PRESIDEN
                             REPUBLIK INDONESIA


            PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                           NOMOR 71 TAHUN 2010
                                 TENTANG
                     STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang   :   bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (2)
                Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
                Negara dan Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32
                Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
                telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
                Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
                Undang-Undang      Nomor     32   Tahun    2004    tentang
                Pemerintahan    Daerah,    perlu   menetapkan   Peraturan
                Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;


Mengingat   :   1.    Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
                      Indonesia Tahun 1945;
                2.    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
                      Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
                      Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
                      Republik Indonesia Nomor 4286);
                3.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
                      Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
                      Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
                      Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
                      telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
                      Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
                      Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
                      tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
                      Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
                      Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);


                                                        MEMUTUSKAN: . . .
PRESIDEN
                            REPUBLIK INDONESIA

                                   -2-

                             MEMUTUSKAN:

Menetapkan :   PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR AKUNTANSI
               PEMERINTAHAN.


                                BAB I
                           KETENTUAN UMUM

                                 Pasal 1

               Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
               1.   Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah
                    daerah.
               2.   Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan,
                    pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi
                    dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta
                    penginterpretasian atas hasilnya.
               3.   Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya
                    disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang
                    diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
                    keuangan pemerintah.
               4.   Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang
                    selanjutnya disingkat PSAP, adalah SAP yang diberi
                    judul, nomor, dan tanggal efektif.
               5.   Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah
                    konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar
                    Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi
                    Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun
                    laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan
                    keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu
                    masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar
                    Akuntansi Pemerintahan.
               6.   Interpretasi    Pernyataan      Standar     Akuntansi
                    Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat IPSAP, adalah
                    penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas
                    PSAP.

                                                             7. Buletin . . .
PRESIDEN
             REPUBLIK INDONESIA

                    -3-

7.    Buletin Teknis SAP adalah informasi yang berisi
      penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi
      pengguna.
8.    SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui
      pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam
      pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui
      pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan
      pelaksanaan    anggaran   berdasarkan   basis  yang
      ditetapkan dalam APBN/APBD.
9.    SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang
      mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan
      berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas
      dana berbasis akrual.
10. Komite    Standar    Akuntansi   Pemerintahan,   yang
    selanjutnya disingkat KSAP, adalah komite sebagaimana
    dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
    tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1
    Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang
    bertugas menyusun SAP.
11. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian
    sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan
    elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak
    analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di
    lingkungan organisasi pemerintah.


                   Pasal 2
(1)   SAP dinyatakan dalam bentuk PSAP.
(2)   SAP dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi
      Pemerintahan.

                   Pasal 3
(1)   PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
      dapat dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis
      SAP.



                                             (2) IPSAP . . .
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA

                        -4-

   (2)   IPSAP dan Buletin Teknis SAP sebagaimana dimaksud
         pada ayat (1) disusun dan diterbitkan oleh KSAP dan
         diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa
         Keuangan.
   (3)   Rancangan IPSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
         disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling
         lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum IPSAP
         diterbitkan.


                 BAB II
PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


                      Pasal 4
   (1)   Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual.
   (2)   SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat
         (1) dinyatakan dalam bentuk PSAP.
   (3)   SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat
         (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi
         Pemerintahan.
   (4)   PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
         Kerangka    Konseptual    Akuntansi      Pemerintahan
         sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana
         tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari
         Peraturan Pemerintah ini.


                      Pasal 5
   (1)   Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP
         sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
         perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri
         Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Badan
         Pemeriksa Keuangan.
   (2)   Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud
         pada ayat (1) disusun oleh KSAP sesuai dengan
         mekanisme yang berlaku dalam penyusunan SAP.


                                             (3) Rancangan . . .
PRESIDEN
             REPUBLIK INDONESIA

                     -5-

(3)   Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud
      pada ayat (2) disampaikan oleh KSAP kepada Menteri
      Keuangan.
(4)   Menteri Keuangan menyampaikan usulan rancangan
      perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
      kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mendapat
      pertimbangan.


                   Pasal 6
(1)   Pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan
      yang mengacu pada SAP.
(2)   Sistem Akuntansi Pemerintahan pada Pemerintah Pusat
      diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang
      mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi
      Pemerintahan.
(3)   Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah
      diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang
      mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi
      Pemerintahan.
(4)   Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan
      sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
      dengan    Peraturan    Menteri    Keuangan     setelah
      berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.

                   Pasal 7
(1)   Penerapan SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara
      bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju
      Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual.
(2)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP
      Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) pada pemerintah pusat diatur dengan
      Peraturan Menteri Keuangan.
(3)   Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP
      Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) pada pemerintah daerah diatur dengan
      Peraturan Menteri Dalam Negeri.
                                                 Pasal 8 . . .
PRESIDEN
              REPUBLIK INDONESIA

                     -6-

                   Pasal 8
(1)   SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud
      dalam Pasal 7 dinyatakan dalam bentuk PSAP.
(2)   SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud
      pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual
      Akuntansi Pemerintahan.
(3)   PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
      Kerangka     Konseptual     Akuntansi      Pemerintahan
      sebagaimana     dimaksud    pada    ayat    (2)  adalah
      sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang tidak
      terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.



                  BAB III
            KETENTUAN PENUTUP


                   Pasal 9
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

1.    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
      Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara
      Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan
      Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503)
      dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan

2.    Peraturan    perundang-undangan       yang     mengatur
      mengenai penyelenggaraan akuntansi pemerintahan
      sepanjang belum diubah dan tidak bertentangan dengan
      Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku.


                   Pasal 10

Peraturan Pemerintah       ini   mulai   berlaku   pada    tanggal
diundangkan.



                                                          Agar . . .
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

                                      -7-


               Agar  setiap   orang   mengetahuinya,   memerintahkan
               pengundangan    Peraturan   Pemerintah   ini    dengan
               penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                                       Ditetapkan di Jakarta
                                       pada tanggal 22 Oktober 2010
                                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                    ttd

                                       DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
        REPUBLIK INDONESIA,

                    ttd

          PATRIALIS AKBAR




   LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 123




       Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
 Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
     Bidang Perekonomian dan Industri,

                     ttd

          SETIO SAPTO NUGROHO
PRESIDEN
                         REPUBLIK INDONESIA




                            PENJELASAN
                                ATAS
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 71 TAHUN 2010
                             TENTANG
                STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN



I. UMUM

  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam
  Pasal   32   mengamanatkan      bahwa   bentuk    dan   isi  laporan
  pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan
  sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar akuntansi
  pemerintahan tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi
  Pemerintahan yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan
  Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan
  Pemeriksa Keuangan.

  Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses
  baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut
  merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap
  terdapat dalam Lampiran III.

  Penyusunan PSAP dilandasi oleh Kerangka Konseptual Akuntansi
  Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan
  pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan
  bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan
  keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari
  pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan
  Standar Akuntansi Pemerintahan.

  Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut,
  Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
  2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi
  Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan
  transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk
  pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana.


                                                        Penerapan . . .
PRESIDEN
                          REPUBLIK INDONESIA

                                 -2-


  Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat
  sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-
  Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
  menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
  belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
  pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
  belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor
  17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena
  itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti.
  Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis
  Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual
  terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat
  segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual
  pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum
  siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual.
  Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan sesuai
  dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
  Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah pusat
  maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual.
  Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan
  menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan
  diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual.
  Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual
  dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku
  kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan
  pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan
  dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan
  sebanding dengan manfaat yang diperoleh.
  Selain mengubah basis SAP dari kas menuju akrual menjadi akrual,
  Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan perubahan terhadap PSAP
  diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP
  tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan
  negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap
  harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan
  dari BPK.

II. PASAL DEMI PASAL
  Pasal 1
    Cukup jelas.

                                                              Pasal 2 . . .
PRESIDEN
                       REPUBLIK INDONESIA

                              -3-
Pasal 2
  Cukup jelas.

Pasal 3
  Ayat (1)
     IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu
     guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP.
     Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis
     akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP
     dan/atau IPSAP.
  Ayat (2)
    Cukup jelas.
  Ayat (3)
    Cukup jelas.

Pasal 4
  Cukup jelas.

Pasal 5
  Ayat (1)
     Yang dimaksud dengan “perubahan” adalah penambahan,
     penghapusan, atau penggantian satu atau lebih PSAP.
  Ayat (2)
    Cukup jelas.
  Ayat (3)
    Cukup jelas.
  Ayat (4)
    Cukup jelas.

Pasal 6
  Ayat (1)
     Cukup jelas.
  Ayat (2)
    Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diperlukan dalam
    rangka mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan
    Pemerintah secara nasional.
  Ayat (3)
    Selain mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi
    Pemerintahan, dalam menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan
    pada pemerintah daerah, gubernur/bupati/walikota mengacu pula
    pada peraturan daerah dan ketentuan peraturan perundang-
    undangan mengenai pengelolaan keuangan daerah.
                                                        Ayat (4) . . .
PRESIDEN
                       REPUBLIK INDONESIA

                              -4-
  Ayat (4)
    Cukup jelas.

Pasal 7
  Ayat (1)
     Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan
     memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan.
  Ayat (2)
    Cukup jelas.
  Ayat (3)
    Cukup jelas.

Pasal 8
   Cukup jelas.

Pasal 9
   Angka 1
      Cukup jelas.
  Angka 2
    Peraturan perundang-undangan yang masih relevan dan tidak
    bertentangan dengan SAP Berbasis Akrual dinyatakan tetap berlaku.
    Peraturan perundang-undangan yang bertentangan harus dicabut
    dan/atau disesuaikan.
     IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang disusun oleh KSAP sepanjang
     tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan
     tetap berlaku. Jika terdapat IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang
     bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini harus dicabut
     dan/atau disesuaikan.

Pasal 10
  Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5165
PRESIDEN
          REPUBLIK INDONESIA




          LAMPIRAN I
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
       BERBASIS AKRUAL
PRESIDEN
                            REPUBLIK INDONESIA

                     DAFTAR ISI LAMPIRAN I
               STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
                      BERBASIS AKRUAL


1.   LAMPIRAN I. 01   KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2.   LAMPIRAN I.02    PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
3.   LAMPIRAN I.03    PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS
                      KAS
4.   LAMPIRAN I.04    PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS
5.   LAMPIRAN I.05    PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
6.   LAMPIRAN I.06    PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN
7.   LAMPIRAN I.07    PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI
8.   LAMPIRAN I.08    PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP
9.   LAMPIRAN I.09    PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM
                      PENGERJAAN
10. LAMPIRAN I.10     PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN
11. LAMPIRAN I.11     PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN
                      KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI
                      AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN
12. LAMPIRAN I.12     PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
13. LAMPIRAN I.13     PSAP 12 LAPORAN OPERASIONAL
PRESIDEN
              REPUBLIK INDONESIA



                     LAMPIRAN I.01
                     PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 71 TAHUN 2010
                     TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL




KERANGKA KONSEPTUAL
AKUNTANSI PEMERINTAHAN




                               Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (i)
PRESIDEN
                                          REPUBLIK INDONESIA

                                                DAFTAR ISI


                                                                                                      Paragraf

PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------------------------       1-5
    TUJUAN-----------------------------------------------------------------------------------------------      1-3
    RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------------------            4-5

LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN ---------------------------------------------------                         6-16
    BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN KEKUASAAN --------------                                            8-9
    SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER PENDAPATAN
    ANTAR PEMERINTAH ----------------------------------------------------------------------------                10
    PENGARUH PROSES POLITIK ----------------------------------------------------------------                     11
    HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN
    PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------------------           12
    ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK, TARGET
    FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN -------------------------------------------------------                        13
    INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG MENGHASILKAN
    PENDAPATAN --------------------------------------------------------------------------------------            14
    KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA UNTUK TUJUAN
    PENGENDALIAN -----------------------------------------------------------------------------------             15
    PENYUSUTAN ASET TETAP -------------------------------------------------------------------                    16

PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA---------- ---------------                                     17-20
    PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------                          17
    KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ----------                                            18-20

ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN ---------------------------------------------------------                    21-23
PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------                             24-27
    PERANAN PELAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------                       24-25
    TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ----------------------------------------------------------                     26-27

KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN----------------------------------------------------------------                    28-29
DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN-------------------------------------------------------                           30
ASUMSI DASAR --------------------------------------------------------------------------------------------    31-34
    KEMANDIRIAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------------                32
    KESINAMBUNGAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------                    33
    KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG (MONETARY MEASUREMENT) ------                                                 34

KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------                             35-40
    RELEVAN --------------------------------------------------------------------------------------------     36-37
    ANDAL ------------------------------------------------------------------------------------------------      38
    DAPAT DIBANDINGKAN -------------------------------------------------------------------------                39
    DAPAT DIPAHAMI ---------------------------------------------------------------------------------            40

PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------                             41-55
    BASIS AKUNTANSI -------------------------------------------------------------------------------          42-45



                                                                   Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (ii)
PRESIDEN
                                           REPUBLIK INDONESIA

       NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST) ------------------------------------------------------                  46-47
       REALISASI (REALIZATION) --------------------------------------------------------------------             48-49
       SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE OVER
       FORM)-------------------------------------------------------------------------------------------------      50
       PERIODISITAS (PERIODICITY) ---------------------------------------------------------------                  51
       KONSISTENSI (CONSISTENCY) --------------------------------------------------------------                    52
       PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE) -----------------------------------                                  53
       PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION) --------------------------------------------                         54-55

KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL ---------------------------------------                                56-59
    MATERIALITAS -------------------------------------------------------------------------------------             57
    PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT --------------------------------------------------                              58
    KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF -----------------------------                                      59

UNSUR LAPORAN KEUANGAN-----------------------------------------------------------------------                   60-83
    LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------------------------                       61-62
    LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH ----------------------------------                                      63
    NERACA ----------------------------------------------------------------------------------------------       64-77
    Aset ---------------------------------------------------------------------------------------------------    66-72
    Kewajiban---------------------------------------------------------------------------------------------      73-76
    Ekuitas-------------------------------------------------------------------------------------------------       77
    LAPORAN OPERASIONAL ----------------------------------------------------------------------                  78-79
    LAPORAN ARUS KAS ----------------------------------------------------------------------------               80-81
    LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS -----------------------------------------------------------                          82
    CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------                              83

PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------                             84-97
    KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN TERJADI ---------                                                 87
    KEANDALAN PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------                     88-89
    PENGAKUAN ASET -------------------------------------------------------------------------------              90-92
    PENGAKUAN KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------------                   93-94
    PENGAKUAN PENDAPATAN ------------------------------------------------------------------                        95
    PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA -------------------------------------------------------                         96-97

PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------                              98-99




                                                                     Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (iii)
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    PENDAHULUAN
2     TUJUAN
 3               1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari
 4    penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan yang
 5    selanjutnya dapat disebut standar. Tujuannya adalah sebagai acuan bagi:
 6    (a) penyusun standar dalam melaksanakan tugasnya;
 7    (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi
 8          yang belum diatur dalam standar;
 9    (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan
10          keuangan disusun sesuai dengan standar; dan
11    (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang
12          disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar.
13               2. Kerangka Konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal
14    terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam standar akuntansi
15    pemerintahan.
16               3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan
17    standar, maka ketentuan standar diunggulkan relatif terhadap kerangka
18    konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian diharapkan dapat
19    diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi pemerintahan di
20    masa depan.

21    RUANG LINGKUP
22             4. Kerangka konseptual ini membahas:
23    (a) tujuan kerangka konseptual;
24    (b) lingkungan akuntansi pemerintahan;
25    (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna;
26    (d) entitas akuntansi dan entitas pelaporan;
27    (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, komponen laporan keuangan,
28        serta dasar hukum;
29    (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi
30        dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi;
31        dan
32    (g) unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan, pengakuan, dan
33        pengukurannya.
34             5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan
35    pemerintah pusat dan daerah.




                                                     Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 1
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN
 2             6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh
 3   terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya.
 4             7. Ciri-ciri   penting    lingkungan    pemerintahan   yang    perlu
 5   dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan
 6   adalah sebagai berikut:
 7   (a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan:
 8         (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;
 9         (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar
10             pemerintah;
11         (3) pengaruh proses politik;
12         (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah.
13   (b) Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian:
14         (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan
15             sebagai alat pengendalian;
16         (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan;
17         (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian;
18             dan
19         (4) Penyusutan nilai aset sebagai sumber daya ekonomi karena digunakan
20             dalam kegiatan operasional pemerintahan.

21   BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN
22   KEKUASAAN
23             8. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasas
24   Pancasila, kekuasaan ada di tangan rakyat sesuai dengan sila keempat. Rakyat
25   mendelegasikan kekuasaan kepada pejabat publik melalui proses pemilihan.
26   Sejalan dengan pendelegasian kekuasaan ini terdapat pemisahan wewenang di
27   antara eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya
28   sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
29   Tahun 1945. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga
30   keseimbangan terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara
31   penyelenggara negara.
32             9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan negara,
33   pemerintah menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada DPR/DPRD
34   untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pemerintah
35   melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan peraturan
36   perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pemerintah
37   bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada
38   DPR/DPRD.




                                                   Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 2
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER
2    PENDAPATAN ANTAR PEMERINTAH
3              10.Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam
4    sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah
5    provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas
6    cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit.
7    Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak yang
8    lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi dana
9    umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan.

10   PENGARUH PROSES POLITIK
11             11.Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan
12   kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya
13   untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan
14   keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber
15   lainnya guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu ciri yang penting
16   dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik
17   untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.

18   HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN
19   PEMERINTAH
20              12.Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara
21   langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar
22   pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka
23   memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak
24   berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
25   wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah
26   mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam
27   mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut:
28   (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya
29         suka rela.
30   (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak
31         sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti
32         penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai
33         tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh.
34   (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan
35         pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur
36         sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan
37         dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan
38         pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan
39         dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi
40         lebih mudah.



                                                   Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 3
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    (d)   Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan
2          pemerintah adalah relatif sulit.

3    ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK,
4    TARGET FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN
 5             13.Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil
 6   kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk
 7   melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk
 8   menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila
 9   diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran
10   mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi
11   upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu
12   periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak tertutup
13   kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau kurang dari
14   satu tahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan pemerintah
15   mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara
16   lain karena:
17   (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik.
18   (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan
19         antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan.
20   (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi
21         hukum.
22   (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah.
23   (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan
24         pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada
25         publik.

26   INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG
27   MENGHASILKAN PENDAPATAN
28             14.Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset
29   yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti
30   gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian
31   besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program
32   pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan
33   manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi
34   pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian besar
35   aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah,
36   bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa
37   mendatang.




                                                     Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA UNTUK
2    TUJUAN PENGENDALIAN
 3             15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi dan
 4   pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang
 5   memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing
 6   merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara
 7   belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat
 8   diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain
 9   kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam
10   pengembangan pelaporan keuangan pemerintah.

11   PENYUSUTAN ASET TETAP
12             16.Aset yang digunakan pemerintah, kecuali beberapa jenis aset
13   tertentu seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan kapasitas yang terbatas.
14   Seiring dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset dilakukan
15   penyesuaian nilai.

16   PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA
17   PENGGUNA
18   PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN
19            17.Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan
20   pemerintah, namun tidak terbatas pada:
21   (a) masyarakat;
22   (b) wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
23   (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan
24       pinjaman; dan
25   (d) pemerintah.

26   KEBUTUHAN          INFORMASI        PARA        PENGGUNA            LAPORAN
27   KEUANGAN
28            18.Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum
29   untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan
30   demikian, laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi
31   kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian,
32   berhubung laporan keuangan pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas
33   pengelolaan keuangan negara, maka komponen laporan yang disajikan setidak-
34   tidaknya mencakup jenis laporan dan elemen informasi yang diharuskan oleh
35   ketentuan peraturan perundang-undangan (statutory reports). Selain itu, karena
36   pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka ketentuan




                                                   Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 5
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

 1   laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak
 2   perlu mendapat perhatian.
 3              19.Kebutuhan informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan
 4   serta posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan
 5   memadai apabila didasarkan pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan
 6   munculnya hak dan kewajiban, bukan berdasarkan pada arus kas semata.
 7   Namun, apabila terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang
 8   mengharuskan penyajian suatu laporan keuangan dengan basis kas, maka
 9   laporan keuangan dimaksud wajib disajikan demikian.
10              20.Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum
11   di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang
12   disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian,
13   dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk
14   dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang
15   diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang
16   dinyatakan lebih lanjut.

17   ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN
18              21.Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang
19   mengelola anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan
20   akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang
21   diselenggarakannya.
22              22. Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari
23   satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-
24   undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan
25   keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari:
26   (a) Pemerintah pusat;
27   (b) Pemerintah daerah;
28   (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah
29         pusat;
30   (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi
31         lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi
32         dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
33              23.Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat
34   pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap
35   aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan
36   wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya.




                                                     Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 6
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA

1    PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN
2    PERANAN PELAPORAN KEUANGAN
 3               24.Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang
 4    relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
 5    suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan
 6    terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang
 7    dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai
 8    kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan,
 9    dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-
10    undangan.
11               25.Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan
12    upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
13    kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk
14    kepentingan:
15    (a) Akuntabilitas
16          Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
17          kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
18          tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
19    (b) Manajemen
20          Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu
21          entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi
22          perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban,
23          dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
24    (c) Transparansi
25          Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
26          berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk
27          mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban
28          pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya
29          dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
30    (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity)
31          Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan
32          pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran
33          yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan
34          akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
35   (e)    Evaluasi Kinerja
36          Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan
37          sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja
38          yang direncanakan.




                                                      Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN
 2             26. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi
 3   yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat
 4   keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
 5   (a) menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber
 6        daya keuangan;
 7   (b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan
 8        untuk membiayai seluruh pengeluaran;
 9   (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
10        digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
11        dicapai;
12   (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai
13        seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya;
14   (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
15        pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka
16        pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan
17        pajak dan pinjaman;
18   (f)  Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
19        pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
20        kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
21             27.Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan
22   menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya
23   keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan
24   anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset,
25   kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan.

26   KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
27              28.Laporan keuangan pokok terdiri dari:
28   (a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
29   (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);
30   (c) Neraca;
31   (d) Laporan Operasional (LO);
32   (e) Laporan Arus Kas (LAK);
33   (f)   Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
34   (g) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
35              29.Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 28,
36   entitas pelaporan wajib menyajikan laporan lain dan/atau elemen informasi
37   akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
38   (statutory reports).




                                                    Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 8
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN
 2             30.Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan
 3   peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara
 4   lain:
 5   (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya
 6         bagian yang mengatur keuangan negara;
 7   (b) Undang-Undang di bidang keuangan negara;
 8   (c) Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
 9         peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
10   (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah,
11         khususnya yang mengatur keuangan daerah;
12   (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan
13         keuangan pusat dan daerah;
14   (f)   Peraturan    perundang-undangan     tentang   pelaksanaan    Anggaran
15         Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan
16   (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan
17         pusat dan daerah.

18   ASUMSI DASAR
19             31.Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah
20   adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan
21   agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
22   (a) Asumsi kemandirian entitas;
23   (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
24   (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).

25   KEMANDIRIAN ENTITAS
26             32.Asumsi kemandirian entitas, berarti bahwa setiap unit organisasi
27   dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan
28   laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah
29   dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah
30   adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya
31   dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset
32   dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya,
33   termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud,
34   utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana atau tidak
35   terlaksananya program yang telah ditetapkan.




                                                    Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 9
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    KESINAMBUNGAN ENTITAS
2              33.Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan
3    akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak
4    bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek.

5    KETERUKURAN            DALAM        SATUAN         UANG          (MONETARY
6    MEASUREMENT)
7              34.Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap
8    kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan
9    agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

10   KARAKTERISTIK                     KUALITATIF                    LAPORAN
11   KEUANGAN
12              35.Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran
13   normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat
14   memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat
15   normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi
16   kualitas yang dikehendaki:
17   (a) Relevan;
18   (b) Andal;
19   (c) Dapat dibandingkan; dan
20   (d) Dapat dipahami.

21   RELEVAN
22             36.Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
23   termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan
24   membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan
25   memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
26   mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan
27   dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya.
28             37.Informasi yang relevan:
29   (a)  Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
30        Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi
31        ekspektasi mereka di masa lalu.
32   (b)  Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
33        Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan
34        datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
35   (c)  Tepat waktu
36        Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna
37        dalam pengambilan keputusan.


                                                  Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 10
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    (d)   Lengkap
2          Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin,
3          mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi
4          pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada.
5          Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat
6          dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam
7          penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.

8    ANDAL
 9             38.Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
10   menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta
11   dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau
12   penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara
13   potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik:
14   (a) Penyajian Jujur
15        Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya
16        yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk
17        disajikan.
18   (b) Dapat Diverifikasi (verifiability)
19        Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila
20        pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya
21        tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.
22   (c) Netralitas
23        Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada
24        kebutuhan pihak tertentu.

25   DAPAT DIBANDINGKAN
26             39.Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna
27   jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau
28   laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat
29   dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat
30   dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari
31   tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang
32   diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas
33   pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan
34   akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada
35   periode terjadinya perubahan.

36   DAPAT DIPAHAMI
37            40.Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami
38   oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan
39   dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan



                                                   Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 11
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi
2    entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi
3    yang dimaksud.

4    PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN
5    KEUANGAN
 6             41.Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai
 7   ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun
 8   standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan
 9   kegiatannya, serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan
10   keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan
11   dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah:
12    (a)   Basis akuntansi;
13    (b)   Prinsip nilai historis;
14    (c)   Prinsip realisasi;
15    (d)   Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;
16    (e)   Prinsip periodisitas;
17    (f)   Prinsip konsistensi;
18    (g)   Prinsip pengungkapan lengkap; dan
19    (h)   Prinsip penyajian wajar.

20   BASIS AKUNTANSI
21              42.Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
22   pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset,
23   kewajiban, dan ekuitas. Dalam hal peraturan perundangan mewajibkan
24   disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan
25   laporan demikian.
26              43.Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan diakui pada saat
27   hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima
28   di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban
29   diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih
30   telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum
31   Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak
32   luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada LO.
33              44.Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas,
34   maka LRA disusun berdasarkan basis kas, berarti bahwa pendapatan dan
35   penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum
36   Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta belanja, transfer dan
37   pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas
38   Umum Negara/Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan




                                                 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 12
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA

1    dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis
2    akrual.
3              45.Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan
4    ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian
5    atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa
6    memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

7    NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST)
 8             46.Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar
 9   atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset
10   tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara
11   kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang
12   akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.
13             47.Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain
14   karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis,
15   dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait.

16   REALISASI (REALIZATION)
17              48. Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telah
18   diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode akuntansi akan
19   digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut.
20   Mengingat LRA masih merupakan laporan yang wajib disusun, maka pendapatan
21   atau belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui anggaran dan telah
22   menambah atau mengurangi kas.
23              49. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against
24   revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan
25   sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi komersial.

26   SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE
27   OVER FORM)
28              50.Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi
29   serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain
30   tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas
31   ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau
32   peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal
33   tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan
34   Keuangan.

35   PERIODISITAS (PERIODICITY)
36            51.Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu
37   dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur
38   dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang



                                                       Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 13
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan semesteran
2    juga dianjurkan.

3    KONSISTENSI (CONSISTENCY)
 4              52.Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang
 5   serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi
 6   internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu
 7   metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai
 8   dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu
 9   memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas
10   perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
11   Keuangan.

12   PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE)
13             53.Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang
14   dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
15   keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan
16   atau Catatan atas Laporan Keuangan.

17   PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION)
18             54.Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi
19   Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan
20   Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas
21   Laporan Keuangan.
22             55.Dalam rangka penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat
23   diperlukan bagi penyusun laporan keuangan ketika menghadapi ketidakpastian
24   peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan
25   mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan
26   sehat dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung
27   unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian
28   sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak
29   dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat
30   tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja
31   menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja
32   mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan
33   keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.

34   KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN
35   ANDAL
36           56.Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap
37   keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam
38   mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal



                                                    Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 14
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal
2    yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan
3    pemerintah, yaitu:
4    (a) Materialitas;
5    (b) Pertimbangan biaya dan manfaat;
6    (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif.

7    MATERIALITAS
 8              57.Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan
 9   pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria
10   materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan
11   atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi
12   keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan.

13   PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT
14             58.Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya
15   penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya
16   menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya
17   penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan
18   proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh
19   pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati
20   oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya
21   penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya
22   yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan.

23   KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF
24             59.Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk
25   mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif
26   yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif
27   antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan
28   keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif
29   tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional.
30

31   UNSUR LAPORAN KEUANGAN
32             60.    Laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan
33   anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan
34   anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri
35   dari Neraca, LO, LPE, dan LAK. CaLK merupakan laporan yang merinci atau
36   menjelaskan lebih lanjut atas pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun
37   laporan finansial dan merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan
38   pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial.



                                                    Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 15
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    LAPORAN REALISASI ANGGARAN
 2              61.Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi,
 3   dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah
 4   pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
 5   realisasinya dalam satu periode pelaporan.
 6              62.Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi
 7   Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan.
 8   Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut :
 9   (a) Pendapatan-LRA         adalah   penerimaan      oleh   Bendahara    Umum
10         Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya
11         yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran
12         yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
13         kembali oleh pemerintah.
14   (b) Belanja      adalah    semua    pengeluaran      oleh  Bendahara    Umum
15         Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih
16         dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
17         pembayarannya kembali oleh pemerintah.
18   (c) Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas
19         pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan
20         dan dana bagi hasil.
21   (d) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak
22         berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali
23         dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan
24         maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran
25         pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau
26         memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain
27         dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan
28         antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman,
29         pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh
30         pemerintah.

31   LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
32            63. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi
33   kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan
34   dengan tahun sebelumnya.

35   NERACA
36             64.Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
37   mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
38             65.Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan
39   ekuitas. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut :




                                                 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 16
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

 1   (a)   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
 2         pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
 3         ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
 4         oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
 5         uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
 6         penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
 7         dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
 8   (b)   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
 9         penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
10         pemerintah.
11   (c)   Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
12         aset dan kewajiban pemerintah.

13   Aset
14              66. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah
15   potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun
16   tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan
17   atau penghematan belanja bagi pemerintah.
18              67. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu
19   aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat
20   direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas)
21   bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria
22   tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.
23              68. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
24   piutang, dan persediaan.
25              69. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan
26   aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk
27   kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar
28   diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan,
29   dan aset lainnya.
30              70. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan
31   dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam
32   jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi
33   investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain
34   investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek
35   pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara
36   lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya.
37              71. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
38   bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam
39   pengerjaan.
40              72. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya.
41   Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama
42   (kemitraan).



                                                    Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 17
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    Kewajiban
 2             73. Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah
 3   mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan
 4   pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
 5             74. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas
 6   atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan,
 7   kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman
 8   dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga
 9   internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan
10   pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi jasa lainnya.
11             75. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
12   konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.
13             76. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan
14   kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok
15   kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah
16   tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang
17   penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.

18   Ekuitas
19            77. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
20   antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di
21   Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas.

22   LAPORAN OPERASIONAL
23              78.Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi
24   yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
25   pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode
26   pelaporan.
27              79.Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional
28   terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Masing-
29   masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut:
30   (a) Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai
31       kekayaan bersih.
32   (b) Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai
33       kekayaan bersih.
34   (c) Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh
35       suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana
36       perimbangan dan dana bagi hasil.
37   (d) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
38       terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,




                                                   Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 18
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1        tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau
2        pengaruh entitas bersangkutan.

3    LAPORAN ARUS KAS
 4             80. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan
 5   aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan
 6   saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah
 7   pusat/daerah selama periode tertentu.
 8             81. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari
 9   penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai
10   berikut:
11   (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum
12          Negara/Daerah.
13   (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
14          Umum Negara/Daerah.

15   LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
16           82. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau
17   penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

18   CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
19             83. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau
20   rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan
21   Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan
22   Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi
23   tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan
24   informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam
25   Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan
26   untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas
27   Laporan Keuangan mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai
28   berikut:
29   (a) Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas
30         Akuntansi;
31   (b) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi
32         makro;
33   (c) Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan
34         berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
35   (d) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
36         kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
37         transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
38   (e) Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada
39         lembar muka laporan keuangan;


                                                    Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 19
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    (f)   Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
2          Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
3          keuangan;
4    (g)   Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar,
5          yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan;

6    PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN
 7              84. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya
 8   kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi
 9   sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas,
10   pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO, dan beban,
11   sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang
12   bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap
13   pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait.
14              85. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau
15   peristiwa untuk diakui yaitu:
16   (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan
17          kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke
18          dalam entitas pelaporan yang bersangkutan;
19   (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat
20          diukur atau dapat diestimasi dengan andal.
21              86. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi
22   kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas.

23   KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN
24   TERJADI
25            87. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar
26   manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat
27   kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos
28   atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan.
29   Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional
30   pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat
31   ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat
32   penyusunan laporan keuangan.

33   KEANDALAN PENGUKURAN
34            88. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang
35   akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun
36   ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila
37   pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan,
38   maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas
39   Laporan Keuangan.



                                                   Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 20
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1              89. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi
2    apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi
3    peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang.

4    PENGAKUAN ASET
 5              90. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
 6   diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
 7   dengan andal.
 8              91. Sejalan dengan penerapan basis akrual, aset dalam bentuk piutang
 9   atau beban dibayar di muka diakui ketika hak klaim untuk mendapatkan arus kas
10   masuk atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetap masih
11   terpenuhi, dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi.
12              92. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain
13   bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi,
14   pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain,
15   serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan setiap
16   unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak atau
17   instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah
18   untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih
19   rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai
20   penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika
21   pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin
22   diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan.

23   PENGAKUAN KEWAJIBAN
24             93. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
25   sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada
26   sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai
27   penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
28             94. Sejalan dengan penerapan basis akrual, kewajiban diakui pada saat
29   dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.

30   PENGAKUAN PENDAPATAN
31             95. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan
32   tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi. Pendapatan-LRA diakui
33   pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas
34   pelaporan.

35   PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA
36             96. Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi
37   aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.




                                                   Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 21
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1            97. Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening
2    Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui
3    bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban
4    atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi
5    perbendaharaan.

6    PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN
 7             98. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui
 8   dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos
 9   dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat
10   sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar
11   dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat
12   sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk
13   memenuhi kewajiban yang bersangkutan.
14             99. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang
15   rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu
16   dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.




                                                 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 22
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


                    LAMPIRAN I.02
                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 71 TAHUN 2010
                    TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 01




PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN




                                       Lampiran I.02 PSAP 01 – (i)
PRESIDEN
                                            REPUBLIK INDONESIA


                                                     DAFTAR ISI

                                                                                                              Paragraf

PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------------------------------                  1-7
   TUJUAN-------------------------------------------------------------------------------------------------             1
   RUANG LINGKUP -------------------------------------------------------------------------------------               2-4
   BASIS AKUNTANSI -----------------------------------------------------------------------------------               5-7
DEFINISI -------------------------------------------------------------------------------------------------                8
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------------                            9 - 12
TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------                                            13
KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ----------------------------------------                                       14 - 24
STRUKTUR DAN ISI ----------------------------------------------------------------------------------               2 5 -1 1 3
   PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------------               25 - 26
     Identifikasi Laporan Keuangan ---------------------------------------------------------------                27 - 31
     Periode Pelaporan -------------------------------------------------------------------------------            32 - 33
     Tepat Waktu---------------------------------------------------------------------------------------                34
   LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------------------------------------                           35 - 40
   LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH ---------------------------------                                       41 - 43
   NERACA ----------------------------------------------------------------------------------------------          44 - 85
     Klasifikasi ------------------------------------------------------------------------------------------       45 - 53
     Aset Lancar----------------------------------------------------------------------------------------          54 - 55
     Aset Nonlancar -----------------------------------------------------------------------------------           56 - 66
     Pengakuan Aset----------------------------------------------------------------------------------             67 - 68
     Pengukuran Aset---------------------------------------------------------------------------------             69 - 74
     Kewajiban Jangka Pendek --------------------------------------------------------------------                 75 - 77
     Kewajiban Jangka Panjang -------------------------------------------------------------------                 78 - 80
     Pengakuan Kewajiban --------------------------------------------------------------------------               81 - 82
     Pengukuran Kewajiban -------------------------------------------------------------------------                    83
     Ekuitas ----------------------------------------------------------------------------------------------       84 - 85
   INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM
   CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------                               86 - 88
   LAPORAN ARUS KAS ----------------------------------------------------------------------------                  89 - 91
   LAPORAN OPERASIONAL ---------------------------------------------------------------------                     92 - 100
   LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ----------------------------------------------------------                         101 - 103
   CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------                             104 - 113
     Struktur ---------------------------------------------------------------------------------------------     104 - 107
     Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi -------------------------------------------------                  108 - 112
     Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya ---------------------------------------------------                            113
TANGGAL EFEKTIF ----------------------------------------------------------------------------------              114 - 115




                                                                                     Lampiran I.02 PSAP 01 – (ii)
PRESIDEN
                          REPUBLIK INDONESIA




Lampiran :
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.A :   Contoh Format Neraca Pemerintah
                                      Pusat
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.B :   Contoh Format Neraca Pemerintah
                                      Provinsi/Kabupaten/Kota
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.C :   Contoh Format Laporan Perubahan
                                      Ekuitas Pemerintah Pusat
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.D :   Contoh Format Laporan Perubahan
                                      Ekuitas    Pemerintah  Provinsi/
                                      Kabupaten/Kota
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.E :   Contoh Format Laporan Perubahan
                                      SAL Pemerintah Pusat
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.F :   Contoh Format Laporan Perubahan
                                      SAL Pemerintah Provinsi/Kabupaten/
                                      Kota




                                                   Lampiran I.02 PSAP 01 – (iii)
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 01
4    PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10
11   TUJUAN
12            1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan
13   keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam
14   rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap
15   anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan
16   umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
17   bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif
18   sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
19   Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan
20   dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan,
21   dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun
22   dengan menerapkan basis akrual. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan
23   transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam
24   standar akuntansi pemerintahan lainnya.

25   RUANG LINGKUP
26             2. Laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan
27   dengan basis akrual.
28             3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang
29   dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan
30   pengguna adalah masyarakat, termasuk lembaga legislatif, pemeriksa/pengawas,
31   fihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman,
32   serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan
33   terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik
34   lainnya seperti laporan tahunan.
35             4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
36    menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah



                                                             Lampiran I.02 PSAP 01- 1
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA


1    daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan
2    negara/daerah.

3    BASIS AKUNTANSI
 4            5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
 5   pemerintah yaitu basis akrual.
 6            6. Entitas pelaporan menyelenggarakan akuntansi dan penyajian
 7   laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan
 8   pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas.
 9            7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi berbasis
10   akrual, menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis yang
11   ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang anggaran.

12   DEFINISI
13            8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
14    Pernyataan Standar dengan pengertian:
15   Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
16   pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan
17   yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu
18   secara sistematis untuk satu periode.
19   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
20   keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
21   Perwakilan Rakyat Daerah.
22   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
23   keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
24   Perwakilan Rakyat.
25   Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
26   mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
27   melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
28   Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada
29   Bendahara Umum Negara/Daerah.
30   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
31   pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
32   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
33   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
34   uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
35   penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
36   dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
37   Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan
38   tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam



                                                          Lampiran I.02 PSAP 01- 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya
 2   termasuk hak atas kekayaan intelektual.
 3   Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
 4   12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan,
 5   dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
 6   Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
 7   peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
 8   memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
 9   Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
10   peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
11   Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
12   Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode
13   tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
14   kembali oleh pemerintah.
15   Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
16   pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau
17   konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
18   Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
19   yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
20   tahun anggaran.
21   Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
22   aset dan kewajiban pemerintah.
23   Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna
24   barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan
25   menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
26   Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
27   entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
28   perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
29   berupa laporan keuangan.
30   Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
31   ekonomi seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga
32   dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
33   kepada masyarakat
34   Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
35   digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
36   Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
37   Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
38   dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
39   Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
40   Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
41   seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.


                                                            Lampiran I.02 PSAP 01- 3
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-
 2   konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu
 3   entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
 4   Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai
 5   komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama
 6   dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki.
 7   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
 8   penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
 9   pemerintah
10   Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang
11   merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan,
12   atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.
13   Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di
14   antara dua laporan keuangan tahunan.
15   Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.
16   Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam
17   menyajikan laporan keuangan.
18   Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji
19   suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna
20   yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada
21   hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari
22   keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi.
23   Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak
24   yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
25   Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan
26   anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
27   instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum
28   Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
29   otorisasi tersebut.
30   Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
31   kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
32   anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
33   dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
34   defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
35   Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai
36   penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan
37   tidak perlu dibayar kembali.
38   Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
39   Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
40   anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu
41   dibayar kembali oleh pemerintah.



                                                             Lampiran I.02 PSAP 01- 4
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang
 2   dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang
 3   bersangkutan.
 4   Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan
 5   yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan
 6   barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam
 7   rangka pelayanan kepada masyarakat.
 8   Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima
 9   pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan
10   perundang-undangan.
11   Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka
12   laporan keuangan.
13   Pos luar biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
14   terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
15   tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau
16   pengaruh entitas bersangkutan.
17   Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
18   negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
19   Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
20   seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
21   Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
22   daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
23   seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
24   pada bank yang ditetapkan.
25   Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari
26   akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun
27   berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan.
28   Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing
29   ke rupiah pada kurs yang berbeda.
30   Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap
31   dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang
32   signifikan.
33   Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
34   lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta
35   penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu
36   periode pelaporan.
37   Surplus/defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama
38   satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan
39   non operasional dan pos luar biasa.
40   Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan
41   belanja selama satu periode pelaporan.


                                                            Lampiran I.02 PSAP 01- 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode
2    pelaporan.
3    Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
4    dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
5    bagi hasil.
6    Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan
7    pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-
8    undangan.

9    TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
10               9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai
11    posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
12    pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi
13    mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas,
14    hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat
15    bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai
16    alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah
17    adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan
18    dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang
19    dipercayakan kepadanya, dengan:
20   a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban,
21       dan ekuitas pemerintah;
22   b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
23       kewajiban, dan ekuitas pemerintah;
24   c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber
25       daya ekonomi;
26   d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
27   e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
28       aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
29   f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
30       penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
31   g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan
32       entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
33               10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan
34    prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi
35    besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan,
36    sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan
37    ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi
38    pengguna mengenai:
39   a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan
40       anggaran; dan


                                                              Lampiran I.02 PSAP 01- 6
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
 2       ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
 3             11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan
 4   informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal:
 5       a. aset;
 6       b. kewajiban;
 7       c. ekuitas;
 8       d. pendapatan-LRA;
 9       e. belanja;
10       f. transfer;
11       g. pembiayaan;
12       h. saldo anggaran lebih
13       i. pendapatan-LO;
14       j. beban; dan
15       k. arus kas.
16             12.Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk
17   memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat
18   sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan
19   nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk
20   memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas
21   pelaporan selama satu periode.

22   TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN
23            13.Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan
24   berada pada pimpinan entitas.

25   KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
26             14. Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan
27    keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports)
28    dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai
29    berikut:
30   a) Laporan Realisasi Anggaran;
31   b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
32   c) Neraca;
33   d) Laporan Operasional;
34   e) Laporan Arus Kas;
35   f) Laporan Perubahan Ekuitas;
36   g) Catatan atas Laporan Keuangan.


                                                            Lampiran I.02 PSAP 01- 7
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1             15.Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan
 2   oleh setiap entitas pelaporan, kecuali:
 3   (a) Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai
 4         fungsi perbendaharaan umum;
 5   (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh
 6         Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun
 7         laporan keuangan konsolidasiannya.
 8             16.Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit
 9   yang ditetapkan sebagai bendahara umum negara/daerah dan/atau sebagai
10   kuasa bendahara umum negara/daerah.
11             17.Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam
12   bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan
13   informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan
14   sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran
15   memuat anggaran dan realisasi.
16             18.Entitas pelaporan pemerintah pusat juga menyajikan Saldo
17   Anggaran Lebih pemerintah yang mencakup Saldo Anggaran Lebih tahun
18   sebelumnya, penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan
19   Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, dan penyesuaian lain yang
20   diperkenankan.
21             19.Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya
22   ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus
23   sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan
24   pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan
25   dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang.
26             20.Entitas pelaporan menyajikan informasi untuk membantu para
27   pengguna dalam memperkirakan hasil operasi entitas dan pengelolaan aset,
28   seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi
29   sumber daya ekonomi.
30             21.Entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum menyajikan
31   informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama
32   suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
33             22.Entitas pelaporan menyajikan kekayaan bersih pemerintah yang
34   mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan, dan dampak
35   kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan mendasar.
36             23.Untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan
37   keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan semua informasi penting
38   baik yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji dalam lembar muka laporan
39   keuangan.
40             24. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan
41   terhadap anggaran.



                                                            Lampiran I.02 PSAP 01- 8
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA



1    STRUKTUR DAN ISI
2    PENDAHULUAN
 3             25.Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan
 4   tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan
 5   pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau
 6   dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format ilustrasi
 7   standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi
 8   masing-masing.
 9             26.Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan dalam
10   arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar
11   muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
12   Pengungkapan       yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
13   Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut.
14   Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian
15   dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan
16   atas Laporan Keuangan.

17   Identifikasi Laporan Keuangan

18              27.Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas
19   dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama.
20              28.Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku
21   untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan
22   dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu,
23   penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan
24   menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan
25   merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini.
26              29. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara
27    jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan
28    diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh
29    pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan:
30   a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;
31   b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian
32       dari beberapa entitas pelaporan;
33   c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang
34       sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan;
35   d) mata uang pelaporan; dan
36   e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan
37       keuangan.




                                                                Lampiran I.02 PSAP 01- 9
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1              30.Persyaratan dalam paragraf 27 dapat dipenuhi dengan penyajian
2    judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan.
3    Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran
4    halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah
5    pengguna dalam memahami laporan keuangan.
6              31.Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana
7    informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat
8    diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka diungkapkan
9    dan informasi yang relevan tidak hilang.

10   Periode Pelaporan

11             32. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam
12    setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan
13    laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih
14    panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan
15    mengungkapkan informasi berikut:
16   a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun,
17   b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti
18       arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
19             33.Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah
20   tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun
21   anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting
22   agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode
23   sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh
24   selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual,
25   suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi
26   yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan
27   keuangan konsolidasian.

28   Tepat Waktu

29            34. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak
30   tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan.
31   Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan
32   bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat
33   waktu.

34   LAPORAN REALISASI ANGGARAN
35           35.Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan
36   keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
37   APBN/APBD.



                                                              Lampiran I.02 PSAP 01- 10
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1              36.Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi
 2   dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah
 3   pusat/daerah dalam satu periode pelaporan
 4             37. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya
 5    unsur-unsur sebagai berikut:
 6   a. Pendapatan-LRA;
 7   b. belanja;
 8   c. transfer;
 9   d. surplus/defisit-LRA;
10   e. pembiayaan;
11   f. sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
12              38.Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan
13   antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
14              39.Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan
15   atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang
16   mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter,
17   sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan
18   realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang
19   dianggap perlu untuk dijelaskan.
20              40.PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian
21   Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait.

22   LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
23              41.Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara
24   komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut:
25   a) Saldo Anggaran Lebih awal;
26   b) Penggunaan Saldo Anggaran Lebih;
27   c) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan;
28   d) Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan
29   e) Lain-lain;
30   f) Saldo Anggaran Lebih Akhir.
31             42. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian
32    lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan
33    Saldo Anggaran Lebih dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
34             43. Contoh format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih disajikan
35    pada ilustrasi PSAP 01 E dan 01 F. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan
36    merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan
37    penerapan standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan.




                                                            Lampiran I.02 PSAP 01- 11
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA



1    NERACA
2            44.Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
3    mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.


4    Klasifikasi
 5              45.Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam
 6   aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi
 7   kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
 8              46.Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan
 9   kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima
10   atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
11   dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu
12   lebih dari 12 (dua belas) bulan.
13              47.Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang
14   akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya
15   klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk
16   memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam
17   periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka
18   panjang.
19              48.Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan
20   bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan.
21   Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti
22   persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset
23   diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan
24   sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
25              49. Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode
26    sebelumnya pos-pos berikut:
27   a) kas dan setara kas;
28   b) investasi jangka pendek;
29   c) piutang pajak dan bukan pajak;
30   d) persediaan;
31   e) investasi jangka panjang;
32   f) aset tetap;
33   g) kewajiban jangka pendek;
34   h) kewajiban jangka panjang;
35   i) ekuitas.
36              50.Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 49 disajikan
37   dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika



                                                              Lampiran I.02 PSAP 01- 12
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1   penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan
 2   suatu entitas pelaporan.
 3
 4               51.Contoh format Neraca disajikan dalam ilustrasi PSAP 01.A dan 01.B
 5   Standar ini. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan bagian dari
 6   standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan standar untuk
 7   membantu dalam pelaporan keuangan.
 8               52. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah
 9    didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:
10   a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;
11   b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan;
12   c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.
13               53.Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-
14   kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh,
15   sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok
16   lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan.

17   Aset Lancar

18              54. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:
19   a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
20         dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
21   b) berupa kas dan setara kas.
22   Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan sebagai
23   aset nonlancar.
24              55.Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
25   piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito
26   berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah
27   diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda,
28   penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan
29   diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan           setelah tanggal pelaporan.
30   Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
31   digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis
32   pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti
33   komponen bekas.

34   Aset Nonlancar

35           56.Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang
36   dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak
37   langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat
38   umum.


                                                               Lampiran I.02 PSAP 01- 13
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1             57. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka
 2    panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah
 3    pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca.
 4             58.Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
 5   untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka
 6   panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen.
 7             59.Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
 8   dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
 9             60. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
10    dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan.
11             61. Investasi nonpermanen terdiri dari:
12   a) Investasi dalam Surat Utang Negara;
13   b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
14        kepada fihak ketiga; dan
15   c) Investasi nonpermanen lainnya
16             62.Investasi permanen terdiri dari:
17   a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan
18        daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan
19        internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
20   b) Investasi permanen lainnya.
21             63.Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa
22   manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan
23   pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
24             64.Aset tetap terdiri dari:
25   a) Tanah;
26   b) Peralatan dan mesin;
27   c) Gedung dan bangunan;
28   d) Jalan, irigasi, dan jaringan;
29   e) Aset tetap lainnya; dan
30   f)   Konstruksi dalam pengerjaan.
31             65.Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk
32   menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak
33   dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut
34   tujuan pembentukannya.
35             66. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya.
36    Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan
37    angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama
38    dengan fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya.




                                                          Lampiran I.02 PSAP 01- 14
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    Pengakuan Aset

2            67. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
3    diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat
4    diukur dengan andal.
5            68. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau
6    kepenguasaannya berpindah.

7    Pengukuran Aset

 8               69. Pengukuran aset adalah sebagai berikut:
 9   a) Kas dicatat sebesar nilai nominal;
10   b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan;
11   c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal;
12   d) Persediaan dicatat sebesar:
13          (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
14          (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
15          (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti
16               donasi/rampasan.
17               70. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan
18    termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh
19    kepemilikan yang sah atas investasi tersebut;
20               71. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian
21    aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
22    maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
23               72.Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
24   tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
25               73. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
26    meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
27    langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga
28    listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
29    pembangunan aset tetap tersebut.
30               74. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan
31    dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing
32    menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.

33   Kewajiban Jangka Pendek

34           75. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
35   pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah



                                                             Lampiran I.02 PSAP 01- 15
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai
 2   kewajiban jangka panjang.
 3             76. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
 4   sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang
 5   transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang
 6   akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
 7             77. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh
 8   tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya
 9   bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak
10   ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.

11   Kewajiban Jangka Panjang

12             78. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban
13   jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk
14   diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
15   jika:
16   a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
17      bulan;
18   b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas
19      dasar jangka panjang; dan
20   c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan
21      kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap
22      pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
23   Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek
24   sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang
25   mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
26   Keuangan.
27             79. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
28   berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
29   digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan
30   tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
31   dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang
32   dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di
33   mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam
34   kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini
35   tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan
36   sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan
37   kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi
38   kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
39             80. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
40   (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban


                                                            Lampiran I.02 PSAP 01- 16
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait
2    dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian,
3    kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
4    a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
5        konsekuensi adanya pelanggaran, dan
6    b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas)
7        bulan setelah tanggal pelaporan.

8    Pengakuan Kewajiban

 9           81. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
10   sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban
11   yang ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut
12   mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
13           82. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada
14   saat kewajiban timbul.

15   Pengukuran Kewajiban

16           83. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam
17   mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.
18   Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada
19   tanggal neraca.

20   Ekuitas

21            84. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
22   selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan.
23            85. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada
24   Laporan Perubahan Ekuitas.

25   INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM
26   CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
27            86. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca
28   maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos
29   yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi
30   entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut,
31   bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya.
32            87. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di
33   Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar
34   Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor-



                                                           Lampiran I.02 PSAP 01- 17
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1    faktor yang disebutkan dalam paragraf 86 dapat digunakan dalam menentukan
 2    dasar bagi subklasifikasi.
 3              88. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya:
 4   (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak
 5         terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut
 6         sumbernya;
 7   (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur
 8         akuntansi untuk persediaan;
 9   (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar
10         yang mengatur tentang aset tetap;
11   (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya;
12   (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya;
13   (f) pengungkapan          kepentingan      pemerintah     dalam      perusahaan
14         negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat
15         pengendalian dan metode penilaian.

16   LAPORAN ARUS KAS
17              89.Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber,
18   penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan
19   saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
20             90. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
21    aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
22             91. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang
23    berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
24    Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.

25   LAPORAN OPERASIONAL
26             92. Laporan finansial mencakup laporan operasional yang
27   menyajikan pos-pos sebagai berikut:
28   a) Pendapatan-LO dari kegiatan operasional;
29   b) Beban dari kegiatan operasional ;
30   c) Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada;
31   d) Pos luar biasa, bila ada;
32   e) Surplus/defisit-LO.
33   Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam laporan
34   operasional jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk
35   menyajikan dengan wajar hasil operasi suatu entitas pelaporan.
36             93. Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan
37   operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi
38   atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


                                                              Lampiran I.02 PSAP 01- 18
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1             94. Penambahan pos-pos pada laporan operasional dan deskripsi yang
 2   digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila diperlukan untuk
 3   menjelaskan operasi dimaksud. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
 4   meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan-LO dan beban.
 5             95. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi
 6   beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai
 7   contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi,
 8   dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai
 9   fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan
10   dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban
11   operasional pada berbagai fungsi.
12             96. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut klasifikasi
13   fungsi, beban-beban dikelompokkan              menurut   program   atau    yang
14   dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan
15   bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau
16   dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer
17   dan atas dasar pertimbangan tertentu.
18             97. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi
19   fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut klasifikasi
20   ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan
21   pegawai, dan beban bunga pinjaman.
22             98. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi
23   tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta
24   hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang
25   mungkin, baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas
26   pelaporan bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada
27   entitas yang berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini
28   memperbolehkan entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang
29   dapat menyajikan unsur operasi secara layak.
30             99. Dalam Laporan Operasional, surplus/defisit penjualan aset
31   nonlancar dan pendapatan/beban luar biasa dikelompokkan dalam kelompok
32   tersendiri.
33             100. PSAP 12 menguraikan secara lebih rinci Laporan Operasional
34   yang beban-bebannya dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi. Laporan
35   Operasional disajikan dalam bentuk perbandingan dengan tahun sebelumnya,
36   yang contoh formatnya dapat dilihat pada ilustrasi PSAP 12.A dan 12.B.

37   LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
38           101. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan                     sekurang-
39   kurangnya pos-pos:
40    a) Ekuitas awal
41    b) Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan;


                                                              Lampiran I.02 PSAP 01- 19
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1    c) Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang
 2        antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh
 3        perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar,
 4        misalnya:
 5        1. koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada
 6           periode-periode sebelumnya;
 7        2. perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.
 8    d) Ekuitas akhir.
 9            102. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian
10   lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan
11   Ekuitas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
12            103. Contoh format Laporan Perubahan Ekuitas disajikan pada ilustrasi
13   PSAP 01.C dan 01.D. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan
14   bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan
15   standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan.

16   CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

17   Struktur

18            104. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan
19   membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan
20   atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
21   a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
22   b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
23   c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut
24       kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
25   d) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-
26       kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
27       transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
28   e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar
29       muka laporan keuangan;
30   f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
31       Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
32       keuangan;
33   g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang
34       tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
35            105. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis.
36   Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo
37   Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan



                                                            Lampiran I.02 PSAP 01- 20
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan
 2   informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
 3             106. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau
 4    daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam
 5    Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih,
 6    Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan
 7    Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah
 8    penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar
 9    Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang
10    diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti
11    kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
12             107. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah
13    susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan
14    Keuangan. Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat
15    digabungkan dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga.

16   Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi

17             108. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan
18    Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
19   (a) dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
20         keuangan;
21   (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
22         dengan ketentuan-ketentuan masa transisi            Standar Akuntansi
23         Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan
24   (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
25         laporan keuangan.
26             109. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis
27    pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan
28    keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam
29    penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup
30    memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan
31    basis pengukuran tersebut.
32             110. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu
33    diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan
34    tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang
35    tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu
36    dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal
37    sebagai berikut:
38   (a) Pengakuan pendapatan-LRA dan pendapatan-LO;
39   (b) Pengakuan belanja;
40   (c) Pengakuan beban;


                                                            Lampiran I.02 PSAP 01- 21
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1   (d)    Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
 2   (e)    Investasi;
 3   (f)    Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
 4          berwujud;
 5   (g) Kontrak-kontrak konstruksi;
 6   (h) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
 7   (i) Kemitraan dengan fihak ketiga;
 8   (j) Biaya penelitian dan pengembangan;
 9   (k) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
10   (l) Dana cadangan;
11   (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
12               111. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan-
13   kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas
14   Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan
15   pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal
16   revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih
17   kurs.
18               112. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos-
19    pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain
20    itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang
21    tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini.

22   Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya

23            113. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini
24   apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan
25   keuangan, yaitu:
26   a. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas
27      tersebut beroperasi;
28   b. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
29   c. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
30      operasionalnya.

31   TANGGAL EFEKTIF
32              114. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
33   berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
34   pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
35              115. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
36   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
37   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.


                                                              Lampiran I.02 PSAP 01- 22
PRESIDEN
                                         REPUBLIK INDONESIA




                                                              LAMPIRAN I
                                                              PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                              NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                              ILUSTRASI PSAP 01.A


                              Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat

                                        PEMERINTAH PUSAT
                                            NERACA
                                 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
                                                                                    (Dalam Rupiah)
No.                                   Uraian                                      20X1        20X0

 1    ASET
 2
 3    ASET LANCAR
 4     Kas di Bank Indonesia                                                        xxx        xxx
 5     Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara                                xxx        xxx
 6     Kas di Bendahara Pengeluaran                                                 xxx        xxx
 7     Kas di Bendahara Penerimaan                                                  xxx        xxx
 8     Investasi Jangka Pendek                                                      xxx        xxx
 9     Piutang Pajak                                                                xxx        xxx
10     Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak                                        xxx        xxx
11     Penyisihan Piutang                                                          (xxx)      (xxx)
12     Beban Dibayar Dimuka                                                         xxx        xxx
13     Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara                              xxx        xxx
14     Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                              xxx        xxx
15     Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional                          xxx        xxx
16     Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran                                     xxx        xxx
17     Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi                                            xxx        xxx
18     Piutang Lainnya                                                              xxx        xxx
19     Persediaan                                                                   xxx        xxx
20          Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19)                                           xxx        xxx
21
22    INVESTASI JANGKA PANJANG
23      Investasi Nonpermanen
24        Pinjaman Jangka Panjang                                                  xxx         xxx
25        Dana Bergulir                                                            xxx         xxx
26        Investasi dalam Obligasi                                                 xxx         xxx
27        Investasi dalam Proyek Pembangunan                                       xxx         xxx
28        Investasi Nonpermanen Lainnya                                            xxx         xxx
29           Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 28)                              xxx         xxx
30       Investasi Permanen
31         Penyertaan Modal Pemerintah                                             xxx         xxx
32         Investasi Permanen Lainnya                                              xxx         xxx
33           Jumlah Investasi Permanen (31 s/d 32)                                 xxx         xxx
34               Jumlah Investasi Jangka Panjang (29 + 33)                         xxx         xxx
35
36    ASET TETAP
37     Tanah                                                                       xxx         xxx
38     Peralatan dan Mesin                                                         xxx         xxx
39     Gedung dan Bangunan                                                         xxx         xxx
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA




                                                             LAMPIRAN I
                                                             PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                             NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                             ILUSTRASI PSAP 01.A


                              Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat

                                        PEMERINTAH PUSAT
                                           NERACA
                                PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
                                                                                   (Dalam Rupiah)
No.                                  Uraian                                      20X1        20X0

40     Jalan, Irigasi, dan Jaringan                                                xxx        xxx
41     Aset Tetap Lainnya                                                          xxx        xxx
42     Konstruksi Dalam Pengerjaan                                                 xxx        xxx
43     Akumulasi Penyusutan                                                       (xxx)      (xxx)
44          Jumlah Aset Tetap (37 s/d 43)                                          xxx        xxx
45
46    ASET LAINNYA
47      Tagihan Penjualan Angsuran                                                xxx         xxx
48      Tuntutan Ganti Rugi                                                       xxx         xxx
49      Kemitraan dengan Pihak Ketiga                                             xxx         xxx
50      Aset Tak Berwujud                                                         xxx         xxx
51      Aset Lain-Lain                                                            xxx         xxx
52         Jumlah Aset Lainnya (47 s/d 51)                                        xxx         xxx
53
54             JUMLAH ASET (20+34+44+52)                                         xxxx        xxxx
55
56    KEWAJIBAN
57
58    KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
59     Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)                                       xxx         xxx
60     Utang Bunga                                                                xxx         xxx
61     Bagian Lancar Utang Jangka Panjang                                         xxx         xxx
62     Pendapatan Diterima Dimuka                                                 xxx         xxx
63     Utang Belanja                                                              xxx         xxx
64     Utang Jangka Pendek Lainnya                                                xxx         xxx
65
6          Jumlah K
           J l h Kewajiban J
                         jib Jangka P d k (59 s/d 64)
                                    k Pendek   /d                                 xxx         xxx
66
67    KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
68     Utang Luar Negeri                                                          xxx         xxx
69     Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan                                      xxx         xxx
70     Utang Dalam Negeri - Obligasi                                              xxx         xxx
71     Premium (Diskonto) Obligasi                                                xxx         xxx
72     Utang Jangka Panjang Lainnya                                               xxx         xxx
73         Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 72)                            xxx         xxx
74             JUMLAH KEWAJIBAN (65+73)                                           xxx         xxx
75
76    EKUITAS
77    EKUITAS                                                                     xxx         xxx
78         JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (74+77)                             xxxx        xxxx
PRESIDEN
                                      REPUBLIK INDONESIA




                                                              LAMPIRAN I
                                                              PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                              NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                              ILUSTRASI PSAP 01.B



                        Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

                              PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA
                                            NERACA
                                 PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
                                                                                      (Dalam Rupiah)
No.                                    Uraian                                       20X1        20X0
 1    ASET
 2
 3    ASET LANCAR
 4     Kas di Kas Daerah                                                              xxx        xxx
 5     Kas di Bendahara Pengeluaran                                                   xxx        xxx
 6     Kas di Bendahara Penerimaan                                                    xxx        xxx
 7     Investasi Jangka Pendek                                                        xxx        xxx
 8     Piutang Pajak                                                                  xxx        xxx
 9     Piutang Retribusi                                                              xxx        xxx
10     Penyisihan Piutang                                                            (xxx)      (xxx)
11     Belanja Dibayar Dimuka                                                         xxx        xxx
12     Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                xxx        xxx
13     Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                xxx        xxx
14     Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat                                 xxx        xxx
15     Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                        xxx        xxx
16     Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran                                       xxx        xxx
17     Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi                                              xxx        xxx
18     Piutang Lainnya                                                                xxx        xxx
19     Persediaan                                                                     xxx        xxx
20          Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19)                                             xxx        xxx
21
22    INVESTASI JANGKA PANJANG
23      Investasi Nonpermanen
24         Pinjaman Jangka Panjang                                                   xxx         xxx
25         Investasi dalam Surat Utang Negara                                        xxx         xxx
26         Investasi dalam Proyek Pembangunan                                        xxx         xxx
27         Investasi Nonpermanen Lainnya                                             xxx         xxx
28            Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 27)                               xxx         xxx
29       I      t iP
         Investasi Permanen
30          Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                       xxx         xxx
31          Investasi Permanen Lainnya                                               xxx         xxx
32            Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31)                                  xxx         xxx
33                Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32)                          xxx         xxx
34
35    ASET TETAP
36     Tanah                                                                         xxx         xxx
37     Peralatan dan Mesin                                                           xxx         xxx
38     Gedung dan Bangunan                                                           xxx         xxx
39     Jalan, Irigasi, dan Jaringan                                                  xxx         xxx
40     Aset Tetap Lainnya                                                            xxx         xxx
PRESIDEN
                                    REPUBLIK INDONESIA




                      Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

                           PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA
                                         NERACA
                              PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
                                                                                 (Dalam Rupiah)
No.                                  Uraian                                     20X1       20X0
41     Konstruksi dalam Pengerjaan                                               xxx        xxx
42     Akumulasi Penyusutan                                                     (xxx)      (xxx)
43         Jumlah Aset Tetap (36 s/d 42)                                         xxx        xxx
44
45    DANA CADANGAN
46      Dana Cadangan                                                           xxx         xxx
47         Jumlah Dana Cadangan (46)                                            xxx         xxx
48
49    ASET LAINNYA
50     Tagihan Penjualan Angsuran                                               xxx         xxx
51     Tuntutan Ganti Rugi                                                      xxx         xxx
52     Kemitraan dengan Pihak Ketiga                                            xxx         xxx
53     Aset Tak Berwujud                                                        xxx         xxx
54     Aset Lain-Lain                                                           xxx         xxx
55         Jumlah Aset Lainnya (50 s/d 54)                                      xxx         xxx
56
57             JUMLAH ASET (20+33+43+47+55)                                     xxxx       xxxx
58
59    KEWAJIBAN
60
61    KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
62     Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)                                     xxx         xxx
63     Utang Bunga                                                              xxx         xxx
64     Bagian Lancar Utang Jangka Panjang                                       xxx         xxx
65     Pendapatan Diterima Dimuka                                               xxx         xxx
66     Utang Belanja                                                            xxx         xxx
67     Utang Jangka Pendek Lainnya                                              xxx         xxx
68         Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (62 s/d 67)                           xxx         xxx
69
70    KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
71     Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan                                    xxx         xxx
72     Utang Dalam Negeri - Obligasi                                            xxx         xxx
73     Premium (Diskonto) Obligasi                                              xxx         xxx
74     Utang Jangka Panjang Lainnya                                             xxx         xxx
75         Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (71 s/d 74)                          xxx         xxx
76             JUMLAH KEWAJIBAN (68+75)                                         xxx         xxx
77
78    EKUITAS
79    EKUITAS                                                                    xxx       xxx
80         JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (76+79)                            xxxx       xxxx
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA




                                                 LAMPIRAN I
                                                 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                 NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                 ILUSTRASI PSAP 01.C




                   Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Pusat

                                 PEMERINTAH PUSAT
                             LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
         UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0

NO                                   URAIAN                                       20X1     20X0

1    EKUITAS AWAL                                                                 XXX      XXX
2    SURPLUS/DEFISIT-LO                                                           XXX      XXX
3    DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR:
4       KOREKSI NILAI PERSEDIAAN                                                  XXX      XXX
5       SELISIH REVALUASI ASET TETAP                                              XXX      XXX
6       LAIN-LAIN                                                                 XXX      XXX
7    EKUITAS AKHIR                                                                XXX      XXX
PRESIDEN
                                         REPUBLIK INDONESIA




                                                  LAMPIRAN I
                                                  PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                  NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                  ILUSTRASI PSAP 01.D



                  Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Provinsi/Kabupaten/Kota

                          PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
                              LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
          UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0

NO                                     URAIAN                                        20X1   20X0

1    EKUITAS AWAL                                                                     XXX   XXX
2    SURPLUS/DEFISIT-LO                                                               XXX   XXX
3    DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR:
4       KOREKSI NILAI PERSEDIAAN                                                      XXX   XXX
5       SELISIH REVALUASI ASET TETAP                                                  XXX   XXX
6       LAIN-LAIN                                                                     XXX   XXX
7    EKUITAS AKHIR                                                                    XXX   XXX
PRESIDEN
                                          REPUBLIK INDONESIA




                                                 LAMPIRAN I
                                                 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                 NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                 ILUSTRASI PSAP 01.E



          Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Pusat

                                 PEMERINTAH PUSAT
                      LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
                           PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0

NO                               URAIAN                                   20X1       20X0

 1 Saldo Anggaran Lebih Awal                                                  XXX          XXX
 2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan              (XXX)      (XXX)
 3      Subtotal (1 - 2)                                                      XXX          XXX
 4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)                        XXX          XXX
 5      Subtotal (3 + 4)                                                      XXX          XXX
 6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya                               XXX          XXX
 7 Lain-lain                                                                  XXX          XXX
 8      Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7)                                XXX          XXX
PRESIDEN
                                          REPUBLIK INDONESIA




                                                 LAMPIRAN I
                                                 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                 NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                 ILUSTRASI PSAP 01.F



         Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Daerah

                               PEMERINTAH DAERAH
                     LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH
                          PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0

NO                                URAIAN                                  20X1       20X0

 1 Saldo Anggaran Lebih Awal                                                  XXX           XXX
 2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan               (XXX)         (XXX)
 3     Subtotal (1 - 2)                                                       XXX           XXX
 4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)                        XXX           XXX
 5     Subtotal (3 + 4)                                                       XXX           XXX
 6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya                               XXX           XXX
 7 Lain-lain                                                                  XXX           XXX
 8      Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7)                                XXX           XXX
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


                    LAMPIRAN I.03
                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 71 TAHUN 2010
                    TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 02




LAPORAN REALISASI ANGGARAN
BERBASIS KAS




                                         Lampiran I.03 PSAP 02 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA


                                             DAFTAR ISI


                                                                                                Paragraf
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------            1-6
    TUJUAN --------------------------------------------------------------------------------------      1-2
    RUANG LINGKUP -------------------------------------------------------------------------            3-4
    MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN--------------------------------                               5-6

DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------          7
STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN -----------------------------------                                8-9
PERIODE PELAPORAN ---------------------------------------------------------------------                    10
TEPAT WAKTU --------------------------------------------------------------------------------               11
ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN -----------------------------------------------                       12-15
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN REALISASI
ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS
LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------------------               16-17
AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------------                18-20
AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA --------------------------------------------------------                    21-30
AKUNTANSI BELANJA ---------------------------------------------------------------------              31-46
AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA --------------------------------------------------                     47-49
AKUNTANSI PEMBIAYAAN ---------------------------------------------------------------                       50
AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN-------------------------------------------                           51-54
AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN----------------------------------------                             55-57
AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------------                     58-59
AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN
(SILPA/SIKPA) ---------------------------------------------------------------------------------      60-62
TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING -------------------------------------------                          63-66
TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------           67-68




                                                                            Lampiran I.03 PSAP 02 – (ii)
PRESIDEN
                             REPUBLIK INDONESIA


Lampiran :
Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.A   :   Contoh Format Laporan Realisasi
                                        Anggaran Pemerintah Pusat
Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.B   :   Contoh Format Laporan Realisasi
                                        Anggaran Pemerintah Provinsi
Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.C   :   Contoh Format Laporan Realisasi
                                        Anggaran            Pemerintah
                                        Kabupaten/Kota




                                                      Lampiran I.03 PSAP 02 – (iii)
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA




1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 02
4    LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS
5    KAS
6    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
7    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
8    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
9    Akuntansi Pemerintahan.

10   PENDAHULUAN
11   TUJUAN
12             1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan
13   dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam
14   rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan
15   perundang-undangan.
16             2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi
17   realisasi dan anggaran entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dan
18   realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati
19   antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

20   RUANG LINGKUP
21            3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan
22   Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan
23   anggaran berbasis kas.
24            4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan,
25   baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang memperoleh
26   anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk perusahaan
27   negara/daerah.

28   MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN
29              5. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai
30   realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan
31   dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan
32   anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam
33   mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi,
34   akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:


                                                               Lampiran I.03 PSAP 02 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1    (a). menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan
 2         sumber daya ekonomi;
 3    (b). menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh
 4         yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi
 5         dan efektivitas penggunaan anggaran.
 6             6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna
 7   dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai
 8   kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara
 9   menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat
10   menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi
11   perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi:
12    (a). telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat;
13    (b). telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan
14    (c). telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

15   DEFINISI
16           7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
17   Pernyataan Standar dengan pengertian:
18   Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
19   pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan
20   yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu
21   secara sistematis untuk satu periode.
22   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
23   keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
24   Perwakilan Rakyat Daerah.
25   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
26   keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
27   Perwakilan Rakyat.
28   Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
29   mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
30   melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
31   Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan
32   secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit
33   organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah
34   dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran.
35   Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
36   peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
37   Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
38   Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode


                                                           Lampiran I.03 PSAP 02 - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya
2    kembali oleh pemerintah.
3    Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
4    yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
5    tahun anggaran.
 6   Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
 7   entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
 8   perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
 9   berupa laporan keuangan.
10   Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
11   Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
12   dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
13   Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
14   Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
15   seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
16   Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-
17   konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu
18   entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
19   Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.

20   Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan
21   anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
22   instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum
23   Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
24   otorisasi tersebut.
25   Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
26   Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
27   anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu
28   dibayar kembali oleh pemerintah.
29   Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
30   kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
31   anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
32   dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
33   defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
34   Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
35   modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
36   Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
37   modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
38   Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
39   negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum


                                                            Lampiran I.03 PSAP 02 - 3
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA


1    Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
2    seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
3    Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
4    daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
5    seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
6    pada bank yang ditetapkan.
7    Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari
8    akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun
9    berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan.
10   Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
11   lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta
12   penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu
13   periode pelaporan.
14   Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan
15   belanja selama satu periode pelaporan.
16   Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
17   dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
18   bagi hasil.

19   STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN
20             8. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi
21   pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan,
22   yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu
23   periode.
24             9. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan
25   secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu,
26   informasi berikut:
27     (a). nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;
28     (b). cakupan entitas pelaporan;
29     (c). periode yang dicakup;
30     (d). mata uang pelaporan; dan
31     (e). satuan angka yang digunakan.

32   PERIODE PELAPORAN
33            10. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya
34   sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas
35   berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu
36   periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas
37   mengungkapkan informasi sebagai berikut:


                                                           Lampiran I.03 PSAP 02 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1     (a). alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun;
2     (b). fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi
3          Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.

4    TEPAT WAKTU
 5             11. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan
 6   tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas
 7   operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan
 8   entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas
 9   pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6
10   (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

11   ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN
12              12. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga
13   menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan
14   pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi
15   Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer,
16   surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi
17   Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang
18   memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan
19   fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara
20   anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-
21   angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
22              13. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup
23   pos-pos sebagai berikut:
24     (a). Pendapatan-LRA;
25     (b). Belanja;
26     (c). Transfer;
27     (d). Surplus/defisit-LRA;
28     (e). Penerimaan pembiayaan;
29     (f). Pengeluaran pembiayaan;
30     (g). Pembiayaan neto; dan
31     (h). Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA).
32              14. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan
33   Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
34   Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk
35   menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar.
36              15. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam
37   ilustrasi PSAP 02.A, 02.B, dan 02.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan



                                                              Lampiran I.03 PSAP 02 - 5
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    bukan merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah memberikan
2    gambaran penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya.

3    INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN
4    REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN
5    ATAS LAPORAN KEUANGAN
 6             16. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut
 7   jenis pendapatan-LRA dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih
 8   lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
 9             17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis
10   belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut
11   organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan
12   atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam
13   Catatan atas Laporan Keuangan.

14   AKUNTANSI ANGGARAN
15              18. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan
16   pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan
17   pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
18              19. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur
19   anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
20   Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi
21   alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang
22   dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan
23   terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
24              20. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran
25   disahkan dan anggaran dialokasikan.

26   AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA
27            21. Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas
28   Umum Negara/Daerah.
29            22. Pendapatan-LRA diklasifikasikan menurut jenis pendapatan.
30            23. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas
31   pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah
32   pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi.
33            24. Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas
34   bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat
35   jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).




                                                            Lampiran I.03 PSAP 02 - 6
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1             25. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto
2    (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat
3    dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas
4    bruto dapat dikecualikan.

 5            26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan
 6   mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
 7   layanan umum.
 8            27. Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang
 9   (recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan
10   maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang
11   pendapatan-LRA.
12            28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
13   recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode
14   penerimaan pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang pendapatan-
15   LRA pada periode yang sama.
16            29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
17   recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode
18   sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada
19   periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
20            30. Akuntansi pendapatan-LRA disusun untuk memenuhi kebutuhan
21   pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan
22   pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah.

23   AKUNTANSI BELANJA
24             31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening
25   Kas Umum Negara/Daerah.
26             32. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran
27   pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran
28   tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
29             33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan
30   mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
31   layanan umum.
32             34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis
33   belanja), organisasi, dan fungsi.
34             35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang
35   didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi
36   ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja
37   modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi
38   ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi belanja pegawai, belanja barang,
39   belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga.



                                                              Lampiran I.03 PSAP 02 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1             36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan
 2   sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek.
 3   Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga,
 4   subsidi, hibah, bantuan sosial.
 5             37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset
 6   tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
 7   Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung
 8   dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud.
 9             38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk
10   kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
11   penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga
12   lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
13   pemerintah pusat/daerah.
14             39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah
15   sebagai berikut:
16     Belanja Operasi:
17     - Belanja Pegawai                                           xxx
18     - Belanja Barang                                            xxx
19     - Bunga                                                     xxx
20     - Subsidi                                                   xxx
21     - Hibah                                                     xxx
22     - Bantuan Sosial                                            xxx
23     Belanja Modal
24     - Belanja Aset Tetap                                        xxx
25     - Belanja Aset Lainnya                                      xxx
26     Belanja Lain-lain/Tak Terduga                               xxx
27     Transfer                                                    xxx
28
29            40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas
30   pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan
31   oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah.
32            41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit
33   organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di
34   lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian
35   negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut
36   organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan
37   Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah


                                                              Lampiran I.03 PSAP 02 - 8
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    provinsi/kabupaten/kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan
2    lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota.
3              42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada
4    fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan
5    kepada masyarakat.
6              43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut:
7      Belanja :
8      - Pelayanan Umum                        xxx
9      - Pertahanan                            xxx
10     - Ketertiban dan Keamanan               xxx
11     - Ekonomi                               xxx
12     - Perlindungan Lingkungan Hidup         xxx
13     - Perumahan dan Permukiman              xxx
14     - Kesehatan                             xxx
15     - Pariwisata dan Budaya                 xxx
16     - Agama                                 xxx
17     - Pendidikan                            xxx
18     - Perlindungan sosial                   xxx
19
20              44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan       sesuai dengan
21   klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran.
22              45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali
23   belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai
24   pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode
25   berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan-
26   LRA dalam pos pendapatan lain-lain-LRA.
27              46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan
28   pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk
29   keperluan pengendalian bagi manajemen untuk mengukur efektivitas dan
30   efisiensi belanja tersebut.

31   AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA
32            47. Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu
33   periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA.
34            48. Surplus-LRA adalah selisih lebih antara pendapatan-LRA dan
35   belanja selama satu periode pelaporan.


                                                              Lampiran I.03 PSAP 02 - 9
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1             49. Defisit-LRA adalah selisih kurang antara pendapatan-LRA dan
2    belanja selama satu periode pelaporan.

3    AKUNTANSI PEMBIAYAAN
 4             50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan
 5   pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan
 6   diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan
 7   untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan
 8   pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi.
 9   Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran
10   kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan
11   penyertaan modal oleh pemerintah.

12   AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN
13            51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas
14   Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan
15   obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan
16   kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi
17   permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.
18            52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada
19   Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
20            53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan
21   azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak
22   mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
23            54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang
24   bersangkutan.

25   AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN
26             55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening
27   Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga,
28   penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam
29   periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan.
30             56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari
31   Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
32             57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang
33   bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di
34   pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat
35   sebagai pendapatan-LRA dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.




                                                          Lampiran I.03 PSAP 02 - 10
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA



1    AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO
2              58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan
3    setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran
4    tertentu.
5              59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran
6    pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam Pembiayaan
7    Neto.

8    AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN
9    ANGGARAN (SILPA/SIKPA)
10            60. SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasi
11   penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan.
12            61. Selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan
13   Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu
14   periode pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA.
15            62. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran pada akhir periode
16   pelaporan dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.

17   TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING
18            63. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam
19   mata uang rupiah.
20            64. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama
21   dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang
22   asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah
23   berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
24           65. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang
25   digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan
26   rupiah, maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam
27   rupiah berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan
28   untuk memperoleh valuta asing tersebut.
29           66. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang
30   digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan
31   mata uang asing lainnya, maka:
32   (a). Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan
33        dengan menggunakan kurs transaksi;
34   (b). Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah
35        berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.




                                                         Lampiran I.03 PSAP 02 - 11
PRESIDEN
                            REPUBLIK INDONESIA



1   TANGGAL EFEKTIF
2              67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
3   berlaku efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan
4   anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
5              68. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
6   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
7   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                      Lampiran I.03 PSAP 02 - 12
PRESIDEN
                                                        REPUBLIK INDONESIA




                                                                       LAMPIRAN I
                                                                       PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                                       NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                                       ILUSTRASI PSAP 02.B


                                   Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi

                                          PEMERINTAH PROVINSI
                       LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
                    UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

                                                                                                     (Dalam Rupiah)
                                                                                           Anggaran Realisasi         Realisasi
NO.                                       URAIAN                                                               (%)
                                                                                             20X1     20X1              20X0
 1 PENDAPATAN
 2    PENDAPATAN ASLI DAERAH
 3        Pendapatan Pajak Daerah                                                              xxx       xxx    xx       xxx
 4        Pendapatan Retribusi Daerah                                                          xxx       xxx    xx       xxx
 5        Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                         xxx       xxx    xx       xxx
 6        Lain-lain PAD yang sah                                                               xxx       xxx    xx       xxx
 7            Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6)                                         xxxx      xxxx    xx      xxxx
 8
 9    PENDAPATAN TRANSFER
10       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
11       Dana Bagi Hasil Pajak                                                                 xxx       xxx    xx       xxx
12       Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                                      xxx       xxx    xx       xxx
13       Dana Alokasi Umum                                                                     xxx       xxx    xx       xxx
14       Dana Alokasi Khusus                                                                   xxx       xxx    xx       xxx
15            Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12)                         xxxx      xxxx    xx      xxxx
16
17       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA
18       Dana Otonomi Khusus                                                                   xxx       xxx    xx       xxx
19       Dana Penyesuaian                                                                      xxx       xxx    xx       xxx
20            Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19)                                  xxxx      xxxx    xx      xxxx
21             Total Pendapatan Transfer (15 + 20)                                            xxxx      xxxx    xx      xxxx
22
23    LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
24       Pendapatan Hibah                                                                     xxx       xxx     xx      xxx
25       Pendapatan Dana Darurat                                                              xxx       xxx     xx      xxx
26       Pendapatan Lainnya                                                                   xxx       xxx     xx      xxx
27            Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26)                                xxx       xxx     xx      xxx
28                  JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27)                                           xxxx      xxxx    xx      xxxx
29 BELANJA
30    BELANJA OPERASI
31       Belanja Pegawai                                                                       xxx       xxx    xx       xxx
32       Belanja Barang                                                                        xxx       xxx    xx       xxx
33       Bunga                                                                                 xxx       xxx    xx       xxx
34       Subsidi                                                                               xxx       xxx    xx       xxx
35       Hibah                                                                                 xxx       xxx    xx       xxx
36       Bantuan Sosial                                                                        xxx       xxx    xx       xxx
37            Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36)                                              xxxx      xxxx    xx      xxxx
38
39    BELANJA MODAL
40       Belanja Tanah                                                                         xxx       xxx    xx       xxx
41       Belanja Peralatan dan Mesin                                                           xxx       xxx    xx       xxx
42       Belanja Gedung dan Bangunan                                                           xxx       xxx    xx       xxx
43       Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                                   xxx       xxx    xx       xxx
44       Belanja Aset Tetap Lainnya                                                            xxx       xxx    xx       xxx
45       Belanja Aset Lainnya                                                                  xxx       xxx    xx       xxx
46            Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45)                                                xxxx      xxxx    xx      xxxx
47
48    BELANJA TAK TERDUGA
49       Belanja Tak Terduga                                                                      xxx    xxx    xx       xxx
50            Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49)                                              xxx   xxxx    xx      xxxx
51             Jumlah Belanja (37 + 46 + 50)                                                      xxx   xxxx    xx      xxxx
52
53 TRANSFER
54    TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA
55       Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota                                                       xxx    xxx    xx       xxx
56       Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota                                                   xxx    xxx    xx       xxx
57       Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota                                          xxx    xxx    xx       xxx
58             Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57)                     xxx   xxxx    xx      xxxx
59                  JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58)                                         xxx   xxxx    xx      xxxx
60
61                  SURPLUS/DEFISIT (28 - 59)                                                     xxx   xxx    xxx      xxx
PRESIDEN
                                                     REPUBLIK INDONESIA



                                         PEMERINTAH PROVINSI
                      LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
                   UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

                                                                                          (Dalam Rupiah)
                                                                                Anggaran Realisasi         Realisasi
NO.                                     URAIAN                                                      (%)
                                                                                  20X1     20X1              20X0
62
63 PEMBIAYAAN
64
65   PENERIMAAN PEMBIAYAAN
66       Penggunaan SiLPA                                                          xxx      xxx      xx       xxx
67       Pencairan Dana Cadangan                                                   xxx      xxx      xx       xxx
68       Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                           xxx      xxx      xx       xxx
69       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                                  xxx      xxx      xx       xxx
70       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                         xxx      xxx      xx       xxx
71       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                             xxx      xxx      xx       xxx
72       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank                       xxx      xxx      xx       xxx
73       Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                          xxx      xxx      xx       xxx
74       Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                           xxx      xxx      xx       xxx
75       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                      xxx      xxx      xx       xxx
76       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                      xxx      xxx      xx       xxx
77       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya              xxx      xxx      xx       xxx
78            Jumlah Penerimaan (66 s/d 77)                                       xxxx     xxxx      xx      xxxx
79
80   PENGELUARAN PEMBIAYAAN
81       Pembentukan Dana Cadangan                                                 xxx      xxx      xx       xxx
88       Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                        xxx      xxx      xx       xxx
82       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                 xxx      xxx      xx       xxx
83       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya        xxx      xxx      xx       xxx
84       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank            xxx      xxx      xx       xxx
85       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank      xxx      xxx      xx       xxx
86       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                         xxx      xxx      xx       xxx
87       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                          xxx      xxx      xx       xxx
89       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                               xxx      xxx      xx       xxx
90       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                               xxx      xxx      xx       xxx
91       Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                       xxx      xxx      xx       xxx
92            Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91)                                       xxx      xxx      xx       xxx
93                 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92)                                      xxxx     xxxx      xx      xxxx
94
95   Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93)                                     xxxx     xxxx      xx      xxxx
PRESIDEN
                                                     REPUBLIK INDONESIA



                                                                  LAMPIRAN I
                                                                  PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                                  NOMOR 24 TAHUN 2010
                                                                  ILUSTRASI PSAP 02.C


                             Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota

                                     PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                         LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
                   UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

                                                                                                  (Dalam Rupiah)
                                                                                        Anggaran Realisasi         Realisasi
NO.                                      URAIAN                                                              (%)
                                                                                          20X1    20X1              20X0

 1 PENDAPATAN
 2   PENDAPATAN ASLI DAERAH
 3      Pendapatan Pajak Daerah                                                            xxx       xxx     xx       xxx
 4      Pendapatan Retribusi Daerah                                                        xxx       xxx     xx       xxx
 5      Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                       xxx       xxx     xx       xxx
 6      Lain-lain PAD yang sah                                                             xxx       xxx     xx       xxx
 7        Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6)                                         xxxx      xxxx     xx      xxxx
 8
 9   PENDAPATAN TRANSFER
10     TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
11     Dana Bagi Hasil Pajak                                                               xxx       xxx     xx       xxx
12     Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                                    xxx       xxx     xx       xxx
13     Dana Alokasi Umum                                                                   xxx       xxx     xx       xxx
14     Dana Alokasi Khusus                                                                 xxx       xxx     xx       xxx
15        Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14)                         xxxx      xxxx     xx      xxxx
16
17     TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA
18     Dana Otonomi Khusus                                                                 xxx       xxx     xx       xxx
19     Dana Penyesuaian                                                                    xxx       xxx     xx       xxx
20        Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19)               xxxx      xxxx     xx      xxxx
21
22     TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
23     Pendapatan Bagi Hasil Pajak                                                         xxx       xxx     xx       xxx
24     Pendapatan Bagi Hasil Lainnya                                                       xxx       xxx     xx       xxx
25            Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24)                             xxxx      xxxx     xx      xxxx
26              Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25)                                  xxxx      xxxx     xx      xxxx
27
28   LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
29     Pendapatan Hibah                                                                    xxx      xxx      xx      xxx
30     Pendapatan Dana Darurat                                                             xxx      xxx      xx      xxx
31     Pendapatan Lainnya                                                                  xxx      xxx      xx      xxx
32        Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31)                                 xxx      xxx      xx      xxx
33              JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32)                                            xxxx     xxxx     xx      xxxx
34
35 BELANJA
36   BELANJA OPERASI
37     Belanja Pegawai                                                                     xxx       xxx     xx       xxx
38     Belanja Barang                                                                      xxx       xxx     xx       xxx
39     Bunga                                                                               xxx       xxx     xx       xxx
40     Subsidi                                                                             xxx       xxx     xx       xxx
41     Hibah                                                                               xxx       xxx     xx       xxx
42     Bantuan Sosial                                                                      xxx       xxx     xx       xxx
43        Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42)                                              xxxx      xxxx     xx      xxxx
44
45   BELANJA MODAL
46     Belanja Tanah                                                                       xxx       xxx     xx       xxx
47     Belanja Peralatan dan Mesin                                                         xxx       xxx     xx       xxx
48     Belanja Gedung dan Bangunan                                                         xxx       xxx     xx       xxx
49     Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                                 xxx       xxx     xx       xxx
50     Belanja Aset Tetap Lainnya                                                          xxx       xxx     xx       xxx
51     Belanja Aset Lainnya                                                                xxx       xxx     xx       xxx
52        Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51)                                                xxxx      xxxx     xx      xxxx
53
54   BELANJA TAK TERDUGA
55     Belanja Tak Terduga                                                                 xxx       xxx     xx       xxx
56        Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55)                                           xxx      xxxx     xx      xxxx
57              JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56)                                              xxxx     xxxx     xx      xxxx
58
PRESIDEN
                                                   REPUBLIK INDONESIA



                                    PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                        LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
                  UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

                                                                                         (Dalam Rupiah)
                                                                               Anggaran Realisasi         Realisasi
NO.                                     URAIAN                                                      (%)
                                                                                 20X1    20X1              20X0

59 TRANSFER
60   TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA
61      Bagi Hasil Pajak                                                         xxx        xxx     xx       xxx
62      Bagi Hasil Retribusi                                                     xxx        xxx     xx       xxx
63      Bagi Hasil Pendapatan Lainnya                                            xxx        xxx     xx       xxx
64         JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63)                        xxx       xxxx     xx      xxxx
65            JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (57 + 64)
66
67              SURPLUS/DEFISIT (33 - 65)                                        xxx       xxx      xxx     xxx
68
69 PEMBIAYAAN
70
71   PENERIMAAN PEMBIAYAAN
72      Penggunaan SiLPA                                                          xxx       xxx     xx       xxx
73      Pencairan Dana Cadangan                                                   xxx       xxx     xx       xxx
74      Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                           xxx       xxx     xx       xxx
75      Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                                  xxx       xxx     xx       xxx
76      Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                         xxx       xxx     xx       xxx
77      Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                             xxx       xxx     xx       xxx
78      Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank                       xxx       xxx     xx       xxx
79      Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                          xxx       xxx     xx       xxx
80      Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                           xxx       xxx     xx       xxx
81      Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                      xxx       xxx     xx       xxx
82      Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                      xxx       xxx     xx       xxx
83      Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya              xxx       xxx     xx       xxx
84         Jumlah Penerimaan (72 s/d 83)                                         xxxx      xxxx     xx      xxxx
85
86   PENGELUARAN PEMBIAYAAN
87      Pembentukan Dana Cadangan                                                 xxx       xxx     xx       xxx
88      Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                        xxx       xxx     xx       xxx
89      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                 xxx       xxx     xx       xxx
90      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya        xxx       xxx     xx       xxx
91      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank            xxx       xxx     xx       xxx
92      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank      xxx       xxx     xx       xxx
93      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                         xxx       xxx     xx       xxx
94      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                          xxx       xxx     xx       xxx
89      Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                               xxx       xxx     xx       xxx
90      Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                               xxx       xxx     xx       xxx
91      Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                       xxx       xxx     xx       xxx
92         Jumlah Pengeluaran (87 s/d 91)
                        g       (        )                                        xxx       xxx     xx       xxx
93              PEMBIAYAAN NETO (84 - 92)                                        xxxx      xxxx     xx      xxxx
94
95   Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (67 + 93)                                    xxxx      xxxx     xx      xxxx
PRESIDEN
                                              REPUBLIK INDONESIA



                                                              LAMPIRAN I
                                                              PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                              NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                              ILUSTRASI PSAP 02.A

                               Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat

                                             PEMERINTAH PUSAT
                                        LAPORAN REALISASI ANGGARAN
                UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
                                                                                           (Dalam Rupiah)
                                                                                Anggaran Realisasi          Realisasi
                                                                                                     (%)
NO.                                     URAIAN                                    20X1    20X1               20X0
 1 PENDAPATAN
 2    PENDAPATAN PERPAJAKAN
 3       Pendapatan Pajak Penghasilan                                              xxx      xxx       xx       xxx
 4       Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah             xxx      xxx       xx       xxx
 5       Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan                                        xxx      xxx       xx       xxx
 6       Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan                      xxx      xxx       xx       xxx
 7       Pendapatan Cukai                                                          xxx      xxx       xx       xxx
 8       Pendapatan Bea Masuk                                                      xxx      xxx       xx       xxx
 9       Pendapatan Pajak Ekspor                                                   xxx      xxx       xx       xxx
10       Pendapatan Pajak Lainnya                                                  xxx      xxx       xx       xxx
11           Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10)                               xxx      xxx       xx       xxx
12
13    PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK
14       Pendapatan Sumber Daya Alam                                               xxx      xxx       xx       xxx
15       Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba                                    xxx      xxx       xx       xxx
16       Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya                                     xxx      xxx       xx       xxx
17           Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16)                      xxx      xxx       xx       xxx
18
19    PENDAPATAN HIBAH
20       Pendapatan Hibah                                                          xxx      xxx      xx       xxx
21           Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20)                                   xxx      xxx      xx       xxx
22                JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21)                                 xxx      xxx      xx       xxx
23
24 BELANJA
25    BELANJA OPERASI
26       Belanja Pegawai                                                           xxx      xxx       xx       xxx
27       Belanja Barang                                                            xxx      xxx       xx       xxx
28       Bunga                                                                     xxx      xxx       xx       xxx
29       Subsidi                                                                   xxx      xxx       xx       xxx
30       Hibah                                                                     xxx      xxx       xx       xxx
31       Bantuan Sosial                                                            xxx      xxx       xx       xxx
32       Belanja Lain-lain                                                         xxx      xxx       xx       xxx
33           Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32)                                    xxx      xxx       xx       xxx
34
35    BELANJA MODAL                                                                xxx      xxx      xx       xxx
36       Belanja Tanah                                                             xxx      xxx      xx       xxx
37       Belanja Peralatan dan Mesin                                               xxx      xxx      xx       xxx
38       Belanja Gedung dan Bangunan                                               xxx      xxx      xx       xxx
39       Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                       xxx      xxx      xx       xxx
40       Belanja Aset Tetap Lainnya                                                xxx      xxx      xx       xxx
41       Belanja Aset Lainnya                                                      xxx      xxx      xx       xxx
42           Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41)                                      xxx      xxx      xx       xxx
43                JUMLAH BELANJA (33 + 42)                                         xxx      xxx      xx       xxx
44
PRESIDEN
                                              REPUBLIK INDONESIA



                                             PEMERINTAH PUSAT
                                        LAPORAN REALISASI ANGGARAN
                UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
                                                                                 (Dalam Rupiah)
                                                                      Anggaran Realisasi          Realisasi
                                                                                           (%)
NO.                                  URAIAN                             20X1    20X1               20X0
45 TRANSFER
46    DANA PERIMBANGAN
47        Dana Bagi Hasil Pajak                                         xxx       xxx       xx       xxx
48        Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                              xxx       xxx       xx       xxx
49        Dana Alokasi Umum                                             xxx       xxx       xx       xxx
50        Dana Alokasi Khusus                                           xxx       xxx       xx       xxx
51            Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50)                       xxx       xxx       xx       xxx
52
53    TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada)
54        Dana Otonomi Khusus                                           xxx       xxx      xx       xxx
55        Dana Penyesuaian                                              xxx       xxx      xx       xxx
56            Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55)                       xxx       xxx      xx       xxx
57                JUMLAH TRANSFER (51 + 56)                             xxx       xxx      xx       xxx
58                        JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57)         xxx       xxx      xx       xxx
59
60                        SURPLUS / DEFISIT (22 - 58)                   xxx       xxx      xx       xxx
61 PEMBIAYAAN
62    PENERIMAAN
63    PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
64        Penggunaan SAL                                                xxx       xxx       xx       xxx
65        Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan           xxx       xxx       xx       xxx
66        Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                   xxx       xxx       xx       xxx
67        Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                    xxx       xxx       xx       xxx
68        Penerimaan dari Divestasi                                     xxx       xxx       xx       xxx
69        Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara          xxx       xxx       xx       xxx
70        Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah          xxx       xxx       xx       xxx
71            Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70)     xxx       xxx       xx       xxx
72
73    PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI
74        Penerimaan Pinjaman Luar Negeri                               xxx       xxx      xx       xxx
75        Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional      xxx       xxx      xx       xxx
76            Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75)      xxx       xxx      xx       xxx
77                JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76)                xxx       xxx      xx       xxx
78
79    PENGELUARAN
80    PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
81        Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan     xxx       xxx       xx       xxx
82        Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi             xxx       xxx       xx       xxx
83        Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya              xxx       xxx       xx       xxx
84        Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP)                 xxx       xxx       xx       xxx
85        Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                   xxx       xxx       xx       xxx
86        Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                   xxx       xxx       xx       xxx
87            Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86)     xxx       xxx       xx       xxx
88
89    PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI                                xxx       xxx      xx       xxx
90        Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri                         xxx       xxx      xx       xxx
91        Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional               xxx       xxx      xx       xxx
92            Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91)     xxx       xxx      xx       xxx
93                JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92)               xxx       xxx      xx       xxx
94                        PEMBIAYAAN NETO (77 - 93)                     xxx       xxx      xx       xxx
95
96    Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (62 + 94)                          xxxx      xxxx     xx       xxxx
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA



                    LAMPIRAN I.04
                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 71 TAHUN 2010
                    TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 03




LAPORAN ARUS KAS




                                       Lampiran I.04 PSAP 03 – (i)
PRESIDEN
                                       REPUBLIK INDONESIA


                                             DAFTAR ISI


                                                                                                Paragraf
PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------------------                1-7
   TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------          1- 2
   RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------                 3-4
   MANFAAT INFORMASI ARUS KAS ----------------------------------------------                           5-7
   DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------            8
   KAS DAN SETARA KAS -------------------------------------------------------------                   9-11
ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS -------------------------------------------------                         12-14
PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS -------------------------------------------------                         15-36
   AKTIVITAS OPERASI ----------------------------------------------------------------                21-26
   AKTIVITAS INVESTASI --------------------------------------------------------------                27-30
   AKTIVITAS PENDANAAN -----------------------------------------------------------                   31-34
   AKTIVITAS TRANSITORIS ---------------------------------------------------------                   35-38
PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI,
INVESTASI, PENDANAAN, DAN TRANSITORIS --------------------------------                               39-41
PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH --------------                                            42
ARUS KAS MATA UANG ASING -----------------------------------------------------                       43-45
BUNGA DAN BAGIAN LABA ----------------------------------------------------------                     46-49
PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI PEMERINTAH DALAM
PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI
LAINNYA -------------------------------------------------------------------------------------        50-56
TRANSAKSI BUKAN KAS --------------------------------------------------------------                   57-58
KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ----------------------------------------------                              59
PENGUNGKAPAN LAINNYA ----------------------------------------------------------                      60-62
TANGGAL EFEKTIF ----------------------------------------------------------------------               63-64


Lampiran :
Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas
                                    Pemerintah Pusat
Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas
                                    Pemerintah Provinsi
Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas
                                    Pemerintah Kabupaten/Kota


                                                                            Lampiran I.04 PSAP 03 – (ii)
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 03
4    LAPORAN ARUS KAS
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10   TUJUAN
11              1. Tujuan Pernyataan Standar Laporan Arus Kas adalah mengatur
12   penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai
13   perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan
14   mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan,
15   dan transitoris selama satu periode akuntansi.
16              2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai
17   sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode
18   akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini
19   disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.

20   RUANG LINGKUP
21            3. Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan
22   laporan keuangan dengan basis akuntansi akrual wajib menyusun laporan
23   arus kas sesuai dengan standar ini untuk setiap periode penyajian laporan
24   keuangan sebagai salah satu komponen laporan keuangan pokok.
25            4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus
26   kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan
27   pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut
28   peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi
29   dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan
30   negara/daerah.

31   MANFAAT INFORMASI ARUS KAS
32             5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di
33   masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran
34   arus kas yang telah dibuat sebelumnya.


                                                              Lampiran I.04 PSAP 03 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1               6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas
2    masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan.
3               7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus
4    kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam
5    mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan
6    struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas)

7    DEFINISI
 8             8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
 9   Pernyataan Standar dengan pengertian:
10   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh
11   pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
12   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik
13   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
14   uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
15   penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
16   dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
17   Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada
18   Bendahara Umum Negara/Daerah.
19   Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang
20   ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode
21   akuntansi.
22   Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang
23   ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya
24   yang tidak termasuk dalam setara kas.
25   Aktivitas pendanaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar
26   kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang
27   mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi utang dan piutang
28   jangka panjang.
29    Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas
30   yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan
31   pembiayaan pemerintah.
32   Aktivitas Transitoris adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas
33   yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
34   Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
35   peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
36   memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
37   Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
38   pelaporan yang menurunkan ekuitas yang dapat berupa pengeluaran atau
39   konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.



                                                            Lampiran I.04 PSAP 03 - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban
 2   untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas
 3   pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
 4   Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
 5   yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam
 6   satu tahun anggaran
 7   Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
 8   aset dan kewajiban pemerintah.
 9   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
10   entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
11   perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
12   berupa laporan keuangan.
13   Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
14   digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
15   Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
16   Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
17   dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
18   Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
19   Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
20   dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
21   Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
22   Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
23   seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
24   Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai
25   komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama
26   dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki.
27   Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
28   Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.
29   Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam
30   menyajikan laporan keuangan.
31   Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
32   berdasarkan harga perolehan.
33   Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai
34   investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut
35   kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan
36   bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi
37   sesudah perolehan awal investasi.
38   Metode Langsung adalah metode penyajian arus kas dimana
39   pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto harus
40   diungkapkan.


                                                           Lampiran I.04 PSAP 03 - 3
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    Metode Tidak Langsung adalah metode penyajian laporan arus kas dimana
2    surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-transaksi operasional
3    nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual) penerimaan kas
4    atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, serta unsur penerimaan dan
5    pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi
6    dan pendanaan.
7    Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah
8    ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan.
 9   Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak
10   untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan
11   lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
12   Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum
13   Negara/Daerah.
14   Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
15   Umum Negara/Daerah.
16   Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas
17   pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran.
18   Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
19   modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.
20   Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap
21   dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang
22   signifikan.
23   Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode
24   pelaporan.
25   Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
26   terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
27   tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau
28   pengaruh entitas bersangkutan.

29   KAS DAN SETARA KAS
30            9. Kas dan setara kas harus disajikan dalam laporan arus kas.
31            10. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas
32   jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara
33   kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam
34   jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan.
35   Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud
36   mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal
37   perolehannya.
38            11. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan dalam
39   laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari manajemen



                                                              Lampiran I.04 PSAP 03 - 4
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan
2    transitoris.

3    ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS
 4             12. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu
 5   atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-
 6   undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
 7   keuangan. Entitas pelaporan dimaksud terdiri dari:
 8    (a) Pemerintah pusat;
 9    (b) Pemerintah daerah;
10    (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah
11        pusat; dan
12    (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi
13        lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi
14        dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
15             13. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan
16   laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi
17   perbendaharaan umum.
18             14. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum
19   adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah
20   dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah.

21   PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS
22               15. Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang
23   menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode
24   tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi,
25   pendanaan, dan transitoris.
26               16. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi, pendanaan,
27   dan transitoris memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna
28   laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan
29   setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk
30   mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan
31   transitoris.
32               17. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa
33   aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok
34   utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam
35   aktivitas pendanaan sedangkan pembayaran bunga utang pada umumnya akan
36   diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi kecuali bunga yang dikapitalisasi akan
37   diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi.
38               18. Contoh format laporan arus kas yang disusun atas dasar akun-akun
39   finansial disajikan dalam ilustrasi PSAP 03.A, 03.B, dan 03.C standar ini. Ilustrasi


                                                                  Lampiran I.04 PSAP 03 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   hanya merupakan contoh untuk membantu pemahaman dan bukan bagian dari
 2   standar.
 3              19. Dalam hal entitas bersangkutan masih membukukan
 4   penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas berdasarkan akun
 5   pelaksanaan anggaran maka laporan arus kas dapat disajikan dengan
 6   mengacu pada akun-akun pelaksanaan anggaran tersebut.
 7              20. Yang dimaksud dengan akun-akun pelaksanaan anggaran adalah
 8   akun yang berhubungan dengan pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan, dan
 9   transaksi nonanggaran, yang dalam Laporan Arus Kas dikelompokkan menjadi
10   aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran.

11   AKTIVITAS OPERASI
12             21. Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran
13   kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu
14   periode akuntansi.
15             22. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang
16   menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang
17   cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa
18   mengandalkan sumber pendanaan dari luar.
19             23. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari:
20   (a) Penerimaan Perpajakan;
21   (b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
22   (c) Penerimaan Hibah;
23   (d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya;
24   (e) Penerimaan Lain-lain/penerimaan dari pendapatan Luar Biasa; dan
25   (f) Penerimaan Transfer.
26             24. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk:
27   (a) Pembayaran Pegawai;
28   (b) Pembayaran Barang;
29   (c) Pembayaran Bunga;
30   (d) Pembayaran Subsidi;
31   (e) Pembayaran Hibah;
32   (f) Pembayaran Bantuan Sosial;
33   (g) Pembayaran Lain-lain/Kejadian Luar Biasa; dan
34   (h) Pembayaran Transfer.
35             25. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang
36   sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan
37   dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas
38   operasi.


                                                              Lampiran I.04 PSAP 03 - 6
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1              26. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan
2    suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal
3    kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan,
4    maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas
5    operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.

6    AKTIVITAS INVESTASI
 7             27. Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan
 8   pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap
 9   serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas.
10             28. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan
11   pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya
12   ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan
13   pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
14             29. Arus masuk kas dari aktivitas investasi terdiri dari:
15   (a) Penjualan Aset Tetap;
16   (b) Penjualan Aset Lainnya;
17   (c) Pencairan Dana Cadangan;
18   (d) Penerimaan dari Divestasi;
19   (e) Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas.
20             30. Arus keluar kas dari aktivitas investasi terdiri dari:
21   (a) Perolehan Aset Tetap;
22   (b) Perolehan Aset Lainnya;
23   (c) Pembentukan Dana Cadangan;
24   (d) Penyertaan Modal Pemerintah;
25   (e) Pembelian Investasi dalam bentuk Sekuritas.

26   AKTIVITAS PENDANAAN
27            31. Aktivitas Pendanaan adalah aktivitas penerimaan dan
28   pengeluaran kas yang yang berhubungan dengan pemberian piutang jangka
29   panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang mengakibatkan
30   perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang dan utang
31   jangka panjang.
32            32. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan
33   pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman
34   jangka panjang.
35            33. Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain:
36   (a) Penerimaan utang luar negeri;
37   (b) Penerimaan dari utang obligasi;



                                                           Lampiran I.04 PSAP 03 - 7
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    (c) Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah;
2    (d) Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara.
3            34. Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain:
4    (a) Pembayaran pokok utang luar negeri;
5    (b) Pembayaran pokok utang obligasi;
6    (c) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah;
7    (d) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara.

8    AKTIVITAS TRANSITORIS
 9             35. Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan dan
10   pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan
11   pendanaan.
12             36. Arus kas dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan
13   pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan
14   pendanaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain transaksi
15   Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang
16   persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK
17   menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat
18   Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya
19   potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar
20   rekening kas umum negara/daerah.
21             37. Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK
22   dan penerimaan transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali
23   uang persediaan dari bendahara pengeluaran.
24             38. Arus keluar kas dari aktivitas transitoris meliputi pengeluaran PFK
25   dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang keluar dan pemberian uang
26   persediaan kepada bendahara pengeluaran.

27   PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS
28   OPERASI,   INVESTASI, PENDANAAN, DAN
29   TRANSITORIS
30            39. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok utama
31   penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, investasi,
32   pendanaan, dan transitoris kecuali yang tersebut dalam paragraf 40.
33            40. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas
34   operasi dengan cara:
35   (a) Metode Langsung
36        Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan
37        pengeluaran kas bruto.


                                                               Lampiran I.04 PSAP 03 - 8
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   (b)   Metode Tidak Langsung
 2         Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-
 3         transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau
 4         pengakuan (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang
 5         akan datang, serta unsur penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk
 6         kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi dan pendanaan.
 7             41. Entitas  pelaporan      pemerintah  pusat/daerah   sebaiknya
 8   menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas
 9   operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut:
10   (a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di
11       masa yang akan datang;
12   (b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan
13   (c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat
14       langsung diperoleh dari catatan akuntansi.

15   PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS
16   BERSIH
17            42. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan
18   atas dasar arus kas bersih dalam hal:
19   (a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima
20        manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan aktivitas
21        pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu contohnya adalah
22        hasil kerjasama operasional.
23   (b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang
24        perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya
25        singkat.

26   ARUS KAS MATA UANG ASING
27             43. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus
28   dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan
29   mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs
30   pada tanggal transaksi.
31             44. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar
32   negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada
33   tanggal transaksi.
34             45. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat
35   perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas.




                                                           Lampiran I.04 PSAP 03 - 9
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    BUNGA DAN BAGIAN LABA
 2             46. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan
 3   pengeluaran beban untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan
 4   pendapatan dari bagian laba             perusahaan negara/daerah         harus
 5   diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi
 6   tersebut harus diklasifikasikan kedalam aktivitas operasi secara konsisten
 7   dari tahun ke tahun.
 8             47. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam arus
 9   kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari
10   pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan.
11             48. Jumlah pengeluaran beban pembayaran bunga utang yang
12   dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk
13   pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan.
14             49. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan
15   negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah
16   kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah
17   dalam periode akuntansi yang bersangkutan.


18   PEROLEHAN   DAN  PELEPASAN   INVESTASI
19   PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN NEGARA/
20   DAERAH/KEMITRAAN  DAN   UNIT   OPERASI
21   LAINNYA
22             50. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/daerah dan
23   kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode
24   ekuitas dan metode biaya.
25             51. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/daerah dan
26   kemitraan dicatat sebesar nilai kas yang dikeluarkan.
27             52. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang
28   dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas
29   investasi.
30             53. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan
31   perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya harus disajikan secara
32   terpisah dalam aktivitas investasi.
33             54. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan
34   perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode.
35   Hal-hal yang diungkapkan adalah:
36   (a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan;




                                                            Lampiran I.04 PSAP 03 - 10
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   (b)   Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan
 2         kas dan setara kas;
 3   (c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit
 4         operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan
 5   (d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh
 6         perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh
 7         atau dilepas.
 8              55. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan
 9   unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk
10   membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi,
11   investasi, pendanaan, dan transitoris. Arus kas masuk dari pelepasan tersebut
12   tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya.
13              56. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan
14   negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan
15   perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya
16   sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi
17   lainnya.

18   TRANSAKSI BUKAN KAS
19             57. Transaksi operasi, investasi, dan pendanaan yang tidak
20   mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak
21   dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan
22   dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
23             58. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas konsisten
24   dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut tidak
25   mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan kas yang
26   tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui pertukaran
27   atau hibah.

28   KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS
29            59. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara
30   kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di
31   Neraca.

32   PENGUNGKAPAN LAINNYA
33            60. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan setara
34   kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini
35   dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.




                                                            Lampiran I.04 PSAP 03 - 11
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1             61. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi
2    pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas
3    pelaporan.
4             62. Contoh kas dan setara kas yang tidak boleh digunakan oleh entitas
5    adalah kas yang ditempatkan sebagai jaminan, dan kas yang dikhususkan
6    penggunannya untuk kegiatan tertentu.

7    TANGGAL EFEKTIF
 8              63. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
 9   berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
10   pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
11              64. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
12   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
13   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                            Lampiran I.04 PSAP 03 - 12
PRESIDEN
                                     REPUBLIK INDONESIA




                                                       LAMPIRAN I
                                                       PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                       NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                       ILUSTRASI PSAP 03.A


                        CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT

                                            PEMERINTAH PUSAT
                                        LAPORAN ARUS KAS
                     Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                               Metode Langsung
                                                                                                (Dalam Rupiah)
No.                                       Uraian                                         20X1         20X0
 1    Arus Kas dari Aktivitas Operasi
 2    Arus Masuk Kas
 3       Penerimaan Pajak Penghasilan                                                    XXX          XXX
 4       Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah                   XXX          XXX
 5       Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan                                              XXX          XXX
 6       Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan                            XXX          XXX
 7       Penerimaan Cukai                                                                XXX          XXX
 8       Penerimaan Pajak Lainnya                                                        XXX          XXX
 9       Penerimaan Bea Masuk                                                            XXX          XXX
10       Penerimaan Pajak Ekspor                                                         XXX          XXX
11       Penerimaan Sumber Daya Alam                                                     XXX          XXX
12       Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN                                     XXX          XXX
13       Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya                                           XXX          XXX
14       Penerimaan Hibah                                                                XXX          XXX
15       Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa                                           XXX          XXX
16          Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15)                                             XXX          XXX
17    Arus Keluar Kas
18       Pembayaran Pegawai                                                              XXX          XXX
19       Pembayaran Barang                                                               XXX          XXX
20       Pembayaran Bunga                                                                XXX          XXX
21       Pembayaran Subsidi                                                              XXX          XXX
22       Pembayaran Bantuan Sosial                                                       XXX          XXX
23       Pembayaran Hibah                                                                XXX          XXX
24       Pembayaran Lain-lain                                                            XXX          XXX
25       Pembayaran Dana Bagi Hasil Pajak                                                XXX          XXX
26       Pembayaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                     XXX          XXX
27       Pembayaran Dana Alokasi Umum                                                    XXX          XXX
28       Pembayaran Dana Alokasi Khusus
               y                                                                         XXX          XXX
29       Pembayaran Dana Otonomi Khusus                                                  XXX          XXX
30       Pembayaran Dana Penyesuaian                                                     XXX          XXX
31       Pembayaran Kejadian Luar Biasa                                                  XXX          XXX
32          Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 31)                                           XXX          XXX
33             Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 32)                          XXX          XXX
34    Arus Kas dari Aktivitas Investasi
35 Arus Masuk Kas
36    Penjualan atas Tanah                                                               XXX          XXX
37    Penjualan atas Peralatan dan Mesin                                                 XXX          XXX
38    Penjualan atas Gedung dan Bangunan                                                 XXX          XXX
39    Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan                                         XXX          XXX
40    Penjualan Aset Tetap Lainnya                                                       XXX          XXX
41    Penjualan Aset Lainnya                                                             XXX          XXX
42    Penerimaan dari Divestasi                                                          XXX          XXX
43    Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen                                        XXX          XXX
44       Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 43)                                               XXX          XXX
PRESIDEN
                                     REPUBLIK INDONESIA




                        CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT

                                           PEMERINTAH PUSAT
                                       LAPORAN ARUS KAS
                    Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                              Metode Langsung
                                                                                               (Dalam Rupiah)
No.                                      Uraian                                         20X1         20X0
45    Arus Keluar Kas
46       Perolehan Tanah                                                                XXX          XXX
47       Perolehan Peralatan dan Mesin                                                  XXX          XXX
48       Perolehan Gedung dan Bangunan                                                  XXX          XXX
49       Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan                                          XXX          XXX
50       Perolehan Aset Tetap Lainnya                                                   XXX          XXX
51       Perolehan Aset Lainnya                                                         XXX          XXX
52       Pengeluaran Penyertaan Modal Negara                                            XXX          XXX
53       Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen                                   XXX          XXX
54           Jumlah Arus Keluar Kas (46 s/d 53)                                         XXX          XXX
55              Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (44 - 54)                      XXX          XXX
56    Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
57    Arus Masuk Kas
58       Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan                            XXX          XXX
59       Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                    XXX          XXX
60       Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                     XXX          XXX
61       Penerimaan Pinjaman Luar Negeri                                                XXX          XXX
62       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Daerah                                      XXX          XXX
63       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                           XXX          XXX
64       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                           XXX          XXX
65           Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 64)                                          XXX          XXX
66    Arus Keluar Kas
67       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan                      XXX          XXX
68       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                              XXX          XXX
69       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                               XXX          XXX
70       Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri                                          XXX          XXX
71       Pemberian Pinjaman kepada Daerah                                               XXX          XXX
72       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                    XXX          XXX
73       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                    XXX          XXX
74           Jumlah Arus Keluar Kas (67 s/d 73)                                         XXX          XXX
75              Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (65 - 74)                      XXX          XXX
76    Arus Kas dari Aktivitas Transitoris
77    Arus Masuk Kas
78       Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                      XXX          XXX
79       Kiriman Uang Masuk                                                             XXX          XXX
80           Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 79)                                          XXX          XXX
81    Arus Keluar Kas
82       Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                     XXX          XXX
83       Kiriman Uang Keluar                                                            XXX          XXX
84           Jumlah Arus Keluar Kas (82 s/d 83)                                         XXX          XXX
85              Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (80 - 84)                    XXX          XXX
86                 Kenaikan/Penurunan Kas (33+55+75+85)                                 XXX          XXX
87                 Saldo Awal Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran                 XXX          XXX
88                 Saldo Akhir Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran (86+87)        XXX          XXX
89                 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan                              XXX          XXX
90                 Saldo Akhir Kas (88+89))                                             XXX          XXX
PRESIDEN
                                           REPUBLIK INDONESIA



                                                          LAMPIRAN I
                                                          PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                          NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                          ILUSTRASI PSAP 03.B

                        CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI

                                            PEMERINTAH PROVINSI
                                         LAPORAN ARUS KAS
                      Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                                Metode Langsung
                                                                                            (Dalam Rupiah)
No.                                      Uraian                                      20X1        20X0
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2 Arus Masuk Kas
3    Penerimaan Pajak Daerah                                                         XXX         XXX
4    Penerimaan Retribusi Daerah                                                     XXX         XXX
5    Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                    XXX         XXX
6    Penerimaan Lain-lain PAD yang sah                                               XXX         XXX
7    Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak                                                XXX         XXX
8    Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                     XXX         XXX
9    Penerimaan Dana Alokasi Umum                                                    XXX         XXX
10   Penerimaan Dana Alokasi Khusus                                                  XXX         XXX
11   Penerimaan Dana Otonomi Khusus                                                  XXX         XXX
12   Penerimaan Dana Penyesuaian                                                     XXX         XXX
13   Penerimaan Hibah                                                                XXX         XXX
14   Penerimaan Dana Darurat                                                         XXX         XXX
15   Penerimaan Lainnya                                                              XXX         XXX
16   Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa
17      Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 16)                                             XXX         XXX
18    Arus Keluar Kas
19       Pembayaran Pegawai                                                          XXX         XXX
20       Pembayaran Barang                                                           XXX         XXX
21       Pembayaran Bunga                                                            XXX         XXX
22       Pembayaran Subsidi                                                          XXX         XXX
23       Pembayaran Beban Hibah                                                      XXX         XXX
24       Pembayaran Beban Bantuan Sosial                                             XXX         XXX
25       Pembayaran Tak Terduga                                                      XXX         XXX
26       Pembayaran Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota                               XXX         XXX
27       Pembayaran Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota                           XXX         XXX
28       Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota                  XXX         XXX
29       Pembayaran Kejadian Luar Biasa                                              XXX         XXX
30          Jumlah Arus Keluar Kas (19 s/d 29)                                       XXX         XXX
31              Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (17 - 30)                     XXX         XXX
32    Arus Kas dari Aktivitas Investasi
33    Arus Masuk Kas
34       Pencairan Dana Cadangan                                                     XXX         XXX
35       Penjualan atas Tanah                                                        XXX         XXX
36       Penjualan atas Peralatan dan Mesin                                          XXX         XXX
37       Penjualan atas Gedung dan Bangunan                                          XXX         XXX
38       Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan                                  XXX         XXX
39       Penjualan Aset Tetap Lainnya                                                XXX         XXX
40       Penjualan Aset Lainnya                                                      XXX         XXX
41       Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                             XXX         XXX
42       Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen                                 XXX         XXX
43          Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 42)                                        XXX         XXX
44    Arus Keluar Kas
45       Pembentukan Dana Cadangan                                                    XXX        XXX
46       Perolehan Tanah                                                              XXX        XXX
47       Perolehan Peralatan dan Mesin                                                XXX        XXX
48       Perolehan Gedung dan Bangunan                                                XXX        XXX
49       Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan                                        XXX        XXX
PRESIDEN
                                         REPUBLIK INDONESIA


                        CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI

                                           PEMERINTAH PROVINSI
                                        LAPORAN ARUS KAS
                      Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                                Metode Langsung
                                                                                            (Dalam Rupiah)
No.                                     Uraian                                       20X1        20X0
50       Perolehan Aset Tetap Lainnya                                                XXX         XXX
51       Perolehan Aset Lainnya                                                      XXX         XXX
52       Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                          XXX         XXX
53       Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen                                XXX         XXX
54           Jumlah Arus Keluar Kas (45 s/d 53)                                      XXX         XXX
55              Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (43 - 54)                   XXX         XXX
56    Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
57    Arus Masuk Kas
58       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                                    XXX         XXX
59       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                           XXX         XXX
60       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                               XXX         XXX
61       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank                         XXX         XXX
62       Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                            XXX         XXX
63       Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                             XXX         XXX
64       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                        XXX         XXX
65       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                        XXX         XXX
66       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                XXX         XXX
67           Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 66)                                       XXX         XXX
68    Arus Keluar Kas
69       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                   XXX         XXX
70       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya          XXX         XXX
71       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank              XXX         XXX
72       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank        XXX         XXX
73       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                           XXX         XXX
74       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                            XXX         XXX
75       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                 XXX         XXX
76       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                 XXX         XXX
77       Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                         XXX         XXX
78           Jumlah Arus Keluar Kas (69 s/d 77)                                      XXX         XXX
79              Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (67 - 78)                   XXX         XXX
80    Arus Kas dari Aktivitas Transitoris
81    Arus Masuk Kas
82       Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                   XXX         XXX
83           Jumlah Arus Masuk Kas (82)                                              XXX         XXX
84    Arus Keluar Kas
85       Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                  XXX         XXX
86           Jumlah Arus Keluar Kas (85)                                             XXX         XXX
87              Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (83 - 86)                 XXX         XXX
88                 Kenaikan/Penurunan Kas (31+55+79+87)                              XXX         XXX
89                 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran              XXX         XXX
90                 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (88+89)     XXX         XXX
91                 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan                           XXX         XXX
92                 Saldo Akhir Kas (90+91)                                           XXX         XXX
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA



                                                          LAMPIRAN I
                                                          PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                          NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                          ILUSTRASI PSAP 03.C


                    CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

                                        PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                                          LAPORAN ARUS KAS
                      Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                                Metode Langsung
                                                                                                 (Dalam Rupiah)
No.                                       Uraian                                          20X1         20X0
 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
 2 Arus Masuk Kas
 3    Penerimaan Pajak Daerah                                                             XXX          XXX
 4    Penerimaan Retribusi Daerah                                                         XXX          XXX
 5    Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                        XXX          XXX
 6    Penerimaan Lain-lain PAD yang sah                                                   XXX          XXX
 7    Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak                                                    XXX          XXX
 8    Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                         XXX          XXX
 9    Penerimaan Dana Alokasi Umum                                                        XXX          XXX
10    Penerimaan Dana Alokasi Khusus                                                      XXX          XXX
11    Penerimaan Dana Otonomi Khusus                                                      XXX          XXX
12    Penerimaan Dana Penyesuaian                                                         XXX          XXX
13    Penerimaan Pendapatan Bagi Hasil Pajak                                              XXX          XXX
14    Penerimaan Bagi Hasil Lainnya                                                       XXX          XXX
15    Penerimaan Hibah                                                                    XXX          XXX
16    Penerimaan Dana Darurat                                                             XXX          XXX
17    Penerimaan Lainnya                                                                  XXX          XXX
18    Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa                                               XXX          XXX
19       Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 18)                                                 XXX          XXX
20 Arus Keluar Kas
21    Pembayaran Pegawai                                                                  XXX          XXX
22    Pembayaran Barang                                                                   XXX          XXX
23    Pembayaran Bunga                                                                    XXX          XXX
24    Pembayaran Subsidi                                                                  XXX          XXX
25    Pembayaran Hibah                                                                    XXX          XXX
26    P b
      Pembayaran B t
                  Bantuan S i l
                           Sosial                                                         XXX          XXX
27    Pembayaran Tak Terduga                                                              XXX          XXX
28    Pembayaran Bagi Hasil Pajak                                                         XXX          XXX
29    Pembayaran Bagi Hasil Retribusi                                                     XXX          XXX
30    Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya                                            XXX          XXX
31    Pembayaran Kejadian Luar Biasa                                                      XXX          XXX
32       Jumlah Arus Keluar Kas (21 s/d 31)                                               XXX          XXX
33            Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (19 - 32)                            XXX          XXX
34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi
35 Arus Masuk Kas
36    Pencairan Dana Cadangan                                                             XXX          XXX
37    Penjualan atas Tanah                                                                XXX          XXX
38    Penjualan atas Peralatan dan Mesin                                                  XXX          XXX
39    Penjualan atas Gedung dan Bangunan                                                  XXX          XXX
40    Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan                                          XXX          XXX
41    Penjualan Aset Tetap                                                                XXX          XXX
42    Penjualan Aset Lainnya                                                              XXX          XXX
43    Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                                     XXX          XXX
44    Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen                                         XXX          XXX
45       Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 44)                                                XXX          XXX
PRESIDEN
                                         REPUBLIK INDONESIA



                    CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

                                         PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                                           LAPORAN ARUS KAS
                      Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                                Metode Langsung
                                                                                                 (Dalam Rupiah)
No.                                         Uraian                                        20X1         20X0
46 Arus Keluar Kas
47    Pembentukan Dana Cadangan                                                           XXX          XXX
48    Perolehan Tanah                                                                     XXX          XXX
49    Perolehan Peralatan dan Mesin                                                       XXX          XXX
50    Perolehan Gedung dan Bangunan                                                       XXX          XXX
51    Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan                                               XXX          XXX
52    Perolehan Aset Tetap Lainnya                                                        XXX          XXX
53    Perolehan Aset Lainnya                                                              XXX          XXX
54    Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                                  XXX          XXX
55    Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen                                        XXX          XXX
56       Jumlah Arus Keluar Kas (47 s/d 55)                                               XXX          XXX
57             Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (45 - 56)                         XXX          XXX
58 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
59 Arus Masuk Kas
60    Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                                            XXX          XXX
61    Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                                   XXX          XXX
62    Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                                       XXX          XXX
63    Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank                                 XXX          XXX
64    Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                                    XXX          XXX
65    Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                                     XXX          XXX
66    Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                XXX          XXX
67    Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                XXX          XXX
68    Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                        XXX          XXX
69         Jumlah Arus Masuk Kas (60 s/d 68)                                              XXX          XXX
70   Arus Keluar Kas
71      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                         XXX          XXX
72      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                XXX          XXX
73      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                    XXX          XXX
74      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank              XXX          XXX
75      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                 XXX          XXX
76      Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                  XXX          XXX
77      Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                       XXX          XXX
78      Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                       XXX          XXX
79      Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                               XXX          XXX
80         Jumlah Arus Keluar Kas (71 s/d 79)                                             XXX          XXX
81             Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (69 - 80)                         XXX          XXX
82   Arus Kas dari Aktivitas Transitoris
83   Arus Masuk Kas
84      Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                         XXX          XXX
85         Jumlah Arus Masuk Kas (84)                                                     XXX          XXX
86   Arus Keluar Kas
87      Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                        XXX          XXX
88         Jumlah Arus Keluar Kas (87)                                                    XXX          XXX
89             Arus Kas Bersih dari Aktivitas transitoris (84 - 87)                       XXX          XXX
90                 Kenaikan/Penurunan Kas (33+57+81+89)                                   XXX          XXX
91                 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran                   XXX          XXX
92                 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (90+91)          XXX          XXX
93                 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan                                XXX          XXX
94                 Saldo Akhir Kas (92+93)                                                XXX          XXX
PRESIDEN
              REPUBLIK INDONESIA


                     LAMPIRAN I.05
                     PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 71 TAHUN 2010
                     TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL
PERNYATAAN NO. 04




CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN




                                      Lampiran I.05 PSAP 04 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA


                                             DAFTAR ISI


                                                                                                Paragraf
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------             1-6
      TUJUAN -----------------------------------------------------------------------------------        1-2
      RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------------              3-6
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------------           7
KETENTUAN UMUM -------------------------------------------------------------------------              8-11
STRUKTUR DAN ISI --------------------------------------------------------------------------          12-64
      PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS
      PELAPORAN DAN ENTITAS AKUNTANSI --------------------------------------                         17-18
      PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN
      FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO ---------------------------------                            19-23
      PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN
      SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN
      HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET ----------                                      24-29
      DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN
      PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN -----------------                                    30-50
            ASUMSI DASAR AKUNTANSI ------------------------------------------------                  31-35
            PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------                        36-38
            KEBIJAKAN AKUNTANSI ------------------------------------------------------               39-50
      PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING
      POS YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN
      KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------        51-57
      PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH
      PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG
      BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN
      KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------        58-60
      PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ------------------------------                               61-63
      SUSUNAN --------------------------------------------------------------------------------              64
TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------             65-66




                                                                             Lampiran I.05 PSAP 04 – (ii)
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 04

4    CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10   TUJUAN
11               1. Tujuan Pernyataan Standar Catatan atas Laporan Keuangan adalah
12   mengatur penyajian dan pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas
13   Laporan Keuangan.
14               2. Tujuan penyajian Catatan atas Laporan Keuangan adalah untuk
15   meningkatkan transparansi Laporan Keuangan dan penyediaan pemahaman yang
16   lebih baik, atas informasi keuangan pemerintah.

17   RUANG LINGKUP
18                 3. Standar ini harus diterapkan pada:
19     (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum untuk entitas pelaporan;
20     (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan untuk
21            tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan.
22                 4. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang
23   dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi
24   keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat,
25   legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan
26   dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan
27   keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari
28   laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan
29   tahunan.
30                 5. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
31   menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
32   keuangan konsolidasian, tidak termasuk badan usaha milik negara/daerah.
33                 6. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat
34   menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka
35   standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi kriteria



                                                                 Lampiran I.05 PSAP 04 - 1
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    satu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar akuntansi
2    mengenai entitas pelaporan pemerintah.

3    DEFINISI
 4               7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
 5   Pernyataan Standar dengan pengertian:
 6   Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah
 7   meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur
 8   dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara
 9   sistematis untuk satu periode.
10   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah
11   rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
12   Perwakilan Rakyat Daerah.
13   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah
14   rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
15   Perwakilan Rakyat.
16   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
17   pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
18   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
19   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
20   termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
21   bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
22   alasan sejarah dan budaya.
23   Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
24   peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
25   memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
26   Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
27   peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
28   Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah
29   yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran
30   bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
31   pemerintah.
32   Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
33   pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau
34   konsumsi aset atau timbulnya kewajiban
35   Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
36   aset dan kewajiban pemerintah.
37   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
38   entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
39   perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
40   berupa laporan keuangan.



                                                            Lampiran I.05 PSAP 04 - 2
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1   Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi,
 2   aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas
 3   pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
 4   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
 5   penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
 6   pemerintah.
 7   Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji suatu
 8   informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna yang
 9   dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada hakikat
10   atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari keadaan
11   khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi.
12   Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
13   dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
14   bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam
15   penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau
16   memanfaatkan surplus anggaran.
17   Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
18   Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun
19   anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu
20   dibayar kembali oleh pemerintah.
21   Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai
22   penambah ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan.
23   Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka
24   laporan keuangan.
25   Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan Saldo Anggaran Lebih yang
26   berasal dari akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan
27   tahun berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan.

28   KETENTUAN UMUM
29               8. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan
30   atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan
31   keuangan untuk tujuan umum.
32               9. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan
33   keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk
34   pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan
35   mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman
36   di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, atas
37   sajian laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi
38   informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan.
39               10. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari
40   pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran



                                                               Lampiran I.05 PSAP 04 - 3
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual.
2    Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung
3    melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan.
4    Pembahasan umum dan referensi ke pos-pos laporan keuangan menjadi penting
5    bagi pembaca laporan keuangan.
6               11. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi
7    yang diterapkan akan dapat membantu pembaca menghindari kesalahpahaman
8    dalam memahami laporan keuangan.

9    STRUKTUR DAN ISI
10                12. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara
11   sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan
12   Operasional dan Laporan Arus Kas dapat mempunyai referensi silang dengan
13   informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
14                13. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar
15   terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi
16   Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan
17   Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula
18   dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang
19   diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta
20   pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar
21   atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen
22   lainnya.
23                14. Dalam rangka pengungkapan yang memadai, Catatan atas
24   Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
25    (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
26    (b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
27    (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut
28        kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
29    (d) Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-
30        kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi
31        dan kejadian-kejadian penting lainnya;
32    (e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar
33        muka laporan keuangan;
34    (f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
35        Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka                 laporan
36        keuangan; dan
37    (g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak
38        disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
39                15. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan
40    mengikuti pernyataan standar akuntansi berlaku yang mengatur tentang


                                                                Lampiran I.05 PSAP 04 - 4
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    pengungkapan untuk pos-pos yang terkait. Misalnya, Pernyataan Standar
2    Akuntansi Pemerintahan tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan
3    kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan.
4               16. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami laporan
5    keuangan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan
6    secara narasi, bagan, grafik, daftar, dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang
7    mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas
8    pelaporan dan hasil-hasilnya selama satu periode.

 9   PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS PELAPORAN
10   DAN ENTITAS AKUNTANSI
11               17. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan
12   informasi yang merupakan gambaran entitas secara umum.
13               18. Untuk membantu pemahaman para pembaca laporan keuangan,
14   perlu ada penjelasan awal mengenai baik entitas pelaporan maupun entitas
15   akuntansi yang meliputi:
16    (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas
17        tersebut berada;
18    (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; dan
19    (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
20        operasionalnya.

21   PENYAJIAN  INFORMASI  TENTANG                       KEBIJAKAN           FISKAL/
22   KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO
23               19. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu
24   pembaca memahami realisasi dan posisi keuangan entitas pelaporan secara
25   keseluruhan, termasuk kebijakan fiskal/keuangan dan kondisi ekonomi
26   makro.
27               20. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas
28   Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab pertanyaan-
29   pertanyaan seperti bagaimana perkembangan realisasi dan posisi keuangan/fiskal
30   entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai.
31               21. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas
32   pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting
33   mengenai realisasi dan posisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan
34   dengan periode sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana
35   lainnya sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan
36   perbedaan adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam
37   penyusunan anggaran dibandingkan dengan realisasinya.
38               22. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas
39   Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan



                                                                Lampiran I.05 PSAP 04 - 5
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


 1   pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan
 2   pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan penyusunan
 3   APBN/APBD,         sasaran,     program    dan  prioritas anggaran,      kebijakan
 4   intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara.
 5                23. Ekonomi makro yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas
 6   Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang
 7   digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator
 8   ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik
 9   Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak,
10   tingkat suku bunga dan neraca pembayaran.

11   PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN
12   SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN
13   HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET
14                 24. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan
15   perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan
16   dengan anggaran yang pertama kali disetujui oleh DPR/DPRD, hambatan dan
17   kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta
18   masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan
19   untuk diketahui pembaca laporan keuangan.
20                 25. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi
21   tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan
22   persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti kondisi
23   dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan yang ada,
24   yang disetujui oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran pertama kali
25   disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi anggaran dan
26   keuangan entitas pelaporan.
27                 26. Ikhtisar pencapaian target keuangan merupakan perbandingan
28   secara garis besar antara target sebagaimana yang tertuang dalam APBN/APBD
29   dengan realisasinya.
30                 27. Ikhtisar ini disajikan untuk memperoleh gambaran umum tentang
31   kinerja keuangan pemerintah dalam merealisasikan potensi pendapatan-LRA dan
32   alokasi belanja yang telah ditetapkan dalam APBN/APBD.
33                 28. Ikhtisar ini disajikan baik untuk pendapatan-LRA, belanja, maupun
34   pembiayaan dengan struktur sebagai berikut:
35   (a) nilai target total;
36   (b) nilai realisasi total;
37   (c) prosentase perbandingan antara target dan realisasi; dan
38   (d) alasan utama terjadinya perbedaan antara target dan realisasi.
39                 29. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas
40   pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya



                                                                 Lampiran I.05 PSAP 04 - 6
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang
2    memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang.

3    DASAR   PENYAJIAN    LAPORAN     KEUANGAN                                   DAN
4    PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN
5              30. Entitas pelaporan mengungkapkan dasar penyajian laporan
6    keuangan dan kebijakan akuntansi dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

7    ASUMSI DASAR AKUNTANSI
 8               31. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu yang
 9   mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak perlu diungkapkan
10   secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika entitas pelaporan tidak
11   mengikuti asumsi atau konsep tersebut dan disertai alasan dan penjelasan.
12               32. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan,
13   asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah
14   anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar
15   standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
16    (a) Asumsi kemandirian entitas;
17    (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
18    (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).
19               33. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi
20   dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan
21   laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah
22   dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah
23   adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya
24   dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset
25   dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya,
26   termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang-
27   piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program
28   yang telah ditetapkan.
29               34. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas
30   pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah
31   diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam
32   jangka pendek.
33               35. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap
34   kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan
35   agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

36   PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN
37             36. Pengguna/pemakai laporan keuangan pemerintah meliputi:
38   (a) Masyarakat;


                                                               Lampiran I.05 PSAP 04 - 7
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1    (b) Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
 2    (c) Pihak yang memberi atau yang berperan dalam proses donasi, investasi,
 3        dan pinjaman; dan
 4    (d) Pemerintah.
 5                37. Para pemakai/pengguna laporan keuangan membutuhkan
 6   keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari informasi yang
 7   dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan dan keperluan
 8   lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika laporan keuangan
 9   tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi terpilih yang penting dalam
10   penyusunan laporan keuangan.
11                38. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan
12   dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan
13   kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
14   keuangan yang sangat membantu pengguna/pemakai laporan keuangan, karena
15   kadang-kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu
16   komponen laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih,
17   neraca, laporan operasional, laporan arus kas, atau laporan perubahan ekuitas
18   terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih.

19   KEBIJAKAN AKUNTANSI
20              39. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu
21   disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan
22   yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan
23   secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan.
24              40. Empat pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan
25   akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen:
26    (a) Pertimbangan Sehat
27    (b) Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya diakui
28        dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak membenarkan
29        penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan
30    (c) Substansi Mengungguli Bentuk
31        Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan
32        sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata
33        mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian.
34    (d) Materialitas
35        Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup
36        material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan.
37              41. Pengungkapan            kebijakan        akuntansi        harus
38   mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang
39   digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang
40   secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran,



                                                               Lampiran I.05 PSAP 04 - 8
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


 1   Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional,
 2   Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Pengungkapan juga
 3   harus meliputi pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam
 4   memilih prinsip-prinsip yang sesuai.
 5               42. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan
 6   Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
 7    (a) Entitas pelaporan;
 8    (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
 9    (c) Dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
10        keuangan;
11    (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
12        dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini diterapkan oleh
13        suatu entitas pelaporan pada masa transisi. Sebaliknya penerapan lebih
14        dini disarankan berdasarkan kesiapan entitas.
15    (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
16        laporan keuangan.
17               43. Diungkapkannya entitas pelaporan dalam kebijakan akuntansi
18   adalah untuk menyatakan bahwa entitas yang berhak membuat kebijakan
19   akuntansi hanyalah entitas pelaporan. Entitas akuntansi hanya mengikuti kebijakan
20   akuntansi yang ditetapkan oleh entitas pelaporan di atasnya. Ketiadaan informasi
21   mengenai entitas pelaporan dan komponennya mempunyai potensi
22   kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada.
23               44. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan telah
24   menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk penyusunan laporan
25   keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis akuntansi yang mendasari
26   laporan keuangan pemerintah semestinya diungkapkan pada Catatan atas Laporan
27   Keuangan. Pernyataan tersebut juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan
28   Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan
29   pembaca laporan tanpa harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada
30   Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.
31               45. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui dasar-dasar
32   pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan.
33   Apabila lebih dari satu dasar pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan
34   keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat
35   mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan dasar pengukuran
36   tersebut.
37               46. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi
38   diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan
39   tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang
40   tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 40 dapat
41   dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu




                                                                Lampiran I.05 PSAP 04 - 9
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


 1   diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk
 2   disajikan antara lain:
 3    (a) Pengakuan pendapatan-LRA;
 4    (b) Pengakuan pendapatan-LO;
 5    (c) Pengakuan belanja;
 6    (d) Pengakuan beban;
 7    (e) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
 8    (f) Investasi;
 9    (g) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud;
10    (h) Kontrak-kontrak konstruksi;
11    (i) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
12    (j) Kemitraan dengan pihak ketiga;
13    (k) Biaya penelitian dan pengembangan;
14    (l) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
15    (m) Pembentukan dana cadangan;
16    (n) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai;
17    (o) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
18                47. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan
19   dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
20   Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan
21   pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib, penjabaran
22   mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs.
23                48. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai
24   pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak
25   material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih
26   dan diterapkan yang tidak diatur dalam Standar ini.
27                49. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka-
28   angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi
29   berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara
30   kuantitatif harus diungkapkan.
31                50. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai
32   pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika
33   berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang.

34   PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING POS
35   YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN
36             51. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan rincian dan
37   penjelasan atas masing-masing pos dalam Laporan Realisasi Anggaran,




                                                               Lampiran I.05 PSAP 04 - 10
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


 1   Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional,
 2   Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas.
 3                 52. Penjelasan atas Laporan Realisasi Anggaran disajikan untuk pos
 4   pendapatan-LRA, belanja, dan pembiayaan dengan struktur sebagai berikut:
 5    (a) Anggaran;
 6    (b) Realisasi;
 7    (c) Prosentase pencapaian;
 8    (d) Penjelasan atas perbedaan antara anggaran dan realisasi;
 9    (e) Perbandingan dengan periode yang lalu;
10    (f) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
11    (g) Rincian lebih lanjut pendapatan-LRA menurut sumber pendapatan;
12    (h) Rincian lebih lanjut belanja menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan
13         fungsi;
14    (i) Rincian lebih lanjut pembiayaan; dan
15    (j) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
16                 53. Penjelasan atas Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
17   disajikan untuk Saldo Anggaran Lebih awal periode, penggunaan Saldo Anggaran
18   Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan,
19   koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, dan SAL akhir periode dengan
20   struktur sebagai berikut:
21    (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
22    (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
23    (c) Rincian yang diperlukan; dan
24    (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
25                 54. Penjelasan atas Laporan Operasional disajikan untuk pos
26   pendapatan-LO dan beban dengan struktur sebagai berikut:
27    (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
28    (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
29    (c) Rincian lebih lanjut pendapatan-LO menurut sumber pendapatan;
30    (d) Rincian lebih lanjut beban menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi;
31         dan
32    (e) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
33                 55. Penjelasan atas Neraca disajikan untuk pos aset, kewajiban, dan
34   ekuitas dengan struktur sebagai berikut:
35    (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
36    (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;




                                                                 Lampiran I.05 PSAP 04 - 11
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


 1    (c) Rincian lebih lanjut atas masing-masing akun dalam aset lancar, investasi
 2        jangka panjang, aset tetap, aset lainnya, kewajiban jangka pendek, kewajiban
 3        jangka panjang, dan ekuitas; dan
 4    (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
 5                56. Penjelasan atas Laporan Arus Kas disajikan untuk pos arus kas
 6   dari aktivitas operasi, aktivitas investasi aset non keuangan, aktivitas pembiayaan,
 7   dan aktivitas nonanggaran dengan struktur sebagai berikut:
 8    (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
 9    (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
10    (c) Rincian lebih lanjut atas atas masing-masing akun dalam masing-masing
11        aktivitas; dan
12    (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.
13                57. Penjelasan atas Laporan Perubahan Ekuitas disajikan untuk
14   ekuitas awal periode, surplus/defisit-LO, dampak kumulatif perubahan
15   kebijakan/kesalahan mendasar, dan ekuitas akhir periode dengan struktur sebagai
16   berikut:
17    (a) Perbandingan dengan periode yang lalu;
18    (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu;
19    (c) Rincian yang diperlukan; dan
20    (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan.

21   PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH
22   PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG
23   BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN
24   KEUANGAN
25               58. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi
26   yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
27   Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang
28   diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
29   kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam
30   Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain yang
31   belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan.
32               59. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang
33   digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai
34   dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka
35   laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan
36   gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan
37   akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan entitas
38   pelaporan pada periode yang akan datang.




                                                                 Lampiran I.05 PSAP 04 - 12
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


 1              60. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan
 2   harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian
 3   persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti yang
 4   telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa kasus,
 5   pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan pemahaman
 6   pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain di laporan
 7   keuangan. Dalam kebijakan akuntansi pos aset tetap disebutkan dasar pengukuran
 8   adalah harga perolehan. Penelitian terhadap akun-akun yang mendukung pos aset
 9   tersebut menunjukkan ada salah satu akun aset dengan harga selain harga
10   perolehan, karena aset dimaksud diperoleh dari donasi.

11   PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA
12               61. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan
13   informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca
14   laporan.
15               62. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian-
16   kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti:
17     (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan;
18     (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru;
19     (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca;
20     (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan; dan
21     (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang
22         harus ditanggulangi pemerintah.
23               63. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku sebagai
24   pelengkap standar ini.

25   SUSUNAN
26               64. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan
27   membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas
28   Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut:
29    (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi;
30    (b) Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
31    (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya;
32    (d) Kebijakan akuntansi yang penting:
33            i. Entitas pelaporan;
34           ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
35          iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
36               keuangan;




                                                                Lampiran I.05 PSAP 04 - 13
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


 1           iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan
 2                ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh
 3                suatu entitas pelaporan;
 4            v. Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
 5                laporan keuangan.
 6    (e)   Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:
 7             i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;
 8            ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
 9                Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
10                Laporan Keuangan.
11    (f)   Informasi tambahan lainnya yang diperlukan.

12   TANGGAL EFEKTIF
13                65. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
14   berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
15   pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
16                66. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
17   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
18   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                             Lampiran I.05 PSAP 04 - 14
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


                        LAMPIRAN I.06
                        PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 71 TAHUN 2010
                        TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 05




AKUNTANSI PERSEDIAAN




                                        Lampiran I.06 PSAP 05 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA




                                             DAFTAR ISI


                                                                                                    Paragraf
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------                 1-3
    TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------                1
    RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------                    2-3
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------            4
UMUM--------------------------------------------------------------------------------------------          5-12
PENGAKUAN ----------------------------------------------------------------------------------             13-14
PENGUKURAN -------------------------------------------------------------------------------               15-21
BEBAN PERSEDIAAN ----------------------------------------------------------------------                  22-25
PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------------                    26
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------                27-28




                                                                             Lampiran I.06 PSAP 05 – (i)
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 05

4    AKUNTANSI PERSEDIAAN
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf
6    standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang
7    ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

8    PENDAHULUAN
9    TUJUAN
10                1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
11   akuntansi persediaan yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan.

12   RUANG LINGKUP
13                2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh
14   persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum. Standar ini
15   diterapkan untuk seluruh entitas pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk
16   perusahaan negara/daerah.
17                 3. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
18       a. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan
19          dibebankan ke suatu akun konstruksi dalam pengerjaan; dan
20       b. Instrumen keuangan.

21   DEFINISI
22                4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
23   Pernyataan Standar dengan pengertian:
24   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
25   pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
26   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
27   pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
28   termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
29   bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
30   alasan sejarah dan budaya.
31   Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak
32   yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.




                                                               Lampiran I.06 PSAP 05 - 1
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


1    Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
2    dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-
3    barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
4    pelayanan kepada masyarakat.
5    Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
6    modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

7    UMUM
 8                 5. Persediaan merupakan aset yang berupa:
 9   a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka
10       kegiatan operasional pemerintah;
11   b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses
12       produksi;
13   c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
14       diserahkan kepada masyarakat;
15   d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
16       dalam rangka kegiatan pemerintahan.
17                 6. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
18   disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor,
19   barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas
20   pakai seperti komponen bekas.
21                 7. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga
22   meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku
23   pembuatan alat-alat pertanian.
24                 8. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai
25   persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.
26                 9. Persediaan dapat terdiri dari:
27   a. Barang konsumsi;
28   b. Amunisi;
29   c. Bahan untuk pemeliharaan;
30   d. Suku cadang;
31   e. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
32   f. Pita cukai dan leges;
33   g. Bahan baku;
34   h. Barang dalam proses/setengah jadi;
35   i. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
36   j. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
37                 10. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan
38   strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga


                                                                Lampiran I.06 PSAP 05 - 2
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


1    seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai
2    persediaan.
3                 11. Persediaan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan
4    kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada paragraf 9 butir j, misalnya sapi,
5    kuda, ikan, benih padi dan bibit tanaman.
6                 12. Persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam
7    neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

8    PENGAKUAN
 9                13. Persediaan diakui (a) pada saat potensi manfaat ekonomi masa
10   depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
11   dengan andal, (b) pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau
12   kepenguasaannya berpindah.
13                14. Pada akhir periode akuntansi catatan persediaan disesuaikan
14   dengan hasil inventarisasi fisik.

15   PENGUKURAN
16                  15. Persediaan disajikan sebesar:
17   a. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
18   b. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
19   c. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/
20       rampasan.
21                  16. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya
22   pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
23   dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang
24   serupa mengurangi biaya perolehan.
25                  17. Persediaan dapat dinilai dengan menggunakan:
26   a. Metode sistematis seperti FIFO atau rata-rata tertimbang
27   b. Harga pembelian terakhir apabila setiap unit persediaan nilainya tidak
28       material dan bermacam-macam jenis.
29                  18. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan
30   untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
31                  19. Harga pokok produksi persediaan meliputi biaya langsung yang
32   terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang
33   dialokasikan secara sistematis.
34                  20. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai
35   dengan menggunakan nilai wajar.




                                                                Lampiran I.06 PSAP 05 - 3
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


1                 21. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau
2    penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan
3    transaksi wajar (arm length transaction).

4    BEBAN PERSEDIAAN
 5                22. Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan (use
 6   of goods).
 7                  23. Penghitungan beban persediaan dilakukan dalam rangka penyajian
 8   Laporan Operasional.
 9                  24. Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka pengukuran
10   pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang dipakai
11   dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan.
12                  25. Dalam hal persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran
13   pemakaian persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara
14   saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi
15   dengan saldo akhir persediaan dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode
16   penilaian yang digunakan.

17   PENGUNGKAPAN
18               26. Laporan keuangan mengungkapkan:
19   a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
20   b. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang
21      digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang
22      digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau
23      diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses
24      produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada
25      masyarakat; dan
26   c. Jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi rusak atau usang.

27   TANGGAL EFEKTIF
28                27. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
29   berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan
30   anggaran mulai tahun anggaran 2010.
31                28. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
32   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
33   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                                Lampiran I.06 PSAP 05 - 4
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


                    LAMPIRAN I.07
                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 71 TAHUN 2010
                    TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 06




AKUNTANSI INVESTASI




                                       Lampiran I.07 PSAP 06 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA




                                               DAFTAR ISI



                                                                                                Paragraf

PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------------          1- 5
     TUJUAN -------------------------------------------------------------------------------------           1
     RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------           2- 5
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------------          6
BENTUK INVESTASI --------------------------------------------------------------------------           7- 8
KLASIFIKASI INVESTASI -------------------------------------------------------------------             9 - 19
PENGAKUAN INVESTASI -------------------------------------------------------------------              20 - 22
PENGUKURAN INVESTASI -----------------------------------------------------------------               23 - 35
METODE PENILAIAN INVESTASI ---------------------------------------------------------                 36 - 38
PENGAKUAN HASIL INVESTASI ---------------------------------------------------------                  39 - 40
PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI ----------------------------------------                          41 - 42
PENGUNGKAPAN -----------------------------------------------------------------------------                 43
TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------------          44 - 45




                                                                            Lampiran I.07 PSAP 06 – (ii)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 06

4    AKUNTANSI INVESTASI
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10   TUJUAN
11             1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
12   akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang
13   harus disajikan dalam laporan keuangan.

14   RUANG LINGKUP
15            2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian
16   seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum
17   yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
18   Pemerintahan.
19            3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
20   menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
21   keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
22            4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi investasi
23   pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek          maupun
24   investasi jangka panjang yang         meliputi saat pengakuan, klasifikasi,
25   pengukuran dan metode penilaian investasi, serta pengungkapannya pada
26   laporan keuangan.
27            5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
28    (a) Penempatan uang yang termasuk dalam lingkup setara kas;
29    (b) Investasi dalam perusahaan asosiasi;
30    (c) Kerjasama operasi; dan
31    (d) Investasi dalam properti.




                                                           Lampiran I.07 PSAP 06 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA



1    DEFINISI
 2             6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
 3   Pernyataan Standar dengan pengertian:
 4   Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor
 5   dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya
 6   legal dan pungutan lainnya dari pasar modal.
 7   Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
 8   ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga
 9   dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
10   kepada masyarakat.
11   Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
12   dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
13   Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
14   lebih dari 12 (dua belas) bulan.
15   Investasi nonpermanen        adalah investasi jangka panjang yang tidak
16   termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara
17   tidak berkelanjutan.
18   Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan
19   untuk dimiliki secara berkelanjutan.
20   Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak
21   dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada
22   peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun
23   golongan masyarakat tertentu.
24   Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
25   berdasarkan harga perolehan.
26   Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai
27   investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut
28   kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan
29   bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi
30   sesudah perolehan awal investasi.
31   Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang
32   dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu
33   untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya.
34   Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai
35   yang tertera dalam lembar saham dan obligasi.
36   Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu
37   investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen.
38   Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak
39   yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.




                                                           Lampiran I.07 PSAP 06 - 2
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya
2    mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan
3    maupun joint venture dari investornya.
4    Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
5    modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

6    BENTUK INVESTASI
 7               7. Pemerintah melakukan investasi dimaksudkan antara lain untuk
 8   memperoleh pendapatan dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana yang
 9   belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.
10               8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan
11   sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa
12   pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta
13   instrumen ekuitas.

14   KLASIFIKASI INVESTASI
15              9. Investasi pemerintah diklasifikasikan menjadi dua yaitu
16   investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka
17   pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka
18   panjang merupakan kelompok aset nonlancar.
19              10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai
20   berikut:
21    (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
22    (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya
23          pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas;
24    (c) Berisiko rendah.
25              11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka
26   pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah, karena
27   dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga, tidak termasuk dalam
28   investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok
29   investasi jangka pendek antara lain adalah:
30    (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan suatu
31          badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah
32          kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha;
33    (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan
34          kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat
35          berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun
36          luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau
37    (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi
38          kebutuhan kas jangka pendek.



                                                              Lampiran I.07 PSAP 06 - 3
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1              12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka
 2   pendek, antara lain terdiri atas:
 3    (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang
 4          dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits);
 5    (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh
 6          pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia
 7          (SBI).
 8              13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman
 9   investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen adalah
10   investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara
11   berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka
12   panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
13              14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan
14   untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau
15   menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan
16   investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan
17   untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau
18   menarik kembali.
19              15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah
20   investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk
21   mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang
22   dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen dapat berupa:
23    (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan
24          internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara;
25    (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk
26          menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada
27          masyarakat.
28              16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara
29   lain dapat berupa:
30    (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan
31          untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah;
32    (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
33          kepada pihak ketiga;
34    (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat
35          seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat;
36    (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk
37          dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang
38          dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian.
39              17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga
40   (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu kepemilikan
41   modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan.



                                                             Lampiran I.07 PSAP 06 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1              18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak
2    bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli
3    oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat
4    dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak
5    tercakup dalam pernyataan ini.
6              19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan
7    kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri.

8    PENGAKUAN INVESTASI
 9             20. Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam
10   bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui
11   sebagai investasi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
12    (a) Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa
13         potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut
14         dapat diperoleh pemerintah;
15    (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara
16         memadai (reliable).
17             21. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas dan/atau aset,
18   penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi
19   investasi memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu
20   mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial
21   atau jasa potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang
22   tersedia pada saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang
23   cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan
24   diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh
25   manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul.
26             22. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada
27   paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran
28   atau      pembelian        yang      didukung      dengan       bukti      yang
29   menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu
30   investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya, atau
31   berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian,
32   penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan.

33   PENGUKURAN INVESTASI
34            23. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat
35   membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian, nilai pasar
36   dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk
37   investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai
38   nominal, nilai tercatat atau nilai wajar lainnya.




                                                              Lampiran I.07 PSAP 06 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1             24. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga,
 2   misalnya saham dan obligasi jangka pendek (efek), dicatat sebesar biaya
 3   perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu
 4   sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank, dan biaya lainnya
 5   yang timbul dalam rangka perolehan tersebut.
 6             25. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh
 7   tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar
 8   investasi pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila
 9   tidak ada nilai wajar, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar aset lain
10   yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut.
11             26. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya
12   dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal
13   deposito tersebut.
14             27. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya
15   penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi
16   harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam
17   rangka perolehan investasi tersebut.
18             28. Investasi nonpermanen dalam bentuk pembelian obligasi
19   jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki
20   berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya.
21             29. Investasi     nonpermanen       yang    dimaksudkan       untuk
22   penyehatan/penyelamatan perekonomian, dinilai sebesar nilai bersih yang
23   dapat direalisasikan.
24             30. Investasi    nonpermanen      untuk    penyehatan/penyelamatan
25   perekonomian misalnya dana talangan dalam rangka penyehatan perbankan
26             31. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di
27   proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai
28   sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk
29   perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian
30   proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga.
31             32. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran
32   aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah
33   sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga
34   perolehannya tidak ada.
35             33. Harga perolehan investasi dalam valuta asing yang dibayar
36   dengan mata uang asing yang sama harus dinyatakan dalam rupiah dengan
37   menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada
38   tanggal transaksi.
39             34. Diskonto atau premi pada pembelian investasi diamortisasi
40   selama periode dari pembelian sampai saat jatuh tempo sehingga hasil
41   yang konstan diperoleh dari investasi tersebut.




                                                              Lampiran I.07 PSAP 06 - 6
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1             35. Diskonto atau premi yang diamortisasi tersebut dikreditkan atau
2    didebetkan pada pendapatan bunga, sehingga merupakan penambahan atau
3    pengurangan dari nilai tercatat investasi (carrying value) tersebut.

4    METODE PENILAIAN INVESTASI
 5            36. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode
 6   yaitu:
 7    (a) Metode biaya;
 8          Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya
 9          perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian
10          hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi pada
11          badan usaha/badan hukum yang terkait.
12    (b) Metode ekuitas;
13          Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat investasi
14          awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar
15          bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian
16          laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima pemerintah
17          akan mengurangi nilai investasi pemerintah. Penyesuaian terhadap
18          nilai investasi juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan
19          investasi pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat
20          pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.
21    (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan;
22          Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama
23          untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu
24          dekat.
25              37. Penggunaan metode pada paragraf 36 didasarkan pada
26   kriteria sebagai berikut:
27   (a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya;
28   (b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20%
29         tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode
30         ekuitas;
31   (c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas;
32   (d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih
33         yang direalisasikan.
34              38. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan
35   saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode
36   penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the
37   degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri
38   adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain:
39    (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris;



                                                              Lampiran I.07 PSAP 06 - 7
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA


1    (b)   Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi;
2    (c)   Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan
3          investee;
4    (d)   Kemampuan      untuk    mengendalikan  mayoritas    suara   dalam
5          rapat/pertemuan dewan direksi.

6    PENGAKUAN HASIL INVESTASI
 7             39. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek,
 8   antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi, dan dividen tunai (cash
 9   dividend), diakui pada saat diperoleh dan dicatat sebagai pendapatan.
10             40. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari
11   penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode
12   biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila
13   menggunakan metode ekuitas, bagian laba berupa dividen tunai yang
14   diperoleh oleh pemerintah dicatat sebagai pendapatan hasil investasi dan
15   mengurangi nilai investasi pemerintah. Dividen dalam bentuk saham yang
16   diterima tidak akan menambah nilai investasi pemerintah.

17   PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI
18             41. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena
19   penjualan,     pelepasan hak karena    peraturan pemerintah, dan lain
20   sebagainya.
21             42. Perbedaan antara hasil pelepasan investasi dengan nilai
22   tercatatnya harus dibebankan atau dikreditkan kepada keuntungan/rugi
23   pelepasan investasi. Keuntungan/rugi pelepasan investasi disajikan dalam
24   laporan operasional.

25   PENGUNGKAPAN
26            43. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan
27   pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain:
28    (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi;
29    (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen;
30    (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek            maupun
31        investasi jangka panjang;
32    (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan
33        tersebut;
34    (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya;
35    (f) Perubahan pos investasi.




                                                          Lampiran I.07 PSAP 06 - 8
PRESIDEN
                            REPUBLIK INDONESIA



1   TANGGAL EFEKTIF
2              44. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
3   berlaku efektif      untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
4   pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
5              45. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
6   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
7   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                       Lampiran I.07 PSAP 06 - 9
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


                      LAMPIRAN I.08
                      PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 71 TAHUN 2010
                      TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL
PERNYATAAN NO. 07




AKUNTANSI ASET TETAP




                                       Lampiran I.08 PSAP 07 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA


                                             DAFTAR ISI


                                                                                                 Paragraf
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------             1-3
    TUJUAN -----------------------------------------------------------------------------------            1
    RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------------                2-3
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------------        4
UMUM---------------------------------------------------------------------------------------------       5-6
KLASIFIKASI ASET TETAP ----------------------------------------------------------------                7-14
PENGAKUAN ASET TETAP ---------------------------------------------------------------                  15-19
PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------                    20-22
PENILAIAN AWAL ASET TETAP ---------------------------------------------------------                   23-48
    KOMPONEN BIAYA --------------------------------------------------------------------               28-37
    KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN--------------------------------------------                           38-40
    PEROLEHAN SECARA GABUNGAN ----------------------------------------------                             41
    PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS) --------------------------                                  42-44
    ASET DONASI --------------------------------------------------------------------------            45-48
PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT
EXPENDITURES) ------------------------------------------------------------------------------          49-51
PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT)
TERHADAP PENGAKUAN AWAL -------------------------------------------------------                       52-60
    PENYUSUTAN ---------------------------------------------------------------------------            53-58
    PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION) ----------------------                                 59-60
AKUNTANSI TANAH -------------------------------------------------------------------------             61-64
ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) -----------------------------------------                           65-72
ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------------                                   73-75
ASET MILITER (MILITARY ASSETS) ---------------------------------------------------                       76
PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) --------                                          77-79
PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------------              80-83
TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------            84-85




                                                                             Lampiran I.08 PSAP 07 – (ii)
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 07
4    AKUNTANSI ASET TETAP
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10   TUJUAN
11              1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
12   akuntansi untuk aset tetap meliputi pengakuan, penentuan nilai tercatat, serta
13   penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai
14   tercatat (carrying value) aset tetap.

15   RUANG LINGKUP
16              2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit
17   pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan
18   mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian,
19   penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan.
20              3. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk:
21   (a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative natural
22        resources); dan
23   (b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas
24        alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non-
25        regenerative natural resources).
26   Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk
27   mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a)
28   dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut.

29   DEFINISI
30            4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
31   Pernyataan Standar dengan pengertian:
32   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
33   pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
34   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik


                                                             Lampiran I.08 PSAP 07 - 1
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
 2   uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
 3   penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
 4   dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
 5   Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
 6   12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan,
 7   dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
 8   Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang telah dan yang
 9   masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah dan yang
10   masih wajib diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan
11   atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat
12   yang siap untuk dipergunakan.
13   Masa manfaat adalah:
14   (a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas
15         pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau
16   (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset
17         untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.
18   Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir
19   masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan.
20   Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung
21   dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan.
22   Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak
23   yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
24   Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang
25   dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang
26   bersangkutan.

27   UMUM
28              5. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah,
29   dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap
30   pemerintah adalah:
31   (a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh
32         entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan
33         kontraktor;
34   (b) Hak atas tanah.
35              6. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai
36   untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan
37   perlengkapan (supplies).




                                                              Lampiran I.08 PSAP 07 - 2
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    KLASIFIKASI ASET TETAP
 2              7. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat
 3   atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah
 4   sebagai berikut:
 5   (a) Tanah;
 6   (b) Peralatan dan Mesin;
 7   (c) Gedung dan Bangunan;
 8   (d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
 9   (e) Aset Tetap Lainnya; dan
10   (f)    Konstruksi dalam Pengerjaan.
11              8. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang
12   diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah
13   dan dalam kondisi siap dipakai.
14              9. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan
15   yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
16   pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
17             10. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan
18   bermotor, alat elektonik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya
19   signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam
20   kondisi siap pakai.
21             11. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan
22   yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah
23   dan dalam kondisi siap dipakai.
24             12. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat
25   dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan
26   dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap
27   dipakai.
28             13. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang
29   dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum
30   selesai seluruhnya.
31             14. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional
32   pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset
33   lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

34   PENGAKUAN ASET TETAP
35            15. Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan
36   dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat
37   diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut :
38   (a) Berwujud;


                                                              Lampiran I.08 PSAP 07 - 3
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1   (b)    Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
 2   (c)    Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
 3   (d)    Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
 4   (e)    Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
 5              16. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat
 6   lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi
 7   masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung
 8   maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut
 9   dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah.
10   Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan
11   bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait.
12   Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima
13   entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui.
14              17. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan
15   oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan
16   dimaksudkan untuk dijual.
17              18. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau
18   diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah.
19              19. Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti
20   bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara
21   hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor.
22   Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum
23   dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti
24   pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan
25   sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus
26   diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah
27   berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat
28   tanah atas nama pemilik sebelumnya.

29   PENGUKURAN ASET TETAP
30            20. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian
31   aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
32   maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
33            21. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi
34   pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan
35   biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu
36   pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi
37   pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga
38   kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi.
39            22. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
40   meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak


                                                                Lampiran I.08 PSAP 07 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga
2    listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
3    pembangunan aset tetap tersebut.

4    PENILAIAN AWAL ASET TETAP
 5            23. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui
 6   sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya
 7   harus diukur berdasarkan biaya perolehan.
 8            24. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut
 9   adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.
10            25. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau
11   donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh
12   pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah
13   daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan
14   kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian
15   wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang
16   dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang
17   tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi
18   pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai
19   berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh.
20            26. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat
21   perolehan untuk kondisi pada paragraf 24 bukan merupakan suatu proses
22   penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti
23   pada paragraf 23. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 59 dan
24   paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk
25   periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal.
26            27. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya
27   perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca
28   awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca
29   awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya
30   perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.

31   KOMPONEN BIAYA
32            28. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau
33   konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat
34   diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi
35   yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang
36   dimaksudkan.
37             29. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
38   (a) biaya persiapan tempat;




                                                              Lampiran I.08 PSAP 07 - 5
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1   (b)   biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat
 2         (handling cost);
 3   (c) biaya pemasangan (installation cost);
 4   (d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan
 5   (e) biaya konstruksi.
 6              30. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya
 7   perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang
 8   dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran,
 9   penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun yang masih harus
10   dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai
11   bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua
12   tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan.
13              31. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah
14   pengeluaran yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh
15   peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi
16   harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung
17   lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin
18   tersebut siap digunakan.
19              32. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh
20   biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh
21   gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga
22   pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan
23   pajak.
24              33. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan      menggambarkan
25   seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk
26   memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya
27   perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai
28   jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
29              34. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya
30   yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh aset
31   tersebut sampai siap pakai.
32              35. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu
33   komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan
34   secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi
35   kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa
36   tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk
37   membawa aset ke kondisi kerjanya.
38              36. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola
39   ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli.
40              37. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga
41   pembelian.



                                                                Lampiran I.08 PSAP 07 - 6
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA



1    KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
 2            38. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan
 3   atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum
 4   selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam
 5   pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai.
 6            39. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai
 7   Konstruksi Dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset
 8   dalam pengerjaan, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset
 9   tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh
10   kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip
11   dan rincian yang ada pada PSAP 08.
12            40. Konstruksi Dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau
13   dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke salah satu
14   akun yang sesuai dalam pos aset tetap.

15   PEROLEHAN SECARA GABUNGAN
16           41. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh
17   secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan
18   tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang
19   bersangkutan.

20   PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS)
21            42. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau
22   pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya
23   dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh
24   yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan
25   dengan jumlah setiap kas atau setara kas dan kewajiban lain yang
26   ditransfer/diserahkan.
27            43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu
28   aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai
29   wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran
30   dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada
31   keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang
32   baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset
33   yang dilepas.
34            44. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti
35   adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam
36   kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down)
37   dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai
38   aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk
39   pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila
40   terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas atau kewajiban lainnya,


                                                               Lampiran I.08 PSAP 07 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai
2    nilai yang sama.

3    ASET DONASI
 4            45. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus
 5   dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
 6            46. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa
 7   persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan
 8   nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh
 9   satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut
10   akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya
11   secara hukum, seperti adanya akta hibah.
12            47. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset
13   tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah.
14   Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk
15   pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah dianggap
16   selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti perolehan aset
17   tetap dengan pertukaran.
18            48. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset
19   donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan operasional.

20   PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN
21   (SUBSEQUENT EXPENDITURES)
22             49. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang
23   memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi
24   manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu
25   produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai
26   tercatat aset yang bersangkutan.
27             50. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 49 harus ditetapkan
28   dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 49
29   dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk
30   dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi
31   atau tidak.
32             51. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam
33   jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi
34   (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang
35   ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan
36   mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk
37   maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus
38   diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
39   Keuangan.


                                                              Lampiran I.08 PSAP 07 - 8
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT
2    MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL
3            52. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap
4    tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang
5    memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan
6    penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas.

7    PENYUSUTAN
 8            53. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu
 9   aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat
10   aset yang bersangkutan.
11            54. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai
12   pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan
13   dalam laporan operasional.
14            55. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode
15   yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang
16   digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan
17   jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah.
18            56. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau
19   secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya,
20   penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan
21   penyesuaian.
22            57. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
23   (a) Metode garis lurus (straight line method); atau
24   (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method)
25   (c) Metode unit produksi (unit of production method)
26            58. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
27   tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.

28   PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION)
29            59. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya
30   tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut
31   penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
32   Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
33   pemerintah yang berlaku secara nasional.
34            60. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai
35   penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta
36   pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas.
37   Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam
38   akun ekuitas.


                                                             Lampiran I.08 PSAP 07 - 9
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA



1    AKUNTANSI TANAH
 2             61. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak
 3   diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan
 4   seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap.
 5             62. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu
 6   periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat
 7   berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang
 8   dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
 9   itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk
10   mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap
11   dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan
12   ini.
13             63. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya
14   dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-
15   undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia
16   berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen.
17             64. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar
18   negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar
19   negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta
20   perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik
21   Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas
22   tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah
23   dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat
24   diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas
25   waktu.

26   ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS)
27            65. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk
28   menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut
29   harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
30            66. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah
31   dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset
32   bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala
33   (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Beberapa
34   karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas suatu aset bersejarah:
35   (a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara
36         penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;
37   (b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
38         pelepasannya untuk dijual;
39   (c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu
40         berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;


                                                               Lampiran I.08 PSAP 07 - 10
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   (d)   Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus
 2         dapat mencapai ratusan tahun.
 3             67. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam
 4   waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan
 5   perundang-undangan.
 6             68. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang
 7   diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk
 8   pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai
 9   dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan
10   akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan
11   tersebut.
12             69. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah
13   unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan
14   Keuangan dengan tanpa nilai.
15             70. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus
16   dibebankan dalam laporan operasional sebagai beban tahun terjadinya
17   pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh beban yang berlangsung
18   untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada
19   pada periode berjalan.
20             71. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat
21   lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh
22   bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus
23   tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset
24   tetap lainnya.
25             72. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada
26   karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).

27   ASET    INFRASTRUKTUR                           (INFRASTRUCTURE
28   ASSETS)
29           73. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur.
30   Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya
31   mempunyai karakteristik sebagai berikut:
32   (a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
33   (b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;
34   (c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
35   (d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.
36           74. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh
37   pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai
38   aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus
39   diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini.



                                                             Lampiran I.08 PSAP 07 - 11
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1             75. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan,
2    sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi.

3    ASET MILITER (MILITARY ASSETS)
4             76. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, memenuhi
5    definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
6    yang ada pada Pernyataan ini.

7    PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT
8    AND DISPOSAL)
 9            77. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau
10   bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada
11   manfaat ekonomi masa yang akan datang.
12            78. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus
13   dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
14   Keuangan.
15            79. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
16   tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset
17   lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

18   PENGUNGKAPAN
19           80. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-
20   masing jenis aset tetap sebagai berikut:
21   (a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat
22       (carrying amount);
23   (b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
24       menunjukkan:
25       (1) Penambahan;
26       (2) Pelepasan;
27       (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
28       (4) Mutasi aset tetap lainnya.
29   (c) Informasi penyusutan, meliputi:
30       (1) Nilai penyusutan;
31       (2) Metode penyusutan yang digunakan;
32       (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
33       (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir
34            periode;
35


                                                             Lampiran I.08 PSAP 07 - 12
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1              81. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
 2   (a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
 3   (b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset
 4         tetap;
 5   (c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
 6   (d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
 7             82. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, maka hal-
 8   hal berikut harus diungkapkan:
 9   (a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
10   (b) Tanggal efektif penilaian kembali;
11   (c) Jika ada, nama penilai independen;
12   (d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
13         pengganti;
14   (e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap.
15             83. Aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain nama,
16   jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud.

17   TANGGAL EFEKTIF
18             84. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
19   berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
20   pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
21             85. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
22   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
23   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                              Lampiran I.08 PSAP 07 - 13
PRESIDEN
                    REPUBLIK INDONESIA



                             LAMPIRAN I.09
                             PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                             NOMOR 71 TAHUN 2010
                             TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 08




AKUNTANSI
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN




                                             Lampiran I.09 PSAP 08 – (i)
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


                                        DAFTAR ISI


                                                                                         Paragraf
PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------------------        1-5
    TUJUAN -------------------------------------------------------------------------------     1-2
    RUANG LINGKUP -------------------------------------------------------------------          3-5
DEFINISI    -------------------------------------------------------------------------------       6
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN ---------------------------------------------                      7-8
KONTRAK KONSTRUKSI ---------------------------------------------------------------             9-10
PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK
KONSTRUKSI -------------------------------------------------------------------------------    11-13
PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN -------------------------                               14-17
PENGUKURAN -----------------------------------------------------------------------------      18-33
    BIAYA KONSTRUKSI ---------------------------------------------------------------          19-33
PENGUNGKAPAN -------------------------------------------------------------------------        34-36
TANGGAL EFEKTIF ----------------------------------------------------------------------        37-38




                                                                      Lampiran I.09 PSAP 08 – (ii)
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 08
4    AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10   TUJUAN
11          1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah
12    mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan.
13          2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk:
14   (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam
15        Pengerjaan;
16   (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca;
17   (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.

18   RUANG LINGKUP
19           3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset
20   tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
21   dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan
22   pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib
23   menerapkan standar ini.
24           4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya
25   berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal
26   selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang
27   berlainan.
28           5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan
29   adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai
30   dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.

31   DEFINISI
32          6. Berikut ini adalah istilah-istilah       yang     digunakan      dalam
33   Pernyataan Standar dengan pengertian:



                                                               Lampiran I.09 PSAP 08 - 1
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 08
4    AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10   TUJUAN
11          1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah
12    mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan.
13          2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk:
14   (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam
15        Pengerjaan;
16   (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca;
17   (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.

18   RUANG LINGKUP
19           3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset
20   tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
21   dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan
22   pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib
23   menerapkan standar ini.
24           4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya
25   berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal
26   selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang
27   berlainan.
28           5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan
29   adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai
30   dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.

31   DEFINISI
32          6. Berikut ini adalah istilah-istilah       yang     digunakan      dalam
33   Pernyataan Standar dengan pengertian:



                                                               Lampiran I.09 PSAP 08 - 1
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
 2   pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
 3   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
 4   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
 5   uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
 6   penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
 7   dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
 8   Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
 9   12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan,
10   dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
11   Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset tetap yang sedang dalam
12   proses pembangunan.
13   Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk
14   konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu
15   sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan
16   fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
17   Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk
18   membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan
19   entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak
20   konstruksi.
21   Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum
22   pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
23   Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai
24   penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak.
25   Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan
26   pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
27   Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga
28   pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran
29   jumlah tersebut.
30   Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang
31   dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum
32   dibayar oleh pemberi kerja.

33   KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
34           7. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan
35   mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta aset tetap lainnya
36   yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu
37   periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi
38   pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu
39   perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi.




                                                               Lampiran I.09 PSAP 08 - 2
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1           8. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri
2    (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.

3    KONTRAK KONSTRUKSI
 4             9. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset
 5    yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal
 6    rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak
 7    seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.
 8             10. Kontrak konstruksi dapat meliputi:
 9   (a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan
10         perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
11   (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
12   (c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan
13         pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value
14         engineering;
15   (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan.

16   PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK
17   KONSTRUKSI
18            11. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah
19    untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu
20    untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi
21    tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak
22    konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi
23    atau kelompok kontrak konstruksi.
24            12. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset,
25    konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi
26    yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
27   (a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
28   (b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta
29         pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang
30         berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
31   (c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
32            13. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan
33    konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah
34    sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak
35    tersebut. Konstruksi      tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak
36    konstruksi terpisah jika:




                                                             Lampiran I.09 PSAP 08 - 3
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    (a)   aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan,
2          teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak
3          semula; atau
4    (b)   harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga
5          kontrak semula.

6    PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM
7    PENGERJAAN
 8            14. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam
 9    Pengerjaan jika:
10   (a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang
11         berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
12   (b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
13   (c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
14            15. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang
15    dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan
16    oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan
17    dalam aset tetap.
18            16. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap
19    yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
20   (a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
21   (b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
22            17. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang
23    bersangkutan (tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi,
24    dan jaringan; aset tetap lainnya) setelah pekerjaan konstruksi tersebut
25    dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

26   PENGUKURAN
27           18. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan.

28   BIAYA KONSTRUKSI
29            19. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola:
30   (a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
31   (b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan
32        dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
33   (c) biaya lain yang secara khusus dibebankan sehubungan konstruksi
34        yang bersangkutan.
35            20. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan
36    konstruksi antara lain meliputi:


                                                              Lampiran I.09 PSAP 08 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   (a)   Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
 2   (b)   Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
 3   (c)   Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi
 4         pelaksanaan konstruksi;
 5   (d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan;
 6   (e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan
 7         dengan konstruksi.
 8            21. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada
 9    umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
10   (a) Asuransi;
11   (b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung
12         berhubungan dengan konstruksi tertentu;
13   (c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang
14         bersangkutan seperti biaya inspeksi.
15   Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis
16   dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang
17   mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan
18   adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.
19            22. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak
20    konstruksi meliputi:
21   (a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan
22         tingkat penyelesaian pekerjaan;
23   (b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung
24         dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada
25         tanggal pelaporan;
26   (c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan
27         dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
28            23. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan kontraktor lainnya.
29            24. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan
30    secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan
31    dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai
32    penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.
33            25. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang
34    disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan
35    perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak.
36            26. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman
37    yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya
38    konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan
39    secara andal.




                                                              Lampiran I.09 PSAP 08 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1           27. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang
 2   timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai
 3   konstruksi.
 4           28. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi
 5   jumlah biaya bunga yang dibayar dan yang masih harus dibayar pada
 6   periode yang bersangkutan.
 7           29. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis
 8   aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode
 9   yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan
10   metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi.
11           30. Apabila     kegiatan     pembangunan        konstruksi   dihentikan
12   sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka
13   biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara
14   pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
15           31. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi
16   karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan
17   dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika
18   pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja
19   atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara
20   dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force
21   majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga
22   pada periode yang bersangkutan.
23           32. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan
24   yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis
25   pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya
26   pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam
27   proses pengerjaan.
28           33. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang
29   masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12.
30   Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan
31   maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian
32   kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan
33   yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.

34   PENGUNGKAPAN
35           34. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai
36    Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi:
37   (a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat
38        penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
39   (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pendanaannya.
40   (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan dan yang masih harus dibayar;



                                                              Lampiran I.09 PSAP 08 - 6
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    (d)  Uang muka kerja yang diberikan;
2    (e)  Retensi.
3             35. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang
4    retensi, misalnya termin pembayaran terakhir yang masih ditahan oleh pemberi
5    kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan
6    atas Laporan Keuangan.
7             36. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber
8    dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya
9    sampai tanggal tertentu.

10   TANGGAL EFEKTIF
11           37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku
12   efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan
13   anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
14           38. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini,
15   entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
16   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                             Lampiran I.09 PSAP 08 - 7
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


                        LAMPIRAN I.10
                        PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 71 TAHUN 2010
                        TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL


PERNYATAAN NO. 09




AKUNTANSI KEWAJIBAN




                                        Lampiran I.10 PSAP 09 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA


                                             DAFTAR ISI


                                                                                                 Paragraf
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------             1-4
    TUJUAN -----------------------------------------------------------------------------------            1
    RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------------                2-4
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------------        5
UMUM---------------------------------------------------------------------------------------------       6-8
KLASIFIKASI KEWAJIBAN ----------------------------------------------------------------                 9-17
PENGAKUAN KEWAJIBAN ----------------------------------------------------------------                  18-31
PENGUKURAN KEWAJIBAN--------------------------------------------------------------                    32-61
    UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE) ------------------                                    35-37
    UTANG TRANSFER --------------------------------------------------------------------               38-39
    UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST) ----------------------------------------                           40-41
    UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK) --------------------------------                             42-43
    BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG --------------------------------                               44-45
    KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT
    LIABILITIES) ------------------------------------------------------------------------------             46
    UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN
    DAN YANG DIPERJUALBELIKAN --------------------------------------------------                      47-55
            Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan
            (Non-Traded Debt)--------------- ---------------------------------------------            48-50
            Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt) ------------                         51-55
PERUBAHAN VALUTA ASING------------------------------------------------------------                    56-61
PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ----------------------                                     62-64
TUNGGAKAN ----------------------------------------------------------------------------------          65-68
RESTRUKTURISASI UTANG --------------------------------------------------------------                  69-81
PENGHAPUSAN UTANG -------------------------------------------------------------------                 76-81
BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG
PEMERINTAH ----------------------------------------------------------------------------------         82-86
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------                        87-88
TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------            89-90




                                                                             Lampiran I.10 PSAP 09 – (ii)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 09
4    KEWAJIBAN
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10   TUJUAN
11             1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
12   akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat,
13   amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut.

14   RUANG LINGKUP
15            2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit
16   pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan
17   mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan,
18   pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan.
19            3. Pernyataan Standar ini mengatur:
20   (a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek
21        dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam
22        Negeri dan Utang Luar Negeri.
23   (b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang
24        asing.
25   (c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi
26        pinjaman.
27   (d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah.
28   Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan
29   khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut.
30            4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
31   (a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi.
32   (b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.




                                                           Lampiran I.10 PSAP 09 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    (c)  Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari
2         transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing seperti
3         pada paragraf 3(b).
4    Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri.

5    DEFINISI
 6             5. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
 7   Pernyataan Standar dengan pengertian:
 8   Amortisasi utang adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto
 9   selama umur utang pemerintah.
10   Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya disebut
11   Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar
12   siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya.
13   Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung
14   oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana.
15   Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur.
16   Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present
17   value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) dari suatu utang
18   karena tingkat bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif.
19   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
20   entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
21   perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
22   berupa laporan keuangan.
23   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
24   penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
25   pemerintah.
26   Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur.
27   Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum
28   pasti.
29   Kewajiban kontinjensi adalah:
30   (a)    kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
31         keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya
32         suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya
33         berada dalam kendali suatu entitas; atau
34   (b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui
35         karena:
36         (1)   tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) bahwa suatu
37               entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat
38               ekonomi untuk menyelesaikan kewajibannya; atau
39         (2)   jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.


                                                            Lampiran I.10 PSAP 09 - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
 2   Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan
 3   jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah.
 4   Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali
 5   transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang
 6   pemerintah.
 7   Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang
 8   dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau
 9   premium yang belum diamortisasi.
10   Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari
11   12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga
12   secara diskonto.
13   Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang
14   pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah
15   sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan
16   (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum.
17   Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present
18   value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat
19   bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif.
20   Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk
21   memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa
22   pengurangan jumlah utang.
23   Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan
24   utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai
25   jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat
26   Utang Negara (SUN).
27   Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka
28   waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga
29   secara diskonto.
30   Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan
31   utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin
32   pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia,
33   sesuai dengan masa berlakunya.
34   Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan
35   entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal.

36   U MU M
37           6. Karakteristik utama kewajiban adalah bahwa pemerintah
38   mempunyai kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya
39   mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.



                                                           Lampiran I.10 PSAP 09 - 3
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1              7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan
 2   tugas atau tanggung jawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks
 3   pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber
 4   pendanaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan
 5   lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah dapat juga terjadi karena
 6   perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada
 7   masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan
 8   setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya,
 9   atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya.
10              8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
11   konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.

12   KLASIFIKASI KEWAJIBAN
13             9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos
14   kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan
15   diselesaikan setelah tanggal pelaporan.
16             10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan
17   bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan.
18   Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga
19   dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan
20   sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang.
21             11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
22   pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
23   tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai
24   kewajiban jangka panjang.
25             12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
26   sama seperti aset lancar. Kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer
27   pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan
28   menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
29             13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh
30   tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, misalnya
31   bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak
32   Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
33             14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban
34   jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan
35   diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
36   jika:
37   (a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
38         bulan; dan
39   (b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban
40         tersebut atas dasar jangka panjang; dan



                                                              Lampiran I.10 PSAP 09 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   (c)    maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian
 2          pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali
 3          terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan
 4          disetujui.
 5              15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka
 6   pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang
 7   mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
 8              16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
 9   berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
10   digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan
11   tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
12   dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pendanaan jangka panjang dan
13   diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana
14   kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus
15   tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat
16   dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos
17   jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum
18   persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada
19   tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
20              17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
21   (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban
22   jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait
23   dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian,
24   kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
25   (a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
26          konsekuensi adanya pelanggaran, dan
27   (b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam
28          waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

29   PENGAKUAN KEWAJIBAN
30            18. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
31   sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang
32   ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut
33   mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
34            19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi)
35   sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya
36   suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin
37   dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan
38   bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang
39   melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti transaksi
40   dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan karena
41   ketidaksengajaan.


                                                              Lampiran I.10 PSAP 09 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1             20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai nilai.
 2   Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran.
 3   Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran sangat
 4   penting untuk menentukan saat pengakuan kewajiban.
 5             21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima oleh
 6   pemerintah atau dikeluarkan oleh kreditur sesuai dengan kesepakatan,
 7   dan/atau pada saat kewajiban timbul.
 8             22. Kewajiban dapat timbul dari:
 9   (a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions);
10   (b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum
11         yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan, yang belum dibayar lunas
12         sampai dengan saat tanggal pelaporan;
13   (c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events);
14   (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events).
15             23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-
16   masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu
17   nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya
18   atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan
19   pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa
20   sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa
21   depan.
22             24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat pegawai
23   pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi yang
24   diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu transaksi
25   pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan penerima kerja)
26   menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban kompensasi meliputi gaji
27   yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan biaya manfaat pegawai
28   lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan.
29             25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak
30   dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan
31   atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Dalam hal ini, hanya ada satu arah
32   arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu
33   kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada
34   tanggal pelaporan.
35             26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus
36   kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika
37   pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan
38   hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan
39   pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui
40   transaksi dengan pertukaran.
41             27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian
42   yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara


                                                              Lampiran I.10 PSAP 09 - 6
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar
 2   kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam
 3   hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan
 4   basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan
 5   pertukaran.
 6              28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan
 7   kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan
 8   kewajiban, sepanjang hukum yang berlaku dan kebijakan yang ada
 9   memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar kerusakan, dan sepanjang
10   jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan andal. Contoh kejadian ini
11   adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan pribadi yang disebabkan
12   pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah.
13              29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian
14   yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai
15   konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan
16   untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab
17   luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering
18   diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya
19   tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang
20   timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah
21   dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
22   Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban
23   sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab
24   keuangan pemerintah, dan atas biaya yang timbul sehubungan dengan
25   kejadian tersebut telah terjadi transaksi dengan pertukaran atau tanpa
26   pertukaran.
27              30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan
28   biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria
29   berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya
30   yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat
31   kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum
32   dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban
33   bencana).
34              31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari
35   kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota-
36   kota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi
37   bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari
38   pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota-
39   kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi
40   sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor
41   yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau
42   tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang
43   untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang


                                                            Lampiran I.10 PSAP 09 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa
2    pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum
3    dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke
4    pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan
5    sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah.

6    PENGUKURAN KEWAJIBAN
 7              32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam
 8   mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.
 9   Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada
10   tanggal neraca.
11              33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban
12   pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang
13   tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti
14   transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta
15   asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan
16   dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
17              34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti
18   karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan
19   nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan.

20   UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE)
21              35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk
22   barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus
23   mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang
24   tersebut
25              36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan
26   spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang
27   dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan
28   berita acara kemajuan pekerjaan.
29              37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit
30   pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit
31   nonpemerintahan.

32   UTANG TRANSFER
33            38. Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk
34   melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-
35   undangan.
36            39. Utang transfer diakui dan dinilai sesuai dengan peraturan yang
37   berlaku.



                                                             Lampiran I.10 PSAP 09 - 8
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST)
 2             40. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar
 3   biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat
 4   berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang
 5   bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap
 6   akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan.
 7             41. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk
 8   sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat
 9   Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, kota,
10   dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.

11   UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK)
12             42. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan
13   berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada
14   laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
15             43. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus
16   diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang
17   dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo
18   pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo
19   pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar
20   jumlah yang masih harus disetorkan.

21   BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG
22            44. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian
23   lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam
24   waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
25            45. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
26   adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus
27   dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

28   KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT LIABILITIES)
29               46. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak
30   termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya
31   tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan
32   disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik
33   masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji kepada pegawai
34   dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan atas jasa yang telah
35   diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah penerimaan
36   pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh pemerintah kepada
37   pihak lain.




                                                              Lampiran I.10 PSAP 09 - 9
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN DAN
2    YANG DIPERJUALBELIKAN
3              47. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik utang
4    tersebut yang dapat berbentuk:
5    (a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt)
6    (b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt)

7    Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan (Non-Traded
8    Debt)
 9             48. Nilai    nominal       atas   utang    pemerintah    yang    tidak
10   diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada
11   pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam
12   kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan.
13             49. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan
14   adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international
15   seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini
16   biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement).
17             50. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat
18   mengacu pada skedul pembayaran (payment schedule) yang menggunakan tarif
19   bunga tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif
20   bunga dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks
21   lainnya, penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan
22   tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan
23   data-data sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada.

24   Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt)
25              51. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat
26   diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari
27   pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode
28   akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau
29   hasil penjualan, penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan
30   dibayarkan ke pemegangnya, dan penilaian pada periode diantaranya untuk
31   menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah.
32              52. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam
33   bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat
34   memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo.
35              53. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai
36   pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium
37   yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar
38   nilai pari tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari.
39   Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah nilainya


                                                             Lampiran I.10 PSAP 09 - 10
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1   selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas yang dijual
 2   dengan harga premium nilainya akan berkurang.
 3               54. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh
 4   tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk
 5   Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai
 6   berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo bila dijual dengan
 7   nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman pemerintah yang
 8   dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, maka penilaian
 9   selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau premium yang ada.
10               55. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan
11   metode garis lurus.

12   PERUBAHAN VALUTA ASING
13             56. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan
14   menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi.
15             57. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs
16   spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal
17   transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama
18   seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut.
19   Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk
20   suatu periode tidak dapat diandalkan.
21             58. Pada setiap tanggal neraca pos utang pemerintah dalam mata
22   uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan
23   kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
24             59. Selisih penjabaran pos utang pemerintah dalam mata uang
25   asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan
26   atau penurunan ekuitas periode berjalan.
27             60. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam
28   mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang
29   berhubungan dan ekuitas pada entitas pelaporan.
30             61. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan
31   diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui
32   pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi
33   berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus
34   diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs
35   untuk masing-masing periode.

36   PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH
37   TEMPO
38            62. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum
39   jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik (call feature) oleh penerbit dari


                                                              Lampiran I.10 PSAP 09 - 11
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1   sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian
 2   oleh permintaan pemegangnya maka selisih antara harga perolehan kembali
 3   dan nilai tercatat netonya harus disajikan pada Laporan Operasional dan
 4   diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos
 5   kewajiban yang berkaitan.
 6              63. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai
 7   tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo
 8   dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan
 9   menyesuaikan jumlah kewajiban dan aset yang berhubungan.
10              64. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat
11   (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan aset yang
12   terkait, jumlah perbedaan yang ada juga disajikan dalam Laporan Operasional
13   pada pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional dan diungkapkan pada
14   Catatan atas Laporan Keuangan.

15   TUNGGAKAN
16             65. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan
17   dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas
18   Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.
19             66. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh
20   tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau
21   bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai
22   saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur
23   diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur.
24             67. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan
25   dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan.
26   Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang
27   menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan
28   dan solvabilitas satu entitas.
29             68. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan
30   di dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.

31   RESTRUKTURISASI UTANG
32             69. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan
33   utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif
34   sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai
35   tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut
36   melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan
37   persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada
38   Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos
39   kewajiban yang terkait.



                                                              Lampiran I.10 PSAP 09 - 12
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


 1              70. Restrukturisasi dapat berupa:
 2    (a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan
 3          dengan utang baru; atau
 4    (b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah
 5          persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan utang
 6          dapat berbentuk:
 7          (1) Perubahan jadwal pembayaran,
 8          (2) Penambahan masa tenggang, atau
 9          (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang
10              jatuh tempo dan/atau tertunggak.
11              71. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga
12   efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode
13   antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif
14   yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai
15   jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan
16   baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat
17   bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru
18   dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo.
19              72. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru
20   harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
21              73. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana
22   ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk
23   bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka
24   debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan
25   jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam
26   persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas
27   Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang
28   berkaitan.
29              74. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang
30   sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas
31   masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa
32   depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.
33              75. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat
34   merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai
35   contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi
36   keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk
37   menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur
38   pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang
39   sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus
40   diestimasi.




                                                              Lampiran I.10 PSAP 09 - 13
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    PENGHAPUSAN UTANG
 2             76. Penghapusan utang adalah pembatalan tagihan oleh kreditur
 3   kepada debitur, baik sebagian maupun seluruh jumlah utang debitur dalam
 4   bentuk perjanjian formal diantara keduanya.
 5             77. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke
 6   kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di
 7   bawah nilai tercatatnya.
 8             78. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di
 9   bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada
10   paragraf 73 berlaku.
11             79. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di
12   bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai
13   debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas ke nilai
14   wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 73, serta mengungkapkan
15   pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban
16   dan aset nonkas yang berhubungan.
17             80. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus
18   mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi
19   kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara:
20   (a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau
21         ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau
22         biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan
23   (b) Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur.
24             81. Penilaian kembali aset pada paragraf 80 akan menghasilkan
25   perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk
26   penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas
27   Laporan Keuangan.

28   BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN
29   UTANG PEMERINTAH
30             82. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah
31   biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman
32   dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi:
33   (a) Bunga dan provisi atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka
34        pendek maupun jangka panjang;
35   (b) Commitment fee atas dana pinjaman yang belum ditarik;
36   (c) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman,
37   (d) Amortisasi kapitalisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman
38        seperti biaya konsultan, ahli hukum, dan sebagainya.



                                                             Lampiran I.10 PSAP 09 - 14
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   (e)   Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal
 2         tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
 3              83. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan
 4   dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus
 5   dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut.
 6              84. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung
 7   dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap
 8   aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan
 9   secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman
10   ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 86.
11              85. Dalam keadaan tertentu, sulit untuk mengidentifikasikan adanya
12   hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset
13   tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila
14   perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi
15   pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat
16   terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan
17   dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan
18   jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga
19   diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan
20   hal tersebut.
21              86. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus
22   digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus
23   dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata
24   tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu
25   yang berkaitan selama periode pelaporan.

26   PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN
27            87. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam
28   bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik
29   kepada pemakainya.
30            88. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi
31   yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah:
32   (a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang
33        diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;
34   (b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis
35        sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya;
36   (c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat
37        bunga yang berlaku;
38   (d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh
39        tempo;
40   (e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi:


                                                             Lampiran I.10 PSAP 09 - 15
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA


 1         (1)   Pengurangan pinjaman;
 2         (2)   Modifikasi persyaratan utang;
 3         (3)   Pengurangan tingkat bunga pinjaman;
 4         (4)   Pengunduran jatuh tempo pinjaman;
 5         (5)   Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan
 6         (6)   Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode
 7               pelaporan.
 8   (f)   Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur
 9         utang berdasarkan kreditur.
10   (g)   Biaya pinjaman:
11         (1)   Perlakuan biaya pinjaman;
12         (2)   Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang
13               bersangkutan; dan
14         (3)   Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan.

15   TANGGAL EFEKTIF
16              89. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
17   berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
18   pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
19              90. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
20   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
21   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                       Lampiran I.10 PSAP 09 - 16
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


                      LAMPIRAN I.11
                      PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 71 TAHUN 2010
                      TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 10




KOREKSI KESALAHAN,
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI,
PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN
OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN




                                        Lampiran I.11 PSAP 10 - (i)
PRESIDEN
                                    REPUBLIK INDONESIA



                                            DAFTAR ISI



                                                                                                Paragraf

PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------                  1-3
     TUJUAN-------------------------------------------------------------------------------                 1
     RUANG LINGKUP------------------------------------------------------------------                   2-3
DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------------              4
KOREKSI KESALAHAN ---------------------------------------------------------------                     5-36
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI -----------------------------------------                              37-42
PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI -------------------------------------------                             43-45
OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN -----------------------------------------                             46-50
TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------                 51-52




                                                                         Lampiran I.11 PSAP 10 - (ii)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 10
4    KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN
5    AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI,
6    DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN
 7   Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
 8   paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
 9   penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
10   Akuntansi Pemerintahan.


11   PENDAHULUAN
12   TUJUAN
13              1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
14   akuntansi atas koreksi kesalahan akuntansi dan pelaporan laporan keuangan,
15   perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang
16   tidak dilanjutkan.

17   RUANG LINGKUP
18            2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu
19   entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan
20   pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi
21   akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan dalam Laporan Realisasi
22   Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan
23   Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan
24   atas Laporan Keuangan.
25             3. Pernyataan standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
26   menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua
27   entitas akuntansi, termasuk Badan Layanan Umum, yang berada di bawah
28   pemerintah pusat/daerah.


29   DEFINISI
30           4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
31   Pernyataan Standar dengan pengertian:


                                                            Lampiran I.11 PSAP 10 - 1
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


1    Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-
2    konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipakai oleh
3    suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan
4    keuangan.
5    Kesalahan adalah penyajian akun/pos yang secara signifikan tidak sesuai
6    dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode
7    berjalan atau periode sebelumnya.
 8   Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang
 9   tersaji dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang
10   seharusnya.
11   Operasi tidak dilanjutkan adalah penghentian suatu misi atau tupoksi
12   tertentu yang berakibat pelepasan atau penghentian suatu fungsi, program,
13   atau kegiatan, sehingga aset, kewajiban, dan operasi dapat dihentikan tanpa
14   mengganggu fungsi, program, atau kegiatan yang lain.

15   Perubahan estimasi adalah revisi estimasi karena perubahan kondisi yang
16   mendasari estimasi tersebut, atau karena terdapat informasi baru,
17   pertambahan pengalaman dalam mengestimasi,atau perkembangan lain.
18   Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka
19   laporan keuangan.

20   KOREKSI KESALAHAN
21           5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau
22   beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan.
23   Kesalahan mungkin timbul karena keterlambatan penyampaian bukti transaksi
24   oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan aritmatik, kesalahan
25   penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta,
26   kecurangan atau kelalaian.
27             6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh
28   signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga
29   laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi.
30           7. Dalam mengoreksi suatu kesalahan akuntansi, jumlah koreksi
31   yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan
32   menyesuaikan baik Saldo Anggaran Lebih maupun saldo ekuitas. Koreksi
33   yang berpengaruh material pada periode berikutnya harus diungkapkan
34   pada catatan atas laporan keuangan.
35               8. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam 2 (dua)
36   jenis:
37   (a)      Kesalahan tidak berulang;


                                                                Lampiran I.11 PSAP 10 - 2
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    (b)   Kesalahan berulang dan sistemik.
2              9. Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak
3    akan terjadi kembali, dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis:
4    (a)   Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan;
5    (b)   Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.
 6             10. Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang
 7   disebabkan sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang
 8   diperkirakan akan terjadi secara berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak
 9   dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau
10   tambahan pembayaran dari wajib pajak.
11            11. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui.
12           12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
13   periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak,
14   dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam
15   periode berjalan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja,
16   maupun akun pendapatan-LO atau akun beban.
17           13. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
18   periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila
19   laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan
20   pembetulan pada akun yang bersangkutan, baik pada akun pendapatan-
21   LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban.
22            14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga
23   mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang
24   terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah posisi kas,
25   apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan
26   dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal
27   mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan pembetulan pada akun
28   Saldo Anggaran Lebih.
29            15. Contoh koreksi kesalahan belanja:
30   (a)   yang menambah saldo kas yaitu pengembalian belanja pegawai tahun lalu
31         karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo
32         kas dan pendapatan lain-lain-LRA.
33   (b)   yang menambah saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset,
34         yaitu belanja modal yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan
35         kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan
36         menambah saldo kas dan menambah akun pendapatan lain-lain-LRA.
37   (c)   yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun
38         lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo
39         Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.


                                                               Lampiran I.11 PSAP 10 - 3
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    (d)   yang mengurangi saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset,
2          yaitu belanja modal tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan
3          mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.
4             16. Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak
5    berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah
6    maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
7    sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun
8    aset bersangkutan.
9              17.   Contoh koreksi kesalahan untuk perolehan aset selain kas:
10   (a)   yang menambah saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu
11         pengadaan aset tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan
12         kelebihan nilai aset tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan
13         menambah saldo kas dan mengurangi akun terkait dalam pos aset tetap.
14   (b)   yang mengurangi saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu
15         pengadaan aset tetap tahun lalu belum dilaporkan, dikoreksi dengan
16         menambah akun terkait dalam pos aset tetap dan mengurangi saldo kas.
17             18. Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga
18   mengakibatkan pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode
19   sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara
20   material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
21   sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan
22   lain-lain-LO. Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan
23   dengan pembetulan pada akun ekuitas.
24            19. Contoh koreksi kesalahan beban:
25   (a)   yang menambah saldo kas yaitu pengembalian beban pegawai tahun lalu
26         karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo
27         kas dan menambah pendapatan lain-lain-LO.
28   (b)   yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi beban pegawai tahun
29         lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun beban lain-
30         lain-LO dan mengurangi saldo kas.
31           20. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang
32   tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan
33   menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan
34   periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada
35   akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih.
36            21. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LRA:
37   (a)   yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan
38         negara yang belum masuk ke kas Negara dikoreksi dengan menambah
39         akun kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih.


                                                             Lampiran I.11 PSAP 10 - 4
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    (b)   yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi
2          umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat, dikoreksi oleh:
3          (1)     pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Saldo
4                  Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.
5          (2)     pemerintah pusat dengan menambah            akun   saldo   kas   dan
6                  menambah Saldo Anggaran Lebih.
 7            22. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak
 8   berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah
 9   maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
10   sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun
11   ekuitas.
12               23. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LO:
13   (a)   yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan
14         negara yang belum masuk ke kas negara dikoreksi dengan menambah
15         akun kas dan menambah akun ekuitas.
16   (b)   yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi
17         umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat dikoreksi oleh:
18         (1)    pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Ekuitas
19                dan mengurangi saldo kas.
20         (2)    pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah
21                Ekuitas.
22           24. Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran
23   pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode
24   sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila
25   laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan
26   pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih.
27               25. Contoh koreksi kesalahan terkait penerimaan pembiayaan:
28   (a)   yang menambah saldo kas yaitu Pemerintah Pusat menerima setoran
29         kekurangan pembayaran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A,
30         dikoreksi oleh Pemerintah pusat dengan menambah saldo kas dan
31         menambah akun Saldo Anggaran Lebih.
32   (b)   yang mengurangi saldo kas terkait penerimaan pembiayaan, yaitu
33         pemerintah pusat mengembalikan kelebihan setoran cicilan pokok pinjaman
34         tahun lalu dari Pemda A dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo
35         Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas.
36               26. Contoh koreksi kesalahan terkait pengeluaran pembiayaan:
37   (a)   yang menambah saldo kas yaitu kelebihan pembayaran suatu angsuran
38         utang jangka panjang sehingga terdapat pengembalian pengeluaran


                                                                Lampiran I.11 PSAP 10 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1          angsuran, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun
2          Saldo Anggaran Lebih.
3    (b)   yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran
4          utang tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi saldo
5          kas dan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih.
 6           27. Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan
 7   kewajiban yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah
 8   maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut
 9   sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun
10   kewajiban bersangkutan
11            28. Contoh koreksi kesalahan terkait pencatatan kewajiban:
12   (a)   yang menambah saldo kas yaitu adanya penerimaan kas karena
13         dikembalikannya kelebihan pembayaran angsuran suatu   kewajiban
14         dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun kewajiban
15         terkait.
16   (b)   yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran
17         kewajiban yang seharusnya dibayarkan tahun lalu dikoreksi dengan
18         menambah akun kewajiban terkait dan mengurangi saldo kas.
19            29. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah
20   ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah.
21             30. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,14,16,
22   dan 20 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja
23   entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan.
24           31. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,18,
25   dan 22 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap beban entitas yang
26   bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan.
27           32. Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode-
28   periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum
29   maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan,
30   pembetulan dilakukan pada akun-akun neraca terkait pada periode
31   kesalahan ditemukan.
32             33. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas
33   sebagaimana disebutkan pada paragraf 32 adalah pengeluaran untuk pembelian
34   peralatan dan mesin (kelompok aset tetap) dilaporkan sebagai jalan, irigasi, dan
35   jaringan. Koreksi yang dilakukan hanyalah pada Neraca dengan mengurangi
36   akun jalan, irigasi, dan jaringan dan menambah akun peralatan dan mesin. Pada
37   Laporan Realisasi Anggaran tidak perlu dilakukan koreksi.
38           34. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada
39   paragraf 10 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi


                                                              Lampiran I.11 PSAP 10 - 6
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan
2    mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan.
3             35. Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode
4    yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun
5    berjalan pada aktivitas yang bersangkutan.
6           36. Koreksi kesalahan diungkapkan pada Catatan atas Laporan
7    Keuangan.

8    PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI
 9              37. Para pengguna Laporan Keuangan perlu membandingkan laporan
10   keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui
11   kecenderungan arah (trend) posisi keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena
12   itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada
13   setiap periode.
14             38. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran
15   akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria
16   kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan
17   akuntansi.
18            39. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya
19   apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh
20   peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau
21   apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi
22   mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan
23   dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas.
24              40. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai
25   berikut:
26   (a)   adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara
27         substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan
28   (b)   adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang
29         sebelumnya tidak ada atau yang tidak material.
30            41. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan
31   suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut
32   harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan
33   persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi.
34          42. Perubahan kebijakan akuntansi harus disajikan pada Laporan
35   Perubahan Ekuitas dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
36   Keuangan.




                                                             Lampiran I.11 PSAP 10 - 7
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA



1    PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI
2            43. Agar memperoleh Laporan Keuangan yang andal, maka estimasi
3    akuntansi perlu disesuaikan antara lain dengan pola penggunaan, tujuan
4    penggunaan aset dan kondisi lingkungan entitas yang berubah.
5             44. Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi
6    disajikan pada Laporan Operasional pada periode perubahan dan periode
7    selanjutnya sesuai sifat perubahan. Sebagai contoh, perubahan estimasi
8    masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO tahun perubahan dan
9    tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap tersebut.
10           45. Pengaruh perubahan terhadap LO periode berjalan dan yang
11   akan datang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Apabila
12   tidak memungkinkan, harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan
13   pengaruh perubahan itu.

14   OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN
15            46. Apabila suatu misi atau tupoksi suatu entitas pemerintah
16   dihapuskan oleh peraturan, maka suatu operasi, kegiatan, program, proyek,
17   atau kantor terkait pada tugas pokok tersebut dihentikan.
18            47. Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan --
19   misalnya hakikat operasi, kegiatan, program, proyek yang dihentikan,
20   tanggal efektif penghentian, cara penghentian, pendapatan dan beban
21   tahun berjalan sampai tanggal penghentian apabila dimungkinkan, dampak
22   sosial atau dampak pelayanan, pengeluaran aset atau kewajiban terkait
23   pada penghentian apabila ada-- harus diungkapkan pada Catatan atas
24   Laporan Keuangan.
25           48. Agar Laporan Keuangan disajikan secara komparatif, suatu
26   segmen yang dihentikan itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan
27   walaupun berjumlah nol untuk tahun berjalan. Dengan demikian, operasi
28   yang dihentikan tampak pada Laporan Keuangan.
29            49. Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu
30   tahun berjalan, di akuntansikan dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah
31   operasi itu berjalan sampai akhir tahun Laporan Keuangan. Pada umumnya
32   entitas membuat rencana penghentian, meliputi jadwal penghentian
33   bertahap atau sekaligus, resolusi masalah legal, lelang, penjualan, hibah
34   dan lain-lain.
35          50. Bukan merupakan penghentian operasi apabila :




                                                         Lampiran I.11 PSAP 10 - 8
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    (a)   Penghentian suatu program, kegiatan, proyek, segmen secara
2          evolusioner/alamiah. Hal ini dapat diakibatkan oleh demand (permintaan
3          publik yang dilayani) yang terus merosot, pergantian kebutuhan lain.

4    (b)   Fungsi tersebut tetap ada.

5    (c)   Beberapa jenis subkegiatan dalam suatu fungsi pokok dihapus, selebihnya
6          berjalan seperti biasa. Relokasi suatu program, proyek, kegiatan ke wilayah
7          lain.

8    (d)   Menutup suatu fasilitas yang ber-utilisasi amat rendah, menghemat biaya,
9          menjual sarana operasi tanpa mengganggu operasi tersebut.


10   TANGGAL EFEKTIF
11           51. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
12   berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan
13   anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
14             52. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
15   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
16   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                               Lampiran I.11 PSAP 10 - 9
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA



                      LAMPIRAN I.12
                      PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 71 TAHUN 2010
                      TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 11




LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN




                                        Lampiran I.12 PSAP 11 – (i)
PRESIDEN
                                       REPUBLIK INDONESIA




                                               DAFTAR ISI



                                                                                                Paragraf

PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------            1-5
     TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------           1
     RUANG LINGKUP -----------------------------------------------------------------------             2-5
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------------          6
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN -------------------------                                    7-13
ENTITAS PELAPORAN ---------------------------------------------------------------------                    14
ENTITAS AKUNTANSI-----------------------------------------------------------------------             15-17
BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN UMUM DAERAH ---------------                                         18-21
PROSEDUR KONSOLIDASI ---------------------------------------------------------------                 22-23
PENGUNGKAPAN ----------------------------------------------------------------------------            24-25
TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------           26-27




                                                                            Lampiran I.12 PSAP 11 – (ii)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 11
4    LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN
10   TUJUAN

11              1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur penyusunan
12   laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka
13   menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial
14   statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan
15   dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk
16   tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi
17   kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga
18   legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-
19   undangan.

20   RUANG LINGKUP

21            2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit pemerintahan
22   yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi
23   menurut Pernyataan Standar ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas.
24            3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat
25   sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas
26   pelaporan, termasuk laporan keuangan badan layanan umum.
27            4. Laporan            keuangan         konsolidasian           pada
28   kementerian/lembaga/pemerintah daerah sebagai entitas pelaporan
29   mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi termasuk laporan
30   keuangan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah.
31            5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
32   (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah;
33   (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;
34   (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan


                                                           Lampiran I.12 PSAP 11 - 1
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    (d)   Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

2    DEFINISI
3             6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
4    Pernyataan Standar dengan pengertian:

5    Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah
6    instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
7    pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
8    yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
9    melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

10   Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna
11   barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan
12   menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.

13   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
14   entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
15   perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
16   berupa laporan keuangan.

17   Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang
18   diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan
19   lainnya, entitas akuntansi dengan entitas akuntansi lainnya, dengan
20   mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu
21   entitas pelaporan konsolidasian.

22   Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang
23   merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan,
24   atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.

25   PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
26   KONSOLIDASIAN
27            7.    Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan
28   Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Neraca, Laporan
29   Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan
30   atas Laporan Keuangan.
31            8. Laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada
32   paragraf 7, disajikan oleh entitas pelaporan, kecuali:



                                                             Lampiran I.12 PSAP 11 - 2
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1      a. Laporan keuangan konsolidasian arus kas yang hanya disajikan oleh
2         entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum;
3      b. Laporan keuangan konsolidasian perubahan saldo anggaran lebih yang
4         hanya disusun dan disajikan oleh Pemerintah Pusat.

 5               9. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode
 6   pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas
 7   pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya.
 8               10. Pemerintah Pusat menyampaikan laporan keuangan konsolidasian
 9   dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga legislatif.
10               11. Pemerintah   daerah     menyampaikan      laporan    keuangan
11   konsolidasian dari semua entitas akuntansi dibawahnya kepada lembaga
12   legislatif.
13               12. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi
14   akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun demikian, apabila
15   eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal tersebut diungkapkan
16   dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
17               13. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain sisa
18   uang persediaan yang belum dipertanggungjawabkan oleh bendahara
19   pengeluaran sampai dengan akhir periode akuntansi.

20   ENTITAS PELAPORAN
21           14. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang-
22   undangan, yang umumnya bercirikan:

23   (a)   Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau
24         mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran,
25   (b)   Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan,
26   (c)   Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau
27         pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan
28   (d)   Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak
29         langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran.

30   ENTITAS AKUNTANSI
31            15. Entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan
32   menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang
33   yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan.
34            16. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau
35   mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan
36   akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar



                                                              Lampiran I.12 PSAP 11 - 3
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern
2    dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan
3    laporan keuangan oleh entitas pelaporan.
4              17. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang
5    berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh
6    signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat ditetapkan sebagai
7    entitas pelaporan.

8    BADAN LAYANAN                        UMUM/BADAN                   LAYANAN
9    UMUM DAERAH
10            18. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan
11   umum, memungut dan menerima, serta membelanjakan dana masyarakat yang
12   diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk
13   badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam
14   BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita.
15             19. Selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD)
16   BLU/BLUD adalah entitas akuntansi, yang laporan keuangannya
17   dikonsolidasikan pada entitas pelaporan yang secara organisatoris
18   membawahinya.
19             20. Selaku satuan kerja pelayanan berupa Badan, walaupun
20   bukan berbentuk badan hukum yang mengelola kekayaan Negara yang
21   dipisahkan, BLU/BLUD adalah entitas pelaporan.
22             21. Konsolidasi     laporan       keuangan        BLU/BLUD        pada
23   kementerian/lembaga/pemerintah       daerah      yang     secara     organisatoris
24   membawahinya dilaksanakan setelah laporan keuangan BLU/BLUD disusun
25   menggunakan standar akuntansi yang sama dengan standar akuntansi yang
26   dipakai oleh organisasi yang membawahinya.

27   PROSEDUR KONSOLIDASI
28            22. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini
29   dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang
30   diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya,
31   atau yang diselenggarakan oleh entitas akuntansi dengan entitas akuntansi
32   lainnya, dengan mengeliminasi akun timbal balik.
33            23. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan
34   menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara
35   organisatoris berada di bawahnya.




                                                                Lampiran I.12 PSAP 11 - 4
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA



1    PENGUNGKAPAN
2             24. Dalam Catatan atas Laporan Keuangan perlu diungkapkan
3    nama-nama entitas yang dikonsolidasikan atau digabungkan beserta status
4    masing-masing, apakah entitas pelaporan atau entitas akuntansi.
5             25. Dalam hal konsolidasi tidak diikuti dengan eliminasi akun timbal
6    balik sebagaimana disebut pada paragraf 12, maka perlu diungkapkan nama-
7    nama dan besaran saldo akun timbal balik tersebut, dan disebutkan pula alasan
8    belum dilaksanakannya eliminasi.

9    TANGGAL EFEKTIF
10              26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini
11   berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan
12   anggaran mulai Tahun Anggaran 2010.
13              27. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP
14   ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual
15   paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.




                                                            Lampiran I.12 PSAP 11 - 5
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


                      LAMPIRAN I.13
                      PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 71 TAHUN 2010
                      TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BERBASIS AKRUAL

PERNYATAAN NO. 12




LAPORAN OPERASIONAL




                                        Lampiran I.13 PSAP 12 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA


                                               DAFTAR ISI



                                                                                                Paragraf

PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------            1-4
      TUJUAN -----------------------------------------------------------------------------------       1-2
      RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------------             3-4
MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL -------------------------------                                  5-7
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------          8
PERIODE PELAPORAN ---------------------------------------------------------------------               9-10
STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL -----------------------------------                             11-15
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN OPERASIONAL
ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -----------------------                                     16-18
AKUNTANSI PENDAPATAN-LO----------------------------------------------------------                    19-31
AKUNTANSI BEBAN -------------------------------------------------------------------------            32-41
SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL ----------------------------                               42-44
SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL ---------------------                                  45-47
POS LUAR BIASA ----------------------------------------------------------------------------          48-50
SURPLUS/DEFISIT-LO ----------------------------------------------------------------------            51-52
TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING -------------------------------------------                          53-56
TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK BARANG
DAN JASA ---------------------------------------------------------------------------------------     57-58
TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------           59-60


Lampiran :
Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.A :               Contoh Format Laporan Operasional
                                                  Pemerintah Pusat
Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.B :               Contoh Format Laporan Operasional
                                                  Pemerintah Provinsi
Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.C :               Contoh Format Laporan Operasional
                                                  Pemerintah Kabupaten/Kota



                                                                            Lampiran I.13 PSAP 12 – (ii)
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    BERBASIS AKRUAL
3    PERNYATAAN NO. 12

4    LAPORAN OPERASIONAL
5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf
6    standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang
7    ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan

8    PENDAHULUAN
9    TUJUAN
10                1. Tujuan pernyataan standar Laporan Operasional adalah
11   menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Operasional untuk pemerintah dalam
12   rangka memenuhi tujuan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana
13   ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
14                2. Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi tentang
15   kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban,
16   dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan.

17   RUANG LINGKUP
18              3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan
19   Operasional.
20               4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan
21   dan entitas akuntansi, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
22   dalam menyusun laporan operasional yang menggambarkan pendapatan-LO,
23   beban, dan surplus/defisit operasional dalam suatu periode pelaporan tertentu,
24   tidak termasuk perusahaan negara/daerah.

25   MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL
26              5. Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai
27   seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan
28   dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu
29   entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode
30   sebelumnya.




                                                              Lampiran I.13 PSAP 12 - 1
PRESIDEN
                                    REPUBLIK INDONESIA


1                 6. Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam
2    mengevaluasi pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh
3    entitas pemerintahan, sehingga Laporan Operasional menyediakan informasi:
 4      (a)   mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk
 5            menjalankan pelayanan;
 6       (b) mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam
 7            mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan
 8            kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;
 9       (c) yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk
10            mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang
11            dengan cara menyajikan laporan secara komparatif;
12       (d) mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan
13            ekuitas (bila surplus operasional).
14                 7. Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari
15   siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan
16   Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai
17   keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.

18   DEFINISI
19              8. Berikut ini adalah istilah-istilah        yang    digunakan     dalam
20   Pernyataan Standar dengan pengertian:
21   Azas Bruto adalah suatu prinsip tidak diperkenankannya pencatatan
22   penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau
23   tidak diperkenankannya pencatatan pengeluaran setelah dilakukan
24   kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran.
25   Bantuan Keuangan adalah beban pemerintah dalam bentuk bantuan uang
26   kepada pemerintah lainnya yang digunakan untuk pemerataan dan/atau
27   peningkatan kemampuan keuangan.
28   Bantuan Sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada
29   masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.
30   Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
31   peristiwa lainnya pada saat hak dan/atau kewajiban timbul.
32   Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode
33   pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau
34   konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
35   Beban Hibah adalah beban pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa
36   kepada pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan
37   organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat.



                                                                  Lampiran I.13 PSAP 12 - 2
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    Beban Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap
2    yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang
3    bersangkutan.
4    Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban untuk
5    mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas pelaporan lain
6    yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
7    Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna
8    barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun
9    laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
10   Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
11   entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan
12   perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
13   berupa laporan keuangan.
14   Pendapatan Hibah adalah pendapatan pemerintah dalam bentuk uang/barang
15   atau jasa dari pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan
16   organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak
17   secara terus-menerus.
18   Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai
19   penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak
20   perlu dibayar kembali.
21   Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak
22   untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan lain
23   yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
24   Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang
25   terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
26   tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau
27   pengaruh entitas bersangkutan.
28   Subsidi adalah beban pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga
29   tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual
30   produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat.
31   Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional adalah selisih lebih/kurang antara
32   pendapatan-operasional dan beban selama satu periode pelaporan.
33   Surplus/Defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu
34   periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non
35   operasional dan pos luar biasa.
36   Untung/Rugi Penjualan Aset merupakan selisih antara nilai buku aset dengan
37   harga jual aset.




                                                              Lampiran I.13 PSAP 12 - 3
PRESIDEN
                                    REPUBLIK INDONESIA



1    PERIODE PELAPORAN
 2                9. Laporan Operasional disajikan sekurang-kurangnya sekali
 3   dalam setahun. Dalam situasi tertentu, apabila tanggal laporan suatu entitas
 4   berubah dan Laporan Operasional tahunan disajikan dengan suatu periode
 5   yang lebih pendek dari satu tahun, entitas harus mengungkapkan informasi
 6   sebagai berikut:
 7   (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun;
 8   (b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Operasional dan
 9         catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
10               10. Manfaat Laporan Operasional berkurang jika laporan tersebut tidak
11   tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas operasi pemerintah
12   tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan entitas pelaporan untuk
13   menyajikan laporan keuangan tepat waktu.

14   STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL
15               11. Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur pendapatan-
16   LO, beban, surplus/defisit dari operasi, surplus/defisit dari kegiatan non
17   operasional, surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan
18   surplus/defisit-LO, yang diperlukan untuk penyajian yang wajar secara
19   komparatif. Laporan Operasional dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas
20   Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas
21   keuangan selama satu tahun seperti kebijakan fiskal dan moneter, serta daftar-
22   daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk
23   dijelaskan.

24                 12. Dalam Laporan Operasional harus diidentifikasikan secara
25   jelas, dan, jika dianggap perlu, diulang pada setiap halaman laporan, informasi
26   berikut:
27   (a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;
28   (b) cakupan entitas pelaporan;
29   (c) periode yang dicakup;
30   (d) mata uang pelaporan; dan
31   (e) satuan angka yang digunakan.
32               13. Struktur Laporan Operasional mencakup pos-pos sebagai
33   berikut:
34   (a) Pendapatan-LO
35   (b) Beban
36   (c) Surplus/Defisit dari operasi
37   (d) Kegiatan non operasional
38   (e) Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa
39   (f)  Pos Luar Biasa


                                                                 Lampiran I.13 PSAP 12 - 4
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


1    (g)   Surplus/Defisit-LO
2               14. Dalam Laporan Operasional ditambahkan pos, judul, dan sub
3    jumlah lainnya apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
4    Pemerintahan, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan
5    Laporan Operasional secara wajar.

6                15. Contoh format Laporan Operasional disajikan dalam ilustrasi PSAP
7    12.A, PSAP 12.B, dan PSAP 12.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan bukan
8    merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan
9    penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya.

10   INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN
11   OPERASIONAL ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN
12   KEUANGAN
13                16. Entitas pelaporan     menyajikan   pendapatan-LO  yang
14   diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Rincian lebih lanjut sumber
15   pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
16                17. Entitas pelaporan menyajikan beban yang diklasifikasikan
17   menurut klasifikasi jenis beban. Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan
18   klasifikasi lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan yang
19   berlaku, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
20                 18. Klasifikasi pendapatan-LO menurut sumber pendapatan maupun
21   klasifikasi beban menurut ekonomi, pada prinsipnya merupakan klasifikasi yang
22   menggunakan dasar klasifikasi yang sama yaitu berdasarkan jenis.

23   AKUNTANSI PENDAPATAN-LO
24               19. Pendapatan-LO diakui pada saat:
25   (a)   Timbulnya hak atas pendapatan;
26   (b)   Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi.
27               20. Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-
28   undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan.
29                21. Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu
30   pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan,
31   diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan.
32                 22. Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang
33   telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan.
34                23. Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber pendapatan.




                                                                Lampiran I.13 PSAP 12 - 5
PRESIDEN
                                    REPUBLIK INDONESIA


1                24. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah pusat
2    dikelompokkan berdasarkan jenis pendapatan, yaitu pendapatan perpajakan,
3    pendapatan bukan pajak, dan pendapatan hibah.
4                  25. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah daerah
5    dikelompokkan menurut asal dan jenis pendapatan, yaitu pendapatan asli daerah,
6    pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah. Masing-masing pendapatan
7    tersebut diklasifikasikan menurut jenis pendapatan.
 8               26. Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas
 9   bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat
10   jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
11                27. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto
12   (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat di
13   estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto
14   dapat dikecualikan.
15              28. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan
16   mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
17   layanan umum.
18             29. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring)
19   atas pendapatan-LO pada periode penerimaan maupun pada periode
20   sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.
21              30. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
22   recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode penerimaan
23   pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang
24   sama.
25              31. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
26   recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode sebelumnya
27   dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan
28   pengembalian tersebut.

29   AKUNTANSI BEBAN
30                32. Beban diakui pada saat:
31   a.   timbulnya kewajiban;
32   b.   terjadinya konsumsi aset;
33   c.   terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.
34                33. Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya peralihan hak dari
35   pihak lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari kas umum negara/daerah.
36   Contohnya tagihan rekening telepon dan rekening listrik yang belum dibayar
37   pemerintah.




                                                                 Lampiran I.13 PSAP 12 - 6
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA


1                34. Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat
2    pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban
3    dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah.
4                 35. Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi
5    pada saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset
6    bersangkutan/berlalunya waktu. Contoh penurunan manfaat ekonomi atau potensi
7    jasa adalah penyusutan atau amortisasi.
 8              36. Dalam hal badan layanan umum, beban diakui dengan
 9   mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
10   layanan umum.
11               37. Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi.
12                38. Klasifikasi ekonomi pada prinsipnya mengelompokkan berdasarkan
13   jenis beban. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu beban pegawai, beban
14   barang, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban
15   penyusutan aset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban lain-lain. Klasifikasi
16   ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri dari beban pegawai, beban barang, beban
17   bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyusutan aset
18   tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban tak terduga.
19                39. Penyusutan/amortisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode
20   yang dapat dikelompokkan menjadi:
21   (a) Metode garis lurus (straight line method);
22   (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method);
23   (c) Metode unit produksi (unit of production method).

24                40. Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau
25   kewajiban untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu
26   entitas pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
27               41. Koreksi atas beban, termasuk penerimaan kembali beban,
28   yang terjadi pada periode beban dibukukan sebagai pengurang beban pada
29   periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas
30   beban dibukukan dalam pendapatan lain-lain. Dalam hal mengakibatkan
31   penambahan beban dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas.

32   SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL
33              42. Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara
34   pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan.
35              43. Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih kurang antara
36   pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan.




                                                                 Lampiran I.13 PSAP 12 - 7
PRESIDEN
                                    REPUBLIK INDONESIA


1                44. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama satu
2    periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional.

3    SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL
4               45. Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu
5    dikelompokkan tersendiri dalam kegiatan non operasional.
6                 46. Termasuk dalam pendapatan/beban dari kegiatan non operasional
7    antara lain surplus/defisit penjualan aset non lancar, surplus/defisit penyelesaian
8    kewajiban jangka panjang, dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional lainnya.

 9               47. Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan
10   operasional dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan
11   surplus/defisit sebelum pos luar biasa.

12   POS LUAR BIASA
13             48. Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam
14   Laporan Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum Pos Luar
15   Biasa.
16                  49. Pos Luar Biasa memuat kejadian luar biasa yang mempunyai
17   karakteristik sebagai berikut:
18   (a) kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun anggaran;
19   (b) tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan
20   (c) kejadian diluar kendali entitas pemerintah.

21               50. Sifat dan jumlah rupiah kejadian luar biasa harus diungkapkan
22   pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

23   SURPLUS/DEFISIT-LO
24               51. Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang
25   antara surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan
26   kejadian luar biasa.
27               52. Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan
28   ke Laporan Perubahan Ekuitas.

29   TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING
30               53. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata
31   uang rupiah.



                                                                  Lampiran I.13 PSAP 12 - 8
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1                54. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama
2    dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang
3    asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah
4    berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
5               55. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang
6    digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan rupiah,
7    maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam rupiah
8    berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan untuk
9    memperoleh valuta asing tersebut.
10              56. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang
11   digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan
12   mata uang asing lainnya, maka:
13   (a) Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan dengan
14       menggunakan kurs transaksi
15   (b) Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah
16       berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.

17   TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK
18   BARANG/JASA
19               57. Transaksi pendapatan-LO dan beban dalam bentuk
20   barang/jasa    harus dilaporkan dalam Laporan Operasional dengan cara
21   menaksir nilai wajar barang/jasa tersebut pada tanggal transaksi. Di samping
22   itu, transaksi semacam ini juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada
23   Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi
24   yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan beban.
25                 58. Transaksi pendapatan dan beban dalam bentuk barang/jasa antara
26   lain hibah dalam wujud barang, barang rampasan, dan jasa konsultansi.

27   TANGGAL EFEKTIF
28              59. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku
29   efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran
30   mulai Tahun Anggaran 2010.
31              60. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini,
32   entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling
33   lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.

                                          PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                         ttd.

                                          DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
                                                                Lampiran I.13 PSAP 12 - 9
PRESIDEN
                                                    REPUBLIK INDONESIA




                                                                 LAMPIRAN I
                                                                 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                                 NOMOR 71 TAHUN 2010 2005
                                                                 ILUSTRASI PSAP 12.A


                                    Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Pusat

                                                  PEMERINTAH PUSAT
                                                LAPORAN OPERASIONAL
                        UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
                                                                                                         (Dalam rupiah)
                                                                                                       Kenaikan/
No                                     URAIAN                                            20x1   20x0                (%)
                                                                                                       Penurunan
     KEGIATAN OPERASIONAL
 1   PENDAPATAN
 2     PENDAPATAN PERPAJAKAN
 3       Pendapatan Pajak Penghasilan                                                    xxx    xxx       xxx       xxx
 4       Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah                   xxx    xxx       xxx       xxx
 5       Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan                                              xxx    xxx       xxx       xxx
 6       Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan                            xxx    xxx       xxx       xxx
 7       Pendapatan Cukai                                                                xxx    xxx       xxx       xxx
 8       Pendapatan Bea Masuk                                                            xxx    xxx       xxx       xxx
 9       Pendapatan Pajak Ekspor                                                         xxx    xxx       xxx       xxx
10       Pendapatan Pajak Lainnya                                                        xxx    xxx       xxx       xxx
11         Jumlah Pendapatan Perpajakan ( 3 s/d 10 )                                     xxx    xxx       xxx       xxx
12
13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK
14     Pendapatan Sumber Daya Alam                                                       xxx    xxx       xxx       xxx
15     Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba                                            xxx    xxx       xxx       xxx
16     Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya                                             xxx    xxx       xxx       xxx
17       Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16)                                xxx    xxx       xxx       xxx
18
19 PENDAPATAN HIBAH
20     Pendapatan Hibah                                                                  xxx    xxx       xxx       xxx
21       Jumlah Pendapatan Hibah (20)                                                    xxx    xxx       xxx       xxx
22          JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21)                                             xxx    xxx       xxx       xxx
23
24 BEBAN
25 Beban Pegawai                                                                         xxx    xxx       xxx       xxx
26 Beban Persediaan                                                                      xxx    xxx       xxx       xxx
27 Beban Jasa                                                                            xxx    xxx       xxx       xxx
28 Beban Pemeliharaan                                                                    xxx    xxx       xxx       xxx
29 Beban Perjalanan Dinas                                                                xxx    xxx       xxx       xxx
30 Beban Bunga                                                                           xxx    xxx       xxx       xxx
31 Beban Subsidi                                                                         xxx    xxx       xxx       xxx
32 Beban Hibah                                                                           xxx    xxx       xxx       xxx
33 Beban Bantuan Sosial                                                                  xxx    xxx       xxx       xxx
34 Beban Penyusutan                                                                      xxx    xxx       xxx       xxx
35 Beban Transfer                                                                        xxx    xxx       xxx       xxx
36 Beban Lain-lain                                                                       xxx    xxx       xxx       xxx
37          JUMLAH BEBAN (25 s/d 36)                                                     xxx    xxx       xxx       xxx
38
39          SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL (22-37)                            xxx    xxx       xxx       xxx
40
41 KEGIATAN NON OPERASIONAL
42 Surplus Penjualan Aset Nonlancar                                                      xxx    xxx       xxx       xxx
43 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang                                         xxx    xxx       xxx       xxx
44 Defisit Penjualan Aset Nonlancar                                                      xxx    xxx       xxx       xxx
45 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang                                         xxx    xxx       xxx       xxx
46 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya                                 xxx    xxx       xxx       xxx
47     JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(42 s/d 46)                   xxx    xxx       xxx       xxx
48          SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (39 + 47)                             xxx    xxx       xxx       xxx
49
50 POS LUAR BIASA
51 Pendapatan Luar Biasa                                                                 xxx    xxx       xxx       xxx
52 Beban Luar Biasa                                                                      xxx    xxx       xxx       xxx
53     POS LUAR BIASA (51-52)                                                            xxx    xxx       xxx       xxx
54          SURPLUS/DEFISIT-LO (48+53)                                                   xxx    xxx       xxx       xxx
PRESIDEN
                                                         REPUBLIK INDONESIA




                                                                        LAMPIRAN I
                                                                        PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                                        NOMOR 71 TAHUN 20102005
                                                                        ILUSTRASI PSAP 12.B


                                       Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Provinsi
                                                    PEMERINTAH PROVINSI
                                                   LAPORAN OPERASIONAL
                          UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
                                                                                                              (Dalam rupiah)
                                                                                                             Kenaikan/
No                                        URAIAN                                               20X1   20X0               (%)
                                                                                                             Penurunan
     KEGIATAN OPERASIONAL
 1   PENDAPATAN
 2     PENDAPATAN ASLI DAERAH
 3       Pendapatan Pajak Daerah                                                               xxx    xxx       xxx      xxx
 4       Pendapatan Retribusi Daerah                                                           xxx    xxx       xxx      xxx
 5       Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                          xxx    xxx       xxx      xxx
 6       Pendapatan Asli Daerah Lainnya                                                        xxx    xxx       xxx      xxx
 7          Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 )                                           xxx    xxx       xxx      xxx
 8
 9     PENDAPATAN TRANSFER
10       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN
11       Dana Bagi Hasil Pajak                                                                 xxx    xxx       xxx      xxx
12       Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                                      xxx    xxx       xxx      xxx
13       Dana Alokasi Umum                                                                     xxx    xxx       xxx      xxx
14       Dana Alokasi Khusus                                                                   xxx    xxx       xxx      xxx
15          Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14)                            xxx    xxx       xxx      xxx
16
17        TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
18        Dana Otonomi Khusus                                                                  xxx    xxx       xxx      xxx
19        Dana Penyesuaian                                                                     xxx    xxx       xxx      xxx
20           Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 )                                   xxx    xxx       xxx      xxx
21           Jumlah Pendapatan Transfer (15 +20 )                                              xxx    xxx       xxx      xxx
22
23     LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
24       Pendapatan Hibah                                                                      xxx    xxx       xxx      xxx
25       Pendapatan Dana Darurat                                                               xxx    xxx       xxx      xxx
26       Pendapatan Lainnya                                                                    xxx    xxx       xxx      xxx
27          Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (24 s/d 26)                                   xxx    xxx       xxx      xxx
28              JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27)                                                xxx    xxx       xxx      xxx
29
30   BEBAN
31     Beban Pegawai                                                                           xxx    xxx       xxx      xxx
32     Beban Persediaan                                                                        xxx    xxx       xxx      xxx
33     Beban Jasa                                                                              xxx    xxx       xxx      xxx
34     Beban Pemeliharaan                                                                      xxx    xxx       xxx      xxx
35     Beban Perjalanan Dinas                                                                  xxx    xxx       xxx      xxx
36     Beban Bunga                                                                             xxx    xxx       xxx      xxx
37     Beban Subsidi                                                                           xxx    xxx       xxx      xxx
38     Beban Hibah                                                                             xxx    xxx       xxx      xxx
39     Beban Bantuan Sosial                                                                    xxx    xxx       xxx      xxx
40     Beban Penyusutan                                                                        xxx    xxx       xxx      xxx
41     Beban Transfer                                                                          xxx    xxx       xxx      xxx
42     Beban Lain-lain                                                                         xxx    xxx       xxx      xxx
43              JUMLAH BEBAN (31 s/d 42)                                                       xxx    xxx       xxx      xxx
44              SURPLUS/DEFISIT KEGIATAN OPERASIONAL (28-43)                                   xxx    xxx       xxx      xxx
45
46   SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL
47     Surplus Penjualan Aset Nonlancar                                                        xxx    xxx       xxx      xxx
48     Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang                                           xxx    xxx       xxx      xxx
49     Defisit Penjualan Aset Nonlancar                                                        xxx    xxx       xxx      xxx
50     Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang                                           xxx    xxx       xxx      xxx
51     Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya                                   xxx    xxx       xxx      xxx
52       JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL (47 s/d 51)                      xxx    xxx       xxx      xxx
53                SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (44+ 52)                              xxx    xxx       xxx      xxx
54
55   POS LUAR BIASA                                                                            xxx    xxx       xxx      xxx
56     Pendapatan Luar Biasa                                                                   xxx    xxx       xxx      xxx
57     Beban Luar Biasa                                                                        xxx    xxx       xxx      xxx
58       POS LUAR BIASA (56-57)                                                                xxx    xxx       xxx      xxx
59              SURPLUS/DEFISIT-LO (53 + 58)                                                   xxx    xxx       xxx      xxx
PRESIDEN
                                                              REPUBLIK INDONESIA



                                                                                     LAMPIRAN I
                                                                                     PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                                                     NOMOR 71 TAHUN 20102005
                                                                                     ILUSTRASI PSAP 12.C



                                           Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Kabupaten/Kota

                                                     PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                                                        LAPORAN OPERASIONAL
                                   UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
                                                                                                                    (Dalam rupiah)
                                                                                                                Kenaikan/
No                                         URAIAN                                                 20X1   20X0                   (%)
                                                                                                                Penurunan
      KEGIATAN OPERASIONAL
  1   PENDAPATAN
  2     PENDAPATAN ASLI DAERAH
  3       Pendapatan Pajak Daerah                                                                  xxx   xxx       xxx          xxx
  4       Pendapatan Retribusi Daerah                                                              xxx   xxx       xxx          xxx
  5       Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                             xxx   xxx       xxx          xxx
  6       Pendapatan Asli Daerah Lainnya                                                           xxx   xxx       xxx          xxx
  7         Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 )                                               xxx   xxx       xxx          xxx
  8
  9     PENDAPATAN TRANSFER
 10       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN
 11       Dana Bagi Hasil Pajak                                                                    xxx   xxx       xxx          xxx
 12       Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                                         xxx   xxx       xxx          xxx
 13       Dana Alokasi Umum                                                                        xxx   xxx       xxx          xxx
 14       Dana Alokasi Khusus                                                                      xxx   xxx       xxx          xxx
 15         Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14)                                xxx   xxx       xxx          xxx
 16
 17       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
 18       Dana Otonomi Khusus                                                                      xxx   xxx       xxx          xxx
 19       Dana Penyesuaian                                                                         xxx   xxx       xxx          xxx
 20         Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 )                                        xxx   xxx       xxx          xxx
 21
 22       TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
 23       Pendapatan Bagi Hasil Pajak                                                              xxx   xxx       xxx          xxx
 24       Pendapatan Bagi Hasil Lainnya                                                            xxx   xxx       xxx          xxx
 25         Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24)                             xxx   xxx       xxx          xxx
 26            Jumlah Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25)                                           xxx   xxx       xxx          xxx
 27
 28     LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
 29       Pendapatan Hibah                                                                         xxx   xxx       xxx          xxx
 30       Pendapatan Dana Darurat                                                                  xxx   xxx       xxx          xxx
 31       Pendapatan Lainnya                                                                       xxx   xxx       xxx          xxx
 32         Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (29 s/d 31)                                       xxx   xxx       xxx          xxx
 33            JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32)                                                     xxx   xxx       xxx          xxx
 34
 35   BEBAN
 36    Beban Pegawai                                                                               xxx   xxx       xxx          xxx
 37    Beban Persediaan                                                                            xxx   xxx       xxx          xxx
 38    Beban Jasa                                                                                  xxx   xxx       xxx          xxx
 39    Beban Pemeliharaan                                                                          xxx   xxx       xxx          xxx
 40    Beban Perjalanan Dinas                                                                      xxx   xxx       xxx          xxx
 41    Beban Bunga                                                                                 xxx   xxx       xxx          xxx
 42    Beban Subsidi                                                                               xxx   xxx       xxx          xxx
 43    Beban Hibah                                                                                 xxx   xxx       xxx          xxx
 44    Beban Bantuan Sosial                                                                        xxx   xxx       xxx          xxx
 45    Beban Penyusutan                                                                            xxx   xxx       xxx          xxx
 46    Beban Transfer                                                                              xxx   xxx       xxx          xxx
 47    Beban Lain-lain                                                                             xxx   xxx       xxx          xxx
 48            JUMLAH BEBAN (36 s/d 47)                                                            xxx   xxx       xxx          xxx
 49
 50             SURPLUS/DEFISIT DARI OPERASI (33-48)                                               xxx   xxx       xxx          xxx
 51
 52   SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL
 53    Surplus Penjualan Aset Nonlancar                                                            xxx   xxx       xxx          xxx
 54    Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang                                               xxx   xxx       xxx          xxx
 55    Defisit Penjualan Aset Nonlancar                                                            xxx   xxx       xxx          xxx
 56    Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang                                               xxx   xxx       xxx          xxx
 57    Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya                                       xxx   xxx       xxx          xxx
 58      JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(53 s/d 57)                           xxx   xxx       xxx          xxx
 59              SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (50 + 58)                                  xxx   xxx       xxx          xxx
 60
 61   POS LUAR BIASA                                                                               xxx   xxx       xxx          xxx
 62    Pendapatan Luar Biasa                                                                       xxx   xxx       xxx          xxx
 63    Beban Luar Biasa                                                                            xxx   xxx       xxx          xxx
 64      POS LUAR BIASA ( 62-63)                                                                   xxx   xxx       xxx          xxx
 65            SURPLUS/DEFISIT-LO ( 59 + 64)                                                       xxx   xxx       xxx          xxx
PRESIDEN
          REPUBLIK INDONESIA




          LAMPIRAN II
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
  BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL
PRESIDEN
                            REPUBLIK INDONESIA

                    DAFTAR ISI LAMPIRAN II
               STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
                 BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL

1.   LAMPIRAN II. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2.   LAMPIRAN II.02   PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
3.   LAMPIRAN II.03   PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN
4.   LAMPIRAN II.04   PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS
5.   LAMPIRAN II.05   PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
6.   LAMPIRAN II.06   PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN
7.   LAMPIRAN II.07   PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI
8.   LAMPIRAN II.08   PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP
9.   LAMPIRAN II.09   PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM
                      PENGERJAAN
10. LAMPIRAN II.10    PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN
11. LAMPIRAN II.11    PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN
                      KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN PERISTIWA LUAR BIASA
12. LAMPIRAN II.12    PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
PRESIDEN
          REPUBLIK INDONESIA




            LAMPIRAN II.01
            PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
            NOMOR 71 TAHUN 20102005
            TANGGAL 22 OKTOBER 2010




KERANGKA KONSEPTUAL
AKUNTANSI PEMERINTAHAN




                                  LAMPIRAN II.01 KK – (i)
PRESIDEN
                                       REPUBLIK INDONESIA


                                            DAFTAR ISI


                                                                                              Paragraf

PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5
   Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------------1-3
   Ruang Lingkup -----------------------------------------------------------------------------4-5

LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN -------------------------------------- 6-15
   Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan Kekuasaan -------------------8-9
   Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer
   Pendapatan antar Pemerintah ----------------------------------------------------------10
   Pengaruh Proses Politik ------------------------------------------------------------------11
   Hubungan antara Pembayaran Pajak dan Pelayanan Pemerintah ------------12
   Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, Target Fiskal, dan Alat
      Pengendalian ----------------------------------------------------------------------------13
   Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan Pendapatan -------------------14
   Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk Tujuan Pengendalian ---15

PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI -------------------------------------- 15-18
   Pengguna Laporan Keuangan ----------------------------------------------------------15
   Kebutuhan Informasi ----------------------------------------------------------------- 17-18

ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------------------- 19-20

PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------- 21-24
   Peranan Pelaporan Keuangan ----------------------------------------------------- 21-22
   Tujuan Pelaporan Keuangan ------------------------------------------------------- 23-24

KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN------------------------------------------------- 25-26

DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------27

ASUMSI DASAR ---------------------------------------------------------------------------- 28-31
   Kemandirian Entitas -----------------------------------------------------------------------29
   Kesinambungan Entitas ------------------------------------------------------------------30
   Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement) --------------------31

KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN ------------------------- 32-37
   Relevan ---------------------------------------------------------------------------------- 33-34
   Andal ------------------------------------------------------------------------------------------35
   Dapat Dibandingkan -----------------------------------------------------------------------36
   Dapat Dipahami ----------------------------------------------------------------------------37


                                                                            LAMPIRAN II.01 KK – (ii)
PRESIDEN
                                       REPUBLIK INDONESIA


PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------- 38-52
   Basis Akuntansi ------------------------------------------------------------------------ 39-42
   Nilai Historis (Historical Cost) ------------------------------------------------------ 43-44
   Realisasi (Realization) --------------------------------------------------------------- 45-46
   Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form) ---------------47
   Periodisitas (Periodicity) ------------------------------------------------------------------48
   Konsistensi (Consistency)----------------------------------------------------------------49
   Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) -------------------------------------------50
   Penyajian Wajar (Fair Presentation) ---------------------------------------------- 51-52

KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL ------------------------- 53-56
   Materialitas -----------------------------------------------------------------------------------54
   Pertimbangan Biaya dan Manfaat------------------------------------------------------55
   Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif -----------------------------------------56

UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 57-77
   Laporan Realisasi Anggaran ------------------------------------------------------- 57-58
   Neraca ----------------------------------------------------------------------------------- 59-72
       Aset --------------------------------------------------------------------------------- 61-67
       Kewajiban ------------------------------------------------------------------------ 68-71
       Ekuitas Dana --------------------------------------------------------------------------72
   Laporan Arus Kas --------------------------------------------------------------------- 73-74
   Catatan atas Laporan Keuangan -------------------------------------------------------75
   Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas -------------- 76-77

PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------ 78-89
   Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Masa Depan Terjadi -------------------81
   Keandalan Pengukuran -------------------------------------------------------------- 82-83
   Pengakuan Aset ----------------------------------------------------------------------- 84-85
   Pengakuan Kewajiban --------------------------------------------------------------- 86-87
   Pengakuan Pendapatan ------------------------------------------------------------------88
   Pengakuan Belanja ------------------------------------------------------------------------89

PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN --------------------------------- 90-91




                                                                            LAMPIRAN II.01 KK – (iii)
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

2    PENDAHULUAN

3    Tujuan
4             1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari
5    penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
6    Tujuannya adalah sebagai acuan bagi:
7    (a)   penyusun standar akuntansi pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya;
8    (b)   penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi
9          yang belum diatur dalam standar;
10   (c)   pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan
11         keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan; dan
12   (d)   para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang
13         disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar
14         Akuntansi Pemerintahan.
15            2. Kerangka konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal
16   terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam Standar Akuntansi
17   Pemerintahan.
18            3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan
19   standar akuntansi, maka ketentuan standar akuntansi diunggulkan relatif
20   terhadap kerangka konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian
21   diharapkan dapat diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi
22   di masa depan.


23   Ruang Lingkup
24             4.   Kerangka konseptual ini membahas:
25   (a)   tujuan kerangka konseptual;
26   (b)   lingkungan akuntansi pemerintah;
27   (c)   pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna;
28   (d)   entitas pelaporan;
29   (e)   peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum;




                                                             LAMPIRAN II.01 KK - 1
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    (f)   asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi
2          dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi;
3          dan
4    (g)   definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan
5          keuangan.
6             5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan
7    pemerintah pusat dan daerah.

8    LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN
 9             6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh
10   terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya.
11             7. Ciri-ciri  penting lingkungan   pemerintahan    yang   perlu
12   dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan
13   adalah sebagai berikut:
14   (a)   Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan:
15         (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;
16         (2) sistem pemerintahan      otonomi   dan   transfer   pendapatan   antar
17             pemerintah;
18         (3) adanya pengaruh proses politik;
19         (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah.
20   (b)   Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian:
21         (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan
22             sebagai alat pengendalian;
23         (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan;
24             dan
25         (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian.


26   Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan
27   Kekuasaan
28              8. Dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazas
29   demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat. Rakyat mendelegasikan kekuasaan
30   kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. Sejalan dengan pendelegasian
31   kekuasaan ini adalah pemisahan wewenang di antara eksekutif, legislatif, dan
32   yudikatif. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan



                                                              LAMPIRAN II.01 KK - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara penyelenggara
2    pemerintahan.
3                9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan pemerintahan,
4    pihak eksekutif menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada pihak
5    legislatif untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pihak
6    eksekutif melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan
7    perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pihak
8    eksekutif bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada
9    pihak legislatif dan rakyat.

10   Sistem       Pemerintahan             Otonomi          dan      Transfer
11   Pendapatan antar Pemerintah
12             10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam
13   sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah
14   propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas
15   cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit.
16   Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak
17   yang lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi
18   dana umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan.


19   Pengaruh Proses Politik
20             11. Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan
21   kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya
22   untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan
23   keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber
24   lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting
25   dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik
26   untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.

27   Hubungan            antara        Pembayaran              Pajak        dan
28   Pelayanan Pemerintah
29             12. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara
30   langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar
31   pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka
32   memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak
33   berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada
34   wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah


                                                           LAMPIRAN II.01 KK - 3
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan                dalam
2    mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut:
3    (a)   Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya
4          suka rela.
5    (b)   Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak
6          sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti
7          penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai
8          tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh.
 9   (c)   Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan
10         pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur
11         sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan
12         dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan
13         pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan
14         dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi
15         lebih mudah.
16   (d)   Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan
17         pemerintah adalah relatif sulit.


18   Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik,
19   Target Fiskal, dan Alat Pengendalian
20             13. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil
21   kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk
22   melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk
23   menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila
24   diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran
25   mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi
26   upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu
27   periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak
28   tertutup kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau
29   kurang dari setahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan
30   pemerintah mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan
31   keuangan, antara lain karena:
32   (a)   Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik.
33   (b)   Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan
34         antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan.
35   (c)   Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi
36         hukum.
37   (d)   Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah.


                                                              LAMPIRAN II.01 KK - 4
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    (e)   Hasil pelaksanaan anggaran      dituangkan dalam laporan keuangan
2          pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada
3          publik.


4    Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan
5    Pendapatan
 6             14. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset
 7   yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti
 8   gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian
 9   besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program
10   pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan
11   manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi
12   pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian
13   besar aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi
14   pemerintah, bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di
15   masa mendatang.

16   Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk
17   Tujuan Pengendalian
18             15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi
19   dan pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang
20   memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing
21   merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara
22   belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat
23   diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain
24   kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam
25   pengembangan pelaporan keuangan pemerintah.


26   PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI

27   Pengguna Laporan Keuangan
28            16. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan
29   pemerintah, namun tidak terbatas pada:
30   (a)   masyarakat;


                                                          LAMPIRAN II.01 KK - 5
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    (b)   para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
2    (c)   pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan
3          pinjaman; dan
4    (d)   pemerintah.

5    Kebutuhan Informasi
 6            17. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum
 7   untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan
 8   demikian laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi
 9   kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian,
10   berhubung pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka
11   ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para
12   pembayar pajak perlu mendapat perhatian.
13              18. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum
14   di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang
15   disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian
16   dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk
17   dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang
18   diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang
19   dinyatakan lebih lanjut.



20   ENTITAS PELAPORAN
21             19. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu
22   atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-
23   undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
24   keuangan, yang terdiri dari:
25   (a)   Pemerintah pusat;
26   (b)   Pemerintah daerah;
27   (c)   Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi
28         lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi
29         dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
30              20. Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat
31   pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap
32   aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan
33   wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya.




                                                              LAMPIRAN II.01 KK - 6
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    PERANAN                 DAN           TUJUAN               PELAPORAN
2    KEUANGAN

3    Peranan Pelaporan Keuangan
 4             21. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang
 5   relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
 6   suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan
 7   terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja,
 8   transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai
 9   kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan,
10   dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan                perundang-
11   undangan.
12             22. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan
13   upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
14   kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk
15   kepentingan:
16   (a)   Akuntabilitas
17         Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
18         kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai
19         tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
20   (b)   Manajemen
21         Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan
22         suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan
23         fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset,
24         kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
25   (c)   Transparansi
26         Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada
27         masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
28         untuk    mengetahui   secara    terbuka  dan    menyeluruh    atas
29         pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang
30         dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-
31         undangan.
32   (d)   Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity)
33         Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan
34         pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran




                                                              LAMPIRAN II.01 KK - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1          yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan
2          akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.


3    Tujuan Pelaporan Keuangan
4              23. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan
5    informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan
6    membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:
7    (a)   Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan
8          untuk membiayai seluruh pengeluaran.
 9   (b)   Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber
10         daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan
11         peraturan perundang-undangan.
12   (c)   Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
13         digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
14         dicapai.
15   (d)   Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai
16         seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.
17   (e)   Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
18         pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka
19         pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan
20         pajak dan pinjaman.
21   (f)   Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas
22         pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat
23         kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.
24            24. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan
25   menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan,
26   pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas
27   pelaporan.


28   KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
29             25. Laporan keuangan pokok terdiri dari:
30   (a)   Laporan Realisasi Anggaran;
31   (b)   Neraca;
32   (c)   Laporan Arus Kas;
33   (d)   Catatan atas Laporan Keuangan.



                                                            LAMPIRAN II.01 KK - 8
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1              26. Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 25,
2    entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan
3    Laporan Perubahan Ekuitas.


4    DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN
5             27. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan
6    peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara
7    lain:
8    (a)   Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, khususnya bagian yang
9          mengatur keuangan negara;
10   (b)   Undang-undang di bidang keuangan negara;
11   (c)   Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
12   (d)   Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah
13         daerah, khususnya yang mengatur keuangan daerah;
14   (e)   Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan
15         keuangan pusat dan daerah;
16   (f)   Ketentuan   perundang-undangan    tentang     pelaksanaan    Anggaran
17         Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan
18   (g)   Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan
19         pusat dan daerah.

20   ASUMSI DASAR
21             28. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan
22   pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu
23   dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
24   (a)   Asumsi kemandirian entitas;
25   (b)   Asumsi kesinambungan entitas; dan
26   (c)   Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).

27   Kemandirian Entitas
28             29. Asumsi kemandirian entitas, baik entitas pelaporan maupun
29   akuntansi, berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang
30   mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga
31   tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan
32   keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya


                                                           LAMPIRAN II.01 KK - 9
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan
2    tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan
3    sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya,
4    termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud,
5    utang-piutang yang terjadi akibat putusan entitas, serta terlaksana tidaknya
6    program yang telah ditetapkan.


7    Kesinambungan Entitas
 8            30. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas
 9   pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah
10   diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam
11   jangka pendek.


12   Keterukuran             dalam       Satuan        Uang        (Monetary
13   Measurement)
14             31. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap
15   kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan
16   agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.


17   KARAKTERISTIK                     KUALITATIF                 LAPORAN
18   KEUANGAN
19              32. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran
20   normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat
21   memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat
22   normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi
23   kualitas yang dikehendaki:
24   (a)   Relevan;
25   (b)   Andal;
26   (c)   Dapat dibandingkan; dan
27   (d)   Dapat dipahami.




                                                           LAMPIRAN II.01 KK - 10
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    Relevan
2              33. Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
3    termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan
4    membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan
5    memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
6    mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang
7    relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya.
8              34. Informasi yang relevan :
9    (a)   Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
10         Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi
11         ekspektasi mereka di masa lalu.
12   (b)   Memiliki manfaat prediktif (predictive value)
13         Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan
14         datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
15   (c)   Tepat waktu
16         Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna
17         dalam pengambilan keputusan.
18   (d)   Lengkap
19         Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin,
20         yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi
21         pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir
22         informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan       diungkapkan
23         dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat
24         dicegah.


25   Andal
26              35. Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
27   menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta
28   dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau
29   penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut
30   secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal           memenuhi
31   karakteristik:
32   (a)   Penyajian Jujur
33         Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya
34         yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk
35         disajikan.



                                                            LAMPIRAN II.01 KK - 11
PRESIDEN
                                    REPUBLIK INDONESIA

1    (b)   Dapat Diverifikasi (verifiability)
2          Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila
3          pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya
4          tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.
5    (c)   Netralitas
6          Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada
7          kebutuhan pihak tertentu.


8    Dapat Dibandingkan
 9             36. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih
10   berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya
11   atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan
12   dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal
13   dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama
14   dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas
15   yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila
16   entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik
17   daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut
18   diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.


19   Dapat Dipahami
20             37. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan         dapat
21   dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang
22   disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna
23   diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan
24   operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari
25   informasi yang dimaksud.


26   PRINSIP              AKUNTANSI                DAN         PELAPORAN
27   KEUANGAN
28            38. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai
29   ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam penyusunan
30   standar akuntansi, oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan
31   dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam




                                                            LAMPIRAN II.01 KK - 12
PRESIDEN
                                     REPUBLIK INDONESIA

1    memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip
2    yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah:
3    (a)   Basis akuntansi;
4    (b)   Prinsip nilai historis;
5    (c)   Prinsip realisasi;
6    (d)   Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;
7    (e)   Prinsip periodisitas;
8    (f)   Prinsip konsistensi;
9    (g)   Prinsip pengungkapan lengkap; dan
10   (h)   Prinsip penyajian wajar.


11   Basis Akuntansi
12            39. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
13   pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan
14   pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk
15   pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca.
16             40. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa
17   pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum
18   Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas
19   dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/ Daerah atau entitas pelaporan.
20   Entitas pelaporan tidak menggunakan istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan
21   anggaran baik lebih ataupun kurang untuk setiap periode tergantung pada selisih
22   realisasi penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai
23   seperti bantuan pihak luar asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada
24   Laporan Realisasi Anggaran.
25             41. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan
26   ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat
27   kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa
28   memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
29            42. Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan
30   sebagaimana dimaksud pada paragraf 26 menyelenggarakan akuntansi dan
31   penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual,
32   baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun dalam
33   pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun demikian, penyajian
34   Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas.




                                                            LAMPIRAN II.01 KK - 13
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    Nilai Historis (Historical Cost)
2              43. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar
3    atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset
4    tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara
5    kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang
6    akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.
7               44. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain
8    karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai
9    historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait.


10   Realisasi (Realization)
11              45. Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah
12   diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan
13   digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut.
14           46. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against
15   revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan
16   sebagaimana dipraktikkan dalam akuntansi komersial.

17   Substansi              Mengungguli                 Bentuk             Formal
18   (Substance Over Form)
19              47. Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi
20   serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain
21   tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas
22   ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi
23   atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka
24   hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan
25   Keuangan.


26   Periodisitas (Periodicity)
27             48. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan
28   perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat
29   diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama
30   yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan
31   semesteran juga dianjurkan.




                                                              LAMPIRAN II.01 KK - 14
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    Konsistensi (Consistency)
2               49. Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang
3    serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi
4    internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu
5    metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai
6    dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan            mampu
7    memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas
8    perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
9    Keuangan.


10   Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure)
11             50. Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang
12   dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
13   keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan
14   atau Catatan atas Laporan Keuangan.


15   Penyajian Wajar (Fair Presentation)
16            51. Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi
17   Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
18             52. Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan
19   diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu.
20   Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta
21   tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan
22   laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada
23   saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau
24   pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu
25   rendah. Namun demikian,           penggunaan pertimbangan sehat tidak
26   memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja
27   menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja
28   mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan
29   keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.




                                                             LAMPIRAN II.01 KK - 15
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN
2    ANDAL
3              53. Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap
4    keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam
5    mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal
6    akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal
7    yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan
8    pemerintah, yaitu:
9    (a) Materialitas;
10   (b) Pertimbangan biaya dan manfaat;
11   (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif.


12   Materialitas
13              54. Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan
14   pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria
15   materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk
16   mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat
17   mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan
18   keuangan.

19   Pertimbangan Biaya dan Manfaat
20             55. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya
21   penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya
22   menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya
23   penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan
24   proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh
25   pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati
26   oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya
27   penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya
28   yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan.


29   Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif
30           56. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk
31   mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif



                                                             LAMPIRAN II.01 KK - 16
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif
2    antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan
3    keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif
4    tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional.


5    UNSUR LAPORAN KEUANGAN

6    Laporan Realisasi Anggaran
 7              57. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi,
 8   dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah
 9   pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan
10   realisasinya dalam satu periode pelaporan.
11            58. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi
12   Anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-
13   masing unsur didefinisikan sebagai berikut :
14   (a)   Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum
15         Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya
16         yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
17         bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
18         kembali oleh pemerintah.
19   (b)   Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai
20         penambah nilai kekayaan bersih.
21   (c)   Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum
22         Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar
23         dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
24         pembayarannya kembali oleh pemerintah.
25   (d)   Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai
26         pengurang nilai kekayaan bersih.
27   (e)   Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
28         dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
29         bagi hasil.
30   (f)   Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
31         kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
32         anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
33         dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
34         defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.




                                                            LAMPIRAN II.01 KK - 17
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    (g)   Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil
2          divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk
3          pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas
4          lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

5    N er aca
6            59. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
7    mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
8              60. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan
9    ekuitas dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut :
10   (a)   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
11         pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
12         ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
13         oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
14         uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
15         penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
16         dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
17   (b)   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
18         penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
19         pemerintah.
20   (c)   Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
21         antara aset dan kewajiban pemerintah.

22   Aset
23             61. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah
24   potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun
25   tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan
26   atau penghematan belanja bagi pemerintah.
27              62. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu
28   aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat
29   direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas)
30   bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria
31   tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.
32             63. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
33   piutang, dan persediaan.
34              64. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan
35   aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk
36   kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar
37   diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan,
38   dan aset lainnya.



                                                             LAMPIRAN II.01 KK - 18
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1              65. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan
2    dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam
3    jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi
4    investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain
5    investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek
6    pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara
7    lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya.
 8            66. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
 9   bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam
10   pengerjaan.
11             67. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya.
12   Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama
13   (kemitraan).


14   Kewajiban
15            68. Karakterisitik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah
16   mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan
17   pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
18              69. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan
19   tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks
20   pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber
21   pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah
22   lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena
23   perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi
24   jasa lainnya.
25           70. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
26   konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.
27             71. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan
28   kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok
29   kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah
30   tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang
31   penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.

32   Ekuitas Dana
33             72. Ekuitas Dana dapat dikelompokkan sebagai berikut:
34   (a)   Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban
35         jangka pendek.
36   (b)   Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam
37         dalam aset nonlancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban
38         jangka panjang.


                                                             LAMPIRAN II.01 KK - 19
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    (c)   Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang
2          dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai
3          peraturan perundang-undangan.


4    Laporan Arus Kas
5               73. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan
6    aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi
7    non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan
8    saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu.
 9            74. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari
10   penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai
11   berikut:
12   (a)   Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara
13         Umum Negara/Daerah.
14   (b)   Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
15         Umum Negara/Daerah.


16   Catatan atas Laporan Keuangan
17             75. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau
18   rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
19   Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi
20   tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan
21   informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam
22   Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan
23   untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas
24   Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
25   (a)   Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
26         pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala
27         dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
28   (b)   Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
29   (c)   Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
30         kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
31         transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
32   (d)   Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh   Standar Akuntansi
33         Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka (on the face)
34         laporan keuangan;




                                                             LAMPIRAN II.01 KK - 20
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    (e)   Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul
2          sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja
3          dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; dan
4    (f)   Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang
5          wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka (on the face) laporan
6          keuangan.


7    Laporan           Kinerja         Keuangan            dan        Laporan
8    Perubahan Ekuitas
 9               76. Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan realisasi pendapatan
10   dan belanja yang disusun berdasarkan basis akrual. Dalam laporan dimaksud,
11   perlu disajikan informasi mengenai pendapatan operasional, belanja berdasarkan
12   klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan surplus atau defisit.
13             77. Laporan lainnya yang diperkenankan adalah Laporan Perubahan
14   Ekuitas, yakni laporan yang menunjukkan kenaikan atau penurunan ekuitas
15   tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.


16   PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN
17             78. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan
18   terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan
19   akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset,
20   kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, dan pembiayaan, sebagaimana
21   akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan.
22   Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan
23   keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait.
24             79. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau
25   peristiwa untuk diakui yaitu:
26   (a)   terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan
27         kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke
28         dalam entitas pelaporan yang bersangkutan;
29   (b)   kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat
30         diukur atau dapat diestimasi dengan andal.
31              80. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi
32   kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas.




                                                           LAMPIRAN II.01 KK - 21
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    Kemungkinan             Besar        Manfaat        Ekonomi          Ma s a
2    Depan Terjadi
 3            81. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan
 4   besar manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat
 5   kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan
 6   pos atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas
 7   pelaporan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan
 8   operasional pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus
 9   manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh
10   pada saat penyusunan laporan keuangan.


11   Keandalan Pengukuran
12             82. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang
13   akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun
14   ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila
15   pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan,
16   maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas
17   Laporan Keuangan.
18              83. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi
19   apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi
20   peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang.


21   Pengakuan Aset
22             84. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
23   diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
24   dengan andal.
25              85. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain
26   bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi,
27   pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain,
28   serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan
29   setiap unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak
30   atau instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah
31   untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih
32   rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai
33   penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika




                                                           LAMPIRAN II.01 KK - 22
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin
2    diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan.


3    Pengakuan Kewajiban
4             86. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
5    sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan
6    kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut
7    mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
8             87. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada
9    saat kewajiban timbul.


10   Pengakuan Pendapatan
11            88. Pendapatan menurut basis kas diakui pada saat diterima di
12   Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan. Pendapatan
13   menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut.


14   Pengakuan Belanja
15             89. Belanja menurut basis kas diakui pada saat terjadinya
16   pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan.
17   Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada
18   saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang
19   mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja menurut basis akrual diakui pada
20   saat timbulnya kewajiban atau pada saat diperoleh manfaat.


21   PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN
22            90. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui
23   dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos
24   dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat
25   sebesar pengeluaran kas dan setara kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan
26   yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat sebesar nilai
27   nominal.
28             91. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang
29   rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing     dikonversi terlebih
30   dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.



                                                           LAMPIRAN II.01 KK - 23
PRESIDEN
              REPUBLIK INDONESIA

           LAMPIRAN II.02
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 01




PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN




                                   LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (i)
PRESIDEN
                                   REPUBLIK INDONESIA

                                        DAFTAR ISI

                                                                                        Paragraf

PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------            1-7
       Tujuan --------------------------------------------------------------------------      1
       Ruang Lingkup ---------------------------------------------------------------        2-4
       Basis Akuntansi --------------------------------------------------------------       5-7
DEFINISI------------------------------------------------------------------------------        8
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ----------------------------------------------                     9-12
TANGGUNGJAWAB PELAPORAN KEUANGAN --------------------------                                  13
KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ----------------------                                 14-21
STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------- 22-108
       Pendahuluan ------------------------------------------------------------------     22-23
          Identifikasi Laporan Keuangan ---------------------------------------           24-28
          Periode Pelaporan-------------------------------------------------------        29-30
          Tepat Waktu --------------------------------------------------------------         31
       Laporan Realisasi Anggaran ----------------------------------------------          32-37
       Neraca --------------------------------------------------------------------------  38-81
          Neraca ----------------------------------------------------------------------      38
          Klasifikasi ------------------------------------------------------------------  39-47
          Aset Lancar ---------------------------------------------------------------     48-49
          Aset Nonlancar -----------------------------------------------------------      50-60
          Pengakuan Aset ---------------------------------------------------------        61-62
          Pengukuran Aset --------------------------------------------------------        63-68
          Kewajiban Jangka Pendek --------------------------------------------            69-71
          Kewajiban Jangka Panjang -------------------------------------------            72-74
          Pengakuan Kewajiban --------------------------------------------------          75-76
          Pengukuran Kewajiban-------------------------------------------------              77
          Ekuitas Dana -------------------------------------------------------------      78-81
      Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam
         Catatan atas Laporan Keuangan -------------------------------------              82-84
       Laporan Arus Kas -----------------------------------------------------------       85-87
       Laporan Kinerja Keuangan ------------------------------------------------          88-94
       Laporan Perubahan Ekuitas-----------------------------------------------           95-96
       Catatan atas Laporan Keuangan --------------------------------------- 97-106
          Struktur --------------------------------------------------------------------- 97-100
          Penyajian Kebijakan-Kebijakan Akuntansi ------------------------ 101-105
          Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya ---------------------------                     106
TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------             107
Lampiran:
Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat
Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.B : Contoh                    Format        Neraca      Pemerintah
                                                 Provinsi/Kabupaten/Kota


                                                             LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (ii)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
 2   PERNYATAAN NO. 01
 3   PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
 4   Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
 5   paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
 6   penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
 7   Akuntansi Pemerintahan.

 8   PENDAHULUAN

 9   Tujuan
10              1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan
11   keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam
12   rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap
13   anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan
14   umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
15   bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut,
16   standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan
17   keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi
18   laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis kas
19   untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis
20   akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Pengakuan,
21   pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-
22   peristiwa yang lain, diatur dalam standar akuntansi pemerintahan lainnya.


23   Ruang Lingkup
24              2. Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan
25   disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja,
26   transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos
27   aset, kewajiban, dan ekuitas dana.’
28              3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang
29   dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan
30   pengguna adalah masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa/pengawas, fihak
31   yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman,
32   serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan
33   terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen
34   publik lainnya seperti laporan tahunan


                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1            4.  Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan
 2   dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat,
 3   pemerintah daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk
 4   perusahaan negara/daerah.


 5   Basis Akuntansi
 6             5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan
 7   pemerintah yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer,
 8   dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan
 9   ekuitas dana.
10             6. Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan
11   akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya
12   basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan
13   pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana.
14             7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan
15   menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual tetap
16   menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas.

17   DEFINISI
18             8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
19                 Standar dengan pengertian:
20   Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
21   pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer,              dan
22   pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut
23   klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
24   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
25   keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
26   Perwakilan Rakyat Daerah.
27   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
28   keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
29   Perwakilan Rakyat.
30   Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
31   mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
32   melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
33   Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada
34   Bendahara Umum Negara/Daerah.
35   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
36   pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
37   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
38   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan


                                                    LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
 2   penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
 3   dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
 4   Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan
 5   tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam
 6   menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya
 7   termasuk hak atas kekayaan intelektual.
 8   Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
 9   12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau
10   dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
11   Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi
12   dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
13   memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
14   Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
15   peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
16   Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
17   Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
18   anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
19   oleh pemerintah.
20   Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
21   yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu
22   tahun anggaran.
23   Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
24   antara aset dan kewajiban pemerintah.
25   Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna
26   barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan
27   menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
28   Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
29   entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
30   wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
31   keuangan.
32   Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
33   ekonomik seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga
34   dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
35   kepada masyarakat
36   Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
37   digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
38   Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
39   Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan
40   pengeluaran pemerintah daerah.




                                                     LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 3
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
 2   Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung
 3   seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat.
 4   Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-
 5   konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu
 6   entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
 7   Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai
 8   komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama
 9   dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki.
10   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
11   penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
12   pemerintah
13   Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang
14   merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan
15   sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.
16   Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di
17   antara dua laporan keuangan tahunan.
18   Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.
19   Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam
20   menyajikan laporan keuangan.
21   Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji
22   suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna
23   yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada
24   hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari
25   keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi.
26   Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak
27   yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
28   Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan
29   anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
30   instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum
31   Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
32   otorisasi tersebut.
33   Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
34   kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
35   anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
36   dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
37   defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
38   Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah
39   yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
40   bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
41   kembali oleh pemerintah.




                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 4
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan
2    kapasitas dan manfaat dari suatu aset.
3    Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan
4    yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah,
5    dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan
6    dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
7    Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima
8    pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan
9    perundang-undangan.
10   Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
11   negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
12   Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
13   seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
14   Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
15   daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
16   seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
17   pada bank yang ditetapkan.
18   Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing
19   ke rupiah pada kurs yang berbeda.
20   Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap
21   dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang
22   signifikan.
23   Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih
24   lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD
25   selama satu periode pelaporan.
26   Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja
27   selama satu periode pelaporan.
28   Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode
29   pelaporan.
30   Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
31   dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
32   bagi hasil.
33   Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan
34   pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-
35   undangan.

36   TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
37            9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai
38   posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
39   pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi
40   mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan


                                                     LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat
 2   dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik,
 3   tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang
 4   berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas
 5   entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:
 6   a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban,
 7       dan ekuitas dana pemerintah;
 8   b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
 9       kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
10   c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber
11       daya ekonomi;
12   d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
13   e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
14       aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
15   f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
16       penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
17   g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan
18       entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
19               10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan
20   prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi
21   besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan,
22   sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan
23   ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi
24   pengguna mengenai:
25   a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan
26       anggaran; dan
27   b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
28       ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
29               11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan
30   menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal:
31       a. aset;
32       b. kewajiban;
33       c. ekuitas dana;
34       d. pendapatan;
35       e. belanja;
36       f. transfer;
37       g. pembiayaan; dan
38       h. arus kas.
39               12. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk
40   memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat



                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 6
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan
 2   nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk
 3   memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas
 4   pelaporan selama satu periode.

5    TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN
6             13. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan
7    berada pada pimpinan entitas.

8    KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
 9             14. Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan
10                keuangan pokok adalah:
11   a) Laporan Realisasi Anggaran;
12   b) Neraca;
13   c) Laporan Arus Kas; dan
14   d) Catatan atas Laporan Keuangan.
15             15. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan
16   oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya
17   disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
18             16. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang
19   ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau sebagai kuasa
20   bendaharawan umum negara/daerah.
21             17. Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya
22   ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus
23   sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan
24   pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan
25   dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang.
26             18. Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam
27   bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan
28   informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan
29   sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran
30   memuat anggaran dan realisasi.
31             19. Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan untuk
32   membantu para pengguna dalam memperkirakan kinerja keuangan entitas dan
33   pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan
34   mengenai alokasi sumber daya ekonomi. Informasi tambahan ini termasuk
35   rincian mengenai output entitas dan outcomes dalam bentuk indikator kinerja
36   keuangan, laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain
37   mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan.




                                                     LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1             20. Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas
 2   pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis akrual
 3   dan Laporan Perubahan Ekuitas.
 4             21. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan
 5   terhadap anggaran.

 6   STRUKTUR DAN ISI
 7   Pendahuluan
 8             22. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan
 9   tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan
10   pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau
11   dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format sebagai
12   lampiran standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai
13   dengan situasi masing-masing.
14             23. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan
15   dalam arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap
16   lembar muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
17   Pengungkapan      yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi
18   Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut.
19   Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian
20   dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan
21   atas Laporan Keuangan.

22   Identifikasi Laporan Keuangan
23              24. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas
24   dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama.
25              25. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku
26   untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan
27   dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu,
28   penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan
29   menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan
30   merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini.
31              26. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara
32   jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan
33   diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh
34   pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan:
35   a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;
36   b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian
37       dari beberapa entitas pelaporan;
38   c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang
39       sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan;



                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 8
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

 1   d) mata uang pelaporan; dan
 2   e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada
 3       laporan keuangan.
 4             27. Persyaratan dalam paragraf 26 dapat dipenuhi dengan penyajian
 5   judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan.
 6   Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran
 7   halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah
 8   pengguna dalam memahami laporan keuangan.
 9             28. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana
10   informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat
11   diterima sepanjang tingkat ketepatan           dalam penyajian angka-angka
12   diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang.

13   Periode Pelaporan
14             29. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali
15   dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas
16   berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode
17   yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan
18   mengungkapkan informasi berikut:
19   a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun,
20   b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti
21      arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
22             30. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah
23   tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun
24   anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting
25   agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode
26   sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh
27   selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual,
28   suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi
29   yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan
30   keuangan konsolidasian.
31

32   Tepat Waktu
33             31. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak
34   tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan.
35   Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan
36   bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat
37   waktu. Batas waktu penyampaian laporan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
38   setelah berakhirnya tahun anggaran.




                                                        LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 9
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   Laporan Realisasi Anggaran
 2              32. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan
 3   keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
 4   APBN/APBD.
 5              33. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi
 6   dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah
 7   pusat/daerah dalam satu periode pelaporan
 8              34. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya
 9   unsur-unsur sebagai berikut:
10   a) pendapatan;
11   b) belanja;
12   c) transfer;
13   d) surplus/defisit;
14   e) pembiayaan;
15   f)    sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
16              35. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan
17   antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan.
18              36. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan
19   atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang
20   mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter,
21   sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan
22   realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang
23   dianggap perlu untuk dijelaskan.
24              37. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian
25   Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait.

26   Neraca
27           38. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan
28   mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
29   Klasifikasi
30            39. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam
31   aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi
32   kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
33            40. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan
34   kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima
35   atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
36   dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam
37   waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
38            41. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang
39   yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya



                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 10
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk
 2   memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam
 3   periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka
 4   panjang.
 5               42. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban
 6   keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas
 7   pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan
 8   kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui
 9   apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban
10   diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
11               43. Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut:
12   a) kas dan setara kas;
13   b) investasi jangka pendek;
14   c) piutang pajak dan bukan pajak;
15   d) persediaan;
16   e) investasi jangka panjang;
17   f) aset tetap;
18   g) kewajiban jangka pendek;
19   h) kewajiban jangka panjang;
20   i) ekuitas dana.
21               44. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 43 disajikan
22   dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika
23   penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan
24   suatu entitas pelaporan.
25               45. Contoh format Neraca disajikan dalam Lampiran III.A dan III.B
26   Standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi dan bukan merupakan bagian
27   dari standar. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan standar
28   untuk membantu dalam pelaporan keuangan.
29               46. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah
30   didasarkan pada faktor-faktor berikut ini:
31   a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;
32   b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan;
33   c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.
34               47. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-
35   kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh,
36   sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok
37   lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan.
38   Aset Lancar
39            48. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika:




                                                     LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 11
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

 1   a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
 2       dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau
 3   b) berupa kas dan setara kas.
 4   Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan
 5   sebagai aset nonlancar.
 6              49. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
 7   piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito
 8   berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan, surat berharga yang mudah
 9   diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda,
10   penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan
11   diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan           setelah tanggal pelaporan.
12   Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
13   digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis
14   pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti
15   komponen bekas.
16   Aset Nonlancar
17            50. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang
18   dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak
19   langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat
20   umum.
21            51. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka
22   panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah
23   pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca.
24            52. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan
25   untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka
26   panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen.
27           53. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
28   dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
29           54. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
30   dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan.
31              55. Investasi nonpermanen terdiri dari:
32   a)   Pembelian Surat Utang Negara;
33   b)   Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
34        kepada fihak ketiga; dan
35   c)   Investasi nonpermanen lainnya
36              56. Investasi permanen terdiri dari:
37   a)   Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan
38        daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan
39        internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
40   b)   Investasi permanen lainnya.



                                                       LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 12
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA

 1            57. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa
 2   manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan
 3   pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
 4            58. Aset tetap terdiri dari:
 5   a) Tanah;
 6   b) Peralatan dan mesin;
 7   c) Gedung dan bangunan;
 8   d) Jalan, irigasi, dan jaringan;
 9   e) Aset tetap lainnya; dan
10   f) Konstruksi dalam pengerjaan.

11            59. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk
12   menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak
13   dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut
14   tujuan pembentukannya.

15           60. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya.
16   Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan
17   angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan aset
18   kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan).


19   Pengakuan Aset
20            61. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
21   diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat
22   diukur dengan andal.
23            62. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau
24   kepenguasaannya berpindah.
25   Pengukuran Aset
26            63. Pengukuran aset adalah sebagai berikut:
27   a) Kas dicatat sebesar nilai nominal;
28   b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan;
29   c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal;
30   d) Persediaan dicatat sebesar:
31       (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
32       (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
33       (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti
34            donasi/rampasan.
35            64. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan
36   termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh
37   kepemilikan yang sah atas investasi tersebut;


                                                   LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 13
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1               65. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian
 2   aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
 3   maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
 4               66. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
 5   tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
 6               67. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
 7   meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
 8   langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga
 9   listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
10   pembangunan aset tetap tersebut.
11               68. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan
12   dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing
13   menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.

14   Kewajiban Jangka Pendek
15             69. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
16   pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
17   tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai
18   kewajiban jangka panjang.
19             70. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
20   sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang
21   transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang
22   akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
23             71. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh
24   tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya
25   bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak
26   ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.

27   Kewajiban Jangka Panjang
28             72. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban
29   jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk
30   diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
31   jika:
32   a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
33       bulan;
34   b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut
35       atas dasar jangka panjang; dan
36   c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan
37       kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap
38       pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
39   Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek
40   sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang



                                                     LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 14
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
 2   Keuangan.
 3              73. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
 4   berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
 5   digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan
 6   tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
 7   dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang
 8   dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di
 9   mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam
10   kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini
11   tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan
12   sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan
13   kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi
14   kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
15              74. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
16   (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban
17   jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait
18   dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian,
19   kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
20   a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
21         konsekuensi adanya pelanggaran, dan
22   b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas)
23         bulan setelah tanggal pelaporan.

24   Pengakuan Kewajiban
25            75. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
26   sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk
27   menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas
28   kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur
29   dengan andal.
30            76. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau
31   pada saat kewajiban timbul.

32   Pengukuran Kewajiban
33            77. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam
34   mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.
35   Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada
36   tanggal neraca.

37   Ekuitas Dana
38           78. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan secara terpisah
39   dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan:



                                                     LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 15
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   a)   Ekuitas Dana Lancar, termasuk sisa lebih pembiayaan anggaran /saldo
 2        anggaran lebih;
 3   b) Ekuitas Dana Investasi;
 4   c) Ekuitas Dana Cadangan.
 5            79. Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan
 6   kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar antara lain sisa lebih pembiayaan
 7   anggaran, cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus
 8   disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek.
 9            80. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang
10   tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi
11   dengan kewajiban jangka panjang.
12            81. Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang
13   dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
14   undangan.

15   Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas
16   Laporan Keuangan
17             82. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca
18   maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos
19   yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi
20   entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut,
21   bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya.
22             83. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di
23   Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar
24   Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor-
25   faktor yang disebutkan dalam paragraf 84 dapat digunakan dalam menentukan
26   dasar bagi subklasifikasi.
27             84. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya:
28   (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak
29        terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut
30        sumbernya;
31   (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur
32        akuntansi untuk persediaan;
33   (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar
34        yang mengatur tentang aset tetap;
35   (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya;
36   (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya;
37   (f) komponen ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar,
38        ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan;




                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 16
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    (g)   pengungkapan       kepentingan     pemerintah   dalam     perusahaan
2          negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat
3          pengendalian dan metode penilaian.

 4   Laporan Arus Kas
 5             85. Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber,
 6   penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi,
 7   dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
 8             86. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
 9   aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan
10   nonanggaran.
11             87. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang
12   berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
13   Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas.

14   Laporan Kinerja Keuangan
15              88. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan laporan berbasis
16   akrual sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka laporan keuangan
17   pokok dilengkapi dengan Laporan Kinerja Keuangan. Laporan Kinerja
18   Keuangan sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos sebagai berikut:
19   a) Pendapatan dari kegiatan operasional;
20   b) Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi;
21   c) Surplus atau defisit.
22   Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam Laporan Kinerja
23   Keuangan jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk
24   menyajikan dengan wajar kinerja keuangan suatu entitas pelaporan.
25              89. Dalam hubungannya dengan Laporan Kinerja Keuangan, kegiatan
26   operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi
27   atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
28              90. Penambahan pos-pos pada Laporan Kinerja Keuangan dan
29   deskripsi yang digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila
30   diperlukan untuk menjelaskan kinerja. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
31   meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan dan beban.
32              91. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut suatu
33   klasifikasi beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi
34   (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban
35   transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan
36   pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk
37   diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi
38   beban operasional pada berbagai fungsi.




                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 17
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1               92. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut
 2   klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang
 3   dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan
 4   bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau
 5   dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer
 6   dan atas dasar pertimbangan tertentu.
 7               93. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut
 8   klasifikasi fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut
 9   klasifikasi ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan
10   tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman.
11              94. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi
12   tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat
13   organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin,
14   baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas pelaporan
15   bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang
16   berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini memperbolehkan
17   entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan
18   unsur kinerja secara layak.

19   Laporan Perubahan Ekuitas
20            95. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Perubahan
21   Ekuitas sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka menyajikan
22   sekurang-kurangnya pos-pos:
23   a) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran;
24   b) Setiap pos pendapatan dan belanja beserta totalnya seperti
25       diisyaratkan dalam standar-standar lainnya, yang diakui secara
26       langsung dalam ekuitas;
27   c) Efek kumulatif atas perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi
28       kesalahan yang mendasar diatur dalam suatu standar terpisah.
29            96. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan dalam
30   lembar muka laporan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan :
31   a) Saldo ekuitas pada awal periode dan pada tanggal pelaporan, serta
32      perubahannya selama periode berjalan.
33   b) Apabila komponen ekuitas diungkapkan secara terpisah, rekonsiliasi
34      antara nilai tiap komponen ekuitas dana pada awal dan akhir periode
35      mengungkapkan masing-masing perubahannya secara terpisah.

36   Catatan atas Laporan Keuangan
37   Struktur
38          97. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan
39   membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas


                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 18
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   Laporan Keuangan sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai
 2   berikut:
 3   a) informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro,
 4       pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala
 5       dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
 6   b) ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
 7   c) informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-
 8       kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
 9       transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
10   d) pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
11       Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
12       laporan keuangan;
13   e) pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang
14       timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan
15       dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
16   f)   informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar,
17       yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
18   g) daftar dan skedul.
19             98. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis.
20   Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus
21   Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam
22   Catatan atas Laporan Keuangan.
23            99. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau
24   daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam
25   Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk
26   pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi
27   yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan
28   serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk
29   penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi
30   dan komitmen-komitmen lainnya.
31             100. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah
32   susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
33   Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan
34   dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga.


35   Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi
36           101. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan
37   Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
38   (a) basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
39       keuangan;



                                                     LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 19
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
 2         dengan ketentuan-ketentuan masa transisi              Standar Akuntansi
 3         Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan
 4   (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
 5         laporan keuangan.
 6               102. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis
 7   pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan
 8   keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam
 9   penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup
10   memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan
11   basis pengukuran tersebut.
12               103. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu
13   diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan
14   tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang
15   tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu
16   dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal
17   sebagai berikut:
18   (a) Pengakuan pendapatan;
19   (b) Pengakuan belanja;
20   (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
21   (d) Investasi;
22   (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
23         berwujud;
24   (f) Kontrak-kontrak konstruksi;
25   (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
26   (h) Kemitraan dengan fihak ketiga;
27   (i) Biaya penelitian dan pengembangan;
28   (j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
29   (k) Dana cadangan;
30   (l) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
31               104. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan-
32   kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas
33   Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan
34   pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal
35   revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih
36   kurs.
37              105. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos-
38   pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain
39   itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang
40   tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini.



                                                      LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 20
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1      Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya
2                  106. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini
3         apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan
4         keuangan, yaitu:
5      i.     domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana
6             entitas tersebut beroperasi;
7     ii.     penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
8    iii.     ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
9             operasionalnya.

10     TANGGAL EFEKTIF
11              107. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
12     diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
13     pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                                     LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 21
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA




                                                    Lampiran II
                                                    Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
                                                    Ilustrasi PSAP 01.A

                         Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat


                                      NERACA
                                 PEMERINTAH PUSAT
                           PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
                                                                             (Dalam Rupiah)
No.                              Uraian                                     20X1        20X0

 1    ASET
 2    ASET LANCAR
 3      Kas di Bank Indonesia                                                xxx         xxx
 4      Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara                        xxx         xxx
 5      Kas di Bendahara Pengeluaran                                         xxx         xxx
 6      Kas di Bendahara Penerimaan                                          xxx         xxx
 7      Investasi Jangka Pendek                                              xxx         xxx
 8      Piutang Pajak                                                        xxx         xxx
 9      Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak                                xxx         xxx
10      Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara                      xxx         xxx
11      Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                      xxx         xxx
12      Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional                  xxx         xxx
13      Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran                             xxx         xxx
14      Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan                                xxx         xxx
15      Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi                                    xxx         xxx
16      Piutang Lainnya                                                      xxx         xxx
17      Persediaan                                                           xxx         xxx
18           Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17)                                   xxx         xxx
19    INVESTASI JANGKA PANJANG
20      Investasi Nonpermanen
21        Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                  xxx         xxx
22        Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                  xxx         xxx
23        Pinjaman kepada Lembaga Internasional                              xxx         xxx
24        Dana Bergulir                                                      xxx         xxx
25        Investasi dalam Obligasi                                           xxx         xxx
26        Investasi dalam Proyek Pembangunan                                 xxx         xxx
27        Investasi Nonpermanen Lainnya                                      xxx         xxx
28           Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 27)                        xxx         xxx
29       Investasi Permanen
30         Penyertaan Modal Pemerintah                                       xxx         xxx
31         Investasi Permanen Lainnya                                        xxx         xxx
32           Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31)                           xxx         xxx
33                Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32)                  xxx         xxx
34    ASET TETAP
35      Tanah                                                                xxx          xxx
36      Peralatan dan Mesin                                                  xxx          xxx
37      Gedung dan Bangunan                                                  xxx          xxx
38      Jalan, Irigasi, dan Jaringan                                         xxx          xxx
39      Aset Tetap Lainnya                                                   xxx          xxx
40      Konstruksi Dalam Pengerjaan                                          xxx          xxx
41      Akumulasi Penyusutan                                                (xxx)        (xxx)
42           Jumlah Aset Tetap (35 s/d 41)                                   xxx          xxx
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA




                                    NERACA
                                PEMERINTAH PUSAT
                          PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
                                                                   (Dalam Rupiah)
No.                             Uraian                             20X1     20X0

43    ASET LAINNYA
44      Tagihan Penjualan Angsuran                                  xxx       xxx
45      Tuntutan Perbendaharaan                                     xxx       xxx
46      Tuntutan Ganti Rugi                                         xxx       xxx
47      Kemitraan dengan Pihak Ketiga                               xxx       xxx
48      Aset Tak Berwujud                                           xxx       xxx
49      Aset Lain-Lain                                              xxx       xxx
50         Jumlah Aset Lainnya (44 s/d 49)                         xxx       xxx
51             JUMLAH ASET (18+33+42+50)                           xxxx      xxxx
52
53    KEWAJIBAN
54    KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
55     Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                        xxx       xxx
56     Utang Bunga                                                 xxx       xxx
57     Bagian Lancar Utang Jangka Panjang                          xxx       xxx
58     Utang Jangka Pendek Lainnya                                 xxx       xxx
59         Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (55 s/d 58)              xxx       xxx
60    KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
61     Utang Luar Negeri                                           xxx       xxx
62     Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan                       xxx       xxx
63     Utang Dalam Negeri - Obligasi                               xxx       xxx
64     Utang Jangka Panjang Lainnya                                xxx       xxx
65         Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (61 s/d 64)             xxx       xxx
66             JUMLAH KEWAJIBAN (59+65)                            xxx       xxx
67
68    EKUITAS DANA
69    EKUITAS DANA LANCAR
70      Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)                      xxx       xxx
71      Pendapatan yang Ditangguhkan                                xxx       xxx
72      Cadangan Piutang                                            xxx       xxx
73      Cadangan Persediaan
        C d        P    di                                          xxx       xxx
74      Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka   (xxx)     (xxx)
75        Jumlah Ekuitas Dana Lancar (70 s/d 74)                    xxx       xxx
76    EKUITAS DANA INVESTASI
77      Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang               xxx       xxx
78      Diinvestasikan dalam Aset Tetap                             xxx       xxx
79      Diinvestasikan dalam Aset Lainnya                           xxx       xxx
80      Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka   (xxx)     (xxx)
81    P j Jumlah Ekuitas Dana Investasi (77 s/d 80)                 xxx       xxx
82            JUMLAH EKUITAS DANA (75+81)                           xxx       xxx
83            JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (66+82)            xxxx      xxxx
PRESIDEN
                           REPUBLIK INDONESIA




                                            Lampiran II
                                            Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
                                            Ilustrasi PSAP 01.B

            Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

                                 NERACA
                  PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA
                     PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
                                                                       (Dalam Rupiah)
No.                               Uraian                                  20X1 20X0
 1    ASET
 2    ASET LANCAR
 3     Kas di Kas Daerah                                                   xxx   xxx
 4     Kas di Bendahara Pengeluaran                                        xxx   xxx
 5     Kas di Bendahara Penerimaan                                         xxx   xxx
 6     Investasi Jangka Pendek                                             xxx   xxx
 7     Piutang Pajak                                                       xxx   xxx
 8     Piutang Retribusi                                                   xxx   xxx
 9     Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara                     xxx   xxx
10     Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                     xxx   xxx
11     Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat                      xxx   xxx
12     Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya             xxx   xxx
13     Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran                            xxx   xxx
14     Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan                               xxx   xxx
15     Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi                                   xxx   xxx
16     Piutang Lainnya                                                     xxx   xxx
17     Persediaan                                                          xxx   xxx
18           Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17)                                 xxx   xxx
19    INVESTASI JANGKA PANJANG
20     Investasi Nonpermanen
21       Pinjaman Kepada Perusahaan Negara                                 xxx   xxx
22       Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah                                 xxx   xxx
23       Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya                         xxx   xxx
24       Investasi dalam Surat Utang Negara                                xxx   xxx
25       Investasi dalam Proyek Pembangunan                                xxx   xxx
26       Investasi Nonpermanen Lainnya                                     xxx   xxx
27           Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 26)                      xxx   xxx
28      Investasi Permanen
29         Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                              xxx   xxx
30         Investasi Permanen Lainnya                                      xxx   xxx
31           Jumlah Investasi Permanen (29 s/d 30)                         xxx   xxx
32               Jumlah Investasi Jangka Panjang (27 + 31)                 xxx   xxx
33    ASET TETAP
34     Tanah                                                               xxx xxx
35     Peralatan dan Mesin                                                 xxx xxx
36     Gedung dan Bangunan                                                 xxx xxx
37     Jalan, Irigasi, dan Jaringan                                        xxx xxx
38     Aset Tetap Lainnya                                                  xxx xxx
39     Konstruksi dalam Pengerjaan                                         xxx xxx
40     Akumulasi Penyusutan                                               (xxx) (xxx)
41           Jumlah Aset Tetap (34 s/d 40)                                 xxx xxx
42    DANA CADANGAN
43      Dana Cadangan                                                      xxx   xxx
44           Jumlah Dana Cadangan (43)                                     xxx   xxx
PRESIDEN
                            REPUBLIK INDONESIA




                   PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA
                      PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
                                                                      (Dalam Rupiah)
No.                                Uraian                                 20X1 20X0
45    ASET LAINNYA
46     Tagihan Penjualan Angsuran                                          xxx xxx
47     Tuntutan Perbendaharaan                                             xxx xxx
48     Tuntutan Ganti Rugi                                                 xxx xxx
49     Kemitraan dengan Pihak Ketiga                                       xxx xxx
50     Aset Tak Berwujud                                                   xxx xxx
51     Aset Lain-Lain                                                      xxx xxx
52        Jumlah Aset Lainnya (46 s/d 51)                                 xxx xxx
53             JUMLAH ASET (18+32+41+44+52)                               xxxx xxxx
54
55    KEWAJIBAN
56    KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
57     Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                               xxx   xxx
58     Utang Bunga                                                        xxx   xxx
59     Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                xxx   xxx
60     Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya       xxx   xxx
61     Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank           xxx   xxx
62     Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank     xxx   xxx
63     Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Obligasi                        xxx   xxx
64     Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya                         xxx   xxx
65     Utang Jangka Pendek Lainnya                                        xxx   xxx
66          Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (57 s/d 65)                    xxx   xxx
67    KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
68     Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                              xxx   xxx
69     Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                     xxx   xxx
70     Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                         xxx   xxx
71     Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank                   xxx   xxx
72     Utang Dalam Negeri - Obligasi                                      xxx   xxx
73     Utang Jangka Panjang Lainnya                                       xxx   xxx
74          Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 73)                   xxx   xxx
75              JUMLAH KEWAJIBAN (66+74)                                  xxx   xxx
76    EKUITAS DANA
77    EKUITAS DANA LANCAR
78     Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)                              xxx xxx
79     Pendapatan yang Ditangguhkan                                        xxx xxx
80     Cadangan Piutang                                                    xxx xxx
81     Cadangan Persediaan                                                 xxx xxx
82     Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek    (xxx) (xxx)
83          Jumlah Ekuitas Dana Lancar (78 s/d 82)                         xxx xxx
84    EKUITAS DANA INVESTASI
85     Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang                       xxx xxx
86     Diinvestasikan dalam Aset Tetap                                     xxx xxx
87     Diinvestasikan dalam Aset Lainnya                                   xxx xxx
88     Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang   (xxx) (xxx)
89          Jumlah Ekuitas Dana Investasi (85 s/d 88)                      xxx xxx
90    EKUITAS DANA CADANGAN
91     Diinvestasikan dalam Dana Cadangan                                 xxx   xxx
92          Jumlah Ekuitas Dana Cadangan (91)                             xxx   xxx
93              JUMLAH EKUITAS DANA (83+89+92)                            xxx   xxx
                JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (75+93)
94                                                                        xxxx xxxx
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA


          LAMPIRAN II.03
          PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
          NOMOR 71 TAHUN 20102005
          TANGGAL 22 OKTOBER 201005




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 02




LAPORAN REALISASI ANGGARAN




                                    LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA

                                              DAFTAR ISI
                                                                                                Paragraf
PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------              1-5
    Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------     1-2
    Ruang Lingkup -----------------------------------------------------------------------         3-5
MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN ----------------------------                                 6-7
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------        I8
STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------                                 9-10
PERIODE PELAPORAN---------------------------------------------------------------                  11
TEPAT WAKTU --------------------------------------------------------------------------            12
ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN -----------------------------------------                        13-16
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN
REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS
LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------                 17-18
AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------                 19-21
AKUNTANSI PENDAPATAN --------------------------------------------------------                   22-30
AKUNTANSI BELANJA ---------------------------------------------------------------               31-46
AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT ---------------------------------------------------                   47-49
AKUNTANSI PEMBIAYAAN ---------------------------------------------------------                    50
AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN ------------------------------------                            51-54
AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN ---------------------------------                              55-57
AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------                      58-59
AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN -------                                         60-61
TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING -------------------------------------                             62
TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN PEMBIAYAAN
BERBENTUK BARANG DAN JASA -----------------------------------------------                         63
TANGGAL EFEKTIF--------------------------------------------------------------------               64


Lampiran:
Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.A :               Contoh Format Laporan                    Realisasi
                                                   Anggaran Pemerintah Pusat




                                                                    LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (ii)
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA

Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.B :   Contoh Format Laporan Realisasi
                                       Anggaran Pemerintah Provinsi
Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.C :   Contoh Format Laporan Realisasi
                                       Anggaran Pemerintah  Kabupaten/
                                       Kota




                                                LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (iii)
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
 2   PERNYATAAN NO. 02
 3   LAPORAN REALISASI ANGGARAN
 4   Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
 5   paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
 6   penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
 7   Akuntansi Pemerintahan

 8   PENDAHULUAN

 9   Tujuan
10             1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan
11   dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam
12   rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan
13   perundang-undangan.
14             2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan
15   informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding.
16   Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat
17   ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif
18   sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


19   Ruang Lingkup
20             3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan
21   Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan
22   akuntansi berbasis kas.
23             4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas
24   pelaporan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang
25   memperoleh anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk
26   perusahaan negara/daerah .
27             5. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan
28   menyajikan laporan keuangan berbasis akrual, tetap menyusun Laporan
29   Realisasi Anggaran yang berbasis kas.

30   MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN
31             6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai
32   realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari



                                                       LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan
 2   anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam
 3   mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi,
 4   akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:
 5   (a) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan
 6         sumber daya ekonomi;
 7   (b) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh
 8         yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi
 9         dan efektivitas penggunaan anggaran.
10              7. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna
11   dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai
12   kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara
13   menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat
14   menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi
15   perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi:
16   (a) telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat;
17   (b) telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan
18   (c) telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

19   DEFINISI
20           8. Berikut adalah istilah-istilah       yang    digunakan    dalam
21   Pernyataan Standar dengan pengertian:
22   Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
23   pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan
24   pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut
25   klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
26   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
27   keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan
28   Perwakilan Rakyat Daerah.
29   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
30   keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
31   Perwakilan Rakyat.
32   Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
33   mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
34   melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
35   Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan
36   secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit
37   organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah
38   dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran.
39   Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan



                                                     LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
 2   Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
 3   Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
 4   anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
 5   oleh pemerintah.
 6   Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
 7   yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dibebankan dalam
 8   satu tahun anggaran.

 9   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
10   entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
11   wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
12   keuangan.

13   Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
14   Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan
15   pengeluaran Pemerintah Daerah.

16   Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
17   Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung
18   seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Pusat.

19   Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-
20   konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu
21   entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

22   Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.

23   Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan
24   anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
25   instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum
26   Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
27   otorisasi tersebut.
28   Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah
29   yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
30   bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
31   kembali oleh pemerintah.
32   Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
33   kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
34   anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
35   dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
36   defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
37   Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
38   modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.


                                                      LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 3
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
 2   modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
 3   Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang
 4   negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
 5   Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar
 6   seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
 7   Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
 8   daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
 9   seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
10   pada bank yang ditetapkan.
11   Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja
12   selama satu periode pelaporan.
13   Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
14   dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana
15   bagi hasil.

16   STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN
17             9. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi
18   pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang
19   masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.
20             10. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan
21   secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu,
22   informasi berikut:
23   (a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;
24   (b) cakupan entitas pelaporan;
25   (c) periode yang dicakup;
26   (d) mata uang pelaporan; dan
27   (e) satuan angka yang digunakan.

28   PERIODE PELAPORAN
29             11. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya
30   sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas
31   berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu
32   periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas
33   mengungkapkan informasi sebagai berikut:
34   (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun;
35   (b)   fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi
36        Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.


                                                    LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    TEPAT WAKTU
2               12. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan
3    tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas
4    operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan
5    entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas
6    pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6
7    (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

8    ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN
 9              13. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga
10   menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan
11   pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi
12   Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit,
13   dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan
14   lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang
15   mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter,
16   sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan
17   realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang
18   dianggap perlu untuk dijelaskan.
19              14. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup
20   pos-pos sebagai berikut:
21   (a) Pendapatan
22   (b) Belanja
23   (c) Transfer
24   (d) Surplus atau defisit
25   (e) Penerimaan pembiayaan
26   (f) Pengeluaran pembiayaan
27   (g) Pembiayaan neto; dan
28   (h) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA)
29              15. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan
30   Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
31   Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk
32   menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar.
33              16. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam
34   lampiran IV.A-C standar ini. Lampiran merupakan ilustrasi dan bukan merupakan
35   bagian dari standar. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan
36   standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya.




                                                       LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 5
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN
 2   REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN
 3   ATAS LAPORAN KEUANGAN
 4             17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut
 5   jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih
 6   lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
 7             18. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut
 8   jenis belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja
 9   menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di
10   Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi
11   disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

12   AKUNTANSI ANGGARAN
13               19. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan
14   pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan
15   pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
16               20. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur
17   anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
18   Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi
19   alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang
20   dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan
21   terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
22               21. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran
23   disahkan dan anggaran dialokasikan.

24   AKUNTANSI PENDAPATAN
25            22. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas
26   Umum Negara/Daerah.
27            23. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan.
28            24. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas
29   pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah
30   pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi.
31            25. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto,
32   yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah
33   netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).




                                                      LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 6
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1            26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan
 2   mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
 3   layanan umum.
 4            27. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring)
 5   atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada
 6   periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.
 7            28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
 8   recurring) atas penerimaan pendapatan         yang terjadi pada periode
 9   penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada
10   periode yang sama.
11            29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-
12   recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode
13   sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada
14   periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
15            30. Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi kebutuhan
16   pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan
17   pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah.

18   AKUNTANSI BELANJA
19              31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari
20   Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
21              32. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran
22   pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran
23   tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
24              33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan
25   mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan
26   layanan umum.
27              34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis
28   belanja), organisasi, dan fungsi.
29              35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang
30   didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi
31   ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja
32   modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi
33   ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi terdiri dari belanja pegawai, belanja
34   barang , belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak
35   terduga.
36              36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan
37   sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek.
38   Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga,
39   subsidi, hibah, bantuan sosial.




                                                       LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 7
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

 1             37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset
 2   tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
 3   Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung
 4   dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.
 5             38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk
 6   kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti
 7   penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga
 8   lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
 9   pemerintah pusat/daerah.
10             39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah
11   sebagai berikut:
12      Belanja Operasi:
13      - Belanja Pegawai                                           xxx
14      - Belanja Barang                                            xxx
15      - Bunga                                                     xxx
16      - Subsidi                                                   xxx
17      - Hibah                                                     xxx
18      - Bantuan Sosial                                            xxx
19
20      Belanja Modal:
21      - Belanja Aset Tetap                                        xxx
22      - Belanja Aset Lainnya                                      xxx
23      Belanja Lain-lain/Tak Terduga                               xxx
24              40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas
25   pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan
26   oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah.
27              41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit
28   organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di
29   lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja                 per kementerian
30   negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut
31   organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan
32   Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah
33   provinsi/kabupaten /kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan
34   lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota.
35              42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada
36   fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan
37   kepada masyarakat.
38              43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut:


                                                        LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 8
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

 1     Belanja :
 2     - Pelayanan Umum                       xxx
 3     - Pertahanan                           xxx
 4     - Ketertiban dan Keamanan              xxx
 5     - Ekonomi                              xxx
 6     - Perlindungan Lingkungan Hidup        xxx
 7     - Perumahan dan Permukiman             xxx
 8     - Kesehatan                            xxx
 9     - Pariwisata dan Budaya                xxx
10     - Agama                                xxx
11     - Pendidikan                           xxx
12     - Perlindungan sosial                  xxx
13
14
15              44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan       sesuai dengan
16   klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran.
17              45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali
18   belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai
19   pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode
20   berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan
21   lain-lain.
22              46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan
23   pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk
24   keperluan pengendalian bagi manajemen dengan cara yang memungkinkan
25   pengukuran kegiatan belanja tersebut.

26   AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT
27             47. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja
28   selama satu periode pelaporan.
29             48. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja
30   selama satu periode pelaporan.
31             49. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama
32   satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit.




                                                      LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 9
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA


 1   AKUNTANSI PEMBIAYAAN
2               50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan
3    pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau
4    akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama
5    dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran.
6    Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil
7    divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk
8    pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain,
9    dan penyertaan modal oleh pemerintah.

10   AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN
11              51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening
12   Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman,
13   penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah,
14   penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan
15   investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.
16              52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada
17   Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
18              53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan
19   azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak
20   mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran)
21              54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang
22   bersangkutan.

23   AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN
24             55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening
25   Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga,
26   penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam
27   periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan.
28             56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari
29   Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
30             57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang
31   bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di
32   pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut
33   dicatat sebagai pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.




                                                   LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 10
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


 1   AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO
 2             58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan
 3   setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran
 4   tertentu.
 5             59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran
 6   pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan
 7   Neto.

 8   AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN
 9   ANGGARAN (SILPA/SIKPA)
10             60. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih
11   lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode
12   pelaporan.
13             61. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan
14   pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos
15   SiLPA/SiKPA.

16   TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING
17           62. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam
18   mata uang rupiah dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut
19   menurut kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.

20   TRANSAKSI             PENDAPATAN,                BELANJA,            DAN
21   PEMBIAYAAN BERBENTUK BARANG DAN JASA
22            63. Transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam
23   bentuk barang dan jasa harus dilaporkan dalam Laporan Realisasi
24   Anggaran dengan cara menaksir nilai barang dan jasa tersebut pada
25   tanggal transaksi. Di samping itu, transaksi semacam ini juga harus
26   diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan
27   sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai
28   bentuk dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diterima. Contoh
29   transaksi berwujud barang dan jasa adalah hibah dalam wujud barang,
30   barang rampasan, dan jasa konsultansi.




                                                    LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 11
PRESIDEN
                          REPUBLIK INDONESIA


1   TANGGAL EFEKTIF
2            64. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
3   diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
4   pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                               LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 12
PRESIDEN
                                                        REPUBLIK INDONESIA




                                                              LAMPIRAN II
                                                              PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                              NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                              ILUSTRASI PSAP 02.A


                                    Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat

                                           LAPORAN REALISASI ANGGARAN
                                                PEMERINTAH PUSAT
                         UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
                                                                                                    (Dalam Rupiah)
                                                                                  Anggaran      Realisasi
                                                                                                             (%)     Realisasi 20X0
NO.                                     URAIAN                                      20X1          20X1
 1  PENDAPATAN
 2     PENDAPATAN PERPAJAKAN
 3        Pendapatan Pajak Penghasilan                                                xxx          xxx        xx          xxx
 4        Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah               xxx          xxx        xx          xxx
 5        Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan                                          xxx          xxx        xx          xxx
 6        Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan                        xxx          xxx        xx          xxx
 7        Pendapatan Cukai                                                            xxx          xxx        xx          xxx
 8        Pendapatan Bea Masuk                                                        xxx          xxx        xx          xxx
 9        Pendapatan Pajak Ekspor                                                     xxx          xxx        xx          xxx
10        Pendapatan Pajak Lainnya                                                    xxx          xxx        xx          xxx
11            Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10)                                 xxx          xxx        xx          xxx
12
13     PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK
14        Pendapatan Sumber Daya Alam                                                 xxx          xxx        xx          xxx
15        Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba                                      xxx          xxx        xx          xxx
16        Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya                                       xxx          xxx        xx          xxx
17            Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16)                        xxx          xxx        xx          xxx
18
19     PENDAPATAN HIBAH
20        Pendapatan Hibah                                                            xxx         xxx         xx          xxx
21            Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20)                                     xxx         xxx         xx          xxx
22                  JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21)                                  xxx         xxx         xx          xxx
23
24 BELANJA
25     BELANJA OPERASI
26        Belanja Pegawai                                                             xxx          xxx        xx          xxx
27        Belanja Barang                                                              xxx          xxx        xx          xxx
28        Bunga                                                                       xxx          xxx        xx          xxx
29        Subsidi                                                                     xxx          xxx        xx          xxx
30        Hibah                                                                       xxx          xxx        xx          xxx
31        Bantuan Sosial                                                              xxx          xxx        xx          xxx
32        Belanja Lain-lain                                                           xxx          xxx        xx          xxx
33            Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32)                                      xxx          xxx        xx          xxx
34
35     BELANJA MODAL                                                                  xxx         xxx         xx          xxx
36        Belanja Tanah                                                               xxx         xxx         xx          xxx
37        Belanja Peralatan dan Mesin                                                 xxx         xxx         xx          xxx
38        Belanja Gedung dan Bangunan                                                 xxx         xxx         xx          xxx
39        Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                         xxx         xxx         xx          xxx
40        Belanja Aset Tetap Lainnya                                                  xxx         xxx         xx          xxx
41        Belanja Aset Lainnya                                                        xxx         xxx         xx          xxx
42            Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41)                                        xxx         xxx         xx          xxx
43                  JUMLAH BELANJA (33 + 42)                                          xxx         xxx         xx          xxx
44
45 TRANSFER
46     DANA PERIMBANGAN
47        Dana Bagi Hasil Pajak                                                       xxx          xxx        xx          xxx
48        Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                            xxx          xxx        xx          xxx
49        Dana Alokasi Umum                                                           xxx          xxx        xx          xxx
50        Dana Alokasi Khusus                                                         xxx          xxx        xx          xxx
51            Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50)                                     xxx          xxx        xx          xxx
52
53     TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada)
54        Dana Otonomi Khusus                                                         xxx         xxx         xx          xxx
55        Dana Penyesuaian                                                            xxx         xxx         xx          xxx
56            Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55)                                     xxx         xxx         xx          xxx
57                  JUMLAH TRANSFER (51 + 56)                                         xxx         xxx         xx          xxx
58                           JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57)                    xxx         xxx         xx          xxx
59
60                           SURPLUS / DEFISIT (22 - 58)                              xxx         xxx         xx          xxx
PRESIDEN
                                                        REPUBLIK INDONESIA




                                            LAPORAN REALISASI ANGGARAN
                                                 PEMERINTAH PUSAT
                          UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0
                                                                                            (Dalam Rupiah)
                                                                             Anggaran   Realisasi
                                                                                                     (%)     Realisasi 20X0
NO.                                   URAIAN                                   20X1       20X1
61 PEMBIAYAAN
62     PENERIMAAN
63     PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
64          Penggunaan SiLPA                                                   xxx         xxx        xx          xxx
65          Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan                xxx         xxx        xx          xxx
66          Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                        xxx         xxx        xx          xxx
67          Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                         xxx         xxx        xx          xxx
68          Penerimaan dari Divestasi                                          xxx         xxx        xx          xxx
69          Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara               xxx         xxx        xx          xxx
70          Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah               xxx         xxx        xx          xxx
71              Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70)          xxx         xxx        xx          xxx
72
73     PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI
74          Penerimaan Pinjaman Luar Negeri                                    xxx        xxx         xx          xxx
75          Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional           xxx        xxx         xx          xxx
76              Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75)           xxx        xxx         xx          xxx
77                   JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76)                    xxx        xxx         xx          xxx
78
79     PENGELUARAN
80     PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
81          Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan          xxx         xxx        xx          xxx
82          Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                  xxx         xxx        xx          xxx
83          Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                   xxx         xxx        xx          xxx
84          Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP)                      xxx         xxx        xx          xxx
85          Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                        xxx         xxx        xx          xxx
86          Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                        xxx         xxx        xx          xxx
87              Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86)          xxx         xxx        xx          xxx
88
89     PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI                                      xxx        xxx         xx          xxx
90          Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri                              xxx        xxx         xx          xxx
91          Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional                    xxx        xxx         xx          xxx
92              Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91)          xxx        xxx         xx          xxx
93                   JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92)                   xxx        xxx         xx          xxx
94                          PEMBIAYAAN NETO (77 - 93)                          xxx        xxx         xx          xxx
95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (60 + 94)                                    xxx        xxx         xx          xxx
PRESIDEN
                                                       REPUBLIK INDONESIA



                                                                      LAMPIRAN II
                                                                      PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                                      NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                                      ILUSTRASI PSAP 02.B


                                   Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi
                                                    PEMERINTAH PROVINSI
                              LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
                           UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

                                                                                                (Dalam Rupiah)
                                                                                  Anggaran   Realisasi           Realisasi
NO.                                      URAIAN                                                           (%)
                                                                                    20X1       20X1                20X0
 1 PENDAPATAN
 2    PENDAPATAN ASLI DAERAH
 3        Pendapatan Pajak Daerah                                                    xxx        xxx       xx        xxx
 4        Pendapatan Retribusi Daerah                                                xxx        xxx       xx        xxx
 5        Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan               xxx        xxx       xx        xxx
 6        Lain-lain PAD yang sah                                                     xxx        xxx       xx        xxx
 7            Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6)                               xxxx       xxxx       xx       xxxx
 8
 9    PENDAPATAN TRANSFER
10       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
11       Dana Bagi Hasil Pajak                                                       xxx        xxx       xx        xxx
12       Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                            xxx        xxx       xx        xxx
13       Dana Alokasi Umum                                                           xxx        xxx       xx        xxx
14       Dana Alokasi Khusus                                                         xxx        xxx       xx        xxx
15            Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12)               xxxx       xxxx       xx       xxxx
16
17       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA
18       Dana Otonomi Khusus                                                         xxx        xxx       xx        xxx
19       Dana Penyesuaian                                                            xxx        xxx       xx        xxx
20            Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19)                        xxxx       xxxx       xx       xxxx
21             Total Pendapatan Transfer (15 + 20)                                  xxxx       xxxx       xx       xxxx
22
23    LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
24       Pendapatan Hibah                                                           xxx        xxx        xx       xxx
25       Pendapatan Dana Darurat                                                    xxx        xxx        xx       xxx
26       Pendapatan Lainnya                                                         xxx        xxx        xx       xxx
27            Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26)                      xxx        xxx        xx       xxx
28                  JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27)                                 xxxx       xxxx       xx       xxxx
29 BELANJA
30    BELANJA OPERASI
31       Belanja Pegawai                                                             xxx        xxx       xx        xxx
32       Belanja Barang                                                              xxx        xxx       xx        xxx
33       Bunga                                                                       xxx        xxx       xx        xxx
34       Subsidi                                                                     xxx        xxx       xx        xxx
35       Hibah                                                                       xxx        xxx       xx        xxx
36       Bantuan Sosial                                                              xxx        xxx       xx        xxx
37            Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36)                                    xxxx       xxxx       xx       xxxx
38
39    BELANJA MODAL
40       Belanja Tanah                                                               xxx        xxx       xx        xxx
41       Belanja Peralatan dan Mesin                                                 xxx        xxx       xx        xxx
42       Belanja Gedung dan Bangunan                                                 xxx        xxx       xx        xxx
43       Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                         xxx        xxx       xx        xxx
44       Belanja Aset Tetap Lainnya                                                  xxx        xxx       xx        xxx
45       Belanja Aset Lainnya                                                        xxx        xxx       xx        xxx
46            Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45)                                      xxxx       xxxx       xx       xxxx
47
48    BELANJA TAK TERDUGA
49       Belanja Tak Terduga                                                        xxx         xxx       xx        xxx
50            Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49)                                xxx        xxxx       xx       xxxx
51             Jumlah Belanja (37 + 46 + 50)                                        xxx        xxxx       xx       xxxx
52
53 TRANSFER
54    TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA
55       Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota                                         xxx         xxx       xx        xxx
56       Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota                                     xxx         xxx       xx        xxx
57       Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota                            xxx         xxx       xx        xxx
58             Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57)       xxx        xxxx       xx       xxxx
59                  JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58)                           xxx        xxxx       xx       xxxx
60
61                  SURPLUS/DEFISIT (28 - 59)                                       xxx        xxx        xxx      xxx
PRESIDEN
                                                    REPUBLIK INDONESIA


                                                PEMERINTAH PROVINSI
                            LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
                         UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

                                                                                              (Dalam Rupiah)
                                                                                Anggaran   Realisasi           Realisasi
NO.                                   URAIAN                                                            (%)
                                                                                  20X1       20X1                20X0
62
63 PEMBIAYAAN
64
65   PENERIMAAN PEMBIAYAAN
66       Penggunaan SiLPA                                                          xxx        xxx       xx        xxx
67       Pencairan Dana Cadangan                                                   xxx        xxx       xx        xxx
68       Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                           xxx        xxx       xx        xxx
69       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                                  xxx        xxx       xx        xxx
70       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                         xxx        xxx       xx        xxx
71       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                             xxx        xxx       xx        xxx
72       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank                       xxx        xxx       xx        xxx
73       Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                          xxx        xxx       xx        xxx
74       Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                           xxx        xxx       xx        xxx
75       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                      xxx        xxx       xx        xxx
76       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                      xxx        xxx       xx        xxx
77       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya              xxx        xxx       xx        xxx
78            Jumlah Penerimaan (66 s/d 77)                                       xxxx       xxxx       xx       xxxx
79
80   PENGELUARAN PEMBIAYAAN
81       Pembentukan Dana Cadangan                                                 xxx        xxx       xx        xxx
88       Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                        xxx        xxx       xx        xxx
82       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                 xxx        xxx       xx        xxx
83       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya        xxx        xxx       xx        xxx
84       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank            xxx        xxx       xx        xxx
85       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank      xxx        xxx       xx        xxx
86       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                         xxx        xxx       xx        xxx
87       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                          xxx        xxx       xx        xxx
89       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                               xxx        xxx       xx        xxx
90       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                               xxx        xxx       xx        xxx
91       Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                       xxx        xxx       xx        xxx
92            Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91)                                       xxx        xxx       xx        xxx
93                 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92)                                      xxxx       xxxx       xx       xxxx
94
95   Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93)                                     xxxx       xxxx       xx       xxxx
PRESIDEN
                                                       REPUBLIK INDONESIA




                                                                      LAMPIRAN II
                                                                      PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                                      NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                                      ILUSTRASI PSAP 02.C


                                  Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota

                                              PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                                  LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
                            UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

                                                                                                         (Dalam Rupiah)
                                                                                            Anggaran   Realisasi          Realisasi
NO.                                        URAIAN                                                                  (%)
                                                                                              20X1      20X1               20X0
 1 PENDAPATAN
 2    PENDAPATAN ASLI DAERAH
 3        Pendapatan Pajak Daerah                                                              xxx        xxx       xx       xxx
 4        Pendapatan Retribusi Daerah                                                          xxx        xxx       xx       xxx
 5        Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                         xxx        xxx       xx       xxx
 6        Lain-lain PAD yang sah                                                               xxx        xxx       xx       xxx
 7           Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6)                                          xxxx       xxxx       xx      xxxx
 8
 9    PENDAPATAN TRANSFER
10       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN
11       Dana Bagi Hasil Pajak                                                                 xxx        xxx       xx       xxx
12       Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                                      xxx        xxx       xx       xxx
13       Dana Alokasi Umum                                                                     xxx        xxx       xx       xxx
14       Dana Alokasi Khusus                                                                   xxx        xxx       xx       xxx
15           Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14)                          xxxx       xxxx       xx      xxxx
16
17       TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA
18       Dana Otonomi Khusus                                                                   xxx        xxx       xx       xxx
19       Dana Penyesuaian                                                                      xxx        xxx       xx       xxx
20           Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19)                xxxx       xxxx       xx      xxxx
21
22       TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI
23       Pendapatan Bagi Hasil Pajak                                                           xxx        xxx       xx       xxx
24       Pendapatan Bagi Hasil Lainnya                                                         xxx        xxx       xx       xxx
25                Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24)                             xxxx       xxxx       xx      xxxx
26                   Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25)                                 xxxx       xxxx       xx      xxxx
27
28    LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
29       Pendapatan Hibah                                                                     xxx        xxx        xx      xxx
30       Pendapatan Dana Darurat                                                              xxx        xxx        xx      xxx
31       Pendapatan Lainnya                                                                   xxx        xxx        xx      xxx
32           Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31)                                 xxx        xxx        xx      xxx
33                   JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32)                                          xxxx       xxxx       xx      xxxx
34
35 BELANJA
36    BELANJA OPERASI
37       Belanja Pegawai                                                                       xxx        xxx       xx       xxx
38       Belanja Barang                                                                        xxx        xxx       xx       xxx
39       Bunga                                                                                 xxx        xxx       xx       xxx
40       Subsidi                                                                               xxx        xxx       xx       xxx
41       Hibah                                                                                 xxx        xxx       xx       xxx
42       Bantuan Sosial                                                                        xxx        xxx       xx       xxx
43           Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42)                                               xxxx       xxxx       xx      xxxx
44
45    BELANJA MODAL
46       Belanja Tanah                                                                         xxx        xxx       xx       xxx
47       Belanja Peralatan dan Mesin                                                           xxx        xxx       xx       xxx
48       Belanja Gedung dan Bangunan                                                           xxx        xxx       xx       xxx
49       Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                                   xxx        xxx       xx       xxx
50       Belanja Aset Tetap Lainnya                                                            xxx        xxx       xx       xxx
51       Belanja Aset Lainnya                                                                  xxx        xxx       xx       xxx
52           Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51)                                                 xxxx       xxxx       xx      xxxx
53
54    BELANJA TAK TERDUGA
55       Belanja Tak Terduga                                                                  xxx         xxx       xx       xxx
56           Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55)                                           xxx        xxxx       xx      xxxx
57                   JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56)                                            xxxx       xxxx       xx      xxxx
PRESIDEN
                                                    REPUBLIK INDONESIA




                                             PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                                 LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
                           UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

                                                                                             (Dalam Rupiah)
                                                                                Anggaran   Realisasi          Realisasi
NO.                                      URAIAN                                                        (%)
                                                                                  20X1      20X1               20X0
58
59 TRANSFER
60    TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA
61       Bagi Hasil Pajak                                                         xxx         xxx       xx       xxx
62       Bagi Hasil Retribusi                                                     xxx         xxx       xx       xxx
63       Bagi Hasil Pendapatan Lainnya                                            xxx         xxx       xx       xxx
64           JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63)                       xxx        xxxx       xx      xxxx
65
66                   SURPLUS/DEFISIT (33 - 64)                                    xxx        xxx       xxx      xxx
67
68 PEMBIAYAAN
69
70    PENERIMAAN PEMBIAYAAN
71       Penggunaan SiLPA                                                          xxx        xxx       xx       xxx
72       Pencairan Dana Cadangan                                                   xxx        xxx       xx       xxx
73       Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                           xxx        xxx       xx       xxx
74       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                                  xxx        xxx       xx       xxx
75       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                         xxx        xxx       xx       xxx
76       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                             xxx        xxx       xx       xxx
77       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank                       xxx        xxx       xx       xxx
78       Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                          xxx        xxx       xx       xxx
79       Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                           xxx        xxx       xx       xxx
80       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                      xxx        xxx       xx       xxx
81       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                      xxx        xxx       xx       xxx
82       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya              xxx        xxx       xx       xxx
83           Jumlah Penerimaan (71 s/d 82)                                        xxxx       xxxx       xx      xxxx
84
85    PENGELUARAN PEMBIAYAAN
86       Pembentukan Dana Cadangan                                                 xxx        xxx       xx       xxx
87       Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                        xxx        xxx       xx       xxx
88       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                 xxx        xxx       xx       xxx
89       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya        xxx        xxx       xx       xxx
90       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank            xxx        xxx       xx       xxx
91       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank      xxx        xxx       xx       xxx
92       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                         xxx        xxx       xx       xxx
93       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                          xxx        xxx       xx       xxx
88       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                               xxx        xxx       xx       xxx
89       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                               xxx        xxx       xx       xxx
90       Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                       xxx        xxx       xx       xxx
91           Jumlah Pengeluaran (86 s/d 90)                                        xxx        xxx       xx       xxx
92                   PEMBIAYAAN NETO (83 - 91)                                    xxxx       xxxx       xx      xxxx
93
94    Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (66 + 92)                                    xxxx       xxxx       xx      xxxx
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA


           LAMPIRAN II.04
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 03




LAPORAN ARUS KAS




                                     LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (i)
PRESIDEN
                                         REPUBLIK INDONESIA



                                               DAFTAR ISI


                                                                                                  Paragraf
PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------               1-10
Tujuan --------------------------------------------------------------------------------------       1- 2
Ruang Lingkup----------------------------------------------------------------------------           3-4
Manfaat Informasi Arus Kas -----------------------------------------------------------               5-7
Definisi --------------------------------------------------------------------------------------        8
Kas dan Setara Kas ---------------------------------------------------------------------           9-10
ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS -----------------------------------------------                        11-13
PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS-----------------------------------------------                         14-31
Aktivitas Operasi -------------------------------------------------------------------------       18-22
Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan ----------------------------------------------               23-25
Aktivitas Pembiayaan -------------------------------------------------------------------          26-28
Aktivitas Nonanggaran------------------------------------------------------------------           29-31
PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI,
INVESTASI ASET NONKEUANGAN, PEMBIAYAAN, DAN
NONANGGARAN -----------------------------------------------------------------------               32-34
PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH -----------                                            35
ARUS KAS MATA UANG ASING ---------------------------------------------------                      36-38
BUNGA DAN BAGIAN LABA --------------------------------------------------------                    39-42
INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH
DAN KEMITRAAN ----------------------------------------------------------------------              43-45
PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN NEGARA/
DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA ---------------------------------------                           46-49
TRANSAKSI BUKAN KAS -----------------------------------------------------------                   50-51
KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS -------------------------------------------                              52
PENGUNGKAPAN LAINNYA --------------------------------------------------------                     53-55
TANGGAL EFEKTIF--------------------------------------------------------------------                  56


Lampiran :
Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.A              : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah
                                                  Pusat
Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.B              : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah
                                                  Provinsi
Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.C              : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah
                                                  Kabupaten/Kota




                                                                      LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (ii)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NO. 03
2    LAPORAN ARUS KAS
3    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
4    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
5    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
6    Akuntansi Pemerintahan.


7    PENDAHULUAN
8    Tujuan
 9            1. Tujuan Pernyataan Standar laporan arus kas adalah mengatur
10   penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai
11   perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan
12   mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset
13   nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran selama satu periode akuntansi.
14              2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi
15   mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu
16   periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
17   Informasi ini disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.

18   Ruang Lingkup
19            3. Pemerintah pusat dan daerah menyusun laporan arus kas
20   sesuai dengan standar ini dan menyajikan laporan tersebut sebagai salah
21   satu komponen laporan keuangan pokok untuk setiap periode penyajian
22   laporan keuangan.
23            4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus
24   kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan
25   pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut
26   peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi
27   dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan
28   negara/daerah yang diatur tersendiri dalam Standar Akuntansi Keuangan
29   yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

30   Manfaat Informasi Arus Kas
31             5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di
32   masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran
33   arus kas yang telah dibuat sebelumnya.



                                                     LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1            6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas
2    masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan.
3              7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus
4    kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam
5    mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan
6    dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas).

7    Definisi
8             8. Berikut adalah istilah-istilah      yang    digunakan    dalam
9    Pernyataan Standar dengan pengertian :
10   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh
11   pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
12   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik
13   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
14   uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
15   penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
16   dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
17   Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
18   pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan
19   pembiayaan yang diukur dalam satuan uang yang disusun menurut
20   klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
21   Apropriasi adalah anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan
22   mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk
23   melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan.
24   Arus kas adalah arus masuk dan arus       keluar kas dan setara kas pada
25   Bendahara Umum Negara/Daerah.
26   Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang
27   ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode
28   akuntansi.
29   Aktivitas investasi aset nonkeuangan adalah aktivitas penerimaan dan
30   pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap
31   dan aset nonkeuangan lainnya.
32   Aktivitas pembiayaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar
33   kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang
34   mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi investasi jangka
35   panjang, piutang jangka panjang, dan utang pemerintah sehubungan
36   dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran.
37   Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas
38   yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan
39   pembiayaan pemerintah.



                                                     LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum
2    Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
3    anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
4    oleh pemerintah.
5    Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
6    yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam
7    satu tahun anggaran.
8    Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
9    antara aset dan kewajiban pemerintah.
10   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
11   entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
12   wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan
13   keuangan.
14   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
15   penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
16   pemerintah.
17   Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat
18   digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
19   Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
20   Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah
21   dan membayar seluruh pengeluaran daerah.
22   Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
23   Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
24   seluruh penerimaan negara dan seluruh pengeluaran negara.
25   Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai
26   komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama
27   dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki.
28   Kurs      adalah      rasio      pertukaran       dua      mata       uang.
29   Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.

30   Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam
31   menyajikan laporan keuangan.
32   Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
33   berdasarkan harga perolehan.
34   Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai
35   investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut
36   kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan
37   bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi
38   sesudah perolehan awal investasi.



                                                     LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 3
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan
2    anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
3    instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum
4    Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode
5    otorisasi tersebut.
6    Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah
7    yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
8    bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
9    kembali oleh pemerintah.
10   Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum
11   Negara/Daerah.
12   Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara
13   Umum Negara/Daerah.
14   Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas
15   pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran.
16   Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
17   modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.
18   Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap
19   dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang
20   signifikan.
21   Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode
22   pelaporan.
23   Transfer masuk adalah penerimaan uang dari suatu entitas pelaporan lain
24   termasuk penerimaan dari dana perimbangan dan dana bagi hasil.
25   Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
26   kepada entitas pelaporan lainnya termasuk pengeluaran untuk dana
27   perimbangan dan dana bagi hasil.

28   Kas dan Setara Kas
29            9. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas
30   jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara
31   kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam
32   jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan.
33   Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud
34   mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal
35   perolehannya.
36            10. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan
37   dalam laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari
38   manajemen kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi aset
39   nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran.


                                                      LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS
2             11. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari
3    satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan
4    perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
5    berupa laporan keuangan yang terdiri dari:
6    (a)   Pemerintah pusat;
7    (b)   Pemerintah daerah; dan
 8   (c)   Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau
 9         organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan
10         satuan organisasi dimaksud wajib membuat laporan arus kas.
11           12. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan
12   laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi
13   perbendaharaan
14            13. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah
15   unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau
16   kuasa bendaharawan umum negara/daerah.

17   PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS
18            14. Laporan arus kas menyajikan informasi penerimaan dan
19   pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan
20   aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan
21   nonanggaran.
22             15. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi aset
23   nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran memberikan informasi yang
24   memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas
25   tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga
26   dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi
27   aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran.
28              16. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari
29   beberapa aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari
30   pelunasan pokok utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan
31   diklasifikasikan ke dalam aktivitas pembiayaan sedangkan pembayaran bunga
32   utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi.
33             17. Contoh format laporan arus kas disajikan dalam Lampiran V.A-C
34   standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi untuk membantu pemahaman
35   dan bukan bagian dari standar.




                                                       LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 5
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    Aktivitas Operasi
2             18. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang
3    menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang
4    cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang
5    tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar.
6              19. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari:
7    (a)   Penerimaan Perpajakan;
8    (b)   Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
9    (c)   Penerimaan Hibah;
10   (d)   Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi
11         Lainnya; dan
12   (e)   Transfer masuk.
13            20. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk
14   pengeluaran:
15   (a)   Belanja Pegawai;
16   (b)   Belanja Barang;
17   (c)   Bunga;
18   (d)   Subsidi;
19   (e)   Hibah;
20   (f)   Bantuan Sosial;
21   (g)   Belanja Lain-lain/Tak Terduga; dan
22   (h)   Transfer keluar.
23             21. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang
24   sifatnya sama dengan        persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka
25   perolehan dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai
26   aktivitas operasi.
27             22. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan
28   suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal
29   kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan,
30   maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas
31   operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.

32   Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan
33            23. Arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan mencerminkan
34   penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan



                                                        LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 6
PRESIDEN
                                     REPUBLIK INDONESIA

1    sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung
2    pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
3                24. Arus masuk kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri
4    dari:
5    (a)     Penjualan Aset Tetap;
6    (b)     Penjualan Aset Lainnya.
7                25. Arus keluar kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri
8    dari:
9    (a)     Perolehan Aset Tetap;
10   (b)     Perolehan Aset Lainnya.

11   Aktivitas Pembiayaan
12              26. Arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan penerimaan
13   dan pengeluaran kas bruto sehubungan dengan pendanaan defisit atau
14   penggunaan surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak
15   lain terhadap arus kas pemerintah dan klaim pemerintah terhadap pihak lain di
16   masa yang akan datang.
17               27. Arus masuk kas dari aktivitas pembiayaan antara lain:
18   (a)     Penerimaan Pinjaman;
19   (b)     Penerimaan Hasil Penjualan Surat Utang Negara;
20   (c)     Penerimaan dari Divestasi;
21   (d)     Penerimaan Kembali Pinjaman;
22   (e)     Pencairan Dana Cadangan.
23               28. Arus keluar kas dari aktivitas pembiayaan antara lain:
24   (a)     Penyertaan Modal Pemerintah;
25   (b)     Pembayaran Pokok Pinjaman;
26   (c)     Pemberian Pinjaman Jangka Panjang; dan
27   (d)     Pembentukan Dana Cadangan.

28   Aktivitas Nonanggaran
29              29. Arus kas dari aktivitas nonanggaran mencerminkan penerimaan
30   dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan,
31   belanja dan pembiayaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas nonanggaran antara
32   lain Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. PFK menggambarkan
33   kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar
34   atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan


                                                           LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum
2    negara/daerah.
3             30. Arus masuk kas dari aktivitas nonanggaran meliputi penerimaan
4    PFK dan kiriman uang masuk.
5             31. Arus keluar kas dari aktivitas nonanggaran meliputi pengeluaran
6    PFK dan kiriman uang keluar.

7    PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS
8    OPERASI, INVESTASI ASET NONKEUANGAN,
9    PEMBIAYAAN, DAN NONANGGARAN
10            32. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok
11   utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi,
12   investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran kecuali yang
13   tersebut dalam paragraf 35.
14            33. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas
15   operasi dengan cara:
16   (a)   Metode Langsung
17   Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan
18   pengeluaran kas bruto.
19   (b)   Metode Tidak Langsung
20   Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-
21   transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan
22   (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang akan datang,
23   serta unsur pendapatan dan belanja dalam bentuk kas yang berkaitan
24   dengan aktivitas investasi aset nonkeuangan dan pembiayaan.
25             34. Entitas  pelaporan   pemerintah   pusat/daerah    sebaiknya
26   menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas
27   operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut:
28   (a)   Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di
29         masa yang akan datang;
30   (b)   Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan
31   (c)   Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat
32         langsung diperoleh dari catatan akuntansi.




                                                      LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 8
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS
2    BERSIH
3             35. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan
4    atas dasar arus kas bersih dalam hal:
5    (a)   Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima
6          manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan
7          aktivitas pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu
8          contohnya adalah hasil kerjasama operasional.
 9   (b)   Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang
10         perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya
11         singkat.

12   ARUS KAS MATA UANG ASING
13            36. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus
14   dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan
15   mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs
16   pada tanggal transaksi.
17             37. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar
18   negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada
19   tanggal transaksi.
20           38. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat
21   perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas.

22   BUNGA DAN BAGIAN LABA
23            39. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan
24   pengeluaran belanja untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan
25   pendapatan dari bagian laba           perusahaan negara/daerah       harus
26   diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi
27   tersebut harus diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi secara konsisten
28   dari tahun ke tahun.
29            40. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam
30   arus kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari
31   pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan.
32             41. Jumlah pengeluaran belanja pembayaran bunga utang yang
33   dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk
34   pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan.
35            42. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan
36   negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah


                                                       LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 9
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah
2    dalam periode akuntansi yang bersangkutan.

3    INVESTASI DALAM PERUSAHAAN                                     NEGARA/
4    DAERAH DAN KEMITRAAN
5              43. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/ daerah dan
6    kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode
7    ekuitas dan metode biaya.
 8            44. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/ daerah dan
 9   kemitraan dicatat dengan menggunakan metode biaya, yaitu sebesar nilai
10   perolehannya.
11           45. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang
12   dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas
13   pembiayaan.

14   PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN
15   NEGARA/DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA
16            46. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan
17   perusahaan negara/daerah dan unit operasional lainnya harus disajikan
18   secara terpisah dalam aktivitas pembiayaan.
19             47. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan
20   perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode.
21   Hal-hal yang diungkapkan adalah:
22   (a)   Jumlah harga pembelian atau pelepasan;
23   (b)   Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan
24         kas dan setara kas;
25   (c)   Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit
26         operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan
27   (d)   Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh
28         perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh
29         atau dilepas.
30             48. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan
31   unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk
32   membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi,
33   investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. Arus kas masuk
34   dari pelepasan tersebut tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya.




                                                      LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 10
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1             49. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan
2    negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan
3    perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya
4    sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi
5    lainnya.

6    TRANSAKSI BUKAN KAS
 7            50. Transaksi   investasi   dan   pembiayaan      yang    tidak
 8   mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak
 9   dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan
10   dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
11             51. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas
12   konsisten dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut
13   tidak mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan
14   kas yang tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui
15   pertukaran atau hibah.

16   KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS
17            52. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara
18   kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di
19   Neraca.

20   PENGUNGKAPAN LAINNYA
21            53. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan
22   setara kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini
23   dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
24            54. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi
25   pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas
26   pelaporan.
27            55. Jika apropriasi atau otorisasi kredit anggaran disusun dengan
28   basis kas, laporan arus kas dapat membantu pengguna dalam memahami
29   hubungan antar aktivitas pelaporan atau program dan informasi penganggaran
30   pemerintah.

31   TANGGAL EFEKTIF
32            56. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
33   diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
34   pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.



                                                    LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 11
PRESIDEN
                                           REPUBLIK INDONESIA




                                                                      LAMPIRAN II
                                                                      PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                                      NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                                      ILUSTRASI PSAP 03.A



                                   Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat

                                              LAPORAN ARUS KAS
                                              PEMERINTAH PUSAT
                       Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                                Metode Langsung
                                                                                              (Dalam Rupiah)
No.                                            Uraian                                         20X1      20X0

1     Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2     Arus Masuk Kas
3        Pendapatan Pajak Penghasilan                                                         XXX       XXX
4        Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah                        XXX       XXX
5        Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan                                                   XXX       XXX
6        Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan                                 XXX       XXX
7        Pendapatan Cukai                                                                     XXX       XXX
8        Pendapatan Bea Masuk                                                                 XXX       XXX
9        Pendapatan Pajak Ekspor                                                              XXX       XXX
10       Pendapatan Pajak Lainnya                                                             XXX       XXX
11       Pendapatan Sumber Daya Alam                                                          XXX       XXX
12       Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba                                               XXX       XXX
13       Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya                                                XXX       XXX
14       Pendapatan Hibah                                                                     XXX       XXX
15             Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 14)                                               XXX       XXX
16    Arus Keluar Kas
17       Belanja Pegawai                                                                      XXX       XXX
18       Belanja Barang                                                                       XXX       XXX
19       Bunga                                                                                XXX       XXX
20       Subsidi                                                                              XXX       XXX
21       Hibah                                                                                XXX       XXX
22       Bantuan Sosial                                                                       XXX       XXX
23       Belanja Lain-lain                                                                    XXX       XXX
24       Dana Bagi Hasil Pajak                                                                XXX       XXX
25       Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                                     XXX       XXX
26       Dana Alokasi Umum                                                                    XXX       XXX
27       Dana Alokasi Khusus                                                                  XXX       XXX
28       Dana Otonomi Khusus                                                                  XXX       XXX
29       Dana Penyesuaian                                                                     XXX       XXX
30             Jumlah Arus Keluar Kas (17 s/d 29)                                             XXX       XXX
31                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (15 - 30)                         XXX       XXX
32    Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan
33    Arus Masuk Kas
34       Pendapatan Penjualan atas Tanah                                                      XXX       XXX
35       Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin                                        XXX       XXX
36       Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan                                        XXX       XXX
37       Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan                                XXX       XXX
38       Pendapatan Penjualan Aset Tetap Lainnya                                              XXX       XXX
39       Pendapatan Penjualan Aset Lainnya                                                    XXX       XXX
40             Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39)                                              XXX       XXX
41    Arus Keluar Kas
42       Belanja Tanah                                                                        XXX       XXX
43       Belanja Peralatan dan Mesin                                                          XXX       XXX
44       Belanja Gedung dan Bangunan                                                          XXX       XXX
45       Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                                  XXX       XXX
46       Belanja Aset Tetap Lainnya                                                           XXX       XXX
47       Belanja Aset Lainnya                                                                 XXX       XXX
48             Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47)                                             XXX       XXX
49                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48)      XXX       XXX
PRESIDEN
                                           REPUBLIK INDONESIA




                                             LAPORAN ARUS KAS
                                              PEMERINTAH PUSAT
                       Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                                Metode Langsung
                                                                                           (Dalam Rupiah)
No.                                            Uraian                                      20X1      20X0

50    Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan
51    Arus Masuk Kas
52       Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan                               XXX       XXX
53       Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                       XXX       XXX
54       Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                        XXX       XXX
55       Penerimaan dari Divestasi                                                         XXX       XXX
56       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                              XXX       XXX
57       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                              XXX       XXX
58       Penerimaan Pinjaman Luar Negeri                                                   XXX       XXX
59       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional                          XXX       XXX
60             Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 59)                                           XXX       XXX
61    Arus Keluar Kas
62       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan                         XXX       XXX
63       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                 XXX       XXX
64       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                  XXX       XXX
65       Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP)                                     XXX       XXX
66       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                       XXX       XXX
67       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                       XXX       XXX
68       Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri                                             XXX       XXX
69       Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional                                   XXX       XXX
70             Jumlah Arus Keluar Kas (62 s/d 69)                                          XXX       XXX
71                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (60 - 70)                   XXX       XXX
72    Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran
73    Arus Masuk Kas
74       Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                         XXX       XXX
75       Kiriman Uang Masuk                                                                XXX       XXX
76             Jumlah Arus Masuk Kas (74 s/d 75)                                           XXX       XXX
77    Arus Keluar Kas
78       Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                        XXX       XXX
79       Kiriman Uang Keluar                                                               XXX       XXX
80             Jumlah Arus Keluar Kas (78 s/d 79)                                          XXX       XXX
81                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (76 - 80)                  XXX       XXX
82                         Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 71 + 81)                      XXX       XXX
83                         Saldo Awal Kas di BUN                                           XXX       XXX
84                         Saldo Akhir Kas di BUN (82 + 83)                                XXX       XXX
85                         Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran                        XXX       XXX
86                         S ld Akhir Kas di Bendahara P
                           Saldo Akhi K       B d h       Penerimaan
                                                               i                           XXX       XXX
87                         Saldo Akhir Kas (84 + 85 + 86)                                  XXX       XXX
PRESIDEN
                                         REPUBLIK INDONESIA




                                                         LAMPIRAN II
                                                         PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                         NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                         ILUSTRASI PSAP 03.B

                               Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi

                                          LAPORAN ARUS KAS
                                         PEMERINTAH PROVINSI
                    Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                             Metode Langsung
                                                                                           (Dalam Rupiah)

No.                                           Uraian                                       20X1    20X0

 1    Arus Kas dari Aktivitas Operasi
 2    Arus Masuk Kas
 3       Pendapatan Pajak Daerah                                                           XXX     XXX
 4       Pendapatan Retribusi Daerah                                                       XXX     XXX
 5       Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                      XXX     XXX
 6       Lain-lain PAD yang sah                                                            XXX     XXX
 7       Dana Bagi Hasil Pajak                                                             XXX     XXX
 8       Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                                  XXX     XXX
 9       Dana Alokasi Umum                                                                 XXX     XXX
10       Dana Alokasi Khusus                                                               XXX     XXX
11       Dana Otonomi Khusus                                                               XXX     XXX
12       Dana Penyesuaian                                                                  XXX     XXX
13       Pendapatan Hibah                                                                  XXX     XXX
14       Pendapatan Dana Darurat                                                           XXX     XXX
15       Pendapatan Lainnya                                                                XXX     XXX
16             Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15)                                            XXX     XXX
17    Arus Keluar Kas
18       Belanja Pegawai                                                                   XXX     XXX
19       Belanja Barang                                                                    XXX     XXX
20       Bunga                                                                             XXX     XXX
21       Subsidi                                                                           XXX     XXX
22       Hibah                                                                             XXX     XXX
23       Bantuan Sosial                                                                    XXX     XXX
24       Belanja Tak Terduga                                                               XXX     XXX
25       Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota                                                XXX     XXX
26       Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota                                            XXX     XXX
27       Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota                                   XXX     XXX
28             Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 27)                                          XXX     XXX
29                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 28)                      XXX     XXX
30    Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan
31    Arus Masuk Kas
32       Pendapatan Penjualan atas Tanah                                                   XXX     XXX
33       Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin                                     XXX     XXX
34       Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan                                     XXX     XXX
35       Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan                             XXX     XXX
36       Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap Lainnya                                      XXX     XXX
37       Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya                                            XXX     XXX
38             Jumlah Arus Masuk Kas (32 s/d 37)                                           XXX     XXX
39    Arus Keluar Kas
40       Belanja Tanah                                                                     XXX     XXX
41       Belanja Peralatan dan Mesin                                                       XXX     XXX
42       Belanja Gedung dan Bangunan                                                       XXX     XXX
43       Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                               XXX     XXX
44       Belanja Aset Tetap Lainnya                                                        XXX     XXX
45       Belanja Aset Lainnya                                                              XXX     XXX
46             Jumlah Arus Keluar Kas (40 s/d 45)                                          XXX     XXX
47                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (38 - 46)   XXX     XXX
PRESIDEN
                                      REPUBLIK INDONESIA




                                       LAPORAN ARUS KAS
                                        PEMERINTAH PROVINSI
                   Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                            Metode Langsung
                                                                                       (Dalam Rupiah)

No.                                        Uraian                                      20X1    20X0

48    Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan
49    Arus Masuk Kas
50       Pencairan Dana Cadangan                                                       XXX     XXX
51       Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                               XXX     XXX
52       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                                      XXX     XXX
53       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                             XXX     XXX
54       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                                 XXX     XXX
55       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank                           XXX     XXX
56       Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                              XXX     XXX
57       Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                               XXX     XXX
58       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                          XXX     XXX
59       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                          XXX     XXX
60       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                  XXX     XXX
61             Jumlah Arus Masuk Kas (50 s/d 60)                                       XXX     XXX
62    Arus Keluar Kas
63       Pembentukan Dana Cadangan                                                     XXX     XXX
64       Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                            XXX     XXX
65       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                     XXX     XXX
66       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya            XXX     XXX
67       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                XXX     XXX
68       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank          XXX     XXX
69       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                             XXX     XXX
70       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                              XXX     XXX
71       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                   XXX     XXX
72       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                   XXX     XXX
73       Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                           XXX     XXX
74             Jumlah Arus Keluar Kas (63 s/d 73)                                      XXX     XXX
75                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (61 - 74)               XXX     XXX
76    Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran
77    Arus Masuk Kas
78       Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                     XXX     XXX
79             Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 78)                                       XXX     XXX
80    Arus Keluar Kas
81       Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                    XXX     XXX
82             Jumlah Arus Keluar Kas (81 s/d 81)                                      XXX     XXX
83                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (79 - 82)              XXX     XXX
84                         Kenaikan/Penurunan Kas (29 + 47 + 75 + 83)                  XXX     XXX
85                         Saldo Awal Kas di BUD                                       XXX     XXX
86                         Saldo Akhir Kas di BUD (84 + 85)                            XXX     XXX
87                         Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran                    XXX     XXX
88                         Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan                     XXX     XXX
89                         Saldo Akhir Kas (86 + 87 + 88)                              XXX     XXX
PRESIDEN
                                           REPUBLIK INDONESIA



                                                           LAMPIRAN II
                                                           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                                           NOMOR 71 TAHUN 2010
                                                           ILUSTRASI PSAP 03.C


                              Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota

                                             LAPORAN ARUS KAS
                                      PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                     Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                                 Metode Langsung
                                                                                            (Dalam Rupiah)

No.                                             Uraian                                      20X1     20X0

 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
 2 Arus Masuk Kas
 3    Pendapatan Pajak Daerah                                                               XXX      XXX
 4    Pendapatan Retribusi Daerah                                                           XXX      XXX
 5    Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                          XXX      XXX
 6    Lain-lain PAD yang sah                                                                XXX      XXX
 7    Dana Bagi Hasil Pajak                                                                 XXX      XXX
 8    Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam                                                      XXX      XXX
 9    Dana Alokasi Umum                                                                     XXX      XXX
10    Dana Alokasi Khusus                                                                   XXX      XXX
11    Dana Otonomi Khusus                                                                   XXX      XXX
12    Dana Penyesuaian                                                                      XXX      XXX
13    Pendapatan Bagi Hasil Pajak                                                           XXX      XXX
14    Pendapatan Bagi Hasil Lainnya                                                         XXX      XXX
15    Pendapatan Hibah                                                                      XXX      XXX
16    Pendapatan Dana Darurat                                                               XXX      XXX
17     Pendapatan Lainnya                                                                   XXX      XXX
18          Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 17)                                                XXX      XXX
19 Arus Keluar Kas
20     Belanja Pegawai                                                                      XXX      XXX
21     Belanja Barang                                                                       XXX      XXX
22     Bunga                                                                                XXX      XXX
23     Subsidi                                                                              XXX      XXX
24     Hibah                                                                                XXX      XXX
25     Bantuan Sosial                                                                       XXX      XXX
26     Belanja Tak Terduga                                                                  XXX      XXX
27     Bagi Hasil Pajak                                                                     XXX      XXX
28     Bagi Hasil Retribusi                                                                 XXX      XXX
29    Bagi Hasil Pendapatan Lainnya                                                         XXX      XXX
30          Jumlah Arus Keluar Kas (20 s/d 29)                                              XXX      XXX
31                Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (18 - 30)                          XXX      XXX
32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan
33 Arus Masuk Kas
34    Pendapatan Penjualan atas Tanah                                                       XXX      XXX
35    Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin                                         XXX      XXX
36    Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan                                         XXX      XXX
37    Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan                                 XXX      XXX
38    Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap                                                  XXX      XXX
39    Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya                                                XXX      XXX
40          Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39)                                               XXX      XXX
41 Arus Keluar Kas
42    Belanja Tanah                                                                         XXX      XXX
43    Belanja Peralatan dan Mesin                                                           XXX      XXX
44    Belanja Gedung dan Bangunan                                                           XXX      XXX
45    Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan                                                   XXX      XXX
46    Belanja Aset Tetap Lainnya                                                            XXX      XXX
47    Belanja Aset Lainnya                                                                  XXX      XXX
48          Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47)                                              XXX      XXX
49                Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48)       XXX      XXX
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA



                                         LAPORAN ARUS KAS
                                     PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
                    Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
                                                Metode Langsung
                                                                                        (Dalam Rupiah)

No.                                         Uraian                                      20X1    20X0

50    Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan
51    Arus Masuk Kas
52       Pencairan Dana Cadangan                                                        XXX     XXX
53       Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan                                XXX     XXX
54       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                                       XXX     XXX
55       Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya                              XXX     XXX
56       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                                  XXX     XXX
57       Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank                            XXX     XXX
58       Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                                               XXX     XXX
59       Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                                                XXX     XXX
60       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara                           XXX     XXX
61       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                           XXX     XXX
62       Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                   XXX     XXX
63             Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 62)                                        XXX     XXX
64    Arus Keluar Kas
65       Pembentukan Dana Cadangan                                                      XXX     XXX
66       Penyertaan Modal Pemerintah Daerah                                             XXX     XXX
67       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat                      XXX     XXX
68       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya             XXX     XXX
69       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank                 XXX     XXX
70       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank           XXX     XXX
71       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi                              XXX     XXX
72       Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya                               XXX     XXX
73       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara                                    XXX     XXX
74       Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah                                    XXX     XXX
75       Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya                            XXX     XXX
76             Jumlah Arus Keluar Kas (65 s/d 75)                                       XXX     XXX
77                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (64 - 76)                XXX     XXX
78    Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran
79    Arus Masuk Kas
80       Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                      XXX     XXX
81             Jumlah Arus Masuk Kas (80 s/d 80)                                        XXX     XXX
82    Arus Keluar Kas
83       Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)                                     XXX     XXX
84             Jumlah Arus Keluar Kas (83 s/d 83)                                       XXX     XXX
85                   Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (81 - 84)
                                                           gg    (       )              XXX     XXX
86                          Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 77 + 85)                  XXX     XXX
87                          Saldo Awal Kas di BUD                                       XXX     XXX
88                          Saldo Akhir Kas di BUD (86 + 87)                            XXX     XXX
89                          Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran                    XXX     XXX
90                          Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan                     XXX     XXX
91                          Saldo Akhir Kas (88 + 89 + 90)                              XXX     XXX
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA



           LAMPIRAN II.05
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 04




CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN




                                     LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA

                                             DAFTAR ISI


                                                                                               Paragraf
PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------             1-5
        TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------        1
        RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------            2-5
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------      6
KETENTUAN UMUM -------------------------------------------------------------------             7- 10
STRUKTUR DAN ISI ------------------------------------------------------------------- 11- 65
        PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/
        KEUANGAN, EKONOMI MAKRO, PENCAPAIAN TARGET
        UNDANG-UNDANG APBN/PERATURAN DAERAH APBD,
        BERIKUT KENDALA DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI
        DALAM PENCAPAIAN TARGET -------------------------------------------                    16-24
        PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN
        SELAMA TAHUN PELAPORAN --------------------------------------------                    25-33
        DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN
        PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN ---------                                    34-54
            ASUMSI DASAR AKUNTANSI ---------------------------------------                     35-39
            PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------                           40-42
            KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------------                 43-44
            ISI KEBIJAKAN AKUNTANSI -----------------------------------------                  45-54
        PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN
        OLEH PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
        YANG BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA
        LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------               55-57
        PENGUNGKAPAN INFORMASI UNTUK POS-POS ASET
        DAN KEWAJIBAN YANG TIMBUL SEHUBUNGAN
        DENGAN PENERAPAN BASIS AKRUAL ATAS PENDAPATAN
        DAN BELANJA DAN REKONSILIASINYA DENGAN
        PENERAPAN BASIS KAS ----------------------------------------------------               58-61
        PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ----------------------                               62-65
SUSUNAN ---------------------------------------------------------------------------------        66
TANGGAL EFEKTIF--------------------------------------------------------------------              67




                                                                   LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (ii)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    PERNYATAAN NO. 04
3    CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
4    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
6    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
7    Akuntansi Pemerintahan.

8    PENDAHULUAN
9    Tujuan
10           1. Tujuan Pernyataan Standar ini mengatur penyajian             dan
11   pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

12   Ruang Lingkup
13               2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan pada:
14   (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum oleh entitas pelaporan;
15   (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan
16          untuk tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas
17          pelaporan.
18               3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang
19   dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi
20   keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat,
21   legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan
22   dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan
23   keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari
24   laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan
25   tahunan.
26               4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
27   menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
28   keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
29               5. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat
30   menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka
31   standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi
32   kriteria suatu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar
33   akuntansi yang mengatur mengenai entitas pelaporan pemerintah.


                                                     LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    DEFINISI
 2             6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
 3   Pernyataan Standar dengan pengertian:
 4   Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
 5   pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan
 6   pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut
 7   klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode.
 8   Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) adalah rencana
 9   keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
10   Perwakilan Rakyat Daerah.
11   Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
12   keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
13   Perwakilan Rakyat.
14   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
15   pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
16   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
17   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
18   uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
19   penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
20   dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
21   Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi
22   dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa
23   memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
24   Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
25   peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
26   Belanja adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah
27   yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
28   bersangkutan yang tidak akan diperoleh kembali pembayarannya oleh
29   pemerintah.
30   Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih
31   antara aset dan kewajiban pemerintah.
32   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
33   entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
34   wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan
35   keuangan.
36   Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-
37   konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu
38   entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.




                                                      LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 2
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
 2   penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
 3   pemerintah.
 4   Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji
 5   suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna
 6   yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada
 7   hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari
 8   keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi.
 9   Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar
10   kembali, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun
11   anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
12   dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup
13   defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
14   Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah
15   yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang
16   bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar
17   kembali oleh pemerintah.
18
19   KETENTUAN UMUM
20             7. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan
21   Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
22   laporan keuangan untuk tujuan umum.
23             8. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan
24   keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk
25   pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu,
26   Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai
27   potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Untuk menghindari
28   kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan
29   Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami
30   Laporan Keuangan.
31             9. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari
32   pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran
33   mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi
34   akrual. Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial
35   cenderung melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan
36   perusahaan. Untuk itu, diperlukan pembahasan umum dan referensi ke pos-pos
37   laporan keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan keuangan.
38             10. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi
39   yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari
40   kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan.



                                                      LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 3
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    STRUKTUR DAN ISI
 2              11. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara
 3   sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
 4   Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi
 5   terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
 6              12. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar
 7   terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi
 8   Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas
 9   Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan
10   oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-
11   pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan
12   keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
13              13. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi
14   tentang      penjelasan     pos-pos      laporan    keuangan     dalam    rangka
15   pengungkapan yang memadai, antara lain:
16   (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi
17         makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut
18         kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
19   (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun
20         pelaporan;
21   (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan
22         dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas
23         transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
24   (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
25         Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
26         laporan keuangan;
27   (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang
28         timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan
29         dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
30   (f)   Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian
31         yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka                 laporan
32         keuangan.
33
34             14. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan
35   mengikuti standar berlaku yang mengatur tentang pengungkapan untuk pos-pos
36   yang berhubungan. Misalnya, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
37   tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan kebijakan akuntansi yang
38   digunakan dalam pengukuran persediaan.
39             15. Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada
40   Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik,


                                                        LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara
2    ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan.

3    Penyajian Informasi tentang Kebijakan Fiskal/ Keuangan,
4    Ekonomi Makro, Pencapaian Target Undang-Undang
5    APBN/Peraturan Daerah APBD, Berikut Kendala dan
6    Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target
 7              16. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu
 8   pembacanya untuk dapat memahami kondisi dan posisi keuangan entitas
 9   pelaporan secara keseluruhan.
10              17. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas
11   Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab
12   pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana perkembangan posisi dan kondisi
13   keuangan/fiskal entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai.
14              18. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas
15   pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting posisi
16   dan kondisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan dengan periode
17   sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana lainnya
18   sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan perbedaan
19   adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan
20   anggaran dibandingkan dengan realisasinya.
21              19. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas
22   Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan
23   pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan
24   pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan
25   penyusunan APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan
26   intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara.
27              20. Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam Catatan
28   atas Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang
29   digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator
30   ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik
31   Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak,
32   tingkat suku bunga dan neraca pembayaran.
33              21. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan
34   perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan
35   dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan
36   dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta
37   masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan
38   untuk diketahui pembaca laporan keuangan.
39              22. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi
40   tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan

                                                       LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti
 2   kondisi dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan
 3   yang ada, yang disahkan oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran
 4   pertama kali disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi
 5   anggaran dan keuangan entitas pelaporan.
 6             23. Dalam kondisi tertentu, entitas pelaporan belum dapat mencapai
 7   target yang telah ditetapkan, misalnya jumlah unit pembangunan bangunan
 8   sekolah dasar. Penjelasan mengenai hambatan dan kendala yang ada, misalnya
 9   kurangnya ketersediaan lahan, perlu dijelaskan dalam Catatan atas Laporan
10   Keuangan.
11             24. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas
12   pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya
13   yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang
14   memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang.

15   Penyajian Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan Selama
16   Tahun Pelaporan
17              25. Kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi
18   Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan
19   operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan.
20              26. Kebutuhan pengguna laporan keuangan pemerintah berbeda
21   dengan pengguna laporan keuangan nonpemerintah. Kebutuhan pengguna
22   laporan keuangan pemerintah tidak hanya melihat entitas pelaporan dari sisi
23   perubahan aset bersih saja, namun lebih dari itu, pengguna laporan keuangan
24   pemerintah sangat tertarik dengan kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan
25   target yang telah ditetapkan.
26              27. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan dijelaskan
27   secara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan
28   pencapaian kinerja dapat diketahui berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas
29   suatu program. Efisiensi dapat diukur dengan membandingkan keluaran (output)
30   dengan masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan
31   hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan.
32              28. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan
33   dengan tujuan dan sasaran dari rencana strategis pemerintah dan indikator
34   sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ikhtisar
35   pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan
36   harus:
37   (a) Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk
38          mencapai tujuan;
39   (b) Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja
40          keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan


                                                       LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 6
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   (c)   Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh
 2         manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan
 3         bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan
 4         andal;
 5             29. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus:
 6   (a) Meliputi baik hasil yang positif maupun negatif;
 7   (b) Menyajikan data historis yang relevan;
 8   (c) Membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan dan rencana yang
 9         telah ditetapkan;
10   (d) Menyajikan informasi penjelasan lainnya yang diyakini oleh
11         manajemen akan dibutuhkan oleh pembaca laporan keuangan untuk
12         dapat memahami indikator, hasil, dan perbedaan yang ada dengan
13         tujuan atau rencana.
14             30. Untuk lebih meningkatkan kegunaan informasi, penjelasan entitas
15   pelaporan harus juga meliputi penjelasan mengenai apa yang semestinya
16   dilakukan dan rencana untuk meningkatkan kinerja program.
17             31. Keterbatasan dan kesulitan yang penting sehubungan dengan
18   pengukuran dan pelaporan kinerja keuangan harus diungkapkan sesuai dengan
19   relevansinya atas indikator kinerja yang diuraikan pada Catatan atas Laporan
20   Keuangan. Keterbatasan yang relevan akan beragam dari satu program ke
21   program lainnya, namun biasanya faktor yang dibahas termasuk, antara lain:
22   (a) Kinerja biasanya tidak dapat diungkapkan secara utuh dengan hanya
23         menggunakan satu indikator saja;
24   (b) Indikator kinerja tidak dapat memperlihatkan alasan mengapa kinerja
25         berada pada tingkat yang dilaporkan; dan
26   (c) Melihat indikator kuantitatif secara eksklusif sering kali menghasilkan
27         konsekuensi yang tidak diinginkan.
28             32. Oleh karena itu, indikator kinerja harus dilengkapi dengan
29   informasi penjelasan yang sesuai. Informasi penjelasan ini akan membantu
30   pengguna memahami indikator yang dilaporkan, mendapat gambaran mengenai
31   kinerja keuangan entitas pelaporan, dan mengevaluasi pentingnya faktor yang
32   mendasari yang mungkin mempengaruhi kinerja keuangan yang dilaporkan.
33             33. Informasi penjelasan mungkin termasuk, sebagai contoh,
34   informasi mengenai faktor yang substansial yang berada di luar kendali entitas,
35   dan informasi mengenai faktor-faktor yang membuat entitas mempunyai
36   pengaruh penting.




                                                       LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan
2    Kebijakan Akuntansi Keuangan
3             34. Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas
4    pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan
5    kebijakan akuntansi.

6    Asumsi Dasar Akuntansi
 7              35. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu
 8   mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan
 9   secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau
10   konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan.
11              36. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan,
12   asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah
13   anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar
14   standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari:
15   (a) Asumsi kemandirian entitas;
16   (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan
17   (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).
18              37. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi
19   dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan
20   laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi
21   pemerintah dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi
22   ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan
23   melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab
24   atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan
25   yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan
26   sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas,
27   serta terlaksana tidaknya program yang telah ditetapkan.
28              38. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas
29   pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah
30   diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam
31   jangka pendek.
32              39. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap
33   kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan
34   agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi.

35   Pengguna Laporan Keuangan
36             40. Laporan keuangan mengandung informasi bagi pemakai yang
37   berbeda-beda, seperti anggota legislatif, kreditor dan karyawan. Pemakai penting
38   lain meliputi pemasok, pelanggan, organisasi perdagangan, analis keuangan,

                                                       LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 8
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   calon investor, penjamin, ahli statistik, ahli ekonomi, dan pihak yang berwenang
 2   membuat peraturan.
 3              41. Terkait pada paragraf 34 di atas, para pemakai laporan keuangan
 4   membutuhkan keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari
 5   informasi yang dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan
 6   dan keperluan lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika
 7   laporan keuangan tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi
 8   terpilih yang penting dalam penyusunan laporan keuangan.
 9              42. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan
10   dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan
11   kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan
12   keuangan yang sangat membantu pemakai laporan keuangan, karena kadang-
13   kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu komponen
14   laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, atau laporan lainnya
15   terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih.

16   Kebijakan Akuntansi
17             43. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu
18   disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan
19   yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan
20   secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan.
21             44. Tiga pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan
22   akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen:
23   (a) Pertimbangan Sehat
24         Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya
25         diakui dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak
26         membenarkan penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan.
27   (b)   Substansi Mengungguli Bentuk Formal
28         Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan
29         sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata
30         mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian.
31   (c)   Materialitas
32         Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup
33         material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan.

34   Isi Kebijakan Akuntansi
35           45. Pengungkapan          kebijakan     akuntansi      harus
36   mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang
37   digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang
38   secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran,


                                                       LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 9
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA

 1   Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi
 2   pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip-
 3   prinsip yang sesuai.
 4             46. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas
 5   Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini:
 6   (a) Entitas pelaporan;
 7   (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
 8   (c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
 9         keuangan;
10   (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan
11         dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar
12         Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan;
13   (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
14         laporan keuangan.
15             47. Pengungkapan entitas pelaporan yang membentuk suatu laporan
16   keuangan untuk tujuan umum akan sangat membantu pembaca laporan untuk
17   dapat memahami informasi keuangan yang disajikan pada laporan keuangan.
18   Pembaca laporan akan mempunyai kerangka dalam menganalisis informasi yang
19   ada. Ketiadaan informasi mengenai entitas pelaporan dan komponennya
20   mempunyai potensi kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi
21   permasalahan yang ada.
22             48. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
23   telah menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk
24   penyusunan laporan keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis
25   akuntansi yang mendasari laporan keuangan pemerintah semestinya
26   diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan tersebut
27   juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan Kerangka Konseptual
28   Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan pembaca laporan tanpa
29   harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada Kerangka
30   Konseptual Akuntansi Pemerintahan.
31             49. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis
32   pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan
33   keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam
34   penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup
35   memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan
36   basis pengukuran tersebut.
37             50. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi
38   diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan
39   tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang
40   tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 44 dapat
41   dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu



                                                   LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 10
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk
 2   disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut:
 3   (a) Pengakuan pendapatan;
 4   (b) Pengakuan belanja;
 5   (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
 6   (d) investasi;
 7   (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
 8         berwujud;
 9   (f)   Kontrak-kontrak konstruksi;
10   (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran;
11   (h) Kemitraan dengan pihak ketiga;
12   (i)   Biaya penelitian dan pengembangan;
13   (j)   Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;
14   (k) Pembentukan dana cadangan;
15   (l)   Pembentukan dana kesejahteraan pegawai;
16   (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
17               51. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan
18   dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
19   Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan
20   pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib,
21   penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs.
22               52. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai
23   pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak
24   material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang
25   dipilih dan diterapkan yang tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini.
26               53. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka-
27   angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi
28   berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara
29   kuantitatif harus diungkapkan.
30               54. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai
31   pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika
32   berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang.

33   Pengungkapan Informasi yang diharuskan oleh
34   pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang
35   belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan
36           55. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi
37   yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
38   Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang

                                                    LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 11
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban
 2   kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam
 3   Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain
 4   yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan.
 5              56. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang
 6   digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai
 7   dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka
 8   laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan
 9   gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan
10   akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan
11   entitas pelaporan pada periode yang akan datang.
12              57. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan
13   harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian
14   persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti
15   yang telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa
16   kasus, pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan
17   pemahaman pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain
18   di laporan keuangan.

19   Pengungkapan Informasi untuk Pos-pos aset dan
20   kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan
21   basis akrual atas pendapatan dan belanja dan
22   rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas
23             58. Entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan berbasis
24   akrual atas pendapatan dan belanja harus mengungkapkan pos-pos aset
25   dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual
26   dan menyajikan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.
27             59. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan pada paragraf 26
28   dan 76 memungkinkan entitas pelaporan menyusun laporan keuangannya
29   dengan basis akrual untuk pendapatan dan belanja. Entitas pelaporan tersebut
30   harus menyediakan informasi tambahan termasuk rincian mengenai output
31   entitas dan outcome dalam bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja
32   keuangan, tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja
33   keuangan entitas selama periode pelaporan. Hal ini dimaksudkan agar pembaca
34   laporan dapat memahami pos-pos aset dan kewajiban yang timbul dikarenakan
35   penerapan basis akrual pada pos-pos pendapatan dan belanja, seperti
36   pendapatan yang diterima di muka, biaya dibayar di muka, dan biaya
37   penyusutan/depresiasi. Pos-pos aset dan kewajiban tersebut merupakan akibat
38   dari penerapan basis akrual atas pos-pos pendapatan dan belanja.
39             60. Tujuan dari rekonsiliasi adalah untuk menyajikan hubungan antara
40   Laporan Kinerja Keuangan dengan Laporan Realisasi Anggaran. Laporan


                                                     LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 12
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    rekonsiliasi dimulai dari penambahan/penurunan ekuitas yang berasal dari
2    Laporan Kinerja Keuangan yang disusun berdasarkan basis akrual. Nilai tersebut
3    selanjutnya disesuaikan dengan transaksi penambahan dan pengurangan aset
4    bersih dikarenakan penggunaan basis akrual yang kemudian menghasilkan nilai
5    yang sama dengan nilai akhir pada Laporan Realisasi Anggaran.
6               61. Untuk memudahkan pengguna daftar rekonsiliasi dan penjelasan
7    atas kondisi yang ada pada paragraf 59 dan 60, harus disajikan sebagai bagian
8    dari Catatan atas Laporan Keuangan.

9    Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya
10              62. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan
11   informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca
12   laporan.
13              63. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila
14   belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu:
15   (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas
16         tersebut berada;
17   (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
18   (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan
19         operasionalnya.
20              64. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian-
21   kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti:
22   (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan;
23   (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen
24         baru;
25   (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; dan
26   (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan.
27   (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan
28         yang harus ditanggulangi pemerintah.
29              65. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku
30   sebagai pelengkap standar ini.

31   SUSUNAN
32            66. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan
33   membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas
34   Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut:
35   (a) Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-
36        Undang APBN/Perda APBD;
37   (b) Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan;


                                                      LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 13
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   (c)   Kebijakan akuntansi yang penting:
 2            i. Entitas pelaporan;
 3           ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
 4          iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan
 5               keuangan;
 6          iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan
 7               ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
 8               oleh suatu entitas pelaporan;
 9           v. setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami
10               laporan keuangan.
11   (d)   Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:
12            i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan;
13           ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar
14               Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka
15               Laporan Keuangan.
16   (e)   Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan
17         dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan
18         rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang
19         menggunakan basis akrual;
20   (f)   Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum
21         daerah.

22   TANGGAL EFEKTIF
23            67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
24   diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
25   pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                                     LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 14
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA


           LAMPIRAN II.06
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 05




AKUNTANSI PERSEDIAAN




                                     LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA



                                             DAFTAR ISI



                                                                                                Paragraf
PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------              1-4
      Tujuan --------------------------------------------------------------------------------      1
      Ruang Lingkup ---------------------------------------------------------------------         2-4
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------       5
UMUM --------------------------------------------------------------------------------------      6-13
PENGAKUAN ----------------------------------------------------------------------------          14-17
PENGUKURAN --------------------------------------------------------------------------           18-24
PENGUNGKAPAN ----------------------------------------------------------------------               25
TANGGAL EFEKTIF--------------------------------------------------------------------               26




                                                                   LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (ii)
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA




1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    PERNYATAAN NO. 05
3    AKUNTANSI PERSEDIAAN
4    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf
5    standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang
6    ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

7    PENDAHULUAN

8       Tujuan
 9         1.    Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
10   akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan
11   dalam laporan keuangan.

12      Ruang Lingkup
13          2.    Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh
14   persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan
15   disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja,
16   transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset,
17   kewajiban, dan ekuitas. Standar ini diterapkan untuk seluruh entitas
18   pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
19         3.    Perusahaan negara/daerah dipersyaratkan tunduk pada Standar
20   Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
21         4.    Standar ini mengatur perlakuan akuntansi persediaan pemerintah
22   pusat dan daerah yang meliputi :
23      (a)   Definisi,
24      (b)   Pengakuan
25      (c)   Pengukuran, dan
26      (d)   Pengungkapan.

27   DEFINISI
28        5.    Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
29   Standar dengan pengertian:




                                                       LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 1
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
2    pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
3    ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
4    pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
5    termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
6    bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
7    alasan sejarah dan budaya.
8    Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak
9    yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
10   Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang
11   dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-
12   barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka
13   pelayanan kepada masyarakat.
14   Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
15   modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

16   UMUM
17         6.    Persediaan merupakan aset yang berwujud:
18         Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka
19         kegiatan operasional pemerintah;
20         Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses
21         produksi;
22         Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau
23         diserahkan kepada masyarakat.
24         Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
25         dalam rangka kegiatan pemerintahan;
26          7.     Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan
27   disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor,
28   barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas
29   pakai seperti komponen bekas.
30          8.     Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi
31   barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-
32   alat pertanian.
33         9.     Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai
34   persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi.
35         10.   Persediaan dapat meliputi:
36         Barang konsumsi;



                                                         LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 2
PRESIDEN
                                      REPUBLIK INDONESIA


1             Amunisi;
2             Bahan untuk pemeliharaan;
3             Suku cadang;
4             Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
5             Pita cukai dan leges;
6             Bahan baku ;
7             Barang dalam proses/setengah jadi;
8             Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
9             Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
10          11.   Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan
11   strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga
12   seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai
13   persediaan.
14          12.    Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
15   antara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman.
16         13.     Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam
17   neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

18   PENGAKUAN
19        14.    Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa
20   depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
21   dengan andal.
22         15.   Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya
23   dan/ atau kepenguasaannya berpindah.
24          16.     Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil
25   inventarisasi fisik.
26         17.     Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek
27   swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam
28   pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan.

29   PENGUKURAN
30            18.   Persediaan disajikan sebesar:
31      (a)     Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
32      (b)     Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;



                                                                LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 3
PRESIDEN
                                      REPUBLIK INDONESIA


1       (c)     Nilai wajar, apabila     diperoleh   dengan     cara   lainnya   seperti
2               donasi/rampasan;
3          19.   Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya
4    pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat
5    dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang
6    serupa mengurangi biaya perolehan.
7          20.     Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan
8    yang terakhir diperoleh.
 9         21.      Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan
10   untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
11         22.    Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan
12   persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara
13   sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan
14   rencana kerja dan anggaran.
15        23.   Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai
16   dengan menggunakan nilai wajar.
17          24.  Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian
18   kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi
19   wajar.

20   PENGUNGKAPAN
21            25.   Laporan keuangan mengungkapkan:
22      (a)     Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
23      (b)     Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan
24              yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau
25              perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang
26              disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan
27              barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk
28              dijual atau diserahkan kepada masyarakat ;
29      (c)     Kondisi persediaan;

30   TANGGAL EFEKTIF
31          26.  Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
32   diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan
33   anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                                           LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 4
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA


           LAMPIRAN II.07
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 06




AKUNTANSI INVESTASI




                                     LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (i)
PRESIDEN
                                       REPUBLIK INDONESIA


                                             DAFTAR ISI



                                                                                               Paragraf

PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------           1- 5

  Tujuan -----------------------------------------------------------------------------------      1

  Ruang Lingkup -------------------------------------------------------------------------      2- 5

DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------       6

BENTUK INVESTASI -----------------------------------------------------------------             7- 8

KLASIFIKASI INVESTASI -----------------------------------------------------------              9 -19

PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------ 20 - 23

PENGUKURAN INVESTASI ---------------------------------------------------------- 24 - 32

METODE PENILAIAN INVESTASI ------------------------------------------------- 33 - 35

PENGAKUAN HASIL INVESTASI -------------------------------------------------- 36 - 37

PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI -------------------------------- 38- 41

PENGUNGKAPAN ----------------------------------------------------------------------              42

TANGGAL EFEKTIF--------------------------------------------------------------------              43




                                                                  LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (ii)
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN
2    NO. 06
3    AKUNTANSI INVESTASI

4    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
6    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
7    Akuntansi Pemerintahan.

8    PENDAHULUAN
9    Tujuan
10             1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan
11   akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang
12   harus disajikan dalam laporan keuangan.

13   Ruang Lingkup
14            2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian
15   seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum
16   yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos
17   pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk
18   pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas sesuai dengan Standar
19   Akuntansi Pemerintahan.
20           3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
21   menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan
22   keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.
23             4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi
24   investasi pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek
25   maupun investasi jangka panjang yang      meliputi saat pengakuan,
26   klasifikasi, pengukuran dan metode penilaian investasi, serta
27   pengungkapannya pada laporan keuangan.
28            5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
29   (a)   Investasi dalam perusahaan asosiasi;
30   (b)   Kerjasama operasi; dan
31   (c)   Investasi dalam properti.




                                                      LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    DEFINISI
2            6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
3    Standar dengan pengertian:
4    Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor
5    dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya
6    legal dan pungutan lainnya dari pasar modal.
 7   Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
 8   ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga
 9   dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan
10   kepada masyarakat.
11   Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan
12   dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang.
13   Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
14   lebih dari 12 (dua belas) bulan.
15   Investasi nonpermanen    adalah investasi jangka panjang yang tidak
16   termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara
17   tidak berkelanjutan.
18   Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan
19   untuk dimiliki secara berkelanjutan.
20   Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak
21   dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada
22   peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun
23   golongan masyarakat tertentu.
24   Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi
25   berdasarkan harga perolehan.
26   Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai
27   investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut
28   kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan
29   bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi
30   sesudah perolehan awal investasi.
31   Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang
32   dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu
33   untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya.
34   Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai
35   yang tertera dalam lembar saham dan obligasi.
36   Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu
37   investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen.



                                                    LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 2
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak
2    yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
3    Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya
4    mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan
5    maupun joint venture dari investornya.
6    Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
7    modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah.

8    BENTUK INVESTASI
 9            7. Pemerintah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara
10   lain memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam
11   jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi
12   jangka pendek dalam rangka manajemen kas.
13               8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan
14   sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa
15   pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta
16   instrumen ekuitas.

17   KLASIFIKASI INVESTASI
18           9. Investasi pemerintah dibagi atas dua yaitu investasi jangka
19   pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan
20   kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan
21   kelompok aset nonlancar.
22              10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai
23   berikut:
24   (a)    Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
25   (b)    Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya
26          pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan
27          kas;
28   (c)    Berisiko rendah.
29              11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka
30   pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah karena
31   dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga tidak termasuk dalam
32   investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok
33   investasi jangka pendek antara lain adalah :
34   (a)    Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan
35          suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah
36          kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha;


                                                       LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 3
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    (b)   Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan
2          kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat
3          berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun
4          luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau
5    (c)   Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi
6          kebutuhan kas jangka pendek .
7             12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka
8    pendek, antara lain terdiri atas :
 9   (a)   Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang
10         dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits);
11   (b)   Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh
12         pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia
13         (SBI).
14            13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman
15   investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen
16   adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara
17   berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka
18   panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan.
19             14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan
20   untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau
21   menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan
22   investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan
23   untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau
24   menarik kembali.
25             15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah
26   investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk
27   mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang
28   dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen ini dapat berupa
29   :
30   (a)   Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan
31         internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara;
32   (b)   Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk
33         menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada
34         masyarakat.
35              16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara
36   lain dapat berupa:
37   (a)   Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan
38         untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah;
39   (b)   Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
40         kepada pihak ketiga;

                                                      LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 4
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    (c)   Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat
2          seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat;
3    (d)   Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk
4          dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang
5          dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian.
6              17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga
7    (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu
8    kepemilikan modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan
9    perseroan.
10              18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang
11   tidak bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang
12   dibeli oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang
13   dapat dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak
14   tercakup dalam pernyataan ini.
15            19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam            properti   dan
16   kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri

17   PENGAKUAN INVESTASI
18            20. Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai
19   investasi apabila memenuhi salah satu kriteria:
20   (a)   Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa
21         potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut
22         dapat diperoleh pemerintah;
23   (b)   Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara
24         memadai (reliable).
25            21. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui
26   sebagai pengeluaran kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja
27   dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk
28   memperoleh investasi     jangka panjang diakui sebagai pengeluaran
29   pembiayaan.
30             22. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset
31   memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji
32   tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa
33   potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada
34   saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa
35   manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan diperoleh
36   memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh manfaat dari
37   aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul.
38             23. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada
39   paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran

                                                        LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    atau      pembelian       yang      didukung      dengan    bukti       yang
2    menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu
3    investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya atau
4    berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian,
5    penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan.

6    PENGUKURAN INVESTASI
 7              24. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat
 8   membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar
 9   dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi
10   yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai
11   tercatat atau nilai wajar lainnya.
12             25. Investasi  jangka pendek dalam bentuk surat berharga,
13   misalnya saham dan obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya
14   perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu
15   sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya
16   yang timbul dalam rangka perolehan tersebut.
17             26. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh
18   tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasar nilai wajar investasi
19   pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada
20   nilai wajar, biaya perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar
21   aset lain yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut.
22            27. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya
23   dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal
24   deposito tersebut.
25            28. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya
26   penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi
27   harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam
28   rangka perolehan investasi tersebut.
29            29. Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian
30   obligasi jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk
31   dimiliki berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. Sedangkan
32   investasi dalam bentuk dana talangan untuk penyehatan perbankan yang
33   akan segera dicairkan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan.
34            30. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di
35   proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai
36   sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk
37   perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian
38   proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga.
39           31. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran
40   aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah

                                                      LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 6
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA

1    sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga
2    perolehannya tidak ada.
3             32. Harga perolehan investasi dalam valuta asing harus
4    dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah
5    bank sentral) yang berlaku pada tanggal transaksi.

6     METODE PENILAIAN INVESTASI
7                33. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode
8    yaitu:
9    (a)      Metode biaya;
10            Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya
11            perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian
12            hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi
13            pada badan usaha/badan hukum yang terkait.
14   (b)      Metode ekuitas;
15            Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat
16            investasi awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi
17            sebesar bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan.
18            Bagian laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima
19            pemerintah akan mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak
20            dilaporkan sebagai pendapatan. Penyesuaian terhadap nilai investasi
21            juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan investasi
22            pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat
23            pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.
24   (c)      Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan;
25            Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama
26            untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu
27            dekat.
28              34. Penggunaan metode pada paragraf 33 didasarkan pada
29   kriteria sebagai berikut:
30   (a)   Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya;
31   (b)   Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20%
32         tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode
33         ekuitas;
34   (c)   Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas;
35   (d)   Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih
36         yang direalisasikan.



                                                        LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1              35. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan
2    saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode
3    penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the
4    degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri
5    adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain:
6    (a)   Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris;
7    (b)   Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi;
8    (c)   Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan
9          investee;
10   (d)   Kemampuan      untuk    mengendalikan      mayoritas    suara     dalam
11         rapat/pertemuan dewan direksi.

12   PENGAKUAN HASIL INVESTASI
13             36. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek,
14   antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi dan dividen tunai (cash
15   dividend) dicatat sebagai pendapatan.
16            37. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari
17   penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode
18   biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila
19   menggunakan metode ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh pemerintah
20   akan dicatat mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak dicatat
21   sebagai pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk dividen dalam bentuk
22   saham yang diterima akan menambah nilai investasi pemerintah dan
23   ekuitas dana yang diinvestasikan dengan jumlah yang sama.

24    PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI
25            38. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena
26   penjualan, dan pelepasan hak karena peraturan pemerintah dan lain
27   sebagainya.
28            39. Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui
29   sebagai penerimaan kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai
30   pendapatan dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan penerimaan dari
31   pelepasan investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan
32   pembiayaan. Pelepasan sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki
33   pemerintah dinilai dengan menggunakan nilai rata-rata.
34             40. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai
35   investasi terhadap total jumlah saham yang dimiliki oleh pemerintah.




                                                      LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 8
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1              41. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi
2    investasi permanen menjadi investasi jangka pendek, Aset Tetap, Aset
3    Lain-lain dan sebaliknya.

4    PENGUNGKAPAN
5            42. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan
6    pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain:
7    (a)   Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi;
8    (b)   Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen;
 9   (c)   Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek           maupun
10         investasi jangka panjang;
11   (d)   Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan
12         tersebut;
13   (e)   Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya;
14   (f)   Perubahan pos investasi.

15   TANGGAL EFEKTIF
16            43. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan          ini   dapat
17   diberlakukan sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                                    LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 9
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA


           LAMPIRAN II.08
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 07




AKUNTANSI ASET TETAP




                                     LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA


                                             DAFTAR ISI


                                                                                               Paragraf
PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------             1-4
    TUJUAN -----------------------------------------------------------------------------         1-2
    RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------               3-4
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------       5
UMUM --------------------------------------------------------------------------------------      6-7
KLASIFIKASI ASET TETAP ---------------------------------------------------------                8-15
PENGAKUAN ASET TETAP ---------------------------------------------------------                 16-21
PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------                   22-23
PENILAIAN AWAL ASET TETAP --------------------------------------------------                   24-49
    Komponen Biaya ------------------------------------------------------------------          29-38
    Konstruksi Dalam Pengerjaan -------------------------------------------------              39-41
    Perolehan Secara Gabungan --------------------------------------------------                  42
    Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) ------------------------------------                 43-45
    Aset Donasi ------------------------------------------------------------------------       46-49
PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT
EXPENDITURES) -----------------------------------------------------------------------          50-52
PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT)
TERHADAP PENGAKUAN AWAL -------------------------------------------------                      53-59
    Penyusutan -------------------------------------------------------------------------       54-57
    Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) ------------------------------                  58-59
AKUNTANSI TANAH -------------------------------------------------------------------            60-63
ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) -----------------------------------                          64-71
ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------                                  72-74
ASET MILITER (MILITARY ASSETS) --------------------------------------------                       75
PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) --                                         76-78
PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------             79-81
TANGGAL EFEKTIF--------------------------------------------------------------------               82




                                                                   LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (ii)
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN
2    NO. 07
3    AKUNTANSI ASET TETAP

4    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
6    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
7    Akuntansi Pemerintahan.

8    PENDAHULUAN
9    Tujuan
10             1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
11   akuntansi untuk aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah
12   saat pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan
13   akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value)
14   aset tetap.
15             2. Pernyataan Standar ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat
16   diakui sebagai aset jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset
17   dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan.

18   Ruang Lingkup
19              3. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit
20   pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan
21   mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian,
22   penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan kecuali bila Pernyataan
23   Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya mensyaratkan perlakuan
24   akuntansi yang berbeda.
25              4. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk:
26   (a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative
27        natural resources); dan
28   (b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas
29        alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non-
30        regenerative natural resources).
31   Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk
32   mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a)
33   dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut.




                                                      LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    DEFINISI
 2             5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
 3   Pernyataan Standar dengan pengertian berikut:
 4   Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
 5   pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
 6   ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
 7   oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
 8   uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
 9   penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang
10   dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
11   Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari
12   12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau
13   dimanfaatkan oleh masyarakat umum
14   Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau
15   nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada
16   saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi
17   dan tempat yang siap untuk dipergunakan.
18   Masa manfaat adalah:
19   (a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas
20         pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau
21   (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset
22         untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.
23   Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir
24   masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan.
25   Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung
26   dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan.
27   Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak
28   yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
29   Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan
30   kapasitas dan manfaat dari suatu aset.

31   UMUM
32             6. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah,
33   dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap
34   pemerintah adalah:
35   (a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh
36        entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan
37        kontraktor;
38   (b) Hak atas tanah.




                                                    LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 2
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1              7. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang
2    dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials)
3    dan perlengkapan (supplies).

4    KLASIFIKASI ASET TETAP
 5             8. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat
 6   atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi
 7   aset tetap yang digunakan:
 8   (a) Tanah;
 9   (b) Peralatan dan Mesin;
10   (c) Gedung dan Bangunan;
11   (d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
12   (e) Aset Tetap Lainnya; dan
13   (f)   Konstruksi dalam Pengerjaan.
14             9. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang
15   diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah
16   dan dalam kondisi siap dipakai.
17             10. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan
18   yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional
19   pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
20             11. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan
21   bermotor, alat elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya
22   yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan
23   dan dalam kondisi siap pakai.
24             12. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan
25   yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah
26   dan dalam kondisi siap dipakai.
27             13. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat
28   dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan
29   dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap
30   dipakai.
31             14. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang
32   dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum
33   selesai seluruhnya.
34             15. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional
35   pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset
36   lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.




                                                       LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 3
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    PENGAKUAN ASET TETAP
 2              16. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus
 3   berwujud dan memenuhi kriteria:
 4   (a) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
 5   (b) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
 6   (c) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
 7   (d) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
 8              17. Dalam menentukan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih
 9   dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa
10   depan yang dapat diberikan oleh pos tersebut, baik langsung maupun tidak
11   langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa
12   aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi
13   masa yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila
14   entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian
15   ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut.
16   Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui.
17              18. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila
18   terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang
19   mengidentifikasikan      biayanya.    Dalam      keadaan     suatu    aset     yang
20   dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas
21   biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut
22   untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam
23   proses konstruksi.
24              19. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan
25   oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan
26   dimaksudkan untuk dijual.
27              20. Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah
28   diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat
29   penguasaannya berpindah.
30              21. Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila
31   terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau
32   penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan
33   kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti
34   secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang
35   diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual
36   beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap
37   tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset
38   tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan
39   penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.




                                                         LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    PENGUKURAN ASET TETAP
2                22. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian
3    aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan
4    maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
5                23. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola
6    meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak
7    langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga
8    listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
9    pembangunan aset tetap tersebut.

10   PENILAIAN AWAL ASET TETAP
11              24. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui
12   sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya
13   harus diukur berdasarkan biaya perolehan.
14              25. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset
15   tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh.
16              26. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah
17   atau donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah
18   oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan
19   pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat
20   pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui
21   pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh,
22   dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan
23   penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan
24   sebagai tempat operasi pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang
25   diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut
26   diperoleh.
27              27. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat
28   perolehan untuk kondisi pada paragraf 25 bukan merupakan suatu proses
29   penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti
30   pada paragraf 24. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 58 dan
31   paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk
32   periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal.
33              28. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya
34   perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca
35   awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca
36   awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya
37   perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.

38   Komponen Biaya
39           29. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya
40   atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat


                                                       LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 5
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

 1   diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi
 2   yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang
 3   dimaksudkan.
 4              30. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
 5   (a) biaya persiapan tempat;
 6   (b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat
 7          (handling cost);
 8   (c) biaya pemasangan (instalation cost);
 9   (d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan
10   (e) biaya konstruksi.
11              31. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya
12   perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya
13   yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan,
14   pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah
15   tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak
16   pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk
17   dimusnahkan.
18              32. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah
19   pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin
20   tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya
21   pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh
22   dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
23              33. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh
24   biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap
25   pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi,
26   termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak.
27              34. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan
28   seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan
29   sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan
30   biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap
31   pakai.
32              35. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya
33   yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
34              36. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan
35   suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat
36   diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke
37   kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi
38   serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu
39   untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
40              37. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola
41   ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli.



                                                        LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 6
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1             38. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga
2    pembelian.

3    Konstruksi dalam Pengerjaan
 4             39. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan
 5   atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum
 6   selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam
 7   pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai.
 8             40. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai
 9   Konstruksi dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset
10   dalam penyelesaian, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset
11   tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh
12   kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip
13   dan rincian yang ada pada PSAP 08.
14             41. Konstruksi dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau
15   dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke dalam aset
16   tetap.

17   Perolehan Secara Gabungan
18            42. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang
19   diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga
20   gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing
21   aset yang bersangkutan.

22   Pertukaran Aset (Exchanges of Assets)
23             43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau
24   pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya
25   dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh
26   yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah
27   disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang
28   ditransfer/diserahkan.
29             44. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas
30   suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki
31   nilai wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam
32   pertukaran dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut
33   tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya
34   aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount)
35   atas aset yang dilepas.
36             45. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan
37   bukti adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas.
38   Dalam kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written
39   down) dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan


                                                       LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    nilai aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk
2    pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila
3    terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal               ini
4    mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang
5    sama.

6    Aset Donasi
 7              46. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus
 8   dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
 9              47. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa
10   persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan
11   nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh
12   satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut
13   akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya
14   secara hukum, seperti adanya akta hibah.
15              48. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset
16   tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah.
17   Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk
18   pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah
19   dianggap selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti
20   perolehan aset tetap dengan pertukaran.
21              49. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset
22   donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan pemerintah dan
23   jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi
24   anggaran.

25   PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN
26   (SUBSEQUENT EXPENDITURES)
27              50. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang
28   memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi
29   manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu
30   produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai
31   tercatat aset yang bersangkutan.
32              51. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 50 harus ditetapkan
33   dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 50
34   dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk
35   dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus
36   dikapitalisasi atau tidak.
37              52. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam
38   jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi
39   (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang
40   ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan


                                                       LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 8
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk
2    maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus
3    diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
4    Keuangan.

5    PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT
6    MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL
 7            53. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap
 8   tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang
 9   memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan
10   penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun Diinvestasikan
11   dalam Aset Tetap.

12   Penyusutan
13             54. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode
14   yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang
15   digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan
16   jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Nilai penyusutan
17   untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap
18   dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap.
19             55. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau
20   secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya,
21   penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan
22   penyesuaian.
23             56. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
24   (a) Metode garis lurus (straight line method); atau
25   (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method)
26   (c) Metode unit produksi (unit of production method)
27             57. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
28   tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.

29   Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation)
30            58. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya
31   tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut
32   penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
33   Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan
34   ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional.
35            59. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai
36   penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta
37   pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas.




                                                      LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 9
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam
2    ekuitas dana pada akun Diinvestasikan pada Aset Tetap.

3    AKUNTANSI TANAH
 4              60. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak
 5   diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan
 6   seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap.
 7              61. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi
 8   satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat
 9   berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang
10   dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
11   itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk
12   mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap
13   dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan
14   ini.
15              62. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya
16   dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-
17   undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia
18   berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen.
19              63. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar
20   negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar
21   negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta
22   perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik
23   Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas
24   tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah
25   dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat
26   diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas
27   waktu.

28   ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS)
29              64. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk
30   menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut
31   harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
32              65. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah
33   dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset
34   bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala
35   (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-
36   karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset
37   bersejarah,
38   (a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara
39         penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;



                                                       LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 10
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   (b)   Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat
 2         pelepasannya untuk dijual;
 3   (c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu
 4         berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
 5   (d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus
 6         dapat mencapai ratusan tahun.
 7              66. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam
 8   waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan
 9   perundang-undangan yang berlaku.
10              67. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang
11   diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk
12   pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai
13   dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan
14   akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan
15   tersebut.
16              68. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya
17   jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas
18   Laporan Keuangan dengan tanpa nilai.
19              69. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi
20   harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya
21   tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset
22   bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
23              70. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat
24   lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh
25   bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus
26   tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset
27   tetap lainnya.
28              71. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada
29   karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).

30   ASET   INFRASTRUKTUR                           (INFRASTRUCTURE
31   ASSETS)
32            72. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur.
33   Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya
34   mempunyai karakteristik sebagai berikut:
35   (a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
36   (b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya;
37   (c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
38   (d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.
39            73. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh
40   pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai


                                                     LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 11
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus
2    diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini.
3             74. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan,
4    sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi.

5    ASET MILITER (MILITARY ASSETS)
6              75. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus,
7    memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan
8    prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini.

9    PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT
10   AND DISPOSAL)
11             76. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan
12   atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada
13   manfaat ekonomik masa yang akan datang.
14             77. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas
15   harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
16   Keuangan.
17             78. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah
18   tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset
19   lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

20   PENGUNGKAPAN
21            79. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-
22   masing jenis aset tetap sebagai berikut:
23   (a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat
24       (carrying amount);
25   (b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang
26       menunjukkan:
27       (1) Penambahan;
28       (2) Pelepasan;
29       (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
30       (4) Mutasi aset tetap lainnya.
31   (c) Informasi penyusutan, meliputi:
32       (1) Nilai penyusutan;
33       (2) Metode penyusutan yang digunakan;
34       (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
35       (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan
36            akhir periode;


                                                      LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 12
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1             80. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan:
 2   (a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
 3   (b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset
 4         tetap;
 5   (c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
 6   (d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap.
 7             81. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal
 8   berikut harus diungkapkan:
 9   (a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
10   (b) Tanggal efektif penilaian kembali;
11   (c) Jika ada, nama penilai independen;
12   (d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya
13         pengganti;
14   (e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap;

15   TANGGAL EFEKTIF
16            82. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
17   diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
18   pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                                     LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 13
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA


           LAMPIRAN II.09
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 08




AKUNTANSI
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN




                                     LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (i)
PRESIDEN
                    REPUBLIK INDONESIA




                   DAFTAR ISI



                                                             Paragraf
PENDAHULUAN…………………………………………..…………………                          1 -4
   Tujuan………………… ……………………………...….…………..….                      1-2
   Ruang Lingkup…………………………………………………....….....                  3-4
DEFINISI……………………………………………………………………….                             5
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN …..………………………..……..                 6-7
KONTRAK KONSTRUKSI.…….……………………….……………..……. 8 - 9
PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI......…… 10-12
PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN……………...…. 13-16
PENGUKURAN…………………………………………..………………...… 17-32
PENGUNGKAPAN ………….………………………………………...…….. 33-35
TANGGAL EFEKTIF.....…………………………………………………………. 36




                                         LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (ii)
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN
2    NO. 08
3    AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN

4    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
6    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
7    Akuntansi Pemerintahan.

8    PENDAHULUAN

9    TUJUAN
10            1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah
11   mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan
12   metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam
13   Pengerjaan adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat
14   sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan.
15             2.   Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk:
16   (a)   identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam
17         Pengerjaan;
18   (b)   penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca;
19   (c)   penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.

20   RUANG LINGKUP
21            3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan
22   aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
23   dan/atau masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan
24   pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib
25   menerapkan standar ini.
26              4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya
27   berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal
28   selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang
29   berlainan.

30   DEFINISI
31            5. Berikut adalah istilah-istilah          yang    digunakan     dalam
32   Pernyataan Standar dengan pengertia:


                                                        LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 1
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses
2    pembangunan.
3    Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk
4    konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu
5    sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan
6    fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
 7   Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk
 8   membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan
 9   entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak
10   konstruksi.
11   Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum
12   pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
13   Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai
14   penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak.
15   Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan
16   pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
17   Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga
18   pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran
19   jumlah tersebut.
20   Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang
21   dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum
22   dibayar oleh pemberi kerja.

23   KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
24            6. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan
25   mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya
26   yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu
27   periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi
28   pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu
29   perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi.
30             7. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri
31   (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.

32   KONTRAK KONSTRUKSI
33               8. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah
34   aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal
35   rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak
36   seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.



                                                       LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 2
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1              9.   Kontrak konstruksi dapat meliputi:
2    (a)   kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan
3          perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
4    (b)   kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
5    (c)   kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan
6          konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
7    (d)   kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan.

8    PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI
 9             10. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah
10   untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu
11   untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi
12   tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak
13   konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi
14   atau kelompok kontrak konstruksi.
15            11. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset,
16   konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi
17   yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
18   (a)   Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
19   (b)   Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta
20         pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang
21         berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
22   (c)   Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
23            12. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan
24   konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah
25   sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak
26   tersebut. Konstruksi      tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak
27   konstruksi terpisah jika:
28   (a)   aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan,
29         teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak
30         semula; atau
31   (b)   harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga
32         kontrak semula.

33   PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
34           13. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi
35   Dalam Pengerjaan jika:



                                                           LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 3
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    (a)   besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang
2          berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
3    (b)   biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
4    (c)   aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
5            14. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang
6    dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan
7    oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan
8    dalam aset tetap.
 9            15. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap
10   yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
11   (a)   Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
12   (b)   Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
13             16. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap
14   yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan
15   siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.

16   PENGUKURAN
17            17. Konstruksi     Dalam    Pengerjaan      dicatat   dengan   biaya
18   perolehan.
19
20   Biaya Konstruksi
21             18. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain:
22   (a)   biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
23   (b)   biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan
24         dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
25   (c)   biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi
26         yang bersangkutan.
27             19. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan
28   konstruksi antara lain meliputi:
29   (a)   Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
30   (b)   Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
31   (c)   Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi
32         pelaksanaan konstruksi;
33   (d)   Biaya penyewaan sarana dan peralatan;



                                                       LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    (e)   Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan
2          dengan konstruksi.
3           20. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada
4    umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
5    (a)   Asuransi;
6    (b)   Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung
7          berhubungan dengan konstruksi tertentu;
8    (c)   Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi
9          yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
10   Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis
11   dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang
12   mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan
13   adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.
14            21. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui
15   kontrak konstruksi meliputi:
16   (a)   Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan
17         tingkat penyelesaian pekerjaan;
18   (b)   Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung
19         dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada
20         tanggal pelaporan;
21   (c)   Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan
22         dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
23             22. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor.
24            23. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan
25   secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan
26   dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai
27   penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.
28             24. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang
29   disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan
30   perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak.
31            25. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman
32   yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya
33   konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan
34   secara andal.
35             26. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang
36   timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai
37   konstruksi.



                                                       LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 5
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1            27. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh
2    melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang
3    bersangkutan.
4             28. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis
5    aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode
6    yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan
7    metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi.
 8            29. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan
 9   sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka
10   biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara
11   pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
12              30. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat
13   terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur
14   tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika
15   pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja
16   atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara
17   dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force
18   majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga
19   pada periode yang bersangkutan.
20            31. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan
21   yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis
22   pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya
23   pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam
24   proses pengerjaan.
25             32. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset
26   yang masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf
27   12. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang
28   berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk
29   bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian
30   pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.



31   PENGUNGKAPAN
32           33. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai
33   Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi:
34   (a)   Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan            berikut   tingkat
35         penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
36   (b)   Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
37   (c)   Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;


                                                      LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 6
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    (d)   Uang muka kerja yang diberikan;
2    (e)   Retensi.
3              34. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang
4    retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa
5    pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
6    Keuangan.
7             35. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman
8    sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan
9    penyerapannya sampai tanggal tertentu.

10   TANGGAL EFEKTIF
11            36. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
12   diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
13   pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                                    LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 7
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA

           LAMPIRAN II.10
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 09




AKUNTANSI KEWAJIBAN




                                     LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (i)
PRESIDEN
                                        REPUBLIK INDONESIA

                                             DAFTAR ISI


                                                                                               Paragraf
PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------             1-4
     Tujuan------------------------------------------------------------------------------          1
     Ruang Lingkup-------------------------------------------------------------------            2-4
DEFINISI -----------------------------------------------------------------------------------       5
UMUM --------------------------------------------------------------------------------------      6-8
KLASIFIKASI KEWAJIBAN ----------------------------------------------------------                9-17
PENGAKUAN KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------                  18-31
PENGUKURAN KEWAJIBAN -------------------------------------------------------                   32-59
     Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) -------------------------                     35-37
     Utang Bunga (Accrued Interest) ---------------------------------------------              38-39
     Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) ------------------------------------                 40-41
     Bagian Lancar Utang Jangka Panjang ------------------------------------                   42-43
     Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities) -----------------                       44
     Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang
     Diperjualbelikan -----------------------------------------------------------------        45-53
     Perubahan Valuta Asing ------------------------------------------------------             54-59
PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ----------------                                    60-62
TUNGGAKAN ----------------------------------------------------------------------------         63-66
RESTRUKTURISASI UTANG --------------------------------------------------------                 67-78
     Penghapusan Utang -----------------------------------------------------------             73-78
BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG
PEMERINTAH ----------------------------------------------------------------------------        79-83
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------                       84-85
TANGGAL EFEKTIF--------------------------------------------------------------------               86




                                                                    LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (ii)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN
2    NOMOR 09
3    KEWAJIBAN

4    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
6    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
7    Akuntansi Pemerintahan.

8    PENDAHULUAN
 9   Tujuan
10             1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
11   akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat,
12   amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut.

13   Ruang Lingkup
14             2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit
15   pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan
16   mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan,
17   pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan.
18             3. Pernyataan Standar ini mengatur:
19   (a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek
20        dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam
21        Negeri dan Utang Luar Negeri.
22   (b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang
23        asing.
24   (c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi
25        pinjaman.
26   (d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah.
27   Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan
28   khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut.
29             4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
30   (a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi.
31   (b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
32   (c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari
33        transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing
34        seperti pada paragraf 3(b).
35   Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri.



                                                    LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 1
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    DEFINISI
 2             5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
 3   Pernyataan Standar dengan pengertian:
 4   Amortisasi adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto selama
 5   umur utang pemerintah.
 6   Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya
 7   disebut Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup
 8   lama agar siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya.
 9   Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung
10   oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana.
11   Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur.
12   Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present
13   value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat
14   bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif.
15   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih
16   entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
17   wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan
18   keuangan.
19   Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
20   penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
21   pemerintah.
22   Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur.
23   Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum
24   pasti.
25   Kewajiban kontinjensi adalah:
26   (a)    kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
27         keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya
28         suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya
29         berada dalam kendali suatu entitas; atau
30   (b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak
31         diakui karena:
32         (1)   tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) suatu entitas
33               mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat
34               ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau
35         (2)   jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
36   Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
37   Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan
38   jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah.
39   Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali
40   transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang



                                                     LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran,
 2   perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan
 3   perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan
 4   menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
 5   Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang
 6   dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau
 7   premium yang belum diamortisasi.
 8   Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih
 9   dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
10   bunga secara diskonto.
11   Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang
12   pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah
13   sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan
14   (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum.
15   Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present
16   value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat
17   bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif.
18   Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur
19   untuk memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa
20   pengurangan jumlah utang, dalam bentuk:
21   (a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan
22         dengan utang baru; atau
23   (b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah
24         persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan
25         utang dapat berbentuk:
26         (1) Perubahan jadwal pembayaran,
27         (2) Penambahan masa tenggang, atau
28         (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga
29             yang jatuh tempo dan/atau tertunggak.
30   Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan
31   utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai
32   jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat
33   Utang Negara (SUN).
34   Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka
35   waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga
36   secara diskonto.
37   Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan
38   utang dalam mata uang         rupiah maupun valuta asing yang dijamin
39   pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia,
40   sesuai dengan masa berlakunya.
41   Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan
42   entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal.


                                                    LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 3
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


 1   U MU M
 2              6. Karakterisitik utama kewajiban adalah bahwa pemerintah
 3   mempunyai kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya
 4   mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
 5              7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan
 6   tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks
 7   pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber
 8   pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas
 9   pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga
10   terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah,
11   kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti
12   rugi, kelebihan setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke
13   entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya.
14              8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai
15   konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.

16   KLASIFIKASI KEWAJIBAN
17             9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos
18   kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang                  diharapkan akan
19   diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan dan lebih dari 12 (dua belas)
20   bulan setelah tanggal pelaporan.
21             10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan
22   bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan.
23   Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga
24   dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan
25   sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang.
26             11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
27   pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
28   tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai
29   kewajiban jangka panjang.
30             12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang
31   sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang
32   transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang
33   akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
34             13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh
35   tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya
36   bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak
37   Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang.
38             14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban
39   jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan
40   diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
41   jika:



                                                       LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 4
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1   (a)    jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas)
 2          bulan; dan
 3   (b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban
 4          tersebut atas dasar jangka panjang; dan
 5   (c) maksud tersebut didukung               dengan adanya suatu perjanjian
 6          pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali
 7          terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan
 8          disetujui.
 9              15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka
10   pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang
11   mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
12              16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun
13   berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau
14   digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan
15   tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian
16   dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang
17   dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di
18   mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam
19   kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini
20   tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan
21   sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan
22   kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi
23   kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
24              17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu
25   (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban
26   jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait
27   dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian,
28   kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika:
29   (a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai
30          konsekuensi adanya pelanggaran, dan
31   (b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam
32          waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

33   PENGAKUAN KEWAJIBAN
34            18. Pelaporan keuangan untuk tujuan umum harus menyajikan
35   kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber
36   daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan
37   kewajiban yang ada sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban
38   tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.
39            19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi)
40   sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya
41   suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin
42   dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan


                                                      LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 5
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1   bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal
 2   yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti
 3   transaksi dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan
 4   karena ketidaksengajaan.
 5              20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai
 6   nilai. Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran dan tanpa
 7   pertukaran. Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran dan tanpa
 8   pertukaran sangat penting untuk menentukan titik pengakuan kewajiban.
 9              21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau
10   pada saat kewajiban timbul.
11              22. Kewajiban dapat timbul dari:
12   (a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions);
13   (b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum
14          yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan belum lunas dibayar sampai
15          dengan saat tanggal pelaporan;
16   (c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events);
17   (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events).
18              23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-
19   masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu
20   nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya
21   atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan
22   pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa
23   sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa
24   depan.
25              24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat
26   pegawai pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi
27   yang diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu
28   transaksi pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan
29   penerima kerja) menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban
30   kompensasi meliputi gaji yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan
31   biaya manfaat pegawai lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan.
32              25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak
33   dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan
34   atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber
35   daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu kewajiban harus
36   diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan.
37              26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus
38   kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika
39   pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan
40   hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan
41   pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui
42   transaksi dengan pertukaran.



                                                      LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 6
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

 1              27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian
 2   yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara
 3   pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar
 4   kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam
 5   hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan
 6   basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan
 7   pertukaran.
 8              28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan
 9   kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan
10   kewajiban saat timbulnya kejadian tersebut sepanjang hukum yang berlaku dan
11   kebijakan yang ada memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar
12   kerusakan dan sepanjang jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan
13   andal. Contoh kejadian ini adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan
14   pribadi yang disebabkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah.
15              29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian
16   yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai
17   konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan
18   untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab
19   luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering
20   diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya
21   tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang
22   timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah
23   dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
24   Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban
25   sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab
26   keuangan pemerintah atas biaya yang timbul sehubungan dengan kejadian
27   tersebut dan telah terjadinya transaksi dengan pertukaran atau tanpa
28   pertukaran.
29              30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan
30   biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria
31   berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya
32   yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat
33   kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum
34   dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban
35   bencana).
36              31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari
37   kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota-
38   kota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi
39   bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari
40   pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota-
41   kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi
42   sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor
43   yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau
44   tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang


                                                      LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 7
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang
2    diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa
3    pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum
4    dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke
5    pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan
6    sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah.

7    PENGUKURAN KEWAJIBAN
 8              32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam
 9   mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.
10   Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada
11   tanggal neraca.
12              33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban
13   pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang
14   tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti
15   transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta
16   asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan
17   dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
18              34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti
19   karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan
20   nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan.

21   Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)
22              35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk
23   barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus
24   mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang
25   tersebut
26              36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan
27   spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang
28   dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan
29   berita acara kemajuan pekerjaan.
30              37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit
31   pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit
32   nonpemerintahan.

33   Utang Bunga (Accrued Interest)
34             38. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar
35   biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat
36   berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang
37   bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap
38   akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan.
39             39. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk
40   sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat


                                                       LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 8
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1    Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi,
2    kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN.

3    Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
 4             40. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan
 5   berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada
 6   laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
 7             41. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus
 8   diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang
 9   dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo
10   pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo
11   pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar
12   jumlah yang masih harus disetorkan.

13   Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
14            42. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk
15   bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo
16   dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
17            43. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
18   adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus
19   dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.

20   Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current
21   Liabilities)
22              44. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak
23   termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya
24   tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan
25   disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan
26   karakteristik masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji
27   kepada pegawai dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan
28   atas jasa yang telah diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah
29   penerimaan pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh
30   pemerintah kepada pihak lain.

31   Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan
32   yang Diperjualbelikan
33             45. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik
34   utang tersebut yang dapat berbentuk:
35   (a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt)
36   (b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt)




                                                      LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 9
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    Utang Pemerintah yang tidak
2    Diperjualbelikan (Non-Traded Debt)
 3             46. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak
 4   diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada
 5   pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam
 6   kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan.
 7             47. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan
 8   adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international
 9   seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini
10   biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement).
11             48. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat
12   menggunakan skedul pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga
13   tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga
14   dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya,
15   penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga
16   tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan data-data
17   sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada.
18   Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt)
19              49. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat
20   diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari
21   pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode
22   akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau
23   hasil penjualan, dan penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan
24   dibayarkan ke pemegangnya dan pada periode diantaranya untuk
25   menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah.
26              50. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam
27   bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat
28   memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo.
29              51. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai
30   pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium
31   yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar
32   nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai
33   pari (face). Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah
34   nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas
35   yang dijual dengan harga premium nilainya akan berkurang.
36              52. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh
37   tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk
38   Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai
39   berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo (face value) bila
40   dijual dengan nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman
41   pemerintah yang dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari,



                                                       LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 10
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    maka penilaian selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau
2    premium yang ada.
3             53. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan
4    metode garis lurus.

5    Perubahan Valuta Asing
 6             54. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan
 7   menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi.
 8             55. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs
 9   spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal
10   transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama
11   seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut.
12   Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk
13   suatu periode tidak dapat diandalkan.
14             56. Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam
15   mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan
16   menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
17             57. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang
18   asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan
19   atau penurunan ekuitas dana periode berjalan.
20             58. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam
21   mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang
22   berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan.
23             59. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan
24   diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui
25   pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi
26   berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs
27   harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan
28   perubahan kurs untuk masing-masing periode.

29   PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH
30   TEMPO
31             60. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum
32   jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature)
33   dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk
34   penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga
35   perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada
36   Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang
37   berkaitan.
38             61. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai
39   tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo




                                                      LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 11
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA

1    dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan
2    menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan.
3              62. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat
4    (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana
5    yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas
6    Laporan Keuangan.

7    TUNGGAKAN
 8             63. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan
 9   dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas
10   Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban.
11             64. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh
12   tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau
13   bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai
14   saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur
15   diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur.
16             65. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan
17   dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan.
18   Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang
19   menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan
20   dan solvabilitas satu entitas.
21             66. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan
22   didalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.

23   RESTRUKTURISASI UTANG
24              67. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan
25   utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif
26   sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai
27   tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut
28   melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan
29   persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada
30   Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos
31   kewajiban yang terkait.
32              68. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga
33   efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode
34   antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga
35   efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai
36   tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam
37   persyaratan baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat.
38   Berdasarkan tingkat bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal
39   pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh
40   tempo.




                                                       LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 12
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

 1             69. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru
 2   harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan .
 3             70. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana
 4   ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk
 5   bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka
 6   debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan
 7   jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam
 8   persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas
 9   Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang
10   berkaitan.
11             71. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang
12   sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran
13   kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas
14   masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang.
15             72. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat
16   merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai
17   contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi
18   keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk
19   menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur
20   pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang
21   sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus
22   diestimasi.

23   Penghapusan Utang
24             73. Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan
25   oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang
26   debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya.
27             74. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke
28   kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di
29   bawah nilai tercatatnya.
30             75. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di
31   bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada
32   paragraf 70 berlaku.
33             76. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di
34   bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas
35   sebagai debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas
36   dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 70, serta
37   mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari
38   pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan.
39             77. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus
40   mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi
41   kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara:



                                                      LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 13
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA

1    (a)  Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau
2         ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau
3         biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan
4    (b) Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur.
5              78. Penilaian kembali aset pada paragraf 76 akan menghasilkan
6    perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk
7    penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas
8    Laporan Keuangan.

9    BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN
10   UTANG PEMERINTAH
11              79. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah
12   biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman
13   dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi:
14   (a) Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek
15         maupun jangka panjang;
16   (b) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman,
17   (c) Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya
18         konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya .
19   (d) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal
20         tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
21              80. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan
22   dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset)
23   harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu
24   tersebut.
25              81. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung
26   dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap
27   aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan
28   secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman
29   ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 82.
30              82. Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya
31   hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset
32   tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila
33   perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi
34   pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat
35   terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan
36   dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan
37   jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga
38   diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan
39   hal tersebut.
40              83. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus
41   digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus


                                                      LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 14
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA

1    dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata
2    tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu
3    yang berkaitan selama periode pelaporan.

4    PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN
 5            84. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam
 6   bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik
 7   kepada pemakainya.
 8            85. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi
 9   yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah:
10   (a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang
11        diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;
12   (b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis
13        sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya;
14   (c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat
15        bunga yang berlaku;
16   (d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh
17        tempo;
18   (e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi:
19       (1)    Pengurangan pinjaman;
20       (2)    Modifikasi persyaratan utang;
21       (3)    Pengurangan tingkat bunga pinjaman;
22       (4)    Pengunduran jatuh tempo pinjaman;
23       (5)    Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan
24       (6)    Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode
25              pelaporan.
26   (f)  Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur
27        utang berdasarkan kreditur.
28   (g) Biaya pinjaman:
29       (1)    Perlakuan biaya pinjaman;
30       (2)    Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang
31              bersangkutan; dan
32       (3)    Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan.

33   TANGGAL EFEKTIF
34            86. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
35   diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
36   pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                                   LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 15
PRESIDEN
                REPUBLIK INDONESIA


           LAMPIRAN II.11
           PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
           NOMOR 71 TAHUN 2010
           TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 10




KOREKSI KESALAHAN,
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI,
DAN PERISTIWA LUAR BIASA




                                     LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (i)
PRESIDEN
                                       REPUBLIK INDONESIA



                                            DAFTAR ISI



                                                                                              Paragraf
PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------           1-3
      TUJUAN -----------------------------------------------------------------------------       1
      RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------            2–3
DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------       4
KOREKSI KESALAHAN --------------------------------------------------------------             5–23
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------                       24–29
PERISTIWA LUAR BIASA -----------------------------------------------------------             30–36
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------             37




                                                                        LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (ii)
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA



1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    PERNYATAAN NO. 10
3    KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN
4    AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA

5    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
6    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
7    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
8    Akuntansi Pemerintahan.

9    PENDAHULUAN

10   Tujuan
11              1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan
12   akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, dan peristiwa
13   luar biasa.

14   Ruang Lingkup
15            2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu
16   entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan
17   pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar
18   biasa.
19             3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam
20   menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua
21   entitas akuntansi, termasuk badan layanan umum, yang berada di bawah
22   pemerintah pusat/daerah.

23   DEFINISI
24            4. Berikut Istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan
25   Standar dengan pengertian:
26   Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-
27   konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu
28   entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.




                                                           LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 1
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA


1    Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai
2    dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode
3    berjalan atau periode sebelumnya.
4    Koreksi adalah tindakan pembetulan akuntansi agar pos-pos yang tersaji
5    dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya.
 6   Peristiwa Luar Biasa adalah kejadian atau transaksi yang secara jelas
 7   berbeda dari aktivitas normal entitas dan karenanya tidak diharapkan
 8   terjadi dan berada diluar kendali atau pengaruh entitas sehingga memiliki
 9   dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi
10   aset/kewajiban.


11   KOREKSI KESALAHAN
12              5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau
13   beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan.
14   Kesalahan mungkin timbul dari adanya keterlambatan penyampaian bukti
15   transaksi anggaran oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan matematis,
16   kesalahan dalam penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan
17   interpretasi fakta, kecurangan , atau kelalaian.
18              6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh
19   signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga
20   laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi.
21              7.   Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompok-kan dalam 2
22   (dua) jenis:
23   (a)   Kesalahan yang tidak berulang;
24   (b)   Kesalahan yang berulang dan sistemik;
25             8. Kesalahan yang tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan
26   tidak akan terjadi kembali yang dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis:
27   (a)   Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan;
28   (b)   Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya;
29             9. Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang
30   disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang
31   diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari
32   wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau
33   tambahan pembayaran dari wajib pajak.
34             10. Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi segera
35   setelah diketahui.




                                                             LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 2
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1              11. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
2    periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak,
3    dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode
4    berjalan.
5             12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
6    periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila
7    laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan
8    pembetulan pada akun pendapatan atau akun belanja dari periode yang
9    bersangkutan.
10             13. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga
11   mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang
12   terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas,
13   serta mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan
14   keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan
15   pembetulan pada akun pendapatan lain-lain, akun aset, serta akun ekuitas
16   dana yang terkait.
17             14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga
18   mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang
19   terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas
20   dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila
21   laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan
22   pembetulan pada akun pendapatan lain-lain.
23            15. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak
24   berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi
25   posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan,
26   dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas dana lancar.
27             16. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah
28   ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah.
29             17. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13, 14,
30   dan 15 tidak dengan sendirinya berpengaruh terhadap pagu anggaran atau
31   belanja entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi
32   kesalahan. Akun koreksi pendapatan periode lalu dan akun koreksi belanja
33   periode lalu disajikan secara terpisah dalam Laporan Realisasi Anggaran. Akibat
34   koreksi kesalahan tersebut selanjutnya diungkapkan pada Catatan atas Laporan
35   Keuangan.
36             18. Koreksi kesalahan belanja sebagaimana dijelaskan pada paragraf
37   13 dan 14 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang
38   mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan belanja yang menambah saldo
39   kas yaitu pengembalian belanja pegawai karena salah penghitungan jumlah gaji,
40   dikoreksi menambah saldo kas dan pendapatan lain-lain. Contoh koreksi
41   kesalahan belanja yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja


                                                            LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 3
PRESIDEN
                                REPUBLIK INDONESIA


1    pegawai tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi mengurangi akun ekuitas
2    dana lancar dan mengurangi saldo kas. Terhadap koreksi kesalahan yang
3    berkaitan dengan belanja yang menghasilkan aset, disamping mengoreksi saldo
4    kas dan pendapatan lain-lain juga perlu dilakukan koreksi terhadap aset yang
5    bersangkutan dan pos ekuitas dana diinvestasikan. Sebagai contoh, belanja aset
6    tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan belanja
7    tersebut harus dikembalikan, maka koreksi yang harus dilakukan adalah dengan
8    menambah kas dan pendapatan lain-lain, serta mengurangi pos aset tetap dan
9    pos ekuitas dana diinvestasikan.
10             19. Koreksi kesalahan pendapatan sebagaimana dijelaskan pada
11   paragraf 15 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang
12   mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang menambah
13   saldo kas yaitu terdapat transaksi penyetoran bagian laba perusahaan negara
14   yang belum dilaporkan. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah
15   menambah saldo kas dan ekuitas dana lancar. Contoh koreksi kesalahan
16   pendapatan yang mengurangi saldo kas yaitu           kesalahan pengembalian
17   pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer. Dalam hal demikian,
18   koreksi yang perlu dilakukan adalah mengurangi saldo kas dan ekuitas dana
19   lancar.
20            20. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada
21   periode-periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik
22   sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan,
23   dilakukan dengan pembetulan pos-pos neraca terkait pada periode
24   ditemukannya kesalahan.
25             21. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas
26   sebagaimana disebutkan pada paragraf 20 adalah belanja untuk membeli
27   perabot kantor (aset tetap) dilaporkan sebagai belanja perjalanan dinas. Dalam
28   hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mendebet pos aset tetap dan
29   mengkredit pos ekuitas dana investasi pada aset tetap.
30            22. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada
31   paragraf 9 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi.
32             23. Akibat kumulatif dari koreksi kesalahan yang berhubungan
33   dengan periode-periode yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam
34   baris tersendiri pada Laporan Arus Kas tahun berjalan.
35

36   PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI
37            24. Para pengguna perlu membandingkan laporan keuangan dari
38   suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui trend posisi



                                                           LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 4
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang
2    digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode.
3               25. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran
4    akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria
5    kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan
6    akuntansi.
 7             26. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya
 8   apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh
 9   peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku,
10   atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan
11   informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang
12   lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas.
13              27. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai
14   berikut:
15   (a)   adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara
16         substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan
17   (b)   adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang
18         sebelumnya tidak ada atau yang tidak material.
19             28. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan
20   suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut
21   harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan
22   persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi.
23           29. Perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya harus
24   diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

25   PERISTIWA LUAR BIASA
26              30. Peristiwa luar biasa menggambarkan suatu kejadian atau
27   transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas biasa. Di dalam aktivitas biasa
28   entitas pemerintah termasuk penanggulangan bencana alam atau sosial yang
29   terjadi berulang. Dengan demikian, yang termasuk dalam peristiwa luar biasa
30   hanyalah peristiwa-peristiwa yang belum pernah atau jarang terjadi sebelumnya.
31             31. Peristiwa yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas adalah
32   kejadian yang sukar diantisipasi dan oleh karena itu tidak dicerminkan di dalam
33   anggaran. Suatu kejadian atau transaksi yang berada di luar kendali atau
34   pengaruh entitas merupakan peristiwa luar biasa bagi suatu entitas atau
35   tingkatan pemerintah tertentu, tetapi peristiwa yang sama tidak tergolong luar
36   biasa untuk entitas atau tingkatan pemerintah yang lain.
37             32. Dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran karena
38   peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian dimaksud secara tunggal


                                                              LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 5
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA


1    menyebabkan penyerapan sebagian besar anggaran belanja tak tersangka atau
2    dana darurat sehingga memerlukan perubahan/pergeseran anggaran secara
3    mendasar.
 4              33. Anggaran belanja tak tersangka atau anggaran belanja lain-lain
 5   yang ditujukan untuk keperluan darurat biasanya ditetapkan besarnya
 6   berdasarkan perkiraan dengan memanfaatkan informasi kejadian yang bersifat
 7   darurat pada tahun-tahun lalu. Apabila selama tahun anggaran berjalan terjadi
 8   peristiwa darurat, bencana, dan sebagainya yang menyebabkan penyerapan
 9   dana dari mata anggaran ini, peristiwa tersebut tidak dengan sendirinya termasuk
10   peristiwa luar biasa, terutama bila peristiwa tersebut tidak sampai menyerap porsi
11   yang signifikan dari anggaran yang tersedia. Tetapi apabila peristiwa tersebut
12   secara tunggal harus menyerap 50% (lima puluh persen) atau lebih anggaran
13   tahunan, maka peristiwa tersebut layak digolongkan sebagai peristiwa luar biasa.
14   Sebagai petunjuk, akibat penyerapan dana yang besar itu, entitas memerlukan
15   perubahan atau penggeseran anggaran guna membiayai peristiwa luar biasa
16   dimaksud atau peristiwa lain yang seharusnya dibiayai dengan mata anggaran
17   belanja tak tersangka atau anggaran lain-lain untuk kebutuhan darurat.
18             34. Dampak yang signifikan terhadap posisi aset/kewajiban karena
19   peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian atau transaksi dimaksud
20   menyebabkan perubahan yang mendasar dalam keberadaan atau nilai
21   aset/kewajiban entitas.
22              35. Peristiwa luar biasa harus memenuhi seluruh persyaratan
23   berikut:
24   (a)   Tidak merupakan kegiatan normal dari entitas;
25   (b)   Tidak diharapkan terjadi dan tidak diharapkan terjadi berulang;
26   (c)   Berada di luar kendali atau pengaruh entitas;
27   (d)   Memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau
28         posisi aset/kewajiban.
29             36. Hakikat, jumlah dan pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa
30   luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam Catatan atas Laporan
31   Keuangan.

32   TANGGAL EFEKTIF
33            37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
34   diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
35   pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                                              LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 6
PRESIDEN
               REPUBLIK INDONESIA



            LAMPIRAN II.12
            PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
            NOMOR 71 TAHUN 2010
            TANGGAL 22 OKTOBER 2010




STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
PERNYATAAN NO. 11




LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN




                                    LAMPIRAN II.12 PSAP 11 – (i)
PRESIDEN
                                    REPUBLIK INDONESIA


                                           DAFTAR ISI



                                                                                       Paragraf

PENDAHULUAN-----------------------------------------------------------------            1-4
     Tujuan ------------------------------------------------------------------------      1
     Ruang Lingkup -------------------------------------------------------------        2-4
DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------      5
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN-----------                                    6-10
ENTITAS PELAPORAN -------------------------------------------------------                11
ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------------------------- 12-15
BADAN LAYANAN UMUM ---------------------------------------------------                   16
PROSEDUR KONSOLIDASI ------------------------------------------------- 17-21
TANGGAL EFEKTIF------------------------------------------------------------              22




                                                              LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - (i)
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA


1    STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
2    PERNYATAAN NO. 11
3    LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
4    Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah
5    paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf
6    penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual
7    Akuntansi Pemerintahan.

8    PENDAHULUAN
9    Tujuan
10            1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur
11   penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan
12   dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general
13   purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan
14   kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang
15   dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan
16   keuangan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna
17   laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam
18   ketentuan peraturan perundang-undangan.

19   Ruang Lingkup
20           2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit
21   pemerintahan yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan
22   secara terkonsolidasi menurut Pernyataan Standar ini agar
23   mencerminkan satu kesatuan entitas.
24           3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat
25   sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas
26   akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum.
27            4.   Pernyataan Standar ini tidak mengatur:
28   (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah;
29   (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;
30   (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan


                                                    LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 1
PRESIDEN
                             REPUBLIK INDONESIA

1    (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

2    DEFINISI
3            5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
4    Pernyataan Standar dengan pengertian:
5    Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan
6    pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelyanan kepada
7    masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
8    tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
9    kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
10   Entitas   akuntansi   adalah     unit   pemerintahan   pengguna
11   anggaran/pengguna    barang      dan    oleh   karenanya   wajib
12   menyelenggarakan akuntansi dan        menyusun laporan keuangan
13   untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
14   Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau
15   lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-
16   undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa
17   laporan keuangan.
18   Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang
19   diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas
20   pelaporan lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik
21   agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian.
22   Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan
23   yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas
24   pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.

25   PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
26   KONSOLIDASIAN
27           6. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan
28   Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
29           7. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode
30   pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas
31   pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya.




                                                  LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA

1                8. Pemerintah pusat menyampaikan laporan keuangan
2    konsolidasian dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga
3    legislatif.
4             9. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan
5    eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun
6    demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal
7    tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
 8             10. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain
 9   sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang belum
10   dipertanggungjawabkan oleh Bendaharawan Pembayar sampai dengan
11   akhir periode akuntansi.

12   ENTITAS PELAPORAN
13           11. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan
14   perundang-undangan, yang umumnya bercirikan:
15   (a)   Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau
16         mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran,
17   (b)   Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan,
18   (c)   Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat
19         atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan
20   (d)   Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung
21         maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang
22         menyetujui anggaran.

23   ENTITAS AKUNTANSI
24            12. Pengguna anggaran/pengguna barang sebagai entitas
25   akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan
26   keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya
27   yang ditujukan kepada entitas pelaporan.
28            13. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja
29   atau mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib
30   menyelenggarakan akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan
31   keuangan menurut standar akuntansi pemerintahan. Laporan keuangan
32   tersebut disampaikan secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih



                                                    LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 3
PRESIDEN
                             REPUBLIK INDONESIA

1    tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas
2    pelaporan.
3             14. Perusahaan negara/daerah pada dasarnya adalah suatu
4    entitas akuntansi, namun akuntansi dan penyajian laporannya tidak
5    menggunakan standar akuntansi pemerintahan.
6             15. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan
7    yang berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai
8    pengaruh signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat
9    ditetapkan sebagai entitas pelaporan.

10   BADAN LAYANAN UMUM
11             16. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan
12   umum, memungut dan menerima serta membelanjakan dana masyarakat
13   yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak
14   berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan.
15   Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri,
16   dan otorita.

17   PROSEDUR KONSOLIDASI
18           17. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini
19   dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun
20   yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas
21   pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal
22   balik.
23            18. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan
24   menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara
25   organisatoris berada di bawahnya.
26           19. Konsolidasi dapat dilaksanakan baik dengan mengeliminasi
27   akun-akun yang timbal balik (reciprocal) maupun tanpa mengeliminasinya.
28            20. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun-
29   akun yang timbal-balik, maka nama-nama akun yang timbal balik, dan
30   estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik dicantumkan dalam
31   Catatan atas Laporan Keuangan.
32          21. Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU)
33   digabungkan pada kementerian negara/lembaga teknis pemerintah



                                                  LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 4
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA

1        pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya dengan
2        ketentuan sebagai berikut:
3        (a) Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto
4            kepada      Laporan   Realisasi   Anggaran     kementerian
5            negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara
6            organisatoris membawahinya.
7        (b) Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian
8            negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara
9            organisatoris membawahinya.

10       TANGGAL EFEKTIF
11                22. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat
12       diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban
13       pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014.




                                      PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                   ttd.

                                      DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO




            Salinan sesuai dengan aslinya
     SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
       Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
           Bidang Perekonomian dan Industri,

                        ttd


              SETIO SAPTO NUGROHO

                                                       LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 5
PRESIDEN
          REPUBLIK INDONESIA




          LAMPIRAN III
      PROSES PENYUSUNAN
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
        BERBASIS AKRUAL
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA


                                         LAMPIRAN III
                                         PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                                         NOMOR 71 TAHUN 2010
                                         TANGGAL 22 OKTOBER 2010


PROSES PENYUSUNAN
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL


Dalam rangka peningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah dan
untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta memfasilitasi
manajemen keuangan/aset yang lebih transparan dan akuntabel, maka perlu
penerapan akuntansi berbasis akrual yang merupakan best practice di dunia
internasional.
Pengantar ini menguraikan lebih lanjut tentang latar belakang, kedudukan dan peran
serta tugas Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), berikut penjelasan
lingkup proses penyusunan SAP berbasis akrual (untuk selanjutnya disebut SAP
Berbasis Akrual) dan pentingnya isi pokok, perbedaan mendasar antara SAP
Berbasis Akrual dengan SAP berbasis kas menuju akrual sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No 24 Tahun 2005 (untuk selanjutnya disebut SAP Berbasis Kas Menuju
Akrual), dan implementasi SAP Berbasis Akrual. Isi dari pengantar ini dapat
digunakan sebagai referensi untuk memahami dan menerapkan SAP Berbasis
Akrual.


LATAR BELAKANG
1.     Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
       Negara menyatakan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban
       pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
       Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2.     Pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
       menegaskan ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan




                                                    LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN -   1
PRESIDEN
                            REPUBLIK INDONESIA



     dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima)
     tahun.
3.   Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, menegaskan
     kembali tentang ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan
     dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya pada Tahun
     Anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
     belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
     pengukuran berbasis kas.
4.   SAP berisikan prinsip-prinsip akuntansi pemerintahan yang diterapkan dalam
     menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. PSAP adalah SAP
     yang diberi judul, nomor, dan tanggal mulai berlaku dan ditetapkan dengan
     Peraturan Pemerintah, sehingga mempunyai kekuatan hukum.

KEDUDUKAN DAN PERAN KSAP
5.   Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
     Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
     mengamanatkan tugas penyusunan SAP kepada suatu komite standar yang
     independen.
6.   Sesuai amanat Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004               tentang
     Perbendaharaan Negara dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
     (KSAP), yang untuk pertama kali ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI
     Nomor 84 Tahun 2004 tentang Keanggotaan KSAP, dan telah mengalami
     beberapa kali perubahan, terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 3
     Tahun 2009.
7.   KSAP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan
     akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan melalui penyusunan
     dan pengembangan standar akuntansi pemerintahan, termasuk mendukung
     pelaksanaan penerapan standar tersebut.




                                                 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN -   2
PRESIDEN
                               REPUBLIK INDONESIA



8.    KSAP terdiri dari Komite Konsultatif Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite
      Konsultatif) dan Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite
      Kerja).


TUGAS KSAP
9.    Komite Konsultatif bertugas memberi konsultasi dan/atau pendapat dalam
      rangka perumusan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar
      Akuntansi Pemerintahan.
10.   Komite Kerja bertugas mempersiapkan, merumuskan dan menyusun konsep
      Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
      KSAP menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP kepada
      Menteri Keuangan untuk ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah.
11.   Selain menyusun SAP, KSAP bertugas mempersiapkan, mengkaji, melakukan
      riset terbatas dan menerbitkan berbagai publikasi yang berhubungan dengan
      standar, antara lain Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
      (IPSAP) dan Buletin Teknis. IPSAP dan Buletin Teknis merupakan pedoman
      dan informasi yang diterbitkan oleh KSAP untuk memudahkan pemahaman
      dan penerapan SAP, serta untuk mengatasi masalah-masalah akuntansi dan
      pelaporan keuangan.


PROSES BAKU PENYUSUNAN (Due Process) SAP BERBASIS AKRUAL
12.   Proses penyiapan SAP Berbasis Akrual dilakukan melalui prosedur yang
      meliputi   tahap-tahap   kegiatan   (due   process)    yang    dilakukan     dalam
      penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) oleh KSAP.
      Due process meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
      a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar
         Tahap ini merupakan proses pengidentifikasian topik-topik akuntansi dan
         pelaporan    keuangan    yang    memerlukan     pengaturan     dalam     bentuk
         pernyataan standar akuntansi pemerintahan.




                                                       LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN -   3
PRESIDEN
                         REPUBLIK INDONESIA



b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP
   KSAP dapat membentuk pokja yang bertugas membahas topik-topik yang
   telah disetujui. Keanggotaan Pokja ini berasal dari berbagai instansi yang
   kompeten di bidangnya.
c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
   Untuk pembahasan suatu topik, Pokja melakukan riset terbatas terhadap
   literatur-literatur, standar akuntansi yang berlaku di berbagai negara,
   praktik-praktik akuntansi yang sehat (best practices), peraturan-peraturan
   dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan topik yang akan
   dibahas.
d. Penulisan Draf SAP oleh Kelompok Kerja
   Berdasarkan hasil riset terbatas dan acuan lainnya, Pokja menyusun draf
   SAP. Draf yang telah selesai disusun selanjutnya dibahas oleh Pokja.
e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
   Draf yang telah disusun oleh pokja dibahas oleh anggota Komite Kerja.
   Pembahasan diutamakan pada substansi dan implikasi penerapan
   standar. Dengan pendekatan ini diharapkan draf tersebut menjadi standar
   akuntansi yang berkualitas. Pembahasan ini tidak menutup kemungkinan
   terjadi perubahan-perubahan dari draf awal yang diusulkan oleh Pokja.
   Pada tahap ini, Komite Kerja juga melakukan diskusi dengan Badan
   Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyamakan persepsi.
f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
   Komite Kerja berkonsultasi dengan Komite Konsultatif untuk pengambilan
   keputusan peluncuran draf publikasian SAP.
g. Peluncuran Draf SAP (Exposure Draft)
   KSAP melakukan peluncuran draf SAP dengan mengirimkan draf SAP
   kepada     stakeholders,   antara   lain   masyarakat,    legislatif,   lembaga
   pemeriksa, dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh tanggapan.




                                                 LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN -   4
PRESIDEN
                                 REPUBLIK INDONESIA



      h. Dengar Pendapat Publik Terbatas (Limited Public Hearing) dan Dengar
           Pendapat Publik (Public Hearings)
           Dengar pendapat dilakukan dua tahap yaitu dengar pendapat publik
           terbatas dan dengar pendapat publik. Dengar pendapat publik terbatas
           dilakukan dengan mengundang pihak-pihak dari kalangan akademisi,
           praktisi, pemerhati akuntansi pemerintahan, dan             masyarakat yang
           berkepentingan terhadap SAP untuk memperoleh tanggapan dan masukan
           dalam rangka penyempurnaan draf publikasian.
           Dengar pendapat publik merupakan proses dengar pendapat dengan
           masyarakat yang berkepentingan terhadap SAP. Tahapan ini dimaksudkan
           untuk meminta tanggapan masyarakat terhadap draf SAP.
      i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan terhadap Draf SAP
           KSAP melakukan pembahasan atas tanggapan/masukan yang diperoleh
           dari dengar pendapat terbatas, dengar pendapat publik dan masukan
           lainnya dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf SAP.
      j. Finalisasi Standar
           Dalam rangka finalisasi draf SAP, KSAP memperhatikan pertimbangan
           dari BPK. Disamping itu, tahap ini merupakan tahap akhir penyempurnaan
           substansi, konsistensi, koherensi maupun bahasa. Finalisasi setiap PSAP
           ditandai dengan penandatanganan draf PSAP oleh seluruh anggota KSAP.
13.   SAP Berbasis Akrual telah disusun dengan melalui tahapan proses penyiapan
      (due process) sebagaimana tersebut di atas.
14.   Dalam menyusun SAP Berbasis Akrual, KSAP menggunakan materi dan
      rujukan yang dikeluarkan oleh:
      a.      Pemerintah Indonesia, berupa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
              2005 tentang SAP;
      b.      International Federation of Accountants;
      c.      International Accounting Standards Committee/International Accounting
              Standards Board;




                                                         LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN -   5
PRESIDEN
                                  REPUBLIK INDONESIA



      d.     International Monetary Fund;
      e.     Ikatan Akuntan Indonesia;
      f.     Financial Accounting Standards Board – USA;
      g.     Governmental Accounting Standards Board – USA;
      h.     Federal Accounting Standards Advisory Board – USA;
      i.     Organisasi profesi lainnya di berbagai negara yang membidangi
             pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.
15.   Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan SAP Berbasis Akrual
      sebagai berikut:
           a. SAP Berbasis Akrual dikembangkan dari SAP PP 24/2005 dengan
             mengacu pada Internatonal Public Sector Accounting Standards
             (IPSAS) dan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku.
           b. SAP      Berbasis   Akrual   adalah   SAP   PP    24/2005     yang    telah
             dikembangkan sesuai dengan basis akrual.
           c. Laporan Operasional – yang dalam SAP PP 24/2005 disebut dengan
             nama Laporan Kinerja Keuangan dan bersifat opsional – dalam SAP
             Berbasis Akrual menjadi salah satu PSAP untuk pelaporan atas
             pendapatan dari sumber daya ekonomi yang diperoleh dan beban
             untuk kegiatan pelayanan pemerintahan.
           d. Kerangka konseptual dalam SAP PP 24/2005 dimodifikasi dan
             diperbarui sehingga menjadi kerangka konseptual dari PSAP berbasis
             akrual.
16.   Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa PSAP PP
      24/2005 sebagian besar telah mengacu pada praktik akuntansi berbasis
      akrual, dan agar pengguna yang sudah terbiasa dengan SAP PP 24/2005
      masih dapat melihat kesinambungannya dengan SAP Berbasis Akrual.




                                                       LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN -   6
PRESIDEN
                              REPUBLIK INDONESIA



ISI POKOK SAP BERBASIS AKRUAL DAN PERBEDAANNYA DENGAN SAP
BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL
17.   Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 1 Tahun 2004, sebagaimana diacu dalam
      Pasal 70 ayat (2), mengatur bahwa pengakuan pendapatan dan belanja pada
      APBN/APBD menggunakan basis akrual. Di lain pihak, praktik penganggaran
      dan pelaporan pelaksanaannya pada sebagian terbesar negara, termasuk
      Indonesia, menggunakan basis kas. Untuk itu KSAP menyusun SAP Berbasis
      Akrual yang mencakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan
      anggaran (budgetary reports), sebagaimana dicantumkan pada PSAP 2, dan
      PSAP berbasis akrual untuk pelaporan finansial, yang pada PSAP 12
      memfasilitasi pencatatan pendapatan dan beban dengan basis akrual.
18.   Laporan pelaksanaan anggaran yang berbasis kas terdiri dari Laporan
      Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Bagi
      Entitas Pelaporan di Pemerintah Pusat).
      Laporan finansial yang berbasis akrual terdiri dari Neraca, Laporan
      Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas.
19.   Perbedaan mendasar SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis
      Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas
      melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang
      didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan
      kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah
      atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan.


IMPLEMENTASI SAP BERBASIS AKRUAL
20.   Setelah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, SAP Berbasis Akrual
      dipublikasikan dan didistribusikan kepada masyarakat.
21.   Selanjutnya KSAP melakukan sosialisasi SAP Berbasis Akrual kepada para
      pemangku kepentingan (stakeholders). Bentuk sosialisasi yang dilakukan
      berupa   seminar/diseminasi/diskusi   dengan     para    pengguna,      program




                                                     LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN -   7
PRESIDEN
                                     REPUBLIK INDONESIA



      pendidikan    profesional       berkelanjutan,   training    of    trainers   (TOT)   dan
      memfasilitasi konsultasi teknis terkait penerapan SAP Berbasis Akrual (help
      desk).
22.   SAP      Berbasis     Akrual    diterapkan dalam lingkup           pemerintahan, yaitu
      pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan
      pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan
      organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.
23.   Implementasi SAP Berbasis Akrual harus disertai dengan upaya sinkronisasi
      berbagai peraturan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
      dengan SAP Berbasis Akrual.
24.   Keterbatasan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dinyatakan secara eksplisit
      pada setiap PSAP yang diterbitkan.


BAHASA
25.   Seluruh draf, PSAP, dan IPSAP serta buletin teknis diterbitkan oleh KSAP
      dalam bahasa Indonesia. Pengalihan ke bahasa lain agar diinformasikan
      kepada KSAP.



                                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                                                                  ttd.

                                            DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

       Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
  Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
      Bidang Perekonomian dan Industri,

                      ttd


         SETIO SAPTO NUGROHO




                                                           LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN -   8

More Related Content

PDF
Pp 71 tahun 2010
PDF
Pp 71 tahun_2010
PDF
Pp 71 tahun_2010
PDF
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
PDF
Salinan perpres nomor 93 tahun 2021
PPTX
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
PDF
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan ...
PDF
(2017) pmk 50~pmk.07~2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa
Pp 71 tahun 2010
Pp 71 tahun_2010
Pp 71 tahun_2010
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Salinan perpres nomor 93 tahun 2021
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan ...
(2017) pmk 50~pmk.07~2017 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa

What's hot (16)

PDF
Sistem akuntansi keuangan
PPTX
Pengelolaan Keuangan Negara
PPTX
Pengelolaan Keuangan Negara
DOCX
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
PDF
Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009
PPT
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
PPTX
Standar akuntansi pemerintahan
PDF
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
PDF
Pp nomor 12 tahun 2019
PDF
Artikel keuangan negara
PDF
Permendagri nomor-21-tahun-2011
PDF
Permendagri no 21 thn 2011
PPT
01 keterkaitan pbd lkpd
PPT
Permendagri59/2007 - Akuntansi
Sistem akuntansi keuangan
Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan Negara
Pp 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah
Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009
UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Standar akuntansi pemerintahan
Pp no. 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah
Pp nomor 12 tahun 2019
Artikel keuangan negara
Permendagri nomor-21-tahun-2011
Permendagri no 21 thn 2011
01 keterkaitan pbd lkpd
Permendagri59/2007 - Akuntansi
Ad

Viewers also liked (6)

PDF
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
PDF
Istilah Audit
PDF
Analisis Standar Belanja
PPTX
PPT PSAK 45 , Akuntansi Entitas Nirlaba
DOCX
Makalah Tugas Pelaporan Keuangan Sektor Publik
PDF
Teknik penyusunan asb
Perda PBB P2 Kab Sumbawa
Istilah Audit
Analisis Standar Belanja
PPT PSAK 45 , Akuntansi Entitas Nirlaba
Makalah Tugas Pelaporan Keuangan Sektor Publik
Teknik penyusunan asb
Ad

Similar to Pp 71 tahun_2010 (20)

PDF
SAP PP No 71 Tahun 2010
PDF
PP 71 Tahun 2010
PDF
PP No 71 Th 2010 standar akuntansi pemerintah
PDF
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
PPTX
Std Akun Pem.pptx
PDF
PPTX
Bab 12 pendahuluan akuntansi (klp4).pptx
DOC
Makalah bab 10 akuntansi sektor publik
DOC
Standar akuntansi keuangan
PDF
Pengenalan akuntansi pemerintahan indonesia
PDF
Permendagri nomor-64-tahun-2013 243-1
DOCX
Akuntansi pemerintahan
PPTX
1. konsep sistem akuntansi & sap edit
PPTX
1. konsep sistem akuntansi & sap edit
PPTX
Gambaran-Umum-.pptx
PDF
Permendagri no. 13 thn 2006 pedoman pengelolaan keuangan daerah
PDF
Permendagri no. 13 thn 2006 pedoman pengelolaan keuangan daerah
PDF
PMK No. 219 Tahun 2013
PPTX
Pelaporan & Pertanggungjawaban Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
PPTX
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
SAP PP No 71 Tahun 2010
PP 71 Tahun 2010
PP No 71 Th 2010 standar akuntansi pemerintah
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Std Akun Pem.pptx
Bab 12 pendahuluan akuntansi (klp4).pptx
Makalah bab 10 akuntansi sektor publik
Standar akuntansi keuangan
Pengenalan akuntansi pemerintahan indonesia
Permendagri nomor-64-tahun-2013 243-1
Akuntansi pemerintahan
1. konsep sistem akuntansi & sap edit
1. konsep sistem akuntansi & sap edit
Gambaran-Umum-.pptx
Permendagri no. 13 thn 2006 pedoman pengelolaan keuangan daerah
Permendagri no. 13 thn 2006 pedoman pengelolaan keuangan daerah
PMK No. 219 Tahun 2013
Pelaporan & Pertanggungjawaban Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx

More from WEST NUSA TENGGARA (20)

PDF
ON Peta Kemiskinan Ekstrem Nasional Baznas 2023.pdf
PDF
Agenda Prioritas Pengawasan BPKP TAHUN 2025
PDF
Permendagri No 15 Tahun 2024 Pedoman APBD 2025.pdf
PDF
Booklet Logframe Stranas PK 2023-2024.pdf
PDF
Buku (One Map Policy) OMP Summit 2024 White Paper
PDF
KEPGUB_NO_862_TH_2023_RENCANA-PENANGGULANGAN-KEMISKINAN-DAERAH-PROVINSI-DKI-J...
PDF
Belanja Infrastruktur Daerah jenis Dana Transfer Umum (DTU)
PDF
Model Inovasi Pengentasan Kemiskinan_OK JIPPNAS.pdf
PDF
Paparan_Plh_Dirjen Launching Permendagri 24-2024 RP2P.pdf
PDF
Paparan_Wamendagri-Sosialisasi_RP2P_[23012025].pdf
PDF
RP2P - HENDRICUS ANDY SIMARMATA 23 JANUARI 2025.pdf
PDF
Pergub No. 59 Tahun 2023 - RP3KP PROV NTB 2023-2043.pdf
PDF
Lampiran Pergub No. 59 Tahun 2023 - RP3KP 2023-2043 Prov NTB.pdf
PDF
RENSTRA BAPPEDA PROV NTB 2024-2026 FINAL.pdf
PDF
Pemanfaatan FABA di Tambang Batubara.pdf
PDF
UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 No 59 Tahun 2024.pdf
PDF
10. Manajemen Kinerja-Terbaru.pdf10. Manajemen Kinerja-Terbaru.pdf
PDF
7. Akuntabilitas Kinerja-Terbaru.pdf7. Akuntabilitas Kinerja-Terbaru.pdf
PDF
13. Manajemen Risiko-Terbaru.pdf 13. Manajemen Risiko-Terbaru.pdf
PDF
11. Standar Kinerja Pelayanan-Terbaru.pdf 11. Standar Kinerja Pelayanan-Terb...
ON Peta Kemiskinan Ekstrem Nasional Baznas 2023.pdf
Agenda Prioritas Pengawasan BPKP TAHUN 2025
Permendagri No 15 Tahun 2024 Pedoman APBD 2025.pdf
Booklet Logframe Stranas PK 2023-2024.pdf
Buku (One Map Policy) OMP Summit 2024 White Paper
KEPGUB_NO_862_TH_2023_RENCANA-PENANGGULANGAN-KEMISKINAN-DAERAH-PROVINSI-DKI-J...
Belanja Infrastruktur Daerah jenis Dana Transfer Umum (DTU)
Model Inovasi Pengentasan Kemiskinan_OK JIPPNAS.pdf
Paparan_Plh_Dirjen Launching Permendagri 24-2024 RP2P.pdf
Paparan_Wamendagri-Sosialisasi_RP2P_[23012025].pdf
RP2P - HENDRICUS ANDY SIMARMATA 23 JANUARI 2025.pdf
Pergub No. 59 Tahun 2023 - RP3KP PROV NTB 2023-2043.pdf
Lampiran Pergub No. 59 Tahun 2023 - RP3KP 2023-2043 Prov NTB.pdf
RENSTRA BAPPEDA PROV NTB 2024-2026 FINAL.pdf
Pemanfaatan FABA di Tambang Batubara.pdf
UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 No 59 Tahun 2024.pdf
10. Manajemen Kinerja-Terbaru.pdf10. Manajemen Kinerja-Terbaru.pdf
7. Akuntabilitas Kinerja-Terbaru.pdf7. Akuntabilitas Kinerja-Terbaru.pdf
13. Manajemen Risiko-Terbaru.pdf 13. Manajemen Risiko-Terbaru.pdf
11. Standar Kinerja Pelayanan-Terbaru.pdf 11. Standar Kinerja Pelayanan-Terb...

Recently uploaded (14)

DOCX
Lembar Kerja IPP.docx pembelajaran mendalam
PPTX
ppt Laporan Studi kelayakan bisnis U JKT
PPTX
1. Pengantar Mikrobiologi.pptx Mahasiswa Semester 1
PPTX
1. PENGERTIAN AUDIT & KEPATUHAN TERHADAP PERUNDANG-UNDANGAN.pptx
PPTX
E-KINERJA PEMETINTAH DAERAH MENYUSUN SKP.pptx
PPTX
Alur Penagihan Pajak - IV.pptx. dkwdend
PPTX
Bab 13 - Eksyar_20250624_192516_0000.pptx
PDF
pelajaran Capstone Project Kelas XII AKL
PDF
1. Manual Pengusulan DAK Non Fisik Tahun 2025 (1).pdf
PPT
Presentasi Materi tentang Risiko Kredit.ppt
PPTX
Kelompok 3 AKM II - PSAK 113 & PSAK 239.pptx
PDF
DP10ejhsgwbebshsbsbsbdhdndbdbdbdbd-01 2.pdf
PPTX
SISTEM LAPORAN KERJA BUMDES TAHUN 2025 DI PURWOREJO
PPTX
Materi_Strategi_Pemasaran_Victoria_Care.pptx
Lembar Kerja IPP.docx pembelajaran mendalam
ppt Laporan Studi kelayakan bisnis U JKT
1. Pengantar Mikrobiologi.pptx Mahasiswa Semester 1
1. PENGERTIAN AUDIT & KEPATUHAN TERHADAP PERUNDANG-UNDANGAN.pptx
E-KINERJA PEMETINTAH DAERAH MENYUSUN SKP.pptx
Alur Penagihan Pajak - IV.pptx. dkwdend
Bab 13 - Eksyar_20250624_192516_0000.pptx
pelajaran Capstone Project Kelas XII AKL
1. Manual Pengusulan DAK Non Fisik Tahun 2025 (1).pdf
Presentasi Materi tentang Risiko Kredit.ppt
Kelompok 3 AKM II - PSAK 113 & PSAK 239.pptx
DP10ejhsgwbebshsbsbsbdhdndbdbdbdbd-01 2.pdf
SISTEM LAPORAN KERJA BUMDES TAHUN 2025 DI PURWOREJO
Materi_Strategi_Pemasaran_Victoria_Care.pptx

Pp 71 tahun_2010

  • 1. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); MEMUTUSKAN: . . .
  • 2. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2. Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya. 3. Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. 4. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat PSAP, adalah SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal efektif. 5. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. 6. Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat IPSAP, adalah penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas PSAP. 7. Buletin . . .
  • 3. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -3- 7. Buletin Teknis SAP adalah informasi yang berisi penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi pengguna. 8. SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD. 9. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. 10. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat KSAP, adalah komite sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang bertugas menyusun SAP. 11. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Pasal 2 (1) SAP dinyatakan dalam bentuk PSAP. (2) SAP dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Pasal 3 (1) PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis SAP. (2) IPSAP . . .
  • 4. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -4- (2) IPSAP dan Buletin Teknis SAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan diterbitkan oleh KSAP dan diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan. (3) Rancangan IPSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum IPSAP diterbitkan. BAB II PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN Pasal 4 (1) Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual. (2) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam bentuk PSAP. (3) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. (4) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 5 (1) Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. (2) Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh KSAP sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam penyusunan SAP. (3) Rancangan . . .
  • 5. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -5- (3) Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh KSAP kepada Menteri Keuangan. (4) Menteri Keuangan menyampaikan usulan rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mendapat pertimbangan. Pasal 6 (1) Pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan yang mengacu pada SAP. (2) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada Pemerintah Pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. (3) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. (4) Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Pasal 7 (1) Penerapan SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pasal 8 . . .
  • 6. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -6- Pasal 8 (1) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dinyatakan dalam bentuk PSAP. (2) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. (3) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan 2. Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan akuntansi pemerintahan sepanjang belum diubah dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku. Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . .
  • 7. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -7- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 123 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, ttd SETIO SAPTO NUGROHO
  • 8. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar akuntansi pemerintahan tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam Lampiran III. Penyusunan PSAP dilandasi oleh Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Penerapan . . .
  • 9. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -2- Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti. Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual. Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual. Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Selain mengubah basis SAP dari kas menuju akrual menjadi akrual, Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan perubahan terhadap PSAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan dari BPK. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 . . .
  • 10. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -3- Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP. Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP dan/atau IPSAP. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “perubahan” adalah penambahan, penghapusan, atau penggantian satu atau lebih PSAP. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diperlukan dalam rangka mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan Pemerintah secara nasional. Ayat (3) Selain mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan, dalam menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah, gubernur/bupati/walikota mengacu pula pada peraturan daerah dan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai pengelolaan keuangan daerah. Ayat (4) . . .
  • 11. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -4- Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Peraturan perundang-undangan yang masih relevan dan tidak bertentangan dengan SAP Berbasis Akrual dinyatakan tetap berlaku. Peraturan perundang-undangan yang bertentangan harus dicabut dan/atau disesuaikan. IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang disusun oleh KSAP sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku. Jika terdapat IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini harus dicabut dan/atau disesuaikan. Pasal 10 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5165
  • 12. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL
  • 13. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI LAMPIRAN I STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL 1. LAMPIRAN I. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2. LAMPIRAN I.02 PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 3. LAMPIRAN I.03 PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS 4. LAMPIRAN I.04 PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS 5. LAMPIRAN I.05 PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 6. LAMPIRAN I.06 PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN 7. LAMPIRAN I.07 PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI 8. LAMPIRAN I.08 PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP 9. LAMPIRAN I.09 PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 10. LAMPIRAN I.10 PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN 11. LAMPIRAN I.11 PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 12. LAMPIRAN I.12 PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 13. LAMPIRAN I.13 PSAP 12 LAPORAN OPERASIONAL
  • 14. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.01 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (i)
  • 15. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 1-5 TUJUAN----------------------------------------------------------------------------------------------- 1-3 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------------------- 4-5 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN --------------------------------------------------- 6-16 BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN KEKUASAAN -------------- 8-9 SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER PENDAPATAN ANTAR PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------- 10 PENGARUH PROSES POLITIK ---------------------------------------------------------------- 11 HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN PEMERINTAH --------------------------------------------------------------------------------------- 12 ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK, TARGET FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN ------------------------------------------------------- 13 INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG MENGHASILKAN PENDAPATAN -------------------------------------------------------------------------------------- 14 KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA UNTUK TUJUAN PENGENDALIAN ----------------------------------------------------------------------------------- 15 PENYUSUTAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------------- 16 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA---------- --------------- 17-20 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------- 17 KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ---------- 18-20 ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN --------------------------------------------------------- 21-23 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------ 24-27 PERANAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 24-25 TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------- 26-27 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN---------------------------------------------------------------- 28-29 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN------------------------------------------------------- 30 ASUMSI DASAR -------------------------------------------------------------------------------------------- 31-34 KEMANDIRIAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------------ 32 KESINAMBUNGAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------ 33 KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG (MONETARY MEASUREMENT) ------ 34 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------- 35-40 RELEVAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 36-37 ANDAL ------------------------------------------------------------------------------------------------ 38 DAPAT DIBANDINGKAN ------------------------------------------------------------------------- 39 DAPAT DIPAHAMI --------------------------------------------------------------------------------- 40 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN --------------------------------------- 41-55 BASIS AKUNTANSI ------------------------------------------------------------------------------- 42-45 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (ii)
  • 16. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST) ------------------------------------------------------ 46-47 REALISASI (REALIZATION) -------------------------------------------------------------------- 48-49 SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE OVER FORM)------------------------------------------------------------------------------------------------- 50 PERIODISITAS (PERIODICITY) --------------------------------------------------------------- 51 KONSISTENSI (CONSISTENCY) -------------------------------------------------------------- 52 PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE) ----------------------------------- 53 PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION) -------------------------------------------- 54-55 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL --------------------------------------- 56-59 MATERIALITAS ------------------------------------------------------------------------------------- 57 PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT -------------------------------------------------- 58 KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF ----------------------------- 59 UNSUR LAPORAN KEUANGAN----------------------------------------------------------------------- 60-83 LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------------------------------------- 61-62 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH ---------------------------------- 63 NERACA ---------------------------------------------------------------------------------------------- 64-77 Aset --------------------------------------------------------------------------------------------------- 66-72 Kewajiban--------------------------------------------------------------------------------------------- 73-76 Ekuitas------------------------------------------------------------------------------------------------- 77 LAPORAN OPERASIONAL ---------------------------------------------------------------------- 78-79 LAPORAN ARUS KAS ---------------------------------------------------------------------------- 80-81 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ----------------------------------------------------------- 82 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------- 83 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 84-97 KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN TERJADI --------- 87 KEANDALAN PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------ 88-89 PENGAKUAN ASET ------------------------------------------------------------------------------- 90-92 PENGAKUAN KEWAJIBAN --------------------------------------------------------------------- 93-94 PENGAKUAN PENDAPATAN ------------------------------------------------------------------ 95 PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA ------------------------------------------------------- 96-97 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------ 98-99 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (iii)
  • 17. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENDAHULUAN 2 TUJUAN 3 1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari 4 penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan yang 5 selanjutnya dapat disebut standar. Tujuannya adalah sebagai acuan bagi: 6 (a) penyusun standar dalam melaksanakan tugasnya; 7 (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi 8 yang belum diatur dalam standar; 9 (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan 10 keuangan disusun sesuai dengan standar; dan 11 (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang 12 disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar. 13 2. Kerangka Konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal 14 terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam standar akuntansi 15 pemerintahan. 16 3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan 17 standar, maka ketentuan standar diunggulkan relatif terhadap kerangka 18 konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian diharapkan dapat 19 diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi pemerintahan di 20 masa depan. 21 RUANG LINGKUP 22 4. Kerangka konseptual ini membahas: 23 (a) tujuan kerangka konseptual; 24 (b) lingkungan akuntansi pemerintahan; 25 (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna; 26 (d) entitas akuntansi dan entitas pelaporan; 27 (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, komponen laporan keuangan, 28 serta dasar hukum; 29 (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi 30 dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; 31 dan 32 (g) unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan, pengakuan, dan 33 pengukurannya. 34 5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan 35 pemerintah pusat dan daerah. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 1
  • 18. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh 3 terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. 4 7. Ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu 5 dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan 6 adalah sebagai berikut: 7 (a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan: 8 (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan; 9 (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar 10 pemerintah; 11 (3) pengaruh proses politik; 12 (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. 13 (b) Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian: 14 (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan 15 sebagai alat pengendalian; 16 (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan; 17 (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian; 18 dan 19 (4) Penyusutan nilai aset sebagai sumber daya ekonomi karena digunakan 20 dalam kegiatan operasional pemerintahan. 21 BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN 22 KEKUASAAN 23 8. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasas 24 Pancasila, kekuasaan ada di tangan rakyat sesuai dengan sila keempat. Rakyat 25 mendelegasikan kekuasaan kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. 26 Sejalan dengan pendelegasian kekuasaan ini terdapat pemisahan wewenang di 27 antara eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya 28 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 29 Tahun 1945. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga 30 keseimbangan terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara 31 penyelenggara negara. 32 9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan negara, 33 pemerintah menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada DPR/DPRD 34 untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pemerintah 35 melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan peraturan 36 perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pemerintah 37 bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada 38 DPR/DPRD. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 2
  • 19. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER 2 PENDAPATAN ANTAR PEMERINTAH 3 10.Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam 4 sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah 5 provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas 6 cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. 7 Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak yang 8 lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi dana 9 umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan. 10 PENGARUH PROSES POLITIK 11 11.Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan 12 kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya 13 untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan 14 keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber 15 lainnya guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu ciri yang penting 16 dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik 17 untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. 18 HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN 19 PEMERINTAH 20 12.Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara 21 langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar 22 pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka 23 memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak 24 berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada 25 wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah 26 mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam 27 mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut: 28 (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya 29 suka rela. 30 (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak 31 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti 32 penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai 33 tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh. 34 (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan 35 pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur 36 sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan 37 dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan 38 pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan 39 dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi 40 lebih mudah. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 3
  • 20. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan 2 pemerintah adalah relatif sulit. 3 ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK, 4 TARGET FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN 5 13.Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil 6 kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk 7 melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk 8 menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila 9 diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran 10 mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi 11 upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu 12 periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak tertutup 13 kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau kurang dari 14 satu tahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan pemerintah 15 mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara 16 lain karena: 17 (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik. 18 (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan 19 antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan. 20 (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi 21 hukum. 22 (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah. 23 (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan 24 pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada 25 publik. 26 INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG 27 MENGHASILKAN PENDAPATAN 28 14.Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset 29 yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti 30 gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian 31 besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program 32 pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan 33 manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi 34 pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian besar 35 aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah, 36 bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa 37 mendatang. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 4
  • 21. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA UNTUK 2 TUJUAN PENGENDALIAN 3 15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi dan 4 pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang 5 memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing 6 merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara 7 belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat 8 diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain 9 kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam 10 pengembangan pelaporan keuangan pemerintah. 11 PENYUSUTAN ASET TETAP 12 16.Aset yang digunakan pemerintah, kecuali beberapa jenis aset 13 tertentu seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan kapasitas yang terbatas. 14 Seiring dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset dilakukan 15 penyesuaian nilai. 16 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA 17 PENGGUNA 18 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN 19 17.Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan 20 pemerintah, namun tidak terbatas pada: 21 (a) masyarakat; 22 (b) wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 23 (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan 24 pinjaman; dan 25 (d) pemerintah. 26 KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA LAPORAN 27 KEUANGAN 28 18.Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum 29 untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan 30 demikian, laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi 31 kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, 32 berhubung laporan keuangan pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas 33 pengelolaan keuangan negara, maka komponen laporan yang disajikan setidak- 34 tidaknya mencakup jenis laporan dan elemen informasi yang diharuskan oleh 35 ketentuan peraturan perundang-undangan (statutory reports). Selain itu, karena 36 pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka ketentuan Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 5
  • 22. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak 2 perlu mendapat perhatian. 3 19.Kebutuhan informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan 4 serta posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan 5 memadai apabila didasarkan pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan 6 munculnya hak dan kewajiban, bukan berdasarkan pada arus kas semata. 7 Namun, apabila terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang 8 mengharuskan penyajian suatu laporan keuangan dengan basis kas, maka 9 laporan keuangan dimaksud wajib disajikan demikian. 10 20.Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum 11 di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang 12 disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, 13 dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk 14 dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang 15 diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang 16 dinyatakan lebih lanjut. 17 ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN 18 21.Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang 19 mengelola anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan 20 akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang 21 diselenggarakannya. 22 22. Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari 23 satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang- 24 undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan 25 keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari: 26 (a) Pemerintah pusat; 27 (b) Pemerintah daerah; 28 (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah 29 pusat; 30 (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 31 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 32 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 33 23.Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat 34 pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap 35 aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan 36 wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 6
  • 23. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN 2 PERANAN PELAPORAN KEUANGAN 3 24.Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang 4 relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh 5 suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan 6 terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang 7 dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai 8 kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, 9 dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang- 10 undangan. 11 25.Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan 12 upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan 13 kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk 14 kepentingan: 15 (a) Akuntabilitas 16 Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan 17 kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai 18 tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. 19 (b) Manajemen 20 Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu 21 entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi 22 perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, 23 dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat. 24 (c) Transparansi 25 Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat 26 berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk 27 mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban 28 pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya 29 dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. 30 (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) 31 Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan 32 pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran 33 yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan 34 akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 35 (e) Evaluasi Kinerja 36 Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan 37 sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja 38 yang direncanakan. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 7
  • 24. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN 2 26. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi 3 yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat 4 keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: 5 (a) menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber 6 daya keuangan; 7 (b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan 8 untuk membiayai seluruh pengeluaran; 9 (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang 10 digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah 11 dicapai; 12 (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai 13 seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; 14 (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas 15 pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka 16 pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan 17 pajak dan pinjaman; 18 (f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas 19 pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat 20 kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. 21 27.Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan 22 menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya 23 keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan 24 anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset, 25 kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan. 26 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 27 28.Laporan keuangan pokok terdiri dari: 28 (a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA); 29 (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL); 30 (c) Neraca; 31 (d) Laporan Operasional (LO); 32 (e) Laporan Arus Kas (LAK); 33 (f) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE); 34 (g) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). 35 29.Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 28, 36 entitas pelaporan wajib menyajikan laporan lain dan/atau elemen informasi 37 akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan 38 (statutory reports). Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 8
  • 25. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN 2 30.Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan 3 peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara 4 lain: 5 (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya 6 bagian yang mengatur keuangan negara; 7 (b) Undang-Undang di bidang keuangan negara; 8 (c) Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan 9 peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 10 (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah, 11 khususnya yang mengatur keuangan daerah; 12 (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan 13 keuangan pusat dan daerah; 14 (f) Peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan Anggaran 15 Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan 16 (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan 17 pusat dan daerah. 18 ASUMSI DASAR 19 31.Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah 20 adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan 21 agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 22 (a) Asumsi kemandirian entitas; 23 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 24 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 25 KEMANDIRIAN ENTITAS 26 32.Asumsi kemandirian entitas, berarti bahwa setiap unit organisasi 27 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 28 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah 29 dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah 30 adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya 31 dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset 32 dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 33 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, 34 utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana atau tidak 35 terlaksananya program yang telah ditetapkan. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 9
  • 26. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KESINAMBUNGAN ENTITAS 2 33.Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan 3 akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak 4 bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek. 5 KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG (MONETARY 6 MEASUREMENT) 7 34.Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 8 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 9 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 10 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN 11 KEUANGAN 12 35.Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran 13 normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat 14 memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat 15 normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi 16 kualitas yang dikehendaki: 17 (a) Relevan; 18 (b) Andal; 19 (c) Dapat dibandingkan; dan 20 (d) Dapat dipahami. 21 RELEVAN 22 36.Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang 23 termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan 24 membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan 25 memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi 26 mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan 27 dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. 28 37.Informasi yang relevan: 29 (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) 30 Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi 31 ekspektasi mereka di masa lalu. 32 (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value) 33 Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan 34 datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. 35 (c) Tepat waktu 36 Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna 37 dalam pengambilan keputusan. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 10
  • 27. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Lengkap 2 Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, 3 mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi 4 pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada. 5 Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat 6 dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam 7 penggunaan informasi tersebut dapat dicegah. 8 ANDAL 9 38.Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang 10 menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta 11 dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau 12 penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara 13 potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: 14 (a) Penyajian Jujur 15 Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya 16 yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk 17 disajikan. 18 (b) Dapat Diverifikasi (verifiability) 19 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila 20 pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya 21 tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. 22 (c) Netralitas 23 Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada 24 kebutuhan pihak tertentu. 25 DAPAT DIBANDINGKAN 26 39.Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna 27 jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau 28 laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat 29 dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat 30 dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari 31 tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang 32 diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas 33 pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan 34 akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada 35 periode terjadinya perubahan. 36 DAPAT DIPAHAMI 37 40.Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami 38 oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan 39 dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 11
  • 28. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi 2 entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi 3 yang dimaksud. 4 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN 5 KEUANGAN 6 41.Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai 7 ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun 8 standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan 9 kegiatannya, serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan 10 keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan 11 dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: 12 (a) Basis akuntansi; 13 (b) Prinsip nilai historis; 14 (c) Prinsip realisasi; 15 (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; 16 (e) Prinsip periodisitas; 17 (f) Prinsip konsistensi; 18 (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan 19 (h) Prinsip penyajian wajar. 20 BASIS AKUNTANSI 21 42.Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 22 pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, 23 kewajiban, dan ekuitas. Dalam hal peraturan perundangan mewajibkan 24 disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan 25 laporan demikian. 26 43.Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan diakui pada saat 27 hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima 28 di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban 29 diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih 30 telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum 31 Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak 32 luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada LO. 33 44.Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, 34 maka LRA disusun berdasarkan basis kas, berarti bahwa pendapatan dan 35 penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum 36 Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta belanja, transfer dan 37 pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas 38 Umum Negara/Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 12
  • 29. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis 2 akrual. 3 45.Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan 4 ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian 5 atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa 6 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 7 NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST) 8 46.Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar 9 atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset 10 tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara 11 kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang 12 akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. 13 47.Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain 14 karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, 15 dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 16 REALISASI (REALIZATION) 17 48. Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telah 18 diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode akuntansi akan 19 digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut. 20 Mengingat LRA masih merupakan laporan yang wajib disusun, maka pendapatan 21 atau belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui anggaran dan telah 22 menambah atau mengurangi kas. 23 49. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against 24 revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan 25 sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi komersial. 26 SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE 27 OVER FORM) 28 50.Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi 29 serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain 30 tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas 31 ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau 32 peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal 33 tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan 34 Keuangan. 35 PERIODISITAS (PERIODICITY) 36 51.Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu 37 dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur 38 dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 13
  • 30. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan semesteran 2 juga dianjurkan. 3 KONSISTENSI (CONSISTENCY) 4 52.Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang 5 serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi 6 internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu 7 metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai 8 dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu 9 memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas 10 perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 11 Keuangan. 12 PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE) 13 53.Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang 14 dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan 15 keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan 16 atau Catatan atas Laporan Keuangan. 17 PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION) 18 54.Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi 19 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 20 Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas 21 Laporan Keuangan. 22 55.Dalam rangka penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat 23 diperlukan bagi penyusun laporan keuangan ketika menghadapi ketidakpastian 24 peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan 25 mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan 26 sehat dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung 27 unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian 28 sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak 29 dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat 30 tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja 31 menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja 32 mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan 33 keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal. 34 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN 35 ANDAL 36 56.Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap 37 keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam 38 mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 14
  • 31. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal 2 yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan 3 pemerintah, yaitu: 4 (a) Materialitas; 5 (b) Pertimbangan biaya dan manfaat; 6 (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif. 7 MATERIALITAS 8 57.Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan 9 pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria 10 materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan 11 atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi 12 keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan. 13 PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT 14 58.Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya 15 penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya 16 menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya 17 penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan 18 proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh 19 pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati 20 oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya 21 penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya 22 yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan. 23 KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF 24 59.Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk 25 mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif 26 yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif 27 antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan 28 keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif 29 tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional. 30 31 UNSUR LAPORAN KEUANGAN 32 60. Laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan 33 anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan 34 anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri 35 dari Neraca, LO, LPE, dan LAK. CaLK merupakan laporan yang merinci atau 36 menjelaskan lebih lanjut atas pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun 37 laporan finansial dan merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan 38 pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 15
  • 32. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 2 61.Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, 3 dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah 4 pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan 5 realisasinya dalam satu periode pelaporan. 6 62.Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi 7 Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. 8 Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut : 9 (a) Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum 10 Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya 11 yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran 12 yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 13 kembali oleh pemerintah. 14 (b) Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum 15 Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih 16 dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh 17 pembayarannya kembali oleh pemerintah. 18 (c) Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas 19 pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan 20 dan dana bagi hasil. 21 (d) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak 22 berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali 23 dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan 24 maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran 25 pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau 26 memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain 27 dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan 28 antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, 29 pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh 30 pemerintah. 31 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH 32 63. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi 33 kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan 34 dengan tahun sebelumnya. 35 NERACA 36 64.Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 37 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 38 65.Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan 39 ekuitas. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut : Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 16
  • 33. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 4 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 5 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 6 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 7 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 8 (b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 9 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 10 pemerintah. 11 (c) Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 12 aset dan kewajiban pemerintah. 13 Aset 14 66. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah 15 potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun 16 tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan 17 atau penghematan belanja bagi pemerintah. 18 67. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu 19 aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat 20 direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) 21 bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria 22 tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. 23 68. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 24 piutang, dan persediaan. 25 69. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan 26 aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk 27 kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar 28 diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, 29 dan aset lainnya. 30 70. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan 31 dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam 32 jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi 33 investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain 34 investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek 35 pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara 36 lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya. 37 71. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan 38 bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam 39 pengerjaan. 40 72. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 41 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama 42 (kemitraan). Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 17
  • 34. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kewajiban 2 73. Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah 3 mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan 4 pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 5 74. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas 6 atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, 7 kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman 8 dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga 9 internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan 10 pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi jasa lainnya. 11 75. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 12 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 13 76. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan 14 kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok 15 kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah 16 tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang 17 penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. 18 Ekuitas 19 77. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 20 antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di 21 Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas. 22 LAPORAN OPERASIONAL 23 78.Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi 24 yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah 25 pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode 26 pelaporan. 27 79.Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional 28 terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Masing- 29 masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut: 30 (a) Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai 31 kekayaan bersih. 32 (b) Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai 33 kekayaan bersih. 34 (c) Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh 35 suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana 36 perimbangan dan dana bagi hasil. 37 (d) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 38 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 18
  • 35. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 2 pengaruh entitas bersangkutan. 3 LAPORAN ARUS KAS 4 80. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan 5 aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan 6 saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah 7 pusat/daerah selama periode tertentu. 8 81. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari 9 penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai 10 berikut: 11 (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 12 Negara/Daerah. 13 (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 14 Umum Negara/Daerah. 15 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 16 82. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau 17 penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 18 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 19 83. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau 20 rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan 21 Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan 22 Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi 23 tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan 24 informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam 25 Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan 26 untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas 27 Laporan Keuangan mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai 28 berikut: 29 (a) Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas 30 Akuntansi; 31 (b) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi 32 makro; 33 (c) Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan 34 berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 35 (d) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan 36 kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi- 37 transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 38 (e) Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada 39 lembar muka laporan keuangan; Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 19
  • 36. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (f) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 2 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 3 keuangan; 4 (g) Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, 5 yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan; 6 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 7 84. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya 8 kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi 9 sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas, 10 pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO, dan beban, 11 sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang 12 bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap 13 pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. 14 85. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau 15 peristiwa untuk diakui yaitu: 16 (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan 17 kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke 18 dalam entitas pelaporan yang bersangkutan; 19 (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat 20 diukur atau dapat diestimasi dengan andal. 21 86. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi 22 kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. 23 KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN 24 TERJADI 25 87. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar 26 manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat 27 kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos 28 atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan. 29 Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional 30 pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat 31 ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat 32 penyusunan laporan keuangan. 33 KEANDALAN PENGUKURAN 34 88. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang 35 akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun 36 ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila 37 pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, 38 maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas 39 Laporan Keuangan. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 20
  • 37. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 89. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi 2 apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi 3 peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang. 4 PENGAKUAN ASET 5 90. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 6 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 7 dengan andal. 8 91. Sejalan dengan penerapan basis akrual, aset dalam bentuk piutang 9 atau beban dibayar di muka diakui ketika hak klaim untuk mendapatkan arus kas 10 masuk atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetap masih 11 terpenuhi, dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi. 12 92. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain 13 bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi, 14 pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain, 15 serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan setiap 16 unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak atau 17 instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah 18 untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih 19 rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai 20 penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika 21 pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin 22 diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan. 23 PENGAKUAN KEWAJIBAN 24 93. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 25 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada 26 sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai 27 penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 28 94. Sejalan dengan penerapan basis akrual, kewajiban diakui pada saat 29 dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul. 30 PENGAKUAN PENDAPATAN 31 95. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan 32 tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi. Pendapatan-LRA diakui 33 pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas 34 pelaporan. 35 PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA 36 96. Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi 37 aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 21
  • 38. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 97. Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening 2 Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui 3 bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban 4 atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi 5 perbendaharaan. 6 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 7 98. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui 8 dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos 9 dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat 10 sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar 11 dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat 12 sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk 13 memenuhi kewajiban yang bersangkutan. 14 99. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang 15 rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu 16 dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 22
  • 39. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.02 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Lampiran I.02 PSAP 01 – (i)
  • 40. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------------------- 1-7 TUJUAN------------------------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------------------- 2-4 BASIS AKUNTANSI ----------------------------------------------------------------------------------- 5-7 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------------------------- 8 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------- 9 - 12 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------- 13 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------- 14 - 24 STRUKTUR DAN ISI ---------------------------------------------------------------------------------- 2 5 -1 1 3 PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------------ 25 - 26 Identifikasi Laporan Keuangan --------------------------------------------------------------- 27 - 31 Periode Pelaporan ------------------------------------------------------------------------------- 32 - 33 Tepat Waktu--------------------------------------------------------------------------------------- 34 LAPORAN REALISASI ANGGARAN --------------------------------------------------------- 35 - 40 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH --------------------------------- 41 - 43 NERACA ---------------------------------------------------------------------------------------------- 44 - 85 Klasifikasi ------------------------------------------------------------------------------------------ 45 - 53 Aset Lancar---------------------------------------------------------------------------------------- 54 - 55 Aset Nonlancar ----------------------------------------------------------------------------------- 56 - 66 Pengakuan Aset---------------------------------------------------------------------------------- 67 - 68 Pengukuran Aset--------------------------------------------------------------------------------- 69 - 74 Kewajiban Jangka Pendek -------------------------------------------------------------------- 75 - 77 Kewajiban Jangka Panjang ------------------------------------------------------------------- 78 - 80 Pengakuan Kewajiban -------------------------------------------------------------------------- 81 - 82 Pengukuran Kewajiban ------------------------------------------------------------------------- 83 Ekuitas ---------------------------------------------------------------------------------------------- 84 - 85 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 86 - 88 LAPORAN ARUS KAS ---------------------------------------------------------------------------- 89 - 91 LAPORAN OPERASIONAL --------------------------------------------------------------------- 92 - 100 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ---------------------------------------------------------- 101 - 103 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 104 - 113 Struktur --------------------------------------------------------------------------------------------- 104 - 107 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi ------------------------------------------------- 108 - 112 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya --------------------------------------------------- 113 TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------------------- 114 - 115 Lampiran I.02 PSAP 01 – (ii)
  • 41. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran : Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.B : Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.C : Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.D : Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/Kota Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.E : Contoh Format Laporan Perubahan SAL Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.F : Contoh Format Laporan Perubahan SAL Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota Lampiran I.02 PSAP 01 – (iii)
  • 42. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 01 4 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 11 TUJUAN 12 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan 13 keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam 14 rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap 15 anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan 16 umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan 17 bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif 18 sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 19 Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan 20 dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, 21 dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun 22 dengan menerapkan basis akrual. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan 23 transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam 24 standar akuntansi pemerintahan lainnya. 25 RUANG LINGKUP 26 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan 27 dengan basis akrual. 28 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 29 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan 30 pengguna adalah masyarakat, termasuk lembaga legislatif, pemeriksa/pengawas, 31 fihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, 32 serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan 33 terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik 34 lainnya seperti laporan tahunan. 35 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 36 menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah Lampiran I.02 PSAP 01- 1
  • 43. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan 2 negara/daerah. 3 BASIS AKUNTANSI 4 5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 5 pemerintah yaitu basis akrual. 6 6. Entitas pelaporan menyelenggarakan akuntansi dan penyajian 7 laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan 8 pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas. 9 7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi berbasis 10 akrual, menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis yang 11 ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang anggaran. 12 DEFINISI 13 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 14 Pernyataan Standar dengan pengertian: 15 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 16 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan 17 yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu 18 secara sistematis untuk satu periode. 19 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 20 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 21 Perwakilan Rakyat Daerah. 22 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 23 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 24 Perwakilan Rakyat. 25 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 26 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 27 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 28 Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 29 Bendahara Umum Negara/Daerah. 30 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 31 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 32 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 33 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 34 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 35 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 36 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 37 Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan 38 tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam Lampiran I.02 PSAP 01- 2
  • 44. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya 2 termasuk hak atas kekayaan intelektual. 3 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 4 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 5 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 6 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 7 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 8 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 9 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 10 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 11 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 12 Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode 13 tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya 14 kembali oleh pemerintah. 15 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 16 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 17 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. 18 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 19 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 20 tahun anggaran. 21 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 22 aset dan kewajiban pemerintah. 23 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna 24 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 25 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 26 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 27 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 28 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 29 berupa laporan keuangan. 30 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 31 ekonomi seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga 32 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 33 kepada masyarakat 34 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 35 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 36 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 37 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 38 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 39 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 40 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 41 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. Lampiran I.02 PSAP 01- 3
  • 45. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi- 2 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 3 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 4 Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai 5 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 6 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 7 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 8 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 9 pemerintah 10 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 11 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan, 12 atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 13 Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di 14 antara dua laporan keuangan tahunan. 15 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 16 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 17 menyajikan laporan keuangan. 18 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 19 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 20 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 21 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 22 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 23 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 24 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 25 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 26 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 27 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum 28 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 29 otorisasi tersebut. 30 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 31 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 32 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 33 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 34 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 35 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 36 penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan 37 tidak perlu dibayar kembali. 38 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 39 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 40 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 41 dibayar kembali oleh pemerintah. Lampiran I.02 PSAP 01- 4
  • 46. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang 2 dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 3 bersangkutan. 4 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan 5 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan 6 barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam 7 rangka pelayanan kepada masyarakat. 8 Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima 9 pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan 10 perundang-undangan. 11 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 12 laporan keuangan. 13 Pos luar biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 14 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 15 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 16 pengaruh entitas bersangkutan. 17 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 18 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 19 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 20 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 21 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 22 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 23 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 24 pada bank yang ditetapkan. 25 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari 26 akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun 27 berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 28 Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing 29 ke rupiah pada kurs yang berbeda. 30 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 31 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 32 signifikan. 33 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 34 lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta 35 penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu 36 periode pelaporan. 37 Surplus/defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama 38 satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan 39 non operasional dan pos luar biasa. 40 Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan 41 belanja selama satu periode pelaporan. Lampiran I.02 PSAP 01- 5
  • 47. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 2 pelaporan. 3 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 4 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 5 bagi hasil. 6 Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan 7 pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang- 8 undangan. 9 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN 10 9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai 11 posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas 12 pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi 13 mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, 14 hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat 15 bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai 16 alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah 17 adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan 18 dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang 19 dipercayakan kepadanya, dengan: 20 a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, 21 dan ekuitas pemerintah; 22 b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, 23 kewajiban, dan ekuitas pemerintah; 24 c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber 25 daya ekonomi; 26 d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya; 27 e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai 28 aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; 29 f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai 30 penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; 31 g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan 32 entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. 33 10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan 34 prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi 35 besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, 36 sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan 37 ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi 38 pengguna mengenai: 39 a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan 40 anggaran; dan Lampiran I.02 PSAP 01- 6
  • 48. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan 2 ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD. 3 11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan 4 informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: 5 a. aset; 6 b. kewajiban; 7 c. ekuitas; 8 d. pendapatan-LRA; 9 e. belanja; 10 f. transfer; 11 g. pembiayaan; 12 h. saldo anggaran lebih 13 i. pendapatan-LO; 14 j. beban; dan 15 k. arus kas. 16 12.Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk 17 memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat 18 sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan 19 nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk 20 memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas 21 pelaporan selama satu periode. 22 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN 23 13.Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan 24 berada pada pimpinan entitas. 25 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 26 14. Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan 27 keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) 28 dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai 29 berikut: 30 a) Laporan Realisasi Anggaran; 31 b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; 32 c) Neraca; 33 d) Laporan Operasional; 34 e) Laporan Arus Kas; 35 f) Laporan Perubahan Ekuitas; 36 g) Catatan atas Laporan Keuangan. Lampiran I.02 PSAP 01- 7
  • 49. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 15.Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan 2 oleh setiap entitas pelaporan, kecuali: 3 (a) Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai 4 fungsi perbendaharaan umum; 5 (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh 6 Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun 7 laporan keuangan konsolidasiannya. 8 16.Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit 9 yang ditetapkan sebagai bendahara umum negara/daerah dan/atau sebagai 10 kuasa bendahara umum negara/daerah. 11 17.Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam 12 bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan 13 informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan 14 sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran 15 memuat anggaran dan realisasi. 16 18.Entitas pelaporan pemerintah pusat juga menyajikan Saldo 17 Anggaran Lebih pemerintah yang mencakup Saldo Anggaran Lebih tahun 18 sebelumnya, penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan 19 Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, dan penyesuaian lain yang 20 diperkenankan. 21 19.Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya 22 ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus 23 sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan 24 pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan 25 dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang. 26 20.Entitas pelaporan menyajikan informasi untuk membantu para 27 pengguna dalam memperkirakan hasil operasi entitas dan pengelolaan aset, 28 seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi 29 sumber daya ekonomi. 30 21.Entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum menyajikan 31 informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama 32 suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 33 22.Entitas pelaporan menyajikan kekayaan bersih pemerintah yang 34 mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan, dan dampak 35 kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan mendasar. 36 23.Untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan 37 keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan semua informasi penting 38 baik yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji dalam lembar muka laporan 39 keuangan. 40 24. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan 41 terhadap anggaran. Lampiran I.02 PSAP 01- 8
  • 50. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STRUKTUR DAN ISI 2 PENDAHULUAN 3 25.Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan 4 tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan 5 pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau 6 dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format ilustrasi 7 standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi 8 masing-masing. 9 26.Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan dalam 10 arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar 11 muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 12 Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi 13 Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. 14 Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian 15 dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan 16 atas Laporan Keuangan. 17 Identifikasi Laporan Keuangan 18 27.Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas 19 dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. 20 28.Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku 21 untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan 22 dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, 23 penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan 24 menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan 25 merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini. 26 29. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara 27 jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan 28 diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh 29 pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan: 30 a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 31 b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian 32 dari beberapa entitas pelaporan; 33 c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang 34 sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan; 35 d) mata uang pelaporan; dan 36 e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan 37 keuangan. Lampiran I.02 PSAP 01- 9
  • 51. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 30.Persyaratan dalam paragraf 27 dapat dipenuhi dengan penyajian 2 judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. 3 Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran 4 halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah 5 pengguna dalam memahami laporan keuangan. 6 31.Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana 7 informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat 8 diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka diungkapkan 9 dan informasi yang relevan tidak hilang. 10 Periode Pelaporan 11 32. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam 12 setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan 13 laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih 14 panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan 15 mengungkapkan informasi berikut: 16 a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, 17 b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti 18 arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 19 33.Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah 20 tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun 21 anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting 22 agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode 23 sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh 24 selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, 25 suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi 26 yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan 27 keuangan konsolidasian. 28 Tepat Waktu 29 34. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak 30 tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. 31 Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan 32 bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat 33 waktu. 34 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 35 35.Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan 36 keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap 37 APBN/APBD. Lampiran I.02 PSAP 01- 10
  • 52. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 36.Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi 2 dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 3 pusat/daerah dalam satu periode pelaporan 4 37. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya 5 unsur-unsur sebagai berikut: 6 a. Pendapatan-LRA; 7 b. belanja; 8 c. transfer; 9 d. surplus/defisit-LRA; 10 e. pembiayaan; 11 f. sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. 12 38.Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan 13 antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. 14 39.Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan 15 atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang 16 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 17 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 18 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 19 dianggap perlu untuk dijelaskan. 20 40.PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian 21 Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait. 22 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH 23 41.Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara 24 komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut: 25 a) Saldo Anggaran Lebih awal; 26 b) Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; 27 c) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; 28 d) Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan 29 e) Lain-lain; 30 f) Saldo Anggaran Lebih Akhir. 31 42. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian 32 lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan 33 Saldo Anggaran Lebih dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 34 43. Contoh format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih disajikan 35 pada ilustrasi PSAP 01 E dan 01 F. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan 36 merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan 37 penerapan standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan. Lampiran I.02 PSAP 01- 11
  • 53. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 NERACA 2 44.Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 3 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 4 Klasifikasi 5 45.Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam 6 aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi 7 kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. 8 46.Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan 9 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima 10 atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 11 dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 13 47.Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang 14 akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya 15 klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk 16 memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam 17 periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka 18 panjang. 19 48.Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan 20 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 21 Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti 22 persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset 23 diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan 24 sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 25 49. Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode 26 sebelumnya pos-pos berikut: 27 a) kas dan setara kas; 28 b) investasi jangka pendek; 29 c) piutang pajak dan bukan pajak; 30 d) persediaan; 31 e) investasi jangka panjang; 32 f) aset tetap; 33 g) kewajiban jangka pendek; 34 h) kewajiban jangka panjang; 35 i) ekuitas. 36 50.Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 49 disajikan 37 dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika Lampiran I.02 PSAP 01- 12
  • 54. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan 2 suatu entitas pelaporan. 3 4 51.Contoh format Neraca disajikan dalam ilustrasi PSAP 01.A dan 01.B 5 Standar ini. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan bagian dari 6 standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan standar untuk 7 membantu dalam pelaporan keuangan. 8 52. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah 9 didasarkan pada faktor-faktor berikut ini: 10 a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset; 11 b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan; 12 c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban. 13 53.Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang- 14 kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, 15 sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok 16 lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan. 17 Aset Lancar 18 54. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika: 19 a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk 20 dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau 21 b) berupa kas dan setara kas. 22 Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan sebagai 23 aset nonlancar. 24 55.Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 25 piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito 26 berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah 27 diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, 28 penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan 29 diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 30 Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk 31 digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis 32 pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti 33 komponen bekas. 34 Aset Nonlancar 35 56.Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang 36 dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak 37 langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat 38 umum. Lampiran I.02 PSAP 01- 13
  • 55. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 57. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka 2 panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah 3 pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca. 4 58.Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan 5 untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka 6 panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. 7 59.Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang 8 dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 9 60. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang 10 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 11 61. Investasi nonpermanen terdiri dari: 12 a) Investasi dalam Surat Utang Negara; 13 b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 14 kepada fihak ketiga; dan 15 c) Investasi nonpermanen lainnya 16 62.Investasi permanen terdiri dari: 17 a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan 18 daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan 19 internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara. 20 b) Investasi permanen lainnya. 21 63.Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa 22 manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan 23 pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 24 64.Aset tetap terdiri dari: 25 a) Tanah; 26 b) Peralatan dan mesin; 27 c) Gedung dan bangunan; 28 d) Jalan, irigasi, dan jaringan; 29 e) Aset tetap lainnya; dan 30 f) Konstruksi dalam pengerjaan. 31 65.Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk 32 menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak 33 dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut 34 tujuan pembentukannya. 35 66. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 36 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan 37 angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama 38 dengan fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya. Lampiran I.02 PSAP 01- 14
  • 56. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Pengakuan Aset 2 67. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 3 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat 4 diukur dengan andal. 5 68. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau 6 kepenguasaannya berpindah. 7 Pengukuran Aset 8 69. Pengukuran aset adalah sebagai berikut: 9 a) Kas dicatat sebesar nilai nominal; 10 b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan; 11 c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal; 12 d) Persediaan dicatat sebesar: 13 (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 14 (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 15 (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 16 donasi/rampasan. 17 70. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan 18 termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh 19 kepemilikan yang sah atas investasi tersebut; 20 71. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian 21 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 22 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 23 72.Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 24 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 25 73. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 26 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 27 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 28 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 29 pembangunan aset tetap tersebut. 30 74. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan 31 dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing 32 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 33 Kewajiban Jangka Pendek 34 75. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 35 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah Lampiran I.02 PSAP 01- 15
  • 57. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 2 kewajiban jangka panjang. 3 76. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 4 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 5 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 6 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 7 77. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 8 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 9 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak 10 ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 11 Kewajiban Jangka Panjang 12 78. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 13 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk 14 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 15 jika: 16 a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 17 bulan; 18 b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas 19 dasar jangka panjang; dan 20 c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan 21 kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap 22 pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui. 23 Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek 24 sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang 25 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 26 Keuangan. 27 79. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 28 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 29 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 30 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 31 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 32 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 33 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 34 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 35 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 36 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 37 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 38 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 39 80. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 40 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban Lampiran I.02 PSAP 01- 16
  • 58. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 2 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 3 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 4 a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 5 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 6 b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) 7 bulan setelah tanggal pelaporan. 8 Pengakuan Kewajiban 9 81. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 10 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban 11 yang ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut 12 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 13 82. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada 14 saat kewajiban timbul. 15 Pengukuran Kewajiban 16 83. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 17 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 18 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 19 tanggal neraca. 20 Ekuitas 21 84. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan 22 selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. 23 85. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada 24 Laporan Perubahan Ekuitas. 25 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM 26 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 27 86. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca 28 maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos 29 yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi 30 entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut, 31 bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya. 32 87. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di 33 Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar 34 Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor- Lampiran I.02 PSAP 01- 17
  • 59. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 faktor yang disebutkan dalam paragraf 86 dapat digunakan dalam menentukan 2 dasar bagi subklasifikasi. 3 88. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya: 4 (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak 5 terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut 6 sumbernya; 7 (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur 8 akuntansi untuk persediaan; 9 (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar 10 yang mengatur tentang aset tetap; 11 (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya; 12 (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya; 13 (f) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan 14 negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat 15 pengendalian dan metode penilaian. 16 LAPORAN ARUS KAS 17 89.Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, 18 penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan 19 saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 20 90. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan 21 aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. 22 91. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang 23 berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi 24 Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas. 25 LAPORAN OPERASIONAL 26 92. Laporan finansial mencakup laporan operasional yang 27 menyajikan pos-pos sebagai berikut: 28 a) Pendapatan-LO dari kegiatan operasional; 29 b) Beban dari kegiatan operasional ; 30 c) Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada; 31 d) Pos luar biasa, bila ada; 32 e) Surplus/defisit-LO. 33 Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam laporan 34 operasional jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk 35 menyajikan dengan wajar hasil operasi suatu entitas pelaporan. 36 93. Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan 37 operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi 38 atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lampiran I.02 PSAP 01- 18
  • 60. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 94. Penambahan pos-pos pada laporan operasional dan deskripsi yang 2 digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila diperlukan untuk 3 menjelaskan operasi dimaksud. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan 4 meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan-LO dan beban. 5 95. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi 6 beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai 7 contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, 8 dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai 9 fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan 10 dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban 11 operasional pada berbagai fungsi. 12 96. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut klasifikasi 13 fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang 14 dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan 15 bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau 16 dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer 17 dan atas dasar pertimbangan tertentu. 18 97. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi 19 fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut klasifikasi 20 ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan 21 pegawai, dan beban bunga pinjaman. 22 98. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi 23 tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta 24 hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang 25 mungkin, baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas 26 pelaporan bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada 27 entitas yang berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini 28 memperbolehkan entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang 29 dapat menyajikan unsur operasi secara layak. 30 99. Dalam Laporan Operasional, surplus/defisit penjualan aset 31 nonlancar dan pendapatan/beban luar biasa dikelompokkan dalam kelompok 32 tersendiri. 33 100. PSAP 12 menguraikan secara lebih rinci Laporan Operasional 34 yang beban-bebannya dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi. Laporan 35 Operasional disajikan dalam bentuk perbandingan dengan tahun sebelumnya, 36 yang contoh formatnya dapat dilihat pada ilustrasi PSAP 12.A dan 12.B. 37 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 38 101. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang- 39 kurangnya pos-pos: 40 a) Ekuitas awal 41 b) Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan; Lampiran I.02 PSAP 01- 19
  • 61. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 c) Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang 2 antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh 3 perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, 4 misalnya: 5 1. koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada 6 periode-periode sebelumnya; 7 2. perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap. 8 d) Ekuitas akhir. 9 102. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian 10 lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan 11 Ekuitas dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 12 103. Contoh format Laporan Perubahan Ekuitas disajikan pada ilustrasi 13 PSAP 01.C dan 01.D. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan 14 bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan 15 standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan. 16 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 17 Struktur 18 104. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 19 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan 20 atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 21 a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 22 b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 23 c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut 24 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 25 d) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan- 26 kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi- 27 transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 28 e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar 29 muka laporan keuangan; 30 f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 31 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 32 keuangan; 33 g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang 34 tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 35 105. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. 36 Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo 37 Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Lampiran I.02 PSAP 01- 20
  • 62. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan 2 informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 3 106. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau 4 daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam 5 Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, 6 Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan 7 Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah 8 penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar 9 Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang 10 diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti 11 kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. 12 107. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah 13 susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan 14 Keuangan. Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat 15 digabungkan dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga. 16 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi 17 108. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 18 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 19 (a) dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 20 keuangan; 21 (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 22 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi 23 Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan 24 (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 25 laporan keuangan. 26 109. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 27 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 28 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 29 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 30 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 31 basis pengukuran tersebut. 32 110. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu 33 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan 34 tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 35 tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu 36 dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal 37 sebagai berikut: 38 (a) Pengakuan pendapatan-LRA dan pendapatan-LO; 39 (b) Pengakuan belanja; 40 (c) Pengakuan beban; Lampiran I.02 PSAP 01- 21
  • 63. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 2 (e) Investasi; 3 (f) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 4 berwujud; 5 (g) Kontrak-kontrak konstruksi; 6 (h) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 7 (i) Kemitraan dengan fihak ketiga; 8 (j) Biaya penelitian dan pengembangan; 9 (k) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 10 (l) Dana cadangan; 11 (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 12 111. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan- 13 kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 14 Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 15 pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal 16 revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih 17 kurs. 18 112. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos- 19 pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain 20 itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang 21 tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. 22 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 23 113. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini 24 apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan 25 keuangan, yaitu: 26 a. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas 27 tersebut beroperasi; 28 b. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 29 c. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 30 operasionalnya. 31 TANGGAL EFEKTIF 32 114. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 33 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 34 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 35 115. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 36 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 37 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.02 PSAP 01- 22
  • 64. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.A Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 ASET 2 3 ASET LANCAR 4 Kas di Bank Indonesia xxx xxx 5 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx 6 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 7 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 8 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 9 Piutang Pajak xxx xxx 10 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx 11 Penyisihan Piutang (xxx) (xxx) 12 Beban Dibayar Dimuka xxx xxx 13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 17 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 18 Piutang Lainnya xxx xxx 19 Persediaan xxx xxx 20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx 21 22 INVESTASI JANGKA PANJANG 23 Investasi Nonpermanen 24 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx 25 Dana Bergulir xxx xxx 26 Investasi dalam Obligasi xxx xxx 27 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 28 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 29 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 28) xxx xxx 30 Investasi Permanen 31 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx 32 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 33 Jumlah Investasi Permanen (31 s/d 32) xxx xxx 34 Jumlah Investasi Jangka Panjang (29 + 33) xxx xxx 35 36 ASET TETAP 37 Tanah xxx xxx 38 Peralatan dan Mesin xxx xxx 39 Gedung dan Bangunan xxx xxx
  • 65. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.A Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 40 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 41 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 42 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx 43 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 44 Jumlah Aset Tetap (37 s/d 43) xxx xxx 45 46 ASET LAINNYA 47 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 50 Aset Tak Berwujud xxx xxx 51 Aset Lain-Lain xxx xxx 52 Jumlah Aset Lainnya (47 s/d 51) xxx xxx 53 54 JUMLAH ASET (20+34+44+52) xxxx xxxx 55 56 KEWAJIBAN 57 58 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 59 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx 60 Utang Bunga xxx xxx 61 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 62 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx 63 Utang Belanja xxx xxx 64 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 65 6 Jumlah K J l h Kewajiban J jib Jangka P d k (59 s/d 64) k Pendek /d xxx xxx 66 67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 68 Utang Luar Negeri xxx xxx 69 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 70 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 71 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx 72 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 73 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 72) xxx xxx 74 JUMLAH KEWAJIBAN (65+73) xxx xxx 75 76 EKUITAS 77 EKUITAS xxx xxx 78 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (74+77) xxxx xxxx
  • 66. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.B Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 ASET 2 3 ASET LANCAR 4 Kas di Kas Daerah xxx xxx 5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 8 Piutang Pajak xxx xxx 9 Piutang Retribusi xxx xxx 10 Penyisihan Piutang (xxx) (xxx) 11 Belanja Dibayar Dimuka xxx xxx 12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx 15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 17 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 18 Piutang Lainnya xxx xxx 19 Persediaan xxx xxx 20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx 21 22 INVESTASI JANGKA PANJANG 23 Investasi Nonpermanen 24 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx 25 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx 26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 27 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 28 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 27) xxx xxx 29 I t iP Investasi Permanen 30 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx 31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx 33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx 34 35 ASET TETAP 36 Tanah xxx xxx 37 Peralatan dan Mesin xxx xxx 38 Gedung dan Bangunan xxx xxx 39 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 40 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
  • 67. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 41 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx 42 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 43 Jumlah Aset Tetap (36 s/d 42) xxx xxx 44 45 DANA CADANGAN 46 Dana Cadangan xxx xxx 47 Jumlah Dana Cadangan (46) xxx xxx 48 49 ASET LAINNYA 50 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 51 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 52 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 53 Aset Tak Berwujud xxx xxx 54 Aset Lain-Lain xxx xxx 55 Jumlah Aset Lainnya (50 s/d 54) xxx xxx 56 57 JUMLAH ASET (20+33+43+47+55) xxxx xxxx 58 59 KEWAJIBAN 60 61 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 62 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx 63 Utang Bunga xxx xxx 64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 65 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx 66 Utang Belanja xxx xxx 67 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 68 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (62 s/d 67) xxx xxx 69 70 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 71 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 72 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 73 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx 74 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 75 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (71 s/d 74) xxx xxx 76 JUMLAH KEWAJIBAN (68+75) xxx xxx 77 78 EKUITAS 79 EKUITAS xxx xxx 80 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (76+79) xxxx xxxx
  • 68. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.C Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 NO URAIAN 20X1 20X0 1 EKUITAS AWAL XXX XXX 2 SURPLUS/DEFISIT-LO XXX XXX 3 DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR: 4 KOREKSI NILAI PERSEDIAAN XXX XXX 5 SELISIH REVALUASI ASET TETAP XXX XXX 6 LAIN-LAIN XXX XXX 7 EKUITAS AKHIR XXX XXX
  • 69. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.D Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Provinsi/Kabupaten/Kota PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 NO URAIAN 20X1 20X0 1 EKUITAS AWAL XXX XXX 2 SURPLUS/DEFISIT-LO XXX XXX 3 DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR: 4 KOREKSI NILAI PERSEDIAAN XXX XXX 5 SELISIH REVALUASI ASET TETAP XXX XXX 6 LAIN-LAIN XXX XXX 7 EKUITAS AKHIR XXX XXX
  • 70. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.E Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 NO URAIAN 20X1 20X0 1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX 2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan (XXX) (XXX) 3 Subtotal (1 - 2) XXX XXX 4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX 5 Subtotal (3 + 4) XXX XXX 6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX 7 Lain-lain XXX XXX 8 Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7) XXX XXX
  • 71. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.F Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Daerah PEMERINTAH DAERAH LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 NO URAIAN 20X1 20X0 1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX 2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan (XXX) (XXX) 3 Subtotal (1 - 2) XXX XXX 4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX 5 Subtotal (3 + 4) XXX XXX 6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX 7 Lain-lain XXX XXX 8 Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7) XXX XXX
  • 72. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.03 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.03 PSAP 02 – (i)
  • 73. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-6 TUJUAN -------------------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------- 3-4 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN-------------------------------- 5-6 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 7 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------- 8-9 PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 10 TEPAT WAKTU -------------------------------------------------------------------------------- 11 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------------- 12-15 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------------- 16-17 AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------------ 18-20 AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA -------------------------------------------------------- 21-30 AKUNTANSI BELANJA --------------------------------------------------------------------- 31-46 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA -------------------------------------------------- 47-49 AKUNTANSI PEMBIAYAAN --------------------------------------------------------------- 50 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN------------------------------------------- 51-54 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN---------------------------------------- 55-57 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------------ 58-59 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA/SIKPA) --------------------------------------------------------------------------------- 60-62 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------------- 63-66 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 67-68 Lampiran I.03 PSAP 02 – (ii)
  • 74. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran : Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.A : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.B : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.C : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota Lampiran I.03 PSAP 02 – (iii)
  • 75. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 02 4 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS 5 KAS 6 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 7 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 8 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 9 Akuntansi Pemerintahan. 10 PENDAHULUAN 11 TUJUAN 12 1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan 13 dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam 14 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan 15 perundang-undangan. 16 2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi 17 realisasi dan anggaran entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dan 18 realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati 19 antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 20 RUANG LINGKUP 21 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 22 Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan 23 anggaran berbasis kas. 24 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan, 25 baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang memperoleh 26 anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk perusahaan 27 negara/daerah. 28 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN 29 5. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai 30 realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan 31 dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan 32 anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam 33 mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, 34 akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan: Lampiran I.03 PSAP 02 - 1
  • 76. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a). menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan 2 sumber daya ekonomi; 3 (b). menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh 4 yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi 5 dan efektivitas penggunaan anggaran. 6 6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna 7 dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai 8 kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara 9 menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat 10 menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi 11 perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi: 12 (a). telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat; 13 (b). telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan 14 (c). telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 15 DEFINISI 16 7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 17 Pernyataan Standar dengan pengertian: 18 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 19 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan 20 yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu 21 secara sistematis untuk satu periode. 22 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 23 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 24 Perwakilan Rakyat Daerah. 25 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 26 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 27 Perwakilan Rakyat. 28 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 29 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 30 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 31 Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan 32 secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit 33 organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah 34 dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 35 Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 36 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 37 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 38 Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode Lampiran I.03 PSAP 02 - 2
  • 77. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya 2 kembali oleh pemerintah. 3 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 4 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 5 tahun anggaran. 6 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 7 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 8 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 9 berupa laporan keuangan. 10 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 11 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 12 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 13 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 14 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 15 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 16 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi- 17 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 18 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 19 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 20 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 21 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 22 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 23 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 24 otorisasi tersebut. 25 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 26 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 27 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 28 dibayar kembali oleh pemerintah. 29 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 30 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 31 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 32 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 33 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 34 Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 35 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 36 Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 37 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 38 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 39 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Lampiran I.03 PSAP 02 - 3
  • 78. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 2 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 3 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 4 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 5 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 6 pada bank yang ditetapkan. 7 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari 8 akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun 9 berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 10 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 11 lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta 12 penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu 13 periode pelaporan. 14 Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan 15 belanja selama satu periode pelaporan. 16 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 17 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 18 bagi hasil. 19 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN 20 8. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi 21 pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan, 22 yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu 23 periode. 24 9. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan 25 secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu, 26 informasi berikut: 27 (a). nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 28 (b). cakupan entitas pelaporan; 29 (c). periode yang dicakup; 30 (d). mata uang pelaporan; dan 31 (e). satuan angka yang digunakan. 32 PERIODE PELAPORAN 33 10. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya 34 sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas 35 berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu 36 periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas 37 mengungkapkan informasi sebagai berikut: Lampiran I.03 PSAP 02 - 4
  • 79. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a). alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 2 (b). fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi 3 Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 4 TEPAT WAKTU 5 11. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan 6 tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas 7 operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan 8 entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas 9 pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6 10 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. 11 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN 12 12. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga 13 menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan 14 pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi 15 Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, 16 surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi 17 Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang 18 memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan 19 fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara 20 anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka- 21 angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. 22 13. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup 23 pos-pos sebagai berikut: 24 (a). Pendapatan-LRA; 25 (b). Belanja; 26 (c). Transfer; 27 (d). Surplus/defisit-LRA; 28 (e). Penerimaan pembiayaan; 29 (f). Pengeluaran pembiayaan; 30 (g). Pembiayaan neto; dan 31 (h). Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA). 32 14. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan 33 Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 34 Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk 35 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar. 36 15. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam 37 ilustrasi PSAP 02.A, 02.B, dan 02.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan Lampiran I.03 PSAP 02 - 5
  • 80. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 bukan merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah memberikan 2 gambaran penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. 3 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 4 REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN 5 ATAS LAPORAN KEUANGAN 6 16. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut 7 jenis pendapatan-LRA dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih 8 lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 9 17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis 10 belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut 11 organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan 12 atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam 13 Catatan atas Laporan Keuangan. 14 AKUNTANSI ANGGARAN 15 18. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan 16 pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan 17 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. 18 19. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur 19 anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. 20 Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi 21 alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang 22 dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan 23 terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 24 20. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran 25 disahkan dan anggaran dialokasikan. 26 AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA 27 21. Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas 28 Umum Negara/Daerah. 29 22. Pendapatan-LRA diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 30 23. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas 31 pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah 32 pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. 33 24. Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas 34 bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat 35 jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Lampiran I.03 PSAP 02 - 6
  • 81. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 25. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto 2 (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat 3 dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas 4 bruto dapat dikecualikan. 5 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 6 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 7 layanan umum. 8 27. Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang 9 (recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan 10 maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang 11 pendapatan-LRA. 12 28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non- 13 recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode 14 penerimaan pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang pendapatan- 15 LRA pada periode yang sama. 16 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non- 17 recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode 18 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada 19 periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. 20 30. Akuntansi pendapatan-LRA disusun untuk memenuhi kebutuhan 21 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan 22 pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah. 23 AKUNTANSI BELANJA 24 31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening 25 Kas Umum Negara/Daerah. 26 32. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran 27 pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran 28 tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 29 33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan 30 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 31 layanan umum. 32 34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis 33 belanja), organisasi, dan fungsi. 34 35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang 35 didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi 36 ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja 37 modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi 38 ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi belanja pegawai, belanja barang, 39 belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga. Lampiran I.03 PSAP 02 - 7
  • 82. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan 2 sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. 3 Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, 4 subsidi, hibah, bantuan sosial. 5 37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset 6 tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 7 Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung 8 dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. 9 38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk 10 kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti 11 penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga 12 lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan 13 pemerintah pusat/daerah. 14 39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah 15 sebagai berikut: 16 Belanja Operasi: 17 - Belanja Pegawai xxx 18 - Belanja Barang xxx 19 - Bunga xxx 20 - Subsidi xxx 21 - Hibah xxx 22 - Bantuan Sosial xxx 23 Belanja Modal 24 - Belanja Aset Tetap xxx 25 - Belanja Aset Lainnya xxx 26 Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx 27 Transfer xxx 28 29 40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas 30 pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan 31 oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. 32 41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit 33 organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di 34 lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian 35 negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut 36 organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan 37 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah Lampiran I.03 PSAP 02 - 8
  • 83. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 provinsi/kabupaten/kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan 2 lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. 3 42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada 4 fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan 5 kepada masyarakat. 6 43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut: 7 Belanja : 8 - Pelayanan Umum xxx 9 - Pertahanan xxx 10 - Ketertiban dan Keamanan xxx 11 - Ekonomi xxx 12 - Perlindungan Lingkungan Hidup xxx 13 - Perumahan dan Permukiman xxx 14 - Kesehatan xxx 15 - Pariwisata dan Budaya xxx 16 - Agama xxx 17 - Pendidikan xxx 18 - Perlindungan sosial xxx 19 20 44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan 21 klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran. 22 45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali 23 belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai 24 pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode 25 berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan- 26 LRA dalam pos pendapatan lain-lain-LRA. 27 46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan 28 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk 29 keperluan pengendalian bagi manajemen untuk mengukur efektivitas dan 30 efisiensi belanja tersebut. 31 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA 32 47. Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu 33 periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA. 34 48. Surplus-LRA adalah selisih lebih antara pendapatan-LRA dan 35 belanja selama satu periode pelaporan. Lampiran I.03 PSAP 02 - 9
  • 84. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 49. Defisit-LRA adalah selisih kurang antara pendapatan-LRA dan 2 belanja selama satu periode pelaporan. 3 AKUNTANSI PEMBIAYAAN 4 50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan 5 pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan 6 diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan 7 untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan 8 pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. 9 Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran 10 kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan 11 penyertaan modal oleh pemerintah. 12 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN 13 51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas 14 Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan 15 obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan 16 kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi 17 permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. 18 52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada 19 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 20 53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan 21 azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak 22 mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 23 54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang 24 bersangkutan. 25 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN 26 55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening 27 Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, 28 penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam 29 periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. 30 56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari 31 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 32 57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang 33 bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di 34 pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat 35 sebagai pendapatan-LRA dalam pos pendapatan asli daerah lainnya. Lampiran I.03 PSAP 02 - 10
  • 85. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO 2 58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan 3 setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran 4 tertentu. 5 59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran 6 pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam Pembiayaan 7 Neto. 8 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN 9 ANGGARAN (SILPA/SIKPA) 10 60. SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasi 11 penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. 12 61. Selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan 13 Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu 14 periode pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA. 15 62. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran pada akhir periode 16 pelaporan dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. 17 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 18 63. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam 19 mata uang rupiah. 20 64. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama 21 dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang 22 asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah 23 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 24 65. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 25 digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 26 rupiah, maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam 27 rupiah berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan 28 untuk memperoleh valuta asing tersebut. 29 66. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 30 digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 31 mata uang asing lainnya, maka: 32 (a). Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan 33 dengan menggunakan kurs transaksi; 34 (b). Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah 35 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. Lampiran I.03 PSAP 02 - 11
  • 86. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TANGGAL EFEKTIF 2 67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 3 berlaku efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan 4 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 5 68. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 6 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 7 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.03 PSAP 02 - 12
  • 87. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.B Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi NO. URAIAN (%) 20X1 20X1 20X0 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 8 9 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12) xxxx xxxx xx xxxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 21 Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx 22 23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 27 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx 28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx 29 BELANJA 30 BELANJA OPERASI 31 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 32 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 33 Bunga xxx xxx xx xxx 34 Subsidi xxx xxx xx xxx 35 Hibah xxx xxx xx xxx 36 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 37 Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36) xxxx xxxx xx xxxx 38 39 BELANJA MODAL 40 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 41 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 42 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 44 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 45 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 46 Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45) xxxx xxxx xx xxxx 47 48 BELANJA TAK TERDUGA 49 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 50 Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49) xxx xxxx xx xxxx 51 Jumlah Belanja (37 + 46 + 50) xxx xxxx xx xxxx 52 53 TRANSFER 54 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA 55 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 56 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 57 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 58 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxx xxxx xx xxxx 59 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58) xxx xxxx xx xxxx 60 61 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59) xxx xxx xxx xxx
  • 88. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi NO. URAIAN (%) 20X1 20X1 20X0 62 63 PEMBIAYAAN 64 65 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 66 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 67 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 68 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 69 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 70 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 71 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 72 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 73 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 74 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 76 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 77 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 78 Jumlah Penerimaan (66 s/d 77) xxxx xxxx xx xxxx 79 80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 81 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 85 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 86 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 87 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91) xxx xxx xx xxx 93 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92) xxxx xxxx xx xxxx 94 95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
  • 89. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.C Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi NO. URAIAN (%) 20X1 20X1 20X0 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 8 9 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 21 22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xx xxx 25 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx 26 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxxx xxxx xx xxxx 27 28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 29 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31) xxx xxx xx xxx 33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxxx xxxx xx xxxx 34 35 BELANJA 36 BELANJA OPERASI 37 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 38 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 39 Bunga xxx xxx xx xxx 40 Subsidi xxx xxx xx xxx 41 Hibah xxx xxx xx xxx 42 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx 44 45 BELANJA MODAL 46 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 47 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 48 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 50 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 51 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xxxx xxxx xx xxxx 53 54 BELANJA TAK TERDUGA 55 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xxx xxxx xx xxxx 57 JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx 58
  • 90. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi NO. URAIAN (%) 20X1 20X1 20X0 59 TRANSFER 60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA 61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx 63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 64 JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63) xxx xxxx xx xxxx 65 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (57 + 64) 66 67 SURPLUS/DEFISIT (33 - 65) xxx xxx xxx xxx 68 69 PEMBIAYAAN 70 71 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 72 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 73 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 74 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 75 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 76 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 77 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 78 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 79 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 80 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 83 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Jumlah Penerimaan (72 s/d 83) xxxx xxxx xx xxxx 85 86 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 87 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 91 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 92 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 93 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 94 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran (87 s/d 91) g ( ) xxx xxx xx xxx 93 PEMBIAYAAN NETO (84 - 92) xxxx xxxx xx xxxx 94 95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (67 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
  • 91. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.A Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi (%) NO. URAIAN 20X1 20X1 20X0 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx 6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx 7 Pendapatan Cukai xxx xxx xx xxx 8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xx xxx 9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xx xxx 10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 11 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10) xxx xxx xx xxx 12 13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx 16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xx xxx 18 19 PENDAPATAN HIBAH 20 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 21 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20) xxx xxx xx xxx 22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx 23 24 BELANJA 25 BELANJA OPERASI 26 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 27 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 28 Bunga xxx xxx xx xxx 29 Subsidi xxx xxx xx xxx 30 Hibah xxx xxx xx xxx 31 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 32 Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx 33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32) xxx xxx xx xxx 34 35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx 36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx 43 JUMLAH BELANJA (33 + 42) xxx xxx xx xxx 44
  • 92. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH PUSAT LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi (%) NO. URAIAN 20X1 20X1 20X0 45 TRANSFER 46 DANA PERIMBANGAN 47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50) xxx xxx xx xxx 52 53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada) 54 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 55 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55) xxx xxx xx xxx 57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56) xxx xxx xx xxx 58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57) xxx xxx xx xxx 59 60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58) xxx xxx xx xxx 61 PEMBIAYAAN 62 PENERIMAAN 63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 64 Penggunaan SAL xxx xxx xx xxx 65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx 69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70) xxx xxx xx xxx 72 73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI 74 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 76 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75) xxx xxx xx xxx 77 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76) xxx xxx xx xxx 78 79 PENGELUARAN 80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx 85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86) xxx xxx xx xxx 88 89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx 90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91) xxx xxx xx xxx 93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92) xxx xxx xx xxx 94 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93) xxx xxx xx xxx 95 96 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (62 + 94) xxxx xxxx xx xxxx
  • 93. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.04 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS Lampiran I.04 PSAP 03 – (i)
  • 94. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------- 1-7 TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 1- 2 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------- 3-4 MANFAAT INFORMASI ARUS KAS ---------------------------------------------- 5-7 DEFINISI --------------------------------------------------------------------------------- 8 KAS DAN SETARA KAS ------------------------------------------------------------- 9-11 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS ------------------------------------------------- 12-14 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS ------------------------------------------------- 15-36 AKTIVITAS OPERASI ---------------------------------------------------------------- 21-26 AKTIVITAS INVESTASI -------------------------------------------------------------- 27-30 AKTIVITAS PENDANAAN ----------------------------------------------------------- 31-34 AKTIVITAS TRANSITORIS --------------------------------------------------------- 35-38 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI, INVESTASI, PENDANAAN, DAN TRANSITORIS -------------------------------- 39-41 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH -------------- 42 ARUS KAS MATA UANG ASING ----------------------------------------------------- 43-45 BUNGA DAN BAGIAN LABA ---------------------------------------------------------- 46-49 PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI LAINNYA ------------------------------------------------------------------------------------- 50-56 TRANSAKSI BUKAN KAS -------------------------------------------------------------- 57-58 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ---------------------------------------------- 59 PENGUNGKAPAN LAINNYA ---------------------------------------------------------- 60-62 TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------- 63-64 Lampiran : Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota Lampiran I.04 PSAP 03 – (ii)
  • 95. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 03 4 LAPORAN ARUS KAS 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar Laporan Arus Kas adalah mengatur 12 penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai 13 perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan 14 mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, 15 dan transitoris selama satu periode akuntansi. 16 2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai 17 sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode 18 akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini 19 disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan. 20 RUANG LINGKUP 21 3. Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan 22 laporan keuangan dengan basis akuntansi akrual wajib menyusun laporan 23 arus kas sesuai dengan standar ini untuk setiap periode penyajian laporan 24 keuangan sebagai salah satu komponen laporan keuangan pokok. 25 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus 26 kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan 27 pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut 28 peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi 29 dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan 30 negara/daerah. 31 MANFAAT INFORMASI ARUS KAS 32 5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di 33 masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran 34 arus kas yang telah dibuat sebelumnya. Lampiran I.04 PSAP 03 - 1
  • 96. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas 2 masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. 3 7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus 4 kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam 5 mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan 6 struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas) 7 DEFINISI 8 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 9 Pernyataan Standar dengan pengertian: 10 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh 11 pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik 13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 17 Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 18 Bendahara Umum Negara/Daerah. 19 Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 20 ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode 21 akuntansi. 22 Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 23 ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya 24 yang tidak termasuk dalam setara kas. 25 Aktivitas pendanaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar 26 kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang 27 mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi utang dan piutang 28 jangka panjang. 29 Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas 30 yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan 31 pembiayaan pemerintah. 32 Aktivitas Transitoris adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas 33 yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. 34 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 35 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 36 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 37 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 38 pelaporan yang menurunkan ekuitas yang dapat berupa pengeluaran atau 39 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. Lampiran I.04 PSAP 03 - 2
  • 97. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban 2 untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas 3 pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 4 Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 5 yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam 6 satu tahun anggaran 7 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 8 aset dan kewajiban pemerintah. 9 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 10 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 11 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 12 berupa laporan keuangan. 13 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 14 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 15 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 16 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 17 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 18 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 19 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 20 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 21 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 22 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 23 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 24 Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai 25 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 26 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 27 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 28 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 29 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 30 menyajikan laporan keuangan. 31 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 32 berdasarkan harga perolehan. 33 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 34 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 35 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 36 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 37 sesudah perolehan awal investasi. 38 Metode Langsung adalah metode penyajian arus kas dimana 39 pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto harus 40 diungkapkan. Lampiran I.04 PSAP 03 - 3
  • 98. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Metode Tidak Langsung adalah metode penyajian laporan arus kas dimana 2 surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-transaksi operasional 3 nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual) penerimaan kas 4 atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, serta unsur penerimaan dan 5 pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi 6 dan pendanaan. 7 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah 8 ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan. 9 Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak 10 untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan 11 lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 12 Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 13 Negara/Daerah. 14 Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 15 Umum Negara/Daerah. 16 Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas 17 pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran. 18 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 19 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 20 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 21 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 22 signifikan. 23 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 24 pelaporan. 25 Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 26 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 27 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 28 pengaruh entitas bersangkutan. 29 KAS DAN SETARA KAS 30 9. Kas dan setara kas harus disajikan dalam laporan arus kas. 31 10. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas 32 jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara 33 kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam 34 jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. 35 Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud 36 mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal 37 perolehannya. 38 11. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan dalam 39 laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari manajemen Lampiran I.04 PSAP 03 - 4
  • 99. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan 2 transitoris. 3 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS 4 12. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu 5 atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang- 6 undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 7 keuangan. Entitas pelaporan dimaksud terdiri dari: 8 (a) Pemerintah pusat; 9 (b) Pemerintah daerah; 10 (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah 11 pusat; dan 12 (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 13 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 14 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 15 13. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan 16 laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi 17 perbendaharaan umum. 18 14. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum 19 adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah 20 dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah. 21 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS 22 15. Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang 23 menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode 24 tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, 25 pendanaan, dan transitoris. 26 16. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi, pendanaan, 27 dan transitoris memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna 28 laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan 29 setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk 30 mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan 31 transitoris. 32 17. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa 33 aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok 34 utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam 35 aktivitas pendanaan sedangkan pembayaran bunga utang pada umumnya akan 36 diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi kecuali bunga yang dikapitalisasi akan 37 diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi. 38 18. Contoh format laporan arus kas yang disusun atas dasar akun-akun 39 finansial disajikan dalam ilustrasi PSAP 03.A, 03.B, dan 03.C standar ini. Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03 - 5
  • 100. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 hanya merupakan contoh untuk membantu pemahaman dan bukan bagian dari 2 standar. 3 19. Dalam hal entitas bersangkutan masih membukukan 4 penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas berdasarkan akun 5 pelaksanaan anggaran maka laporan arus kas dapat disajikan dengan 6 mengacu pada akun-akun pelaksanaan anggaran tersebut. 7 20. Yang dimaksud dengan akun-akun pelaksanaan anggaran adalah 8 akun yang berhubungan dengan pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan, dan 9 transaksi nonanggaran, yang dalam Laporan Arus Kas dikelompokkan menjadi 10 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. 11 AKTIVITAS OPERASI 12 21. Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran 13 kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu 14 periode akuntansi. 15 22. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang 16 menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang 17 cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa 18 mengandalkan sumber pendanaan dari luar. 19 23. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: 20 (a) Penerimaan Perpajakan; 21 (b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); 22 (c) Penerimaan Hibah; 23 (d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya; 24 (e) Penerimaan Lain-lain/penerimaan dari pendapatan Luar Biasa; dan 25 (f) Penerimaan Transfer. 26 24. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk: 27 (a) Pembayaran Pegawai; 28 (b) Pembayaran Barang; 29 (c) Pembayaran Bunga; 30 (d) Pembayaran Subsidi; 31 (e) Pembayaran Hibah; 32 (f) Pembayaran Bantuan Sosial; 33 (g) Pembayaran Lain-lain/Kejadian Luar Biasa; dan 34 (h) Pembayaran Transfer. 35 25. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang 36 sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan 37 dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas 38 operasi. Lampiran I.04 PSAP 03 - 6
  • 101. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 26. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan 2 suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal 3 kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, 4 maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas 5 operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 6 AKTIVITAS INVESTASI 7 27. Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan 8 pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap 9 serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas. 10 28. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan 11 pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya 12 ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan 13 pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang. 14 29. Arus masuk kas dari aktivitas investasi terdiri dari: 15 (a) Penjualan Aset Tetap; 16 (b) Penjualan Aset Lainnya; 17 (c) Pencairan Dana Cadangan; 18 (d) Penerimaan dari Divestasi; 19 (e) Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas. 20 30. Arus keluar kas dari aktivitas investasi terdiri dari: 21 (a) Perolehan Aset Tetap; 22 (b) Perolehan Aset Lainnya; 23 (c) Pembentukan Dana Cadangan; 24 (d) Penyertaan Modal Pemerintah; 25 (e) Pembelian Investasi dalam bentuk Sekuritas. 26 AKTIVITAS PENDANAAN 27 31. Aktivitas Pendanaan adalah aktivitas penerimaan dan 28 pengeluaran kas yang yang berhubungan dengan pemberian piutang jangka 29 panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang mengakibatkan 30 perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang dan utang 31 jangka panjang. 32 32. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan 33 pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman 34 jangka panjang. 35 33. Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain: 36 (a) Penerimaan utang luar negeri; 37 (b) Penerimaan dari utang obligasi; Lampiran I.04 PSAP 03 - 7
  • 102. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah; 2 (d) Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara. 3 34. Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain: 4 (a) Pembayaran pokok utang luar negeri; 5 (b) Pembayaran pokok utang obligasi; 6 (c) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah; 7 (d) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara. 8 AKTIVITAS TRANSITORIS 9 35. Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan dan 10 pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan 11 pendanaan. 12 36. Arus kas dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan 13 pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan 14 pendanaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain transaksi 15 Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang 16 persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK 17 menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat 18 Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya 19 potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar 20 rekening kas umum negara/daerah. 21 37. Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK 22 dan penerimaan transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali 23 uang persediaan dari bendahara pengeluaran. 24 38. Arus keluar kas dari aktivitas transitoris meliputi pengeluaran PFK 25 dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang keluar dan pemberian uang 26 persediaan kepada bendahara pengeluaran. 27 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS 28 OPERASI, INVESTASI, PENDANAAN, DAN 29 TRANSITORIS 30 39. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok utama 31 penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, investasi, 32 pendanaan, dan transitoris kecuali yang tersebut dalam paragraf 40. 33 40. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas 34 operasi dengan cara: 35 (a) Metode Langsung 36 Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan 37 pengeluaran kas bruto. Lampiran I.04 PSAP 03 - 8
  • 103. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Metode Tidak Langsung 2 Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi- 3 transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau 4 pengakuan (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang 5 akan datang, serta unsur penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk 6 kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi dan pendanaan. 7 41. Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah sebaiknya 8 menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas 9 operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut: 10 (a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di 11 masa yang akan datang; 12 (b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan 13 (c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat 14 langsung diperoleh dari catatan akuntansi. 15 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS 16 BERSIH 17 42. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan 18 atas dasar arus kas bersih dalam hal: 19 (a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima 20 manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan aktivitas 21 pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu contohnya adalah 22 hasil kerjasama operasional. 23 (b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang 24 perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya 25 singkat. 26 ARUS KAS MATA UANG ASING 27 43. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus 28 dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan 29 mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs 30 pada tanggal transaksi. 31 44. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar 32 negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada 33 tanggal transaksi. 34 45. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat 35 perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas. Lampiran I.04 PSAP 03 - 9
  • 104. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 BUNGA DAN BAGIAN LABA 2 46. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan 3 pengeluaran beban untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan 4 pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus 5 diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi 6 tersebut harus diklasifikasikan kedalam aktivitas operasi secara konsisten 7 dari tahun ke tahun. 8 47. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam arus 9 kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari 10 pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan. 11 48. Jumlah pengeluaran beban pembayaran bunga utang yang 12 dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk 13 pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 14 49. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan 15 negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah 16 kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah 17 dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 18 PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI 19 PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN NEGARA/ 20 DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI 21 LAINNYA 22 50. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/daerah dan 23 kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode 24 ekuitas dan metode biaya. 25 51. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/daerah dan 26 kemitraan dicatat sebesar nilai kas yang dikeluarkan. 27 52. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang 28 dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas 29 investasi. 30 53. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan 31 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya harus disajikan secara 32 terpisah dalam aktivitas investasi. 33 54. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan 34 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode. 35 Hal-hal yang diungkapkan adalah: 36 (a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan; Lampiran I.04 PSAP 03 - 10
  • 105. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan 2 kas dan setara kas; 3 (c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit 4 operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan 5 (d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh 6 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh 7 atau dilepas. 8 55. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan 9 unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk 10 membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi, 11 investasi, pendanaan, dan transitoris. Arus kas masuk dari pelepasan tersebut 12 tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya. 13 56. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan 14 negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan 15 perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya 16 sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi 17 lainnya. 18 TRANSAKSI BUKAN KAS 19 57. Transaksi operasi, investasi, dan pendanaan yang tidak 20 mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak 21 dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan 22 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 23 58. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas konsisten 24 dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut tidak 25 mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan kas yang 26 tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui pertukaran 27 atau hibah. 28 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS 29 59. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara 30 kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di 31 Neraca. 32 PENGUNGKAPAN LAINNYA 33 60. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan setara 34 kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini 35 dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Lampiran I.04 PSAP 03 - 11
  • 106. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 61. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi 2 pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas 3 pelaporan. 4 62. Contoh kas dan setara kas yang tidak boleh digunakan oleh entitas 5 adalah kas yang ditempatkan sebagai jaminan, dan kas yang dikhususkan 6 penggunannya untuk kegiatan tertentu. 7 TANGGAL EFEKTIF 8 63. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 9 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 10 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 11 64. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 12 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 13 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.04 PSAP 03 - 12
  • 107. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.A CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PUSAT LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Penerimaan Pajak Penghasilan XXX XXX 4 Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah XXX XXX 5 Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan XXX XXX 6 Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan XXX XXX 7 Penerimaan Cukai XXX XXX 8 Penerimaan Pajak Lainnya XXX XXX 9 Penerimaan Bea Masuk XXX XXX 10 Penerimaan Pajak Ekspor XXX XXX 11 Penerimaan Sumber Daya Alam XXX XXX 12 Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN XXX XXX 13 Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya XXX XXX 14 Penerimaan Hibah XXX XXX 15 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX 16 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15) XXX XXX 17 Arus Keluar Kas 18 Pembayaran Pegawai XXX XXX 19 Pembayaran Barang XXX XXX 20 Pembayaran Bunga XXX XXX 21 Pembayaran Subsidi XXX XXX 22 Pembayaran Bantuan Sosial XXX XXX 23 Pembayaran Hibah XXX XXX 24 Pembayaran Lain-lain XXX XXX 25 Pembayaran Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 26 Pembayaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 27 Pembayaran Dana Alokasi Umum XXX XXX 28 Pembayaran Dana Alokasi Khusus y XXX XXX 29 Pembayaran Dana Otonomi Khusus XXX XXX 30 Pembayaran Dana Penyesuaian XXX XXX 31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 32 Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 31) XXX XXX 33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 32) XXX XXX 34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 35 Arus Masuk Kas 36 Penjualan atas Tanah XXX XXX 37 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 38 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 39 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 40 Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 41 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 42 Penerimaan dari Divestasi XXX XXX 43 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 44 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 43) XXX XXX
  • 108. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PUSAT LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 45 Arus Keluar Kas 46 Perolehan Tanah XXX XXX 47 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 48 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 49 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 50 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 51 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 52 Pengeluaran Penyertaan Modal Negara XXX XXX 53 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 54 Jumlah Arus Keluar Kas (46 s/d 53) XXX XXX 55 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (44 - 54) XXX XXX 56 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 57 Arus Masuk Kas 58 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 59 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 60 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 61 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 62 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Daerah XXX XXX 63 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 64 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 65 Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 64) XXX XXX 66 Arus Keluar Kas 67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 70 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 71 Pemberian Pinjaman kepada Daerah XXX XXX 72 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 73 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 74 Jumlah Arus Keluar Kas (67 s/d 73) XXX XXX 75 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (65 - 74) XXX XXX 76 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 77 Arus Masuk Kas 78 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 79 Kiriman Uang Masuk XXX XXX 80 Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 79) XXX XXX 81 Arus Keluar Kas 82 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 83 Kiriman Uang Keluar XXX XXX 84 Jumlah Arus Keluar Kas (82 s/d 83) XXX XXX 85 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (80 - 84) XXX XXX 86 Kenaikan/Penurunan Kas (33+55+75+85) XXX XXX 87 Saldo Awal Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 88 Saldo Akhir Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran (86+87) XXX XXX 89 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 90 Saldo Akhir Kas (88+89)) XXX XXX
  • 109. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.B CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Penerimaan Pajak Daerah XXX XXX 4 Penerimaan Retribusi Daerah XXX XXX 5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 9 Penerimaan Dana Alokasi Umum XXX XXX 10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus XXX XXX 11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus XXX XXX 12 Penerimaan Dana Penyesuaian XXX XXX 13 Penerimaan Hibah XXX XXX 14 Penerimaan Dana Darurat XXX XXX 15 Penerimaan Lainnya XXX XXX 16 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa 17 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 16) XXX XXX 18 Arus Keluar Kas 19 Pembayaran Pegawai XXX XXX 20 Pembayaran Barang XXX XXX 21 Pembayaran Bunga XXX XXX 22 Pembayaran Subsidi XXX XXX 23 Pembayaran Beban Hibah XXX XXX 24 Pembayaran Beban Bantuan Sosial XXX XXX 25 Pembayaran Tak Terduga XXX XXX 26 Pembayaran Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota XXX XXX 27 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota XXX XXX 28 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota XXX XXX 29 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 30 Jumlah Arus Keluar Kas (19 s/d 29) XXX XXX 31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (17 - 30) XXX XXX 32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 33 Arus Masuk Kas 34 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 35 Penjualan atas Tanah XXX XXX 36 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 37 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 38 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 39 Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 40 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 41 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 42 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 43 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 42) XXX XXX 44 Arus Keluar Kas 45 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 46 Perolehan Tanah XXX XXX 47 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 48 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 49 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
  • 110. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 50 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 51 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 52 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 53 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 54 Jumlah Arus Keluar Kas (45 s/d 53) XXX XXX 55 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (43 - 54) XXX XXX 56 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 57 Arus Masuk Kas 58 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 59 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 60 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 61 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 62 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 63 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 64 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 65 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 67 Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 66) XXX XXX 68 Arus Keluar Kas 69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 75 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 76 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 77 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 78 Jumlah Arus Keluar Kas (69 s/d 77) XXX XXX 79 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (67 - 78) XXX XXX 80 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 81 Arus Masuk Kas 82 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 83 Jumlah Arus Masuk Kas (82) XXX XXX 84 Arus Keluar Kas 85 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 86 Jumlah Arus Keluar Kas (85) XXX XXX 87 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (83 - 86) XXX XXX 88 Kenaikan/Penurunan Kas (31+55+79+87) XXX XXX 89 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 90 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (88+89) XXX XXX 91 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 92 Saldo Akhir Kas (90+91) XXX XXX
  • 111. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.C CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Penerimaan Pajak Daerah XXX XXX 4 Penerimaan Retribusi Daerah XXX XXX 5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 9 Penerimaan Dana Alokasi Umum XXX XXX 10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus XXX XXX 11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus XXX XXX 12 Penerimaan Dana Penyesuaian XXX XXX 13 Penerimaan Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX 14 Penerimaan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX 15 Penerimaan Hibah XXX XXX 16 Penerimaan Dana Darurat XXX XXX 17 Penerimaan Lainnya XXX XXX 18 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX 19 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 18) XXX XXX 20 Arus Keluar Kas 21 Pembayaran Pegawai XXX XXX 22 Pembayaran Barang XXX XXX 23 Pembayaran Bunga XXX XXX 24 Pembayaran Subsidi XXX XXX 25 Pembayaran Hibah XXX XXX 26 P b Pembayaran B t Bantuan S i l Sosial XXX XXX 27 Pembayaran Tak Terduga XXX XXX 28 Pembayaran Bagi Hasil Pajak XXX XXX 29 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi XXX XXX 30 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX 31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 32 Jumlah Arus Keluar Kas (21 s/d 31) XXX XXX 33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (19 - 32) XXX XXX 34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 35 Arus Masuk Kas 36 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 37 Penjualan atas Tanah XXX XXX 38 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 39 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 40 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 41 Penjualan Aset Tetap XXX XXX 42 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 43 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 44 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 45 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 44) XXX XXX
  • 112. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 46 Arus Keluar Kas 47 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 48 Perolehan Tanah XXX XXX 49 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 50 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 51 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 52 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 53 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 54 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 55 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 56 Jumlah Arus Keluar Kas (47 s/d 55) XXX XXX 57 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (45 - 56) XXX XXX 58 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 59 Arus Masuk Kas 60 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 61 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 62 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 63 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 64 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 65 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 67 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 68 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 69 Jumlah Arus Masuk Kas (60 s/d 68) XXX XXX 70 Arus Keluar Kas 71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 75 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 76 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 77 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 78 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 79 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 80 Jumlah Arus Keluar Kas (71 s/d 79) XXX XXX 81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (69 - 80) XXX XXX 82 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 83 Arus Masuk Kas 84 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 85 Jumlah Arus Masuk Kas (84) XXX XXX 86 Arus Keluar Kas 87 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 88 Jumlah Arus Keluar Kas (87) XXX XXX 89 Arus Kas Bersih dari Aktivitas transitoris (84 - 87) XXX XXX 90 Kenaikan/Penurunan Kas (33+57+81+89) XXX XXX 91 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 92 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (90+91) XXX XXX 93 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 94 Saldo Akhir Kas (92+93) XXX XXX
  • 113. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.05 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Lampiran I.05 PSAP 04 – (i)
  • 114. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-6 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 3-6 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 7 KETENTUAN UMUM ------------------------------------------------------------------------- 8-11 STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------------------- 12-64 PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS PELAPORAN DAN ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------- 17-18 PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO --------------------------------- 19-23 PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET ---------- 24-29 DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN ----------------- 30-50 ASUMSI DASAR AKUNTANSI ------------------------------------------------ 31-35 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------- 36-38 KEBIJAKAN AKUNTANSI ------------------------------------------------------ 39-50 PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING POS YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------ 51-57 PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------ 58-60 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ------------------------------ 61-63 SUSUNAN -------------------------------------------------------------------------------- 64 TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------ 65-66 Lampiran I.05 PSAP 04 – (ii)
  • 115. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 04 4 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar Catatan atas Laporan Keuangan adalah 12 mengatur penyajian dan pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas 13 Laporan Keuangan. 14 2. Tujuan penyajian Catatan atas Laporan Keuangan adalah untuk 15 meningkatkan transparansi Laporan Keuangan dan penyediaan pemahaman yang 16 lebih baik, atas informasi keuangan pemerintah. 17 RUANG LINGKUP 18 3. Standar ini harus diterapkan pada: 19 (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum untuk entitas pelaporan; 20 (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan untuk 21 tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan. 22 4. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 23 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi 24 keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, 25 legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan 26 dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan 27 keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari 28 laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan 29 tahunan. 30 5. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 31 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 32 keuangan konsolidasian, tidak termasuk badan usaha milik negara/daerah. 33 6. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat 34 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka 35 standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi kriteria Lampiran I.05 PSAP 04 - 1
  • 116. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 satu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar akuntansi 2 mengenai entitas pelaporan pemerintah. 3 DEFINISI 4 7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 5 Pernyataan Standar dengan pengertian: 6 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah 7 meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur 8 dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara 9 sistematis untuk satu periode. 10 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah 11 rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 12 Perwakilan Rakyat Daerah. 13 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah 14 rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 15 Perwakilan Rakyat. 16 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 17 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 18 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 19 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 20 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 21 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 22 alasan sejarah dan budaya. 23 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 24 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 25 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 26 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 27 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 28 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah 29 yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran 30 bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh 31 pemerintah. 32 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 33 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 34 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban 35 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 36 aset dan kewajiban pemerintah. 37 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 38 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 39 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 40 berupa laporan keuangan. Lampiran I.05 PSAP 04 - 2
  • 117. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, 2 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas 3 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 4 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 5 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 6 pemerintah. 7 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji suatu 8 informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna yang 9 dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada hakikat 10 atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari keadaan 11 khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 12 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali 13 dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran 14 bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam 15 penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau 16 memanfaatkan surplus anggaran. 17 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 18 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 19 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 20 dibayar kembali oleh pemerintah. 21 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 22 penambah ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan. 23 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 24 laporan keuangan. 25 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan Saldo Anggaran Lebih yang 26 berasal dari akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan 27 tahun berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 28 KETENTUAN UMUM 29 8. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan 30 atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan 31 keuangan untuk tujuan umum. 32 9. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan 33 keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk 34 pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan 35 mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman 36 di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, atas 37 sajian laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi 38 informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan. 39 10. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari 40 pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran Lampiran I.05 PSAP 04 - 3
  • 118. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual. 2 Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung 3 melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan. 4 Pembahasan umum dan referensi ke pos-pos laporan keuangan menjadi penting 5 bagi pembaca laporan keuangan. 6 11. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi 7 yang diterapkan akan dapat membantu pembaca menghindari kesalahpahaman 8 dalam memahami laporan keuangan. 9 STRUKTUR DAN ISI 10 12. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara 11 sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan 12 Operasional dan Laporan Arus Kas dapat mempunyai referensi silang dengan 13 informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 14 13. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar 15 terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi 16 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 17 Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula 18 dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang 19 diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta 20 pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar 21 atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen 22 lainnya. 23 14. Dalam rangka pengungkapan yang memadai, Catatan atas 24 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 25 (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 26 (b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 27 (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut 28 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 29 (d) Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan- 30 kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi 31 dan kejadian-kejadian penting lainnya; 32 (e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar 33 muka laporan keuangan; 34 (f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 35 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 36 keuangan; dan 37 (g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak 38 disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 39 15. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan 40 mengikuti pernyataan standar akuntansi berlaku yang mengatur tentang Lampiran I.05 PSAP 04 - 4
  • 119. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pengungkapan untuk pos-pos yang terkait. Misalnya, Pernyataan Standar 2 Akuntansi Pemerintahan tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan 3 kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan. 4 16. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami laporan 5 keuangan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan 6 secara narasi, bagan, grafik, daftar, dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang 7 mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas 8 pelaporan dan hasil-hasilnya selama satu periode. 9 PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS PELAPORAN 10 DAN ENTITAS AKUNTANSI 11 17. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan 12 informasi yang merupakan gambaran entitas secara umum. 13 18. Untuk membantu pemahaman para pembaca laporan keuangan, 14 perlu ada penjelasan awal mengenai baik entitas pelaporan maupun entitas 15 akuntansi yang meliputi: 16 (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas 17 tersebut berada; 18 (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; dan 19 (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 20 operasionalnya. 21 PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/ 22 KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO 23 19. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu 24 pembaca memahami realisasi dan posisi keuangan entitas pelaporan secara 25 keseluruhan, termasuk kebijakan fiskal/keuangan dan kondisi ekonomi 26 makro. 27 20. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas 28 Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab pertanyaan- 29 pertanyaan seperti bagaimana perkembangan realisasi dan posisi keuangan/fiskal 30 entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai. 31 21. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas 32 pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting 33 mengenai realisasi dan posisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan 34 dengan periode sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana 35 lainnya sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan 36 perbedaan adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam 37 penyusunan anggaran dibandingkan dengan realisasinya. 38 22. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 39 Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan Lampiran I.05 PSAP 04 - 5
  • 120. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan 2 pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan penyusunan 3 APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan 4 intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara. 5 23. Ekonomi makro yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 6 Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang 7 digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator 8 ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik 9 Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak, 10 tingkat suku bunga dan neraca pembayaran. 11 PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN 12 SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN 13 HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET 14 24. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan 15 perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan 16 dengan anggaran yang pertama kali disetujui oleh DPR/DPRD, hambatan dan 17 kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta 18 masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan 19 untuk diketahui pembaca laporan keuangan. 20 25. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi 21 tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan 22 persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti kondisi 23 dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan yang ada, 24 yang disetujui oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran pertama kali 25 disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi anggaran dan 26 keuangan entitas pelaporan. 27 26. Ikhtisar pencapaian target keuangan merupakan perbandingan 28 secara garis besar antara target sebagaimana yang tertuang dalam APBN/APBD 29 dengan realisasinya. 30 27. Ikhtisar ini disajikan untuk memperoleh gambaran umum tentang 31 kinerja keuangan pemerintah dalam merealisasikan potensi pendapatan-LRA dan 32 alokasi belanja yang telah ditetapkan dalam APBN/APBD. 33 28. Ikhtisar ini disajikan baik untuk pendapatan-LRA, belanja, maupun 34 pembiayaan dengan struktur sebagai berikut: 35 (a) nilai target total; 36 (b) nilai realisasi total; 37 (c) prosentase perbandingan antara target dan realisasi; dan 38 (d) alasan utama terjadinya perbedaan antara target dan realisasi. 39 29. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas 40 pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya Lampiran I.05 PSAP 04 - 6
  • 121. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang 2 memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang. 3 DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN 4 PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN 5 30. Entitas pelaporan mengungkapkan dasar penyajian laporan 6 keuangan dan kebijakan akuntansi dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 7 ASUMSI DASAR AKUNTANSI 8 31. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu yang 9 mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak perlu diungkapkan 10 secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika entitas pelaporan tidak 11 mengikuti asumsi atau konsep tersebut dan disertai alasan dan penjelasan. 12 32. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, 13 asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah 14 anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar 15 standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 16 (a) Asumsi kemandirian entitas; 17 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 18 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 19 33. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi 20 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 21 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah 22 dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah 23 adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya 24 dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset 25 dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 26 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang- 27 piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program 28 yang telah ditetapkan. 29 34. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 30 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 31 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 32 jangka pendek. 33 35. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 34 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 35 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 36 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN 37 36. Pengguna/pemakai laporan keuangan pemerintah meliputi: 38 (a) Masyarakat; Lampiran I.05 PSAP 04 - 7
  • 122. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 2 (c) Pihak yang memberi atau yang berperan dalam proses donasi, investasi, 3 dan pinjaman; dan 4 (d) Pemerintah. 5 37. Para pemakai/pengguna laporan keuangan membutuhkan 6 keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari informasi yang 7 dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan dan keperluan 8 lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika laporan keuangan 9 tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi terpilih yang penting dalam 10 penyusunan laporan keuangan. 11 38. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan 12 dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan 13 kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan 14 keuangan yang sangat membantu pengguna/pemakai laporan keuangan, karena 15 kadang-kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu 16 komponen laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, 17 neraca, laporan operasional, laporan arus kas, atau laporan perubahan ekuitas 18 terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih. 19 KEBIJAKAN AKUNTANSI 20 39. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu 21 disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan 22 yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan 23 secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan. 24 40. Empat pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan 25 akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen: 26 (a) Pertimbangan Sehat 27 (b) Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya diakui 28 dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak membenarkan 29 penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan 30 (c) Substansi Mengungguli Bentuk 31 Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan 32 sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata 33 mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian. 34 (d) Materialitas 35 Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup 36 material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan. 37 41. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus 38 mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang 39 digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang 40 secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, Lampiran I.05 PSAP 04 - 8
  • 123. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, 2 Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Pengungkapan juga 3 harus meliputi pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam 4 memilih prinsip-prinsip yang sesuai. 5 42. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 6 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 7 (a) Entitas pelaporan; 8 (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 9 (c) Dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 10 keuangan; 11 (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 12 dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini diterapkan oleh 13 suatu entitas pelaporan pada masa transisi. Sebaliknya penerapan lebih 14 dini disarankan berdasarkan kesiapan entitas. 15 (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 16 laporan keuangan. 17 43. Diungkapkannya entitas pelaporan dalam kebijakan akuntansi 18 adalah untuk menyatakan bahwa entitas yang berhak membuat kebijakan 19 akuntansi hanyalah entitas pelaporan. Entitas akuntansi hanya mengikuti kebijakan 20 akuntansi yang ditetapkan oleh entitas pelaporan di atasnya. Ketiadaan informasi 21 mengenai entitas pelaporan dan komponennya mempunyai potensi 22 kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada. 23 44. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan telah 24 menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk penyusunan laporan 25 keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis akuntansi yang mendasari 26 laporan keuangan pemerintah semestinya diungkapkan pada Catatan atas Laporan 27 Keuangan. Pernyataan tersebut juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan 28 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan 29 pembaca laporan tanpa harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada 30 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 31 45. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui dasar-dasar 32 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan. 33 Apabila lebih dari satu dasar pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan 34 keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat 35 mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan dasar pengukuran 36 tersebut. 37 46. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi 38 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan 39 tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 40 tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 40 dapat 41 dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu Lampiran I.05 PSAP 04 - 9
  • 124. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk 2 disajikan antara lain: 3 (a) Pengakuan pendapatan-LRA; 4 (b) Pengakuan pendapatan-LO; 5 (c) Pengakuan belanja; 6 (d) Pengakuan beban; 7 (e) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 8 (f) Investasi; 9 (g) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud; 10 (h) Kontrak-kontrak konstruksi; 11 (i) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 12 (j) Kemitraan dengan pihak ketiga; 13 (k) Biaya penelitian dan pengembangan; 14 (l) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 15 (m) Pembentukan dana cadangan; 16 (n) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai; 17 (o) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 18 47. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan 19 dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 20 Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 21 pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib, penjabaran 22 mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs. 23 48. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai 24 pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak 25 material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih 26 dan diterapkan yang tidak diatur dalam Standar ini. 27 49. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka- 28 angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi 29 berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara 30 kuantitatif harus diungkapkan. 31 50. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai 32 pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika 33 berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang. 34 PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING POS 35 YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN 36 51. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan rincian dan 37 penjelasan atas masing-masing pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Lampiran I.05 PSAP 04 - 10
  • 125. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, 2 Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. 3 52. Penjelasan atas Laporan Realisasi Anggaran disajikan untuk pos 4 pendapatan-LRA, belanja, dan pembiayaan dengan struktur sebagai berikut: 5 (a) Anggaran; 6 (b) Realisasi; 7 (c) Prosentase pencapaian; 8 (d) Penjelasan atas perbedaan antara anggaran dan realisasi; 9 (e) Perbandingan dengan periode yang lalu; 10 (f) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 11 (g) Rincian lebih lanjut pendapatan-LRA menurut sumber pendapatan; 12 (h) Rincian lebih lanjut belanja menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan 13 fungsi; 14 (i) Rincian lebih lanjut pembiayaan; dan 15 (j) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 16 53. Penjelasan atas Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih 17 disajikan untuk Saldo Anggaran Lebih awal periode, penggunaan Saldo Anggaran 18 Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, 19 koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, dan SAL akhir periode dengan 20 struktur sebagai berikut: 21 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 22 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 23 (c) Rincian yang diperlukan; dan 24 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 25 54. Penjelasan atas Laporan Operasional disajikan untuk pos 26 pendapatan-LO dan beban dengan struktur sebagai berikut: 27 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 28 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 29 (c) Rincian lebih lanjut pendapatan-LO menurut sumber pendapatan; 30 (d) Rincian lebih lanjut beban menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi; 31 dan 32 (e) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 33 55. Penjelasan atas Neraca disajikan untuk pos aset, kewajiban, dan 34 ekuitas dengan struktur sebagai berikut: 35 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 36 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; Lampiran I.05 PSAP 04 - 11
  • 126. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Rincian lebih lanjut atas masing-masing akun dalam aset lancar, investasi 2 jangka panjang, aset tetap, aset lainnya, kewajiban jangka pendek, kewajiban 3 jangka panjang, dan ekuitas; dan 4 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 5 56. Penjelasan atas Laporan Arus Kas disajikan untuk pos arus kas 6 dari aktivitas operasi, aktivitas investasi aset non keuangan, aktivitas pembiayaan, 7 dan aktivitas nonanggaran dengan struktur sebagai berikut: 8 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 9 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 10 (c) Rincian lebih lanjut atas atas masing-masing akun dalam masing-masing 11 aktivitas; dan 12 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 13 57. Penjelasan atas Laporan Perubahan Ekuitas disajikan untuk 14 ekuitas awal periode, surplus/defisit-LO, dampak kumulatif perubahan 15 kebijakan/kesalahan mendasar, dan ekuitas akhir periode dengan struktur sebagai 16 berikut: 17 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 18 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 19 (c) Rincian yang diperlukan; dan 20 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 21 PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH 22 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG 23 BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN 24 KEUANGAN 25 58. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi 26 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 27 Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang 28 diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban 29 kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam 30 Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain yang 31 belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan. 32 59. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang 33 digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai 34 dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka 35 laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan 36 gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan 37 akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan entitas 38 pelaporan pada periode yang akan datang. Lampiran I.05 PSAP 04 - 12
  • 127. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 60. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan 2 harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian 3 persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti yang 4 telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa kasus, 5 pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan pemahaman 6 pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain di laporan 7 keuangan. Dalam kebijakan akuntansi pos aset tetap disebutkan dasar pengukuran 8 adalah harga perolehan. Penelitian terhadap akun-akun yang mendukung pos aset 9 tersebut menunjukkan ada salah satu akun aset dengan harga selain harga 10 perolehan, karena aset dimaksud diperoleh dari donasi. 11 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA 12 61. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan 13 informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca 14 laporan. 15 62. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian- 16 kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti: 17 (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan; 18 (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru; 19 (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; 20 (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan; dan 21 (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang 22 harus ditanggulangi pemerintah. 23 63. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku sebagai 24 pelengkap standar ini. 25 SUSUNAN 26 64. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 27 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas 28 Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut: 29 (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 30 (b) Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 31 (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya; 32 (d) Kebijakan akuntansi yang penting: 33 i. Entitas pelaporan; 34 ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 35 iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 36 keuangan; Lampiran I.05 PSAP 04 - 13
  • 128. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan 2 ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh 3 suatu entitas pelaporan; 4 v. Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 5 laporan keuangan. 6 (e) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: 7 i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan; 8 ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 9 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 10 Laporan Keuangan. 11 (f) Informasi tambahan lainnya yang diperlukan. 12 TANGGAL EFEKTIF 13 65. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 14 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 15 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 16 66. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 17 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 18 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.05 PSAP 04 - 14
  • 129. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.06 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN Lampiran I.06 PSAP 05 – (i)
  • 130. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------ 1-3 TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------- 2-3 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 4 UMUM-------------------------------------------------------------------------------------------- 5-12 PENGAKUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 13-14 PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------------------- 15-21 BEBAN PERSEDIAAN ---------------------------------------------------------------------- 22-25 PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------------- 26 TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------- 27-28 Lampiran I.06 PSAP 05 – (i)
  • 131. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 05 4 AKUNTANSI PERSEDIAAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 6 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 7 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 TUJUAN 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 11 akuntansi persediaan yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan. 12 RUANG LINGKUP 13 2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh 14 persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum. Standar ini 15 diterapkan untuk seluruh entitas pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk 16 perusahaan negara/daerah. 17 3. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 18 a. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan 19 dibebankan ke suatu akun konstruksi dalam pengerjaan; dan 20 b. Instrumen keuangan. 21 DEFINISI 22 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 23 Pernyataan Standar dengan pengertian: 24 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 25 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 26 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh 27 pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 28 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 29 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 30 alasan sejarah dan budaya. 31 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak 32 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Lampiran I.06 PSAP 05 - 1
  • 132. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang 2 dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang- 3 barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka 4 pelayanan kepada masyarakat. 5 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 6 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 7 UMUM 8 5. Persediaan merupakan aset yang berupa: 9 a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka 10 kegiatan operasional pemerintah; 11 b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses 12 produksi; 13 c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau 14 diserahkan kepada masyarakat; 15 d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 16 dalam rangka kegiatan pemerintahan. 17 6. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan 18 disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, 19 barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas 20 pakai seperti komponen bekas. 21 7. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga 22 meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku 23 pembuatan alat-alat pertanian. 24 8. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai 25 persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi. 26 9. Persediaan dapat terdiri dari: 27 a. Barang konsumsi; 28 b. Amunisi; 29 c. Bahan untuk pemeliharaan; 30 d. Suku cadang; 31 e. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga; 32 f. Pita cukai dan leges; 33 g. Bahan baku; 34 h. Barang dalam proses/setengah jadi; 35 i. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; 36 j. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. 37 10. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan 38 strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga Lampiran I.06 PSAP 05 - 2
  • 133. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai 2 persediaan. 3 11. Persediaan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan 4 kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada paragraf 9 butir j, misalnya sapi, 5 kuda, ikan, benih padi dan bibit tanaman. 6 12. Persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam 7 neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 8 PENGAKUAN 9 13. Persediaan diakui (a) pada saat potensi manfaat ekonomi masa 10 depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 11 dengan andal, (b) pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau 12 kepenguasaannya berpindah. 13 14. Pada akhir periode akuntansi catatan persediaan disesuaikan 14 dengan hasil inventarisasi fisik. 15 PENGUKURAN 16 15. Persediaan disajikan sebesar: 17 a. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 18 b. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 19 c. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/ 20 rampasan. 21 16. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya 22 pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat 23 dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang 24 serupa mengurangi biaya perolehan. 25 17. Persediaan dapat dinilai dengan menggunakan: 26 a. Metode sistematis seperti FIFO atau rata-rata tertimbang 27 b. Harga pembelian terakhir apabila setiap unit persediaan nilainya tidak 28 material dan bermacam-macam jenis. 29 18. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan 30 untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir. 31 19. Harga pokok produksi persediaan meliputi biaya langsung yang 32 terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang 33 dialokasikan secara sistematis. 34 20. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai 35 dengan menggunakan nilai wajar. Lampiran I.06 PSAP 05 - 3
  • 134. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 21. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau 2 penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan 3 transaksi wajar (arm length transaction). 4 BEBAN PERSEDIAAN 5 22. Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan (use 6 of goods). 7 23. Penghitungan beban persediaan dilakukan dalam rangka penyajian 8 Laporan Operasional. 9 24. Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka pengukuran 10 pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang dipakai 11 dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan. 12 25. Dalam hal persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran 13 pemakaian persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara 14 saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi 15 dengan saldo akhir persediaan dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode 16 penilaian yang digunakan. 17 PENGUNGKAPAN 18 26. Laporan keuangan mengungkapkan: 19 a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; 20 b. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang 21 digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang 22 digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau 23 diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses 24 produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada 25 masyarakat; dan 26 c. Jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi rusak atau usang. 27 TANGGAL EFEKTIF 28 27. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 29 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 30 anggaran mulai tahun anggaran 2010. 31 28. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 32 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 33 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.06 PSAP 05 - 4
  • 135. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.07 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 06 AKUNTANSI INVESTASI Lampiran I.07 PSAP 06 – (i)
  • 136. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------- 1- 5 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------ 2- 5 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 6 BENTUK INVESTASI -------------------------------------------------------------------------- 7- 8 KLASIFIKASI INVESTASI ------------------------------------------------------------------- 9 - 19 PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------------- 20 - 22 PENGUKURAN INVESTASI ----------------------------------------------------------------- 23 - 35 METODE PENILAIAN INVESTASI --------------------------------------------------------- 36 - 38 PENGAKUAN HASIL INVESTASI --------------------------------------------------------- 39 - 40 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI ---------------------------------------- 41 - 42 PENGUNGKAPAN ----------------------------------------------------------------------------- 43 TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------- 44 - 45 Lampiran I.07 PSAP 06 – (ii)
  • 137. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 06 4 AKUNTANSI INVESTASI 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 12 akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang 13 harus disajikan dalam laporan keuangan. 14 RUANG LINGKUP 15 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian 16 seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum 17 yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi 18 Pemerintahan. 19 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 20 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 21 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 22 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi investasi 23 pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek maupun 24 investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan, klasifikasi, 25 pengukuran dan metode penilaian investasi, serta pengungkapannya pada 26 laporan keuangan. 27 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 28 (a) Penempatan uang yang termasuk dalam lingkup setara kas; 29 (b) Investasi dalam perusahaan asosiasi; 30 (c) Kerjasama operasi; dan 31 (d) Investasi dalam properti. Lampiran I.07 PSAP 06 - 1
  • 138. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 4 Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor 5 dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya 6 legal dan pungutan lainnya dari pasar modal. 7 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 8 ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga 9 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 10 kepada masyarakat. 11 Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan 12 dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. 13 Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki 14 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 15 Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak 16 termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara 17 tidak berkelanjutan. 18 Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan 19 untuk dimiliki secara berkelanjutan. 20 Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak 21 dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada 22 peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun 23 golongan masyarakat tertentu. 24 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 25 berdasarkan harga perolehan. 26 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 27 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 28 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 29 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 30 sesudah perolehan awal investasi. 31 Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang 32 dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu 33 untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya. 34 Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai 35 yang tertera dalam lembar saham dan obligasi. 36 Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu 37 investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen. 38 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 39 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Lampiran I.07 PSAP 06 - 2
  • 139. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya 2 mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan 3 maupun joint venture dari investornya. 4 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 5 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 6 BENTUK INVESTASI 7 7. Pemerintah melakukan investasi dimaksudkan antara lain untuk 8 memperoleh pendapatan dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana yang 9 belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. 10 8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan 11 sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa 12 pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta 13 instrumen ekuitas. 14 KLASIFIKASI INVESTASI 15 9. Investasi pemerintah diklasifikasikan menjadi dua yaitu 16 investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka 17 pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka 18 panjang merupakan kelompok aset nonlancar. 19 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai 20 berikut: 21 (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan; 22 (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya 23 pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas; 24 (c) Berisiko rendah. 25 11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka 26 pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah, karena 27 dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga, tidak termasuk dalam 28 investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok 29 investasi jangka pendek antara lain adalah: 30 (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan suatu 31 badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah 32 kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha; 33 (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan 34 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat 35 berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun 36 luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau 37 (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi 38 kebutuhan kas jangka pendek. Lampiran I.07 PSAP 06 - 3
  • 140. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka 2 pendek, antara lain terdiri atas: 3 (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang 4 dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits); 5 (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh 6 pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia 7 (SBI). 8 13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman 9 investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen adalah 10 investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara 11 berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka 12 panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 13 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan 14 untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau 15 menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan 16 investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan 17 untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau 18 menarik kembali. 19 15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah 20 investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk 21 mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang 22 dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen dapat berupa: 23 (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan 24 internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara; 25 (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk 26 menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada 27 masyarakat. 28 16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara 29 lain dapat berupa: 30 (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan 31 untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah; 32 (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 33 kepada pihak ketiga; 34 (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat 35 seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat; 36 (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk 37 dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang 38 dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian. 39 17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga 40 (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu kepemilikan 41 modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan. Lampiran I.07 PSAP 06 - 4
  • 141. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak 2 bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli 3 oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat 4 dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak 5 tercakup dalam pernyataan ini. 6 19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan 7 kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri. 8 PENGAKUAN INVESTASI 9 20. Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam 10 bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui 11 sebagai investasi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 12 (a) Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa 13 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut 14 dapat diperoleh pemerintah; 15 (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara 16 memadai (reliable). 17 21. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas dan/atau aset, 18 penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi 19 investasi memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu 20 mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial 21 atau jasa potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang 22 tersedia pada saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang 23 cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan 24 diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh 25 manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul. 26 22. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada 27 paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran 28 atau pembelian yang didukung dengan bukti yang 29 menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu 30 investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya, atau 31 berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, 32 penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan. 33 PENGUKURAN INVESTASI 34 23. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat 35 membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian, nilai pasar 36 dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk 37 investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai 38 nominal, nilai tercatat atau nilai wajar lainnya. Lampiran I.07 PSAP 06 - 5
  • 142. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 24. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, 2 misalnya saham dan obligasi jangka pendek (efek), dicatat sebesar biaya 3 perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu 4 sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank, dan biaya lainnya 5 yang timbul dalam rangka perolehan tersebut. 6 25. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh 7 tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar 8 investasi pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila 9 tidak ada nilai wajar, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar aset lain 10 yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut. 11 26. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya 12 dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal 13 deposito tersebut. 14 27. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya 15 penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi 16 harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam 17 rangka perolehan investasi tersebut. 18 28. Investasi nonpermanen dalam bentuk pembelian obligasi 19 jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki 20 berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. 21 29. Investasi nonpermanen yang dimaksudkan untuk 22 penyehatan/penyelamatan perekonomian, dinilai sebesar nilai bersih yang 23 dapat direalisasikan. 24 30. Investasi nonpermanen untuk penyehatan/penyelamatan 25 perekonomian misalnya dana talangan dalam rangka penyehatan perbankan 26 31. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di 27 proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai 28 sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk 29 perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian 30 proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga. 31 32. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran 32 aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah 33 sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga 34 perolehannya tidak ada. 35 33. Harga perolehan investasi dalam valuta asing yang dibayar 36 dengan mata uang asing yang sama harus dinyatakan dalam rupiah dengan 37 menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada 38 tanggal transaksi. 39 34. Diskonto atau premi pada pembelian investasi diamortisasi 40 selama periode dari pembelian sampai saat jatuh tempo sehingga hasil 41 yang konstan diperoleh dari investasi tersebut. Lampiran I.07 PSAP 06 - 6
  • 143. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 35. Diskonto atau premi yang diamortisasi tersebut dikreditkan atau 2 didebetkan pada pendapatan bunga, sehingga merupakan penambahan atau 3 pengurangan dari nilai tercatat investasi (carrying value) tersebut. 4 METODE PENILAIAN INVESTASI 5 36. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode 6 yaitu: 7 (a) Metode biaya; 8 Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya 9 perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian 10 hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi pada 11 badan usaha/badan hukum yang terkait. 12 (b) Metode ekuitas; 13 Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat investasi 14 awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar 15 bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian 16 laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima pemerintah 17 akan mengurangi nilai investasi pemerintah. Penyesuaian terhadap 18 nilai investasi juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan 19 investasi pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat 20 pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap. 21 (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan; 22 Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama 23 untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu 24 dekat. 25 37. Penggunaan metode pada paragraf 36 didasarkan pada 26 kriteria sebagai berikut: 27 (a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya; 28 (b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% 29 tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode 30 ekuitas; 31 (c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas; 32 (d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih 33 yang direalisasikan. 34 38. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan 35 saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode 36 penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the 37 degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri 38 adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain: 39 (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris; Lampiran I.07 PSAP 06 - 7
  • 144. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi; 2 (c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan 3 investee; 4 (d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam 5 rapat/pertemuan dewan direksi. 6 PENGAKUAN HASIL INVESTASI 7 39. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, 8 antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi, dan dividen tunai (cash 9 dividend), diakui pada saat diperoleh dan dicatat sebagai pendapatan. 10 40. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari 11 penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode 12 biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila 13 menggunakan metode ekuitas, bagian laba berupa dividen tunai yang 14 diperoleh oleh pemerintah dicatat sebagai pendapatan hasil investasi dan 15 mengurangi nilai investasi pemerintah. Dividen dalam bentuk saham yang 16 diterima tidak akan menambah nilai investasi pemerintah. 17 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI 18 41. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena 19 penjualan, pelepasan hak karena peraturan pemerintah, dan lain 20 sebagainya. 21 42. Perbedaan antara hasil pelepasan investasi dengan nilai 22 tercatatnya harus dibebankan atau dikreditkan kepada keuntungan/rugi 23 pelepasan investasi. Keuntungan/rugi pelepasan investasi disajikan dalam 24 laporan operasional. 25 PENGUNGKAPAN 26 43. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan 27 pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain: 28 (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi; 29 (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen; 30 (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun 31 investasi jangka panjang; 32 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan 33 tersebut; 34 (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; 35 (f) Perubahan pos investasi. Lampiran I.07 PSAP 06 - 8
  • 145. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TANGGAL EFEKTIF 2 44. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 3 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 4 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 5 45. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 6 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 7 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.07 PSAP 06 - 9
  • 146. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 07 AKUNTANSI ASET TETAP Lampiran I.08 PSAP 07 – (i)
  • 147. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-3 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 2-3 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 4 UMUM--------------------------------------------------------------------------------------------- 5-6 KLASIFIKASI ASET TETAP ---------------------------------------------------------------- 7-14 PENGAKUAN ASET TETAP --------------------------------------------------------------- 15-19 PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------ 20-22 PENILAIAN AWAL ASET TETAP --------------------------------------------------------- 23-48 KOMPONEN BIAYA -------------------------------------------------------------------- 28-37 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN-------------------------------------------- 38-40 PEROLEHAN SECARA GABUNGAN ---------------------------------------------- 41 PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS) -------------------------- 42-44 ASET DONASI -------------------------------------------------------------------------- 45-48 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT EXPENDITURES) ------------------------------------------------------------------------------ 49-51 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL ------------------------------------------------------- 52-60 PENYUSUTAN --------------------------------------------------------------------------- 53-58 PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION) ---------------------- 59-60 AKUNTANSI TANAH ------------------------------------------------------------------------- 61-64 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) ----------------------------------------- 65-72 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------------ 73-75 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) --------------------------------------------------- 76 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) -------- 77-79 PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------------- 80-83 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 84-85 Lampiran I.08 PSAP 07 – (ii)
  • 148. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 07 4 AKUNTANSI ASET TETAP 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 12 akuntansi untuk aset tetap meliputi pengakuan, penentuan nilai tercatat, serta 13 penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai 14 tercatat (carrying value) aset tetap. 15 RUANG LINGKUP 16 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 17 pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 18 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, 19 penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 20 3. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk: 21 (a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative natural 22 resources); dan 23 (b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas 24 alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non- 25 regenerative natural resources). 26 Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk 27 mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a) 28 dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut. 29 DEFINISI 30 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 31 Pernyataan Standar dengan pengertian: 32 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 33 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 34 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik Lampiran I.08 PSAP 07 - 1
  • 149. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 2 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 3 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 4 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 5 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 6 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 7 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 8 Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang telah dan yang 9 masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah dan yang 10 masih wajib diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan 11 atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat 12 yang siap untuk dipergunakan. 13 Masa manfaat adalah: 14 (a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas 15 pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau 16 (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset 17 untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. 18 Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir 19 masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. 20 Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung 21 dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. 22 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 23 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 24 Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang 25 dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 26 bersangkutan. 27 UMUM 28 5. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, 29 dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap 30 pemerintah adalah: 31 (a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh 32 entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan 33 kontraktor; 34 (b) Hak atas tanah. 35 6. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai 36 untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan 37 perlengkapan (supplies). Lampiran I.08 PSAP 07 - 2
  • 150. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KLASIFIKASI ASET TETAP 2 7. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat 3 atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah 4 sebagai berikut: 5 (a) Tanah; 6 (b) Peralatan dan Mesin; 7 (c) Gedung dan Bangunan; 8 (d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; 9 (e) Aset Tetap Lainnya; dan 10 (f) Konstruksi dalam Pengerjaan. 11 8. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang 12 diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah 13 dan dalam kondisi siap dipakai. 14 9. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan 15 yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional 16 pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. 17 10. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan 18 bermotor, alat elektonik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya 19 signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam 20 kondisi siap pakai. 21 11. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan 22 yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah 23 dan dalam kondisi siap dipakai. 24 12. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat 25 dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan 26 dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap 27 dipakai. 28 13. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang 29 dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum 30 selesai seluruhnya. 31 14. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional 32 pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset 33 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 34 PENGAKUAN ASET TETAP 35 15. Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan 36 dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat 37 diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut : 38 (a) Berwujud; Lampiran I.08 PSAP 07 - 3
  • 151. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; 2 (c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; 3 (d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan 4 (e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 5 16. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat 6 lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi 7 masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung 8 maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut 9 dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. 10 Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan 11 bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. 12 Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima 13 entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui. 14 17. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan 15 oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan 16 dimaksudkan untuk dijual. 17 18. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau 18 diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah. 19 19. Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti 20 bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara 21 hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. 22 Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum 23 dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti 24 pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan 25 sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus 26 diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah 27 berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat 28 tanah atas nama pemilik sebelumnya. 29 PENGUKURAN ASET TETAP 30 20. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian 31 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 32 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 33 21. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi 34 pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan 35 biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu 36 pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi 37 pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga 38 kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi. 39 22. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 40 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak Lampiran I.08 PSAP 07 - 4
  • 152. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 2 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 3 pembangunan aset tetap tersebut. 4 PENILAIAN AWAL ASET TETAP 5 23. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui 6 sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya 7 harus diukur berdasarkan biaya perolehan. 8 24. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut 9 adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. 10 25. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau 11 donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh 12 pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah 13 daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan 14 kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian 15 wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang 16 dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang 17 tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi 18 pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai 19 berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. 20 26. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat 21 perolehan untuk kondisi pada paragraf 24 bukan merupakan suatu proses 22 penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti 23 pada paragraf 23. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 59 dan 24 paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk 25 periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal. 26 27. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya 27 perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca 28 awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca 29 awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya 30 perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. 31 KOMPONEN BIAYA 32 28. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau 33 konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat 34 diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi 35 yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang 36 dimaksudkan. 37 29. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: 38 (a) biaya persiapan tempat; Lampiran I.08 PSAP 07 - 5
  • 153. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat 2 (handling cost); 3 (c) biaya pemasangan (installation cost); 4 (d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan 5 (e) biaya konstruksi. 6 30. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya 7 perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang 8 dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, 9 penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun yang masih harus 10 dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai 11 bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua 12 tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. 13 31. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah 14 pengeluaran yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh 15 peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi 16 harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung 17 lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin 18 tersebut siap digunakan. 19 32. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh 20 biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh 21 gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga 22 pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan 23 pajak. 24 33. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan 25 seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk 26 memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya 27 perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai 28 jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. 29 34. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya 30 yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh aset 31 tersebut sampai siap pakai. 32 35. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu 33 komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan 34 secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi 35 kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa 36 tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk 37 membawa aset ke kondisi kerjanya. 38 36. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola 39 ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. 40 37. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga 41 pembelian. Lampiran I.08 PSAP 07 - 6
  • 154. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 2 38. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan 3 atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum 4 selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam 5 pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. 6 39. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai 7 Konstruksi Dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset 8 dalam pengerjaan, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset 9 tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh 10 kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip 11 dan rincian yang ada pada PSAP 08. 12 40. Konstruksi Dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau 13 dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke salah satu 14 akun yang sesuai dalam pos aset tetap. 15 PEROLEHAN SECARA GABUNGAN 16 41. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh 17 secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan 18 tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang 19 bersangkutan. 20 PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS) 21 42. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau 22 pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya 23 dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh 24 yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan 25 dengan jumlah setiap kas atau setara kas dan kewajiban lain yang 26 ditransfer/diserahkan. 27 43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu 28 aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai 29 wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran 30 dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada 31 keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang 32 baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset 33 yang dilepas. 34 44. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti 35 adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam 36 kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down) 37 dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai 38 aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk 39 pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila 40 terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas atau kewajiban lainnya, Lampiran I.08 PSAP 07 - 7
  • 155. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai 2 nilai yang sama. 3 ASET DONASI 4 45. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus 5 dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. 6 46. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa 7 persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan 8 nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh 9 satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut 10 akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya 11 secara hukum, seperti adanya akta hibah. 12 47. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset 13 tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah. 14 Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk 15 pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah dianggap 16 selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti perolehan aset 17 tetap dengan pertukaran. 18 48. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset 19 donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan operasional. 20 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN 21 (SUBSEQUENT EXPENDITURES) 22 49. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang 23 memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi 24 manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu 25 produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai 26 tercatat aset yang bersangkutan. 27 50. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 49 harus ditetapkan 28 dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 49 29 dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk 30 dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi 31 atau tidak. 32 51. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam 33 jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi 34 (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang 35 ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan 36 mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk 37 maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus 38 diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 39 Keuangan. Lampiran I.08 PSAP 07 - 8
  • 156. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT 2 MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL 3 52. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap 4 tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang 5 memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan 6 penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas. 7 PENYUSUTAN 8 53. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu 9 aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat 10 aset yang bersangkutan. 11 54. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai 12 pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan 13 dalam laporan operasional. 14 55. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode 15 yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang 16 digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan 17 jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. 18 56. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau 19 secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, 20 penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan 21 penyesuaian. 22 57. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain: 23 (a) Metode garis lurus (straight line method); atau 24 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method) 25 (c) Metode unit produksi (unit of production method) 26 58. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 27 tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 28 PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION) 29 59. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya 30 tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut 31 penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. 32 Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan 33 pemerintah yang berlaku secara nasional. 34 60. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai 35 penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta 36 pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. 37 Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam 38 akun ekuitas. Lampiran I.08 PSAP 07 - 9
  • 157. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 AKUNTANSI TANAH 2 61. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak 3 diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan 4 seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. 5 62. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu 6 periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat 7 berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang 8 dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena 9 itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk 10 mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap 11 dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan 12 ini. 13 63. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya 14 dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang- 15 undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia 16 berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. 17 64. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar 18 negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar 19 negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta 20 perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik 21 Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas 22 tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah 23 dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat 24 diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas 25 waktu. 26 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) 27 65. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk 28 menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut 29 harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 30 66. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah 31 dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset 32 bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala 33 (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Beberapa 34 karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas suatu aset bersejarah: 35 (a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara 36 penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; 37 (b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat 38 pelepasannya untuk dijual; 39 (c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu 40 berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; Lampiran I.08 PSAP 07 - 10
  • 158. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus 2 dapat mencapai ratusan tahun. 3 67. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam 4 waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan 5 perundang-undangan. 6 68. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang 7 diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk 8 pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai 9 dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan 10 akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan 11 tersebut. 12 69. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah 13 unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan 14 Keuangan dengan tanpa nilai. 15 70. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus 16 dibebankan dalam laporan operasional sebagai beban tahun terjadinya 17 pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh beban yang berlangsung 18 untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada 19 pada periode berjalan. 20 71. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat 21 lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh 22 bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus 23 tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset 24 tetap lainnya. 25 72. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada 26 karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins). 27 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE 28 ASSETS) 29 73. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. 30 Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya 31 mempunyai karakteristik sebagai berikut: 32 (a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan; 33 (b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; 34 (c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan 35 (d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya. 36 74. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh 37 pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai 38 aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus 39 diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. Lampiran I.08 PSAP 07 - 11
  • 159. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 75. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, 2 sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi. 3 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) 4 76. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, memenuhi 5 definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip 6 yang ada pada Pernyataan ini. 7 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT 8 AND DISPOSAL) 9 77. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau 10 bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada 11 manfaat ekonomi masa yang akan datang. 12 78. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus 13 dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 14 Keuangan. 15 79. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah 16 tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset 17 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 18 PENGUNGKAPAN 19 80. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing- 20 masing jenis aset tetap sebagai berikut: 21 (a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat 22 (carrying amount); 23 (b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang 24 menunjukkan: 25 (1) Penambahan; 26 (2) Pelepasan; 27 (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; 28 (4) Mutasi aset tetap lainnya. 29 (c) Informasi penyusutan, meliputi: 30 (1) Nilai penyusutan; 31 (2) Metode penyusutan yang digunakan; 32 (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 33 (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir 34 periode; 35 Lampiran I.08 PSAP 07 - 12
  • 160. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 81. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: 2 (a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap; 3 (b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset 4 tetap; 5 (c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan 6 (d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap. 7 82. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, maka hal- 8 hal berikut harus diungkapkan: 9 (a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; 10 (b) Tanggal efektif penilaian kembali; 11 (c) Jika ada, nama penilai independen; 12 (d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya 13 pengganti; 14 (e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap. 15 83. Aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain nama, 16 jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud. 17 TANGGAL EFEKTIF 18 84. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 19 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 20 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 21 85. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 22 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 23 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.08 PSAP 07 - 13
  • 161. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.09 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN Lampiran I.09 PSAP 08 – (i)
  • 162. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------- 1-5 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------- 3-5 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------- 6 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN --------------------------------------------- 7-8 KONTRAK KONSTRUKSI --------------------------------------------------------------- 9-10 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI ------------------------------------------------------------------------------- 11-13 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN ------------------------- 14-17 PENGUKURAN ----------------------------------------------------------------------------- 18-33 BIAYA KONSTRUKSI --------------------------------------------------------------- 19-33 PENGUNGKAPAN ------------------------------------------------------------------------- 34-36 TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------- 37-38 Lampiran I.09 PSAP 08 – (ii)
  • 163. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 08 4 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 12 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan. 13 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 14 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 15 Pengerjaan; 16 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 17 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 18 RUANG LINGKUP 19 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset 20 tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 21 dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 22 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib 23 menerapkan standar ini. 24 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 25 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 26 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 27 berlainan. 28 5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan 29 adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai 30 dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 31 DEFINISI 32 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 33 Pernyataan Standar dengan pengertian: Lampiran I.09 PSAP 08 - 1
  • 164. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 08 4 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 12 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan. 13 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 14 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 15 Pengerjaan; 16 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 17 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 18 RUANG LINGKUP 19 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset 20 tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 21 dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 22 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib 23 menerapkan standar ini. 24 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 25 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 26 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 27 berlainan. 28 5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan 29 adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai 30 dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 31 DEFINISI 32 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 33 Pernyataan Standar dengan pengertian: Lampiran I.09 PSAP 08 - 1
  • 165. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 4 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 5 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 6 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 7 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 8 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 9 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 10 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 11 Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset tetap yang sedang dalam 12 proses pembangunan. 13 Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk 14 konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu 15 sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan 16 fungsi atau tujuan atau penggunaan utama. 17 Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk 18 membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan 19 entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak 20 konstruksi. 21 Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum 22 pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi. 23 Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai 24 penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. 25 Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan 26 pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi. 27 Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga 28 pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran 29 jumlah tersebut. 30 Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang 31 dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum 32 dibayar oleh pemberi kerja. 33 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 34 7. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan 35 mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta aset tetap lainnya 36 yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu 37 periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi 38 pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu 39 perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. Lampiran I.09 PSAP 08 - 2
  • 166. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 8. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri 2 (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. 3 KONTRAK KONSTRUKSI 4 9. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset 5 yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal 6 rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak 7 seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi. 8 10. Kontrak konstruksi dapat meliputi: 9 (a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 10 perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur; 11 (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset; 12 (c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 13 pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value 14 engineering; 15 (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan. 16 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK 17 KONSTRUKSI 18 11. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah 19 untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu 20 untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi 21 tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak 22 konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi 23 atau kelompok kontrak konstruksi. 24 12. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, 25 konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi 26 yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi: 27 (a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset; 28 (b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta 29 pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang 30 berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; 31 (c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan. 32 13. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan 33 konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah 34 sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak 35 tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak 36 konstruksi terpisah jika: Lampiran I.09 PSAP 08 - 3
  • 167. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, 2 teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak 3 semula; atau 4 (b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga 5 kontrak semula. 6 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM 7 PENGERJAAN 8 14. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam 9 Pengerjaan jika: 10 (a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang 11 berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; 12 (b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan 13 (c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan. 14 15. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang 15 dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan 16 oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan 17 dalam aset tetap. 18 16. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap 19 yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi: 20 (a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan 21 (b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan; 22 17. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang 23 bersangkutan (tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi, 24 dan jaringan; aset tetap lainnya) setelah pekerjaan konstruksi tersebut 25 dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. 26 PENGUKURAN 27 18. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan. 28 BIAYA KONSTRUKSI 29 19. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola: 30 (a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi; 31 (b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan 32 dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan 33 (c) biaya lain yang secara khusus dibebankan sehubungan konstruksi 34 yang bersangkutan. 35 20. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan 36 konstruksi antara lain meliputi: Lampiran I.09 PSAP 08 - 4
  • 168. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; 2 (b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; 3 (c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi 4 pelaksanaan konstruksi; 5 (d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan; 6 (e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan 7 dengan konstruksi. 8 21. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada 9 umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi: 10 (a) Asuransi; 11 (b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung 12 berhubungan dengan konstruksi tertentu; 13 (c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang 14 bersangkutan seperti biaya inspeksi. 15 Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis 16 dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang 17 mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan 18 adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung. 19 22. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak 20 konstruksi meliputi: 21 (a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan 22 tingkat penyelesaian pekerjaan; 23 (b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung 24 dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada 25 tanggal pelaporan; 26 (c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan 27 dengan pelaksanaan kontrak konstruksi. 28 23. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan kontraktor lainnya. 29 24. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan 30 secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan 31 dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai 32 penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan. 33 25. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang 34 disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan 35 perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. 36 26. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman 37 yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya 38 konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan 39 secara andal. Lampiran I.09 PSAP 08 - 5
  • 169. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 27. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang 2 timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai 3 konstruksi. 4 28. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi 5 jumlah biaya bunga yang dibayar dan yang masih harus dibayar pada 6 periode yang bersangkutan. 7 29. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis 8 aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode 9 yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan 10 metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. 11 30. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan 12 sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka 13 biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara 14 pembangunan konstruksi dikapitalisasi. 15 31. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi 16 karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan 17 dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika 18 pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja 19 atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara 20 dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force 21 majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga 22 pada periode yang bersangkutan. 23 32. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan 24 yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis 25 pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya 26 pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam 27 proses pengerjaan. 28 33. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang 29 masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12. 30 Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan 31 maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian 32 kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan 33 yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman. 34 PENGUNGKAPAN 35 34. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai 36 Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi: 37 (a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat 38 penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya; 39 (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pendanaannya. 40 (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan dan yang masih harus dibayar; Lampiran I.09 PSAP 08 - 6
  • 170. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Uang muka kerja yang diberikan; 2 (e) Retensi. 3 35. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 4 retensi, misalnya termin pembayaran terakhir yang masih ditahan oleh pemberi 5 kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan 6 atas Laporan Keuangan. 7 36. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber 8 dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya 9 sampai tanggal tertentu. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku 12 efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 13 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 14 38. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, 15 entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 16 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.09 PSAP 08 - 7
  • 171. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.10 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN Lampiran I.10 PSAP 09 – (i)
  • 172. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-4 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 2-4 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 5 UMUM--------------------------------------------------------------------------------------------- 6-8 KLASIFIKASI KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------- 9-17 PENGAKUAN KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------- 18-31 PENGUKURAN KEWAJIBAN-------------------------------------------------------------- 32-61 UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE) ------------------ 35-37 UTANG TRANSFER -------------------------------------------------------------------- 38-39 UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST) ---------------------------------------- 40-41 UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK) -------------------------------- 42-43 BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG -------------------------------- 44-45 KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT LIABILITIES) ------------------------------------------------------------------------------ 46 UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN DAN YANG DIPERJUALBELIKAN -------------------------------------------------- 47-55 Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan (Non-Traded Debt)--------------- --------------------------------------------- 48-50 Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt) ------------ 51-55 PERUBAHAN VALUTA ASING------------------------------------------------------------ 56-61 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ---------------------- 62-64 TUNGGAKAN ---------------------------------------------------------------------------------- 65-68 RESTRUKTURISASI UTANG -------------------------------------------------------------- 69-81 PENGHAPUSAN UTANG ------------------------------------------------------------------- 76-81 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------------- 82-86 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------- 87-88 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 89-90 Lampiran I.10 PSAP 09 – (ii)
  • 173. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 09 4 KEWAJIBAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 12 akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, 13 amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut. 14 RUANG LINGKUP 15 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 16 pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 17 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, 18 pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 19 3. Pernyataan Standar ini mengatur: 20 (a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek 21 dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam 22 Negeri dan Utang Luar Negeri. 23 (b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang 24 asing. 25 (c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi 26 pinjaman. 27 (d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah. 28 Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan 29 khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut. 30 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 31 (a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi. 32 (b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai. Lampiran I.10 PSAP 09 - 1
  • 174. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari 2 transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing seperti 3 pada paragraf 3(b). 4 Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri. 5 DEFINISI 6 5. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 7 Pernyataan Standar dengan pengertian: 8 Amortisasi utang adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto 9 selama umur utang pemerintah. 10 Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya disebut 11 Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar 12 siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya. 13 Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung 14 oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana. 15 Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur. 16 Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present 17 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) dari suatu utang 18 karena tingkat bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif. 19 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 20 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 21 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 22 berupa laporan keuangan. 23 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 24 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 25 pemerintah. 26 Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur. 27 Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum 28 pasti. 29 Kewajiban kontinjensi adalah: 30 (a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan 31 keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya 32 suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya 33 berada dalam kendali suatu entitas; atau 34 (b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui 35 karena: 36 (1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) bahwa suatu 37 entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat 38 ekonomi untuk menyelesaikan kewajibannya; atau 39 (2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. Lampiran I.10 PSAP 09 - 2
  • 175. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 2 Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan 3 jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah. 4 Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali 5 transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang 6 pemerintah. 7 Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang 8 dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau 9 premium yang belum diamortisasi. 10 Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 11 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga 12 secara diskonto. 13 Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang 14 pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah 15 sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan 16 (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum. 17 Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present 18 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 19 bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif. 20 Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk 21 memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa 22 pengurangan jumlah utang. 23 Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan 24 utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai 25 jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat 26 Utang Negara (SUN). 27 Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka 28 waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga 29 secara diskonto. 30 Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan 31 utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin 32 pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, 33 sesuai dengan masa berlakunya. 34 Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan 35 entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal. 36 U MU M 37 6. Karakteristik utama kewajiban adalah bahwa pemerintah 38 mempunyai kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya 39 mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. Lampiran I.10 PSAP 09 - 3
  • 176. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 2 tugas atau tanggung jawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 3 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 4 pendanaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan 5 lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah dapat juga terjadi karena 6 perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada 7 masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan 8 setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, 9 atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. 10 8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 11 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 12 KLASIFIKASI KEWAJIBAN 13 9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos 14 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan 15 diselesaikan setelah tanggal pelaporan. 16 10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan 17 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 18 Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga 19 dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan 20 sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang. 21 11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 22 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 23 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 24 kewajiban jangka panjang. 25 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 26 sama seperti aset lancar. Kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer 27 pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan 28 menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 29 13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 30 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, misalnya 31 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak 32 Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 33 14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 34 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan 35 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 36 jika: 37 (a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 38 bulan; dan 39 (b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban 40 tersebut atas dasar jangka panjang; dan Lampiran I.10 PSAP 09 - 4
  • 177. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian 2 pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali 3 terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan 4 disetujui. 5 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka 6 pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang 7 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 8 16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 9 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 10 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 11 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 12 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pendanaan jangka panjang dan 13 diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana 14 kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus 15 tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat 16 dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos 17 jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum 18 persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada 19 tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 20 17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 21 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 22 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 23 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 24 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 25 (a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 26 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 27 (b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam 28 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 29 PENGAKUAN KEWAJIBAN 30 18. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 31 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang 32 ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut 33 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 34 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi) 35 sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya 36 suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin 37 dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan 38 bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang 39 melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti transaksi 40 dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan karena 41 ketidaksengajaan. Lampiran I.10 PSAP 09 - 5
  • 178. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai nilai. 2 Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran. 3 Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran sangat 4 penting untuk menentukan saat pengakuan kewajiban. 5 21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima oleh 6 pemerintah atau dikeluarkan oleh kreditur sesuai dengan kesepakatan, 7 dan/atau pada saat kewajiban timbul. 8 22. Kewajiban dapat timbul dari: 9 (a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions); 10 (b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum 11 yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan, yang belum dibayar lunas 12 sampai dengan saat tanggal pelaporan; 13 (c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events); 14 (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events). 15 23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing- 16 masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu 17 nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya 18 atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan 19 pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa 20 sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa 21 depan. 22 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat pegawai 23 pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi yang 24 diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu transaksi 25 pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan penerima kerja) 26 menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban kompensasi meliputi gaji 27 yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan biaya manfaat pegawai 28 lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan. 29 25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak 30 dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan 31 atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Dalam hal ini, hanya ada satu arah 32 arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu 33 kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada 34 tanggal pelaporan. 35 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus 36 kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika 37 pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan 38 hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan 39 pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui 40 transaksi dengan pertukaran. 41 27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian 42 yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara Lampiran I.10 PSAP 09 - 6
  • 179. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar 2 kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam 3 hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan 4 basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan 5 pertukaran. 6 28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan 7 kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan 8 kewajiban, sepanjang hukum yang berlaku dan kebijakan yang ada 9 memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar kerusakan, dan sepanjang 10 jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan andal. Contoh kejadian ini 11 adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan pribadi yang disebabkan 12 pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah. 13 29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian 14 yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai 15 konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan 16 untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab 17 luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering 18 diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya 19 tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang 20 timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah 21 dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 22 Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban 23 sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab 24 keuangan pemerintah, dan atas biaya yang timbul sehubungan dengan 25 kejadian tersebut telah terjadi transaksi dengan pertukaran atau tanpa 26 pertukaran. 27 30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan 28 biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria 29 berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya 30 yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat 31 kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum 32 dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban 33 bencana). 34 31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari 35 kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota- 36 kota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi 37 bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari 38 pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota- 39 kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi 40 sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor 41 yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau 42 tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang 43 untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang Lampiran I.10 PSAP 09 - 7
  • 180. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa 2 pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum 3 dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke 4 pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan 5 sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah. 6 PENGUKURAN KEWAJIBAN 7 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 8 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 9 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 10 tanggal neraca. 11 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban 12 pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang 13 tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti 14 transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta 15 asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan 16 dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 17 34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti 18 karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan 19 nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan. 20 UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE) 21 35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk 22 barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus 23 mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang 24 tersebut 25 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan 26 spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang 27 dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan 28 berita acara kemajuan pekerjaan. 29 37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit 30 pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit 31 nonpemerintahan. 32 UTANG TRANSFER 33 38. Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk 34 melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang- 35 undangan. 36 39. Utang transfer diakui dan dinilai sesuai dengan peraturan yang 37 berlaku. Lampiran I.10 PSAP 09 - 8
  • 181. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST) 2 40. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar 3 biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat 4 berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang 5 bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap 6 akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan. 7 41. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk 8 sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat 9 Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, kota, 10 dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN. 11 UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK) 12 42. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan 13 berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada 14 laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. 15 43. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus 16 diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang 17 dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo 18 pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo 19 pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar 20 jumlah yang masih harus disetorkan. 21 BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG 22 44. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian 23 lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam 24 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 25 45. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 26 adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus 27 dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 28 KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT LIABILITIES) 29 46. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak 30 termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya 31 tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan 32 disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik 33 masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji kepada pegawai 34 dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan atas jasa yang telah 35 diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah penerimaan 36 pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh pemerintah kepada 37 pihak lain. Lampiran I.10 PSAP 09 - 9
  • 182. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN DAN 2 YANG DIPERJUALBELIKAN 3 47. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik utang 4 tersebut yang dapat berbentuk: 5 (a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt) 6 (b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt) 7 Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan (Non-Traded 8 Debt) 9 48. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak 10 diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada 11 pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam 12 kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan. 13 49. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan 14 adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international 15 seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini 16 biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement). 17 50. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat 18 mengacu pada skedul pembayaran (payment schedule) yang menggunakan tarif 19 bunga tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif 20 bunga dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks 21 lainnya, penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan 22 tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan 23 data-data sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada. 24 Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt) 25 51. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat 26 diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari 27 pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode 28 akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau 29 hasil penjualan, penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan 30 dibayarkan ke pemegangnya, dan penilaian pada periode diantaranya untuk 31 menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah. 32 52. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam 33 bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat 34 memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo. 35 53. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai 36 pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium 37 yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar 38 nilai pari tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari. 39 Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah nilainya Lampiran I.10 PSAP 09 - 10
  • 183. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas yang dijual 2 dengan harga premium nilainya akan berkurang. 3 54. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh 4 tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk 5 Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai 6 berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo bila dijual dengan 7 nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman pemerintah yang 8 dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, maka penilaian 9 selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau premium yang ada. 10 55. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan 11 metode garis lurus. 12 PERUBAHAN VALUTA ASING 13 56. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan 14 menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. 15 57. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs 16 spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal 17 transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama 18 seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. 19 Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk 20 suatu periode tidak dapat diandalkan. 21 58. Pada setiap tanggal neraca pos utang pemerintah dalam mata 22 uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan 23 kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 24 59. Selisih penjabaran pos utang pemerintah dalam mata uang 25 asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan 26 atau penurunan ekuitas periode berjalan. 27 60. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam 28 mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang 29 berhubungan dan ekuitas pada entitas pelaporan. 30 61. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan 31 diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui 32 pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi 33 berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus 34 diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs 35 untuk masing-masing periode. 36 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH 37 TEMPO 38 62. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum 39 jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik (call feature) oleh penerbit dari Lampiran I.10 PSAP 09 - 11
  • 184. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian 2 oleh permintaan pemegangnya maka selisih antara harga perolehan kembali 3 dan nilai tercatat netonya harus disajikan pada Laporan Operasional dan 4 diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos 5 kewajiban yang berkaitan. 6 63. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai 7 tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo 8 dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan 9 menyesuaikan jumlah kewajiban dan aset yang berhubungan. 10 64. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat 11 (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan aset yang 12 terkait, jumlah perbedaan yang ada juga disajikan dalam Laporan Operasional 13 pada pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional dan diungkapkan pada 14 Catatan atas Laporan Keuangan. 15 TUNGGAKAN 16 65. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan 17 dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas 18 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban. 19 66. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh 20 tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau 21 bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai 22 saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur 23 diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur. 24 67. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan 25 dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. 26 Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang 27 menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan 28 dan solvabilitas satu entitas. 29 68. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan 30 di dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang. 31 RESTRUKTURISASI UTANG 32 69. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan 33 utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif 34 sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai 35 tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut 36 melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan 37 persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada 38 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos 39 kewajiban yang terkait. Lampiran I.10 PSAP 09 - 12
  • 185. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 70. Restrukturisasi dapat berupa: 2 (a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan 3 dengan utang baru; atau 4 (b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah 5 persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan utang 6 dapat berbentuk: 7 (1) Perubahan jadwal pembayaran, 8 (2) Penambahan masa tenggang, atau 9 (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang 10 jatuh tempo dan/atau tertunggak. 11 71. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga 12 efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode 13 antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif 14 yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai 15 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan 16 baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat 17 bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru 18 dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo. 19 72. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru 20 harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 21 73. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana 22 ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk 23 bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka 24 debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan 25 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam 26 persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas 27 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang 28 berkaitan. 29 74. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang 30 sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas 31 masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa 32 depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang. 33 75. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat 34 merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai 35 contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi 36 keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk 37 menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur 38 pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang 39 sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus 40 diestimasi. Lampiran I.10 PSAP 09 - 13
  • 186. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGHAPUSAN UTANG 2 76. Penghapusan utang adalah pembatalan tagihan oleh kreditur 3 kepada debitur, baik sebagian maupun seluruh jumlah utang debitur dalam 4 bentuk perjanjian formal diantara keduanya. 5 77. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke 6 kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di 7 bawah nilai tercatatnya. 8 78. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di 9 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada 10 paragraf 73 berlaku. 11 79. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di 12 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai 13 debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas ke nilai 14 wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 73, serta mengungkapkan 15 pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban 16 dan aset nonkas yang berhubungan. 17 80. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus 18 mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi 19 kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara: 20 (a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau 21 ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau 22 biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan 23 (b) Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur. 24 81. Penilaian kembali aset pada paragraf 80 akan menghasilkan 25 perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk 26 penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas 27 Laporan Keuangan. 28 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN 29 UTANG PEMERINTAH 30 82. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah 31 biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman 32 dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi: 33 (a) Bunga dan provisi atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka 34 pendek maupun jangka panjang; 35 (b) Commitment fee atas dana pinjaman yang belum ditarik; 36 (c) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman, 37 (d) Amortisasi kapitalisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman 38 seperti biaya konsultan, ahli hukum, dan sebagainya. Lampiran I.10 PSAP 09 - 14
  • 187. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (e) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal 2 tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga. 3 83. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan 4 dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus 5 dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut. 6 84. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung 7 dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap 8 aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan 9 secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman 10 ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 86. 11 85. Dalam keadaan tertentu, sulit untuk mengidentifikasikan adanya 12 hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset 13 tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila 14 perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi 15 pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat 16 terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan 17 dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan 18 jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga 19 diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan 20 hal tersebut. 21 86. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus 22 digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus 23 dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata 24 tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu 25 yang berkaitan selama periode pelaporan. 26 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN 27 87. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam 28 bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik 29 kepada pemakainya. 30 88. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi 31 yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah: 32 (a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang 33 diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman; 34 (b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis 35 sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya; 36 (c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat 37 bunga yang berlaku; 38 (d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh 39 tempo; 40 (e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi: Lampiran I.10 PSAP 09 - 15
  • 188. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (1) Pengurangan pinjaman; 2 (2) Modifikasi persyaratan utang; 3 (3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman; 4 (4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman; 5 (5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan 6 (6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode 7 pelaporan. 8 (f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur 9 utang berdasarkan kreditur. 10 (g) Biaya pinjaman: 11 (1) Perlakuan biaya pinjaman; 12 (2) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang 13 bersangkutan; dan 14 (3) Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan. 15 TANGGAL EFEKTIF 16 89. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 17 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 18 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 19 90. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 20 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 21 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.10 PSAP 09 - 16
  • 189. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.11 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN Lampiran I.11 PSAP 10 - (i)
  • 190. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-3 TUJUAN------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP------------------------------------------------------------------ 2-3 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------------ 4 KOREKSI KESALAHAN --------------------------------------------------------------- 5-36 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------- 37-42 PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI ------------------------------------------- 43-45 OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN ----------------------------------------- 46-50 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 51-52 Lampiran I.11 PSAP 10 - (ii)
  • 191. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 10 4 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN 5 AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, 6 DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 7 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 8 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 9 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 10 Akuntansi Pemerintahan. 11 PENDAHULUAN 12 TUJUAN 13 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 14 akuntansi atas koreksi kesalahan akuntansi dan pelaporan laporan keuangan, 15 perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang 16 tidak dilanjutkan. 17 RUANG LINGKUP 18 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu 19 entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan 20 pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi 21 akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan dalam Laporan Realisasi 22 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 23 Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan 24 atas Laporan Keuangan. 25 3. Pernyataan standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 26 menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua 27 entitas akuntansi, termasuk Badan Layanan Umum, yang berada di bawah 28 pemerintah pusat/daerah. 29 DEFINISI 30 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 31 Pernyataan Standar dengan pengertian: Lampiran I.11 PSAP 10 - 1
  • 192. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi- 2 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipakai oleh 3 suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan 4 keuangan. 5 Kesalahan adalah penyajian akun/pos yang secara signifikan tidak sesuai 6 dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode 7 berjalan atau periode sebelumnya. 8 Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang 9 tersaji dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang 10 seharusnya. 11 Operasi tidak dilanjutkan adalah penghentian suatu misi atau tupoksi 12 tertentu yang berakibat pelepasan atau penghentian suatu fungsi, program, 13 atau kegiatan, sehingga aset, kewajiban, dan operasi dapat dihentikan tanpa 14 mengganggu fungsi, program, atau kegiatan yang lain. 15 Perubahan estimasi adalah revisi estimasi karena perubahan kondisi yang 16 mendasari estimasi tersebut, atau karena terdapat informasi baru, 17 pertambahan pengalaman dalam mengestimasi,atau perkembangan lain. 18 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 19 laporan keuangan. 20 KOREKSI KESALAHAN 21 5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau 22 beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. 23 Kesalahan mungkin timbul karena keterlambatan penyampaian bukti transaksi 24 oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan aritmatik, kesalahan 25 penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, 26 kecurangan atau kelalaian. 27 6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh 28 signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga 29 laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi. 30 7. Dalam mengoreksi suatu kesalahan akuntansi, jumlah koreksi 31 yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan 32 menyesuaikan baik Saldo Anggaran Lebih maupun saldo ekuitas. Koreksi 33 yang berpengaruh material pada periode berikutnya harus diungkapkan 34 pada catatan atas laporan keuangan. 35 8. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam 2 (dua) 36 jenis: 37 (a) Kesalahan tidak berulang; Lampiran I.11 PSAP 10 - 2
  • 193. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Kesalahan berulang dan sistemik. 2 9. Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak 3 akan terjadi kembali, dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: 4 (a) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; 5 (b) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya. 6 10. Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang 7 disebabkan sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang 8 diperkirakan akan terjadi secara berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak 9 dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau 10 tambahan pembayaran dari wajib pajak. 11 11. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui. 12 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 13 periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, 14 dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam 15 periode berjalan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, 16 maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. 17 13. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 18 periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila 19 laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan 20 pembetulan pada akun yang bersangkutan, baik pada akun pendapatan- 21 LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. 22 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 23 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 24 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah posisi kas, 25 apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan 26 dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal 27 mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan pembetulan pada akun 28 Saldo Anggaran Lebih. 29 15. Contoh koreksi kesalahan belanja: 30 (a) yang menambah saldo kas yaitu pengembalian belanja pegawai tahun lalu 31 karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo 32 kas dan pendapatan lain-lain-LRA. 33 (b) yang menambah saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, 34 yaitu belanja modal yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan 35 kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan 36 menambah saldo kas dan menambah akun pendapatan lain-lain-LRA. 37 (c) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun 38 lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo 39 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. Lampiran I.11 PSAP 10 - 3
  • 194. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) yang mengurangi saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, 2 yaitu belanja modal tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan 3 mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 4 16. Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak 5 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 6 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 7 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 8 aset bersangkutan. 9 17. Contoh koreksi kesalahan untuk perolehan aset selain kas: 10 (a) yang menambah saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu 11 pengadaan aset tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan 12 kelebihan nilai aset tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan 13 menambah saldo kas dan mengurangi akun terkait dalam pos aset tetap. 14 (b) yang mengurangi saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu 15 pengadaan aset tetap tahun lalu belum dilaporkan, dikoreksi dengan 16 menambah akun terkait dalam pos aset tetap dan mengurangi saldo kas. 17 18. Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga 18 mengakibatkan pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode 19 sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara 20 material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 21 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan 22 lain-lain-LO. Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan 23 dengan pembetulan pada akun ekuitas. 24 19. Contoh koreksi kesalahan beban: 25 (a) yang menambah saldo kas yaitu pengembalian beban pegawai tahun lalu 26 karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo 27 kas dan menambah pendapatan lain-lain-LO. 28 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi beban pegawai tahun 29 lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun beban lain- 30 lain-LO dan mengurangi saldo kas. 31 20. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang 32 tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan 33 menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan 34 periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada 35 akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. 36 21. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LRA: 37 (a) yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan 38 negara yang belum masuk ke kas Negara dikoreksi dengan menambah 39 akun kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih. Lampiran I.11 PSAP 10 - 4
  • 195. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi 2 umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat, dikoreksi oleh: 3 (1) pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Saldo 4 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 5 (2) pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan 6 menambah Saldo Anggaran Lebih. 7 22. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak 8 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 9 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 10 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 11 ekuitas. 12 23. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LO: 13 (a) yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan 14 negara yang belum masuk ke kas negara dikoreksi dengan menambah 15 akun kas dan menambah akun ekuitas. 16 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi 17 umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat dikoreksi oleh: 18 (1) pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Ekuitas 19 dan mengurangi saldo kas. 20 (2) pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah 21 Ekuitas. 22 24. Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran 23 pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode 24 sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila 25 laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 26 pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. 27 25. Contoh koreksi kesalahan terkait penerimaan pembiayaan: 28 (a) yang menambah saldo kas yaitu Pemerintah Pusat menerima setoran 29 kekurangan pembayaran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A, 30 dikoreksi oleh Pemerintah pusat dengan menambah saldo kas dan 31 menambah akun Saldo Anggaran Lebih. 32 (b) yang mengurangi saldo kas terkait penerimaan pembiayaan, yaitu 33 pemerintah pusat mengembalikan kelebihan setoran cicilan pokok pinjaman 34 tahun lalu dari Pemda A dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo 35 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 36 26. Contoh koreksi kesalahan terkait pengeluaran pembiayaan: 37 (a) yang menambah saldo kas yaitu kelebihan pembayaran suatu angsuran 38 utang jangka panjang sehingga terdapat pengembalian pengeluaran Lampiran I.11 PSAP 10 - 5
  • 196. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 angsuran, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun 2 Saldo Anggaran Lebih. 3 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran 4 utang tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi saldo 5 kas dan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih. 6 27. Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan 7 kewajiban yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 8 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 9 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 10 kewajiban bersangkutan 11 28. Contoh koreksi kesalahan terkait pencatatan kewajiban: 12 (a) yang menambah saldo kas yaitu adanya penerimaan kas karena 13 dikembalikannya kelebihan pembayaran angsuran suatu kewajiban 14 dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun kewajiban 15 terkait. 16 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran 17 kewajiban yang seharusnya dibayarkan tahun lalu dikoreksi dengan 18 menambah akun kewajiban terkait dan mengurangi saldo kas. 19 29. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah 20 ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah. 21 30. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,14,16, 22 dan 20 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja 23 entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. 24 31. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,18, 25 dan 22 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap beban entitas yang 26 bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. 27 32. Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode- 28 periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum 29 maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, 30 pembetulan dilakukan pada akun-akun neraca terkait pada periode 31 kesalahan ditemukan. 32 33. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas 33 sebagaimana disebutkan pada paragraf 32 adalah pengeluaran untuk pembelian 34 peralatan dan mesin (kelompok aset tetap) dilaporkan sebagai jalan, irigasi, dan 35 jaringan. Koreksi yang dilakukan hanyalah pada Neraca dengan mengurangi 36 akun jalan, irigasi, dan jaringan dan menambah akun peralatan dan mesin. Pada 37 Laporan Realisasi Anggaran tidak perlu dilakukan koreksi. 38 34. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada 39 paragraf 10 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi Lampiran I.11 PSAP 10 - 6
  • 197. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan 2 mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan. 3 35. Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode 4 yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun 5 berjalan pada aktivitas yang bersangkutan. 6 36. Koreksi kesalahan diungkapkan pada Catatan atas Laporan 7 Keuangan. 8 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI 9 37. Para pengguna Laporan Keuangan perlu membandingkan laporan 10 keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui 11 kecenderungan arah (trend) posisi keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena 12 itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada 13 setiap periode. 14 38. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran 15 akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria 16 kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan 17 akuntansi. 18 39. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya 19 apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh 20 peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau 21 apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi 22 mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan 23 dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas. 24 40. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai 25 berikut: 26 (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara 27 substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan 28 (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang 29 sebelumnya tidak ada atau yang tidak material. 30 41. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan 31 suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut 32 harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan 33 persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi. 34 42. Perubahan kebijakan akuntansi harus disajikan pada Laporan 35 Perubahan Ekuitas dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 36 Keuangan. Lampiran I.11 PSAP 10 - 7
  • 198. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI 2 43. Agar memperoleh Laporan Keuangan yang andal, maka estimasi 3 akuntansi perlu disesuaikan antara lain dengan pola penggunaan, tujuan 4 penggunaan aset dan kondisi lingkungan entitas yang berubah. 5 44. Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi 6 disajikan pada Laporan Operasional pada periode perubahan dan periode 7 selanjutnya sesuai sifat perubahan. Sebagai contoh, perubahan estimasi 8 masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO tahun perubahan dan 9 tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap tersebut. 10 45. Pengaruh perubahan terhadap LO periode berjalan dan yang 11 akan datang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Apabila 12 tidak memungkinkan, harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan 13 pengaruh perubahan itu. 14 OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 15 46. Apabila suatu misi atau tupoksi suatu entitas pemerintah 16 dihapuskan oleh peraturan, maka suatu operasi, kegiatan, program, proyek, 17 atau kantor terkait pada tugas pokok tersebut dihentikan. 18 47. Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan -- 19 misalnya hakikat operasi, kegiatan, program, proyek yang dihentikan, 20 tanggal efektif penghentian, cara penghentian, pendapatan dan beban 21 tahun berjalan sampai tanggal penghentian apabila dimungkinkan, dampak 22 sosial atau dampak pelayanan, pengeluaran aset atau kewajiban terkait 23 pada penghentian apabila ada-- harus diungkapkan pada Catatan atas 24 Laporan Keuangan. 25 48. Agar Laporan Keuangan disajikan secara komparatif, suatu 26 segmen yang dihentikan itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan 27 walaupun berjumlah nol untuk tahun berjalan. Dengan demikian, operasi 28 yang dihentikan tampak pada Laporan Keuangan. 29 49. Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu 30 tahun berjalan, di akuntansikan dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah 31 operasi itu berjalan sampai akhir tahun Laporan Keuangan. Pada umumnya 32 entitas membuat rencana penghentian, meliputi jadwal penghentian 33 bertahap atau sekaligus, resolusi masalah legal, lelang, penjualan, hibah 34 dan lain-lain. 35 50. Bukan merupakan penghentian operasi apabila : Lampiran I.11 PSAP 10 - 8
  • 199. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) Penghentian suatu program, kegiatan, proyek, segmen secara 2 evolusioner/alamiah. Hal ini dapat diakibatkan oleh demand (permintaan 3 publik yang dilayani) yang terus merosot, pergantian kebutuhan lain. 4 (b) Fungsi tersebut tetap ada. 5 (c) Beberapa jenis subkegiatan dalam suatu fungsi pokok dihapus, selebihnya 6 berjalan seperti biasa. Relokasi suatu program, proyek, kegiatan ke wilayah 7 lain. 8 (d) Menutup suatu fasilitas yang ber-utilisasi amat rendah, menghemat biaya, 9 menjual sarana operasi tanpa mengganggu operasi tersebut. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 51. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 12 berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 13 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 14 52. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 15 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 16 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.11 PSAP 10 - 9
  • 200. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN Lampiran I.12 PSAP 11 – (i)
  • 201. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------ 1 RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------------- 2-5 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 6 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN ------------------------- 7-13 ENTITAS PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 14 ENTITAS AKUNTANSI----------------------------------------------------------------------- 15-17 BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN UMUM DAERAH --------------- 18-21 PROSEDUR KONSOLIDASI --------------------------------------------------------------- 22-23 PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------------- 24-25 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 26-27 Lampiran I.12 PSAP 11 – (ii)
  • 202. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 11 4 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur penyusunan 12 laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka 13 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial 14 statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan 15 dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk 16 tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi 17 kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga 18 legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang- 19 undangan. 20 RUANG LINGKUP 21 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit pemerintahan 22 yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi 23 menurut Pernyataan Standar ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas. 24 3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat 25 sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas 26 pelaporan, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. 27 4. Laporan keuangan konsolidasian pada 28 kementerian/lembaga/pemerintah daerah sebagai entitas pelaporan 29 mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi termasuk laporan 30 keuangan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah. 31 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 32 (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah; 33 (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi; 34 (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan Lampiran I.12 PSAP 11 - 1
  • 203. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2 DEFINISI 3 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 4 Pernyataan Standar dengan pengertian: 5 Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah 6 instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan 7 pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa 8 yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam 9 melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 10 Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna 11 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 12 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 13 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 14 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 15 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 16 berupa laporan keuangan. 17 Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang 18 diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan 19 lainnya, entitas akuntansi dengan entitas akuntansi lainnya, dengan 20 mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu 21 entitas pelaporan konsolidasian. 22 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 23 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan, 24 atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 25 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 26 KONSOLIDASIAN 27 7. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan 28 Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Neraca, Laporan 29 Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan 30 atas Laporan Keuangan. 31 8. Laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada 32 paragraf 7, disajikan oleh entitas pelaporan, kecuali: Lampiran I.12 PSAP 11 - 2
  • 204. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 a. Laporan keuangan konsolidasian arus kas yang hanya disajikan oleh 2 entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum; 3 b. Laporan keuangan konsolidasian perubahan saldo anggaran lebih yang 4 hanya disusun dan disajikan oleh Pemerintah Pusat. 5 9. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode 6 pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas 7 pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. 8 10. Pemerintah Pusat menyampaikan laporan keuangan konsolidasian 9 dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga legislatif. 10 11. Pemerintah daerah menyampaikan laporan keuangan 11 konsolidasian dari semua entitas akuntansi dibawahnya kepada lembaga 12 legislatif. 13 12. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi 14 akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun demikian, apabila 15 eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal tersebut diungkapkan 16 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 17 13. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain sisa 18 uang persediaan yang belum dipertanggungjawabkan oleh bendahara 19 pengeluaran sampai dengan akhir periode akuntansi. 20 ENTITAS PELAPORAN 21 14. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang- 22 undangan, yang umumnya bercirikan: 23 (a) Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau 24 mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran, 25 (b) Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, 26 (c) Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau 27 pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan 28 (d) Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak 29 langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran. 30 ENTITAS AKUNTANSI 31 15. Entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan 32 menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang 33 yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan. 34 16. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau 35 mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan 36 akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar Lampiran I.12 PSAP 11 - 3
  • 205. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern 2 dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan 3 laporan keuangan oleh entitas pelaporan. 4 17. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang 5 berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh 6 signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat ditetapkan sebagai 7 entitas pelaporan. 8 BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN 9 UMUM DAERAH 10 18. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan 11 umum, memungut dan menerima, serta membelanjakan dana masyarakat yang 12 diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk 13 badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam 14 BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita. 15 19. Selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD) 16 BLU/BLUD adalah entitas akuntansi, yang laporan keuangannya 17 dikonsolidasikan pada entitas pelaporan yang secara organisatoris 18 membawahinya. 19 20. Selaku satuan kerja pelayanan berupa Badan, walaupun 20 bukan berbentuk badan hukum yang mengelola kekayaan Negara yang 21 dipisahkan, BLU/BLUD adalah entitas pelaporan. 22 21. Konsolidasi laporan keuangan BLU/BLUD pada 23 kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang secara organisatoris 24 membawahinya dilaksanakan setelah laporan keuangan BLU/BLUD disusun 25 menggunakan standar akuntansi yang sama dengan standar akuntansi yang 26 dipakai oleh organisasi yang membawahinya. 27 PROSEDUR KONSOLIDASI 28 22. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini 29 dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang 30 diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya, 31 atau yang diselenggarakan oleh entitas akuntansi dengan entitas akuntansi 32 lainnya, dengan mengeliminasi akun timbal balik. 33 23. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan 34 menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara 35 organisatoris berada di bawahnya. Lampiran I.12 PSAP 11 - 4
  • 206. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGUNGKAPAN 2 24. Dalam Catatan atas Laporan Keuangan perlu diungkapkan 3 nama-nama entitas yang dikonsolidasikan atau digabungkan beserta status 4 masing-masing, apakah entitas pelaporan atau entitas akuntansi. 5 25. Dalam hal konsolidasi tidak diikuti dengan eliminasi akun timbal 6 balik sebagaimana disebut pada paragraf 12, maka perlu diungkapkan nama- 7 nama dan besaran saldo akun timbal balik tersebut, dan disebutkan pula alasan 8 belum dilaksanakannya eliminasi. 9 TANGGAL EFEKTIF 10 26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 11 berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 12 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 13 27. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 14 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 15 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.12 PSAP 11 - 5
  • 207. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.13 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 12 LAPORAN OPERASIONAL Lampiran I.13 PSAP 12 – (i)
  • 208. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-4 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 3-4 MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL ------------------------------- 5-7 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 8 PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 9-10 STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL ----------------------------------- 11-15 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN OPERASIONAL ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ----------------------- 16-18 AKUNTANSI PENDAPATAN-LO---------------------------------------------------------- 19-31 AKUNTANSI BEBAN ------------------------------------------------------------------------- 32-41 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL ---------------------------- 42-44 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL --------------------- 45-47 POS LUAR BIASA ---------------------------------------------------------------------------- 48-50 SURPLUS/DEFISIT-LO ---------------------------------------------------------------------- 51-52 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------------- 53-56 TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK BARANG DAN JASA --------------------------------------------------------------------------------------- 57-58 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 59-60 Lampiran : Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.A : Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.B : Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.C : Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Kabupaten/Kota Lampiran I.13 PSAP 12 – (ii)
  • 209. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 12 4 LAPORAN OPERASIONAL 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 6 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 7 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 8 PENDAHULUAN 9 TUJUAN 10 1. Tujuan pernyataan standar Laporan Operasional adalah 11 menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Operasional untuk pemerintah dalam 12 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana 13 ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. 14 2. Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi tentang 15 kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, 16 dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan. 17 RUANG LINGKUP 18 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 19 Operasional. 20 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan 21 dan entitas akuntansi, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, 22 dalam menyusun laporan operasional yang menggambarkan pendapatan-LO, 23 beban, dan surplus/defisit operasional dalam suatu periode pelaporan tertentu, 24 tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 25 MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL 26 5. Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai 27 seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan 28 dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu 29 entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode 30 sebelumnya. Lampiran I.13 PSAP 12 - 1
  • 210. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 6. Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam 2 mengevaluasi pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh 3 entitas pemerintahan, sehingga Laporan Operasional menyediakan informasi: 4 (a) mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk 5 menjalankan pelayanan; 6 (b) mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam 7 mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan 8 kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi; 9 (c) yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk 10 mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang 11 dengan cara menyajikan laporan secara komparatif; 12 (d) mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan 13 ekuitas (bila surplus operasional). 14 7. Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari 15 siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan 16 Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai 17 keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan. 18 DEFINISI 19 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 20 Pernyataan Standar dengan pengertian: 21 Azas Bruto adalah suatu prinsip tidak diperkenankannya pencatatan 22 penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau 23 tidak diperkenankannya pencatatan pengeluaran setelah dilakukan 24 kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 25 Bantuan Keuangan adalah beban pemerintah dalam bentuk bantuan uang 26 kepada pemerintah lainnya yang digunakan untuk pemerataan dan/atau 27 peningkatan kemampuan keuangan. 28 Bantuan Sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada 29 masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. 30 Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 31 peristiwa lainnya pada saat hak dan/atau kewajiban timbul. 32 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 33 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 34 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. 35 Beban Hibah adalah beban pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa 36 kepada pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan 37 organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat. Lampiran I.13 PSAP 12 - 2
  • 211. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Beban Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap 2 yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 3 bersangkutan. 4 Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban untuk 5 mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas pelaporan lain 6 yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 7 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna 8 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun 9 laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 10 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 11 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 12 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 13 berupa laporan keuangan. 14 Pendapatan Hibah adalah pendapatan pemerintah dalam bentuk uang/barang 15 atau jasa dari pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan 16 organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak 17 secara terus-menerus. 18 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 19 penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak 20 perlu dibayar kembali. 21 Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak 22 untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan lain 23 yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 24 Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 25 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 26 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 27 pengaruh entitas bersangkutan. 28 Subsidi adalah beban pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga 29 tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual 30 produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat. 31 Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional adalah selisih lebih/kurang antara 32 pendapatan-operasional dan beban selama satu periode pelaporan. 33 Surplus/Defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu 34 periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non 35 operasional dan pos luar biasa. 36 Untung/Rugi Penjualan Aset merupakan selisih antara nilai buku aset dengan 37 harga jual aset. Lampiran I.13 PSAP 12 - 3
  • 212. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PERIODE PELAPORAN 2 9. Laporan Operasional disajikan sekurang-kurangnya sekali 3 dalam setahun. Dalam situasi tertentu, apabila tanggal laporan suatu entitas 4 berubah dan Laporan Operasional tahunan disajikan dengan suatu periode 5 yang lebih pendek dari satu tahun, entitas harus mengungkapkan informasi 6 sebagai berikut: 7 (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 8 (b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Operasional dan 9 catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 10 10. Manfaat Laporan Operasional berkurang jika laporan tersebut tidak 11 tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas operasi pemerintah 12 tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan entitas pelaporan untuk 13 menyajikan laporan keuangan tepat waktu. 14 STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL 15 11. Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur pendapatan- 16 LO, beban, surplus/defisit dari operasi, surplus/defisit dari kegiatan non 17 operasional, surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan 18 surplus/defisit-LO, yang diperlukan untuk penyajian yang wajar secara 19 komparatif. Laporan Operasional dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas 20 Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas 21 keuangan selama satu tahun seperti kebijakan fiskal dan moneter, serta daftar- 22 daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk 23 dijelaskan. 24 12. Dalam Laporan Operasional harus diidentifikasikan secara 25 jelas, dan, jika dianggap perlu, diulang pada setiap halaman laporan, informasi 26 berikut: 27 (a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 28 (b) cakupan entitas pelaporan; 29 (c) periode yang dicakup; 30 (d) mata uang pelaporan; dan 31 (e) satuan angka yang digunakan. 32 13. Struktur Laporan Operasional mencakup pos-pos sebagai 33 berikut: 34 (a) Pendapatan-LO 35 (b) Beban 36 (c) Surplus/Defisit dari operasi 37 (d) Kegiatan non operasional 38 (e) Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa 39 (f) Pos Luar Biasa Lampiran I.13 PSAP 12 - 4
  • 213. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (g) Surplus/Defisit-LO 2 14. Dalam Laporan Operasional ditambahkan pos, judul, dan sub 3 jumlah lainnya apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 4 Pemerintahan, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan 5 Laporan Operasional secara wajar. 6 15. Contoh format Laporan Operasional disajikan dalam ilustrasi PSAP 7 12.A, PSAP 12.B, dan PSAP 12.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan bukan 8 merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan 9 penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. 10 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 11 OPERASIONAL ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN 12 KEUANGAN 13 16. Entitas pelaporan menyajikan pendapatan-LO yang 14 diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Rincian lebih lanjut sumber 15 pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 16 17. Entitas pelaporan menyajikan beban yang diklasifikasikan 17 menurut klasifikasi jenis beban. Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan 18 klasifikasi lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan yang 19 berlaku, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 20 18. Klasifikasi pendapatan-LO menurut sumber pendapatan maupun 21 klasifikasi beban menurut ekonomi, pada prinsipnya merupakan klasifikasi yang 22 menggunakan dasar klasifikasi yang sama yaitu berdasarkan jenis. 23 AKUNTANSI PENDAPATAN-LO 24 19. Pendapatan-LO diakui pada saat: 25 (a) Timbulnya hak atas pendapatan; 26 (b) Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi. 27 20. Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang- 28 undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan. 29 21. Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu 30 pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan, 31 diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan. 32 22. Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang 33 telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan. 34 23. Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Lampiran I.13 PSAP 12 - 5
  • 214. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 24. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah pusat 2 dikelompokkan berdasarkan jenis pendapatan, yaitu pendapatan perpajakan, 3 pendapatan bukan pajak, dan pendapatan hibah. 4 25. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah daerah 5 dikelompokkan menurut asal dan jenis pendapatan, yaitu pendapatan asli daerah, 6 pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah. Masing-masing pendapatan 7 tersebut diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 8 26. Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas 9 bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat 10 jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 11 27. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto 12 (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat di 13 estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto 14 dapat dikecualikan. 15 28. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 16 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 17 layanan umum. 18 29. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) 19 atas pendapatan-LO pada periode penerimaan maupun pada periode 20 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. 21 30. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non- 22 recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode penerimaan 23 pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang 24 sama. 25 31. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non- 26 recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode sebelumnya 27 dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan 28 pengembalian tersebut. 29 AKUNTANSI BEBAN 30 32. Beban diakui pada saat: 31 a. timbulnya kewajiban; 32 b. terjadinya konsumsi aset; 33 c. terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. 34 33. Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya peralihan hak dari 35 pihak lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari kas umum negara/daerah. 36 Contohnya tagihan rekening telepon dan rekening listrik yang belum dibayar 37 pemerintah. Lampiran I.13 PSAP 12 - 6
  • 215. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 34. Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat 2 pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban 3 dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah. 4 35. Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi 5 pada saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset 6 bersangkutan/berlalunya waktu. Contoh penurunan manfaat ekonomi atau potensi 7 jasa adalah penyusutan atau amortisasi. 8 36. Dalam hal badan layanan umum, beban diakui dengan 9 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 10 layanan umum. 11 37. Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. 12 38. Klasifikasi ekonomi pada prinsipnya mengelompokkan berdasarkan 13 jenis beban. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu beban pegawai, beban 14 barang, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban 15 penyusutan aset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban lain-lain. Klasifikasi 16 ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri dari beban pegawai, beban barang, beban 17 bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyusutan aset 18 tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban tak terduga. 19 39. Penyusutan/amortisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode 20 yang dapat dikelompokkan menjadi: 21 (a) Metode garis lurus (straight line method); 22 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method); 23 (c) Metode unit produksi (unit of production method). 24 40. Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau 25 kewajiban untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu 26 entitas pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 27 41. Koreksi atas beban, termasuk penerimaan kembali beban, 28 yang terjadi pada periode beban dibukukan sebagai pengurang beban pada 29 periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas 30 beban dibukukan dalam pendapatan lain-lain. Dalam hal mengakibatkan 31 penambahan beban dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas. 32 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL 33 42. Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara 34 pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan. 35 43. Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih kurang antara 36 pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan. Lampiran I.13 PSAP 12 - 7
  • 216. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 44. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama satu 2 periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional. 3 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 4 45. Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu 5 dikelompokkan tersendiri dalam kegiatan non operasional. 6 46. Termasuk dalam pendapatan/beban dari kegiatan non operasional 7 antara lain surplus/defisit penjualan aset non lancar, surplus/defisit penyelesaian 8 kewajiban jangka panjang, dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional lainnya. 9 47. Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan 10 operasional dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan 11 surplus/defisit sebelum pos luar biasa. 12 POS LUAR BIASA 13 48. Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam 14 Laporan Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum Pos Luar 15 Biasa. 16 49. Pos Luar Biasa memuat kejadian luar biasa yang mempunyai 17 karakteristik sebagai berikut: 18 (a) kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun anggaran; 19 (b) tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan 20 (c) kejadian diluar kendali entitas pemerintah. 21 50. Sifat dan jumlah rupiah kejadian luar biasa harus diungkapkan 22 pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 23 SURPLUS/DEFISIT-LO 24 51. Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang 25 antara surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan 26 kejadian luar biasa. 27 52. Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan 28 ke Laporan Perubahan Ekuitas. 29 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 30 53. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata 31 uang rupiah. Lampiran I.13 PSAP 12 - 8
  • 217. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 54. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama 2 dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang 3 asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah 4 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 5 55. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 6 digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan rupiah, 7 maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam rupiah 8 berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan untuk 9 memperoleh valuta asing tersebut. 10 56. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 11 digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 12 mata uang asing lainnya, maka: 13 (a) Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan dengan 14 menggunakan kurs transaksi 15 (b) Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah 16 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 17 TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK 18 BARANG/JASA 19 57. Transaksi pendapatan-LO dan beban dalam bentuk 20 barang/jasa harus dilaporkan dalam Laporan Operasional dengan cara 21 menaksir nilai wajar barang/jasa tersebut pada tanggal transaksi. Di samping 22 itu, transaksi semacam ini juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada 23 Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi 24 yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan beban. 25 58. Transaksi pendapatan dan beban dalam bentuk barang/jasa antara 26 lain hibah dalam wujud barang, barang rampasan, dan jasa konsultansi. 27 TANGGAL EFEKTIF 28 59. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku 29 efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran 30 mulai Tahun Anggaran 2010. 31 60. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, 32 entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling 33 lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Lampiran I.13 PSAP 12 - 9
  • 218. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 2005 ILUSTRASI PSAP 12.A Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT LAPORAN OPERASIONAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam rupiah) Kenaikan/ No URAIAN 20x1 20x0 (%) Penurunan KEGIATAN OPERASIONAL 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xxx xxx 4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xxx xxx 5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xxx xxx 6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xxx xxx 7 Pendapatan Cukai xxx xxx xxx xxx 8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xxx xxx 9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xxx xxx 10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx 11 Jumlah Pendapatan Perpajakan ( 3 s/d 10 ) xxx xxx xxx xxx 12 13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xxx xxx 16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx 17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xxx xxx 18 19 PENDAPATAN HIBAH 20 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 21 Jumlah Pendapatan Hibah (20) xxx xxx xxx xxx 22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xxx xxx 23 24 BEBAN 25 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 26 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 27 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 28 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 29 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 30 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 31 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 32 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 33 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 34 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 35 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 36 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 37 JUMLAH BEBAN (25 s/d 36) xxx xxx xxx xxx 38 39 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL (22-37) xxx xxx xxx xxx 40 41 KEGIATAN NON OPERASIONAL 42 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 43 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 44 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 45 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 46 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 47 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(42 s/d 46) xxx xxx xxx xxx 48 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (39 + 47) xxx xxx xxx xxx 49 50 POS LUAR BIASA 51 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 52 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 53 POS LUAR BIASA (51-52) xxx xxx xxx xxx 54 SURPLUS/DEFISIT-LO (48+53) xxx xxx xxx xxx
  • 219. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 20102005 ILUSTRASI PSAP 12.B Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Provinsi PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN OPERASIONAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam rupiah) Kenaikan/ No URAIAN 20X1 20X0 (%) Penurunan KEGIATAN OPERASIONAL 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xxx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xxx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx 6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya xxx xxx xxx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) xxx xxx xxx xxx 8 9 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxx xxx xxx xxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xxx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xxx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 ) xxx xxx xxx xxx 21 Jumlah Pendapatan Transfer (15 +20 ) xxx xxx xxx xxx 22 23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xxx xxx 26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xxx xxx 27 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (24 s/d 26) xxx xxx xxx xxx 28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxx xxx xxx xxx 29 30 BEBAN 31 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 32 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 33 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 34 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 35 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 36 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 37 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 38 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 39 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 40 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 41 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 42 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 43 JUMLAH BEBAN (31 s/d 42) xxx xxx xxx xxx 44 SURPLUS/DEFISIT KEGIATAN OPERASIONAL (28-43) xxx xxx xxx xxx 45 46 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 47 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 48 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 49 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 50 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 51 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 52 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL (47 s/d 51) xxx xxx xxx xxx 53 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (44+ 52) xxx xxx xxx xxx 54 55 POS LUAR BIASA xxx xxx xxx xxx 56 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 57 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 58 POS LUAR BIASA (56-57) xxx xxx xxx xxx 59 SURPLUS/DEFISIT-LO (53 + 58) xxx xxx xxx xxx
  • 220. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 20102005 ILUSTRASI PSAP 12.C Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Kabupaten/Kota PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN OPERASIONAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam rupiah) Kenaikan/ No URAIAN 20X1 20X0 (%) Penurunan KEGIATAN OPERASIONAL 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xxx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xxx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx 6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya xxx xxx xxx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) xxx xxx xxx xxx 8 9 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxx xxx xxx xxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xxx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xxx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 ) xxx xxx xxx xxx 21 22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xxx xxx 25 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxx xxx xxx xxx 26 Jumlah Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxx xxx xxx xxx 27 28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 29 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xxx xxx 31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xxx xxx 32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (29 s/d 31) xxx xxx xxx xxx 33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxx xxx xxx xxx 34 35 BEBAN 36 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 37 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 38 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 39 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 40 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 41 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 42 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 43 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 44 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 45 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 46 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 47 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 48 JUMLAH BEBAN (36 s/d 47) xxx xxx xxx xxx 49 50 SURPLUS/DEFISIT DARI OPERASI (33-48) xxx xxx xxx xxx 51 52 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 53 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 54 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 55 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 56 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 57 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 58 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(53 s/d 57) xxx xxx xxx xxx 59 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (50 + 58) xxx xxx xxx xxx 60 61 POS LUAR BIASA xxx xxx xxx xxx 62 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 63 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 64 POS LUAR BIASA ( 62-63) xxx xxx xxx xxx 65 SURPLUS/DEFISIT-LO ( 59 + 64) xxx xxx xxx xxx
  • 221. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL
  • 222. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL 1. LAMPIRAN II. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 3. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 4. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS 5. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 6. LAMPIRAN II.06 PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN 7. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI 8. LAMPIRAN II.08 PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP 9. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 10. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN 11. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN PERISTIWA LUAR BIASA 12. LAMPIRAN II.12 PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
  • 223. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.01 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 20102005 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN LAMPIRAN II.01 KK – (i)
  • 224. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5 Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------------1-3 Ruang Lingkup -----------------------------------------------------------------------------4-5 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN -------------------------------------- 6-15 Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan Kekuasaan -------------------8-9 Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer Pendapatan antar Pemerintah ----------------------------------------------------------10 Pengaruh Proses Politik ------------------------------------------------------------------11 Hubungan antara Pembayaran Pajak dan Pelayanan Pemerintah ------------12 Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, Target Fiskal, dan Alat Pengendalian ----------------------------------------------------------------------------13 Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan Pendapatan -------------------14 Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk Tujuan Pengendalian ---15 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI -------------------------------------- 15-18 Pengguna Laporan Keuangan ----------------------------------------------------------15 Kebutuhan Informasi ----------------------------------------------------------------- 17-18 ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------------------- 19-20 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------- 21-24 Peranan Pelaporan Keuangan ----------------------------------------------------- 21-22 Tujuan Pelaporan Keuangan ------------------------------------------------------- 23-24 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN------------------------------------------------- 25-26 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------27 ASUMSI DASAR ---------------------------------------------------------------------------- 28-31 Kemandirian Entitas -----------------------------------------------------------------------29 Kesinambungan Entitas ------------------------------------------------------------------30 Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement) --------------------31 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN ------------------------- 32-37 Relevan ---------------------------------------------------------------------------------- 33-34 Andal ------------------------------------------------------------------------------------------35 Dapat Dibandingkan -----------------------------------------------------------------------36 Dapat Dipahami ----------------------------------------------------------------------------37 LAMPIRAN II.01 KK – (ii)
  • 225. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------- 38-52 Basis Akuntansi ------------------------------------------------------------------------ 39-42 Nilai Historis (Historical Cost) ------------------------------------------------------ 43-44 Realisasi (Realization) --------------------------------------------------------------- 45-46 Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form) ---------------47 Periodisitas (Periodicity) ------------------------------------------------------------------48 Konsistensi (Consistency)----------------------------------------------------------------49 Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) -------------------------------------------50 Penyajian Wajar (Fair Presentation) ---------------------------------------------- 51-52 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL ------------------------- 53-56 Materialitas -----------------------------------------------------------------------------------54 Pertimbangan Biaya dan Manfaat------------------------------------------------------55 Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif -----------------------------------------56 UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 57-77 Laporan Realisasi Anggaran ------------------------------------------------------- 57-58 Neraca ----------------------------------------------------------------------------------- 59-72 Aset --------------------------------------------------------------------------------- 61-67 Kewajiban ------------------------------------------------------------------------ 68-71 Ekuitas Dana --------------------------------------------------------------------------72 Laporan Arus Kas --------------------------------------------------------------------- 73-74 Catatan atas Laporan Keuangan -------------------------------------------------------75 Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas -------------- 76-77 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------ 78-89 Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Masa Depan Terjadi -------------------81 Keandalan Pengukuran -------------------------------------------------------------- 82-83 Pengakuan Aset ----------------------------------------------------------------------- 84-85 Pengakuan Kewajiban --------------------------------------------------------------- 86-87 Pengakuan Pendapatan ------------------------------------------------------------------88 Pengakuan Belanja ------------------------------------------------------------------------89 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN --------------------------------- 90-91 LAMPIRAN II.01 KK – (iii)
  • 226. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PENDAHULUAN 3 Tujuan 4 1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari 5 penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. 6 Tujuannya adalah sebagai acuan bagi: 7 (a) penyusun standar akuntansi pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya; 8 (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi 9 yang belum diatur dalam standar; 10 (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan 11 keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan; dan 12 (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang 13 disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar 14 Akuntansi Pemerintahan. 15 2. Kerangka konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal 16 terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam Standar Akuntansi 17 Pemerintahan. 18 3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan 19 standar akuntansi, maka ketentuan standar akuntansi diunggulkan relatif 20 terhadap kerangka konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian 21 diharapkan dapat diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi 22 di masa depan. 23 Ruang Lingkup 24 4. Kerangka konseptual ini membahas: 25 (a) tujuan kerangka konseptual; 26 (b) lingkungan akuntansi pemerintah; 27 (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna; 28 (d) entitas pelaporan; 29 (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum; LAMPIRAN II.01 KK - 1
  • 227. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi 2 dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; 3 dan 4 (g) definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan 5 keuangan. 6 5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan 7 pemerintah pusat dan daerah. 8 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN 9 6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh 10 terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. 11 7. Ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu 12 dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan 13 adalah sebagai berikut: 14 (a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan: 15 (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan; 16 (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar 17 pemerintah; 18 (3) adanya pengaruh proses politik; 19 (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. 20 (b) Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian: 21 (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan 22 sebagai alat pengendalian; 23 (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan; 24 dan 25 (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian. 26 Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan 27 Kekuasaan 28 8. Dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazas 29 demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat. Rakyat mendelegasikan kekuasaan 30 kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. Sejalan dengan pendelegasian 31 kekuasaan ini adalah pemisahan wewenang di antara eksekutif, legislatif, dan 32 yudikatif. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan LAMPIRAN II.01 KK - 2
  • 228. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara penyelenggara 2 pemerintahan. 3 9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan pemerintahan, 4 pihak eksekutif menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada pihak 5 legislatif untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pihak 6 eksekutif melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan 7 perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pihak 8 eksekutif bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada 9 pihak legislatif dan rakyat. 10 Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer 11 Pendapatan antar Pemerintah 12 10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam 13 sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah 14 propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas 15 cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. 16 Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak 17 yang lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi 18 dana umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan. 19 Pengaruh Proses Politik 20 11. Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan 21 kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya 22 untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan 23 keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber 24 lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting 25 dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik 26 untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. 27 Hubungan antara Pembayaran Pajak dan 28 Pelayanan Pemerintah 29 12. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara 30 langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar 31 pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka 32 memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak 33 berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada 34 wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah LAMPIRAN II.01 KK - 3
  • 229. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam 2 mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut: 3 (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya 4 suka rela. 5 (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak 6 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti 7 penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai 8 tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh. 9 (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan 10 pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur 11 sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan 12 dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan 13 pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan 14 dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi 15 lebih mudah. 16 (d) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan 17 pemerintah adalah relatif sulit. 18 Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, 19 Target Fiskal, dan Alat Pengendalian 20 13. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil 21 kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk 22 melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk 23 menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila 24 diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran 25 mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi 26 upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu 27 periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak 28 tertutup kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau 29 kurang dari setahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan 30 pemerintah mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan 31 keuangan, antara lain karena: 32 (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik. 33 (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan 34 antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan. 35 (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi 36 hukum. 37 (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah. LAMPIRAN II.01 KK - 4
  • 230. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan 2 pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada 3 publik. 4 Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan 5 Pendapatan 6 14. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset 7 yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti 8 gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian 9 besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program 10 pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan 11 manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi 12 pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian 13 besar aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi 14 pemerintah, bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di 15 masa mendatang. 16 Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk 17 Tujuan Pengendalian 18 15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi 19 dan pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang 20 memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing 21 merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara 22 belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat 23 diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain 24 kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam 25 pengembangan pelaporan keuangan pemerintah. 26 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI 27 Pengguna Laporan Keuangan 28 16. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan 29 pemerintah, namun tidak terbatas pada: 30 (a) masyarakat; LAMPIRAN II.01 KK - 5
  • 231. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 2 (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan 3 pinjaman; dan 4 (d) pemerintah. 5 Kebutuhan Informasi 6 17. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum 7 untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan 8 demikian laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi 9 kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, 10 berhubung pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka 11 ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para 12 pembayar pajak perlu mendapat perhatian. 13 18. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum 14 di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang 15 disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian 16 dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk 17 dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang 18 diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang 19 dinyatakan lebih lanjut. 20 ENTITAS PELAPORAN 21 19. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu 22 atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang- 23 undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 24 keuangan, yang terdiri dari: 25 (a) Pemerintah pusat; 26 (b) Pemerintah daerah; 27 (c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 28 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 29 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 30 20. Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat 31 pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap 32 aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan 33 wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya. LAMPIRAN II.01 KK - 6
  • 232. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN 2 KEUANGAN 3 Peranan Pelaporan Keuangan 4 21. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang 5 relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh 6 suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan 7 terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, 8 transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai 9 kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, 10 dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang- 11 undangan. 12 22. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan 13 upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan 14 kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk 15 kepentingan: 16 (a) Akuntabilitas 17 Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan 18 kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai 19 tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. 20 (b) Manajemen 21 Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan 22 suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan 23 fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, 24 kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. 25 (c) Transparansi 26 Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada 27 masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak 28 untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas 29 pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang 30 dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang- 31 undangan. 32 (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) 33 Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan 34 pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran LAMPIRAN II.01 KK - 7
  • 233. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan 2 akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 3 Tujuan Pelaporan Keuangan 4 23. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan 5 informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan 6 membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: 7 (a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan 8 untuk membiayai seluruh pengeluaran. 9 (b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber 10 daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan 11 peraturan perundang-undangan. 12 (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang 13 digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah 14 dicapai. 15 (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai 16 seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya. 17 (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas 18 pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka 19 pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan 20 pajak dan pinjaman. 21 (f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas 22 pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat 23 kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. 24 24. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan 25 menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, 26 pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas 27 pelaporan. 28 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 29 25. Laporan keuangan pokok terdiri dari: 30 (a) Laporan Realisasi Anggaran; 31 (b) Neraca; 32 (c) Laporan Arus Kas; 33 (d) Catatan atas Laporan Keuangan. LAMPIRAN II.01 KK - 8
  • 234. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 26. Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 25, 2 entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan 3 Laporan Perubahan Ekuitas. 4 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN 5 27. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan 6 peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara 7 lain: 8 (a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, khususnya bagian yang 9 mengatur keuangan negara; 10 (b) Undang-undang di bidang keuangan negara; 11 (c) Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 12 (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah 13 daerah, khususnya yang mengatur keuangan daerah; 14 (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan 15 keuangan pusat dan daerah; 16 (f) Ketentuan perundang-undangan tentang pelaksanaan Anggaran 17 Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan 18 (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan 19 pusat dan daerah. 20 ASUMSI DASAR 21 28. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan 22 pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu 23 dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 24 (a) Asumsi kemandirian entitas; 25 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 26 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 27 Kemandirian Entitas 28 29. Asumsi kemandirian entitas, baik entitas pelaporan maupun 29 akuntansi, berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang 30 mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga 31 tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan 32 keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya LAMPIRAN II.01 KK - 9
  • 235. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan 2 tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan 3 sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 4 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, 5 utang-piutang yang terjadi akibat putusan entitas, serta terlaksana tidaknya 6 program yang telah ditetapkan. 7 Kesinambungan Entitas 8 30. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 9 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 10 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 11 jangka pendek. 12 Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary 13 Measurement) 14 31. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 15 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 16 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 17 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN 18 KEUANGAN 19 32. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran 20 normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat 21 memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat 22 normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi 23 kualitas yang dikehendaki: 24 (a) Relevan; 25 (b) Andal; 26 (c) Dapat dibandingkan; dan 27 (d) Dapat dipahami. LAMPIRAN II.01 KK - 10
  • 236. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Relevan 2 33. Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang 3 termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan 4 membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan 5 memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi 6 mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang 7 relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. 8 34. Informasi yang relevan : 9 (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) 10 Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi 11 ekspektasi mereka di masa lalu. 12 (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value) 13 Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan 14 datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. 15 (c) Tepat waktu 16 Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna 17 dalam pengambilan keputusan. 18 (d) Lengkap 19 Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, 20 yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi 21 pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir 22 informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan 23 dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat 24 dicegah. 25 Andal 26 35. Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang 27 menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta 28 dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau 29 penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut 30 secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi 31 karakteristik: 32 (a) Penyajian Jujur 33 Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya 34 yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk 35 disajikan. LAMPIRAN II.01 KK - 11
  • 237. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Dapat Diverifikasi (verifiability) 2 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila 3 pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya 4 tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. 5 (c) Netralitas 6 Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada 7 kebutuhan pihak tertentu. 8 Dapat Dibandingkan 9 36. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih 10 berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya 11 atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan 12 dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal 13 dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama 14 dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas 15 yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila 16 entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik 17 daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut 18 diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. 19 Dapat Dipahami 20 37. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat 21 dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang 22 disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna 23 diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan 24 operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari 25 informasi yang dimaksud. 26 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN 27 KEUANGAN 28 38. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai 29 ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam penyusunan 30 standar akuntansi, oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan 31 dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam LAMPIRAN II.01 KK - 12
  • 238. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip 2 yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: 3 (a) Basis akuntansi; 4 (b) Prinsip nilai historis; 5 (c) Prinsip realisasi; 6 (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; 7 (e) Prinsip periodisitas; 8 (f) Prinsip konsistensi; 9 (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan 10 (h) Prinsip penyajian wajar. 11 Basis Akuntansi 12 39. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 13 pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan 14 pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk 15 pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. 16 40. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa 17 pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum 18 Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas 19 dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/ Daerah atau entitas pelaporan. 20 Entitas pelaporan tidak menggunakan istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan 21 anggaran baik lebih ataupun kurang untuk setiap periode tergantung pada selisih 22 realisasi penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai 23 seperti bantuan pihak luar asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada 24 Laporan Realisasi Anggaran. 25 41. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan 26 ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat 27 kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa 28 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 29 42. Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan 30 sebagaimana dimaksud pada paragraf 26 menyelenggarakan akuntansi dan 31 penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual, 32 baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun dalam 33 pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun demikian, penyajian 34 Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas. LAMPIRAN II.01 KK - 13
  • 239. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Nilai Historis (Historical Cost) 2 43. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar 3 atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset 4 tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara 5 kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang 6 akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. 7 44. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain 8 karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai 9 historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 10 Realisasi (Realization) 11 45. Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah 12 diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan 13 digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut. 14 46. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against 15 revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan 16 sebagaimana dipraktikkan dalam akuntansi komersial. 17 Substansi Mengungguli Bentuk Formal 18 (Substance Over Form) 19 47. Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi 20 serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain 21 tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas 22 ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi 23 atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka 24 hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan 25 Keuangan. 26 Periodisitas (Periodicity) 27 48. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan 28 perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat 29 diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama 30 yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan 31 semesteran juga dianjurkan. LAMPIRAN II.01 KK - 14
  • 240. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Konsistensi (Consistency) 2 49. Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang 3 serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi 4 internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu 5 metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai 6 dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu 7 memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas 8 perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 9 Keuangan. 10 Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) 11 50. Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang 12 dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan 13 keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan 14 atau Catatan atas Laporan Keuangan. 15 Penyajian Wajar (Fair Presentation) 16 51. Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi 17 Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 18 52. Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan 19 diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. 20 Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta 21 tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan 22 laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada 23 saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau 24 pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu 25 rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak 26 memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja 27 menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja 28 mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan 29 keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal. LAMPIRAN II.01 KK - 15
  • 241. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN 2 ANDAL 3 53. Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap 4 keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam 5 mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal 6 akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal 7 yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan 8 pemerintah, yaitu: 9 (a) Materialitas; 10 (b) Pertimbangan biaya dan manfaat; 11 (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif. 12 Materialitas 13 54. Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan 14 pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria 15 materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk 16 mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat 17 mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan 18 keuangan. 19 Pertimbangan Biaya dan Manfaat 20 55. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya 21 penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya 22 menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya 23 penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan 24 proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh 25 pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati 26 oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya 27 penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya 28 yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan. 29 Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif 30 56. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk 31 mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif LAMPIRAN II.01 KK - 16
  • 242. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif 2 antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan 3 keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif 4 tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional. 5 UNSUR LAPORAN KEUANGAN 6 Laporan Realisasi Anggaran 7 57. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, 8 dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 9 pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan 10 realisasinya dalam satu periode pelaporan. 11 58. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi 12 Anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing- 13 masing unsur didefinisikan sebagai berikut : 14 (a) Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum 15 Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya 16 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 17 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 18 kembali oleh pemerintah. 19 (b) Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai 20 penambah nilai kekayaan bersih. 21 (c) Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum 22 Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar 23 dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh 24 pembayarannya kembali oleh pemerintah. 25 (d) Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai 26 pengurang nilai kekayaan bersih. 27 (e) Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 28 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 29 bagi hasil. 30 (f) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 31 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 32 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 33 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 34 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. LAMPIRAN II.01 KK - 17
  • 243. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (g) Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil 2 divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk 3 pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas 4 lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. 5 N er aca 6 59. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 7 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 8 60. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan 9 ekuitas dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut : 10 (a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 11 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 17 (b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 18 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 19 pemerintah. 20 (c) Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 21 antara aset dan kewajiban pemerintah. 22 Aset 23 61. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah 24 potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun 25 tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan 26 atau penghematan belanja bagi pemerintah. 27 62. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu 28 aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat 29 direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) 30 bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria 31 tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. 32 63. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 33 piutang, dan persediaan. 34 64. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan 35 aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk 36 kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar 37 diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, 38 dan aset lainnya. LAMPIRAN II.01 KK - 18
  • 244. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 65. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan 2 dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam 3 jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi 4 investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain 5 investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek 6 pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara 7 lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya. 8 66. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan 9 bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam 10 pengerjaan. 11 67. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 12 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama 13 (kemitraan). 14 Kewajiban 15 68. Karakterisitik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah 16 mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan 17 pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 18 69. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 19 tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 20 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 21 pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah 22 lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena 23 perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi 24 jasa lainnya. 25 70. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 26 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 27 71. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan 28 kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok 29 kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah 30 tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang 31 penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. 32 Ekuitas Dana 33 72. Ekuitas Dana dapat dikelompokkan sebagai berikut: 34 (a) Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban 35 jangka pendek. 36 (b) Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam 37 dalam aset nonlancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban 38 jangka panjang. LAMPIRAN II.01 KK - 19
  • 245. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang 2 dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai 3 peraturan perundang-undangan. 4 Laporan Arus Kas 5 73. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan 6 aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi 7 non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan 8 saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. 9 74. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari 10 penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai 11 berikut: 12 (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara 13 Umum Negara/Daerah. 14 (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 15 Umum Negara/Daerah. 16 Catatan atas Laporan Keuangan 17 75. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau 18 rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan 19 Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi 20 tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan 21 informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam 22 Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan 23 untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas 24 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 25 (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, 26 pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala 27 dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 28 (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; 29 (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan 30 kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi- 31 transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 32 (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi 33 Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka (on the face) 34 laporan keuangan; LAMPIRAN II.01 KK - 20
  • 246. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul 2 sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja 3 dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; dan 4 (f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang 5 wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka (on the face) laporan 6 keuangan. 7 Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan 8 Perubahan Ekuitas 9 76. Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan realisasi pendapatan 10 dan belanja yang disusun berdasarkan basis akrual. Dalam laporan dimaksud, 11 perlu disajikan informasi mengenai pendapatan operasional, belanja berdasarkan 12 klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan surplus atau defisit. 13 77. Laporan lainnya yang diperkenankan adalah Laporan Perubahan 14 Ekuitas, yakni laporan yang menunjukkan kenaikan atau penurunan ekuitas 15 tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 16 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 17 78. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan 18 terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan 19 akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, 20 kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, dan pembiayaan, sebagaimana 21 akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan. 22 Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan 23 keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. 24 79. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau 25 peristiwa untuk diakui yaitu: 26 (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan 27 kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke 28 dalam entitas pelaporan yang bersangkutan; 29 (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat 30 diukur atau dapat diestimasi dengan andal. 31 80. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi 32 kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. LAMPIRAN II.01 KK - 21
  • 247. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Ma s a 2 Depan Terjadi 3 81. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan 4 besar manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat 5 kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan 6 pos atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas 7 pelaporan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan 8 operasional pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus 9 manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh 10 pada saat penyusunan laporan keuangan. 11 Keandalan Pengukuran 12 82. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang 13 akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun 14 ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila 15 pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, 16 maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas 17 Laporan Keuangan. 18 83. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi 19 apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi 20 peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang. 21 Pengakuan Aset 22 84. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 23 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 24 dengan andal. 25 85. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain 26 bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi, 27 pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain, 28 serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan 29 setiap unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak 30 atau instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah 31 untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih 32 rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai 33 penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika LAMPIRAN II.01 KK - 22
  • 248. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin 2 diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan. 3 Pengakuan Kewajiban 4 86. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 5 sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan 6 kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut 7 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 8 87. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada 9 saat kewajiban timbul. 10 Pengakuan Pendapatan 11 88. Pendapatan menurut basis kas diakui pada saat diterima di 12 Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan. Pendapatan 13 menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut. 14 Pengakuan Belanja 15 89. Belanja menurut basis kas diakui pada saat terjadinya 16 pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. 17 Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada 18 saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang 19 mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja menurut basis akrual diakui pada 20 saat timbulnya kewajiban atau pada saat diperoleh manfaat. 21 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 22 90. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui 23 dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos 24 dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat 25 sebesar pengeluaran kas dan setara kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan 26 yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat sebesar nilai 27 nominal. 28 91. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang 29 rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih 30 dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. LAMPIRAN II.01 KK - 23
  • 249. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.02 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (i)
  • 250. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------- 1-7 Tujuan -------------------------------------------------------------------------- 1 Ruang Lingkup --------------------------------------------------------------- 2-4 Basis Akuntansi -------------------------------------------------------------- 5-7 DEFINISI------------------------------------------------------------------------------ 8 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------- 9-12 TANGGUNGJAWAB PELAPORAN KEUANGAN -------------------------- 13 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------- 14-21 STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------- 22-108 Pendahuluan ------------------------------------------------------------------ 22-23 Identifikasi Laporan Keuangan --------------------------------------- 24-28 Periode Pelaporan------------------------------------------------------- 29-30 Tepat Waktu -------------------------------------------------------------- 31 Laporan Realisasi Anggaran ---------------------------------------------- 32-37 Neraca -------------------------------------------------------------------------- 38-81 Neraca ---------------------------------------------------------------------- 38 Klasifikasi ------------------------------------------------------------------ 39-47 Aset Lancar --------------------------------------------------------------- 48-49 Aset Nonlancar ----------------------------------------------------------- 50-60 Pengakuan Aset --------------------------------------------------------- 61-62 Pengukuran Aset -------------------------------------------------------- 63-68 Kewajiban Jangka Pendek -------------------------------------------- 69-71 Kewajiban Jangka Panjang ------------------------------------------- 72-74 Pengakuan Kewajiban -------------------------------------------------- 75-76 Pengukuran Kewajiban------------------------------------------------- 77 Ekuitas Dana ------------------------------------------------------------- 78-81 Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan ------------------------------------- 82-84 Laporan Arus Kas ----------------------------------------------------------- 85-87 Laporan Kinerja Keuangan ------------------------------------------------ 88-94 Laporan Perubahan Ekuitas----------------------------------------------- 95-96 Catatan atas Laporan Keuangan --------------------------------------- 97-106 Struktur --------------------------------------------------------------------- 97-100 Penyajian Kebijakan-Kebijakan Akuntansi ------------------------ 101-105 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya --------------------------- 106 TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------- 107 Lampiran: Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.B : Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (ii)
  • 251. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 01 3 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan 11 keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam 12 rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap 13 anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan 14 umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan 15 bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, 16 standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan 17 keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi 18 laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis kas 19 untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis 20 akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Pengakuan, 21 pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa- 22 peristiwa yang lain, diatur dalam standar akuntansi pemerintahan lainnya. 23 Ruang Lingkup 24 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan 25 disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, 26 transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos 27 aset, kewajiban, dan ekuitas dana.’ 28 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 29 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan 30 pengguna adalah masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa/pengawas, fihak 31 yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, 32 serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan 33 terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen 34 publik lainnya seperti laporan tahunan LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 1
  • 252. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan 2 dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, 3 pemerintah daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk 4 perusahaan negara/daerah. 5 Basis Akuntansi 6 5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 7 pemerintah yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, 8 dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan 9 ekuitas dana. 10 6. Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan 11 akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya 12 basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan 13 pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. 14 7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan 15 menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual tetap 16 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas. 17 DEFINISI 18 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 19 Standar dengan pengertian: 20 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 21 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 22 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 23 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 24 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 25 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 26 Perwakilan Rakyat Daerah. 27 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 28 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 29 Perwakilan Rakyat. 30 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 31 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 32 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 33 Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 34 Bendahara Umum Negara/Daerah. 35 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 36 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 37 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 38 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 2
  • 253. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 2 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 3 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 4 Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan 5 tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam 6 menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya 7 termasuk hak atas kekayaan intelektual. 8 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 9 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau 10 dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 11 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi 12 dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 13 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 14 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 15 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 16 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 17 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 18 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 19 oleh pemerintah. 20 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 21 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 22 tahun anggaran. 23 Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 24 antara aset dan kewajiban pemerintah. 25 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna 26 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 27 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 28 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 29 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 30 wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 31 keuangan. 32 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 33 ekonomik seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga 34 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 35 kepada masyarakat 36 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 37 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 38 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 39 Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan 40 pengeluaran pemerintah daerah. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 3
  • 254. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 2 Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung 3 seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat. 4 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi- 5 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 6 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 7 Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai 8 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 9 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 10 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 11 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 12 pemerintah 13 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 14 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan 15 sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 16 Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di 17 antara dua laporan keuangan tahunan. 18 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 19 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 20 menyajikan laporan keuangan. 21 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 22 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 23 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 24 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 25 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 26 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 27 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 28 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 29 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 30 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum 31 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 32 otorisasi tersebut. 33 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 34 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 35 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 36 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 37 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 38 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 39 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 40 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 41 kembali oleh pemerintah. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 4
  • 255. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan 2 kapasitas dan manfaat dari suatu aset. 3 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan 4 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, 5 dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan 6 dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 7 Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima 8 pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan 9 perundang-undangan. 10 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 11 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 12 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 13 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 14 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 15 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 16 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 17 pada bank yang ditetapkan. 18 Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing 19 ke rupiah pada kurs yang berbeda. 20 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 21 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 22 signifikan. 23 Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 24 lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD 25 selama satu periode pelaporan. 26 Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja 27 selama satu periode pelaporan. 28 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 29 pelaporan. 30 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 31 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 32 bagi hasil. 33 Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan 34 pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang- 35 undangan. 36 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN 37 9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai 38 posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas 39 pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi 40 mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 5
  • 256. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat 2 dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, 3 tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang 4 berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas 5 entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan: 6 a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, 7 dan ekuitas dana pemerintah; 8 b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, 9 kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah; 10 c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber 11 daya ekonomi; 12 d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya; 13 e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai 14 aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; 15 f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai 16 penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; 17 g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan 18 entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. 19 10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan 20 prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi 21 besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, 22 sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan 23 ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi 24 pengguna mengenai: 25 a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan 26 anggaran; dan 27 b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan 28 ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD. 29 11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan 30 menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: 31 a. aset; 32 b. kewajiban; 33 c. ekuitas dana; 34 d. pendapatan; 35 e. belanja; 36 f. transfer; 37 g. pembiayaan; dan 38 h. arus kas. 39 12. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk 40 memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 6
  • 257. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan 2 nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk 3 memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas 4 pelaporan selama satu periode. 5 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN 6 13. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan 7 berada pada pimpinan entitas. 8 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 9 14. Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan 10 keuangan pokok adalah: 11 a) Laporan Realisasi Anggaran; 12 b) Neraca; 13 c) Laporan Arus Kas; dan 14 d) Catatan atas Laporan Keuangan. 15 15. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan 16 oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya 17 disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 18 16. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang 19 ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau sebagai kuasa 20 bendaharawan umum negara/daerah. 21 17. Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya 22 ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus 23 sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan 24 pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan 25 dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang. 26 18. Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam 27 bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan 28 informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan 29 sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran 30 memuat anggaran dan realisasi. 31 19. Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan untuk 32 membantu para pengguna dalam memperkirakan kinerja keuangan entitas dan 33 pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan 34 mengenai alokasi sumber daya ekonomi. Informasi tambahan ini termasuk 35 rincian mengenai output entitas dan outcomes dalam bentuk indikator kinerja 36 keuangan, laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain 37 mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 7
  • 258. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 20. Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas 2 pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis akrual 3 dan Laporan Perubahan Ekuitas. 4 21. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan 5 terhadap anggaran. 6 STRUKTUR DAN ISI 7 Pendahuluan 8 22. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan 9 tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan 10 pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau 11 dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format sebagai 12 lampiran standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai 13 dengan situasi masing-masing. 14 23. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan 15 dalam arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap 16 lembar muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 17 Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi 18 Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. 19 Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian 20 dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan 21 atas Laporan Keuangan. 22 Identifikasi Laporan Keuangan 23 24. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas 24 dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. 25 25. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku 26 untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan 27 dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, 28 penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan 29 menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan 30 merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini. 31 26. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara 32 jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan 33 diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh 34 pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan: 35 a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 36 b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian 37 dari beberapa entitas pelaporan; 38 c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang 39 sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan; LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 8
  • 259. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 d) mata uang pelaporan; dan 2 e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada 3 laporan keuangan. 4 27. Persyaratan dalam paragraf 26 dapat dipenuhi dengan penyajian 5 judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. 6 Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran 7 halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah 8 pengguna dalam memahami laporan keuangan. 9 28. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana 10 informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat 11 diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka 12 diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang. 13 Periode Pelaporan 14 29. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali 15 dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas 16 berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode 17 yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan 18 mengungkapkan informasi berikut: 19 a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, 20 b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti 21 arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 22 30. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah 23 tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun 24 anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting 25 agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode 26 sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh 27 selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, 28 suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi 29 yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan 30 keuangan konsolidasian. 31 32 Tepat Waktu 33 31. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak 34 tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. 35 Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan 36 bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat 37 waktu. Batas waktu penyampaian laporan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan 38 setelah berakhirnya tahun anggaran. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 9
  • 260. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Realisasi Anggaran 2 32. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan 3 keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap 4 APBN/APBD. 5 33. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi 6 dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 7 pusat/daerah dalam satu periode pelaporan 8 34. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya 9 unsur-unsur sebagai berikut: 10 a) pendapatan; 11 b) belanja; 12 c) transfer; 13 d) surplus/defisit; 14 e) pembiayaan; 15 f) sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. 16 35. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan 17 antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. 18 36. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan 19 atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang 20 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 21 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 22 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 23 dianggap perlu untuk dijelaskan. 24 37. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian 25 Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait. 26 Neraca 27 38. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 28 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 29 Klasifikasi 30 39. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam 31 aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi 32 kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. 33 40. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan 34 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima 35 atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 36 dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam 37 waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. 38 41. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang 39 yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 10
  • 261. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk 2 memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam 3 periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka 4 panjang. 5 42. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban 6 keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas 7 pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan 8 kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui 9 apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban 10 diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 11 43. Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut: 12 a) kas dan setara kas; 13 b) investasi jangka pendek; 14 c) piutang pajak dan bukan pajak; 15 d) persediaan; 16 e) investasi jangka panjang; 17 f) aset tetap; 18 g) kewajiban jangka pendek; 19 h) kewajiban jangka panjang; 20 i) ekuitas dana. 21 44. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 43 disajikan 22 dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika 23 penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan 24 suatu entitas pelaporan. 25 45. Contoh format Neraca disajikan dalam Lampiran III.A dan III.B 26 Standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi dan bukan merupakan bagian 27 dari standar. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan standar 28 untuk membantu dalam pelaporan keuangan. 29 46. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah 30 didasarkan pada faktor-faktor berikut ini: 31 a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset; 32 b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan; 33 c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban. 34 47. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang- 35 kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, 36 sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok 37 lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan. 38 Aset Lancar 39 48. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika: LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 11
  • 262. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk 2 dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau 3 b) berupa kas dan setara kas. 4 Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan 5 sebagai aset nonlancar. 6 49. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 7 piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito 8 berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan, surat berharga yang mudah 9 diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, 10 penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan 11 diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 12 Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk 13 digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis 14 pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti 15 komponen bekas. 16 Aset Nonlancar 17 50. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang 18 dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak 19 langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat 20 umum. 21 51. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka 22 panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah 23 pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca. 24 52. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan 25 untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka 26 panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. 27 53. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang 28 dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 29 54. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang 30 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 31 55. Investasi nonpermanen terdiri dari: 32 a) Pembelian Surat Utang Negara; 33 b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 34 kepada fihak ketiga; dan 35 c) Investasi nonpermanen lainnya 36 56. Investasi permanen terdiri dari: 37 a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan 38 daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan 39 internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara. 40 b) Investasi permanen lainnya. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 12
  • 263. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 57. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa 2 manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan 3 pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 4 58. Aset tetap terdiri dari: 5 a) Tanah; 6 b) Peralatan dan mesin; 7 c) Gedung dan bangunan; 8 d) Jalan, irigasi, dan jaringan; 9 e) Aset tetap lainnya; dan 10 f) Konstruksi dalam pengerjaan. 11 59. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk 12 menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak 13 dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut 14 tujuan pembentukannya. 15 60. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 16 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan 17 angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan aset 18 kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan). 19 Pengakuan Aset 20 61. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 21 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat 22 diukur dengan andal. 23 62. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau 24 kepenguasaannya berpindah. 25 Pengukuran Aset 26 63. Pengukuran aset adalah sebagai berikut: 27 a) Kas dicatat sebesar nilai nominal; 28 b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan; 29 c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal; 30 d) Persediaan dicatat sebesar: 31 (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 32 (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 33 (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 34 donasi/rampasan. 35 64. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan 36 termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh 37 kepemilikan yang sah atas investasi tersebut; LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 13
  • 264. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 65. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian 2 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 3 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 4 66. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 5 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 6 67. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 7 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 8 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 9 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 10 pembangunan aset tetap tersebut. 11 68. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan 12 dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing 13 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 14 Kewajiban Jangka Pendek 15 69. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 16 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 17 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 18 kewajiban jangka panjang. 19 70. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 20 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 21 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 22 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 23 71. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 24 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 25 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak 26 ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 27 Kewajiban Jangka Panjang 28 72. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 29 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk 30 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 31 jika: 32 a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 33 bulan; 34 b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut 35 atas dasar jangka panjang; dan 36 c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan 37 kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap 38 pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui. 39 Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek 40 sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 14
  • 265. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 2 Keuangan. 3 73. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 4 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 5 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 6 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 7 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 8 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 9 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 10 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 11 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 12 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 13 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 14 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 15 74. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 16 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 17 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 18 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 19 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 20 a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 21 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 22 b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) 23 bulan setelah tanggal pelaporan. 24 Pengakuan Kewajiban 25 75. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 26 sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk 27 menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas 28 kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur 29 dengan andal. 30 76. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau 31 pada saat kewajiban timbul. 32 Pengukuran Kewajiban 33 77. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 34 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 35 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 36 tanggal neraca. 37 Ekuitas Dana 38 78. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan secara terpisah 39 dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan: LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 15
  • 266. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 a) Ekuitas Dana Lancar, termasuk sisa lebih pembiayaan anggaran /saldo 2 anggaran lebih; 3 b) Ekuitas Dana Investasi; 4 c) Ekuitas Dana Cadangan. 5 79. Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan 6 kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar antara lain sisa lebih pembiayaan 7 anggaran, cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus 8 disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. 9 80. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang 10 tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi 11 dengan kewajiban jangka panjang. 12 81. Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang 13 dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang- 14 undangan. 15 Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas 16 Laporan Keuangan 17 82. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca 18 maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos 19 yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi 20 entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut, 21 bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya. 22 83. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di 23 Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar 24 Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor- 25 faktor yang disebutkan dalam paragraf 84 dapat digunakan dalam menentukan 26 dasar bagi subklasifikasi. 27 84. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya: 28 (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak 29 terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut 30 sumbernya; 31 (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur 32 akuntansi untuk persediaan; 33 (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar 34 yang mengatur tentang aset tetap; 35 (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya; 36 (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya; 37 (f) komponen ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar, 38 ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan; LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 16
  • 267. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (g) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan 2 negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat 3 pengendalian dan metode penilaian. 4 Laporan Arus Kas 5 85. Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, 6 penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, 7 dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 8 86. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan 9 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan 10 nonanggaran. 11 87. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang 12 berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi 13 Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas. 14 Laporan Kinerja Keuangan 15 88. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan laporan berbasis 16 akrual sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka laporan keuangan 17 pokok dilengkapi dengan Laporan Kinerja Keuangan. Laporan Kinerja 18 Keuangan sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos sebagai berikut: 19 a) Pendapatan dari kegiatan operasional; 20 b) Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi; 21 c) Surplus atau defisit. 22 Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam Laporan Kinerja 23 Keuangan jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk 24 menyajikan dengan wajar kinerja keuangan suatu entitas pelaporan. 25 89. Dalam hubungannya dengan Laporan Kinerja Keuangan, kegiatan 26 operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi 27 atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 28 90. Penambahan pos-pos pada Laporan Kinerja Keuangan dan 29 deskripsi yang digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila 30 diperlukan untuk menjelaskan kinerja. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan 31 meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan dan beban. 32 91. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut suatu 33 klasifikasi beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi 34 (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban 35 transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan 36 pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk 37 diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi 38 beban operasional pada berbagai fungsi. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 17
  • 268. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 92. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut 2 klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang 3 dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan 4 bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau 5 dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer 6 dan atas dasar pertimbangan tertentu. 7 93. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut 8 klasifikasi fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut 9 klasifikasi ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan 10 tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman. 11 94. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi 12 tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat 13 organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin, 14 baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas pelaporan 15 bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang 16 berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini memperbolehkan 17 entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan 18 unsur kinerja secara layak. 19 Laporan Perubahan Ekuitas 20 95. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Perubahan 21 Ekuitas sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka menyajikan 22 sekurang-kurangnya pos-pos: 23 a) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran; 24 b) Setiap pos pendapatan dan belanja beserta totalnya seperti 25 diisyaratkan dalam standar-standar lainnya, yang diakui secara 26 langsung dalam ekuitas; 27 c) Efek kumulatif atas perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi 28 kesalahan yang mendasar diatur dalam suatu standar terpisah. 29 96. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan dalam 30 lembar muka laporan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan : 31 a) Saldo ekuitas pada awal periode dan pada tanggal pelaporan, serta 32 perubahannya selama periode berjalan. 33 b) Apabila komponen ekuitas diungkapkan secara terpisah, rekonsiliasi 34 antara nilai tiap komponen ekuitas dana pada awal dan akhir periode 35 mengungkapkan masing-masing perubahannya secara terpisah. 36 Catatan atas Laporan Keuangan 37 Struktur 38 97. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 39 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 18
  • 269. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Keuangan sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai 2 berikut: 3 a) informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, 4 pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala 5 dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 6 b) ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; 7 c) informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan- 8 kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi- 9 transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 10 d) pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 11 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 12 laporan keuangan; 13 e) pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang 14 timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan 15 dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; 16 f) informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, 17 yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 18 g) daftar dan skedul. 19 98. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. 20 Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus 21 Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam 22 Catatan atas Laporan Keuangan. 23 99. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau 24 daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam 25 Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk 26 pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi 27 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan 28 serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk 29 penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi 30 dan komitmen-komitmen lainnya. 31 100. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah 32 susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 33 Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan 34 dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga. 35 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi 36 101. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 37 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 38 (a) basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 39 keuangan; LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 19
  • 270. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 2 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi 3 Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan 4 (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 5 laporan keuangan. 6 102. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 7 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 8 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 9 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 10 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 11 basis pengukuran tersebut. 12 103. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu 13 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan 14 tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 15 tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu 16 dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal 17 sebagai berikut: 18 (a) Pengakuan pendapatan; 19 (b) Pengakuan belanja; 20 (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 21 (d) Investasi; 22 (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 23 berwujud; 24 (f) Kontrak-kontrak konstruksi; 25 (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 26 (h) Kemitraan dengan fihak ketiga; 27 (i) Biaya penelitian dan pengembangan; 28 (j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 29 (k) Dana cadangan; 30 (l) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 31 104. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan- 32 kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 33 Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 34 pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal 35 revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih 36 kurs. 37 105. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos- 38 pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain 39 itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang 40 tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 20
  • 271. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 2 106. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini 3 apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan 4 keuangan, yaitu: 5 i. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana 6 entitas tersebut beroperasi; 7 ii. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 8 iii. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 9 operasionalnya. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 107. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 21
  • 272. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Ilustrasi PSAP 01.A Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat NERACA PEMERINTAH PUSAT PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 ASET 2 ASET LANCAR 3 Kas di Bank Indonesia xxx xxx 4 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx 5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 8 Piutang Pajak xxx xxx 9 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx 10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 13 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 14 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 15 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 16 Piutang Lainnya xxx xxx 17 Persediaan xxx xxx 18 Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17) xxx xxx 19 INVESTASI JANGKA PANJANG 20 Investasi Nonpermanen 21 Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 22 Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 23 Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 24 Dana Bergulir xxx xxx 25 Investasi dalam Obligasi xxx xxx 26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 27 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 28 Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 27) xxx xxx 29 Investasi Permanen 30 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx 31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx 33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx 34 ASET TETAP 35 Tanah xxx xxx 36 Peralatan dan Mesin xxx xxx 37 Gedung dan Bangunan xxx xxx 38 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 39 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 40 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx 41 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 42 Jumlah Aset Tetap (35 s/d 41) xxx xxx
  • 273. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NERACA PEMERINTAH PUSAT PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 43 ASET LAINNYA 44 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 45 Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 46 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 47 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 48 Aset Tak Berwujud xxx xxx 49 Aset Lain-Lain xxx xxx 50 Jumlah Aset Lainnya (44 s/d 49) xxx xxx 51 JUMLAH ASET (18+33+42+50) xxxx xxxx 52 53 KEWAJIBAN 54 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 55 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) xxx xxx 56 Utang Bunga xxx xxx 57 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 58 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 59 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (55 s/d 58) xxx xxx 60 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 61 Utang Luar Negeri xxx xxx 62 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 63 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 64 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 65 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (61 s/d 64) xxx xxx 66 JUMLAH KEWAJIBAN (59+65) xxx xxx 67 68 EKUITAS DANA 69 EKUITAS DANA LANCAR 70 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx 71 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx 72 Cadangan Piutang xxx xxx 73 Cadangan Persediaan C d P di xxx xxx 74 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka (xxx) (xxx) 75 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (70 s/d 74) xxx xxx 76 EKUITAS DANA INVESTASI 77 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx 78 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx 79 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx 80 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka (xxx) (xxx) 81 P j Jumlah Ekuitas Dana Investasi (77 s/d 80) xxx xxx 82 JUMLAH EKUITAS DANA (75+81) xxx xxx 83 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (66+82) xxxx xxxx
  • 274. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Ilustrasi PSAP 01.B Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota NERACA PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 ASET 2 ASET LANCAR 3 Kas di Kas Daerah xxx xxx 4 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 5 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 6 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 7 Piutang Pajak xxx xxx 8 Piutang Retribusi xxx xxx 9 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx 12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 13 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 14 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 15 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 16 Piutang Lainnya xxx xxx 17 Persediaan xxx xxx 18 Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17) xxx xxx 19 INVESTASI JANGKA PANJANG 20 Investasi Nonpermanen 21 Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xxx xxx 22 Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 23 Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 24 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx 25 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 26 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 27 Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 26) xxx xxx 28 Investasi Permanen 29 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx 30 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 31 Jumlah Investasi Permanen (29 s/d 30) xxx xxx 32 Jumlah Investasi Jangka Panjang (27 + 31) xxx xxx 33 ASET TETAP 34 Tanah xxx xxx 35 Peralatan dan Mesin xxx xxx 36 Gedung dan Bangunan xxx xxx 37 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 38 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 39 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx 40 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 41 Jumlah Aset Tetap (34 s/d 40) xxx xxx 42 DANA CADANGAN 43 Dana Cadangan xxx xxx 44 Jumlah Dana Cadangan (43) xxx xxx
  • 275. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 45 ASET LAINNYA 46 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 47 Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 50 Aset Tak Berwujud xxx xxx 51 Aset Lain-Lain xxx xxx 52 Jumlah Aset Lainnya (46 s/d 51) xxx xxx 53 JUMLAH ASET (18+32+41+44+52) xxxx xxxx 54 55 KEWAJIBAN 56 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 57 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) xxx xxx 58 Utang Bunga xxx xxx 59 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx 60 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 61 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx 62 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank xxx xxx 63 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 65 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 66 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (57 s/d 65) xxx xxx 67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 68 Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx 69 Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 70 Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx 71 Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank xxx xxx 72 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 73 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 74 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 73) xxx xxx 75 JUMLAH KEWAJIBAN (66+74) xxx xxx 76 EKUITAS DANA 77 EKUITAS DANA LANCAR 78 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx 79 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx 80 Cadangan Piutang xxx xxx 81 Cadangan Persediaan xxx xxx 82 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek (xxx) (xxx) 83 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (78 s/d 82) xxx xxx 84 EKUITAS DANA INVESTASI 85 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx 86 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx 87 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx 88 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang (xxx) (xxx) 89 Jumlah Ekuitas Dana Investasi (85 s/d 88) xxx xxx 90 EKUITAS DANA CADANGAN 91 Diinvestasikan dalam Dana Cadangan xxx xxx 92 Jumlah Ekuitas Dana Cadangan (91) xxx xxx 93 JUMLAH EKUITAS DANA (83+89+92) xxx xxx JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (75+93) 94 xxxx xxxx
  • 276. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.03 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 20102005 TANGGAL 22 OKTOBER 201005 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (i)
  • 277. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1-5 Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------- 1-2 Ruang Lingkup ----------------------------------------------------------------------- 3-5 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN ---------------------------- 6-7 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------- I8 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------- 9-10 PERIODE PELAPORAN--------------------------------------------------------------- 11 TEPAT WAKTU -------------------------------------------------------------------------- 12 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------- 13-16 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------------- 17-18 AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------ 19-21 AKUNTANSI PENDAPATAN -------------------------------------------------------- 22-30 AKUNTANSI BELANJA --------------------------------------------------------------- 31-46 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT --------------------------------------------------- 47-49 AKUNTANSI PEMBIAYAAN --------------------------------------------------------- 50 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN ------------------------------------ 51-54 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN --------------------------------- 55-57 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------ 58-59 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN ------- 60-61 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------- 62 TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN PEMBIAYAAN BERBENTUK BARANG DAN JASA ----------------------------------------------- 63 TANGGAL EFEKTIF-------------------------------------------------------------------- 64 Lampiran: Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.A : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (ii)
  • 278. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.B : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.C : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/ Kota LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (iii)
  • 279. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 02 3 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan 11 dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam 12 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan 13 perundang-undangan. 14 2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan 15 informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. 16 Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat 17 ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif 18 sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 19 Ruang Lingkup 20 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 21 Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan 22 akuntansi berbasis kas. 23 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas 24 pelaporan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang 25 memperoleh anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk 26 perusahaan negara/daerah . 27 5. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan 28 menyajikan laporan keuangan berbasis akrual, tetap menyusun Laporan 29 Realisasi Anggaran yang berbasis kas. 30 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN 31 6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai 32 realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 1
  • 280. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan 2 anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam 3 mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, 4 akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan: 5 (a) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan 6 sumber daya ekonomi; 7 (b) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh 8 yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi 9 dan efektivitas penggunaan anggaran. 10 7. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna 11 dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai 12 kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara 13 menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat 14 menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi 15 perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi: 16 (a) telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat; 17 (b) telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan 18 (c) telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 19 DEFINISI 20 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 21 Pernyataan Standar dengan pengertian: 22 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 23 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 24 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 25 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 26 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 27 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 28 Perwakilan Rakyat Daerah. 29 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 30 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 31 Perwakilan Rakyat. 32 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 33 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 34 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 35 Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan 36 secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit 37 organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah 38 dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 39 Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 2
  • 281. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 2 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 3 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 4 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 5 oleh pemerintah. 6 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 7 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dibebankan dalam 8 satu tahun anggaran. 9 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 10 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 11 wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 12 keuangan. 13 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 14 Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan 15 pengeluaran Pemerintah Daerah. 16 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 17 Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung 18 seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Pusat. 19 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi- 20 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 21 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 22 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 23 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 24 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 25 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 26 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 27 otorisasi tersebut. 28 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 29 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 30 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 31 kembali oleh pemerintah. 32 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 33 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 34 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 35 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 36 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 37 Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 38 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 3
  • 282. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 2 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 3 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 4 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 5 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 6 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 7 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 8 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 9 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 10 pada bank yang ditetapkan. 11 Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja 12 selama satu periode pelaporan. 13 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 14 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 15 bagi hasil. 16 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN 17 9. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi 18 pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang 19 masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 20 10. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan 21 secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu, 22 informasi berikut: 23 (a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 24 (b) cakupan entitas pelaporan; 25 (c) periode yang dicakup; 26 (d) mata uang pelaporan; dan 27 (e) satuan angka yang digunakan. 28 PERIODE PELAPORAN 29 11. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya 30 sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas 31 berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu 32 periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas 33 mengungkapkan informasi sebagai berikut: 34 (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 35 (b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi 36 Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 4
  • 283. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TEPAT WAKTU 2 12. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan 3 tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas 4 operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan 5 entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas 6 pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6 7 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. 8 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN 9 13. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga 10 menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan 11 pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi 12 Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, 13 dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan 14 lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang 15 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 16 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 17 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 18 dianggap perlu untuk dijelaskan. 19 14. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup 20 pos-pos sebagai berikut: 21 (a) Pendapatan 22 (b) Belanja 23 (c) Transfer 24 (d) Surplus atau defisit 25 (e) Penerimaan pembiayaan 26 (f) Pengeluaran pembiayaan 27 (g) Pembiayaan neto; dan 28 (h) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA) 29 15. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan 30 Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 31 Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk 32 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar. 33 16. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam 34 lampiran IV.A-C standar ini. Lampiran merupakan ilustrasi dan bukan merupakan 35 bagian dari standar. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan 36 standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 5
  • 284. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 2 REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN 3 ATAS LAPORAN KEUANGAN 4 17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut 5 jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih 6 lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 7 18. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut 8 jenis belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja 9 menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di 10 Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi 11 disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 12 AKUNTANSI ANGGARAN 13 19. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan 14 pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan 15 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. 16 20. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur 17 anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. 18 Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi 19 alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang 20 dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan 21 terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 22 21. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran 23 disahkan dan anggaran dialokasikan. 24 AKUNTANSI PENDAPATAN 25 22. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas 26 Umum Negara/Daerah. 27 23. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 28 24. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas 29 pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah 30 pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. 31 25. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, 32 yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah 33 netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 6
  • 285. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 2 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 3 layanan umum. 4 27. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) 5 atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada 6 periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. 7 28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non- 8 recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode 9 penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada 10 periode yang sama. 11 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non- 12 recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode 13 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada 14 periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. 15 30. Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi kebutuhan 16 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan 17 pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah. 18 AKUNTANSI BELANJA 19 31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari 20 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 21 32. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran 22 pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran 23 tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 24 33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan 25 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 26 layanan umum. 27 34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis 28 belanja), organisasi, dan fungsi. 29 35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang 30 didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi 31 ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja 32 modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi 33 ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi terdiri dari belanja pegawai, belanja 34 barang , belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak 35 terduga. 36 36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan 37 sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. 38 Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, 39 subsidi, hibah, bantuan sosial. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 7
  • 286. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset 2 tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 3 Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung 4 dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud. 5 38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk 6 kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti 7 penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga 8 lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan 9 pemerintah pusat/daerah. 10 39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah 11 sebagai berikut: 12 Belanja Operasi: 13 - Belanja Pegawai xxx 14 - Belanja Barang xxx 15 - Bunga xxx 16 - Subsidi xxx 17 - Hibah xxx 18 - Bantuan Sosial xxx 19 20 Belanja Modal: 21 - Belanja Aset Tetap xxx 22 - Belanja Aset Lainnya xxx 23 Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx 24 40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas 25 pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan 26 oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. 27 41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit 28 organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di 29 lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian 30 negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut 31 organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan 32 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah 33 provinsi/kabupaten /kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan 34 lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. 35 42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada 36 fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan 37 kepada masyarakat. 38 43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut: LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 8
  • 287. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Belanja : 2 - Pelayanan Umum xxx 3 - Pertahanan xxx 4 - Ketertiban dan Keamanan xxx 5 - Ekonomi xxx 6 - Perlindungan Lingkungan Hidup xxx 7 - Perumahan dan Permukiman xxx 8 - Kesehatan xxx 9 - Pariwisata dan Budaya xxx 10 - Agama xxx 11 - Pendidikan xxx 12 - Perlindungan sosial xxx 13 14 15 44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan 16 klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran. 17 45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali 18 belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai 19 pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode 20 berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan 21 lain-lain. 22 46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan 23 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk 24 keperluan pengendalian bagi manajemen dengan cara yang memungkinkan 25 pengukuran kegiatan belanja tersebut. 26 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT 27 47. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja 28 selama satu periode pelaporan. 29 48. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja 30 selama satu periode pelaporan. 31 49. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama 32 satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 9
  • 288. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN 2 50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan 3 pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau 4 akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama 5 dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. 6 Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil 7 divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk 8 pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, 9 dan penyertaan modal oleh pemerintah. 10 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN 11 51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening 12 Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, 13 penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, 14 penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan 15 investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. 16 52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada 17 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 18 53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan 19 azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak 20 mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran) 21 54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang 22 bersangkutan. 23 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN 24 55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening 25 Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, 26 penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam 27 periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. 28 56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari 29 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 30 57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang 31 bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di 32 pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut 33 dicatat sebagai pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 10
  • 289. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO 2 58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan 3 setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran 4 tertentu. 5 59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran 6 pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan 7 Neto. 8 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN 9 ANGGARAN (SILPA/SIKPA) 10 60. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih 11 lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode 12 pelaporan. 13 61. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan 14 pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos 15 SiLPA/SiKPA. 16 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 17 62. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam 18 mata uang rupiah dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut 19 menurut kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 20 TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN 21 PEMBIAYAAN BERBENTUK BARANG DAN JASA 22 63. Transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam 23 bentuk barang dan jasa harus dilaporkan dalam Laporan Realisasi 24 Anggaran dengan cara menaksir nilai barang dan jasa tersebut pada 25 tanggal transaksi. Di samping itu, transaksi semacam ini juga harus 26 diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan 27 sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai 28 bentuk dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diterima. Contoh 29 transaksi berwujud barang dan jasa adalah hibah dalam wujud barang, 30 barang rampasan, dan jasa konsultansi. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 11
  • 290. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TANGGAL EFEKTIF 2 64. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 3 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 4 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 12
  • 291. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.A Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi (%) Realisasi 20X0 NO. URAIAN 20X1 20X1 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx 6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx 7 Pendapatan Cukai xxx xxx xx xxx 8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xx xxx 9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xx xxx 10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 11 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10) xxx xxx xx xxx 12 13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx 16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xx xxx 18 19 PENDAPATAN HIBAH 20 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 21 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20) xxx xxx xx xxx 22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx 23 24 BELANJA 25 BELANJA OPERASI 26 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 27 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 28 Bunga xxx xxx xx xxx 29 Subsidi xxx xxx xx xxx 30 Hibah xxx xxx xx xxx 31 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 32 Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx 33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32) xxx xxx xx xxx 34 35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx 36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx 43 JUMLAH BELANJA (33 + 42) xxx xxx xx xxx 44 45 TRANSFER 46 DANA PERIMBANGAN 47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50) xxx xxx xx xxx 52 53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada) 54 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 55 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55) xxx xxx xx xxx 57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56) xxx xxx xx xxx 58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57) xxx xxx xx xxx 59 60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58) xxx xxx xx xxx
  • 292. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi (%) Realisasi 20X0 NO. URAIAN 20X1 20X1 61 PEMBIAYAAN 62 PENERIMAAN 63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 64 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx 69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70) xxx xxx xx xxx 72 73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI 74 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 76 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75) xxx xxx xx xxx 77 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76) xxx xxx xx xxx 78 79 PENGELUARAN 80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx 85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86) xxx xxx xx xxx 88 89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx 90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91) xxx xxx xx xxx 93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92) xxx xxx xx xxx 94 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93) xxx xxx xx xxx 95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (60 + 94) xxx xxx xx xxx
  • 293. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.B Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi NO. URAIAN (%) 20X1 20X1 20X0 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 8 9 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12) xxxx xxxx xx xxxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 21 Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx 22 23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 27 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx 28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx 29 BELANJA 30 BELANJA OPERASI 31 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 32 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 33 Bunga xxx xxx xx xxx 34 Subsidi xxx xxx xx xxx 35 Hibah xxx xxx xx xxx 36 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 37 Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36) xxxx xxxx xx xxxx 38 39 BELANJA MODAL 40 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 41 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 42 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 44 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 45 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 46 Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45) xxxx xxxx xx xxxx 47 48 BELANJA TAK TERDUGA 49 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 50 Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49) xxx xxxx xx xxxx 51 Jumlah Belanja (37 + 46 + 50) xxx xxxx xx xxxx 52 53 TRANSFER 54 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA 55 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 56 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 57 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 58 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxx xxxx xx xxxx 59 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58) xxx xxxx xx xxxx 60 61 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59) xxx xxx xxx xxx
  • 294. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi NO. URAIAN (%) 20X1 20X1 20X0 62 63 PEMBIAYAAN 64 65 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 66 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 67 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 68 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 69 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 70 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 71 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 72 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 73 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 74 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 76 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 77 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 78 Jumlah Penerimaan (66 s/d 77) xxxx xxxx xx xxxx 79 80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 81 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 85 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 86 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 87 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91) xxx xxx xx xxx 93 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92) xxxx xxxx xx xxxx 94 95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
  • 295. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.C Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi NO. URAIAN (%) 20X1 20X1 20X0 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 8 9 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 21 22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xx xxx 25 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx 26 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxxx xxxx xx xxxx 27 28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 29 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31) xxx xxx xx xxx 33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxxx xxxx xx xxxx 34 35 BELANJA 36 BELANJA OPERASI 37 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 38 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 39 Bunga xxx xxx xx xxx 40 Subsidi xxx xxx xx xxx 41 Hibah xxx xxx xx xxx 42 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx 44 45 BELANJA MODAL 46 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 47 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 48 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 50 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 51 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xxxx xxxx xx xxxx 53 54 BELANJA TAK TERDUGA 55 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xxx xxxx xx xxxx 57 JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx
  • 296. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Anggaran Realisasi Realisasi NO. URAIAN (%) 20X1 20X1 20X0 58 59 TRANSFER 60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA 61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx 63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 64 JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63) xxx xxxx xx xxxx 65 66 SURPLUS/DEFISIT (33 - 64) xxx xxx xxx xxx 67 68 PEMBIAYAAN 69 70 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 71 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 72 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 73 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 74 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 75 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 76 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 77 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 78 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 79 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 80 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 83 Jumlah Penerimaan (71 s/d 82) xxxx xxxx xx xxxx 84 85 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 86 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 87 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 88 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 91 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 92 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 93 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 88 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 90 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 91 Jumlah Pengeluaran (86 s/d 90) xxx xxx xx xxx 92 PEMBIAYAAN NETO (83 - 91) xxxx xxxx xx xxxx 93 94 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (66 + 92) xxxx xxxx xx xxxx
  • 297. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.04 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (i)
  • 298. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1-10 Tujuan -------------------------------------------------------------------------------------- 1- 2 Ruang Lingkup---------------------------------------------------------------------------- 3-4 Manfaat Informasi Arus Kas ----------------------------------------------------------- 5-7 Definisi -------------------------------------------------------------------------------------- 8 Kas dan Setara Kas --------------------------------------------------------------------- 9-10 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS ----------------------------------------------- 11-13 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS----------------------------------------------- 14-31 Aktivitas Operasi ------------------------------------------------------------------------- 18-22 Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan ---------------------------------------------- 23-25 Aktivitas Pembiayaan ------------------------------------------------------------------- 26-28 Aktivitas Nonanggaran------------------------------------------------------------------ 29-31 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI, INVESTASI ASET NONKEUANGAN, PEMBIAYAAN, DAN NONANGGARAN ----------------------------------------------------------------------- 32-34 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH ----------- 35 ARUS KAS MATA UANG ASING --------------------------------------------------- 36-38 BUNGA DAN BAGIAN LABA -------------------------------------------------------- 39-42 INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH DAN KEMITRAAN ---------------------------------------------------------------------- 43-45 PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN NEGARA/ DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA --------------------------------------- 46-49 TRANSAKSI BUKAN KAS ----------------------------------------------------------- 50-51 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ------------------------------------------- 52 PENGUNGKAPAN LAINNYA -------------------------------------------------------- 53-55 TANGGAL EFEKTIF-------------------------------------------------------------------- 56 Lampiran : Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (ii)
  • 299. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NO. 03 2 LAPORAN ARUS KAS 3 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 4 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 5 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 6 Akuntansi Pemerintahan. 7 PENDAHULUAN 8 Tujuan 9 1. Tujuan Pernyataan Standar laporan arus kas adalah mengatur 10 penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai 11 perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan 12 mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset 13 nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran selama satu periode akuntansi. 14 2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi 15 mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu 16 periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 17 Informasi ini disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan. 18 Ruang Lingkup 19 3. Pemerintah pusat dan daerah menyusun laporan arus kas 20 sesuai dengan standar ini dan menyajikan laporan tersebut sebagai salah 21 satu komponen laporan keuangan pokok untuk setiap periode penyajian 22 laporan keuangan. 23 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus 24 kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan 25 pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut 26 peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi 27 dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan 28 negara/daerah yang diatur tersendiri dalam Standar Akuntansi Keuangan 29 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 30 Manfaat Informasi Arus Kas 31 5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di 32 masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran 33 arus kas yang telah dibuat sebelumnya. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 1
  • 300. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas 2 masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. 3 7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus 4 kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam 5 mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan 6 dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas). 7 Definisi 8 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 9 Pernyataan Standar dengan pengertian : 10 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh 11 pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik 13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 17 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 18 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 19 pembiayaan yang diukur dalam satuan uang yang disusun menurut 20 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 21 Apropriasi adalah anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 22 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 23 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 24 Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 25 Bendahara Umum Negara/Daerah. 26 Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 27 ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode 28 akuntansi. 29 Aktivitas investasi aset nonkeuangan adalah aktivitas penerimaan dan 30 pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap 31 dan aset nonkeuangan lainnya. 32 Aktivitas pembiayaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar 33 kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang 34 mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi investasi jangka 35 panjang, piutang jangka panjang, dan utang pemerintah sehubungan 36 dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran. 37 Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas 38 yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan 39 pembiayaan pemerintah. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 2
  • 301. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 2 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 3 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 4 oleh pemerintah. 5 Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 6 yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam 7 satu tahun anggaran. 8 Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 9 antara aset dan kewajiban pemerintah. 10 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 11 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 12 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 13 keuangan. 14 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 15 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 16 pemerintah. 17 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 18 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 19 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 20 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 21 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 22 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 23 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 24 seluruh penerimaan negara dan seluruh pengeluaran negara. 25 Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai 26 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 27 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 28 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 29 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 30 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 31 menyajikan laporan keuangan. 32 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 33 berdasarkan harga perolehan. 34 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 35 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 36 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 37 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 38 sesudah perolehan awal investasi. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 3
  • 302. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 2 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 3 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 4 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 5 otorisasi tersebut. 6 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 7 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 8 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 9 kembali oleh pemerintah. 10 Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 11 Negara/Daerah. 12 Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 13 Umum Negara/Daerah. 14 Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas 15 pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran. 16 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 17 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 18 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 19 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 20 signifikan. 21 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 22 pelaporan. 23 Transfer masuk adalah penerimaan uang dari suatu entitas pelaporan lain 24 termasuk penerimaan dari dana perimbangan dan dana bagi hasil. 25 Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 26 kepada entitas pelaporan lainnya termasuk pengeluaran untuk dana 27 perimbangan dan dana bagi hasil. 28 Kas dan Setara Kas 29 9. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas 30 jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara 31 kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam 32 jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. 33 Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud 34 mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal 35 perolehannya. 36 10. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan 37 dalam laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari 38 manajemen kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi aset 39 nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 4
  • 303. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS 2 11. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari 3 satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan 4 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 5 berupa laporan keuangan yang terdiri dari: 6 (a) Pemerintah pusat; 7 (b) Pemerintah daerah; dan 8 (c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau 9 organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan 10 satuan organisasi dimaksud wajib membuat laporan arus kas. 11 12. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan 12 laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi 13 perbendaharaan 14 13. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah 15 unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau 16 kuasa bendaharawan umum negara/daerah. 17 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS 18 14. Laporan arus kas menyajikan informasi penerimaan dan 19 pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan 20 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan 21 nonanggaran. 22 15. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi aset 23 nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran memberikan informasi yang 24 memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas 25 tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga 26 dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi 27 aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. 28 16. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari 29 beberapa aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari 30 pelunasan pokok utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan 31 diklasifikasikan ke dalam aktivitas pembiayaan sedangkan pembayaran bunga 32 utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi. 33 17. Contoh format laporan arus kas disajikan dalam Lampiran V.A-C 34 standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi untuk membantu pemahaman 35 dan bukan bagian dari standar. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 5
  • 304. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Aktivitas Operasi 2 18. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang 3 menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang 4 cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang 5 tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. 6 19. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: 7 (a) Penerimaan Perpajakan; 8 (b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); 9 (c) Penerimaan Hibah; 10 (d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi 11 Lainnya; dan 12 (e) Transfer masuk. 13 20. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk 14 pengeluaran: 15 (a) Belanja Pegawai; 16 (b) Belanja Barang; 17 (c) Bunga; 18 (d) Subsidi; 19 (e) Hibah; 20 (f) Bantuan Sosial; 21 (g) Belanja Lain-lain/Tak Terduga; dan 22 (h) Transfer keluar. 23 21. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang 24 sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka 25 perolehan dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai 26 aktivitas operasi. 27 22. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan 28 suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal 29 kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, 30 maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas 31 operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 32 Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 33 23. Arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan mencerminkan 34 penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 6
  • 305. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung 2 pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang. 3 24. Arus masuk kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri 4 dari: 5 (a) Penjualan Aset Tetap; 6 (b) Penjualan Aset Lainnya. 7 25. Arus keluar kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri 8 dari: 9 (a) Perolehan Aset Tetap; 10 (b) Perolehan Aset Lainnya. 11 Aktivitas Pembiayaan 12 26. Arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan penerimaan 13 dan pengeluaran kas bruto sehubungan dengan pendanaan defisit atau 14 penggunaan surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak 15 lain terhadap arus kas pemerintah dan klaim pemerintah terhadap pihak lain di 16 masa yang akan datang. 17 27. Arus masuk kas dari aktivitas pembiayaan antara lain: 18 (a) Penerimaan Pinjaman; 19 (b) Penerimaan Hasil Penjualan Surat Utang Negara; 20 (c) Penerimaan dari Divestasi; 21 (d) Penerimaan Kembali Pinjaman; 22 (e) Pencairan Dana Cadangan. 23 28. Arus keluar kas dari aktivitas pembiayaan antara lain: 24 (a) Penyertaan Modal Pemerintah; 25 (b) Pembayaran Pokok Pinjaman; 26 (c) Pemberian Pinjaman Jangka Panjang; dan 27 (d) Pembentukan Dana Cadangan. 28 Aktivitas Nonanggaran 29 29. Arus kas dari aktivitas nonanggaran mencerminkan penerimaan 30 dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, 31 belanja dan pembiayaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas nonanggaran antara 32 lain Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. PFK menggambarkan 33 kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar 34 atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 7
  • 306. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum 2 negara/daerah. 3 30. Arus masuk kas dari aktivitas nonanggaran meliputi penerimaan 4 PFK dan kiriman uang masuk. 5 31. Arus keluar kas dari aktivitas nonanggaran meliputi pengeluaran 6 PFK dan kiriman uang keluar. 7 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS 8 OPERASI, INVESTASI ASET NONKEUANGAN, 9 PEMBIAYAAN, DAN NONANGGARAN 10 32. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok 11 utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, 12 investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran kecuali yang 13 tersebut dalam paragraf 35. 14 33. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas 15 operasi dengan cara: 16 (a) Metode Langsung 17 Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan 18 pengeluaran kas bruto. 19 (b) Metode Tidak Langsung 20 Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi- 21 transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan 22 (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, 23 serta unsur pendapatan dan belanja dalam bentuk kas yang berkaitan 24 dengan aktivitas investasi aset nonkeuangan dan pembiayaan. 25 34. Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah sebaiknya 26 menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas 27 operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut: 28 (a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di 29 masa yang akan datang; 30 (b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan 31 (c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat 32 langsung diperoleh dari catatan akuntansi. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 8
  • 307. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS 2 BERSIH 3 35. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan 4 atas dasar arus kas bersih dalam hal: 5 (a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima 6 manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan 7 aktivitas pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu 8 contohnya adalah hasil kerjasama operasional. 9 (b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang 10 perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya 11 singkat. 12 ARUS KAS MATA UANG ASING 13 36. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus 14 dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan 15 mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs 16 pada tanggal transaksi. 17 37. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar 18 negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada 19 tanggal transaksi. 20 38. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat 21 perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas. 22 BUNGA DAN BAGIAN LABA 23 39. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan 24 pengeluaran belanja untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan 25 pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus 26 diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi 27 tersebut harus diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi secara konsisten 28 dari tahun ke tahun. 29 40. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam 30 arus kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari 31 pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan. 32 41. Jumlah pengeluaran belanja pembayaran bunga utang yang 33 dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk 34 pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 35 42. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan 36 negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 9
  • 308. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah 2 dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 3 INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/ 4 DAERAH DAN KEMITRAAN 5 43. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/ daerah dan 6 kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode 7 ekuitas dan metode biaya. 8 44. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/ daerah dan 9 kemitraan dicatat dengan menggunakan metode biaya, yaitu sebesar nilai 10 perolehannya. 11 45. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang 12 dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas 13 pembiayaan. 14 PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN 15 NEGARA/DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA 16 46. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan 17 perusahaan negara/daerah dan unit operasional lainnya harus disajikan 18 secara terpisah dalam aktivitas pembiayaan. 19 47. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan 20 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode. 21 Hal-hal yang diungkapkan adalah: 22 (a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan; 23 (b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan 24 kas dan setara kas; 25 (c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit 26 operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan 27 (d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh 28 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh 29 atau dilepas. 30 48. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan 31 unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk 32 membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi, 33 investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. Arus kas masuk 34 dari pelepasan tersebut tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 10
  • 309. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 49. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan 2 negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan 3 perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya 4 sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi 5 lainnya. 6 TRANSAKSI BUKAN KAS 7 50. Transaksi investasi dan pembiayaan yang tidak 8 mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak 9 dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan 10 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 11 51. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas 12 konsisten dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut 13 tidak mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan 14 kas yang tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui 15 pertukaran atau hibah. 16 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS 17 52. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara 18 kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di 19 Neraca. 20 PENGUNGKAPAN LAINNYA 21 53. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan 22 setara kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini 23 dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 24 54. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi 25 pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas 26 pelaporan. 27 55. Jika apropriasi atau otorisasi kredit anggaran disusun dengan 28 basis kas, laporan arus kas dapat membantu pengguna dalam memahami 29 hubungan antar aktivitas pelaporan atau program dan informasi penganggaran 30 pemerintah. 31 TANGGAL EFEKTIF 32 56. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 33 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 34 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 11
  • 310. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.A Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Pendapatan Pajak Penghasilan XXX XXX 4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah XXX XXX 5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan XXX XXX 6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan XXX XXX 7 Pendapatan Cukai XXX XXX 8 Pendapatan Bea Masuk XXX XXX 9 Pendapatan Pajak Ekspor XXX XXX 10 Pendapatan Pajak Lainnya XXX XXX 11 Pendapatan Sumber Daya Alam XXX XXX 12 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba XXX XXX 13 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya XXX XXX 14 Pendapatan Hibah XXX XXX 15 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 14) XXX XXX 16 Arus Keluar Kas 17 Belanja Pegawai XXX XXX 18 Belanja Barang XXX XXX 19 Bunga XXX XXX 20 Subsidi XXX XXX 21 Hibah XXX XXX 22 Bantuan Sosial XXX XXX 23 Belanja Lain-lain XXX XXX 24 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 25 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 26 Dana Alokasi Umum XXX XXX 27 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 28 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 29 Dana Penyesuaian XXX XXX 30 Jumlah Arus Keluar Kas (17 s/d 29) XXX XXX 31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (15 - 30) XXX XXX 32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 33 Arus Masuk Kas 34 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 35 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 36 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 37 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 38 Pendapatan Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 39 Pendapatan Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 40 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39) XXX XXX 41 Arus Keluar Kas 42 Belanja Tanah XXX XXX 43 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 44 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 46 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 47 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 48 Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47) XXX XXX 49 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48) XXX XXX
  • 311. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 51 Arus Masuk Kas 52 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 53 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 54 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 55 Penerimaan dari Divestasi XXX XXX 56 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 57 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 58 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 59 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional XXX XXX 60 Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 59) XXX XXX 61 Arus Keluar Kas 62 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 63 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 64 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 65 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) XXX XXX 66 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 67 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 68 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 69 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional XXX XXX 70 Jumlah Arus Keluar Kas (62 s/d 69) XXX XXX 71 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (60 - 70) XXX XXX 72 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 73 Arus Masuk Kas 74 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 75 Kiriman Uang Masuk XXX XXX 76 Jumlah Arus Masuk Kas (74 s/d 75) XXX XXX 77 Arus Keluar Kas 78 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 79 Kiriman Uang Keluar XXX XXX 80 Jumlah Arus Keluar Kas (78 s/d 79) XXX XXX 81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (76 - 80) XXX XXX 82 Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 71 + 81) XXX XXX 83 Saldo Awal Kas di BUN XXX XXX 84 Saldo Akhir Kas di BUN (82 + 83) XXX XXX 85 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 86 S ld Akhir Kas di Bendahara P Saldo Akhi K B d h Penerimaan i XXX XXX 87 Saldo Akhir Kas (84 + 85 + 86) XXX XXX
  • 312. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.B Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Pendapatan Pajak Daerah XXX XXX 4 Pendapatan Retribusi Daerah XXX XXX 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 6 Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 7 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 9 Dana Alokasi Umum XXX XXX 10 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 11 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 12 Dana Penyesuaian XXX XXX 13 Pendapatan Hibah XXX XXX 14 Pendapatan Dana Darurat XXX XXX 15 Pendapatan Lainnya XXX XXX 16 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15) XXX XXX 17 Arus Keluar Kas 18 Belanja Pegawai XXX XXX 19 Belanja Barang XXX XXX 20 Bunga XXX XXX 21 Subsidi XXX XXX 22 Hibah XXX XXX 23 Bantuan Sosial XXX XXX 24 Belanja Tak Terduga XXX XXX 25 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota XXX XXX 26 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota XXX XXX 27 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota XXX XXX 28 Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 27) XXX XXX 29 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 28) XXX XXX 30 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 31 Arus Masuk Kas 32 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 33 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 34 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 35 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 36 Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 37 Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 38 Jumlah Arus Masuk Kas (32 s/d 37) XXX XXX 39 Arus Keluar Kas 40 Belanja Tanah XXX XXX 41 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 42 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 44 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 45 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 46 Jumlah Arus Keluar Kas (40 s/d 45) XXX XXX 47 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (38 - 46) XXX XXX
  • 313. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 48 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 49 Arus Masuk Kas 50 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 51 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 52 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 53 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 54 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 55 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 56 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 57 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 58 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 59 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 60 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 61 Jumlah Arus Masuk Kas (50 s/d 60) XXX XXX 62 Arus Keluar Kas 63 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 64 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 65 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 66 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 71 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 72 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 73 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 74 Jumlah Arus Keluar Kas (63 s/d 73) XXX XXX 75 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (61 - 74) XXX XXX 76 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 77 Arus Masuk Kas 78 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 79 Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 78) XXX XXX 80 Arus Keluar Kas 81 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 82 Jumlah Arus Keluar Kas (81 s/d 81) XXX XXX 83 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (79 - 82) XXX XXX 84 Kenaikan/Penurunan Kas (29 + 47 + 75 + 83) XXX XXX 85 Saldo Awal Kas di BUD XXX XXX 86 Saldo Akhir Kas di BUD (84 + 85) XXX XXX 87 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 88 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 89 Saldo Akhir Kas (86 + 87 + 88) XXX XXX
  • 314. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.C Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Pendapatan Pajak Daerah XXX XXX 4 Pendapatan Retribusi Daerah XXX XXX 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 6 Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 7 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 9 Dana Alokasi Umum XXX XXX 10 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 11 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 12 Dana Penyesuaian XXX XXX 13 Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX 14 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX 15 Pendapatan Hibah XXX XXX 16 Pendapatan Dana Darurat XXX XXX 17 Pendapatan Lainnya XXX XXX 18 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 17) XXX XXX 19 Arus Keluar Kas 20 Belanja Pegawai XXX XXX 21 Belanja Barang XXX XXX 22 Bunga XXX XXX 23 Subsidi XXX XXX 24 Hibah XXX XXX 25 Bantuan Sosial XXX XXX 26 Belanja Tak Terduga XXX XXX 27 Bagi Hasil Pajak XXX XXX 28 Bagi Hasil Retribusi XXX XXX 29 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX 30 Jumlah Arus Keluar Kas (20 s/d 29) XXX XXX 31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (18 - 30) XXX XXX 32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 33 Arus Masuk Kas 34 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 35 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 36 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 37 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 38 Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap XXX XXX 39 Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 40 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39) XXX XXX 41 Arus Keluar Kas 42 Belanja Tanah XXX XXX 43 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 44 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 46 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 47 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 48 Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47) XXX XXX 49 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48) XXX XXX
  • 315. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 51 Arus Masuk Kas 52 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 53 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 54 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 55 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 56 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 57 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 58 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 59 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 60 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 61 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 62 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 63 Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 62) XXX XXX 64 Arus Keluar Kas 65 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 66 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 73 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 74 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 75 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 76 Jumlah Arus Keluar Kas (65 s/d 75) XXX XXX 77 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (64 - 76) XXX XXX 78 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 79 Arus Masuk Kas 80 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 81 Jumlah Arus Masuk Kas (80 s/d 80) XXX XXX 82 Arus Keluar Kas 83 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 84 Jumlah Arus Keluar Kas (83 s/d 83) XXX XXX 85 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (81 - 84) gg ( ) XXX XXX 86 Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 77 + 85) XXX XXX 87 Saldo Awal Kas di BUD XXX XXX 88 Saldo Akhir Kas di BUD (86 + 87) XXX XXX 89 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 90 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 91 Saldo Akhir Kas (88 + 89 + 90) XXX XXX
  • 316. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.05 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (i)
  • 317. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1-5 TUJUAN --------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP -------------------------------------------------------------- 2-5 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 6 KETENTUAN UMUM ------------------------------------------------------------------- 7- 10 STRUKTUR DAN ISI ------------------------------------------------------------------- 11- 65 PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/ KEUANGAN, EKONOMI MAKRO, PENCAPAIAN TARGET UNDANG-UNDANG APBN/PERATURAN DAERAH APBD, BERIKUT KENDALA DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET ------------------------------------------- 16-24 PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN SELAMA TAHUN PELAPORAN -------------------------------------------- 25-33 DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN --------- 34-54 ASUMSI DASAR AKUNTANSI --------------------------------------- 35-39 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------ 40-42 KEBIJAKAN AKUNTANSI ---------------------------------------------- 43-44 ISI KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------- 45-54 PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 55-57 PENGUNGKAPAN INFORMASI UNTUK POS-POS ASET DAN KEWAJIBAN YANG TIMBUL SEHUBUNGAN DENGAN PENERAPAN BASIS AKRUAL ATAS PENDAPATAN DAN BELANJA DAN REKONSILIASINYA DENGAN PENERAPAN BASIS KAS ---------------------------------------------------- 58-61 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ---------------------- 62-65 SUSUNAN --------------------------------------------------------------------------------- 66 TANGGAL EFEKTIF-------------------------------------------------------------------- 67 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (ii)
  • 318. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 04 3 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini mengatur penyajian dan 11 pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 12 Ruang Lingkup 13 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan pada: 14 (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum oleh entitas pelaporan; 15 (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan 16 untuk tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas 17 pelaporan. 18 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 19 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi 20 keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, 21 legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan 22 dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan 23 keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari 24 laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan 25 tahunan. 26 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 27 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 28 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 29 5. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat 30 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka 31 standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi 32 kriteria suatu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar 33 akuntansi yang mengatur mengenai entitas pelaporan pemerintah. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 1
  • 319. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 4 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 5 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 6 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 7 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 8 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) adalah rencana 9 keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan 10 Perwakilan Rakyat Daerah. 11 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 12 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 13 Perwakilan Rakyat. 14 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 15 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 16 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 17 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 18 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 19 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 20 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 21 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi 22 dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 23 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 24 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 25 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 26 Belanja adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah 27 yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran 28 bersangkutan yang tidak akan diperoleh kembali pembayarannya oleh 29 pemerintah. 30 Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 31 antara aset dan kewajiban pemerintah. 32 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 33 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 34 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 35 keuangan. 36 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi- 37 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 38 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 2
  • 320. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 2 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 3 pemerintah. 4 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 5 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 6 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 7 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 8 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 9 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 10 kembali, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun 11 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 12 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 13 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 14 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 15 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 16 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 17 kembali oleh pemerintah. 18 19 KETENTUAN UMUM 20 7. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan 21 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari 22 laporan keuangan untuk tujuan umum. 23 8. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan 24 keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk 25 pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu, 26 Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai 27 potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Untuk menghindari 28 kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan 29 Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami 30 Laporan Keuangan. 31 9. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari 32 pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran 33 mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi 34 akrual. Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial 35 cenderung melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan 36 perusahaan. Untuk itu, diperlukan pembahasan umum dan referensi ke pos-pos 37 laporan keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan keuangan. 38 10. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi 39 yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari 40 kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 3
  • 321. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STRUKTUR DAN ISI 2 11. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara 3 sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan 4 Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi 5 terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 6 12. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar 7 terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi 8 Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas 9 Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan 10 oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan- 11 pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan 12 keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. 13 13. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi 14 tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka 15 pengungkapan yang memadai, antara lain: 16 (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi 17 makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut 18 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 19 (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun 20 pelaporan; 21 (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan 22 dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas 23 transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 24 (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 25 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 26 laporan keuangan; 27 (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang 28 timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan 29 dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; 30 (f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian 31 yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan 32 keuangan. 33 34 14. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan 35 mengikuti standar berlaku yang mengatur tentang pengungkapan untuk pos-pos 36 yang berhubungan. Misalnya, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 37 tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan kebijakan akuntansi yang 38 digunakan dalam pengukuran persediaan. 39 15. Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada 40 Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik, LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 4
  • 322. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara 2 ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan. 3 Penyajian Informasi tentang Kebijakan Fiskal/ Keuangan, 4 Ekonomi Makro, Pencapaian Target Undang-Undang 5 APBN/Peraturan Daerah APBD, Berikut Kendala dan 6 Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target 7 16. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu 8 pembacanya untuk dapat memahami kondisi dan posisi keuangan entitas 9 pelaporan secara keseluruhan. 10 17. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas 11 Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab 12 pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana perkembangan posisi dan kondisi 13 keuangan/fiskal entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai. 14 18. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas 15 pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting posisi 16 dan kondisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan dengan periode 17 sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana lainnya 18 sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan perbedaan 19 adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan 20 anggaran dibandingkan dengan realisasinya. 21 19. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 22 Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan 23 pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan 24 pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan 25 penyusunan APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan 26 intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara. 27 20. Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam Catatan 28 atas Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang 29 digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator 30 ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik 31 Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak, 32 tingkat suku bunga dan neraca pembayaran. 33 21. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan 34 perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan 35 dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan 36 dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta 37 masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan 38 untuk diketahui pembaca laporan keuangan. 39 22. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi 40 tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 5
  • 323. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti 2 kondisi dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan 3 yang ada, yang disahkan oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran 4 pertama kali disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi 5 anggaran dan keuangan entitas pelaporan. 6 23. Dalam kondisi tertentu, entitas pelaporan belum dapat mencapai 7 target yang telah ditetapkan, misalnya jumlah unit pembangunan bangunan 8 sekolah dasar. Penjelasan mengenai hambatan dan kendala yang ada, misalnya 9 kurangnya ketersediaan lahan, perlu dijelaskan dalam Catatan atas Laporan 10 Keuangan. 11 24. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas 12 pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya 13 yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang 14 memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang. 15 Penyajian Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan Selama 16 Tahun Pelaporan 17 25. Kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi 18 Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan 19 operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan. 20 26. Kebutuhan pengguna laporan keuangan pemerintah berbeda 21 dengan pengguna laporan keuangan nonpemerintah. Kebutuhan pengguna 22 laporan keuangan pemerintah tidak hanya melihat entitas pelaporan dari sisi 23 perubahan aset bersih saja, namun lebih dari itu, pengguna laporan keuangan 24 pemerintah sangat tertarik dengan kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan 25 target yang telah ditetapkan. 26 27. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan dijelaskan 27 secara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan 28 pencapaian kinerja dapat diketahui berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas 29 suatu program. Efisiensi dapat diukur dengan membandingkan keluaran (output) 30 dengan masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan 31 hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan. 32 28. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan 33 dengan tujuan dan sasaran dari rencana strategis pemerintah dan indikator 34 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ikhtisar 35 pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan 36 harus: 37 (a) Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk 38 mencapai tujuan; 39 (b) Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja 40 keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 6
  • 324. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh 2 manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan 3 bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan 4 andal; 5 29. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus: 6 (a) Meliputi baik hasil yang positif maupun negatif; 7 (b) Menyajikan data historis yang relevan; 8 (c) Membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan dan rencana yang 9 telah ditetapkan; 10 (d) Menyajikan informasi penjelasan lainnya yang diyakini oleh 11 manajemen akan dibutuhkan oleh pembaca laporan keuangan untuk 12 dapat memahami indikator, hasil, dan perbedaan yang ada dengan 13 tujuan atau rencana. 14 30. Untuk lebih meningkatkan kegunaan informasi, penjelasan entitas 15 pelaporan harus juga meliputi penjelasan mengenai apa yang semestinya 16 dilakukan dan rencana untuk meningkatkan kinerja program. 17 31. Keterbatasan dan kesulitan yang penting sehubungan dengan 18 pengukuran dan pelaporan kinerja keuangan harus diungkapkan sesuai dengan 19 relevansinya atas indikator kinerja yang diuraikan pada Catatan atas Laporan 20 Keuangan. Keterbatasan yang relevan akan beragam dari satu program ke 21 program lainnya, namun biasanya faktor yang dibahas termasuk, antara lain: 22 (a) Kinerja biasanya tidak dapat diungkapkan secara utuh dengan hanya 23 menggunakan satu indikator saja; 24 (b) Indikator kinerja tidak dapat memperlihatkan alasan mengapa kinerja 25 berada pada tingkat yang dilaporkan; dan 26 (c) Melihat indikator kuantitatif secara eksklusif sering kali menghasilkan 27 konsekuensi yang tidak diinginkan. 28 32. Oleh karena itu, indikator kinerja harus dilengkapi dengan 29 informasi penjelasan yang sesuai. Informasi penjelasan ini akan membantu 30 pengguna memahami indikator yang dilaporkan, mendapat gambaran mengenai 31 kinerja keuangan entitas pelaporan, dan mengevaluasi pentingnya faktor yang 32 mendasari yang mungkin mempengaruhi kinerja keuangan yang dilaporkan. 33 33. Informasi penjelasan mungkin termasuk, sebagai contoh, 34 informasi mengenai faktor yang substansial yang berada di luar kendali entitas, 35 dan informasi mengenai faktor-faktor yang membuat entitas mempunyai 36 pengaruh penting. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 7
  • 325. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan 2 Kebijakan Akuntansi Keuangan 3 34. Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas 4 pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan 5 kebijakan akuntansi. 6 Asumsi Dasar Akuntansi 7 35. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu 8 mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan 9 secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau 10 konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan. 11 36. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, 12 asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah 13 anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar 14 standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 15 (a) Asumsi kemandirian entitas; 16 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 17 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 18 37. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi 19 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 20 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi 21 pemerintah dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi 22 ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan 23 melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab 24 atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan 25 yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan 26 sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, 27 serta terlaksana tidaknya program yang telah ditetapkan. 28 38. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 29 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 30 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 31 jangka pendek. 32 39. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 33 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 34 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 35 Pengguna Laporan Keuangan 36 40. Laporan keuangan mengandung informasi bagi pemakai yang 37 berbeda-beda, seperti anggota legislatif, kreditor dan karyawan. Pemakai penting 38 lain meliputi pemasok, pelanggan, organisasi perdagangan, analis keuangan, LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 8
  • 326. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 calon investor, penjamin, ahli statistik, ahli ekonomi, dan pihak yang berwenang 2 membuat peraturan. 3 41. Terkait pada paragraf 34 di atas, para pemakai laporan keuangan 4 membutuhkan keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari 5 informasi yang dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan 6 dan keperluan lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika 7 laporan keuangan tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi 8 terpilih yang penting dalam penyusunan laporan keuangan. 9 42. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan 10 dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan 11 kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan 12 keuangan yang sangat membantu pemakai laporan keuangan, karena kadang- 13 kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu komponen 14 laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, atau laporan lainnya 15 terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih. 16 Kebijakan Akuntansi 17 43. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu 18 disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan 19 yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan 20 secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan. 21 44. Tiga pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan 22 akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen: 23 (a) Pertimbangan Sehat 24 Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya 25 diakui dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak 26 membenarkan penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan. 27 (b) Substansi Mengungguli Bentuk Formal 28 Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan 29 sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata 30 mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian. 31 (c) Materialitas 32 Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup 33 material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan. 34 Isi Kebijakan Akuntansi 35 45. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus 36 mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang 37 digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang 38 secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 9
  • 327. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi 2 pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip- 3 prinsip yang sesuai. 4 46. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas 5 Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 6 (a) Entitas pelaporan; 7 (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 8 (c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 9 keuangan; 10 (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 11 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar 12 Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; 13 (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 14 laporan keuangan. 15 47. Pengungkapan entitas pelaporan yang membentuk suatu laporan 16 keuangan untuk tujuan umum akan sangat membantu pembaca laporan untuk 17 dapat memahami informasi keuangan yang disajikan pada laporan keuangan. 18 Pembaca laporan akan mempunyai kerangka dalam menganalisis informasi yang 19 ada. Ketiadaan informasi mengenai entitas pelaporan dan komponennya 20 mempunyai potensi kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi 21 permasalahan yang ada. 22 48. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 23 telah menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk 24 penyusunan laporan keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis 25 akuntansi yang mendasari laporan keuangan pemerintah semestinya 26 diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan tersebut 27 juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan Kerangka Konseptual 28 Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan pembaca laporan tanpa 29 harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada Kerangka 30 Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 31 49. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 32 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 33 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 34 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 35 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 36 basis pengukuran tersebut. 37 50. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi 38 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan 39 tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 40 tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 44 dapat 41 dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 10
  • 328. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk 2 disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut: 3 (a) Pengakuan pendapatan; 4 (b) Pengakuan belanja; 5 (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 6 (d) investasi; 7 (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 8 berwujud; 9 (f) Kontrak-kontrak konstruksi; 10 (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 11 (h) Kemitraan dengan pihak ketiga; 12 (i) Biaya penelitian dan pengembangan; 13 (j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 14 (k) Pembentukan dana cadangan; 15 (l) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai; 16 (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 17 51. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan 18 dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 19 Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 20 pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib, 21 penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs. 22 52. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai 23 pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak 24 material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang 25 dipilih dan diterapkan yang tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. 26 53. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka- 27 angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi 28 berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara 29 kuantitatif harus diungkapkan. 30 54. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai 31 pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika 32 berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang. 33 Pengungkapan Informasi yang diharuskan oleh 34 pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang 35 belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan 36 55. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi 37 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 38 Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 11
  • 329. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban 2 kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam 3 Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain 4 yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan. 5 56. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang 6 digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai 7 dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka 8 laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan 9 gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan 10 akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan 11 entitas pelaporan pada periode yang akan datang. 12 57. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan 13 harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian 14 persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti 15 yang telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa 16 kasus, pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan 17 pemahaman pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain 18 di laporan keuangan. 19 Pengungkapan Informasi untuk Pos-pos aset dan 20 kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan 21 basis akrual atas pendapatan dan belanja dan 22 rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas 23 58. Entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan berbasis 24 akrual atas pendapatan dan belanja harus mengungkapkan pos-pos aset 25 dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual 26 dan menyajikan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas. 27 59. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan pada paragraf 26 28 dan 76 memungkinkan entitas pelaporan menyusun laporan keuangannya 29 dengan basis akrual untuk pendapatan dan belanja. Entitas pelaporan tersebut 30 harus menyediakan informasi tambahan termasuk rincian mengenai output 31 entitas dan outcome dalam bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja 32 keuangan, tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja 33 keuangan entitas selama periode pelaporan. Hal ini dimaksudkan agar pembaca 34 laporan dapat memahami pos-pos aset dan kewajiban yang timbul dikarenakan 35 penerapan basis akrual pada pos-pos pendapatan dan belanja, seperti 36 pendapatan yang diterima di muka, biaya dibayar di muka, dan biaya 37 penyusutan/depresiasi. Pos-pos aset dan kewajiban tersebut merupakan akibat 38 dari penerapan basis akrual atas pos-pos pendapatan dan belanja. 39 60. Tujuan dari rekonsiliasi adalah untuk menyajikan hubungan antara 40 Laporan Kinerja Keuangan dengan Laporan Realisasi Anggaran. Laporan LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 12
  • 330. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 rekonsiliasi dimulai dari penambahan/penurunan ekuitas yang berasal dari 2 Laporan Kinerja Keuangan yang disusun berdasarkan basis akrual. Nilai tersebut 3 selanjutnya disesuaikan dengan transaksi penambahan dan pengurangan aset 4 bersih dikarenakan penggunaan basis akrual yang kemudian menghasilkan nilai 5 yang sama dengan nilai akhir pada Laporan Realisasi Anggaran. 6 61. Untuk memudahkan pengguna daftar rekonsiliasi dan penjelasan 7 atas kondisi yang ada pada paragraf 59 dan 60, harus disajikan sebagai bagian 8 dari Catatan atas Laporan Keuangan. 9 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 10 62. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan 11 informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca 12 laporan. 13 63. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila 14 belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu: 15 (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas 16 tersebut berada; 17 (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 18 (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 19 operasionalnya. 20 64. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian- 21 kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti: 22 (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan; 23 (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen 24 baru; 25 (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; dan 26 (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan. 27 (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan 28 yang harus ditanggulangi pemerintah. 29 65. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku 30 sebagai pelengkap standar ini. 31 SUSUNAN 32 66. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 33 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas 34 Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut: 35 (a) Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang- 36 Undang APBN/Perda APBD; 37 (b) Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan; LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 13
  • 331. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Kebijakan akuntansi yang penting: 2 i. Entitas pelaporan; 3 ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 4 iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 5 keuangan; 6 iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan 7 ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 8 oleh suatu entitas pelaporan; 9 v. setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 10 laporan keuangan. 11 (d) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: 12 i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan; 13 ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 14 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 15 Laporan Keuangan. 16 (e) Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan 17 dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan 18 rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang 19 menggunakan basis akrual; 20 (f) Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum 21 daerah. 22 TANGGAL EFEKTIF 23 67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 24 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 25 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 14
  • 332. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.06 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (i)
  • 333. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1-4 Tujuan -------------------------------------------------------------------------------- 1 Ruang Lingkup --------------------------------------------------------------------- 2-4 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-13 PENGAKUAN ---------------------------------------------------------------------------- 14-17 PENGUKURAN -------------------------------------------------------------------------- 18-24 PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------- 25 TANGGAL EFEKTIF-------------------------------------------------------------------- 26 LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (ii)
  • 334. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 05 3 AKUNTANSI PERSEDIAAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 5 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 6 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 7 PENDAHULUAN 8 Tujuan 9 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 10 akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan 11 dalam laporan keuangan. 12 Ruang Lingkup 13 2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh 14 persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan 15 disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, 16 transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, 17 kewajiban, dan ekuitas. Standar ini diterapkan untuk seluruh entitas 18 pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 19 3. Perusahaan negara/daerah dipersyaratkan tunduk pada Standar 20 Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 21 4. Standar ini mengatur perlakuan akuntansi persediaan pemerintah 22 pusat dan daerah yang meliputi : 23 (a) Definisi, 24 (b) Pengakuan 25 (c) Pengukuran, dan 26 (d) Pengungkapan. 27 DEFINISI 28 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 29 Standar dengan pengertian: LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 1
  • 335. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh 4 pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 5 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 6 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 7 alasan sejarah dan budaya. 8 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak 9 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 10 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang 11 dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang- 12 barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka 13 pelayanan kepada masyarakat. 14 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 15 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 16 UMUM 17 6. Persediaan merupakan aset yang berwujud: 18 Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka 19 kegiatan operasional pemerintah; 20 Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses 21 produksi; 22 Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau 23 diserahkan kepada masyarakat. 24 Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 25 dalam rangka kegiatan pemerintahan; 26 7. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan 27 disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, 28 barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas 29 pakai seperti komponen bekas. 30 8. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi 31 barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat- 32 alat pertanian. 33 9. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai 34 persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi. 35 10. Persediaan dapat meliputi: 36 Barang konsumsi; LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 2
  • 336. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Amunisi; 2 Bahan untuk pemeliharaan; 3 Suku cadang; 4 Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga; 5 Pita cukai dan leges; 6 Bahan baku ; 7 Barang dalam proses/setengah jadi; 8 Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. 9 Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 10 11. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan 11 strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga 12 seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai 13 persediaan. 14 12. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 15 antara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman. 16 13. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam 17 neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 18 PENGAKUAN 19 14. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa 20 depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 21 dengan andal. 22 15. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya 23 dan/ atau kepenguasaannya berpindah. 24 16. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil 25 inventarisasi fisik. 26 17. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek 27 swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam 28 pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan. 29 PENGUKURAN 30 18. Persediaan disajikan sebesar: 31 (a) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 32 (b) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 3
  • 337. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 2 donasi/rampasan; 3 19. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya 4 pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat 5 dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang 6 serupa mengurangi biaya perolehan. 7 20. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan 8 yang terakhir diperoleh. 9 21. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan 10 untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir. 11 22. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan 12 persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara 13 sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan 14 rencana kerja dan anggaran. 15 23. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai 16 dengan menggunakan nilai wajar. 17 24. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian 18 kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi 19 wajar. 20 PENGUNGKAPAN 21 25. Laporan keuangan mengungkapkan: 22 (a) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; 23 (b) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan 24 yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau 25 perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang 26 disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan 27 barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk 28 dijual atau diserahkan kepada masyarakat ; 29 (c) Kondisi persediaan; 30 TANGGAL EFEKTIF 31 26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 32 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 33 anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 4
  • 338. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.07 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 06 AKUNTANSI INVESTASI LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (i)
  • 339. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1- 5 Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------- 1 Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------------------- 2- 5 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------- 6 BENTUK INVESTASI ----------------------------------------------------------------- 7- 8 KLASIFIKASI INVESTASI ----------------------------------------------------------- 9 -19 PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------ 20 - 23 PENGUKURAN INVESTASI ---------------------------------------------------------- 24 - 32 METODE PENILAIAN INVESTASI ------------------------------------------------- 33 - 35 PENGAKUAN HASIL INVESTASI -------------------------------------------------- 36 - 37 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI -------------------------------- 38- 41 PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------- 42 TANGGAL EFEKTIF-------------------------------------------------------------------- 43 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (ii)
  • 340. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 2 NO. 06 3 AKUNTANSI INVESTASI 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 11 akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang 12 harus disajikan dalam laporan keuangan. 13 Ruang Lingkup 14 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian 15 seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum 16 yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos 17 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk 18 pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas sesuai dengan Standar 19 Akuntansi Pemerintahan. 20 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 21 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 22 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 23 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi 24 investasi pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek 25 maupun investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan, 26 klasifikasi, pengukuran dan metode penilaian investasi, serta 27 pengungkapannya pada laporan keuangan. 28 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 29 (a) Investasi dalam perusahaan asosiasi; 30 (b) Kerjasama operasi; dan 31 (c) Investasi dalam properti. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 1
  • 341. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 3 Standar dengan pengertian: 4 Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor 5 dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya 6 legal dan pungutan lainnya dari pasar modal. 7 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 8 ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga 9 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 10 kepada masyarakat. 11 Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan 12 dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. 13 Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki 14 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 15 Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak 16 termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara 17 tidak berkelanjutan. 18 Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan 19 untuk dimiliki secara berkelanjutan. 20 Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak 21 dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada 22 peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun 23 golongan masyarakat tertentu. 24 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 25 berdasarkan harga perolehan. 26 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 27 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 28 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 29 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 30 sesudah perolehan awal investasi. 31 Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang 32 dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu 33 untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya. 34 Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai 35 yang tertera dalam lembar saham dan obligasi. 36 Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu 37 investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 2
  • 342. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 2 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 3 Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya 4 mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan 5 maupun joint venture dari investornya. 6 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 7 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 8 BENTUK INVESTASI 9 7. Pemerintah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara 10 lain memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam 11 jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi 12 jangka pendek dalam rangka manajemen kas. 13 8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan 14 sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa 15 pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta 16 instrumen ekuitas. 17 KLASIFIKASI INVESTASI 18 9. Investasi pemerintah dibagi atas dua yaitu investasi jangka 19 pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan 20 kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan 21 kelompok aset nonlancar. 22 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai 23 berikut: 24 (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan; 25 (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya 26 pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan 27 kas; 28 (c) Berisiko rendah. 29 11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka 30 pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah karena 31 dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga tidak termasuk dalam 32 investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok 33 investasi jangka pendek antara lain adalah : 34 (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan 35 suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah 36 kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha; LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 3
  • 343. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan 2 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat 3 berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun 4 luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau 5 (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi 6 kebutuhan kas jangka pendek . 7 12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka 8 pendek, antara lain terdiri atas : 9 (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang 10 dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits); 11 (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh 12 pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia 13 (SBI). 14 13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman 15 investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen 16 adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara 17 berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka 18 panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 19 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan 20 untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau 21 menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan 22 investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan 23 untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau 24 menarik kembali. 25 15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah 26 investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk 27 mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang 28 dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen ini dapat berupa 29 : 30 (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan 31 internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara; 32 (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk 33 menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada 34 masyarakat. 35 16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara 36 lain dapat berupa: 37 (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan 38 untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah; 39 (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 40 kepada pihak ketiga; LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 4
  • 344. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat 2 seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat; 3 (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk 4 dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang 5 dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian. 6 17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga 7 (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu 8 kepemilikan modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan 9 perseroan. 10 18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang 11 tidak bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang 12 dibeli oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang 13 dapat dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak 14 tercakup dalam pernyataan ini. 15 19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan 16 kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri 17 PENGAKUAN INVESTASI 18 20. Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai 19 investasi apabila memenuhi salah satu kriteria: 20 (a) Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa 21 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut 22 dapat diperoleh pemerintah; 23 (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara 24 memadai (reliable). 25 21. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui 26 sebagai pengeluaran kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja 27 dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk 28 memperoleh investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran 29 pembiayaan. 30 22. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset 31 memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji 32 tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa 33 potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada 34 saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa 35 manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan diperoleh 36 memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh manfaat dari 37 aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul. 38 23. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada 39 paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 5
  • 345. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 atau pembelian yang didukung dengan bukti yang 2 menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu 3 investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya atau 4 berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, 5 penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan. 6 PENGUKURAN INVESTASI 7 24. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat 8 membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar 9 dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi 10 yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai 11 tercatat atau nilai wajar lainnya. 12 25. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, 13 misalnya saham dan obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya 14 perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu 15 sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya 16 yang timbul dalam rangka perolehan tersebut. 17 26. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh 18 tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasar nilai wajar investasi 19 pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada 20 nilai wajar, biaya perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar 21 aset lain yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut. 22 27. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya 23 dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal 24 deposito tersebut. 25 28. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya 26 penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi 27 harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam 28 rangka perolehan investasi tersebut. 29 29. Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian 30 obligasi jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk 31 dimiliki berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. Sedangkan 32 investasi dalam bentuk dana talangan untuk penyehatan perbankan yang 33 akan segera dicairkan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan. 34 30. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di 35 proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai 36 sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk 37 perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian 38 proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga. 39 31. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran 40 aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 6
  • 346. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga 2 perolehannya tidak ada. 3 32. Harga perolehan investasi dalam valuta asing harus 4 dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah 5 bank sentral) yang berlaku pada tanggal transaksi. 6 METODE PENILAIAN INVESTASI 7 33. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode 8 yaitu: 9 (a) Metode biaya; 10 Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya 11 perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian 12 hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi 13 pada badan usaha/badan hukum yang terkait. 14 (b) Metode ekuitas; 15 Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat 16 investasi awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi 17 sebesar bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. 18 Bagian laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima 19 pemerintah akan mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak 20 dilaporkan sebagai pendapatan. Penyesuaian terhadap nilai investasi 21 juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan investasi 22 pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat 23 pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap. 24 (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan; 25 Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama 26 untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu 27 dekat. 28 34. Penggunaan metode pada paragraf 33 didasarkan pada 29 kriteria sebagai berikut: 30 (a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya; 31 (b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% 32 tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode 33 ekuitas; 34 (c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas; 35 (d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih 36 yang direalisasikan. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 7
  • 347. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 35. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan 2 saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode 3 penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the 4 degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri 5 adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain: 6 (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris; 7 (b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi; 8 (c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan 9 investee; 10 (d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam 11 rapat/pertemuan dewan direksi. 12 PENGAKUAN HASIL INVESTASI 13 36. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, 14 antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi dan dividen tunai (cash 15 dividend) dicatat sebagai pendapatan. 16 37. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari 17 penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode 18 biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila 19 menggunakan metode ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh pemerintah 20 akan dicatat mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak dicatat 21 sebagai pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk dividen dalam bentuk 22 saham yang diterima akan menambah nilai investasi pemerintah dan 23 ekuitas dana yang diinvestasikan dengan jumlah yang sama. 24 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI 25 38. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena 26 penjualan, dan pelepasan hak karena peraturan pemerintah dan lain 27 sebagainya. 28 39. Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui 29 sebagai penerimaan kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai 30 pendapatan dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan penerimaan dari 31 pelepasan investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan 32 pembiayaan. Pelepasan sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki 33 pemerintah dinilai dengan menggunakan nilai rata-rata. 34 40. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai 35 investasi terhadap total jumlah saham yang dimiliki oleh pemerintah. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 8
  • 348. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 41. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi 2 investasi permanen menjadi investasi jangka pendek, Aset Tetap, Aset 3 Lain-lain dan sebaliknya. 4 PENGUNGKAPAN 5 42. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan 6 pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain: 7 (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi; 8 (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen; 9 (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun 10 investasi jangka panjang; 11 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan 12 tersebut; 13 (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; 14 (f) Perubahan pos investasi. 15 TANGGAL EFEKTIF 16 43. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 17 diberlakukan sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 9
  • 349. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 07 AKUNTANSI ASET TETAP LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (i)
  • 350. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1-4 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------- 3-4 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-7 KLASIFIKASI ASET TETAP --------------------------------------------------------- 8-15 PENGAKUAN ASET TETAP --------------------------------------------------------- 16-21 PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------ 22-23 PENILAIAN AWAL ASET TETAP -------------------------------------------------- 24-49 Komponen Biaya ------------------------------------------------------------------ 29-38 Konstruksi Dalam Pengerjaan ------------------------------------------------- 39-41 Perolehan Secara Gabungan -------------------------------------------------- 42 Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) ------------------------------------ 43-45 Aset Donasi ------------------------------------------------------------------------ 46-49 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT EXPENDITURES) ----------------------------------------------------------------------- 50-52 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL ------------------------------------------------- 53-59 Penyusutan ------------------------------------------------------------------------- 54-57 Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) ------------------------------ 58-59 AKUNTANSI TANAH ------------------------------------------------------------------- 60-63 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) ----------------------------------- 64-71 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------ 72-74 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) -------------------------------------------- 75 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) -- 76-78 PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------- 79-81 TANGGAL EFEKTIF-------------------------------------------------------------------- 82 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (ii)
  • 351. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 2 NO. 07 3 AKUNTANSI ASET TETAP 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 11 akuntansi untuk aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah 12 saat pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan 13 akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value) 14 aset tetap. 15 2. Pernyataan Standar ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat 16 diakui sebagai aset jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset 17 dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 18 Ruang Lingkup 19 3. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 20 pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 21 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, 22 penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan kecuali bila Pernyataan 23 Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya mensyaratkan perlakuan 24 akuntansi yang berbeda. 25 4. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk: 26 (a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative 27 natural resources); dan 28 (b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas 29 alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non- 30 regenerative natural resources). 31 Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk 32 mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a) 33 dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 1
  • 352. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 3 Pernyataan Standar dengan pengertian berikut: 4 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 5 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 6 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 7 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 8 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 9 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 10 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 11 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau 13 dimanfaatkan oleh masyarakat umum 14 Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau 15 nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada 16 saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi 17 dan tempat yang siap untuk dipergunakan. 18 Masa manfaat adalah: 19 (a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas 20 pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau 21 (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset 22 untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. 23 Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir 24 masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. 25 Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung 26 dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. 27 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 28 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 29 Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan 30 kapasitas dan manfaat dari suatu aset. 31 UMUM 32 6. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, 33 dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap 34 pemerintah adalah: 35 (a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh 36 entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan 37 kontraktor; 38 (b) Hak atas tanah. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 2
  • 353. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 7. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang 2 dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) 3 dan perlengkapan (supplies). 4 KLASIFIKASI ASET TETAP 5 8. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat 6 atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi 7 aset tetap yang digunakan: 8 (a) Tanah; 9 (b) Peralatan dan Mesin; 10 (c) Gedung dan Bangunan; 11 (d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; 12 (e) Aset Tetap Lainnya; dan 13 (f) Konstruksi dalam Pengerjaan. 14 9. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang 15 diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah 16 dan dalam kondisi siap dipakai. 17 10. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan 18 yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional 19 pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. 20 11. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan 21 bermotor, alat elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya 22 yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan 23 dan dalam kondisi siap pakai. 24 12. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan 25 yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah 26 dan dalam kondisi siap dipakai. 27 13. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat 28 dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan 29 dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap 30 dipakai. 31 14. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang 32 dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum 33 selesai seluruhnya. 34 15. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional 35 pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset 36 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 3
  • 354. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGAKUAN ASET TETAP 2 16. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus 3 berwujud dan memenuhi kriteria: 4 (a) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; 5 (b) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; 6 (c) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan 7 (d) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 8 17. Dalam menentukan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih 9 dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa 10 depan yang dapat diberikan oleh pos tersebut, baik langsung maupun tidak 11 langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa 12 aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi 13 masa yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila 14 entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian 15 ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. 16 Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui. 17 18. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila 18 terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang 19 mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang 20 dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas 21 biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut 22 untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam 23 proses konstruksi. 24 19. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan 25 oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan 26 dimaksudkan untuk dijual. 27 20. Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah 28 diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat 29 penguasaannya berpindah. 30 21. Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila 31 terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau 32 penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan 33 kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti 34 secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang 35 diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual 36 beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap 37 tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset 38 tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan 39 penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 4
  • 355. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGUKURAN ASET TETAP 2 22. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian 3 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 4 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 5 23. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 6 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 7 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 8 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 9 pembangunan aset tetap tersebut. 10 PENILAIAN AWAL ASET TETAP 11 24. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui 12 sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya 13 harus diukur berdasarkan biaya perolehan. 14 25. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset 15 tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. 16 26. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah 17 atau donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah 18 oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan 19 pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat 20 pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui 21 pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, 22 dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan 23 penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan 24 sebagai tempat operasi pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang 25 diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut 26 diperoleh. 27 27. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat 28 perolehan untuk kondisi pada paragraf 25 bukan merupakan suatu proses 29 penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti 30 pada paragraf 24. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 58 dan 31 paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk 32 periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal. 33 28. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya 34 perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca 35 awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca 36 awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya 37 perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. 38 Komponen Biaya 39 29. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya 40 atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 5
  • 356. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi 2 yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang 3 dimaksudkan. 4 30. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: 5 (a) biaya persiapan tempat; 6 (b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat 7 (handling cost); 8 (c) biaya pemasangan (instalation cost); 9 (d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan 10 (e) biaya konstruksi. 11 31. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya 12 perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya 13 yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, 14 pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah 15 tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak 16 pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk 17 dimusnahkan. 18 32. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah 19 pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin 20 tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya 21 pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh 22 dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. 23 33. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh 24 biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap 25 pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, 26 termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. 27 34. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan 28 seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan 29 sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan 30 biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap 31 pakai. 32 35. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya 33 yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. 34 36. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan 35 suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat 36 diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke 37 kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi 38 serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu 39 untuk membawa aset ke kondisi kerjanya. 40 37. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola 41 ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 6
  • 357. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 38. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga 2 pembelian. 3 Konstruksi dalam Pengerjaan 4 39. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan 5 atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum 6 selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam 7 pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. 8 40. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai 9 Konstruksi dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset 10 dalam penyelesaian, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset 11 tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh 12 kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip 13 dan rincian yang ada pada PSAP 08. 14 41. Konstruksi dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau 15 dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke dalam aset 16 tetap. 17 Perolehan Secara Gabungan 18 42. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang 19 diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga 20 gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing 21 aset yang bersangkutan. 22 Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) 23 43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau 24 pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya 25 dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh 26 yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah 27 disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang 28 ditransfer/diserahkan. 29 44. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas 30 suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki 31 nilai wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam 32 pertukaran dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut 33 tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya 34 aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) 35 atas aset yang dilepas. 36 45. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan 37 bukti adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. 38 Dalam kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written 39 down) dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 7
  • 358. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 nilai aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk 2 pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila 3 terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini 4 mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang 5 sama. 6 Aset Donasi 7 46. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus 8 dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. 9 47. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa 10 persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan 11 nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh 12 satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut 13 akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya 14 secara hukum, seperti adanya akta hibah. 15 48. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset 16 tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah. 17 Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk 18 pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah 19 dianggap selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti 20 perolehan aset tetap dengan pertukaran. 21 49. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset 22 donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan pemerintah dan 23 jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi 24 anggaran. 25 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN 26 (SUBSEQUENT EXPENDITURES) 27 50. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang 28 memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi 29 manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu 30 produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai 31 tercatat aset yang bersangkutan. 32 51. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 50 harus ditetapkan 33 dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 50 34 dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk 35 dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus 36 dikapitalisasi atau tidak. 37 52. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam 38 jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi 39 (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang 40 ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 8
  • 359. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk 2 maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus 3 diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 4 Keuangan. 5 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT 6 MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL 7 53. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap 8 tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang 9 memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan 10 penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun Diinvestasikan 11 dalam Aset Tetap. 12 Penyusutan 13 54. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode 14 yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang 15 digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan 16 jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Nilai penyusutan 17 untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap 18 dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap. 19 55. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau 20 secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, 21 penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan 22 penyesuaian. 23 56. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain: 24 (a) Metode garis lurus (straight line method); atau 25 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method) 26 (c) Metode unit produksi (unit of production method) 27 57. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 28 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 29 Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) 30 58. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya 31 tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut 32 penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. 33 Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan 34 ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. 35 59. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai 36 penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta 37 pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 9
  • 360. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam 2 ekuitas dana pada akun Diinvestasikan pada Aset Tetap. 3 AKUNTANSI TANAH 4 60. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak 5 diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan 6 seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. 7 61. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi 8 satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat 9 berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang 10 dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena 11 itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk 12 mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap 13 dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan 14 ini. 15 62. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya 16 dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang- 17 undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia 18 berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. 19 63. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar 20 negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar 21 negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta 22 perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik 23 Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas 24 tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah 25 dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat 26 diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas 27 waktu. 28 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) 29 64. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk 30 menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut 31 harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 32 65. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah 33 dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset 34 bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala 35 (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik- 36 karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset 37 bersejarah, 38 (a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara 39 penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 10
  • 361. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat 2 pelepasannya untuk dijual; 3 (c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu 4 berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; 5 (d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus 6 dapat mencapai ratusan tahun. 7 66. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam 8 waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan 9 perundang-undangan yang berlaku. 10 67. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang 11 diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk 12 pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai 13 dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan 14 akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan 15 tersebut. 16 68. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya 17 jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas 18 Laporan Keuangan dengan tanpa nilai. 19 69. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi 20 harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya 21 tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset 22 bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan. 23 70. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat 24 lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh 25 bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus 26 tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset 27 tetap lainnya. 28 71. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada 29 karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins). 30 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE 31 ASSETS) 32 72. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. 33 Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya 34 mempunyai karakteristik sebagai berikut: 35 (a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan; 36 (b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; 37 (c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan 38 (d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya. 39 73. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh 40 pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 11
  • 362. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus 2 diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. 3 74. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, 4 sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi. 5 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) 6 75. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, 7 memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan 8 prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. 9 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT 10 AND DISPOSAL) 11 76. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan 12 atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada 13 manfaat ekonomik masa yang akan datang. 14 77. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas 15 harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 16 Keuangan. 17 78. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah 18 tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset 19 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 20 PENGUNGKAPAN 21 79. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing- 22 masing jenis aset tetap sebagai berikut: 23 (a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat 24 (carrying amount); 25 (b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang 26 menunjukkan: 27 (1) Penambahan; 28 (2) Pelepasan; 29 (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; 30 (4) Mutasi aset tetap lainnya. 31 (c) Informasi penyusutan, meliputi: 32 (1) Nilai penyusutan; 33 (2) Metode penyusutan yang digunakan; 34 (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 35 (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan 36 akhir periode; LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 12
  • 363. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 80. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: 2 (a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap; 3 (b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset 4 tetap; 5 (c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan 6 (d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap. 7 81. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal 8 berikut harus diungkapkan: 9 (a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; 10 (b) Tanggal efektif penilaian kembali; 11 (c) Jika ada, nama penilai independen; 12 (d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya 13 pengganti; 14 (e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap; 15 TANGGAL EFEKTIF 16 82. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 17 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 18 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 13
  • 364. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.09 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (i)
  • 365. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN…………………………………………..………………… 1 -4 Tujuan………………… ……………………………...….…………..…. 1-2 Ruang Lingkup…………………………………………………....…..... 3-4 DEFINISI………………………………………………………………………. 5 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN …..………………………..…….. 6-7 KONTRAK KONSTRUKSI.…….……………………….……………..……. 8 - 9 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI......…… 10-12 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN……………...…. 13-16 PENGUKURAN…………………………………………..………………...… 17-32 PENGUNGKAPAN ………….………………………………………...…….. 33-35 TANGGAL EFEKTIF.....…………………………………………………………. 36 LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (ii)
  • 366. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 2 NO. 08 3 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 TUJUAN 10 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 11 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan 12 metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam 13 Pengerjaan adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat 14 sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 15 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 16 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 17 Pengerjaan; 18 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 19 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 20 RUANG LINGKUP 21 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan 22 aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 23 dan/atau masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 24 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib 25 menerapkan standar ini. 26 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 27 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 28 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 29 berlainan. 30 DEFINISI 31 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 32 Pernyataan Standar dengan pengertia: LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 1
  • 367. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses 2 pembangunan. 3 Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk 4 konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu 5 sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan 6 fungsi atau tujuan atau penggunaan utama. 7 Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk 8 membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan 9 entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak 10 konstruksi. 11 Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum 12 pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi. 13 Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai 14 penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. 15 Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan 16 pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi. 17 Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga 18 pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran 19 jumlah tersebut. 20 Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang 21 dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum 22 dibayar oleh pemberi kerja. 23 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 24 6. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan 25 mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya 26 yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu 27 periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi 28 pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu 29 perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. 30 7. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri 31 (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. 32 KONTRAK KONSTRUKSI 33 8. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah 34 aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal 35 rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak 36 seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 2
  • 368. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 9. Kontrak konstruksi dapat meliputi: 2 (a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 3 perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur; 4 (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset; 5 (c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan 6 konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering; 7 (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan. 8 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI 9 10. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah 10 untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu 11 untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi 12 tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak 13 konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi 14 atau kelompok kontrak konstruksi. 15 11. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, 16 konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi 17 yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi: 18 (a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset; 19 (b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta 20 pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang 21 berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; 22 (c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan. 23 12. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan 24 konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah 25 sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak 26 tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak 27 konstruksi terpisah jika: 28 (a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, 29 teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak 30 semula; atau 31 (b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga 32 kontrak semula. 33 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 34 13. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi 35 Dalam Pengerjaan jika: LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 3
  • 369. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang 2 berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; 3 (b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan 4 (c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan. 5 14. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang 6 dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan 7 oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan 8 dalam aset tetap. 9 15. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap 10 yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi: 11 (a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan 12 (b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan; 13 16. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap 14 yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan 15 siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. 16 PENGUKURAN 17 17. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya 18 perolehan. 19 20 Biaya Konstruksi 21 18. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain: 22 (a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi; 23 (b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan 24 dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan 25 (c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi 26 yang bersangkutan. 27 19. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan 28 konstruksi antara lain meliputi: 29 (a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; 30 (b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; 31 (c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi 32 pelaksanaan konstruksi; 33 (d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan; LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 4
  • 370. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan 2 dengan konstruksi. 3 20. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada 4 umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi: 5 (a) Asuransi; 6 (b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung 7 berhubungan dengan konstruksi tertentu; 8 (c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi 9 yang bersangkutan seperti biaya inspeksi. 10 Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis 11 dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang 12 mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan 13 adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung. 14 21. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui 15 kontrak konstruksi meliputi: 16 (a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan 17 tingkat penyelesaian pekerjaan; 18 (b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung 19 dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada 20 tanggal pelaporan; 21 (c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan 22 dengan pelaksanaan kontrak konstruksi. 23 22. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor. 24 23. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan 25 secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan 26 dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai 27 penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan. 28 24. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang 29 disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan 30 perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. 31 25. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman 32 yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya 33 konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan 34 secara andal. 35 26. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang 36 timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai 37 konstruksi. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 5
  • 371. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 27. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh 2 melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang 3 bersangkutan. 4 28. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis 5 aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode 6 yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan 7 metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. 8 29. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan 9 sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka 10 biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara 11 pembangunan konstruksi dikapitalisasi. 12 30. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat 13 terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur 14 tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika 15 pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja 16 atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara 17 dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force 18 majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga 19 pada periode yang bersangkutan. 20 31. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan 21 yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis 22 pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya 23 pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam 24 proses pengerjaan. 25 32. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset 26 yang masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 27 12. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang 28 berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk 29 bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian 30 pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman. 31 PENGUNGKAPAN 32 33. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai 33 Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi: 34 (a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat 35 penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya; 36 (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya; 37 (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan; LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 6
  • 372. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Uang muka kerja yang diberikan; 2 (e) Retensi. 3 34. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 4 retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa 5 pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 6 Keuangan. 7 35. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman 8 sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan 9 penyerapannya sampai tanggal tertentu. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 36. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 7
  • 373. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.10 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (i)
  • 374. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1-4 Tujuan------------------------------------------------------------------------------ 1 Ruang Lingkup------------------------------------------------------------------- 2-4 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-8 KLASIFIKASI KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------- 9-17 PENGAKUAN KEWAJIBAN --------------------------------------------------------- 18-31 PENGUKURAN KEWAJIBAN ------------------------------------------------------- 32-59 Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) ------------------------- 35-37 Utang Bunga (Accrued Interest) --------------------------------------------- 38-39 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) ------------------------------------ 40-41 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang ------------------------------------ 42-43 Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities) ----------------- 44 Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang Diperjualbelikan ----------------------------------------------------------------- 45-53 Perubahan Valuta Asing ------------------------------------------------------ 54-59 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ---------------- 60-62 TUNGGAKAN ---------------------------------------------------------------------------- 63-66 RESTRUKTURISASI UTANG -------------------------------------------------------- 67-78 Penghapusan Utang ----------------------------------------------------------- 73-78 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------- 79-83 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN --------------------------------------------- 84-85 TANGGAL EFEKTIF-------------------------------------------------------------------- 86 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (ii)
  • 375. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 2 NOMOR 09 3 KEWAJIBAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 11 akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, 12 amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut. 13 Ruang Lingkup 14 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 15 pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 16 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, 17 pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 18 3. Pernyataan Standar ini mengatur: 19 (a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek 20 dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam 21 Negeri dan Utang Luar Negeri. 22 (b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang 23 asing. 24 (c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi 25 pinjaman. 26 (d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah. 27 Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan 28 khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut. 29 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 30 (a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi. 31 (b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai. 32 (c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari 33 transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing 34 seperti pada paragraf 3(b). 35 Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 1
  • 376. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 4 Amortisasi adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto selama 5 umur utang pemerintah. 6 Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya 7 disebut Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup 8 lama agar siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya. 9 Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung 10 oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana. 11 Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur. 12 Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present 13 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 14 bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif. 15 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 16 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 17 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 18 keuangan. 19 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 20 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 21 pemerintah. 22 Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur. 23 Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum 24 pasti. 25 Kewajiban kontinjensi adalah: 26 (a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan 27 keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya 28 suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya 29 berada dalam kendali suatu entitas; atau 30 (b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak 31 diakui karena: 32 (1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) suatu entitas 33 mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat 34 ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau 35 (2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. 36 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 37 Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan 38 jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah. 39 Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali 40 transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 2
  • 377. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, 2 perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan 3 perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan 4 menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 5 Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang 6 dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau 7 premium yang belum diamortisasi. 8 Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih 9 dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran 10 bunga secara diskonto. 11 Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang 12 pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah 13 sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan 14 (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum. 15 Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present 16 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 17 bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif. 18 Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur 19 untuk memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa 20 pengurangan jumlah utang, dalam bentuk: 21 (a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan 22 dengan utang baru; atau 23 (b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah 24 persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan 25 utang dapat berbentuk: 26 (1) Perubahan jadwal pembayaran, 27 (2) Penambahan masa tenggang, atau 28 (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga 29 yang jatuh tempo dan/atau tertunggak. 30 Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan 31 utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai 32 jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat 33 Utang Negara (SUN). 34 Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka 35 waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga 36 secara diskonto. 37 Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan 38 utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin 39 pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, 40 sesuai dengan masa berlakunya. 41 Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan 42 entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 3
  • 378. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 U MU M 2 6. Karakterisitik utama kewajiban adalah bahwa pemerintah 3 mempunyai kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya 4 mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 5 7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 6 tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 7 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 8 pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas 9 pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga 10 terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, 11 kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti 12 rugi, kelebihan setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke 13 entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. 14 8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 15 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 16 KLASIFIKASI KEWAJIBAN 17 9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos 18 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan 19 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan dan lebih dari 12 (dua belas) 20 bulan setelah tanggal pelaporan. 21 10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan 22 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 23 Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga 24 dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan 25 sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang. 26 11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 27 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 28 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 29 kewajiban jangka panjang. 30 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 31 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 32 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 33 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 34 13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 35 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 36 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak 37 Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 38 14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 39 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan 40 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 41 jika: LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 4
  • 379. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 2 bulan; dan 3 (b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban 4 tersebut atas dasar jangka panjang; dan 5 (c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian 6 pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali 7 terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan 8 disetujui. 9 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka 10 pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang 11 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 12 16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 13 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 14 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 15 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 16 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 17 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 18 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 19 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 20 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 21 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 22 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 23 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 24 17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 25 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 26 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 27 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 28 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 29 (a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 30 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 31 (b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam 32 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 33 PENGAKUAN KEWAJIBAN 34 18. Pelaporan keuangan untuk tujuan umum harus menyajikan 35 kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber 36 daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan 37 kewajiban yang ada sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban 38 tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 39 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi) 40 sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya 41 suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin 42 dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 5
  • 380. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal 2 yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti 3 transaksi dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan 4 karena ketidaksengajaan. 5 20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai 6 nilai. Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran dan tanpa 7 pertukaran. Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran dan tanpa 8 pertukaran sangat penting untuk menentukan titik pengakuan kewajiban. 9 21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau 10 pada saat kewajiban timbul. 11 22. Kewajiban dapat timbul dari: 12 (a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions); 13 (b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum 14 yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan belum lunas dibayar sampai 15 dengan saat tanggal pelaporan; 16 (c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events); 17 (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events). 18 23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing- 19 masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu 20 nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya 21 atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan 22 pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa 23 sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa 24 depan. 25 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat 26 pegawai pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi 27 yang diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu 28 transaksi pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan 29 penerima kerja) menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban 30 kompensasi meliputi gaji yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan 31 biaya manfaat pegawai lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan. 32 25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak 33 dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan 34 atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber 35 daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu kewajiban harus 36 diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan. 37 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus 38 kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika 39 pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan 40 hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan 41 pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui 42 transaksi dengan pertukaran. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 6
  • 381. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian 2 yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara 3 pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar 4 kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam 5 hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan 6 basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan 7 pertukaran. 8 28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan 9 kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan 10 kewajiban saat timbulnya kejadian tersebut sepanjang hukum yang berlaku dan 11 kebijakan yang ada memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar 12 kerusakan dan sepanjang jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan 13 andal. Contoh kejadian ini adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan 14 pribadi yang disebabkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah. 15 29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian 16 yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai 17 konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan 18 untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab 19 luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering 20 diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya 21 tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang 22 timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah 23 dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 24 Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban 25 sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab 26 keuangan pemerintah atas biaya yang timbul sehubungan dengan kejadian 27 tersebut dan telah terjadinya transaksi dengan pertukaran atau tanpa 28 pertukaran. 29 30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan 30 biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria 31 berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya 32 yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat 33 kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum 34 dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban 35 bencana). 36 31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari 37 kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota- 38 kota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi 39 bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari 40 pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota- 41 kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi 42 sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor 43 yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau 44 tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 7
  • 382. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang 2 diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa 3 pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum 4 dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke 5 pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan 6 sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah. 7 PENGUKURAN KEWAJIBAN 8 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 9 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 10 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 11 tanggal neraca. 12 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban 13 pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang 14 tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti 15 transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta 16 asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan 17 dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 18 34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti 19 karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan 20 nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan. 21 Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) 22 35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk 23 barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus 24 mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang 25 tersebut 26 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan 27 spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang 28 dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan 29 berita acara kemajuan pekerjaan. 30 37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit 31 pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit 32 nonpemerintahan. 33 Utang Bunga (Accrued Interest) 34 38. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar 35 biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat 36 berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang 37 bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap 38 akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan. 39 39. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk 40 sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 8
  • 383. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, 2 kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN. 3 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 4 40. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan 5 berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada 6 laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. 7 41. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus 8 diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang 9 dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo 10 pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo 11 pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar 12 jumlah yang masih harus disetorkan. 13 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 14 42. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk 15 bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo 16 dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 17 43. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 18 adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus 19 dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 20 Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current 21 Liabilities) 22 44. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak 23 termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya 24 tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan 25 disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan 26 karakteristik masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji 27 kepada pegawai dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan 28 atas jasa yang telah diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah 29 penerimaan pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh 30 pemerintah kepada pihak lain. 31 Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan 32 yang Diperjualbelikan 33 45. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik 34 utang tersebut yang dapat berbentuk: 35 (a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt) 36 (b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt) LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 9
  • 384. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Utang Pemerintah yang tidak 2 Diperjualbelikan (Non-Traded Debt) 3 46. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak 4 diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada 5 pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam 6 kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan. 7 47. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan 8 adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international 9 seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini 10 biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement). 11 48. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat 12 menggunakan skedul pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga 13 tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga 14 dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya, 15 penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga 16 tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan data-data 17 sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada. 18 Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt) 19 49. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat 20 diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari 21 pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode 22 akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau 23 hasil penjualan, dan penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan 24 dibayarkan ke pemegangnya dan pada periode diantaranya untuk 25 menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah. 26 50. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam 27 bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat 28 memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo. 29 51. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai 30 pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium 31 yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar 32 nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai 33 pari (face). Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah 34 nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas 35 yang dijual dengan harga premium nilainya akan berkurang. 36 52. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh 37 tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk 38 Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai 39 berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo (face value) bila 40 dijual dengan nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman 41 pemerintah yang dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 10
  • 385. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 maka penilaian selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau 2 premium yang ada. 3 53. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan 4 metode garis lurus. 5 Perubahan Valuta Asing 6 54. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan 7 menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. 8 55. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs 9 spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal 10 transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama 11 seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. 12 Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk 13 suatu periode tidak dapat diandalkan. 14 56. Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam 15 mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan 16 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 17 57. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang 18 asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan 19 atau penurunan ekuitas dana periode berjalan. 20 58. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam 21 mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang 22 berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan. 23 59. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan 24 diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui 25 pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi 26 berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs 27 harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan 28 perubahan kurs untuk masing-masing periode. 29 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH 30 TEMPO 31 60. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum 32 jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature) 33 dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk 34 penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga 35 perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada 36 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang 37 berkaitan. 38 61. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai 39 tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 11
  • 386. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan 2 menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan. 3 62. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat 4 (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana 5 yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas 6 Laporan Keuangan. 7 TUNGGAKAN 8 63. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan 9 dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas 10 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban. 11 64. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh 12 tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau 13 bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai 14 saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur 15 diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur. 16 65. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan 17 dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. 18 Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang 19 menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan 20 dan solvabilitas satu entitas. 21 66. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan 22 didalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang. 23 RESTRUKTURISASI UTANG 24 67. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan 25 utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif 26 sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai 27 tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut 28 melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan 29 persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada 30 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos 31 kewajiban yang terkait. 32 68. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga 33 efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode 34 antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga 35 efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai 36 tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam 37 persyaratan baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. 38 Berdasarkan tingkat bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal 39 pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh 40 tempo. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 12
  • 387. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 69. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru 2 harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan . 3 70. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana 4 ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk 5 bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka 6 debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan 7 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam 8 persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas 9 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang 10 berkaitan. 11 71. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang 12 sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran 13 kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas 14 masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang. 15 72. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat 16 merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai 17 contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi 18 keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk 19 menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur 20 pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang 21 sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus 22 diestimasi. 23 Penghapusan Utang 24 73. Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan 25 oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang 26 debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya. 27 74. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke 28 kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di 29 bawah nilai tercatatnya. 30 75. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di 31 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada 32 paragraf 70 berlaku. 33 76. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di 34 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas 35 sebagai debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas 36 dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 70, serta 37 mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari 38 pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan. 39 77. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus 40 mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi 41 kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara: LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 13
  • 388. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau 2 ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau 3 biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan 4 (b) Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur. 5 78. Penilaian kembali aset pada paragraf 76 akan menghasilkan 6 perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk 7 penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas 8 Laporan Keuangan. 9 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN 10 UTANG PEMERINTAH 11 79. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah 12 biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman 13 dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi: 14 (a) Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek 15 maupun jangka panjang; 16 (b) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman, 17 (c) Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya 18 konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya . 19 (d) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal 20 tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga. 21 80. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan 22 dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) 23 harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu 24 tersebut. 25 81. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung 26 dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap 27 aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan 28 secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman 29 ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 82. 30 82. Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya 31 hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset 32 tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila 33 perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi 34 pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat 35 terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan 36 dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan 37 jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga 38 diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan 39 hal tersebut. 40 83. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus 41 digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 14
  • 389. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata 2 tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu 3 yang berkaitan selama periode pelaporan. 4 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN 5 84. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam 6 bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik 7 kepada pemakainya. 8 85. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi 9 yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah: 10 (a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang 11 diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman; 12 (b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis 13 sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya; 14 (c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat 15 bunga yang berlaku; 16 (d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh 17 tempo; 18 (e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi: 19 (1) Pengurangan pinjaman; 20 (2) Modifikasi persyaratan utang; 21 (3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman; 22 (4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman; 23 (5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan 24 (6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode 25 pelaporan. 26 (f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur 27 utang berdasarkan kreditur. 28 (g) Biaya pinjaman: 29 (1) Perlakuan biaya pinjaman; 30 (2) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang 31 bersangkutan; dan 32 (3) Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan. 33 TANGGAL EFEKTIF 34 86. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 35 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 36 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 15
  • 390. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.11 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (i)
  • 391. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN------------------------------------------------------------------------- 1-3 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------- 2–3 DEFINISI --------------------------------------------------------------------------------- 4 KOREKSI KESALAHAN -------------------------------------------------------------- 5–23 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ---------------------------------------- 24–29 PERISTIWA LUAR BIASA ----------------------------------------------------------- 30–36 TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------- 37 LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (ii)
  • 392. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 10 3 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN 4 AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 Tujuan 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 12 akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, dan peristiwa 13 luar biasa. 14 Ruang Lingkup 15 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu 16 entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan 17 pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar 18 biasa. 19 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 20 menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua 21 entitas akuntansi, termasuk badan layanan umum, yang berada di bawah 22 pemerintah pusat/daerah. 23 DEFINISI 24 4. Berikut Istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 25 Standar dengan pengertian: 26 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi- 27 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 28 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 1
  • 393. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai 2 dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode 3 berjalan atau periode sebelumnya. 4 Koreksi adalah tindakan pembetulan akuntansi agar pos-pos yang tersaji 5 dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya. 6 Peristiwa Luar Biasa adalah kejadian atau transaksi yang secara jelas 7 berbeda dari aktivitas normal entitas dan karenanya tidak diharapkan 8 terjadi dan berada diluar kendali atau pengaruh entitas sehingga memiliki 9 dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi 10 aset/kewajiban. 11 KOREKSI KESALAHAN 12 5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau 13 beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. 14 Kesalahan mungkin timbul dari adanya keterlambatan penyampaian bukti 15 transaksi anggaran oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan matematis, 16 kesalahan dalam penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan 17 interpretasi fakta, kecurangan , atau kelalaian. 18 6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh 19 signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga 20 laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi. 21 7. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompok-kan dalam 2 22 (dua) jenis: 23 (a) Kesalahan yang tidak berulang; 24 (b) Kesalahan yang berulang dan sistemik; 25 8. Kesalahan yang tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan 26 tidak akan terjadi kembali yang dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: 27 (a) Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; 28 (b) Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya; 29 9. Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang 30 disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang 31 diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari 32 wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau 33 tambahan pembayaran dari wajib pajak. 34 10. Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi segera 35 setelah diketahui. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 2
  • 394. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 11. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 2 periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, 3 dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode 4 berjalan. 5 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 6 periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila 7 laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan 8 pembetulan pada akun pendapatan atau akun belanja dari periode yang 9 bersangkutan. 10 13. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 11 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 12 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, 13 serta mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan 14 keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 15 pembetulan pada akun pendapatan lain-lain, akun aset, serta akun ekuitas 16 dana yang terkait. 17 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 18 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 19 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas 20 dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila 21 laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 22 pembetulan pada akun pendapatan lain-lain. 23 15. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak 24 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi 25 posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, 26 dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas dana lancar. 27 16. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah 28 ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah. 29 17. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13, 14, 30 dan 15 tidak dengan sendirinya berpengaruh terhadap pagu anggaran atau 31 belanja entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi 32 kesalahan. Akun koreksi pendapatan periode lalu dan akun koreksi belanja 33 periode lalu disajikan secara terpisah dalam Laporan Realisasi Anggaran. Akibat 34 koreksi kesalahan tersebut selanjutnya diungkapkan pada Catatan atas Laporan 35 Keuangan. 36 18. Koreksi kesalahan belanja sebagaimana dijelaskan pada paragraf 37 13 dan 14 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang 38 mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan belanja yang menambah saldo 39 kas yaitu pengembalian belanja pegawai karena salah penghitungan jumlah gaji, 40 dikoreksi menambah saldo kas dan pendapatan lain-lain. Contoh koreksi 41 kesalahan belanja yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 3
  • 395. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pegawai tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi mengurangi akun ekuitas 2 dana lancar dan mengurangi saldo kas. Terhadap koreksi kesalahan yang 3 berkaitan dengan belanja yang menghasilkan aset, disamping mengoreksi saldo 4 kas dan pendapatan lain-lain juga perlu dilakukan koreksi terhadap aset yang 5 bersangkutan dan pos ekuitas dana diinvestasikan. Sebagai contoh, belanja aset 6 tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan belanja 7 tersebut harus dikembalikan, maka koreksi yang harus dilakukan adalah dengan 8 menambah kas dan pendapatan lain-lain, serta mengurangi pos aset tetap dan 9 pos ekuitas dana diinvestasikan. 10 19. Koreksi kesalahan pendapatan sebagaimana dijelaskan pada 11 paragraf 15 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang 12 mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang menambah 13 saldo kas yaitu terdapat transaksi penyetoran bagian laba perusahaan negara 14 yang belum dilaporkan. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah 15 menambah saldo kas dan ekuitas dana lancar. Contoh koreksi kesalahan 16 pendapatan yang mengurangi saldo kas yaitu kesalahan pengembalian 17 pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer. Dalam hal demikian, 18 koreksi yang perlu dilakukan adalah mengurangi saldo kas dan ekuitas dana 19 lancar. 20 20. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 21 periode-periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik 22 sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, 23 dilakukan dengan pembetulan pos-pos neraca terkait pada periode 24 ditemukannya kesalahan. 25 21. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas 26 sebagaimana disebutkan pada paragraf 20 adalah belanja untuk membeli 27 perabot kantor (aset tetap) dilaporkan sebagai belanja perjalanan dinas. Dalam 28 hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mendebet pos aset tetap dan 29 mengkredit pos ekuitas dana investasi pada aset tetap. 30 22. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada 31 paragraf 9 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi. 32 23. Akibat kumulatif dari koreksi kesalahan yang berhubungan 33 dengan periode-periode yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam 34 baris tersendiri pada Laporan Arus Kas tahun berjalan. 35 36 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI 37 24. Para pengguna perlu membandingkan laporan keuangan dari 38 suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui trend posisi LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 4
  • 396. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang 2 digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode. 3 25. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran 4 akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria 5 kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan 6 akuntansi. 7 26. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya 8 apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh 9 peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, 10 atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan 11 informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang 12 lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas. 13 27. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai 14 berikut: 15 (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara 16 substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan 17 (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang 18 sebelumnya tidak ada atau yang tidak material. 19 28. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan 20 suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut 21 harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan 22 persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi. 23 29. Perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya harus 24 diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 25 PERISTIWA LUAR BIASA 26 30. Peristiwa luar biasa menggambarkan suatu kejadian atau 27 transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas biasa. Di dalam aktivitas biasa 28 entitas pemerintah termasuk penanggulangan bencana alam atau sosial yang 29 terjadi berulang. Dengan demikian, yang termasuk dalam peristiwa luar biasa 30 hanyalah peristiwa-peristiwa yang belum pernah atau jarang terjadi sebelumnya. 31 31. Peristiwa yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas adalah 32 kejadian yang sukar diantisipasi dan oleh karena itu tidak dicerminkan di dalam 33 anggaran. Suatu kejadian atau transaksi yang berada di luar kendali atau 34 pengaruh entitas merupakan peristiwa luar biasa bagi suatu entitas atau 35 tingkatan pemerintah tertentu, tetapi peristiwa yang sama tidak tergolong luar 36 biasa untuk entitas atau tingkatan pemerintah yang lain. 37 32. Dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran karena 38 peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian dimaksud secara tunggal LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 5
  • 397. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 menyebabkan penyerapan sebagian besar anggaran belanja tak tersangka atau 2 dana darurat sehingga memerlukan perubahan/pergeseran anggaran secara 3 mendasar. 4 33. Anggaran belanja tak tersangka atau anggaran belanja lain-lain 5 yang ditujukan untuk keperluan darurat biasanya ditetapkan besarnya 6 berdasarkan perkiraan dengan memanfaatkan informasi kejadian yang bersifat 7 darurat pada tahun-tahun lalu. Apabila selama tahun anggaran berjalan terjadi 8 peristiwa darurat, bencana, dan sebagainya yang menyebabkan penyerapan 9 dana dari mata anggaran ini, peristiwa tersebut tidak dengan sendirinya termasuk 10 peristiwa luar biasa, terutama bila peristiwa tersebut tidak sampai menyerap porsi 11 yang signifikan dari anggaran yang tersedia. Tetapi apabila peristiwa tersebut 12 secara tunggal harus menyerap 50% (lima puluh persen) atau lebih anggaran 13 tahunan, maka peristiwa tersebut layak digolongkan sebagai peristiwa luar biasa. 14 Sebagai petunjuk, akibat penyerapan dana yang besar itu, entitas memerlukan 15 perubahan atau penggeseran anggaran guna membiayai peristiwa luar biasa 16 dimaksud atau peristiwa lain yang seharusnya dibiayai dengan mata anggaran 17 belanja tak tersangka atau anggaran lain-lain untuk kebutuhan darurat. 18 34. Dampak yang signifikan terhadap posisi aset/kewajiban karena 19 peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian atau transaksi dimaksud 20 menyebabkan perubahan yang mendasar dalam keberadaan atau nilai 21 aset/kewajiban entitas. 22 35. Peristiwa luar biasa harus memenuhi seluruh persyaratan 23 berikut: 24 (a) Tidak merupakan kegiatan normal dari entitas; 25 (b) Tidak diharapkan terjadi dan tidak diharapkan terjadi berulang; 26 (c) Berada di luar kendali atau pengaruh entitas; 27 (d) Memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau 28 posisi aset/kewajiban. 29 36. Hakikat, jumlah dan pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa 30 luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam Catatan atas Laporan 31 Keuangan. 32 TANGGAL EFEKTIF 33 37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 34 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 35 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 6
  • 398. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN LAMPIRAN II.12 PSAP 11 – (i)
  • 399. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN----------------------------------------------------------------- 1-4 Tujuan ------------------------------------------------------------------------ 1 Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------- 2-4 DEFINISI --------------------------------------------------------------------------- 5 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN----------- 6-10 ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------- 11 ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------------------------- 12-15 BADAN LAYANAN UMUM --------------------------------------------------- 16 PROSEDUR KONSOLIDASI ------------------------------------------------- 17-21 TANGGAL EFEKTIF------------------------------------------------------------ 22 LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - (i)
  • 400. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 11 3 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur 11 penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan 12 dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general 13 purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan 14 kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang 15 dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan 16 keuangan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna 17 laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam 18 ketentuan peraturan perundang-undangan. 19 Ruang Lingkup 20 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit 21 pemerintahan yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan 22 secara terkonsolidasi menurut Pernyataan Standar ini agar 23 mencerminkan satu kesatuan entitas. 24 3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat 25 sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas 26 akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. 27 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 28 (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah; 29 (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi; 30 (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 1
  • 401. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2 DEFINISI 3 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 4 Pernyataan Standar dengan pengertian: 5 Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan 6 pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelyanan kepada 7 masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual 8 tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan 9 kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 10 Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna 11 anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib 12 menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan 13 untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 14 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau 15 lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang- 16 undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa 17 laporan keuangan. 18 Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang 19 diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas 20 pelaporan lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik 21 agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian. 22 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan 23 yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas 24 pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 25 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 26 KONSOLIDASIAN 27 6. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan 28 Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 29 7. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode 30 pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas 31 pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 2
  • 402. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 8. Pemerintah pusat menyampaikan laporan keuangan 2 konsolidasian dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga 3 legislatif. 4 9. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan 5 eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun 6 demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal 7 tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 8 10. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain 9 sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang belum 10 dipertanggungjawabkan oleh Bendaharawan Pembayar sampai dengan 11 akhir periode akuntansi. 12 ENTITAS PELAPORAN 13 11. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan 14 perundang-undangan, yang umumnya bercirikan: 15 (a) Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau 16 mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran, 17 (b) Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, 18 (c) Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat 19 atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan 20 (d) Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung 21 maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang 22 menyetujui anggaran. 23 ENTITAS AKUNTANSI 24 12. Pengguna anggaran/pengguna barang sebagai entitas 25 akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan 26 keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya 27 yang ditujukan kepada entitas pelaporan. 28 13. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja 29 atau mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib 30 menyelenggarakan akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan 31 keuangan menurut standar akuntansi pemerintahan. Laporan keuangan 32 tersebut disampaikan secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 3
  • 403. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas 2 pelaporan. 3 14. Perusahaan negara/daerah pada dasarnya adalah suatu 4 entitas akuntansi, namun akuntansi dan penyajian laporannya tidak 5 menggunakan standar akuntansi pemerintahan. 6 15. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan 7 yang berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai 8 pengaruh signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat 9 ditetapkan sebagai entitas pelaporan. 10 BADAN LAYANAN UMUM 11 16. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan 12 umum, memungut dan menerima serta membelanjakan dana masyarakat 13 yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak 14 berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. 15 Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, 16 dan otorita. 17 PROSEDUR KONSOLIDASI 18 17. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini 19 dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun 20 yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas 21 pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal 22 balik. 23 18. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan 24 menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara 25 organisatoris berada di bawahnya. 26 19. Konsolidasi dapat dilaksanakan baik dengan mengeliminasi 27 akun-akun yang timbal balik (reciprocal) maupun tanpa mengeliminasinya. 28 20. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun- 29 akun yang timbal-balik, maka nama-nama akun yang timbal balik, dan 30 estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik dicantumkan dalam 31 Catatan atas Laporan Keuangan. 32 21. Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) 33 digabungkan pada kementerian negara/lembaga teknis pemerintah LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 4
  • 404. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya dengan 2 ketentuan sebagai berikut: 3 (a) Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto 4 kepada Laporan Realisasi Anggaran kementerian 5 negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara 6 organisatoris membawahinya. 7 (b) Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian 8 negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara 9 organisatoris membawahinya. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 22. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, ttd SETIO SAPTO NUGROHO LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 5
  • 405. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL
  • 406. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 PROSES PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL Dalam rangka peningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah dan untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta memfasilitasi manajemen keuangan/aset yang lebih transparan dan akuntabel, maka perlu penerapan akuntansi berbasis akrual yang merupakan best practice di dunia internasional. Pengantar ini menguraikan lebih lanjut tentang latar belakang, kedudukan dan peran serta tugas Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), berikut penjelasan lingkup proses penyusunan SAP berbasis akrual (untuk selanjutnya disebut SAP Berbasis Akrual) dan pentingnya isi pokok, perbedaan mendasar antara SAP Berbasis Akrual dengan SAP berbasis kas menuju akrual sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005 (untuk selanjutnya disebut SAP Berbasis Kas Menuju Akrual), dan implementasi SAP Berbasis Akrual. Isi dari pengantar ini dapat digunakan sebagai referensi untuk memahami dan menerapkan SAP Berbasis Akrual. LATAR BELAKANG 1. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 2. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menegaskan ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 1
  • 407. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. 3. Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, menegaskan kembali tentang ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya pada Tahun Anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. 4. SAP berisikan prinsip-prinsip akuntansi pemerintahan yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. PSAP adalah SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal mulai berlaku dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sehingga mempunyai kekuatan hukum. KEDUDUKAN DAN PERAN KSAP 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan tugas penyusunan SAP kepada suatu komite standar yang independen. 6. Sesuai amanat Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), yang untuk pertama kali ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 84 Tahun 2004 tentang Keanggotaan KSAP, dan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 3 Tahun 2009. 7. KSAP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan melalui penyusunan dan pengembangan standar akuntansi pemerintahan, termasuk mendukung pelaksanaan penerapan standar tersebut. LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 2
  • 408. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 8. KSAP terdiri dari Komite Konsultatif Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite Konsultatif) dan Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite Kerja). TUGAS KSAP 9. Komite Konsultatif bertugas memberi konsultasi dan/atau pendapat dalam rangka perumusan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 10. Komite Kerja bertugas mempersiapkan, merumuskan dan menyusun konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. KSAP menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah. 11. Selain menyusun SAP, KSAP bertugas mempersiapkan, mengkaji, melakukan riset terbatas dan menerbitkan berbagai publikasi yang berhubungan dengan standar, antara lain Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) dan Buletin Teknis. IPSAP dan Buletin Teknis merupakan pedoman dan informasi yang diterbitkan oleh KSAP untuk memudahkan pemahaman dan penerapan SAP, serta untuk mengatasi masalah-masalah akuntansi dan pelaporan keuangan. PROSES BAKU PENYUSUNAN (Due Process) SAP BERBASIS AKRUAL 12. Proses penyiapan SAP Berbasis Akrual dilakukan melalui prosedur yang meliputi tahap-tahap kegiatan (due process) yang dilakukan dalam penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) oleh KSAP. Due process meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar Tahap ini merupakan proses pengidentifikasian topik-topik akuntansi dan pelaporan keuangan yang memerlukan pengaturan dalam bentuk pernyataan standar akuntansi pemerintahan. LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 3
  • 409. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP KSAP dapat membentuk pokja yang bertugas membahas topik-topik yang telah disetujui. Keanggotaan Pokja ini berasal dari berbagai instansi yang kompeten di bidangnya. c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja Untuk pembahasan suatu topik, Pokja melakukan riset terbatas terhadap literatur-literatur, standar akuntansi yang berlaku di berbagai negara, praktik-praktik akuntansi yang sehat (best practices), peraturan-peraturan dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas. d. Penulisan Draf SAP oleh Kelompok Kerja Berdasarkan hasil riset terbatas dan acuan lainnya, Pokja menyusun draf SAP. Draf yang telah selesai disusun selanjutnya dibahas oleh Pokja. e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja Draf yang telah disusun oleh pokja dibahas oleh anggota Komite Kerja. Pembahasan diutamakan pada substansi dan implikasi penerapan standar. Dengan pendekatan ini diharapkan draf tersebut menjadi standar akuntansi yang berkualitas. Pembahasan ini tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari draf awal yang diusulkan oleh Pokja. Pada tahap ini, Komite Kerja juga melakukan diskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyamakan persepsi. f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan Komite Kerja berkonsultasi dengan Komite Konsultatif untuk pengambilan keputusan peluncuran draf publikasian SAP. g. Peluncuran Draf SAP (Exposure Draft) KSAP melakukan peluncuran draf SAP dengan mengirimkan draf SAP kepada stakeholders, antara lain masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa, dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh tanggapan. LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 4
  • 410. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA h. Dengar Pendapat Publik Terbatas (Limited Public Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Public Hearings) Dengar pendapat dilakukan dua tahap yaitu dengar pendapat publik terbatas dan dengar pendapat publik. Dengar pendapat publik terbatas dilakukan dengan mengundang pihak-pihak dari kalangan akademisi, praktisi, pemerhati akuntansi pemerintahan, dan masyarakat yang berkepentingan terhadap SAP untuk memperoleh tanggapan dan masukan dalam rangka penyempurnaan draf publikasian. Dengar pendapat publik merupakan proses dengar pendapat dengan masyarakat yang berkepentingan terhadap SAP. Tahapan ini dimaksudkan untuk meminta tanggapan masyarakat terhadap draf SAP. i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan terhadap Draf SAP KSAP melakukan pembahasan atas tanggapan/masukan yang diperoleh dari dengar pendapat terbatas, dengar pendapat publik dan masukan lainnya dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf SAP. j. Finalisasi Standar Dalam rangka finalisasi draf SAP, KSAP memperhatikan pertimbangan dari BPK. Disamping itu, tahap ini merupakan tahap akhir penyempurnaan substansi, konsistensi, koherensi maupun bahasa. Finalisasi setiap PSAP ditandai dengan penandatanganan draf PSAP oleh seluruh anggota KSAP. 13. SAP Berbasis Akrual telah disusun dengan melalui tahapan proses penyiapan (due process) sebagaimana tersebut di atas. 14. Dalam menyusun SAP Berbasis Akrual, KSAP menggunakan materi dan rujukan yang dikeluarkan oleh: a. Pemerintah Indonesia, berupa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP; b. International Federation of Accountants; c. International Accounting Standards Committee/International Accounting Standards Board; LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 5
  • 411. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA d. International Monetary Fund; e. Ikatan Akuntan Indonesia; f. Financial Accounting Standards Board – USA; g. Governmental Accounting Standards Board – USA; h. Federal Accounting Standards Advisory Board – USA; i. Organisasi profesi lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan. 15. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan SAP Berbasis Akrual sebagai berikut: a. SAP Berbasis Akrual dikembangkan dari SAP PP 24/2005 dengan mengacu pada Internatonal Public Sector Accounting Standards (IPSAS) dan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku. b. SAP Berbasis Akrual adalah SAP PP 24/2005 yang telah dikembangkan sesuai dengan basis akrual. c. Laporan Operasional – yang dalam SAP PP 24/2005 disebut dengan nama Laporan Kinerja Keuangan dan bersifat opsional – dalam SAP Berbasis Akrual menjadi salah satu PSAP untuk pelaporan atas pendapatan dari sumber daya ekonomi yang diperoleh dan beban untuk kegiatan pelayanan pemerintahan. d. Kerangka konseptual dalam SAP PP 24/2005 dimodifikasi dan diperbarui sehingga menjadi kerangka konseptual dari PSAP berbasis akrual. 16. Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa PSAP PP 24/2005 sebagian besar telah mengacu pada praktik akuntansi berbasis akrual, dan agar pengguna yang sudah terbiasa dengan SAP PP 24/2005 masih dapat melihat kesinambungannya dengan SAP Berbasis Akrual. LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 6
  • 412. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ISI POKOK SAP BERBASIS AKRUAL DAN PERBEDAANNYA DENGAN SAP BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL 17. Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 1 Tahun 2004, sebagaimana diacu dalam Pasal 70 ayat (2), mengatur bahwa pengakuan pendapatan dan belanja pada APBN/APBD menggunakan basis akrual. Di lain pihak, praktik penganggaran dan pelaporan pelaksanaannya pada sebagian terbesar negara, termasuk Indonesia, menggunakan basis kas. Untuk itu KSAP menyusun SAP Berbasis Akrual yang mencakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), sebagaimana dicantumkan pada PSAP 2, dan PSAP berbasis akrual untuk pelaporan finansial, yang pada PSAP 12 memfasilitasi pencatatan pendapatan dan beban dengan basis akrual. 18. Laporan pelaksanaan anggaran yang berbasis kas terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Bagi Entitas Pelaporan di Pemerintah Pusat). Laporan finansial yang berbasis akrual terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. 19. Perbedaan mendasar SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan. IMPLEMENTASI SAP BERBASIS AKRUAL 20. Setelah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, SAP Berbasis Akrual dipublikasikan dan didistribusikan kepada masyarakat. 21. Selanjutnya KSAP melakukan sosialisasi SAP Berbasis Akrual kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Bentuk sosialisasi yang dilakukan berupa seminar/diseminasi/diskusi dengan para pengguna, program LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 7
  • 413. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA pendidikan profesional berkelanjutan, training of trainers (TOT) dan memfasilitasi konsultasi teknis terkait penerapan SAP Berbasis Akrual (help desk). 22. SAP Berbasis Akrual diterapkan dalam lingkup pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 23. Implementasi SAP Berbasis Akrual harus disertai dengan upaya sinkronisasi berbagai peraturan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan SAP Berbasis Akrual. 24. Keterbatasan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dinyatakan secara eksplisit pada setiap PSAP yang diterbitkan. BAHASA 25. Seluruh draf, PSAP, dan IPSAP serta buletin teknis diterbitkan oleh KSAP dalam bahasa Indonesia. Pengalihan ke bahasa lain agar diinformasikan kepada KSAP. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, ttd SETIO SAPTO NUGROHO LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 8