi
       dilaksanakan       berdasarkan        prinsip    otonomi,
       akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang
       transparan.


                  Pasal 50

Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung
jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan
atau program pendidikannya serta merumuskan dan
menetapkan       kebijakan      pendidikan     sesuai    dengan
kewenangannya.

                     Pasal 51

(1)   Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan
      pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
      Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai
      dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)   Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini,
      satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan
      menengah dituangkan dalam:
       a.   rencana kerja tahunan satuan pendidikan;
       b.   anggaran pendapatan dan belanja tahunan
            satuan pendidikan; dan
       c.   peraturan satuan atau program pendidikan.

(3)   Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam:
       a.   rencana    pembangunan           jangka     panjang
            perguruan tinggi;
       b.   rencana strategis perguruan tinggi;
       c.   rencana kerja tahunan perguruan tinggi;



                                               d. anggaran . . .


                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 38 -

       d.   anggaran pendapatan dan belanja tahunan
            perguruan tinggi;
       e.   peraturan pemimpin perguruan tinggi; dan
       f.   peraturan pimpinan perguruan tinggi lain.

(4)   Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi:
       a.   satuan      atau     program    pendidikan      yang
            bersangkutan;
       b.   lembaga representasi pemangku kepentingan
            satuan atau          program    pendidikan      yang
            bersangkutan;

       c.   peserta     didik    di   satuan    atau    program
            pendidikan yang bersangkutan;

       d.   orang tua/wali peserta didik di satuan atau
            program pendidikan yang bersangkutan;

       e.   pendidik dan tenaga kependidikan di satuan
            atau program pendidikan yang bersangkutan;
            dan

       f.   pihak lain yang terikat dengan satuan atau
            program pendidikan yang bersangkutan.

(5)   Kebijakan       satuan      pendidikan       sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) merupakan penjabaran dan
      selaras dengan:

       a.   kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud
            dalam Pasal 5;

       b.   kebijakan pemerintah provinsi sebagaimana
            dimaksud dalam Pasal 17;

       c.   kebijakan          pemerintah       kabupaten/kota
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan




                                               d. kebijakan . . .



                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 39 -

        d.    kebijakan     penyelenggara       pendidikan    yang
              didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud
              dalam Pasal 39.

(6)   Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
      pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras
      dengan:
        a.    kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud
              dalam Pasal 5; dan
        b.    kebijakan     penyelenggara       pendidikan    yang
              didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud
              dalam Pasal 39.

(7)   Satuan atau program pendidikan mengalokasikan
      anggaran        pendidikan     agar    sistem    pendidikan
      nasional di satuan dan/atau program pendidikan
      yang     bersangkutan      dapat      dilaksanakan     secara
      efektif, efisien, dan akuntabel.


                    Pasal 52

Satuan atau program pendidikan mengelola pendidikan
sesuai       dengan     kebijakan    pendidikan       sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau
Pasal 39,       serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.


                    Pasal 53

Satuan       atau     program      pendidikan    sesuai     dengan
kewenangannya          wajib    menetapkan      kebijakan    untuk
menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan
pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya
tidak    mampu        membiayai     pendidikan, peserta       didik
pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah
khusus.


                                                      Pasal 54 . . .



                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 40 -

                 Pasal 54
Satuan atau      program    pendidikan wajib menjamin
terpenuhinya     standar    pelayanan minimal bidang
pendidikan.

                 Pasal 55
(1)   Satuan atau program pendidikan wajib melakukan
      penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman
      pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal
      39, serta Standar Nasional Pendidikan.
(2)   Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1), satuan atau program
      pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau
      pendidikan menengah bekerja sama dengan unit
      pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan
      tugas penjaminan mutu pendidikan.
(3)   Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau
      program pendidikan, sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan, mengikuti:
      a.   akreditasi program pendidikan;
      b. akreditasi satuan pendidikan;
      c.   sertifikasi kompetensi peserta didik;
      d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau
      e.   sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan.


                 Pasal 56
(1)   Satuan atau program pendidikan yang telah atau
      hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan
      dapat merintis dirinya untuk dikembangkan
      menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf
      internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal.


                                            (2) Satuan . . .


                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 41 -

(2)   Satuan atau program pendidikan yang telah atau
      hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan
      dapat mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi
      internasional satuan atau program pendidikan.


                  Pasal 57

(1)   Satuan atau program pendidikan wajib melakukan
      pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik
      yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
      istimewa    untuk      mencapai     prestasi      puncak     di
      bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau
      olahraga     pada      tingkat      satuan       pendidikan,
      kecamatan,       kabupaten/kota,         provinsi,   nasional,
      dan internasional.

(2)   Untuk      menumbuhkan           iklim     kompetitif      yang
      kondusif     bagi      pencapaian         prestasi      puncak
      sebagaimana       dimaksud       pada     ayat    (1)    satuan
      dan/atau program pendidikan melakukan secara
      teratur kompetisi di satuan                  atau       program
      pendidikan dalam bidang:
      a.   ilmu pengetahuan;
      b.   teknologi;
      c.   seni; dan/atau
      d.   olahraga.

(3)   Satuan     atau     program     pendidikan       memberikan
      penghargaan kepada peserta didik yang meraih
      prestasi    puncak      sesuai     ketentuan         peraturan
      perundang-undangan.

(4)   Ketentuan    lebih     lanjut    mengenai        pelaksanaan
      ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
      peraturan satuan atau program pendidikan.



                                                       Pasal 58 . . .



                                                    www.djpp.depkumham.go.id
- 42 -

                 Pasal 58
Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan
kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin
efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan
pendidikan yang mengikat:
a.    satuan atau program pendidikan yang bersangkutan;
b.    lembaga    representasi pemangku   kepentingan
      pendidikan pada satuan atau program pendidikan
      yang bersangkutan;
c.    peserta didik satuan atau program pendidikan yang
      bersangkutan;
d.    orang tua/wali peserta didik di satuan atau program
      pendidikan yang bersangkutan;
e.    pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau
      program pendidikan yang bersangkutan; dan
f.    pihak lain yang terikat dengan satuan atau program
      pendidikan yang bersangkutan.


                 Pasal 59
(1)    Dalam     menyelenggarakan      dan    mengelola
       pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan
       mengembangkan      dan   melaksanakan      sistem
       informasi pendidikan berbasis teknologi informasi
       dan komunikasi.
(2)    Sistem informasi pendidikan satuan atau program
       pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       merupakan subsistem dari sistem informasi
       pendidikan nasional.
(3)    Sistem     informasi   pendidikan    sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan
       akses informasi administrasi pendidikan dan akses
       sumber pembelajaran kepada pendidik, tenaga
       kependidikan, dan peserta didik.


                                              BAB III . . .


                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 43 -

             BAB III
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL

              Bagian Kesatu
                 Umum

                 Pasal 60
 Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi:
 a. pendidikan anak usia dini;
 b. pendidikan dasar;
 c. pendidikan menengah; dan
 d. pendidikan tinggi.


              Bagian Kedua
        Pendidikan Anak Usia Dini

               Paragraf 1
            Fungsi dan Tujuan

                 Pasal 61
 (1)   Pendidikan anak usia dini berfungsi membina,
       menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh
       potensi anak usia dini secara optimal sehingga
       terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai
       dengan tahap perkembangannya agar memiliki
       kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
 (2)   Pendidikan anak usia dini bertujuan:
       a. membangun landasan bagi berkembangnya
          potensi peserta didik agar menjadi manusia
          beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
          Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian
          luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif,
          inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi
          warga negara yang demokratis dan bertanggung
          jawab; dan


                                 b. mengembangkan . . .


                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 44 -

      b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual,
         intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial
         peserta didik pada masa emas pertumbuhannya
         dalam lingkungan bermain yang edukatif dan
         menyenangkan.


              Paragraf 2
  Bentuk dan Jenis Satuan Pendidikan


                Pasal 62
(1)   Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
      formal berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang
      sederajat.
(2)   TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
      program pembelajaran 1 (satu) tahun atau 2 (dua)
      tahun.
(3)   TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
      diselenggarakan menyatu dengan SD, MI, atau
      bentuk lain yang sederajat.


               Paragraf 3
        Penerimaan Peserta Didik


                Pasal 63
Peserta didik TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat
berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.

                Pasal 64

(1)   Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
      anak   usia   dini  dilakukan secara    objektif,
      transparan, dan akuntabel.

                                    (2) Penerimaan . . .


                                         www.djpp.depkumham.go.id
- 45 -

(2)   Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
      anak usia dini dilakukan tanpa diskriminasi kecuali
      bagi satuan pendidikan yang secara khusus
      dirancang untuk melayani peserta didik dari
      kelompok gender atau agama tertentu.
(3)   Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi
      peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat
      dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan
      pendidikan.

                Pasal 65
(1)   Satuan pendidikan anak usia dini dapat menerima
      peserta didik pindahan dari satuan pendidikan
      anak usia dini lain.
(2)   Syarat-syarat dan tatacara penerimaan peserta
      didik pindahan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang
      bersangkutan.

               Paragraf 4
         Program Pembelajaran

                Pasal 66
(1)   Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain
      yang      sederajat      dikembangkan untuk
      mempersiapkan peserta didik memasuki SD, MI,
      atau bentuk lain yang sederajat.
(2)   Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain
      yang sederajat dilaksanakan dalam konteks
      bermain yang dapat dikelompokan menjadi:
      a. bermain dalam rangka pembelajaran agama dan
         akhlak mulia;
      b. bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan
         kepribadian;


                                         c. bermain . . .


                                          www.djpp.depkumham.go.id
- 46 -

      c.   bermain dalam rangka pembelajaran orientasi
           dan pengenalan pengetahuan dan teknologi;
      d. bermain dalam rangka pembelajaran estetika;
         dan
      e.   bermain dalam rangka pembelajaran jasmani,
           olahraga, dan kesehatan.

(3)   Semua     permainan        pembelajaran      sebagaimana
      dimaksud      pada      ayat     (2)      dirancang   dan
      diselenggarakan:
      a. secara    interaktif,    inspiratif,    menyenangkan,
           menantang, dan mendorong kreativitas serta
           kemandirian;
      b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan
           perkembangan mental anak serta kebutuhan
           dan kepentingan terbaik anak;
      c.   dengan memperhatikan perbedaan bakat,
           minat, dan kemampuan masing-masing anak;
      d. dengan     mengintegrasikan           kebutuhan    anak
           terhadap kesehatan,         gizi,     dan   stimulasi
           psikososial; dan
      e.   dengan memperhatikan latar belakang ekonomi,
           sosial, dan budaya anak.


               Bagian Kedua
             Pendidikan Dasar


                 Paragraf 1
            Fungsi dan Tujuan


                  Pasal 67

(1)   Pendidikan pada SD/MI atau bentuk lain yang
      sederajat berfungsi:


                                       a.      menanamkan . . .


                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 47 -

      a.   menanamkan          dan    mengamalkan       nilai-nilai
           keimanan,       akhlak    mulia,    dan    kepribadian
           luhur;
      b. menanamkan            dan    mengamalkan       nilai-nilai
           kebangsaan dan cinta tanah air;
      c.   memberikan            dasar-dasar          kemampuan
           intelektual dalam bentuk kemampuan dan
           kecakapan membaca, menulis, dan berhitung;
      d. memberikan pengenalan ilmu pengetahuan dan
         teknologi;
      e.   melatih     dan      merangsang      kepekaan       dan
           kemampuan                 mengapresiasi            serta
           mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan
           harmoni;
      f.   menumbuhkan       minat     pada    olahraga,
           kesehatan, dan kebugaran jasmani; dan
      g.   mengembangkan kesiapan fisik dan mental
           untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs
           atau bentuk lain yang sederajat.

(2)   Pendidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang
      sederajat berfungsi:
      a.   mengembangkan,               menghayati,            dan
           mengamalkan         nilai-nilai    keimanan,      akhlak
           mulia,    dan      kepribadian     luhur   yang    telah
           dikenalinya;
      b.   mengembangkan,               menghayati,            dan
           mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta
           tanah air yang telah dikenalinya;
      c.   mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dan
           teknologi;




                                                 d. melatih . . .




                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 48 -

      d.     melatih dan mengembangkan kepekaan dan
             kemampuan             mengapresiasi              serta
             mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan
             harmoni;
      e.     mengembangkan bakat dan kemampuan di
             bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan
             kebugaran jasmani maupun prestasi; dan
      f.     mengembangkan kesiapan fisik dan mental
             untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
             pendidikan menengah dan/atau untuk hidup
             mandiri di masyarakat.

(3)   Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan
      bagi berkembangnya potensi peserta didik agar
      menjadi manusia yang:
      a.     beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
             Maha     Esa,     berakhlak mulia, dan
             berkepribadian luhur;
      b.     berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
      c.     sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
      d.     toleran,  peka    sosial,      demokratis,        dan
             bertanggung jawab.


                  Paragraf 2
           Bentuk Satuan Pendidikan


                    Pasal 68

(1)   SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat terdiri
      atas 6 (enam) tingkatan kelas, yaitu kelas 1 (satu),
      kelas 2 (dua), kelas 3 (tiga), kelas 4 (empat),
      kelas 5 (lima), dan kelas 6 (enam).

(2)   SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat terdiri
      atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 7 (tujuh),
      kelas 8 (delapan), dan kelas 9 (sembilan).


                                                 Paragraf 3 . . .


                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 49 -

               Paragraf 3
        Penerimaan Peserta Didik


                    Pasal 69

(1)   Peserta didik pada SD/MI atau bentuk lain yang
      sederajat paling rendah berusia 6 (enam) tahun.
(2)   Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1)
      dapat dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis
      dari psikolog profesional.

(3)   Dalam     hal     tidak     ada   psikolog    profesional,
      rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru
      satuan pendidikan yang bersangkutan, sampai
      dengan batas daya tampungnya.

(4)   SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib
      menerima warga negara berusia 7 (tujuh) tahun
      sampai dengan 12 (dua belas) tahun sebagai
      peserta   didik         sampai    dengan     batas   daya
      tampungnya.

(5)   Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau
      bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada
      hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan
      berhitung, atau bentuk tes lain.

(6)   SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib
      menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan.


                    Pasal 70

(1)   Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya
      tampung       satuan     pendidikan,   maka     pemilihan
      peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia
      calon peserta didik dengan prioritas dari yang
      paling tua.


                                                   (2) Jika . . .




                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 50 -

(2)   Jika usia calon peserta didik sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan
      peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal
      calon peserta didik yang paling dekat dengan
      satuan pendidikan.
(3)   Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon
      peserta    didik    dengan satuan   pendidikan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
      sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih
      awal diprioritaskan.

                Pasal 71
(1)   Peserta didik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang
      sederajat sudah menyelesaikan pendidikannya
      pada SD, MI, Paket A, atau bentuk lain yang
      sederajat.
(2)   SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib
      menerima warga negara berusia 13 (tiga belas)
      tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun sebagai
      peserta  didik  sampai     dengan    batas   daya
      tampungnya.
(3)   SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib
      menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan.

                Pasal 72
(1)   SD/MI dan SMP/MTs yang memiliki jumlah calon
      peserta didik melebihi daya tampung wajib
      melaporkan kelebihan calon peserta didik tersebut
      kepada    pemerintah     kabupaten/kota      yang
      bersangkutan.
(2)   Pemerintah kabupaten/kota wajib menyalurkan
      kelebihan calon peserta didik sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) pada satuan pendidikan
      dasar lain.


                                            Pasal 73 . . .


                                          www.djpp.depkumham.go.id
- 51 -

                  Pasal 73

(1)   Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
      diterima di SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat
      tidak pada awal kelas 1 (satu) setelah lulus tes
      kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan
      oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan.

(2)   Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
      diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang
      sederajat sejak awal kelas 7 (tujuh) setelah lulus
      ujian kesetaraan Paket A.

(3)   Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
      diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang
      sederajat tidak pada awal kelas 7 (tujuh) setelah
      memenuhi persyaratan:
      a.   lulus ujian kesetaraan Paket A; dan
      b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
           diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal
           yang bersangkutan.

(4)   Peserta didik pendidikan dasar setara SD di negara
      lain dapat pindah ke SD, MI, atau bentuk lain yang
      sederajat      di     Indonesia   setelah     memenuhi
      persyaratan lulus tes kelayakan dan penempatan
      yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
      bersangkutan.

(5)   Peserta didik pendidikan dasar setara SMP di
      negara lain dapat pindah ke SMP, MTs, atau bentuk
      lain yang sederajat di Indonesia setelah memenuhi
      persyaratan:

      a.   menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang
           membuktikan bahwa yang bersangkutan telah
           menyelesaikan pendidikan dasar setara SD; dan



                                                  b. lulus . . .


                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 52 -

      b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang
           diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
           bersangkutan.

(6)   Peserta didik pendidikan dasar setara SD yang
      mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan
      negara lain dapat diterima di SMP, MTs, atau
      bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 7
      (tujuh) setelah memenuhi persyaratan:

      a.   lulus ujian kesetaraan Paket A; atau
      b.   dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain
           yang membuktikan bahwa yang bersangkutan
           telah menyelesaikan pendidikan dasar yang
           memberikan kompetensi lulusan setara SD.

(7)   SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat
      memberikan        bantuan   penyesuaian     akademik,
      sosial, dan/atau mental yang diperlukan oleh
      peserta   didik    berkelainan   dan   peserta   didik
      pindahan dari satuan pendidikan formal lain atau
      jalur pendidikan lain.

(8)   Menteri dapat membatalkan keputusan satuan
      pendidikan tentang pemenuhan persyaratan pada
      pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) sampai dengan ayat (6) apabila setelah
      dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal
      Kementerian atas instruksi Menteri terbukti bahwa
      keputusan tersebut melanggar ketentuan peraturan
      perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak
      jujur.


                 Pasal 74

(1)   Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
      dasar dilakukan secara objektif, transparan, dan
      akuntabel.


                                       (2) Penerimaan . . .


                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 53 -

(2)   Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
      dasar dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi
      satuan pendidikan yang secara khusus dirancang
      untuk melayani peserta didik dari kelompok gender
      atau agama tertentu.

(3)   Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi
      peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat
      dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan
      pendidikan.

(4)   Seleksi     penerimaan         peserta   didik   baru    di
      kelas 7 (tujuh) pada satuan pendidikan dasar
      setingkat SMP didasarkan pada hasil ujian akhir
      sekolah berstandar nasional, kecuali bagi peserta
      didik     sebagaimana     dimaksud       dalam   Pasal   73
      ayat (2) dan ayat (6).

(5)   Di samping memenuhi ketentuan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat
      melakukan      tes     bakat    skolastik   untuk   seleksi
      penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh).



                  Pasal 75

(1)   Satuan pendidikan dasar dapat menerima peserta
      didik pindahan dari satuan pendidikan dasar lain.

(2)   Satuan pendidikan dapat menetapkan tata cara
      dan persyaratan tambahan penerimaan peserta
      didik pindahan selain persyaratan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dan tidak
      bertentangan         dengan       ketentuan      peraturan
      perundang-undangan.




                                               Bagian Ketiga . . .




                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 54 -

               Bagian Ketiga
           Pendidikan Menengah


                 Paragraf 1
            Fungsi dan Tujuan


                  Pasal 76

(1)   Pendidikan menengah umum berfungsi:

      a.   meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan
           nilai-nilai   keimanan,   akhlak      mulia,    dan
           kepribadian luhur;
      b.   meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan
           nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air;
      c.   mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi;
      d.   meningkatkan       kepekaan   dan     kemampuan
           mengapresiasi     serta     mengekspresikan
           keindahan, kehalusan, dan harmoni;
      e.   menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang
           olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran
           jasmani maupun prestasi; dan
      f.   meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk
           melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan
           tinggi dan/atau      untuk    hidup   mandiri    di
           masyarakat.

(2)   Pendidikan menengah kejuruan berfungsi:
      a.   meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan
           nilai-nilai keimanan,     akhlak      mulia,    dan
           kepribadian luhur;
      b.   meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan
           nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air;




                                          c. membekali . . .



                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 55 -

       c.   membekali peserta didik dengan kemampuan
            ilmu     pengetahuan      dan    teknologi     serta
            kecakapan kejuruan para profesi              sesuai
            dengan kebutuhan masyarakat;
       d.   meningkatkan        kepekaan    dan    kemampuan
            mengapresiasi     serta     mengekspresikan
            keindahan, kehalusan, dan harmoni;
       e.   menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang
            olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran
            jasmani maupun prestasi; dan
       f.   meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk
            hidup     mandiri    di   masyarakat       dan/atau
            melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan
            tinggi.


                    Pasal 77

Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta
didik menjadi insan yang:
a.    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
      Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur;
b.    berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
c.    sehat, mandiri, dan percaya diri; dan
d.    toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung
      jawab.


                   Paragraf 2
         Bentuk Satuan Pendidikan


                    Pasal 78

(1)    Pendidikan menengah berbentuk SMA, MA, SMK,
       dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat.



                                                   (2) SMA . . .



                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 56 -

(2)   SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas,
      yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan
      kelas 12 (dua belas).
(3)   SMK dan MAK dapat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan
      kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas),
      dan kelas 12 (dua belas), atau terdiri atas 4 (empat)
      tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh),
      kelas 11 (sebelas), kelas 12 (dua belas), dan
      kelas 13 (tiga belas) sesuai dengan tuntutan dunia
      kerja.

                 Pasal 79
(1)   Penjurusan pada SMA, MA, atau bentuk lain yang
      sederajat   berbentuk   program    studi  yang
      memfasilitasi  kebutuhan    pembelajaran  serta
      kompetensi yang diperlukan peserta didik untuk
      melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan
      tinggi.
(2)   Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      terdiri atas:
      a. program studi ilmu pengetahuan alam;
      b. program studi ilmu pengetahuan sosial;
      c.   program studi bahasa;
      d. program studi keagamaan; dan
      e.   program    studi    lain    yang      diperlukan
           masyarakat.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penjurusan dan
      program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

                 Pasal 80
(1)   Penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain yang
      sederajat berbentuk bidang studi keahlian.


                                            (2) Setiap . . .


                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 57 -

(2)   Setiap   bidang   studi    keahlian  sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas 1 (satu)
      atau lebih program studi keahlian.
(3)   Setiap program studi keahlian sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas 1 (satu)
      atau lebih kompetensi keahlian.
(4)   Bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) terdiri atas:
      a. bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa;
      b. bidang studi keahlian kesehatan;
      c. bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan
         pariwisata;
      d. bidang studi keahlian teknologi informasi dan
         komunikasi;
      e. bidang    studi      keahlian   agribisnis     dan
         agroteknologi;
      f.    bidang studi keahlian bisnis dan manajemen;
            dan
      g. bidang studi keahlian lain yang diperlukan
         masyarakat.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penjurusan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
      dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.


                  Paragraf 3
           Penerimaan Peserta Didik

                   Pasal 81
(1)   Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau
      bentuk lain yang sederajat harus menyelesaikan
      pendidikannya pada SMP, MTs, Paket B, atau
      bentuk lain yang sederajat.



                                            (2) Peserta . . .


                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 58 -

(2)   Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
      diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain
      yang sederajat sejak awal kelas 10 (sepuluh) setelah
      lulus ujian kesetaraan Paket B.

(3)   Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat
      diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain
      yang sederajat sesudah awal kelas 10 (sepuluh)
      setelah:
      a.   lulus ujian kesetaraan Paket B; dan
      b.   lulus tes kelayakan dan penempatan yang
           diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal
           yang bersangkutan.

(4)   Peserta didik pendidikan dasar setara SMP yang
      mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan
      negara lain dapat diterima di SMA, MA, SMK, MAK,
      atau bentuk lain yang sederajat pada awal tahun
      kelas 10 (sepuluh) setelah:
      a.   lulus ujian kesetaraan Paket B; atau
      b.   dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain
           yang membuktikan bahwa yang bersangkutan
           telah menyelesaikan pendidikan dasar yang
           memberikan kompetensi lulusan setara SMP.

(5)   Peserta didik pendidikan menengah setara SMA
      atau SMK di negara lain dapat pindah ke SMA, MA,
      SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat di
      Indonesia dengan syarat:
      a.   menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang
           membuktikan bahwa yang bersangkutan telah
           menyelesaikan pendidikan dasar setara SMP;
           dan
      b.   lulus tes kelayakan dan penempatan yang
           diselenggarakan  oleh  satuan pendidikan
           bersangkutan.

                                             (6) SMA . . .


                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 59 -

(6)   SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang
      sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta
      didik berkelainan.

(7)   Satuan pendidikan SMA, MA, SMK, MAK, atau
      bentuk lain yang sederajat memberikan bantuan
      penyesuaian akademik, sosial, dan/atau mental
      yang diperlukan oleh peserta didik berkelainan dan
      peserta didik pindahan dari satuan pendidikan
      formal lain atau jalur pendidikan lain.

(8)   Menteri dapat membatalkan keputusan satuan
      pendidikan tentang pemenuhan persyaratan pada
      SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang
      sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      sampai dengan ayat (6) apabila setelah dilakukan
      pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian
      atas instruksi Menteri terbukti bahwa keputusan
      tersebut      melanggar        ketentuan     peraturan
      perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak
      jujur.


                  Pasal 82

(1)   Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
      menengah dilakukan secara objektif, transparan,
      dan akuntabel.

(2)   Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan
      menengah dilakukan tanpa diskriminasi kecuali
      bagi     satuan   pendidikan    yang   secara   khusus
      dirancang     untuk    melayani   peserta   didik   dari
      kelompok gender atau agama tertentu.

(3)   Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi
      peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat
      dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan
      pendidikan.


                                             (4) Seleksi . . .


                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 60 -

(4)   Seleksi      penerimaan          peserta     didik      baru     di
      kelas     10    (sepuluh)        pada    satuan      pendidikan
      menengah didasarkan pada hasil Ujian Nasional,
      kecuali bagi peserta didik sebagaimana dimaksud
      pada Pasal 81 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5).

(5)   Selain         memenuhi          ketentuan        sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat
      melakukan        tes     bakat    skolastik      untuk      seleksi
      penerimaan             peserta          didik        baru        di
      kelas 10 (sepuluh).

(6)   Penerimaan peserta didik baru dapat dilaksanakan
      pada setiap semester bagi satuan pendidikan yang
      menyelenggarakan sistem kredit semester.


                     Pasal 83

(1)   Peserta didik satuan pendidikan menengah dapat
      pindah ke:
      a.   jurusan yang sama pada satuan pendidikan
           lain;
      b.   jurusan yang berbeda pada satuan pendidikan
           yang sama; atau
      c.   jurusan yang berbeda pada satuan pendidikan
           lain.

(2)   Satuan pendidikan dapat menetapkan tatacara dan
      persyaratan         tambahan            selain       persyaratan
      sebagaimana        dimaksud        dalam        Pasal    81    dan
      Pasal 82 dan tidak bertentangan dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.




                                                 Bagian Keempat . . .




                                                       www.djpp.depkumham.go.id
- 61 -

                Bagian Keempat
                Pendidikan Tinggi

                   Paragraf 1
            Fungsi dan Tujuan


                    Pasal 84

(1)   Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan atau
      membentuk kemampuan, watak, dan kepribadian
      manusia melalui pelaksanaan:
      a.   dharma        pendidikan       untuk      menguasai,
           menerapkan, dan menyebarluaskan nilai-nilai
           luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
           olahraga;
      b.   dharma        penelitian     untuk       menemukan,
           mengembangkan,             mengadopsi,        dan/atau
           mengadaptasi          nilai-nilai    luhur,       ilmu
           pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; dan
      c.   dharma pengabdian kepada masyarakat untuk
           menerapkan           nilai-nilai     luhur,       ilmu
           pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga
           dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

(2)   Pendidikan tinggi bertujuan

      a.   membentuk insan yang:
           1.    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
                 Maha     Esa,   berakhlak        mulia,     dan
                 berkepribadian luhur;
           2.    sehat, berilmu, dan cakap;
           3.    kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri
                 dan berjiwa wirausaha; serta
           4.    toleran, peka sosial dan lingkungan,
                 demokratis, dan bertanggung jawab.



                                          b. menghasilkan . . .


                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 62 -

      b.   menghasilkan          produk-produk            ilmu
           pengetahuan, teknologi, seni, atau olahraga
           yang      memberikan         kemaslahatan       bagi
           masyarakat, bangsa, negara, umat manusia,
           dan lingkungan.


                  Paragraf 2
Jenis, Bentuk, dan Program Pendidikan


                  Pasal 85

(1)   Pendidikan       tinggi   dapat      menyelenggarakan
      pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau
      pendidikan vokasi.

(2)   Pendidikan      tinggi    dapat berbentuk akademi,
      politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.

(3)   Pendidikan       tinggi   dapat      menyelenggarakan
      program:
      a. diploma pada pendidikan vokasi;
      b. sarjana, sarjana dan magister, atau sarjana,
           magister,  dan   doktor        pada      pendidikan
           akademik; dan/atau
      c.   spesialis dan/atau profesi pada pendidikan
           profesi.


                  Paragraf 3
           Penerimaan Mahasiswa


                  Pasal 86

(1)   Persyaratan     untuk     menjadi    mahasiswa      pada
      program sarjana atau magister:



                                            a.    memiliki . . .




                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 63 -

      a.   memiliki ijazah atau surat keterangan lulus
           pendidikan      1   (satu)   jenjang    atau   tingkat
           pendidikan di bawahnya atau memperoleh
           pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar
           melalui pengalaman; dan
      b.   memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan
           oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

(2)   Persyaratan   untuk        menjadi    mahasiswa       pada
      program doktor:
      a.   memiliki ijazah atau surat keterangan lulus
           pendidikan      1   (satu)   jenjang    atau   tingkat
           pendidikan di bawahnya atau memperoleh
           pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar
           melalui pengalaman atau lulusan program
           sarjana atau diploma empat yang memiliki
           potensi kecerdasan dan bakat istimewa; dan
      b.   memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan
           oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

(3)   Persyaratan   untuk        menjadi    mahasiswa       pada
      program diploma:
      a.   memiliki ijazah atau surat keterangan lulus
           pendidikan      1   (satu)   jenjang    atau   tingkat
           pendidikan di bawahnya atau memperoleh
           pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar
           melalui pengalaman; dan
      b.   memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan
           oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

(4)   Persyaratan   untuk        menjadi    mahasiswa       pada
      program spesialis dan profesi:




                                              a.    memiliki . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 64 -

      a.    memiliki ijazah atau surat keterangan lulus
            program    pendidikan     sarjana    atau    diploma
            empat atau memperoleh pengakuan setingkat
            atas hasil prestasi belajar melalui pengalaman;
            dan
      b.    memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan
            oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

                 Paragraf 4
           Sistem Kredit Semester

                 Pasal 87

(1)   Pendidikan       tinggi      diselenggarakan       dengan
      menerapkan sistem kredit semester            yang bobot
      belajarnya      dinyatakan      dalam     satuan    kredit
      semester.
(2)   Tahun akademik dibagi dalam 2 (dua) semester
      yaitu semester gasal dan semester genap yang
      masing-masing terdiri atas 14 (empat belas) sampai
      dengan 16 (enam belas) minggu.
(3)   Di antara semester genap dan semester gasal,
      perguruan tinggi dapat menyelenggarakan semester
      antara   untuk        remediasi,    pengayaan,        atau
      percepatan.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai semester antara
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
      Peraturan Menteri.

                 Pasal 88

(1)   Perguruan    tinggi     dapat   melakukan      pengalihan
      kredit dengan cara mengakui hasil belajar yang
      diperoleh mahasiswa pada perguruan tinggi lain
      atau satuan/program pendidikan nonformal untuk
      memenuhi persyaratan kelulusan program studi.


                                          (2) Perguruan . . .


                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 65 -

(2)    Perguruan tinggi dapat mengalihkan kredit dari
       suatu program studi dengan cara mengakui hasil
       belajar yang diperoleh pada program studi lain dari
       perguruan tinggi yang sama.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kredit
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
       diatur dengan Peraturan Menteri.


                     Paragraf 5
      Pengelolaan Pembelajaran di luar
         Domisili Perguruan Tinggi


                      Pasal 89

(1)    Pengelolaan pembelajaran pada perguruan tinggi
       dapat diselenggarakan melalui program studi di
       luar domisili perguruan tinggi.

(2)    Ketentuan        lebih     lanjut    mengenai     pengelolaan
       pembelajaran sebagaimana diatur pada ayat (1),
       diatur dalam Peraturan Menteri.

                     Paragraf 6
                     Kerja Sama


                      Pasal 90

(1)     Perguruan tinggi dapat melakukan kerja sama
        akademik         dan/atau          non-akademik       dengan
        perguruan tinggi lain, dunia usaha, atau pihak
        lain, baik dalam negeri maupun luar negeri.

(2)     Kerja      sama      perguruan        tinggi    sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1) bertujuan meningkatkan
        efisiensi,     efektivitas,   produktivitas,      kreativitas,
        inovasi,     mutu,      dan   relevansi   pelaksanaan      tri
        dharma perguruan tinggi.


                                                       (3) Kerja . . .

                                                       www.djpp.depkumham.go.id
- 66 -

(3)   Kerja      sama   perguruan      tinggi    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan
      prinsip:
      a.   mengutamakan      kepentingan        pembangunan
           nasional;
      b.   menghargai kesetaran mutu;
      c.   saling menghormati;
      d.   menghasilkan peningkatan mutu pendidikan;
      e.   berkelanjutan; dan
      f.   mempertimbangkan keberagaman kultur yang
           bersifat lintas   daerah,   nasional,    dan/atau
           internasional.

(4)   Kerja sama akademik sebagaimana yang dimaksud
      pada ayat (1) dapat berbentuk:
      a.   pendidikan,  penelitian,       dan      pengabdian
           kepada masyarakat;
      b.   program kembaran;
      c.   pengalihan dan/atau pemerolehan kredit;
      d.   penugasan dosen senior sebagai pembina pada
           perguruan   tinggi    yang    membutuhkan
           pembinaan;
      e.   pertukaran dosen dan/atau mahasiswa;
      f.   pemanfaatan bersama berbagai sumber daya;
      g.   pemagangan;
      h.   penerbitan terbitan berkala ilmiah;
      i.   penyelenggaraan seminar bersama; dan/atau
      j.   bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.

(5)   Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dapat berbentuk:
      a.   pendayagunaan aset;
      b.   usaha penggalangan dana;


                                                  c. jasa . . .


                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 67 -

       c.   jasa dan royalti hak kekayaan intelektual;
            dan/atau
       d.   bentuk lain yang dianggap perlu.

 (6)   Ketentuan    lebih   lanjut   mengenai    kerja    sama
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
       Peraturan Menteri.


               Paragraf 7
Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan


                 Pasal 91

 (1)   Pimpinan perguruan tinggi wajib mengupayakan
       dan menjamin agar setiap anggota sivitas
       akademika melaksanakan kebebasan akademik
       dan     kebebasan   mimbar    akademik secara
       bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
       peraturan perundang-undangan, dan dilandasi
       oleh etika dan norma/kaidah keilmuan.
 (2)   Dalam melaksanakan kebebasan akademik dan
       kebebasan    mimbar     akademik,      setiap    anggota
       sivitas akademika:

       a.   mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya
            dapat   meningkatkan       mutu     akademik
            perguruan tinggi yang bersangkutan;
       b.   mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya
            bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara,
            dan kemanusiaan;
       c.   bertanggung     jawab    secara     pribadi    atas
            pelaksanaan dan hasilnya, serta akibatnya
            pada diri sendiri atau orang lain;
       d.   melakukannya      dengan    cara     yang     tidak
            bertentangan dengan nilai agama, nilai etika,
            dan kaidah akademik; dan



                                                 e. tidak . . .

                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 68 -

      e.   tidak  melanggar    hukum    dan                   tidak
           mengganggu kepentingan umum.

(3)   Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilaksanakan dalam upaya mendalami,
      menerapkan,            dan      mengembangkan            ilmu
      pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga
      melalui     kegiatan     pendidikan,      penelitian,    dan
      pengabdian kepada masyarakat secara berkualitas
      dan bertanggung jawab.

(4)   Kebebasan        mimbar        akademik       sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) merupakan kebebasan
      setiap      anggota      sivitas     akademika          dalam
      menyebarluaskan              hasil      penelitian       dan
      menyampaikan           pandangan        akademik      melalui
      kegiatan      perkuliahan,      ujian    sidang,     seminar,
      diskusi, simposium, ceramah, publikasi ilmiah, dan
      pertemuan ilmiah lain yang sesuai dengan kaidah
      keilmuan.

(5)   Pelaksanaan        kebebasan         mimbar        akademik
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
      ayat (4):

      a.   merupakan tanggung jawab setiap anggota
           sivitas akademika yang terlibat;
      b.   menjadi tanggung jawab perguruan tinggi, atau
           unit organisasi di dalam perguruan tinggi,
           apabila perguruan tinggi atau unit organisasi
           tersebut     secara        resmi     terlibat      dalam
           pelaksanaannya; dan
      c.   sesuai       dengan         ketentuan         peraturan
           perundang-undangan, dan dilandasi etika dan
           norma/kaidah keilmuan.



                                              (6) Kebebasan . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 69 -

(6)   Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar
      akademik dimanfaatkan oleh perguruan tinggi
      untuk:
      a. melindungi      dan    mempertahankan hak
          kekayaan intelektual;
      b. melindungi dan mempertahankan kekayaan
          dan keragaman alami, hayati, sosial, dan
          budaya bangsa dan negara Indonesia;
      c. menambah dan/atau meningkatkan mutu
          kekayaan intelektual bangsa dan negara
          Indonesia; dan
      d. memperkuat daya saing bangsa dan negara
          Indonesia.
(7)   Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar
      akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai
      dengan otonomi perguruan tinggi.

               Pasal 92
(1)   Pimpinan perguruan tinggi wajib mengupayakan
      dan menjamin agar setiap anggota sivitas
      akademika melaksanakan otonomi keilmuan secara
      bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan dan dilandasi
      etika dan norma/kaidah keilmuan.
(2)   Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) merupakan kemandirian dan kebebasan
      sivitas akademika suatu cabang ilmu pengetahuan,
      teknologi, seni, dan/atau olahraga yang melekat
      pada       kekhasan/keunikan        cabang     ilmu
      pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga
      yang      bersangkutan,      dalam     menemukan,
      mengembangkan,        mengungkapkan,       dan/atau
      mempertahankan kebenaran menurut kaidah
      keilmuannya untuk menjamin keberlanjutan
      perkembangan       cabang     ilmu     pengetahuan,
      teknologi, seni, dan/atau olahraga.


                                          Paragraf 8 . . .


                                          www.djpp.depkumham.go.id
- 70 -

                Paragraf 8
                Penelitian

                 Pasal 93

(1)   Universitas, institut, dan sekolah tinggi wajib
      melaksanakan penelitian dasar, penelitian terapan,
      penelitian pengembangan, dan/atau penelitian
      industri.

(2)   Akademi dan politeknik wajib melaksanakan
      penelitian terapan, penelitian pengembangan,
      dan/atau penelitian industri.

(3)   Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) dilaksanakan untuk:
      a.   mencari dan/atau menemukan kebaruan
           kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
           dan/atau olahraga; dan/atau
      b.   menguji ulang teori, konsep, prinsip, prosedur,
           metode, dan/atau model yang sudah menjadi
           kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
           dan/atau olahraga.

(4)   Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh dosen
      dan/atau     mahasiswa     dengan    mematuhi
      kaidah/norma dan etika akademik sesuai dengan
      prinsip otonomi keilmuan.

(5)   Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
      harus dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah
      dalam negeri terakreditasi atau terbitan berkala
      ilmiah internasional yang diakui Kementerian.

(6)   Hasil   penelitian    dilakukan   oleh   dosen   untuk
      memenuhi dharma penelitian wajib diseminarkan
      dan dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah
      terakreditasi atau yang diakui Kementerian.


                                               (7) Hasil . . .


                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 71 -

(7)   Hasil penelitian perguruan tinggi diakui sebagai
      penemuan baru setelah dimuat dalam terbitan
      berkala    ilmiah         terakreditasi   yang      diakui
      Kementerian dan/atau mendapatkan hak kekayaan
      intelektual.

(8)   Hasil     penelitian        perguruan     tinggi     yang
      dilaksanakan       oleh   dosen    dimanfaatkan     untuk
      memperkaya materi pembelajaran mata kuliah
      yang relevan.


                 Pasal 94

(1)   Perguruan tinggi, fakultas, lembaga penelitian,
      program studi, pusat studi, atau lembaga sejenis
      dapat menerbitkan terbitan berkala ilmiah.
(2)   Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) memuat artikel hasil penelitian.
(3)   Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dapat berupa hasil penelitian empirik atau hasil
      penelitian teoretis.
(4)   Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) ditulis dalam bahasa Indonesia
      dan/atau       bahasa     resmi   Perserikatan     Bangsa-
      Bangsa.
(5)   Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) diterbitkan secara tercetak dan secara
      elektronik melalui jejaring teknologi informasi dan
      komunikasi.
(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai terbitan berkala
      ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
      dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.



                                                Paragraf 9 . . .




                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 72 -

               Paragraf 9
      Pengabdian kepada Masyarakat

                 Pasal 95
(1)    Perguruan tinggi melaksanakan pengabdian kepada
       masyarakat.
(2)    Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
       oleh sivitas akademika secara individu dan
       berkelompok untuk menerapkan hasil pendidikan
       dan/atau    hasil  penelitian   dalam     upaya
       pemberdayaan      masyarakat,    pengembangan
       industri, jasa, dan wilayah serta menuju
       pendidikan untuk perkembangan, pengembangan
       dan/atau pembangunan berkelanjutan.
(3)    Hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimanfaatkan
       untuk pengayaan pembelajaran dan penelitian.

(4)    Pengabdian     kepada   masyarakat    sebagaimana
       dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3)
       dilaksanakan sesuai dengan otonomi perguruan
       tinggi.


              Paragraf 10
      Penjaminan Mutu Hasil Belajar

                 Pasal 96
(1)    Perguruan tinggi melakukan penjaminan mutu
       pendidikan sebagai pertanggungjawaban kepada
       pemangku kepentingan.
(2)    Pelaksanaan penjaminan mutu oleh perguruan
       tinggi bertujuan untuk memenuhi dan/atau
       melampaui Standar Nasional Pendidikan agar
       mampu mengembangkan mutu pendidikan yang
       berkelanjutan.

                                      (3) Penjaminan . . .


                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 73 -

(3)   Penjaminan mutu dilakukan secara internal oleh
      perguruan tinggi dan secara eksternal berkala oleh
      Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau
      lembaga mandiri lain yang diberi kewenangan oleh
      Menteri.
(4)   Hasil evaluasi eksternal program studi secara
      berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      digunakan sebagai bahan pembinaan program
      studi oleh Menteri.
(5)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
      penjaminan    mutu     internal  dan   eksternal
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
      diatur dengan Peraturan Menteri.

              Paragraf 11
               Kurikulum


                Pasal 97

(1)   Kurikulum perguruan tinggi dikembangkan dan
      dilaksanakan berbasis kompetensi.

(2)   Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap
      program studi di perguruan tinggi dikembangkan
      dan ditetapkan oleh tiap-tiap perguruan tinggi
      dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan.

(3)   Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      paling sedikit      memenuhi   elemen     kurikulum
      sebagai berikut:
      a.   landasan kepribadian;
      b.   penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
           dan/atau olahraga;
      c.   kemampuan dan keterampilan berkarya;




                                              d. sikap . . .



                                          www.djpp.depkumham.go.id
- 74 -

        d.   sikap dan perilaku dalam berkarya menurut
             tingkat     keahlian    berdasarkan   ilmu    dan
             keterampilan yang dikuasai;
        e.   penguasaan             kaidah     berkehidupan
             bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian
             dalam berkarya.


                 Paragraf 12
      Gelar Lulusan Pendidikan Tinggi


                     Pasal 98

(1)     Lulusan pendidikan akademik, vokasi, profesi,
        atau spesialis, berhak untuk menggunakan gelar
        akademik, gelar vokasi, gelar profesi, atau gelar
        spesialis.

(2)     Gelar untuk lulusan pendidikan akademik terdiri
        atas:
        a.   sarjana, yang ditulis di belakang nama yang
             berhak dengan mencantumkan huruf S. dan
             diikuti dengan inisial program studi atau
             bidang ilmu;
        b.   magister, yang ditulis di belakang nama yang
             berhak dengan mencantumkan huruf M. dan
             diikuti dengan inisial program studi atau
             bidang ilmu; dan
        c.   doktor, yang ditulis di depan nama yang
             berhak dengan mencantumkan singkatan Dr.

(3)     Gelar untuk pendidikan vokasi terdiri atas:
        a.   ahli pratama untuk lulusan program diploma
             satu, yang ditulis di belakang nama yang
             berhak dengan mencantumkan singkatan A.P.
             dan diikuti dengan inisial program studi atau
             bidang keahlian;

                                                   b. ahli . . .


                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 75 -

      b.   ahli muda untuk lulusan program diploma
           dua, yang ditulis di belakang nama yang
           berhak     dengan     mencantumkan     singkatan
           A.Ma. dan diikuti dengan inisial program studi
           atau bidang keahlian;
      c.   ahli madya        untuk lulusan program diploma
           tiga, yang ditulis di belakang nama yang
           berhak     dengan     mencantumkan     singkatan
           A.Md. dan diikuti dengan inisial program studi
           atau bidang keahlian; dan
      d.   sarjana sains terapan untuk program diploma
           empat, yang ditulis di belakang nama yang
           berhak     dengan     mencantumkan     singkatan
           S.S.T. dan diikuti dengan inisial program studi
           atau bidang keahlian.

(4)   Gelar untuk lulusan pendidikan profesi ditulis di
      depan atau di belakang nama yang berhak dengan
      mencantumkan singkatan bidang profesinya.

(5)   Gelar untuk lulusan pendidikan spesialis ditulis di
      belakang       nama        yang    berhak     dengan
      mencantumkan singkatan Sp. dan diikuti dengan
      singkatan bidang spesialisasinya.

(6)   Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar sebagaimana
      dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5)
      diatur dengan Peraturan Menteri.


                 Pasal 99
(1)   Pencantuman gelar lulusan perguruan tinggi luar
      negeri tetap menggunakan gelar sesuai singkatan
      dan penempatan yang berlaku di negara asal.
(2)   Menteri menetapkan kesetaraan ijazah perguruan
      tinggi luar negeri dengan ijazah dan gelar
      perguruan tinggi Indonesia.


                                               BAB IV . . .

                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 76 -

                    BAB IV
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NONFORMAL

                Bagian Kesatu
                   Umum

                  Pasal 100
 (1)    Penyelenggaraan pendidikan nonformal meliputi
        penyelenggaraan satuan pendidikan dan program
        pendidikan nonformal.
 (2)    Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
        satuan pendidikan:
        a. lembaga kursus dan lembaga pelatihan;
        b. kelompok belajar;
        c. pusat kegiatan belajar masyarakat;
        d. majelis taklim; dan
        e. pendidikan anak usia dini jalur nonformal.
 (3)    Penyelenggaraan program pendidikan nonformal
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
        a. pendidikan kecakapan hidup;
        b. pendidikan anak usia dini;
        c. pendidikan kepemudaan;
        d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
        e. pendidikan keaksaraan;
        f.   pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;
             dan
        g. pendidikan kesetaraan.


                   Pasal 101
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan
hasil program pendidikan formal.



                                         Bagian Kedua . . .


                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 77 -

             Bagian Kedua
           Fungsi dan Tujuan

               Pasal 102
(1)   Pendidikan nonformal berfungsi:
      a.   sebagai     pengganti,  penambah, dan/atau
           pelengkap pendidikan formal atau sebagai
           alternatif pendidikan; dan
      b.   mengembangkan potensi peserta didik dengan
           penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
           keterampilan fungsional, serta pengembangan
           sikap dan kepribadian profesional dalam
           rangka mendukung pendidikan sepanjang
           hayat.
(2)   Pendidikan    nonformal   bertujuan membentuk
      manusia     yang   memiliki   kecakapan  hidup,
      keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian
      profesional, dan mengembangkan jiwa wirausaha
      yang mandiri, serta kompetensi untuk bekerja
      dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan
      pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam
      rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(3)   Pendidikan nonformal diselenggarakan berdasarkan
      prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.

             Bagian Ketiga
           Satuan Pendidikan

             Paragraf 1
Lembaga Kursus dan Lembaga Pelatihan

               Pasal 103
(1)   Lembaga kursus dan lembaga pelatihan serta
      bentuk lain yang sejenis menyelenggarakan
      pendidikan bagi warga masyarakat untuk:


                                   a.   memperoleh . . .

                                          www.djpp.depkumham.go.id
- 78 -

      a.     memperoleh keterampilan kecakapan hidup;
      b.     mengembangkan             sikap     dan      kepribadian
             profesional;
      c.     mempersiapkan diri untuk bekerja;
      d.     meningkatkan kompetensi vokasional;
      e.     mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri;
             dan/atau
      f.     melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
             tinggi.

(2)   Lembaga kursus dapat menyelenggarakan program:
      a.     pendidikan kecakapan hidup;
      b.     pendidikan kepemudaan;
      c.     pendidikan pemberdayaan perempuan;
      d.     pendidikan keaksaraan;
      e.     pendidikan keterampilan kerja;
      f.     pendidikan kesetaraan; dan/atau
      g.     pendidikan nonformal lain yang diperlukan
             masyarakat.

(3)   Lembaga          pelatihan   menyelenggarakan             program
      pelatihan         kerja    dan     pelatihan       lain     untuk
      meningkatkan kompetensi kerja bagi pencari kerja
      dan pekerja.

(4)   Lembaga          kursus    dan    lembaga     pelatihan      yang
      terakreditasi       oleh     Badan       Akreditasi       Nasional
      Pendidikan Nonformal dan/atau lembaga akreditasi
      lain    dapat       menyelenggarakan         uji    kompetensi
      kepada peserta didik sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(5)   Lembaga           kursus      dan        lembaga      pelatihan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memberikan
      sertifikat kompetensi            kepada peserta didik yang
      lulus uji kompetensi.


                                                     (6) Peserta . . .


                                                       www.djpp.depkumham.go.id
- 79 -

(6)   Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
      pembelajaran di lembaga kursus dan lembaga
      pelatihan dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil
      belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7)   Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau
      lulus    dalam      ujian   kesetaraan     sebagaimana
      dimaksud pada ayat (6) memperoleh ijazah sesuai
      dengan program yang diikutinya.


                 Paragraf 2
              Kelompok Belajar


                 Pasal 104

(1)   Kelompok belajar dan bentuk lain yang sejenis
      dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga
      masyarakat untuk:


      a.   memperoleh pengetahuan dan keterampilan
           dasar;
      b.   memperoleh keterampilan kecakapan hidup;
      c.   mengembangkan          sikap   dan     kepribadian
           profesional;
      d.   mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri;
           dan/atau
      e.   melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
           tinggi.

(2)   Kelompok        belajar     dapat   menyelenggarakan
      program:
      a.   pendidikan keaksaraan;
      b.   pendidikan kesetaraan;
      c.   pendidikan kecakapan hidup;


                                          d. pendidikan . . .

                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 80 -

        d.   pendidikan      pemberdayaan         perempuan;
             dan/atau
        e.   pendidikan nonformal lain yang diperlukan
             masyarakat.

(3)     Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
        pembelajaran di kelompok belajar dapat mengikuti
        ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan
        formal   sesuai     dengan   ketentuan      peraturan
        perundang-undangan.

(4)     Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
        pembelajaran di kelompok belajar dan/atau lulus
        dalam ujian kesetaraan hasil belajar sebagaimana
        dimaksud pada ayat (3) memperoleh ijazah sesuai
        dengan program yang diikutinya.


                  Paragraf 3
      Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat


                 Pasal 105

(1)     Pusat kegiatan belajar masyarakat serta bentuk
        lain  yang   sejenis   dapat  menyelenggarakan
        pendidikan bagi warga masyarakat untuk:
        a.   memperoleh pengetahuan dan keterampilan;
        b.   memperoleh keterampilan kecakapan hidup;
        c.   mengembangkan       sikap    dan     kepribadian
             profesional;
        d.   mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri;
             dan/atau
        e.   melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
             tinggi.

(2)     Pusat   kegiatan   belajar       masyarakat      dapat
        menyelenggarakan program:



                                          a.   pendidikan . . .


                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 81 -

      a.   pendidikan anak usia dini;
      b.   pendidikan keaksaraan;
      c.   pendidikan kesetaraan;
      d.   pendidikan pemberdayaan perempuan;
      e.   pendidikan kecakapan hidup;
      f.   pendidikan kepemudaan;
      g.   pendidikan keterampilan kerja; dan/atau
      h.   pendidikan nonformal lain yang diperlukan
           masyarakat.

(3)   Pusat    kegiatan  belajar  masyarakat    yang
      terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional
      Pendidikan Nonformal dapat menyelenggarakan uji
      kompetensi kepada peserta didik sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)   Pusat    kegiatan       belajar     masyarakat        yang
      terakreditasi    oleh   Badan      Akreditasi     Nasional
      Pendidikan      Nonformal       memberikan        sertifikat
      kompetensi kepada peserta didik yang lulus uji
      kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5)   Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
      pembelajaran di pusat kegiatan belajar masyarakat
      dapat   mengikuti       ujian     untuk    mendapatkan
      pengakuan       kesetaraan      hasil   belajar    dengan
      pendidikan formal sesuai dengan Standar Nasional
      Pendidikan.

(6)   Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau
      lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar dengan
      pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada
      ayat (5) memperoleh ijazah sesuai dengan program
      yang diikutinya.



                                                 Paragraf 4 . . .




                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 82 -

               Paragraf 4
             Majelis Taklim


               Pasal 106

(1)   Majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat
      menyelenggarakan        pendidikan      bagi   warga
      masyarakat untuk:
      a.   memperoleh pengetahuan dan keterampilan;
      b.   memperoleh keterampilan kecakapan hidup;
      c.   mengembangkan        sikap   dan     kepribadian
           profesional;
      d.   mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri;
           dan/atau
      e.   melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
           tinggi.

(2)   Majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat
      menyelenggarakan program:
      a.   pendidikan keagamaan Islam;
      b.   pendidikan anak usia dini;
      c.   pendidikan keaksaraan;
      d.   pendidikan kesetaraan;
      e.   pendidikan kecakapan hidup;
      f.   pendidikan pemberdayaan perempuan;
      g.   pendidikan kepemudaan; dan/atau
      h.   pendidikan nonformal lain yang diperlukan
           masyarakat.

(3)   Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan
      pembelajaran di majelis taklim atau bentuk lain
      yang sejenis dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil
      belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.



                                           (4) Peserta . . .


                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 83 -

 (4)   Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau
       lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar dengan
       pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada
       ayat (3) memperoleh ijazah sesuai dengan program
       yang diikutinya.


                 Paragraf 5
Pendidikan Anak Usia Dini Jalur Nonformal


                 Pasal 107

 (1)   Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
       nonformal berbentuk kelompok bermain, taman
       penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia
       dini yang sejenis.

 (2)   Kelompok bermain, taman penitipan anak, dan
       satuan pendidikan anak usia dini yang sejenis
       menyelenggarakan pendidikan dalam konteks:
       a.   bermain   sambil   belajar  dalam   rangka
            pembelajaran agama dan ahlak mulia;
       b.   bermain   sambil     belajar  dalam      rangka
            pembelajaran sosial dan kepribadian;
       c.   bermain   sambil    belajar    dalam     rangka
            pembelajaran estetika;
       d.   bermain    sambil  belajar     dalam    rangka
            pembelajaran    jasmani,      olahraga,    dan
            kesehatan; dan
       e.   bermain    sambil belajar  dalam  rangka
            merangsang minat kepada ilmu pengetahuan
            dan teknologi.
 (3)   Peserta didik kelompok bermain, taman penitipan
       anak, dan satuan pendidikan anak usia dini jalur
       pendidikan nonformal yang sejenis dapat dievaluasi
       perkembangannya tanpa melalui proses yang
       bersifat menguji kompetensi.


                                          Bagian Ketiga . . .


                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 84 -

             Bagian Ketiga
          Program Pendidikan

               Paragraf 1
      Pendidikan Kecakapan Hidup

               Pasal 108
(1)   Pendidikan kecakapan hidup merupakan program
      pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
      pendidikan nonformal dengan kecakapan personal,
      kecakapan sosial, kecakapan estetis, kecakapan
      kinestetis, kecakapan intelektual, dan kecakapan
      vokasional yang diperlukan untuk bekerja,
      berusaha, dan/atau hidup mandiri di tengah
      masyarakat.
(2)   Pendidikan     kecakapan     hidup   bertujuan
      meningkatkan kecakapan personal, kecakapan
      sosial, kecakapan estetis, kecakapan kinestetis,
      kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional
      untuk menyiapkan peserta didik agar mampu
      bekerja, berusaha, dan/atau hidup mandiri di
      tengah masyarakat.
(3)   Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan
      secara terintegrasi dengan program pendidikan
      nonformal lain atau tersendiri.

(4)   Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan
      oleh lembaga pendidikan nonformal bekerja sama
      dengan lembaga pendidikan formal.

(5)   Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan
      secara terintegrasi dengan program penempatan
      lulusan di dunia kerja, baik di dalam maupun di
      luar negeri.



                                        Paragraf 2 . . .




                                        www.djpp.depkumham.go.id
- 85 -

               Paragraf 2
       Pendidikan Anak Usia Dini

                Pasal 109

(1)   Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
      nonformal      merupakan         program      yang
      diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan tahap
      pertumbuhan dan perkembangan anak.
(2)   Program pendidikan anak usia dini jalur
      pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1), berfungsi menumbuhkembangkan dan
      membina seluruh potensi anak sejak lahir sampai
      dengan usia anak 6 (enam) tahun sehingga
      terbentuk prilaku dan kemampuan dasar sesuai
      dengan tahap perkembangannya dalam rangka
      kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut.

(3)   Program      pendidikan   anak    usia   dini   jalur
      pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada
      ayat (2), memprioritaskan pelayanan pendidikan
      kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 4
      (empat) tahun.

(4)   Program      pendidikan   anak    usia   dini   jalur
      pendidikan nonformal bertujuan:
      a.   membangun landasan bagi berkembangnya
           potensi peserta didik agar menjadi manusia
           beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
           Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian
           luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif,
           inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi
           warga     negara     yang    demokratis    dan
           bertanggung jawab; dan


                                  b. mengembangkan . . .




                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 86 -

      b.   mengembangkan potensi kecerdasan spiritual,
           intelektual, emosional, estetis, kinestetis, dan
           sosial    peserta     didik     pada         masa     emas
           pertumbuhannya dalam lingkungan bermain
           yang edukatif dan menyenangkan.

(5)   Program       pendidikan     anak       usia       dini    jalur
      pendidikan       nonformal             dirancang            dan
      diselenggarakan:
      a.   secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
           menantang, dan mendorong kreativitas serta
           kemandirian;
      b.   sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan
           perkembangan mental anak serta kebutuhan
           dan kepentingan terbaik anak;
      c.   dengan memperhatikan perbedaan bakat,
           minat, dan kemampuan tiap-tiap anak; dan
      d.   dengan     mengintegrasikan            kebutuhan      anak
           terhadap kesehatan,            gizi,    dan     stimulasi
           psikososial.

(6)   Pengembangan program pendidikan anak usia dini
      jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud
      pada ayat (4) didasarkan pada:
      a.   prinsip bermain sambil belajar dan belajar
           seraya bermain;
      b.   memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan
           kemampuan masing-masing peserta didik;
      c.   memperhatikan          latar      belakang           sosial,
           ekonomi, dan budaya peserta didik; dan
      d.   memperhatikan         kondisi          dan    kebutuhan
           masyarakat setempat.


                                     (7) Pengelompokan . . .




                                                    www.djpp.depkumham.go.id
- 87 -

(7)   Pengelompokan         peserta   didik   untuk   program
      pendidikan pada pendidikan anak usia dini jalur
      pendidikan       nonformal       disesuaikan     dengan
      kebutuhan, usia, dan perkembangan anak.

(8)   Penyelenggaraan program pendidikan anak usia
      dini     jalur    pendidikan        nonformal      dapat
      diintegrasikan dengan program lain yang sudah
      berkembang di masyarakat sebagai upaya untuk
      memperluas pelayanan pendidikan anak usia dini
      kepada seluruh lapisan masyarakat.


                 Paragraf 3
           Pendidikan Kepemudaan


                 Pasal 110

(1)   Pendidikan kepemudaan merupakan pendidikan
      yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader
      pemimpin bangsa.

(2)   Program   Pendidikan    kepemudaan              berfungsi
      mengembangkan      potensi   pemuda               dengan
      penekanan pada:
      a.     penguatan nilai keimanan, ketakwaan, dan
             akhlak mulia;
      b.     penguatan wawasan kebangsaan dan cinta
             tanah air;
      c.     penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan
             estetika;
      d.     peningkatan wawasan dan kemampuan di
             bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
             dan/atau olahraga;
      e.     penumbuhan       sikap      kewirausahaan,
             kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan;
             dan

                                          f. peningkatan . . .


                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 88 -

      f.   peningkatan keterampilan vokasional.

(3)   Program pendidikan kepemudaan memberikan
      pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat
      yang berusia antara 16 (enam belas) tahun sampai
      dengan 30 (tiga puluh) tahun.

(4)   Pendidikan kepemudaan dapat berbentuk pelatihan
      dan     bimbingan   atau     sejenisnya    yang
      diselenggarakan oleh:
      a.   organisasi keagamaan;
      b.   organisasi pemuda;
      c.   organisasi kepanduan/kepramukaan;
      d.   organisasi palang merah;
      e.   organisasi pecinta alam dan lingkungan hidup;
      f.   organisasi kewirausahaan;
      g.   organisasi masyarakat;
      h.   organisasi seni dan olahraga; dan
      i.   organisasi lain yang sejenis.


              Paragraf 4
 Pendidikan Pemberdayaan Perempuan

                Pasal 111

(1)   Pendidikan pemberdayaan perempuan merupakan
      pendidikan untuk meningkatkan harkat dan
      martabat perempuan.

(2)   Program pendidikan pemberdayaan perempuan
      berfungsi untuk meningkatan kesetaraan dan
      keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,
      bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui:
      a.   peningkatan   keimanan,         ketakwaan,   dan
           akhlak mulia;
      b.   penguatan wawasan kebangsaan dan cinta
           tanah air;


                           c. penumbuhkembangan . . .


                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 89 -

      c.    penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan
            estetika;
      d.    peningkatan   wawasan   dan   kemampuan
            dibidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
            dan/atau olahraga;
      e.    penumbuhan       sikap      kewirausahaan,
            kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan;
            dan
      f.    peningkatan keterampilan vokasional.
(3)   Pendidikan pemberdayaan perempuan bertujuan:
      a.    meningkatkan  kedudukan,   harkat,  dan
            martabat perempuan hingga setara dengan
            laki-laki;
      b.    meningkatkan      akses     dan      partisipasi
            perempuan dalam pendidikan,          pekerjaan,
            usaha, peran sosial, peran politik, dan bentuk
            amal lain dalam kehidupan;
      c.    mencegah terjadinya pelanggaran terhadap
            hak asasi manusia yang melekat pada
            perempuan.
(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan
      pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
      Menteri.

                 Paragraf 5
           Pendidikan Keaksaraan

                 Pasal 112
(1)   Pendidikan keaksaraan merupakan pendidikan
      bagi warga masyarakat yang buta aksara Latin
      agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung,
      berbahasa Indonesia dan berpengetahuan dasar,
      yang memberikan peluang untuk aktualisasi
      potensi diri.


                                        (2) Pendidikan . . .

                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 90 -

  (2)   Pendidikan     keaksaraan     berfungsi    memberikan
        kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung,
        dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, serta
        pengetahuan dasar kepada peserta didik yang
        dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

  (3)   Program    pendidikan     keaksaraan       memberikan
        pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat
        usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum
        dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau
        berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

  (4)   Pendidikan      keaksaraan     meliputi      pendidikan
        keaksaraan       dasar,     pendidikan      keaksaraan
        lanjutan, dan pendidikan keaksaraan mandiri.

  (5)   Penjaminan mutu akhir pendidikan keaksaraan
        dilakukan melalui uji kompetensi keaksaraan.

  (6)   Peserta didik yang telah lulus uji kompetensi
        keaksaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
        diberi surat keterangan melek aksara.

  (7)   Pendidikan      keaksaraan     dapat      dilaksanakan
        terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.


                  Paragraf 6
Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja


                  Pasal 113

  (1)   Pendidikan     keterampilan    dan     pelatihan   kerja
        ditujukan bagi peserta didik pencari kerja atau
        yang sudah bekerja.

  (2)   Pendidikan     keterampilan    dan     pelatihan   kerja
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
        untuk:


                                       a.    meningkatkan . . .



                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 91 -

      a.   meningkatkan motivasi dan etos kerja;
      b.   mengembangkan kepribadian yang            cocok
           dengan jenis pekerjaan peserta didik;
      c.   meningkatkan     wawasan      tentang     aspek
           lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan
           pekerjaan;
      d.   meningkatkan     kemampuan       keterampilan
           fungsional sesuai dengan       tuntutan     dan
           kebutuhan pekerjaan;
      e.   meningkatkan     kemampuan        membangun
           jejaring pergaulan sesuai dengan tuntutan
           pekerjaan; dan
      f.   meningkatkan kemampuan lain sesuai dengan
           tuntutan pekerjaan.

(3)   Kemampuan           keterampilan           fungsional
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
      keterampilan vokasional, keterampilan manajerial,
      keterampilan komunikasi, dan/atau keterampilan
      sosial.

(4)   Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja dapat
      dilaksanakan secara terintegrasi dengan:
      a.   program pendidikan kecakapan hidup;
      b.   program pendidikan kesetaraan Paket B dan
           Paket C;
      c.   program        pendidikan       pemberdayaan
           perempuan; dan/atau
      d.   program pendidikan kepemudaan.




                                           Paragraf 7 . . .




                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 92 -

              Paragraf 7
        Pendidikan Kesetaraan


              Pasal 114

(1)   Pendidikan  kesetaraan  merupakan  program
      pendidikan nonformal yang menyelenggarakan
      pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan
      SMA/MA yang mencakupi program Paket A,
      Paket B, dan Paket C serta pendidikan kejuruan
      setara SMK/MAK yang berbentuk Paket C
      Kejuruan.

(2)   Pendidikan    kesetaraan   berfungsi sebagai
      pelayanan pendidikan nonformal pada jenjang
      pendidikan dasar dan menengah.

(3)   Peserta didik program Paket A adalah anggota
      masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib
      belajar setara SD/MI melalui jalur pendidikan
      nonformal.

(4)   Peserta didik program Paket B adalah anggota
      masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib
      belajar setara SMP/MTs melalui jalur pendidikan
      nonformal.

(5)   Program Paket B sebagaimana dimaksud pada
      ayat (4) membekali peserta didik dengan
      keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian
      profesional yang memfasilitasi proses adaptasi
      dengan lingkungan kerja.

(6)   Persyaratan mengikuti program Paket B adalah
      lulus SD/MI, program Paket A, atau yang
      sederajat.

(7)   Peserta didik program Paket C adalah anggota
      masyarakat    yang    menempuh     pendidikan
      menengah umum melalui jalur pendidikan



                                      (8) Peserta . . .
                                       www.djpp.depkumham.go.id
- 93 -

        nonformal.

(8)     Peserta didik program Paket C Kejuruan adalah
        anggota masyarakat yang menempuh pendidikan
        menengah kejuruan melalui jalur pendidikan
        nonformal.
(9)     Program Paket C sebagaimana dimaksud pada
        ayat (7) membekali peserta didik dengan
        kemampuan      akademik   dan  keterampilan
        fungsional,  serta  sikap  dan  kepribadian
        profesional.
(10)    Program Paket C Kejuruan sebagaimana dimaksud
        pada ayat (8) membekali peserta didik dengan
        kemampuan akademik, keterampilan fungsional,
        dan kecakapan kejuruan paraprofesi, serta sikap
        dan kepribadian profesional.
(11)    Persyaratan mengikuti program Paket C dan
        Paket C Kejuruan adalah lulus SMP/MTs,
        Paket B, atau yang sederajat.
(12)    Program     pendidikan       kesetaraan    dapat
        dilaksanakan terintegrasi dengan:
        a. program pendidikan kecakapan hidup;
        b. program      pendidikan         pemberdayaan
           perempuan; dan/atau
        c. program pendidikan kepemudaan.


              Bagian Kelima
       Penyetaraan Hasil Pendidikan

                Pasal 115
(1)    Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara
       dengan hasil pendidikan formal setelah melalui uji
       kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional
       Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
       Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
       kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan




                                             (2) Uji . . .
                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 94 -

      ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Uji   kesetaraan       sebagaimana     dimaksud        pada
      ayat (1) untuk Program Paket A, Program Paket B,
      Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan
      dilaksanakan       oleh   Badan       Standar       Nasional
      Pendidikan.

(3)   Uji   kesetaraan       sebagaimana     dimaksud        pada
      ayat (1) untuk program kecakapan hidup dapat
      dilaksanakan untuk:
      a.    memperoleh pengakuan kesetaraan dengan
            kompetensi mata pelajaran vokasi pada jenjang
            pendidikan menengah; atau
      b.    memperoleh pengakuan kesetaraan dengan
            kompetensi mata kuliah vokasi pada jenjang
            pendidikan tinggi.

(4)   Uji   kesetaraan       sebagaimana     dimaksud        pada
      ayat (3) huruf a dapat dilaksanakan oleh SMK atau
      MAK yang paling rendah berakreditasi B dari Badan
      Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah.

(5)   Uji   kesetaraan       sebagaimana     dimaksud        pada
      ayat (3) huruf b dapat dilaksanakan oleh suatu
      perguruan tinggi melalui program studi vokasinya
      paling rendah berakreditasi B dari Badan Akreditasi
      Nasional Perguruan Tinggi.

(6)   Peserta    didik       yang   lulus     uji     kesetaraan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
      diberi sertifikat kompetensi.

(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kesetaraan
      sebagaimana      dimaksud     pada     ayat   (1)    sampai
      dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.




                                                      BAB V . . .



                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 95 -

                    BAB V
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INFORMAL


                   Pasal 116
   Pendidikan   informal      dilakukan   oleh   keluarga     dan
   lingkungan   yang   berbentuk     kegiatan belajar   secara
   mandiri.


                   Pasal 117

   (1)   Hasil pendidikan informal dapat dihargai setara
         dengan hasil pendidikan nonformal dan formal
         setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi
         Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang
         ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
         sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai
         dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

   (2)   Uji kesetaraan sebagaimana          dimaksud        pada
         ayat (1) dilaksanakan melalui:
         a.   Uji kesetaraan yang berlaku bagi peserta didik
              pendidikan nonformal        sebagaimana       diatur
              dalam Pasal 115; dan
         b.   Uji kesetaraan yang diatur dengan Peraturan
              Menteri untuk hasil pendidikan informal lain
              yang berada di luar lingkup ketentuan dalam
              Pasal 115.



                    BAB VI
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK JAUH


                   Pasal 118

   (1)   Pendidikan jarak jauh bertujuan meningkatkan
         perluasan dan pemerataan akses pendidikan, serta
         meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.


                                           (2) Pendidikan . . .

                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 96 -

(2)   Pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) mempunyai karakteristik terbuka, belajar
      mandiri, belajar tuntas, menggunakan teknologi
      informasi dan komunikasi pendidikan, dan/atau
      menggunakan teknologi pendidikan lainnya.


                Pasal 119

(1)   Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada
      semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

(2)   Penyelenggaraan        pendidikan      jarak       jauh
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
      sesuai Standar Nasional Pendidikan dengan:
      a.   menggunakan      moda    pembelajaran    yang
           peserta didik dengan pendidiknya terpisah;
      b.   menekankan prinsip belajar secara mandiri,
           terstruktur,      dan      terbimbing       dengan
           menggunakan berbagai sumber belajar;
      c.   menjadikan       media    pembelajaran     sebagai
           sumber belajar yang lebih dominan daripada
           pendidik;
      d.   menggantikan       pembelajaran    tatap     muka
           dengan     interaksi     pembelajaran      berbasis
           teknologi informasi dan komunikasi, meskipun
           tetap memungkinkan adanya pembelajaran
           tatap muka secara terbatas.

(3)   Pendidikan    jarak    jauh   memberikan     pelayanan
      berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk
      kegiatan:
      a.   penyusunan bahan ajar;
      b.   penggandaan dan distribusi bahan ajar;
      c.   proses pembelajaran melalui kegiatan tutorial,
           praktik, praktikum, dan ujian; dan



                                       d. administrasi . . .

                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 97 -

      d.   administrasi serta registrasi.

(4)   Pendidikan jarak jauh yang memberikan pelayanan
      berbasis    teknologi   informasi     dan   komunikasi
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
      tanpa mengesampingkan pelayanan tatap muka.


                 Pasal 120

(1)   Pengorganisasian pendidikan jarak jauh dapat
      diselenggarakan dalam modus tunggal, ganda,
      atau konsorsium.

(2)   Pengorganisasian pendidikan jarak jauh modus
      tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      berbentuk        satuan        pendidikan          yang
      menyelenggarakan program            pendidikan    hanya
      dengan moda jarak jauh.
(3)   Pengorganisasian modus ganda sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan
      pendidikan yang menyelenggarakan program
      pendidikan baik secara tatap muka maupun jarak
      jauh.
(4)   Pengorganisasian modus konsorsium sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) berbentuk jejaring kerja
      sama     penyelenggaraan pendidikan jarak jauh
      lintas satuan pendidikan dengan lingkup wilayah
      nasional dan/atau internasional.
(5)   Struktur organisasi satuan pendidikan jarak jauh
      ditentukan berdasarkan modus, cakupan, dan
      sistem pengelolaan yang diterapkan.

                 Pasal 121
(1)   Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan
      dengan lingkup mata pelajaran atau mata kuliah,
      program studi, atau satuan pendidikan.


                                          (2) Pendidikan . . .



                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 98 -

(2)   Pendidikan jarak jauh dengan lingkup mata
      pelajaran atau mata kuliah sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilaksanakan pada 1 (satu) atau lebih
      mata pelajaran atau mata kuliah dalam 1 (satu)
      program studi.
(3)   Pendidikan jarak jauh dengan lingkup program
      studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dilaksanakan dalam 1 (satu) atau lebih program
      studi secara utuh dalam 1 (satu) satuan
      pendidikan.
(4)   Pendidikan jarak jauh dengan lingkup satuan
      pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      merupakan penyelenggaraan pendidikan jarak
      jauh secara utuh pada 1 (satu) satuan pendidikan.

               Pasal 122

(1)   Penyelenggara satuan pendidikan jarak jauh wajib
      mengembangkan sistem pengelolaan dan sistem
      pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
      komunikasi.

(2)   Basis teknologi informasi dan komunikasi pada
      sistem pengelolaan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) paling sedikit mencakup:
      a.   perencanaan program dan anggaran;
      b.   administrasi keuangan;
      c.   administasi akademik;
      d.   administrasi peserta didik; dan
      e.   administrasi personalia.

(3)   Basis teknologi informasi dan komunikasi pada
      sistem pembelajaran jarak jauh jenjang pendidikan
      dasar dan menengah paling sedikit mencakup:
      a.   sarana pembelajaran;
      b.   kompetensi pendidik;


                                             c. sumber . . .

                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 99 -

      c.   sumber belajar;
      d.   proses pembelajaran; dan
      e.   evaluasi hasil belajar;

(4)   Basis teknologi informasi dan komunikasi pada
      sistem pembelajaran jarak jauh jenjang pendidikan
      tinggi paling sedikit mencakup:
      a.   sarana pembelajaran;
      b.   kompetensi dosen;
      c.   kompetensi tenaga kependidikan;
      d.   kompetensi mahasiswa;
      e.   sumber belajar;
      f.   proses pembelajaran;
      g.   proses penelitian;
      h.   proses pengabdian kepada masyarakat; dan
      i.   evaluasi hasil belajar.


               Pasal 123

(1)   Penjaminan mutu pendidikan jarak jauh pada
      satuan pendidikan dasar dan menengah dilakukan
      dengan berpedoman pada:
      a.   Standar Nasional Pendidikan;
      b.   ketentuan tentang Ujian Nasional;
      c.   ketentuan tentang akreditasi; dan
      d.   sistem      pembelajaran      berbasis    teknologi
           informasi         dan   komunikasi    sebagaimana
           dimaksud dalam Pasal 122 ayat (3).

(2)   Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan karakteristik
      pendidikan jarak jauh.



                                                Pasal 124 . . .




                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 100 -

                  Pasal 124

(1)   Penjaminan mutu pendidikan jarak jauh pada
      perguruan tinggi meliputi:

      a.    penjaminan mutu sebagaimana diatur dalam
            Pasal 96; dan
      b.    penjaminan mutu untuk memastikan bahwa
            pembelajaran      berbasis     teknologi     informasi
            dan komunikasi sebagaimana dimaksud
            dalam Pasal 122 ayat (4) dipenuhi.

(2)   Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan karakteristik
      pendidikan jarak jauh.


                  Pasal 125

(1)   Pendidikan     jarak    jauh     pada     jalur   pendidikan
      informal bagi warga masyarakat dapat dilakukan
      melalui:

      a.    penyiaran televisi dan radio;

      b.    penayangan film dan video;

      c.    pemasangan situs internet;

      d.    publikasi media cetak;

      e.    pengiriman informasi melalui telepon seluler;
            dan

      f.    bentuk-bentuk       lain     dari     penyebarluasan
            informasi kepada masyarakat sesuai dengan
            ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)   Pendidikan     jarak    jauh     pada     jalur   pendidikan
      informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab
      dan   mempertimbangkan           kemungkinan        dampak
      negatif terhadap moralitas masyarakat.



                                                    Pasal 126 . . .
                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 101 -

                    Pasal 126

    Ketentuan   lebih     lanjut   tentang    penyelenggaraan
    pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 118 sampai dengan Pasal 124 diatur dengan
    Peraturan Menteri.




                    BAB VII
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN
      PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS


                Bagian Kesatu
                     Umum


                    Pasal 127

    Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
    didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
    proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
    mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
    dan bakat istimewa.


                    Pasal 128

    Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan
    bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
    masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
    bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari
    segi ekonomi.




                                             Bagian Kedua . . .




                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 102 -

                   Bagian Kedua
                Pendidikan Khusus


                    Paragraf 1
Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik Berkelainan

                    Pasal 129
     (1)   Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
           berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi
           peserta didik yang memiliki kesulitan dalam
           mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
           fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
           sosial.
     (2)   Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
           bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
           didik secara optimal sesuai kemampuannya.

     (3)   Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik
           yang:

           a.   tunanetra;
           b.   tunarungu;
           c.   tunawicara;
           d.   tunagrahita;
           e.   tunadaksa;
           f.   tunalaras;
           g.   berkesulitan belajar;
           h.   lamban belajar;
           i.   autis;
           j.   memiliki gangguan motorik;
           k.   menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
                obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan
           l.   memiliki kelainan lain.


                                             (4) Kelainan . . .


                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 103 -

(4)   Kelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      dapat juga berwujud gabungan dari 2 (dua) atau
      lebih jenis kelainan, yang disebut tunaganda.


                Pasal 130

(1)   Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
      dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis
      pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
      menengah.

(2)   Penyelenggaraan           pendidikan      khusus     dapat
      dilakukan    melalui       satuan    pendidikan khusus,
      satuan    pendidikan        umum,      satuan   pendidikan
      kejuruan,         dan/atau          satuan      pendidikan
      keagamaan.

(3)   Ketentuan        lebih     lanjut    mengenai      program
      pendidikan       khusus      pada    satuan     pendidikan
      khusus,     satuan        pendidikan      umum,     satuan
      pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan
      keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      diatur dengan Peraturan Menteri.


                Pasal 131

(1)   Pemerintah       provinsi     menyelenggarakan      paling
      sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus untuk
      setiap   jenis    kelainan    dan     jenjang pendidikan
      sebagai model sesuai dengan kebutuhan peserta
      didik.

(2)   Pemerintah               kabupaten/kota          menjamin
      terselenggaranya pendidikan khusus pada satuan
      pendidikan       umum        dan     satuan     pendidikan
      kejuruan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

                                             (3) Penjaminan . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 104 -

(3)   Penjaminan terselenggaranya pendidikan khusus
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
      dengan menetapkan paling sedikit 1 (satu) satuan
      pendidikan umum dan 1 (satu) satuan pendidikan
      kejuruan yang memberikan pendidikan khusus.

(4)   Dalam   menjamin     terselenggaranya    pendidikan
      khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
      pemerintah      kabupaten/kota          menyediakan
      sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan
      kebutuhan peserta didik berkelainan.

(5)   Perguruan tinggi wajib menyediakan akses bagi
      mahasiswa berkelainan.

(6)   Pemerintah    provinsi    membantu       tersedianya
      sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan
      kebutuhan peserta didik berkelainan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4).

(7)   Pemerintah membantu tersedianya sumberdaya
      pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan
      peserta didik berkelainan pada pendidikan khusus
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), ayat
      (5), dan ayat (6) pada semua jalur, jenjang, dan
      jenis pendidikan.


               Pasal 132

Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada
jalur formal diselenggarakan melalui satuan pendidikan
anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan
pendidikan menengah.




                                             Pasal 133 . . .




                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 105 -

                  Pasal 133

(1)   Satuan pendidikan khusus formal bagi peserta
      didik berkelainan untuk pendidikan anak usia dini
      berbentuk taman kanak-kanak luar biasa atau
      sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis
      dan sederajat.

(2)   Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik
      berkelainan pada jenjang pendidikan dasar terdiri
      atas:

      a.      sekolah dasar luar biasa atau sebutan lain
              untuk satuan pendidikan yang sejenis dan
              sederajat; dan

      b.      sekolah menengah pertama luar biasa atau
              sebutan lain untuk satuan pendidikan yang
              sejenis dan sederajat.

(3)   Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik
      berkelainan pada jenjang pendidikan menengah
      adalah sekolah menengah atas luar biasa, sekolah
      menengah kejuruan luar biasa, atau sebutan lain
      untuk      satuan      pendidikan   yang     sejenis   dan
      sederajat.

(4)   Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat
      dilaksanakan        secara   terintegrasi    antarjenjang
      pendidikan dan/atau antarjenis kelainan.

(5)   Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
      dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan
      pada jalur pendidikan nonformal.




                                                  Paragraf 2 . . .




                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 106 -

                       Paragraf 2
Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik yang Memiliki
   Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa


                       Pasal 134

      (1)   Pendidikan      khusus     bagi     peserta      didik    yang
            memiliki     potensi     kecerdasan    dan/atau           bakat
            istimewa      berfungsi     mengembangkan             potensi
            keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata
            sesuai dengan karakteristik keistimewaannya.

      (2)   Pendidikan      khusus     bagi     peserta      didik    yang
            memiliki     potensi     kecerdasan    dan/atau           bakat
            istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh
            potensi      keistimewaannya       tanpa        mengabaikan
            keseimbangan             perkembangan            kecerdasan
            spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik,
            kinestetik, dan kecerdasan lain.


                       Pasal 135

      (1)   Pendidikan      khusus     bagi     peserta      didik    yang
            memiliki     potensi     kecerdasan    dan/atau           bakat
            istimewa      dapat    diselenggarakan        pada       satuan
            pendidikan      formal    TK/RA,     SD/MI,       SMP/MTs,
            SMA/MA,       SMK/MAK,       atau     bentuk      lain    yang
            sederajat.

      (2)   Program pendidikan khusus bagi peserta didik
            yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
            istimewa dapat berupa:
            a.   program percepatan; dan/atau
            b.   program pengayaan.

      (3)   Program percepatan sebagaimana dimaksud pada
            ayat (2) dilakukan dengan persyaratan:


                                                       a.     peserta . . .


                                                       www.djpp.depkumham.go.id
- 107 -

      a.    peserta didik memiliki potensi kecerdasan
            dan/atau bakat istimewa yang diukur dengan
            tes psikologi;
      b.    peserta didik memiliki prestasi akademik
            tinggi dan/atau bakat istimewa di bidang seni
            dan/atau olahraga; dan
      c.    satuan pendidikan penyelenggara telah atau
            hampir    memenuhi       Standar    Nasional
            Pendidikan.

(4)   Program percepatan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan
      sistem kredit semester sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(5)   Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi
      peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
      dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk:

      a.    kelas biasa;
      b.    kelas khusus; atau
      c.    satuan pendidikan khusus.


                Pasal 136

Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1
(satu) satuan pendidikan khusus bagi peserta didik
yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa.


                Pasal 137

Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat
diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur
pendidikan nonformal.


                                           Pasal 138 . . .


                                          www.djpp.depkumham.go.id
- 108 -

                  Pasal 138

Ketentuan      lebih   lanjut    mengenai    penyelenggaraan
pendidikan     khusus        sebagaimana    dimaksud      dalam
Pasal 129 sampai dengan Pasal 137 diatur dengan
Peraturan Menteri.


               Bagian Ketiga
      Pendidikan Layanan Khusus


                  Pasal 139

(1)   Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan
      pelayanan pendidikan bagi peserta didik di daerah:
      a.     terpencil atau terbelakang;
      b.     masyarakat adat yang terpencil;
      c.     yang mengalami bencana alam;
      d.     yang mengalami bencana sosial; dan/atau
      e.     yang tidak mampu dari segi ekonomi.

(2)   Pendidikan         layanan      khusus          bertujuan
      menyediakan akses pendidikan bagi peserta didik
      agar      haknya       untuk memperoleh       pendidikan
      terpenuhi.


                  Pasal 140

(1)   Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan
      pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
      informal.

(2)   Pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan
      formal diselenggarakan dengan cara menyesuaikan
      waktu,       tempat,       sarana     dan      prasarana
      pembelajaran,      pendidik,   tenaga       kependidikan,
      dan/atau sumber daya            pembelajaran lainnya
      dengan kondisi kesulitan peserta didik.



                                                  Pasal 141 . . .

                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 109 -

                     Pasal 141

     Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
     kewenangan         masing-masing           menyelenggarakan
     pendidikan layanan khusus.


                     Pasal 142

     Ketentuan      lebih    lanjut   tentang    penyelenggaraan
     pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud
     dalam Pasal 139         sampai dengan Pasal 141 diatur
     dengan Peraturan Menteri.


                     BAB VIII
SATUAN PENDIDIKAN BERTARAF INTERNASIONAL

                    Pasal 143
    Satuan pendidikan bertaraf internasional merupakan
    satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar
    Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar
    pendidikan negara maju.

                     Pasal 144

    (1)   Pemerintah        kabupaten/kota      menyelenggarakan
          paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf internasional
          dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling
          sedikit    1 (satu) SD bertaraf internasional yang
          diselenggarakan masyarakat.

    (2)   Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
          ayat (1) tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah
          kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit
          1 (satu) SD yang dikembangkan menjadi satuan
          pendidikan bertaraf internasional.



                                       (3) Penyelenggaraan . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 110 -

(3)   Penyelenggaraan pendidikan pada SD yang
      dikembangkan     menjadi   satuan   pendidikan
      bertaraf internasional sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara parsial
      menurut rombongan belajar atau mata pelajaran.
(4)   Penyelenggaraan    pendidikan      sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) memenuhi penjaminan
      mutu SD bertaraf internasional yang diatur oleh
      Menteri.
(5)   Pengembangan SD menjadi satuan pendidikan
      bertaraf internasional dilaksanakan paling lama 7
      (tujuh) tahun.
(6)   Pemerintah    kabupaten/kota    membantu       dan
      memfasilitasi    penyelenggaraan    SD    bertaraf
      internasional atau rintisan bertaraf internasional
      yang      diselenggarakan     oleh     masyarakat
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


               Pasal 145

(1)   Pemerintah provinsi memfasilitasi dan membantu
      penyelenggaraan SD bertaraf internasional di
      kabupaten/kota di wilayahnya.

(2)   Fasilitasi dan bantuan sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) meliputi:
      a.   pendanaan investasi sarana dan prasarana;
      b.   pendanaan biaya operasional;
      c.   penyediaan      pendidik       dan     tenaga
           kependidikan; dan
      d.   penyelenggaraan supervisi dan penjaminan
           mutu
      SD bertaraf internasional atau yang dikembangkan
      menjadi       bertaraf      internasional   yang
      diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota.


                                           Pasal 146 . . .

                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 111 -

                 Pasal 146

(1)   Pemerintah        provinsi     menyelenggarakan         paling
      sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu)
      SMK bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi
      penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1
      (satu)    SMA,           dan   1    (satu)    SMK     bertaraf
      internasional yang diselenggarakan masyarakat di
      setiap kabupaten/kota di wilayahnya.

(2)   Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
      ayat     (1)    belum     dapat     dipenuhi,     pemerintah
      provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu)
      SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK yang
      dikembangkan             menjadi      satuan        pendidikan
      bertaraf internasional.

(3)   Penyelenggaraan          rintisan     pendidikan      bertaraf
      internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
      dapat     dilaksanakan         secara     parsial     menurut
      rombongan belajar atau mata pelajaran.

(4)   Penyelenggaraan              pendidikan          sebagaimana
      dimaksud pada ayat (3) memenuhi pedoman
      penjaminan mutu SMP, SMA, dan SMK bertaraf
      internasional yang diatur oleh Menteri.

(5)   Pengembangan SMP, SMA, dan SMK menjadi
      satuan         pendidikan          bertaraf      internasional
      dilaksanakan paling lama 6 (enam) tahun.

(6)   Pemerintah        kabupaten/kota         dapat      membantu
      penyelenggaraan SMP, SMA, dan SMK bertaraf
      internasional atau yang dikembangkan menjadi
      satuan pendidikan bertaraf internasional.




                                                      Pasal 147 . . .




                                                     www.djpp.depkumham.go.id
- 112 -

             Pasal 147
(1)   Pemerintah provinsi merencanakan kebutuhan,
      mengangkat,      menempatkan,       memutasikan,
      memberikan        kesejahteraan,     memberikan
      penghargaan,       memberikan       perlindungan,
      melakukan pembinaan dan pengembangan, dan
      memberhentikan       pendidik     dan      tenaga
      kependidikan pegawai negeri sipil pada SD, SMP,
      SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang
      dikembangkan      menjadi    satuan    pendidikan
      bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh
      pemerintah provinsi.
(2)   Mutasi pendidik dan tenaga kependidikan
      pegawai    negeri  sipil   pada    SD    bertaraf
      internasional atau yang dikembangkan menjadi
      satuan pendidikan bertaraf internasional menjadi
      kewenangan pemerintah provinsi .
(3)   Pengangkatan,       pemberhentian,    dan/atau
      pemindahan guru pegawai negeri sipil pada
      satuan pendidikan SMP, SMA, dan SMK yang
      sedang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
      bertaraf internasional atau yang sudah bertaraf
      internasional menjadi kewenangan pemerintah
      provinsi.
(4)   Mutasi kepala satuan pendidikan pegawai negeri
      sipil   pada    satuan   pendidikan    bertaraf
      internasional atau yang dikembangkan menjadi
      satuan pendidikan bertaraf internasional harus
      seizin Kementerian.
(5)   Pemerintah provinsi dapat menugaskan pendidik
      pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan
      bertaraf internasional atau yang dikembangkan
      menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional
      yang diselenggarakan masyarakat.


                                         Pasal 148 . . .


                                        www.djpp.depkumham.go.id
- 113 -

                Pasal 148

(1)     Pemerintah dapat membantu penyelenggaraan
        satuan pendidikan bertaraf internasional atau
        yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
        bertaraf internasional.

(2)     Pemerintah dapat menghentikan bantuan kepada
        satuan pendidikan bertaraf internasional atau
        yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan
        bertaraf internasional yang gagal menjadi satuan
        pendidikan bertaraf internasional dalam batas
        waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144
        ayat (5) dan Pasal 146 ayat (5).


                Pasal 149

Pemerintah dapat menyelenggarakan sekolah/madrasah
bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi
satuan pendidikan bertaraf internasional.


                Pasal 150

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan dan penyelenggaraan
satuan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 144 sampai dengan Pasal 148 diatur dalam Peraturan
Menteri.


                Pasal 151

Pemerintah menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu)
program studi dan/atau 1 (satu) perguruan tinggi
dan/atau memfasilitasi paling sedikit 1 (satu) program
studi    dan/atau    1      (satu)   perguruan    tinggi   yang
diselenggarakan      masyarakat       untuk      dikembangkan
menjadi    program    studi     dan/atau   perguruan       tinggi
bertaraf internasional.

                                                 Pasal 152 . . .




                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 114 -

              Pasal 152
(1)   Satuan pendidikan dasar dan menengah yang
      dikembangkan menjadi bertaraf internasional
      melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai
      dengan penjaminan mutu sekolah/madrasah
      bertaraf internasional yang diatur oleh Menteri.
(2)   Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
      kabupaten/kota,    atau   masyarakat    dapat
      mendirikan sekolah/madrasah baru yang bertaraf
      internasional   dengan   persyaratan    harus
      memenuhi:
      a.   Standar   Nasional     Pendidikan     sejak
           sekolah/madrasah berdiri; dan
      b.   Pedoman    penjaminan     mutu    sekolah/
           madrasah    bertaraf  internasional   yang
           ditetapkan oleh Menteri sejak sekolah/
           madrasah berdiri.

              Pasal 153
(1)   Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat
      dapat menyelenggarakan satuan pendidikan
      khusus dan satuan atau program pendidikan
      nonformal bertaraf internasional.
(2)   Ketentuan   lebih  lanjut mengenai  satuan
      pendidikan khusus dan satuan atau program
      pendidikan nonformal bertaraf internasional
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
      dengan Peraturan Menteri.

              Pasal 154
Penyelenggara   dan   satuan   pendidikan   dilarang
menggunakan kata internasional untuk nama satuan
pendidikan, program, kelas, dan/atau mata pelajaran
kecuali mendapatkan penetapan atau izin dari pejabat
yang berwenang mengeluarkan penetapan atau izin
penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.


                                           BAB IX . . .


                                        www.djpp.depkumham.go.id
- 115 -

                   BAB IX
SATUAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL

                    Pasal 155
       Satuan   pendidikan     berbasis  keunggulan    lokal
       merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi
       Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan
       keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah.

                    Pasal 156
      (1)   Pemerintah kabupaten/kota mengelola dan
            menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan
            pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
            menengah yang berbasis keunggulan lokal.
      (2)   Pemerintah     kabupaten/kota     memfasilitasi
            penyelenggaraan satuan pendidikan berbasis
            keunggulan lokal pada jenjang pendidikan dasar
            dan menengah yang diselenggarakan masyarakat.

                    Pasal 157
      (1)   Keunggulan lokal sebagaimana dimaksud dalam
            Pasal     156     dikembangkan        berdasarkan
            keunggulan kompetitif dan/atau komparatif
            daerah di bidang seni, pariwisata, pertanian,
            kelautan, perindustrian, dan bidang lain.
      (2)   Satuan pendidikan dasar dan menengah yang
            dikembangkan menjadi berbasis keunggulan lokal
            harus diperkaya dengan muatan pendidikan
            kejuruan yang terkait dengan potensi ekonomi,
            sosial, dan/atau    budaya    setempat   yang
            merupakan keunggulan kompetitif dan/atau
            komparatif daerah.


                                               Pasal 158 . . .




                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 116 -

              Pasal 158

(1)   Satuan pendidikan dasar dan menengah yang
      dikembangkan          menjadi     satuan      pendidikan
      berbasis keunggulan lokal melakukan penjaminan
      mutu    pendidikan      sesuai    dengan      penjaminan
      mutu        sekolah     atau     madrasah           berbasis
      keunggulan lokal yang diatur oleh Menteri.

(2)   Pemerintah,     pemerintah       provinsi,    pemerintah
      kabupaten/kota,         atau      masyarakat          dapat
      mendirikan       sekolah/madrasah            baru      yang
      berbasis keunggulan lokal dengan persyaratan
      memenuhi:

      a.   Standar   Nasional     Pendidikan                sejak
           sekolah/madrasah berdiri; dan
      b.   Pedoman                penjaminan                mutu
           sekolah/madrasah berbasis keunggulan lokal
           yang      ditetapkan       oleh   Menteri        sejak
           sekolah/madrasah berdiri.


              Pasal 159

(1)   Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat
      dapat menyelenggarakan satuan atau program
      pendidikan nonformal berbasis keunggulan lokal.

(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan atau
      program        pendidikan        nonformal       berbasis
      keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.




                                                     BAB X . . .




                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 117 -

                            BAB X
           PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
          OLEH PERWAKILAN NEGARA ASING
    DAN KERJA SAMA SATUAN PENDIDIKAN ASING
  DENGAN SATUAN PENDIDIKAN NEGARA INDONESIA


                        Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Pendidikan oleh Perwakilan Negara Asing

                          Pasal 160

         (1)     Perwakilan    negara   asing    di   wilayah   Negara
                 Kesatuan        Republik       Indonesia        dapat
                 menyelenggarakan satuan pendidikan bagi warga
                 negaranya sesuai dengan sistem pendidikan di
                 negaranya atas persetujuan Pemerintah Republik
                 Indonesia.

         (2)     Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada
                 ayat (1) dilarang menerima peserta didik warga
                 negara Indonesia.


                        Bagian Kedua
     Kerja Sama Lembaga Pendidikan Asing dengan
               Satuan Pendidikan di Indonesia


                         Paragraf 1
        Kerja Sama Penyelenggaraan Pendidikan


                          Pasal 161

         (1)     Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau
                 yang       diakui      di      negaranya        dapat
                 menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara
                 Kesatuan Republik Indonesia.


                                             (2) Penyelenggaraan . . .


                                                        www.djpp.depkumham.go.id
- 118 -

(2)   Penyelenggaraan    pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan
      bekerja sama dengan lembaga pendidikan di
      Indonesia pada tingkat program studi atau
      satuan pendidikan.
(3)   Penyelenggaraan pendidikan   sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan
      dengan syarat:
      a.   memperoleh izin Menteri;
      b.   mengikuti Standar Nasional Pendidikan;
      c.   mengikuti ujian nasional bagi peserta didik
           pendidikan dasar dan menengah warga
           negara Indonesia;
      d.   mengikuti akreditasi oleh badan akreditasi
           nasional; dan
      e.   mematuhi ketentuan peraturan perundang-
           undangan.
(4)   Penyelenggaraan      pendidikan    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada
      pendidikan anak usia dini dan jenjang
      pendidikan dasar dan menengah bekerja sama
      dengan satuan pendidikan di Indonesia yang
      berakreditasi A atau yang setara dari Badan
      Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah atau dari
      Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal
      sesuai kewenangannya.
(5)   Penyelenggaraan      pendidikan     sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada jenjang
      pendidikan    tinggi   bekerja   sama    dengan
      perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki
      program studi terkait berakreditasi A atau yang
      setara dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan
      Tinggi atau dari Badan Akreditasi Nasional
      Pendidikan Nonformal sesuai kewenangannya.



                                      (6) Kepemilikan . . .

                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 119 -

(6)   Kepemilikan lembaga asing dalam program atau
      satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
      dengan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7)   Program     atau   satuan    pendidikan    yang
      diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) wajib
      mengikutsertakan paling sedikit 30% (tiga puluh
      persen) pendidik warga negara Indonesia.
(8)   Program     atau   satuan   pendidikan    yang
      diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) wajib
      mengikutsertakan paling sedikit 80% (delapan
      puluh persen) tenaga kependidikan warga negara
      Indonesia.
(9)   Program     atau      satuan    pendidikan      yang
      diselenggarakan      bersama   di   daerah   tertentu
      diatur dengan Peraturan Menteri.


               Pasal 162

(1)   Program     atau      satuan    pendidikan      yang
      diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 161 ayat (2) merupakan program
      atau satuan pendidikan bertaraf internasional
      atau satuan pendidikan berbasis keunggulan
      lokal.

(2)   Program atau satuan pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) wajib menerapkan sistem
      remunerasi yang berkeadilan bagi semua pendidik
      dan tenaga kependidikan.




                                             Pasal 163 . . .




                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 120 -

                 Pasal 163

(1)   Program       atau     satuan        pendidikan         yang
      diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 161 dapat menggunakan sistem
      pendidikan yang berlaku di negara lain.

(2)   Penggunaan sistem pendidikan                 negara lain
      sebagaimana        dimaksud     pada     ayat    (1)   wajib
      memperoleh izin dari Menteri.

(3)   Dalam hal penggunaan sistem pendidikan negara
      lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait
      dengan disiplin ilmu agama, Menteri memberikan
      izin     setelah   memperoleh        pertimbangan       dari
      Menteri Agama.


                Paragraf 2
 Kerja Sama Pengelolaan Pendidikan


                 Pasal 164

(1)   Satuan pendidikan anak usia dini dan satuan
      pendidikan dasar dan menengah Indonesia dapat
      bekerja sama dalam bidang akademik dengan
      satuan      pendidikan   asing       dalam      pengelolaan
      pendidikan.

(2)   Program studi, pusat studi, lembaga penelitian,
      lembaga        pengabdian       kepada       masyarakat,
      fakultas, atau unit kerja lain pada perguruan
      tinggi    Indonesia    dapat    bekerja      sama      dalam
      bidang akademik dan/atau non-akademik dengan
      unit kerja sejenis dari perguruan tinggi asing
      dalam pengelolaan pendidikan.

(3)   Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      dan ayat (2) bertujuan:


                                      a.     meningkatkan . . .


                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 121 -

      a.   meningkatkan mutu pendidikan;
      b.   memperluas jaringan kemitraan; dan/atau
      c.   menyelenggarakan satuan pendidikan atau
           program studi bertaraf internasional atau
           berbasis keunggulan lokal.

(4)   Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) berbentuk:
      a.   pertukaran    pendidik      dan/atau    tenaga
           kependidikan;
      b.   pertukaran peserta didik;
      c.   pemanfaatan sumber daya;
      d.   penyelenggaraan program kembaran;
      e.   penyelenggaraan     kegiatan   ekstrakurikuler;
           dan/atau
      f.   kerja sama lain yang dianggap perlu.

(5)   Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) berbentuk:
      a.   pertukaran    pendidik      dan/atau    tenaga
           kependidikan;
      b.   pertukaran peserta didik;
      c.   pemanfaatan sumber daya;
      d.   penyelenggaraan pertemuan ilmiah;
      e.   penyelenggaraan          program       kegiatan
           perolehan kredit;
      f.   penyelenggaraan program transfer kredit;
      g.   penyelenggaraan program studi kembaran;
      h.   penyelenggaraan program studi gelar ganda;
      i.   penyelenggaraan     program    studi   tumpang
           lapis;
      j.   penyelenggaraan program penelitian;



                                 k. penyelenggaraan . . .


                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 122 -

      k.      penyelenggaraan    program        pengabdian
              kepada masyarakat; dan/atau;
      l.      kerja sama lain yang dianggap perlu.


                Pasal 165

(1)   Kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (5)
      huruf g dan huruf h dilaksanakan oleh program
      studi      perguruan     tinggi   Indonesia      yang
      berakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional
      Perguruan Tinggi.

(2)   Program studi perguruan tinggi luar negeri yang
      bekerja sama dengan program studi di Indonesia
      sebagaimana       dimaksud    pada ayat    (1)   harus
      terakreditasi atau diakui di negaranya.


                Pasal 166

(1)   Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 164 ayat (2) dapat berbentuk:
      a.      kontrak manajemen;
      b.      pendayagunaan aset;
      c.      penggalangan dana;
      d.      pembagian jasa dan royalti        atas    hak
              kekayaan intelektual; dan/atau
      e.      kerja sama lain sesuai dengan ketentuan
              peraturan perundang-undangan.

(2)   Kerja      sama        non-akademik    sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
      oleh perguruan tinggi yang sudah memiliki izin
      pendirian dari Kementerian.


                                             Pasal 167 . . .




                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 123 -

              Pasal 167

(1)   Satuan pendidikan nonformal Indonesia dapat
      menjalin kerja sama        akademik dan/atau non-
      akademik dengan lembaga pendidikan negara
      lain.

(2)   Kerja   sama         satuan     pendidikan    nonformal
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
      untuk meningkatkan mutu pendidikan dan/atau
      memperluas           jaringan     kemitraan       untuk
      kepentingan satuan pendidikan nonformal.

(3)   Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
      hanya dapat dilakukan oleh satuan pendidikan
      nonformal terakreditasi oleh Badan Akreditasi
      Nasional Pendidikan Nonformal yang memiliki izin
      pendirian sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan.

(4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
      bentuk kerja sama             pendidikan sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
      Menteri.


              Pasal 168

Menteri dapat membatalkan kerja sama pengelolaan
dan     penyelenggaraan         pendidikan     sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 161 sampai dengan Pasal 167
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila setelah dilakukan
pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian
atas instruksi Menteri, terbukti melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan.




                                                   BAB XI . . .




                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 124 -

                  BAB XI
      KEWAJIBAN PESERTA DIDIK


               Pasal 169

(1)    Peserta didik berkewajiban:

       a.   mengikuti       proses     pembelajaran        sesuai
            peraturan       satuan     pendidikan          dengan
            menjunjung        tinggi    norma        dan     etika
            akademik;

       b.   menjalankan ibadah sesuai dengan agama
            yang      dianutnya         dan         menghormati
            pelaksanaan ibadah peserta didik lain;

       c.   menghormati         pendidik        dan        tenaga
            kependidikan;

       d.   memelihara       kerukunan        dan    kedamaian
            untuk mewujudkan harmoni sosial;

       e.   mencintai keluarga, masyarakat, bangsa,
            dan    negara,    serta     menyayangi         sesama
            peserta didik;

       f.   mencintai dan melestarikan lingkungan;

       g.   ikut menjaga dan memelihara sarana dan
            prasarana,      kebersihan,       keamanan,       dan
            ketertiban satuan pendidikan;

       h.   ikut menjaga dan memelihara sarana dan
            prasarana,      kebersihan,       keamanan,       dan
            ketertiban umum;

       i.   menanggung         biaya      pengelolaan         dan
            penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang
            dibebaskan dari kewajiban;

       j.   menjaga kewibawaan dan nama baik satuan
            pendidikan yang bersangkutan; dan


                                           k. mematuhi . . .

                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 125 -

       k.   mematuhi semua peraturan yang berlaku.

 (2)   Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       dilaksanakan         di     bawah       bimbingan     dan
       keteladanan pendidik dan tenaga kependidikan,
       serta pembiasaan terhadap peserta didik.

 (3)   Ketentuan     lebih       lanjut   mengenai     kewajiban
       peserta    didik     sebagaimana        dimaksud     pada
       ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang
       bersangkutan.


                 BAB XII
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

            Bagian Kesatu
                  Umum

                 Pasal 170

 Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan dan
 program    pendidikan           merupakan      pelaksana    dan
 penunjang penyelenggaraan pendidikan.


            Bagian Kedua
  Jenis, Tugas, dan Tanggung Jawab


                 Pasal 171

 (1)   Pendidik merupakan tenaga kependidikan yang
       berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
       pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
       fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
       kekhususannya,            serta    berpartisipasi    dalam
       menyelenggarakan pendidikan.

 (2)   Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
       mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai
       berikut:


                                                     a. guru . . .

                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 126 -

a.   guru sebagai pendidik profesional mendidik,
     mengajar,          membimbing,        mengarahkan,
     melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
     didik pada pendidikan anak usia dini jalur
     pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
     pendidikan menengah;
b.   dosen     sebagai     pendidik     profesional     dan
     ilmuwan                        mentransformasikan,
     mengembangkan,             dan    menyebarluaskan
     ilmu     pengetahuan,        teknologi,     dan    seni
     melalui          pendidikan,      penelitian,      dan
     pengabdian    kepada     masyarakat,              pada
     jenjang pendidikan tinggi;
c.   konselor         sebagai     pendidik      profesional
     memberikan pelayanan konseling kepada
     peserta didik di satuan pendidikan pada
     jenjang pendidikan    dasar,     pendidikan
     menengah, dan pendidikan tinggi;
d.   pamong belajar sebagai pendidik profesional
     mendidik, membimbing, mengajar, melatih,
     menilai, dan mengevaluasi             peserta didik,
     dan      mengembangkan            model       program
     pembelajaran,         alat     pembelajaran,       dan
     pengelolaan         pembelajaran        pada       jalur
     pendidikan nonformal;
e.   widyaiswara        sebagai     pendidik    profesional
     mendidik, mengajar, dan melatih peserta
     didik     pada       program      pendidikan       dan
     pelatihan         prajabatan     dan/atau         dalam
     jabatan   yang    diselenggarakan    oleh
     Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;




                                               f. tutor . . .




                                          www.djpp.depkumham.go.id
- 127 -

      f.   tutor      sebagai         pendidik      profesional
           memberikan bantuan belajar kepada peserta
           didik dalam proses pembelajaran jarak jauh
           dan/atau pembelajaran tatap muka pada
           satuan        pendidikan     jalur     formal     dan
           nonformal;
      g.   instruktur      sebagai     pendidik     profesional
           memberikan pelatihan teknis kepada peserta
           didik pada kursus dan/atau pelatihan;
      h.   fasilitator     sebagai     pendidik     profesional
           melatih   dan    menilai         pada      lembaga
           pendidikan dan pelatihan;
      i.   pamong pendidikan anak usia dini sebagai
           pendidik           profesional           mengasuh,
           membimbing,                melatih,            menilai
           perkembangan         anak      usia     dini     pada
           kelompok       bermain,     penitipan    anak     dan
           bentuk lain yang sejenis                pada     jalur
           pendidikan nonformal;
      j.   guru pembimbing khusus sebagai pendidik
           profesional membimbing, mengajar, menilai,
           dan mengevaluasi peserta didik berkelainan
           pada satuan pendidikan umum, satuan
           pendidikan kejuruan, dan/atau satuan
           pendidikan keagamaan; dan
      k.   nara sumber teknis sebagai pendidik
           profesional melatih keterampilan tertentu
           bagi    peserta didik   pada   pendidikan
           kesetaraan.

              Pasal 172
(1)   Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
      kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan.


                                          (2) Kualifikasi . . .


                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 128 -

(2)   Kualifikasi akademik dan kompetensi guru dan
      dosen pada satuan pendidikan formal harus
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.
(3)   Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik
      selain guru dan dosen diatur dengan Peraturan
      Menteri.
(4)   Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik
      pada jalur pendidikan nonformal diatur dengan
      Peraturan Menteri.

               Pasal 173
(1)   Tenaga     kependidikan       selain    pendidik
      sebagaimana     dimaksud    dalam    Pasal    171
      mencakup pengelola satuan pendidikan, penilik,
      pengawas,     peneliti,   pengembang,      tenaga
      perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi
      sumber belajar, tenaga administrasi, psikolog,
      pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan dan
      keamanan, serta tenaga dengan sebutan lain
      yang bekerja pada satuan pendidikan.
(2)   Tenaga    kependidikan       sebagaimana      dimaksud
      pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung
      jawab sebagai berikut:
      a.   pengelola      satuan     pendidikan     mengelola
           satuan pendidikan pada pendidikan formal
           atau nonformal;
      b.   penilik melakukan pemantauan, penilaian,
           dan pembinaan pada satuan pendidikan
           nonformal;
      c.   pengawas         melakukan            pemantauan,
           penilaian,     dan   pembinaan       pada     satuan
           pendidikan       formal     anak       usia     dini,
           pendidikan        dasar,      dan       pendidikan
           menengah;

                                               d. peneliti . . .


                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 129 -

d.   peneliti   melakukan      penelitian    di    bidang
     pendidikan pada satuan pendidikan anak
     usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
     menengah,      dan   pendidikan    tinggi,      serta
     pendidikan nonformal;
e.   pengembang atau perekayasa melakukan
     pengembangan atau perekayasaan di bidang
     pendidikan pada satuan pendidikan anak
     usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
     menengah,      dan   pendidikan    tinggi,      serta
     pendidikan nonformal;
f.   tenaga        perpustakaan        melaksanakan
     pengelolaan     perpustakaan      pada        satuan
     pendidikan;
g.   tenaga     laboratorium    membantu          pendidik
     mengelola       kegiatan        praktikum          di
     laboratorium satuan pendidikan;
h.   teknisi    sumber    belajar    mempersiapkan,
     merawat,       memperbaiki        sarana         dan
     prasarana      pembelajaran       pada        satuan
     pendidikan;
i.   tenaga      administrasi       menyelenggarakan
     pelayanan      administratif      pada        satuan
     pendidikan;
j.   psikolog memberikan pelayanan bantuan
     psikologis-pedagogis kepada peserta didik
     dan pendidik pada pendidikan khusus dan
     pendidikan anak usia dini;
k.   pekerja     sosial   pendidikan        memberikan
     layanan       bantuan       sosiologis-pedagogis
     kepada peserta didik dan pendidik pada
     pendidikan khusus atau pendidikan layanan
     khusus;


                                        l. terapis . . .



                                       www.djpp.depkumham.go.id
- 130 -

        l.     terapis   memberikan      pelayanan       bantuan
               fisiologis-kinesiologis kepada peserta didik
               pada pendidikan khusus; dan
        m. tenaga          kebersihan      dan       keamanan
               memberikan          pelayanan         kebersihan
               lingkungan       dan      keamanan         satuan
               pendidikan.


               Bagian Ketiga
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan,
             dan Pemberhentian


                  Pasal 174

  (1)   Pemerintah merencanakan kebutuhan pendidik
        dan     tenaga     kependidikan     yang     memenuhi
        Standar     Nasional    Pendidikan        pada    satuan
        pendidikan secara nasional.

  (2)   Pemerintah           daerah       sesuai          dengan
        kewenangannya          merencanakan          kebutuhan
        pendidik     dan      tenaga     kependidikan       yang
        memenuhi         Standar       Nasional      Pendidikan
        berdasarkan            perencanaan           kebutuhan
        sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

                  Pasal 175

  (1)   Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan
        pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan
        pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
        oleh     Pemerintah     atau     pemerintah       daerah
        dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
        perundang-undangan.


                                        (2) Pengangkatan . . .




                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 131 -

    (2)   Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan
          pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan
          oleh     Pemerintah      dan     pemerintah       daerah
          dilaksanakan      dalam    rangka       perluasan   dan
          pemerataan akses pendidikan serta peningkatan
          mutu, daya saing, dan relevansi pendidikan.
    (3)   Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan
          pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan
          pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
          oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara
          pendidikan        yang      didirikan       masyarakat
          berdasarkan perjanjian kerja dan sesuai dengan
          ketentuan peraturan perundang-undangan.


                 Bagian Keempat
Pembinaan Karier, Promosi, dan Penghargaan


                   Paragraf 1
              Pembinaan Karier

                   Pasal 176

    (1)   Pemerintah mengembangkan dan menetapkan
          pola pembinaan karier pendidik dan tenaga
          kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
          perundang-undangan.

    (2)   Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib
          melakukan       pembinaan      karier    pendidik   dan
          tenaga      kependidikan       sesuai    dengan     pola
          pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada
          ayat (1).




                                          (3) Penyelenggara . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 132 -

(3)   Penyelenggara   pendidikan   yang   didirikan
      masyarakat wajib melakukan pembinaan karier
      pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
      pendidikan yang diselenggarakannya sesuai
      dengan pola pembinaan karier sebagaimana
      dimaksud pada ayat (1).
(4)   Pembinaan karier pendidik dilaksanakan dalam
      bentuk    peningkatan   kualifikasi akademik
      dan/atau kompetensi sebagai agen pembelajaran
      dengan   mengacu     pada  Standar   Nasional
      Pendidikan.
(5)   Pembinaan      karier tenaga    kependidikan
      dilaksanakan    dalam   bentuk   peningkatan
      kualifikasi  akademik  dan/atau   kompetensi
      manajerial dan/atau teknis sebagai tenaga
      kependidikan dengan mengacu pada Standar
      Nasional Pendidikan.


            Paragraf 2
      Promosi dan Penghargaan

             Pasal 177
Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang
pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi
kerja dalam bidang pendidikan.

             Pasal 178
(1)   Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177
      diberikan     dalam       bentuk     kenaikan
      pangkat/golongan, kenaikan jabatan, dan/atau
      bentuk promosi lain yang dilaksanakan sesuai
      dengan    ketentuan    peraturan   perundang-
      undangan.

                                    (2) Promosi . . .


                                      www.djpp.depkumham.go.id
- 133 -

(2)   Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan
      bukan pegawai negeri sipil pada satuan
      pendidikan    yang     diselenggarakan      oleh
      masyarakat    dilaksanakan     sesuai    dengan
      anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
      penyelenggara   pendidikan    serta   ketentuan
      peraturan perundang-undangan.


             Pasal 179

(1)   Penghargaan        bagi   pendidik      dan    tenaga
      kependidikan sebagaimana         dimaksud      dalam
      Pasal 177 diberikan oleh:
      a.   Presiden atau Menteri pada tingkat nasional
           dan/atau internasional;
      b.   gubernur pada tingkat provinsi;
      c.   bupati/walikota pada tingkat kabupaten/
           kota;
      d.   camat pada tingkat kecamatan;
      e.   kepala desa/kelurahan pada tingkat desa/
           kelurahan; dan
      f.   pemimpin satuan pendidikan pada tingkat
           satuan pendidikan.

(2)   Penghargaan        bagi   pendidik      dan    tenaga
      kependidikan dapat diberikan oleh masyarakat
      dan organisasi profesi pada tingkat internasional,
      nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan,
      desa/kelurahan,       dan/atau       tingkat   satuan
      pendidikan.

(3)   Penghargaan        sebagaimana   dimaksud       pada
      ayat (1) dan ayat (2) diberikan sesuai dengan
      ketentuan   peraturan        perundang-undangan,
      dalam bentuk:


                                              a. tanda . . .


                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 134 -

      a.   tanda jasa;
      b.   promosi;
      c.   piagam;
      d.   uang; dan/atau
      e.   bentuk penghargaan lainnya.


               Pasal 180

(1)   Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan
      penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga
      kependidikan        berdedikasi    yang     bertugas    di
      daerah    terpencil        atau   terbelakang,     daerah
      dengan     kondisi     masyarakat      adat      terpencil,
      daerah perbatasan dengan negara lain, daerah
      yang mengalami bencana alam, bencana sosial,
      daerah tertinggal, atau daerah yang berada
      dalam keadaan darurat lain.

(2)   Pemerintah memberikan penghargaan kepada
      pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang
      berhasil menulis buku teks pelajaran dan/atau
      menemukan teknologi pembelajaran baru yang
      bermutu menurut penilaian Kementerian.

(3)   Pemerintah memberikan penghargaan kepada
      pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang
      menghasilkan penelitian yang bermutu menurut
      penilaian Kementerian.

(4)   Pendidik atau tenaga kependidikan yang gugur
      dalam      melaksanakan           tugas      memperoleh
      penghargaan         dari     Pemerintah,      pemerintah
      daerah,     dan/atau          penyelenggara        satuan
      pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
      perundang-undangan.



                                         Bagian Keempat . . .



                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 135 -

          Bagian Keempat
                Larangan


                Pasal 181

Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan
maupun kolektif, dilarang:
a.    menjual      buku       pelajaran,      bahan        ajar,
      perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau
      bahan pakaian seragam di satuan pendidikan;
b.    memungut biaya dalam memberikan bimbingan
      belajar atau les kepada peserta didik di satuan
      pendidikan;
c.    melakukan segala sesuatu baik secara langsung
      maupun       tidak     langsung      yang    menciderai
      integritas evaluasi hasil belajar peserta didik;
      dan/atau
d.    melakukan pungutan kepada peserta didik baik
      secara langsung maupun tidak langsung yang
      bertentangan  dengan           ketentuan      peraturan
      perundang-undangan.


                BAB XIII
PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN


                Pasal 182

(1)    Pendirian    program     atau    satuan     pendidikan
       pendidikan anak usia dini formal, pendidikan
       dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
       tinggi wajib memperoleh izin Pemerintah atau
       pemerintah           daerah      sesuai         dengan
       kewenangannya.



                                                  (2) Izin . . .



                                              www.djpp.depkumham.go.id
- 136 -

(2)   Izin   pendirian     sebagaimana    dimaksud       pada
      ayat (1) untuk TK, SD, SMP, SMA, dan SMK,
      yang memenuhi standar pelayanan minimum
      sampai dengan Standar Nasional Pendidikan,
      diberikan oleh bupati/walikota.

(3)   Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK,
      yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan
      menjadi satuan dan/atau program pendidikan
      bertaraf internasional diberikan oleh Menteri.

(4)   Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK,
      yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan
      menjadi satuan dan/atau program pendidikan
      berbasis     keunggulan    lokal,    diberikan      oleh
      bupati/walikota.

(5)   Izin   pendirian     sebagaimana    dimaksud       pada
      ayat (1) untuk satuan pendidikan khusus pada
      jenjang     pendidikan    dasar     dan      menengah
      diberikan oleh gubernur.

(6)   Izin   pendirian     sebagaimana    dimaksud       pada
      ayat (1) untuk RA, MI, MTs, MA, MAK, dan
      pendidikan keagamaan dikeluarkan oleh Menteri
      Agama.

(7)   Izin pengembangan RA, MI, MTs, MA, MAK, dan
      pendidikan       keagamaan         menjadi       satuan
      dan/atau        program     pendidikan         bertaraf
      internasional atau berbasis keunggulan lokal
      dikeluarkan oleh Menteri Agama.

(8)   Izin   pendirian     sebagaimana    dimaksud       pada
      ayat (1) untuk program studi pada perguruan
      tinggi umum diberikan oleh Menteri.




                                                (9) Izin . . .




                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 137 -

(9)    Izin   pendirian       sebagaimana         dimaksud       pada
       ayat (1) untuk program studi pada perguruan
       tinggi keagamaan diberikan oleh Menteri Agama.

(10)   Izin   pendirian       sebagaimana         dimaksud       pada
       ayat (1) untuk satuan pendidikan Indonesia di
       luar negeri diberikan oleh Menteri.

(11)   Ketentuan      lebih        lanjut    tentang     tata    cara
       pemberian       izin      satuan      pendidikan         formal
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
       dengan     ayat      (10)    diatur    dengan      Peraturan
       Menteri.


               Pasal 183

(1)    Pemerintah        dapat      menyelenggarakan         satuan
       dan/atau program pendidikan yang bertaraf
       internasional sesuai dengan kebutuhan.

(2)    Izin   pendirian        satuan        dan/atau      program
       pendidikan           yang       bertaraf        internasional
       sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
       oleh Menteri.


               Pasal 184

(1)    Syarat-syarat        pendirian        satuan     pendidikan
       formal meliputi isi pendidikan, jumlah dan
       kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan,
       sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan
       pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta
       manajemen dan proses pendidikan.

(2)    Syarat-syarat        sebagaimana         dimaksud         pada
       ayat (1) berpedoman pada ketentuan dalam
       Standar Nasional Pendidikan.


                                                    (3) Selain . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
- 138 -

(3)   Selain   syarat-syarat     sebagaimana        dimaksud
      pada ayat (1) pendirian satuan pendidikan harus
      melampirkan:
      a.   hasil   studi    kelayakan     tentang    prospek
           pendirian satuan pendidikan formal dari
           segi tata ruang, geografis, dan ekologis;
      b.   hasil   studi    kelayakan     tentang    prospek
           pendirian satuan pendidikan formal dari
           segi prospek pendaftar, keuangan, sosial,
           dan budaya;
      c.   data mengenai perimbangan antara jumlah
           satuan pendidikan formal dengan penduduk
           usia sekolah di wilayah tersebut;
      d.   data    mengenai      perkiraan   jarak       satuan
           pendidikan yang diusulkan di antara gugus
           satuan pendidikan formal sejenis;
      e.   data mengenai kapasitas daya tampung dan
           lingkup jangkauan satuan               pendidikan
           formal sejenis yang ada; dan
      f.   data mengenai perkiraan pembiayaan untuk
           kelangsungan pendidikan paling sedikit
           untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya.

(4)   Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
      oleh kementerian lain atau lembaga pemerintah
      nonkementerian,        selain      harus     memenuhi
      persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
      (2) dan ayat         (3)   harus    pula    memenuhi
      persyaratan:
      a.   memiliki      program-program         studi    yang
           diselenggarakan secara khas terkait dengan
           tugas dan fungsi kementerian atau lembaga
           pemerintah      nonkementerian                 yang
           bersangkutan; dan


                                             b. adanya . . .


                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 139 -

        b.   adanya undang-undang sektor terkait yang
             menyatakan            perlu            diadakannnya
             pendidikan yang diselenggarakan secara
             khas     terkait    dengan     tugas     dan     fungsi
             kementerian        atau      lembaga     pemerintah
             nonkementerian yang bersangkutan.

(5)     Persyaratan dan tata cara pendirian program
        studi   pada         perguruan     tinggi    negeri     dan
        perguruan tinggi swasta dilakukan berdasarkan
        ketentuan      yang      diatur    dengan         Peraturan
        Menteri.


                Pasal 185

(1)     Pendirian satuan pendidikan nonformal wajib
        memperoleh izin dari pemerintah kabupaten/
        kota.

(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat-syarat
        pendirian dan tata cara pemberian izin satuan
        pendidikan nonformal diatur dengan Peraturan
        Menteri.


                BAB XIV
      PERAN SERTA MASYARAKAT


             Bagian Kesatu
                   Umum


                Pasal 186

Masyarakat          dapat        berperan       serta         dalam
penyelenggaraan          pendidikan         melalui        berbagai
komponen           masyarakat,         pendidikan          berbasis
masyarakat,          dewan       pedidikan,         dan     komite
sekolah/madrasah.


                                              Bagian Kedua . . .


                                                    www.djpp.depkumham.go.id
- 140 -

           Bagian Kedua
                 Fungsi


             Pasal 187

Peran serta masyarakat dalam pendidikan berfungsi
memperbaiki akses, mutu, daya saing, relevansi, tata
kelola,    dan       akuntabilitas   pengelolaan     dan
penyelenggaraan pendidikan.


           Bagian Ketiga
Komponen Peran Serta Masyarakat


             Pasal 188

(1)   Peran serta masyarakat meliputi        peran serta
      perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
      profesi,       pengusaha,      dan       organisasi
      kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
      pengendalian mutu pelayanan pendidikan.

(2)   Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dapat menjadi sumber, pelaksana,
      dan pengguna hasil pendidikan dalam bentuk:
      a.   penyediaan sumber daya pendidikan;
      b.   penyelenggaraan satuan pendidikan;
      c.   penggunaan hasil pendidikan;
      d.   pengawasan penyelenggaraan pendidikan;
      e.   pengawasan pengelolaan pendidikan;
      f.   pemberian          pertimbangan         dalam
           pengambilan keputusan yang berdampak
           pada pemangku kepentingan pendidikan
           pada umumnya; dan/atau



                                      g. pemberian . . .




                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 141 -

      g.   pemberian bantuan atau fasilitas kepada
           satuan pendidikan dan/atau penyelenggara
           satuan pendidikan       dalam     menjalankan
           fungsinya.

(3)   Pengawasan        sebagaimana     dimaksud     pada
      ayat (2) huruf d dan huruf e tidak termasuk
      pemeriksaan yang menjadi kewenangan otoritas
      pengawasan fungsional.

(4)   Peran serta masyarakat secara khusus dalam
      pendidikan dapat disalurkan melalui:
      a.   dewan pendidikan tingkat nasional;
      b.   dewan pendidikan tingkat provinsi;
      c.   dewan pendidikan tingkat kabupaten/kota;
      d.   komite sekolah/madrasah; dan/atau
      e.   organ representasi pemangku kepentingan
           satuan pendidikan.

(5)   Organisasi profesi dapat berperan serta dalam
      pendidikan melalui:
      a.   pengendalian mutu pendidikan profesi;
      b.   pemberian       pertimbangan          kurikulum
           program studi sarjana atau diploma empat
           yang lulusannya berpotensi melanjutkan
           pada pendidikan profesi;
      c.   pemberian       pertimbangan          kurikulum
           program studi kejuruan atau vokasi yang
           relevan;
      d.   uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi
           yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan;
      e.   akreditasi    program   studi    atau    satuan
           pendidikan; dan/atau
      f.   peran    lain   yang        relevan     dengan
           keprofesiannya.


                                      Bagian Keempat . . .


                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 142 -

         Bagian Keempat
Pendidikan Berbasis Masyarakat


              Pasal 189

(1)   Pendidikan         berbasis      masyarakat       dapat
      dilaksanakan pada satuan pendidikan formal
      dan/atau nonformal pada semua jenjang dan
      jenis pendidikan.

(2)   Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan
      pendidikan         berbasis      masyarakat       pada
      pendidikan formal dan/atau nonformal sesuai
      dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan
      budaya untuk kepentingan masyarakat.


              Pasal 190

(1)   Kurikulum          satuan      pendidikan      berbasis
      masyarakat     sebagaimana         dimaksud      dalam
      Pasal    189       memenuhi       Standar      Nasional
      Pendidikan.

(2)   Satuan     pendidikan          berbasis     masyarakat
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dapat
      mengembangkan            kurikulum    sesuai    dengan
      kekhasan agama atau lingkungan sosial dan
      budaya masing-masing.


              Pasal 191

(1)   Pengelolaan        dan      penyelenggaraan      satuan
      pendidikan         berbasis      masyarakat       pada
      pendidikan formal dan nonformal dilaksanakan
      sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
      undangan.


                                     (2) Penyelenggara . . .




                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 143 -

(2)   Penyelenggara        satuan     pendidikan        berbasis
      masyarakat         dapat       mengembangkan          pola
      penyelenggaraan        satuan      pendidikan       sesuai
      dengan kekhasan agama atau sosial budaya
      masing-masing.

(3)   Penyelenggara        satuan     pendidikan        berbasis
      masyarakat         dapat       mengembangkan          pola
      pengelolaan satuan pendidikan sesuai dengan
      kekhasan agama atau sosial budaya masing-
      masing.


         Bagian Kelima
       Dewan Pendidikan


              Pasal 192

(1)   Dewan      pendidikan          terdiri    atas     Dewan
      Pendidikan         Nasional,     Dewan       Pendidikan
      Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/
      Kota.

(2)   Dewan pendidikan berfungsi dalam peningkatan
      mutu       pelayanan           pendidikan          dengan
      memberikan          pertimbangan,         arahan      dan
      dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
      pengawasan pendidikan pada tingkat nasional,
      provinsi, dan kabupaten/kota.

(3)   Dewan     pendidikan       menjalankan           fungsinya
      secara mandiri dan profesional.

(4)   Dewan     pendidikan       bertugas       menghimpun,
      menganalisis, dan memberikan rekomondasi
      kepada     Menteri,     gubernur,        bupati/walikota
      terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi
      masyarakat terhadap pendidikan.


                                               (5) Dewan . . .


                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 144 -

(5)   Dewan     pendidikan    melaporkan     pelaksanaan
      tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
      kepada     masyarakat      melalui   media     cetak,
      elektronik, laman, pertemuan, dan/atau bentuk
      lain sejenis sebagai pertanggungjawaban publik.

(6)   Anggota dewan pendidikan terdiri atas tokoh
      yang berasal dari:
      a.   pakar pendidikan;
      b.   penyelenggara pendidikan;
      c.   pengusaha;
      d.   organisasi profesi;
      e.   pendidikan berbasis kekhasan agama atau
           sosial-budaya; dan
      f.   pendidikan bertaraf internasional;
      g.   pendidikan    berbasis    keunggulan      lokal;
           dan/atau
      h.   organisasi sosial kemasyarakatan.

(7)   Rekrutmen calon anggota dewan pendidikan
      dilaksanakan melalui pengumuman di media
      cetak, elektronik, dan laman.

(8)   Masa jabatan keanggotaan dewan pendidikan
      adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali
      untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

(9)   Anggota dewan pendidikan dapat diberhentikan
      apabila:
      a.   mengundurkan diri;
      b.   meninggal dunia;
      c.   tidak dapat melaksanakan tugas karena
           berhalangan tetap; atau



                                           d. dijatuhi . . .




                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 145 -

      d.   dijatuhi pidana karena melakukan tindak
           pidana     kejahatan    berdasarkan      putusan
           pengadilan  yang    telah           memperoleh
           kekuatan hukum tetap.

(10) Susunan        kepengurusan     dewan      pendidikan
      sekurang-kurangnya terdiri atas ketua dewan
      dan sekretaris.

(11) Anggota dewan pendidikan berjumlah gasal.

(12) Ketua dan sekretaris sebagaimana dimaksud
      pada ayat (7) dipilih dari dan oleh para anggota
      secara   musyawarah         mufakat    atau    melalui
      pemungutan suara.

(13) Pendanaan dewan pendidikan dapat bersumber
     dari:
      a.   Pemerintah;
      b.   pemerintah daerah;
      c.   masyarakat;
      d.   bantuan pihak asing yang tidak mengikat;
           dan/atau
      e.   sumber lain yang sah.


            Pasal 193

(1)   Dewan Pendidikan Nasional berkedudukan di
      ibukota negara.

(2)   Anggota Dewan Pendidikan Nasional ditetapkan
      oleh Menteri.

(3)   Anggota Dewan Pendidikan Nasional paling
      banyak berjumlah 15 (lima belas) orang.



                                            (4) Menteri . . .




                                             www.djpp.depkumham.go.id
- 146 -

(4)   Menteri memilih dan menetapkan anggota
      Dewan Pendidikan Nasional atas dasar usulan
      dari   panitia pemilihan   anggota   Dewan
      Pendidikan Nasional yang dibentuk oleh
      Menteri.
(5)   Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (4) mengusulkan kepada Menteri paling
      banyak 30 (tiga puluh) orang calon anggota
      Dewan      Pendidikan     Nasional   setelah
      mendapatkan usulan dari:
      a.   organisasi profesi pendidik;
      b. organisasi profesi lain; atau
      c.   organisasi kemasyarakatan.

             Pasal 194
(1)   Dewan Pendidikan Provinsi berkedudukan di
      ibukota provinsi.
(2)   Anggota Dewan Pendidikan Provinsi ditetapkan
      oleh gubernur.
(3)   Anggota Dewan Pendidikan Provinsi berjumlah
      paling banyak 13 (tiga belas) orang.
(4)   Gubernur memilih dan menetapkan anggota
      Dewan Pendidikan Provinsi atas dasar usulan
      dari   panitia pemilihan   anggota   Dewan
      Pendidikan Provinsi yang dibentuk oleh
      gubernur.
(5)   Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada
      ayat (4) mengusulkan kepada gubernur paling
      banyak 26 (dua puluh enam) orang calon
      anggota Dewan Pendidikan Provinsi setelah
      mendapatkan usulan dari:
      a.   organisasi profesi pendidik;
      b.   organisasi profesi lain; atau
      c.   organisasi kemasyarakatan.


                                           Pasal 195 . . .


                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 147 -

              Pasal 195

(1)    Dewan           Pendidikan           Kabupaten/Kota
       berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.

(2)    Anggota     Dewan     Pendidikan     Kabupaten/Kota
       ditetapkan oleh bupati/walikota.

(3)    Anggota     Dewan     Pendidikan     Kabupaten/Kota
       berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang.

(4)    Bupati/walikota       memilih     dan    menetapkan
       anggota     Dewan     Pendidikan     Kabupaten/Kota
       atas   dasar    usulan     dari   panitia    pemilihan
       anggota     Dewan     Pendidikan     Kabupaten/Kota
       yang dibentuk oleh bupati/walikota.

(5)    Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada
       ayat (4) mengusulkan kepada bupati/walikota
       paling banyak 22 (dua puluh dua) orang calon
       anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota
       setelah mendapatkan usulan dari:
       a.   organisasi profesi pendidik;
       b.   organisasi profesi lain; atau
       c.   organisasi kemasyarakatan.


            Bagian Keenam
      Komite Sekolah/Madrasah


              Pasal 196

(1)    Komite     sekolah/madrasah        berfungsi    dalam
       peningkatan         mutu   pelayanan        pendidikan
       dengan memberikan pertimbangan, arahan dan
       dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
       pengawasan pendidikan pada tingkat satuan
       pendidikan.


                                            (2) Komite . . .


                                               www.djpp.depkumham.go.id
- 148 -

(2)   Komite         sekolah/madrasah              menjalankan
      fungsinya secara mandiri dan profesional.

(3)   Komite sekolah/madrasah memperhatikan dan
      menindaklanjuti            terhadap   keluhan,       saran,
      kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap satuan
      pendidikan.

(4)   Komite sekolah/madrasah dibentuk untuk 1
      (satu) satuan pendidikan atau gabungan satuan
      pendidikan formal pada jenjang pendidikan
      dasar dan menengah.

(5)   Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik
      kurang      dari     200    (dua   ratus)    orang   dapat
      membentuk             komite          sekolah/madrasah
      gabungan dengan satuan pendidikan lain yang
      sejenis.

(6)   Komite      sekolah/madrasah          berkedudukan       di
      satuan pendidikan.

(7)   Pendanaan komite             sekolah/madrasah        dapat
      bersumber dari:
      a.   Pemerintah;
      b.   pemerintah daerah;
      c.   masyarakat;
      d.   bantuan pihak asing yang tidak mengikat;
           dan/atau
      e.   sumber lain yang sah.


             Pasal 197

(1)   Anggota komite sekolah/madrasah berjumlah
      paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas
      unsur:
      a.   orang tua/wali peserta didik paling banyak
           50% (lima puluh persen);


                                                   b. tokoh . . .

                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 149 -

      b.   tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga
           puluh persen); dan
      c.   pakar pendidikan yang relevan                    paling
           banyak 30% (tiga puluh persen).

(2)   Masa          jabatan        keanggotaan            komite
      sekolah/madrasah adalah 3 (tiga) tahun dan
      dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
      jabatan.

(3)   Anggota    komite   sekolah/madrasah                  dapat
      diberhentikan apabila:
      a.   mengundurkan diri;
      b.   meninggal dunia; atau
      c.   tidak dapat melaksanakan tugas karena
           berhalangan tetap;
      d.   dijatuhi pidana karena melakukan tindak
           pidana     kejahatan        berdasarkan       putusan
           pengadilan          yang      telah      memperoleh
           kekuatan hukum tetap.

(4)   Susunan        kepengurusan          komite        sekolah/
      madrasah       terdiri    atas    ketua      komite     dan
      sekretaris.

(5)   Anggota komite sekolah/madrasah dipilih oleh
      rapat   orangtua/wali           peserta    didik    satuan
      pendidikan.

(6)   Ketua      komite    dan    sekretaris       sebagaimana
      dimaksud pada ayat (4) dipilih dari dan oleh
      anggota     secara       musyawarah        mufakat     atau
      melalui pemungutan suara.




                                                (7) Anggota . . .




                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 150 -

(7)    Anggota, sekretaris, dan ketua komite sekolah/
       madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah.

          Bagian Ketujuh
             Larangan

             Pasal 198

Dewan pendidikan dan/atau          komite sekolah/
madrasah, baik perseorangan        maupun kolektif,
dilarang:
a. menjual    buku     pelajaran,   bahan    ajar,
   perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau
   bahan pakaian seragam di satuan pendidikan;
b. memungut biaya bimbingan belajar atau les dari
   peserta didik atau orang tua/walinya di satuan
   pendidikan;
c. mencederai integritas evaluasi hasil belajar
   peserta didik secara langsung atau tidak
   langsung;
d. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta
      didik baru secara langsung atau tidak langsung;
      dan/atau
e. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai
   integritas satuan pendidikan secara langsung
   atau tidak langsung.


              BAB XV
           PENGAWASAN

             Pasal 199

(1)    Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan
       pendidikan    dilakukan  oleh  Pemerintah,
       pemerintah daerah, dewan pendidikan dan
       komite sekolah/madrasah.


                                 (2) Pengawasan . . .


                                       www.djpp.depkumham.go.id
- 151 -

(2)   Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan
      pendidikan      sebagaimana        dimaksud      pada
      ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.


            Pasal 200

(1)   Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan
      pendidikan          mencakup               pengawasan
      administratif     dan     teknis    edukatif     yang
      dilaksanakan       sesuai     dengan        ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(2)   Pemerintah melaksanakan:
      a.   pengawasan     secara     nasional      terhadap
           pengelolaan       dan          penyelenggaraan
           pendidikan tinggi;
      b.   pengawasan     secara     nasional      terhadap
           pengelolaan        dan         penyelenggaraan
           pendidikan    anak     usia   dini,   pendidikan
           dasar, dan pendidikan menengah              yang
           menjadi kewenangannya;
      c.   pengawasan     terhadap       pengelolaan    dan
           penyelenggaraan pendidikan Indonesia di
           luar negeri;
      d.   koordinasi    pengawasan      secara     nasional
           terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan
           pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan
           jenis pendidikan yang menjadi kewenangan
           pemerintah daerah; dan
      e.   pengawasan terhadap penggunaan dana
           Anggaran Pendapatan Belanja Negara oleh
           pemerintah daerah untuk pendidikan.

(3)   Pemerintah provinsi melaksanakan:


                                     a. pengawasan . . .


                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 152 -

      a.   pengawasan terhadap pengelolaan dan
           penyelenggaraan     satuan      pendidikan
           bertaraf internasional atau yang dirintis
           untuk menjadi bertaraf internasional;
      b. pengawasan terhadap pengelolaan dan
         penyelenggaraan    satuan     pendidikan
         khusus dan layanan khusus; dan
      c.   koordinasi     pengawasan      terhadap
           pengelolaan     dan     penyelenggaraan
           pendidikan anak usia dini, pendidikan
           dasar, dan pendidikan menengah yang
           menjadi     kewenangan       pemerintah
           kabupaten/kota;
(4)   Pemerintah provinsi melakukan pembinaan
      terhadap     pengawas      sekolah     dalam
      melaksanakan tugas koordinasi pengawasan
      terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan
      pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
      dan pendidikan menengah yang menjadi
      kewenangan pemerintah kabupaten atau kota
      sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c.
(5)   Pemerintah   kabupaten/kota    melaksanakan
      pengawasan     terhadap    pengelolaan  dan
      penyelenggaraan pendidikan anak usia dini,
      pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
      pendidikan nonformal di wilayah yang menjadi
      kewenangannya.

            Pasal 201
(1)   Pemerintah,    pemerintah     provinsi,  dan
      pemerintah kabupaten/kota,     sesuai dengan
      kewenangan masing-masing, menindaklanjuti
      pengaduan masyarakat tentang penyimpangan
      di bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan
      peraturan perundang-undangan.


                                      (2) Tindak . . .

                                       www.djpp.depkumham.go.id
- 153 -

(2)    Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) dilakukan dalam bentuk klarifikasi,
       verifikasi, atau investigasi apabila:
       a.     pengaduan    disertai   dengan              identitas
              pengadu yang jelas; dan
       b.     pengadu    memberi                bukti      adanya
              penyimpangan.


                Pasal 202
(1)    Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
       Pasal 199 dapat dilakukan dalam bentuk
       pemeriksaan umum, pemeriksaan kinerja,
       pemeriksaan khusus, pemeriksaan tematik,
       pemeriksaan investigatif, dan/atau pemeriksaan
       terpadu sesuai dengan ketentuan peraturan
       perundang-undangan.
(2)    Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada
       ayat (1) dilaporkan kepada instansi atau
       lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan
       perundang-undangan.
(3)    Pemeriksaan         sebagaimana          dimaksud       pada
       ayat     (1)     hanya     dilakukan       oleh    lembaga
       pengawasan           fungsional          yang      memiliki
       kewenangan          dan     kompetensi       pemeriksaan
       sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
       undangan.


                Pasal 203

Dalam       melaksanakan         klarifikasi,    verifikasi,   atau
investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201
ayat    (2)    Pemerintah,       pemerintah       provinsi,    dan
pemerintah            kabupaten/kota       dapat         menunjuk
lembaga pemeriksaan independen.


                                                   Pasal 204 . . .


                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 154 -

            Pasal 204
(1)   Dewan pendidikan melaksanakan pengawasan
      terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan
      pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan
      kabupaten/kota.
(2)   Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan
      Nasional dilaporkan kepada Menteri.
(3)   Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan
      Provinsi dilaporkan kepada gubernur.
(4)   Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan
      Kabupaten/Kota dilaporkan kepada bupati/
      walikota.

            Pasal 205
(1)   Komite    sekolah/madrasah   melaksanakan
      pengawasan     terhadap  pengelolaan  dan
      penyelenggaraan pendidikan pada tingkat
      satuan pendidikan.
(2)   Hasil pengawasan oleh komite sekolah/
      madrasah dilaporkan kepada rapat orang tua/
      wali peserta didik yang diselenggarakan dan
      dihadiri kepala sekolah/madrasah dan dewan
      guru.


            BAB XVI
             SANKSI

            Pasal 206
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah  sesuai
dengan kewenangannya dapat menutup satuan
pendidikan dan/atau program pendidikan yang
menyelenggarakan    pendidikan   tanpa    izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 dan
Pasal 185 ayat (1).


                                       Pasal 207 . . .


                                      www.djpp.depkumham.go.id
- 155 -

                Pasal 207

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah                      sesuai
dengan kewenangannya dapat memberikan sanksi
administratif      berupa      peringatan,       penggabungan,
penundaan atau pembatalan pemberian sumber daya
pendidikan kepada satuan pendidikan, pembekuan,
penutupan satuan pendidikan dan/atau program
pendidikan yang melaksanakan pendidikan yang
tidak     sesuai     dengan         ketentuan      sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 53, Pasal 54, Pasal
55, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 69 ayat (4), Pasal 71
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72, Pasal 81 ayat (6), Pasal
95 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 122 ayat (1), Pasal 131
ayat (5), Pasal 162 ayat (2), dan Pasal 184.


                Pasal 208

(1)     Perseorangan atau kelompok anggota civitas
        akademika           perguruan           tinggi       yang
        melaksanakan kebebasan akademik dan/atau
        otonomi keilmuan yang melanggar ketentuan
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan
        Pasal 92, dikenai sanksi administratif oleh
        pemimpin perguruan tinggi yang bersangkutan
        sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
        undangan.

(2)     Dalam hal pemimpin perguruan tinggi tidak
        mengenakan         sanksi    sebagaimana         dimaksud
        pada ayat (1), Menteri dapat mengenakan sanksi
        kepada pelanggar dan kepada pejabat yang
        tidak     mengenakan          sanksi       sebagaimana
        dimaksud     pada      ayat    (1),     sesuai     dengan
        ketentuan peraturan perundang-undangan.


                                              (3) Perguruan . . .




                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 156 -

(3)   Perguruan tinggi atau unit dari perguruan tinggi
      yang     melaksanakan           kebebasan          akademik
      dan/atau otonomi keilmuan, baik disengaja
      maupun         tidak     disengaja,     yang    melanggar
      ketentuan yang diatur dalam Pasal 91 dan Pasal
      92, dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah
      berupa         teguran      tertulis,     penggabungan,
      pembekuan, penutupan, dan/atau dicabut izin
      penyelenggaraannya.

(4)   Pemerintah         dapat        memberikan            sanksi
      administratif          berupa         teguran       tertulis,
      penggabungan,              pembekuan,              dan/atau
      penutupan              perguruan          tinggi       yang
      melaksanakan dharma perguruan tinggi yang
      tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
      diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.


              Pasal 209

Peserta didik yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam                  Pasal 169 ayat (1)
dikenai     sanksi     administratif      berupa      peringatan,
skorsing,     dan/atau         dikeluarkan        dari      satuan
pendidikan oleh satuan pendidikan.


              Pasal 210

Perseorangan,        kelompok,      atau      organisasi,    yang
menyelenggarakan             pendidikan       nonformal       baik
disengaja maupun tidak disengaja yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
sampai dengan Pasal 115 dapat dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis, penggabungan,
pembekuan, dan/atau penutupan dari Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.

                                                  Pasal 211 . . .



                                                 www.djpp.depkumham.go.id
- 157 -

               Pasal 211

Satuan pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119
ayat (2), Pasal 122, dan Pasal 123 dikenai sanksi
administratif berupa teguran tertulis, penggabungan,
pembekuan, dan/atau penutupan oleh Menteri.


               Pasal 212

(1)   Pendidik yang melalaikan tugas dan tanggung
      jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171
      ayat      (2)      tanpa        alasan      yang       dapat
      dipertanggungjawabkan                dikenai        sanksi
      administratif          sesuai      dengan       ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(2)   Tenaga kependidikan yang melalaikan tugas
      dan/atau kewajibannya sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 173 ayat (2) tanpa alasan yang
      dapat dipertanggungjawabkan dikenai sanksi
      administratif          sesuai      dengan       ketentuan
      peraturan perundang-undangan.

(3)   Pendidik atau tenaga kependidikan                  pegawai
      negeri     sipil       yang      melanggar      ketentuan
      sebagaimana            dimaksud     dalam      Pasal     181
      dikenai sanksi administratif sesuai dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)   Pendidik        atau    tenaga    kependidikan         bukan
      pegawai negeri sipil yang melanggar ketentuan
      sebagaimana            dimaksud     dalam      Pasal     175
      ayat (3) dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian
      kerja atau kesepakatan kerja bersama dan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.



                                        (5) Penyelenggara . . .




                                                www.djpp.depkumham.go.id
- 158 -

(5)   Penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan
      masyarakat         yang        melalaikan       ketentuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3),
      Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 ayat (1),
      Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (1), Pasal 47,
      dan   Pasal        48    ayat     (1)   dikenai       sanksi
      administratif       berupa        peringatan          tertulis
      pertama,    kedua,       dan     ketiga,    apabila     tidak
      diindahkan         dilakukan        pembekuan            oleh
      Pemerintah atau pemerintah daerah                     sesuai
      dengan    kewenangannya     sesuai   dengan
      ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)   Seseorang yang mengangkat, menempatkan,
      memindahkan, atau memberhentikan pendidik
      atau tenaga kependidikan yang bertentangan
      dengan     ketentuan        sebagaimana         dimaksud
      dalam Pasal 175 tanpa alasan yang sah, dikenai
      sanksi administratif berupa teguran tertulis,
      penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan
      kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan,
      pemberhentian           dengan     hormat,      dan/atau
      pemberhentian           dengan    tidak     hormat       dari
      jabatannya.


            Pasal 213

(1)   Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan
      tentang penyelenggaraan pendidikan:

      a. bertaraf         internasional            sebagaimana
         dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) dan
         Pasal 154; atau

      b. berbasis     keunggulan          lokal    sebagaimana
         dimaksud dalam Pasal 157 ayat (2) dan
         Pasal 158 ayat (1);


                                                     dikenai . . .


                                                  www.djpp.depkumham.go.id
- 159 -

      dikenai sanksi administratif berupa teguran
      tertulis pertama, kedua, dan ketiga, penundaan
      atau penghentian subsidi hingga pencabutan
      izin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
      sesuai dengan kewenangannya.

(2)   Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada
      ayat (1) dilakukan setelah diadakan pembinaan
      paling lama 3 (tiga) tahun oleh Pemerintah atau
      pemerintah         daerah      sesuai          dengan
      kewenangannya.


             Pasal 214

(1)   Penyelenggaraan pendidikan di wilayah Negara
      Kesatuan Republik Indonesia oleh perwakilan
      negara asing atau lembaga pendidikan asing
      yang     tidak     sesuai    dengan       ketentuan
      sebagaimana diatur dalam Pasal 160 dan Pasal
      161 ayat (2) sampai dengan ayat (8) dikenai
      sanksi oleh Menteri berupa teguran tertulis
      dan/atau penutupan satuan pendidikan.

(2)   Satuan      pendidikan      negara      lain     yang
      menyelenggarakan      pendidikan     bekerja    sama
      dengan satuan pendidikan di Indonesia yang
      tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 162 ayat (2) dan Pasal
      163 ayat (2)        dikenai sanksi administratif
      berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau
      penutupan satuan pendidikan oleh Menteri,
      gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
      kewenangannya.



                                           (3) Satuan . . .




                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 160 -

(3)   Satuan      pendidikan       Indonesia       yang
      melaksanakan kerja sama pengelolaan dengan
      satuan pendidikan negara lain yang tidak sesuai
      dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 165 ayat (2), Pasal 166 ayat (2), dan
      Pasal 167 ayat (3) dikenai sanksi administratif
      berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau
      penutupan satuan pendidikan oleh Menteri,
      gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
      kewenangannya.

            Pasal 215
Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan
tentang    pengelolaan    pendidikan      sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 53, Pasal
54, Pasal 55 ayat (1), Pasal 57 ayat (1), dan Pasal 58
dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis,
penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan
satuan pendidikan oleh Pemerintah atau atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

            Pasal 216
(1)   Anggota dewan pendidikan atau komite
      sekolah/madrasah yang melanggar ketentuan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198
      dikenai sanksi administratif berupa teguran
      tertulis oleh Pemerintah atau oleh pemerintah
      daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2)   Anggota dewan pendidikan atau komite
      sekolah/madrasah yang dalam menjalankan
      tugasnya melampaui fungsi dan tugas dewan
      pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
      192 ayat (2) dan ayat (4) serta fungsi komite
      sekolah/madrasah    sebagaimana     dimaksud
      dalam Pasal 196 ayat (1) dikenai sanksi
      administratif berupa teguran tertulis oleh
      Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai
      dengan kewenangannya.


                                         BAB XVII . . .


                                        www.djpp.depkumham.go.id
- 161 -

             BAB XVII
      KETENTUAN PERALIHAN


             Pasal 217

Satuan pendidikan yang dinyatakan oleh pendirinya
sebagai sekolah internasional sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga)
tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku, wajib
menyesuaikan menjadi:

a.    satuan     pendidikan     kategori   standar    atau
      katagori mandiri sesuai dengan peraturan yang
      mengatur tentang standar nasional pendidikan;

b.    satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal;

c.    satuan pendidikan bertaraf internasional; atau

d.    satuan pendidikan yang diselenggarakan atas
      dasar kerja sama satuan pendidikan asing
      dengan satuan pendidikan negara Indonesia.


             Pasal 218

(1)    Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
       lembaga pendidikan asing atau badan hukum
       asing yang ada sebelum berlakunya Peraturan
       Pemerintah ini wajib menyesuaikan menjadi
       satuan pendidikan yang diselenggarakan atas
       dasar kerja sama satuan pendidikan asing
       dengan satuan pendidikan negara Indonesia
       sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini, paling
       lambat     3   (tiga)   tahun   sejak    Peraturan
       Pemerintah ini berlaku.




                                           (2) Satuan . . .




                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 162 -

(2)   Satuan pendidikan yang diselenggarakan atas
      dasar kerja sama lembaga pendidikan asing
      atau badan hukum asing dengan lembaga
      pendidikan atau badan hukum di Indonesia
      yang ada sebelum berlakunya Peraturan
      Pemerintah ini, wajib menyesuaikan menjadi
      satuan pendidikan yang diselenggarakan atas
      dasar kerja sama satuan pendidikan asing
      dengan satuan pendidikan negara Indonesia
      sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini, paling
      lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan
      Pemerintah ini berlaku.

            Pasal 219
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku,
semua peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan     pengelolaan   dan      penyelenggaraan
pendidikan   dinyatakan  masih     tetap  berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

            Pasal 220
Pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan,
peraturan pelaksanaan:
a.    Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990
      tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran
      Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
      35, Tambahan Lembaran Negara Republik
      Indonesia Nomor 3411);
b.    Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990
      tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara
      Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36,
      Tambahan     Lembaran     Negara    Republik
      Indonesia Nomor 3412); sebagaimana telah
      diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55
      Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan
      Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 (Lembaran
      Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
      90, Tambahan Lembaran Negara Republik
      Indonesia Nomor 3763);
                                  c. Peraturan . . .




                                      www.djpp.depkumham.go.id
- 163 -

c.   Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990
     tentang     Pendidikan         Menengah     (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
     37,   Tambahan        Lembaran     Negara    Republik
     Indonesia    Nomor      3413);    sebagaimana   telah
     diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56
     Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan
     Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
     91,   Tambahan        Lembaran     Negara    Republik
     Indonesia Nomor 3764);
d.   Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991
     tentang     Pendidikan    Luar     Biasa    (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
     94,   Tambahan        Lembaran     Negara    Republik
     Indonesia Nomor 3460);
e.   Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991
     tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
     95,   Tambahan        Lembaran     Negara    Republik
     Indonesia Nomor 3461);
f.   Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992
     tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68,
     Tambahan            Lembaran      Negara     Republik
     Indonesia     Nomor     3484)    sebagaimana    telah
     diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39
     Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan
     Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
     91,   Tambahan        Lembaran     Negara    Republik
     Indonesia Nomor 3974);



                                        g. Peraturan . . .




                                           www.djpp.depkumham.go.id
- 164 -

g.   Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992
     tentang       Peranserta         Masyarakat      dalam
     Pendidikan          Nasional     (Lembaran      Negara
     Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69,
     Tambahan            Lembaran       Negara     Republik
     Indonesia Nomor 3485);
h.   Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999
     tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 115,
     Tambahan            Lembaran       Negara     Republik
     Indonesia Nomor 3859);
i.   Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999
     tentang Penetapan Perguruan             Tinggi Negeri
     sebagai     Badan      Hukum      (Lembaran     Negara
     Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 116,
     Tambahan            Lembaran       Negara     Republik
     Indonesia Nomor 3860);

masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dan   belum     diganti         berdasarkan        Peraturan
Pemerintah ini.


          BAB XVIII
     KETENTUAN PENUTUP


           Pasal 221

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a.   Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990
     tentang     Pendidikan         Prasekolah    (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
     35, Tambahan Lembaran               Negara    Republik
     Indonesia Nomor 3411);



                                         b. Peraturan . . .




                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 165 -

b.   Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990
     tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36,
     Tambahan            Lembaran      Negara     Republik
     Indonesia Nomor 3412); sebagaimana               telah
     diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55
     Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan
     Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 (Lembaran
     Negara      Republik     Indonesia     Tahun     1998
     Nomor 90, Tambahan Lembaran                    Negara
     Republik Indonesia Nomor 3763);
c.   Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990
     tentang     Pendidikan         Menengah     (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
     37,   Tambahan        Lembaran     Negara    Republik
     Indonesia Nomor 3413); sebagaimana               telah
     diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56
     Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan
     Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 (Lembaran
     Negara      Republik     Indonesia     Tahun     1998
     Nomor 91, Tambahan Lembaran                    Negara
     Republik Indonesia Nomor 3764);
d.   Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991
     tentang     Pendidikan    Luar     Biasa    (Lembaran
     Negara      Republik     Indonesia     Tahun     1991
     Nomor 94, Tambahan Lembaran                    Negara
     Republik Indonesia Nomor 3460);
e.   Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991
     tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor
     95, Tambahan Lembaran              Negara    Republik
     Indonesia Nomor 3461);


                                          f. Peraturan . . .




                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 166 -

f.   Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992
     tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68,
     Tambahan            Lembaran      Negara      Republik
     Indonesia     Nomor      3484)    sebagaimana     telah
     diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39
     Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan
     Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 (Lembaran
     Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
     91, Tambahan Lembaran               Negara    Republik
     Indonesia Nomor 3974);
g.   Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992
     tentang       Peranserta         Masyarakat      dalam
     Pendidikan          Nasional     (Lembaran       Negara
     Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69,
     Tambahan     Lembaran             Negara      Republik
     Indonesia Nomor 3485);
h.   Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999
     tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 115,
     Tambahan     Lembaran             Negara      Republik
     Indonesia Nomor 3859);
i.   Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999
     tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri
     sebagai     Badan      Hukum      (Lembaran      Negara
     Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 116,
     Tambahan            Lembaran      Negara      Republik
     Indonesia Nomor 3860);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


          Pasal 222

Peraturan Pemerintah          ini   mulai   berlaku    pada
tanggal diundangkan.


                                                   Agar . . .


                                            www.djpp.depkumham.go.id
- 167 -

                    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
                    pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
                    penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
                    Indonesia.


                               Ditetapkan di Jakarta
                               pada tanggal 28 Januari 2010

                               PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


                                                ttd.


                               DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Januari 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
          REPUBLIK INDONESIA,


                    ttd.


            PATRIALIS AKBAR


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 23


          Salinan sesuai dengan aslinya
            SEKRETARIAT NEGARA RI
   Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
     Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




                Wisnu Setiawan




                                                       www.djpp.depkumham.go.id
PENJELASAN
                                      ATAS
             PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                         NOMOR 17 TAHUN 2010
                                   TENTANG
           PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN



I.   UMUM


           Visi sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat
     dan     berwibawa     mengisyaratkan         bahwa     pengelolaan       dan
     penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis
     pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
     harus   berlangsung      sinergis.   Visi   sistem   pendidikan      nasional
     dimaksudkan untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia
     agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu
     dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.


           Dalam era globalisasi dan informasi saat ini, keterbukaan telah
     menjadi karakteristik kehidupan yang demokratis, dan hal ini
     membawa dampak pada cepat usangnya kebijakan maupun praksis
     pendidikan. Parameter kualitas pendidikan, baik dilihat dari segi
     pasokan, proses, dan hasil pendidikan selalu berubah. Tanggung
     jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah,
     masyarakat dan orang tua. Oleh sebab itu, pendidikan harus secara
     terus-menerus    perlu    ditingkatkan      kualitasnya,   melalui    sebuah
     pembaruan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pemangku
     kepentingan (stakeholders) agar mampu mempersiapkan generasi
     penerus bangsa sejak dini sehingga memiliki unggulan kompetitif
     dalam tatanan kehidupan nasional dan global.



                                                                       Dunia . . .




                                                                  www.djpp.depkumham.go.id
Dunia pendidikan khususnya dan tantangan masa depan
umumnya telah berubah dan berkembang sedemikian cepatnya.
Untuk mengantisipasi serta merespon perubahan dan perkembangan
tersebut, perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang responsif untuk
memaksimalkan terselenggaranya sistem pendidikan nasional.


      Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan
pengelolaan       dan   penyelenggaraan   pendidikan    perlu   ditetapkan
peraturan perundang-undangan yang mencakupi:

a.   pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi,
     pemerintah     kabupaten/kota,    penyelenggara    pendidikan    yang
     didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan;

b. penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan
     menengah, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal, pendidikan
     jarak jauh, pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus,
     pendidikan     bertaraf   internasional   dan   pendidikan   berbasis
     keunggulan lokal, pendidikan oleh perwakilan negara asing dan
     kerjasama lembaga pendidikan asing dengan lembaga pendidikan
     Indonesia;

c.   penyetaraan pendidikan informal;

d. kewajiban peserta didik;

e.   pendidik dan tenaga kependidikan;

f.   pendirian satuan pendidikan;

g.   peran serta masyarakat;

h. pengawasan; dan

i.   sanksi.




                                                         II. PASAL . . .




                                                           www.djpp.depkumham.go.id
II. PASAL DEMI PASAL

   Pasal 1

         Cukup jelas.

   Pasal 2

         Cukup jelas.

   Pasal 3

         Cukup jelas.

   Pasal 4

         Cukup jelas.

   Pasal 5

         Cukup jelas.

   Pasal 6

         Cukup jelas.

   Pasal 7

         Cukup jelas.

   Pasal 8

         Cukup jelas.

   Pasal 9

         Cukup jelas.




                         Pasal 10 . . .




                        www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 10

     Ayat (1)

           Standar pelayanan minimal merupakan batas minimal
           pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan,
           pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
           pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang
           harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dasar dan
           menengah,      serta   pencapaian    target   pembangunan
           pendidikan nasional.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.

     Ayat (4)

           Yang      dimaksud      dengan      “manajemen      berbasis
           sekolah/madrasah”      adalah    bentuk   otonomi     satuan
           pendidikan. Dalam hal ini, kepala sekolah/madrasah dan
           guru dibantu komite sekolah/madrasah dalam mengelola
           pendidikan.

Pasal 11

     Cukup jelas.

Pasal 12

     Ayat (1)

           Cukup jelas.

     Ayat (2)

           Huruf a

                  Akreditasi program pendidikan dapat dinyatakan
                  dalam bentuk sertifikasi program pendidikan.


                                                            Huruf b . . .


                                                         www.djpp.depkumham.go.id
Huruf b

                 Akreditasi satuan pendidikan dapat dinyatakan
                 dalam bentuk sertifikasi satuan atau unit pelaksana
                 satuan pendidikan.

           Huruf c

                 Cukup jelas.

           Huruf d

                 Cukup jelas.

           Huruf e

                 Cukup jelas.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.

Pasal 13

     Cukup jelas.

Pasal 14

     Ayat (1)

           Potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa meliputi
           bidang    intelektual   umum,   akademik   khusus,   kreatif
           produktif, seni kinestetik, psikososial/kepemimpinan, dan
           psikomotorik/olahraga.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.

     Ayat (4)

           Cukup jelas.

                                                         Pasal 15 . . .




                                                       www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 15

     Cukup jelas.

Pasal 16

     Cukup jelas.

Pasal 17

     Cukup jelas.

Pasal 18

     Cukup jelas.

Pasal 19

     Cukup jelas.

Pasal 20

     Ayat (1)

           Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan pada
           tingkat provinsi dilakukan berdasarkan target tingkat
           partisipasi nasional.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.

Pasal 21

     Cukup jelas.

Pasal 22

     Cukup jelas.

Pasal 23

     Cukup jelas.                                   Pasal 24 . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 24

     Cukup jelas.

Pasal 25

     Cukup jelas.

Pasal 26

     Cukup jelas.

Pasal 27

     Cukup jelas.

Pasal 28

     Cukup jelas.

Pasal 29

     Cukup jelas.

Pasal 30

     Cukup jelas.

Pasal 31

     Ayat (1)

           Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan pada
           tingkat kabupaten/kota dilakukan berdasarkan target
           tingkat partisipasi provinsi dan target tingkat partisipasi
           nasional.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.


                                                         Pasal 32 . . .




                                                       www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 32

     Cukup jelas.

Pasal 33

     Cukup jelas.

Pasal 34

     Cukup jelas.

Pasal 35

     Cukup jelas.

Pasal 36

     Cukup jelas.

Pasal 37

     Cukup jelas.

Pasal 38

     Cukup jelas.

Pasal 39

     Cukup jelas.

Pasal 40

     Cukup jelas.

Pasal 41

     Cukup jelas.

Pasal 42

     Cukup jelas.



                     Pasal 43 . . .




                    www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 43

     Cukup jelas.

Pasal 44

     Cukup jelas.

Pasal 45

     Cukup jelas.

Pasal 46

     Cukup jelas.

Pasal 47

     Cukup jelas.

Pasal 48

     Cukup jelas.

Pasal 49

     Cukup jelas.

Pasal 50

     Cukup jelas.

Pasal 51

     Cukup jelas.

Pasal 52

     Cukup jelas.

Pasal 53

     Cukup jelas.



                     Pasal 54 . . .




                    www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 54

     Cukup jelas.

Pasal 55

     Cukup jelas.

Pasal 56

     Cukup jelas.

Pasal 57

     Cukup jelas.

Pasal 58

     Cukup jelas.

Pasal 59

     Cukup jelas.

Pasal 60

     Cukup jelas.

Pasal 61

     Cukup jelas.

Pasal 62

     Ayat (1)

           Yang dimaksud dengan “bentuk lain yang sederajat” dalam
           ketentuan ini antara lain Bustanul Athfal (BA), Tarbiyatul
           Athfal (TA), Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman
           Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Adi Sekha, dan Pratama
           Widyalaya.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.


                                                         Ayat (3) . . .


                                                      www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (3)

           Cukup jelas.

Pasal 63

     Cukup jelas.

Pasal 64

     Ayat (1)

           Cukup jelas.

     Ayat (2)

           Bentuk diskriminasi, antara lain, pembedaan atas dasar
           pertimbangan   gender,   agama,   etnis,   status   sosial,
           kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental anak.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.

Pasal 65

     Cukup jelas.

Pasal 66

     Ayat (1)

           Cukup jelas.

     Ayat (2)

           Huruf a

                 Program pembelajaran agama dan akhlak mulia
                 pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat
                 dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual
                 peserta didik melalui contoh     pengamalan dari
                 pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari, baik
                 di dalam maupun di luar sekolah sehingga menjadi
                 bagian dari budaya sekolah.

                                                         Huruf b . . .



                                                      www.djpp.depkumham.go.id
Huruf b

      Program pembelajaran sosial dan kepribadian pada
      TK,      RA,   atau    bentuk      lain    yang      sederajat
      dimaksudkan untuk pembentukan kesadaran dan
      wawasan peserta didik atas hak dan kewajibannya
      sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi
      sosial    serta   pemahaman         terhadap        diri   dan
      peningkatan kualitas diri sebagai manusia sehingga
      memiliki rasa percaya diri.

Huruf c

      Program pembelajaran orientasi dan pengenalan
      pengetahuan dan teknologi pada TK, RA, atau
      bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk
      mempersiapkan         peserta    didik    secara    akademik
      memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat
      dengan menekankan pada penyiapan kemampuan
      berkomunikasi dan berlogika melalui berbicara,
      mendengarkan,         pramembaca,         pramenulis       dan
      praberhitung yang harus dilaksanakan secara hati-
      hati, tidak memaksa, dan menyenangkan sehingga
      anak menyukai belajar.

Huruf d

      Program pembelajaran estetika pada TK, RA, atau
      bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk
      meningkatkan             sensitivitas,         kemampuan
      mengekspresikan           diri      dan        kemampuan
      mengapresiasi keindahan dan harmoni                        yang
      terwujud dalam tingkah laku keseharian.




                                                         Huruf e . . .




                                                   www.djpp.depkumham.go.id
Huruf e

                 Program     pembelajaran    jasmani,   olahraga    dan
                 kesehatan pada TK, RA, atau bentuk lain yang
                 sederajat    dimaksudkan      untuk    meningkatkan
                 potensi fisik dan menanamkan sportivitas serta
                 kesadaran hidup sehat dan bersih.

     Ayat (3)

           Huruf a

                 Cukup jelas.

           Huruf b

                 Cukup jelas.

           Huruf c

                 Cukup jelas.

           Huruf d

                 Yang   dimaksud    dengan    “stimulasi   psikososial”
                 dalam ketentuan ini adalah rangsangan pendidikan
                 yang menumbuhkan kepekaan memahami dan
                 bersikap terhadap lingkungan sosial sekitarnya.
                 Misalnya memahami dan bersikap sopan kepada
                 orang tua, saudara, dan teman.

           Huruf e

                 Cukup jelas.

Pasal 67

     Cukup jelas.




                                                           Pasal 68 . . .




                                                        www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 68

     Ayat (1)

           Bentuk lain yang sederajat dengan SD dan MI antara lain
           Paket A, pendidikan diniyah dasar, sekolah dasar teologi
           Kristen (SDTK), adi widyalaya, dan culla sekha.

     Ayat (2)

           Bentuk lain yang sederajat dengan SMP dan MTs antara
           lain Paket B, pendidikan diniyah menengah pertama,
           sekolah   menengah   pertama    teologi   Kristen   (SMPTK),
           madyama vidyalaya (MV), dan majjhima sekha.

Pasal 69

     Cukup jelas.

Pasal 70

     Cukup jelas.

Pasal 71

     Cukup jelas.

Pasal 72

     Cukup jelas.

Pasal 73

     Cukup jelas.

Pasal 74

     Ayat (1)

           Cukup jelas.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.


                                                          Ayat (3) . . .



                                                        www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (3)

           Cukup jelas.

     Ayat (4)

           Cukup jelas.

     Ayat (5)

           Yang dimaksud “tes bakat skolastik (scholastic aptitude
           test)” merupakan tes kemampuan umum anak.

Pasal 75

     Cukup jelas.

Pasal 76

     Cukup jelas.

Pasal 77

     Tujuan     pendidikan    menengah    dalam   ketentuan     pasal    ini
     dimaksudkan dalam rangka mengantarkan peserta didik agar
     mampu      hidup   produktif   dan   beretika   dalam    masyarakat
     majemuk, serta menjadi warga negara yang taat hukum dalam
     konteks kehidupan global yang senantiasa berubah.

Pasal 78

     Ayat (1)

           Bentuk lain yang sederajat dengan SMA dan MA antara
           lain Paket C, pendidikan diniyah menengah atas, sekolah
           menengah teologi Kristen (SMTK), sekolah menengah
           agama    Kristen    (SMAK),    utama   vidyalaya    (UV),    dan
           mahasekha.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.



                                                              Ayat (3) . . .




                                                         www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (3)

           Cukup jelas.

Pasal 79

     Cukup jelas.

Pasal 80

     Ayat (1)

           Penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain yang
           sederajat akan menentukan cakupan mata pelajaran pada
           setiap jenis bidang studi keahlian. Bentuk bidang studi
           keahlian   merupakan   unit   akademik   terkecil   dalam
           pendidikan kejuruan.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.

     Ayat (4)

           Cukup jelas.

     Ayat (5)

           Cukup jelas.

Pasal 81

     Cukup jelas.

Pasal 82

     Cukup jelas.

Pasal 83

     Cukup jelas.



                                                       Pasal 84 . . .



                                                     www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 84

     Ayat (1)

           Cukup jelas.

     Ayat (2)

           Huruf a

                   Cukup jelas.

           Huruf b

                   Termasuk produk ilmu pengetahuan, teknologi,
                   seni, atau olahraga, antara lain, dalam bentuk
                   artikel, desain, paten, atau bahan ajar.

Pasal 85

     Cukup jelas.

Pasal 86

     Cukup jelas.

Pasal 87

     Ayat (1)

           Yang dimaksud dengan “satuan kredit semester” dalam
           ketentuan ini adalah beban belajar mahasiswa dan beban
           kerja    dosen   dalam    sistem   kredit   semester      (SKS).
           Banyaknya SKS yang diberikan untuk mata kuliah atau
           proses pembelajaran lainnya merupakan pengakuan atas
           keberhasilan     usaha    untuk    menyelesaikan       kegiatan
           akademik bersangkutan. Dalam setiap semester, 1 (satu)
           sks sama atau setara dengan 3 (tiga) jam beban belajar
           yang      mencakup     kegiatan    tatap    muka,      kegiatan
           terstruktur, dan kegiatan mandiri untuk kurun waktu
           16 (enam belas) minggu efektif.



                                                               Ayat (2) . . .




                                                         www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (2)

           Dalam setiap semester, 1 (satu) satuan kredit semester
           sama dengan beban studi setiap minggu berupa 1 (satu)
           jam tatap muka, 1 (satu) jam kegiatan terstruktur, dan 1
           (satu) jam kegiatan mandiri untuk kurun waktu 16 (enam
           belas)   minggu   efektif   dengan   16   (enam    belas)   kali
           pertemuan. Satu mata kuliah berbobot 3 (tiga) satuan
           kredit semester berarti sama dengan kegiatan studi 3 (tiga)
           jam tatap muka, 3 (tiga) jam kegiatan terstruktur, dan 3
           (tiga) jam kegiatan mandiri selama 16             (enam belas)
           minggu.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.

     Ayat (4)

           Cukup jelas.

Pasal 88

     Cukup jelas.

Pasal 89

     Cukup jelas.

Pasal 90

     Ayat (1)

           Cukup jelas.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.

     Ayat (3)

           Cukup jelas.



                                                              Ayat (4) . . .




                                                         www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (4)

     Huruf a

           Cukup jelas.

     Huruf b

           Yang dimaksud dengan “program kembaran” dalam
           ketentuan ini adalah program yang dilaksanakan
           secara bersama oleh dua perguruan tinggi atau
           lebih untuk melaksanakan suatu program studi.
           Ijazah    dan   gelar   yang    diberikan     dilakukan
           berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak
           dengan     memperhatikan       berbagai     persyaratan
           pemberian ijazah maupun gelar akademik dari tiap-
           tiap perguruan tinggi dalam rangka pengendalian
           mutu.
           Persetujuan     senat   akademik    dalam      hal    ini
           diperlukan untuk menjamin bahwa kerjasama ini
           telah dikaji dengan baik sebelumnya.

     Huruf c

           Cukup jelas.

     Huruf d

           Cukup jelas.

     Huruf e

           Pertukaran dosen dapat dilakukan antara lain
           melalui program cuti sabatikal (sabatical leave), cuti
           panjang    untuk    mengadakan      penelitian       atau
           mengikuti kursus untuk      menyegarkan ilmu, yang
           tata caranya dapat diatur oleh tiap-tiap perguruan
           tinggi.

     Huruf f

           Cukup jelas.

                                                       Huruf g . . .



                                                     www.djpp.depkumham.go.id
Huruf g

                  Cukup jelas.

           Huruf h

                  Cukup jelas.

           Huruf i

                  Cukup jelas.

           Huruf j

                  Cukup jelas.

     Ayat (5)

           Cukup jelas.

     Ayat (6)

           Cukup jelas.

Pasal 91

     Cukup jelas.

Pasal 92

     Cukup jelas.

Pasal 93

     Ayat (1)

           Yang      dimaksud    dengan    “penelitian   dasar”   dalam
           ketentuan ini adalah penelitian yang berorientasi tentang
           penjelasan fenomena alam (penelitian untuk ilmu) yang
           melandasi      penelitian      terapan    dan      penelitian
           pengembangan.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.



                                                            Ayat (3) . . .




                                                         www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (3)

           Cukup jelas.

     Ayat (4)

           Cukup jelas.

     Ayat (5)

           Cukup jelas.

     Ayat (6)

           Cukup jelas.

     Ayat (7)

           Cukup jelas.

     Ayat (8)

           Cukup jelas.

Pasal 94

     Cukup jelas.

Pasal 95

     Cukup jelas.

Pasal 96

     Cukup jelas.

Pasal 97

     Cukup jelas.

Pasal 98

     Ayat (1)

           Cukup jelas.

     Ayat (2)

           Cukup jelas.


                            Ayat (3) . . .


                          www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (3)

            Cukup jelas.

     Ayat (4)

            Contoh gelar lulusan pendidikan profesi antara lain Ak.
            untuk akuntansi, Apt. untuk apoteker yang ditulis di
            belakang nama yang berhak, dan dr. untuk dokter yang
            ditulis di depan nama yang berhak.

     Ayat (5)

            Cukup jelas.

     Ayat (6)

            Cukup jelas.

Pasal 99

     Cukup jelas.

Pasal 100

     Cukup jelas.

Pasal 101

     Cukup jelas.

Pasal 102

     Ayat (1)

            Pendidikan     nonformal   berfungsi   sebagai   pengganti,
            penambah, dan pelengkap pendidikan formal bagi peserta
            didik yang karena berbagai hal tidak dapat mengikuti
            kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan formal
            atau peserta didik memilih jalur pendidikan nonformal
            untuk memenuhi kebutuhan belajarnya.



                                                              Jenis . . .




                                                        www.djpp.depkumham.go.id
Jenis-jenis pendidikan nonformal yang mempunyai fungsi
            pengganti pendidikan formal, adalah: Program Paket A
            setara SD, Program Paket B setara SMP, dan Program
            Paket   C   setara    SMA   serta   kursus   dan   pelatihan.
            Pendidikan nonformal berfungsi sebagai penambah pada
            pendidikan formal apabila pengetahuan, keterampilan,
            dan sikap yang diperoleh peserta didik pada satuan
            pendidikan formal dirasa belum memadai. Pendidikan
            nonformal berfungsi sebagai pelengkap apabila peserta
            didik pada satuan pendidikan formal merasa perlu untuk
            menambah pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui
            jalur pendidikan nonformal.

     Ayat (2)

            Cukup jelas.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

Pasal 103

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Cukup jelas.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

     Ayat (4)

            Yang dimaksud dengan “lembaga akreditasi lain” seperti
            Lembaga Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja dan Lembaga
            Sertifikasi Profesi

     Ayat (5)

            Cukup jelas.

                                                               Ayat (6). . .



                                                          www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (6)

            Cukup jelas.

     Ayat (7)

            Yang dimaksud dengan “ujian kesetaraan” adalah ujian
            kesetaraan dengan hasil belajar pada akhir pendidikan
            formal.

Pasal 104

     Cukup jelas.

Pasal 105

     Cukup jelas.

Pasal 106

     Cukup jelas.

Pasal 107

     Ayat (1)

            Yang dimaksud dengan “kelompok bermain” adalah salah
            satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur
            pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program
            pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi
            anak usia 2 (dua) sampai 6 (enam) tahun dengan prioritas
            2 (dua) sampai 4 (empat) tahun yang memperhatikan
            aspek kesejahteraan sosial anak.

            Yang dimaksud dengan “taman penitipan anak” adalah
            salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur
            pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program
            pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi
            anak usia nol sampai enam tahun dengan prioritas nol
            sampai    empat   tahun   yang     memperhatikan     aspek
            pengasuhan dan kesejahteraan sosial anak.


                                                           Ayat (2). . .



                                                        www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (2)

            Cukup jelas.

     Ayat (3)

            Yang dimaksud dengan “satuan pendidikan anak usia dini
            jalur pendidikan nonformal yang sejenis” adalah salah
            satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur
            pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program
            pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi
            anak usia nol sampai 6 (enam)               tahun yang dapat
            diselenggarakan dalam bentuk program secara mandiri
            atau terintegrasi dengan berbagai layanan anak usia dini
            dan di lembaga keagamaan yang ada di masyarakat.

Pasal 108

     Ayat (1)

            Kecakapan      personal        mencakupi    kecakapan      dalam
            melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya,
            kecakapan      dalam      pengenalan   terhadap     kondisi   dan
            potensi diri, kecakapan dalam melakukan koreksi diri,
            kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup
            pribadi,   percaya     diri,    kecakapan   dalam   menghadapi
            tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur
            diri.

            Kecakapan sosial          mencakupi kecakapan dalam hidup
            berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
            kecakapan bekerja sama dengan sesama, kecakapan
            dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau
            tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.

            Kecakapan       estetis        mencakupi    kecakapan      dalam
            meningkatkan sensitifitas, kemampuan mengekspresikan,
            dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni.


                                                              Kecakapan . . .




                                                              www.djpp.depkumham.go.id
Kecakapan      kinestetis    mencakupi     kecakapan       dalam
            meningkatkan potensi fisik untuk mempertajam kesiapan,
            gerakan   terbimbing,       gerakan   refleks,   gerakan    yang
            kompleks, dan gerakan improvisasi individu.

            Kecakapan intelektual mencakupi kecakapan terhadap
            penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni
            sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan
            kreatif, kecakapan melakukan penelitian dan percobaan-
            percobaan dengan pendekatan ilmiah.

            Kecakapan vokasional          mencakupi kecakapan dalam
            memilih     bidang     pekerjaan,     mengelola      pekerjaan,
            mengembang profesionalitas dan produktivitas kerja dan
            kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan.

     Ayat (2)

            Cukup jelas.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

     Ayat (4)

            Cukup jelas.

     Ayat (5)

            Cukup jelas.

Pasal 109

     Cukup jelas.

Pasal 110

     Cukup jelas.

Pasal 111

     Cukup jelas.



                                                                Pasal 112 . . .


                                                             www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 112

     Cukup jelas.

Pasal 113

     Cukup jelas.

Pasal 114

     Ayat (1)

            Program   Paket   C   Kejuruan   merupakan     program
            pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan
            kejuruan setara SMK atau MAK.

     Ayat (2)

            Cukup jelas.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

     Ayat (4)

            Cukup jelas.

     Ayat (5)

            Cukup jelas.

     Ayat (6)

            Cukup jelas.

     Ayat (7)

            Cukup jelas.

     Ayat (8)

            Cukup jelas.

     Ayat (9)

            Cukup jelas.



                                                         Ayat (10) . . .



                                                    www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (10)

            Cukup jelas.

     Ayat (11)

            Cukup jelas.

     Ayat (12)

            Cukup jelas.

Pasal 115

     Cukup jelas.

Pasal 116

     Cukup jelas.

Pasal 117

     Cukup jelas.

Pasal 118

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Yang dimaksud dengan “karakteristik terbuka” adalah
            sistem    pendidikan      yang    diselenggarakan    dengan
            fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program.
            Peserta   didik   dapat    belajar   sambil   bekerja,   atau
            mengambil program pendidikan yang berbeda secara
            terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap
            muka atau jarak jauh.

            Yang dimaksud dengan “belajar mandiri” adalah proses
            belajar yang dilakukan peserta didik secara peseorangan
            atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai sumber
            belajar dan mendapat bantuan atau bimbingan belajar
            atau tutorial sesuai kebutuhan.


                                                                Yang . . .

                                                          www.djpp.depkumham.go.id
Yang dimaksud dengan “belajar tuntas” adalah proses
            pembelajaraan          untuk     mencapai         taraf     penguasaan
            kompetensi       (mastery      level)   sesuai     dengan      tuntutan
            kurikulum.       Peserta       didik    dapat     mencapai       tingkat
            penguasaan       kompetensi        yang    dipersyarakan        dengan
            kecepatan yang berbeda-beda. Proses belajar berlangsung
            secara bertahap dan berkelanjutan. Misalnya, seorang
            peserta didik baru dapat menempuh kegiatan belajar
            (learning     tasks)   berikutnya       apabila    telah     menguasai
            kompetensi yang telah disyaratkan dalam kegiatab belajar
            sebelumnya.

Pasal 119

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Huruf a

                   Yang      dimaksud        dengan     “moda         pembelajaran”
                   adalah kerangka konseptual dan operasional yang
                   digunakan untuk mengorganisasikan belajar dan
                   pembelajaran.
                Huruf b
                   Cukup jelas.
                Huruf c
                   Cukup jelas.
                Huruf d
                   Cukup jelas.

       Ayat (3)

                Cukup jelas.

       Ayat (4)

                Cukup jelas.


                                                                      Pasal 120 . . .

                                                                      www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 120

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Yang dimaksud dengan “pengorganisasian pendidikan
            jarak    jauh    modus    tunggal”    adalah   penyelenggaraan
            pendidikan jarak jauh dalam satu satuan pendidikan
            formal pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
            Pada tingkat pendidikan tinggi pengorganisasian modus
            tunggal    adalah     seperti     yang    diselenggarakan       oleh
            Universitas Terbuka di Indonesia, Shukothai Thammathirat
            Open University di Thailand, dan University on the Air di
            China.

     Ayat (3)

            Yang dimaksud dengan “pengorganisasian modus ganda”
            adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh bersamaan
            dengan pendidikan tatap muka pada berbagai jalur,
            jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan tatap muka
            tersebut terikat dengan jadwal waktu dan tempat seperti
            yang berlangsung pada lembaga pendidikan umumnya.

     Ayat (4)

            Yang      dimaksud       dengan     “pengorganisasian        modus
            konsorsium” adalah penyelenggaraan pendidikan jarak
            jauh pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
            oleh     beberapa    satuan     pendidikan     secara     bersama
            (kolaboratif).      Misalnya,     suatu      perguruan        tinggi
            bekerjasama dengan perguruan tinggi lain atau lembaga
            lain dalam bentuk program pendidikan tumpang lapis
            (sandwich) atau kembaran (twinning) jarak jauh, dan
            universitas maya (cyber university).



                                                                    Ayat (5). . .



                                                             www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (5)

            Cukup jelas.

Pasal 121

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Yang dimaksud dengan “pendidikan jarak jauh dengan
            lingkup mata pelajaran atau mata kuliah” adalah suatu
            satuan         pendidikan      yang       menyelenggarakan
            pendidikan      jarak   jauh   hanya   untuk     satu    mata
            pelajaran, misalnya SMA menyelenggarakan pembelajaran
            jarak jauh untuk mata pelajaran bahasa Inggris.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

     Ayat (4)

            Pendidikan jarak jauh dengan lingkup satuan pendidikan
            antara lain pendidikan yang diselenggarakan oleh SMP
            Terbuka   dan     SMA    Terbuka   yang   menyelenggarakan
            pendidikan SMP dan SMA, dan Universitas Terbuka yang
            menyelenggarakan program pendidikan tinggi.

Pasal 122

     Cukup jelas.

Pasal 123

     Cukup jelas.

Pasal 124

     Cukup jelas.


                                                            Pasal 125 . . .




                                                           www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 125

     Ayat (1)

            Huruf a

                  Cukup jelas.

            Huruf b

                  Cukup jelas.

            Huruf c

                  Cukup jelas.

            Huruf d

                  Cukup jelas.

            Huruf e

                  Cukup jelas.

            Huruf f

                  Yang dimaksud dengan “peraturan      perundang-
                  undangan” dalam ketentuan ini, misalnya, Undang-
                  undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,
                  Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
                  Kebebasan Memperoleh Informasi Publik.

     Ayat (2)

            Cukup jelas.

Pasal 126

     Cukup jelas.

Pasal 127

     Cukup jelas.

Pasal 128

     Cukup jelas.


                                                     Pasal 129 . . .



                                                    www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 129

     Cukup jelas.

Pasal 130

     Cukup jelas.

Pasal 131

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Yang dimaksud dengan “menjamin” adalah:
            a. membantu tersedianya sarana dan prasarana serta
                pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan oleh
                peserta didik berkelainan; atau
            b. memberi     sanksi    administratif    kepada    satuan
                pendidikan yang memiliki sumber daya yang tidak
                menerima peserta didik berkelainan.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

     Ayat (4)

            Cukup jelas.

     Ayat (5)

            Cukup jelas.

     Ayat (6)

            Cukup jelas.

     Ayat (7)

            Cukup jelas.

Pasal 132

     Cukup jelas.

                                                         Pasal 133 . . .


                                                        www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 133

     Ayat (1)

            Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk taman
            kanak-kanak luar biasa, antara lain, taman kanak-kanak
            khusus, atau taman kanak-kanak istimewa.

     Ayat (2)

            Huruf a

                  Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk
                  sekolah dasar luar biasa, antara lain, sekolah dasar
                  khusus atau sekolah dasar istimewa.

            Huruf b

                  Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk
                  sekolah menengah pertama luar biasa, antara lain,
                  sekolah menengah pertama khusus atau sekolah
                  menengah pertama istimewa.

     Ayat (3)

            Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah
            menengah atas luar biasa, antara lain, sekolah menengah
            atas khusus atau sekolah menengah atas istimewa.

            Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah
            menengah kejuruan luar biasa, antara lain, sekolah
            menengah kejuruan khusus atau sekolah menengah
            kejuruan istimewa.

     Ayat (4)

            Cukup jelas.

     Ayat (5)

            Cukup jelas.



                                                        Pasal 134 . . .




                                                        www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 134

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan manusia
            untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama.

            Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan manusia
            yang terutama digunakan manusia untuk berhubungan
            dengan mengelola alam.

            Keceredasan emosional merupakan kecerdasan manusia
            yang terutama digunakan untuk mengelola emosi diri
            sendiri dan hubungan dengan orang lain dan masyarakat
            dengan sikap empati.

            Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan manusia yang
            terutama digunakan untuk berhubungan dan bekerja
            sama dengan orang lain dan masyarakat serta hubungan
            antarmanusia.

            Kecerdasan estetik merupakan kecerdasan manusia yang
            berhubungan dengan rasa keindahan, keserasian, dan
            keharmonisan.

            Kecerdasan kinestetik merupakan kecerdasan manusia
            yang berhubungan dengan koordinasi gerak tubuh seperti
            yang dilakukan penari dan atlet.

Pasal 135

     Ayat (1)

            Cukup jelas.




                                                         Ayat (2). . .




                                                    www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (2)

            Huruf a

                  Program percepatan adalah program pembelajaran
                  yang dirancang untuk memberikan kesempatan
                  kepada peserta didik mencapai standar isi dan
                  standar kompetensi lulusan dalam waktu yang
                  lebih singkat dari waktu belajar yang ditetapkan.
                  Misalnya, lama belajar 3 (tiga) tahun pada SMA
                  dapat diselesaikan kurang dari 3 (tiga) tahun.

            Huruf b

                  Program pengayaan adalah program pembelajaran
                  yang dirancang untuk memberikan kesempatan
                  kepada    peserta didik guna mencapai kompetensi
                  lebih luas dan/atau lebih dalam dari pada standar
                  isi dan standar kompetensi lulusan. Misalnya,
                  cakupan    dan   urutan   mata   pelajaran   tertentu
                  diperluas atau diperdalam dengan menambahkan
                  aspek lain seperti moral, etika, aplikasi, dan saling
                  keterkaitan dengan materi lain yang memperluas
                  dan/atau  memperdalam       bidang      ilmu    yang
                  menaungi mata pelajaran tersebut.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

     Ayat (4)

            Cukup jelas.

     Ayat (5)

            Cukup jelas.

Pasal 136

     Cukup jelas.


                                                        Pasal 137 . . .



                                                        www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 137

     Cukup jelas

Pasal 138

     Cukup jelas.

Pasal 139

     Cukup jelas.

Pasal 140

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus pada jalur
            pendidikan formal, antara lain, dalam bentuk:
            a. sekolah atau madrasah kecil;
            b. sekolah atau madrasah terbuka;
            c. pendidikan jarak jauh;
            d. sekolah atau madrasah darurat;
            e. pemindahan peserta didik ke daerah lain; dan/atau
            f. bentuk lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan
               peraturan perundangan-undangan.

Pasal 141

     Cukup jelas.

Pasal 142

     Cukup jelas.

Pasal 143

     Yang dimaksud dengan “negara maju” adalah negara yang
     mempunyai keunggulan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
     dan seni tertentu.

                                                      Pasal 144 . . .


                                                      www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 144

     Cukup jelas.

Pasal 145

     Cukup jelas.

Pasal 146

     Cukup jelas.

Pasal 147

     Cukup jelas.

Pasal 148

     Cukup jelas.

Pasal 149

     Cukup jelas.

Pasal 150

     Cukup jelas.

Pasal 151

     Cukup jelas.

Pasal 152

     Cukup jelas.

Pasal 153

     Cukup jelas.

Pasal 154

     Cukup jelas.




                    Pasal 155 . . .




                    www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 155

     Cukup jelas.

Pasal 156

     Cukup jelas.

Pasal 157

     Cukup jelas.

Pasal 158

     Cukup jelas.

Pasal 159

     Cukup jelas.

Pasal 160

     Cukup jelas.

Pasal 161

     Cukup jelas.

Pasal 162

     Cukup jelas.

Pasal 163

     Ayat (1)

            Sistem   pendidikan   negara   lain   meliputi    kurikulum,
            pembelajaran,    penilaian,    dan/atau          penjenjangan
            pendidikan yang secara resmi berlaku di negaranya.

     Ayat (2)

            Cukup jelas.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

                                                         Pasal 164 . . .


                                                         www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 164

     Cukup jelas.

Pasal 165

     Cukup jelas.

Pasal 166

     Cukup jelas.

Pasal 167

     Cukup jelas.

Pasal 168

     Cukup jelas.

Pasal 169

     Cukup jelas.

Pasal 170

     Cukup jelas.

Pasal 171

     Ayat (1)

            Sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya antara
            lain pamong pendidikan anak usia dini, guru pembimbing
            khusus, dan narasumber teknis.

     Ayat (2)

            Huruf a

                  Cukup jelas.

            Huruf b

                  Cukup jelas.



                                                       Huruf c . . .



                                                    www.djpp.depkumham.go.id
Huruf c

                   Konselor   dalam   ketentuan   ini   termasuk   guru
                   bimbingan dan konseling.

            Huruf d

                   Cukup jelas.

            Huruf e

                   Cukup jelas.

            Huruf f

                   Cukup jelas.

            Huruf g

                   Cukup jelas.

            Huruf h

                   Cukup jelas.

            Huruf i

                   Cukup jelas.

            Huruf j

                   Cukup jelas.

            Huruf k

                   Cukup jelas.

Pasal 172

     Cukup jelas

Pasal 173

     Cukup jelas.

Pasal 174

     Cukup jelas.


                                                         Pasal 175 . . .



                                                         www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 175

     Cukup jelas.

Pasal 176

     Cukup jelas.

Pasal 177

     Cukup jelas.

Pasal 178

     Cukup jelas

Pasal 179

     Cukup jelas.

Pasal 180

     Cukup jelas.

Pasal 181

     Huruf a

            Cukup jelas.

     Huruf b

            Apabila pendidik merasa bahwa peserta didik memerlukan
            pembelajaran tambahan, dengan kebutuhan itu dipenuhi
            melalui program remedial sesuai ketentuan kurikulum
            yang berlaku.

     Huruf c

            Cukup jelas.

     Huruf d

            Cukup jelas.



                                                     Pasal 182 . . .




                                                    www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 182

     Cukup jelas.

Pasal 183

     Cukup jelas.

Pasal 184

     Cukup jelas.

Pasal 185

     Cukup jelas.

Pasal 186

     Cukup jelas.

Pasal 187

     Cukup jelas.

Pasal 188

     Ayat (1)

            Masyarakat yang berperan serta, antara lain, orang tua
            atau wali peserta didik, keluarga peserta didik, komunitas
            di sekitar satuan pendidikan, organisasi profesi pendidik,
            organisasi orang tua atau wali peserta didik, organ
            representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan
            seperti komite sekolah/madrasah dan majelis wali amanah
            perguruan tinggi, dewan pendidikan, organisasi profesi
            lain, lembaga usaha, organisasi kemasyarakatan, serta
            orang, lembaga, atau organisasi lain yang relevan.

     Ayat (2)

            Cukup jelas.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.


                                                           Ayat (4) . . .

                                                        www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (4)

            Cukup jelas

     Ayat (5)

            Cukup jelas.

Pasal 189

     Ayat (1)

            Cukup jelas.

     Ayat (2)

            Satu satuan pendidikan dapat memiliki kekhasan agama,
            lingkungan sosial, dan budaya sekaligus. Kekhasan agama
            satuan pendidikan dapat berupa pendidikan umum yang
            diselenggarakan    oleh    kelompok       agama       tertentu;
            pendidikan umum yang menyelenggarakan pendidikan
            umum dan ilmu agama seperti MI, MTs, dan MA; atau
            pendidikan     keagamaan      seperti   pendidikan    diniyah,
            pesantren, pabbajja samanera, dan bentuk lain yang
            sejenis. Pendidikan dengan kekhasan lingkungan sosial
            dan budaya merupakan muatan pendidikan dan/atau
            pendekatan     pembelajaran     yang    disesuaikan    dengan
            kebutuhan dan potensi sosial dan budaya setempat.

Pasal 190

     Cukup jelas.

Pasal 191

     Cukup jelas.

Pasal 192

     Cukup jelas.

Pasal 193

     Cukup jelas.


                                                           Pasal 194 . . .
                                                          www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 194

     Cukup jelas.

Pasal 195

     Cukup jelas.

Pasal 196

     Cukup jelas.

Pasal 197

     Ayat (1)

            Komposisi      keanggotaan   komite   sekolah/madrasah,
            misalnya, perwakilan orang tua/wali peserta didik, hanya
            memenuhi 40% (empat puluh persen), sehingga unsur
            perwakilan tokoh masyarakat berjumlah 30% (tiga puluh
            persen) dan pakar pendidikan berjumlah 30% (tiga puluh
            persen).

            Apabila perwakilan orang tua/wali peserta didik sudah
            memenuhi 50% (lima puluh persen), unsur perwakilan
            tokoh masyarakat dapat berjumlah 25% (dua puluh lima
            persen) dan pakar pendidikan berjumlah 25% (dua puluh
            lima persen), atau tokoh masyarakat berjumlah 30% (tiga
            puluh persen) dan pakar pendidikan berjumlah 20% (dua
            puluh persen), atau tokoh masyarakat berjumlah 20%
            (dua puluh persen) dan pakar pendidikan berjumlah 30%
            (tiga puluh persen).

     Ayat (2)

            Cukup jelas.

     Ayat (3)

            Cukup jelas.

     Ayat (4)

            Cukup jelas.



                                                         Ayat (5) . . .
                                                      www.djpp.depkumham.go.id
Ayat (5)

            Cukup jelas.

     Ayat (6)

            Cukup jelas.

     Ayat (7)

            Cukup jelas.

Pasal 198

     Cukup jelas.

Pasal 199

     Cukup jelas.

Pasal 200

     Cukup jelas.

Pasal 201

     Cukup jelas.

Pasal 202

     Cukup jelas.

Pasal 203

     Cukup jelas.

Pasal 204

     Cukup jelas.

Pasal 205

     Cukup jelas.




                           Pasal 206 . . .




                             www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 206

     Cukup jelas.

Pasal 207

     Cukup jelas.

Pasal 208

     Cukup jelas.

Pasal 209

     Cukup jelas.

Pasal 210

     Cukup jelas.

Pasal 211

     Cukup jelas.

Pasal 212

     Cukup jelas.

Pasal 213

     Cukup jelas.

Pasal 214

     Cukup jelas.

Pasal 215

     Cukup jelas.

Pasal 216

     Cukup jelas.



                    Pasal 217 . . .




                    www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 217

       Cukup jelas.

  Pasal 218

       Cukup jelas.

  Pasal 219

       Cukup jelas.

  Pasal 220

       Cukup jelas.

  Pasal 221

       Cukup jelas.

  Pasal 222

       Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5105




                                             www.djpp.depkumham.go.id

More Related Content

PDF
Pp 17 2010 ttg pengelolaan & penyelenggaraan pendidikan
PDF
Pp no 66 tahun 2010 pengelolaan pendidikan nas
PDF
Pp no.-66-2010-tentang-perubahan-atas-pp-no.-17-tahun-2010
PDF
Pedoman pengelolaan sekolah dan penyelenggaraan pendidikan
PDF
Pp17 2010-pengelolaan penyelenggaraanpendidikan
PDF
Pp 17-tahun-2010- ii-
PDF
Pp no. 66 tahun 2010
PDF
Pp 74 tentang guru 1
Pp 17 2010 ttg pengelolaan & penyelenggaraan pendidikan
Pp no 66 tahun 2010 pengelolaan pendidikan nas
Pp no.-66-2010-tentang-perubahan-atas-pp-no.-17-tahun-2010
Pedoman pengelolaan sekolah dan penyelenggaraan pendidikan
Pp17 2010-pengelolaan penyelenggaraanpendidikan
Pp 17-tahun-2010- ii-
Pp no. 66 tahun 2010
Pp 74 tentang guru 1

Viewers also liked (20)

PDF
Várias línguas da Guiné
PPT
transexual festival
PDF
World Bloggers & Social Media Summit 2011 - Brochure
PPTX
Proposal bahasa rusia
PPTX
Cash on delivery - Innovative financing to achieve sustainability in the
PDF
Kebijakan target capaian apk perguruan tinggi
PPTX
Ferdinand Porsche
PPTX
A dynamic relationship in Bedouin communities of Israel, Jordan and the West ...
PPTX
10 ways to turn a good paper into a great one
PDF
LIVRO DE POESIA: O FINAL FELIZ DE PUNK RATO
PPTX
Design Cycle Criteria
 
KEY
S sipad adoption
PPT
Peter the Great
PPTX
Usługi konsultingowe w segmencie e-travel
PPTX
In Search of Sustainability: looking for sustainability through ex post evalu...
PDF
Css schema by_sofish
PDF
Deloitte Compendium Regulatory Risk Report
PDF
Jovem guarda os incriveis
PPT
Tve of taiwan
PPT
Retirement Plan Capabilities Presentation
Várias línguas da Guiné
transexual festival
World Bloggers & Social Media Summit 2011 - Brochure
Proposal bahasa rusia
Cash on delivery - Innovative financing to achieve sustainability in the
Kebijakan target capaian apk perguruan tinggi
Ferdinand Porsche
A dynamic relationship in Bedouin communities of Israel, Jordan and the West ...
10 ways to turn a good paper into a great one
LIVRO DE POESIA: O FINAL FELIZ DE PUNK RATO
Design Cycle Criteria
 
S sipad adoption
Peter the Great
Usługi konsultingowe w segmencie e-travel
In Search of Sustainability: looking for sustainability through ex post evalu...
Css schema by_sofish
Deloitte Compendium Regulatory Risk Report
Jovem guarda os incriveis
Tve of taiwan
Retirement Plan Capabilities Presentation
Ad

Similar to Pp 17 tahun 2010 (20)

PDF
Pp no 66 tahun 2010 pengelolaan pendidikan nas
PDF
Pp no 66 tahun 2010 pengelolaan pendidikan nas
PDF
Www.pendis.kemenag.go.id file dokumen_pp_no17th2010
PDF
PP 17 Tahun 2010.pdf
PDF
Pp17 2010-pengelolaan penyelenggaraan pendidikan
PDF
Pp no 74 tahun 2008 tentang guru
PDF
PP No. 74 Th. 2008 Ttg Guru
PDF
5. pp no.74 tahun 2008 tentang guru (pdf)
PDF
Pp no 74 tahun 2008 tentang guru
PDF
Pp74 tahun2008
DOCX
Draft revisi pp no. 74 tahun 2008 03 12-2012
PDF
Bahan uji-publik-draf-revisi-pp-74-ttg-guru-
PDF
Uu 09 2009
PDF
Uu 09 2009
PDF
Uu 02 1989
DOCX
Sistem pendidikan nasional ditetapkan melalui undang
PDF
Uu no 20_th_2003 sisdiknas
DOC
5. pendidikan
PDF
1. Sisdiknas uu no.20 tahun 2003 (pdf)
PDF
3. pp no.19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional (pdf)
Pp no 66 tahun 2010 pengelolaan pendidikan nas
Pp no 66 tahun 2010 pengelolaan pendidikan nas
Www.pendis.kemenag.go.id file dokumen_pp_no17th2010
PP 17 Tahun 2010.pdf
Pp17 2010-pengelolaan penyelenggaraan pendidikan
Pp no 74 tahun 2008 tentang guru
PP No. 74 Th. 2008 Ttg Guru
5. pp no.74 tahun 2008 tentang guru (pdf)
Pp no 74 tahun 2008 tentang guru
Pp74 tahun2008
Draft revisi pp no. 74 tahun 2008 03 12-2012
Bahan uji-publik-draf-revisi-pp-74-ttg-guru-
Uu 09 2009
Uu 09 2009
Uu 02 1989
Sistem pendidikan nasional ditetapkan melalui undang
Uu no 20_th_2003 sisdiknas
5. pendidikan
1. Sisdiknas uu no.20 tahun 2003 (pdf)
3. pp no.19 tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional (pdf)
Ad

More from gatothp (20)

PDF
Paparan Beban Kerja GTK
PDF
Skema sertifikasi kkni travel agencies 2014
PDF
Skema sertifikasi kkni tour operation 2014
PDF
Skema sertifikasi kkni housekeeping 2014
PDF
Skema sertifikasi kkni front office 2014
PDF
Skema sertifikasi kkni food and beverage services 2014
PDF
Skema sertifikasi kkni food production 2014
PDF
Skema okupasi travel agencies 2015
PDF
Skema okupasi tour operation 2015
PDF
Skema okupasi housekeeping 2015
PDF
Skema okupasi front office 2015
PDF
Skema okupasi food production 2015
PDF
Skema okupasi food and beverage service 2015
PDF
Mra tourism professionals_bw
PPTX
SPADA (Sistem Pembelajaran Dalam Jaringan)
PPTX
Usulan pemikiran 5.000.000 lulusan vokasi menjadi tenaga profesional di Asia ...
PDF
How to use WebEx Meeting
PDF
Agenda
PDF
Undangan untuk Mitra SEAMOLEC
PDF
Undangan untuk Politeknik se Indonesia
Paparan Beban Kerja GTK
Skema sertifikasi kkni travel agencies 2014
Skema sertifikasi kkni tour operation 2014
Skema sertifikasi kkni housekeeping 2014
Skema sertifikasi kkni front office 2014
Skema sertifikasi kkni food and beverage services 2014
Skema sertifikasi kkni food production 2014
Skema okupasi travel agencies 2015
Skema okupasi tour operation 2015
Skema okupasi housekeeping 2015
Skema okupasi front office 2015
Skema okupasi food production 2015
Skema okupasi food and beverage service 2015
Mra tourism professionals_bw
SPADA (Sistem Pembelajaran Dalam Jaringan)
Usulan pemikiran 5.000.000 lulusan vokasi menjadi tenaga profesional di Asia ...
How to use WebEx Meeting
Agenda
Undangan untuk Mitra SEAMOLEC
Undangan untuk Politeknik se Indonesia

Pp 17 tahun 2010

  • 1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (4), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 20 ayat (4), Pasal 21 ayat (7), Pasal 24 ayat (4), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (7), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (6), Pasal 31 ayat (4), Pasal 32 ayat (3), Pasal 41 ayat (4), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 50 ayat (7), Pasal 51 ayat (3), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (3), Pasal 55 ayat (5), Pasal 56 ayat (4), Pasal 62 ayat (4), Pasal 65 ayat (5), dan Pasal 66 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN. BAB I . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 2. -2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 2. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 3. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. 4. Taman Kanak-kanak, yang selanjutnya disingkat TK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 5. Raudhatul . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 3. -3- 5. Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. 6. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. 7. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat. 8. Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar. 9. Madrasah Ibtidaiyah, yang selanjutnya disingkat MI, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar. 10. Sekolah . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 4. -4- 10. Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI. 11. Madrasah Tsanawiyah, yang selanjutnya disingkat MTs, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI. 12. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yang sederajat. 13. Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP atau MTs. 14. Madrasah Aliyah, yang selanjutnya disingkat MA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 15. Sekolah . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 5. -5- 15. Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 16. Madrasah Aliyah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat MAK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs. 17. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. 18. Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. 19. Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 20. Institut adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 21. Universitas . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 6. -6- 21. Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau pendidikan vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. 22. Program studi adalah unsur pelaksana akademik yang menyelenggarakan dan mengelola jenis pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam sebagian atau satu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga tertentu. 23. Jurusan atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumber daya pendukung program studi dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. 24. Fakultas atau nama lain yang sejenis adalah himpunan sumber daya pendukung, yang dapat dikelompokkan menurut jurusan, yang menyelenggarakan dan mengelola pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam satu rumpun disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. 25. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. 26. Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan. 27. Kurikulum . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 7. -7- 27. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. 28. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan pada perguruan tinggi dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 29. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi. 30. Sivitas akademika adalah komunitas dosen dan mahasiswa pada perguruan tinggi. 31. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. 32. Kelompok belajar adalah satuan pendidikan nonformal yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang saling membelajarkan pengalaman dan kemampuan dalam rangka meningkatkan mutu dan taraf kehidupannya. 33. Pusat kegiatan belajar masyarakat adalah satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan berbagai kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat atas dasar prakarsa dari, oleh, dan untuk masyarakat. 34. Pendidikan berbasis keunggulan lokal adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. 35. Pendidikan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 8. -8- 35. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan setelah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. 36. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 37. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain. 38. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. 39. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. 40. Organisasi profesi adalah kumpulan anggota masyarakat yang memiliki keahlian tertentu yang berbadan hukum dan bersifat nonkomersial. 41. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan. 42. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. 43. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional. 44. Pemerintah . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 9. -9- 44. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. 45. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota. 46. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional. BAB II PENGELOLAAN PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 2 Pengelolaan pendidikan dilakukan oleh: a. Pemerintah; b. pemerintah provinsi; c. pemerintah kabupaten/kota; d. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; dan e. satuan atau program pendidikan. Pasal 3 Pengelolaan pendidikan ditujukan untuk menjamin: a. akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau; b. mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat; dan c. efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan. Pasal 4 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 10. - 10 - Pasal 4 Pengelolaan pendidikan didasarkan pada kebijakan nasional bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Pasal 5 Menteri bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional serta merumuskan dan/atau menetapkan kebijakan nasional pendidikan. Pasal 6 (1) Kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang; b. rencana pembangunan jangka menengah; c. rencana strategis pendidikan nasional; d. rencana kerja Pemerintah; e. rencana kerja dan anggaran tahunan; dan f. ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan. (2) Kebijakan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pelaksanaan strategi pembangunan nasional yang meliputi: a. pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; b. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; c. proses . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 11. - 11 - c. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; d. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; e. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; f. penyediaan sarana belajar yang mendidik; g. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; h. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; i. pelaksanaan wajib belajar; j. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; k. pemberdayaan peran masyarakat; l. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan m. pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. (3) Kebijakan nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. Kementerian; b. Kementerian Agama; c. kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan satuan pendidikan; d. pemerintah provinsi; e. pemerintah kabupaten/kota; f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat; g. satuan atau program pendidikan; h. dewan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 12. - 12 - h. dewan pendidikan; i. komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis; j. peserta didik; k. orang tua/wali peserta didik; l. pendidik dan tenaga kependidikan; m. masyarakat; dan n. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di Indonesia. (4) Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. (5) Pengalokasian anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikonsolidasikan oleh Menteri. Pasal 7 Pemerintah mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan secara nasional. Pasal 8 (1) Menteri menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat nasional. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 13. - 13 - (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 9 (1) Menteri menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat nasional yang meliputi: a. antarprovinsi; b. antarkabupaten; c. antarkota; d. antara kabupaten dan kota; dan e. antara laki-laki dan perempuan. (2) Menteri menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 10 (1) Menteri menetapkan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan masing-masing untuk: a. pemerintah daerah; atau b. satuan atau program pendidikan. (3) Standar . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 14. - 14 - (3) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk pemerintah daerah merupakan syarat awal yang harus dipenuhi untuk: a. mencapai target tingkat partisipasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 secara bertahap; dan b. menyelenggarakan atau memfasilitasi penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap. (4) Standar pelayanan minimal bidang pendidikan untuk satuan pendidikan ditetapkan sebagai syarat awal yang harus dipenuhi dalam mencapai Standar Nasional Pendidikan secara bertahap dengan menerapkan otonomi satuan pendidikan atau manajemen berbasis sekolah/madrasah. Pasal 11 Menteri menetapkan Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Pemerintah melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. (3) Akreditasi . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 15. - 15 - (3) Akreditasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diselenggarakan dan/atau difasilitasi oleh Pemerintah atau masyarakat didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan. Pasal 13 (1) Pemerintah mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional. (3) Pemerintah memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 14 (1) Pemerintah melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 16. - 16 - (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 15 Menteri menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. Kementerian; b. Kementerian Agama; c. kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan program dan/atau satuan pendidikan; d. pemerintah provinsi; e. pemerintah kabupaten/kota; f. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat; dan g. satuan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 17. - 17 - g. satuan atau program pendidikan. Pasal 16 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional, Kementerian mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan nasional berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh jejaring informasi nasional yang terhubung dengan sistem informasi pendidikan di kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan pendidikan, sistem informasi pendidikan di semua provinsi, dan sistem informasi pendidikan di semua kabupaten/kota. (3) Sistem informasi pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan. Bagian Ketiga Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi Pasal 17 Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya. Pasal 18 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 18. - 18 - Pasal 18 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang provinsi; b. rencana pembangunan jangka menengah provinsi; c. rencana strategis pendidikan provinsi; d. rencana kerja pemerintah provinsi; e. rencana kerja dan anggaran tahunan provinsi; f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan g. peraturan gubernur di bidang pendidikan. (3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah provinsi; b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di provinsi yang bersangkutan; d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang bersangkutan; e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi yang bersangkutan; g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan; h. orang . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 19. - 19 - h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang bersangkutan; i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang bersangkutan; j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi yang bersangkutan. (4) Pemerintah provinsi mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di provinsi yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 19 Pemerintah provinsi mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di provinsi yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. Pasal 20 (1) Gubernur menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat provinsi. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 20. - 20 - (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 21 (1) Gubernur menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi yang meliputi: a. antarkabupaten; b. antarkota; c. antara kabupaten dan kota; dan d. antara laki-laki dan perempuan. (2) Gubernur menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 22 Gubernur melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 (1) Pemerintah provinsi melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 21. - 21 - (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah provinsi mengoordinasikan dan memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 24 (1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Pemerintah provinsi menyelenggarakan, mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dirintis dan dikembangkan menjadi bertaraf internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemerintah provinsi memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 22. - 22 - (4) Pemerintah provinsi memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 25 (1) Pemerintah provinsi melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah provinsi menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah provinsi memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 26 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 23. - 23 - Pasal 26 Gubernur menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah provinsi; b. pemerintah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; c. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di provinsi yang bersangkutan; d. satuan atau program pendidikan di provinsi yang bersangkutan; e. dewan pendidikan di provinsi yang bersangkutan; f. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di provinsi yang bersangkutan; g. peserta didik di provinsi yang bersangkutan; h. orang tua/wali peserta didik di provinsi yang bersangkutan; i. pendidik dan tenaga kependidikan di provinsi yang bersangkutan; j. masyarakat di provinsi yang bersangkutan; dan k. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di provinsi yang bersangkutan. Pasal 27 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di daerah, pemerintah provinsi mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan provinsi berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 24. - 24 - (3) Sistem informasi pendidikan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah provinsi. Bagian Keempat Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 28 Bupati/walikota bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di daerahnya dan merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai kewenangannya. Pasal 29 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 17, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang kabupaten/kota; b. rencana pembangunan jangka menengah kabupaten/kota; c. rencana strategis pendidikan kabupaten/kota; d. rencana kerja pemerintah kabupaten/kota; e. rencana kerja dan anggaran tahunan kabupaten/kota; f. peraturan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 25. - 25 - f. peraturan daerah di bidang pendidikan; dan g. peraturan bupati/walikota di bidang pendidikan. (3) Kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota; b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan; f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/ kota yang bersangkutan; h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan. (4) Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di kabupaten/kota yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel sesuai dengan kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pasal 30 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 26. - 26 - Pasal 30 Pemerintah kabupaten/kota mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai kebijakan daerah bidang pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. Pasal 31 (1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat partisipasi pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan yang harus dicapai pada tingkat kabupaten/kota. (2) Target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenuhi melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. (3) Dalam memenuhi target tingkat partisipasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota mengutamakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan melalui jalur pendidikan formal. Pasal 32 (1) Bupati/walikota menetapkan target tingkat pemerataan partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota yang meliputi: a. antarkecamatan atau sebutan lain yang sejenis; b. antardesa/kelurahan atau sebutan lain yang sejenis; dan c. antara laki-laki dan perempuan. (2) Bupati . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 27. - 27 - (2) Bupati/walikota menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 33 Bupati/walikota melaksanakan dan mengoordinasikan pelaksanaan standar pelayanan minimal bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 (1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di daerahnya dengan berpedoman pada kebijakan nasional pendidikan, kebijakan provinsi bidang pendidikan, dan Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota berkoordinasi dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 35 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 28. - 28 - Pasal 35 (1) Pemerintah kabupaten/kota mengakui, memfasilitasi, membina, dan melindungi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan program dan/atau satuan pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi program dan/atau satuan pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (3) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi akreditasi internasional program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi sertifikasi internasional pada program dan/atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 36 (1) Pemerintah kabupaten/kota melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik di daerahnya yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 29. - 29 - (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur dan berjenjang kompetisi di bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Pemerintah kabupaten/kota memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pasal 37 Bupati/walikota menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. semua jajaran pemerintah kabupaten/kota; b. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; c. satuan atau program pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; d. dewan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. komite . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 30. - 30 - e. komite sekolah atau nama lain yang sejenis di kabupaten/kota yang bersangkutan; f. peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; g. orang tua/wali peserta didik di kabupaten/kota yang bersangkutan; h. pendidik dan tenaga kependidikan di kabupaten/ kota yang bersangkutan; i. masyarakat di kabupaten/kota yang bersangkutan; dan j. pihak lain yang terkait dengan pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan. Pasal 38 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di daerah, pemerintah kabupaten/kota mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan kabupaten/kota berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan pendidikan pada semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan sesuai kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Bagian Kelima . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 31. - 31 - Bagian Kelima Pengelolaan Pendidikan oleh Penyelenggara Satuan Pendidikan yang didirikan Masyarakat Pasal 39 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan pada tingkat penyelenggara satuan. Pasal 40 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, dan Pasal 28, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam peraturan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. (3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pedoman bagi: a. penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat yang bersangkutan; b. satuan atau program pendidikan yang terkait; c. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang terkait; d. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang terkait; e. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang terkait; f. pendidik . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 32. - 32 - f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang terkait; dan g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang terkait. (4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional pada tingkat satuan atau program pendidikan yang terkait dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Pasal 41 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengarahkan, membimbing, menyupervisi, mengawasi, mengoordinasi, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan satuan atau program pendidikan yang terkait sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 42 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan, bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 43 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menjamin pelaksanaan standar pelayanan minimal pendidikan pada satuan atau program pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 44 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 33. - 33 - Pasal 44 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat melakukan dan/atau memfasilitasi penjaminan mutu pendidikan di satuan atau program pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan/atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 45 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi, membina, dan melindungi satuan atau program pendidikan yang bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelenggara . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 34. - 34 - (2) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat melaksanakan dan/atau memfasilitasi perintisan satuan atau program pendidikan yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (3) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi akreditasi internasional satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi sertifikasi internasional pada satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Pasal 46 (1) Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memfasilitasi pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi secara teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan dalam bidang: a. ilmu . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 35. - 35 - a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembinaan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyelenggaraan dan fasilitasi kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. Pasal 47 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang merupakan pedoman bagi: a. penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat yang bersangkutan; b. satuan dan/atau program pendidikan; c. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan dan/atau program pendidikan; d. peserta didik satuan dan/atau program pendidikan; e. orang tua/wali peserta didik di satuan dan/atau program pendidikan; f. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan dan/atau program pendidikan; dan g. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan. Pasal 48 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 36. - 36 - Pasal 48 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada satuan dan/atau program pendidikan. Bagian Keenam Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan atau Program Pendidikan Pasal 49 (1) Pengelolaan satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. (2) Pengelolaan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 37. - 37 - (2) Pengelolaan satuan atau program pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan. Pasal 50 Satuan atau program pendidikan wajib bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan nasional di satuan atau program pendidikannya serta merumuskan dan menetapkan kebijakan pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Pasal 51 (1) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 merupakan penjabaran dari kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah dituangkan dalam: a. rencana kerja tahunan satuan pendidikan; b. anggaran pendapatan dan belanja tahunan satuan pendidikan; dan c. peraturan satuan atau program pendidikan. (3) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh perguruan tinggi dituangkan dalam: a. rencana pembangunan jangka panjang perguruan tinggi; b. rencana strategis perguruan tinggi; c. rencana kerja tahunan perguruan tinggi; d. anggaran . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 38. - 38 - d. anggaran pendapatan dan belanja tahunan perguruan tinggi; e. peraturan pemimpin perguruan tinggi; dan f. peraturan pimpinan perguruan tinggi lain. (4) Kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengikat bagi: a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; b. lembaga representasi pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; c. peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan. (5) Kebijakan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penjabaran dan selaras dengan: a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; b. kebijakan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; c. kebijakan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan d. kebijakan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 39. - 39 - d. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. (6) Kebijakan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan penjabaran dan selaras dengan: a. kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan b. kebijakan penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. (7) Satuan atau program pendidikan mengalokasikan anggaran pendidikan agar sistem pendidikan nasional di satuan dan/atau program pendidikan yang bersangkutan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Pasal 52 Satuan atau program pendidikan mengelola pendidikan sesuai dengan kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 53 Satuan atau program pendidikan sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan kebijakan untuk menjamin peserta didik memperoleh akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang orang tua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, peserta didik pendidikan khusus, dan/atau peserta didik di daerah khusus. Pasal 54 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 40. - 40 - Pasal 54 Satuan atau program pendidikan wajib menjamin terpenuhinya standar pelayanan minimal bidang pendidikan. Pasal 55 (1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan dengan berpedoman pada kebijakan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 17, Pasal 28, dan/atau Pasal 39, serta Standar Nasional Pendidikan. (2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, atau pendidikan menengah bekerja sama dengan unit pelaksana teknis Pemerintah yang melaksanakan tugas penjaminan mutu pendidikan. (3) Dalam rangka penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), satuan atau program pendidikan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengikuti: a. akreditasi program pendidikan; b. akreditasi satuan pendidikan; c. sertifikasi kompetensi peserta didik; d. sertifikasi kompetensi pendidik; dan/atau e. sertifikasi kompetensi tenaga kependidikan. Pasal 56 (1) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat merintis dirinya untuk dikembangkan menjadi satuan atau program pendidikan bertaraf internasional dan/atau berbasis keunggulan lokal. (2) Satuan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 41. - 41 - (2) Satuan atau program pendidikan yang telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dapat mengikuti akreditasi dan/atau sertifikasi internasional satuan atau program pendidikan. Pasal 57 (1) Satuan atau program pendidikan wajib melakukan pembinaan berkelanjutan kepada peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mencapai prestasi puncak di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga pada tingkat satuan pendidikan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, dan internasional. (2) Untuk menumbuhkan iklim kompetitif yang kondusif bagi pencapaian prestasi puncak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satuan dan/atau program pendidikan melakukan secara teratur kompetisi di satuan atau program pendidikan dalam bidang: a. ilmu pengetahuan; b. teknologi; c. seni; dan/atau d. olahraga. (3) Satuan atau program pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang meraih prestasi puncak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan satuan atau program pendidikan. Pasal 58 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 42. - 42 - Pasal 58 Satuan atau program pendidikan wajib menetapkan kebijakan tata kelola pendidikan untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan yang mengikat: a. satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; b. lembaga representasi pemangku kepentingan pendidikan pada satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; c. peserta didik satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; d. orang tua/wali peserta didik di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; e. pendidik dan tenaga kependidikan di satuan atau program pendidikan yang bersangkutan; dan f. pihak lain yang terikat dengan satuan atau program pendidikan yang bersangkutan. Pasal 59 (1) Dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan, satuan dan/atau program pendidikan mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Sistem informasi pendidikan satuan atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subsistem dari sistem informasi pendidikan nasional. (3) Sistem informasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) memberikan akses informasi administrasi pendidikan dan akses sumber pembelajaran kepada pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik. BAB III . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 43. - 43 - BAB III PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN FORMAL Bagian Kesatu Umum Pasal 60 Penyelenggaraan pendidikan formal meliputi: a. pendidikan anak usia dini; b. pendidikan dasar; c. pendidikan menengah; dan d. pendidikan tinggi. Bagian Kedua Pendidikan Anak Usia Dini Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 61 (1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. (2) Pendidikan anak usia dini bertujuan: a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan b. mengembangkan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 44. - 44 - b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. Paragraf 2 Bentuk dan Jenis Satuan Pendidikan Pasal 62 (1) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat. (2) TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki program pembelajaran 1 (satu) tahun atau 2 (dua) tahun. (3) TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan menyatu dengan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 63 Peserta didik TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun. Pasal 64 (1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. (2) Penerimaan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 45. - 45 - (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu. (3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. Pasal 65 (1) Satuan pendidikan anak usia dini dapat menerima peserta didik pindahan dari satuan pendidikan anak usia dini lain. (2) Syarat-syarat dan tatacara penerimaan peserta didik pindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. Paragraf 4 Program Pembelajaran Pasal 66 (1) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Program pembelajaran TK, RA, dan bentuk lain yang sederajat dilaksanakan dalam konteks bermain yang dapat dikelompokan menjadi: a. bermain dalam rangka pembelajaran agama dan akhlak mulia; b. bermain dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian; c. bermain . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 46. - 46 - c. bermain dalam rangka pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi; d. bermain dalam rangka pembelajaran estetika; dan e. bermain dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. (3) Semua permainan pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirancang dan diselenggarakan: a. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian; b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak; c. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing anak; d. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial; dan e. dengan memperhatikan latar belakang ekonomi, sosial, dan budaya anak. Bagian Kedua Pendidikan Dasar Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 67 (1) Pendidikan pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat berfungsi: a. menanamkan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 47. - 47 - a. menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; b. menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. memberikan dasar-dasar kemampuan intelektual dalam bentuk kemampuan dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung; d. memberikan pengenalan ilmu pengetahuan dan teknologi; e. melatih dan merangsang kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; f. menumbuhkan minat pada olahraga, kesehatan, dan kebugaran jasmani; dan g. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat. (2) Pendidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat berfungsi: a. mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur yang telah dikenalinya; b. mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air yang telah dikenalinya; c. mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi; d. melatih . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 48. - 48 - d. melatih dan mengembangkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. mengembangkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. mengembangkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat. (3) Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. Paragraf 2 Bentuk Satuan Pendidikan Pasal 68 (1) SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas 6 (enam) tingkatan kelas, yaitu kelas 1 (satu), kelas 2 (dua), kelas 3 (tiga), kelas 4 (empat), kelas 5 (lima), dan kelas 6 (enam). (2) SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 7 (tujuh), kelas 8 (delapan), dan kelas 9 (sembilan). Paragraf 3 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 49. - 49 - Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 69 (1) Peserta didik pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat paling rendah berusia 6 (enam) tahun. (2) Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) dapat dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari psikolog profesional. (3) Dalam hal tidak ada psikolog profesional, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru satuan pendidikan yang bersangkutan, sampai dengan batas daya tampungnya. (4) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya. (5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain. (6) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan. Pasal 70 (1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang paling tua. (2) Jika . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 50. - 50 - (2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan. (3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan. Pasal 71 (1) Peserta didik pada SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat sudah menyelesaikan pendidikannya pada SD, MI, Paket A, atau bentuk lain yang sederajat. (2) SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya. (3) SMP/MTs atau bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan. Pasal 72 (1) SD/MI dan SMP/MTs yang memiliki jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung wajib melaporkan kelebihan calon peserta didik tersebut kepada pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan. (2) Pemerintah kabupaten/kota wajib menyalurkan kelebihan calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada satuan pendidikan dasar lain. Pasal 73 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 51. - 51 - Pasal 73 (1) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat tidak pada awal kelas 1 (satu) setelah lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. (2) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat sejak awal kelas 7 (tujuh) setelah lulus ujian kesetaraan Paket A. (3) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat tidak pada awal kelas 7 (tujuh) setelah memenuhi persyaratan: a. lulus ujian kesetaraan Paket A; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. (4) Peserta didik pendidikan dasar setara SD di negara lain dapat pindah ke SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia setelah memenuhi persyaratan lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. (5) Peserta didik pendidikan dasar setara SMP di negara lain dapat pindah ke SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia setelah memenuhi persyaratan: a. menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar setara SD; dan b. lulus . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 52. - 52 - b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. (6) Peserta didik pendidikan dasar setara SD yang mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan negara lain dapat diterima di SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 7 (tujuh) setelah memenuhi persyaratan: a. lulus ujian kesetaraan Paket A; atau b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar yang memberikan kompetensi lulusan setara SD. (7) SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat memberikan bantuan penyesuaian akademik, sosial, dan/atau mental yang diperlukan oleh peserta didik berkelainan dan peserta didik pindahan dari satuan pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain. (8) Menteri dapat membatalkan keputusan satuan pendidikan tentang pemenuhan persyaratan pada pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (6) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian atas instruksi Menteri terbukti bahwa keputusan tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak jujur. Pasal 74 (1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dasar dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. (2) Penerimaan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 53. - 53 - (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dasar dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu. (3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. (4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh) pada satuan pendidikan dasar setingkat SMP didasarkan pada hasil ujian akhir sekolah berstandar nasional, kecuali bagi peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dan ayat (6). (5) Di samping memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh). Pasal 75 (1) Satuan pendidikan dasar dapat menerima peserta didik pindahan dari satuan pendidikan dasar lain. (2) Satuan pendidikan dapat menetapkan tata cara dan persyaratan tambahan penerimaan peserta didik pindahan selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 dan Pasal 74 dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 54. - 54 - Bagian Ketiga Pendidikan Menengah Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 76 (1) Pendidikan menengah umum berfungsi: a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi; d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup mandiri di masyarakat. (2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi: a. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, akhlak mulia, dan kepribadian luhur; b. meningkatkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air; c. membekali . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 55. - 55 - c. membekali peserta didik dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan kejuruan para profesi sesuai dengan kebutuhan masyarakat; d. meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan, dan harmoni; e. menyalurkan bakat dan kemampuan di bidang olahraga, baik untuk kesehatan dan kebugaran jasmani maupun prestasi; dan f. meningkatkan kesiapan fisik dan mental untuk hidup mandiri di masyarakat dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Pasal 77 Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik menjadi insan yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. Paragraf 2 Bentuk Satuan Pendidikan Pasal 78 (1) Pendidikan menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat. (2) SMA . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 56. - 56 - (2) SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas). (3) SMK dan MAK dapat terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas, yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas), atau terdiri atas 4 (empat) tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), kelas 12 (dua belas), dan kelas 13 (tiga belas) sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Pasal 79 (1) Penjurusan pada SMA, MA, atau bentuk lain yang sederajat berbentuk program studi yang memfasilitasi kebutuhan pembelajaran serta kompetensi yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. (2) Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. program studi ilmu pengetahuan alam; b. program studi ilmu pengetahuan sosial; c. program studi bahasa; d. program studi keagamaan; dan e. program studi lain yang diperlukan masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjurusan dan program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 80 (1) Penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang studi keahlian. (2) Setiap . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 57. - 57 - (2) Setiap bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih program studi keahlian. (3) Setiap program studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih kompetensi keahlian. (4) Bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa; b. bidang studi keahlian kesehatan; c. bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata; d. bidang studi keahlian teknologi informasi dan komunikasi; e. bidang studi keahlian agribisnis dan agroteknologi; f. bidang studi keahlian bisnis dan manajemen; dan g. bidang studi keahlian lain yang diperlukan masyarakat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 3 Penerimaan Peserta Didik Pasal 81 (1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat harus menyelesaikan pendidikannya pada SMP, MTs, Paket B, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Peserta . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 58. - 58 - (2) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat sejak awal kelas 10 (sepuluh) setelah lulus ujian kesetaraan Paket B. (3) Peserta didik jalur nonformal dan informal dapat diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat sesudah awal kelas 10 (sepuluh) setelah: a. lulus ujian kesetaraan Paket B; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan formal yang bersangkutan. (4) Peserta didik pendidikan dasar setara SMP yang mengikuti sistem dan/atau standar pendidikan negara lain dapat diterima di SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat pada awal tahun kelas 10 (sepuluh) setelah: a. lulus ujian kesetaraan Paket B; atau b. dapat menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar yang memberikan kompetensi lulusan setara SMP. (5) Peserta didik pendidikan menengah setara SMA atau SMK di negara lain dapat pindah ke SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat di Indonesia dengan syarat: a. menunjukkan ijazah atau dokumen lain yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan pendidikan dasar setara SMP; dan b. lulus tes kelayakan dan penempatan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan bersangkutan. (6) SMA . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 59. - 59 - (6) SMA, MA, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan. (7) Satuan pendidikan SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat memberikan bantuan penyesuaian akademik, sosial, dan/atau mental yang diperlukan oleh peserta didik berkelainan dan peserta didik pindahan dari satuan pendidikan formal lain atau jalur pendidikan lain. (8) Menteri dapat membatalkan keputusan satuan pendidikan tentang pemenuhan persyaratan pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (6) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian atas instruksi Menteri terbukti bahwa keputusan tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak benar, dan/atau tidak jujur. Pasal 82 (1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel. (2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu. (3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan. (4) Seleksi . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 60. - 60 - (4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10 (sepuluh) pada satuan pendidikan menengah didasarkan pada hasil Ujian Nasional, kecuali bagi peserta didik sebagaimana dimaksud pada Pasal 81 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5). (5) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10 (sepuluh). (6) Penerimaan peserta didik baru dapat dilaksanakan pada setiap semester bagi satuan pendidikan yang menyelenggarakan sistem kredit semester. Pasal 83 (1) Peserta didik satuan pendidikan menengah dapat pindah ke: a. jurusan yang sama pada satuan pendidikan lain; b. jurusan yang berbeda pada satuan pendidikan yang sama; atau c. jurusan yang berbeda pada satuan pendidikan lain. (2) Satuan pendidikan dapat menetapkan tatacara dan persyaratan tambahan selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan Pasal 82 dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 61. - 61 - Bagian Keempat Pendidikan Tinggi Paragraf 1 Fungsi dan Tujuan Pasal 84 (1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan atau membentuk kemampuan, watak, dan kepribadian manusia melalui pelaksanaan: a. dharma pendidikan untuk menguasai, menerapkan, dan menyebarluaskan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; b. dharma penelitian untuk menemukan, mengembangkan, mengadopsi, dan/atau mengadaptasi nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga; dan c. dharma pengabdian kepada masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga dalam rangka pemberdayaan masyarakat. (2) Pendidikan tinggi bertujuan a. membentuk insan yang: 1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; 2. sehat, berilmu, dan cakap; 3. kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; serta 4. toleran, peka sosial dan lingkungan, demokratis, dan bertanggung jawab. b. menghasilkan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 62. - 62 - b. menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau olahraga yang memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, negara, umat manusia, dan lingkungan. Paragraf 2 Jenis, Bentuk, dan Program Pendidikan Pasal 85 (1) Pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan vokasi. (2) Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. (3) Pendidikan tinggi dapat menyelenggarakan program: a. diploma pada pendidikan vokasi; b. sarjana, sarjana dan magister, atau sarjana, magister, dan doktor pada pendidikan akademik; dan/atau c. spesialis dan/atau profesi pada pendidikan profesi. Paragraf 3 Penerimaan Mahasiswa Pasal 86 (1) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program sarjana atau magister: a. memiliki . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 63. - 63 - a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya atau memperoleh pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar melalui pengalaman; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (2) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program doktor: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya atau memperoleh pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar melalui pengalaman atau lulusan program sarjana atau diploma empat yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (3) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program diploma: a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus pendidikan 1 (satu) jenjang atau tingkat pendidikan di bawahnya atau memperoleh pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar melalui pengalaman; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. (4) Persyaratan untuk menjadi mahasiswa pada program spesialis dan profesi: a. memiliki . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 64. - 64 - a. memiliki ijazah atau surat keterangan lulus program pendidikan sarjana atau diploma empat atau memperoleh pengakuan setingkat atas hasil prestasi belajar melalui pengalaman; dan b. memenuhi persyaratan masuk yang ditetapkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Paragraf 4 Sistem Kredit Semester Pasal 87 (1) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan menerapkan sistem kredit semester yang bobot belajarnya dinyatakan dalam satuan kredit semester. (2) Tahun akademik dibagi dalam 2 (dua) semester yaitu semester gasal dan semester genap yang masing-masing terdiri atas 14 (empat belas) sampai dengan 16 (enam belas) minggu. (3) Di antara semester genap dan semester gasal, perguruan tinggi dapat menyelenggarakan semester antara untuk remediasi, pengayaan, atau percepatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai semester antara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 88 (1) Perguruan tinggi dapat melakukan pengalihan kredit dengan cara mengakui hasil belajar yang diperoleh mahasiswa pada perguruan tinggi lain atau satuan/program pendidikan nonformal untuk memenuhi persyaratan kelulusan program studi. (2) Perguruan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 65. - 65 - (2) Perguruan tinggi dapat mengalihkan kredit dari suatu program studi dengan cara mengakui hasil belajar yang diperoleh pada program studi lain dari perguruan tinggi yang sama. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 5 Pengelolaan Pembelajaran di luar Domisili Perguruan Tinggi Pasal 89 (1) Pengelolaan pembelajaran pada perguruan tinggi dapat diselenggarakan melalui program studi di luar domisili perguruan tinggi. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan pembelajaran sebagaimana diatur pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 6 Kerja Sama Pasal 90 (1) Perguruan tinggi dapat melakukan kerja sama akademik dan/atau non-akademik dengan perguruan tinggi lain, dunia usaha, atau pihak lain, baik dalam negeri maupun luar negeri. (2) Kerja sama perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, kreativitas, inovasi, mutu, dan relevansi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. (3) Kerja . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 66. - 66 - (3) Kerja sama perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip: a. mengutamakan kepentingan pembangunan nasional; b. menghargai kesetaran mutu; c. saling menghormati; d. menghasilkan peningkatan mutu pendidikan; e. berkelanjutan; dan f. mempertimbangkan keberagaman kultur yang bersifat lintas daerah, nasional, dan/atau internasional. (4) Kerja sama akademik sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; b. program kembaran; c. pengalihan dan/atau pemerolehan kredit; d. penugasan dosen senior sebagai pembina pada perguruan tinggi yang membutuhkan pembinaan; e. pertukaran dosen dan/atau mahasiswa; f. pemanfaatan bersama berbagai sumber daya; g. pemagangan; h. penerbitan terbitan berkala ilmiah; i. penyelenggaraan seminar bersama; dan/atau j. bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu. (5) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk: a. pendayagunaan aset; b. usaha penggalangan dana; c. jasa . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 67. - 67 - c. jasa dan royalti hak kekayaan intelektual; dan/atau d. bentuk lain yang dianggap perlu. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 7 Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan Pasal 91 (1) Pimpinan perguruan tinggi wajib mengupayakan dan menjamin agar setiap anggota sivitas akademika melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dilandasi oleh etika dan norma/kaidah keilmuan. (2) Dalam melaksanakan kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik, setiap anggota sivitas akademika: a. mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya dapat meningkatkan mutu akademik perguruan tinggi yang bersangkutan; b. mengupayakan agar kegiatan dan hasilnya bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara, dan kemanusiaan; c. bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan dan hasilnya, serta akibatnya pada diri sendiri atau orang lain; d. melakukannya dengan cara yang tidak bertentangan dengan nilai agama, nilai etika, dan kaidah akademik; dan e. tidak . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 68. - 68 - e. tidak melanggar hukum dan tidak mengganggu kepentingan umum. (3) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam upaya mendalami, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga melalui kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat secara berkualitas dan bertanggung jawab. (4) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebebasan setiap anggota sivitas akademika dalam menyebarluaskan hasil penelitian dan menyampaikan pandangan akademik melalui kegiatan perkuliahan, ujian sidang, seminar, diskusi, simposium, ceramah, publikasi ilmiah, dan pertemuan ilmiah lain yang sesuai dengan kaidah keilmuan. (5) Pelaksanaan kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4): a. merupakan tanggung jawab setiap anggota sivitas akademika yang terlibat; b. menjadi tanggung jawab perguruan tinggi, atau unit organisasi di dalam perguruan tinggi, apabila perguruan tinggi atau unit organisasi tersebut secara resmi terlibat dalam pelaksanaannya; dan c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dilandasi etika dan norma/kaidah keilmuan. (6) Kebebasan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 69. - 69 - (6) Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk: a. melindungi dan mempertahankan hak kekayaan intelektual; b. melindungi dan mempertahankan kekayaan dan keragaman alami, hayati, sosial, dan budaya bangsa dan negara Indonesia; c. menambah dan/atau meningkatkan mutu kekayaan intelektual bangsa dan negara Indonesia; dan d. memperkuat daya saing bangsa dan negara Indonesia. (7) Kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan otonomi perguruan tinggi. Pasal 92 (1) Pimpinan perguruan tinggi wajib mengupayakan dan menjamin agar setiap anggota sivitas akademika melaksanakan otonomi keilmuan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilandasi etika dan norma/kaidah keilmuan. (2) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kemandirian dan kebebasan sivitas akademika suatu cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga yang melekat pada kekhasan/keunikan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga yang bersangkutan, dalam menemukan, mengembangkan, mengungkapkan, dan/atau mempertahankan kebenaran menurut kaidah keilmuannya untuk menjamin keberlanjutan perkembangan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. Paragraf 8 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 70. - 70 - Paragraf 8 Penelitian Pasal 93 (1) Universitas, institut, dan sekolah tinggi wajib melaksanakan penelitian dasar, penelitian terapan, penelitian pengembangan, dan/atau penelitian industri. (2) Akademi dan politeknik wajib melaksanakan penelitian terapan, penelitian pengembangan, dan/atau penelitian industri. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan untuk: a. mencari dan/atau menemukan kebaruan kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; dan/atau b. menguji ulang teori, konsep, prinsip, prosedur, metode, dan/atau model yang sudah menjadi kandungan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga. (4) Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan oleh dosen dan/atau mahasiswa dengan mematuhi kaidah/norma dan etika akademik sesuai dengan prinsip otonomi keilmuan. (5) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah dalam negeri terakreditasi atau terbitan berkala ilmiah internasional yang diakui Kementerian. (6) Hasil penelitian dilakukan oleh dosen untuk memenuhi dharma penelitian wajib diseminarkan dan dipublikasikan pada terbitan berkala ilmiah terakreditasi atau yang diakui Kementerian. (7) Hasil . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 71. - 71 - (7) Hasil penelitian perguruan tinggi diakui sebagai penemuan baru setelah dimuat dalam terbitan berkala ilmiah terakreditasi yang diakui Kementerian dan/atau mendapatkan hak kekayaan intelektual. (8) Hasil penelitian perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh dosen dimanfaatkan untuk memperkaya materi pembelajaran mata kuliah yang relevan. Pasal 94 (1) Perguruan tinggi, fakultas, lembaga penelitian, program studi, pusat studi, atau lembaga sejenis dapat menerbitkan terbitan berkala ilmiah. (2) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat artikel hasil penelitian. (3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa hasil penelitian empirik atau hasil penelitian teoretis. (4) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa Indonesia dan/atau bahasa resmi Perserikatan Bangsa- Bangsa. (5) Terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan secara tercetak dan secara elektronik melalui jejaring teknologi informasi dan komunikasi. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai terbitan berkala ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 9 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 72. - 72 - Paragraf 9 Pengabdian kepada Masyarakat Pasal 95 (1) Perguruan tinggi melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. (2) Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh sivitas akademika secara individu dan berkelompok untuk menerapkan hasil pendidikan dan/atau hasil penelitian dalam upaya pemberdayaan masyarakat, pengembangan industri, jasa, dan wilayah serta menuju pendidikan untuk perkembangan, pengembangan dan/atau pembangunan berkelanjutan. (3) Hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimanfaatkan untuk pengayaan pembelajaran dan penelitian. (4) Pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan otonomi perguruan tinggi. Paragraf 10 Penjaminan Mutu Hasil Belajar Pasal 96 (1) Perguruan tinggi melakukan penjaminan mutu pendidikan sebagai pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan. (2) Pelaksanaan penjaminan mutu oleh perguruan tinggi bertujuan untuk memenuhi dan/atau melampaui Standar Nasional Pendidikan agar mampu mengembangkan mutu pendidikan yang berkelanjutan. (3) Penjaminan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 73. - 73 - (3) Penjaminan mutu dilakukan secara internal oleh perguruan tinggi dan secara eksternal berkala oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau lembaga mandiri lain yang diberi kewenangan oleh Menteri. (4) Hasil evaluasi eksternal program studi secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai bahan pembinaan program studi oleh Menteri. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan penjaminan mutu internal dan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 11 Kurikulum Pasal 97 (1) Kurikulum perguruan tinggi dikembangkan dan dilaksanakan berbasis kompetensi. (2) Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh tiap-tiap perguruan tinggi dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan. (3) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi elemen kurikulum sebagai berikut: a. landasan kepribadian; b. penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; c. kemampuan dan keterampilan berkarya; d. sikap . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 74. - 74 - d. sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai; e. penguasaan kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Paragraf 12 Gelar Lulusan Pendidikan Tinggi Pasal 98 (1) Lulusan pendidikan akademik, vokasi, profesi, atau spesialis, berhak untuk menggunakan gelar akademik, gelar vokasi, gelar profesi, atau gelar spesialis. (2) Gelar untuk lulusan pendidikan akademik terdiri atas: a. sarjana, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan huruf S. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; b. magister, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan huruf M. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang ilmu; dan c. doktor, yang ditulis di depan nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan Dr. (3) Gelar untuk pendidikan vokasi terdiri atas: a. ahli pratama untuk lulusan program diploma satu, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.P. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian; b. ahli . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 75. - 75 - b. ahli muda untuk lulusan program diploma dua, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.Ma. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian; c. ahli madya untuk lulusan program diploma tiga, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan A.Md. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian; dan d. sarjana sains terapan untuk program diploma empat, yang ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan S.S.T. dan diikuti dengan inisial program studi atau bidang keahlian. (4) Gelar untuk lulusan pendidikan profesi ditulis di depan atau di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan bidang profesinya. (5) Gelar untuk lulusan pendidikan spesialis ditulis di belakang nama yang berhak dengan mencantumkan singkatan Sp. dan diikuti dengan singkatan bidang spesialisasinya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 99 (1) Pencantuman gelar lulusan perguruan tinggi luar negeri tetap menggunakan gelar sesuai singkatan dan penempatan yang berlaku di negara asal. (2) Menteri menetapkan kesetaraan ijazah perguruan tinggi luar negeri dengan ijazah dan gelar perguruan tinggi Indonesia. BAB IV . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 76. - 76 - BAB IV PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NONFORMAL Bagian Kesatu Umum Pasal 100 (1) Penyelenggaraan pendidikan nonformal meliputi penyelenggaraan satuan pendidikan dan program pendidikan nonformal. (2) Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi satuan pendidikan: a. lembaga kursus dan lembaga pelatihan; b. kelompok belajar; c. pusat kegiatan belajar masyarakat; d. majelis taklim; dan e. pendidikan anak usia dini jalur nonformal. (3) Penyelenggaraan program pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendidikan kecakapan hidup; b. pendidikan anak usia dini; c. pendidikan kepemudaan; d. pendidikan pemberdayaan perempuan; e. pendidikan keaksaraan; f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; dan g. pendidikan kesetaraan. Pasal 101 Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal. Bagian Kedua . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 77. - 77 - Bagian Kedua Fungsi dan Tujuan Pasal 102 (1) Pendidikan nonformal berfungsi: a. sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal atau sebagai alternatif pendidikan; dan b. mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. (2) Pendidikan nonformal bertujuan membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan jiwa wirausaha yang mandiri, serta kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (3) Pendidikan nonformal diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat. Bagian Ketiga Satuan Pendidikan Paragraf 1 Lembaga Kursus dan Lembaga Pelatihan Pasal 103 (1) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan serta bentuk lain yang sejenis menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: a. memperoleh . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 78. - 78 - a. memperoleh keterampilan kecakapan hidup; b. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional; c. mempersiapkan diri untuk bekerja; d. meningkatkan kompetensi vokasional; e. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau f. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Lembaga kursus dapat menyelenggarakan program: a. pendidikan kecakapan hidup; b. pendidikan kepemudaan; c. pendidikan pemberdayaan perempuan; d. pendidikan keaksaraan; e. pendidikan keterampilan kerja; f. pendidikan kesetaraan; dan/atau g. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat. (3) Lembaga pelatihan menyelenggarakan program pelatihan kerja dan pelatihan lain untuk meningkatkan kompetensi kerja bagi pencari kerja dan pekerja. (4) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal dan/atau lembaga akreditasi lain dapat menyelenggarakan uji kompetensi kepada peserta didik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta didik yang lulus uji kompetensi. (6) Peserta . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 79. - 79 - (6) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di lembaga kursus dan lembaga pelatihan dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau lulus dalam ujian kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang diikutinya. Paragraf 2 Kelompok Belajar Pasal 104 (1) Kelompok belajar dan bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar; b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup; c. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional; d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Kelompok belajar dapat menyelenggarakan program: a. pendidikan keaksaraan; b. pendidikan kesetaraan; c. pendidikan kecakapan hidup; d. pendidikan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 80. - 80 - d. pendidikan pemberdayaan perempuan; dan/atau e. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat. (3) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di kelompok belajar dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di kelompok belajar dan/atau lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang diikutinya. Paragraf 3 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Pasal 105 (1) Pusat kegiatan belajar masyarakat serta bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan; b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup; c. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional; d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Pusat kegiatan belajar masyarakat dapat menyelenggarakan program: a. pendidikan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 81. - 81 - a. pendidikan anak usia dini; b. pendidikan keaksaraan; c. pendidikan kesetaraan; d. pendidikan pemberdayaan perempuan; e. pendidikan kecakapan hidup; f. pendidikan kepemudaan; g. pendidikan keterampilan kerja; dan/atau h. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat. (3) Pusat kegiatan belajar masyarakat yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal dapat menyelenggarakan uji kompetensi kepada peserta didik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pusat kegiatan belajar masyarakat yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta didik yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di pusat kegiatan belajar masyarakat dapat mengikuti ujian untuk mendapatkan pengakuan kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. (6) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang diikutinya. Paragraf 4 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 82. - 82 - Paragraf 4 Majelis Taklim Pasal 106 (1) Majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk: a. memperoleh pengetahuan dan keterampilan; b. memperoleh keterampilan kecakapan hidup; c. mengembangkan sikap dan kepribadian profesional; d. mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau e. melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. (2) Majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat menyelenggarakan program: a. pendidikan keagamaan Islam; b. pendidikan anak usia dini; c. pendidikan keaksaraan; d. pendidikan kesetaraan; e. pendidikan kecakapan hidup; f. pendidikan pemberdayaan perempuan; g. pendidikan kepemudaan; dan/atau h. pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat. (3) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di majelis taklim atau bentuk lain yang sejenis dapat mengikuti ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Peserta . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 83. - 83 - (4) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau lulus dalam ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh ijazah sesuai dengan program yang diikutinya. Paragraf 5 Pendidikan Anak Usia Dini Jalur Nonformal Pasal 107 (1) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini yang sejenis. (2) Kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini yang sejenis menyelenggarakan pendidikan dalam konteks: a. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran agama dan ahlak mulia; b. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran sosial dan kepribadian; c. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran estetika; d. bermain sambil belajar dalam rangka pembelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan; dan e. bermain sambil belajar dalam rangka merangsang minat kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Peserta didik kelompok bermain, taman penitipan anak, dan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang sejenis dapat dievaluasi perkembangannya tanpa melalui proses yang bersifat menguji kompetensi. Bagian Ketiga . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 84. - 84 - Bagian Ketiga Program Pendidikan Paragraf 1 Pendidikan Kecakapan Hidup Pasal 108 (1) Pendidikan kecakapan hidup merupakan program pendidikan yang mempersiapkan peserta didik pendidikan nonformal dengan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan estetis, kecakapan kinestetis, kecakapan intelektual, dan kecakapan vokasional yang diperlukan untuk bekerja, berusaha, dan/atau hidup mandiri di tengah masyarakat. (2) Pendidikan kecakapan hidup bertujuan meningkatkan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan estetis, kecakapan kinestetis, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk menyiapkan peserta didik agar mampu bekerja, berusaha, dan/atau hidup mandiri di tengah masyarakat. (3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program pendidikan nonformal lain atau tersendiri. (4) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan oleh lembaga pendidikan nonformal bekerja sama dengan lembaga pendidikan formal. (5) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program penempatan lulusan di dunia kerja, baik di dalam maupun di luar negeri. Paragraf 2 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 85. - 85 - Paragraf 2 Pendidikan Anak Usia Dini Pasal 109 (1) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal merupakan program yang diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. (2) Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi menumbuhkembangkan dan membina seluruh potensi anak sejak lahir sampai dengan usia anak 6 (enam) tahun sehingga terbentuk prilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya dalam rangka kesiapan anak memasuki pendidikan lebih lanjut. (3) Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memprioritaskan pelayanan pendidikan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 4 (empat) tahun. (4) Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal bertujuan: a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan b. mengembangkan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 86. - 86 - b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, estetis, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. (5) Program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal dirancang dan diselenggarakan: a. secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan mendorong kreativitas serta kemandirian; b. sesuai dengan tahap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak; c. dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan tiap-tiap anak; dan d. dengan mengintegrasikan kebutuhan anak terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial. (6) Pengembangan program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didasarkan pada: a. prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain; b. memperhatikan perbedaan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing peserta didik; c. memperhatikan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya peserta didik; dan d. memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat. (7) Pengelompokan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 87. - 87 - (7) Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal disesuaikan dengan kebutuhan, usia, dan perkembangan anak. (8) Penyelenggaraan program pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal dapat diintegrasikan dengan program lain yang sudah berkembang di masyarakat sebagai upaya untuk memperluas pelayanan pendidikan anak usia dini kepada seluruh lapisan masyarakat. Paragraf 3 Pendidikan Kepemudaan Pasal 110 (1) Pendidikan kepemudaan merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa. (2) Program Pendidikan kepemudaan berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan pada: a. penguatan nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; b. penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air; c. penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan estetika; d. peningkatan wawasan dan kemampuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; e. penumbuhan sikap kewirausahaan, kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan; dan f. peningkatan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 88. - 88 - f. peningkatan keterampilan vokasional. (3) Program pendidikan kepemudaan memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang berusia antara 16 (enam belas) tahun sampai dengan 30 (tiga puluh) tahun. (4) Pendidikan kepemudaan dapat berbentuk pelatihan dan bimbingan atau sejenisnya yang diselenggarakan oleh: a. organisasi keagamaan; b. organisasi pemuda; c. organisasi kepanduan/kepramukaan; d. organisasi palang merah; e. organisasi pecinta alam dan lingkungan hidup; f. organisasi kewirausahaan; g. organisasi masyarakat; h. organisasi seni dan olahraga; dan i. organisasi lain yang sejenis. Paragraf 4 Pendidikan Pemberdayaan Perempuan Pasal 111 (1) Pendidikan pemberdayaan perempuan merupakan pendidikan untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan. (2) Program pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi untuk meningkatan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui: a. peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; b. penguatan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air; c. penumbuhkembangan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 89. - 89 - c. penumbuhkembangan etika, kepribadian, dan estetika; d. peningkatan wawasan dan kemampuan dibidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga; e. penumbuhan sikap kewirausahaan, kepemimpinan, keteladanan, dan kepeloporan; dan f. peningkatan keterampilan vokasional. (3) Pendidikan pemberdayaan perempuan bertujuan: a. meningkatkan kedudukan, harkat, dan martabat perempuan hingga setara dengan laki-laki; b. meningkatkan akses dan partisipasi perempuan dalam pendidikan, pekerjaan, usaha, peran sosial, peran politik, dan bentuk amal lain dalam kehidupan; c. mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang melekat pada perempuan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 5 Pendidikan Keaksaraan Pasal 112 (1) Pendidikan keaksaraan merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara Latin agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia dan berpengetahuan dasar, yang memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri. (2) Pendidikan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 90. - 90 - (2) Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, serta pengetahuan dasar kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. (3) Program pendidikan keaksaraan memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. (4) Pendidikan keaksaraan meliputi pendidikan keaksaraan dasar, pendidikan keaksaraan lanjutan, dan pendidikan keaksaraan mandiri. (5) Penjaminan mutu akhir pendidikan keaksaraan dilakukan melalui uji kompetensi keaksaraan. (6) Peserta didik yang telah lulus uji kompetensi keaksaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberi surat keterangan melek aksara. (7) Pendidikan keaksaraan dapat dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup. Paragraf 6 Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan Kerja Pasal 113 (1) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja ditujukan bagi peserta didik pencari kerja atau yang sudah bekerja. (2) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk: a. meningkatkan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 91. - 91 - a. meningkatkan motivasi dan etos kerja; b. mengembangkan kepribadian yang cocok dengan jenis pekerjaan peserta didik; c. meningkatkan wawasan tentang aspek lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan; d. meningkatkan kemampuan keterampilan fungsional sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pekerjaan; e. meningkatkan kemampuan membangun jejaring pergaulan sesuai dengan tuntutan pekerjaan; dan f. meningkatkan kemampuan lain sesuai dengan tuntutan pekerjaan. (3) Kemampuan keterampilan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi keterampilan vokasional, keterampilan manajerial, keterampilan komunikasi, dan/atau keterampilan sosial. (4) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan: a. program pendidikan kecakapan hidup; b. program pendidikan kesetaraan Paket B dan Paket C; c. program pendidikan pemberdayaan perempuan; dan/atau d. program pendidikan kepemudaan. Paragraf 7 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 92. - 92 - Paragraf 7 Pendidikan Kesetaraan Pasal 114 (1) Pendidikan kesetaraan merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakupi program Paket A, Paket B, dan Paket C serta pendidikan kejuruan setara SMK/MAK yang berbentuk Paket C Kejuruan. (2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai pelayanan pendidikan nonformal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (3) Peserta didik program Paket A adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SD/MI melalui jalur pendidikan nonformal. (4) Peserta didik program Paket B adalah anggota masyarakat yang memenuhi ketentuan wajib belajar setara SMP/MTs melalui jalur pendidikan nonformal. (5) Program Paket B sebagaimana dimaksud pada ayat (4) membekali peserta didik dengan keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional yang memfasilitasi proses adaptasi dengan lingkungan kerja. (6) Persyaratan mengikuti program Paket B adalah lulus SD/MI, program Paket A, atau yang sederajat. (7) Peserta didik program Paket C adalah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan menengah umum melalui jalur pendidikan (8) Peserta . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 93. - 93 - nonformal. (8) Peserta didik program Paket C Kejuruan adalah anggota masyarakat yang menempuh pendidikan menengah kejuruan melalui jalur pendidikan nonformal. (9) Program Paket C sebagaimana dimaksud pada ayat (7) membekali peserta didik dengan kemampuan akademik dan keterampilan fungsional, serta sikap dan kepribadian profesional. (10) Program Paket C Kejuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) membekali peserta didik dengan kemampuan akademik, keterampilan fungsional, dan kecakapan kejuruan paraprofesi, serta sikap dan kepribadian profesional. (11) Persyaratan mengikuti program Paket C dan Paket C Kejuruan adalah lulus SMP/MTs, Paket B, atau yang sederajat. (12) Program pendidikan kesetaraan dapat dilaksanakan terintegrasi dengan: a. program pendidikan kecakapan hidup; b. program pendidikan pemberdayaan perempuan; dan/atau c. program pendidikan kepemudaan. Bagian Kelima Penyetaraan Hasil Pendidikan Pasal 115 (1) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan (2) Uji . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 94. - 94 - ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Program Paket A, Program Paket B, Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan dilaksanakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. (3) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk program kecakapan hidup dapat dilaksanakan untuk: a. memperoleh pengakuan kesetaraan dengan kompetensi mata pelajaran vokasi pada jenjang pendidikan menengah; atau b. memperoleh pengakuan kesetaraan dengan kompetensi mata kuliah vokasi pada jenjang pendidikan tinggi. (4) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilaksanakan oleh SMK atau MAK yang paling rendah berakreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. (5) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilaksanakan oleh suatu perguruan tinggi melalui program studi vokasinya paling rendah berakreditasi B dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. (6) Peserta didik yang lulus uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diberi sertifikat kompetensi. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 95. - 95 - BAB V PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INFORMAL Pasal 116 Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Pasal 117 (1) Hasil pendidikan informal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan nonformal dan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. Uji kesetaraan yang berlaku bagi peserta didik pendidikan nonformal sebagaimana diatur dalam Pasal 115; dan b. Uji kesetaraan yang diatur dengan Peraturan Menteri untuk hasil pendidikan informal lain yang berada di luar lingkup ketentuan dalam Pasal 115. BAB VI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN JARAK JAUH Pasal 118 (1) Pendidikan jarak jauh bertujuan meningkatkan perluasan dan pemerataan akses pendidikan, serta meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan. (2) Pendidikan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 96. - 96 - (2) Pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai karakteristik terbuka, belajar mandiri, belajar tuntas, menggunakan teknologi informasi dan komunikasi pendidikan, dan/atau menggunakan teknologi pendidikan lainnya. Pasal 119 (1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. (2) Penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan dengan: a. menggunakan moda pembelajaran yang peserta didik dengan pendidiknya terpisah; b. menekankan prinsip belajar secara mandiri, terstruktur, dan terbimbing dengan menggunakan berbagai sumber belajar; c. menjadikan media pembelajaran sebagai sumber belajar yang lebih dominan daripada pendidik; d. menggantikan pembelajaran tatap muka dengan interaksi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, meskipun tetap memungkinkan adanya pembelajaran tatap muka secara terbatas. (3) Pendidikan jarak jauh memberikan pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk kegiatan: a. penyusunan bahan ajar; b. penggandaan dan distribusi bahan ajar; c. proses pembelajaran melalui kegiatan tutorial, praktik, praktikum, dan ujian; dan d. administrasi . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 97. - 97 - d. administrasi serta registrasi. (4) Pendidikan jarak jauh yang memberikan pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan tanpa mengesampingkan pelayanan tatap muka. Pasal 120 (1) Pengorganisasian pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan dalam modus tunggal, ganda, atau konsorsium. (2) Pengorganisasian pendidikan jarak jauh modus tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan hanya dengan moda jarak jauh. (3) Pengorganisasian modus ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan baik secara tatap muka maupun jarak jauh. (4) Pengorganisasian modus konsorsium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk jejaring kerja sama penyelenggaraan pendidikan jarak jauh lintas satuan pendidikan dengan lingkup wilayah nasional dan/atau internasional. (5) Struktur organisasi satuan pendidikan jarak jauh ditentukan berdasarkan modus, cakupan, dan sistem pengelolaan yang diterapkan. Pasal 121 (1) Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan dengan lingkup mata pelajaran atau mata kuliah, program studi, atau satuan pendidikan. (2) Pendidikan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 98. - 98 - (2) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup mata pelajaran atau mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada 1 (satu) atau lebih mata pelajaran atau mata kuliah dalam 1 (satu) program studi. (3) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam 1 (satu) atau lebih program studi secara utuh dalam 1 (satu) satuan pendidikan. (4) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh secara utuh pada 1 (satu) satuan pendidikan. Pasal 122 (1) Penyelenggara satuan pendidikan jarak jauh wajib mengembangkan sistem pengelolaan dan sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. (2) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup: a. perencanaan program dan anggaran; b. administrasi keuangan; c. administasi akademik; d. administrasi peserta didik; dan e. administrasi personalia. (3) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem pembelajaran jarak jauh jenjang pendidikan dasar dan menengah paling sedikit mencakup: a. sarana pembelajaran; b. kompetensi pendidik; c. sumber . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 99. - 99 - c. sumber belajar; d. proses pembelajaran; dan e. evaluasi hasil belajar; (4) Basis teknologi informasi dan komunikasi pada sistem pembelajaran jarak jauh jenjang pendidikan tinggi paling sedikit mencakup: a. sarana pembelajaran; b. kompetensi dosen; c. kompetensi tenaga kependidikan; d. kompetensi mahasiswa; e. sumber belajar; f. proses pembelajaran; g. proses penelitian; h. proses pengabdian kepada masyarakat; dan i. evaluasi hasil belajar. Pasal 123 (1) Penjaminan mutu pendidikan jarak jauh pada satuan pendidikan dasar dan menengah dilakukan dengan berpedoman pada: a. Standar Nasional Pendidikan; b. ketentuan tentang Ujian Nasional; c. ketentuan tentang akreditasi; dan d. sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (3). (2) Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan karakteristik pendidikan jarak jauh. Pasal 124 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 100. - 100 - Pasal 124 (1) Penjaminan mutu pendidikan jarak jauh pada perguruan tinggi meliputi: a. penjaminan mutu sebagaimana diatur dalam Pasal 96; dan b. penjaminan mutu untuk memastikan bahwa pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (4) dipenuhi. (2) Penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan karakteristik pendidikan jarak jauh. Pasal 125 (1) Pendidikan jarak jauh pada jalur pendidikan informal bagi warga masyarakat dapat dilakukan melalui: a. penyiaran televisi dan radio; b. penayangan film dan video; c. pemasangan situs internet; d. publikasi media cetak; e. pengiriman informasi melalui telepon seluler; dan f. bentuk-bentuk lain dari penyebarluasan informasi kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pendidikan jarak jauh pada jalur pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab dan mempertimbangkan kemungkinan dampak negatif terhadap moralitas masyarakat. Pasal 126 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 101. - 101 - Pasal 126 Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 124 diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS Bagian Kesatu Umum Pasal 127 Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pasal 128 Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi. Bagian Kedua . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 102. - 102 - Bagian Kedua Pendidikan Khusus Paragraf 1 Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik Berkelainan Pasal 129 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial. (2) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya. (3) Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain. (4) Kelainan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 103. - 103 - (4) Kelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat juga berwujud gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis kelainan, yang disebut tunaganda. Pasal 130 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai program pendidikan khusus pada satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 131 (1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus untuk setiap jenis kelainan dan jenjang pendidikan sebagai model sesuai dengan kebutuhan peserta didik. (2) Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan khusus pada satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. (3) Penjaminan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 104. - 104 - (3) Penjaminan terselenggaranya pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menetapkan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan umum dan 1 (satu) satuan pendidikan kejuruan yang memberikan pendidikan khusus. (4) Dalam menjamin terselenggaranya pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah kabupaten/kota menyediakan sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan peserta didik berkelainan. (5) Perguruan tinggi wajib menyediakan akses bagi mahasiswa berkelainan. (6) Pemerintah provinsi membantu tersedianya sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan peserta didik berkelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (7) Pemerintah membantu tersedianya sumberdaya pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan peserta didik berkelainan pada pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pasal 132 Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jalur formal diselenggarakan melalui satuan pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah. Pasal 133 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 105. - 105 - Pasal 133 (1) Satuan pendidikan khusus formal bagi peserta didik berkelainan untuk pendidikan anak usia dini berbentuk taman kanak-kanak luar biasa atau sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat. (2) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jenjang pendidikan dasar terdiri atas: a. sekolah dasar luar biasa atau sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat; dan b. sekolah menengah pertama luar biasa atau sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat. (3) Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada jenjang pendidikan menengah adalah sekolah menengah atas luar biasa, sekolah menengah kejuruan luar biasa, atau sebutan lain untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat. (4) Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis kelainan. (5) Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal. Paragraf 2 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 106. - 106 - Paragraf 2 Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Pasal 134 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya. (2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain. Pasal 135 (1) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat. (2) Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa: a. program percepatan; dan/atau b. program pengayaan. (3) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan persyaratan: a. peserta . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 107. - 107 - a. peserta didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang diukur dengan tes psikologi; b. peserta didik memiliki prestasi akademik tinggi dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau olahraga; dan c. satuan pendidikan penyelenggara telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan. (4) Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit semester sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk: a. kelas biasa; b. kelas khusus; atau c. satuan pendidikan khusus. Pasal 136 Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Pasal 137 Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal. Pasal 138 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 108. - 108 - Pasal 138 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 sampai dengan Pasal 137 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Pendidikan Layanan Khusus Pasal 139 (1) Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik di daerah: a. terpencil atau terbelakang; b. masyarakat adat yang terpencil; c. yang mengalami bencana alam; d. yang mengalami bencana sosial; dan/atau e. yang tidak mampu dari segi ekonomi. (2) Pendidikan layanan khusus bertujuan menyediakan akses pendidikan bagi peserta didik agar haknya untuk memperoleh pendidikan terpenuhi. Pasal 140 (1) Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. (2) Pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan formal diselenggarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik. Pasal 141 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 109. - 109 - Pasal 141 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing menyelenggarakan pendidikan layanan khusus. Pasal 142 Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 sampai dengan Pasal 141 diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII SATUAN PENDIDIKAN BERTARAF INTERNASIONAL Pasal 143 Satuan pendidikan bertaraf internasional merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. Pasal 144 (1) Pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SD bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat. (2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SD yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (3) Penyelenggaraan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 110. - 110 - (3) Penyelenggaraan pendidikan pada SD yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara parsial menurut rombongan belajar atau mata pelajaran. (4) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi penjaminan mutu SD bertaraf internasional yang diatur oleh Menteri. (5) Pengembangan SD menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) tahun. (6) Pemerintah kabupaten/kota membantu dan memfasilitasi penyelenggaraan SD bertaraf internasional atau rintisan bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 145 (1) Pemerintah provinsi memfasilitasi dan membantu penyelenggaraan SD bertaraf internasional di kabupaten/kota di wilayahnya. (2) Fasilitasi dan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendanaan investasi sarana dan prasarana; b. pendanaan biaya operasional; c. penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan; dan d. penyelenggaraan supervisi dan penjaminan mutu SD bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pasal 146 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 111. - 111 - Pasal 146 (1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional dan/atau memfasilitasi penyelenggaraan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat di setiap kabupaten/kota di wilayahnya. (2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat dipenuhi, pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) SMP, 1 (satu) SMA, dan 1 (satu) SMK yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (3) Penyelenggaraan rintisan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan secara parsial menurut rombongan belajar atau mata pelajaran. (4) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi pedoman penjaminan mutu SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional yang diatur oleh Menteri. (5) Pengembangan SMP, SMA, dan SMK menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional dilaksanakan paling lama 6 (enam) tahun. (6) Pemerintah kabupaten/kota dapat membantu penyelenggaraan SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Pasal 147 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 112. - 112 - Pasal 147 (1) Pemerintah provinsi merencanakan kebutuhan, mengangkat, menempatkan, memutasikan, memberikan kesejahteraan, memberikan penghargaan, memberikan perlindungan, melakukan pembinaan dan pengembangan, dan memberhentikan pendidik dan tenaga kependidikan pegawai negeri sipil pada SD, SMP, SMA, dan SMK bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi. (2) Mutasi pendidik dan tenaga kependidikan pegawai negeri sipil pada SD bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional menjadi kewenangan pemerintah provinsi . (3) Pengangkatan, pemberhentian, dan/atau pemindahan guru pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan SMP, SMA, dan SMK yang sedang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang sudah bertaraf internasional menjadi kewenangan pemerintah provinsi. (4) Mutasi kepala satuan pendidikan pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional harus seizin Kementerian. (5) Pemerintah provinsi dapat menugaskan pendidik pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang diselenggarakan masyarakat. Pasal 148 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 113. - 113 - Pasal 148 (1) Pemerintah dapat membantu penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (2) Pemerintah dapat menghentikan bantuan kepada satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional yang gagal menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (5) dan Pasal 146 ayat (5). Pasal 149 Pemerintah dapat menyelenggarakan sekolah/madrasah bertaraf internasional atau yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Pasal 150 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan dan penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 sampai dengan Pasal 148 diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 151 Pemerintah menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) program studi dan/atau 1 (satu) perguruan tinggi dan/atau memfasilitasi paling sedikit 1 (satu) program studi dan/atau 1 (satu) perguruan tinggi yang diselenggarakan masyarakat untuk dikembangkan menjadi program studi dan/atau perguruan tinggi bertaraf internasional. Pasal 152 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 114. - 114 - Pasal 152 (1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi bertaraf internasional melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan penjaminan mutu sekolah/madrasah bertaraf internasional yang diatur oleh Menteri. (2) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau masyarakat dapat mendirikan sekolah/madrasah baru yang bertaraf internasional dengan persyaratan harus memenuhi: a. Standar Nasional Pendidikan sejak sekolah/madrasah berdiri; dan b. Pedoman penjaminan mutu sekolah/ madrasah bertaraf internasional yang ditetapkan oleh Menteri sejak sekolah/ madrasah berdiri. Pasal 153 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan khusus dan satuan atau program pendidikan nonformal bertaraf internasional. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan pendidikan khusus dan satuan atau program pendidikan nonformal bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 154 Penyelenggara dan satuan pendidikan dilarang menggunakan kata internasional untuk nama satuan pendidikan, program, kelas, dan/atau mata pelajaran kecuali mendapatkan penetapan atau izin dari pejabat yang berwenang mengeluarkan penetapan atau izin penyelenggaraan satuan pendidikan yang bertaraf internasional. BAB IX . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 115. - 115 - BAB IX SATUAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL Pasal 155 Satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal merupakan satuan pendidikan yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. Pasal 156 (1) Pemerintah kabupaten/kota mengelola dan menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang berbasis keunggulan lokal. (2) Pemerintah kabupaten/kota memfasilitasi penyelenggaraan satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan masyarakat. Pasal 157 (1) Keunggulan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 dikembangkan berdasarkan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah di bidang seni, pariwisata, pertanian, kelautan, perindustrian, dan bidang lain. (2) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi berbasis keunggulan lokal harus diperkaya dengan muatan pendidikan kejuruan yang terkait dengan potensi ekonomi, sosial, dan/atau budaya setempat yang merupakan keunggulan kompetitif dan/atau komparatif daerah. Pasal 158 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 116. - 116 - Pasal 158 (1) Satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan penjaminan mutu sekolah atau madrasah berbasis keunggulan lokal yang diatur oleh Menteri. (2) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau masyarakat dapat mendirikan sekolah/madrasah baru yang berbasis keunggulan lokal dengan persyaratan memenuhi: a. Standar Nasional Pendidikan sejak sekolah/madrasah berdiri; dan b. Pedoman penjaminan mutu sekolah/madrasah berbasis keunggulan lokal yang ditetapkan oleh Menteri sejak sekolah/madrasah berdiri. Pasal 159 (1) Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat dapat menyelenggarakan satuan atau program pendidikan nonformal berbasis keunggulan lokal. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai satuan atau program pendidikan nonformal berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB X . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 117. - 117 - BAB X PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN OLEH PERWAKILAN NEGARA ASING DAN KERJA SAMA SATUAN PENDIDIKAN ASING DENGAN SATUAN PENDIDIKAN NEGARA INDONESIA Bagian Kesatu Penyelenggaraan Pendidikan oleh Perwakilan Negara Asing Pasal 160 (1) Perwakilan negara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat menyelenggarakan satuan pendidikan bagi warga negaranya sesuai dengan sistem pendidikan di negaranya atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia. (2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menerima peserta didik warga negara Indonesia. Bagian Kedua Kerja Sama Lembaga Pendidikan Asing dengan Satuan Pendidikan di Indonesia Paragraf 1 Kerja Sama Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 161 (1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi atau yang diakui di negaranya dapat menyelenggarakan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Penyelenggaraan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 118. - 118 - (2) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan bekerja sama dengan lembaga pendidikan di Indonesia pada tingkat program studi atau satuan pendidikan. (3) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan syarat: a. memperoleh izin Menteri; b. mengikuti Standar Nasional Pendidikan; c. mengikuti ujian nasional bagi peserta didik pendidikan dasar dan menengah warga negara Indonesia; d. mengikuti akreditasi oleh badan akreditasi nasional; dan e. mematuhi ketentuan peraturan perundang- undangan. (4) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada pendidikan anak usia dini dan jenjang pendidikan dasar dan menengah bekerja sama dengan satuan pendidikan di Indonesia yang berakreditasi A atau yang setara dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah atau dari Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal sesuai kewenangannya. (5) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada jenjang pendidikan tinggi bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki program studi terkait berakreditasi A atau yang setara dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi atau dari Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal sesuai kewenangannya. (6) Kepemilikan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 119. - 119 - (6) Kepemilikan lembaga asing dalam program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) wajib mengikutsertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) pendidik warga negara Indonesia. (8) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) wajib mengikutsertakan paling sedikit 80% (delapan puluh persen) tenaga kependidikan warga negara Indonesia. (9) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama di daerah tertentu diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 162 (1) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (2) merupakan program atau satuan pendidikan bertaraf internasional atau satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal. (2) Program atau satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerapkan sistem remunerasi yang berkeadilan bagi semua pendidik dan tenaga kependidikan. Pasal 163 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 120. - 120 - Pasal 163 (1) Program atau satuan pendidikan yang diselenggarakan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 dapat menggunakan sistem pendidikan yang berlaku di negara lain. (2) Penggunaan sistem pendidikan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin dari Menteri. (3) Dalam hal penggunaan sistem pendidikan negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan disiplin ilmu agama, Menteri memberikan izin setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Agama. Paragraf 2 Kerja Sama Pengelolaan Pendidikan Pasal 164 (1) Satuan pendidikan anak usia dini dan satuan pendidikan dasar dan menengah Indonesia dapat bekerja sama dalam bidang akademik dengan satuan pendidikan asing dalam pengelolaan pendidikan. (2) Program studi, pusat studi, lembaga penelitian, lembaga pengabdian kepada masyarakat, fakultas, atau unit kerja lain pada perguruan tinggi Indonesia dapat bekerja sama dalam bidang akademik dan/atau non-akademik dengan unit kerja sejenis dari perguruan tinggi asing dalam pengelolaan pendidikan. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertujuan: a. meningkatkan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 121. - 121 - a. meningkatkan mutu pendidikan; b. memperluas jaringan kemitraan; dan/atau c. menyelenggarakan satuan pendidikan atau program studi bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal. (4) Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk: a. pertukaran pendidik dan/atau tenaga kependidikan; b. pertukaran peserta didik; c. pemanfaatan sumber daya; d. penyelenggaraan program kembaran; e. penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler; dan/atau f. kerja sama lain yang dianggap perlu. (5) Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk: a. pertukaran pendidik dan/atau tenaga kependidikan; b. pertukaran peserta didik; c. pemanfaatan sumber daya; d. penyelenggaraan pertemuan ilmiah; e. penyelenggaraan program kegiatan perolehan kredit; f. penyelenggaraan program transfer kredit; g. penyelenggaraan program studi kembaran; h. penyelenggaraan program studi gelar ganda; i. penyelenggaraan program studi tumpang lapis; j. penyelenggaraan program penelitian; k. penyelenggaraan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 122. - 122 - k. penyelenggaraan program pengabdian kepada masyarakat; dan/atau; l. kerja sama lain yang dianggap perlu. Pasal 165 (1) Kerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (5) huruf g dan huruf h dilaksanakan oleh program studi perguruan tinggi Indonesia yang berakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. (2) Program studi perguruan tinggi luar negeri yang bekerja sama dengan program studi di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terakreditasi atau diakui di negaranya. Pasal 166 (1) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (2) dapat berbentuk: a. kontrak manajemen; b. pendayagunaan aset; c. penggalangan dana; d. pembagian jasa dan royalti atas hak kekayaan intelektual; dan/atau e. kerja sama lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kerja sama non-akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh perguruan tinggi yang sudah memiliki izin pendirian dari Kementerian. Pasal 167 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 123. - 123 - Pasal 167 (1) Satuan pendidikan nonformal Indonesia dapat menjalin kerja sama akademik dan/atau non- akademik dengan lembaga pendidikan negara lain. (2) Kerja sama satuan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan/atau memperluas jaringan kemitraan untuk kepentingan satuan pendidikan nonformal. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh satuan pendidikan nonformal terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal yang memiliki izin pendirian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bentuk kerja sama pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 168 Menteri dapat membatalkan kerja sama pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 sampai dengan Pasal 167 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian atas instruksi Menteri, terbukti melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 124. - 124 - BAB XI KEWAJIBAN PESERTA DIDIK Pasal 169 (1) Peserta didik berkewajiban: a. mengikuti proses pembelajaran sesuai peraturan satuan pendidikan dengan menjunjung tinggi norma dan etika akademik; b. menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya dan menghormati pelaksanaan ibadah peserta didik lain; c. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan; d. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial; e. mencintai keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, serta menyayangi sesama peserta didik; f. mencintai dan melestarikan lingkungan; g. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, keamanan, dan ketertiban satuan pendidikan; h. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, keamanan, dan ketertiban umum; i. menanggung biaya pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban; j. menjaga kewibawaan dan nama baik satuan pendidikan yang bersangkutan; dan k. mematuhi . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 125. - 125 - k. mematuhi semua peraturan yang berlaku. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di bawah bimbingan dan keteladanan pendidik dan tenaga kependidikan, serta pembiasaan terhadap peserta didik. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. BAB XII PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum Pasal 170 Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan dan program pendidikan merupakan pelaksana dan penunjang penyelenggaraan pendidikan. Bagian Kedua Jenis, Tugas, dan Tanggung Jawab Pasal 171 (1) Pendidik merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (2) Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. guru . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 126. - 126 - a. guru sebagai pendidik profesional mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah; b. dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, pada jenjang pendidikan tinggi; c. konselor sebagai pendidik profesional memberikan pelayanan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi; d. pamong belajar sebagai pendidik profesional mendidik, membimbing, mengajar, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, dan mengembangkan model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal; e. widyaiswara sebagai pendidik profesional mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan/atau dalam jabatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; f. tutor . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 127. - 127 - f. tutor sebagai pendidik profesional memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran jarak jauh dan/atau pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan jalur formal dan nonformal; g. instruktur sebagai pendidik profesional memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kursus dan/atau pelatihan; h. fasilitator sebagai pendidik profesional melatih dan menilai pada lembaga pendidikan dan pelatihan; i. pamong pendidikan anak usia dini sebagai pendidik profesional mengasuh, membimbing, melatih, menilai perkembangan anak usia dini pada kelompok bermain, penitipan anak dan bentuk lain yang sejenis pada jalur pendidikan nonformal; j. guru pembimbing khusus sebagai pendidik profesional membimbing, mengajar, menilai, dan mengevaluasi peserta didik berkelainan pada satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan; dan k. nara sumber teknis sebagai pendidik profesional melatih keterampilan tertentu bagi peserta didik pada pendidikan kesetaraan. Pasal 172 (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kualifikasi . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 128. - 128 - (2) Kualifikasi akademik dan kompetensi guru dan dosen pada satuan pendidikan formal harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik selain guru dan dosen diatur dengan Peraturan Menteri. (4) Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik pada jalur pendidikan nonformal diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 173 (1) Tenaga kependidikan selain pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 mencakup pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi sumber belajar, tenaga administrasi, psikolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan dan keamanan, serta tenaga dengan sebutan lain yang bekerja pada satuan pendidikan. (2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. pengelola satuan pendidikan mengelola satuan pendidikan pada pendidikan formal atau nonformal; b. penilik melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan nonformal; c. pengawas melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan formal anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah; d. peneliti . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 129. - 129 - d. peneliti melakukan penelitian di bidang pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, serta pendidikan nonformal; e. pengembang atau perekayasa melakukan pengembangan atau perekayasaan di bidang pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, serta pendidikan nonformal; f. tenaga perpustakaan melaksanakan pengelolaan perpustakaan pada satuan pendidikan; g. tenaga laboratorium membantu pendidik mengelola kegiatan praktikum di laboratorium satuan pendidikan; h. teknisi sumber belajar mempersiapkan, merawat, memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran pada satuan pendidikan; i. tenaga administrasi menyelenggarakan pelayanan administratif pada satuan pendidikan; j. psikolog memberikan pelayanan bantuan psikologis-pedagogis kepada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia dini; k. pekerja sosial pendidikan memberikan layanan bantuan sosiologis-pedagogis kepada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus atau pendidikan layanan khusus; l. terapis . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 130. - 130 - l. terapis memberikan pelayanan bantuan fisiologis-kinesiologis kepada peserta didik pada pendidikan khusus; dan m. tenaga kebersihan dan keamanan memberikan pelayanan kebersihan lingkungan dan keamanan satuan pendidikan. Bagian Ketiga Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pasal 174 (1) Pemerintah merencanakan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan pada satuan pendidikan secara nasional. (2) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya merencanakan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan berdasarkan perencanaan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 175 (1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pengangkatan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 131. - 131 - (2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dilaksanakan dalam rangka perluasan dan pemerataan akses pendidikan serta peningkatan mutu, daya saing, dan relevansi pendidikan. (3) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat berdasarkan perjanjian kerja dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pembinaan Karier, Promosi, dan Penghargaan Paragraf 1 Pembinaan Karier Pasal 176 (1) Pemerintah mengembangkan dan menetapkan pola pembinaan karier pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan karier pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan pola pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyelenggara . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 132. - 132 - (3) Penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat wajib melakukan pembinaan karier pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya sesuai dengan pola pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Pembinaan karier pendidik dilaksanakan dalam bentuk peningkatan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi sebagai agen pembelajaran dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. (5) Pembinaan karier tenaga kependidikan dilaksanakan dalam bentuk peningkatan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi manajerial dan/atau teknis sebagai tenaga kependidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Paragraf 2 Promosi dan Penghargaan Pasal 177 Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. Pasal 178 (1) Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 diberikan dalam bentuk kenaikan pangkat/golongan, kenaikan jabatan, dan/atau bentuk promosi lain yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Promosi . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 133. - 133 - (2) Promosi bagi pendidik dan tenaga kependidikan bukan pegawai negeri sipil pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilaksanakan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga penyelenggara pendidikan serta ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 179 (1) Penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 diberikan oleh: a. Presiden atau Menteri pada tingkat nasional dan/atau internasional; b. gubernur pada tingkat provinsi; c. bupati/walikota pada tingkat kabupaten/ kota; d. camat pada tingkat kecamatan; e. kepala desa/kelurahan pada tingkat desa/ kelurahan; dan f. pemimpin satuan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (2) Penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dapat diberikan oleh masyarakat dan organisasi profesi pada tingkat internasional, nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan/atau tingkat satuan pendidikan. (3) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam bentuk: a. tanda . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 134. - 134 - a. tanda jasa; b. promosi; c. piagam; d. uang; dan/atau e. bentuk penghargaan lainnya. Pasal 180 (1) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan berdedikasi yang bertugas di daerah terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, daerah tertinggal, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain. (2) Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang berhasil menulis buku teks pelajaran dan/atau menemukan teknologi pembelajaran baru yang bermutu menurut penilaian Kementerian. (3) Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik dan/atau tenaga kependidikan yang menghasilkan penelitian yang bermutu menurut penilaian Kementerian. (4) Pendidik atau tenaga kependidikan yang gugur dalam melaksanakan tugas memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau penyelenggara satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 135. - 135 - Bagian Keempat Larangan Pasal 181 Pendidik dan tenaga kependidikan, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang: a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan; b. memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan; c. melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang menciderai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik; dan/atau d. melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIII PENDIRIAN SATUAN PENDIDIKAN Pasal 182 (1) Pendirian program atau satuan pendidikan pendidikan anak usia dini formal, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi wajib memperoleh izin Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Izin . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 136. - 136 - (2) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk TK, SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi standar pelayanan minimum sampai dengan Standar Nasional Pendidikan, diberikan oleh bupati/walikota. (3) Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan menjadi satuan dan/atau program pendidikan bertaraf internasional diberikan oleh Menteri. (4) Izin pengembangan SD, SMP, SMA, dan SMK, yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan menjadi satuan dan/atau program pendidikan berbasis keunggulan lokal, diberikan oleh bupati/walikota. (5) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan pendidikan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diberikan oleh gubernur. (6) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk RA, MI, MTs, MA, MAK, dan pendidikan keagamaan dikeluarkan oleh Menteri Agama. (7) Izin pengembangan RA, MI, MTs, MA, MAK, dan pendidikan keagamaan menjadi satuan dan/atau program pendidikan bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal dikeluarkan oleh Menteri Agama. (8) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk program studi pada perguruan tinggi umum diberikan oleh Menteri. (9) Izin . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 137. - 137 - (9) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk program studi pada perguruan tinggi keagamaan diberikan oleh Menteri Agama. (10) Izin pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan pendidikan Indonesia di luar negeri diberikan oleh Menteri. (11) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberian izin satuan pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (10) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 183 (1) Pemerintah dapat menyelenggarakan satuan dan/atau program pendidikan yang bertaraf internasional sesuai dengan kebutuhan. (2) Izin pendirian satuan dan/atau program pendidikan yang bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri. Pasal 184 (1) Syarat-syarat pendirian satuan pendidikan formal meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan. (2) Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan dalam Standar Nasional Pendidikan. (3) Selain . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 138. - 138 - (3) Selain syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian satuan pendidikan harus melampirkan: a. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi tata ruang, geografis, dan ekologis; b. hasil studi kelayakan tentang prospek pendirian satuan pendidikan formal dari segi prospek pendaftar, keuangan, sosial, dan budaya; c. data mengenai perimbangan antara jumlah satuan pendidikan formal dengan penduduk usia sekolah di wilayah tersebut; d. data mengenai perkiraan jarak satuan pendidikan yang diusulkan di antara gugus satuan pendidikan formal sejenis; e. data mengenai kapasitas daya tampung dan lingkup jangkauan satuan pendidikan formal sejenis yang ada; dan f. data mengenai perkiraan pembiayaan untuk kelangsungan pendidikan paling sedikit untuk 1 (satu) tahun akademik berikutnya. (4) Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian lain atau lembaga pemerintah nonkementerian, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus pula memenuhi persyaratan: a. memiliki program-program studi yang diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas dan fungsi kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan; dan b. adanya . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 139. - 139 - b. adanya undang-undang sektor terkait yang menyatakan perlu diadakannnya pendidikan yang diselenggarakan secara khas terkait dengan tugas dan fungsi kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bersangkutan. (5) Persyaratan dan tata cara pendirian program studi pada perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 185 (1) Pendirian satuan pendidikan nonformal wajib memperoleh izin dari pemerintah kabupaten/ kota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat-syarat pendirian dan tata cara pemberian izin satuan pendidikan nonformal diatur dengan Peraturan Menteri. BAB XIV PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 186 Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan melalui berbagai komponen masyarakat, pendidikan berbasis masyarakat, dewan pedidikan, dan komite sekolah/madrasah. Bagian Kedua . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 140. - 140 - Bagian Kedua Fungsi Pasal 187 Peran serta masyarakat dalam pendidikan berfungsi memperbaiki akses, mutu, daya saing, relevansi, tata kelola, dan akuntabilitas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Bagian Ketiga Komponen Peran Serta Masyarakat Pasal 188 (1) Peran serta masyarakat meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan dalam bentuk: a. penyediaan sumber daya pendidikan; b. penyelenggaraan satuan pendidikan; c. penggunaan hasil pendidikan; d. pengawasan penyelenggaraan pendidikan; e. pengawasan pengelolaan pendidikan; f. pemberian pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pemangku kepentingan pendidikan pada umumnya; dan/atau g. pemberian . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 141. - 141 - g. pemberian bantuan atau fasilitas kepada satuan pendidikan dan/atau penyelenggara satuan pendidikan dalam menjalankan fungsinya. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e tidak termasuk pemeriksaan yang menjadi kewenangan otoritas pengawasan fungsional. (4) Peran serta masyarakat secara khusus dalam pendidikan dapat disalurkan melalui: a. dewan pendidikan tingkat nasional; b. dewan pendidikan tingkat provinsi; c. dewan pendidikan tingkat kabupaten/kota; d. komite sekolah/madrasah; dan/atau e. organ representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan. (5) Organisasi profesi dapat berperan serta dalam pendidikan melalui: a. pengendalian mutu pendidikan profesi; b. pemberian pertimbangan kurikulum program studi sarjana atau diploma empat yang lulusannya berpotensi melanjutkan pada pendidikan profesi; c. pemberian pertimbangan kurikulum program studi kejuruan atau vokasi yang relevan; d. uji kompetensi dan sertifikasi kompetensi yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan; e. akreditasi program studi atau satuan pendidikan; dan/atau f. peran lain yang relevan dengan keprofesiannya. Bagian Keempat . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 142. - 142 - Bagian Keempat Pendidikan Berbasis Masyarakat Pasal 189 (1) Pendidikan berbasis masyarakat dapat dilaksanakan pada satuan pendidikan formal dan/atau nonformal pada semua jenjang dan jenis pendidikan. (2) Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan/atau nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Pasal 190 (1) Kurikulum satuan pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 memenuhi Standar Nasional Pendidikan. (2) Satuan pendidikan berbasis masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan kekhasan agama atau lingkungan sosial dan budaya masing-masing. Pasal 191 (1) Pengelolaan dan penyelenggaraan satuan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Penyelenggara . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 143. - 143 - (2) Penyelenggara satuan pendidikan berbasis masyarakat dapat mengembangkan pola penyelenggaraan satuan pendidikan sesuai dengan kekhasan agama atau sosial budaya masing-masing. (3) Penyelenggara satuan pendidikan berbasis masyarakat dapat mengembangkan pola pengelolaan satuan pendidikan sesuai dengan kekhasan agama atau sosial budaya masing- masing. Bagian Kelima Dewan Pendidikan Pasal 192 (1) Dewan pendidikan terdiri atas Dewan Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, dan Dewan Pendidikan Kabupaten/ Kota. (2) Dewan pendidikan berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. (3) Dewan pendidikan menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional. (4) Dewan pendidikan bertugas menghimpun, menganalisis, dan memberikan rekomondasi kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan. (5) Dewan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 144. - 144 - (5) Dewan pendidikan melaporkan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik, laman, pertemuan, dan/atau bentuk lain sejenis sebagai pertanggungjawaban publik. (6) Anggota dewan pendidikan terdiri atas tokoh yang berasal dari: a. pakar pendidikan; b. penyelenggara pendidikan; c. pengusaha; d. organisasi profesi; e. pendidikan berbasis kekhasan agama atau sosial-budaya; dan f. pendidikan bertaraf internasional; g. pendidikan berbasis keunggulan lokal; dan/atau h. organisasi sosial kemasyarakatan. (7) Rekrutmen calon anggota dewan pendidikan dilaksanakan melalui pengumuman di media cetak, elektronik, dan laman. (8) Masa jabatan keanggotaan dewan pendidikan adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (9) Anggota dewan pendidikan dapat diberhentikan apabila: a. mengundurkan diri; b. meninggal dunia; c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; atau d. dijatuhi . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 145. - 145 - d. dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (10) Susunan kepengurusan dewan pendidikan sekurang-kurangnya terdiri atas ketua dewan dan sekretaris. (11) Anggota dewan pendidikan berjumlah gasal. (12) Ketua dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dipilih dari dan oleh para anggota secara musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara. (13) Pendanaan dewan pendidikan dapat bersumber dari: a. Pemerintah; b. pemerintah daerah; c. masyarakat; d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau e. sumber lain yang sah. Pasal 193 (1) Dewan Pendidikan Nasional berkedudukan di ibukota negara. (2) Anggota Dewan Pendidikan Nasional ditetapkan oleh Menteri. (3) Anggota Dewan Pendidikan Nasional paling banyak berjumlah 15 (lima belas) orang. (4) Menteri . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 146. - 146 - (4) Menteri memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Nasional atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Nasional yang dibentuk oleh Menteri. (5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengusulkan kepada Menteri paling banyak 30 (tiga puluh) orang calon anggota Dewan Pendidikan Nasional setelah mendapatkan usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan. Pasal 194 (1) Dewan Pendidikan Provinsi berkedudukan di ibukota provinsi. (2) Anggota Dewan Pendidikan Provinsi ditetapkan oleh gubernur. (3) Anggota Dewan Pendidikan Provinsi berjumlah paling banyak 13 (tiga belas) orang. (4) Gubernur memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Provinsi atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Provinsi yang dibentuk oleh gubernur. (5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengusulkan kepada gubernur paling banyak 26 (dua puluh enam) orang calon anggota Dewan Pendidikan Provinsi setelah mendapatkan usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan. Pasal 195 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 147. - 147 - Pasal 195 (1) Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota. (2) Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota ditetapkan oleh bupati/walikota. (3) Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang. (4) Bupati/walikota memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota atas dasar usulan dari panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota yang dibentuk oleh bupati/walikota. (5) Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengusulkan kepada bupati/walikota paling banyak 22 (dua puluh dua) orang calon anggota Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota setelah mendapatkan usulan dari: a. organisasi profesi pendidik; b. organisasi profesi lain; atau c. organisasi kemasyarakatan. Bagian Keenam Komite Sekolah/Madrasah Pasal 196 (1) Komite sekolah/madrasah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (2) Komite . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 148. - 148 - (2) Komite sekolah/madrasah menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional. (3) Komite sekolah/madrasah memperhatikan dan menindaklanjuti terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap satuan pendidikan. (4) Komite sekolah/madrasah dibentuk untuk 1 (satu) satuan pendidikan atau gabungan satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (5) Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik kurang dari 200 (dua ratus) orang dapat membentuk komite sekolah/madrasah gabungan dengan satuan pendidikan lain yang sejenis. (6) Komite sekolah/madrasah berkedudukan di satuan pendidikan. (7) Pendanaan komite sekolah/madrasah dapat bersumber dari: a. Pemerintah; b. pemerintah daerah; c. masyarakat; d. bantuan pihak asing yang tidak mengikat; dan/atau e. sumber lain yang sah. Pasal 197 (1) Anggota komite sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas unsur: a. orang tua/wali peserta didik paling banyak 50% (lima puluh persen); b. tokoh . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 149. - 149 - b. tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen); dan c. pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30% (tiga puluh persen). (2) Masa jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (3) Anggota komite sekolah/madrasah dapat diberhentikan apabila: a. mengundurkan diri; b. meninggal dunia; atau c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; d. dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (4) Susunan kepengurusan komite sekolah/ madrasah terdiri atas ketua komite dan sekretaris. (5) Anggota komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat orangtua/wali peserta didik satuan pendidikan. (6) Ketua komite dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipilih dari dan oleh anggota secara musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara. (7) Anggota . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 150. - 150 - (7) Anggota, sekretaris, dan ketua komite sekolah/ madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah. Bagian Ketujuh Larangan Pasal 198 Dewan pendidikan dan/atau komite sekolah/ madrasah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang: a. menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan; b. memungut biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya di satuan pendidikan; c. mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung; d. mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung; dan/atau e. melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas satuan pendidikan secara langsung atau tidak langsung. BAB XV PENGAWASAN Pasal 199 (1) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Pengawasan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 151. - 151 - (2) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 200 (1) Pengawasan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan mencakup pengawasan administratif dan teknis edukatif yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemerintah melaksanakan: a. pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan tinggi; b. pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang menjadi kewenangannya; c. pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan Indonesia di luar negeri; d. koordinasi pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah; dan e. pengawasan terhadap penggunaan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara oleh pemerintah daerah untuk pendidikan. (3) Pemerintah provinsi melaksanakan: a. pengawasan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 152. - 152 - a. pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan satuan pendidikan bertaraf internasional atau yang dirintis untuk menjadi bertaraf internasional; b. pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dan layanan khusus; dan c. koordinasi pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota; (4) Pemerintah provinsi melakukan pembinaan terhadap pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas koordinasi pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c. (5) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di wilayah yang menjadi kewenangannya. Pasal 201 (1) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, sesuai dengan kewenangan masing-masing, menindaklanjuti pengaduan masyarakat tentang penyimpangan di bidang pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tindak . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 153. - 153 - (2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk klarifikasi, verifikasi, atau investigasi apabila: a. pengaduan disertai dengan identitas pengadu yang jelas; dan b. pengadu memberi bukti adanya penyimpangan. Pasal 202 (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 dapat dilakukan dalam bentuk pemeriksaan umum, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan khusus, pemeriksaan tematik, pemeriksaan investigatif, dan/atau pemeriksaan terpadu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada instansi atau lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan oleh lembaga pengawasan fungsional yang memiliki kewenangan dan kompetensi pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 203 Dalam melaksanakan klarifikasi, verifikasi, atau investigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 201 ayat (2) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dapat menunjuk lembaga pemeriksaan independen. Pasal 204 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 154. - 154 - Pasal 204 (1) Dewan pendidikan melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. (2) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Nasional dilaporkan kepada Menteri. (3) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Provinsi dilaporkan kepada gubernur. (4) Hasil pengawasan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dilaporkan kepada bupati/ walikota. Pasal 205 (1) Komite sekolah/madrasah melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (2) Hasil pengawasan oleh komite sekolah/ madrasah dilaporkan kepada rapat orang tua/ wali peserta didik yang diselenggarakan dan dihadiri kepala sekolah/madrasah dan dewan guru. BAB XVI SANKSI Pasal 206 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat menutup satuan pendidikan dan/atau program pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 dan Pasal 185 ayat (1). Pasal 207 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 155. - 155 - Pasal 207 Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan sanksi administratif berupa peringatan, penggabungan, penundaan atau pembatalan pemberian sumber daya pendidikan kepada satuan pendidikan, pembekuan, penutupan satuan pendidikan dan/atau program pendidikan yang melaksanakan pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 69 ayat (4), Pasal 71 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72, Pasal 81 ayat (6), Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 122 ayat (1), Pasal 131 ayat (5), Pasal 162 ayat (2), dan Pasal 184. Pasal 208 (1) Perseorangan atau kelompok anggota civitas akademika perguruan tinggi yang melaksanakan kebebasan akademik dan/atau otonomi keilmuan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92, dikenai sanksi administratif oleh pemimpin perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Dalam hal pemimpin perguruan tinggi tidak mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengenakan sanksi kepada pelanggar dan kepada pejabat yang tidak mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Perguruan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 156. - 156 - (3) Perguruan tinggi atau unit dari perguruan tinggi yang melaksanakan kebebasan akademik dan/atau otonomi keilmuan, baik disengaja maupun tidak disengaja, yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 91 dan Pasal 92, dikenai sanksi administratif oleh Pemerintah berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, penutupan, dan/atau dicabut izin penyelenggaraannya. (4) Pemerintah dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan perguruan tinggi yang melaksanakan dharma perguruan tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 209 Peserta didik yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan, skorsing, dan/atau dikeluarkan dari satuan pendidikan oleh satuan pendidikan. Pasal 210 Perseorangan, kelompok, atau organisasi, yang menyelenggarakan pendidikan nonformal baik disengaja maupun tidak disengaja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 sampai dengan Pasal 115 dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pasal 211 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 157. - 157 - Pasal 211 Satuan pendidikan jarak jauh yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2), Pasal 122, dan Pasal 123 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan oleh Menteri. Pasal 212 (1) Pendidik yang melalaikan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (2) tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Tenaga kependidikan yang melalaikan tugas dan/atau kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2) tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pendidik atau tenaga kependidikan pegawai negeri sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pendidik atau tenaga kependidikan bukan pegawai negeri sipil yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (3) dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Penyelenggara . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 158. - 158 - (5) Penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan masyarakat yang melalaikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 ayat (1), Pasal 47, dan Pasal 48 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis pertama, kedua, dan ketiga, apabila tidak diindahkan dilakukan pembekuan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Seseorang yang mengangkat, menempatkan, memindahkan, atau memberhentikan pendidik atau tenaga kependidikan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 tanpa alasan yang sah, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat, dan/atau pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya. Pasal 213 (1) Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang penyelenggaraan pendidikan: a. bertaraf internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1) dan Pasal 154; atau b. berbasis keunggulan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (2) dan Pasal 158 ayat (1); dikenai . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 159. - 159 - dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama, kedua, dan ketiga, penundaan atau penghentian subsidi hingga pencabutan izin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diadakan pembinaan paling lama 3 (tiga) tahun oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 214 (1) Penyelenggaraan pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh perwakilan negara asing atau lembaga pendidikan asing yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 160 dan Pasal 161 ayat (2) sampai dengan ayat (8) dikenai sanksi oleh Menteri berupa teguran tertulis dan/atau penutupan satuan pendidikan. (2) Satuan pendidikan negara lain yang menyelenggarakan pendidikan bekerja sama dengan satuan pendidikan di Indonesia yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (2) dan Pasal 163 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (3) Satuan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 160. - 160 - (3) Satuan pendidikan Indonesia yang melaksanakan kerja sama pengelolaan dengan satuan pendidikan negara lain yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (2), Pasal 166 ayat (2), dan Pasal 167 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 215 Satuan pendidikan yang melanggar ketentuan tentang pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55 ayat (1), Pasal 57 ayat (1), dan Pasal 58 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, penggabungan, pembekuan, dan/atau penutupan satuan pendidikan oleh Pemerintah atau atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 216 (1) Anggota dewan pendidikan atau komite sekolah/madrasah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Pemerintah atau oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Anggota dewan pendidikan atau komite sekolah/madrasah yang dalam menjalankan tugasnya melampaui fungsi dan tugas dewan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (2) dan ayat (4) serta fungsi komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. BAB XVII . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 161. - 161 - BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 217 Satuan pendidikan yang dinyatakan oleh pendirinya sebagai sekolah internasional sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku, wajib menyesuaikan menjadi: a. satuan pendidikan kategori standar atau katagori mandiri sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang standar nasional pendidikan; b. satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal; c. satuan pendidikan bertaraf internasional; atau d. satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar kerja sama satuan pendidikan asing dengan satuan pendidikan negara Indonesia. Pasal 218 (1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan asing atau badan hukum asing yang ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini wajib menyesuaikan menjadi satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar kerja sama satuan pendidikan asing dengan satuan pendidikan negara Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku. (2) Satuan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 162. - 162 - (2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar kerja sama lembaga pendidikan asing atau badan hukum asing dengan lembaga pendidikan atau badan hukum di Indonesia yang ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib menyesuaikan menjadi satuan pendidikan yang diselenggarakan atas dasar kerja sama satuan pendidikan asing dengan satuan pendidikan negara Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini, paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku. Pasal 219 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 220 Pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan, peraturan pelaksanaan: a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411); b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3412); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763); c. Peraturan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 163. - 163 - c. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3764); d. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3460); e. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3461); f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3974); g. Peraturan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 164. - 164 - g. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3485); h. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3859); i. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3860); masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 221 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411); b. Peraturan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 165. - 165 - b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3412); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763); c. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3764); d. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3460); e. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3461); f. Peraturan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 166. - 166 - f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3974); g. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3485); h. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3859); i. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3860); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 222 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 167. - 167 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 23 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, Wisnu Setiawan www.djpp.depkumham.go.id
  • 168. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN I. UMUM Visi sistem pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa mengisyaratkan bahwa pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus berlangsung sinergis. Visi sistem pendidikan nasional dimaksudkan untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dalam era globalisasi dan informasi saat ini, keterbukaan telah menjadi karakteristik kehidupan yang demokratis, dan hal ini membawa dampak pada cepat usangnya kebijakan maupun praksis pendidikan. Parameter kualitas pendidikan, baik dilihat dari segi pasokan, proses, dan hasil pendidikan selalu berubah. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah, masyarakat dan orang tua. Oleh sebab itu, pendidikan harus secara terus-menerus perlu ditingkatkan kualitasnya, melalui sebuah pembaruan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan (stakeholders) agar mampu mempersiapkan generasi penerus bangsa sejak dini sehingga memiliki unggulan kompetitif dalam tatanan kehidupan nasional dan global. Dunia . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 169. Dunia pendidikan khususnya dan tantangan masa depan umumnya telah berubah dan berkembang sedemikian cepatnya. Untuk mengantisipasi serta merespon perubahan dan perkembangan tersebut, perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang responsif untuk memaksimalkan terselenggaranya sistem pendidikan nasional. Untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan yang mencakupi: a. pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan; b. penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal, pendidikan jarak jauh, pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan lokal, pendidikan oleh perwakilan negara asing dan kerjasama lembaga pendidikan asing dengan lembaga pendidikan Indonesia; c. penyetaraan pendidikan informal; d. kewajiban peserta didik; e. pendidik dan tenaga kependidikan; f. pendirian satuan pendidikan; g. peran serta masyarakat; h. pengawasan; dan i. sanksi. II. PASAL . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 170. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 171. Pasal 10 Ayat (1) Standar pelayanan minimal merupakan batas minimal pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, serta pencapaian target pembangunan pendidikan nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “manajemen berbasis sekolah/madrasah” adalah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini, kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu komite sekolah/madrasah dalam mengelola pendidikan. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Akreditasi program pendidikan dapat dinyatakan dalam bentuk sertifikasi program pendidikan. Huruf b . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 172. Huruf b Akreditasi satuan pendidikan dapat dinyatakan dalam bentuk sertifikasi satuan atau unit pelaksana satuan pendidikan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa meliputi bidang intelektual umum, akademik khusus, kreatif produktif, seni kinestetik, psikososial/kepemimpinan, dan psikomotorik/olahraga. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 15 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 173. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan pada tingkat provinsi dilakukan berdasarkan target tingkat partisipasi nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 174. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Penetapan target tingkat partisipasi pendidikan pada tingkat kabupaten/kota dilakukan berdasarkan target tingkat partisipasi provinsi dan target tingkat partisipasi nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 32 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 175. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 176. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 177. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “bentuk lain yang sederajat” dalam ketentuan ini antara lain Bustanul Athfal (BA), Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ), Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), Adi Sekha, dan Pratama Widyalaya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 178. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bentuk diskriminasi, antara lain, pembedaan atas dasar pertimbangan gender, agama, etnis, status sosial, kemampuan ekonomi, dan kondisi fisik atau mental anak. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Program pembelajaran agama dan akhlak mulia pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual peserta didik melalui contoh pengamalan dari pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar sekolah sehingga menjadi bagian dari budaya sekolah. Huruf b . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 179. Huruf b Program pembelajaran sosial dan kepribadian pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk pembentukan kesadaran dan wawasan peserta didik atas hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi sosial serta pemahaman terhadap diri dan peningkatan kualitas diri sebagai manusia sehingga memiliki rasa percaya diri. Huruf c Program pembelajaran orientasi dan pengenalan pengetahuan dan teknologi pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik secara akademik memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat dengan menekankan pada penyiapan kemampuan berkomunikasi dan berlogika melalui berbicara, mendengarkan, pramembaca, pramenulis dan praberhitung yang harus dilaksanakan secara hati- hati, tidak memaksa, dan menyenangkan sehingga anak menyukai belajar. Huruf d Program pembelajaran estetika pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan diri dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni yang terwujud dalam tingkah laku keseharian. Huruf e . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 180. Huruf e Program pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik dan menanamkan sportivitas serta kesadaran hidup sehat dan bersih. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “stimulasi psikososial” dalam ketentuan ini adalah rangsangan pendidikan yang menumbuhkan kepekaan memahami dan bersikap terhadap lingkungan sosial sekitarnya. Misalnya memahami dan bersikap sopan kepada orang tua, saudara, dan teman. Huruf e Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 181. Pasal 68 Ayat (1) Bentuk lain yang sederajat dengan SD dan MI antara lain Paket A, pendidikan diniyah dasar, sekolah dasar teologi Kristen (SDTK), adi widyalaya, dan culla sekha. Ayat (2) Bentuk lain yang sederajat dengan SMP dan MTs antara lain Paket B, pendidikan diniyah menengah pertama, sekolah menengah pertama teologi Kristen (SMPTK), madyama vidyalaya (MV), dan majjhima sekha. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 182. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud “tes bakat skolastik (scholastic aptitude test)” merupakan tes kemampuan umum anak. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Tujuan pendidikan menengah dalam ketentuan pasal ini dimaksudkan dalam rangka mengantarkan peserta didik agar mampu hidup produktif dan beretika dalam masyarakat majemuk, serta menjadi warga negara yang taat hukum dalam konteks kehidupan global yang senantiasa berubah. Pasal 78 Ayat (1) Bentuk lain yang sederajat dengan SMA dan MA antara lain Paket C, pendidikan diniyah menengah atas, sekolah menengah teologi Kristen (SMTK), sekolah menengah agama Kristen (SMAK), utama vidyalaya (UV), dan mahasekha. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 183. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Ayat (1) Penjurusan pada SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat akan menentukan cakupan mata pelajaran pada setiap jenis bidang studi keahlian. Bentuk bidang studi keahlian merupakan unit akademik terkecil dalam pendidikan kejuruan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 184. Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Termasuk produk ilmu pengetahuan, teknologi, seni, atau olahraga, antara lain, dalam bentuk artikel, desain, paten, atau bahan ajar. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “satuan kredit semester” dalam ketentuan ini adalah beban belajar mahasiswa dan beban kerja dosen dalam sistem kredit semester (SKS). Banyaknya SKS yang diberikan untuk mata kuliah atau proses pembelajaran lainnya merupakan pengakuan atas keberhasilan usaha untuk menyelesaikan kegiatan akademik bersangkutan. Dalam setiap semester, 1 (satu) sks sama atau setara dengan 3 (tiga) jam beban belajar yang mencakup kegiatan tatap muka, kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri untuk kurun waktu 16 (enam belas) minggu efektif. Ayat (2) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 185. Ayat (2) Dalam setiap semester, 1 (satu) satuan kredit semester sama dengan beban studi setiap minggu berupa 1 (satu) jam tatap muka, 1 (satu) jam kegiatan terstruktur, dan 1 (satu) jam kegiatan mandiri untuk kurun waktu 16 (enam belas) minggu efektif dengan 16 (enam belas) kali pertemuan. Satu mata kuliah berbobot 3 (tiga) satuan kredit semester berarti sama dengan kegiatan studi 3 (tiga) jam tatap muka, 3 (tiga) jam kegiatan terstruktur, dan 3 (tiga) jam kegiatan mandiri selama 16 (enam belas) minggu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 186. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “program kembaran” dalam ketentuan ini adalah program yang dilaksanakan secara bersama oleh dua perguruan tinggi atau lebih untuk melaksanakan suatu program studi. Ijazah dan gelar yang diberikan dilakukan berdasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak dengan memperhatikan berbagai persyaratan pemberian ijazah maupun gelar akademik dari tiap- tiap perguruan tinggi dalam rangka pengendalian mutu. Persetujuan senat akademik dalam hal ini diperlukan untuk menjamin bahwa kerjasama ini telah dikaji dengan baik sebelumnya. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Pertukaran dosen dapat dilakukan antara lain melalui program cuti sabatikal (sabatical leave), cuti panjang untuk mengadakan penelitian atau mengikuti kursus untuk menyegarkan ilmu, yang tata caranya dapat diatur oleh tiap-tiap perguruan tinggi. Huruf f Cukup jelas. Huruf g . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 187. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penelitian dasar” dalam ketentuan ini adalah penelitian yang berorientasi tentang penjelasan fenomena alam (penelitian untuk ilmu) yang melandasi penelitian terapan dan penelitian pengembangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 188. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 189. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Contoh gelar lulusan pendidikan profesi antara lain Ak. untuk akuntansi, Apt. untuk apoteker yang ditulis di belakang nama yang berhak, dan dr. untuk dokter yang ditulis di depan nama yang berhak. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Ayat (1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal bagi peserta didik yang karena berbagai hal tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran pada satuan pendidikan formal atau peserta didik memilih jalur pendidikan nonformal untuk memenuhi kebutuhan belajarnya. Jenis . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 190. Jenis-jenis pendidikan nonformal yang mempunyai fungsi pengganti pendidikan formal, adalah: Program Paket A setara SD, Program Paket B setara SMP, dan Program Paket C setara SMA serta kursus dan pelatihan. Pendidikan nonformal berfungsi sebagai penambah pada pendidikan formal apabila pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh peserta didik pada satuan pendidikan formal dirasa belum memadai. Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pelengkap apabila peserta didik pada satuan pendidikan formal merasa perlu untuk menambah pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui jalur pendidikan nonformal. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 103 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “lembaga akreditasi lain” seperti Lembaga Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja dan Lembaga Sertifikasi Profesi Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6). . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 191. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan “ujian kesetaraan” adalah ujian kesetaraan dengan hasil belajar pada akhir pendidikan formal. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kelompok bermain” adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi anak usia 2 (dua) sampai 6 (enam) tahun dengan prioritas 2 (dua) sampai 4 (empat) tahun yang memperhatikan aspek kesejahteraan sosial anak. Yang dimaksud dengan “taman penitipan anak” adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi anak usia nol sampai enam tahun dengan prioritas nol sampai empat tahun yang memperhatikan aspek pengasuhan dan kesejahteraan sosial anak. Ayat (2). . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 192. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang sejenis” adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dalam bentuk bermain sambil belajar bagi anak usia nol sampai 6 (enam) tahun yang dapat diselenggarakan dalam bentuk program secara mandiri atau terintegrasi dengan berbagai layanan anak usia dini dan di lembaga keagamaan yang ada di masyarakat. Pasal 108 Ayat (1) Kecakapan personal mencakupi kecakapan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melakukan koreksi diri, kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri. Kecakapan sosial mencakupi kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, kecakapan bekerja sama dengan sesama, kecakapan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial. Kecakapan estetis mencakupi kecakapan dalam meningkatkan sensitifitas, kemampuan mengekspresikan, dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kecakapan . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 193. Kecakapan kinestetis mencakupi kecakapan dalam meningkatkan potensi fisik untuk mempertajam kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan refleks, gerakan yang kompleks, dan gerakan improvisasi individu. Kecakapan intelektual mencakupi kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melakukan penelitian dan percobaan- percobaan dengan pendekatan ilmiah. Kecakapan vokasional mencakupi kecakapan dalam memilih bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, mengembang profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas. Pasal 112 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 194. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Ayat (1) Program Paket C Kejuruan merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan setara SMK atau MAK. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 195. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Ayat (12) Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “karakteristik terbuka” adalah sistem pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program. Peserta didik dapat belajar sambil bekerja, atau mengambil program pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. Yang dimaksud dengan “belajar mandiri” adalah proses belajar yang dilakukan peserta didik secara peseorangan atau kelompok dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar dan mendapat bantuan atau bimbingan belajar atau tutorial sesuai kebutuhan. Yang . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 196. Yang dimaksud dengan “belajar tuntas” adalah proses pembelajaraan untuk mencapai taraf penguasaan kompetensi (mastery level) sesuai dengan tuntutan kurikulum. Peserta didik dapat mencapai tingkat penguasaan kompetensi yang dipersyarakan dengan kecepatan yang berbeda-beda. Proses belajar berlangsung secara bertahap dan berkelanjutan. Misalnya, seorang peserta didik baru dapat menempuh kegiatan belajar (learning tasks) berikutnya apabila telah menguasai kompetensi yang telah disyaratkan dalam kegiatab belajar sebelumnya. Pasal 119 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “moda pembelajaran” adalah kerangka konseptual dan operasional yang digunakan untuk mengorganisasikan belajar dan pembelajaran. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 120 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 197. Pasal 120 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pengorganisasian pendidikan jarak jauh modus tunggal” adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh dalam satu satuan pendidikan formal pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada tingkat pendidikan tinggi pengorganisasian modus tunggal adalah seperti yang diselenggarakan oleh Universitas Terbuka di Indonesia, Shukothai Thammathirat Open University di Thailand, dan University on the Air di China. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “pengorganisasian modus ganda” adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh bersamaan dengan pendidikan tatap muka pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan tatap muka tersebut terikat dengan jadwal waktu dan tempat seperti yang berlangsung pada lembaga pendidikan umumnya. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “pengorganisasian modus konsorsium” adalah penyelenggaraan pendidikan jarak jauh pada berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan oleh beberapa satuan pendidikan secara bersama (kolaboratif). Misalnya, suatu perguruan tinggi bekerjasama dengan perguruan tinggi lain atau lembaga lain dalam bentuk program pendidikan tumpang lapis (sandwich) atau kembaran (twinning) jarak jauh, dan universitas maya (cyber university). Ayat (5). . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 198. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 121 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pendidikan jarak jauh dengan lingkup mata pelajaran atau mata kuliah” adalah suatu satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh hanya untuk satu mata pelajaran, misalnya SMA menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pendidikan jarak jauh dengan lingkup satuan pendidikan antara lain pendidikan yang diselenggarakan oleh SMP Terbuka dan SMA Terbuka yang menyelenggarakan pendidikan SMP dan SMA, dan Universitas Terbuka yang menyelenggarakan program pendidikan tinggi. Pasal 122 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 199. Pasal 125 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “peraturan perundang- undangan” dalam ketentuan ini, misalnya, Undang- undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 200. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “menjamin” adalah: a. membantu tersedianya sarana dan prasarana serta pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan oleh peserta didik berkelainan; atau b. memberi sanksi administratif kepada satuan pendidikan yang memiliki sumber daya yang tidak menerima peserta didik berkelainan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 132 Cukup jelas. Pasal 133 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 201. Pasal 133 Ayat (1) Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk taman kanak-kanak luar biasa, antara lain, taman kanak-kanak khusus, atau taman kanak-kanak istimewa. Ayat (2) Huruf a Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah dasar luar biasa, antara lain, sekolah dasar khusus atau sekolah dasar istimewa. Huruf b Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah menengah pertama luar biasa, antara lain, sekolah menengah pertama khusus atau sekolah menengah pertama istimewa. Ayat (3) Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah menengah atas luar biasa, antara lain, sekolah menengah atas khusus atau sekolah menengah atas istimewa. Sebutan lain yang sejenis dan sederajat untuk sekolah menengah kejuruan luar biasa, antara lain, sekolah menengah kejuruan khusus atau sekolah menengah kejuruan istimewa. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 134 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 202. Pasal 134 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan manusia untuk memahami dan melaksanakan ajaran agama. Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan manusia untuk berhubungan dengan mengelola alam. Keceredasan emosional merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan untuk mengelola emosi diri sendiri dan hubungan dengan orang lain dan masyarakat dengan sikap empati. Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan manusia yang terutama digunakan untuk berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain dan masyarakat serta hubungan antarmanusia. Kecerdasan estetik merupakan kecerdasan manusia yang berhubungan dengan rasa keindahan, keserasian, dan keharmonisan. Kecerdasan kinestetik merupakan kecerdasan manusia yang berhubungan dengan koordinasi gerak tubuh seperti yang dilakukan penari dan atlet. Pasal 135 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2). . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 203. Ayat (2) Huruf a Program percepatan adalah program pembelajaran yang dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan dalam waktu yang lebih singkat dari waktu belajar yang ditetapkan. Misalnya, lama belajar 3 (tiga) tahun pada SMA dapat diselesaikan kurang dari 3 (tiga) tahun. Huruf b Program pengayaan adalah program pembelajaran yang dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik guna mencapai kompetensi lebih luas dan/atau lebih dalam dari pada standar isi dan standar kompetensi lulusan. Misalnya, cakupan dan urutan mata pelajaran tertentu diperluas atau diperdalam dengan menambahkan aspek lain seperti moral, etika, aplikasi, dan saling keterkaitan dengan materi lain yang memperluas dan/atau memperdalam bidang ilmu yang menaungi mata pelajaran tersebut. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 204. Pasal 137 Cukup jelas Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Cukup jelas. Pasal 140 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan formal, antara lain, dalam bentuk: a. sekolah atau madrasah kecil; b. sekolah atau madrasah terbuka; c. pendidikan jarak jauh; d. sekolah atau madrasah darurat; e. pemindahan peserta didik ke daerah lain; dan/atau f. bentuk lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal 141 Cukup jelas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Yang dimaksud dengan “negara maju” adalah negara yang mempunyai keunggulan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni tertentu. Pasal 144 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 205. Pasal 144 Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas. Pasal 146 Cukup jelas. Pasal 147 Cukup jelas. Pasal 148 Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas. Pasal 151 Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas. Pasal 154 Cukup jelas. Pasal 155 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 206. Pasal 155 Cukup jelas. Pasal 156 Cukup jelas. Pasal 157 Cukup jelas. Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas. Pasal 160 Cukup jelas. Pasal 161 Cukup jelas. Pasal 162 Cukup jelas. Pasal 163 Ayat (1) Sistem pendidikan negara lain meliputi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan/atau penjenjangan pendidikan yang secara resmi berlaku di negaranya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 164 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 207. Pasal 164 Cukup jelas. Pasal 165 Cukup jelas. Pasal 166 Cukup jelas. Pasal 167 Cukup jelas. Pasal 168 Cukup jelas. Pasal 169 Cukup jelas. Pasal 170 Cukup jelas. Pasal 171 Ayat (1) Sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya antara lain pamong pendidikan anak usia dini, guru pembimbing khusus, dan narasumber teknis. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 208. Huruf c Konselor dalam ketentuan ini termasuk guru bimbingan dan konseling. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Pasal 172 Cukup jelas Pasal 173 Cukup jelas. Pasal 174 Cukup jelas. Pasal 175 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 209. Pasal 175 Cukup jelas. Pasal 176 Cukup jelas. Pasal 177 Cukup jelas. Pasal 178 Cukup jelas Pasal 179 Cukup jelas. Pasal 180 Cukup jelas. Pasal 181 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Apabila pendidik merasa bahwa peserta didik memerlukan pembelajaran tambahan, dengan kebutuhan itu dipenuhi melalui program remedial sesuai ketentuan kurikulum yang berlaku. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 182 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 210. Pasal 182 Cukup jelas. Pasal 183 Cukup jelas. Pasal 184 Cukup jelas. Pasal 185 Cukup jelas. Pasal 186 Cukup jelas. Pasal 187 Cukup jelas. Pasal 188 Ayat (1) Masyarakat yang berperan serta, antara lain, orang tua atau wali peserta didik, keluarga peserta didik, komunitas di sekitar satuan pendidikan, organisasi profesi pendidik, organisasi orang tua atau wali peserta didik, organ representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan seperti komite sekolah/madrasah dan majelis wali amanah perguruan tinggi, dewan pendidikan, organisasi profesi lain, lembaga usaha, organisasi kemasyarakatan, serta orang, lembaga, atau organisasi lain yang relevan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 211. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 189 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Satu satuan pendidikan dapat memiliki kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya sekaligus. Kekhasan agama satuan pendidikan dapat berupa pendidikan umum yang diselenggarakan oleh kelompok agama tertentu; pendidikan umum yang menyelenggarakan pendidikan umum dan ilmu agama seperti MI, MTs, dan MA; atau pendidikan keagamaan seperti pendidikan diniyah, pesantren, pabbajja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Pendidikan dengan kekhasan lingkungan sosial dan budaya merupakan muatan pendidikan dan/atau pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi sosial dan budaya setempat. Pasal 190 Cukup jelas. Pasal 191 Cukup jelas. Pasal 192 Cukup jelas. Pasal 193 Cukup jelas. Pasal 194 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 212. Pasal 194 Cukup jelas. Pasal 195 Cukup jelas. Pasal 196 Cukup jelas. Pasal 197 Ayat (1) Komposisi keanggotaan komite sekolah/madrasah, misalnya, perwakilan orang tua/wali peserta didik, hanya memenuhi 40% (empat puluh persen), sehingga unsur perwakilan tokoh masyarakat berjumlah 30% (tiga puluh persen) dan pakar pendidikan berjumlah 30% (tiga puluh persen). Apabila perwakilan orang tua/wali peserta didik sudah memenuhi 50% (lima puluh persen), unsur perwakilan tokoh masyarakat dapat berjumlah 25% (dua puluh lima persen) dan pakar pendidikan berjumlah 25% (dua puluh lima persen), atau tokoh masyarakat berjumlah 30% (tiga puluh persen) dan pakar pendidikan berjumlah 20% (dua puluh persen), atau tokoh masyarakat berjumlah 20% (dua puluh persen) dan pakar pendidikan berjumlah 30% (tiga puluh persen). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 213. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 198 Cukup jelas. Pasal 199 Cukup jelas. Pasal 200 Cukup jelas. Pasal 201 Cukup jelas. Pasal 202 Cukup jelas. Pasal 203 Cukup jelas. Pasal 204 Cukup jelas. Pasal 205 Cukup jelas. Pasal 206 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 214. Pasal 206 Cukup jelas. Pasal 207 Cukup jelas. Pasal 208 Cukup jelas. Pasal 209 Cukup jelas. Pasal 210 Cukup jelas. Pasal 211 Cukup jelas. Pasal 212 Cukup jelas. Pasal 213 Cukup jelas. Pasal 214 Cukup jelas. Pasal 215 Cukup jelas. Pasal 216 Cukup jelas. Pasal 217 . . . www.djpp.depkumham.go.id
  • 215. Pasal 217 Cukup jelas. Pasal 218 Cukup jelas. Pasal 219 Cukup jelas. Pasal 220 Cukup jelas. Pasal 221 Cukup jelas. Pasal 222 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5105 www.djpp.depkumham.go.id