SlideShare a Scribd company logo
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TENTANG 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (2) 
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan 
Negara dan Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana 
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang 
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas 
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang 
Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan 
Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; 
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik 
Indonesia Tahun 1945; 
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang 
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia 
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara 
Republik Indonesia Nomor 4286); 
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang 
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran 
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana 
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- 
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan 
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara 
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan 
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 
MEMUTUSKAN: . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 2 - 
MEMUTUSKAN: 
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR AKUNTANSI 
PEMERINTAHAN. 
BAB I 
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1 
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 
1. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah 
daerah. 
2. Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, 
pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi 
dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta 
penginterpretasian atas hasilnya. 
3. Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya 
disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang 
diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan 
keuangan pemerintah. 
4. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang 
selanjutnya disingkat PSAP, adalah SAP yang diberi 
judul, nomor, dan tanggal efektif. 
5. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah 
konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar 
Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi 
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun 
laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan 
keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu 
masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar 
Akuntansi Pemerintahan. 
6. Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi 
Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat IPSAP, adalah 
penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas 
PSAP. 
7. Buletin . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 3 - 
7. Buletin Teknis SAP adalah informasi yang berisi 
penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi 
pengguna. 
8. SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui 
pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam 
pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui 
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan 
pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang 
ditetapkan dalam APBN/APBD. 
9. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang 
mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan 
berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas 
dana berbasis akrual. 
10. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, yang 
selanjutnya disingkat KSAP, adalah komite sebagaimana 
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang 
bertugas menyusun SAP. 
11. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian 
sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan 
elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak 
analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di 
lingkungan organisasi pemerintah. 
Pasal 2 
(1) SAP dinyatakan dalam bentuk PSAP. 
(2) SAP dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi 
Pemerintahan. 
Pasal 3 
(1) PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) 
dapat dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis 
SAP. 
(2) IPSAP . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 4 - 
(2) IPSAP dan Buletin Teknis SAP sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) disusun dan diterbitkan oleh KSAP dan 
diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa 
Keuangan. 
(3) Rancangan IPSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling 
lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum IPSAP 
diterbitkan. 
BAB II 
PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
Pasal 4 
(1) Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual. 
(2) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat 
(1) dinyatakan dalam bentuk PSAP. 
(3) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat 
(1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi 
Pemerintahan. 
(4) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan 
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana 
tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari 
Peraturan Pemerintah ini. 
Pasal 5 
(1) Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), 
perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri 
Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Badan 
Pemeriksa Keuangan. 
(2) Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) disusun oleh KSAP sesuai dengan 
mekanisme yang berlaku dalam penyusunan SAP. 
(3) Rancangan . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 5 - 
(3) Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud 
pada ayat (2) disampaikan oleh KSAP kepada Menteri 
Keuangan. 
(4) Menteri Keuangan menyampaikan usulan rancangan 
perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) 
kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mendapat 
pertimbangan. 
Pasal 6 
(1) Pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan 
yang mengacu pada SAP. 
(2) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada Pemerintah Pusat 
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang 
mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi 
Pemerintahan. 
(3) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah 
diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang 
mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi 
Pemerintahan. 
(4) Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan 
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur 
dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah 
berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. 
Pasal 7 
(1) Penerapan SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara 
bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju 
Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. 
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP 
Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) pada pemerintah pusat diatur dengan 
Peraturan Menteri Keuangan. 
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP 
Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) pada pemerintah daerah diatur dengan 
Peraturan Menteri Dalam Negeri. 
Pasal 8 . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 6 - 
Pasal 8 
(1) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 7 dinyatakan dalam bentuk PSAP. 
(2) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual 
Akuntansi Pemerintahan. 
(3) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan 
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah 
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang tidak 
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. 
BAB III 
KETENTUAN PENUTUP 
Pasal 9 
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: 
1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang 
Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara 
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan 
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503) 
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan 
2. Peraturan perundang-undangan yang mengatur 
mengenai penyelenggaraan akuntansi pemerintahan 
sepanjang belum diubah dan tidak bertentangan dengan 
Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku. 
Pasal 10 
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 
diundangkan. 
Agar . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 7 - 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan 
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
Ditetapkan di Jakarta 
pada tanggal 22 Oktober 2010 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
ttd 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 
Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 22 Oktober 2010 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
REPUBLIK INDONESIA, 
ttd 
PATRIALIS AKBAR 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 123 
Salinan sesuai dengan aslinya 
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA 
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan 
Bidang Perekonomian dan Industri, 
ttd 
SETIO SAPTO NUGROHO
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
PENJELASAN 
ATAS 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TENTANG 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
I. UMUM 
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam 
Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan 
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan 
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar akuntansi 
pemerintahan tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi 
Pemerintahan yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan 
Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan 
Pemeriksa Keuangan. 
Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses 
baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut 
merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap 
terdapat dalam Lampiran III. 
Penyusunan PSAP dilandasi oleh Kerangka Konseptual Akuntansi 
Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan 
pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan 
bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan 
keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari 
pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan 
Standar Akuntansi Pemerintahan. 
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, 
Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi 
Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan 
transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk 
pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. 
Penerapan . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 2 - 
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat 
sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang- 
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang 
menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan 
belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan 
pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan 
belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 
17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena 
itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti. 
Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis 
Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual 
terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat 
segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum 
siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. 
Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan sesuai 
dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. 
Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah pusat 
maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual. 
Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan 
menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan 
diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual. 
Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual 
dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku 
kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan 
pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan 
dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan 
sebanding dengan manfaat yang diperoleh. 
Selain mengubah basis SAP dari kas menuju akrual menjadi akrual, 
Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan perubahan terhadap PSAP 
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP 
tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan 
negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap 
harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan 
dari BPK. 
II. PASAL DEMI PASAL 
Pasal 1 
Cukup jelas. 
Pasal 2 . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 3 - 
Pasal 2 
Cukup jelas. 
Pasal 3 
Ayat (1) 
IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu 
guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP. 
Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis 
akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP 
dan/atau IPSAP. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Pasal 4 
Cukup jelas. 
Pasal 5 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan “perubahan” adalah penambahan, 
penghapusan, atau penggantian satu atau lebih PSAP. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Pasal 6 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diperlukan dalam 
rangka mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan 
Pemerintah secara nasional. 
Ayat (3) 
Selain mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi 
Pemerintahan, dalam menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan 
pada pemerintah daerah, gubernur/bupati/walikota mengacu pula 
pada peraturan daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan 
mengenai pengelolaan keuangan daerah. 
Ayat (4) . . .
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
- 4 - 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Pasal 7 
Ayat (1) 
Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan 
memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Pasal 8 
Cukup jelas. 
Pasal 9 
Angka 1 
Cukup jelas. 
Angka 2 
Peraturan perundang-undangan yang masih relevan dan tidak 
bertentangan dengan SAP Berbasis Akrual dinyatakan tetap berlaku. 
Peraturan perundang-undangan yang bertentangan harus dicabut 
dan/atau disesuaikan. 
IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang disusun oleh KSAP sepanjang 
tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan 
tetap berlaku. Jika terdapat IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang 
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini harus dicabut 
dan/atau disesuaikan. 
Pasal 10 
Cukup jelas. 
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5165
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
DAFTAR ISI LAMPIRAN I 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
1. LAMPIRAN I. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2. LAMPIRAN I.02 PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 
3. LAMPIRAN I.03 PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS 
KAS 
4. LAMPIRAN I.04 PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS 
5. LAMPIRAN I.05 PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 
6. LAMPIRAN I.06 PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN 
7. LAMPIRAN I.07 PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI 
8. LAMPIRAN I.08 PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP 
9. LAMPIRAN I.09 PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM 
PENGERJAAN 
10. LAMPIRAN I.10 PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN 
11. LAMPIRAN I.11 PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN 
KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI 
AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 
12. LAMPIRAN I.12 PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 
13. LAMPIRAN I.13 PSAP 12 LAPORAN OPERASIONAL
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.01 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
KERANGKA KONSEPTUAL 
AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 1-5 
TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------------------- 1-3 
RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------------------- 4-5 
LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN --------------------------------------------------- 6-16 
BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN KEKUASAAN -------------- 8-9 
SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER PENDAPATAN 
ANTAR PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------- 10 
PENGARUH PROSES POLITIK ---------------------------------------------------------------- 11 
HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN 
PEMERINTAH --------------------------------------------------------------------------------------- 12 
ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK, TARGET 
FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN ------------------------------------------------------- 13 
INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG MENGHASILKAN 
PENDAPATAN -------------------------------------------------------------------------------------- 14 
KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA UNTUK TUJUAN 
PENGENDALIAN ----------------------------------------------------------------------------------- 15 
PENYUSUTAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------------- 16 
PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA---------- --------------- 17-20 
PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------- 17 
KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ---------- 18-20 
ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN --------------------------------------------------------- 21-23 
PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------ 24-27 
PERANAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 24-25 
TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------- 26-27 
KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------------- 28-29 
DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN------------------------------------------------------- 30 
ASUMSI DASAR -------------------------------------------------------------------------------------------- 31-34 
KEMANDIRIAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------------ 32 
KESINAMBUNGAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------ 33 
KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG (MONETARY MEASUREMENT) ------ 34 
KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------- 35-40 
RELEVAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 36-37 
ANDAL ------------------------------------------------------------------------------------------------ 38 
DAPAT DIBANDINGKAN ------------------------------------------------------------------------- 39 
DAPAT DIPAHAMI --------------------------------------------------------------------------------- 40 
PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN --------------------------------------- 41-55 
BASIS AKUNTANSI ------------------------------------------------------------------------------- 42-45
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST) ------------------------------------------------------ 46-47 
REALISASI (REALIZATION) -------------------------------------------------------------------- 48-49 
SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE OVER 
FORM) ------------------------------------------------------------------------------------------------- 50 
PERIODISITAS (PERIODICITY) --------------------------------------------------------------- 51 
KONSISTENSI (CONSISTENCY) -------------------------------------------------------------- 52 
PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE) ----------------------------------- 53 
PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION) -------------------------------------------- 54-55 
KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL --------------------------------------- 56-59 
MATERIALITAS ------------------------------------------------------------------------------------- 57 
PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT -------------------------------------------------- 58 
KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF ----------------------------- 59 
UNSUR LAPORAN KEUANGAN ----------------------------------------------------------------------- 60-83 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------------------------------------- 61-62 
LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH ---------------------------------- 63 
NERACA ---------------------------------------------------------------------------------------------- 64-77 
Aset --------------------------------------------------------------------------------------------------- 66-72 
Kewajiban--------------------------------------------------------------------------------------------- 73-76 
Ekuitas ------------------------------------------------------------------------------------------------- 77 
LAPORAN OPERASIONAL ---------------------------------------------------------------------- 78-79 
LAPORAN ARUS KAS ---------------------------------------------------------------------------- 80-81 
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ----------------------------------------------------------- 82 
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------- 83 
PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 84-97 
KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN TERJADI --------- 87 
KEANDALAN PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------ 88-89 
PENGAKUAN ASET ------------------------------------------------------------------------------- 90-92 
PENGAKUAN KEWAJIBAN --------------------------------------------------------------------- 93-94 
PENGAKUAN PENDAPATAN ------------------------------------------------------------------ 95 
PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA ------------------------------------------------------- 96-97 
PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------ 98-99 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (iii)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PENDAHULUAN 
2 TUJUAN 
3 1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari 
4 penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan yang 
5 selanjutnya dapat disebut standar. Tujuannya adalah sebagai acuan bagi: 
6 (a) penyusun standar dalam melaksanakan tugasnya; 
7 (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi 
8 yang belum diatur dalam standar; 
9 (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan 
10 keuangan disusun sesuai dengan standar; dan 
11 (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang 
12 disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar. 
13 2. Kerangka Konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal 
14 terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam standar akuntansi 
15 pemerintahan. 
16 3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan 
17 standar, maka ketentuan standar diunggulkan relatif terhadap kerangka 
18 konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian diharapkan dapat 
19 diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi pemerintahan di 
20 masa depan. 
21 RUANG LINGKUP 
22 4. Kerangka konseptual ini membahas: 
23 (a) tujuan kerangka konseptual; 
24 (b) lingkungan akuntansi pemerintahan; 
25 (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna; 
26 (d) entitas akuntansi dan entitas pelaporan; 
27 (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, komponen laporan keuangan, 
28 serta dasar hukum; 
29 (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi 
30 dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; 
31 dan 
32 (g) unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan, pengakuan, dan 
33 pengukurannya. 
34 5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan 
35 pemerintah pusat dan daerah. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh 
3 terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. 
4 7. Ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu 
5 dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan 
6 adalah sebagai berikut: 
7 (a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan: 
8 (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan; 
9 (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar 
10 pemerintah; 
11 (3) pengaruh proses politik; 
12 (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. 
13 (b) Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian: 
14 (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan 
15 sebagai alat pengendalian; 
16 (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan; 
17 (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian; 
18 dan 
19 (4) Penyusutan nilai aset sebagai sumber daya ekonomi karena digunakan 
20 dalam kegiatan operasional pemerintahan. 
21 BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN 
22 KEKUASAAN 
23 8. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasas 
24 Pancasila, kekuasaan ada di tangan rakyat sesuai dengan sila keempat. Rakyat 
25 mendelegasikan kekuasaan kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. 
26 Sejalan dengan pendelegasian kekuasaan ini terdapat pemisahan wewenang di 
27 antara eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya 
28 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 
29 Tahun 1945. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga 
30 keseimbangan terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara 
31 penyelenggara negara. 
32 9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan negara, 
33 pemerintah menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada DPR/DPRD 
34 untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pemerintah 
35 melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan peraturan 
36 perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pemerintah 
37 bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada 
38 DPR/DPRD. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN 1 TRANSFER 
2 PENDAPATAN ANTAR PEMERINTAH 
3 10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam 
4 sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah 
5 provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas 
6 cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. 
7 Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak yang 
8 lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi dana 
9 umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan. 
10 PENGARUH PROSES POLITIK 
11 11. Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan 
12 kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya 
13 untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan 
14 keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber 
15 lainnya guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu ciri yang penting 
16 dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik 
17 untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. 
18 HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN 
19 PEMERINTAH 
20 12. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara 
21 langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar 
22 pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka 
23 memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak 
24 berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada 
25 wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah 
26 mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam 
27 mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut: 
28 (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya 
29 suka rela. 
30 (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak 
31 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti 
32 penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai 
33 tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh. 
34 (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan 
35 pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur 
36 sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan 
37 dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan 
38 pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan 
39 dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi 
40 lebih mudah. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan 
2 pemerintah adalah relatif sulit. 
3 ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK, 
4 TARGET FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN 
5 13. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil 
6 kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk 
7 melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk 
8 menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila 
9 diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran 
10 mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi 
11 upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu 
12 periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak tertutup 
13 kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau kurang dari 
14 satu tahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan pemerintah 
15 mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara 
16 lain karena: 
17 (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik. 
18 (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan 
19 antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan. 
20 (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi 
21 hukum. 
22 (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah. 
23 (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan 
24 pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada 
25 publik. 
26 INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG 
27 MENGHASILKAN PENDAPATAN 
28 14. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset 
29 yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti 
30 gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian 
31 besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program 
32 pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan 
33 manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi 
34 pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian besar 
35 aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah, 
36 bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa 
37 mendatang. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA 1 UNTUK 
2 TUJUAN PENGENDALIAN 
3 15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi dan 
4 pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang 
5 memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing 
6 merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara 
7 belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat 
8 diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain 
9 kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam 
10 pengembangan pelaporan keuangan pemerintah. 
11 PENYUSUTAN ASET TETAP 
12 16. Aset yang digunakan pemerintah, kecuali beberapa jenis aset 
13 tertentu seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan kapasitas yang terbatas. 
14 Seiring dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset dilakukan 
15 penyesuaian nilai. 
16 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA 
17 PENGGUNA 
18 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN 
19 17. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan 
20 pemerintah, namun tidak terbatas pada: 
21 (a) masyarakat; 
22 (b) wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 
23 (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan 
24 pinjaman; dan 
25 (d) pemerintah. 
26 KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA LAPORAN 
27 KEUANGAN 
28 18. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum 
29 untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan 
30 demikian, laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi 
31 kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, 
32 berhubung laporan keuangan pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas 
33 pengelolaan keuangan negara, maka komponen laporan yang disajikan setidak-34 
tidaknya mencakup jenis laporan dan elemen informasi yang diharuskan oleh 
35 ketentuan peraturan perundang-undangan (statutory reports). Selain itu, karena 
36 pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka ketentuan 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak 
2 perlu mendapat perhatian. 
3 19. Kebutuhan informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan 
4 serta posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan 
5 memadai apabila didasarkan pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan 
6 munculnya hak dan kewajiban, bukan berdasarkan pada arus kas semata. 
7 Namun, apabila terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang 
8 mengharuskan penyajian suatu laporan keuangan dengan basis kas, maka 
9 laporan keuangan dimaksud wajib disajikan demikian. 
10 20. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum 
11 di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang 
12 disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, 
13 dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk 
14 dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang 
15 diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang 
16 dinyatakan lebih lanjut. 
17 ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN 
18 21. Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang 
19 mengelola anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan 
20 akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang 
21 diselenggarakannya. 
22 22. Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari 
23 satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-24 
undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan 
25 keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari: 
26 (a) Pemerintah pusat; 
27 (b) Pemerintah daerah; 
28 (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah 
29 pusat; 
30 (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 
31 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 
32 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 
33 23. Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat 
34 pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap 
35 aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan 
36 wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN 
2 PERANAN PELAPORAN KEUANGAN 
3 24. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang 
4 relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh 
5 suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan 
6 terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang 
7 dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai 
8 kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, 
9 dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-10 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 7 
undangan. 
11 25. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan 
12 upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan 
13 kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk 
14 kepentingan: 
15 (a) Akuntabilitas 
16 Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan 
17 kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai 
18 tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. 
19 (b) Manajemen 
20 Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu 
21 entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi 
22 perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, 
23 dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat. 
24 (c) Transparansi 
25 Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat 
26 berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk 
27 mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban 
28 pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya 
29 dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. 
30 (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) 
31 Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan 
32 pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran 
33 yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan 
34 akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 
35 (e) Evaluasi Kinerja 
36 Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan 
37 sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja 
38 yang direncanakan.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
TUJUAN PELAPORAN 1 KEUANGAN 
2 26. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi 
3 yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat 
4 keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: 
5 (a) menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber 
6 daya keuangan; 
7 (b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan 
8 untuk membiayai seluruh pengeluaran; 
9 (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang 
10 digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah 
11 dicapai; 
12 (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai 
13 seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; 
14 (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas 
15 pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka 
16 pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan 
17 pajak dan pinjaman; 
18 (f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas 
19 pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat 
20 kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. 
21 27. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan 
22 menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya 
23 keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan 
24 anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset, 
25 kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan. 
26 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 
27 28. Laporan keuangan pokok terdiri dari: 
28 (a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA); 
29 (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL); 
30 (c) Neraca; 
31 (d) Laporan Operasional (LO); 
32 (e) Laporan Arus Kas (LAK); 
33 (f) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE); 
34 (g) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). 
35 29. Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 28, 
36 entitas pelaporan wajib menyajikan laporan lain dan/atau elemen informasi 
37 akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan 
38 (statutory reports). 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN 
2 30. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan 
3 peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara 
4 lain: 
5 (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya 
6 bagian yang mengatur keuangan negara; 
7 (b) Undang-Undang di bidang keuangan negara; 
8 (c) Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan 
9 peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 
10 (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah, 
11 khususnya yang mengatur keuangan daerah; 
12 (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan 
13 keuangan pusat dan daerah; 
14 (f) Peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan Anggaran 
15 Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan 
16 (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan 
17 pusat dan daerah. 
18 ASUMSI DASAR 
19 31. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah 
20 adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan 
21 agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 
22 (a) Asumsi kemandirian entitas; 
23 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 
24 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 
25 KEMANDIRIAN ENTITAS 
26 32. Asumsi kemandirian entitas, berarti bahwa setiap unit organisasi 
27 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 
28 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah 
29 dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah 
30 adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya 
31 dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset 
32 dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 
33 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, 
34 utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana atau tidak 
35 terlaksananya program yang telah ditetapkan. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
KESINAMBUNGAN 1 ENTITAS 
2 33. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan 
3 akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak 
4 bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek. 
5 KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG (MONETARY 
6 MEASUREMENT) 
7 34. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 
8 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 
9 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 
10 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN 
11 KEUANGAN 
12 35. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran 
13 normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat 
14 memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat 
15 normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi 
16 kualitas yang dikehendaki: 
17 (a) Relevan; 
18 (b) Andal; 
19 (c) Dapat dibandingkan; dan 
20 (d) Dapat dipahami. 
21 RELEVAN 
22 36. Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang 
23 termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan 
24 membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan 
25 memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi 
26 mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan 
27 dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. 
28 37. Informasi yang relevan: 
29 (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) 
30 Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi 
31 ekspektasi mereka di masa lalu. 
32 (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value) 
33 Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan 
34 datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. 
35 (c) Tepat waktu 
36 Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna 
37 dalam pengambilan keputusan. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) Lengkap 
2 Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, 
3 mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi 
4 pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada. 
5 Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat 
6 dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam 
7 penggunaan informasi tersebut dapat dicegah. 
8 ANDAL 
9 38. Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang 
10 menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta 
11 dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau 
12 penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara 
13 potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: 
14 (a) Penyajian Jujur 
15 Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya 
16 yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk 
17 disajikan. 
18 (b) Dapat Diverifikasi (verifiability) 
19 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila 
20 pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya 
21 tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. 
22 (c) Netralitas 
23 Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada 
24 kebutuhan pihak tertentu. 
25 DAPAT DIBANDINGKAN 
26 39. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna 
27 jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau 
28 laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat 
29 dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat 
30 dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari 
31 tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang 
32 diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas 
33 pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan 
34 akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada 
35 periode terjadinya perubahan. 
36 DAPAT DIPAHAMI 
37 40. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami 
38 oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan 
39 dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi 
2 entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi 
3 yang dimaksud. 
4 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN 
5 KEUANGAN 
6 41. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai 
7 ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun 
8 standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan 
9 kegiatannya, serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan 
10 keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan 
11 dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: 
12 (a) Basis akuntansi; 
13 (b) Prinsip nilai historis; 
14 (c) Prinsip realisasi; 
15 (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; 
16 (e) Prinsip periodisitas; 
17 (f) Prinsip konsistensi; 
18 (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan 
19 (h) Prinsip penyajian wajar. 
20 BASIS AKUNTANSI 
21 42. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 
22 pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, 
23 kewajiban, dan ekuitas. Dalam hal peraturan perundangan mewajibkan 
24 disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan 
25 laporan demikian. 
26 43. Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan diakui pada saat 
27 hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima 
28 di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban 
29 diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih 
30 telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum 
31 Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak 
32 luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada LO. 
33 44. Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, 
34 maka LRA disusun berdasarkan basis kas, berarti bahwa pendapatan dan 
35 penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum 
36 Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta belanja, transfer dan 
37 pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas 
38 Umum Negara/Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis 
2 akrual. 
3 45. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan 
4 ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian 
5 atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa 
6 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 
7 NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST) 
8 46. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar 
9 atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset 
10 tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara 
11 kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang 
12 akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. 
13 47. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain 
14 karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, 
15 dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 
16 REALISASI (REALIZATION) 
17 48. Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telah 
18 diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode akuntansi akan 
19 digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut. 
20 Mengingat LRA masih merupakan laporan yang wajib disusun, maka pendapatan 
21 atau belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui anggaran dan telah 
22 menambah atau mengurangi kas. 
23 49. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against 
24 revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan 
25 sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi komersial. 
26 SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE 
27 OVER FORM) 
28 50. Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi 
29 serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain 
30 tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas 
31 ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau 
32 peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal 
33 tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan 
34 Keuangan. 
35 PERIODISITAS (PERIODICITY) 
36 51. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu 
37 dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur 
38 dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 13
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan semesteran 
2 juga dianjurkan. 
3 KONSISTENSI (CONSISTENCY) 
4 52. Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang 
5 serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi 
6 internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu 
7 metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai 
8 dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu 
9 memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas 
10 perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
11 Keuangan. 
12 PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE) 
13 53. Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang 
14 dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan 
15 keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan 
16 atau Catatan atas Laporan Keuangan. 
17 PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION) 
18 54. Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi 
19 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 
20 Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas 
21 Laporan Keuangan. 
22 55. Dalam rangka penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat 
23 diperlukan bagi penyusun laporan keuangan ketika menghadapi ketidakpastian 
24 peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan 
25 mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan 
26 sehat dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung 
27 unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian 
28 sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak 
29 dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat 
30 tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja 
31 menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja 
32 mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan 
33 keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal. 
34 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN 
35 ANDAL 
36 56. Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap 
37 keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam 
38 mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 14
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal 
2 yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan 
3 pemerintah, yaitu: 
4 (a) Materialitas; 
5 (b) Pertimbangan biaya dan manfaat; 
6 (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif. 
7 MATERIALITAS 
8 57. Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan 
9 pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria 
10 materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan 
11 atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi 
12 keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan. 
13 PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT 
14 58. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya 
15 penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya 
16 menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya 
17 penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan 
18 proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh 
19 pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati 
20 oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya 
21 penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya 
22 yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan. 
23 KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF 
24 59. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk 
25 mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif 
26 yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif 
27 antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan 
28 keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif 
29 tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional. 
30 
31 UNSUR LAPORAN KEUANGAN 
32 60. Laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan 
33 anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan 
34 anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri 
35 dari Neraca, LO, LPE, dan LAK. CaLK merupakan laporan yang merinci atau 
36 menjelaskan lebih lanjut atas pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun 
37 laporan finansial dan merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan 
38 pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 15
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAPORAN REALISASI 1 ANGGARAN 
2 61. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, 
3 dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah 
4 pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan 
5 realisasinya dalam satu periode pelaporan. 
6 62. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi 
7 Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. 
8 Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut : 
9 (a) Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum 
10 Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya 
11 yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran 
12 yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 
13 kembali oleh pemerintah. 
14 (b) Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum 
15 Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih 
16 dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh 
17 pembayarannya kembali oleh pemerintah. 
18 (c) Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas 
19 pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan 
20 dan dana bagi hasil. 
21 (d) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak 
22 berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali 
23 dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan 
24 maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran 
25 pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau 
26 memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain 
27 dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan 
28 antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, 
29 pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh 
30 pemerintah. 
31 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH 
32 63. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi 
33 kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan 
34 dengan tahun sebelumnya. 
35 NERACA 
36 64. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 
37 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 
38 65. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan 
39 ekuitas. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut : 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 16
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 
4 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
5 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
6 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
7 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
8 (b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
9 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
10 pemerintah. 
11 (c) Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 
12 aset dan kewajiban pemerintah. 
13 Aset 
14 66. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah 
15 potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun 
16 tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan 
17 atau penghematan belanja bagi pemerintah. 
18 67. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu 
19 aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat 
20 direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) 
21 bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria 
22 tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. 
23 68. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 
24 piutang, dan persediaan. 
25 69. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan 
26 aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk 
27 kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar 
28 diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, 
29 dan aset lainnya. 
30 70. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan 
31 dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam 
32 jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi 
33 investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain 
34 investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek 
35 pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara 
36 lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya. 
37 71. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan 
38 bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam 
39 pengerjaan. 
40 72. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 
41 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama 
42 (kemitraan). 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 17
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Kewajiban 
2 73. Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah 
3 mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan 
4 pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 
5 74. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas 
6 atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, 
7 kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman 
8 dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga 
9 internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan 
10 pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi jasa lainnya. 
11 75. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 
12 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 
13 76. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan 
14 kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok 
15 kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah 
16 tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang 
17 penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. 
18 Ekuitas 
19 77. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 
20 antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di 
21 Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas. 
22 LAPORAN OPERASIONAL 
23 78. Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi 
24 yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah 
25 pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode 
26 pelaporan. 
27 79. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional 
28 terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Masing-29 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 18 
masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut: 
30 (a) Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai 
31 kekayaan bersih. 
32 (b) Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai 
33 kekayaan bersih. 
34 (c) Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh 
35 suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana 
36 perimbangan dan dana bagi hasil. 
37 (d) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 
38 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 
2 pengaruh entitas bersangkutan. 
3 LAPORAN ARUS KAS 
4 80. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan 
5 aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan 
6 saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah 
7 pusat/daerah selama periode tertentu. 
8 81. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari 
9 penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai 
10 berikut: 
11 (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 
12 Negara/Daerah. 
13 (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 
14 Umum Negara/Daerah. 
15 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 
16 82. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau 
17 penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 
18 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 
19 83. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau 
20 rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan 
21 Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan 
22 Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi 
23 tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan 
24 informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam 
25 Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan 
26 untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas 
27 Laporan Keuangan mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai 
28 berikut: 
29 (a) Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas 
30 Akuntansi; 
31 (b) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi 
32 makro; 
33 (c) Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan 
34 berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 
35 (d) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan 
36 kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-37 
transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 
38 (e) Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada 
39 lembar muka laporan keuangan; 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 19
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (f) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 
2 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 
3 keuangan; 
4 (g) Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, 
5 yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan; 
6 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 
7 84. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya 
8 kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi 
9 sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas, 
10 pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO, dan beban, 
11 sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang 
12 bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap 
13 pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. 
14 85. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau 
15 peristiwa untuk diakui yaitu: 
16 (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan 
17 kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke 
18 dalam entitas pelaporan yang bersangkutan; 
19 (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat 
20 diukur atau dapat diestimasi dengan andal. 
21 86. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi 
22 kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. 
23 KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN 
24 TERJADI 
25 87. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar 
26 manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat 
27 kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos 
28 atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan. 
29 Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional 
30 pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat 
31 ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat 
32 penyusunan laporan keuangan. 
33 KEANDALAN PENGUKURAN 
34 88. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang 
35 akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun 
36 ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila 
37 pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, 
38 maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas 
39 Laporan Keuangan. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 20
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 89. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi 
2 apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi 
3 peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang. 
4 PENGAKUAN ASET 
5 90. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 
6 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 
7 dengan andal. 
8 91. Sejalan dengan penerapan basis akrual, aset dalam bentuk piutang 
9 atau beban dibayar di muka diakui ketika hak klaim untuk mendapatkan arus kas 
10 masuk atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetap masih 
11 terpenuhi, dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi. 
12 92. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain 
13 bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi, 
14 pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain, 
15 serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan setiap 
16 unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak atau 
17 instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah 
18 untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih 
19 rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai 
20 penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika 
21 pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin 
22 diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan. 
23 PENGAKUAN KEWAJIBAN 
24 93. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 
25 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada 
26 sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai 
27 penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 
28 94. Sejalan dengan penerapan basis akrual, kewajiban diakui pada saat 
29 dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul. 
30 PENGAKUAN PENDAPATAN 
31 95. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan 
32 tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi. Pendapatan-LRA diakui 
33 pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas 
34 pelaporan. 
35 PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA 
36 96. Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi 
37 aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 21
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 97. Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening 
2 Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui 
3 bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban 
4 atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi 
5 perbendaharaan. 
6 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 
7 98. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui 
8 dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos 
9 dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat 
10 sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar 
11 dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat 
12 sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk 
13 memenuhi kewajiban yang bersangkutan. 
14 99. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang 
15 rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu 
16 dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 
Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 22
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.02 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 01 
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 
Lampiran I.02 PSAP 01 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.02 PSAP 01 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------------------- 1 - 7 
TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------------------- 1 
RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------------------- 2 - 4 
BASIS AKUNTANSI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 - 7 
DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------------------------- 8 
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------- 9 - 12 
TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------- 13 
KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------- 14 - 24 
STRUKTUR DAN ISI ---------------------------------------------------------------------------------- 25-113 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------------ 25 - 26 
Identifikasi Laporan Keuangan --------------------------------------------------------------- 27 - 31 
Periode Pelaporan ------------------------------------------------------------------------------- 32 - 33 
Tepat Waktu --------------------------------------------------------------------------------------- 34 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN --------------------------------------------------------- 35 - 40 
LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH --------------------------------- 41 - 43 
NERACA ---------------------------------------------------------------------------------------------- 44 - 85 
Klasifikasi ------------------------------------------------------------------------------------------ 45 - 53 
Aset Lancar ---------------------------------------------------------------------------------------- 54 - 55 
Aset Nonlancar ----------------------------------------------------------------------------------- 56 - 66 
Pengakuan Aset---------------------------------------------------------------------------------- 67 - 68 
Pengukuran Aset--------------------------------------------------------------------------------- 69 - 74 
Kewajiban Jangka Pendek -------------------------------------------------------------------- 75 - 77 
Kewajiban Jangka Panjang ------------------------------------------------------------------- 78 - 80 
Pengakuan Kewajiban -------------------------------------------------------------------------- 81 - 82 
Pengukuran Kewajiban ------------------------------------------------------------------------- 83 
Ekuitas ---------------------------------------------------------------------------------------------- 84 - 85 
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM 
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 86 - 88 
LAPORAN ARUS KAS ---------------------------------------------------------------------------- 89 - 91 
LAPORAN OPERASIONAL --------------------------------------------------------------------- 92 - 100 
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ---------------------------------------------------------- 101 - 103 
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 104 - 113 
Struktur --------------------------------------------------------------------------------------------- 104 - 107 
Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi ------------------------------------------------- 108 - 112 
Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya --------------------------------------------------- 113 
TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------------------- 114 - 115
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran : 
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah 
Lampiran I.02 PSAP 01 – (iii) 
Pusat 
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.B : Contoh Format Neraca Pemerintah 
Provinsi/Kabupaten/Kota 
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.C : Contoh Format Laporan Perubahan 
Ekuitas Pemerintah Pusat 
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.D : Contoh Format Laporan Perubahan 
Ekuitas Pemerintah Provinsi/ 
Kabupaten/Kota 
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.E : Contoh Format Laporan Perubahan 
SAL Pemerintah Pusat 
Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.F : Contoh Format Laporan Perubahan 
SAL Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ 
Kota
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 01 
4 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 
11 TUJUAN 
12 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan 
13 keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam 
14 rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap 
15 anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan 
16 umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan 
17 bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif 
18 sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 
19 Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan 
20 dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, 
21 dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun 
22 dengan menerapkan basis akrual. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan 
23 transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam 
24 standar akuntansi pemerintahan lainnya. 
25 RUANG LINGKUP 
26 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan 
27 dengan basis akrual. 
28 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 
29 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan 
30 pengguna adalah masyarakat, termasuk lembaga legislatif, pemeriksa/pengawas, 
31 fihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, 
32 serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan 
33 terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik 
34 lainnya seperti laporan tahunan. 
35 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 
36 menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah 
Lampiran I.02 PSAP 01- 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan 
2 negara/daerah. 
3 BASIS AKUNTANSI 
4 5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 
5 pemerintah yaitu basis akrual. 
6 6. Entitas pelaporan menyelenggarakan akuntansi dan penyajian 
7 laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan 
8 pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas. 
9 7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi berbasis 
10 akrual, menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis yang 
11 ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang anggaran. 
12 DEFINISI 
13 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
14 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
15 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 
16 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan 
17 yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu 
18 secara sistematis untuk satu periode. 
19 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 
20 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 
21 Perwakilan Rakyat Daerah. 
22 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 
23 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 
24 Perwakilan Rakyat. 
25 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 
26 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 
27 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 
28 Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 
29 Bendahara Umum Negara/Daerah. 
30 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
31 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
32 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 
33 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
34 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
35 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
36 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
37 Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan 
38 tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam 
Lampiran I.02 PSAP 01- 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya 
2 termasuk hak atas kekayaan intelektual. 
3 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 
4 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 
5 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 
6 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
7 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 
8 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 
9 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
10 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 
11 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 
12 Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode 
13 tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya 
14 kembali oleh pemerintah. 
15 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 
16 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 
17 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. 
18 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 
19 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 
20 tahun anggaran. 
21 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 
22 aset dan kewajiban pemerintah. 
23 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna 
24 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 
25 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 
26 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
27 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 
28 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 
29 berupa laporan keuangan. 
30 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 
31 ekonomi seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga 
32 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 
33 kepada masyarakat 
34 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 
35 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 
36 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 
37 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 
38 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 
39 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 
40 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 
41 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-2 
konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 
3 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 
4 Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai 
5 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 
6 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 
7 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
8 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
9 pemerintah 
10 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 
11 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan, 
12 atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 
13 Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di 
14 antara dua laporan keuangan tahunan. 
15 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 
16 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 
17 menyajikan laporan keuangan. 
18 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 
19 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 
20 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 
21 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 
22 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 
23 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 
24 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 
25 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 
26 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 
27 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum 
28 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 
29 otorisasi tersebut. 
30 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 
31 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 
32 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 
33 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 
34 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 
35 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 
36 penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan 
37 tidak perlu dibayar kembali. 
38 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 
39 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 
40 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 
41 dibayar kembali oleh pemerintah. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang 
2 dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 
3 bersangkutan. 
4 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan 
5 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan 
6 barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam 
7 rangka pelayanan kepada masyarakat. 
8 Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima 
9 pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan 
10 perundang-undangan. 
11 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 
12 laporan keuangan. 
13 Pos luar biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 
14 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 
15 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 
16 pengaruh entitas bersangkutan. 
17 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 
18 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 
19 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 
20 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 
21 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 
22 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 
23 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 
24 pada bank yang ditetapkan. 
25 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari 
26 akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun 
27 berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 
28 Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing 
29 ke rupiah pada kurs yang berbeda. 
30 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 
31 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 
32 signifikan. 
33 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 
34 lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta 
35 penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu 
36 periode pelaporan. 
37 Surplus/defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama 
38 satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan 
39 non operasional dan pos luar biasa. 
40 Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan 
41 belanja selama satu periode pelaporan. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 
2 pelaporan. 
3 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 
4 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 
5 bagi hasil. 
6 Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan 
7 pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-8 
Lampiran I.02 PSAP 01- 6 
undangan. 
9 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN 
10 9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai 
11 posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas 
12 pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi 
13 mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, 
14 hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat 
15 bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai 
16 alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah 
17 adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan 
18 dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang 
19 dipercayakan kepadanya, dengan: 
20 a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, 
21 dan ekuitas pemerintah; 
22 b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, 
23 kewajiban, dan ekuitas pemerintah; 
24 c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber 
25 daya ekonomi; 
26 d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya; 
27 e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai 
28 aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; 
29 f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai 
30 penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; 
31 g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan 
32 entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. 
33 10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan 
34 prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi 
35 besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, 
36 sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan 
37 ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi 
38 pengguna mengenai: 
39 a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan 
40 anggaran; dan
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan 
2 ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD. 
3 11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan 
4 informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: 
5 a. aset; 
6 b. kewajiban; 
7 c. ekuitas; 
8 d. pendapatan-LRA; 
9 e. belanja; 
10 f. transfer; 
11 g. pembiayaan; 
12 h. saldo anggaran lebih 
13 i. pendapatan-LO; 
14 j. beban; dan 
15 k. arus kas. 
16 12. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk 
17 memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat 
18 sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan 
19 nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk 
20 memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas 
21 pelaporan selama satu periode. 
22 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN 
23 13. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan 
24 berada pada pimpinan entitas. 
25 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 
26 14. Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan 
27 keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) 
28 dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai 
29 berikut: 
30 a) Laporan Realisasi Anggaran; 
31 b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; 
32 c) Neraca; 
33 d) Laporan Operasional; 
34 e) Laporan Arus Kas; 
35 f) Laporan Perubahan Ekuitas; 
36 g) Catatan atas Laporan Keuangan. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 15. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan 
2 oleh setiap entitas pelaporan, kecuali: 
3 (a) Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai 
4 fungsi perbendaharaan umum; 
5 (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh 
6 Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun 
7 laporan keuangan konsolidasiannya. 
8 16. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit 
9 yang ditetapkan sebagai bendahara umum negara/daerah dan/atau sebagai 
10 kuasa bendahara umum negara/daerah. 
11 17. Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam 
12 bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan 
13 informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan 
14 sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran 
15 memuat anggaran dan realisasi. 
16 18. Entitas pelaporan pemerintah pusat juga menyajikan Saldo 
17 Anggaran Lebih pemerintah yang mencakup Saldo Anggaran Lebih tahun 
18 sebelumnya, penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan 
19 Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, dan penyesuaian lain yang 
20 diperkenankan. 
21 19. Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya 
22 ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus 
23 sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan 
24 pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan 
25 dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang. 
26 20. Entitas pelaporan menyajikan informasi untuk membantu para 
27 pengguna dalam memperkirakan hasil operasi entitas dan pengelolaan aset, 
28 seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi 
29 sumber daya ekonomi. 
30 21. Entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum menyajikan 
31 informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama 
32 suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 
33 22. Entitas pelaporan menyajikan kekayaan bersih pemerintah yang 
34 mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan, dan dampak 
35 kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan mendasar. 
36 23. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan 
37 keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan semua informasi penting 
38 baik yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji dalam lembar muka laporan 
39 keuangan. 
40 24. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan 
41 terhadap anggaran. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
STRUKTUR 1 DAN ISI 
2 PENDAHULUAN 
3 25. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan 
4 tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan 
5 pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau 
6 dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format ilustrasi 
7 standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi 
8 masing-masing. 
9 26. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan dalam 
10 arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar 
11 muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
12 Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi 
13 Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. 
14 Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian 
15 dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan 
16 atas Laporan Keuangan. 
17 Identifikasi Laporan Keuangan 
18 27. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas 
19 dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. 
20 28. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku 
21 untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan 
22 dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, 
23 penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan 
24 menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan 
25 merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini. 
26 29. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara 
27 jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan 
28 diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh 
29 pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan: 
30 a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 
31 b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian 
32 dari beberapa entitas pelaporan; 
33 c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang 
34 sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan; 
35 d) mata uang pelaporan; dan 
36 e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan 
37 keuangan. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 30. Persyaratan dalam paragraf 27 dapat dipenuhi dengan penyajian 
2 judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. 
3 Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran 
4 halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah 
5 pengguna dalam memahami laporan keuangan. 
6 31. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana 
7 informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat 
8 diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka diungkapkan 
9 dan informasi yang relevan tidak hilang. 
10 Periode Pelaporan 
11 32. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam 
12 setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan 
13 laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih 
14 panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan 
15 mengungkapkan informasi berikut: 
16 a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, 
17 b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti 
18 arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 
19 33. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah 
20 tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun 
21 anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting 
22 agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode 
23 sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh 
24 selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, 
25 suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi 
26 yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan 
27 keuangan konsolidasian. 
28 Tepat Waktu 
29 34. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak 
30 tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. 
31 Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan 
32 bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat 
33 waktu. 
34 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
35 35. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan 
36 keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap 
37 APBN/APBD. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 36. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi 
2 dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 
3 pusat/daerah dalam satu periode pelaporan 
4 37. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya 
5 unsur-unsur sebagai berikut: 
6 a. Pendapatan-LRA; 
7 b. belanja; 
8 c. transfer; 
9 d. surplus/defisit-LRA; 
10 e. pembiayaan; 
11 f. sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. 
12 38. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan 
13 antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. 
14 39. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan 
15 atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang 
16 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 
17 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 
18 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 
19 dianggap perlu untuk dijelaskan. 
20 40. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian 
21 Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait. 
22 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH 
23 41. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara 
24 komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut: 
25 a) Saldo Anggaran Lebih awal; 
26 b) Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; 
27 c) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; 
28 d) Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan 
29 e) Lain-lain; 
30 f) Saldo Anggaran Lebih Akhir. 
31 42. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian 
32 lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan 
33 Saldo Anggaran Lebih dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
34 43. Contoh format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih disajikan 
35 pada ilustrasi PSAP 01 E dan 01 F. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan 
36 merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan 
37 penerapan standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 NERACA 
2 44. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 
3 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 
4 Klasifikasi 
5 45. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam 
6 aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi 
7 kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. 
8 46. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan 
9 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima 
10 atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 
11 dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 
12 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 
13 47. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang 
14 akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya 
15 klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk 
16 memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam 
17 periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka 
18 panjang. 
19 48. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan 
20 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 
21 Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti 
22 persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset 
23 diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan 
24 sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 
25 49. Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode 
26 sebelumnya pos-pos berikut: 
27 a) kas dan setara kas; 
28 b) investasi jangka pendek; 
29 c) piutang pajak dan bukan pajak; 
30 d) persediaan; 
31 e) investasi jangka panjang; 
32 f) aset tetap; 
33 g) kewajiban jangka pendek; 
34 h) kewajiban jangka panjang; 
35 i) ekuitas. 
36 50. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 49 disajikan 
37 dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika 
Lampiran I.02 PSAP 01- 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan 
2 suatu entitas pelaporan. 
3 
4 51. Contoh format Neraca disajikan dalam ilustrasi PSAP 01.A dan 01.B 
5 Standar ini. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan bagian dari 
6 standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan standar untuk 
7 membantu dalam pelaporan keuangan. 
8 52. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah 
9 didasarkan pada faktor-faktor berikut ini: 
10 a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset; 
11 b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan; 
12 c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban. 
13 53. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-14 
kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, 
15 sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok 
16 lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan. 
17 Aset Lancar 
18 54. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika: 
19 a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk 
20 dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau 
21 b) berupa kas dan setara kas. 
22 Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan sebagai 
23 aset nonlancar. 
24 55. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 
25 piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito 
26 berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah 
27 diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, 
28 penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan 
29 diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 
30 Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk 
31 digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis 
32 pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti 
33 komponen bekas. 
34 Aset Nonlancar 
35 56. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang 
36 dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak 
37 langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat 
38 umum. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 13
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 57. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka 
2 panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah 
3 pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca. 
4 58. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan 
5 untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka 
6 panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. 
7 59. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang 
8 dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 
9 60. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang 
10 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 
11 61. Investasi nonpermanen terdiri dari: 
12 a) Investasi dalam Surat Utang Negara; 
13 b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 
14 kepada fihak ketiga; dan 
15 c) Investasi nonpermanen lainnya 
16 62. Investasi permanen terdiri dari: 
17 a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan 
18 daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan 
19 internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara. 
20 b) Investasi permanen lainnya. 
21 63. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa 
22 manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan 
23 pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 
24 64. Aset tetap terdiri dari: 
25 a) Tanah; 
26 b) Peralatan dan mesin; 
27 c) Gedung dan bangunan; 
28 d) Jalan, irigasi, dan jaringan; 
29 e) Aset tetap lainnya; dan 
30 f) Konstruksi dalam pengerjaan. 
31 65. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk 
32 menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak 
33 dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut 
34 tujuan pembentukannya. 
35 66. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 
36 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan 
37 angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama 
38 dengan fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 14
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Pengakuan Aset 
2 67. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 
3 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat 
4 diukur dengan andal. 
5 68. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau 
6 kepenguasaannya berpindah. 
7 Pengukuran Aset 
8 69. Pengukuran aset adalah sebagai berikut: 
9 a) Kas dicatat sebesar nilai nominal; 
10 b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan; 
11 c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal; 
12 d) Persediaan dicatat sebesar: 
13 (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 
14 (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 
15 (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 
16 donasi/rampasan. 
17 70. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan 
18 termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh 
19 kepemilikan yang sah atas investasi tersebut; 
20 71. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian 
21 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 
22 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 
23 72. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 
24 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 
25 73. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 
26 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 
27 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 
28 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 
29 pembangunan aset tetap tersebut. 
30 74. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan 
31 dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing 
32 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 
33 Kewajiban Jangka Pendek 
34 75. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 
35 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 
Lampiran I.02 PSAP 01- 15
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 
2 kewajiban jangka panjang. 
3 76. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 
4 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 
5 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 
6 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 
7 77. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 
8 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 
9 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak 
10 ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 
11 Kewajiban Jangka Panjang 
12 78. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 
13 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk 
14 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 
15 jika: 
16 a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 
17 bulan; 
18 b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas 
19 dasar jangka panjang; dan 
20 c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan 
21 kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap 
22 pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui. 
23 Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek 
24 sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang 
25 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
26 Keuangan. 
27 79. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 
28 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 
29 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 
30 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 
31 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 
32 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 
33 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 
34 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 
35 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 
36 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 
37 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 
38 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 
39 80. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 
40 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 
Lampiran I.02 PSAP 01- 16
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 
2 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 
3 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 
4 a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 
5 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 
6 b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) 
7 bulan setelah tanggal pelaporan. 
8 Pengakuan Kewajiban 
9 81. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 
10 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban 
11 yang ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut 
12 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 
13 82. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada 
14 saat kewajiban timbul. 
15 Pengukuran Kewajiban 
16 83. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 
17 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 
18 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 
19 tanggal neraca. 
20 Ekuitas 
21 84. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan 
22 selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. 
23 85. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada 
24 Laporan Perubahan Ekuitas. 
25 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM 
26 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 
27 86. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca 
28 maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos 
29 yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi 
30 entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut, 
31 bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya. 
32 87. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di 
33 Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar 
34 Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor- 
Lampiran I.02 PSAP 01- 17
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 faktor yang disebutkan dalam paragraf 86 dapat digunakan dalam menentukan 
2 dasar bagi subklasifikasi. 
3 88. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya: 
4 (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak 
5 terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut 
6 sumbernya; 
7 (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur 
8 akuntansi untuk persediaan; 
9 (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar 
10 yang mengatur tentang aset tetap; 
11 (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya; 
12 (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya; 
13 (f) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan 
14 negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat 
15 pengendalian dan metode penilaian. 
16 LAPORAN ARUS KAS 
17 89. Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, 
18 penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan 
19 saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 
20 90. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan 
21 aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. 
22 91. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang 
23 berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi 
24 Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas. 
25 LAPORAN OPERASIONAL 
26 92. Laporan finansial mencakup laporan operasional yang 
27 menyajikan pos-pos sebagai berikut: 
28 a) Pendapatan-LO dari kegiatan operasional; 
29 b) Beban dari kegiatan operasional ; 
30 c) Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada; 
31 d) Pos luar biasa, bila ada; 
32 e) Surplus/defisit-LO. 
33 Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam laporan 
34 operasional jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk 
35 menyajikan dengan wajar hasil operasi suatu entitas pelaporan. 
36 93. Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan 
37 operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi 
38 atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 18
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 94. Penambahan pos-pos pada laporan operasional dan deskripsi yang 
2 digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila diperlukan untuk 
3 menjelaskan operasi dimaksud. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan 
4 meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan-LO dan beban. 
5 95. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi 
6 beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai 
7 contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, 
8 dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai 
9 fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan 
10 dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban 
11 operasional pada berbagai fungsi. 
12 96. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut klasifikasi 
13 fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang 
14 dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan 
15 bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau 
16 dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer 
17 dan atas dasar pertimbangan tertentu. 
18 97. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi 
19 fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut klasifikasi 
20 ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan 
21 pegawai, dan beban bunga pinjaman. 
22 98. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi 
23 tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta 
24 hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang 
25 mungkin, baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas 
26 pelaporan bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada 
27 entitas yang berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini 
28 memperbolehkan entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang 
29 dapat menyajikan unsur operasi secara layak. 
30 99. Dalam Laporan Operasional, surplus/defisit penjualan aset 
31 nonlancar dan pendapatan/beban luar biasa dikelompokkan dalam kelompok 
32 tersendiri. 
33 100. PSAP 12 menguraikan secara lebih rinci Laporan Operasional 
34 yang beban-bebannya dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi. Laporan 
35 Operasional disajikan dalam bentuk perbandingan dengan tahun sebelumnya, 
36 yang contoh formatnya dapat dilihat pada ilustrasi PSAP 12.A dan 12.B. 
37 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 
38 101. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-39 
Lampiran I.02 PSAP 01- 19 
kurangnya pos-pos: 
40 a) Ekuitas awal 
41 b) Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 c) Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang 
2 antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh 
3 perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, 
4 misalnya: 
5 1. koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada 
6 periode-periode sebelumnya; 
7 2. perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap. 
8 d) Ekuitas akhir. 
9 102. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian 
10 lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan 
11 Ekuitas dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
12 103. Contoh format Laporan Perubahan Ekuitas disajikan pada ilustrasi 
13 PSAP 01.C dan 01.D. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan 
14 bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan 
15 standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan. 
16 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 
17 Struktur 
18 104. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 
19 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan 
20 atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 
21 a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 
22 b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 
23 c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut 
24 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 
25 d) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-26 
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-27 
transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 
28 e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar 
29 muka laporan keuangan; 
30 f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 
31 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 
32 keuangan; 
33 g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang 
34 tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 
35 105. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. 
36 Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo 
37 Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan 
Lampiran I.02 PSAP 01- 20
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan 
2 informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
3 106. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau 
4 daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam 
5 Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, 
6 Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan 
7 Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah 
8 penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar 
9 Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang 
10 diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti 
11 kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. 
12 107. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah 
13 susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan 
14 Keuangan. Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat 
15 digabungkan dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga. 
16 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi 
17 108. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 
18 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 
19 (a) dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 
20 keuangan; 
21 (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 
22 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi 
23 Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan 
24 (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 
25 laporan keuangan. 
26 109. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 
27 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 
28 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 
29 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 
30 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 
31 basis pengukuran tersebut. 
32 110. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu 
33 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan 
34 tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 
35 tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu 
36 dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal 
37 sebagai berikut: 
38 (a) Pengakuan pendapatan-LRA dan pendapatan-LO; 
39 (b) Pengakuan belanja; 
40 (c) Pengakuan beban; 
Lampiran I.02 PSAP 01- 21
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 
2 (e) Investasi; 
3 (f) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 
4 berwujud; 
5 (g) Kontrak-kontrak konstruksi; 
6 (h) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 
7 (i) Kemitraan dengan fihak ketiga; 
8 (j) Biaya penelitian dan pengembangan; 
9 (k) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 
10 (l) Dana cadangan; 
11 (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 
12 111. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan-13 
kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 
14 Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 
15 pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal 
16 revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih 
17 kurs. 
18 112. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos-19 
pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain 
20 itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang 
21 tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. 
22 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 
23 113. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini 
24 apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan 
25 keuangan, yaitu: 
26 a. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas 
27 tersebut beroperasi; 
28 b. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 
29 c. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 
30 operasionalnya. 
31 TANGGAL EFEKTIF 
32 114. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
33 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
34 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
35 115. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
36 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
37 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.02 PSAP 01- 22
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 01.A 
Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat 
PEMERINTAH PUSAT 
NERACA 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
Uraian 
(Dalam Rupiah) 
No. 20X1 20X0 
1 ASET 
23 
ASET LANCAR 
4 Kas di Bank Indonesia xxx xxx 
5 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx 
6 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 
7 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 
8 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 
9 Piutang Pajak xxx xxx 
10 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx 
11 Penyisihan Piutang (xxx) (xxx) 
12 Beban Dibayar Dimuka xxx xxx 
13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 
14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 
15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 
16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 
17 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 
18 Piutang Lainnya xxx xxx 
19 Persediaan xxx xxx 
20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx 
21 
22 INVESTASI JANGKA PANJANG 
23 Investasi Nonpermanen 
24 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx 
25 Dana Bergulir xxx xxx 
26 Investasi dalam Obligasi xxx xxx 
27 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 
28 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 
29 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 28) xxx xxx 
30 Investasi Permanen 
31 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx 
32 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 
33 Jumlah Investasi Permanen (31 s/d 32) xxx xxx 
34 Jumlah Investasi Jangka Panjang (29 + 33) xxx xxx 
35 
36 ASET TETAP 
37 Tanah xxx xxx 
38 Peralatan dan Mesin xxx xxx 
39 Gedung dan Bangunan xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 01.A 
Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat 
PEMERINTAH PUSAT 
NERACA 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
(Dalam Rupiah) 
No. Uraian 20X1 20X0 
40 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 
41 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 
42 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx 
43 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 
44 Jumlah Aset Tetap (37 s/d 43) xxx xxx 
45 
46 ASET LAINNYA 
47 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 
48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 
49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 
50 Aset Tak Berwujud xxx xxx 
51 Aset Lain-Lain xxx xxx 
52 Jumlah Aset Lainnya (47 s/d 51) xxx xxx 
53 
54 JUMLAH ASET (20+34+44+52) xxxx xxxx 
55 
56 KEWAJIBAN 
57 
58 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 
59 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx 
60 Utang Bunga xxx xxx 
61 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 
62 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx 
63 Utang Belanja xxx xxx 
64 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 
65 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (59 s/d 64) xxx xxx 
66 
67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 
68 Utang Luar Negeri xxx xxx 
69 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 
70 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 
71 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx 
72 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 
73 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 72) xxx xxx 
74 JUMLAH KEWAJIBAN (65+73) xxx xxx 
75 
76 EKUITAS 
77 EKUITAS xxx xxx 
78 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (74+77) xxxx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 01.B 
Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota 
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA 
NERACA 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
Uraian 
(Dalam Rupiah) 
No. 20X1 20X0 
1 ASET 
2 
3 ASET LANCAR 
4 Kas di Kas Daerah xxx xxx 
5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 
6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 
7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 
8 Piutang Pajak xxx xxx 
9 Piutang Retribusi xxx xxx 
10 Penyisihan Piutang (xxx) (xxx) 
11 Belanja Dibayar Dimuka xxx xxx 
12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 
13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 
14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx 
15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 
16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 
17 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 
18 Piutang Lainnya xxx xxx 
19 Persediaan xxx xxx 
20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx 
21 
22 INVESTASI JANGKA PANJANG 
23 Investasi Nonpermanen 
24 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx 
25 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx 
26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 
27 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 
28 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 27) xxx xxx 
29 I Investasi t iP 
Permanen 
30 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx 
31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 
32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx 
33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx 
34 
35 ASET TETAP 
36 Tanah xxx xxx 
37 Peralatan dan Mesin xxx xxx 
38 Gedung dan Bangunan xxx xxx 
39 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 
40 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota 
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA 
NERACA 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
Uraian 
(Dalam Rupiah) 
No. 20X1 20X0 
41 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx 
42 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 
43 Jumlah Aset Tetap (36 s/d 42) xxx xxx 
44 
45 DANA CADANGAN 
46 Dana Cadangan xxx xxx 
47 Jumlah Dana Cadangan (46) xxx xxx 
48 
49 ASET LAINNYA 
50 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 
51 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 
52 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 
53 Aset Tak Berwujud xxx xxx 
54 Aset Lain-Lain xxx xxx 
55 Jumlah Aset Lainnya (50 s/d 54) xxx xxx 
56 
57 JUMLAH ASET (20+33+43+47+55) xxxx xxxx 
58 
59 KEWAJIBAN 
60 
61 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 
62 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx 
63 Utang Bunga xxx xxx 
64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 
65 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx 
66 Utang Belanja xxx xxx 
67 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 
68 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (62 s/d 67) xxx xxx 
69 
70 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 
71 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 
72 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 
73 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx 
74 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 
75 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (71 s/d 74) xxx xxx 
76 JUMLAH KEWAJIBAN (68+75) xxx xxx 
77 
78 EKUITAS 
79 EKUITAS xxx xxx 
80 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (76+79) xxxx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 01.C 
Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Pusat 
PEMERINTAH PUSAT 
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 
UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
URAIAN 
NO 20X1 20X0 
1 EKUITAS AWAL XXX XXX 
2 SURPLUS/DEFISIT-LO XXX XXX 
3 DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR: 
4 KOREKSI NILAI PERSEDIAAN XXX XXX 
5 SELISIH REVALUASI ASET TETAP XXX XXX 
6 LAIN-LAIN XXX XXX 
7 EKUITAS AKHIR XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Provinsi/Kabupaten/Kota 
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA 
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 
UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
NO URAIAN 
20X1 20X0 
1 EKUITAS AWAL XXX XXX 
2 SURPLUS/DEFISIT-LO XXX XXX 
3 DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR: 
4 KOREKSI NILAI PERSEDIAAN XXX XXX 
5 SELISIH REVALUASI ASET TETAP XXX XXX 
6 LAIN-LAIN XXX XXX 
7 EKUITAS AKHIR XXX XXX 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 01.D
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 01.E 
Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Pusat 
PEMERINTAH PUSAT 
LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
NO URAIAN 20X1 20X0 
1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX 
2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan (XXX) (XXX) 
3 Subtotal (1 - 2) XXX XXX 
4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX 
5 Subtotal (3 + 4) XXX XXX 
6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX 
7 Lain-lain XXX XXX 
8 Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 01.F 
Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Daerah 
PEMERINTAH DAERAH 
LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
NO URAIAN 20X1 20X0 
1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX 
2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan (XXX) (XXX) 
3 Subtotal (1 - 2) XXX XXX 
4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX 
5 Subtotal (3 + 4) XXX XXX 
6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX 
7 Lain-lain XXX XXX 
8 Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.03 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
Lampiran I.03 PSAP 02 – (i) 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 02 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
BERBASIS KAS
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.03 PSAP 02 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-6 
TUJUAN -------------------------------------------------------------------------------------- 1-2 
RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------- 3-4 
MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN -------------------------------- 5-6 
DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 7 
STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------- 8-9 
PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 10 
TEPAT WAKTU -------------------------------------------------------------------------------- 11 
ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------------- 12-15 
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN REALISASI 
ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS 
LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------------- 16-17 
AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------------ 18-20 
AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA -------------------------------------------------------- 21-30 
AKUNTANSI BELANJA --------------------------------------------------------------------- 31-46 
AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA -------------------------------------------------- 47-49 
AKUNTANSI PEMBIAYAAN --------------------------------------------------------------- 50 
AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN------------------------------------------- 51-54 
AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN---------------------------------------- 55-57 
AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------------ 58-59 
AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN 
(SILPA/SIKPA) --------------------------------------------------------------------------------- 60-62 
TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------------- 63-66 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 67-68
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran : 
Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.A : Contoh Format Laporan Realisasi 
Anggaran Pemerintah Pusat 
Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.B : Contoh Format Laporan Realisasi 
Anggaran Pemerintah Provinsi 
Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.C : Contoh Format Laporan Realisasi 
Anggaran Pemerintah 
Kabupaten/Kota 
Lampiran I.03 PSAP 02 – (iii)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 02 
4 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS 
5 KAS 
6 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
7 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
8 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
9 Akuntansi Pemerintahan. 
10 PENDAHULUAN 
11 TUJUAN 
12 1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan 
13 dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam 
14 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan 
15 perundang-undangan. 
16 2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi 
17 realisasi dan anggaran entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dan 
18 realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati 
19 antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
20 RUANG LINGKUP 
21 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 
22 Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan 
23 anggaran berbasis kas. 
24 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan, 
25 baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang memperoleh 
26 anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk perusahaan 
27 negara/daerah. 
28 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN 
29 5. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai 
30 realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan 
31 dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan 
32 anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam 
33 mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, 
34 akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan: 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a). menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan 
2 sumber daya ekonomi; 
3 (b). menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh 
4 yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi 
5 dan efektivitas penggunaan anggaran. 
6 6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna 
7 dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai 
8 kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara 
9 menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat 
10 menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi 
11 perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi: 
12 (a). telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat; 
13 (b). telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan 
14 (c). telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
15 DEFINISI 
16 7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
17 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
18 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 
19 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan 
20 yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu 
21 secara sistematis untuk satu periode. 
22 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 
23 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 
24 Perwakilan Rakyat Daerah. 
25 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 
26 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 
27 Perwakilan Rakyat. 
28 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 
29 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 
30 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 
31 Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan 
32 secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit 
33 organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah 
34 dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 
35 Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
36 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 
37 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 
38 Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya 
2 kembali oleh pemerintah. 
3 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 
4 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 
5 tahun anggaran. 
6 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
7 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 
8 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 
9 berupa laporan keuangan. 
10 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 
11 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 
12 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 
13 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 
14 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 
15 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 
16 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-17 
konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 
18 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 
19 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 
20 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 
21 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 
22 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 
23 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 
24 otorisasi tersebut. 
25 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 
26 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 
27 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 
28 dibayar kembali oleh pemerintah. 
29 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 
30 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 
31 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 
32 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 
33 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 
34 Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
35 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 
36 Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
37 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 
38 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 
39 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 
2 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 
3 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 
4 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 
5 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 
6 pada bank yang ditetapkan. 
7 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari 
8 akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun 
9 berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 
10 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 
11 lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta 
12 penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu 
13 periode pelaporan. 
14 Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan 
15 belanja selama satu periode pelaporan. 
16 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 
17 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 
18 bagi hasil. 
19 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
20 8. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi 
21 pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan, 
22 yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu 
23 periode. 
24 9. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan 
25 secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu, 
26 informasi berikut: 
27 (a). nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 
28 (b). cakupan entitas pelaporan; 
29 (c). periode yang dicakup; 
30 (d). mata uang pelaporan; dan 
31 (e). satuan angka yang digunakan. 
32 PERIODE PELAPORAN 
33 10. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya 
34 sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas 
35 berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu 
36 periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas 
37 mengungkapkan informasi sebagai berikut: 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a). alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 
2 (b). fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi 
3 Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 
4 TEPAT WAKTU 
5 11. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan 
6 tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas 
7 operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan 
8 entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas 
9 pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6 
10 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. 
11 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
12 12. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga 
13 menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan 
14 pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi 
15 Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, 
16 surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi 
17 Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang 
18 memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan 
19 fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara 
20 anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-21 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 5 
angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. 
22 13. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup 
23 pos-pos sebagai berikut: 
24 (a). Pendapatan-LRA; 
25 (b). Belanja; 
26 (c). Transfer; 
27 (d). Surplus/defisit-LRA; 
28 (e). Penerimaan pembiayaan; 
29 (f). Pengeluaran pembiayaan; 
30 (g). Pembiayaan neto; dan 
31 (h). Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA). 
32 14. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan 
33 Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 
34 Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk 
35 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar. 
36 15. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam 
37 ilustrasi PSAP 02.A, 02.B, dan 02.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 bukan merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah memberikan 
2 gambaran penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. 
3 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 
4 REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN 
5 ATAS LAPORAN KEUANGAN 
6 16. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut 
7 jenis pendapatan-LRA dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih 
8 lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 
9 17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis 
10 belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut 
11 organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan 
12 atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam 
13 Catatan atas Laporan Keuangan. 
14 AKUNTANSI ANGGARAN 
15 18. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan 
16 pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan 
17 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. 
18 19. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur 
19 anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. 
20 Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi 
21 alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang 
22 dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan 
23 terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 
24 20. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran 
25 disahkan dan anggaran dialokasikan. 
26 AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA 
27 21. Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas 
28 Umum Negara/Daerah. 
29 22. Pendapatan-LRA diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 
30 23. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas 
31 pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah 
32 pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. 
33 24. Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas 
34 bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat 
35 jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 25. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto 
2 (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat 
3 dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas 
4 bruto dapat dikecualikan. 
5 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 
6 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 
7 layanan umum. 
8 27. Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang 
9 (recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan 
10 maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang 
11 pendapatan-LRA. 
12 28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-13 
recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode 
14 penerimaan pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang pendapatan- 
15 LRA pada periode yang sama. 
16 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-17 
recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode 
18 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada 
19 periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. 
20 30. Akuntansi pendapatan-LRA disusun untuk memenuhi kebutuhan 
21 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan 
22 pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah. 
23 AKUNTANSI BELANJA 
24 31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening 
25 Kas Umum Negara/Daerah. 
26 32. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran 
27 pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran 
28 tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 
29 33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan 
30 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 
31 layanan umum. 
32 34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis 
33 belanja), organisasi, dan fungsi. 
34 35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang 
35 didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi 
36 ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja 
37 modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi 
38 ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi belanja pegawai, belanja barang, 
39 belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga. 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan 
2 sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. 
3 Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, 
4 subsidi, hibah, bantuan sosial. 
5 37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset 
6 tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 
7 Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung 
8 dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. 
9 38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk 
10 kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti 
11 penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga 
12 lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan 
13 pemerintah pusat/daerah. 
14 39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah 
15 sebagai berikut: 
16 Belanja Operasi: 
17 - Belanja Pegawai xxx 
18 - Belanja Barang xxx 
19 - Bunga xxx 
20 - Subsidi xxx 
21 - Hibah xxx 
22 - Bantuan Sosial xxx 
23 Belanja Modal 
24 - Belanja Aset Tetap xxx 
25 - Belanja Aset Lainnya xxx 
26 Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx 
27 Transfer xxx 
28 
29 40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas 
30 pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan 
31 oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. 
32 41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit 
33 organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di 
34 lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian 
35 negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut 
36 organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan 
37 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 provinsi/kabupaten/kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan 
2 lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. 
3 42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada 
4 fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan 
5 kepada masyarakat. 
6 43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut: 
7 Belanja : 
8 - Pelayanan Umum xxx 
9 - Pertahanan xxx 
10 - Ketertiban dan Keamanan xxx 
11 - Ekonomi xxx 
12 - Perlindungan Lingkungan Hidup xxx 
13 - Perumahan dan Permukiman xxx 
14 - Kesehatan xxx 
15 - Pariwisata dan Budaya xxx 
16 - Agama xxx 
17 - Pendidikan xxx 
18 - Perlindungan sosial xxx 
19 
20 44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan 
21 klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran. 
22 45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali 
23 belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai 
24 pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode 
25 berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan- 
26 LRA dalam pos pendapatan lain-lain-LRA. 
27 46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan 
28 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk 
29 keperluan pengendalian bagi manajemen untuk mengukur efektivitas dan 
30 efisiensi belanja tersebut. 
31 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA 
32 47. Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu 
33 periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA. 
34 48. Surplus-LRA adalah selisih lebih antara pendapatan-LRA dan 
35 belanja selama satu periode pelaporan. 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 49. Defisit-LRA adalah selisih kurang antara pendapatan-LRA dan 
2 belanja selama satu periode pelaporan. 
3 AKUNTANSI PEMBIAYAAN 
4 50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan 
5 pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan 
6 diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan 
7 untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan 
8 pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. 
9 Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran 
10 kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan 
11 penyertaan modal oleh pemerintah. 
12 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN 
13 51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas 
14 Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan 
15 obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan 
16 kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi 
17 permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. 
18 52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada 
19 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 
20 53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan 
21 azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak 
22 mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 
23 54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang 
24 bersangkutan. 
25 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN 
26 55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening 
27 Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, 
28 penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam 
29 periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. 
30 56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari 
31 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 
32 57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang 
33 bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di 
34 pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat 
35 sebagai pendapatan-LRA dalam pos pendapatan asli daerah lainnya. 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO 
2 58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan 
3 setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran 
4 tertentu. 
5 59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran 
6 pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam Pembiayaan 
7 Neto. 
8 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN 
9 ANGGARAN (SILPA/SIKPA) 
10 60. SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasi 
11 penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. 
12 61. Selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan 
13 Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu 
14 periode pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA. 
15 62. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran pada akhir periode 
16 pelaporan dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. 
17 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 
18 63. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam 
19 mata uang rupiah. 
20 64. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama 
21 dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang 
22 asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah 
23 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 
24 65. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 
25 digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 
26 rupiah, maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam 
27 rupiah berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan 
28 untuk memperoleh valuta asing tersebut. 
29 66. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 
30 digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 
31 mata uang asing lainnya, maka: 
32 (a). Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan 
33 dengan menggunakan kurs transaksi; 
34 (b). Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah 
35 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 TANGGAL EFEKTIF 
2 67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
3 berlaku efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan 
4 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
5 68. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
6 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
7 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.03 PSAP 02 - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 02.B 
Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi 
PEMERINTAH PROVINSI 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
NO. URAIAN Anggaran 
20X1 
(Dalam Rupiah) 
Realisasi 
20X1 
Realisasi 
(%) 20X0 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 
89 
PENDAPATAN TRANSFER 
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 
14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12) xxxx xxxx xx xxxx 
16 
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 
19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 
21 Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx 
22 
23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 
24 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 
25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 
26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 
27 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx 
28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx 
29 BELANJA 
30 BELANJA OPERASI 
31 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 
32 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 
33 Bunga xxx xxx xx xxx 
34 Subsidi xxx xxx xx xxx 
35 Hibah xxx xxx xx xxx 
36 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 
37 Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36) xxxx xxxx xx xxxx 
38 
39 BELANJA MODAL 
40 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 
41 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 
42 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 
44 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 
45 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 
46 Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45) xxxx xxxx xx xxxx 
47 
48 BELANJA TAK TERDUGA 
49 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 
50 Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49) xxx xxxx xx xxxx 
51 Jumlah Belanja (37 + 46 + 50) xxx xxxx xx xxxx 
52 
53 TRANSFER 
54 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA 
55 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 
56 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 
57 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 
58 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxx xxxx xx xxxx 
59 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58) xxx xxxx xx xxxx 
60 
61 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59) xxx xxx xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
PEMERINTAH PROVINSI 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 
NO. URAIAN Anggaran 
20X1 
Realisasi 
20X1 
Realisasi 
(%) 20X0 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam Rupiah) 
62 
63 PEMBIAYAAN 
64 
65 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 
66 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 
67 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 
68 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 
69 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 
70 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
71 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 
72 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 
73 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
74 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
76 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
77 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
78 Jumlah Penerimaan (66 s/d 77) xxxx xxxx xx xxxx 
79 
80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 
81 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 
88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 
82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 
83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
84 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 
85 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 
86 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
87 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
92 Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91) xxx xxx xx xxx 
93 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92) xxxx xxxx xx xxxx 
94 
95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 24 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 02.C 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam Rupiah) 
Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA 
NO. URAIAN (%) 20X0 Anggaran 
20X1 
Realisasi 
Realisasi 
20X1 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 
89 
PENDAPATAN TRANSFER 
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 
14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx 
16 
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 
19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 
20 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 
21 
22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 
23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xx xxx 
25 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx 
26 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxxx xxxx xx xxxx 
27 
28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 
29 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 
30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 
31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 
32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31) xxx xxx xx xxx 
33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxxx xxxx xx xxxx 
34 
35 BELANJA 
36 BELANJA OPERASI 
37 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 
38 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 
39 Bunga xxx xxx xx xxx 
40 Subsidi xxx xxx xx xxx 
41 Hibah xxx xxx xx xxx 
42 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 
43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx 
44 
45 BELANJA MODAL 
46 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 
47 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 
48 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 
50 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 
51 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 
52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xxxx xxxx xx xxxx 
53 
54 BELANJA TAK TERDUGA 
55 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 
56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xxx xxxx xx xxxx 
57 JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx 
58
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Realisasi 
(Dalam Rupiah) 
NO. URAIAN (%) 20X0 Anggaran 
20X1 
Realisasi 
20X1 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
59 TRANSFER 
60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA 
61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx 
63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 
64 JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63) xxx xxxx xx xxxx 
65 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (57 + 64) 
66 
67 SURPLUS/DEFISIT (33 - 65) xxx xxx xxx xxx 
68 
69 PEMBIAYAAN 
70 
71 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 
72 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 
73 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 
74 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 
75 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 
76 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
77 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 
78 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 
79 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
80 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
83 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
84 Jumlah Penerimaan (72 s/d 83) xxxx xxxx xx xxxx 
85 
86 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 
87 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 
88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 
89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
91 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 
92 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 
93 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
94 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
92 Jumlah Pengeluaran g ( 87 s/d 91) ) 
xxx xxx xx xxx 
93 PEMBIAYAAN NETO (84 - 92) 
xxxx xxxx xx xxxx 
94 
95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (67 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 02.A 
Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat 
PEMERINTAH PUSAT 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
NO. URAIAN 
Anggaran 
20X1 
(Dalam Rupiah) 
Realisasi 
20X1 
Realisasi 
(%) 20X0 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 
3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx 
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx 
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
7 Pendapatan Cukai xxx xxx xx xxx 
8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xx xxx 
9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xx xxx 
10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 
11 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10) xxx xxx xx xxx 
12 
13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 
14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 
15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx 
16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 
17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xx xxx 
18 
19 PENDAPATAN HIBAH 
20 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 
21 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20) xxx xxx xx xxx 
22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx 
23 
24 BELANJA 
25 BELANJA OPERASI 
26 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 
27 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 
28 Bunga xxx xxx xx xxx 
29 Subsidi xxx xxx xx xxx 
30 Hibah xxx xxx xx xxx 
31 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 
32 Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx 
33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32) xxx xxx xx xxx 
34 
35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx 
36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 
37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 
38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 
40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 
41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 
42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx 
43 JUMLAH BELANJA (33 + 42) xxx xxx xx xxx 
44
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
NO. URAIAN 
Anggaran 
20X1 
Realisasi 
20X1 
Realisasi 
(%) 20X0 
PEMERINTAH PUSAT 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam Rupiah) 
45 TRANSFER 
46 DANA PERIMBANGAN 
47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 
49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 
50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 
51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50) xxx xxx xx xxx 
52 
53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada) 
54 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 
55 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 
56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55) xxx xxx xx xxx 
57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56) xxx xxx xx xxx 
58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57) xxx xxx xx xxx 
59 
60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58) xxx xxx xx xxx 
61 PEMBIAYAAN 
62 PENERIMAAN 
63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 
64 Penggunaan SAL xxx xxx xx xxx 
65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 
66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx 
69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70) xxx xxx xx xxx 
72 
73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI 
74 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 
75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 
76 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75) xxx xxx xx xxx 
77 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76) xxx xxx xx xxx 
78 
79 PENGELUARAN 
80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 
81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 
82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
84 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx 
85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86) xxx xxx xx xxx 
88 
89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx 
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 
91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 
92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91) xxx xxx xx xxx 
93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92) xxx xxx xx xxx 
94 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93) xxx xxx xx xxx 
95 
96 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (62 + 94) xxxx xxxx xx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.04 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 03 
Lampiran I.04 PSAP 03 – (i) 
LAPORAN ARUS KAS
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.04 PSAP 03 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------- 1-7 
TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 1- 2 
RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------- 3-4 
MANFAAT INFORMASI ARUS KAS ---------------------------------------------- 5-7 
DEFINISI --------------------------------------------------------------------------------- 8 
KAS DAN SETARA KAS ------------------------------------------------------------- 9-11 
ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS ------------------------------------------------- 12-14 
PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS ------------------------------------------------- 15-36 
AKTIVITAS OPERASI ---------------------------------------------------------------- 21-26 
AKTIVITAS INVESTASI -------------------------------------------------------------- 27-30 
AKTIVITAS PENDANAAN ----------------------------------------------------------- 31-34 
AKTIVITAS TRANSITORIS --------------------------------------------------------- 35-38 
PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI, 
INVESTASI, PENDANAAN, DAN TRANSITORIS -------------------------------- 39-41 
PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH -------------- 42 
ARUS KAS MATA UANG ASING ----------------------------------------------------- 43-45 
BUNGA DAN BAGIAN LABA ---------------------------------------------------------- 46-49 
PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI PEMERINTAH DALAM 
PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI 
LAINNYA ------------------------------------------------------------------------------------- 50-56 
TRANSAKSI BUKAN KAS -------------------------------------------------------------- 57-58 
KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ---------------------------------------------- 59 
PENGUNGKAPAN LAINNYA ---------------------------------------------------------- 60-62 
TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------- 63-64 
Lampiran : 
Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas 
Pemerintah Pusat 
Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas 
Pemerintah Provinsi 
Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas 
Pemerintah Kabupaten/Kota
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 03 
4 LAPORAN ARUS KAS 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 TUJUAN 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar Laporan Arus Kas adalah mengatur 
12 penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai 
13 perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan 
14 mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, 
15 dan transitoris selama satu periode akuntansi. 
16 2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai 
17 sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode 
18 akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini 
19 disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan. 
20 RUANG LINGKUP 
21 3. Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan 
22 laporan keuangan dengan basis akuntansi akrual wajib menyusun laporan 
23 arus kas sesuai dengan standar ini untuk setiap periode penyajian laporan 
24 keuangan sebagai salah satu komponen laporan keuangan pokok. 
25 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus 
26 kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan 
27 pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut 
28 peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi 
29 dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan 
30 negara/daerah. 
31 MANFAAT INFORMASI ARUS KAS 
32 5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di 
33 masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran 
34 arus kas yang telah dibuat sebelumnya. 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas 
2 masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. 
3 7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus 
4 kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam 
5 mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan 
6 struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas) 
7 DEFINISI 
8 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
9 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
10 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh 
11 pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik 
13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
17 Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 
18 Bendahara Umum Negara/Daerah. 
19 Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 
20 ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode 
21 akuntansi. 
22 Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 
23 ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya 
24 yang tidak termasuk dalam setara kas. 
25 Aktivitas pendanaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar 
26 kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang 
27 mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi utang dan piutang 
28 jangka panjang. 
29 Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas 
30 yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan 
31 pembiayaan pemerintah. 
32 Aktivitas Transitoris adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas 
33 yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. 
34 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
35 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 
36 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 
37 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 
38 pelaporan yang menurunkan ekuitas yang dapat berupa pengeluaran atau 
39 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban 
2 untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas 
3 pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 
4 Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 
5 yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam 
6 satu tahun anggaran 
7 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 
8 aset dan kewajiban pemerintah. 
9 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
10 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 
11 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 
12 berupa laporan keuangan. 
13 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 
14 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 
15 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 
16 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 
17 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 
18 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 
19 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 
20 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 
21 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 
22 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 
23 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 
24 Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai 
25 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 
26 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 
27 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 
28 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 
29 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 
30 menyajikan laporan keuangan. 
31 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 
32 berdasarkan harga perolehan. 
33 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 
34 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 
35 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 
36 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 
37 sesudah perolehan awal investasi. 
38 Metode Langsung adalah metode penyajian arus kas dimana 
39 pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto harus 
40 diungkapkan. 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Metode Tidak Langsung adalah metode penyajian laporan arus kas dimana 
2 surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-transaksi operasional 
3 nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual) penerimaan kas 
4 atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, serta unsur penerimaan dan 
5 pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi 
6 dan pendanaan. 
7 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah 
8 ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan. 
9 Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak 
10 untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan 
11 lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 
12 Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 
13 Negara/Daerah. 
14 Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 
15 Umum Negara/Daerah. 
16 Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas 
17 pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran. 
18 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
19 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 
20 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 
21 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 
22 signifikan. 
23 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 
24 pelaporan. 
25 Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 
26 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 
27 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 
28 pengaruh entitas bersangkutan. 
29 KAS DAN SETARA KAS 
30 9. Kas dan setara kas harus disajikan dalam laporan arus kas. 
31 10. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas 
32 jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara 
33 kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam 
34 jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. 
35 Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud 
36 mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal 
37 perolehannya. 
38 11. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan dalam 
39 laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari manajemen 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan 
2 transitoris. 
3 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS 
4 12. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu 
5 atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-6 
undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 
7 keuangan. Entitas pelaporan dimaksud terdiri dari: 
8 (a) Pemerintah pusat; 
9 (b) Pemerintah daerah; 
10 (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah 
11 pusat; dan 
12 (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 
13 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 
14 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 
15 13. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan 
16 laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi 
17 perbendaharaan umum. 
18 14. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum 
19 adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah 
20 dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah. 
21 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS 
22 15. Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang 
23 menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode 
24 tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, 
25 pendanaan, dan transitoris. 
26 16. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi, pendanaan, 
27 dan transitoris memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna 
28 laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan 
29 setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk 
30 mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan 
31 transitoris. 
32 17. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa 
33 aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok 
34 utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam 
35 aktivitas pendanaan sedangkan pembayaran bunga utang pada umumnya akan 
36 diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi kecuali bunga yang dikapitalisasi akan 
37 diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi. 
38 18. Contoh format laporan arus kas yang disusun atas dasar akun-akun 
39 finansial disajikan dalam ilustrasi PSAP 03.A, 03.B, dan 03.C standar ini. Ilustrasi 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 hanya merupakan contoh untuk membantu pemahaman dan bukan bagian dari 
2 standar. 
3 19. Dalam hal entitas bersangkutan masih membukukan 
4 penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas berdasarkan akun 
5 pelaksanaan anggaran maka laporan arus kas dapat disajikan dengan 
6 mengacu pada akun-akun pelaksanaan anggaran tersebut. 
7 20. Yang dimaksud dengan akun-akun pelaksanaan anggaran adalah 
8 akun yang berhubungan dengan pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan, dan 
9 transaksi nonanggaran, yang dalam Laporan Arus Kas dikelompokkan menjadi 
10 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. 
11 AKTIVITAS OPERASI 
12 21. Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran 
13 kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu 
14 periode akuntansi. 
15 22. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang 
16 menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang 
17 cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa 
18 mengandalkan sumber pendanaan dari luar. 
19 23. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: 
20 (a) Penerimaan Perpajakan; 
21 (b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); 
22 (c) Penerimaan Hibah; 
23 (d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya; 
24 (e) Penerimaan Lain-lain/penerimaan dari pendapatan Luar Biasa; dan 
25 (f) Penerimaan Transfer. 
26 24. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk: 
27 (a) Pembayaran Pegawai; 
28 (b) Pembayaran Barang; 
29 (c) Pembayaran Bunga; 
30 (d) Pembayaran Subsidi; 
31 (e) Pembayaran Hibah; 
32 (f) Pembayaran Bantuan Sosial; 
33 (g) Pembayaran Lain-lain/Kejadian Luar Biasa; dan 
34 (h) Pembayaran Transfer. 
35 25. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang 
36 sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan 
37 dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas 
38 operasi. 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 26. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan 
2 suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal 
3 kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, 
4 maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas 
5 operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 
6 AKTIVITAS INVESTASI 
7 27. Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan 
8 pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap 
9 serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas. 
10 28. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan 
11 pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya 
12 ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan 
13 pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang. 
14 29. Arus masuk kas dari aktivitas investasi terdiri dari: 
15 (a) Penjualan Aset Tetap; 
16 (b) Penjualan Aset Lainnya; 
17 (c) Pencairan Dana Cadangan; 
18 (d) Penerimaan dari Divestasi; 
19 (e) Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas. 
20 30. Arus keluar kas dari aktivitas investasi terdiri dari: 
21 (a) Perolehan Aset Tetap; 
22 (b) Perolehan Aset Lainnya; 
23 (c) Pembentukan Dana Cadangan; 
24 (d) Penyertaan Modal Pemerintah; 
25 (e) Pembelian Investasi dalam bentuk Sekuritas. 
26 AKTIVITAS PENDANAAN 
27 31. Aktivitas Pendanaan adalah aktivitas penerimaan dan 
28 pengeluaran kas yang yang berhubungan dengan pemberian piutang jangka 
29 panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang mengakibatkan 
30 perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang dan utang 
31 jangka panjang. 
32 32. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan 
33 pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman 
34 jangka panjang. 
35 33. Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain: 
36 (a) Penerimaan utang luar negeri; 
37 (b) Penerimaan dari utang obligasi; 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah; 
2 (d) Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara. 
3 34. Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain: 
4 (a) Pembayaran pokok utang luar negeri; 
5 (b) Pembayaran pokok utang obligasi; 
6 (c) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah; 
7 (d) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara. 
8 AKTIVITAS TRANSITORIS 
9 35. Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan dan 
10 pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan 
11 pendanaan. 
12 36. Arus kas dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan 
13 pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan 
14 pendanaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain transaksi 
15 Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang 
16 persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK 
17 menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat 
18 Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya 
19 potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar 
20 rekening kas umum negara/daerah. 
21 37. Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK 
22 dan penerimaan transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali 
23 uang persediaan dari bendahara pengeluaran. 
24 38. Arus keluar kas dari aktivitas transitoris meliputi pengeluaran PFK 
25 dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang keluar dan pemberian uang 
26 persediaan kepada bendahara pengeluaran. 
27 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS 
28 OPERASI, INVESTASI, PENDANAAN, DAN 
29 TRANSITORIS 
30 39. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok utama 
31 penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, investasi, 
32 pendanaan, dan transitoris kecuali yang tersebut dalam paragraf 40. 
33 40. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas 
34 operasi dengan cara: 
35 (a) Metode Langsung 
36 Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan 
37 pengeluaran kas bruto. 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Metode Tidak Langsung 
2 Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-3 
transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau 
4 pengakuan (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang 
5 akan datang, serta unsur penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk 
6 kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi dan pendanaan. 
7 41. Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah sebaiknya 
8 menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas 
9 operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut: 
10 (a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di 
11 masa yang akan datang; 
12 (b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan 
13 (c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat 
14 langsung diperoleh dari catatan akuntansi. 
15 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS 
16 BERSIH 
17 42. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan 
18 atas dasar arus kas bersih dalam hal: 
19 (a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima 
20 manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan aktivitas 
21 pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu contohnya adalah 
22 hasil kerjasama operasional. 
23 (b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang 
24 perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya 
25 singkat. 
26 ARUS KAS MATA UANG ASING 
27 43. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus 
28 dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan 
29 mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs 
30 pada tanggal transaksi. 
31 44. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar 
32 negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada 
33 tanggal transaksi. 
34 45. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat 
35 perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas. 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 BUNGA DAN BAGIAN LABA 
2 46. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan 
3 pengeluaran beban untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan 
4 pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus 
5 diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi 
6 tersebut harus diklasifikasikan kedalam aktivitas operasi secara konsisten 
7 dari tahun ke tahun. 
8 47. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam arus 
9 kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari 
10 pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan. 
11 48. Jumlah pengeluaran beban pembayaran bunga utang yang 
12 dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk 
13 pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 
14 49. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan 
15 negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah 
16 kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah 
17 dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 
18 PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI 
19 PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN NEGARA/ 
20 DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI 
21 LAINNYA 
22 50. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/daerah dan 
23 kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode 
24 ekuitas dan metode biaya. 
25 51. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/daerah dan 
26 kemitraan dicatat sebesar nilai kas yang dikeluarkan. 
27 52. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang 
28 dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas 
29 investasi. 
30 53. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan 
31 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya harus disajikan secara 
32 terpisah dalam aktivitas investasi. 
33 54. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan 
34 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode. 
35 Hal-hal yang diungkapkan adalah: 
36 (a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan; 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan 
2 kas dan setara kas; 
3 (c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit 
4 operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan 
5 (d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh 
6 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh 
7 atau dilepas. 
8 55. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan 
9 unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk 
10 membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi, 
11 investasi, pendanaan, dan transitoris. Arus kas masuk dari pelepasan tersebut 
12 tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya. 
13 56. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan 
14 negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan 
15 perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya 
16 sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi 
17 lainnya. 
18 TRANSAKSI BUKAN KAS 
19 57. Transaksi operasi, investasi, dan pendanaan yang tidak 
20 mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak 
21 dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan 
22 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
23 58. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas konsisten 
24 dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut tidak 
25 mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan kas yang 
26 tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui pertukaran 
27 atau hibah. 
28 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS 
29 59. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara 
30 kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di 
31 Neraca. 
32 PENGUNGKAPAN LAINNYA 
33 60. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan setara 
34 kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini 
35 dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 61. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi 
2 pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas 
3 pelaporan. 
4 62. Contoh kas dan setara kas yang tidak boleh digunakan oleh entitas 
5 adalah kas yang ditempatkan sebagai jaminan, dan kas yang dikhususkan 
6 penggunannya untuk kegiatan tertentu. 
7 TANGGAL EFEKTIF 
8 63. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
9 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
10 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
11 64. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
12 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
13 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.04 PSAP 03 - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 03.A 
CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT 
PEMERINTAH PUSAT 
LAPORAN ARUS KAS 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
Uraian 
(Dalam Rupiah) 
No. 20X1 20X0 
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 
2 Arus Masuk Kas 
3 Penerimaan Pajak Penghasilan XXX XXX 
4 Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah XXX XXX 
5 Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan XXX XXX 
6 Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan XXX XXX 
7 Penerimaan Cukai XXX XXX 
8 Penerimaan Pajak Lainnya XXX XXX 
9 Penerimaan Bea Masuk XXX XXX 
10 Penerimaan Pajak Ekspor XXX XXX 
11 Penerimaan Sumber Daya Alam XXX XXX 
12 Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN XXX XXX 
13 Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya XXX XXX 
14 Penerimaan Hibah XXX XXX 
15 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX 
16 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15) XXX XXX 
17 Arus Keluar Kas 
18 Pembayaran Pegawai XXX XXX 
19 Pembayaran Barang XXX XXX 
20 Pembayaran Bunga XXX XXX 
21 Pembayaran Subsidi XXX XXX 
22 Pembayaran Bantuan Sosial XXX XXX 
23 Pembayaran Hibah XXX XXX 
24 Pembayaran Lain-lain XXX XXX 
25 Pembayaran Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
26 Pembayaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 
27 Pembayaran Dana Alokasi Umum XXX XXX 
28 Pembayaran Dana Alokasi Khusus XXX XXX 
y 
29 Pembayaran Dana Otonomi Khusus XXX XXX 
30 Pembayaran Dana Penyesuaian XXX XXX 
31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 
32 Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 31) XXX XXX 
33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 32) XXX XXX 
34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 
35 Arus Masuk Kas 
36 Penjualan atas Tanah XXX XXX 
37 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 
38 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 
39 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
40 Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
41 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 
42 Penerimaan dari Divestasi XXX XXX 
43 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 
44 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 43) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
(Dalam Rupiah) 
CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT 
PEMERINTAH PUSAT 
LAPORAN ARUS KAS 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
No. Uraian 20X1 20X0 
45 Arus Keluar Kas 
46 Perolehan Tanah XXX XXX 
47 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 
48 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 
49 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
50 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
51 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 
52 Pengeluaran Penyertaan Modal Negara XXX XXX 
53 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 
54 Jumlah Arus Keluar Kas (46 s/d 53) XXX XXX 
55 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (44 - 54) XXX XXX 
56 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 
57 Arus Masuk Kas 
58 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 
59 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
60 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
61 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 
62 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Daerah XXX XXX 
63 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
64 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
65 Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 64) XXX XXX 
66 Arus Keluar Kas 
67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 
68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
70 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 
71 Pemberian Pinjaman kepada Daerah XXX XXX 
72 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
73 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
74 Jumlah Arus Keluar Kas (67 s/d 73) XXX XXX 
75 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (65 - 74) XXX XXX 
76 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 
77 Arus Masuk Kas 
78 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
79 Kiriman Uang Masuk XXX XXX 
80 Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 79) XXX XXX 
81 Arus Keluar Kas 
82 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
83 Kiriman Uang Keluar XXX XXX 
84 Jumlah Arus Keluar Kas (82 s/d 83) XXX XXX 
85 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (80 - 84) XXX XXX 
86 Kenaikan/Penurunan Kas (33+55+75+85) XXX XXX 
87 Saldo Awal Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 
88 Saldo Akhir Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran (86+87) XXX XXX 
89 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 
90 Saldo Akhir Kas (88+89)) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 03.B 
CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI 
PEMERINTAH PROVINSI 
LAPORAN ARUS KAS 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
(Dalam Rupiah) 
Uraian 
No. 20X1 20X0 
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 
2 Arus Masuk Kas 
3 Penerimaan Pajak Daerah XXX XXX 
4 Penerimaan Retribusi Daerah XXX XXX 
5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 
6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 
7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 
9 Penerimaan Dana Alokasi Umum XXX XXX 
10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus XXX XXX 
11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus XXX XXX 
12 Penerimaan Dana Penyesuaian XXX XXX 
13 Penerimaan Hibah XXX XXX 
14 Penerimaan Dana Darurat XXX XXX 
15 Penerimaan Lainnya XXX XXX 
16 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa 
17 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 16) XXX XXX 
18 Arus Keluar Kas 
19 Pembayaran Pegawai XXX XXX 
20 Pembayaran Barang XXX XXX 
21 Pembayaran Bunga XXX XXX 
22 Pembayaran Subsidi XXX XXX 
23 Pembayaran Beban Hibah XXX XXX 
24 Pembayaran Beban Bantuan Sosial XXX XXX 
25 Pembayaran Tak Terduga XXX XXX 
26 Pembayaran Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota XXX XXX 
27 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota XXX XXX 
28 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota XXX XXX 
29 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 
30 Jumlah Arus Keluar Kas (19 s/d 29) XXX XXX 
31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (17 - 30) XXX XXX 
32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 
33 Arus Masuk Kas 
34 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 
35 Penjualan atas Tanah XXX XXX 
36 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 
37 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 
38 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
39 Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
40 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 
41 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 
42 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 
43 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 42) XXX XXX 
44 Arus Keluar Kas 
45 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 
46 Perolehan Tanah XXX XXX 
47 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 
48 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 
49 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI 
PEMERINTAH PROVINSI 
LAPORAN ARUS KAS 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
(Dalam Rupiah) 
Uraian 
No. 20X1 20X0 
50 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
51 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 
52 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 
53 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 
54 Jumlah Arus Keluar Kas (45 s/d 53) XXX XXX 
55 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (43 - 54) XXX XXX 
56 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 
57 Arus Masuk Kas 
58 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 
59 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
60 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 
61 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 
62 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
63 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
64 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
65 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
67 Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 66) XXX XXX 
68 Arus Keluar Kas 
69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 
70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 
72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 
73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
75 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
76 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
77 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
78 Jumlah Arus Keluar Kas (69 s/d 77) XXX XXX 
79 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (67 - 78) XXX XXX 
80 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 
81 Arus Masuk Kas 
82 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
83 Jumlah Arus Masuk Kas (82) XXX XXX 
84 Arus Keluar Kas 
85 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
86 Jumlah Arus Keluar Kas (85) XXX XXX 
87 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (83 - 86) XXX XXX 
88 Kenaikan/Penurunan Kas (31+55+79+87) XXX XXX 
89 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 
90 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (88+89) XXX XXX 
91 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 
92 Saldo Akhir Kas (90+91) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 03.C 
CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
LAPORAN ARUS KAS 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
Uraian 
(Dalam Rupiah) 
No. 20X1 20X0 
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 
2 Arus Masuk Kas 
3 Penerimaan Pajak Daerah XXX XXX 
4 Penerimaan Retribusi Daerah XXX XXX 
5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 
6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 
7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 
9 Penerimaan Dana Alokasi Umum XXX XXX 
10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus XXX XXX 
11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus XXX XXX 
12 Penerimaan Dana Penyesuaian XXX XXX 
13 Penerimaan Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
14 Penerimaan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX 
15 Penerimaan Hibah XXX XXX 
16 Penerimaan Dana Darurat XXX XXX 
17 Penerimaan Lainnya XXX XXX 
18 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX 
19 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 18) XXX XXX 
20 Arus Keluar Kas 
21 Pembayaran Pegawai XXX XXX 
22 Pembayaran Barang XXX XXX 
23 Pembayaran Bunga XXX XXX 
24 Pembayaran Subsidi XXX XXX 
25 Pembayaran Hibah XXX XXX 
26 P Pembayaran b B Bantuan t S Sosial i l XXX XXX 
27 Pembayaran Tak Terduga XXX XXX 
28 Pembayaran Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
29 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi XXX XXX 
30 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX 
31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 
32 Jumlah Arus Keluar Kas (21 s/d 31) XXX XXX 
33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (19 - 32) XXX XXX 
34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 
35 Arus Masuk Kas 
36 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 
37 Penjualan atas Tanah XXX XXX 
38 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 
39 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 
40 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
41 Penjualan Aset Tetap XXX XXX 
42 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 
43 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 
44 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 
45 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 44) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
LAPORAN ARUS KAS 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
(Dalam Rupiah) 
No. Uraian 20X1 20X0 
46 Arus Keluar Kas 
47 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 
48 Perolehan Tanah XXX XXX 
49 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 
50 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 
51 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
52 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
53 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 
54 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 
55 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 
56 Jumlah Arus Keluar Kas (47 s/d 55) XXX XXX 
57 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (45 - 56) XXX XXX 
58 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 
59 Arus Masuk Kas 
60 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 
61 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
62 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 
63 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 
64 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
65 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
67 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
68 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
69 Jumlah Arus Masuk Kas (60 s/d 68) XXX XXX 
70 Arus Keluar Kas 
71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 
72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 
74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 
75 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
76 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
77 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
78 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
79 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
80 Jumlah Arus Keluar Kas (71 s/d 79) XXX XXX 
81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (69 - 80) XXX XXX 
82 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 
83 Arus Masuk Kas 
84 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
85 Jumlah Arus Masuk Kas (84) XXX XXX 
86 Arus Keluar Kas 
87 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
88 Jumlah Arus Keluar Kas (87) XXX XXX 
89 Arus Kas Bersih dari Aktivitas transitoris (84 - 87) XXX XXX 
90 Kenaikan/Penurunan Kas (33+57+81+89) XXX XXX 
91 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 
92 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (90+91) XXX XXX 
93 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 
94 Saldo Akhir Kas (92+93) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.05 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
Lampiran I.05 PSAP 04 – (i) 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 04 
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.05 PSAP 04 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-6 
TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1-2 
RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 3-6 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 7 
KETENTUAN UMUM ------------------------------------------------------------------------- 8-11 
STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------------------- 12-64 
PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS 
PELAPORAN DAN ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------- 17-18 
PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN 
FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO --------------------------------- 19-23 
PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN 
SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN 
HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET ---------- 24-29 
DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN 
PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN ----------------- 30-50 
ASUMSI DASAR AKUNTANSI ------------------------------------------------ 31-35 
PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------- 36-38 
KEBIJAKAN AKUNTANSI ------------------------------------------------------ 39-50 
PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING 
POS YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN 
KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------ 51-57 
PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH 
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG 
BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN 
KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------ 58-60 
PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ------------------------------ 61-63 
SUSUNAN -------------------------------------------------------------------------------- 64 
TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------ 65-66
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 04 
4 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 TUJUAN 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar Catatan atas Laporan Keuangan adalah 
12 mengatur penyajian dan pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas 
13 Laporan Keuangan. 
14 2. Tujuan penyajian Catatan atas Laporan Keuangan adalah untuk 
15 meningkatkan transparansi Laporan Keuangan dan penyediaan pemahaman yang 
16 lebih baik, atas informasi keuangan pemerintah. 
17 RUANG LINGKUP 
18 3. Standar ini harus diterapkan pada: 
19 (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum untuk entitas pelaporan; 
20 (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan untuk 
21 tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan. 
22 4. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 
23 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi 
24 keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, 
25 legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan 
26 dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan 
27 keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari 
28 laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan 
29 tahunan. 
30 5. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 
31 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 
32 keuangan konsolidasian, tidak termasuk badan usaha milik negara/daerah. 
33 6. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat 
34 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka 
35 standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi kriteria 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 satu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar akuntansi 
2 mengenai entitas pelaporan pemerintah. 
3 DEFINISI 
4 7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
5 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
6 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah 
7 meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur 
8 dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara 
9 sistematis untuk satu periode. 
10 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah 
11 rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 
12 Perwakilan Rakyat Daerah. 
13 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah 
14 rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 
15 Perwakilan Rakyat. 
16 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
17 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
18 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 
19 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 
20 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 
21 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 
22 alasan sejarah dan budaya. 
23 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
24 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 
25 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 
26 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
27 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 
28 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah 
29 yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran 
30 bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh 
31 pemerintah. 
32 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 
33 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 
34 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban 
35 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 
36 aset dan kewajiban pemerintah. 
37 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
38 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 
39 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 
40 berupa laporan keuangan. 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, 
2 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas 
3 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 
4 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
5 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
6 pemerintah. 
7 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji suatu 
8 informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna yang 
9 dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada hakikat 
10 atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari keadaan 
11 khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 
12 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali 
13 dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran 
14 bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam 
15 penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau 
16 memanfaatkan surplus anggaran. 
17 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 
18 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 
19 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 
20 dibayar kembali oleh pemerintah. 
21 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 
22 penambah ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan. 
23 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 
24 laporan keuangan. 
25 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan Saldo Anggaran Lebih yang 
26 berasal dari akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan 
27 tahun berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 
28 KETENTUAN UMUM 
29 8. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan 
30 atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan 
31 keuangan untuk tujuan umum. 
32 9. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan 
33 keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk 
34 pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan 
35 mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman 
36 di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, atas 
37 sajian laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi 
38 informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan. 
39 10. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari 
40 pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual. 
2 Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung 
3 melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan. 
4 Pembahasan umum dan referensi ke pos-pos laporan keuangan menjadi penting 
5 bagi pembaca laporan keuangan. 
6 11. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi 
7 yang diterapkan akan dapat membantu pembaca menghindari kesalahpahaman 
8 dalam memahami laporan keuangan. 
9 STRUKTUR DAN ISI 
10 12. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara 
11 sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan 
12 Operasional dan Laporan Arus Kas dapat mempunyai referensi silang dengan 
13 informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
14 13. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar 
15 terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi 
16 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 
17 Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula 
18 dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang 
19 diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta 
20 pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar 
21 atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen 
22 lainnya. 
23 14. Dalam rangka pengungkapan yang memadai, Catatan atas 
24 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 
25 (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 
26 (b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 
27 (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut 
28 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 
29 (d) Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-30 
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi 
31 dan kejadian-kejadian penting lainnya; 
32 (e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar 
33 muka laporan keuangan; 
34 (f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 
35 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 
36 keuangan; dan 
37 (g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak 
38 disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 
39 15. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan 
40 mengikuti pernyataan standar akuntansi berlaku yang mengatur tentang 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 pengungkapan untuk pos-pos yang terkait. Misalnya, Pernyataan Standar 
2 Akuntansi Pemerintahan tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan 
3 kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan. 
4 16. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami laporan 
5 keuangan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan 
6 secara narasi, bagan, grafik, daftar, dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang 
7 mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas 
8 pelaporan dan hasil-hasilnya selama satu periode. 
9 PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS PELAPORAN 
10 DAN ENTITAS AKUNTANSI 
11 17. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan 
12 informasi yang merupakan gambaran entitas secara umum. 
13 18. Untuk membantu pemahaman para pembaca laporan keuangan, 
14 perlu ada penjelasan awal mengenai baik entitas pelaporan maupun entitas 
15 akuntansi yang meliputi: 
16 (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas 
17 tersebut berada; 
18 (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; dan 
19 (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 
20 operasionalnya. 
21 PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/ 
22 KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO 
23 19. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu 
24 pembaca memahami realisasi dan posisi keuangan entitas pelaporan secara 
25 keseluruhan, termasuk kebijakan fiskal/keuangan dan kondisi ekonomi 
26 makro. 
27 20. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas 
28 Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab pertanyaan-29 
pertanyaan seperti bagaimana perkembangan realisasi dan posisi keuangan/fiskal 
30 entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai. 
31 21. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas 
32 pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting 
33 mengenai realisasi dan posisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan 
34 dengan periode sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana 
35 lainnya sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan 
36 perbedaan adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam 
37 penyusunan anggaran dibandingkan dengan realisasinya. 
38 22. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 
39 Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan 
2 pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan penyusunan 
3 APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan 
4 intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara. 
5 23. Ekonomi makro yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 
6 Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang 
7 digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator 
8 ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik 
9 Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak, 
10 tingkat suku bunga dan neraca pembayaran. 
11 PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN 
12 SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN 
13 HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET 
14 24. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan 
15 perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan 
16 dengan anggaran yang pertama kali disetujui oleh DPR/DPRD, hambatan dan 
17 kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta 
18 masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan 
19 untuk diketahui pembaca laporan keuangan. 
20 25. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi 
21 tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan 
22 persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti kondisi 
23 dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan yang ada, 
24 yang disetujui oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran pertama kali 
25 disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi anggaran dan 
26 keuangan entitas pelaporan. 
27 26. Ikhtisar pencapaian target keuangan merupakan perbandingan 
28 secara garis besar antara target sebagaimana yang tertuang dalam APBN/APBD 
29 dengan realisasinya. 
30 27. Ikhtisar ini disajikan untuk memperoleh gambaran umum tentang 
31 kinerja keuangan pemerintah dalam merealisasikan potensi pendapatan-LRA dan 
32 alokasi belanja yang telah ditetapkan dalam APBN/APBD. 
33 28. Ikhtisar ini disajikan baik untuk pendapatan-LRA, belanja, maupun 
34 pembiayaan dengan struktur sebagai berikut: 
35 (a) nilai target total; 
36 (b) nilai realisasi total; 
37 (c) prosentase perbandingan antara target dan realisasi; dan 
38 (d) alasan utama terjadinya perbedaan antara target dan realisasi. 
39 29. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas 
40 pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang 
2 memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang. 
3 DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN 
4 PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN 
5 30. Entitas pelaporan mengungkapkan dasar penyajian laporan 
6 keuangan dan kebijakan akuntansi dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
7 ASUMSI DASAR AKUNTANSI 
8 31. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu yang 
9 mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak perlu diungkapkan 
10 secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika entitas pelaporan tidak 
11 mengikuti asumsi atau konsep tersebut dan disertai alasan dan penjelasan. 
12 32. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, 
13 asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah 
14 anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar 
15 standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 
16 (a) Asumsi kemandirian entitas; 
17 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 
18 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 
19 33. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi 
20 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 
21 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah 
22 dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah 
23 adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya 
24 dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset 
25 dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 
26 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang-27 
piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program 
28 yang telah ditetapkan. 
29 34. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 
30 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 
31 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 
32 jangka pendek. 
33 35. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 
34 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 
35 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 
36 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN 
37 36. Pengguna/pemakai laporan keuangan pemerintah meliputi: 
38 (a) Masyarakat; 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 
2 (c) Pihak yang memberi atau yang berperan dalam proses donasi, investasi, 
3 dan pinjaman; dan 
4 (d) Pemerintah. 
5 37. Para pemakai/pengguna laporan keuangan membutuhkan 
6 keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari informasi yang 
7 dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan dan keperluan 
8 lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika laporan keuangan 
9 tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi terpilih yang penting dalam 
10 penyusunan laporan keuangan. 
11 38. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan 
12 dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan 
13 kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan 
14 keuangan yang sangat membantu pengguna/pemakai laporan keuangan, karena 
15 kadang-kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu 
16 komponen laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, 
17 neraca, laporan operasional, laporan arus kas, atau laporan perubahan ekuitas 
18 terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih. 
19 KEBIJAKAN AKUNTANSI 
20 39. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu 
21 disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan 
22 yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan 
23 secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan. 
24 40. Empat pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan 
25 akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen: 
26 (a) Pertimbangan Sehat 
27 (b) Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya diakui 
28 dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak membenarkan 
29 penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan 
30 (c) Substansi Mengungguli Bentuk 
31 Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan 
32 sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata 
33 mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian. 
34 (d) Materialitas 
35 Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup 
36 material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan. 
37 41. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus 
38 mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang 
39 digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang 
40 secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, 
2 Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Pengungkapan juga 
3 harus meliputi pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam 
4 memilih prinsip-prinsip yang sesuai. 
5 42. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 
6 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 
7 (a) Entitas pelaporan; 
8 (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 
9 (c) Dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 
10 keuangan; 
11 (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 
12 dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini diterapkan oleh 
13 suatu entitas pelaporan pada masa transisi. Sebaliknya penerapan lebih 
14 dini disarankan berdasarkan kesiapan entitas. 
15 (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 
16 laporan keuangan. 
17 43. Diungkapkannya entitas pelaporan dalam kebijakan akuntansi 
18 adalah untuk menyatakan bahwa entitas yang berhak membuat kebijakan 
19 akuntansi hanyalah entitas pelaporan. Entitas akuntansi hanya mengikuti kebijakan 
20 akuntansi yang ditetapkan oleh entitas pelaporan di atasnya. Ketiadaan informasi 
21 mengenai entitas pelaporan dan komponennya mempunyai potensi 
22 kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada. 
23 44. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan telah 
24 menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk penyusunan laporan 
25 keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis akuntansi yang mendasari 
26 laporan keuangan pemerintah semestinya diungkapkan pada Catatan atas Laporan 
27 Keuangan. Pernyataan tersebut juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan 
28 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan 
29 pembaca laporan tanpa harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada 
30 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 
31 45. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui dasar-dasar 
32 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan. 
33 Apabila lebih dari satu dasar pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan 
34 keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat 
35 mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan dasar pengukuran 
36 tersebut. 
37 46. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi 
38 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan 
39 tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 
40 tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 40 dapat 
41 dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk 
2 disajikan antara lain: 
3 (a) Pengakuan pendapatan-LRA; 
4 (b) Pengakuan pendapatan-LO; 
5 (c) Pengakuan belanja; 
6 (d) Pengakuan beban; 
7 (e) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 
8 (f) Investasi; 
9 (g) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud; 
10 (h) Kontrak-kontrak konstruksi; 
11 (i) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 
12 (j) Kemitraan dengan pihak ketiga; 
13 (k) Biaya penelitian dan pengembangan; 
14 (l) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 
15 (m) Pembentukan dana cadangan; 
16 (n) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai; 
17 (o) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 
18 47. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan 
19 dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
20 Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 
21 pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib, penjabaran 
22 mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs. 
23 48. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai 
24 pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak 
25 material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih 
26 dan diterapkan yang tidak diatur dalam Standar ini. 
27 49. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka-28 
angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi 
29 berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara 
30 kuantitatif harus diungkapkan. 
31 50. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai 
32 pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika 
33 berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang. 
34 PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING POS 
35 YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN 
36 51. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan rincian dan 
37 penjelasan atas masing-masing pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, 
2 Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. 
3 52. Penjelasan atas Laporan Realisasi Anggaran disajikan untuk pos 
4 pendapatan-LRA, belanja, dan pembiayaan dengan struktur sebagai berikut: 
5 (a) Anggaran; 
6 (b) Realisasi; 
7 (c) Prosentase pencapaian; 
8 (d) Penjelasan atas perbedaan antara anggaran dan realisasi; 
9 (e) Perbandingan dengan periode yang lalu; 
10 (f) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 
11 (g) Rincian lebih lanjut pendapatan-LRA menurut sumber pendapatan; 
12 (h) Rincian lebih lanjut belanja menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan 
13 fungsi; 
14 (i) Rincian lebih lanjut pembiayaan; dan 
15 (j) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 
16 53. Penjelasan atas Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih 
17 disajikan untuk Saldo Anggaran Lebih awal periode, penggunaan Saldo Anggaran 
18 Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, 
19 koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, dan SAL akhir periode dengan 
20 struktur sebagai berikut: 
21 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 
22 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 
23 (c) Rincian yang diperlukan; dan 
24 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 
25 54. Penjelasan atas Laporan Operasional disajikan untuk pos 
26 pendapatan-LO dan beban dengan struktur sebagai berikut: 
27 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 
28 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 
29 (c) Rincian lebih lanjut pendapatan-LO menurut sumber pendapatan; 
30 (d) Rincian lebih lanjut beban menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi; 
31 dan 
32 (e) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 
33 55. Penjelasan atas Neraca disajikan untuk pos aset, kewajiban, dan 
34 ekuitas dengan struktur sebagai berikut: 
35 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 
36 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) Rincian lebih lanjut atas masing-masing akun dalam aset lancar, investasi 
2 jangka panjang, aset tetap, aset lainnya, kewajiban jangka pendek, kewajiban 
3 jangka panjang, dan ekuitas; dan 
4 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 
5 56. Penjelasan atas Laporan Arus Kas disajikan untuk pos arus kas 
6 dari aktivitas operasi, aktivitas investasi aset non keuangan, aktivitas pembiayaan, 
7 dan aktivitas nonanggaran dengan struktur sebagai berikut: 
8 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 
9 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 
10 (c) Rincian lebih lanjut atas atas masing-masing akun dalam masing-masing 
11 aktivitas; dan 
12 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 
13 57. Penjelasan atas Laporan Perubahan Ekuitas disajikan untuk 
14 ekuitas awal periode, surplus/defisit-LO, dampak kumulatif perubahan 
15 kebijakan/kesalahan mendasar, dan ekuitas akhir periode dengan struktur sebagai 
16 berikut: 
17 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 
18 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 
19 (c) Rincian yang diperlukan; dan 
20 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 
21 PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH 
22 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG 
23 BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN 
24 KEUANGAN 
25 58. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi 
26 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 
27 Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang 
28 diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban 
29 kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam 
30 Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain yang 
31 belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan. 
32 59. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang 
33 digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai 
34 dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka 
35 laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan 
36 gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan 
37 akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan entitas 
38 pelaporan pada periode yang akan datang. 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 60. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan 
2 harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian 
3 persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti yang 
4 telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa kasus, 
5 pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan pemahaman 
6 pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain di laporan 
7 keuangan. Dalam kebijakan akuntansi pos aset tetap disebutkan dasar pengukuran 
8 adalah harga perolehan. Penelitian terhadap akun-akun yang mendukung pos aset 
9 tersebut menunjukkan ada salah satu akun aset dengan harga selain harga 
10 perolehan, karena aset dimaksud diperoleh dari donasi. 
11 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA 
12 61. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan 
13 informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca 
14 laporan. 
15 62. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian-16 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 13 
kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti: 
17 (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan; 
18 (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru; 
19 (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; 
20 (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan; dan 
21 (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang 
22 harus ditanggulangi pemerintah. 
23 63. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku sebagai 
24 pelengkap standar ini. 
25 SUSUNAN 
26 64. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 
27 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas 
28 Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut: 
29 (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 
30 (b) Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 
31 (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya; 
32 (d) Kebijakan akuntansi yang penting: 
33 i. Entitas pelaporan; 
34 ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 
35 iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 
36 keuangan;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan 
2 ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh 
3 suatu entitas pelaporan; 
4 v. Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 
5 laporan keuangan. 
6 (e) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: 
7 i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan; 
8 ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 
9 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 
10 Laporan Keuangan. 
11 (f) Informasi tambahan lainnya yang diperlukan. 
12 TANGGAL EFEKTIF 
13 65. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
14 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
15 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
16 66. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
17 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
18 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.05 PSAP 04 - 14
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.06 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 05 
Lampiran I.06 PSAP 05 – (i) 
AKUNTANSI PERSEDIAAN
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.06 PSAP 05 – (i) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------ 1-3 
TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 1 
RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------- 2-3 
DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 4 
UMUM -------------------------------------------------------------------------------------------- 5-12 
PENGAKUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 13-14 
PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------------------- 15-21 
BEBAN PERSEDIAAN ---------------------------------------------------------------------- 22-25 
PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------------- 26 
TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------- 27-28
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 05 
4 AKUNTANSI PERSEDIAAN 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 
6 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 
7 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 
8 PENDAHULUAN 
9 TUJUAN 
10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 
11 akuntansi persediaan yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan. 
12 RUANG LINGKUP 
13 2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh 
14 persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum. Standar ini 
15 diterapkan untuk seluruh entitas pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk 
16 perusahaan negara/daerah. 
17 3. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 
18 a. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan 
19 dibebankan ke suatu akun konstruksi dalam pengerjaan; dan 
20 b. Instrumen keuangan. 
21 DEFINISI 
22 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
23 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
24 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
25 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
26 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh 
27 pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 
28 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 
29 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 
30 alasan sejarah dan budaya. 
31 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak 
32 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 
Lampiran I.06 PSAP 05 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang 
2 dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-3 
barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka 
4 pelayanan kepada masyarakat. 
5 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
6 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 
7 UMUM 
8 5. Persediaan merupakan aset yang berupa: 
9 a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka 
10 kegiatan operasional pemerintah; 
11 b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses 
12 produksi; 
13 c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau 
14 diserahkan kepada masyarakat; 
15 d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 
16 dalam rangka kegiatan pemerintahan. 
17 6. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan 
18 disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, 
19 barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas 
20 pakai seperti komponen bekas. 
21 7. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga 
22 meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku 
23 pembuatan alat-alat pertanian. 
24 8. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai 
25 persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi. 
26 9. Persediaan dapat terdiri dari: 
27 a. Barang konsumsi; 
28 b. Amunisi; 
29 c. Bahan untuk pemeliharaan; 
30 d. Suku cadang; 
31 e. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga; 
32 f. Pita cukai dan leges; 
33 g. Bahan baku; 
34 h. Barang dalam proses/setengah jadi; 
35 i. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; 
36 j. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. 
37 10. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan 
38 strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga 
Lampiran I.06 PSAP 05 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai 
2 persediaan. 
3 11. Persediaan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan 
4 kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada paragraf 9 butir j, misalnya sapi, 
5 kuda, ikan, benih padi dan bibit tanaman. 
6 12. Persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam 
7 neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
8 PENGAKUAN 
9 13. Persediaan diakui (a) pada saat potensi manfaat ekonomi masa 
10 depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 
11 dengan andal, (b) pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau 
12 kepenguasaannya berpindah. 
13 14. Pada akhir periode akuntansi catatan persediaan disesuaikan 
14 dengan hasil inventarisasi fisik. 
15 PENGUKURAN 
16 15. Persediaan disajikan sebesar: 
17 a. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 
18 b. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 
19 c. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/ 
20 rampasan. 
21 16. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya 
22 pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat 
23 dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang 
24 serupa mengurangi biaya perolehan. 
25 17. Persediaan dapat dinilai dengan menggunakan: 
26 a. Metode sistematis seperti FIFO atau rata-rata tertimbang 
27 b. Harga pembelian terakhir apabila setiap unit persediaan nilainya tidak 
28 material dan bermacam-macam jenis. 
29 18. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan 
30 untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir. 
31 19. Harga pokok produksi persediaan meliputi biaya langsung yang 
32 terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang 
33 dialokasikan secara sistematis. 
34 20. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai 
35 dengan menggunakan nilai wajar. 
Lampiran I.06 PSAP 05 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 21. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau 
2 penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan 
3 transaksi wajar (arm length transaction). 
4 BEBAN PERSEDIAAN 
5 22. Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan (use 
6 of goods). 
7 23. Penghitungan beban persediaan dilakukan dalam rangka penyajian 
8 Laporan Operasional. 
9 24. Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka pengukuran 
10 pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang dipakai 
11 dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan. 
12 25. Dalam hal persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran 
13 pemakaian persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara 
14 saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi 
15 dengan saldo akhir persediaan dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode 
16 penilaian yang digunakan. 
17 PENGUNGKAPAN 
18 26. Laporan keuangan mengungkapkan: 
19 a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; 
20 b. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang 
21 digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang 
22 digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau 
23 diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses 
24 produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada 
25 masyarakat; dan 
26 c. Jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi rusak atau usang. 
27 TANGGAL EFEKTIF 
28 27. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
29 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 
30 anggaran mulai tahun anggaran 2010. 
31 28. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
32 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
33 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.06 PSAP 05 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.07 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 06 
Lampiran I.07 PSAP 06 – (i) 
AKUNTANSI INVESTASI
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.07 PSAP 06 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------- 1 - 5 
TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------- 1 
RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------ 2 - 5 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 6 
BENTUK INVESTASI -------------------------------------------------------------------------- 7 - 8 
KLASIFIKASI INVESTASI ------------------------------------------------------------------- 9 - 19 
PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------------- 20 - 22 
PENGUKURAN INVESTASI ----------------------------------------------------------------- 23 - 35 
METODE PENILAIAN INVESTASI --------------------------------------------------------- 36 - 38 
PENGAKUAN HASIL INVESTASI --------------------------------------------------------- 39 - 40 
PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI ---------------------------------------- 41 - 42 
PENGUNGKAPAN ----------------------------------------------------------------------------- 43 
TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------- 44 - 45
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 06 
4 AKUNTANSI INVESTASI 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 TUJUAN 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 
12 akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang 
13 harus disajikan dalam laporan keuangan. 
14 RUANG LINGKUP 
15 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian 
16 seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum 
17 yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi 
18 Pemerintahan. 
19 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 
20 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 
21 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 
22 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi investasi 
23 pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek maupun 
24 investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan, klasifikasi, 
25 pengukuran dan metode penilaian investasi, serta pengungkapannya pada 
26 laporan keuangan. 
27 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 
28 (a) Penempatan uang yang termasuk dalam lingkup setara kas; 
29 (b) Investasi dalam perusahaan asosiasi; 
30 (c) Kerjasama operasi; dan 
31 (d) Investasi dalam properti. 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 DEFINISI 
2 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
4 Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor 
5 dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya 
6 legal dan pungutan lainnya dari pasar modal. 
7 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 
8 ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga 
9 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 
10 kepada masyarakat. 
11 Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan 
12 dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. 
13 Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki 
14 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 
15 Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak 
16 termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara 
17 tidak berkelanjutan. 
18 Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan 
19 untuk dimiliki secara berkelanjutan. 
20 Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak 
21 dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada 
22 peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun 
23 golongan masyarakat tertentu. 
24 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 
25 berdasarkan harga perolehan. 
26 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 
27 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 
28 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 
29 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 
30 sesudah perolehan awal investasi. 
31 Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang 
32 dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu 
33 untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya. 
34 Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai 
35 yang tertera dalam lembar saham dan obligasi. 
36 Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu 
37 investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen. 
38 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 
39 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya 
2 mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan 
3 maupun joint venture dari investornya. 
4 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
5 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 
6 BENTUK INVESTASI 
7 7. Pemerintah melakukan investasi dimaksudkan antara lain untuk 
8 memperoleh pendapatan dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana yang 
9 belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. 
10 8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan 
11 sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa 
12 pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta 
13 instrumen ekuitas. 
14 KLASIFIKASI INVESTASI 
15 9. Investasi pemerintah diklasifikasikan menjadi dua yaitu 
16 investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka 
17 pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka 
18 panjang merupakan kelompok aset nonlancar. 
19 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai 
20 berikut: 
21 (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan; 
22 (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya 
23 pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas; 
24 (c) Berisiko rendah. 
25 11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka 
26 pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah, karena 
27 dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga, tidak termasuk dalam 
28 investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok 
29 investasi jangka pendek antara lain adalah: 
30 (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan suatu 
31 badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah 
32 kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha; 
33 (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan 
34 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat 
35 berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun 
36 luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau 
37 (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi 
38 kebutuhan kas jangka pendek. 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka 
2 pendek, antara lain terdiri atas: 
3 (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang 
4 dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits); 
5 (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh 
6 pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia 
7 (SBI). 
8 13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman 
9 investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen adalah 
10 investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara 
11 berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka 
12 panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 
13 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan 
14 untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau 
15 menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan 
16 investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan 
17 untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau 
18 menarik kembali. 
19 15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah 
20 investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk 
21 mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang 
22 dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen dapat berupa: 
23 (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan 
24 internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara; 
25 (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk 
26 menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada 
27 masyarakat. 
28 16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara 
29 lain dapat berupa: 
30 (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan 
31 untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah; 
32 (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 
33 kepada pihak ketiga; 
34 (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat 
35 seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat; 
36 (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk 
37 dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang 
38 dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian. 
39 17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga 
40 (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu kepemilikan 
41 modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan. 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak 
2 bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli 
3 oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat 
4 dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak 
5 tercakup dalam pernyataan ini. 
6 19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan 
7 kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri. 
8 PENGAKUAN INVESTASI 
9 20. Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam 
10 bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui 
11 sebagai investasi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 
12 (a) Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa 
13 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut 
14 dapat diperoleh pemerintah; 
15 (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara 
16 memadai (reliable). 
17 21. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas dan/atau aset, 
18 penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi 
19 investasi memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu 
20 mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial 
21 atau jasa potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang 
22 tersedia pada saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang 
23 cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan 
24 diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh 
25 manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul. 
26 22. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada 
27 paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran 
28 atau pembelian yang didukung dengan bukti yang 
29 menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu 
30 investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya, atau 
31 berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, 
32 penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan. 
33 PENGUKURAN INVESTASI 
34 23. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat 
35 membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian, nilai pasar 
36 dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk 
37 investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai 
38 nominal, nilai tercatat atau nilai wajar lainnya. 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 24. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, 
2 misalnya saham dan obligasi jangka pendek (efek), dicatat sebesar biaya 
3 perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu 
4 sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank, dan biaya lainnya 
5 yang timbul dalam rangka perolehan tersebut. 
6 25. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh 
7 tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar 
8 investasi pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila 
9 tidak ada nilai wajar, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar aset lain 
10 yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut. 
11 26. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya 
12 dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal 
13 deposito tersebut. 
14 27. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya 
15 penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi 
16 harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam 
17 rangka perolehan investasi tersebut. 
18 28. Investasi nonpermanen dalam bentuk pembelian obligasi 
19 jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki 
20 berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. 
21 29. Investasi nonpermanen yang dimaksudkan untuk 
22 penyehatan/penyelamatan perekonomian, dinilai sebesar nilai bersih yang 
23 dapat direalisasikan. 
24 30. Investasi nonpermanen untuk penyehatan/penyelamatan 
25 perekonomian misalnya dana talangan dalam rangka penyehatan perbankan 
26 31. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di 
27 proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai 
28 sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk 
29 perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian 
30 proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga. 
31 32. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran 
32 aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah 
33 sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga 
34 perolehannya tidak ada. 
35 33. Harga perolehan investasi dalam valuta asing yang dibayar 
36 dengan mata uang asing yang sama harus dinyatakan dalam rupiah dengan 
37 menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada 
38 tanggal transaksi. 
39 34. Diskonto atau premi pada pembelian investasi diamortisasi 
40 selama periode dari pembelian sampai saat jatuh tempo sehingga hasil 
41 yang konstan diperoleh dari investasi tersebut. 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 35. Diskonto atau premi yang diamortisasi tersebut dikreditkan atau 
2 didebetkan pada pendapatan bunga, sehingga merupakan penambahan atau 
3 pengurangan dari nilai tercatat investasi (carrying value) tersebut. 
4 METODE PENILAIAN INVESTASI 
5 36. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode 
6 yaitu: 
7 (a) Metode biaya; 
8 Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya 
9 perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian 
10 hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi pada 
11 badan usaha/badan hukum yang terkait. 
12 (b) Metode ekuitas; 
13 Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat investasi 
14 awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar 
15 bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian 
16 laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima pemerintah 
17 akan mengurangi nilai investasi pemerintah. Penyesuaian terhadap 
18 nilai investasi juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan 
19 investasi pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat 
20 pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap. 
21 (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan; 
22 Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama 
23 untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu 
24 dekat. 
25 37. Penggunaan metode pada paragraf 36 didasarkan pada 
26 kriteria sebagai berikut: 
27 (a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya; 
28 (b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% 
29 tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode 
30 ekuitas; 
31 (c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas; 
32 (d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih 
33 yang direalisasikan. 
34 38. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan 
35 saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode 
36 penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the 
37 degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri 
38 adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain: 
39 (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris; 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi; 
2 (c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan 
3 investee; 
4 (d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam 
5 rapat/pertemuan dewan direksi. 
6 PENGAKUAN HASIL INVESTASI 
7 39. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, 
8 antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi, dan dividen tunai (cash 
9 dividend), diakui pada saat diperoleh dan dicatat sebagai pendapatan. 
10 40. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari 
11 penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode 
12 biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila 
13 menggunakan metode ekuitas, bagian laba berupa dividen tunai yang 
14 diperoleh oleh pemerintah dicatat sebagai pendapatan hasil investasi dan 
15 mengurangi nilai investasi pemerintah. Dividen dalam bentuk saham yang 
16 diterima tidak akan menambah nilai investasi pemerintah. 
17 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI 
18 41. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena 
19 penjualan, pelepasan hak karena peraturan pemerintah, dan lain 
20 sebagainya. 
21 42. Perbedaan antara hasil pelepasan investasi dengan nilai 
22 tercatatnya harus dibebankan atau dikreditkan kepada keuntungan/rugi 
23 pelepasan investasi. Keuntungan/rugi pelepasan investasi disajikan dalam 
24 laporan operasional. 
25 PENGUNGKAPAN 
26 43. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan 
27 pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain: 
28 (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi; 
29 (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen; 
30 (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun 
31 investasi jangka panjang; 
32 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan 
33 tersebut; 
34 (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; 
35 (f) Perubahan pos investasi. 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 TANGGAL EFEKTIF 
2 44. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
3 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
4 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
5 45. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
6 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
7 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.07 PSAP 06 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.08 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 07 
Lampiran I.08 PSAP 07 – (i) 
AKUNTANSI ASET TETAP
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.08 PSAP 07 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-3 
TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1 
RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 2-3 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 4 
UMUM --------------------------------------------------------------------------------------------- 5-6 
KLASIFIKASI ASET TETAP ---------------------------------------------------------------- 7-14 
PENGAKUAN ASET TETAP --------------------------------------------------------------- 15-19 
PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------ 20-22 
PENILAIAN AWAL ASET TETAP --------------------------------------------------------- 23-48 
KOMPONEN BIAYA -------------------------------------------------------------------- 28-37 
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN -------------------------------------------- 38-40 
PEROLEHAN SECARA GABUNGAN ---------------------------------------------- 41 
PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS) -------------------------- 42-44 
ASET DONASI -------------------------------------------------------------------------- 45-48 
PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT 
EXPENDITURES) ------------------------------------------------------------------------------ 49-51 
PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT) 
TERHADAP PENGAKUAN AWAL ------------------------------------------------------- 52-60 
PENYUSUTAN --------------------------------------------------------------------------- 53-58 
PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION) ---------------------- 59-60 
AKUNTANSI TANAH ------------------------------------------------------------------------- 61-64 
ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) ----------------------------------------- 65-72 
ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------------ 73-75 
ASET MILITER (MILITARY ASSETS) --------------------------------------------------- 76 
PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) -------- 77-79 
PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------------- 80-83 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 84-85
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 07 
4 AKUNTANSI ASET TETAP 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 TUJUAN 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 
12 akuntansi untuk aset tetap meliputi pengakuan, penentuan nilai tercatat, serta 
13 penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai 
14 tercatat (carrying value) aset tetap. 
15 RUANG LINGKUP 
16 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 
17 pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 
18 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, 
19 penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 
20 3. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk: 
21 (a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative natural 
22 resources); dan 
23 (b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas 
24 alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non-25 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 1 
regenerative natural resources). 
26 Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk 
27 mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a) 
28 dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut. 
29 DEFINISI 
30 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
31 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
32 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
33 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
34 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
2 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
3 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
4 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
5 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 
6 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 
7 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 
8 Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang telah dan yang 
9 masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah dan yang 
10 masih wajib diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan 
11 atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat 
12 yang siap untuk dipergunakan. 
13 Masa manfaat adalah: 
14 (a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas 
15 pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau 
16 (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset 
17 untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. 
18 Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir 
19 masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. 
20 Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung 
21 dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. 
22 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 
23 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 
24 Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang 
25 dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 
26 bersangkutan. 
27 UMUM 
28 5. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, 
29 dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap 
30 pemerintah adalah: 
31 (a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh 
32 entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan 
33 kontraktor; 
34 (b) Hak atas tanah. 
35 6. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai 
36 untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan 
37 perlengkapan (supplies). 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 KLASIFIKASI ASET TETAP 
2 7. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat 
3 atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah 
4 sebagai berikut: 
5 (a) Tanah; 
6 (b) Peralatan dan Mesin; 
7 (c) Gedung dan Bangunan; 
8 (d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; 
9 (e) Aset Tetap Lainnya; dan 
10 (f) Konstruksi dalam Pengerjaan. 
11 8. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang 
12 diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah 
13 dan dalam kondisi siap dipakai. 
14 9. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan 
15 yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional 
16 pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. 
17 10. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan 
18 bermotor, alat elektonik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya 
19 signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam 
20 kondisi siap pakai. 
21 11. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan 
22 yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah 
23 dan dalam kondisi siap dipakai. 
24 12. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat 
25 dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan 
26 dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap 
27 dipakai. 
28 13. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang 
29 dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum 
30 selesai seluruhnya. 
31 14. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional 
32 pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset 
33 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 
34 PENGAKUAN ASET TETAP 
35 15. Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan 
36 dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat 
37 diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut : 
38 (a) Berwujud; 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; 
2 (c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; 
3 (d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan 
4 (e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 
5 16. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat 
6 lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi 
7 masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung 
8 maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut 
9 dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. 
10 Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan 
11 bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. 
12 Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima 
13 entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui. 
14 17. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan 
15 oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan 
16 dimaksudkan untuk dijual. 
17 18. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau 
18 diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah. 
19 19. Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti 
20 bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara 
21 hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. 
22 Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum 
23 dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti 
24 pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan 
25 sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus 
26 diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah 
27 berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat 
28 tanah atas nama pemilik sebelumnya. 
29 PENGUKURAN ASET TETAP 
30 20. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian 
31 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 
32 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 
33 21. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi 
34 pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan 
35 biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu 
36 pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi 
37 pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga 
38 kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi. 
39 22. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 
40 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 
2 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 
3 pembangunan aset tetap tersebut. 
4 PENILAIAN AWAL ASET TETAP 
5 23. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui 
6 sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya 
7 harus diukur berdasarkan biaya perolehan. 
8 24. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut 
9 adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. 
10 25. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau 
11 donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh 
12 pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah 
13 daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan 
14 kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian 
15 wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang 
16 dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang 
17 tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi 
18 pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai 
19 berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. 
20 26. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat 
21 perolehan untuk kondisi pada paragraf 24 bukan merupakan suatu proses 
22 penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti 
23 pada paragraf 23. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 59 dan 
24 paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk 
25 periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal. 
26 27. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya 
27 perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca 
28 awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca 
29 awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya 
30 perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. 
31 KOMPONEN BIAYA 
32 28. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau 
33 konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat 
34 diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi 
35 yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang 
36 dimaksudkan. 
37 29. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: 
38 (a) biaya persiapan tempat; 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat 
2 (handling cost); 
3 (c) biaya pemasangan (installation cost); 
4 (d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan 
5 (e) biaya konstruksi. 
6 30. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya 
7 perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang 
8 dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, 
9 penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun yang masih harus 
10 dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai 
11 bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua 
12 tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. 
13 31. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah 
14 pengeluaran yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh 
15 peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi 
16 harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung 
17 lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin 
18 tersebut siap digunakan. 
19 32. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh 
20 biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh 
21 gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga 
22 pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan 
23 pajak. 
24 33. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan 
25 seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk 
26 memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya 
27 perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai 
28 jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. 
29 34. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya 
30 yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh aset 
31 tersebut sampai siap pakai. 
32 35. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu 
33 komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan 
34 secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi 
35 kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa 
36 tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk 
37 membawa aset ke kondisi kerjanya. 
38 36. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola 
39 ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. 
40 37. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga 
41 pembelian. 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 
2 38. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan 
3 atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum 
4 selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam 
5 pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. 
6 39. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai 
7 Konstruksi Dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset 
8 dalam pengerjaan, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset 
9 tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh 
10 kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip 
11 dan rincian yang ada pada PSAP 08. 
12 40. Konstruksi Dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau 
13 dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke salah satu 
14 akun yang sesuai dalam pos aset tetap. 
15 PEROLEHAN SECARA GABUNGAN 
16 41. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh 
17 secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan 
18 tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang 
19 bersangkutan. 
20 PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS) 
21 42. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau 
22 pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya 
23 dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh 
24 yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan 
25 dengan jumlah setiap kas atau setara kas dan kewajiban lain yang 
26 ditransfer/diserahkan. 
27 43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu 
28 aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai 
29 wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran 
30 dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada 
31 keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang 
32 baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset 
33 yang dilepas. 
34 44. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti 
35 adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam 
36 kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down) 
37 dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai 
38 aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk 
39 pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila 
40 terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas atau kewajiban lainnya, 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai 
2 nilai yang sama. 
3 ASET DONASI 
4 45. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus 
5 dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. 
6 46. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa 
7 persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan 
8 nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh 
9 satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut 
10 akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya 
11 secara hukum, seperti adanya akta hibah. 
12 47. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset 
13 tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah. 
14 Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk 
15 pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah dianggap 
16 selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti perolehan aset 
17 tetap dengan pertukaran. 
18 48. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset 
19 donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan operasional. 
20 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN 
21 (SUBSEQUENT EXPENDITURES) 
22 49. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang 
23 memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi 
24 manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu 
25 produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai 
26 tercatat aset yang bersangkutan. 
27 50. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 49 harus ditetapkan 
28 dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 49 
29 dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk 
30 dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi 
31 atau tidak. 
32 51. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam 
33 jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi 
34 (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang 
35 ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan 
36 mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk 
37 maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus 
38 diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
39 Keuangan. 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT 
2 MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL 
3 52. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap 
4 tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang 
5 memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan 
6 penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas. 
7 PENYUSUTAN 
8 53. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu 
9 aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat 
10 aset yang bersangkutan. 
11 54. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai 
12 pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan 
13 dalam laporan operasional. 
14 55. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode 
15 yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang 
16 digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan 
17 jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. 
18 56. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau 
19 secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, 
20 penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan 
21 penyesuaian. 
22 57. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain: 
23 (a) Metode garis lurus (straight line method); atau 
24 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method) 
25 (c) Metode unit produksi (unit of production method) 
26 58. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 
27 tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 
28 PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION) 
29 59. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya 
30 tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut 
31 penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. 
32 Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan 
33 pemerintah yang berlaku secara nasional. 
34 60. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai 
35 penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta 
36 pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. 
37 Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam 
38 akun ekuitas. 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 AKUNTANSI TANAH 
2 61. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak 
3 diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan 
4 seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. 
5 62. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu 
6 periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat 
7 berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang 
8 dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena 
9 itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk 
10 mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap 
11 dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan 
12 ini. 
13 63. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya 
14 dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-15 
undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia 
16 berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. 
17 64. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar 
18 negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar 
19 negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta 
20 perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik 
21 Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas 
22 tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah 
23 dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat 
24 diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas 
25 waktu. 
26 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) 
27 65. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk 
28 menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut 
29 harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
30 66. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah 
31 dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset 
32 bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala 
33 (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Beberapa 
34 karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas suatu aset bersejarah: 
35 (a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara 
36 penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; 
37 (b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat 
38 pelepasannya untuk dijual; 
39 (c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu 
40 berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus 
2 dapat mencapai ratusan tahun. 
3 67. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam 
4 waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan 
5 perundang-undangan. 
6 68. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang 
7 diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk 
8 pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai 
9 dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan 
10 akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan 
11 tersebut. 
12 69. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah 
13 unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan 
14 Keuangan dengan tanpa nilai. 
15 70. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus 
16 dibebankan dalam laporan operasional sebagai beban tahun terjadinya 
17 pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh beban yang berlangsung 
18 untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada 
19 pada periode berjalan. 
20 71. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat 
21 lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh 
22 bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus 
23 tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset 
24 tetap lainnya. 
25 72. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada 
26 karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins). 
27 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE 
28 ASSETS) 
29 73. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. 
30 Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya 
31 mempunyai karakteristik sebagai berikut: 
32 (a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan; 
33 (b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; 
34 (c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan 
35 (d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya. 
36 74. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh 
37 pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai 
38 aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus 
39 diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 75. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, 
2 sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi. 
3 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) 
4 76. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, memenuhi 
5 definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip 
6 yang ada pada Pernyataan ini. 
7 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT 
8 AND DISPOSAL) 
9 77. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau 
10 bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada 
11 manfaat ekonomi masa yang akan datang. 
12 78. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus 
13 dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
14 Keuangan. 
15 79. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah 
16 tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset 
17 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 
18 PENGUNGKAPAN 
19 80. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-20 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 12 
masing jenis aset tetap sebagai berikut: 
21 (a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat 
22 (carrying amount); 
23 (b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang 
24 menunjukkan: 
25 (1) Penambahan; 
26 (2) Pelepasan; 
27 (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; 
28 (4) Mutasi aset tetap lainnya. 
29 (c) Informasi penyusutan, meliputi: 
30 (1) Nilai penyusutan; 
31 (2) Metode penyusutan yang digunakan; 
32 (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 
33 (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir 
34 periode; 
35
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 81. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: 
2 (a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap; 
3 (b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset 
4 tetap; 
5 (c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan 
6 (d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap. 
7 82. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, maka hal-8 
Lampiran I.08 PSAP 07 - 13 
hal berikut harus diungkapkan: 
9 (a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; 
10 (b) Tanggal efektif penilaian kembali; 
11 (c) Jika ada, nama penilai independen; 
12 (d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya 
13 pengganti; 
14 (e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap. 
15 83. Aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain nama, 
16 jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud. 
17 TANGGAL EFEKTIF 
18 84. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
19 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
20 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
21 85. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
22 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
23 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.09 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
Lampiran I.09 PSAP 08 – (i) 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 08 
AKUNTANSI 
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.09 PSAP 08 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------- 1 - 5 
TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1 - 2 
RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------- 3 - 5 
DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------- 6 
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN --------------------------------------------- 7 - 8 
KONTRAK KONSTRUKSI --------------------------------------------------------------- 9-10 
PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK 
KONSTRUKSI ------------------------------------------------------------------------------- 11-13 
PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN ------------------------- 14-17 
PENGUKURAN ----------------------------------------------------------------------------- 18-33 
BIAYA KONSTRUKSI --------------------------------------------------------------- 19-33 
PENGUNGKAPAN ------------------------------------------------------------------------- 34-36 
TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------- 37-38
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 08 
4 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 TUJUAN 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 
12 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan. 
13 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 
14 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 
15 Pengerjaan; 
16 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 
17 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 
18 RUANG LINGKUP 
19 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset 
20 tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 
21 dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 
22 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib 
23 menerapkan standar ini. 
24 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 
25 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 
26 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 
27 berlainan. 
28 5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan 
29 adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai 
30 dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 
31 DEFINISI 
32 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
33 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
Lampiran I.09 PSAP 08 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 08 
4 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 TUJUAN 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 
12 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan. 
13 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 
14 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 
15 Pengerjaan; 
16 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 
17 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 
18 RUANG LINGKUP 
19 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset 
20 tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 
21 dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 
22 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib 
23 menerapkan standar ini. 
24 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 
25 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 
26 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 
27 berlainan. 
28 5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan 
29 adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai 
30 dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 
31 DEFINISI 
32 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
33 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
Lampiran I.09 PSAP 08 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 
4 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
5 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
6 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
7 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
8 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 
9 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 
10 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 
11 Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset tetap yang sedang dalam 
12 proses pembangunan. 
13 Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk 
14 konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu 
15 sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan 
16 fungsi atau tujuan atau penggunaan utama. 
17 Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk 
18 membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan 
19 entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak 
20 konstruksi. 
21 Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum 
22 pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi. 
23 Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai 
24 penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. 
25 Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan 
26 pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi. 
27 Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga 
28 pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran 
29 jumlah tersebut. 
30 Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang 
31 dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum 
32 dibayar oleh pemberi kerja. 
33 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 
34 7. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan 
35 mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta aset tetap lainnya 
36 yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu 
37 periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi 
38 pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu 
39 perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. 
Lampiran I.09 PSAP 08 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 8. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri 
2 (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. 
3 KONTRAK KONSTRUKSI 
4 9. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset 
5 yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal 
6 rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak 
7 seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi. 
8 10. Kontrak konstruksi dapat meliputi: 
9 (a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 
10 perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur; 
11 (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset; 
12 (c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 
13 pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value 
14 engineering; 
15 (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan. 
16 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK 
17 KONSTRUKSI 
18 11. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah 
19 untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu 
20 untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi 
21 tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak 
22 konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi 
23 atau kelompok kontrak konstruksi. 
24 12. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, 
25 konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi 
26 yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi: 
27 (a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset; 
28 (b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta 
29 pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang 
30 berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; 
31 (c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan. 
32 13. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan 
33 konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah 
34 sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak 
35 tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak 
36 konstruksi terpisah jika: 
Lampiran I.09 PSAP 08 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, 
2 teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak 
3 semula; atau 
4 (b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga 
5 kontrak semula. 
6 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM 
7 PENGERJAAN 
8 14. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam 
9 Pengerjaan jika: 
10 (a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang 
11 berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; 
12 (b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan 
13 (c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan. 
14 15. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang 
15 dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan 
16 oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan 
17 dalam aset tetap. 
18 16. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap 
19 yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi: 
20 (a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan 
21 (b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan; 
22 17. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang 
23 bersangkutan (tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi, 
24 dan jaringan; aset tetap lainnya) setelah pekerjaan konstruksi tersebut 
25 dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. 
26 PENGUKURAN 
27 18. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan. 
28 BIAYA KONSTRUKSI 
29 19. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola: 
30 (a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi; 
31 (b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan 
32 dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan 
33 (c) biaya lain yang secara khusus dibebankan sehubungan konstruksi 
34 yang bersangkutan. 
35 20. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan 
36 konstruksi antara lain meliputi: 
Lampiran I.09 PSAP 08 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; 
2 (b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; 
3 (c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi 
4 pelaksanaan konstruksi; 
5 (d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan; 
6 (e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan 
7 dengan konstruksi. 
8 21. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada 
9 umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi: 
10 (a) Asuransi; 
11 (b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung 
12 berhubungan dengan konstruksi tertentu; 
13 (c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang 
14 bersangkutan seperti biaya inspeksi. 
15 Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis 
16 dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang 
17 mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan 
18 adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung. 
19 22. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak 
20 konstruksi meliputi: 
21 (a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan 
22 tingkat penyelesaian pekerjaan; 
23 (b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung 
24 dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada 
25 tanggal pelaporan; 
26 (c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan 
27 dengan pelaksanaan kontrak konstruksi. 
28 23. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan kontraktor lainnya. 
29 24. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan 
30 secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan 
31 dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai 
32 penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan. 
33 25. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang 
34 disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan 
35 perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. 
36 26. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman 
37 yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya 
38 konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan 
39 secara andal. 
Lampiran I.09 PSAP 08 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 27. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang 
2 timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai 
3 konstruksi. 
4 28. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi 
5 jumlah biaya bunga yang dibayar dan yang masih harus dibayar pada 
6 periode yang bersangkutan. 
7 29. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis 
8 aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode 
9 yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan 
10 metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. 
11 30. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan 
12 sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka 
13 biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara 
14 pembangunan konstruksi dikapitalisasi. 
15 31. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi 
16 karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan 
17 dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika 
18 pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja 
19 atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara 
20 dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force 
21 majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga 
22 pada periode yang bersangkutan. 
23 32. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan 
24 yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis 
25 pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya 
26 pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam 
27 proses pengerjaan. 
28 33. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang 
29 masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12. 
30 Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan 
31 maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian 
32 kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan 
33 yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman. 
34 PENGUNGKAPAN 
35 34. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai 
36 Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi: 
37 (a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat 
38 penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya; 
39 (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pendanaannya. 
40 (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan dan yang masih harus dibayar; 
Lampiran I.09 PSAP 08 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) Uang muka kerja yang diberikan; 
2 (e) Retensi. 
3 35. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 
4 retensi, misalnya termin pembayaran terakhir yang masih ditahan oleh pemberi 
5 kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan 
6 atas Laporan Keuangan. 
7 36. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber 
8 dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya 
9 sampai tanggal tertentu. 
10 TANGGAL EFEKTIF 
11 37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku 
12 efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 
13 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
14 38. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, 
15 entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
16 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.09 PSAP 08 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.10 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
Lampiran I.10 PSAP 09 – (i) 
PERNYATAAN NO. 09 
AKUNTANSI KEWAJIBAN
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.10 PSAP 09 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-4 
TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1 
RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 2-4 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 5 
UMUM --------------------------------------------------------------------------------------------- 6-8 
KLASIFIKASI KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------- 9-17 
PENGAKUAN KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------- 18-31 
PENGUKURAN KEWAJIBAN -------------------------------------------------------------- 32-61 
UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE) ------------------ 35-37 
UTANG TRANSFER -------------------------------------------------------------------- 38-39 
UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST) ---------------------------------------- 40-41 
UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK) -------------------------------- 42-43 
BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG -------------------------------- 44-45 
KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT 
LIABILITIES) ------------------------------------------------------------------------------ 46 
UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN 
DAN YANG DIPERJUALBELIKAN -------------------------------------------------- 47-55 
Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan 
(Non-Traded Debt)--------------- --------------------------------------------- 48-50 
Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt) ------------ 51-55 
PERUBAHAN VALUTA ASING ------------------------------------------------------------ 56-61 
PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ---------------------- 62-64 
TUNGGAKAN ---------------------------------------------------------------------------------- 65-68 
RESTRUKTURISASI UTANG -------------------------------------------------------------- 69-81 
PENGHAPUSAN UTANG ------------------------------------------------------------------- 76-81 
BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG 
PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------------- 82-86 
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------- 87-88 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 89-90
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 09 
4 KEWAJIBAN 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 TUJUAN 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 
12 akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, 
13 amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut. 
14 RUANG LINGKUP 
15 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 
16 pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 
17 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, 
18 pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 
19 3. Pernyataan Standar ini mengatur: 
20 (a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek 
21 dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam 
22 Negeri dan Utang Luar Negeri. 
23 (b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang 
24 asing. 
25 (c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi 
26 pinjaman. 
27 (d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah. 
28 Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan 
29 khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut. 
30 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 
31 (a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi. 
32 (b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari 
2 transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing seperti 
3 pada paragraf 3(b). 
4 Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri. 
5 DEFINISI 
6 5. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
7 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
8 Amortisasi utang adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto 
9 selama umur utang pemerintah. 
10 Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya disebut 
11 Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar 
12 siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya. 
13 Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung 
14 oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana. 
15 Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur. 
16 Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present 
17 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) dari suatu utang 
18 karena tingkat bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif. 
19 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
20 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 
21 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 
22 berupa laporan keuangan. 
23 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
24 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
25 pemerintah. 
26 Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur. 
27 Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum 
28 pasti. 
29 Kewajiban kontinjensi adalah: 
30 (a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan 
31 keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya 
32 suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya 
33 berada dalam kendali suatu entitas; atau 
34 (b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui 
35 karena: 
36 (1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) bahwa suatu 
37 entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat 
38 ekonomi untuk menyelesaikan kewajibannya; atau 
39 (2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 
2 Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan 
3 jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah. 
4 Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali 
5 transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang 
6 pemerintah. 
7 Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang 
8 dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau 
9 premium yang belum diamortisasi. 
10 Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 
11 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga 
12 secara diskonto. 
13 Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang 
14 pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah 
15 sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan 
16 (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum. 
17 Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present 
18 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 
19 bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif. 
20 Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk 
21 memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa 
22 pengurangan jumlah utang. 
23 Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan 
24 utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai 
25 jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat 
26 Utang Negara (SUN). 
27 Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka 
28 waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga 
29 secara diskonto. 
30 Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan 
31 utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin 
32 pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, 
33 sesuai dengan masa berlakunya. 
34 Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan 
35 entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal. 
36 UMUM 
37 6. Karakteristik utama kewajiban adalah bahwa pemerintah 
38 mempunyai kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya 
39 mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 
2 tugas atau tanggung jawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 
3 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 
4 pendanaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan 
5 lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah dapat juga terjadi karena 
6 perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada 
7 masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan 
8 setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, 
9 atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. 
10 8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 
11 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 
12 KLASIFIKASI KEWAJIBAN 
13 9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos 
14 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan 
15 diselesaikan setelah tanggal pelaporan. 
16 10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan 
17 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 
18 Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga 
19 dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan 
20 sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang. 
21 11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 
22 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 
23 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 
24 kewajiban jangka panjang. 
25 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 
26 sama seperti aset lancar. Kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer 
27 pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan 
28 menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 
29 13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 
30 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, misalnya 
31 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak 
32 Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 
33 14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 
34 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan 
35 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 
36 jika: 
37 (a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 
38 bulan; dan 
39 (b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban 
40 tersebut atas dasar jangka panjang; dan 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian 
2 pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali 
3 terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan 
4 disetujui. 
5 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka 
6 pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang 
7 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
8 16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 
9 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 
10 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 
11 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 
12 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pendanaan jangka panjang dan 
13 diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana 
14 kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus 
15 tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat 
16 dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos 
17 jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum 
18 persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada 
19 tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 
20 17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 
21 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 
22 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 
23 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 
24 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 
25 (a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 
26 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 
27 (b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam 
28 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 
29 PENGAKUAN KEWAJIBAN 
30 18. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 
31 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang 
32 ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut 
33 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 
34 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi) 
35 sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya 
36 suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin 
37 dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan 
38 bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang 
39 melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti transaksi 
40 dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan karena 
41 ketidaksengajaan. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai nilai. 
2 Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran. 
3 Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran sangat 
4 penting untuk menentukan saat pengakuan kewajiban. 
5 21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima oleh 
6 pemerintah atau dikeluarkan oleh kreditur sesuai dengan kesepakatan, 
7 dan/atau pada saat kewajiban timbul. 
8 22. Kewajiban dapat timbul dari: 
9 (a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions); 
10 (b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum 
11 yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan, yang belum dibayar lunas 
12 sampai dengan saat tanggal pelaporan; 
13 (c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events); 
14 (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events). 
15 23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-16 
masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu 
17 nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya 
18 atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan 
19 pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa 
20 sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa 
21 depan. 
22 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat pegawai 
23 pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi yang 
24 diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu transaksi 
25 pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan penerima kerja) 
26 menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban kompensasi meliputi gaji 
27 yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan biaya manfaat pegawai 
28 lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan. 
29 25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak 
30 dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan 
31 atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Dalam hal ini, hanya ada satu arah 
32 arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu 
33 kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada 
34 tanggal pelaporan. 
35 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus 
36 kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika 
37 pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan 
38 hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan 
39 pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui 
40 transaksi dengan pertukaran. 
41 27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian 
42 yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar 
2 kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam 
3 hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan 
4 basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan 
5 pertukaran. 
6 28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan 
7 kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan 
8 kewajiban, sepanjang hukum yang berlaku dan kebijakan yang ada 
9 memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar kerusakan, dan sepanjang 
10 jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan andal. Contoh kejadian ini 
11 adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan pribadi yang disebabkan 
12 pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah. 
13 29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian 
14 yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai 
15 konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan 
16 untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab 
17 luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering 
18 diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya 
19 tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang 
20 timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah 
21 dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 
22 Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban 
23 sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab 
24 keuangan pemerintah, dan atas biaya yang timbul sehubungan dengan 
25 kejadian tersebut telah terjadi transaksi dengan pertukaran atau tanpa 
26 pertukaran. 
27 30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan 
28 biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria 
29 berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya 
30 yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat 
31 kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum 
32 dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban 
33 bencana). 
34 31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari 
35 kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota-36 
kota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi 
37 bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari 
38 pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota-39 
kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi 
40 sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor 
41 yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau 
42 tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang 
43 untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa 
2 pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum 
3 dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke 
4 pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan 
5 sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah. 
6 PENGUKURAN KEWAJIBAN 
7 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 
8 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 
9 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 
10 tanggal neraca. 
11 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban 
12 pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang 
13 tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti 
14 transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta 
15 asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan 
16 dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 
17 34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti 
18 karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan 
19 nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan. 
20 UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE) 
21 35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk 
22 barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus 
23 mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang 
24 tersebut 
25 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan 
26 spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang 
27 dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan 
28 berita acara kemajuan pekerjaan. 
29 37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit 
30 pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit 
31 nonpemerintahan. 
32 UTANG TRANSFER 
33 38. Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk 
34 melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-35 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 8 
undangan. 
36 39. Utang transfer diakui dan dinilai sesuai dengan peraturan yang 
37 berlaku.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST1 ) 
2 40. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar 
3 biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat 
4 berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang 
5 bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap 
6 akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan. 
7 41. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk 
8 sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat 
9 Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, kota, 
10 dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN. 
11 UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK) 
12 42. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan 
13 berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada 
14 laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. 
15 43. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus 
16 diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang 
17 dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo 
18 pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo 
19 pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar 
20 jumlah yang masih harus disetorkan. 
21 BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG 
22 44. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian 
23 lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam 
24 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 
25 45. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 
26 adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus 
27 dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 
28 KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT LIABILITIES) 
29 46. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak 
30 termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya 
31 tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan 
32 disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik 
33 masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji kepada pegawai 
34 dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan atas jasa yang telah 
35 diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah penerimaan 
36 pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh pemerintah kepada 
37 pihak lain. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN 1 DAN 
2 YANG DIPERJUALBELIKAN 
3 47. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik utang 
4 tersebut yang dapat berbentuk: 
5 (a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt) 
6 (b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt) 
7 Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan (Non-Traded 
8 Debt) 
9 48. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak 
10 diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada 
11 pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam 
12 kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan. 
13 49. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan 
14 adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international 
15 seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini 
16 biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement). 
17 50. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat 
18 mengacu pada skedul pembayaran (payment schedule) yang menggunakan tarif 
19 bunga tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif 
20 bunga dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks 
21 lainnya, penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan 
22 tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan 
23 data-data sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada. 
24 Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt) 
25 51. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat 
26 diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari 
27 pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode 
28 akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau 
29 hasil penjualan, penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan 
30 dibayarkan ke pemegangnya, dan penilaian pada periode diantaranya untuk 
31 menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah. 
32 52. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam 
33 bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat 
34 memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo. 
35 53. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai 
36 pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium 
37 yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar 
38 nilai pari tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari. 
39 Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah nilainya 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas yang dijual 
2 dengan harga premium nilainya akan berkurang. 
3 54. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh 
4 tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk 
5 Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai 
6 berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo bila dijual dengan 
7 nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman pemerintah yang 
8 dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, maka penilaian 
9 selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau premium yang ada. 
10 55. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan 
11 metode garis lurus. 
12 PERUBAHAN VALUTA ASING 
13 56. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan 
14 menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. 
15 57. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs 
16 spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal 
17 transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama 
18 seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. 
19 Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk 
20 suatu periode tidak dapat diandalkan. 
21 58. Pada setiap tanggal neraca pos utang pemerintah dalam mata 
22 uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan 
23 kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 
24 59. Selisih penjabaran pos utang pemerintah dalam mata uang 
25 asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan 
26 atau penurunan ekuitas periode berjalan. 
27 60. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam 
28 mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang 
29 berhubungan dan ekuitas pada entitas pelaporan. 
30 61. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan 
31 diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui 
32 pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi 
33 berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus 
34 diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs 
35 untuk masing-masing periode. 
36 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH 
37 TEMPO 
38 62. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum 
39 jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik (call feature) oleh penerbit dari 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian 
2 oleh permintaan pemegangnya maka selisih antara harga perolehan kembali 
3 dan nilai tercatat netonya harus disajikan pada Laporan Operasional dan 
4 diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos 
5 kewajiban yang berkaitan. 
6 63. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai 
7 tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo 
8 dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan 
9 menyesuaikan jumlah kewajiban dan aset yang berhubungan. 
10 64. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat 
11 (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan aset yang 
12 terkait, jumlah perbedaan yang ada juga disajikan dalam Laporan Operasional 
13 pada pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional dan diungkapkan pada 
14 Catatan atas Laporan Keuangan. 
15 TUNGGAKAN 
16 65. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan 
17 dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas 
18 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban. 
19 66. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh 
20 tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau 
21 bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai 
22 saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur 
23 diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur. 
24 67. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan 
25 dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. 
26 Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang 
27 menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan 
28 dan solvabilitas satu entitas. 
29 68. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan 
30 di dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang. 
31 RESTRUKTURISASI UTANG 
32 69. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan 
33 utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif 
34 sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai 
35 tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut 
36 melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan 
37 persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada 
38 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos 
39 kewajiban yang terkait. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 70. Restrukturisasi dapat berupa: 
2 (a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan 
3 dengan utang baru; atau 
4 (b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah 
5 persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan utang 
6 dapat berbentuk: 
7 (1) Perubahan jadwal pembayaran, 
8 (2) Penambahan masa tenggang, atau 
9 (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang 
10 jatuh tempo dan/atau tertunggak. 
11 71. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga 
12 efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode 
13 antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif 
14 yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai 
15 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan 
16 baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat 
17 bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru 
18 dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo. 
19 72. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru 
20 harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 
21 73. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana 
22 ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk 
23 bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka 
24 debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan 
25 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam 
26 persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas 
27 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang 
28 berkaitan. 
29 74. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang 
30 sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas 
31 masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa 
32 depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang. 
33 75. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat 
34 merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai 
35 contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi 
36 keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk 
37 menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur 
38 pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang 
39 sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus 
40 diestimasi. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 13
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
PENGHAPUSAN 1 UTANG 
2 76. Penghapusan utang adalah pembatalan tagihan oleh kreditur 
3 kepada debitur, baik sebagian maupun seluruh jumlah utang debitur dalam 
4 bentuk perjanjian formal diantara keduanya. 
5 77. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke 
6 kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di 
7 bawah nilai tercatatnya. 
8 78. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di 
9 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada 
10 paragraf 73 berlaku. 
11 79. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di 
12 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai 
13 debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas ke nilai 
14 wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 73, serta mengungkapkan 
15 pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban 
16 dan aset nonkas yang berhubungan. 
17 80. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus 
18 mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi 
19 kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara: 
20 (a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau 
21 ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau 
22 biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan 
23 (b) Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur. 
24 81. Penilaian kembali aset pada paragraf 80 akan menghasilkan 
25 perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk 
26 penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas 
27 Laporan Keuangan. 
28 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN 
29 UTANG PEMERINTAH 
30 82. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah 
31 biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman 
32 dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi: 
33 (a) Bunga dan provisi atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka 
34 pendek maupun jangka panjang; 
35 (b) Commitment fee atas dana pinjaman yang belum ditarik; 
36 (c) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman, 
37 (d) Amortisasi kapitalisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman 
38 seperti biaya konsultan, ahli hukum, dan sebagainya. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 14
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (e) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal 
2 tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga. 
3 83. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan 
4 dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus 
5 dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut. 
6 84. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung 
7 dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap 
8 aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan 
9 secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman 
10 ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 86. 
11 85. Dalam keadaan tertentu, sulit untuk mengidentifikasikan adanya 
12 hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset 
13 tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila 
14 perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi 
15 pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat 
16 terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan 
17 dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan 
18 jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga 
19 diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan 
20 hal tersebut. 
21 86. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus 
22 digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus 
23 dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata 
24 tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu 
25 yang berkaitan selama periode pelaporan. 
26 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN 
27 87. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam 
28 bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik 
29 kepada pemakainya. 
30 88. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi 
31 yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah: 
32 (a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang 
33 diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman; 
34 (b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis 
35 sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya; 
36 (c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat 
37 bunga yang berlaku; 
38 (d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh 
39 tempo; 
40 (e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi: 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 15
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (1) Pengurangan pinjaman; 
2 (2) Modifikasi persyaratan utang; 
3 (3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman; 
4 (4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman; 
5 (5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan 
6 (6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode 
7 pelaporan. 
8 (f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur 
9 utang berdasarkan kreditur. 
10 (g) Biaya pinjaman: 
11 (1) Perlakuan biaya pinjaman; 
12 (2) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang 
13 bersangkutan; dan 
14 (3) Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan. 
15 TANGGAL EFEKTIF 
16 89. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
17 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
18 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
19 90. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
20 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
21 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.10 PSAP 09 - 16
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.11 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 10 
KOREKSI KESALAHAN, 
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, 
PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN 
OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 
Lampiran I.11 PSAP 10 - (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.11 PSAP 10 - (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-3 
TUJUAN------------------------------------------------------------------------------- 1 
RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------ 2-3 
DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------------ 4 
KOREKSI KESALAHAN --------------------------------------------------------------- 5-36 
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------- 37-42 
PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI ------------------------------------------- 43-45 
OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN ----------------------------------------- 46-50 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 51-52
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 10 
4 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN 
5 AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, 
6 DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 
7 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
8 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
9 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
10 Akuntansi Pemerintahan. 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 1 
11 PENDAHULUAN 
12 TUJUAN 
13 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 
14 akuntansi atas koreksi kesalahan akuntansi dan pelaporan laporan keuangan, 
15 perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang 
16 tidak dilanjutkan. 
17 RUANG LINGKUP 
18 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu 
19 entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan 
20 pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi 
21 akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan dalam Laporan Realisasi 
22 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 
23 Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan 
24 atas Laporan Keuangan. 
25 3. Pernyataan standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 
26 menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua 
27 entitas akuntansi, termasuk Badan Layanan Umum, yang berada di bawah 
28 pemerintah pusat/daerah. 
29 DEFINISI 
30 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
31 Pernyataan Standar dengan pengertian:
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-2 
konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipakai oleh 
3 suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan 
4 keuangan. 
5 Kesalahan adalah penyajian akun/pos yang secara signifikan tidak sesuai 
6 dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode 
7 berjalan atau periode sebelumnya. 
8 Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang 
9 tersaji dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang 
10 seharusnya. 
11 Operasi tidak dilanjutkan adalah penghentian suatu misi atau tupoksi 
12 tertentu yang berakibat pelepasan atau penghentian suatu fungsi, program, 
13 atau kegiatan, sehingga aset, kewajiban, dan operasi dapat dihentikan tanpa 
14 mengganggu fungsi, program, atau kegiatan yang lain. 
15 Perubahan estimasi adalah revisi estimasi karena perubahan kondisi yang 
16 mendasari estimasi tersebut, atau karena terdapat informasi baru, 
17 pertambahan pengalaman dalam mengestimasi,atau perkembangan lain. 
18 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 
19 laporan keuangan. 
20 KOREKSI KESALAHAN 
21 5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau 
22 beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. 
23 Kesalahan mungkin timbul karena keterlambatan penyampaian bukti transaksi 
24 oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan aritmatik, kesalahan 
25 penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, 
26 kecurangan atau kelalaian. 
27 6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh 
28 signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga 
29 laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi. 
30 7. Dalam mengoreksi suatu kesalahan akuntansi, jumlah koreksi 
31 yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan 
32 menyesuaikan baik Saldo Anggaran Lebih maupun saldo ekuitas. Koreksi 
33 yang berpengaruh material pada periode berikutnya harus diungkapkan 
34 pada catatan atas laporan keuangan. 
35 8. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam 2 (dua) 
36 jenis: 
37 (a) Kesalahan tidak berulang; 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Kesalahan berulang dan sistemik. 
2 9. Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak 
3 akan terjadi kembali, dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: 
4 (a) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; 
5 (b) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya. 
6 10. Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang 
7 disebabkan sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang 
8 diperkirakan akan terjadi secara berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak 
9 dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau 
10 tambahan pembayaran dari wajib pajak. 
11 11. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui. 
12 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 
13 periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, 
14 dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam 
15 periode berjalan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, 
16 maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. 
17 13. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 
18 periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila 
19 laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan 
20 pembetulan pada akun yang bersangkutan, baik pada akun pendapatan- 
21 LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. 
22 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 
23 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 
24 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah posisi kas, 
25 apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan 
26 dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal 
27 mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan pembetulan pada akun 
28 Saldo Anggaran Lebih. 
29 15. Contoh koreksi kesalahan belanja: 
30 (a) yang menambah saldo kas yaitu pengembalian belanja pegawai tahun lalu 
31 karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo 
32 kas dan pendapatan lain-lain-LRA. 
33 (b) yang menambah saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, 
34 yaitu belanja modal yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan 
35 kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan 
36 menambah saldo kas dan menambah akun pendapatan lain-lain-LRA. 
37 (c) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun 
38 lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo 
39 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) yang mengurangi saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, 
2 yaitu belanja modal tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan 
3 mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 
4 16. Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak 
5 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 
6 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 
7 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 
8 aset bersangkutan. 
9 17. Contoh koreksi kesalahan untuk perolehan aset selain kas: 
10 (a) yang menambah saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu 
11 pengadaan aset tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan 
12 kelebihan nilai aset tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan 
13 menambah saldo kas dan mengurangi akun terkait dalam pos aset tetap. 
14 (b) yang mengurangi saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu 
15 pengadaan aset tetap tahun lalu belum dilaporkan, dikoreksi dengan 
16 menambah akun terkait dalam pos aset tetap dan mengurangi saldo kas. 
17 18. Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga 
18 mengakibatkan pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode 
19 sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara 
20 material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 
21 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan 
22 lain-lain-LO. Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan 
23 dengan pembetulan pada akun ekuitas. 
24 19. Contoh koreksi kesalahan beban: 
25 (a) yang menambah saldo kas yaitu pengembalian beban pegawai tahun lalu 
26 karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo 
27 kas dan menambah pendapatan lain-lain-LO. 
28 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi beban pegawai tahun 
29 lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun beban lain-30 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 4 
lain-LO dan mengurangi saldo kas. 
31 20. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang 
32 tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan 
33 menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan 
34 periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada 
35 akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. 
36 21. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LRA: 
37 (a) yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan 
38 negara yang belum masuk ke kas Negara dikoreksi dengan menambah 
39 akun kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi 
2 umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat, dikoreksi oleh: 
3 (1) pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Saldo 
4 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 
5 (2) pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan 
6 menambah Saldo Anggaran Lebih. 
7 22. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak 
8 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 
9 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 
10 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 
11 ekuitas. 
12 23. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LO: 
13 (a) yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan 
14 negara yang belum masuk ke kas negara dikoreksi dengan menambah 
15 akun kas dan menambah akun ekuitas. 
16 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi 
17 umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat dikoreksi oleh: 
18 (1) pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Ekuitas 
19 dan mengurangi saldo kas. 
20 (2) pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah 
21 Ekuitas. 
22 24. Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran 
23 pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode 
24 sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila 
25 laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 
26 pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. 
27 25. Contoh koreksi kesalahan terkait penerimaan pembiayaan: 
28 (a) yang menambah saldo kas yaitu Pemerintah Pusat menerima setoran 
29 kekurangan pembayaran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A, 
30 dikoreksi oleh Pemerintah pusat dengan menambah saldo kas dan 
31 menambah akun Saldo Anggaran Lebih. 
32 (b) yang mengurangi saldo kas terkait penerimaan pembiayaan, yaitu 
33 pemerintah pusat mengembalikan kelebihan setoran cicilan pokok pinjaman 
34 tahun lalu dari Pemda A dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo 
35 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 
36 26. Contoh koreksi kesalahan terkait pengeluaran pembiayaan: 
37 (a) yang menambah saldo kas yaitu kelebihan pembayaran suatu angsuran 
38 utang jangka panjang sehingga terdapat pengembalian pengeluaran 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 angsuran, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun 
2 Saldo Anggaran Lebih. 
3 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran 
4 utang tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi saldo 
5 kas dan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih. 
6 27. Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan 
7 kewajiban yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 
8 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 
9 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 
10 kewajiban bersangkutan 
11 28. Contoh koreksi kesalahan terkait pencatatan kewajiban: 
12 (a) yang menambah saldo kas yaitu adanya penerimaan kas karena 
13 dikembalikannya kelebihan pembayaran angsuran suatu kewajiban 
14 dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun kewajiban 
15 terkait. 
16 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran 
17 kewajiban yang seharusnya dibayarkan tahun lalu dikoreksi dengan 
18 menambah akun kewajiban terkait dan mengurangi saldo kas. 
19 29. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah 
20 ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah. 
21 30. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,14,16, 
22 dan 20 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja 
23 entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. 
24 31. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,18, 
25 dan 22 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap beban entitas yang 
26 bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. 
27 32. Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode-28 
periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum 
29 maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, 
30 pembetulan dilakukan pada akun-akun neraca terkait pada periode 
31 kesalahan ditemukan. 
32 33. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas 
33 sebagaimana disebutkan pada paragraf 32 adalah pengeluaran untuk pembelian 
34 peralatan dan mesin (kelompok aset tetap) dilaporkan sebagai jalan, irigasi, dan 
35 jaringan. Koreksi yang dilakukan hanyalah pada Neraca dengan mengurangi 
36 akun jalan, irigasi, dan jaringan dan menambah akun peralatan dan mesin. Pada 
37 Laporan Realisasi Anggaran tidak perlu dilakukan koreksi. 
38 34. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada 
39 paragraf 10 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan 
2 mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan. 
3 35. Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode 
4 yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun 
5 berjalan pada aktivitas yang bersangkutan. 
6 36. Koreksi kesalahan diungkapkan pada Catatan atas Laporan 
7 Keuangan. 
8 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI 
9 37. Para pengguna Laporan Keuangan perlu membandingkan laporan 
10 keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui 
11 kecenderungan arah (trend) posisi keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena 
12 itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada 
13 setiap periode. 
14 38. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran 
15 akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria 
16 kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan 
17 akuntansi. 
18 39. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya 
19 apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh 
20 peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau 
21 apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi 
22 mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan 
23 dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas. 
24 40. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai 
25 berikut: 
26 (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara 
27 substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan 
28 (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang 
29 sebelumnya tidak ada atau yang tidak material. 
30 41. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan 
31 suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut 
32 harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan 
33 persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi. 
34 42. Perubahan kebijakan akuntansi harus disajikan pada Laporan 
35 Perubahan Ekuitas dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
36 Keuangan. 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI 
2 43. Agar memperoleh Laporan Keuangan yang andal, maka estimasi 
3 akuntansi perlu disesuaikan antara lain dengan pola penggunaan, tujuan 
4 penggunaan aset dan kondisi lingkungan entitas yang berubah. 
5 44. Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi 
6 disajikan pada Laporan Operasional pada periode perubahan dan periode 
7 selanjutnya sesuai sifat perubahan. Sebagai contoh, perubahan estimasi 
8 masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO tahun perubahan dan 
9 tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap tersebut. 
10 45. Pengaruh perubahan terhadap LO periode berjalan dan yang 
11 akan datang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Apabila 
12 tidak memungkinkan, harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan 
13 pengaruh perubahan itu. 
14 OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 
15 46. Apabila suatu misi atau tupoksi suatu entitas pemerintah 
16 dihapuskan oleh peraturan, maka suatu operasi, kegiatan, program, proyek, 
17 atau kantor terkait pada tugas pokok tersebut dihentikan. 
18 47. Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan -- 
19 misalnya hakikat operasi, kegiatan, program, proyek yang dihentikan, 
20 tanggal efektif penghentian, cara penghentian, pendapatan dan beban 
21 tahun berjalan sampai tanggal penghentian apabila dimungkinkan, dampak 
22 sosial atau dampak pelayanan, pengeluaran aset atau kewajiban terkait 
23 pada penghentian apabila ada-- harus diungkapkan pada Catatan atas 
24 Laporan Keuangan. 
25 48. Agar Laporan Keuangan disajikan secara komparatif, suatu 
26 segmen yang dihentikan itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan 
27 walaupun berjumlah nol untuk tahun berjalan. Dengan demikian, operasi 
28 yang dihentikan tampak pada Laporan Keuangan. 
29 49. Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu 
30 tahun berjalan, di akuntansikan dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah 
31 operasi itu berjalan sampai akhir tahun Laporan Keuangan. Pada umumnya 
32 entitas membuat rencana penghentian, meliputi jadwal penghentian 
33 bertahap atau sekaligus, resolusi masalah legal, lelang, penjualan, hibah 
34 dan lain-lain. 
35 50. Bukan merupakan penghentian operasi apabila : 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a) Penghentian suatu program, kegiatan, proyek, segmen secara 
2 evolusioner/alamiah. Hal ini dapat diakibatkan oleh demand (permintaan 
3 publik yang dilayani) yang terus merosot, pergantian kebutuhan lain. 
4 (b) Fungsi tersebut tetap ada. 
5 (c) Beberapa jenis subkegiatan dalam suatu fungsi pokok dihapus, selebihnya 
6 berjalan seperti biasa. Relokasi suatu program, proyek, kegiatan ke wilayah 
7 lain. 
8 (d) Menutup suatu fasilitas yang ber-utilisasi amat rendah, menghemat biaya, 
9 menjual sarana operasi tanpa mengganggu operasi tersebut. 
10 TANGGAL EFEKTIF 
11 51. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
12 berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 
13 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
14 52. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
15 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
16 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
Lampiran I.11 PSAP 10 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.12 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 11 
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 
Lampiran I.12 PSAP 11 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.12 PSAP 11 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5 
TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------ 1 
RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------------- 2-5 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 6 
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN ------------------------- 7-13 
ENTITAS PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 14 
ENTITAS AKUNTANSI ----------------------------------------------------------------------- 15-17 
BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN UMUM DAERAH --------------- 18-21 
PROSEDUR KONSOLIDASI --------------------------------------------------------------- 22-23 
PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------------- 24-25 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 26-27
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 11 
4 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
9 PENDAHULUAN 
10 TUJUAN 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur penyusunan 
12 laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka 
13 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial 
14 statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan 
15 dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk 
16 tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi 
17 kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga 
18 legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-19 
Lampiran I.12 PSAP 11 - 1 
undangan. 
20 RUANG LINGKUP 
21 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit pemerintahan 
22 yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi 
23 menurut Pernyataan Standar ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas. 
24 3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat 
25 sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas 
26 pelaporan, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. 
27 4. Laporan keuangan konsolidasian pada 
28 kementerian/lembaga/pemerintah daerah sebagai entitas pelaporan 
29 mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi termasuk laporan 
30 keuangan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah. 
31 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 
32 (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah; 
33 (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi; 
34 (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 
2 DEFINISI 
3 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
4 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
5 Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah 
6 instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan 
7 pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa 
8 yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam 
9 melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 
10 Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna 
11 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 
12 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 
13 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
14 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 
15 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 
16 berupa laporan keuangan. 
17 Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang 
18 diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan 
19 lainnya, entitas akuntansi dengan entitas akuntansi lainnya, dengan 
20 mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu 
21 entitas pelaporan konsolidasian. 
22 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 
23 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan, 
24 atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 
25 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 
26 KONSOLIDASIAN 
27 7. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan 
28 Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Neraca, Laporan 
29 Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan 
30 atas Laporan Keuangan. 
31 8. Laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada 
32 paragraf 7, disajikan oleh entitas pelaporan, kecuali: 
Lampiran I.12 PSAP 11 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 a. Laporan keuangan konsolidasian arus kas yang hanya disajikan oleh 
2 entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum; 
3 b. Laporan keuangan konsolidasian perubahan saldo anggaran lebih yang 
4 hanya disusun dan disajikan oleh Pemerintah Pusat. 
5 9. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode 
6 pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas 
7 pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. 
8 10. Pemerintah Pusat menyampaikan laporan keuangan konsolidasian 
9 dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga legislatif. 
10 11. Pemerintah daerah menyampaikan laporan keuangan 
11 konsolidasian dari semua entitas akuntansi dibawahnya kepada lembaga 
12 legislatif. 
13 12. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi 
14 akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun demikian, apabila 
15 eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal tersebut diungkapkan 
16 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
17 13. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain sisa 
18 uang persediaan yang belum dipertanggungjawabkan oleh bendahara 
19 pengeluaran sampai dengan akhir periode akuntansi. 
20 ENTITAS PELAPORAN 
21 14. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang-22 
Lampiran I.12 PSAP 11 - 3 
undangan, yang umumnya bercirikan: 
23 (a) Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau 
24 mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran, 
25 (b) Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, 
26 (c) Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau 
27 pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan 
28 (d) Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak 
29 langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran. 
30 ENTITAS AKUNTANSI 
31 15. Entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan 
32 menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang 
33 yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan. 
34 16. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau 
35 mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan 
36 akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern 
2 dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan 
3 laporan keuangan oleh entitas pelaporan. 
4 17. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang 
5 berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh 
6 signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat ditetapkan sebagai 
7 entitas pelaporan. 
8 BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN 
9 UMUM DAERAH 
10 18. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan 
11 umum, memungut dan menerima, serta membelanjakan dana masyarakat yang 
12 diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk 
13 badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam 
14 BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita. 
15 19. Selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD) 
16 BLU/BLUD adalah entitas akuntansi, yang laporan keuangannya 
17 dikonsolidasikan pada entitas pelaporan yang secara organisatoris 
18 membawahinya. 
19 20. Selaku satuan kerja pelayanan berupa Badan, walaupun 
20 bukan berbentuk badan hukum yang mengelola kekayaan Negara yang 
21 dipisahkan, BLU/BLUD adalah entitas pelaporan. 
22 21. Konsolidasi laporan keuangan BLU/BLUD pada 
23 kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang secara organisatoris 
24 membawahinya dilaksanakan setelah laporan keuangan BLU/BLUD disusun 
25 menggunakan standar akuntansi yang sama dengan standar akuntansi yang 
26 dipakai oleh organisasi yang membawahinya. 
27 PROSEDUR KONSOLIDASI 
28 22. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini 
29 dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang 
30 diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya, 
31 atau yang diselenggarakan oleh entitas akuntansi dengan entitas akuntansi 
32 lainnya, dengan mengeliminasi akun timbal balik. 
33 23. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan 
34 menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara 
35 organisatoris berada di bawahnya. 
Lampiran I.12 PSAP 11 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PENGUNGKAPAN 
2 24. Dalam Catatan atas Laporan Keuangan perlu diungkapkan 
3 nama-nama entitas yang dikonsolidasikan atau digabungkan beserta status 
4 masing-masing, apakah entitas pelaporan atau entitas akuntansi. 
5 25. Dalam hal konsolidasi tidak diikuti dengan eliminasi akun timbal 
6 balik sebagaimana disebut pada paragraf 12, maka perlu diungkapkan nama-7 
nama dan besaran saldo akun timbal balik tersebut, dan disebutkan pula alasan 
Lampiran I.12 PSAP 11 - 5 
8 belum dilaksanakannya eliminasi. 
9 TANGGAL EFEKTIF 
10 26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 
11 berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 
12 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 
13 27. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 
14 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 
15 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I.13 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL 
PERNYATAAN NO. 12 
Lampiran I.13 PSAP 12 – (i) 
LAPORAN OPERASIONAL
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran I.13 PSAP 12 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-4 
TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1-2 
RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 3-4 
MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL ------------------------------- 5-7 
DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 8 
PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 9-10 
STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL ----------------------------------- 11-15 
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN OPERASIONAL 
ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ----------------------- 16-18 
AKUNTANSI PENDAPATAN-LO ---------------------------------------------------------- 19-31 
AKUNTANSI BEBAN ------------------------------------------------------------------------- 32-41 
SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL ---------------------------- 42-44 
SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL --------------------- 45-47 
POS LUAR BIASA ---------------------------------------------------------------------------- 48-50 
SURPLUS/DEFISIT-LO ---------------------------------------------------------------------- 51-52 
TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------------- 53-56 
TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK BARANG 
DAN JASA --------------------------------------------------------------------------------------- 57-58 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 59-60 
Lampiran : 
Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.A : Contoh Format Laporan Operasional 
Pemerintah Pusat 
Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.B : Contoh Format Laporan Operasional 
Pemerintah Provinsi 
Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.C : Contoh Format Laporan Operasional 
Pemerintah Kabupaten/Kota
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 BERBASIS AKRUAL 
3 PERNYATAAN NO. 12 
4 LAPORAN OPERASIONAL 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 
6 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 
7 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 
8 PENDAHULUAN 
9 TUJUAN 
10 1. Tujuan pernyataan standar Laporan Operasional adalah 
11 menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Operasional untuk pemerintah dalam 
12 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana 
13 ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. 
14 2. Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi tentang 
15 kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, 
16 dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan. 
17 RUANG LINGKUP 
18 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 
19 Operasional. 
20 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan 
21 dan entitas akuntansi, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, 
22 dalam menyusun laporan operasional yang menggambarkan pendapatan-LO, 
23 beban, dan surplus/defisit operasional dalam suatu periode pelaporan tertentu, 
24 tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 
25 MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL 
26 5. Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai 
27 seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan 
28 dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu 
29 entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode 
30 sebelumnya. 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 6. Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam 
2 mengevaluasi pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh 
3 entitas pemerintahan, sehingga Laporan Operasional menyediakan informasi: 
4 (a) mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk 
5 menjalankan pelayanan; 
6 (b) mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam 
7 mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan 
8 kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi; 
9 (c) yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk 
10 mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang 
11 dengan cara menyajikan laporan secara komparatif; 
12 (d) mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan 
13 ekuitas (bila surplus operasional). 
14 7. Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari 
15 siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan 
16 Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai 
17 keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan. 
18 DEFINISI 
19 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
20 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
21 Azas Bruto adalah suatu prinsip tidak diperkenankannya pencatatan 
22 penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau 
23 tidak diperkenankannya pencatatan pengeluaran setelah dilakukan 
24 kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 
25 Bantuan Keuangan adalah beban pemerintah dalam bentuk bantuan uang 
26 kepada pemerintah lainnya yang digunakan untuk pemerataan dan/atau 
27 peningkatan kemampuan keuangan. 
28 Bantuan Sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada 
29 masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. 
30 Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
31 peristiwa lainnya pada saat hak dan/atau kewajiban timbul. 
32 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 
33 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 
34 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. 
35 Beban Hibah adalah beban pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa 
36 kepada pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan 
37 organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat. 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Beban Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap 
2 yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 
3 bersangkutan. 
4 Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban untuk 
5 mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas pelaporan lain 
6 yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 
7 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna 
8 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun 
9 laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 
10 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
11 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 
12 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 
13 berupa laporan keuangan. 
14 Pendapatan Hibah adalah pendapatan pemerintah dalam bentuk uang/barang 
15 atau jasa dari pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan 
16 organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak 
17 secara terus-menerus. 
18 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 
19 penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak 
20 perlu dibayar kembali. 
21 Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak 
22 untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan lain 
23 yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 
24 Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 
25 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 
26 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 
27 pengaruh entitas bersangkutan. 
28 Subsidi adalah beban pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga 
29 tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual 
30 produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat. 
31 Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional adalah selisih lebih/kurang antara 
32 pendapatan-operasional dan beban selama satu periode pelaporan. 
33 Surplus/Defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu 
34 periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non 
35 operasional dan pos luar biasa. 
36 Untung/Rugi Penjualan Aset merupakan selisih antara nilai buku aset dengan 
37 harga jual aset. 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PERIODE PELAPORAN 
2 9. Laporan Operasional disajikan sekurang-kurangnya sekali 
3 dalam setahun. Dalam situasi tertentu, apabila tanggal laporan suatu entitas 
4 berubah dan Laporan Operasional tahunan disajikan dengan suatu periode 
5 yang lebih pendek dari satu tahun, entitas harus mengungkapkan informasi 
6 sebagai berikut: 
7 (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 
8 (b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Operasional dan 
9 catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 
10 10. Manfaat Laporan Operasional berkurang jika laporan tersebut tidak 
11 tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas operasi pemerintah 
12 tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan entitas pelaporan untuk 
13 menyajikan laporan keuangan tepat waktu. 
14 STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL 
15 11. Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur pendapatan- 
16 LO, beban, surplus/defisit dari operasi, surplus/defisit dari kegiatan non 
17 operasional, surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan 
18 surplus/defisit-LO, yang diperlukan untuk penyajian yang wajar secara 
19 komparatif. Laporan Operasional dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas 
20 Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas 
21 keuangan selama satu tahun seperti kebijakan fiskal dan moneter, serta daftar-22 
daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk 
23 dijelaskan. 
24 12. Dalam Laporan Operasional harus diidentifikasikan secara 
25 jelas, dan, jika dianggap perlu, diulang pada setiap halaman laporan, informasi 
26 berikut: 
27 (a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 
28 (b) cakupan entitas pelaporan; 
29 (c) periode yang dicakup; 
30 (d) mata uang pelaporan; dan 
31 (e) satuan angka yang digunakan. 
32 13. Struktur Laporan Operasional mencakup pos-pos sebagai 
33 berikut: 
34 (a) Pendapatan-LO 
35 (b) Beban 
36 (c) Surplus/Defisit dari operasi 
37 (d) Kegiatan non operasional 
38 (e) Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa 
39 (f) Pos Luar Biasa 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (g) Surplus/Defisit-LO 
2 14. Dalam Laporan Operasional ditambahkan pos, judul, dan sub 
3 jumlah lainnya apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 
4 Pemerintahan, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan 
5 Laporan Operasional secara wajar. 
6 15. Contoh format Laporan Operasional disajikan dalam ilustrasi PSAP 
7 12.A, PSAP 12.B, dan PSAP 12.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan bukan 
8 merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan 
9 penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. 
10 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 
11 OPERASIONAL ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN 
12 KEUANGAN 
13 16. Entitas pelaporan menyajikan pendapatan-LO yang 
14 diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Rincian lebih lanjut sumber 
15 pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 
16 17. Entitas pelaporan menyajikan beban yang diklasifikasikan 
17 menurut klasifikasi jenis beban. Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan 
18 klasifikasi lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan yang 
19 berlaku, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
20 18. Klasifikasi pendapatan-LO menurut sumber pendapatan maupun 
21 klasifikasi beban menurut ekonomi, pada prinsipnya merupakan klasifikasi yang 
22 menggunakan dasar klasifikasi yang sama yaitu berdasarkan jenis. 
23 AKUNTANSI PENDAPATAN-LO 
24 19. Pendapatan-LO diakui pada saat: 
25 (a) Timbulnya hak atas pendapatan; 
26 (b) Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi. 
27 20. Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-28 
undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan. 
29 21. Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu 
30 pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan, 
31 diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan. 
32 22. Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang 
33 telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan. 
34 23. Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 24. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah pusat 
2 dikelompokkan berdasarkan jenis pendapatan, yaitu pendapatan perpajakan, 
3 pendapatan bukan pajak, dan pendapatan hibah. 
4 25. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah daerah 
5 dikelompokkan menurut asal dan jenis pendapatan, yaitu pendapatan asli daerah, 
6 pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah. Masing-masing pendapatan 
7 tersebut diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 
8 26. Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas 
9 bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat 
10 jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 
11 27. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto 
12 (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat di 
13 estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto 
14 dapat dikecualikan. 
15 28. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 
16 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 
17 layanan umum. 
18 29. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) 
19 atas pendapatan-LO pada periode penerimaan maupun pada periode 
20 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. 
21 30. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-22 
recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode penerimaan 
23 pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang 
24 sama. 
25 31. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-26 
recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode sebelumnya 
27 dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan 
28 pengembalian tersebut. 
29 AKUNTANSI BEBAN 
30 32. Beban diakui pada saat: 
31 a. timbulnya kewajiban; 
32 b. terjadinya konsumsi aset; 
33 c. terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. 
34 33. Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya peralihan hak dari 
35 pihak lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari kas umum negara/daerah. 
36 Contohnya tagihan rekening telepon dan rekening listrik yang belum dibayar 
37 pemerintah. 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 34. Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat 
2 pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban 
3 dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah. 
4 35. Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi 
5 pada saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset 
6 bersangkutan/berlalunya waktu. Contoh penurunan manfaat ekonomi atau potensi 
7 jasa adalah penyusutan atau amortisasi. 
8 36. Dalam hal badan layanan umum, beban diakui dengan 
9 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 
10 layanan umum. 
11 37. Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. 
12 38. Klasifikasi ekonomi pada prinsipnya mengelompokkan berdasarkan 
13 jenis beban. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu beban pegawai, beban 
14 barang, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban 
15 penyusutan aset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban lain-lain. Klasifikasi 
16 ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri dari beban pegawai, beban barang, beban 
17 bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyusutan aset 
18 tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban tak terduga. 
19 39. Penyusutan/amortisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode 
20 yang dapat dikelompokkan menjadi: 
21 (a) Metode garis lurus (straight line method); 
22 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method); 
23 (c) Metode unit produksi (unit of production method). 
24 40. Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau 
25 kewajiban untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu 
26 entitas pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 
27 41. Koreksi atas beban, termasuk penerimaan kembali beban, 
28 yang terjadi pada periode beban dibukukan sebagai pengurang beban pada 
29 periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas 
30 beban dibukukan dalam pendapatan lain-lain. Dalam hal mengakibatkan 
31 penambahan beban dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas. 
32 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL 
33 42. Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara 
34 pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan. 
35 43. Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih kurang antara 
36 pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan. 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 44. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama satu 
2 periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional. 
3 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 
4 45. Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu 
5 dikelompokkan tersendiri dalam kegiatan non operasional. 
6 46. Termasuk dalam pendapatan/beban dari kegiatan non operasional 
7 antara lain surplus/defisit penjualan aset non lancar, surplus/defisit penyelesaian 
8 kewajiban jangka panjang, dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional lainnya. 
9 47. Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan 
10 operasional dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan 
11 surplus/defisit sebelum pos luar biasa. 
12 POS LUAR BIASA 
13 48. Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam 
14 Laporan Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum Pos Luar 
15 Biasa. 
16 49. Pos Luar Biasa memuat kejadian luar biasa yang mempunyai 
17 karakteristik sebagai berikut: 
18 (a) kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun anggaran; 
19 (b) tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan 
20 (c) kejadian diluar kendali entitas pemerintah. 
21 50. Sifat dan jumlah rupiah kejadian luar biasa harus diungkapkan 
22 pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
23 SURPLUS/DEFISIT-LO 
24 51. Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang 
25 antara surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan 
26 kejadian luar biasa. 
27 52. Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan 
28 ke Laporan Perubahan Ekuitas. 
29 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 
30 53. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata 
31 uang rupiah. 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 54. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama 
2 dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang 
3 asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah 
4 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 
5 55. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 
6 digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan rupiah, 
7 maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam rupiah 
8 berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan untuk 
9 memperoleh valuta asing tersebut. 
10 56. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 
11 digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 
12 mata uang asing lainnya, maka: 
13 (a) Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan dengan 
14 menggunakan kurs transaksi 
15 (b) Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah 
16 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 
17 TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK 
18 BARANG/JASA 
19 57. Transaksi pendapatan-LO dan beban dalam bentuk 
20 barang/jasa harus dilaporkan dalam Laporan Operasional dengan cara 
21 menaksir nilai wajar barang/jasa tersebut pada tanggal transaksi. Di samping 
22 itu, transaksi semacam ini juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada 
23 Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi 
24 yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan beban. 
25 58. Transaksi pendapatan dan beban dalam bentuk barang/jasa antara 
26 lain hibah dalam wujud barang, barang rampasan, dan jasa konsultansi. 
27 TANGGAL EFEKTIF 
28 59. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku 
29 efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran 
30 mulai Tahun Anggaran 2010. 
31 60. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, 
32 entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling 
33 lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
Lampiran I.13 PSAP 12 - 9 
ttd. 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 2005 
ILUSTRASI PSAP 12.A 
Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Pusat 
PEMERINTAH PUSAT 
LAPORAN OPERASIONAL 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam rupiah) 
No 20x1 20x0 Kenaikan/ 
Penurunan (%) 
KEGIATAN OPERASIONAL 
URAIAN 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 
3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xxx xxx 
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xxx xxx 
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xxx xxx 
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xxx xxx 
7 Pendapatan Cukai xxx xxx xxx xxx 
8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xxx xxx 
9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xxx xxx 
10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx 
11 Jumlah Pendapatan Perpajakan ( 3 s/d 10 ) xxx xxx xxx xxx 
12 
13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 
14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 
15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xxx xxx 
16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx 
17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xxx xxx 
18 
19 PENDAPATAN HIBAH 
20 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 
21 Jumlah Pendapatan Hibah (20) xxx xxx xxx xxx 
22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xxx xxx 
23 
24 BEBAN 
25 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 
26 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 
27 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 
28 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 
29 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 
30 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 
31 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 
32 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 
33 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 
34 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 
35 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 
36 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 
37 JUMLAH BEBAN (25 s/d 36) xxx xxx xxx xxx 
38 
39 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL (22-37) xxx xxx xxx xxx 
40 
41 KEGIATAN NON OPERASIONAL 
42 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 
43 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 
44 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 
45 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 
46 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 
47 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(42 s/d 46) xxx xxx xxx xxx 
48 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (39 + 47) xxx xxx xxx xxx 
49 
50 POS LUAR BIASA 
51 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 
52 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 
53 POS LUAR BIASA (51-52) xxx xxx xxx xxx 
54 SURPLUS/DEFISIT-LO (48+53) xxx xxx xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 20102005 
ILUSTRASI PSAP 12.B 
Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Provinsi 
PEMERINTAH PROVINSI 
LAPORAN OPERASIONAL 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam rupiah) 
No 20X1 20X0 Kenaikan/ 
Penurunan (%) 
KEGIATAN OPERASIONAL 
URAIAN 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xxx xxx 
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xxx xxx 
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx 
6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya xxx xxx xxx xxx 
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) xxx xxx xxx xxx 
8 
9 PENDAPATAN TRANSFER 
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN 
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx 
14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx 
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxx xxx xxx xxx 
16 
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA 
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xxx xxx 
19 Dana Penyesuaian xxx xxx xxx xxx 
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 ) xxx xxx xxx xxx 
21 Jumlah Pendapatan Transfer (15 +20 ) xxx xxx xxx xxx 
22 
23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 
24 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 
25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xxx xxx 
26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xxx xxx 
27 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (24 s/d 26) xxx xxx xxx xxx 
28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxx xxx xxx xxx 
29 
30 BEBAN 
31 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 
32 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 
33 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 
34 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 
35 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 
36 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 
37 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 
38 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 
39 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 
40 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 
41 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 
42 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 
43 JUMLAH BEBAN (31 s/d 42) xxx xxx xxx xxx 
44 SURPLUS/DEFISIT KEGIATAN OPERASIONAL (28-43) xxx xxx xxx xxx 
45 
46 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 
47 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 
48 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 
49 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 
50 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 
51 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 
52 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL (47 s/d 51) xxx xxx xxx xxx 
53 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (44+ 52) xxx xxx xxx xxx 
54 
55 POS LUAR BIASA xxx xxx xxx xxx 
56 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 
57 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 
58 POS LUAR BIASA (56-57) xxx xxx xxx xxx 
59 SURPLUS/DEFISIT-LO (53 + 58) xxx xxx xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN I 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 20102005 
ILUSTRASI PSAP 12.C 
Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Kabupaten/Kota 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
LAPORAN OPERASIONAL 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam rupiah) 
No 20X1 20X0 Kenaikan/ 
Penurunan (%) 
KEGIATAN OPERASIONAL 
URAIAN 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xxx xxx 
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xxx xxx 
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx 
6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya xxx xxx xxx xxx 
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) xxx xxx xxx xxx 
89 
PENDAPATAN TRANSFER 
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN 
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx 
14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx 
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxx xxx xxx xxx 
16 
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA 
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xxx xxx 
19 Dana Penyesuaian xxx xxx xxx xxx 
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 ) xxx xxx xxx xxx 
21 
22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 
23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 
24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xxx xxx 
25 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxx xxx xxx xxx 
26 Jumlah Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxx xxx xxx xxx 
27 
28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 
29 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 
30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xxx xxx 
31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xxx xxx 
32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (29 s/d 31) xxx xxx xxx xxx 
33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxx xxx xxx xxx 
34 
35 BEBAN 
36 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 
37 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 
38 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 
39 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 
40 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 
41 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 
42 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 
43 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 
44 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 
45 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 
46 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 
47 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 
48 JUMLAH BEBAN (36 s/d 47) xxx xxx xxx xxx 
49 
50 SURPLUS/DEFISIT DARI OPERASI (33-48) xxx xxx xxx xxx 
51 
52 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 
53 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 
54 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 
55 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 
56 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 
57 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 
58 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(53 s/d 57) xxx xxx xxx xxx 
59 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (50 + 58) xxx xxx xxx xxx 
60 
61 POS LUAR BIASA xxx xxx xxx xxx 
62 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 
63 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 
64 POS LUAR BIASA ( 62-63) xxx xxx xxx xxx 
65 SURPLUS/DEFISIT-LO ( 59 + 64) xxx xxx xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
DAFTAR ISI LAMPIRAN II 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL 
1. LAMPIRAN II. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 
3. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
4. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS 
5. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 
6. LAMPIRAN II.06 PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN 
7. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI 
8. LAMPIRAN II.08 PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP 
9. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM 
PENGERJAAN 
10. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN 
11. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN 
KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN PERISTIWA LUAR BIASA 
12. LAMPIRAN II.12 PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.01 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 20102005 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
KERANGKA KONSEPTUAL 
AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
LAMPIRAN II.01 KK – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.01 KK – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5 
Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------------- 1-3 
Ruang Lingkup ----------------------------------------------------------------------------- 4-5 
LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN -------------------------------------- 6-15 
Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan Kekuasaan ------------------- 8-9 
Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer 
Pendapatan antar Pemerintah ---------------------------------------------------------- 10 
Pengaruh Proses Politik ------------------------------------------------------------------ 11 
Hubungan antara Pembayaran Pajak dan Pelayanan Pemerintah ------------ 12 
Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, Target Fiskal, dan Alat 
Pengendalian ---------------------------------------------------------------------------- 13 
Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan Pendapatan ------------------- 14 
Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk Tujuan Pengendalian --- 15 
PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI -------------------------------------- 15-18 
Pengguna Laporan Keuangan ---------------------------------------------------------- 15 
Kebutuhan Informasi ----------------------------------------------------------------- 17-18 
ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------------------- 19-20 
PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------- 21-24 
Peranan Pelaporan Keuangan ----------------------------------------------------- 21-22 
Tujuan Pelaporan Keuangan ------------------------------------------------------- 23-24 
KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------- 25-26 
DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------- 27 
ASUMSI DASAR ---------------------------------------------------------------------------- 28-31 
Kemandirian Entitas ----------------------------------------------------------------------- 29 
Kesinambungan Entitas ------------------------------------------------------------------ 30 
Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement) -------------------- 31 
KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN ------------------------- 32-37 
Relevan ---------------------------------------------------------------------------------- 33-34 
Andal ------------------------------------------------------------------------------------------ 35 
Dapat Dibandingkan ----------------------------------------------------------------------- 36 
Dapat Dipahami ---------------------------------------------------------------------------- 37
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------- 38-52 
Basis Akuntansi ------------------------------------------------------------------------ 39-42 
Nilai Historis (Historical Cost) ------------------------------------------------------ 43-44 
Realisasi (Realization) --------------------------------------------------------------- 45-46 
Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form) --------------- 47 
Periodisitas (Periodicity) ------------------------------------------------------------------ 48 
Konsistensi (Consistency) ---------------------------------------------------------------- 49 
Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) ------------------------------------------- 50 
Penyajian Wajar (Fair Presentation) ---------------------------------------------- 51-52 
KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL ------------------------- 53-56 
Materialitas ----------------------------------------------------------------------------------- 54 
Pertimbangan Biaya dan Manfaat ------------------------------------------------------ 55 
Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif ----------------------------------------- 56 
UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 57-77 
Laporan Realisasi Anggaran ------------------------------------------------------- 57-58 
Neraca ----------------------------------------------------------------------------------- 59-72 
Aset --------------------------------------------------------------------------------- 61-67 
Kewajiban ------------------------------------------------------------------------ 68-71 
Ekuitas Dana -------------------------------------------------------------------------- 72 
Laporan Arus Kas --------------------------------------------------------------------- 73-74 
Catatan atas Laporan Keuangan ------------------------------------------------------- 75 
Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas -------------- 76-77 
PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------ 78-89 
Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Masa Depan Terjadi ------------------- 81 
Keandalan Pengukuran -------------------------------------------------------------- 82-83 
Pengakuan Aset ----------------------------------------------------------------------- 84-85 
Pengakuan Kewajiban --------------------------------------------------------------- 86-87 
Pengakuan Pendapatan ------------------------------------------------------------------ 88 
Pengakuan Belanja ------------------------------------------------------------------------ 89 
PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN --------------------------------- 90-91 
LAMPIRAN II.01 KK – (iii)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
LAMPIRAN II.01 KK - 1 
2 PENDAHULUAN 
3 Tujuan 
4 1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari 
5 penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. 
6 Tujuannya adalah sebagai acuan bagi: 
7 (a) penyusun standar akuntansi pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya; 
8 (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi 
9 yang belum diatur dalam standar; 
10 (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan 
11 keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan; dan 
12 (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang 
13 disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar 
14 Akuntansi Pemerintahan. 
15 2. Kerangka konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal 
16 terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam Standar Akuntansi 
17 Pemerintahan. 
18 3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan 
19 standar akuntansi, maka ketentuan standar akuntansi diunggulkan relatif 
20 terhadap kerangka konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian 
21 diharapkan dapat diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi 
22 di masa depan. 
23 Ruang Lingkup 
24 4. Kerangka konseptual ini membahas: 
25 (a) tujuan kerangka konseptual; 
26 (b) lingkungan akuntansi pemerintah; 
27 (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna; 
28 (d) entitas pelaporan; 
29 (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi 
2 dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; 
3 dan 
4 (g) definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan 
5 keuangan. 
6 5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan 
7 pemerintah pusat dan daerah. 
8 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
9 6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh 
10 terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. 
11 7. Ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu 
12 dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan 
13 adalah sebagai berikut: 
14 (a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan: 
15 (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan; 
16 (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar 
17 pemerintah; 
18 (3) adanya pengaruh proses politik; 
19 (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. 
20 (b) Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian: 
21 (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan 
22 sebagai alat pengendalian; 
23 (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan; 
24 dan 
25 (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian. 
26 Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan 
27 Kekuasaan 
28 8. Dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazas 
29 demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat. Rakyat mendelegasikan kekuasaan 
30 kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. Sejalan dengan pendelegasian 
31 kekuasaan ini adalah pemisahan wewenang di antara eksekutif, legislatif, dan 
32 yudikatif. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan 
LAMPIRAN II.01 KK - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara penyelenggara 
2 pemerintahan. 
3 9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan pemerintahan, 
4 pihak eksekutif menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada pihak 
5 legislatif untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pihak 
6 eksekutif melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan 
7 perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pihak 
8 eksekutif bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada 
9 pihak legislatif dan rakyat. 
10 Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer 
11 Pendapatan antar Pemerintah 
12 10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam 
13 sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah 
14 propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas 
15 cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. 
16 Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak 
17 yang lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi 
18 dana umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan. 
19 Pengaruh Proses Politik 
20 11. Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan 
21 kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya 
22 untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan 
23 keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber 
24 lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting 
25 dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik 
26 untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. 
27 Hubungan antara Pembayaran Pajak dan 
28 Pelayanan Pemerintah 
29 12. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara 
30 langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar 
31 pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka 
32 memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak 
33 berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada 
34 wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah 
LAMPIRAN II.01 KK - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam 
2 mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut: 
3 (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya 
4 suka rela. 
5 (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak 
6 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti 
7 penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai 
8 tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh. 
9 (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan 
10 pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur 
11 sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan 
12 dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan 
13 pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan 
14 dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi 
15 lebih mudah. 
16 (d) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan 
17 pemerintah adalah relatif sulit. 
18 Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, 
19 Target Fiskal, dan Alat Pengendalian 
20 13. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil 
21 kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk 
22 melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk 
23 menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila 
24 diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran 
25 mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi 
26 upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu 
27 periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak 
28 tertutup kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau 
29 kurang dari setahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan 
30 pemerintah mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan 
31 keuangan, antara lain karena: 
32 (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik. 
33 (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan 
34 antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan. 
35 (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi 
36 hukum. 
37 (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah. 
LAMPIRAN II.01 KK - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan 
2 pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada 
3 publik. 
4 Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan 
5 Pendapatan 
6 14. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset 
7 yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti 
8 gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian 
9 besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program 
10 pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan 
11 manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi 
12 pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian 
13 besar aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi 
14 pemerintah, bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di 
15 masa mendatang. 
16 Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk 
17 Tujuan Pengendalian 
18 15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi 
19 dan pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang 
20 memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing 
21 merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara 
22 belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat 
23 diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain 
24 kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam 
25 pengembangan pelaporan keuangan pemerintah. 
26 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI 
27 Pengguna Laporan Keuangan 
28 16. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan 
29 pemerintah, namun tidak terbatas pada: 
30 (a) masyarakat; 
LAMPIRAN II.01 KK - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 
2 (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan 
3 pinjaman; dan 
4 (d) pemerintah. 
5 Kebutuhan Informasi 
6 17. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum 
7 untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan 
8 demikian laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi 
9 kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, 
10 berhubung pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka 
11 ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para 
12 pembayar pajak perlu mendapat perhatian. 
13 18. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum 
14 di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang 
15 disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian 
16 dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk 
17 dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang 
18 diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang 
19 dinyatakan lebih lanjut. 
20 ENTITAS PELAPORAN 
21 19. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu 
22 atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-23 
undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 
24 keuangan, yang terdiri dari: 
25 (a) Pemerintah pusat; 
26 (b) Pemerintah daerah; 
27 (c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 
28 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 
29 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 
30 20. Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat 
31 pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap 
32 aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan 
33 wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya. 
LAMPIRAN II.01 KK - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN 
2 KEUANGAN 
3 Peranan Pelaporan Keuangan 
4 21. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang 
5 relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh 
6 suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan 
7 terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, 
8 transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai 
9 kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, 
10 dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-11 
LAMPIRAN II.01 KK - 7 
undangan. 
12 22. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan 
13 upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan 
14 kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk 
15 kepentingan: 
16 (a) Akuntabilitas 
17 Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan 
18 kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai 
19 tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. 
20 (b) Manajemen 
21 Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan 
22 suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan 
23 fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, 
24 kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. 
25 (c) Transparansi 
26 Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada 
27 masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak 
28 untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas 
29 pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang 
30 dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-31 
undangan. 
32 (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) 
33 Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan 
34 pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan 
2 akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 
3 Tujuan Pelaporan Keuangan 
4 23. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan 
5 informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan 
6 membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: 
7 (a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan 
8 untuk membiayai seluruh pengeluaran. 
9 (b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber 
10 daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan 
11 peraturan perundang-undangan. 
12 (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang 
13 digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah 
14 dicapai. 
15 (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai 
16 seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya. 
17 (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas 
18 pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka 
19 pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan 
20 pajak dan pinjaman. 
21 (f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas 
22 pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat 
23 kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. 
24 24. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan 
25 menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, 
26 pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas 
27 pelaporan. 
LAMPIRAN II.01 KK - 8 
28 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 
29 25. Laporan keuangan pokok terdiri dari: 
30 (a) Laporan Realisasi Anggaran; 
31 (b) Neraca; 
32 (c) Laporan Arus Kas; 
33 (d) Catatan atas Laporan Keuangan.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 26. Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 25, 
2 entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan 
3 Laporan Perubahan Ekuitas. 
4 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN 
5 27. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan 
6 peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara 
7 lain: 
8 (a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, khususnya bagian yang 
9 mengatur keuangan negara; 
10 (b) Undang-undang di bidang keuangan negara; 
11 (c) Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 
12 (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah 
13 daerah, khususnya yang mengatur keuangan daerah; 
14 (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan 
15 keuangan pusat dan daerah; 
16 (f) Ketentuan perundang-undangan tentang pelaksanaan Anggaran 
17 Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan 
18 (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan 
19 pusat dan daerah. 
20 ASUMSI DASAR 
21 28. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan 
22 pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu 
23 dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 
24 (a) Asumsi kemandirian entitas; 
25 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 
26 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 
27 Kemandirian Entitas 
28 29. Asumsi kemandirian entitas, baik entitas pelaporan maupun 
29 akuntansi, berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang 
30 mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga 
31 tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan 
32 keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya 
LAMPIRAN II.01 KK - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan 
2 tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan 
3 sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 
4 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, 
5 utang-piutang yang terjadi akibat putusan entitas, serta terlaksana tidaknya 
6 program yang telah ditetapkan. 
7 Kesinambungan Entitas 
8 30. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 
9 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 
10 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 
11 jangka pendek. 
12 Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary 
13 Measurement) 
14 31. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 
15 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 
16 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 
17 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN 
18 KEUANGAN 
19 32. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran 
20 normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat 
21 memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat 
22 normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi 
23 kualitas yang dikehendaki: 
24 (a) Relevan; 
25 (b) Andal; 
26 (c) Dapat dibandingkan; dan 
27 (d) Dapat dipahami. 
LAMPIRAN II.01 KK - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Relevan 
2 33. Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang 
3 termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan 
4 membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan 
5 memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi 
6 mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang 
7 relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. 
8 34. Informasi yang relevan : 
9 (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) 
10 Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi 
11 ekspektasi mereka di masa lalu. 
12 (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value) 
13 Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan 
14 datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. 
15 (c) Tepat waktu 
16 Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna 
17 dalam pengambilan keputusan. 
18 (d) Lengkap 
19 Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, 
20 yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi 
21 pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir 
22 informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan 
23 dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat 
24 dicegah. 
25 Andal 
26 35. Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang 
27 menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta 
28 dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau 
29 penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut 
30 secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi 
31 karakteristik: 
32 (a) Penyajian Jujur 
33 Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya 
34 yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk 
35 disajikan. 
LAMPIRAN II.01 KK - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Dapat Diverifikasi (verifiability) 
2 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila 
3 pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya 
4 tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. 
5 (c) Netralitas 
6 Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada 
7 kebutuhan pihak tertentu. 
8 Dapat Dibandingkan 
9 36. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih 
10 berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya 
11 atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan 
12 dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal 
13 dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama 
14 dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas 
15 yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila 
16 entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik 
17 daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut 
18 diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. 
19 Dapat Dipahami 
20 37. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat 
21 dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang 
22 disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna 
23 diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan 
24 operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari 
25 informasi yang dimaksud. 
26 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN 
27 KEUANGAN 
28 38. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai 
29 ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam penyusunan 
30 standar akuntansi, oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan 
31 dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam 
LAMPIRAN II.01 KK - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip 
2 yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: 
3 (a) Basis akuntansi; 
4 (b) Prinsip nilai historis; 
5 (c) Prinsip realisasi; 
6 (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; 
7 (e) Prinsip periodisitas; 
8 (f) Prinsip konsistensi; 
9 (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan 
10 (h) Prinsip penyajian wajar. 
11 Basis Akuntansi 
12 39. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 
13 pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan 
14 pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk 
15 pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. 
16 40. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa 
17 pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum 
18 Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas 
19 dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/ Daerah atau entitas pelaporan. 
20 Entitas pelaporan tidak menggunakan istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan 
21 anggaran baik lebih ataupun kurang untuk setiap periode tergantung pada selisih 
22 realisasi penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai 
23 seperti bantuan pihak luar asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada 
24 Laporan Realisasi Anggaran. 
25 41. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan 
26 ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat 
27 kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa 
28 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 
29 42. Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan 
30 sebagaimana dimaksud pada paragraf 26 menyelenggarakan akuntansi dan 
31 penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual, 
32 baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun dalam 
33 pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun demikian, penyajian 
34 Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas. 
LAMPIRAN II.01 KK - 13
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Nilai Historis (Historical 1 Cost) 
2 43. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar 
3 atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset 
4 tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara 
5 kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang 
6 akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. 
7 44. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain 
8 karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai 
9 historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 
10 Realisasi (Realization) 
11 45. Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah 
12 diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan 
13 digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut. 
14 46. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against 
15 revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan 
16 sebagaimana dipraktikkan dalam akuntansi komersial. 
17 Substansi Mengungguli Bentuk Formal 
18 (Substance Over Form) 
19 47. Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi 
20 serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain 
21 tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas 
22 ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi 
23 atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka 
24 hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan 
25 Keuangan. 
26 Periodisitas (Periodicity) 
27 48. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan 
28 perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat 
29 diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama 
30 yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan 
31 semesteran juga dianjurkan. 
LAMPIRAN II.01 KK - 14
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Konsistensi (Consistency1 ) 
2 49. Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang 
3 serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi 
4 internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu 
5 metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai 
6 dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu 
7 memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas 
8 perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
9 Keuangan. 
10 Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) 
11 50. Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang 
12 dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan 
13 keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan 
14 atau Catatan atas Laporan Keuangan. 
15 Penyajian Wajar (Fair Presentation) 
16 51. Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi 
17 Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 
18 52. Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan 
19 diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. 
20 Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta 
21 tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan 
22 laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada 
23 saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau 
24 pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu 
25 rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak 
26 memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja 
27 menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja 
28 mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan 
29 keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal. 
LAMPIRAN II.01 KK - 15
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN 
2 ANDAL 
3 53. Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap 
4 keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam 
5 mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal 
6 akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal 
7 yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan 
8 pemerintah, yaitu: 
9 (a) Materialitas; 
10 (b) Pertimbangan biaya dan manfaat; 
11 (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif. 
12 Materialitas 
13 54. Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan 
14 pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria 
15 materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk 
16 mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat 
17 mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan 
18 keuangan. 
19 Pertimbangan Biaya dan Manfaat 
20 55. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya 
21 penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya 
22 menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya 
23 penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan 
24 proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh 
25 pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati 
26 oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya 
27 penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya 
28 yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan. 
29 Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif 
30 56. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk 
31 mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif 
LAMPIRAN II.01 KK - 16
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif 
2 antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan 
3 keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif 
4 tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional. 
LAMPIRAN II.01 KK - 17 
5 UNSUR LAPORAN KEUANGAN 
6 Laporan Realisasi Anggaran 
7 57. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, 
8 dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 
9 pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan 
10 realisasinya dalam satu periode pelaporan. 
11 58. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi 
12 Anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-13 
masing unsur didefinisikan sebagai berikut : 
14 (a) Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum 
15 Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya 
16 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 
17 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 
18 kembali oleh pemerintah. 
19 (b) Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai 
20 penambah nilai kekayaan bersih. 
21 (c) Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum 
22 Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar 
23 dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh 
24 pembayarannya kembali oleh pemerintah. 
25 (d) Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai 
26 pengurang nilai kekayaan bersih. 
27 (e) Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 
28 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 
29 bagi hasil. 
30 (f) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 
31 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 
32 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 
33 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 
34 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (g) Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil 
2 divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk 
3 pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas 
4 lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. 
5 Neraca 
6 59. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 
7 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 
8 60. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan 
9 ekuitas dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut : 
10 (a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
11 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 
13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
17 (b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
18 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
19 pemerintah. 
20 (c) Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 
21 antara aset dan kewajiban pemerintah. 
22 Aset 
23 61. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah 
24 potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun 
25 tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan 
26 atau penghematan belanja bagi pemerintah. 
27 62. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu 
28 aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat 
29 direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) 
30 bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria 
31 tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. 
32 63. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 
33 piutang, dan persediaan. 
34 64. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan 
35 aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk 
36 kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar 
37 diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, 
38 dan aset lainnya. 
LAMPIRAN II.01 KK - 18
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 65. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan 
2 dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam 
3 jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi 
4 investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain 
5 investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek 
6 pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara 
7 lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya. 
8 66. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan 
9 bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam 
10 pengerjaan. 
11 67. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 
12 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama 
13 (kemitraan). 
14 Kewajiban 
15 68. Karakterisitik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah 
16 mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan 
17 pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 
18 69. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 
19 tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 
20 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 
21 pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah 
22 lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena 
23 perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi 
24 jasa lainnya. 
25 70. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 
26 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 
27 71. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan 
28 kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok 
29 kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah 
30 tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang 
31 penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. 
32 Ekuitas Dana 
33 72. Ekuitas Dana dapat dikelompokkan sebagai berikut: 
34 (a) Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban 
35 jangka pendek. 
36 (b) Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam 
37 dalam aset nonlancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban 
38 jangka panjang. 
LAMPIRAN II.01 KK - 19
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang 
2 dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai 
3 peraturan perundang-undangan. 
4 Laporan Arus Kas 
5 73. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan 
6 aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi 
7 non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan 
8 saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. 
9 74. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari 
10 penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai 
11 berikut: 
12 (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara 
13 Umum Negara/Daerah. 
14 (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 
15 Umum Negara/Daerah. 
16 Catatan atas Laporan Keuangan 
17 75. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau 
18 rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan 
19 Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi 
20 tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan 
21 informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam 
22 Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan 
23 untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas 
24 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 
25 (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, 
26 pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala 
27 dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 
28 (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; 
29 (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan 
30 kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-31 
LAMPIRAN II.01 KK - 20 
transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 
32 (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi 
33 Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka (on the face) 
34 laporan keuangan;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul 
2 sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja 
3 dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; dan 
4 (f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang 
5 wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka (on the face) laporan 
6 keuangan. 
7 Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan 
8 Perubahan Ekuitas 
9 76. Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan realisasi pendapatan 
10 dan belanja yang disusun berdasarkan basis akrual. Dalam laporan dimaksud, 
11 perlu disajikan informasi mengenai pendapatan operasional, belanja berdasarkan 
12 klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan surplus atau defisit. 
13 77. Laporan lainnya yang diperkenankan adalah Laporan Perubahan 
14 Ekuitas, yakni laporan yang menunjukkan kenaikan atau penurunan ekuitas 
15 tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 
16 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 
17 78. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan 
18 terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan 
19 akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, 
20 kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, dan pembiayaan, sebagaimana 
21 akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan. 
22 Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan 
23 keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. 
24 79. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau 
25 peristiwa untuk diakui yaitu: 
26 (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan 
27 kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke 
28 dalam entitas pelaporan yang bersangkutan; 
29 (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat 
30 diukur atau dapat diestimasi dengan andal. 
31 80. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi 
32 kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. 
LAMPIRAN II.01 KK - 21
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi 1 Masa 
2 Depan Terjadi 
3 81. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan 
4 besar manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat 
5 kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan 
6 pos atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas 
7 pelaporan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan 
8 operasional pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus 
9 manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh 
10 pada saat penyusunan laporan keuangan. 
11 Keandalan Pengukuran 
12 82. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang 
13 akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun 
14 ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila 
15 pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, 
16 maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas 
17 Laporan Keuangan. 
18 83. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi 
19 apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi 
20 peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang. 
21 Pengakuan Aset 
22 84. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 
23 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 
24 dengan andal. 
25 85. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain 
26 bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi, 
27 pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain, 
28 serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan 
29 setiap unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak 
30 atau instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah 
31 untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih 
32 rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai 
33 penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika 
LAMPIRAN II.01 KK - 22
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin 
2 diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan. 
3 Pengakuan Kewajiban 
4 86. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 
5 sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan 
6 kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut 
7 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 
8 87. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada 
9 saat kewajiban timbul. 
10 Pengakuan Pendapatan 
11 88. Pendapatan menurut basis kas diakui pada saat diterima di 
12 Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan. Pendapatan 
13 menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut. 
14 Pengakuan Belanja 
15 89. Belanja menurut basis kas diakui pada saat terjadinya 
16 pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. 
17 Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada 
18 saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang 
19 mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja menurut basis akrual diakui pada 
20 saat timbulnya kewajiban atau pada saat diperoleh manfaat. 
21 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 
22 90. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui 
23 dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos 
24 dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat 
25 sebesar pengeluaran kas dan setara kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan 
26 yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat sebesar nilai 
27 nominal. 
28 91. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang 
29 rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih 
30 dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 
LAMPIRAN II.01 KK - 23
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.02 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 01 
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------- 1-7 
Tujuan -------------------------------------------------------------------------- 1 
Ruang Lingkup --------------------------------------------------------------- 2-4 
Basis Akuntansi -------------------------------------------------------------- 5-7 
DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------ 8 
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------- 9-12 
TANGGUNGJAWAB PELAPORAN KEUANGAN -------------------------- 13 
KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------- 14-21 
STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------- 22-108 
Pendahuluan ------------------------------------------------------------------ 22-23 
Identifikasi Laporan Keuangan --------------------------------------- 24-28 
Periode Pelaporan------------------------------------------------------- 29-30 
Tepat Waktu -------------------------------------------------------------- 31 
Laporan Realisasi Anggaran ---------------------------------------------- 32-37 
Neraca -------------------------------------------------------------------------- 38-81 
Neraca ---------------------------------------------------------------------- 38 
Klasifikasi ------------------------------------------------------------------ 39-47 
Aset Lancar --------------------------------------------------------------- 48-49 
Aset Nonlancar ----------------------------------------------------------- 50-60 
Pengakuan Aset --------------------------------------------------------- 61-62 
Pengukuran Aset -------------------------------------------------------- 63-68 
Kewajiban Jangka Pendek -------------------------------------------- 69-71 
Kewajiban Jangka Panjang ------------------------------------------- 72-74 
Pengakuan Kewajiban -------------------------------------------------- 75-76 
Pengukuran Kewajiban ------------------------------------------------- 77 
Ekuitas Dana ------------------------------------------------------------- 78-81 
Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam 
Catatan atas Laporan Keuangan ------------------------------------- 82-84 
Laporan Arus Kas ----------------------------------------------------------- 85-87 
Laporan Kinerja Keuangan ------------------------------------------------ 88-94 
Laporan Perubahan Ekuitas ----------------------------------------------- 95-96 
Catatan atas Laporan Keuangan --------------------------------------- 97-106 
Struktur --------------------------------------------------------------------- 97-100 
Penyajian Kebijakan-Kebijakan Akuntansi ------------------------ 101-105 
Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya --------------------------- 106 
TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------- 107 
Lampiran: 
Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat 
Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.B : Contoh Format Neraca Pemerintah 
Provinsi/Kabupaten/Kota
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 PERNYATAAN NO. 01 
3 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
7 Akuntansi Pemerintahan. 
8 PENDAHULUAN 
9 Tujuan 
10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan 
11 keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam 
12 rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap 
13 anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan 
14 umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan 
15 bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, 
16 standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan 
17 keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi 
18 laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis kas 
19 untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis 
20 akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Pengakuan, 
21 pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-22 
peristiwa yang lain, diatur dalam standar akuntansi pemerintahan lainnya. 
23 Ruang Lingkup 
24 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan 
25 disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, 
26 transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos 
27 aset, kewajiban, dan ekuitas dana.’ 
28 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 
29 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan 
30 pengguna adalah masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa/pengawas, fihak 
31 yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, 
32 serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan 
33 terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen 
34 publik lainnya seperti laporan tahunan 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan 
2 dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, 
3 pemerintah daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk 
4 perusahaan negara/daerah. 
5 Basis Akuntansi 
6 5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 
7 pemerintah yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, 
8 dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan 
9 ekuitas dana. 
10 6. Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan 
11 akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya 
12 basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan 
13 pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. 
14 7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan 
15 menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual tetap 
16 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas. 
17 DEFINISI 
18 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 
19 Standar dengan pengertian: 
20 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 
21 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 
22 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 
23 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 
24 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 
25 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 
26 Perwakilan Rakyat Daerah. 
27 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 
28 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 
29 Perwakilan Rakyat. 
30 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 
31 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 
32 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 
33 Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 
34 Bendahara Umum Negara/Daerah. 
35 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
36 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
37 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 
38 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
2 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
3 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
4 Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan 
5 tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam 
6 menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya 
7 termasuk hak atas kekayaan intelektual. 
8 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 
9 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau 
10 dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 
11 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi 
12 dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 
13 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 
14 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
15 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 
16 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 
17 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 
18 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 
19 oleh pemerintah. 
20 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 
21 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 
22 tahun anggaran. 
23 Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 
24 antara aset dan kewajiban pemerintah. 
25 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna 
26 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 
27 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 
28 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
29 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 
30 wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 
31 keuangan. 
32 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 
33 ekonomik seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga 
34 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 
35 kepada masyarakat 
36 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 
37 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 
38 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 
39 Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan 
40 pengeluaran pemerintah daerah. 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 
2 Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung 
3 seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat. 
4 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-5 
konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 
6 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 
7 Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai 
8 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 
9 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 
10 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
11 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
12 pemerintah 
13 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 
14 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan 
15 sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 
16 Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di 
17 antara dua laporan keuangan tahunan. 
18 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 
19 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 
20 menyajikan laporan keuangan. 
21 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 
22 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 
23 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 
24 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 
25 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 
26 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 
27 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 
28 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 
29 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 
30 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum 
31 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 
32 otorisasi tersebut. 
33 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 
34 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 
35 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 
36 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 
37 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 
38 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 
39 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 
40 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 
41 kembali oleh pemerintah. 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan 
2 kapasitas dan manfaat dari suatu aset. 
3 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan 
4 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, 
5 dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan 
6 dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 
7 Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima 
8 pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan 
9 perundang-undangan. 
10 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 
11 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 
12 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 
13 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 
14 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 
15 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 
16 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 
17 pada bank yang ditetapkan. 
18 Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing 
19 ke rupiah pada kurs yang berbeda. 
20 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 
21 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 
22 signifikan. 
23 Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 
24 lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD 
25 selama satu periode pelaporan. 
26 Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja 
27 selama satu periode pelaporan. 
28 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 
29 pelaporan. 
30 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 
31 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 
32 bagi hasil. 
33 Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan 
34 pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-35 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 5 
undangan. 
36 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN 
37 9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai 
38 posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas 
39 pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi 
40 mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat 
2 dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, 
3 tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang 
4 berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas 
5 entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan: 
6 a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, 
7 dan ekuitas dana pemerintah; 
8 b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, 
9 kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah; 
10 c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber 
11 daya ekonomi; 
12 d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya; 
13 e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai 
14 aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; 
15 f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai 
16 penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; 
17 g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan 
18 entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. 
19 10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan 
20 prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi 
21 besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, 
22 sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan 
23 ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi 
24 pengguna mengenai: 
25 a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan 
26 anggaran; dan 
27 b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan 
28 ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD. 
29 11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan 
30 menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: 
31 a. aset; 
32 b. kewajiban; 
33 c. ekuitas dana; 
34 d. pendapatan; 
35 e. belanja; 
36 f. transfer; 
37 g. pembiayaan; dan 
38 h. arus kas. 
39 12. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk 
40 memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan 
2 nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk 
3 memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas 
4 pelaporan selama satu periode. 
5 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN 
6 13. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan 
7 berada pada pimpinan entitas. 
8 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 
9 14. Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan 
10 keuangan pokok adalah: 
11 a) Laporan Realisasi Anggaran; 
12 b) Neraca; 
13 c) Laporan Arus Kas; dan 
14 d) Catatan atas Laporan Keuangan. 
15 15. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan 
16 oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya 
17 disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 
18 16. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang 
19 ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau sebagai kuasa 
20 bendaharawan umum negara/daerah. 
21 17. Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya 
22 ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus 
23 sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan 
24 pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan 
25 dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang. 
26 18. Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam 
27 bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan 
28 informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan 
29 sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran 
30 memuat anggaran dan realisasi. 
31 19. Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan untuk 
32 membantu para pengguna dalam memperkirakan kinerja keuangan entitas dan 
33 pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan 
34 mengenai alokasi sumber daya ekonomi. Informasi tambahan ini termasuk 
35 rincian mengenai output entitas dan outcomes dalam bentuk indikator kinerja 
36 keuangan, laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain 
37 mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan. 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 20. Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas 
2 pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis akrual 
3 dan Laporan Perubahan Ekuitas. 
4 21. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan 
5 terhadap anggaran. 
6 STRUKTUR DAN ISI 
7 Pendahuluan 
8 22. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan 
9 tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan 
10 pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau 
11 dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format sebagai 
12 lampiran standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai 
13 dengan situasi masing-masing. 
14 23. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan 
15 dalam arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap 
16 lembar muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
17 Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi 
18 Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. 
19 Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian 
20 dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan 
21 atas Laporan Keuangan. 
22 Identifikasi Laporan Keuangan 
23 24. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas 
24 dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. 
25 25. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku 
26 untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan 
27 dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, 
28 penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan 
29 menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan 
30 merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini. 
31 26. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara 
32 jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan 
33 diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh 
34 pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan: 
35 a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 
36 b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian 
37 dari beberapa entitas pelaporan; 
38 c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang 
39 sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan; 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 d) mata uang pelaporan; dan 
2 e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada 
3 laporan keuangan. 
4 27. Persyaratan dalam paragraf 26 dapat dipenuhi dengan penyajian 
5 judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. 
6 Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran 
7 halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah 
8 pengguna dalam memahami laporan keuangan. 
9 28. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana 
10 informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat 
11 diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka 
12 diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang. 
13 Periode Pelaporan 
14 29. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali 
15 dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas 
16 berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode 
17 yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan 
18 mengungkapkan informasi berikut: 
19 a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, 
20 b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti 
21 arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 
22 30. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah 
23 tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun 
24 anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting 
25 agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode 
26 sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh 
27 selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, 
28 suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi 
29 yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan 
30 keuangan konsolidasian. 
31 
32 Tepat Waktu 
33 31. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak 
34 tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. 
35 Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan 
36 bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat 
37 waktu. Batas waktu penyampaian laporan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan 
38 setelah berakhirnya tahun anggaran. 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Laporan Realisasi Anggaran 
2 32. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan 
3 keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap 
4 APBN/APBD. 
5 33. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi 
6 dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 
7 pusat/daerah dalam satu periode pelaporan 
8 34. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya 
9 unsur-unsur sebagai berikut: 
10 a) pendapatan; 
11 b) belanja; 
12 c) transfer; 
13 d) surplus/defisit; 
14 e) pembiayaan; 
15 f) sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. 
16 35. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan 
17 antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. 
18 36. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan 
19 atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang 
20 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 
21 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 
22 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 
23 dianggap perlu untuk dijelaskan. 
24 37. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian 
25 Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait. 
26 Neraca 
27 38. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 
28 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 
29 Klasifikasi 
30 39. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam 
31 aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi 
32 kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. 
33 40. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan 
34 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima 
35 atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 
36 dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam 
37 waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. 
38 41. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang 
39 yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk 
2 memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam 
3 periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka 
4 panjang. 
5 42. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban 
6 keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas 
7 pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan 
8 kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui 
9 apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban 
10 diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 
11 43. Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut: 
12 a) kas dan setara kas; 
13 b) investasi jangka pendek; 
14 c) piutang pajak dan bukan pajak; 
15 d) persediaan; 
16 e) investasi jangka panjang; 
17 f) aset tetap; 
18 g) kewajiban jangka pendek; 
19 h) kewajiban jangka panjang; 
20 i) ekuitas dana. 
21 44. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 43 disajikan 
22 dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika 
23 penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan 
24 suatu entitas pelaporan. 
25 45. Contoh format Neraca disajikan dalam Lampiran III.A dan III.B 
26 Standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi dan bukan merupakan bagian 
27 dari standar. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan standar 
28 untuk membantu dalam pelaporan keuangan. 
29 46. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah 
30 didasarkan pada faktor-faktor berikut ini: 
31 a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset; 
32 b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan; 
33 c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban. 
34 47. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-35 
kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, 
36 sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok 
37 lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan. 
38 Aset Lancar 
39 48. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika: 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk 
2 dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau 
3 b) berupa kas dan setara kas. 
4 Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan 
5 sebagai aset nonlancar. 
6 49. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 
7 piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito 
8 berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan, surat berharga yang mudah 
9 diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, 
10 penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan 
11 diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 
12 Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk 
13 digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis 
14 pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti 
15 komponen bekas. 
16 Aset Nonlancar 
17 50. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang 
18 dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak 
19 langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat 
20 umum. 
21 51. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka 
22 panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah 
23 pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca. 
24 52. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan 
25 untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka 
26 panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. 
27 53. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang 
28 dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 
29 54. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang 
30 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 
31 55. Investasi nonpermanen terdiri dari: 
32 a) Pembelian Surat Utang Negara; 
33 b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 
34 kepada fihak ketiga; dan 
35 c) Investasi nonpermanen lainnya 
36 56. Investasi permanen terdiri dari: 
37 a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan 
38 daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan 
39 internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara. 
40 b) Investasi permanen lainnya. 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 57. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa 
2 manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan 
3 pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 
4 58. Aset tetap terdiri dari: 
5 a) Tanah; 
6 b) Peralatan dan mesin; 
7 c) Gedung dan bangunan; 
8 d) Jalan, irigasi, dan jaringan; 
9 e) Aset tetap lainnya; dan 
10 f) Konstruksi dalam pengerjaan. 
11 59. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk 
12 menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak 
13 dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut 
14 tujuan pembentukannya. 
15 60. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 
16 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan 
17 angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan aset 
18 kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan). 
19 Pengakuan Aset 
20 61. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 
21 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat 
22 diukur dengan andal. 
23 62. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau 
24 kepenguasaannya berpindah. 
25 Pengukuran Aset 
26 63. Pengukuran aset adalah sebagai berikut: 
27 a) Kas dicatat sebesar nilai nominal; 
28 b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan; 
29 c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal; 
30 d) Persediaan dicatat sebesar: 
31 (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 
32 (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 
33 (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 
34 donasi/rampasan. 
35 64. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan 
36 termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh 
37 kepemilikan yang sah atas investasi tersebut; 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 13
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 65. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian 
2 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 
3 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 
4 66. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 
5 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 
6 67. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 
7 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 
8 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 
9 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 
10 pembangunan aset tetap tersebut. 
11 68. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan 
12 dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing 
13 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 
14 Kewajiban Jangka Pendek 
15 69. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 
16 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 
17 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 
18 kewajiban jangka panjang. 
19 70. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 
20 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 
21 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 
22 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 
23 71. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 
24 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 
25 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak 
26 ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 
27 Kewajiban Jangka Panjang 
28 72. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 
29 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk 
30 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 
31 jika: 
32 a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 
33 bulan; 
34 b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut 
35 atas dasar jangka panjang; dan 
36 c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan 
37 kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap 
38 pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui. 
39 Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek 
40 sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 14
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
2 Keuangan. 
3 73. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 
4 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 
5 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 
6 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 
7 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 
8 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 
9 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 
10 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 
11 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 
12 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 
13 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 
14 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 
15 74. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 
16 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 
17 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 
18 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 
19 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 
20 a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 
21 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 
22 b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) 
23 bulan setelah tanggal pelaporan. 
24 Pengakuan Kewajiban 
25 75. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 
26 sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk 
27 menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas 
28 kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur 
29 dengan andal. 
30 76. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau 
31 pada saat kewajiban timbul. 
32 Pengukuran Kewajiban 
33 77. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 
34 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 
35 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 
36 tanggal neraca. 
37 Ekuitas Dana 
38 78. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan secara terpisah 
39 dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan: 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 15
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 a) Ekuitas Dana Lancar, termasuk sisa lebih pembiayaan anggaran /saldo 
2 anggaran lebih; 
3 b) Ekuitas Dana Investasi; 
4 c) Ekuitas Dana Cadangan. 
5 79. Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan 
6 kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar antara lain sisa lebih pembiayaan 
7 anggaran, cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus 
8 disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. 
9 80. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang 
10 tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi 
11 dengan kewajiban jangka panjang. 
12 81. Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang 
13 dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-14 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 16 
undangan. 
15 Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas 
16 Laporan Keuangan 
17 82. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca 
18 maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos 
19 yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi 
20 entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut, 
21 bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya. 
22 83. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di 
23 Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar 
24 Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor-25 
faktor yang disebutkan dalam paragraf 84 dapat digunakan dalam menentukan 
26 dasar bagi subklasifikasi. 
27 84. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya: 
28 (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak 
29 terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut 
30 sumbernya; 
31 (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur 
32 akuntansi untuk persediaan; 
33 (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar 
34 yang mengatur tentang aset tetap; 
35 (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya; 
36 (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya; 
37 (f) komponen ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar, 
38 ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (g) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan 
2 negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat 
3 pengendalian dan metode penilaian. 
4 Laporan Arus Kas 
5 85. Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, 
6 penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, 
7 dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 
8 86. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan 
9 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan 
10 nonanggaran. 
11 87. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang 
12 berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi 
13 Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas. 
14 Laporan Kinerja Keuangan 
15 88. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan laporan berbasis 
16 akrual sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka laporan keuangan 
17 pokok dilengkapi dengan Laporan Kinerja Keuangan. Laporan Kinerja 
18 Keuangan sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos sebagai berikut: 
19 a) Pendapatan dari kegiatan operasional; 
20 b) Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi; 
21 c) Surplus atau defisit. 
22 Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam Laporan Kinerja 
23 Keuangan jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk 
24 menyajikan dengan wajar kinerja keuangan suatu entitas pelaporan. 
25 89. Dalam hubungannya dengan Laporan Kinerja Keuangan, kegiatan 
26 operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi 
27 atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 
28 90. Penambahan pos-pos pada Laporan Kinerja Keuangan dan 
29 deskripsi yang digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila 
30 diperlukan untuk menjelaskan kinerja. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan 
31 meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan dan beban. 
32 91. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut suatu 
33 klasifikasi beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi 
34 (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban 
35 transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan 
36 pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk 
37 diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi 
38 beban operasional pada berbagai fungsi. 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 17
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 92. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut 
2 klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang 
3 dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan 
4 bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau 
5 dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer 
6 dan atas dasar pertimbangan tertentu. 
7 93. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut 
8 klasifikasi fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut 
9 klasifikasi ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan 
10 tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman. 
11 94. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi 
12 tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat 
13 organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin, 
14 baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas pelaporan 
15 bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang 
16 berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini memperbolehkan 
17 entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan 
18 unsur kinerja secara layak. 
19 Laporan Perubahan Ekuitas 
20 95. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Perubahan 
21 Ekuitas sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka menyajikan 
22 sekurang-kurangnya pos-pos: 
23 a) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran; 
24 b) Setiap pos pendapatan dan belanja beserta totalnya seperti 
25 diisyaratkan dalam standar-standar lainnya, yang diakui secara 
26 langsung dalam ekuitas; 
27 c) Efek kumulatif atas perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi 
28 kesalahan yang mendasar diatur dalam suatu standar terpisah. 
29 96. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan dalam 
30 lembar muka laporan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan : 
31 a) Saldo ekuitas pada awal periode dan pada tanggal pelaporan, serta 
32 perubahannya selama periode berjalan. 
33 b) Apabila komponen ekuitas diungkapkan secara terpisah, rekonsiliasi 
34 antara nilai tiap komponen ekuitas dana pada awal dan akhir periode 
35 mengungkapkan masing-masing perubahannya secara terpisah. 
36 Catatan atas Laporan Keuangan 
37 Struktur 
38 97. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 
39 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 18
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Laporan Keuangan sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai 
2 berikut: 
3 a) informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, 
4 pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala 
5 dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 
6 b) ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; 
7 c) informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-8 
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-9 
transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 
10 d) pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 
11 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 
12 laporan keuangan; 
13 e) pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang 
14 timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan 
15 dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; 
16 f) informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, 
17 yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 
18 g) daftar dan skedul. 
19 98. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. 
20 Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus 
21 Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam 
22 Catatan atas Laporan Keuangan. 
23 99. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau 
24 daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam 
25 Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk 
26 pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi 
27 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan 
28 serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk 
29 penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi 
30 dan komitmen-komitmen lainnya. 
31 100. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah 
32 susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
33 Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan 
34 dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga. 
35 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi 
36 101. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 
37 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 
38 (a) basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 
39 keuangan; 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 19
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 
2 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi 
3 Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan 
4 (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 
5 laporan keuangan. 
6 102. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 
7 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 
8 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 
9 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 
10 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 
11 basis pengukuran tersebut. 
12 103. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu 
13 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan 
14 tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 
15 tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu 
16 dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal 
17 sebagai berikut: 
18 (a) Pengakuan pendapatan; 
19 (b) Pengakuan belanja; 
20 (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 
21 (d) Investasi; 
22 (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 
23 berwujud; 
24 (f) Kontrak-kontrak konstruksi; 
25 (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 
26 (h) Kemitraan dengan fihak ketiga; 
27 (i) Biaya penelitian dan pengembangan; 
28 (j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 
29 (k) Dana cadangan; 
30 (l) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 
31 104. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan-32 
kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 
33 Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 
34 pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal 
35 revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih 
36 kurs. 
37 105. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos-38 
pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain 
39 itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang 
40 tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 20
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 
2 106. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini 
3 apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan 
4 keuangan, yaitu: 
5 i. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana 
6 entitas tersebut beroperasi; 
7 ii. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 
8 iii. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 
9 operasionalnya. 
10 TANGGAL EFEKTIF 
11 107. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 21
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Lampiran II 
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 
Ilustrasi PSAP 01.A 
Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat 
NERACA 
PEMERINTAH PUSAT 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
Uraian 
(Dalam Rupiah) 
No. 20X1 20X0 
1 ASET 
2 ASET LANCAR 
3 Kas di Bank Indonesia xxx xxx 
4 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx 
5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 
6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 
7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 
8 Piutang Pajak xxx xxx 
9 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx 
10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 
11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 
12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 
13 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 
14 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 
15 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 
16 Piutang Lainnya xxx xxx 
17 Persediaan xxx xxx 
18 Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17) xxx xxx 
19 INVESTASI JANGKA PANJANG 
20 Investasi Nonpermanen 
21 Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 
22 Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 
23 Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 
24 Dana Bergulir xxx xxx 
25 Investasi dalam Obligasi xxx xxx 
26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 
27 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 
28 Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 27) xxx xxx 
29 Investasi Permanen 
30 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx 
31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 
32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx 
33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx 
34 ASET TETAP 
35 Tanah xxx xxx 
36 Peralatan dan Mesin xxx xxx 
37 Gedung dan Bangunan xxx xxx 
38 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 
39 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 
40 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx 
41 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 
42 Jumlah Aset Tetap (35 s/d 41) xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
NERACA 
PEMERINTAH PUSAT 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
(Dalam Rupiah) 
No. Uraian 20X1 20X0 
43 ASET LAINNYA 
44 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 
45 Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 
46 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 
47 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 
48 Aset Tak Berwujud xxx xxx 
49 Aset Lain-Lain xxx xxx 
50 Jumlah Aset Lainnya (44 s/d 49) xxx xxx 
51 JUMLAH ASET (18+33+42+50) xxxx xxxx 
52 
53 KEWAJIBAN 
54 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 
55 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) xxx xxx 
56 Utang Bunga xxx xxx 
57 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 
58 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 
59 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (55 s/d 58) xxx xxx 
60 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 
61 Utang Luar Negeri xxx xxx 
62 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 
63 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 
64 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 
65 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (61 s/d 64) xxx xxx 
66 JUMLAH KEWAJIBAN (59+65) xxx xxx 
67 
68 EKUITAS DANA 
69 EKUITAS DANA LANCAR 
70 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx 
71 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx 
72 Cadangan Piutang xxx xxx 
73 Cadangan Persediaan xxx xxx 
74 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka (xxx) (xxx) 
75 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (70 s/d 74) xxx xxx 
76 EKUITAS DANA INVESTASI 
77 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx 
78 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx 
79 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx 
80 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka 
P j 
(xxx) (xxx) 
81 Jumlah Ekuitas Dana Investasi (77 s/d 80) xxx xxx 
82 JUMLAH EKUITAS DANA (75+81) xxx xxx 
83 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (66+82) xxxx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota 
(Dalam Rupiah) 
NERACA 
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
No. Uraian 
20X1 20X0 
1 ASET 
2 ASET LANCAR 
3 Kas di Kas Daerah xxx xxx 
4 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 
5 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 
6 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 
7 Piutang Pajak xxx xxx 
8 Piutang Retribusi xxx xxx 
9 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 
10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 
11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx 
12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 
13 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 
14 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 
15 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 
16 Piutang Lainnya xxx xxx 
17 Persediaan xxx xxx 
18 Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17) xxx xxx 
19 INVESTASI JANGKA PANJANG 
20 Investasi Nonpermanen 
21 Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xxx xxx 
22 Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 
23 Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 
24 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx 
25 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 
Lampiran II 
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 
Ilustrasi PSAP 01.B 
26 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 
27 Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 26) xxx xxx 
28 Investasi Permanen 
29 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx 
30 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 
31 Jumlah Investasi Permanen (29 s/d 30) xxx xxx 
32 Jumlah Investasi Jangka Panjang (27 + 31) xxx xxx 
33 ASET TETAP 
34 Tanah xxx xxx 
35 Peralatan dan Mesin xxx xxx 
36 Gedung dan Bangunan xxx xxx 
37 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 
38 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 
39 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx 
40 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 
41 Jumlah Aset Tetap (34 s/d 40) xxx xxx 
42 DANA CADANGAN 
43 Dana Cadangan xxx xxx 
44 Jumlah Dana Cadangan (43) xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
(Dalam Rupiah) 
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA 
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 
No. Uraian 20X1 20X0 
45 ASET LAINNYA 
46 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 
47 Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 
48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 
49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 
50 Aset Tak Berwujud xxx xxx 
51 Aset Lain-Lain xxx xxx 
52 Jumlah Aset Lainnya (46 s/d 51) xxx xxx 
53 JUMLAH ASET (18+32+41+44+52) xxxx xxxx 
54 
55 KEWAJIBAN 
56 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 
57 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) xxx xxx 
58 Utang Bunga xxx xxx 
59 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx 
60 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 
61 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx 
62 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank xxx xxx 
63 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 
64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 
65 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 
66 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (57 s/d 65) xxx xxx 
67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 
68 Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx 
69 Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 
70 Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx 
71 Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank xxx xxx 
72 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 
73 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 
74 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 73) xxx xxx 
75 JUMLAH KEWAJIBAN (66+74) xxx xxx 
76 EKUITAS DANA 
77 EKUITAS DANA LANCAR 
78 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx 
79 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx 
80 Cadangan Piutang xxx xxx 
81 Cadangan Persediaan xxx xxx 
82 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek (xxx) (xxx) 
83 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (78 s/d 82) xxx xxx 
84 EKUITAS DANA INVESTASI 
85 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx 
86 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx 
87 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx 
88 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang (xxx) (xxx) 
89 Jumlah Ekuitas Dana Investasi (85 s/d 88) xxx xxx 
90 EKUITAS DANA CADANGAN 
91 Diinvestasikan dalam Dana Cadangan xxx xxx 
92 Jumlah Ekuitas Dana Cadangan (91) xxx xxx 
93 JUMLAH EKUITAS DANA (83+89+92) xxx xxx 
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (75+93) 
94 
xxxx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.03 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 20102005 
TANGGAL 22 OKTOBER 201005 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 02 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-5 
Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------- 1-2 
Ruang Lingkup ----------------------------------------------------------------------- 3-5 
MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN ---------------------------- 6-7 
DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------- I8 
STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------- 9-10 
PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------- 11 
TEPAT WAKTU -------------------------------------------------------------------------- 12 
ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------- 13-16 
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 
REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS 
LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------------- 17-18 
AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------ 19-21 
AKUNTANSI PENDAPATAN -------------------------------------------------------- 22-30 
AKUNTANSI BELANJA --------------------------------------------------------------- 31-46 
AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT --------------------------------------------------- 47-49 
AKUNTANSI PEMBIAYAAN --------------------------------------------------------- 50 
AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN ------------------------------------ 51-54 
AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN --------------------------------- 55-57 
AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------ 58-59 
AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN ------- 60-61 
TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------- 62 
TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN PEMBIAYAAN 
BERBENTUK BARANG DAN JASA ----------------------------------------------- 63 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 64 
Lampiran: 
Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.A : Contoh Format Laporan Realisasi 
Anggaran Pemerintah Pusat
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.B : Contoh Format Laporan Realisasi 
Anggaran Pemerintah Provinsi 
Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.C : Contoh Format Laporan Realisasi 
Anggaran Pemerintah Kabupaten/ 
Kota 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (iii)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 PERNYATAAN NO. 02 
3 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
7 Akuntansi Pemerintahan 
8 PENDAHULUAN 
9 Tujuan 
10 1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan 
11 dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam 
12 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan 
13 perundang-undangan. 
14 2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan 
15 informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. 
16 Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat 
17 ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif 
18 sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
19 Ruang Lingkup 
20 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 
21 Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan 
22 akuntansi berbasis kas. 
23 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas 
24 pelaporan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang 
25 memperoleh anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk 
26 perusahaan negara/daerah . 
27 5. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan 
28 menyajikan laporan keuangan berbasis akrual, tetap menyusun Laporan 
29 Realisasi Anggaran yang berbasis kas. 
30 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN 
31 6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai 
32 realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan 
2 anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam 
3 mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, 
4 akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan: 
5 (a) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan 
6 sumber daya ekonomi; 
7 (b) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh 
8 yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi 
9 dan efektivitas penggunaan anggaran. 
10 7. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna 
11 dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai 
12 kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara 
13 menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat 
14 menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi 
15 perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi: 
16 (a) telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat; 
17 (b) telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan 
18 (c) telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
19 DEFINISI 
20 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
21 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
22 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 
23 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 
24 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 
25 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 
26 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 
27 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 
28 Perwakilan Rakyat Daerah. 
29 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 
30 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 
31 Perwakilan Rakyat. 
32 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 
33 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 
34 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 
35 Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan 
36 secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit 
37 organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah 
38 dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 
39 Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 
2 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 
3 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 
4 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 
5 oleh pemerintah. 
6 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 
7 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dibebankan dalam 
8 satu tahun anggaran. 
9 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
10 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 
11 wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 
12 keuangan. 
13 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 
14 Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan 
15 pengeluaran Pemerintah Daerah. 
16 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 
17 Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung 
18 seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Pusat. 
19 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-20 
konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 
21 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 
22 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 
23 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 
24 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 
25 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 
26 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 
27 otorisasi tersebut. 
28 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 
29 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 
30 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 
31 kembali oleh pemerintah. 
32 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 
33 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 
34 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 
35 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 
36 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 
37 Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
38 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
2 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 
3 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 
4 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 
5 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 
6 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 
7 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 
8 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 
9 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 
10 pada bank yang ditetapkan. 
11 Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja 
12 selama satu periode pelaporan. 
13 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 
14 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 
15 bagi hasil. 
16 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
17 9. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi 
18 pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang 
19 masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 
20 10. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan 
21 secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu, 
22 informasi berikut: 
23 (a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 
24 (b) cakupan entitas pelaporan; 
25 (c) periode yang dicakup; 
26 (d) mata uang pelaporan; dan 
27 (e) satuan angka yang digunakan. 
28 PERIODE PELAPORAN 
29 11. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya 
30 sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas 
31 berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu 
32 periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas 
33 mengungkapkan informasi sebagai berikut: 
34 (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 
35 (b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi 
36 Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 TEPAT WAKTU 
2 12. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan 
3 tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas 
4 operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan 
5 entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas 
6 pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6 
7 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. 
8 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
9 13. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga 
10 menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan 
11 pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi 
12 Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, 
13 dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan 
14 lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang 
15 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 
16 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 
17 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 
18 dianggap perlu untuk dijelaskan. 
19 14. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup 
20 pos-pos sebagai berikut: 
21 (a) Pendapatan 
22 (b) Belanja 
23 (c) Transfer 
24 (d) Surplus atau defisit 
25 (e) Penerimaan pembiayaan 
26 (f) Pengeluaran pembiayaan 
27 (g) Pembiayaan neto; dan 
28 (h) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA) 
29 15. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan 
30 Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 
31 Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk 
32 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar. 
33 16. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam 
34 lampiran IV.A-C standar ini. Lampiran merupakan ilustrasi dan bukan merupakan 
35 bagian dari standar. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan 
36 standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 
2 REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN 
3 ATAS LAPORAN KEUANGAN 
4 17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut 
5 jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih 
6 lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 
7 18. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut 
8 jenis belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja 
9 menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di 
10 Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi 
11 disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
12 AKUNTANSI ANGGARAN 
13 19. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan 
14 pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan 
15 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. 
16 20. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur 
17 anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. 
18 Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi 
19 alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang 
20 dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan 
21 terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 
22 21. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran 
23 disahkan dan anggaran dialokasikan. 
24 AKUNTANSI PENDAPATAN 
25 22. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas 
26 Umum Negara/Daerah. 
27 23. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 
28 24. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas 
29 pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah 
30 pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. 
31 25. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, 
32 yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah 
33 netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 
2 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 
3 layanan umum. 
4 27. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) 
5 atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada 
6 periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. 
7 28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-8 
recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode 
9 penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada 
10 periode yang sama. 
11 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-12 
recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode 
13 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada 
14 periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. 
15 30. Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi kebutuhan 
16 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan 
17 pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah. 
18 AKUNTANSI BELANJA 
19 31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari 
20 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 
21 32. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran 
22 pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran 
23 tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 
24 33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan 
25 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 
26 layanan umum. 
27 34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis 
28 belanja), organisasi, dan fungsi. 
29 35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang 
30 didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi 
31 ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja 
32 modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi 
33 ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi terdiri dari belanja pegawai, belanja 
34 barang , belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak 
35 terduga. 
36 36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan 
37 sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. 
38 Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, 
39 subsidi, hibah, bantuan sosial. 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset 
2 tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 
3 Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung 
4 dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud. 
5 38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk 
6 kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti 
7 penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga 
8 lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan 
9 pemerintah pusat/daerah. 
10 39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah 
11 sebagai berikut: 
12 Belanja Operasi: 
13 - Belanja Pegawai xxx 
14 - Belanja Barang xxx 
15 - Bunga xxx 
16 - Subsidi xxx 
17 - Hibah xxx 
18 - Bantuan Sosial xxx 
19 
20 Belanja Modal: 
21 - Belanja Aset Tetap xxx 
22 - Belanja Aset Lainnya xxx 
23 Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx 
24 40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas 
25 pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan 
26 oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. 
27 41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit 
28 organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di 
29 lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian 
30 negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut 
31 organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan 
32 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah 
33 provinsi/kabupaten /kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan 
34 lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. 
35 42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada 
36 fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan 
37 kepada masyarakat. 
38 43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut: 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Belanja : 
2 - Pelayanan Umum xxx 
3 - Pertahanan xxx 
4 - Ketertiban dan Keamanan xxx 
5 - Ekonomi xxx 
6 - Perlindungan Lingkungan Hidup xxx 
7 - Perumahan dan Permukiman xxx 
8 - Kesehatan xxx 
9 - Pariwisata dan Budaya xxx 
10 - Agama xxx 
11 - Pendidikan xxx 
12 - Perlindungan sosial xxx 
13 
14 
15 44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan 
16 klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran. 
17 45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali 
18 belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai 
19 pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode 
20 berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan 
21 lain-lain. 
22 46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan 
23 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk 
24 keperluan pengendalian bagi manajemen dengan cara yang memungkinkan 
25 pengukuran kegiatan belanja tersebut. 
26 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT 
27 47. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja 
28 selama satu periode pelaporan. 
29 48. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja 
30 selama satu periode pelaporan. 
31 49. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama 
32 satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit. 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN 
2 50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan 
3 pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau 
4 akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama 
5 dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. 
6 Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil 
7 divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk 
8 pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, 
9 dan penyertaan modal oleh pemerintah. 
10 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN 
11 51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening 
12 Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, 
13 penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, 
14 penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan 
15 investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. 
16 52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada 
17 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 
18 53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan 
19 azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak 
20 mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran) 
21 54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang 
22 bersangkutan. 
23 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN 
24 55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening 
25 Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, 
26 penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam 
27 periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. 
28 56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari 
29 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 
30 57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang 
31 bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di 
32 pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut 
33 dicatat sebagai pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya. 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO 
2 58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan 
3 setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran 
4 tertentu. 
5 59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran 
6 pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan 
7 Neto. 
8 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN 
9 ANGGARAN (SILPA/SIKPA) 
10 60. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih 
11 lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode 
12 pelaporan. 
13 61. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan 
14 pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos 
15 SiLPA/SiKPA. 
16 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 
17 62. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam 
18 mata uang rupiah dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut 
19 menurut kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 
20 TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN 
21 PEMBIAYAAN BERBENTUK BARANG DAN JASA 
22 63. Transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam 
23 bentuk barang dan jasa harus dilaporkan dalam Laporan Realisasi 
24 Anggaran dengan cara menaksir nilai barang dan jasa tersebut pada 
25 tanggal transaksi. Di samping itu, transaksi semacam ini juga harus 
26 diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan 
27 sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai 
28 bentuk dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diterima. Contoh 
29 transaksi berwujud barang dan jasa adalah hibah dalam wujud barang, 
30 barang rampasan, dan jasa konsultansi. 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 TANGGAL EFEKTIF 
2 64. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
3 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
4 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 02.A 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam Rupiah) 
Realisasi 
20X1 (%) 
Realisasi 20X0 
Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
PEMERINTAH PUSAT 
NO. URAIAN 
Anggaran 
20X1 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 
3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx 
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx 
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
7 Pendapatan Cukai xxx xxx xx xxx 
8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xx xxx 
9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xx xxx 
10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 
11 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10) xxx xxx xx xxx 
12 
13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 
14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 
15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx 
16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 
17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xx xxx 
18 
19 PENDAPATAN HIBAH 
20 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 
21 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20) xxx xxx xx xxx 
22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx 
23 
24 BELANJA 
25 BELANJA OPERASI 
26 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 
27 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 
28 Bunga xxx xxx xx xxx 
29 Subsidi xxx xxx xx xxx 
30 Hibah xxx xxx xx xxx 
31 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 
32 Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx 
33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32) xxx xxx xx xxx 
34 
35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx 
36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 
37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 
38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 
40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 
41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 
42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx 
43 JUMLAH BELANJA (33 + 42) xxx xxx xx xxx 
44 
45 TRANSFER 
46 DANA PERIMBANGAN 
47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 
49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 
50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 
51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50) xxx xxx xx xxx 
52 
53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada) 
54 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 
55 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 
56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55) xxx xxx xx xxx 
57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56) xxx xxx xx xxx 
58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57) xxx xxx xx xxx 
59 
60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58) xxx xxx xx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
(Dalam Rupiah) 
(%) 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN 
PEMERINTAH PUSAT 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
NO. URAIAN 
Anggaran 
20X1 
Realisasi 
20X1 Realisasi 20X0 
61 PEMBIAYAAN 
62 PENERIMAAN 
63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 
64 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 
65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 
66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx 
69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70) xxx xxx xx xxx 
72 
73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI 
74 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 
75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 
76 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75) xxx xxx xx xxx 
77 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76) xxx xxx xx xxx 
78 
79 PENGELUARAN 
80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 
81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 
82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
84 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx 
85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86) xxx xxx xx xxx 
88 
89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx 
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 
91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 
92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91) xxx xxx xx xxx 
93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92) xxx xxx xx xxx 
94 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93) xxx xxx xx xxx 
95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (60 + 94) xxx xxx xx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 02.B 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam Rupiah) 
(%) 
Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi 
PEMERINTAH PROVINSI 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 
NO. URAIAN Anggaran 
20X1 
Realisasi 
20X1 
Realisasi 
20X0 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 
89 
PENDAPATAN TRANSFER 
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 
14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12) xxxx xxxx xx xxxx 
16 
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 
19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 
21 Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx 
22 
23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 
24 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 
25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 
26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 
27 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx 
28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx 
29 BELANJA 
30 BELANJA OPERASI 
31 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 
32 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 
33 Bunga xxx xxx xx xxx 
34 Subsidi xxx xxx xx xxx 
35 Hibah xxx xxx xx xxx 
36 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 
37 Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36) xxxx xxxx xx xxxx 
38 
39 BELANJA MODAL 
40 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 
41 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 
42 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 
44 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 
45 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 
46 Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45) xxxx xxxx xx xxxx 
47 
48 BELANJA TAK TERDUGA 
49 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 
50 Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49) xxx xxxx xx xxxx 
51 Jumlah Belanja (37 + 46 + 50) xxx xxxx xx xxxx 
52 
53 TRANSFER 
54 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA 
55 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 
56 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 
57 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 
58 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxx xxxx xx xxxx 
59 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58) xxx xxxx xx xxxx 
60 
61 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59) xxx xxx xxx xxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
(Dalam Rupiah) 
(%) 
PEMERINTAH PROVINSI 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
NO. URAIAN Anggaran 
20X1 
Realisasi 
20X1 
Realisasi 
20X0 
62 
63 PEMBIAYAAN 
64 
65 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 
66 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 
67 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 
68 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 
69 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 
70 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
71 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 
72 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 
73 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
74 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
76 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
77 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
78 Jumlah Penerimaan (66 s/d 77) xxxx xxxx xx xxxx 
79 
80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 
81 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 
88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 
82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 
83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
84 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 
85 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 
86 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
87 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
92 Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91) xxx xxx xx xxx 
93 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92) xxxx xxxx xx xxxx 
94 
95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 02.C 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
(Dalam Rupiah) 
Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA 
NO. URAIAN (%) 20X0 Anggaran 
Realisasi 
20X1 
Realisasi 
20X1 
1 PENDAPATAN 
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 
3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 
4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 
89 
PENDAPATAN TRANSFER 
10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 
11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 
13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 
14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 
15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx 
16 
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 
18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 
19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 
20 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 
21 
22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 
23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xx xxx 
25 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx 
26 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxxx xxxx xx xxxx 
27 
28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 
29 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 
30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 
31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 
32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31) xxx xxx xx xxx 
33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxxx xxxx xx xxxx 
34 
35 BELANJA 
36 BELANJA OPERASI 
37 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 
38 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 
39 Bunga xxx xxx xx xxx 
40 Subsidi xxx xxx xx xxx 
41 Hibah xxx xxx xx xxx 
42 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 
43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx 
44 
45 BELANJA MODAL 
46 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 
47 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 
48 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 
49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 
50 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 
51 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 
52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xxxx xxxx xx xxxx 
53 
54 BELANJA TAK TERDUGA 
55 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 
56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xxx xxxx xx xxxx 
57 JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
(Dalam Rupiah) 
NO. URAIAN (%) 20X0 Anggaran 
Realisasi 
20X1 
Realisasi 
20X1 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA 
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 
58 
59 TRANSFER 
60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA 
61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 
62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx 
63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 
64 JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63) xxx xxxx xx xxxx 
65 
66 SURPLUS/DEFISIT (33 - 64) xxx xxx xxx xxx 
67 
68 PEMBIAYAAN 
69 
70 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 
71 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 
72 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 
73 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 
74 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 
75 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
76 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 
77 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 
78 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
79 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
80 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
83 Jumlah Penerimaan (71 s/d 82) xxxx xxxx xx xxxx 
84 
85 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 
86 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 
87 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 
88 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 
89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 
91 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 
92 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 
93 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 
88 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 
89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 
90 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 
91 Jumlah Pengeluaran (86 s/d 90) xxx xxx xx xxx 
92 PEMBIAYAAN NETO (83 - 91) xxxx xxxx xx xxxx 
93 
94 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (66 + 92) xxxx xxxx xx xxxx
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.04 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 03 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (i) 
LAPORAN ARUS KAS
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-10 
Tujuan -------------------------------------------------------------------------------------- 1- 2 
Ruang Lingkup ---------------------------------------------------------------------------- 3-4 
Manfaat Informasi Arus Kas ----------------------------------------------------------- 5-7 
Definisi -------------------------------------------------------------------------------------- 8 
Kas dan Setara Kas --------------------------------------------------------------------- 9-10 
ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS ----------------------------------------------- 11-13 
PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS----------------------------------------------- 14-31 
Aktivitas Operasi ------------------------------------------------------------------------- 18-22 
Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan ---------------------------------------------- 23-25 
Aktivitas Pembiayaan ------------------------------------------------------------------- 26-28 
Aktivitas Nonanggaran ------------------------------------------------------------------ 29-31 
PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI, 
INVESTASI ASET NONKEUANGAN, PEMBIAYAAN, DAN 
NONANGGARAN ----------------------------------------------------------------------- 32-34 
PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH ----------- 35 
ARUS KAS MATA UANG ASING --------------------------------------------------- 36-38 
BUNGA DAN BAGIAN LABA -------------------------------------------------------- 39-42 
INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH 
DAN KEMITRAAN ---------------------------------------------------------------------- 43-45 
PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN NEGARA/ 
DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA --------------------------------------- 46-49 
TRANSAKSI BUKAN KAS ----------------------------------------------------------- 50-51 
KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ------------------------------------------- 52 
PENGUNGKAPAN LAINNYA -------------------------------------------------------- 53-55 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 56 
Lampiran : 
Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah 
Pusat 
Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah 
Provinsi 
Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah 
Kabupaten/Kota
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NO. 03 
2 LAPORAN ARUS KAS 
3 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
4 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
5 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
6 Akuntansi Pemerintahan. 
7 PENDAHULUAN 
8 Tujuan 
9 1. Tujuan Pernyataan Standar laporan arus kas adalah mengatur 
10 penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai 
11 perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan 
12 mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset 
13 nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran selama satu periode akuntansi. 
14 2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi 
15 mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu 
16 periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 
17 Informasi ini disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan. 
18 Ruang Lingkup 
19 3. Pemerintah pusat dan daerah menyusun laporan arus kas 
20 sesuai dengan standar ini dan menyajikan laporan tersebut sebagai salah 
21 satu komponen laporan keuangan pokok untuk setiap periode penyajian 
22 laporan keuangan. 
23 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus 
24 kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan 
25 pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut 
26 peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi 
27 dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan 
28 negara/daerah yang diatur tersendiri dalam Standar Akuntansi Keuangan 
29 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 
30 Manfaat Informasi Arus Kas 
31 5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di 
32 masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran 
33 arus kas yang telah dibuat sebelumnya. 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas 
2 masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. 
3 7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus 
4 kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam 
5 mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan 
6 dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas). 
7 Definisi 
8 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
9 Pernyataan Standar dengan pengertian : 
10 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh 
11 pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik 
13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
17 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 
18 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 
19 pembiayaan yang diukur dalam satuan uang yang disusun menurut 
20 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 
21 Apropriasi adalah anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 
22 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 
23 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 
24 Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 
25 Bendahara Umum Negara/Daerah. 
26 Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 
27 ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode 
28 akuntansi. 
29 Aktivitas investasi aset nonkeuangan adalah aktivitas penerimaan dan 
30 pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap 
31 dan aset nonkeuangan lainnya. 
32 Aktivitas pembiayaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar 
33 kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang 
34 mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi investasi jangka 
35 panjang, piutang jangka panjang, dan utang pemerintah sehubungan 
36 dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran. 
37 Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas 
38 yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan 
39 pembiayaan pemerintah. 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 
2 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 
3 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 
4 oleh pemerintah. 
5 Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 
6 yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam 
7 satu tahun anggaran. 
8 Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 
9 antara aset dan kewajiban pemerintah. 
10 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
11 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 
12 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 
13 keuangan. 
14 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
15 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
16 pemerintah. 
17 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 
18 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 
19 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 
20 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 
21 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 
22 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 
23 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 
24 seluruh penerimaan negara dan seluruh pengeluaran negara. 
25 Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai 
26 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 
27 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 
28 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 
29 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 
30 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 
31 menyajikan laporan keuangan. 
32 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 
33 berdasarkan harga perolehan. 
34 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 
35 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 
36 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 
37 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 
38 sesudah perolehan awal investasi. 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 
2 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 
3 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 
4 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 
5 otorisasi tersebut. 
6 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 
7 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 
8 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 
9 kembali oleh pemerintah. 
10 Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 
11 Negara/Daerah. 
12 Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 
13 Umum Negara/Daerah. 
14 Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas 
15 pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran. 
16 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
17 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 
18 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 
19 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 
20 signifikan. 
21 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 
22 pelaporan. 
23 Transfer masuk adalah penerimaan uang dari suatu entitas pelaporan lain 
24 termasuk penerimaan dari dana perimbangan dan dana bagi hasil. 
25 Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 
26 kepada entitas pelaporan lainnya termasuk pengeluaran untuk dana 
27 perimbangan dan dana bagi hasil. 
28 Kas dan Setara Kas 
29 9. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas 
30 jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara 
31 kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam 
32 jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. 
33 Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud 
34 mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal 
35 perolehannya. 
36 10. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan 
37 dalam laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari 
38 manajemen kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi aset 
39 nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS 
2 11. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari 
3 satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan 
4 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 
5 berupa laporan keuangan yang terdiri dari: 
6 (a) Pemerintah pusat; 
7 (b) Pemerintah daerah; dan 
8 (c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau 
9 organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan 
10 satuan organisasi dimaksud wajib membuat laporan arus kas. 
11 12. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan 
12 laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi 
13 perbendaharaan 
14 13. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah 
15 unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau 
16 kuasa bendaharawan umum negara/daerah. 
17 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS 
18 14. Laporan arus kas menyajikan informasi penerimaan dan 
19 pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan 
20 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan 
21 nonanggaran. 
22 15. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi aset 
23 nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran memberikan informasi yang 
24 memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas 
25 tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga 
26 dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi 
27 aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. 
28 16. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari 
29 beberapa aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari 
30 pelunasan pokok utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan 
31 diklasifikasikan ke dalam aktivitas pembiayaan sedangkan pembayaran bunga 
32 utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi. 
33 17. Contoh format laporan arus kas disajikan dalam Lampiran V.A-C 
34 standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi untuk membantu pemahaman 
35 dan bukan bagian dari standar. 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Aktivitas Operasi 
2 18. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang 
3 menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang 
4 cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang 
5 tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. 
6 19. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: 
7 (a) Penerimaan Perpajakan; 
8 (b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); 
9 (c) Penerimaan Hibah; 
10 (d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi 
11 Lainnya; dan 
12 (e) Transfer masuk. 
13 20. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk 
14 pengeluaran: 
15 (a) Belanja Pegawai; 
16 (b) Belanja Barang; 
17 (c) Bunga; 
18 (d) Subsidi; 
19 (e) Hibah; 
20 (f) Bantuan Sosial; 
21 (g) Belanja Lain-lain/Tak Terduga; dan 
22 (h) Transfer keluar. 
23 21. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang 
24 sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka 
25 perolehan dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai 
26 aktivitas operasi. 
27 22. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan 
28 suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal 
29 kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, 
30 maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas 
31 operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 
32 Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 
33 23. Arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan mencerminkan 
34 penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung 
2 pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang. 
3 24. Arus masuk kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri 
4 dari: 
5 (a) Penjualan Aset Tetap; 
6 (b) Penjualan Aset Lainnya. 
7 25. Arus keluar kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri 
8 dari: 
9 (a) Perolehan Aset Tetap; 
10 (b) Perolehan Aset Lainnya. 
11 Aktivitas Pembiayaan 
12 26. Arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan penerimaan 
13 dan pengeluaran kas bruto sehubungan dengan pendanaan defisit atau 
14 penggunaan surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak 
15 lain terhadap arus kas pemerintah dan klaim pemerintah terhadap pihak lain di 
16 masa yang akan datang. 
17 27. Arus masuk kas dari aktivitas pembiayaan antara lain: 
18 (a) Penerimaan Pinjaman; 
19 (b) Penerimaan Hasil Penjualan Surat Utang Negara; 
20 (c) Penerimaan dari Divestasi; 
21 (d) Penerimaan Kembali Pinjaman; 
22 (e) Pencairan Dana Cadangan. 
23 28. Arus keluar kas dari aktivitas pembiayaan antara lain: 
24 (a) Penyertaan Modal Pemerintah; 
25 (b) Pembayaran Pokok Pinjaman; 
26 (c) Pemberian Pinjaman Jangka Panjang; dan 
27 (d) Pembentukan Dana Cadangan. 
28 Aktivitas Nonanggaran 
29 29. Arus kas dari aktivitas nonanggaran mencerminkan penerimaan 
30 dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, 
31 belanja dan pembiayaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas nonanggaran antara 
32 lain Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. PFK menggambarkan 
33 kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar 
34 atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum 
2 negara/daerah. 
3 30. Arus masuk kas dari aktivitas nonanggaran meliputi penerimaan 
4 PFK dan kiriman uang masuk. 
5 31. Arus keluar kas dari aktivitas nonanggaran meliputi pengeluaran 
6 PFK dan kiriman uang keluar. 
7 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS 
8 OPERASI, INVESTASI ASET NONKEUANGAN, 
9 PEMBIAYAAN, DAN NONANGGARAN 
10 32. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok 
11 utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, 
12 investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran kecuali yang 
13 tersebut dalam paragraf 35. 
14 33. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas 
15 operasi dengan cara: 
16 (a) Metode Langsung 
17 Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan 
18 pengeluaran kas bruto. 
19 (b) Metode Tidak Langsung 
20 Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-21 
transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan 
22 (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, 
23 serta unsur pendapatan dan belanja dalam bentuk kas yang berkaitan 
24 dengan aktivitas investasi aset nonkeuangan dan pembiayaan. 
25 34. Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah sebaiknya 
26 menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas 
27 operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut: 
28 (a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di 
29 masa yang akan datang; 
30 (b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan 
31 (c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat 
32 langsung diperoleh dari catatan akuntansi. 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS 
2 BERSIH 
3 35. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan 
4 atas dasar arus kas bersih dalam hal: 
5 (a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima 
6 manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan 
7 aktivitas pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu 
8 contohnya adalah hasil kerjasama operasional. 
9 (b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang 
10 perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya 
11 singkat. 
12 ARUS KAS MATA UANG ASING 
13 36. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus 
14 dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan 
15 mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs 
16 pada tanggal transaksi. 
17 37. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar 
18 negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada 
19 tanggal transaksi. 
20 38. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat 
21 perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas. 
22 BUNGA DAN BAGIAN LABA 
23 39. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan 
24 pengeluaran belanja untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan 
25 pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus 
26 diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi 
27 tersebut harus diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi secara konsisten 
28 dari tahun ke tahun. 
29 40. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam 
30 arus kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari 
31 pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan. 
32 41. Jumlah pengeluaran belanja pembayaran bunga utang yang 
33 dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk 
34 pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 
35 42. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan 
36 negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah 
2 dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 
3 INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/ 
4 DAERAH DAN KEMITRAAN 
5 43. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/ daerah dan 
6 kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode 
7 ekuitas dan metode biaya. 
8 44. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/ daerah dan 
9 kemitraan dicatat dengan menggunakan metode biaya, yaitu sebesar nilai 
10 perolehannya. 
11 45. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang 
12 dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas 
13 pembiayaan. 
14 PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN 
15 NEGARA/DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA 
16 46. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan 
17 perusahaan negara/daerah dan unit operasional lainnya harus disajikan 
18 secara terpisah dalam aktivitas pembiayaan. 
19 47. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan 
20 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode. 
21 Hal-hal yang diungkapkan adalah: 
22 (a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan; 
23 (b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan 
24 kas dan setara kas; 
25 (c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit 
26 operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan 
27 (d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh 
28 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh 
29 atau dilepas. 
30 48. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan 
31 unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk 
32 membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi, 
33 investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. Arus kas masuk 
34 dari pelepasan tersebut tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya. 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 49. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan 
2 negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan 
3 perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya 
4 sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi 
5 lainnya. 
6 TRANSAKSI BUKAN KAS 
7 50. Transaksi investasi dan pembiayaan yang tidak 
8 mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak 
9 dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan 
10 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
11 51. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas 
12 konsisten dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut 
13 tidak mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan 
14 kas yang tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui 
15 pertukaran atau hibah. 
16 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS 
17 52. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara 
18 kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di 
19 Neraca. 
20 PENGUNGKAPAN LAINNYA 
21 53. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan 
22 setara kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini 
23 dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
24 54. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi 
25 pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas 
26 pelaporan. 
27 55. Jika apropriasi atau otorisasi kredit anggaran disusun dengan 
28 basis kas, laporan arus kas dapat membantu pengguna dalam memahami 
29 hubungan antar aktivitas pelaporan atau program dan informasi penganggaran 
30 pemerintah. 
31 TANGGAL EFEKTIF 
32 56. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
33 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
34 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 03.A 
(Dalam Rupiah) 
20X1 
Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat 
LAPORAN ARUS KAS 
PEMERINTAH PUSAT 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
20X0 
No. Uraian 
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 
2 Arus Masuk Kas 
3 Pendapatan Pajak Penghasilan XXX XXX 
4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah XXX XXX 
5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan XXX XXX 
6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan XXX XXX 
7 Pendapatan Cukai XXX XXX 
8 Pendapatan Bea Masuk XXX XXX 
9 Pendapatan Pajak Ekspor XXX XXX 
10 Pendapatan Pajak Lainnya XXX XXX 
11 Pendapatan Sumber Daya Alam XXX XXX 
12 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba XXX XXX 
13 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya XXX XXX 
14 Pendapatan Hibah XXX XXX 
15 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 14) XXX XXX 
16 Arus Keluar Kas 
17 Belanja Pegawai XXX XXX 
18 Belanja Barang XXX XXX 
19 Bunga XXX XXX 
20 Subsidi XXX XXX 
21 Hibah XXX XXX 
22 Bantuan Sosial XXX XXX 
23 Belanja Lain-lain XXX XXX 
24 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
25 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 
26 Dana Alokasi Umum XXX XXX 
27 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 
28 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 
29 Dana Penyesuaian XXX XXX 
30 Jumlah Arus Keluar Kas (17 s/d 29) XXX XXX 
31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (15 - 30) XXX XXX 
32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 
33 Arus Masuk Kas 
34 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 
35 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 
36 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 
37 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
38 Pendapatan Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
39 Pendapatan Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 
40 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39) XXX XXX 
41 Arus Keluar Kas 
42 Belanja Tanah XXX XXX 
43 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 
44 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 
45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
46 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
47 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 
48 Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47) XXX XXX 
49 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
(Dalam Rupiah) 
20X1 
LAPORAN ARUS KAS 
PEMERINTAH PUSAT 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
20X0 
No. Uraian 
50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 
51 Arus Masuk Kas 
52 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 
53 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
54 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
55 Penerimaan dari Divestasi XXX XXX 
56 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
57 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
58 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 
59 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional XXX XXX 
60 Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 59) XXX XXX 
61 Arus Keluar Kas 
62 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 
63 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
64 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
65 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) XXX XXX 
66 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
67 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
68 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 
69 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional XXX XXX 
70 Jumlah Arus Keluar Kas (62 s/d 69) XXX XXX 
71 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (60 - 70) XXX XXX 
72 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 
73 Arus Masuk Kas 
74 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
75 Kiriman Uang Masuk XXX XXX 
76 Jumlah Arus Masuk Kas (74 s/d 75) XXX XXX 
77 Arus Keluar Kas 
78 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
79 Kiriman Uang Keluar XXX XXX 
80 Jumlah Arus Keluar Kas (78 s/d 79) XXX XXX 
81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (76 - 80) XXX XXX 
82 Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 71 + 81) XXX XXX 
83 Saldo Awal Kas di BUN XXX XXX 
84 Saldo Akhir Kas di BUN (82 + 83) XXX XXX 
85 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 
86 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 
87 Saldo Akhir Kas (84 + 85 + 86) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 03.B 
Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi 
LAPORAN ARUS KAS 
PEMERINTAH PROVINSI 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
(Dalam Rupiah) 
No. Uraian 20X1 20X0 
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 
2 Arus Masuk Kas 
3 Pendapatan Pajak Daerah XXX XXX 
4 Pendapatan Retribusi Daerah XXX XXX 
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 
6 Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 
7 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 
9 Dana Alokasi Umum XXX XXX 
10 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 
11 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 
12 Dana Penyesuaian XXX XXX 
13 Pendapatan Hibah XXX XXX 
14 Pendapatan Dana Darurat XXX XXX 
15 Pendapatan Lainnya XXX XXX 
16 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15) XXX XXX 
17 Arus Keluar Kas 
18 Belanja Pegawai XXX XXX 
19 Belanja Barang XXX XXX 
20 Bunga XXX XXX 
21 Subsidi XXX XXX 
22 Hibah XXX XXX 
23 Bantuan Sosial XXX XXX 
24 Belanja Tak Terduga XXX XXX 
25 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota XXX XXX 
26 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota XXX XXX 
27 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota XXX XXX 
28 Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 27) XXX XXX 
29 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 28) XXX XXX 
30 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 
31 Arus Masuk Kas 
32 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 
33 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 
34 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 
35 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
36 Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
37 Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 
38 Jumlah Arus Masuk Kas (32 s/d 37) XXX XXX 
39 Arus Keluar Kas 
40 Belanja Tanah XXX XXX 
41 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 
42 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 
43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
44 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
45 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 
46 Jumlah Arus Keluar Kas (40 s/d 45) XXX XXX 
47 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (38 - 46) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAPORAN ARUS KAS 
PEMERINTAH PROVINSI 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
(Dalam Rupiah) 
No. Uraian 20X1 20X0 
48 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 
49 Arus Masuk Kas 
50 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 
51 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 
52 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 
53 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
54 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 
55 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 
56 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
57 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
58 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
59 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
60 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
61 Jumlah Arus Masuk Kas (50 s/d 60) XXX XXX 
62 Arus Keluar Kas 
63 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 
64 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 
65 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 
66 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 
68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 
69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
71 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
72 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
73 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
74 Jumlah Arus Keluar Kas (63 s/d 73) XXX XXX 
75 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (61 - 74) XXX XXX 
76 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 
77 Arus Masuk Kas 
78 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
79 Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 78) XXX XXX 
80 Arus Keluar Kas 
81 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
82 Jumlah Arus Keluar Kas (81 s/d 81) XXX XXX 
83 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (79 - 82) XXX XXX 
84 Kenaikan/Penurunan Kas (29 + 47 + 75 + 83) XXX XXX 
85 Saldo Awal Kas di BUD XXX XXX 
86 Saldo Akhir Kas di BUD (84 + 85) XXX XXX 
87 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 
88 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 
89 Saldo Akhir Kas (86 + 87 + 88) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
ILUSTRASI PSAP 03.C 
Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota 
LAPORAN ARUS KAS 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
(Dalam Rupiah) 
No. Uraian 20X1 20X0 
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 
2 Arus Masuk Kas 
3 Pendapatan Pajak Daerah XXX XXX 
4 Pendapatan Retribusi Daerah XXX XXX 
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 
6 Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 
7 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 
9 Dana Alokasi Umum XXX XXX 
10 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 
11 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 
12 Dana Penyesuaian XXX XXX 
13 Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
14 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX 
15 Pendapatan Hibah XXX XXX 
16 Pendapatan Dana Darurat XXX XXX 
17 Pendapatan Lainnya XXX XXX 
18 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 17) XXX XXX 
19 Arus Keluar Kas 
20 Belanja Pegawai XXX XXX 
21 Belanja Barang XXX XXX 
22 Bunga XXX XXX 
23 Subsidi XXX XXX 
24 Hibah XXX XXX 
25 Bantuan Sosial XXX XXX 
26 Belanja Tak Terduga XXX XXX 
27 Bagi Hasil Pajak XXX XXX 
28 Bagi Hasil Retribusi XXX XXX 
29 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX 
30 Jumlah Arus Keluar Kas (20 s/d 29) XXX XXX 
31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (18 - 30) XXX XXX 
32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 
33 Arus Masuk Kas 
34 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 
35 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 
36 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 
37 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
38 Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap XXX XXX 
39 Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 
40 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39) XXX XXX 
41 Arus Keluar Kas 
42 Belanja Tanah XXX XXX 
43 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 
44 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 
45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 
46 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 
47 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 
48 Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47) XXX XXX 
49 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA 
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 
Metode Langsung 
(Dalam Rupiah) 
LAPORAN ARUS KAS 
No. Uraian 20X1 20X0 
50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 
51 Arus Masuk Kas 
52 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 
53 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 
54 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 
55 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
56 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 
57 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 
58 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
59 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
60 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
61 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
62 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
63 Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 62) XXX XXX 
64 Arus Keluar Kas 
65 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 
66 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 
67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 
68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 
70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 
71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 
72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 
73 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 
74 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 
75 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 
76 Jumlah Arus Keluar Kas (65 s/d 75) XXX XXX 
77 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (64 - 76) XXX XXX 
78 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 
79 Arus Masuk Kas 
80 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
81 Jumlah Arus Masuk Kas (80 s/d 80) XXX XXX 
82 Arus Keluar Kas 
83 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 
84 Jumlah Arus Keluar Kas (83 s/d 83) XXX XXX 
85 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (81 - 84) XXX XXX 
86 Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 77 + 85) XXX XXX 
87 Saldo Awal Kas di BUD XXX XXX 
88 Saldo Akhir Kas di BUD (86 + 87) XXX XXX 
89 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 
90 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 
91 Saldo Akhir Kas (88 + 89 + 90) XXX XXX
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.05 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 04 
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-5 
TUJUAN --------------------------------------------------------------------------- 1 
RUANG LINGKUP -------------------------------------------------------------- 2 - 5 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 6 
KETENTUAN UMUM ------------------------------------------------------------------- 7- 10 
STRUKTUR DAN ISI ------------------------------------------------------------------- 11- 65 
PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/ 
KEUANGAN, EKONOMI MAKRO, PENCAPAIAN TARGET 
UNDANG-UNDANG APBN/PERATURAN DAERAH APBD, 
BERIKUT KENDALA DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI 
DALAM PENCAPAIAN TARGET ------------------------------------------- 16-24 
PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN 
SELAMA TAHUN PELAPORAN -------------------------------------------- 25-33 
DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN 
PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN --------- 34-54 
ASUMSI DASAR AKUNTANSI --------------------------------------- 35-39 
PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------ 40-42 
KEBIJAKAN AKUNTANSI ---------------------------------------------- 43-44 
ISI KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------- 45-54 
PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN 
OLEH PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
YANG BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA 
LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 55-57 
PENGUNGKAPAN INFORMASI UNTUK POS-POS ASET 
DAN KEWAJIBAN YANG TIMBUL SEHUBUNGAN 
DENGAN PENERAPAN BASIS AKRUAL ATAS PENDAPATAN 
DAN BELANJA DAN REKONSILIASINYA DENGAN 
PENERAPAN BASIS KAS ---------------------------------------------------- 58-61 
PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ---------------------- 62-65 
SUSUNAN --------------------------------------------------------------------------------- 66 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 67
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 PERNYATAAN NO. 04 
3 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
7 Akuntansi Pemerintahan. 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 1 
8 PENDAHULUAN 
9 Tujuan 
10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini mengatur penyajian dan 
11 pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 
12 Ruang Lingkup 
13 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan pada: 
14 (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum oleh entitas pelaporan; 
15 (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan 
16 untuk tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas 
17 pelaporan. 
18 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 
19 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi 
20 keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, 
21 legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan 
22 dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan 
23 keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari 
24 laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan 
25 tahunan. 
26 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 
27 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 
28 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 
29 5. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat 
30 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka 
31 standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi 
32 kriteria suatu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar 
33 akuntansi yang mengatur mengenai entitas pelaporan pemerintah.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 DEFINISI 
2 6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
4 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 
5 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 
6 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 
7 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 
8 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) adalah rencana 
9 keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan 
10 Perwakilan Rakyat Daerah. 
11 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 
12 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 
13 Perwakilan Rakyat. 
14 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
15 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
16 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 
17 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
18 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
19 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
20 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
21 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi 
22 dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 
23 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 
24 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 
25 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 
26 Belanja adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah 
27 yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran 
28 bersangkutan yang tidak akan diperoleh kembali pembayarannya oleh 
29 pemerintah. 
30 Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 
31 antara aset dan kewajiban pemerintah. 
32 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
33 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 
34 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 
35 keuangan. 
36 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-37 
konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 
38 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
2 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
3 pemerintah. 
4 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 
5 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 
6 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 
7 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 
8 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 
9 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 
10 kembali, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun 
11 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 
12 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 
13 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 
14 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 
15 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 
16 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 
17 kembali oleh pemerintah. 
18 
19 KETENTUAN UMUM 
20 7. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan 
21 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari 
22 laporan keuangan untuk tujuan umum. 
23 8. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan 
24 keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk 
25 pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu, 
26 Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai 
27 potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Untuk menghindari 
28 kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan 
29 Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami 
30 Laporan Keuangan. 
31 9. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari 
32 pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran 
33 mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi 
34 akrual. Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial 
35 cenderung melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan 
36 perusahaan. Untuk itu, diperlukan pembahasan umum dan referensi ke pos-pos 
37 laporan keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan keuangan. 
38 10. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi 
39 yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari 
40 kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan. 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STRUKTUR DAN ISI 
2 11. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara 
3 sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan 
4 Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi 
5 terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
6 12. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar 
7 terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi 
8 Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas 
9 Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan 
10 oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-11 
pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan 
12 keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. 
13 13. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi 
14 tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka 
15 pengungkapan yang memadai, antara lain: 
16 (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi 
17 makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut 
18 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 
19 (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun 
20 pelaporan; 
21 (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan 
22 dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas 
23 transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 
24 (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 
25 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 
26 laporan keuangan; 
27 (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang 
28 timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan 
29 dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; 
30 (f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian 
31 yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan 
32 keuangan. 
33 
34 14. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan 
35 mengikuti standar berlaku yang mengatur tentang pengungkapan untuk pos-pos 
36 yang berhubungan. Misalnya, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 
37 tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan kebijakan akuntansi yang 
38 digunakan dalam pengukuran persediaan. 
39 15. Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada 
40 Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik, 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara 
2 ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan. 
3 Penyajian Informasi tentang Kebijakan Fiskal/ Keuangan, 
4 Ekonomi Makro, Pencapaian Target Undang-Undang 
5 APBN/Peraturan Daerah APBD, Berikut Kendala dan 
6 Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target 
7 16. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu 
8 pembacanya untuk dapat memahami kondisi dan posisi keuangan entitas 
9 pelaporan secara keseluruhan. 
10 17. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas 
11 Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab 
12 pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana perkembangan posisi dan kondisi 
13 keuangan/fiskal entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai. 
14 18. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas 
15 pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting posisi 
16 dan kondisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan dengan periode 
17 sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana lainnya 
18 sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan perbedaan 
19 adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan 
20 anggaran dibandingkan dengan realisasinya. 
21 19. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 
22 Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan 
23 pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan 
24 pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan 
25 penyusunan APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan 
26 intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara. 
27 20. Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam Catatan 
28 atas Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang 
29 digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator 
30 ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik 
31 Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak, 
32 tingkat suku bunga dan neraca pembayaran. 
33 21. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan 
34 perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan 
35 dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan 
36 dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta 
37 masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan 
38 untuk diketahui pembaca laporan keuangan. 
39 22. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi 
40 tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti 
2 kondisi dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan 
3 yang ada, yang disahkan oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran 
4 pertama kali disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi 
5 anggaran dan keuangan entitas pelaporan. 
6 23. Dalam kondisi tertentu, entitas pelaporan belum dapat mencapai 
7 target yang telah ditetapkan, misalnya jumlah unit pembangunan bangunan 
8 sekolah dasar. Penjelasan mengenai hambatan dan kendala yang ada, misalnya 
9 kurangnya ketersediaan lahan, perlu dijelaskan dalam Catatan atas Laporan 
10 Keuangan. 
11 24. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas 
12 pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya 
13 yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang 
14 memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang. 
15 Penyajian Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan Selama 
16 Tahun Pelaporan 
17 25. Kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi 
18 Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan 
19 operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan. 
20 26. Kebutuhan pengguna laporan keuangan pemerintah berbeda 
21 dengan pengguna laporan keuangan nonpemerintah. Kebutuhan pengguna 
22 laporan keuangan pemerintah tidak hanya melihat entitas pelaporan dari sisi 
23 perubahan aset bersih saja, namun lebih dari itu, pengguna laporan keuangan 
24 pemerintah sangat tertarik dengan kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan 
25 target yang telah ditetapkan. 
26 27. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan dijelaskan 
27 secara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan 
28 pencapaian kinerja dapat diketahui berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas 
29 suatu program. Efisiensi dapat diukur dengan membandingkan keluaran (output) 
30 dengan masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan 
31 hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan. 
32 28. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan 
33 dengan tujuan dan sasaran dari rencana strategis pemerintah dan indikator 
34 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ikhtisar 
35 pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan 
36 harus: 
37 (a) Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk 
38 mencapai tujuan; 
39 (b) Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja 
40 keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh 
2 manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan 
3 bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan 
4 andal; 
5 29. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus: 
6 (a) Meliputi baik hasil yang positif maupun negatif; 
7 (b) Menyajikan data historis yang relevan; 
8 (c) Membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan dan rencana yang 
9 telah ditetapkan; 
10 (d) Menyajikan informasi penjelasan lainnya yang diyakini oleh 
11 manajemen akan dibutuhkan oleh pembaca laporan keuangan untuk 
12 dapat memahami indikator, hasil, dan perbedaan yang ada dengan 
13 tujuan atau rencana. 
14 30. Untuk lebih meningkatkan kegunaan informasi, penjelasan entitas 
15 pelaporan harus juga meliputi penjelasan mengenai apa yang semestinya 
16 dilakukan dan rencana untuk meningkatkan kinerja program. 
17 31. Keterbatasan dan kesulitan yang penting sehubungan dengan 
18 pengukuran dan pelaporan kinerja keuangan harus diungkapkan sesuai dengan 
19 relevansinya atas indikator kinerja yang diuraikan pada Catatan atas Laporan 
20 Keuangan. Keterbatasan yang relevan akan beragam dari satu program ke 
21 program lainnya, namun biasanya faktor yang dibahas termasuk, antara lain: 
22 (a) Kinerja biasanya tidak dapat diungkapkan secara utuh dengan hanya 
23 menggunakan satu indikator saja; 
24 (b) Indikator kinerja tidak dapat memperlihatkan alasan mengapa kinerja 
25 berada pada tingkat yang dilaporkan; dan 
26 (c) Melihat indikator kuantitatif secara eksklusif sering kali menghasilkan 
27 konsekuensi yang tidak diinginkan. 
28 32. Oleh karena itu, indikator kinerja harus dilengkapi dengan 
29 informasi penjelasan yang sesuai. Informasi penjelasan ini akan membantu 
30 pengguna memahami indikator yang dilaporkan, mendapat gambaran mengenai 
31 kinerja keuangan entitas pelaporan, dan mengevaluasi pentingnya faktor yang 
32 mendasari yang mungkin mempengaruhi kinerja keuangan yang dilaporkan. 
33 33. Informasi penjelasan mungkin termasuk, sebagai contoh, 
34 informasi mengenai faktor yang substansial yang berada di luar kendali entitas, 
35 dan informasi mengenai faktor-faktor yang membuat entitas mempunyai 
36 pengaruh penting. 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan 
2 Kebijakan Akuntansi Keuangan 
3 34. Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas 
4 pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan 
5 kebijakan akuntansi. 
6 Asumsi Dasar Akuntansi 
7 35. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu 
8 mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan 
9 secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau 
10 konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan. 
11 36. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, 
12 asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah 
13 anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar 
14 standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 
15 (a) Asumsi kemandirian entitas; 
16 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 
17 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 
18 37. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi 
19 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 
20 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi 
21 pemerintah dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi 
22 ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan 
23 melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab 
24 atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan 
25 yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan 
26 sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, 
27 serta terlaksana tidaknya program yang telah ditetapkan. 
28 38. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 
29 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 
30 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 
31 jangka pendek. 
32 39. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 
33 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 
34 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 
35 Pengguna Laporan Keuangan 
36 40. Laporan keuangan mengandung informasi bagi pemakai yang 
37 berbeda-beda, seperti anggota legislatif, kreditor dan karyawan. Pemakai penting 
38 lain meliputi pemasok, pelanggan, organisasi perdagangan, analis keuangan, 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 calon investor, penjamin, ahli statistik, ahli ekonomi, dan pihak yang berwenang 
2 membuat peraturan. 
3 41. Terkait pada paragraf 34 di atas, para pemakai laporan keuangan 
4 membutuhkan keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari 
5 informasi yang dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan 
6 dan keperluan lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika 
7 laporan keuangan tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi 
8 terpilih yang penting dalam penyusunan laporan keuangan. 
9 42. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan 
10 dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan 
11 kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan 
12 keuangan yang sangat membantu pemakai laporan keuangan, karena kadang-13 
kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu komponen 
14 laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, atau laporan lainnya 
15 terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih. 
16 Kebijakan Akuntansi 
17 43. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu 
18 disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan 
19 yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan 
20 secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan. 
21 44. Tiga pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan 
22 akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen: 
23 (a) Pertimbangan Sehat 
24 Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya 
25 diakui dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak 
26 membenarkan penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan. 
27 (b) Substansi Mengungguli Bentuk Formal 
28 Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan 
29 sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata 
30 mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian. 
31 (c) Materialitas 
32 Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup 
33 material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan. 
34 Isi Kebijakan Akuntansi 
35 45. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus 
36 mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang 
37 digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang 
38 secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi 
2 pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip-3 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 10 
prinsip yang sesuai. 
4 46. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas 
5 Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 
6 (a) Entitas pelaporan; 
7 (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 
8 (c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 
9 keuangan; 
10 (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 
11 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar 
12 Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; 
13 (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 
14 laporan keuangan. 
15 47. Pengungkapan entitas pelaporan yang membentuk suatu laporan 
16 keuangan untuk tujuan umum akan sangat membantu pembaca laporan untuk 
17 dapat memahami informasi keuangan yang disajikan pada laporan keuangan. 
18 Pembaca laporan akan mempunyai kerangka dalam menganalisis informasi yang 
19 ada. Ketiadaan informasi mengenai entitas pelaporan dan komponennya 
20 mempunyai potensi kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi 
21 permasalahan yang ada. 
22 48. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 
23 telah menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk 
24 penyusunan laporan keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis 
25 akuntansi yang mendasari laporan keuangan pemerintah semestinya 
26 diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan tersebut 
27 juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan Kerangka Konseptual 
28 Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan pembaca laporan tanpa 
29 harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada Kerangka 
30 Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 
31 49. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 
32 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 
33 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 
34 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 
35 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 
36 basis pengukuran tersebut. 
37 50. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi 
38 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan 
39 tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 
40 tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 44 dapat 
41 dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk 
2 disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut: 
3 (a) Pengakuan pendapatan; 
4 (b) Pengakuan belanja; 
5 (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 
6 (d) investasi; 
7 (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 
8 berwujud; 
9 (f) Kontrak-kontrak konstruksi; 
10 (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 
11 (h) Kemitraan dengan pihak ketiga; 
12 (i) Biaya penelitian dan pengembangan; 
13 (j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 
14 (k) Pembentukan dana cadangan; 
15 (l) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai; 
16 (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 
17 51. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan 
18 dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
19 Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 
20 pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib, 
21 penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs. 
22 52. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai 
23 pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak 
24 material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang 
25 dipilih dan diterapkan yang tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. 
26 53. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka-27 
angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi 
28 berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara 
29 kuantitatif harus diungkapkan. 
30 54. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai 
31 pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika 
32 berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang. 
33 Pengungkapan Informasi yang diharuskan oleh 
34 pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang 
35 belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan 
36 55. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi 
37 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 
38 Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban 
2 kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam 
3 Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain 
4 yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan. 
5 56. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang 
6 digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai 
7 dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka 
8 laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan 
9 gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan 
10 akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan 
11 entitas pelaporan pada periode yang akan datang. 
12 57. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan 
13 harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian 
14 persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti 
15 yang telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa 
16 kasus, pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan 
17 pemahaman pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain 
18 di laporan keuangan. 
19 Pengungkapan Informasi untuk Pos-pos aset dan 
20 kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan 
21 basis akrual atas pendapatan dan belanja dan 
22 rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas 
23 58. Entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan berbasis 
24 akrual atas pendapatan dan belanja harus mengungkapkan pos-pos aset 
25 dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual 
26 dan menyajikan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas. 
27 59. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan pada paragraf 26 
28 dan 76 memungkinkan entitas pelaporan menyusun laporan keuangannya 
29 dengan basis akrual untuk pendapatan dan belanja. Entitas pelaporan tersebut 
30 harus menyediakan informasi tambahan termasuk rincian mengenai output 
31 entitas dan outcome dalam bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja 
32 keuangan, tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja 
33 keuangan entitas selama periode pelaporan. Hal ini dimaksudkan agar pembaca 
34 laporan dapat memahami pos-pos aset dan kewajiban yang timbul dikarenakan 
35 penerapan basis akrual pada pos-pos pendapatan dan belanja, seperti 
36 pendapatan yang diterima di muka, biaya dibayar di muka, dan biaya 
37 penyusutan/depresiasi. Pos-pos aset dan kewajiban tersebut merupakan akibat 
38 dari penerapan basis akrual atas pos-pos pendapatan dan belanja. 
39 60. Tujuan dari rekonsiliasi adalah untuk menyajikan hubungan antara 
40 Laporan Kinerja Keuangan dengan Laporan Realisasi Anggaran. Laporan 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 rekonsiliasi dimulai dari penambahan/penurunan ekuitas yang berasal dari 
2 Laporan Kinerja Keuangan yang disusun berdasarkan basis akrual. Nilai tersebut 
3 selanjutnya disesuaikan dengan transaksi penambahan dan pengurangan aset 
4 bersih dikarenakan penggunaan basis akrual yang kemudian menghasilkan nilai 
5 yang sama dengan nilai akhir pada Laporan Realisasi Anggaran. 
6 61. Untuk memudahkan pengguna daftar rekonsiliasi dan penjelasan 
7 atas kondisi yang ada pada paragraf 59 dan 60, harus disajikan sebagai bagian 
8 dari Catatan atas Laporan Keuangan. 
9 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 
10 62. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan 
11 informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca 
12 laporan. 
13 63. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila 
14 belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu: 
15 (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas 
16 tersebut berada; 
17 (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 
18 (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 
19 operasionalnya. 
20 64. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian-21 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 13 
kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti: 
22 (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan; 
23 (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen 
24 baru; 
25 (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; dan 
26 (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan. 
27 (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan 
28 yang harus ditanggulangi pemerintah. 
29 65. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku 
30 sebagai pelengkap standar ini. 
31 SUSUNAN 
32 66. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 
33 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas 
34 Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut: 
35 (a) Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang- 
36 Undang APBN/Perda APBD; 
37 (b) Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) Kebijakan akuntansi yang penting: 
2 i. Entitas pelaporan; 
3 ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 
4 iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 
5 keuangan; 
6 iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan 
7 ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 
8 oleh suatu entitas pelaporan; 
9 v. setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 
10 laporan keuangan. 
11 (d) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: 
12 i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan; 
13 ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 
14 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 
15 Laporan Keuangan. 
16 (e) Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan 
17 dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan 
18 rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang 
19 menggunakan basis akrual; 
20 (f) Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum 
21 daerah. 
22 TANGGAL EFEKTIF 
23 67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
24 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
25 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 14
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.06 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 05 
AKUNTANSI PERSEDIAAN 
LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4 
Tujuan -------------------------------------------------------------------------------- 1 
Ruang Lingkup --------------------------------------------------------------------- 2-4 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 
UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-13 
PENGAKUAN ---------------------------------------------------------------------------- 14-17 
PENGUKURAN -------------------------------------------------------------------------- 18-24 
PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------- 25 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 26
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 PERNYATAAN NO. 05 
3 AKUNTANSI PERSEDIAAN 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 
5 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 
6 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 
7 PENDAHULUAN 
8 Tujuan 
9 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 
10 akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan 
11 dalam laporan keuangan. 
12 Ruang Lingkup 
13 2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh 
14 persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan 
15 disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, 
16 transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, 
17 kewajiban, dan ekuitas. Standar ini diterapkan untuk seluruh entitas 
18 pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 
19 3. Perusahaan negara/daerah dipersyaratkan tunduk pada Standar 
20 Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 
21 4. Standar ini mengatur perlakuan akuntansi persediaan pemerintah 
22 pusat dan daerah yang meliputi : 
23 (a) Definisi, 
24 (b) Pengakuan 
25 (c) Pengukuran, dan 
26 (d) Pengungkapan. 
27 DEFINISI 
28 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 
29 Standar dengan pengertian: 
LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh 
4 pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 
5 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 
6 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 
7 alasan sejarah dan budaya. 
8 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak 
9 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 
10 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang 
11 dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-12 
barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka 
13 pelayanan kepada masyarakat. 
14 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
15 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 
16 UMUM 
17 6. Persediaan merupakan aset yang berwujud: 
18 Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka 
19 kegiatan operasional pemerintah; 
20 Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses 
21 produksi; 
22 Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau 
23 diserahkan kepada masyarakat. 
24 Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 
25 dalam rangka kegiatan pemerintahan; 
26 7. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan 
27 disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, 
28 barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas 
29 pakai seperti komponen bekas. 
30 8. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi 
31 barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-32 
LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 2 
alat pertanian. 
33 9. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai 
34 persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi. 
35 10. Persediaan dapat meliputi: 
36 Barang konsumsi;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Amunisi; 
2 Bahan untuk pemeliharaan; 
3 Suku cadang; 
4 Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga; 
5 Pita cukai dan leges; 
6 Bahan baku ; 
7 Barang dalam proses/setengah jadi; 
8 Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. 
9 Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 
10 11. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan 
11 strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga 
12 seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai 
13 persediaan. 
14 12. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 
15 antara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman. 
16 13. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam 
17 neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
18 PENGAKUAN 
19 14. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa 
20 depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 
21 dengan andal. 
22 15. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya 
23 dan/ atau kepenguasaannya berpindah. 
24 16. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil 
25 inventarisasi fisik. 
26 17. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek 
27 swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam 
28 pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan. 
29 PENGUKURAN 
30 18. Persediaan disajikan sebesar: 
31 (a) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 
32 (b) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 
LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 
2 donasi/rampasan; 
3 19. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya 
4 pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat 
5 dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang 
6 serupa mengurangi biaya perolehan. 
7 20. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan 
8 yang terakhir diperoleh. 
9 21. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan 
10 untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir. 
11 22. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan 
12 persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara 
13 sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan 
14 rencana kerja dan anggaran. 
15 23. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai 
16 dengan menggunakan nilai wajar. 
17 24. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian 
18 kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi 
19 wajar. 
20 PENGUNGKAPAN 
21 25. Laporan keuangan mengungkapkan: 
22 (a) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; 
23 (b) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan 
24 yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau 
25 perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang 
26 disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan 
27 barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk 
28 dijual atau diserahkan kepada masyarakat ; 
29 (c) Kondisi persediaan; 
30 TANGGAL EFEKTIF 
31 26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
32 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 
33 anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.07 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 06 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (i) 
AKUNTANSI INVESTASI
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1 - 5 
Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------- 1 
Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------------------- 2 - 5 
DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------- 6 
BENTUK INVESTASI ----------------------------------------------------------------- 7 - 8 
KLASIFIKASI INVESTASI ----------------------------------------------------------- 9 -19 
PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------ 20 - 23 
PENGUKURAN INVESTASI ---------------------------------------------------------- 24 - 32 
METODE PENILAIAN INVESTASI ------------------------------------------------- 33 - 35 
PENGAKUAN HASIL INVESTASI -------------------------------------------------- 36 - 37 
PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI -------------------------------- 38- 41 
PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------- 42 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 43
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 
2 NO. 06 
3 AKUNTANSI INVESTASI 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
7 Akuntansi Pemerintahan. 
8 PENDAHULUAN 
9 Tujuan 
10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 
11 akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang 
12 harus disajikan dalam laporan keuangan. 
13 Ruang Lingkup 
14 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian 
15 seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum 
16 yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos 
17 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk 
18 pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas sesuai dengan Standar 
19 Akuntansi Pemerintahan. 
20 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 
21 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 
22 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 
23 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi 
24 investasi pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek 
25 maupun investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan, 
26 klasifikasi, pengukuran dan metode penilaian investasi, serta 
27 pengungkapannya pada laporan keuangan. 
28 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 
29 (a) Investasi dalam perusahaan asosiasi; 
30 (b) Kerjasama operasi; dan 
31 (c) Investasi dalam properti. 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 DEFINISI 
2 6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 
3 Standar dengan pengertian: 
4 Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor 
5 dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya 
6 legal dan pungutan lainnya dari pasar modal. 
7 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 
8 ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga 
9 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 
10 kepada masyarakat. 
11 Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan 
12 dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. 
13 Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki 
14 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 
15 Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak 
16 termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara 
17 tidak berkelanjutan. 
18 Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan 
19 untuk dimiliki secara berkelanjutan. 
20 Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak 
21 dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada 
22 peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun 
23 golongan masyarakat tertentu. 
24 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 
25 berdasarkan harga perolehan. 
26 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 
27 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 
28 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 
29 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 
30 sesudah perolehan awal investasi. 
31 Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang 
32 dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu 
33 untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya. 
34 Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai 
35 yang tertera dalam lembar saham dan obligasi. 
36 Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu 
37 investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen. 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 
2 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 
3 Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya 
4 mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan 
5 maupun joint venture dari investornya. 
6 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 
7 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 
8 BENTUK INVESTASI 
9 7. Pemerintah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara 
10 lain memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam 
11 jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi 
12 jangka pendek dalam rangka manajemen kas. 
13 8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan 
14 sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa 
15 pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta 
16 instrumen ekuitas. 
17 KLASIFIKASI INVESTASI 
18 9. Investasi pemerintah dibagi atas dua yaitu investasi jangka 
19 pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan 
20 kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan 
21 kelompok aset nonlancar. 
22 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai 
23 berikut: 
24 (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan; 
25 (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya 
26 pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan 
27 kas; 
28 (c) Berisiko rendah. 
29 11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka 
30 pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah karena 
31 dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga tidak termasuk dalam 
32 investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok 
33 investasi jangka pendek antara lain adalah : 
34 (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan 
35 suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah 
36 kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha; 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan 
2 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat 
3 berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun 
4 luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau 
5 (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi 
6 kebutuhan kas jangka pendek . 
7 12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka 
8 pendek, antara lain terdiri atas : 
9 (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang 
10 dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits); 
11 (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh 
12 pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia 
13 (SBI). 
14 13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman 
15 investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen 
16 adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara 
17 berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka 
18 panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 
19 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan 
20 untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau 
21 menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan 
22 investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan 
23 untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau 
24 menarik kembali. 
25 15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah 
26 investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk 
27 mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang 
28 dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen ini dapat berupa 
29 : 
30 (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan 
31 internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara; 
32 (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk 
33 menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada 
34 masyarakat. 
35 16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara 
36 lain dapat berupa: 
37 (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan 
38 untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah; 
39 (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 
40 kepada pihak ketiga; 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat 
2 seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat; 
3 (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk 
4 dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang 
5 dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian. 
6 17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga 
7 (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu 
8 kepemilikan modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan 
9 perseroan. 
10 18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang 
11 tidak bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang 
12 dibeli oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang 
13 dapat dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak 
14 tercakup dalam pernyataan ini. 
15 19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan 
16 kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri 
17 PENGAKUAN INVESTASI 
18 20. Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai 
19 investasi apabila memenuhi salah satu kriteria: 
20 (a) Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa 
21 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut 
22 dapat diperoleh pemerintah; 
23 (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara 
24 memadai (reliable). 
25 21. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui 
26 sebagai pengeluaran kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja 
27 dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk 
28 memperoleh investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran 
29 pembiayaan. 
30 22. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset 
31 memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji 
32 tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa 
33 potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada 
34 saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa 
35 manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan diperoleh 
36 memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh manfaat dari 
37 aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul. 
38 23. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada 
39 paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 atau pembelian yang didukung dengan bukti yang 
2 menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu 
3 investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya atau 
4 berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, 
5 penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan. 
6 PENGUKURAN INVESTASI 
7 24. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat 
8 membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar 
9 dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi 
10 yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai 
11 tercatat atau nilai wajar lainnya. 
12 25. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, 
13 misalnya saham dan obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya 
14 perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu 
15 sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya 
16 yang timbul dalam rangka perolehan tersebut. 
17 26. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh 
18 tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasar nilai wajar investasi 
19 pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada 
20 nilai wajar, biaya perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar 
21 aset lain yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut. 
22 27. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya 
23 dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal 
24 deposito tersebut. 
25 28. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya 
26 penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi 
27 harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam 
28 rangka perolehan investasi tersebut. 
29 29. Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian 
30 obligasi jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk 
31 dimiliki berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. Sedangkan 
32 investasi dalam bentuk dana talangan untuk penyehatan perbankan yang 
33 akan segera dicairkan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan. 
34 30. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di 
35 proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai 
36 sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk 
37 perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian 
38 proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga. 
39 31. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran 
40 aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga 
2 perolehannya tidak ada. 
3 32. Harga perolehan investasi dalam valuta asing harus 
4 dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah 
5 bank sentral) yang berlaku pada tanggal transaksi. 
6 METODE PENILAIAN INVESTASI 
7 33. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode 
8 yaitu: 
9 (a) Metode biaya; 
10 Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya 
11 perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian 
12 hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi 
13 pada badan usaha/badan hukum yang terkait. 
14 (b) Metode ekuitas; 
15 Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat 
16 investasi awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi 
17 sebesar bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. 
18 Bagian laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima 
19 pemerintah akan mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak 
20 dilaporkan sebagai pendapatan. Penyesuaian terhadap nilai investasi 
21 juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan investasi 
22 pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat 
23 pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap. 
24 (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan; 
25 Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama 
26 untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu 
27 dekat. 
28 34. Penggunaan metode pada paragraf 33 didasarkan pada 
29 kriteria sebagai berikut: 
30 (a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya; 
31 (b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% 
32 tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode 
33 ekuitas; 
34 (c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas; 
35 (d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih 
36 yang direalisasikan. 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 35. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan 
2 saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode 
3 penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the 
4 degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri 
5 adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain: 
6 (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris; 
7 (b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi; 
8 (c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan 
9 investee; 
10 (d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam 
11 rapat/pertemuan dewan direksi. 
12 PENGAKUAN HASIL INVESTASI 
13 36. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, 
14 antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi dan dividen tunai (cash 
15 dividend) dicatat sebagai pendapatan. 
16 37. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari 
17 penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode 
18 biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila 
19 menggunakan metode ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh pemerintah 
20 akan dicatat mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak dicatat 
21 sebagai pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk dividen dalam bentuk 
22 saham yang diterima akan menambah nilai investasi pemerintah dan 
23 ekuitas dana yang diinvestasikan dengan jumlah yang sama. 
24 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI 
25 38. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena 
26 penjualan, dan pelepasan hak karena peraturan pemerintah dan lain 
27 sebagainya. 
28 39. Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui 
29 sebagai penerimaan kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai 
30 pendapatan dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan penerimaan dari 
31 pelepasan investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan 
32 pembiayaan. Pelepasan sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki 
33 pemerintah dinilai dengan menggunakan nilai rata-rata. 
34 40. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai 
35 investasi terhadap total jumlah saham yang dimiliki oleh pemerintah. 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 41. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi 
2 investasi permanen menjadi investasi jangka pendek, Aset Tetap, Aset 
3 Lain-lain dan sebaliknya. 
4 PENGUNGKAPAN 
5 42. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan 
6 pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain: 
7 (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi; 
8 (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen; 
9 (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun 
10 investasi jangka panjang; 
11 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan 
12 tersebut; 
13 (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; 
14 (f) Perubahan pos investasi. 
15 TANGGAL EFEKTIF 
16 43. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
17 diberlakukan sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.08 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 07 
AKUNTANSI ASET TETAP 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4 
TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------- 1-2 
RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------- 3-4 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 
UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-7 
KLASIFIKASI ASET TETAP --------------------------------------------------------- 8-15 
PENGAKUAN ASET TETAP --------------------------------------------------------- 16-21 
PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------ 22-23 
PENILAIAN AWAL ASET TETAP -------------------------------------------------- 24-49 
Komponen Biaya ------------------------------------------------------------------ 29-38 
Konstruksi Dalam Pengerjaan ------------------------------------------------- 39-41 
Perolehan Secara Gabungan -------------------------------------------------- 42 
Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) ------------------------------------ 43-45 
Aset Donasi ------------------------------------------------------------------------ 46-49 
PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT 
EXPENDITURES) ----------------------------------------------------------------------- 50-52 
PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT) 
TERHADAP PENGAKUAN AWAL ------------------------------------------------- 53-59 
Penyusutan ------------------------------------------------------------------------- 54-57 
Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) ------------------------------ 58-59 
AKUNTANSI TANAH ------------------------------------------------------------------- 60-63 
ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) ----------------------------------- 64-71 
ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------ 72-74 
ASET MILITER (MILITARY ASSETS) -------------------------------------------- 75 
PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) -- 76-78 
PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------- 79-81 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 82
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 
2 NO. 07 
3 AKUNTANSI ASET TETAP 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
7 Akuntansi Pemerintahan. 
8 PENDAHULUAN 
9 Tujuan 
10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 
11 akuntansi untuk aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah 
12 saat pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan 
13 akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value) 
14 aset tetap. 
15 2. Pernyataan Standar ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat 
16 diakui sebagai aset jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset 
17 dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 
18 Ruang Lingkup 
19 3. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 
20 pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 
21 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, 
22 penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan kecuali bila Pernyataan 
23 Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya mensyaratkan perlakuan 
24 akuntansi yang berbeda. 
25 4. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk: 
26 (a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative 
27 natural resources); dan 
28 (b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas 
29 alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non-30 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 1 
regenerative natural resources). 
31 Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk 
32 mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a) 
33 dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 DEFINISI 
2 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
3 Pernyataan Standar dengan pengertian berikut: 
4 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 
5 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 
6 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 
7 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 
8 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 
9 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 
10 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 
11 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 
12 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau 
13 dimanfaatkan oleh masyarakat umum 
14 Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau 
15 nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada 
16 saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi 
17 dan tempat yang siap untuk dipergunakan. 
18 Masa manfaat adalah: 
19 (a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas 
20 pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau 
21 (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset 
22 untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. 
23 Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir 
24 masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. 
25 Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung 
26 dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. 
27 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 
28 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 
29 Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan 
30 kapasitas dan manfaat dari suatu aset. 
31 UMUM 
32 6. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, 
33 dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap 
34 pemerintah adalah: 
35 (a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh 
36 entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan 
37 kontraktor; 
38 (b) Hak atas tanah. 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 7. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang 
2 dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) 
3 dan perlengkapan (supplies). 
4 KLASIFIKASI ASET TETAP 
5 8. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat 
6 atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi 
7 aset tetap yang digunakan: 
8 (a) Tanah; 
9 (b) Peralatan dan Mesin; 
10 (c) Gedung dan Bangunan; 
11 (d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; 
12 (e) Aset Tetap Lainnya; dan 
13 (f) Konstruksi dalam Pengerjaan. 
14 9. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang 
15 diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah 
16 dan dalam kondisi siap dipakai. 
17 10. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan 
18 yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional 
19 pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. 
20 11. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan 
21 bermotor, alat elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya 
22 yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan 
23 dan dalam kondisi siap pakai. 
24 12. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan 
25 yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah 
26 dan dalam kondisi siap dipakai. 
27 13. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat 
28 dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan 
29 dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap 
30 dipakai. 
31 14. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang 
32 dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum 
33 selesai seluruhnya. 
34 15. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional 
35 pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset 
36 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PENGAKUAN ASET TETAP 
2 16. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus 
3 berwujud dan memenuhi kriteria: 
4 (a) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; 
5 (b) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; 
6 (c) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan 
7 (d) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 
8 17. Dalam menentukan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih 
9 dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa 
10 depan yang dapat diberikan oleh pos tersebut, baik langsung maupun tidak 
11 langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa 
12 aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi 
13 masa yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila 
14 entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian 
15 ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. 
16 Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui. 
17 18. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila 
18 terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang 
19 mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang 
20 dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas 
21 biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut 
22 untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam 
23 proses konstruksi. 
24 19. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan 
25 oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan 
26 dimaksudkan untuk dijual. 
27 20. Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah 
28 diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat 
29 penguasaannya berpindah. 
30 21. Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila 
31 terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau 
32 penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan 
33 kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti 
34 secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang 
35 diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual 
36 beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap 
37 tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset 
38 tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan 
39 penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya. 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 PENGUKURAN ASET TETAP 
2 22. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian 
3 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 
4 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 
5 23. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 
6 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 
7 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 
8 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 
9 pembangunan aset tetap tersebut. 
10 PENILAIAN AWAL ASET TETAP 
11 24. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui 
12 sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya 
13 harus diukur berdasarkan biaya perolehan. 
14 25. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset 
15 tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. 
16 26. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah 
17 atau donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah 
18 oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan 
19 pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat 
20 pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui 
21 pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, 
22 dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan 
23 penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan 
24 sebagai tempat operasi pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang 
25 diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut 
26 diperoleh. 
27 27. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat 
28 perolehan untuk kondisi pada paragraf 25 bukan merupakan suatu proses 
29 penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti 
30 pada paragraf 24. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 58 dan 
31 paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk 
32 periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal. 
33 28. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya 
34 perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca 
35 awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca 
36 awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya 
37 perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. 
38 Komponen Biaya 
39 29. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya 
40 atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi 
2 yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang 
3 dimaksudkan. 
4 30. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: 
5 (a) biaya persiapan tempat; 
6 (b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat 
7 (handling cost); 
8 (c) biaya pemasangan (instalation cost); 
9 (d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan 
10 (e) biaya konstruksi. 
11 31. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya 
12 perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya 
13 yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, 
14 pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah 
15 tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak 
16 pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk 
17 dimusnahkan. 
18 32. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah 
19 pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin 
20 tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya 
21 pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh 
22 dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. 
23 33. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh 
24 biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap 
25 pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, 
26 termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. 
27 34. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan 
28 seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan 
29 sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan 
30 biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap 
31 pakai. 
32 35. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya 
33 yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. 
34 36. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan 
35 suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat 
36 diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke 
37 kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi 
38 serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu 
39 untuk membawa aset ke kondisi kerjanya. 
40 37. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola 
41 ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 38. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga 
2 pembelian. 
3 Konstruksi dalam Pengerjaan 
4 39. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan 
5 atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum 
6 selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam 
7 pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. 
8 40. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai 
9 Konstruksi dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset 
10 dalam penyelesaian, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset 
11 tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh 
12 kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip 
13 dan rincian yang ada pada PSAP 08. 
14 41. Konstruksi dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau 
15 dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke dalam aset 
16 tetap. 
17 Perolehan Secara Gabungan 
18 42. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang 
19 diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga 
20 gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing 
21 aset yang bersangkutan. 
22 Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) 
23 43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau 
24 pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya 
25 dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh 
26 yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah 
27 disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang 
28 ditransfer/diserahkan. 
29 44. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas 
30 suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki 
31 nilai wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam 
32 pertukaran dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut 
33 tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya 
34 aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) 
35 atas aset yang dilepas. 
36 45. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan 
37 bukti adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. 
38 Dalam kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written 
39 down) dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 nilai aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk 
2 pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila 
3 terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini 
4 mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang 
5 sama. 
6 Aset Donasi 
7 46. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus 
8 dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. 
9 47. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa 
10 persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan 
11 nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh 
12 satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut 
13 akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya 
14 secara hukum, seperti adanya akta hibah. 
15 48. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset 
16 tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah. 
17 Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk 
18 pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah 
19 dianggap selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti 
20 perolehan aset tetap dengan pertukaran. 
21 49. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset 
22 donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan pemerintah dan 
23 jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi 
24 anggaran. 
25 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN 
26 (SUBSEQUENT EXPENDITURES) 
27 50. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang 
28 memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi 
29 manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu 
30 produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai 
31 tercatat aset yang bersangkutan. 
32 51. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 50 harus ditetapkan 
33 dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 50 
34 dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk 
35 dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus 
36 dikapitalisasi atau tidak. 
37 52. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam 
38 jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi 
39 (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang 
40 ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk 
2 maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus 
3 diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
4 Keuangan. 
5 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT 
6 MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL 
7 53. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap 
8 tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang 
9 memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan 
10 penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun Diinvestasikan 
11 dalam Aset Tetap. 
12 Penyusutan 
13 54. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode 
14 yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang 
15 digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan 
16 jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Nilai penyusutan 
17 untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap 
18 dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap. 
19 55. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau 
20 secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, 
21 penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan 
22 penyesuaian. 
23 56. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain: 
24 (a) Metode garis lurus (straight line method); atau 
25 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method) 
26 (c) Metode unit produksi (unit of production method) 
27 57. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 
28 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 
29 Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) 
30 58. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya 
31 tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut 
32 penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. 
33 Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan 
34 ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. 
35 59. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai 
36 penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta 
37 pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam 
2 ekuitas dana pada akun Diinvestasikan pada Aset Tetap. 
3 AKUNTANSI TANAH 
4 60. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak 
5 diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan 
6 seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. 
7 61. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi 
8 satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat 
9 berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang 
10 dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena 
11 itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk 
12 mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap 
13 dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan 
14 ini. 
15 62. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya 
16 dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-17 
undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia 
18 berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. 
19 63. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar 
20 negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar 
21 negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta 
22 perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik 
23 Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas 
24 tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah 
25 dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat 
26 diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas 
27 waktu. 
28 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) 
29 64. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk 
30 menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut 
31 harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
32 65. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah 
33 dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset 
34 bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala 
35 (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-36 
karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset 
37 bersejarah, 
38 (a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara 
39 penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat 
2 pelepasannya untuk dijual; 
3 (c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu 
4 berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; 
5 (d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus 
6 dapat mencapai ratusan tahun. 
7 66. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam 
8 waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan 
9 perundang-undangan yang berlaku. 
10 67. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang 
11 diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk 
12 pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai 
13 dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan 
14 akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan 
15 tersebut. 
16 68. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya 
17 jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas 
18 Laporan Keuangan dengan tanpa nilai. 
19 69. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi 
20 harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya 
21 tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset 
22 bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan. 
23 70. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat 
24 lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh 
25 bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus 
26 tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset 
27 tetap lainnya. 
28 71. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada 
29 karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins). 
30 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE 
31 ASSETS) 
32 72. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. 
33 Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya 
34 mempunyai karakteristik sebagai berikut: 
35 (a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan; 
36 (b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; 
37 (c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan 
38 (d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya. 
39 73. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh 
40 pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus 
2 diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. 
3 74. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, 
4 sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi. 
5 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) 
6 75. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, 
7 memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan 
8 prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. 
9 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT 
10 AND DISPOSAL) 
11 76. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan 
12 atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada 
13 manfaat ekonomik masa yang akan datang. 
14 77. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas 
15 harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
16 Keuangan. 
17 78. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah 
18 tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset 
19 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 
20 PENGUNGKAPAN 
21 79. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-22 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 12 
masing jenis aset tetap sebagai berikut: 
23 (a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat 
24 (carrying amount); 
25 (b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang 
26 menunjukkan: 
27 (1) Penambahan; 
28 (2) Pelepasan; 
29 (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; 
30 (4) Mutasi aset tetap lainnya. 
31 (c) Informasi penyusutan, meliputi: 
32 (1) Nilai penyusutan; 
33 (2) Metode penyusutan yang digunakan; 
34 (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 
35 (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan 
36 akhir periode;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 80. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: 
2 (a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap; 
3 (b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset 
4 tetap; 
5 (c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan 
6 (d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap. 
7 81. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal 
8 berikut harus diungkapkan: 
9 (a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; 
10 (b) Tanggal efektif penilaian kembali; 
11 (c) Jika ada, nama penilai independen; 
12 (d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya 
13 pengganti; 
14 (e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap; 
15 TANGGAL EFEKTIF 
16 82. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
17 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
18 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 13
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.09 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 08 
AKUNTANSI 
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN…………………………………………..………………… 1 -4 
Tujuan………………… ……………………………...….…………..…. 1-2 
Ruang Lingkup…………………………………………………....…..... 3-4 
DEFINISI………………………………………………………………………. 5 
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN …..………………………..…….. 6-7 
KONTRAK KONSTRUKSI.…….……………………….……………..……. 8 - 9 
PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI......…… 10-12 
PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN……………...…. 13-16 
PENGUKURAN…………………………………………..………………...… 17-32 
PENGUNGKAPAN ………….………………………………………...…….. 33-35 
TANGGAL EFEKTIF.....…………………………………………………………. 36
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 
2 NO. 08 
3 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
7 Akuntansi Pemerintahan. 
8 PENDAHULUAN 
9 TUJUAN 
10 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 
11 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan 
12 metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam 
13 Pengerjaan adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat 
14 sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 
15 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 
16 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 
17 Pengerjaan; 
18 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 
19 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 
20 RUANG LINGKUP 
21 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan 
22 aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 
23 dan/atau masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 
24 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib 
25 menerapkan standar ini. 
26 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 
27 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 
28 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 
29 berlainan. 
30 DEFINISI 
31 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
32 Pernyataan Standar dengan pengertia: 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses 
2 pembangunan. 
3 Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk 
4 konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu 
5 sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan 
6 fungsi atau tujuan atau penggunaan utama. 
7 Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk 
8 membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan 
9 entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak 
10 konstruksi. 
11 Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum 
12 pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi. 
13 Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai 
14 penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. 
15 Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan 
16 pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi. 
17 Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga 
18 pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran 
19 jumlah tersebut. 
20 Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang 
21 dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum 
22 dibayar oleh pemberi kerja. 
23 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 
24 6. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan 
25 mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya 
26 yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu 
27 periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi 
28 pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu 
29 perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. 
30 7. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri 
31 (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. 
32 KONTRAK KONSTRUKSI 
33 8. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah 
34 aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal 
35 rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak 
36 seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi. 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 9. Kontrak konstruksi dapat meliputi: 
2 (a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 
3 perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur; 
4 (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset; 
5 (c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan 
6 konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering; 
7 (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan. 
8 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI 
9 10. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah 
10 untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu 
11 untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi 
12 tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak 
13 konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi 
14 atau kelompok kontrak konstruksi. 
15 11. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, 
16 konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi 
17 yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi: 
18 (a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset; 
19 (b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta 
20 pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang 
21 berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; 
22 (c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan. 
23 12. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan 
24 konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah 
25 sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak 
26 tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak 
27 konstruksi terpisah jika: 
28 (a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, 
29 teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak 
30 semula; atau 
31 (b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga 
32 kontrak semula. 
33 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 
34 13. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi 
35 Dalam Pengerjaan jika: 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang 
2 berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; 
3 (b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan 
4 (c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan. 
5 14. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang 
6 dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan 
7 oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan 
8 dalam aset tetap. 
9 15. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap 
10 yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi: 
11 (a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan 
12 (b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan; 
13 16. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap 
14 yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan 
15 siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. 
16 PENGUKURAN 
17 17. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya 
18 perolehan. 
19 
20 Biaya Konstruksi 
21 18. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain: 
22 (a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi; 
23 (b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan 
24 dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan 
25 (c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi 
26 yang bersangkutan. 
27 19. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan 
28 konstruksi antara lain meliputi: 
29 (a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; 
30 (b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; 
31 (c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi 
32 pelaksanaan konstruksi; 
33 (d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan; 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan 
2 dengan konstruksi. 
3 20. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada 
4 umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi: 
5 (a) Asuransi; 
6 (b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung 
7 berhubungan dengan konstruksi tertentu; 
8 (c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi 
9 yang bersangkutan seperti biaya inspeksi. 
10 Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis 
11 dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang 
12 mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan 
13 adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung. 
14 21. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui 
15 kontrak konstruksi meliputi: 
16 (a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan 
17 tingkat penyelesaian pekerjaan; 
18 (b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung 
19 dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada 
20 tanggal pelaporan; 
21 (c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan 
22 dengan pelaksanaan kontrak konstruksi. 
23 22. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor. 
24 23. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan 
25 secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan 
26 dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai 
27 penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan. 
28 24. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang 
29 disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan 
30 perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. 
31 25. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman 
32 yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya 
33 konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan 
34 secara andal. 
35 26. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang 
36 timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai 
37 konstruksi. 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 27. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh 
2 melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang 
3 bersangkutan. 
4 28. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis 
5 aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode 
6 yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan 
7 metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. 
8 29. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan 
9 sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka 
10 biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara 
11 pembangunan konstruksi dikapitalisasi. 
12 30. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat 
13 terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur 
14 tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika 
15 pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja 
16 atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara 
17 dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force 
18 majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga 
19 pada periode yang bersangkutan. 
20 31. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan 
21 yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis 
22 pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya 
23 pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam 
24 proses pengerjaan. 
25 32. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset 
26 yang masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 
27 12. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang 
28 berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk 
29 bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian 
30 pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman. 
31 PENGUNGKAPAN 
32 33. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai 
33 Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi: 
34 (a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat 
35 penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya; 
36 (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya; 
37 (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan; 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) Uang muka kerja yang diberikan; 
2 (e) Retensi. 
3 34. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 
4 retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa 
5 pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 
6 Keuangan. 
7 35. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman 
8 sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan 
9 penyerapannya sampai tanggal tertentu. 
10 TANGGAL EFEKTIF 
11 36. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.10 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 09 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (i) 
AKUNTANSI KEWAJIBAN
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4 
Tujuan ------------------------------------------------------------------------------ 1 
Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------------- 2-4 
DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 
UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-8 
KLASIFIKASI KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------- 9-17 
PENGAKUAN KEWAJIBAN --------------------------------------------------------- 18-31 
PENGUKURAN KEWAJIBAN ------------------------------------------------------- 32-59 
Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) ------------------------- 35-37 
Utang Bunga (Accrued Interest) --------------------------------------------- 38-39 
Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) ------------------------------------ 40-41 
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang ------------------------------------ 42-43 
Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities) ----------------- 44 
Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang 
Diperjualbelikan ----------------------------------------------------------------- 45-53 
Perubahan Valuta Asing ------------------------------------------------------ 54-59 
PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ---------------- 60-62 
TUNGGAKAN ---------------------------------------------------------------------------- 63-66 
RESTRUKTURISASI UTANG -------------------------------------------------------- 67-78 
Penghapusan Utang ----------------------------------------------------------- 73-78 
BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG 
PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------- 79-83 
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN --------------------------------------------- 84-85 
TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 86
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 
2 NOMOR 09 
3 KEWAJIBAN 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
7 Akuntansi Pemerintahan. 
8 PENDAHULUAN 
9 Tujuan 
10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 
11 akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, 
12 amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut. 
13 Ruang Lingkup 
14 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 
15 pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 
16 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, 
17 pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 
18 3. Pernyataan Standar ini mengatur: 
19 (a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek 
20 dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam 
21 Negeri dan Utang Luar Negeri. 
22 (b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang 
23 asing. 
24 (c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi 
25 pinjaman. 
26 (d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah. 
27 Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan 
28 khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut. 
29 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 
30 (a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi. 
31 (b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai. 
32 (c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari 
33 transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing 
34 seperti pada paragraf 3(b). 
35 Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri. 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
DEFINIS1 I 
2 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
4 Amortisasi adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto selama 
5 umur utang pemerintah. 
6 Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya 
7 disebut Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup 
8 lama agar siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya. 
9 Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung 
10 oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana. 
11 Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur. 
12 Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present 
13 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 
14 bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif. 
15 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 
16 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 
17 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 
18 keuangan. 
19 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 
20 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 
21 pemerintah. 
22 Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur. 
23 Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum 
24 pasti. 
25 Kewajiban kontinjensi adalah: 
26 (a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan 
27 keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya 
28 suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya 
29 berada dalam kendali suatu entitas; atau 
30 (b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak 
31 diakui karena: 
32 (1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) suatu entitas 
33 mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat 
34 ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau 
35 (2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. 
36 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 
37 Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan 
38 jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah. 
39 Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali 
40 transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, 
2 perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan 
3 perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan 
4 menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 
5 Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang 
6 dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau 
7 premium yang belum diamortisasi. 
8 Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih 
9 dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran 
10 bunga secara diskonto. 
11 Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang 
12 pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah 
13 sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan 
14 (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum. 
15 Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present 
16 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 
17 bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif. 
18 Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur 
19 untuk memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa 
20 pengurangan jumlah utang, dalam bentuk: 
21 (a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan 
22 dengan utang baru; atau 
23 (b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah 
24 persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan 
25 utang dapat berbentuk: 
26 (1) Perubahan jadwal pembayaran, 
27 (2) Penambahan masa tenggang, atau 
28 (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga 
29 yang jatuh tempo dan/atau tertunggak. 
30 Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan 
31 utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai 
32 jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat 
33 Utang Negara (SUN). 
34 Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka 
35 waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga 
36 secara diskonto. 
37 Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan 
38 utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin 
39 pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, 
40 sesuai dengan masa berlakunya. 
41 Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan 
42 entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal. 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 UMUM 
2 6. Karakterisitik utama kewajiban adalah bahwa pemerintah 
3 mempunyai kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya 
4 mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 
5 7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 
6 tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 
7 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 
8 pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas 
9 pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga 
10 terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, 
11 kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti 
12 rugi, kelebihan setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke 
13 entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. 
14 8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 
15 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 
16 KLASIFIKASI KEWAJIBAN 
17 9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos 
18 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan 
19 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan dan lebih dari 12 (dua belas) 
20 bulan setelah tanggal pelaporan. 
21 10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan 
22 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 
23 Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga 
24 dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan 
25 sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang. 
26 11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 
27 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 
28 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 
29 kewajiban jangka panjang. 
30 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 
31 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 
32 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 
33 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 
34 13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 
35 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 
36 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak 
37 Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 
38 14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 
39 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan 
40 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 
41 jika: 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 
2 bulan; dan 
3 (b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban 
4 tersebut atas dasar jangka panjang; dan 
5 (c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian 
6 pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali 
7 terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan 
8 disetujui. 
9 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka 
10 pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang 
11 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
12 16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 
13 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 
14 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 
15 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 
16 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 
17 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 
18 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 
19 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 
20 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 
21 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 
22 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 
23 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 
24 17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 
25 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 
26 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 
27 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 
28 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 
29 (a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 
30 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 
31 (b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam 
32 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 
33 PENGAKUAN KEWAJIBAN 
34 18. Pelaporan keuangan untuk tujuan umum harus menyajikan 
35 kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber 
36 daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan 
37 kewajiban yang ada sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban 
38 tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 
39 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi) 
40 sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya 
41 suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin 
42 dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal 
2 yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti 
3 transaksi dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan 
4 karena ketidaksengajaan. 
5 20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai 
6 nilai. Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran dan tanpa 
7 pertukaran. Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran dan tanpa 
8 pertukaran sangat penting untuk menentukan titik pengakuan kewajiban. 
9 21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau 
10 pada saat kewajiban timbul. 
11 22. Kewajiban dapat timbul dari: 
12 (a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions); 
13 (b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum 
14 yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan belum lunas dibayar sampai 
15 dengan saat tanggal pelaporan; 
16 (c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events); 
17 (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events). 
18 23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-19 
masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu 
20 nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya 
21 atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan 
22 pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa 
23 sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa 
24 depan. 
25 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat 
26 pegawai pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi 
27 yang diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu 
28 transaksi pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan 
29 penerima kerja) menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban 
30 kompensasi meliputi gaji yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan 
31 biaya manfaat pegawai lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan. 
32 25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak 
33 dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan 
34 atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber 
35 daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu kewajiban harus 
36 diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan. 
37 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus 
38 kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika 
39 pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan 
40 hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan 
41 pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui 
42 transaksi dengan pertukaran. 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian 
2 yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara 
3 pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar 
4 kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam 
5 hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan 
6 basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan 
7 pertukaran. 
8 28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan 
9 kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan 
10 kewajiban saat timbulnya kejadian tersebut sepanjang hukum yang berlaku dan 
11 kebijakan yang ada memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar 
12 kerusakan dan sepanjang jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan 
13 andal. Contoh kejadian ini adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan 
14 pribadi yang disebabkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah. 
15 29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian 
16 yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai 
17 konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan 
18 untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab 
19 luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering 
20 diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya 
21 tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang 
22 timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah 
23 dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 
24 Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban 
25 sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab 
26 keuangan pemerintah atas biaya yang timbul sehubungan dengan kejadian 
27 tersebut dan telah terjadinya transaksi dengan pertukaran atau tanpa 
28 pertukaran. 
29 30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan 
30 biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria 
31 berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya 
32 yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat 
33 kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum 
34 dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban 
35 bencana). 
36 31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari 
37 kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota-38 
kota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi 
39 bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari 
40 pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota-41 
kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi 
42 sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor 
43 yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau 
44 tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang 
2 diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa 
3 pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum 
4 dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke 
5 pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan 
6 sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah. 
7 PENGUKURAN KEWAJIBAN 
8 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 
9 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 
10 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 
11 tanggal neraca. 
12 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban 
13 pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang 
14 tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti 
15 transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta 
16 asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan 
17 dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 
18 34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti 
19 karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan 
20 nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan. 
21 Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) 
22 35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk 
23 barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus 
24 mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang 
25 tersebut 
26 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan 
27 spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang 
28 dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan 
29 berita acara kemajuan pekerjaan. 
30 37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit 
31 pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit 
32 nonpemerintahan. 
33 Utang Bunga (Accrued Interest) 
34 38. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar 
35 biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat 
36 berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang 
37 bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap 
38 akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan. 
39 39. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk 
40 sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 8
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, 
2 kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN. 
3 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 
4 40. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan 
5 berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada 
6 laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. 
7 41. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus 
8 diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang 
9 dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo 
10 pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo 
11 pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar 
12 jumlah yang masih harus disetorkan. 
13 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 
14 42. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk 
15 bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo 
16 dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 
17 43. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 
18 adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus 
19 dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 
20 Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current 
21 Liabilities) 
22 44. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak 
23 termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya 
24 tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan 
25 disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan 
26 karakteristik masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji 
27 kepada pegawai dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan 
28 atas jasa yang telah diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah 
29 penerimaan pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh 
30 pemerintah kepada pihak lain. 
31 Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan 
32 yang Diperjualbelikan 
33 45. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik 
34 utang tersebut yang dapat berbentuk: 
35 (a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt) 
36 (b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt) 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 9
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
Utang Pemerintah yang 1 tidak 
2 Diperjualbelikan (Non-Traded Debt) 
3 46. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak 
4 diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada 
5 pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam 
6 kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan. 
7 47. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan 
8 adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international 
9 seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini 
10 biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement). 
11 48. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat 
12 menggunakan skedul pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga 
13 tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga 
14 dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya, 
15 penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga 
16 tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan data-data 
17 sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada. 
18 Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt) 
19 49. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat 
20 diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari 
21 pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode 
22 akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau 
23 hasil penjualan, dan penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan 
24 dibayarkan ke pemegangnya dan pada periode diantaranya untuk 
25 menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah. 
26 50. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam 
27 bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat 
28 memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo. 
29 51. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai 
30 pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium 
31 yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar 
32 nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai 
33 pari (face). Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah 
34 nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas 
35 yang dijual dengan harga premium nilainya akan berkurang. 
36 52. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh 
37 tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk 
38 Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai 
39 berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo (face value) bila 
40 dijual dengan nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman 
41 pemerintah yang dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 10
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 maka penilaian selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau 
2 premium yang ada. 
3 53. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan 
4 metode garis lurus. 
5 Perubahan Valuta Asing 
6 54. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan 
7 menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. 
8 55. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs 
9 spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal 
10 transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama 
11 seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. 
12 Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk 
13 suatu periode tidak dapat diandalkan. 
14 56. Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam 
15 mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan 
16 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 
17 57. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang 
18 asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan 
19 atau penurunan ekuitas dana periode berjalan. 
20 58. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam 
21 mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang 
22 berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan. 
23 59. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan 
24 diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui 
25 pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi 
26 berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs 
27 harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan 
28 perubahan kurs untuk masing-masing periode. 
29 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH 
30 TEMPO 
31 60. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum 
32 jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature) 
33 dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk 
34 penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga 
35 perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada 
36 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang 
37 berkaitan. 
38 61. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai 
39 tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 11
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan 
2 menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan. 
3 62. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat 
4 (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana 
5 yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas 
6 Laporan Keuangan. 
7 TUNGGAKAN 
8 63. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan 
9 dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas 
10 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban. 
11 64. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh 
12 tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau 
13 bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai 
14 saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur 
15 diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur. 
16 65. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan 
17 dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. 
18 Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang 
19 menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan 
20 dan solvabilitas satu entitas. 
21 66. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan 
22 didalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang. 
23 RESTRUKTURISASI UTANG 
24 67. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan 
25 utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif 
26 sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai 
27 tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut 
28 melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan 
29 persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada 
30 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos 
31 kewajiban yang terkait. 
32 68. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga 
33 efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode 
34 antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga 
35 efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai 
36 tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam 
37 persyaratan baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. 
38 Berdasarkan tingkat bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal 
39 pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh 
40 tempo. 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 12
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 69. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru 
2 harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan . 
3 70. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana 
4 ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk 
5 bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka 
6 debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan 
7 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam 
8 persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas 
9 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang 
10 berkaitan. 
11 71. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang 
12 sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran 
13 kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas 
14 masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang. 
15 72. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat 
16 merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai 
17 contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi 
18 keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk 
19 menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur 
20 pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang 
21 sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus 
22 diestimasi. 
23 Penghapusan Utang 
24 73. Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan 
25 oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang 
26 debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya. 
27 74. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke 
28 kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di 
29 bawah nilai tercatatnya. 
30 75. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di 
31 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada 
32 paragraf 70 berlaku. 
33 76. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di 
34 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas 
35 sebagai debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas 
36 dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 70, serta 
37 mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari 
38 pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan. 
39 77. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus 
40 mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi 
41 kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara: 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 13
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau 
2 ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau 
3 biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan 
4 (b) Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur. 
5 78. Penilaian kembali aset pada paragraf 76 akan menghasilkan 
6 perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk 
7 penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas 
8 Laporan Keuangan. 
9 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN 
10 UTANG PEMERINTAH 
11 79. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah 
12 biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman 
13 dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi: 
14 (a) Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek 
15 maupun jangka panjang; 
16 (b) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman, 
17 (c) Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya 
18 konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya . 
19 (d) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal 
20 tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga. 
21 80. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan 
22 dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) 
23 harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu 
24 tersebut. 
25 81. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung 
26 dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap 
27 aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan 
28 secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman 
29 ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 82. 
30 82. Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya 
31 hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset 
32 tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila 
33 perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi 
34 pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat 
35 terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan 
36 dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan 
37 jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga 
38 diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan 
39 hal tersebut. 
40 83. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus 
41 digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 14
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata 
2 tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu 
3 yang berkaitan selama periode pelaporan. 
4 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN 
5 84. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam 
6 bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik 
7 kepada pemakainya. 
8 85. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi 
9 yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah: 
10 (a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang 
11 diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman; 
12 (b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis 
13 sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya; 
14 (c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat 
15 bunga yang berlaku; 
16 (d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh 
17 tempo; 
18 (e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi: 
19 (1) Pengurangan pinjaman; 
20 (2) Modifikasi persyaratan utang; 
21 (3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman; 
22 (4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman; 
23 (5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan 
24 (6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode 
25 pelaporan. 
26 (f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur 
27 utang berdasarkan kreditur. 
28 (g) Biaya pinjaman: 
29 (1) Perlakuan biaya pinjaman; 
30 (2) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang 
31 bersangkutan; dan 
32 (3) Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan. 
33 TANGGAL EFEKTIF 
34 86. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
35 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
36 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 15
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.11 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 10 
KOREKSI KESALAHAN, 
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, 
DAN PERISTIWA LUAR BIASA 
LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (ii) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-3 
TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------- 1 
RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------- 2–3 
DEFINISI --------------------------------------------------------------------------------- 4 
KOREKSI KESALAHAN -------------------------------------------------------------- 5–23 
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ---------------------------------------- 24–29 
PERISTIWA LUAR BIASA ----------------------------------------------------------- 30–36 
TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------- 37
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 PERNYATAAN NO. 10 
3 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN 
4 AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA 
5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
8 Akuntansi Pemerintahan. 
LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 1 
9 PENDAHULUAN 
10 Tujuan 
11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 
12 akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, dan peristiwa 
13 luar biasa. 
14 Ruang Lingkup 
15 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu 
16 entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan 
17 pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar 
18 biasa. 
19 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 
20 menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua 
21 entitas akuntansi, termasuk badan layanan umum, yang berada di bawah 
22 pemerintah pusat/daerah. 
23 DEFINISI 
24 4. Berikut Istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 
25 Standar dengan pengertian: 
26 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-27 
konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 
28 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai 
2 dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode 
3 berjalan atau periode sebelumnya. 
4 Koreksi adalah tindakan pembetulan akuntansi agar pos-pos yang tersaji 
5 dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya. 
6 Peristiwa Luar Biasa adalah kejadian atau transaksi yang secara jelas 
7 berbeda dari aktivitas normal entitas dan karenanya tidak diharapkan 
8 terjadi dan berada diluar kendali atau pengaruh entitas sehingga memiliki 
9 dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi 
10 aset/kewajiban. 
11 KOREKSI KESALAHAN 
12 5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau 
13 beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. 
14 Kesalahan mungkin timbul dari adanya keterlambatan penyampaian bukti 
15 transaksi anggaran oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan matematis, 
16 kesalahan dalam penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan 
17 interpretasi fakta, kecurangan , atau kelalaian. 
18 6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh 
19 signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga 
20 laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi. 
21 7. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompok-kan dalam 2 
22 (dua) jenis: 
23 (a) Kesalahan yang tidak berulang; 
24 (b) Kesalahan yang berulang dan sistemik; 
25 8. Kesalahan yang tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan 
26 tidak akan terjadi kembali yang dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: 
27 (a) Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; 
28 (b) Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya; 
29 9. Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang 
30 disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang 
31 diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari 
32 wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau 
33 tambahan pembayaran dari wajib pajak. 
34 10. Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi segera 
35 setelah diketahui. 
LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 11. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 
2 periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, 
3 dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode 
4 berjalan. 
5 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 
6 periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila 
7 laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan 
8 pembetulan pada akun pendapatan atau akun belanja dari periode yang 
9 bersangkutan. 
10 13. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 
11 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 
12 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, 
13 serta mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan 
14 keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 
15 pembetulan pada akun pendapatan lain-lain, akun aset, serta akun ekuitas 
16 dana yang terkait. 
17 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 
18 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 
19 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas 
20 dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila 
21 laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 
22 pembetulan pada akun pendapatan lain-lain. 
23 15. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak 
24 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi 
25 posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, 
26 dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas dana lancar. 
27 16. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah 
28 ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah. 
29 17. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13, 14, 
30 dan 15 tidak dengan sendirinya berpengaruh terhadap pagu anggaran atau 
31 belanja entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi 
32 kesalahan. Akun koreksi pendapatan periode lalu dan akun koreksi belanja 
33 periode lalu disajikan secara terpisah dalam Laporan Realisasi Anggaran. Akibat 
34 koreksi kesalahan tersebut selanjutnya diungkapkan pada Catatan atas Laporan 
35 Keuangan. 
36 18. Koreksi kesalahan belanja sebagaimana dijelaskan pada paragraf 
37 13 dan 14 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang 
38 mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan belanja yang menambah saldo 
39 kas yaitu pengembalian belanja pegawai karena salah penghitungan jumlah gaji, 
40 dikoreksi menambah saldo kas dan pendapatan lain-lain. Contoh koreksi 
41 kesalahan belanja yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja 
LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 pegawai tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi mengurangi akun ekuitas 
2 dana lancar dan mengurangi saldo kas. Terhadap koreksi kesalahan yang 
3 berkaitan dengan belanja yang menghasilkan aset, disamping mengoreksi saldo 
4 kas dan pendapatan lain-lain juga perlu dilakukan koreksi terhadap aset yang 
5 bersangkutan dan pos ekuitas dana diinvestasikan. Sebagai contoh, belanja aset 
6 tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan belanja 
7 tersebut harus dikembalikan, maka koreksi yang harus dilakukan adalah dengan 
8 menambah kas dan pendapatan lain-lain, serta mengurangi pos aset tetap dan 
9 pos ekuitas dana diinvestasikan. 
10 19. Koreksi kesalahan pendapatan sebagaimana dijelaskan pada 
11 paragraf 15 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang 
12 mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang menambah 
13 saldo kas yaitu terdapat transaksi penyetoran bagian laba perusahaan negara 
14 yang belum dilaporkan. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah 
15 menambah saldo kas dan ekuitas dana lancar. Contoh koreksi kesalahan 
16 pendapatan yang mengurangi saldo kas yaitu kesalahan pengembalian 
17 pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer. Dalam hal demikian, 
18 koreksi yang perlu dilakukan adalah mengurangi saldo kas dan ekuitas dana 
19 lancar. 
20 20. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 
21 periode-periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik 
22 sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, 
23 dilakukan dengan pembetulan pos-pos neraca terkait pada periode 
24 ditemukannya kesalahan. 
25 21. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas 
26 sebagaimana disebutkan pada paragraf 20 adalah belanja untuk membeli 
27 perabot kantor (aset tetap) dilaporkan sebagai belanja perjalanan dinas. Dalam 
28 hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mendebet pos aset tetap dan 
29 mengkredit pos ekuitas dana investasi pada aset tetap. 
30 22. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada 
31 paragraf 9 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi. 
32 23. Akibat kumulatif dari koreksi kesalahan yang berhubungan 
33 dengan periode-periode yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam 
34 baris tersendiri pada Laporan Arus Kas tahun berjalan. 
35 
36 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI 
37 24. Para pengguna perlu membandingkan laporan keuangan dari 
38 suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui trend posisi 
LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang 
2 digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode. 
3 25. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran 
4 akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria 
5 kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan 
6 akuntansi. 
7 26. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya 
8 apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh 
9 peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, 
10 atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan 
11 informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang 
12 lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas. 
13 27. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai 
14 berikut: 
15 (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara 
16 substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan 
17 (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang 
18 sebelumnya tidak ada atau yang tidak material. 
19 28. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan 
20 suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut 
21 harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan 
22 persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi. 
23 29. Perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya harus 
24 diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
25 PERISTIWA LUAR BIASA 
26 30. Peristiwa luar biasa menggambarkan suatu kejadian atau 
27 transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas biasa. Di dalam aktivitas biasa 
28 entitas pemerintah termasuk penanggulangan bencana alam atau sosial yang 
29 terjadi berulang. Dengan demikian, yang termasuk dalam peristiwa luar biasa 
30 hanyalah peristiwa-peristiwa yang belum pernah atau jarang terjadi sebelumnya. 
31 31. Peristiwa yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas adalah 
32 kejadian yang sukar diantisipasi dan oleh karena itu tidak dicerminkan di dalam 
33 anggaran. Suatu kejadian atau transaksi yang berada di luar kendali atau 
34 pengaruh entitas merupakan peristiwa luar biasa bagi suatu entitas atau 
35 tingkatan pemerintah tertentu, tetapi peristiwa yang sama tidak tergolong luar 
36 biasa untuk entitas atau tingkatan pemerintah yang lain. 
37 32. Dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran karena 
38 peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian dimaksud secara tunggal 
LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 5
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 menyebabkan penyerapan sebagian besar anggaran belanja tak tersangka atau 
2 dana darurat sehingga memerlukan perubahan/pergeseran anggaran secara 
3 mendasar. 
4 33. Anggaran belanja tak tersangka atau anggaran belanja lain-lain 
5 yang ditujukan untuk keperluan darurat biasanya ditetapkan besarnya 
6 berdasarkan perkiraan dengan memanfaatkan informasi kejadian yang bersifat 
7 darurat pada tahun-tahun lalu. Apabila selama tahun anggaran berjalan terjadi 
8 peristiwa darurat, bencana, dan sebagainya yang menyebabkan penyerapan 
9 dana dari mata anggaran ini, peristiwa tersebut tidak dengan sendirinya termasuk 
10 peristiwa luar biasa, terutama bila peristiwa tersebut tidak sampai menyerap porsi 
11 yang signifikan dari anggaran yang tersedia. Tetapi apabila peristiwa tersebut 
12 secara tunggal harus menyerap 50% (lima puluh persen) atau lebih anggaran 
13 tahunan, maka peristiwa tersebut layak digolongkan sebagai peristiwa luar biasa. 
14 Sebagai petunjuk, akibat penyerapan dana yang besar itu, entitas memerlukan 
15 perubahan atau penggeseran anggaran guna membiayai peristiwa luar biasa 
16 dimaksud atau peristiwa lain yang seharusnya dibiayai dengan mata anggaran 
17 belanja tak tersangka atau anggaran lain-lain untuk kebutuhan darurat. 
18 34. Dampak yang signifikan terhadap posisi aset/kewajiban karena 
19 peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian atau transaksi dimaksud 
20 menyebabkan perubahan yang mendasar dalam keberadaan atau nilai 
21 aset/kewajiban entitas. 
22 35. Peristiwa luar biasa harus memenuhi seluruh persyaratan 
23 berikut: 
24 (a) Tidak merupakan kegiatan normal dari entitas; 
25 (b) Tidak diharapkan terjadi dan tidak diharapkan terjadi berulang; 
26 (c) Berada di luar kendali atau pengaruh entitas; 
27 (d) Memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau 
28 posisi aset/kewajiban. 
29 36. Hakikat, jumlah dan pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa 
30 luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam Catatan atas Laporan 
31 Keuangan. 
32 TANGGAL EFEKTIF 
33 37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
34 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
35 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 6
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.12 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
PERNYATAAN NO. 11 
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 
LAMPIRAN II.12 PSAP 11 – (i)
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - (i) 
DAFTAR ISI 
Paragraf 
PENDAHULUAN ----------------------------------------------------------------- 1-4 
Tujuan ------------------------------------------------------------------------ 1 
Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------- 2-4 
DEFINISI --------------------------------------------------------------------------- 5 
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN ----------- 6-10 
ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------- 11 
ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------------------------- 12-15 
BADAN LAYANAN UMUM --------------------------------------------------- 16 
PROSEDUR KONSOLIDASI ------------------------------------------------- 17-21 
TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------ 22
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
2 PERNYATAAN NO. 11 
3 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 
4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 
5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 
6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 
7 Akuntansi Pemerintahan. 
8 PENDAHULUAN 
9 Tujuan 
10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur 
11 penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan 
12 dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general 
13 purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan 
14 kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang 
15 dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan 
16 keuangan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna 
17 laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam 
18 ketentuan peraturan perundang-undangan. 
19 Ruang Lingkup 
20 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit 
21 pemerintahan yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan 
22 secara terkonsolidasi menurut Pernyataan Standar ini agar 
23 mencerminkan satu kesatuan entitas. 
24 3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat 
25 sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas 
26 akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. 
27 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 
28 (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah; 
29 (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi; 
30 (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan 
LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 
2 DEFINISI 
3 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 
4 Pernyataan Standar dengan pengertian: 
5 Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan 
6 pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelyanan kepada 
7 masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual 
8 tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan 
9 kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 
10 Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna 
11 anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib 
12 menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan 
13 untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 
14 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau 
15 lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-16 
undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa 
17 laporan keuangan. 
18 Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang 
19 diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas 
20 pelaporan lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik 
21 agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian. 
22 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan 
23 yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas 
24 pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 
25 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 
26 KONSOLIDASIAN 
27 6. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan 
28 Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 
29 7. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode 
30 pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas 
31 pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. 
LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 8. Pemerintah pusat menyampaikan laporan keuangan 
2 konsolidasian dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga 
3 legislatif. 
4 9. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan 
5 eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun 
6 demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal 
7 tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 
8 10. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain 
9 sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang belum 
10 dipertanggungjawabkan oleh Bendaharawan Pembayar sampai dengan 
11 akhir periode akuntansi. 
12 ENTITAS PELAPORAN 
13 11. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan 
14 perundang-undangan, yang umumnya bercirikan: 
15 (a) Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau 
16 mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran, 
17 (b) Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, 
18 (c) Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat 
19 atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan 
20 (d) Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung 
21 maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang 
22 menyetujui anggaran. 
23 ENTITAS AKUNTANSI 
24 12. Pengguna anggaran/pengguna barang sebagai entitas 
25 akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan 
26 keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya 
27 yang ditujukan kepada entitas pelaporan. 
28 13. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja 
29 atau mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib 
30 menyelenggarakan akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan 
31 keuangan menurut standar akuntansi pemerintahan. Laporan keuangan 
32 tersebut disampaikan secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih 
LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas 
2 pelaporan. 
3 14. Perusahaan negara/daerah pada dasarnya adalah suatu 
4 entitas akuntansi, namun akuntansi dan penyajian laporannya tidak 
5 menggunakan standar akuntansi pemerintahan. 
6 15. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan 
7 yang berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai 
8 pengaruh signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat 
9 ditetapkan sebagai entitas pelaporan. 
10 BADAN LAYANAN UMUM 
11 16. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan 
12 umum, memungut dan menerima serta membelanjakan dana masyarakat 
13 yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak 
14 berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. 
15 Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, 
16 dan otorita. 
17 PROSEDUR KONSOLIDASI 
18 17. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini 
19 dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun 
20 yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas 
21 pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal 
22 balik. 
23 18. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan 
24 menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara 
25 organisatoris berada di bawahnya. 
26 19. Konsolidasi dapat dilaksanakan baik dengan mengeliminasi 
27 akun-akun yang timbal balik (reciprocal) maupun tanpa mengeliminasinya. 
28 20. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun-29 
akun yang timbal-balik, maka nama-nama akun yang timbal balik, dan 
30 estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik dicantumkan dalam 
31 Catatan atas Laporan Keuangan. 
32 21. Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) 
33 digabungkan pada kementerian negara/lembaga teknis pemerintah 
LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 4
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
1 pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya dengan 
2 ketentuan sebagai berikut: 
3 (a) Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto 
4 kepada Laporan Realisasi Anggaran kementerian 
5 negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara 
6 organisatoris membawahinya. 
7 (b) Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian 
8 negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara 
9 organisatoris membawahinya. 
10 TANGGAL EFEKTIF 
11 22. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 
12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 
13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
ttd. 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 
LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 5 
Salinan sesuai dengan aslinya 
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA 
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan 
Bidang Perekonomian dan Industri, 
ttd 
SETIO SAPTO NUGROHO
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN III 
PROSES PENYUSUNAN 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 
BERBASIS AKRUAL
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
LAMPIRAN III 
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 71 TAHUN 2010 
TANGGAL 22 OKTOBER 2010 
PROSES PENYUSUNAN 
STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL 
Dalam rangka peningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah dan 
untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta memfasilitasi 
manajemen keuangan/aset yang lebih transparan dan akuntabel, maka perlu 
penerapan akuntansi berbasis akrual yang merupakan best practice di dunia 
internasional. 
Pengantar ini menguraikan lebih lanjut tentang latar belakang, kedudukan dan peran 
serta tugas Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), berikut penjelasan 
lingkup proses penyusunan SAP berbasis akrual (untuk selanjutnya disebut SAP 
Berbasis Akrual) dan pentingnya isi pokok, perbedaan mendasar antara SAP 
Berbasis Akrual dengan SAP berbasis kas menuju akrual sesuai dengan Peraturan 
Pemerintah No 24 Tahun 2005 (untuk selanjutnya disebut SAP Berbasis Kas Menuju 
Akrual), dan implementasi SAP Berbasis Akrual. Isi dari pengantar ini dapat 
digunakan sebagai referensi untuk memahami dan menerapkan SAP Berbasis 
Akrual. 
LATAR BELAKANG 
1. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan 
Negara menyatakan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban 
pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar 
Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 
2. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 
menegaskan ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan 
LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 1
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) 
tahun. 
3. Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, menegaskan 
kembali tentang ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan 
dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya pada Tahun 
Anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan 
belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan 
pengukuran berbasis kas. 
4. SAP berisikan prinsip-prinsip akuntansi pemerintahan yang diterapkan dalam 
menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. PSAP adalah SAP 
yang diberi judul, nomor, dan tanggal mulai berlaku dan ditetapkan dengan 
Peraturan Pemerintah, sehingga mempunyai kekuatan hukum. 
KEDUDUKAN DAN PERAN KSAP 
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan 
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 
mengamanatkan tugas penyusunan SAP kepada suatu komite standar yang 
independen. 
6. Sesuai amanat Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang 
Perbendaharaan Negara dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan 
(KSAP), yang untuk pertama kali ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI 
Nomor 84 Tahun 2004 tentang Keanggotaan KSAP, dan telah mengalami 
beberapa kali perubahan, terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 3 
Tahun 2009. 
7. KSAP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan 
akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan melalui penyusunan 
dan pengembangan standar akuntansi pemerintahan, termasuk mendukung 
pelaksanaan penerapan standar tersebut. 
LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 2
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
8. KSAP terdiri dari Komite Konsultatif Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite 
Konsultatif) dan Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite 
Kerja). 
TUGAS KSAP 
9. Komite Konsultatif bertugas memberi konsultasi dan/atau pendapat dalam 
rangka perumusan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar 
Akuntansi Pemerintahan. 
10. Komite Kerja bertugas mempersiapkan, merumuskan dan menyusun konsep 
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 
KSAP menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP kepada 
Menteri Keuangan untuk ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah. 
11. Selain menyusun SAP, KSAP bertugas mempersiapkan, mengkaji, melakukan 
riset terbatas dan menerbitkan berbagai publikasi yang berhubungan dengan 
standar, antara lain Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 
(IPSAP) dan Buletin Teknis. IPSAP dan Buletin Teknis merupakan pedoman 
dan informasi yang diterbitkan oleh KSAP untuk memudahkan pemahaman 
dan penerapan SAP, serta untuk mengatasi masalah-masalah akuntansi dan 
pelaporan keuangan. 
PROSES BAKU PENYUSUNAN (Due Process) SAP BERBASIS AKRUAL 
12. Proses penyiapan SAP Berbasis Akrual dilakukan melalui prosedur yang 
meliputi tahap-tahap kegiatan (due process) yang dilakukan dalam 
penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) oleh KSAP. 
Due process meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 
a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar 
Tahap ini merupakan proses pengidentifikasian topik-topik akuntansi dan 
pelaporan keuangan yang memerlukan pengaturan dalam bentuk 
pernyataan standar akuntansi pemerintahan. 
LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 3
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP 
KSAP dapat membentuk pokja yang bertugas membahas topik-topik yang 
telah disetujui. Keanggotaan Pokja ini berasal dari berbagai instansi yang 
kompeten di bidangnya. 
LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 4 
c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja 
Untuk pembahasan suatu topik, Pokja melakukan riset terbatas terhadap 
literatur-literatur, standar akuntansi yang berlaku di berbagai negara, 
praktik-praktik akuntansi yang sehat (best practices), peraturan-peraturan 
dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan topik yang akan 
dibahas. 
d. Penulisan Draf SAP oleh Kelompok Kerja 
Berdasarkan hasil riset terbatas dan acuan lainnya, Pokja menyusun draf 
SAP. Draf yang telah selesai disusun selanjutnya dibahas oleh Pokja. 
e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja 
Draf yang telah disusun oleh pokja dibahas oleh anggota Komite Kerja. 
Pembahasan diutamakan pada substansi dan implikasi penerapan 
standar. Dengan pendekatan ini diharapkan draf tersebut menjadi standar 
akuntansi yang berkualitas. Pembahasan ini tidak menutup kemungkinan 
terjadi perubahan-perubahan dari draf awal yang diusulkan oleh Pokja. 
Pada tahap ini, Komite Kerja juga melakukan diskusi dengan Badan 
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyamakan persepsi. 
f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan 
Komite Kerja berkonsultasi dengan Komite Konsultatif untuk pengambilan 
keputusan peluncuran draf publikasian SAP. 
g. Peluncuran Draf SAP (Exposure Draft) 
KSAP melakukan peluncuran draf SAP dengan mengirimkan draf SAP 
kepada stakeholders, antara lain masyarakat, legislatif, lembaga 
pemeriksa, dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh tanggapan.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
h. Dengar Pendapat Publik Terbatas (Limited Public Hearing) dan Dengar 
Pendapat Publik (Public Hearings) 
Dengar pendapat dilakukan dua tahap yaitu dengar pendapat publik 
terbatas dan dengar pendapat publik. Dengar pendapat publik terbatas 
dilakukan dengan mengundang pihak-pihak dari kalangan akademisi, 
praktisi, pemerhati akuntansi pemerintahan, dan masyarakat yang 
berkepentingan terhadap SAP untuk memperoleh tanggapan dan masukan 
dalam rangka penyempurnaan draf publikasian. 
Dengar pendapat publik merupakan proses dengar pendapat dengan 
masyarakat yang berkepentingan terhadap SAP. Tahapan ini dimaksudkan 
untuk meminta tanggapan masyarakat terhadap draf SAP. 
i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan terhadap Draf SAP 
KSAP melakukan pembahasan atas tanggapan/masukan yang diperoleh 
dari dengar pendapat terbatas, dengar pendapat publik dan masukan 
lainnya dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf SAP. 
LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 5 
j. Finalisasi Standar 
Dalam rangka finalisasi draf SAP, KSAP memperhatikan pertimbangan 
dari BPK. Disamping itu, tahap ini merupakan tahap akhir penyempurnaan 
substansi, konsistensi, koherensi maupun bahasa. Finalisasi setiap PSAP 
ditandai dengan penandatanganan draf PSAP oleh seluruh anggota KSAP. 
13. SAP Berbasis Akrual telah disusun dengan melalui tahapan proses penyiapan 
(due process) sebagaimana tersebut di atas. 
14. Dalam menyusun SAP Berbasis Akrual, KSAP menggunakan materi dan 
rujukan yang dikeluarkan oleh: 
a. Pemerintah Indonesia, berupa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 
2005 tentang SAP; 
b. International Federation of Accountants; 
c. International Accounting Standards Committee/International Accounting 
Standards Board;
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
d. International Monetary Fund; 
e. Ikatan Akuntan Indonesia; 
f. Financial Accounting Standards Board – USA; 
g. Governmental Accounting Standards Board – USA; 
h. Federal Accounting Standards Advisory Board – USA; 
i. Organisasi profesi lainnya di berbagai negara yang membidangi 
pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan. 
15. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan SAP Berbasis Akrual 
LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 6 
sebagai berikut: 
a. SAP Berbasis Akrual dikembangkan dari SAP PP 24/2005 dengan 
mengacu pada Internatonal Public Sector Accounting Standards 
(IPSAS) dan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku. 
b. SAP Berbasis Akrual adalah SAP PP 24/2005 yang telah 
dikembangkan sesuai dengan basis akrual. 
c. Laporan Operasional – yang dalam SAP PP 24/2005 disebut dengan 
nama Laporan Kinerja Keuangan dan bersifat opsional – dalam SAP 
Berbasis Akrual menjadi salah satu PSAP untuk pelaporan atas 
pendapatan dari sumber daya ekonomi yang diperoleh dan beban 
untuk kegiatan pelayanan pemerintahan. 
d. Kerangka konseptual dalam SAP PP 24/2005 dimodifikasi dan 
diperbarui sehingga menjadi kerangka konseptual dari PSAP berbasis 
akrual. 
16. Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa PSAP PP 
24/2005 sebagian besar telah mengacu pada praktik akuntansi berbasis 
akrual, dan agar pengguna yang sudah terbiasa dengan SAP PP 24/2005 
masih dapat melihat kesinambungannya dengan SAP Berbasis Akrual.
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
ISI POKOK SAP BERBASIS AKRUAL DAN PERBEDAANNYA DENGAN SAP 
BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL 
17. Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 1 Tahun 2004, sebagaimana diacu dalam 
Pasal 70 ayat (2), mengatur bahwa pengakuan pendapatan dan belanja pada 
APBN/APBD menggunakan basis akrual. Di lain pihak, praktik penganggaran 
dan pelaporan pelaksanaannya pada sebagian terbesar negara, termasuk 
Indonesia, menggunakan basis kas. Untuk itu KSAP menyusun SAP Berbasis 
Akrual yang mencakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan 
anggaran (budgetary reports), sebagaimana dicantumkan pada PSAP 2, dan 
PSAP berbasis akrual untuk pelaporan finansial, yang pada PSAP 12 
memfasilitasi pencatatan pendapatan dan beban dengan basis akrual. 
18. Laporan pelaksanaan anggaran yang berbasis kas terdiri dari Laporan 
Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Bagi 
Entitas Pelaporan di Pemerintah Pusat). 
Laporan finansial yang berbasis akrual terdiri dari Neraca, Laporan 
Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. 
19. Perbedaan mendasar SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis 
Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas 
melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang 
didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan 
kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah 
atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan. 
IMPLEMENTASI SAP BERBASIS AKRUAL 
20. Setelah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, SAP Berbasis Akrual 
dipublikasikan dan didistribusikan kepada masyarakat. 
21. Selanjutnya KSAP melakukan sosialisasi SAP Berbasis Akrual kepada para 
pemangku kepentingan (stakeholders). Bentuk sosialisasi yang dilakukan 
berupa seminar/diseminasi/diskusi dengan para pengguna, program 
LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 7
PRESIDEN 
REPUBLIK INDONESIA 
pendidikan profesional berkelanjutan, training of trainers (TOT) dan 
memfasilitasi konsultasi teknis terkait penerapan SAP Berbasis Akrual (help 
desk). 
22. SAP Berbasis Akrual diterapkan dalam lingkup pemerintahan, yaitu 
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan 
pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan 
organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 
23. Implementasi SAP Berbasis Akrual harus disertai dengan upaya sinkronisasi 
berbagai peraturan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah 
dengan SAP Berbasis Akrual. 
24. Keterbatasan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dinyatakan secara eksplisit 
LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 8 
pada setiap PSAP yang diterbitkan. 
BAHASA 
25. Seluruh draf, PSAP, dan IPSAP serta buletin teknis diterbitkan oleh KSAP 
dalam bahasa Indonesia. Pengalihan ke bahasa lain agar diinformasikan 
kepada KSAP. 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
ttd. 
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 
Salinan sesuai dengan aslinya 
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA 
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan 
Bidang Perekonomian dan Industri, 
ttd 
SETIO SAPTO NUGROHO

More Related Content

PPTX
Sri suwanti jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan Daerah
PPT
Kerangka Konseptual SAP
PPT
perpajakan internasional
PPT
SAPP - Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
PPTX
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
PDF
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
PPT
13-Laporan Keuangan Daerah
Sri suwanti jurnal standar - Akuntansi Pemerintahan Daerah
Kerangka Konseptual SAP
perpajakan internasional
SAPP - Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah
Modul Akuntansi Akrual untuk Pemerintah Daerah
13-Laporan Keuangan Daerah

What's hot (20)

PPTX
Pengantar Akuntansi Sektor Publik
PPTX
PPT AKPEM KEL. VI - Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan Sistem Pemerintah D...
PPTX
Rekonsiliasi Bank.pptx
PPTX
Bagan Akun Standar
PPTX
Konsep materialitas dan penerapan materialitas terhadap proses audit
PPTX
Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
PPT
Analisis laporan keuangan pemda
PPTX
Tugas pengeuditan 2
PPTX
Akuntansi universitas
PPTX
Kerangka umum Standar Akuntansi Pemerintah Pusat
PPTX
Akuntansi skpd rtm ib
PDF
Sistem Akuntansi dan Pelaporan keuangan Pemerintah Pusat
PPTX
PSAP 04 Catatan atas Laporan Keuangan
PPTX
Pengantar Akuntansi Pemerintah
PPTX
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah
PPTX
09.1 audit siklus penjualan dan penerimaan
PDF
Persamaan dan Teknik Akuntansi Pemerintahan
PDF
Cash and receivables
PPT
Dasar Akuntansi & Kerangka Konseptual
PPT
sisdur akuntansi penerimaan kas
Pengantar Akuntansi Sektor Publik
PPT AKPEM KEL. VI - Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan Sistem Pemerintah D...
Rekonsiliasi Bank.pptx
Bagan Akun Standar
Konsep materialitas dan penerapan materialitas terhadap proses audit
Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
Analisis laporan keuangan pemda
Tugas pengeuditan 2
Akuntansi universitas
Kerangka umum Standar Akuntansi Pemerintah Pusat
Akuntansi skpd rtm ib
Sistem Akuntansi dan Pelaporan keuangan Pemerintah Pusat
PSAP 04 Catatan atas Laporan Keuangan
Pengantar Akuntansi Pemerintah
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah daerah
09.1 audit siklus penjualan dan penerimaan
Persamaan dan Teknik Akuntansi Pemerintahan
Cash and receivables
Dasar Akuntansi & Kerangka Konseptual
sisdur akuntansi penerimaan kas
Ad

Viewers also liked (20)

PPTX
Revamping the math classroom
PDF
Autonomic Application Management with Qubell (and Docker)
PPTX
IT Nation 2014 breakout
PPT
الأغراء الحقيقى
PPTX
Informal invitation
PDF
Ha cluster -Public to Private
PDF
Hand wrist exercises
PPT
установка колонн летучек
PPTX
High availability is not a luxury webcast
PPT
طريقنا الى القلوب!
PPTX
My perfect vacation
PDF
Enhancing employability through enterprise education: BSc Business Enterprise...
PPTX
Лабораторна робота LR4-5_4-5.1_kozachenko
PDF
Enterprise in your degree - Neil Coles
PPTX
Creativity Lego เอก
PPT
технология селективной изоляции водопритока
PDF
Using Capifony for Symfony apps deployment.
PDF
PDF
Embedding modern languages across the disciplines - Catriona Cunningham
Revamping the math classroom
Autonomic Application Management with Qubell (and Docker)
IT Nation 2014 breakout
الأغراء الحقيقى
Informal invitation
Ha cluster -Public to Private
Hand wrist exercises
установка колонн летучек
High availability is not a luxury webcast
طريقنا الى القلوب!
My perfect vacation
Enhancing employability through enterprise education: BSc Business Enterprise...
Лабораторна робота LR4-5_4-5.1_kozachenko
Enterprise in your degree - Neil Coles
Creativity Lego เอก
технология селективной изоляции водопритока
Using Capifony for Symfony apps deployment.
Embedding modern languages across the disciplines - Catriona Cunningham
Ad

Similar to SAP PP No 71 Tahun 2010 (20)

PDF
Pp 71 tahun_2010
PDF
Pp 71 tahun_2010
PDF
PP 71 Tahun 2010
PDF
PP No 71 Th 2010 standar akuntansi pemerintah
PDF
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
PDF
Pp 71 tahun_2010
PDF
Pp 71 tahun 2010
PDF
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
PPTX
Standar akuntansi pemerintahan
PPTX
Std Akun Pem.pptx
DOC
Standar akuntansi keuangan
PPTX
Bab 12 pendahuluan akuntansi (klp4).pptx
DOC
Makalah bab 10 akuntansi sektor publik
DOCX
Akuntansi pemerintahan
PDF
Pengenalan akuntansi pemerintahan indonesia
PDF
PMK No. 219 Tahun 2013
PPTX
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
PPTX
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
PPTX
Gambaran-Umum-.pptx
PPTX
Materi Pengantar Akuntansi Pemerintah Pert 1
Pp 71 tahun_2010
Pp 71 tahun_2010
PP 71 Tahun 2010
PP No 71 Th 2010 standar akuntansi pemerintah
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Pp 71 tahun_2010
Pp 71 tahun 2010
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Standar akuntansi pemerintahan
Std Akun Pem.pptx
Standar akuntansi keuangan
Bab 12 pendahuluan akuntansi (klp4).pptx
Makalah bab 10 akuntansi sektor publik
Akuntansi pemerintahan
Pengenalan akuntansi pemerintahan indonesia
PMK No. 219 Tahun 2013
Gambaran Umum PP 71 Tahun 2010
Kelompok 11_Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (1).pptx
Gambaran-Umum-.pptx
Materi Pengantar Akuntansi Pemerintah Pert 1

Recently uploaded (20)

PDF
FINAL LAPORAN AKHIR PENDATAAN KERENTANAN BANGUNAN KECAMATAN SERPONG 2025
PDF
Overview Kebijakan PKN Tingkat I Tahun 2025
PDF
handbook of Public Administration & Digital Gov
PPTX
Tugas Hukum Perdata Internasional_Kelompok 1.pptx
PPTX
Kebijakan Perencanaa dan Penganggaran APBD.pptx
PPTX
2 paparan sosialisasi-MATERI NSPK ok .pptx
PDF
Briefing Ayyamul Bidh Edisi Agustus 2025
PDF
Digital Governance: Strategi Tata Kelola Pemerintahan yang Efektif dan Transp...
PPT
BAHAN TAYANG SLRT PPKS & PSKS-KESEJAHTERAAN SOSIAL.ppt
PPTX
29 Juli 2025 Paparan Bahan Yankes Program Strategis Gubernur[1].pptx
PDF
Buku 130 Hari Kerja Pemerintahan Prabowo
PPTX
sosialisasi_gratifikasi.dalam_lingkupptx
PPTX
Latsar Agenda III sebagai Materi Latsar CPNS tahun 2025 sistem PJJ
PPTX
Rapat Penetapan Data Kemiskinan Padang Panjang
PPTX
KONDISI GEOGRFIS NEGARA NEGARA KAWASAN ASEAN
PPTX
SAMBUNGAN MOMEN DENGAN BAUT POWER POINT.
PDF
Memperkuat Karakter ASN Pejuang untuk Indonesia Emas
PDF
Paparan Musrenbang RKPD 2026 Hulu Sungai Tengah
PPTX
Benturan Kepentingan Pembangunan ZI.pptx
PPTX
Rancangan Awal RPJMD Kalimantan Selatan 2025-2029
FINAL LAPORAN AKHIR PENDATAAN KERENTANAN BANGUNAN KECAMATAN SERPONG 2025
Overview Kebijakan PKN Tingkat I Tahun 2025
handbook of Public Administration & Digital Gov
Tugas Hukum Perdata Internasional_Kelompok 1.pptx
Kebijakan Perencanaa dan Penganggaran APBD.pptx
2 paparan sosialisasi-MATERI NSPK ok .pptx
Briefing Ayyamul Bidh Edisi Agustus 2025
Digital Governance: Strategi Tata Kelola Pemerintahan yang Efektif dan Transp...
BAHAN TAYANG SLRT PPKS & PSKS-KESEJAHTERAAN SOSIAL.ppt
29 Juli 2025 Paparan Bahan Yankes Program Strategis Gubernur[1].pptx
Buku 130 Hari Kerja Pemerintahan Prabowo
sosialisasi_gratifikasi.dalam_lingkupptx
Latsar Agenda III sebagai Materi Latsar CPNS tahun 2025 sistem PJJ
Rapat Penetapan Data Kemiskinan Padang Panjang
KONDISI GEOGRFIS NEGARA NEGARA KAWASAN ASEAN
SAMBUNGAN MOMEN DENGAN BAUT POWER POINT.
Memperkuat Karakter ASN Pejuang untuk Indonesia Emas
Paparan Musrenbang RKPD 2026 Hulu Sungai Tengah
Benturan Kepentingan Pembangunan ZI.pptx
Rancangan Awal RPJMD Kalimantan Selatan 2025-2029

SAP PP No 71 Tahun 2010

  • 1. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 184 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); MEMUTUSKAN: . . .
  • 2. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2. Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya. 3. Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. 4. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat PSAP, adalah SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal efektif. 5. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. 6. Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat IPSAP, adalah penjelasan, klarifikasi, dan uraian lebih lanjut atas PSAP. 7. Buletin . . .
  • 3. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 3 - 7. Buletin Teknis SAP adalah informasi yang berisi penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi pengguna. 8. SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD. 9. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. 10. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat KSAP, adalah komite sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang bertugas menyusun SAP. 11. Sistem Akuntansi Pemerintahan adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Pasal 2 (1) SAP dinyatakan dalam bentuk PSAP. (2) SAP dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Pasal 3 (1) PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilengkapi dengan IPSAP dan/atau Buletin Teknis SAP. (2) IPSAP . . .
  • 4. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 4 - (2) IPSAP dan Buletin Teknis SAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan diterbitkan oleh KSAP dan diberitahukan kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan. (3) Rancangan IPSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum IPSAP diterbitkan. BAB II PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN Pasal 4 (1) Pemerintah menerapkan SAP Berbasis Akrual. (2) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam bentuk PSAP. (3) SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. (4) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 5 (1) Dalam hal diperlukan perubahan terhadap PSAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), perubahan tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. (2) Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh KSAP sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam penyusunan SAP. (3) Rancangan . . .
  • 5. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 5 - (3) Rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh KSAP kepada Menteri Keuangan. (4) Menteri Keuangan menyampaikan usulan rancangan perubahan PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk mendapat pertimbangan. Pasal 6 (1) Pemerintah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan yang mengacu pada SAP. (2) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada Pemerintah Pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. (3) Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah diatur dengan peraturan gubernur/bupati/walikota yang mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan. (4) Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Pasal 7 (1) Penerapan SAP Berbasis Akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis Akrual. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Pasal 8 . . .
  • 6. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 6 - Pasal 8 (1) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dinyatakan dalam bentuk PSAP. (2) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. (3) PSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan 2. Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan akuntansi pemerintahan sepanjang belum diubah dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku. Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . . .
  • 7. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 7 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 123 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, ttd SETIO SAPTO NUGROHO
  • 8. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar akuntansi pemerintahan tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Penyusunan SAP Berbasis Akrual dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP yang secara lengkap terdapat dalam Lampiran III. Penyusunan PSAP dilandasi oleh Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, yang merupakan konsep dasar penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan, dan merupakan acuan bagi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, penyusun laporan keuangan, pemeriksa, dan pengguna laporan keuangan dalam mencari pemecahan atas sesuatu masalah yang belum diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Keuangan Negara tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Penerapan . . .
  • 9. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti. Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual. Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual. Laporan keuangan yang dihasilkan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dimaksudkan untuk memberi manfaat lebih baik bagi para pemangku kepentingan, baik para pengguna maupun pemeriksa laporan keuangan pemerintah, dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan salah satu prinsip akuntansi yaitu bahwa biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Selain mengubah basis SAP dari kas menuju akrual menjadi akrual, Peraturan Pemerintah ini mendelegasikan perubahan terhadap PSAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan dari BPK. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 . . .
  • 10. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 3 - Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) IPSAP dimaksudkan untuk menjelaskan lebih lanjut topik tertentu guna menghindari salah tafsir pengguna PSAP. Buletin Teknis SAP dimaksudkan untuk mengatasi masalah teknis akuntansi dengan menjelaskan secara teknis penerapan PSAP dan/atau IPSAP. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “perubahan” adalah penambahan, penghapusan, atau penggantian satu atau lebih PSAP. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan diperlukan dalam rangka mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan Pemerintah secara nasional. Ayat (3) Selain mengacu pada pedoman umum Sistem Akuntansi Pemerintahan, dalam menyusun Sistem Akuntansi Pemerintahan pada pemerintah daerah, gubernur/bupati/walikota mengacu pula pada peraturan daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan daerah. Ayat (4) . . .
  • 11. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 4 - Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Penerapan SAP Berbasis Akrual secara bertahap dilakukan dengan memperhatikan urutan persiapan dan ruang lingkup laporan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Peraturan perundang-undangan yang masih relevan dan tidak bertentangan dengan SAP Berbasis Akrual dinyatakan tetap berlaku. Peraturan perundang-undangan yang bertentangan harus dicabut dan/atau disesuaikan. IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang disusun oleh KSAP sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku. Jika terdapat IPSAP dan Buletin Teknis SAP yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini harus dicabut dan/atau disesuaikan. Pasal 10 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5165
  • 12. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL
  • 13. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI LAMPIRAN I STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL 1. LAMPIRAN I. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2. LAMPIRAN I.02 PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 3. LAMPIRAN I.03 PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS 4. LAMPIRAN I.04 PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS 5. LAMPIRAN I.05 PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 6. LAMPIRAN I.06 PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN 7. LAMPIRAN I.07 PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI 8. LAMPIRAN I.08 PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP 9. LAMPIRAN I.09 PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 10. LAMPIRAN I.10 PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN 11. LAMPIRAN I.11 PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 12. LAMPIRAN I.12 PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 13. LAMPIRAN I.13 PSAP 12 LAPORAN OPERASIONAL
  • 14. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.01 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (i)
  • 15. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 1-5 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------------------- 1-3 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------------------- 4-5 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN --------------------------------------------------- 6-16 BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN KEKUASAAN -------------- 8-9 SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN TRANSFER PENDAPATAN ANTAR PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------- 10 PENGARUH PROSES POLITIK ---------------------------------------------------------------- 11 HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN PEMERINTAH --------------------------------------------------------------------------------------- 12 ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK, TARGET FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN ------------------------------------------------------- 13 INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG MENGHASILKAN PENDAPATAN -------------------------------------------------------------------------------------- 14 KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA UNTUK TUJUAN PENGENDALIAN ----------------------------------------------------------------------------------- 15 PENYUSUTAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------------- 16 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA---------- --------------- 17-20 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------- 17 KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ---------- 18-20 ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN --------------------------------------------------------- 21-23 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------ 24-27 PERANAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 24-25 TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------- 26-27 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------------------------- 28-29 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN------------------------------------------------------- 30 ASUMSI DASAR -------------------------------------------------------------------------------------------- 31-34 KEMANDIRIAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------------ 32 KESINAMBUNGAN ENTITAS ------------------------------------------------------------------ 33 KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG (MONETARY MEASUREMENT) ------ 34 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------- 35-40 RELEVAN -------------------------------------------------------------------------------------------- 36-37 ANDAL ------------------------------------------------------------------------------------------------ 38 DAPAT DIBANDINGKAN ------------------------------------------------------------------------- 39 DAPAT DIPAHAMI --------------------------------------------------------------------------------- 40 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN --------------------------------------- 41-55 BASIS AKUNTANSI ------------------------------------------------------------------------------- 42-45
  • 16. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST) ------------------------------------------------------ 46-47 REALISASI (REALIZATION) -------------------------------------------------------------------- 48-49 SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE OVER FORM) ------------------------------------------------------------------------------------------------- 50 PERIODISITAS (PERIODICITY) --------------------------------------------------------------- 51 KONSISTENSI (CONSISTENCY) -------------------------------------------------------------- 52 PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE) ----------------------------------- 53 PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION) -------------------------------------------- 54-55 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL --------------------------------------- 56-59 MATERIALITAS ------------------------------------------------------------------------------------- 57 PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT -------------------------------------------------- 58 KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF ----------------------------- 59 UNSUR LAPORAN KEUANGAN ----------------------------------------------------------------------- 60-83 LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------------------------------------- 61-62 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH ---------------------------------- 63 NERACA ---------------------------------------------------------------------------------------------- 64-77 Aset --------------------------------------------------------------------------------------------------- 66-72 Kewajiban--------------------------------------------------------------------------------------------- 73-76 Ekuitas ------------------------------------------------------------------------------------------------- 77 LAPORAN OPERASIONAL ---------------------------------------------------------------------- 78-79 LAPORAN ARUS KAS ---------------------------------------------------------------------------- 80-81 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ----------------------------------------------------------- 82 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------- 83 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 84-97 KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN TERJADI --------- 87 KEANDALAN PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------ 88-89 PENGAKUAN ASET ------------------------------------------------------------------------------- 90-92 PENGAKUAN KEWAJIBAN --------------------------------------------------------------------- 93-94 PENGAKUAN PENDAPATAN ------------------------------------------------------------------ 95 PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA ------------------------------------------------------- 96-97 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------ 98-99 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual – (iii)
  • 17. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENDAHULUAN 2 TUJUAN 3 1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari 4 penyusunan dan pengembangan Standar Akuntansi Pemerintahan yang 5 selanjutnya dapat disebut standar. Tujuannya adalah sebagai acuan bagi: 6 (a) penyusun standar dalam melaksanakan tugasnya; 7 (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi 8 yang belum diatur dalam standar; 9 (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan 10 keuangan disusun sesuai dengan standar; dan 11 (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang 12 disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar. 13 2. Kerangka Konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal 14 terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam standar akuntansi 15 pemerintahan. 16 3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan 17 standar, maka ketentuan standar diunggulkan relatif terhadap kerangka 18 konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian diharapkan dapat 19 diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi pemerintahan di 20 masa depan. 21 RUANG LINGKUP 22 4. Kerangka konseptual ini membahas: 23 (a) tujuan kerangka konseptual; 24 (b) lingkungan akuntansi pemerintahan; 25 (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna; 26 (d) entitas akuntansi dan entitas pelaporan; 27 (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, komponen laporan keuangan, 28 serta dasar hukum; 29 (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi 30 dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; 31 dan 32 (g) unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan, pengakuan, dan 33 pengukurannya. 34 5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan 35 pemerintah pusat dan daerah. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 1
  • 18. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh 3 terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. 4 7. Ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu 5 dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan 6 adalah sebagai berikut: 7 (a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan: 8 (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan; 9 (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar 10 pemerintah; 11 (3) pengaruh proses politik; 12 (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. 13 (b) Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian: 14 (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan 15 sebagai alat pengendalian; 16 (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan; 17 (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian; 18 dan 19 (4) Penyusutan nilai aset sebagai sumber daya ekonomi karena digunakan 20 dalam kegiatan operasional pemerintahan. 21 BENTUK UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMISAHAN 22 KEKUASAAN 23 8. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasas 24 Pancasila, kekuasaan ada di tangan rakyat sesuai dengan sila keempat. Rakyat 25 mendelegasikan kekuasaan kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. 26 Sejalan dengan pendelegasian kekuasaan ini terdapat pemisahan wewenang di 27 antara eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya 28 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 29 Tahun 1945. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga 30 keseimbangan terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara 31 penyelenggara negara. 32 9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan negara, 33 pemerintah menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada DPR/DPRD 34 untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pemerintah 35 melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan peraturan 36 perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pemerintah 37 bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada 38 DPR/DPRD. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 2
  • 19. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SISTEM PEMERINTAHAN OTONOMI DAN 1 TRANSFER 2 PENDAPATAN ANTAR PEMERINTAH 3 10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam 4 sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah 5 provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas 6 cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. 7 Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak yang 8 lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi dana 9 umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan. 10 PENGARUH PROSES POLITIK 11 11. Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan 12 kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya 13 untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan 14 keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber 15 lainnya guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu ciri yang penting 16 dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik 17 untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. 18 HUBUNGAN ANTARA PEMBAYARAN PAJAK DAN PELAYANAN 19 PEMERINTAH 20 12. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara 21 langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar 22 pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka 23 memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak 24 berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada 25 wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah 26 mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam 27 mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut: 28 (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya 29 suka rela. 30 (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak 31 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti 32 penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai 33 tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh. 34 (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan 35 pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur 36 sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan 37 dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan 38 pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan 39 dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi 40 lebih mudah. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 3
  • 20. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan 2 pemerintah adalah relatif sulit. 3 ANGGARAN SEBAGAI PERNYATAAN KEBIJAKAN PUBLIK, 4 TARGET FISKAL, DAN ALAT PENGENDALIAN 5 13. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil 6 kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk 7 melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk 8 menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila 9 diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran 10 mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi 11 upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu 12 periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak tertutup 13 kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau kurang dari 14 satu tahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan pemerintah 15 mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara 16 lain karena: 17 (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik. 18 (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan 19 antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan. 20 (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi 21 hukum. 22 (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah. 23 (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan 24 pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada 25 publik. 26 INVESTASI DALAM ASET YANG TIDAK LANGSUNG 27 MENGHASILKAN PENDAPATAN 28 14. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset 29 yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti 30 gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian 31 besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program 32 pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan 33 manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi 34 pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian besar 35 aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah, 36 bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa 37 mendatang. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 4
  • 21. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEMUNGKINAN PENGGUNAAN AKUNTANSI DANA 1 UNTUK 2 TUJUAN PENGENDALIAN 3 15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi dan 4 pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang 5 memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing 6 merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara 7 belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat 8 diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain 9 kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam 10 pengembangan pelaporan keuangan pemerintah. 11 PENYUSUTAN ASET TETAP 12 16. Aset yang digunakan pemerintah, kecuali beberapa jenis aset 13 tertentu seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan kapasitas yang terbatas. 14 Seiring dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset dilakukan 15 penyesuaian nilai. 16 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI PARA 17 PENGGUNA 18 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN 19 17. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan 20 pemerintah, namun tidak terbatas pada: 21 (a) masyarakat; 22 (b) wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 23 (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan 24 pinjaman; dan 25 (d) pemerintah. 26 KEBUTUHAN INFORMASI PARA PENGGUNA LAPORAN 27 KEUANGAN 28 18. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum 29 untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan 30 demikian, laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi 31 kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, 32 berhubung laporan keuangan pemerintah berperan sebagai wujud akuntabilitas 33 pengelolaan keuangan negara, maka komponen laporan yang disajikan setidak-34 tidaknya mencakup jenis laporan dan elemen informasi yang diharuskan oleh 35 ketentuan peraturan perundang-undangan (statutory reports). Selain itu, karena 36 pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka ketentuan Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 5
  • 22. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak 2 perlu mendapat perhatian. 3 19. Kebutuhan informasi tentang kegiatan operasional pemerintahan 4 serta posisi kekayaan dan kewajiban dapat dipenuhi dengan lebih baik dan 5 memadai apabila didasarkan pada basis akrual, yakni berdasarkan pengakuan 6 munculnya hak dan kewajiban, bukan berdasarkan pada arus kas semata. 7 Namun, apabila terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang 8 mengharuskan penyajian suatu laporan keuangan dengan basis kas, maka 9 laporan keuangan dimaksud wajib disajikan demikian. 10 20. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum 11 di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang 12 disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian, 13 dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk 14 dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang 15 diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang 16 dinyatakan lebih lanjut. 17 ENTITAS AKUNTANSI DAN PELAPORAN 18 21. Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang 19 mengelola anggaran, kekayaan, dan kewajiban yang menyelenggarakan 20 akuntansi dan menyajikan laporan keuangan atas dasar akuntansi yang 21 diselenggarakannya. 22 22. Entitas pelaporan merupakan unit pemerintahan yang terdiri dari 23 satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-24 undangan wajib menyajikan laporan pertanggungjawaban, berupa laporan 25 keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari: 26 (a) Pemerintah pusat; 27 (b) Pemerintah daerah; 28 (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah 29 pusat; 30 (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 31 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 32 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 33 23. Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat 34 pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap 35 aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan 36 wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 6
  • 23. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN 2 PERANAN PELAPORAN KEUANGAN 3 24. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang 4 relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh 5 suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan 6 terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang 7 dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai 8 kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, 9 dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-10 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 7 undangan. 11 25. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan 12 upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan 13 kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk 14 kepentingan: 15 (a) Akuntabilitas 16 Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan 17 kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai 18 tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. 19 (b) Manajemen 20 Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu 21 entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi 22 perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, 23 dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat. 24 (c) Transparansi 25 Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat 26 berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk 27 mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban 28 pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya 29 dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. 30 (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) 31 Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan 32 pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran 33 yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan 34 akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 35 (e) Evaluasi Kinerja 36 Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan 37 sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja 38 yang direncanakan.
  • 24. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TUJUAN PELAPORAN 1 KEUANGAN 2 26. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi 3 yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat 4 keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: 5 (a) menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber 6 daya keuangan; 7 (b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan 8 untuk membiayai seluruh pengeluaran; 9 (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang 10 digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah 11 dicapai; 12 (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai 13 seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; 14 (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas 15 pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka 16 pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan 17 pajak dan pinjaman; 18 (f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas 19 pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat 20 kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. 21 27. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan 22 menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya 23 keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan 24 anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset, 25 kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan. 26 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 27 28. Laporan keuangan pokok terdiri dari: 28 (a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA); 29 (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL); 30 (c) Neraca; 31 (d) Laporan Operasional (LO); 32 (e) Laporan Arus Kas (LAK); 33 (f) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE); 34 (g) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). 35 29. Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 28, 36 entitas pelaporan wajib menyajikan laporan lain dan/atau elemen informasi 37 akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan 38 (statutory reports). Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 8
  • 25. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN 2 30. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan 3 peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara 4 lain: 5 (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya 6 bagian yang mengatur keuangan negara; 7 (b) Undang-Undang di bidang keuangan negara; 8 (c) Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan 9 peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 10 (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah, 11 khususnya yang mengatur keuangan daerah; 12 (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan 13 keuangan pusat dan daerah; 14 (f) Peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan Anggaran 15 Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan 16 (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan 17 pusat dan daerah. 18 ASUMSI DASAR 19 31. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah 20 adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan 21 agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 22 (a) Asumsi kemandirian entitas; 23 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 24 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 25 KEMANDIRIAN ENTITAS 26 32. Asumsi kemandirian entitas, berarti bahwa setiap unit organisasi 27 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 28 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah 29 dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah 30 adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya 31 dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset 32 dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 33 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, 34 utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana atau tidak 35 terlaksananya program yang telah ditetapkan. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 9
  • 26. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KESINAMBUNGAN 1 ENTITAS 2 33. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas pelaporan 3 akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah diasumsikan tidak 4 bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek. 5 KETERUKURAN DALAM SATUAN UANG (MONETARY 6 MEASUREMENT) 7 34. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 8 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 9 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 10 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN 11 KEUANGAN 12 35. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran 13 normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat 14 memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat 15 normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi 16 kualitas yang dikehendaki: 17 (a) Relevan; 18 (b) Andal; 19 (c) Dapat dibandingkan; dan 20 (d) Dapat dipahami. 21 RELEVAN 22 36. Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang 23 termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan 24 membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan 25 memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi 26 mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan 27 dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. 28 37. Informasi yang relevan: 29 (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) 30 Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi 31 ekspektasi mereka di masa lalu. 32 (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value) 33 Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan 34 datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. 35 (c) Tepat waktu 36 Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna 37 dalam pengambilan keputusan. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 10
  • 27. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Lengkap 2 Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, 3 mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi 4 pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala yang ada. 5 Informasi yang melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat 6 dalam laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam 7 penggunaan informasi tersebut dapat dicegah. 8 ANDAL 9 38. Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang 10 menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta 11 dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau 12 penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara 13 potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik: 14 (a) Penyajian Jujur 15 Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya 16 yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk 17 disajikan. 18 (b) Dapat Diverifikasi (verifiability) 19 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila 20 pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya 21 tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. 22 (c) Netralitas 23 Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada 24 kebutuhan pihak tertentu. 25 DAPAT DIBANDINGKAN 26 39. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna 27 jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau 28 laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat 29 dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat 30 dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari 31 tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang 32 diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas 33 pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan 34 akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada 35 periode terjadinya perubahan. 36 DAPAT DIPAHAMI 37 40. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami 38 oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan 39 dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 11
  • 28. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi 2 entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi 3 yang dimaksud. 4 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN 5 KEUANGAN 6 41. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai 7 ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun 8 standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan 9 kegiatannya, serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan 10 keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan 11 dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: 12 (a) Basis akuntansi; 13 (b) Prinsip nilai historis; 14 (c) Prinsip realisasi; 15 (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; 16 (e) Prinsip periodisitas; 17 (f) Prinsip konsistensi; 18 (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan 19 (h) Prinsip penyajian wajar. 20 BASIS AKUNTANSI 21 42. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 22 pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, 23 kewajiban, dan ekuitas. Dalam hal peraturan perundangan mewajibkan 24 disajikannya laporan keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan 25 laporan demikian. 26 43. Basis akrual untuk LO berarti bahwa pendapatan diakui pada saat 27 hak untuk memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima 28 di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban 29 diakui pada saat kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih 30 telah terpenuhi walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum 31 Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Pendapatan seperti bantuan pihak 32 luar/asing dalam bentuk jasa disajikan pula pada LO. 33 44. Dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, 34 maka LRA disusun berdasarkan basis kas, berarti bahwa pendapatan dan 35 penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum 36 Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan; serta belanja, transfer dan 37 pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas 38 Umum Negara/Daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun dan Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 12
  • 29. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 dilaksanakan berdasarkan basis akrual, maka LRA disusun berdasarkan basis 2 akrual. 3 45. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan 4 ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian 5 atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa 6 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 7 NILAI HISTORIS (HISTORICAL COST) 8 46. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar 9 atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset 10 tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara 11 kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang 12 akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. 13 47. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain 14 karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, 15 dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 16 REALISASI (REALIZATION) 17 48. Bagi pemerintah, pendapatan basis kas yang tersedia yang telah 18 diotorisasikan melalui anggaran pemerintah suatu periode akuntansi akan 19 digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut. 20 Mengingat LRA masih merupakan laporan yang wajib disusun, maka pendapatan 21 atau belanja basis kas diakui setelah diotorisasi melalui anggaran dan telah 22 menambah atau mengurangi kas. 23 49. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against 24 revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan 25 sebagaimana dipraktekkan dalam akuntansi komersial. 26 SUBSTANSI MENGUNGGULI BENTUK FORMAL (SUBSTANCE 27 OVER FORM) 28 50. Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi 29 serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain 30 tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas 31 ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau 32 peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal 33 tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan 34 Keuangan. 35 PERIODISITAS (PERIODICITY) 36 51. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu 37 dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur 38 dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 13
  • 30. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan semesteran 2 juga dianjurkan. 3 KONSISTENSI (CONSISTENCY) 4 52. Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang 5 serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi 6 internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu 7 metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai 8 dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu 9 memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas 10 perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 11 Keuangan. 12 PENGUNGKAPAN LENGKAP (FULL DISCLOSURE) 13 53. Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang 14 dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan 15 keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan 16 atau Catatan atas Laporan Keuangan. 17 PENYAJIAN WAJAR (FAIR PRESENTATION) 18 54. Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi 19 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 20 Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas 21 Laporan Keuangan. 22 55. Dalam rangka penyajian wajar, faktor pertimbangan sehat 23 diperlukan bagi penyusun laporan keuangan ketika menghadapi ketidakpastian 24 peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan 25 mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan 26 sehat dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung 27 unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian 28 sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak 29 dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat 30 tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja 31 menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja 32 mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan 33 keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal. 34 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN 35 ANDAL 36 56. Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap 37 keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam 38 mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 14
  • 31. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal 2 yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan 3 pemerintah, yaitu: 4 (a) Materialitas; 5 (b) Pertimbangan biaya dan manfaat; 6 (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif. 7 MATERIALITAS 8 57. Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan 9 pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria 10 materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan 11 atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi 12 keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan. 13 PERTIMBANGAN BIAYA DAN MANFAAT 14 58. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya 15 penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya 16 menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya 17 penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan 18 proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh 19 pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati 20 oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya 21 penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya 22 yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan. 23 KESEIMBANGAN ANTAR KARAKTERISTIK KUALITATIF 24 59. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk 25 mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif 26 yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif 27 antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan 28 keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif 29 tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional. 30 31 UNSUR LAPORAN KEUANGAN 32 60. Laporan keuangan pemerintah terdiri dari laporan pelaksanaan 33 anggaran (budgetary reports), laporan finansial, dan CaLK. Laporan pelaksanaan 34 anggaran terdiri dari LRA dan Laporan Perubahan SAL. Laporan finansial terdiri 35 dari Neraca, LO, LPE, dan LAK. CaLK merupakan laporan yang merinci atau 36 menjelaskan lebih lanjut atas pos-pos laporan pelaksanaan anggaran maupun 37 laporan finansial dan merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari laporan 38 pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 15
  • 32. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN REALISASI 1 ANGGARAN 2 61. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, 3 dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah 4 pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan 5 realisasinya dalam satu periode pelaporan. 6 62. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi 7 Anggaran terdiri dari pendapatan-LRA, belanja, transfer, dan pembiayaan. 8 Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut : 9 (a) Pendapatan-LRA adalah penerimaan oleh Bendahara Umum 10 Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya 11 yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran 12 yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 13 kembali oleh pemerintah. 14 (b) Belanja adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum 15 Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih 16 dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh 17 pembayarannya kembali oleh pemerintah. 18 (c) Transfer adalah penerimaan atau pengeluaran uang oleh suatu entitas 19 pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan 20 dan dana bagi hasil. 21 (d) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan/pengeluaran yang tidak 22 berpengaruh pada kekayaan bersih entitas yang perlu dibayar kembali 23 dan/atau akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan 24 maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran 25 pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau 26 memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain 27 dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan 28 antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, 29 pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh 30 pemerintah. 31 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH 32 63. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan informasi 33 kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan 34 dengan tahun sebelumnya. 35 NERACA 36 64. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 37 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 38 65. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan 39 ekuitas. Masing-masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut : Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 16
  • 33. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 4 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 5 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 6 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 7 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 8 (b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 9 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 10 pemerintah. 11 (c) Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 12 aset dan kewajiban pemerintah. 13 Aset 14 66. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah 15 potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun 16 tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan 17 atau penghematan belanja bagi pemerintah. 18 67. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu 19 aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat 20 direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) 21 bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria 22 tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. 23 68. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 24 piutang, dan persediaan. 25 69. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan 26 aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk 27 kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar 28 diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, 29 dan aset lainnya. 30 70. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan 31 dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam 32 jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi 33 investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain 34 investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek 35 pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara 36 lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya. 37 71. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan 38 bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam 39 pengerjaan. 40 72. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 41 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama 42 (kemitraan). Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 17
  • 34. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kewajiban 2 73. Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah 3 mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan 4 pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 5 74. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas 6 atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, 7 kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman 8 dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah lain, atau lembaga 9 internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena perikatan dengan 10 pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi jasa lainnya. 11 75. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 12 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 13 76. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan 14 kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok 15 kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah 16 tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang 17 penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. 18 Ekuitas 19 77. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 20 antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di 21 Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas. 22 LAPORAN OPERASIONAL 23 78. Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi 24 yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah 25 pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode 26 pelaporan. 27 79. Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional 28 terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa. Masing-29 Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 18 masing unsur dapat dijelaskan sebagai berikut: 30 (a) Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai 31 kekayaan bersih. 32 (b) Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai 33 kekayaan bersih. 34 (c) Transfer adalah hak penerimaan atau kewajiban pengeluaran uang dari/oleh 35 suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana 36 perimbangan dan dana bagi hasil. 37 (d) Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 38 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa,
  • 35. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 2 pengaruh entitas bersangkutan. 3 LAPORAN ARUS KAS 4 80. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan 5 aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan 6 saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah 7 pusat/daerah selama periode tertentu. 8 81. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari 9 penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai 10 berikut: 11 (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 12 Negara/Daerah. 13 (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 14 Umum Negara/Daerah. 15 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 16 82. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau 17 penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 18 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 19 83. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau 20 rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan 21 Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan 22 Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi 23 tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan 24 informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam 25 Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan 26 untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas 27 Laporan Keuangan mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai 28 berikut: 29 (a) Mengungkapkan informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas 30 Akuntansi; 31 (b) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi 32 makro; 33 (c) Menyajikan ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan 34 berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 35 (d) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan 36 kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-37 transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 38 (e) Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada 39 lembar muka laporan keuangan; Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 19
  • 36. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (f) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 2 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 3 keuangan; 4 (g) Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, 5 yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan; 6 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 7 84. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya 8 kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi 9 sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas, 10 pendapatan-LRA, belanja, pembiayaan, pendapatan-LO, dan beban, 11 sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang 12 bersangkutan. Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap 13 pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. 14 85. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau 15 peristiwa untuk diakui yaitu: 16 (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan 17 kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke 18 dalam entitas pelaporan yang bersangkutan; 19 (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat 20 diukur atau dapat diestimasi dengan andal. 21 86. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi 22 kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. 23 KEMUNGKINAN BESAR MANFAAT EKONOMI MASA DEPAN 24 TERJADI 25 87. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar 26 manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat 27 kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos 28 atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan. 29 Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional 30 pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat 31 ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat 32 penyusunan laporan keuangan. 33 KEANDALAN PENGUKURAN 34 88. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang 35 akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun 36 ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila 37 pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, 38 maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas 39 Laporan Keuangan. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 20
  • 37. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 89. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi 2 apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi 3 peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang. 4 PENGAKUAN ASET 5 90. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 6 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 7 dengan andal. 8 91. Sejalan dengan penerapan basis akrual, aset dalam bentuk piutang 9 atau beban dibayar di muka diakui ketika hak klaim untuk mendapatkan arus kas 10 masuk atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetap masih 11 terpenuhi, dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi. 12 92. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain 13 bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi, 14 pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain, 15 serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan setiap 16 unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak atau 17 instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah 18 untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih 19 rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai 20 penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika 21 pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin 22 diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan. 23 PENGAKUAN KEWAJIBAN 24 93. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 25 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada 26 sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai 27 penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 28 94. Sejalan dengan penerapan basis akrual, kewajiban diakui pada saat 29 dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul. 30 PENGAKUAN PENDAPATAN 31 95. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan 32 tersebut atau ada aliran masuk sumber daya ekonomi. Pendapatan-LRA diakui 33 pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas 34 pelaporan. 35 PENGAKUAN BEBAN DAN BELANJA 36 96. Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban, terjadinya konsumsi 37 aset, atau terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 21
  • 38. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 97. Belanja diakui berdasarkan terjadinya pengeluaran dari Rekening 2 Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui 3 bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban 4 atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi 5 perbendaharaan. 6 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 7 98. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui 8 dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos 9 dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat 10 sebesar pengeluaran/penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar 11 dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat 12 sebesar nilai wajar sumber daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk 13 memenuhi kewajiban yang bersangkutan. 14 99. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang 15 rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu 16 dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Lampiran I.01 Kerangka Konseptual - 22
  • 39. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.02 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Lampiran I.02 PSAP 01 – (i)
  • 40. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.02 PSAP 01 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------------------- 1 - 7 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------------------- 2 - 4 BASIS AKUNTANSI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 - 7 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------------------------- 8 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------- 9 - 12 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------- 13 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------- 14 - 24 STRUKTUR DAN ISI ---------------------------------------------------------------------------------- 25-113 PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------------ 25 - 26 Identifikasi Laporan Keuangan --------------------------------------------------------------- 27 - 31 Periode Pelaporan ------------------------------------------------------------------------------- 32 - 33 Tepat Waktu --------------------------------------------------------------------------------------- 34 LAPORAN REALISASI ANGGARAN --------------------------------------------------------- 35 - 40 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH --------------------------------- 41 - 43 NERACA ---------------------------------------------------------------------------------------------- 44 - 85 Klasifikasi ------------------------------------------------------------------------------------------ 45 - 53 Aset Lancar ---------------------------------------------------------------------------------------- 54 - 55 Aset Nonlancar ----------------------------------------------------------------------------------- 56 - 66 Pengakuan Aset---------------------------------------------------------------------------------- 67 - 68 Pengukuran Aset--------------------------------------------------------------------------------- 69 - 74 Kewajiban Jangka Pendek -------------------------------------------------------------------- 75 - 77 Kewajiban Jangka Panjang ------------------------------------------------------------------- 78 - 80 Pengakuan Kewajiban -------------------------------------------------------------------------- 81 - 82 Pengukuran Kewajiban ------------------------------------------------------------------------- 83 Ekuitas ---------------------------------------------------------------------------------------------- 84 - 85 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 86 - 88 LAPORAN ARUS KAS ---------------------------------------------------------------------------- 89 - 91 LAPORAN OPERASIONAL --------------------------------------------------------------------- 92 - 100 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS ---------------------------------------------------------- 101 - 103 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------- 104 - 113 Struktur --------------------------------------------------------------------------------------------- 104 - 107 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi ------------------------------------------------- 108 - 112 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya --------------------------------------------------- 113 TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------------------- 114 - 115
  • 41. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran : Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah Lampiran I.02 PSAP 01 – (iii) Pusat Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.B : Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.C : Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.D : Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/Kota Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.E : Contoh Format Laporan Perubahan SAL Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.02 PSAP 01.F : Contoh Format Laporan Perubahan SAL Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota
  • 42. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 01 4 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 11 TUJUAN 12 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan 13 keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam 14 rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap 15 anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan 16 umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan 17 bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif 18 sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 19 Untuk mencapai tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan 20 dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, 21 dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun 22 dengan menerapkan basis akrual. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan 23 transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam 24 standar akuntansi pemerintahan lainnya. 25 RUANG LINGKUP 26 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan 27 dengan basis akrual. 28 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 29 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan 30 pengguna adalah masyarakat, termasuk lembaga legislatif, pemeriksa/pengawas, 31 fihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, 32 serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan 33 terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik 34 lainnya seperti laporan tahunan. 35 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 36 menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, pemerintah Lampiran I.02 PSAP 01- 1
  • 43. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan 2 negara/daerah. 3 BASIS AKUNTANSI 4 5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 5 pemerintah yaitu basis akrual. 6 6. Entitas pelaporan menyelenggarakan akuntansi dan penyajian 7 laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual baik dalam pengakuan 8 pendapatan dan beban, maupun pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas. 9 7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi berbasis 10 akrual, menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis yang 11 ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang anggaran. 12 DEFINISI 13 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 14 Pernyataan Standar dengan pengertian: 15 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 16 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan 17 yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu 18 secara sistematis untuk satu periode. 19 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 20 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 21 Perwakilan Rakyat Daerah. 22 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 23 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 24 Perwakilan Rakyat. 25 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 26 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 27 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 28 Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 29 Bendahara Umum Negara/Daerah. 30 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 31 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 32 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 33 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 34 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 35 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 36 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 37 Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan 38 tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam Lampiran I.02 PSAP 01- 2
  • 44. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya 2 termasuk hak atas kekayaan intelektual. 3 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 4 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 5 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 6 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 7 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 8 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 9 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 10 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 11 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 12 Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode 13 tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya 14 kembali oleh pemerintah. 15 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 16 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 17 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. 18 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 19 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 20 tahun anggaran. 21 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 22 aset dan kewajiban pemerintah. 23 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna 24 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 25 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 26 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 27 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 28 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 29 berupa laporan keuangan. 30 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 31 ekonomi seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga 32 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 33 kepada masyarakat 34 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 35 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 36 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 37 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 38 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 39 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 40 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 41 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. Lampiran I.02 PSAP 01- 3
  • 45. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-2 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 3 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 4 Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai 5 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 6 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 7 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 8 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 9 pemerintah 10 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 11 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan, 12 atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 13 Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di 14 antara dua laporan keuangan tahunan. 15 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 16 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 17 menyajikan laporan keuangan. 18 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 19 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 20 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 21 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 22 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 23 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 24 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 25 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 26 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 27 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum 28 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 29 otorisasi tersebut. 30 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 31 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 32 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 33 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 34 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 35 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 36 penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan 37 tidak perlu dibayar kembali. 38 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 39 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 40 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 41 dibayar kembali oleh pemerintah. Lampiran I.02 PSAP 01- 4
  • 46. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang 2 dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 3 bersangkutan. 4 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan 5 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan 6 barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam 7 rangka pelayanan kepada masyarakat. 8 Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima 9 pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan 10 perundang-undangan. 11 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 12 laporan keuangan. 13 Pos luar biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 14 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 15 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 16 pengaruh entitas bersangkutan. 17 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 18 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 19 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 20 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 21 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 22 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 23 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 24 pada bank yang ditetapkan. 25 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari 26 akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun 27 berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 28 Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing 29 ke rupiah pada kurs yang berbeda. 30 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 31 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 32 signifikan. 33 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 34 lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta 35 penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu 36 periode pelaporan. 37 Surplus/defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama 38 satu periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan 39 non operasional dan pos luar biasa. 40 Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan 41 belanja selama satu periode pelaporan. Lampiran I.02 PSAP 01- 5
  • 47. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 2 pelaporan. 3 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 4 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 5 bagi hasil. 6 Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan 7 pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-8 Lampiran I.02 PSAP 01- 6 undangan. 9 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN 10 9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai 11 posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas 12 pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi 13 mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, 14 hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat 15 bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai 16 alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah 17 adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan 18 dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang 19 dipercayakan kepadanya, dengan: 20 a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, 21 dan ekuitas pemerintah; 22 b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, 23 kewajiban, dan ekuitas pemerintah; 24 c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber 25 daya ekonomi; 26 d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya; 27 e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai 28 aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; 29 f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai 30 penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; 31 g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan 32 entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. 33 10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan 34 prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi 35 besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, 36 sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan 37 ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi 38 pengguna mengenai: 39 a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan 40 anggaran; dan
  • 48. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan 2 ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD. 3 11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan 4 informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: 5 a. aset; 6 b. kewajiban; 7 c. ekuitas; 8 d. pendapatan-LRA; 9 e. belanja; 10 f. transfer; 11 g. pembiayaan; 12 h. saldo anggaran lebih 13 i. pendapatan-LO; 14 j. beban; dan 15 k. arus kas. 16 12. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk 17 memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat 18 sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan 19 nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk 20 memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas 21 pelaporan selama satu periode. 22 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN 23 13. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan 24 berada pada pimpinan entitas. 25 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 26 14. Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan 27 keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) 28 dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai 29 berikut: 30 a) Laporan Realisasi Anggaran; 31 b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; 32 c) Neraca; 33 d) Laporan Operasional; 34 e) Laporan Arus Kas; 35 f) Laporan Perubahan Ekuitas; 36 g) Catatan atas Laporan Keuangan. Lampiran I.02 PSAP 01- 7
  • 49. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 15. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan 2 oleh setiap entitas pelaporan, kecuali: 3 (a) Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai 4 fungsi perbendaharaan umum; 5 (b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh 6 Bendahara Umum Negara dan entitas pelaporan yang menyusun 7 laporan keuangan konsolidasiannya. 8 16. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum adalah unit 9 yang ditetapkan sebagai bendahara umum negara/daerah dan/atau sebagai 10 kuasa bendahara umum negara/daerah. 11 17. Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam 12 bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan 13 informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan 14 sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran 15 memuat anggaran dan realisasi. 16 18. Entitas pelaporan pemerintah pusat juga menyajikan Saldo 17 Anggaran Lebih pemerintah yang mencakup Saldo Anggaran Lebih tahun 18 sebelumnya, penggunaan Saldo Anggaran Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan 19 Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, dan penyesuaian lain yang 20 diperkenankan. 21 19. Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya 22 ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus 23 sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan 24 pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan 25 dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang. 26 20. Entitas pelaporan menyajikan informasi untuk membantu para 27 pengguna dalam memperkirakan hasil operasi entitas dan pengelolaan aset, 28 seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi 29 sumber daya ekonomi. 30 21. Entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum menyajikan 31 informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama 32 suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 33 22. Entitas pelaporan menyajikan kekayaan bersih pemerintah yang 34 mencakup ekuitas awal, surplus/defisit periode bersangkutan, dan dampak 35 kumulatif akibat perubahan kebijakan dan kesalahan mendasar. 36 23. Untuk menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan 37 keuangan, entitas pelaporan harus mengungkapkan semua informasi penting 38 baik yang telah tersaji maupun yang tidak tersaji dalam lembar muka laporan 39 keuangan. 40 24. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan 41 terhadap anggaran. Lampiran I.02 PSAP 01- 8
  • 50. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA STRUKTUR 1 DAN ISI 2 PENDAHULUAN 3 25. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan 4 tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan 5 pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau 6 dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format ilustrasi 7 standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai dengan situasi 8 masing-masing. 9 26. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan dalam 10 arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap lembar 11 muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 12 Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi 13 Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. 14 Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian 15 dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan 16 atas Laporan Keuangan. 17 Identifikasi Laporan Keuangan 18 27. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas 19 dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. 20 28. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku 21 untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan 22 dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, 23 penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan 24 menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan 25 merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini. 26 29. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara 27 jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan 28 diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh 29 pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan: 30 a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 31 b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian 32 dari beberapa entitas pelaporan; 33 c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang 34 sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan; 35 d) mata uang pelaporan; dan 36 e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan 37 keuangan. Lampiran I.02 PSAP 01- 9
  • 51. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 30. Persyaratan dalam paragraf 27 dapat dipenuhi dengan penyajian 2 judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. 3 Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran 4 halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah 5 pengguna dalam memahami laporan keuangan. 6 31. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana 7 informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat 8 diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka diungkapkan 9 dan informasi yang relevan tidak hilang. 10 Periode Pelaporan 11 32. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam 12 setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan 13 laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih 14 panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan 15 mengungkapkan informasi berikut: 16 a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, 17 b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti 18 arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 19 33. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah 20 tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun 21 anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting 22 agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode 23 sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh 24 selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, 25 suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi 26 yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan 27 keuangan konsolidasian. 28 Tepat Waktu 29 34. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak 30 tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. 31 Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan 32 bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat 33 waktu. 34 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 35 35. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan 36 keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap 37 APBN/APBD. Lampiran I.02 PSAP 01- 10
  • 52. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 36. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi 2 dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 3 pusat/daerah dalam satu periode pelaporan 4 37. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya 5 unsur-unsur sebagai berikut: 6 a. Pendapatan-LRA; 7 b. belanja; 8 c. transfer; 9 d. surplus/defisit-LRA; 10 e. pembiayaan; 11 f. sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. 12 38. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan 13 antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. 14 39. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan 15 atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang 16 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 17 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 18 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 19 dianggap perlu untuk dijelaskan. 20 40. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian 21 Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait. 22 LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH 23 41. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara 24 komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut: 25 a) Saldo Anggaran Lebih awal; 26 b) Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; 27 c) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; 28 d) Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; dan 29 e) Lain-lain; 30 f) Saldo Anggaran Lebih Akhir. 31 42. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian 32 lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan 33 Saldo Anggaran Lebih dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 34 43. Contoh format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih disajikan 35 pada ilustrasi PSAP 01 E dan 01 F. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan 36 merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan 37 penerapan standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan. Lampiran I.02 PSAP 01- 11
  • 53. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 NERACA 2 44. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 3 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 4 Klasifikasi 5 45. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam 6 aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi 7 kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. 8 46. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan 9 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima 10 atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 11 dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 13 47. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang 14 akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya 15 klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk 16 memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam 17 periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka 18 panjang. 19 48. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan 20 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 21 Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti 22 persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset 23 diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan 24 sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 25 49. Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode 26 sebelumnya pos-pos berikut: 27 a) kas dan setara kas; 28 b) investasi jangka pendek; 29 c) piutang pajak dan bukan pajak; 30 d) persediaan; 31 e) investasi jangka panjang; 32 f) aset tetap; 33 g) kewajiban jangka pendek; 34 h) kewajiban jangka panjang; 35 i) ekuitas. 36 50. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 49 disajikan 37 dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika Lampiran I.02 PSAP 01- 12
  • 54. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan 2 suatu entitas pelaporan. 3 4 51. Contoh format Neraca disajikan dalam ilustrasi PSAP 01.A dan 01.B 5 Standar ini. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan bagian dari 6 standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan standar untuk 7 membantu dalam pelaporan keuangan. 8 52. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah 9 didasarkan pada faktor-faktor berikut ini: 10 a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset; 11 b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan; 12 c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban. 13 53. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-14 kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, 15 sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok 16 lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan. 17 Aset Lancar 18 54. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika: 19 a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk 20 dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau 21 b) berupa kas dan setara kas. 22 Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan sebagai 23 aset nonlancar. 24 55. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 25 piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito 26 berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan surat berharga yang mudah 27 diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, 28 penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan 29 diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 30 Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk 31 digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis 32 pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti 33 komponen bekas. 34 Aset Nonlancar 35 56. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang 36 dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak 37 langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat 38 umum. Lampiran I.02 PSAP 01- 13
  • 55. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 57. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka 2 panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah 3 pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca. 4 58. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan 5 untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka 6 panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. 7 59. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang 8 dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 9 60. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang 10 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 11 61. Investasi nonpermanen terdiri dari: 12 a) Investasi dalam Surat Utang Negara; 13 b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 14 kepada fihak ketiga; dan 15 c) Investasi nonpermanen lainnya 16 62. Investasi permanen terdiri dari: 17 a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan 18 daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan 19 internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara. 20 b) Investasi permanen lainnya. 21 63. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa 22 manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan 23 pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 24 64. Aset tetap terdiri dari: 25 a) Tanah; 26 b) Peralatan dan mesin; 27 c) Gedung dan bangunan; 28 d) Jalan, irigasi, dan jaringan; 29 e) Aset tetap lainnya; dan 30 f) Konstruksi dalam pengerjaan. 31 65. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk 32 menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak 33 dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut 34 tujuan pembentukannya. 35 66. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 36 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan 37 angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerjasama 38 dengan fihak ketiga (kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya. Lampiran I.02 PSAP 01- 14
  • 56. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Pengakuan Aset 2 67. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 3 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat 4 diukur dengan andal. 5 68. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau 6 kepenguasaannya berpindah. 7 Pengukuran Aset 8 69. Pengukuran aset adalah sebagai berikut: 9 a) Kas dicatat sebesar nilai nominal; 10 b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan; 11 c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal; 12 d) Persediaan dicatat sebesar: 13 (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 14 (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 15 (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 16 donasi/rampasan. 17 70. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan 18 termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh 19 kepemilikan yang sah atas investasi tersebut; 20 71. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian 21 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 22 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 23 72. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 24 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 25 73. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 26 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 27 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 28 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 29 pembangunan aset tetap tersebut. 30 74. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan 31 dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing 32 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 33 Kewajiban Jangka Pendek 34 75. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 35 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah Lampiran I.02 PSAP 01- 15
  • 57. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 2 kewajiban jangka panjang. 3 76. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 4 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 5 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 6 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 7 77. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 8 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 9 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak 10 ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 11 Kewajiban Jangka Panjang 12 78. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 13 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk 14 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 15 jika: 16 a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 17 bulan; 18 b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas 19 dasar jangka panjang; dan 20 c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan 21 kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap 22 pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui. 23 Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek 24 sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang 25 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 26 Keuangan. 27 79. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 28 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 29 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 30 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 31 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 32 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 33 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 34 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 35 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 36 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 37 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 38 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 39 80. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 40 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban Lampiran I.02 PSAP 01- 16
  • 58. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 2 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 3 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 4 a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 5 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 6 b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) 7 bulan setelah tanggal pelaporan. 8 Pengakuan Kewajiban 9 81. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 10 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban 11 yang ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut 12 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 13 82. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada 14 saat kewajiban timbul. 15 Pengukuran Kewajiban 16 83. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 17 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 18 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 19 tanggal neraca. 20 Ekuitas 21 84. Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan 22 selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. 23 85. Saldo ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada 24 Laporan Perubahan Ekuitas. 25 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM NERACA ATAU DALAM 26 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 27 86. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca 28 maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos 29 yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi 30 entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut, 31 bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya. 32 87. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di 33 Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar 34 Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor- Lampiran I.02 PSAP 01- 17
  • 59. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 faktor yang disebutkan dalam paragraf 86 dapat digunakan dalam menentukan 2 dasar bagi subklasifikasi. 3 88. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya: 4 (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak 5 terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut 6 sumbernya; 7 (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur 8 akuntansi untuk persediaan; 9 (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar 10 yang mengatur tentang aset tetap; 11 (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya; 12 (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya; 13 (f) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan 14 negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat 15 pengendalian dan metode penilaian. 16 LAPORAN ARUS KAS 17 89. Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, 18 penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan 19 saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 20 90. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan 21 aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. 22 91. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang 23 berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi 24 Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas. 25 LAPORAN OPERASIONAL 26 92. Laporan finansial mencakup laporan operasional yang 27 menyajikan pos-pos sebagai berikut: 28 a) Pendapatan-LO dari kegiatan operasional; 29 b) Beban dari kegiatan operasional ; 30 c) Surplus/defisit dari Kegiatan Non Operasional, bila ada; 31 d) Pos luar biasa, bila ada; 32 e) Surplus/defisit-LO. 33 Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam laporan 34 operasional jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk 35 menyajikan dengan wajar hasil operasi suatu entitas pelaporan. 36 93. Dalam hubungannya dengan laporan operasional, kegiatan 37 operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi 38 atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lampiran I.02 PSAP 01- 18
  • 60. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 94. Penambahan pos-pos pada laporan operasional dan deskripsi yang 2 digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila diperlukan untuk 3 menjelaskan operasi dimaksud. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan 4 meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan-LO dan beban. 5 95. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut suatu klasifikasi 6 beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai 7 contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi, 8 dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai 9 fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan 10 dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban 11 operasional pada berbagai fungsi. 12 96. Dalam laporan operasional yang dianalisis menurut klasifikasi 13 fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang 14 dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan 15 bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau 16 dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer 17 dan atas dasar pertimbangan tertentu. 18 97. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi 19 fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut klasifikasi 20 ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan 21 pegawai, dan beban bunga pinjaman. 22 98. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi 23 tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta 24 hakikat organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang 25 mungkin, baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas 26 pelaporan bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada 27 entitas yang berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini 28 memperbolehkan entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang 29 dapat menyajikan unsur operasi secara layak. 30 99. Dalam Laporan Operasional, surplus/defisit penjualan aset 31 nonlancar dan pendapatan/beban luar biasa dikelompokkan dalam kelompok 32 tersendiri. 33 100. PSAP 12 menguraikan secara lebih rinci Laporan Operasional 34 yang beban-bebannya dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi. Laporan 35 Operasional disajikan dalam bentuk perbandingan dengan tahun sebelumnya, 36 yang contoh formatnya dapat dilihat pada ilustrasi PSAP 12.A dan 12.B. 37 LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS 38 101. Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-39 Lampiran I.02 PSAP 01- 19 kurangnya pos-pos: 40 a) Ekuitas awal 41 b) Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan;
  • 61. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 c) Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang 2 antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh 3 perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, 4 misalnya: 5 1. koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada 6 periode-periode sebelumnya; 7 2. perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap. 8 d) Ekuitas akhir. 9 102. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan rincian 10 lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan 11 Ekuitas dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 12 103. Contoh format Laporan Perubahan Ekuitas disajikan pada ilustrasi 13 PSAP 01.C dan 01.D. Ilustrasi hanya merupakan contoh dan bukan merupakan 14 bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan penerapan 15 standar untuk membantu dalam pelaporan keuangan. 16 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 17 Struktur 18 104. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 19 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan 20 atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 21 a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 22 b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 23 c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut 24 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 25 d) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-26 kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-27 transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 28 e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar 29 muka laporan keuangan; 30 f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 31 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 32 keuangan; 33 g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang 34 tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 35 105. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. 36 Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo 37 Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Lampiran I.02 PSAP 01- 20
  • 62. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan 2 informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 3 106. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau 4 daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam 5 Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, 6 Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan 7 Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah 8 penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar 9 Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang 10 diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti 11 kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. 12 107. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah 13 susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan 14 Keuangan. Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat 15 digabungkan dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga. 16 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi 17 108. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 18 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 19 (a) dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 20 keuangan; 21 (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 22 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi 23 Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan 24 (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 25 laporan keuangan. 26 109. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 27 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 28 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 29 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 30 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 31 basis pengukuran tersebut. 32 110. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu 33 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan 34 tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 35 tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu 36 dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal 37 sebagai berikut: 38 (a) Pengakuan pendapatan-LRA dan pendapatan-LO; 39 (b) Pengakuan belanja; 40 (c) Pengakuan beban; Lampiran I.02 PSAP 01- 21
  • 63. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 2 (e) Investasi; 3 (f) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 4 berwujud; 5 (g) Kontrak-kontrak konstruksi; 6 (h) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 7 (i) Kemitraan dengan fihak ketiga; 8 (j) Biaya penelitian dan pengembangan; 9 (k) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 10 (l) Dana cadangan; 11 (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 12 111. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan-13 kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 14 Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 15 pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal 16 revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih 17 kurs. 18 112. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos-19 pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain 20 itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang 21 tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. 22 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 23 113. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini 24 apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan 25 keuangan, yaitu: 26 a. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas 27 tersebut beroperasi; 28 b. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 29 c. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 30 operasionalnya. 31 TANGGAL EFEKTIF 32 114. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 33 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 34 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 35 115. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 36 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 37 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.02 PSAP 01- 22
  • 64. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.A Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 Uraian (Dalam Rupiah) No. 20X1 20X0 1 ASET 23 ASET LANCAR 4 Kas di Bank Indonesia xxx xxx 5 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx 6 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 7 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 8 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 9 Piutang Pajak xxx xxx 10 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx 11 Penyisihan Piutang (xxx) (xxx) 12 Beban Dibayar Dimuka xxx xxx 13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 17 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 18 Piutang Lainnya xxx xxx 19 Persediaan xxx xxx 20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx 21 22 INVESTASI JANGKA PANJANG 23 Investasi Nonpermanen 24 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx 25 Dana Bergulir xxx xxx 26 Investasi dalam Obligasi xxx xxx 27 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 28 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 29 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 28) xxx xxx 30 Investasi Permanen 31 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx 32 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 33 Jumlah Investasi Permanen (31 s/d 32) xxx xxx 34 Jumlah Investasi Jangka Panjang (29 + 33) xxx xxx 35 36 ASET TETAP 37 Tanah xxx xxx 38 Peralatan dan Mesin xxx xxx 39 Gedung dan Bangunan xxx xxx
  • 65. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.A Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 40 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 41 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 42 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx 43 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 44 Jumlah Aset Tetap (37 s/d 43) xxx xxx 45 46 ASET LAINNYA 47 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 50 Aset Tak Berwujud xxx xxx 51 Aset Lain-Lain xxx xxx 52 Jumlah Aset Lainnya (47 s/d 51) xxx xxx 53 54 JUMLAH ASET (20+34+44+52) xxxx xxxx 55 56 KEWAJIBAN 57 58 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 59 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx 60 Utang Bunga xxx xxx 61 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 62 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx 63 Utang Belanja xxx xxx 64 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 65 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (59 s/d 64) xxx xxx 66 67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 68 Utang Luar Negeri xxx xxx 69 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 70 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 71 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx 72 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 73 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 72) xxx xxx 74 JUMLAH KEWAJIBAN (65+73) xxx xxx 75 76 EKUITAS 77 EKUITAS xxx xxx 78 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (74+77) xxxx xxxx
  • 66. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.B Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 Uraian (Dalam Rupiah) No. 20X1 20X0 1 ASET 2 3 ASET LANCAR 4 Kas di Kas Daerah xxx xxx 5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 8 Piutang Pajak xxx xxx 9 Piutang Retribusi xxx xxx 10 Penyisihan Piutang (xxx) (xxx) 11 Belanja Dibayar Dimuka xxx xxx 12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx 15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 17 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 18 Piutang Lainnya xxx xxx 19 Persediaan xxx xxx 20 Jumlah Aset Lancar (4 s/d 19) xxx xxx 21 22 INVESTASI JANGKA PANJANG 23 Investasi Nonpermanen 24 Pinjaman Jangka Panjang xxx xxx 25 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx 26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 27 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 28 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s/d 27) xxx xxx 29 I Investasi t iP Permanen 30 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx 31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx 33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx 34 35 ASET TETAP 36 Tanah xxx xxx 37 Peralatan dan Mesin xxx xxx 38 Gedung dan Bangunan xxx xxx 39 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 40 Aset Tetap Lainnya xxx xxx
  • 67. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 Uraian (Dalam Rupiah) No. 20X1 20X0 41 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx 42 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 43 Jumlah Aset Tetap (36 s/d 42) xxx xxx 44 45 DANA CADANGAN 46 Dana Cadangan xxx xxx 47 Jumlah Dana Cadangan (46) xxx xxx 48 49 ASET LAINNYA 50 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 51 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 52 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 53 Aset Tak Berwujud xxx xxx 54 Aset Lain-Lain xxx xxx 55 Jumlah Aset Lainnya (50 s/d 54) xxx xxx 56 57 JUMLAH ASET (20+33+43+47+55) xxxx xxxx 58 59 KEWAJIBAN 60 61 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 62 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xxx xxx 63 Utang Bunga xxx xxx 64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 65 Pendapatan Diterima Dimuka xxx xxx 66 Utang Belanja xxx xxx 67 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 68 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (62 s/d 67) xxx xxx 69 70 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 71 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 72 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 73 Premium (Diskonto) Obligasi xxx xxx 74 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 75 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (71 s/d 74) xxx xxx 76 JUMLAH KEWAJIBAN (68+75) xxx xxx 77 78 EKUITAS 79 EKUITAS xxx xxx 80 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (76+79) xxxx xxxx
  • 68. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.C Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 URAIAN NO 20X1 20X0 1 EKUITAS AWAL XXX XXX 2 SURPLUS/DEFISIT-LO XXX XXX 3 DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR: 4 KOREKSI NILAI PERSEDIAAN XXX XXX 5 SELISIH REVALUASI ASET TETAP XXX XXX 6 LAIN-LAIN XXX XXX 7 EKUITAS AKHIR XXX XXX
  • 69. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Contoh Format Laporan Perubahan Ekuitas Provinsi/Kabupaten/Kota PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 NO URAIAN 20X1 20X0 1 EKUITAS AWAL XXX XXX 2 SURPLUS/DEFISIT-LO XXX XXX 3 DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR: 4 KOREKSI NILAI PERSEDIAAN XXX XXX 5 SELISIH REVALUASI ASET TETAP XXX XXX 6 LAIN-LAIN XXX XXX 7 EKUITAS AKHIR XXX XXX LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.D
  • 70. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.E Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 NO URAIAN 20X1 20X0 1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX 2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan (XXX) (XXX) 3 Subtotal (1 - 2) XXX XXX 4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX 5 Subtotal (3 + 4) XXX XXX 6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX 7 Lain-lain XXX XXX 8 Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7) XXX XXX
  • 71. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 01.F Contoh Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Pemerintah Daerah PEMERINTAH DAERAH LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 NO URAIAN 20X1 20X0 1 Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX 2 Penggunaan SAL sebagai Penerimaan Pembiayaan Tahun Berjalan (XXX) (XXX) 3 Subtotal (1 - 2) XXX XXX 4 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX 5 Subtotal (3 + 4) XXX XXX 6 Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX 7 Lain-lain XXX XXX 8 Saldo Anggaran Lebih Akhir (5 + 6 + 7) XXX XXX
  • 72. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.03 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 Lampiran I.03 PSAP 02 – (i) STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS
  • 73. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.03 PSAP 02 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-6 TUJUAN -------------------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------- 3-4 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN -------------------------------- 5-6 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 7 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------- 8-9 PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 10 TEPAT WAKTU -------------------------------------------------------------------------------- 11 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------------- 12-15 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------------------------------- 16-17 AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------------ 18-20 AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA -------------------------------------------------------- 21-30 AKUNTANSI BELANJA --------------------------------------------------------------------- 31-46 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA -------------------------------------------------- 47-49 AKUNTANSI PEMBIAYAAN --------------------------------------------------------------- 50 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN------------------------------------------- 51-54 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN---------------------------------------- 55-57 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------------ 58-59 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA/SIKPA) --------------------------------------------------------------------------------- 60-62 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------------- 63-66 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 67-68
  • 74. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran : Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.A : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.B : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran I.03 PSAP 02.C : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota Lampiran I.03 PSAP 02 – (iii)
  • 75. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 02 4 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS 5 KAS 6 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 7 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 8 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 9 Akuntansi Pemerintahan. 10 PENDAHULUAN 11 TUJUAN 12 1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan 13 dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam 14 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan 15 perundang-undangan. 16 2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi 17 realisasi dan anggaran entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dan 18 realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati 19 antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 20 RUANG LINGKUP 21 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 22 Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan 23 anggaran berbasis kas. 24 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan, 25 baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang memperoleh 26 anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk perusahaan 27 negara/daerah. 28 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN 29 5. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai 30 realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan 31 dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan 32 anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam 33 mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, 34 akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan: Lampiran I.03 PSAP 02 - 1
  • 76. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a). menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan 2 sumber daya ekonomi; 3 (b). menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh 4 yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi 5 dan efektivitas penggunaan anggaran. 6 6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna 7 dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai 8 kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara 9 menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat 10 menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi 11 perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi: 12 (a). telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat; 13 (b). telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan 14 (c). telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 15 DEFINISI 16 7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 17 Pernyataan Standar dengan pengertian: 18 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 19 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan 20 yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu 21 secara sistematis untuk satu periode. 22 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 23 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 24 Perwakilan Rakyat Daerah. 25 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 26 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 27 Perwakilan Rakyat. 28 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 29 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 30 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 31 Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan 32 secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit 33 organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah 34 dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 35 Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 36 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 37 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 38 Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode Lampiran I.03 PSAP 02 - 2
  • 77. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya 2 kembali oleh pemerintah. 3 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 4 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 5 tahun anggaran. 6 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 7 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 8 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 9 berupa laporan keuangan. 10 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 11 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 12 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 13 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 14 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 15 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 16 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-17 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 18 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 19 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 20 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 21 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 22 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 23 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 24 otorisasi tersebut. 25 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 26 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 27 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 28 dibayar kembali oleh pemerintah. 29 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 30 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 31 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 32 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 33 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 34 Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 35 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 36 Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 37 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 38 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 39 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Lampiran I.03 PSAP 02 - 3
  • 78. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 2 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 3 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 4 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 5 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 6 pada bank yang ditetapkan. 7 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan saldo yang berasal dari 8 akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan tahun 9 berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 10 Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 11 lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta 12 penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu 13 periode pelaporan. 14 Surplus/defisit-LRA adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan 15 belanja selama satu periode pelaporan. 16 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 17 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 18 bagi hasil. 19 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN 20 8. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi 21 pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan, 22 yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu 23 periode. 24 9. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan 25 secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu, 26 informasi berikut: 27 (a). nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 28 (b). cakupan entitas pelaporan; 29 (c). periode yang dicakup; 30 (d). mata uang pelaporan; dan 31 (e). satuan angka yang digunakan. 32 PERIODE PELAPORAN 33 10. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya 34 sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas 35 berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu 36 periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas 37 mengungkapkan informasi sebagai berikut: Lampiran I.03 PSAP 02 - 4
  • 79. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a). alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 2 (b). fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi 3 Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 4 TEPAT WAKTU 5 11. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan 6 tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas 7 operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan 8 entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas 9 pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6 10 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. 11 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN 12 12. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga 13 menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan 14 pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi 15 Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, 16 surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi 17 Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang 18 memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan 19 fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara 20 anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-21 Lampiran I.03 PSAP 02 - 5 angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. 22 13. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup 23 pos-pos sebagai berikut: 24 (a). Pendapatan-LRA; 25 (b). Belanja; 26 (c). Transfer; 27 (d). Surplus/defisit-LRA; 28 (e). Penerimaan pembiayaan; 29 (f). Pengeluaran pembiayaan; 30 (g). Pembiayaan neto; dan 31 (h). Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA). 32 14. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan 33 Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 34 Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk 35 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar. 36 15. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam 37 ilustrasi PSAP 02.A, 02.B, dan 02.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan
  • 80. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 bukan merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah memberikan 2 gambaran penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. 3 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 4 REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN 5 ATAS LAPORAN KEUANGAN 6 16. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut 7 jenis pendapatan-LRA dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih 8 lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 9 17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis 10 belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut 11 organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan 12 atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam 13 Catatan atas Laporan Keuangan. 14 AKUNTANSI ANGGARAN 15 18. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan 16 pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan 17 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. 18 19. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur 19 anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. 20 Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi 21 alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang 22 dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan 23 terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 24 20. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran 25 disahkan dan anggaran dialokasikan. 26 AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA 27 21. Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas 28 Umum Negara/Daerah. 29 22. Pendapatan-LRA diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 30 23. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas 31 pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah 32 pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. 33 24. Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas 34 bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat 35 jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Lampiran I.03 PSAP 02 - 6
  • 81. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 25. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LRA bruto 2 (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat 3 dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas 4 bruto dapat dikecualikan. 5 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 6 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 7 layanan umum. 8 27. Pengembalian yang sifatnya sistemik (normal) dan berulang 9 (recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA pada periode penerimaan 10 maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang 11 pendapatan-LRA. 12 28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-13 recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode 14 penerimaan pendapatan-LRA dibukukan sebagai pengurang pendapatan- 15 LRA pada periode yang sama. 16 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-17 recurring) atas penerimaan pendapatan-LRA yang terjadi pada periode 18 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada 19 periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. 20 30. Akuntansi pendapatan-LRA disusun untuk memenuhi kebutuhan 21 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan 22 pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah. 23 AKUNTANSI BELANJA 24 31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening 25 Kas Umum Negara/Daerah. 26 32. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran 27 pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran 28 tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 29 33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan 30 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 31 layanan umum. 32 34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis 33 belanja), organisasi, dan fungsi. 34 35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang 35 didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi 36 ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja 37 modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi 38 ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi belanja pegawai, belanja barang, 39 belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak terduga. Lampiran I.03 PSAP 02 - 7
  • 82. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan 2 sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. 3 Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, 4 subsidi, hibah, bantuan sosial. 5 37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset 6 tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 7 Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung 8 dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud. 9 38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk 10 kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti 11 penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga 12 lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan 13 pemerintah pusat/daerah. 14 39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah 15 sebagai berikut: 16 Belanja Operasi: 17 - Belanja Pegawai xxx 18 - Belanja Barang xxx 19 - Bunga xxx 20 - Subsidi xxx 21 - Hibah xxx 22 - Bantuan Sosial xxx 23 Belanja Modal 24 - Belanja Aset Tetap xxx 25 - Belanja Aset Lainnya xxx 26 Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx 27 Transfer xxx 28 29 40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas 30 pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan 31 oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. 32 41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit 33 organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di 34 lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian 35 negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut 36 organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan 37 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah Lampiran I.03 PSAP 02 - 8
  • 83. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 provinsi/kabupaten/kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan 2 lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. 3 42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada 4 fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan 5 kepada masyarakat. 6 43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut: 7 Belanja : 8 - Pelayanan Umum xxx 9 - Pertahanan xxx 10 - Ketertiban dan Keamanan xxx 11 - Ekonomi xxx 12 - Perlindungan Lingkungan Hidup xxx 13 - Perumahan dan Permukiman xxx 14 - Kesehatan xxx 15 - Pariwisata dan Budaya xxx 16 - Agama xxx 17 - Pendidikan xxx 18 - Perlindungan sosial xxx 19 20 44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan 21 klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran. 22 45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali 23 belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai 24 pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode 25 berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan- 26 LRA dalam pos pendapatan lain-lain-LRA. 27 46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan 28 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk 29 keperluan pengendalian bagi manajemen untuk mengukur efektivitas dan 30 efisiensi belanja tersebut. 31 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT-LRA 32 47. Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu 33 periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA. 34 48. Surplus-LRA adalah selisih lebih antara pendapatan-LRA dan 35 belanja selama satu periode pelaporan. Lampiran I.03 PSAP 02 - 9
  • 84. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 49. Defisit-LRA adalah selisih kurang antara pendapatan-LRA dan 2 belanja selama satu periode pelaporan. 3 AKUNTANSI PEMBIAYAAN 4 50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan 5 pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan 6 diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan 7 untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan 8 pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. 9 Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran 10 kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan 11 penyertaan modal oleh pemerintah. 12 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN 13 51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas 14 Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan 15 obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan 16 kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi 17 permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. 18 52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada 19 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 20 53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan 21 azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak 22 mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 23 54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang 24 bersangkutan. 25 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN 26 55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening 27 Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, 28 penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam 29 periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. 30 56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari 31 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 32 57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang 33 bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di 34 pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat 35 sebagai pendapatan-LRA dalam pos pendapatan asli daerah lainnya. Lampiran I.03 PSAP 02 - 10
  • 85. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO 2 58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan 3 setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran 4 tertentu. 5 59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran 6 pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam Pembiayaan 7 Neto. 8 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN 9 ANGGARAN (SILPA/SIKPA) 10 60. SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasi 11 penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. 12 61. Selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan 13 Belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu 14 periode pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA. 15 62. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran pada akhir periode 16 pelaporan dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. 17 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 18 63. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam 19 mata uang rupiah. 20 64. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama 21 dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang 22 asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah 23 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 24 65. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 25 digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 26 rupiah, maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam 27 rupiah berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan 28 untuk memperoleh valuta asing tersebut. 29 66. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 30 digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 31 mata uang asing lainnya, maka: 32 (a). Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan 33 dengan menggunakan kurs transaksi; 34 (b). Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah 35 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. Lampiran I.03 PSAP 02 - 11
  • 86. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TANGGAL EFEKTIF 2 67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 3 berlaku efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan 4 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 5 68. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 6 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 7 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.03 PSAP 02 - 12
  • 87. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.B Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 NO. URAIAN Anggaran 20X1 (Dalam Rupiah) Realisasi 20X1 Realisasi (%) 20X0 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 89 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12) xxxx xxxx xx xxxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 21 Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx 22 23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 27 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx 28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx 29 BELANJA 30 BELANJA OPERASI 31 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 32 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 33 Bunga xxx xxx xx xxx 34 Subsidi xxx xxx xx xxx 35 Hibah xxx xxx xx xxx 36 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 37 Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36) xxxx xxxx xx xxxx 38 39 BELANJA MODAL 40 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 41 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 42 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 44 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 45 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 46 Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45) xxxx xxxx xx xxxx 47 48 BELANJA TAK TERDUGA 49 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 50 Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49) xxx xxxx xx xxxx 51 Jumlah Belanja (37 + 46 + 50) xxx xxxx xx xxxx 52 53 TRANSFER 54 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA 55 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 56 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 57 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 58 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxx xxxx xx xxxx 59 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58) xxx xxxx xx xxxx 60 61 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59) xxx xxx xxx xxx
  • 88. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH NO. URAIAN Anggaran 20X1 Realisasi 20X1 Realisasi (%) 20X0 UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) 62 63 PEMBIAYAAN 64 65 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 66 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 67 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 68 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 69 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 70 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 71 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 72 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 73 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 74 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 76 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 77 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 78 Jumlah Penerimaan (66 s/d 77) xxxx xxxx xx xxxx 79 80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 81 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 85 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 86 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 87 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91) xxx xxx xx xxx 93 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92) xxxx xxxx xx xxxx 94 95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
  • 89. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.C UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NO. URAIAN (%) 20X0 Anggaran 20X1 Realisasi Realisasi 20X1 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 89 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 21 22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xx xxx 25 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx 26 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxxx xxxx xx xxxx 27 28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 29 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31) xxx xxx xx xxx 33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxxx xxxx xx xxxx 34 35 BELANJA 36 BELANJA OPERASI 37 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 38 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 39 Bunga xxx xxx xx xxx 40 Subsidi xxx xxx xx xxx 41 Hibah xxx xxx xx xxx 42 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx 44 45 BELANJA MODAL 46 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 47 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 48 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 50 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 51 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xxxx xxxx xx xxxx 53 54 BELANJA TAK TERDUGA 55 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xxx xxxx xx xxxx 57 JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx 58
  • 90. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Realisasi (Dalam Rupiah) NO. URAIAN (%) 20X0 Anggaran 20X1 Realisasi 20X1 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 59 TRANSFER 60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA 61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx 63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 64 JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63) xxx xxxx xx xxxx 65 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (57 + 64) 66 67 SURPLUS/DEFISIT (33 - 65) xxx xxx xxx xxx 68 69 PEMBIAYAAN 70 71 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 72 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 73 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 74 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 75 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 76 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 77 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 78 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 79 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 80 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 83 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Jumlah Penerimaan (72 s/d 83) xxxx xxxx xx xxxx 85 86 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 87 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 91 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 92 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 93 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 94 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran g ( 87 s/d 91) ) xxx xxx xx xxx 93 PEMBIAYAAN NETO (84 - 92) xxxx xxxx xx xxxx 94 95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (67 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
  • 91. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.A Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 NO. URAIAN Anggaran 20X1 (Dalam Rupiah) Realisasi 20X1 Realisasi (%) 20X0 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx 6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx 7 Pendapatan Cukai xxx xxx xx xxx 8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xx xxx 9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xx xxx 10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 11 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10) xxx xxx xx xxx 12 13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx 16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xx xxx 18 19 PENDAPATAN HIBAH 20 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 21 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20) xxx xxx xx xxx 22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx 23 24 BELANJA 25 BELANJA OPERASI 26 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 27 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 28 Bunga xxx xxx xx xxx 29 Subsidi xxx xxx xx xxx 30 Hibah xxx xxx xx xxx 31 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 32 Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx 33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32) xxx xxx xx xxx 34 35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx 36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx 43 JUMLAH BELANJA (33 + 42) xxx xxx xx xxx 44
  • 92. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. URAIAN Anggaran 20X1 Realisasi 20X1 Realisasi (%) 20X0 PEMERINTAH PUSAT LAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) 45 TRANSFER 46 DANA PERIMBANGAN 47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50) xxx xxx xx xxx 52 53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada) 54 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 55 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55) xxx xxx xx xxx 57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56) xxx xxx xx xxx 58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57) xxx xxx xx xxx 59 60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58) xxx xxx xx xxx 61 PEMBIAYAAN 62 PENERIMAAN 63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 64 Penggunaan SAL xxx xxx xx xxx 65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx 69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70) xxx xxx xx xxx 72 73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI 74 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 76 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75) xxx xxx xx xxx 77 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76) xxx xxx xx xxx 78 79 PENGELUARAN 80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx 85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86) xxx xxx xx xxx 88 89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx 90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91) xxx xxx xx xxx 93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92) xxx xxx xx xxx 94 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93) xxx xxx xx xxx 95 96 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (62 + 94) xxxx xxxx xx xxxx
  • 93. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.04 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 Lampiran I.04 PSAP 03 – (i) LAPORAN ARUS KAS
  • 94. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.04 PSAP 03 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------- 1-7 TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 1- 2 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------- 3-4 MANFAAT INFORMASI ARUS KAS ---------------------------------------------- 5-7 DEFINISI --------------------------------------------------------------------------------- 8 KAS DAN SETARA KAS ------------------------------------------------------------- 9-11 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS ------------------------------------------------- 12-14 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS ------------------------------------------------- 15-36 AKTIVITAS OPERASI ---------------------------------------------------------------- 21-26 AKTIVITAS INVESTASI -------------------------------------------------------------- 27-30 AKTIVITAS PENDANAAN ----------------------------------------------------------- 31-34 AKTIVITAS TRANSITORIS --------------------------------------------------------- 35-38 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI, INVESTASI, PENDANAAN, DAN TRANSITORIS -------------------------------- 39-41 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH -------------- 42 ARUS KAS MATA UANG ASING ----------------------------------------------------- 43-45 BUNGA DAN BAGIAN LABA ---------------------------------------------------------- 46-49 PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI LAINNYA ------------------------------------------------------------------------------------- 50-56 TRANSAKSI BUKAN KAS -------------------------------------------------------------- 57-58 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ---------------------------------------------- 59 PENGUNGKAPAN LAINNYA ---------------------------------------------------------- 60-62 TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------- 63-64 Lampiran : Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota
  • 95. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 03 4 LAPORAN ARUS KAS 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar Laporan Arus Kas adalah mengatur 12 penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai 13 perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan 14 mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, 15 dan transitoris selama satu periode akuntansi. 16 2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai 17 sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode 18 akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Informasi ini 19 disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan. 20 RUANG LINGKUP 21 3. Pemerintah pusat dan daerah yang menyusun dan menyajikan 22 laporan keuangan dengan basis akuntansi akrual wajib menyusun laporan 23 arus kas sesuai dengan standar ini untuk setiap periode penyajian laporan 24 keuangan sebagai salah satu komponen laporan keuangan pokok. 25 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus 26 kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan 27 pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut 28 peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi 29 dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan 30 negara/daerah. 31 MANFAAT INFORMASI ARUS KAS 32 5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di 33 masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran 34 arus kas yang telah dibuat sebelumnya. Lampiran I.04 PSAP 03 - 1
  • 96. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas 2 masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. 3 7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus 4 kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam 5 mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan 6 struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas) 7 DEFINISI 8 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 9 Pernyataan Standar dengan pengertian: 10 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh 11 pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik 13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 17 Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 18 Bendahara Umum Negara/Daerah. 19 Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 20 ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode 21 akuntansi. 22 Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 23 ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya 24 yang tidak termasuk dalam setara kas. 25 Aktivitas pendanaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar 26 kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang 27 mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi utang dan piutang 28 jangka panjang. 29 Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas 30 yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan 31 pembiayaan pemerintah. 32 Aktivitas Transitoris adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas 33 yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. 34 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 35 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 36 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 37 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 38 pelaporan yang menurunkan ekuitas yang dapat berupa pengeluaran atau 39 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. Lampiran I.04 PSAP 03 - 2
  • 97. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban 2 untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas 3 pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 4 Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 5 yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam 6 satu tahun anggaran 7 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 8 aset dan kewajiban pemerintah. 9 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 10 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 11 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 12 berupa laporan keuangan. 13 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 14 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 15 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 16 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 17 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 18 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 19 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 20 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 21 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 22 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 23 seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. 24 Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai 25 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 26 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 27 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 28 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 29 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 30 menyajikan laporan keuangan. 31 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 32 berdasarkan harga perolehan. 33 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 34 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 35 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 36 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 37 sesudah perolehan awal investasi. 38 Metode Langsung adalah metode penyajian arus kas dimana 39 pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto harus 40 diungkapkan. Lampiran I.04 PSAP 03 - 3
  • 98. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Metode Tidak Langsung adalah metode penyajian laporan arus kas dimana 2 surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-transaksi operasional 3 nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual) penerimaan kas 4 atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, serta unsur penerimaan dan 5 pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi 6 dan pendanaan. 7 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah 8 ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan. 9 Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak 10 untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan 11 lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 12 Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 13 Negara/Daerah. 14 Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 15 Umum Negara/Daerah. 16 Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas 17 pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran. 18 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 19 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 20 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 21 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 22 signifikan. 23 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 24 pelaporan. 25 Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 26 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 27 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 28 pengaruh entitas bersangkutan. 29 KAS DAN SETARA KAS 30 9. Kas dan setara kas harus disajikan dalam laporan arus kas. 31 10. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas 32 jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara 33 kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam 34 jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. 35 Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud 36 mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal 37 perolehannya. 38 11. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan dalam 39 laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari manajemen Lampiran I.04 PSAP 03 - 4
  • 99. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan 2 transitoris. 3 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS 4 12. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu 5 atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-6 undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 7 keuangan. Entitas pelaporan dimaksud terdiri dari: 8 (a) Pemerintah pusat; 9 (b) Pemerintah daerah; 10 (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah 11 pusat; dan 12 (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 13 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 14 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 15 13. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan 16 laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi 17 perbendaharaan umum. 18 14. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum 19 adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah 20 dan/atau kuasa bendaharawan umum negara/daerah. 21 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS 22 15. Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang 23 menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode 24 tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, 25 pendanaan, dan transitoris. 26 16. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi, pendanaan, 27 dan transitoris memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna 28 laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan 29 setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk 30 mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan 31 transitoris. 32 17. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa 33 aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok 34 utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan diklasifikasikan ke dalam 35 aktivitas pendanaan sedangkan pembayaran bunga utang pada umumnya akan 36 diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi kecuali bunga yang dikapitalisasi akan 37 diklasifikasikan ke dalam aktivitas investasi. 38 18. Contoh format laporan arus kas yang disusun atas dasar akun-akun 39 finansial disajikan dalam ilustrasi PSAP 03.A, 03.B, dan 03.C standar ini. Ilustrasi Lampiran I.04 PSAP 03 - 5
  • 100. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 hanya merupakan contoh untuk membantu pemahaman dan bukan bagian dari 2 standar. 3 19. Dalam hal entitas bersangkutan masih membukukan 4 penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas berdasarkan akun 5 pelaksanaan anggaran maka laporan arus kas dapat disajikan dengan 6 mengacu pada akun-akun pelaksanaan anggaran tersebut. 7 20. Yang dimaksud dengan akun-akun pelaksanaan anggaran adalah 8 akun yang berhubungan dengan pendapatan, belanja, transfer, pembiayaan, dan 9 transaksi nonanggaran, yang dalam Laporan Arus Kas dikelompokkan menjadi 10 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. 11 AKTIVITAS OPERASI 12 21. Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran 13 kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu 14 periode akuntansi. 15 22. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang 16 menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang 17 cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa 18 mengandalkan sumber pendanaan dari luar. 19 23. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: 20 (a) Penerimaan Perpajakan; 21 (b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); 22 (c) Penerimaan Hibah; 23 (d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya; 24 (e) Penerimaan Lain-lain/penerimaan dari pendapatan Luar Biasa; dan 25 (f) Penerimaan Transfer. 26 24. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk: 27 (a) Pembayaran Pegawai; 28 (b) Pembayaran Barang; 29 (c) Pembayaran Bunga; 30 (d) Pembayaran Subsidi; 31 (e) Pembayaran Hibah; 32 (f) Pembayaran Bantuan Sosial; 33 (g) Pembayaran Lain-lain/Kejadian Luar Biasa; dan 34 (h) Pembayaran Transfer. 35 25. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang 36 sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan 37 dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas 38 operasi. Lampiran I.04 PSAP 03 - 6
  • 101. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 26. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan 2 suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal 3 kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, 4 maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas 5 operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 6 AKTIVITAS INVESTASI 7 27. Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan 8 pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap 9 serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas. 10 28. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan 11 pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya 12 ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan 13 pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang. 14 29. Arus masuk kas dari aktivitas investasi terdiri dari: 15 (a) Penjualan Aset Tetap; 16 (b) Penjualan Aset Lainnya; 17 (c) Pencairan Dana Cadangan; 18 (d) Penerimaan dari Divestasi; 19 (e) Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas. 20 30. Arus keluar kas dari aktivitas investasi terdiri dari: 21 (a) Perolehan Aset Tetap; 22 (b) Perolehan Aset Lainnya; 23 (c) Pembentukan Dana Cadangan; 24 (d) Penyertaan Modal Pemerintah; 25 (e) Pembelian Investasi dalam bentuk Sekuritas. 26 AKTIVITAS PENDANAAN 27 31. Aktivitas Pendanaan adalah aktivitas penerimaan dan 28 pengeluaran kas yang yang berhubungan dengan pemberian piutang jangka 29 panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang mengakibatkan 30 perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang dan utang 31 jangka panjang. 32 32. Arus kas dari aktivitas pendanaan mencerminkan penerimaan dan 33 pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman 34 jangka panjang. 35 33. Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan antara lain: 36 (a) Penerimaan utang luar negeri; 37 (b) Penerimaan dari utang obligasi; Lampiran I.04 PSAP 03 - 7
  • 102. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah; 2 (d) Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara. 3 34. Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan antara lain: 4 (a) Pembayaran pokok utang luar negeri; 5 (b) Pembayaran pokok utang obligasi; 6 (c) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah; 7 (d) Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara. 8 AKTIVITAS TRANSITORIS 9 35. Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan dan 10 pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan 11 pendanaan. 12 36. Arus kas dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan 13 pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan 14 pendanaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain transaksi 15 Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang 16 persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK 17 menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat 18 Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya 19 potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar 20 rekening kas umum negara/daerah. 21 37. Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK 22 dan penerimaan transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali 23 uang persediaan dari bendahara pengeluaran. 24 38. Arus keluar kas dari aktivitas transitoris meliputi pengeluaran PFK 25 dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang keluar dan pemberian uang 26 persediaan kepada bendahara pengeluaran. 27 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS 28 OPERASI, INVESTASI, PENDANAAN, DAN 29 TRANSITORIS 30 39. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok utama 31 penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, investasi, 32 pendanaan, dan transitoris kecuali yang tersebut dalam paragraf 40. 33 40. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas 34 operasi dengan cara: 35 (a) Metode Langsung 36 Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan 37 pengeluaran kas bruto. Lampiran I.04 PSAP 03 - 8
  • 103. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Metode Tidak Langsung 2 Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-3 transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau 4 pengakuan (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang 5 akan datang, serta unsur penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk 6 kas yang berkaitan dengan aktivitas investasi dan pendanaan. 7 41. Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah sebaiknya 8 menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas 9 operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut: 10 (a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di 11 masa yang akan datang; 12 (b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan 13 (c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat 14 langsung diperoleh dari catatan akuntansi. 15 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS 16 BERSIH 17 42. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan 18 atas dasar arus kas bersih dalam hal: 19 (a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima 20 manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan aktivitas 21 pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu contohnya adalah 22 hasil kerjasama operasional. 23 (b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang 24 perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya 25 singkat. 26 ARUS KAS MATA UANG ASING 27 43. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus 28 dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan 29 mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs 30 pada tanggal transaksi. 31 44. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar 32 negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada 33 tanggal transaksi. 34 45. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat 35 perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas. Lampiran I.04 PSAP 03 - 9
  • 104. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 BUNGA DAN BAGIAN LABA 2 46. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan 3 pengeluaran beban untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan 4 pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus 5 diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi 6 tersebut harus diklasifikasikan kedalam aktivitas operasi secara konsisten 7 dari tahun ke tahun. 8 47. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam arus 9 kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari 10 pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan. 11 48. Jumlah pengeluaran beban pembayaran bunga utang yang 12 dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk 13 pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 14 49. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan 15 negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah 16 kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah 17 dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 18 PEROLEHAN DAN PELEPASAN INVESTASI 19 PEMERINTAH DALAM PERUSAHAAN NEGARA/ 20 DAERAH/KEMITRAAN DAN UNIT OPERASI 21 LAINNYA 22 50. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/daerah dan 23 kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode 24 ekuitas dan metode biaya. 25 51. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/daerah dan 26 kemitraan dicatat sebesar nilai kas yang dikeluarkan. 27 52. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang 28 dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas 29 investasi. 30 53. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan 31 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya harus disajikan secara 32 terpisah dalam aktivitas investasi. 33 54. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan 34 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode. 35 Hal-hal yang diungkapkan adalah: 36 (a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan; Lampiran I.04 PSAP 03 - 10
  • 105. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan 2 kas dan setara kas; 3 (c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit 4 operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan 5 (d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh 6 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh 7 atau dilepas. 8 55. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan 9 unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk 10 membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi, 11 investasi, pendanaan, dan transitoris. Arus kas masuk dari pelepasan tersebut 12 tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya. 13 56. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan 14 negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan 15 perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya 16 sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi 17 lainnya. 18 TRANSAKSI BUKAN KAS 19 57. Transaksi operasi, investasi, dan pendanaan yang tidak 20 mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak 21 dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan 22 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 23 58. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas konsisten 24 dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut tidak 25 mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan kas yang 26 tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui pertukaran 27 atau hibah. 28 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS 29 59. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara 30 kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di 31 Neraca. 32 PENGUNGKAPAN LAINNYA 33 60. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan setara 34 kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini 35 dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Lampiran I.04 PSAP 03 - 11
  • 106. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 61. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi 2 pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas 3 pelaporan. 4 62. Contoh kas dan setara kas yang tidak boleh digunakan oleh entitas 5 adalah kas yang ditempatkan sebagai jaminan, dan kas yang dikhususkan 6 penggunannya untuk kegiatan tertentu. 7 TANGGAL EFEKTIF 8 63. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 9 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 10 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 11 64. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 12 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 13 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.04 PSAP 03 - 12
  • 107. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.A CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PUSAT LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung Uraian (Dalam Rupiah) No. 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Penerimaan Pajak Penghasilan XXX XXX 4 Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah XXX XXX 5 Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan XXX XXX 6 Penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan XXX XXX 7 Penerimaan Cukai XXX XXX 8 Penerimaan Pajak Lainnya XXX XXX 9 Penerimaan Bea Masuk XXX XXX 10 Penerimaan Pajak Ekspor XXX XXX 11 Penerimaan Sumber Daya Alam XXX XXX 12 Penerimaan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN XXX XXX 13 Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya XXX XXX 14 Penerimaan Hibah XXX XXX 15 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX 16 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15) XXX XXX 17 Arus Keluar Kas 18 Pembayaran Pegawai XXX XXX 19 Pembayaran Barang XXX XXX 20 Pembayaran Bunga XXX XXX 21 Pembayaran Subsidi XXX XXX 22 Pembayaran Bantuan Sosial XXX XXX 23 Pembayaran Hibah XXX XXX 24 Pembayaran Lain-lain XXX XXX 25 Pembayaran Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 26 Pembayaran Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 27 Pembayaran Dana Alokasi Umum XXX XXX 28 Pembayaran Dana Alokasi Khusus XXX XXX y 29 Pembayaran Dana Otonomi Khusus XXX XXX 30 Pembayaran Dana Penyesuaian XXX XXX 31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 32 Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 31) XXX XXX 33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 32) XXX XXX 34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 35 Arus Masuk Kas 36 Penjualan atas Tanah XXX XXX 37 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 38 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 39 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 40 Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 41 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 42 Penerimaan dari Divestasi XXX XXX 43 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 44 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 43) XXX XXX
  • 108. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (Dalam Rupiah) CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PUSAT LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung No. Uraian 20X1 20X0 45 Arus Keluar Kas 46 Perolehan Tanah XXX XXX 47 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 48 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 49 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 50 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 51 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 52 Pengeluaran Penyertaan Modal Negara XXX XXX 53 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 54 Jumlah Arus Keluar Kas (46 s/d 53) XXX XXX 55 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (44 - 54) XXX XXX 56 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 57 Arus Masuk Kas 58 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 59 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 60 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 61 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 62 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Daerah XXX XXX 63 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 64 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 65 Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 64) XXX XXX 66 Arus Keluar Kas 67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 70 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 71 Pemberian Pinjaman kepada Daerah XXX XXX 72 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 73 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 74 Jumlah Arus Keluar Kas (67 s/d 73) XXX XXX 75 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (65 - 74) XXX XXX 76 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 77 Arus Masuk Kas 78 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 79 Kiriman Uang Masuk XXX XXX 80 Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 79) XXX XXX 81 Arus Keluar Kas 82 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 83 Kiriman Uang Keluar XXX XXX 84 Jumlah Arus Keluar Kas (82 s/d 83) XXX XXX 85 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (80 - 84) XXX XXX 86 Kenaikan/Penurunan Kas (33+55+75+85) XXX XXX 87 Saldo Awal Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 88 Saldo Akhir Kas di BUN & Kas di Bendahara Pengeluaran (86+87) XXX XXX 89 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 90 Saldo Akhir Kas (88+89)) XXX XXX
  • 109. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.B CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) Uraian No. 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Penerimaan Pajak Daerah XXX XXX 4 Penerimaan Retribusi Daerah XXX XXX 5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 9 Penerimaan Dana Alokasi Umum XXX XXX 10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus XXX XXX 11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus XXX XXX 12 Penerimaan Dana Penyesuaian XXX XXX 13 Penerimaan Hibah XXX XXX 14 Penerimaan Dana Darurat XXX XXX 15 Penerimaan Lainnya XXX XXX 16 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa 17 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 16) XXX XXX 18 Arus Keluar Kas 19 Pembayaran Pegawai XXX XXX 20 Pembayaran Barang XXX XXX 21 Pembayaran Bunga XXX XXX 22 Pembayaran Subsidi XXX XXX 23 Pembayaran Beban Hibah XXX XXX 24 Pembayaran Beban Bantuan Sosial XXX XXX 25 Pembayaran Tak Terduga XXX XXX 26 Pembayaran Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota XXX XXX 27 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota XXX XXX 28 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota XXX XXX 29 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 30 Jumlah Arus Keluar Kas (19 s/d 29) XXX XXX 31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (17 - 30) XXX XXX 32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 33 Arus Masuk Kas 34 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 35 Penjualan atas Tanah XXX XXX 36 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 37 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 38 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 39 Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 40 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 41 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 42 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 43 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 42) XXX XXX 44 Arus Keluar Kas 45 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 46 Perolehan Tanah XXX XXX 47 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 48 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 49 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX
  • 110. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) Uraian No. 20X1 20X0 50 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 51 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 52 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 53 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 54 Jumlah Arus Keluar Kas (45 s/d 53) XXX XXX 55 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (43 - 54) XXX XXX 56 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 57 Arus Masuk Kas 58 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 59 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 60 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 61 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 62 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 63 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 64 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 65 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 67 Jumlah Arus Masuk Kas (58 s/d 66) XXX XXX 68 Arus Keluar Kas 69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 75 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 76 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 77 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 78 Jumlah Arus Keluar Kas (69 s/d 77) XXX XXX 79 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (67 - 78) XXX XXX 80 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 81 Arus Masuk Kas 82 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 83 Jumlah Arus Masuk Kas (82) XXX XXX 84 Arus Keluar Kas 85 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 86 Jumlah Arus Keluar Kas (85) XXX XXX 87 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (83 - 86) XXX XXX 88 Kenaikan/Penurunan Kas (31+55+79+87) XXX XXX 89 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 90 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (88+89) XXX XXX 91 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 92 Saldo Akhir Kas (90+91) XXX XXX
  • 111. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.C CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung Uraian (Dalam Rupiah) No. 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Penerimaan Pajak Daerah XXX XXX 4 Penerimaan Retribusi Daerah XXX XXX 5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 6 Penerimaan Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 9 Penerimaan Dana Alokasi Umum XXX XXX 10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus XXX XXX 11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus XXX XXX 12 Penerimaan Dana Penyesuaian XXX XXX 13 Penerimaan Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX 14 Penerimaan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX 15 Penerimaan Hibah XXX XXX 16 Penerimaan Dana Darurat XXX XXX 17 Penerimaan Lainnya XXX XXX 18 Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX XXX 19 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 18) XXX XXX 20 Arus Keluar Kas 21 Pembayaran Pegawai XXX XXX 22 Pembayaran Barang XXX XXX 23 Pembayaran Bunga XXX XXX 24 Pembayaran Subsidi XXX XXX 25 Pembayaran Hibah XXX XXX 26 P Pembayaran b B Bantuan t S Sosial i l XXX XXX 27 Pembayaran Tak Terduga XXX XXX 28 Pembayaran Bagi Hasil Pajak XXX XXX 29 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi XXX XXX 30 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX 31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa XXX XXX 32 Jumlah Arus Keluar Kas (21 s/d 31) XXX XXX 33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (19 - 32) XXX XXX 34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi 35 Arus Masuk Kas 36 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 37 Penjualan atas Tanah XXX XXX 38 Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 39 Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 40 Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 41 Penjualan Aset Tetap XXX XXX 42 Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 43 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 44 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen XXX XXX 45 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s/d 44) XXX XXX
  • 112. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA CONTOH FORMAT LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 46 Arus Keluar Kas 47 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 48 Perolehan Tanah XXX XXX 49 Perolehan Peralatan dan Mesin XXX XXX 50 Perolehan Gedung dan Bangunan XXX XXX 51 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 52 Perolehan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 53 Perolehan Aset Lainnya XXX XXX 54 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 55 Pengeluaran Pembelian Investasi Non Permanen XXX XXX 56 Jumlah Arus Keluar Kas (47 s/d 55) XXX XXX 57 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (45 - 56) XXX XXX 58 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 59 Arus Masuk Kas 60 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 61 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 62 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 63 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 64 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 65 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 66 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 67 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 68 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 69 Jumlah Arus Masuk Kas (60 s/d 68) XXX XXX 70 Arus Keluar Kas 71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 74 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 75 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 76 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 77 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 78 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 79 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 80 Jumlah Arus Keluar Kas (71 s/d 79) XXX XXX 81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (69 - 80) XXX XXX 82 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris 83 Arus Masuk Kas 84 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 85 Jumlah Arus Masuk Kas (84) XXX XXX 86 Arus Keluar Kas 87 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 88 Jumlah Arus Keluar Kas (87) XXX XXX 89 Arus Kas Bersih dari Aktivitas transitoris (84 - 87) XXX XXX 90 Kenaikan/Penurunan Kas (33+57+81+89) XXX XXX 91 Saldo Awal Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 92 Saldo Akhir Kas di BUD & Kas di Bendahara Pengeluaran (90+91) XXX XXX 93 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 94 Saldo Akhir Kas (92+93) XXX XXX
  • 113. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.05 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 Lampiran I.05 PSAP 04 – (i) STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
  • 114. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.05 PSAP 04 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-6 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 3-6 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 7 KETENTUAN UMUM ------------------------------------------------------------------------- 8-11 STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------------------- 12-64 PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS PELAPORAN DAN ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------- 17-18 PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO --------------------------------- 19-23 PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET ---------- 24-29 DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN ----------------- 30-50 ASUMSI DASAR AKUNTANSI ------------------------------------------------ 31-35 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN --------------------------------------- 36-38 KEBIJAKAN AKUNTANSI ------------------------------------------------------ 39-50 PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING POS YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------ 51-57 PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------------------------------ 58-60 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ------------------------------ 61-63 SUSUNAN -------------------------------------------------------------------------------- 64 TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------ 65-66
  • 115. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 04 4 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar Catatan atas Laporan Keuangan adalah 12 mengatur penyajian dan pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas 13 Laporan Keuangan. 14 2. Tujuan penyajian Catatan atas Laporan Keuangan adalah untuk 15 meningkatkan transparansi Laporan Keuangan dan penyediaan pemahaman yang 16 lebih baik, atas informasi keuangan pemerintah. 17 RUANG LINGKUP 18 3. Standar ini harus diterapkan pada: 19 (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum untuk entitas pelaporan; 20 (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan untuk 21 tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan. 22 4. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 23 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi 24 keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, 25 legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan 26 dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan 27 keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari 28 laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan 29 tahunan. 30 5. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 31 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 32 keuangan konsolidasian, tidak termasuk badan usaha milik negara/daerah. 33 6. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat 34 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka 35 standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi kriteria Lampiran I.05 PSAP 04 - 1
  • 116. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 satu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar akuntansi 2 mengenai entitas pelaporan pemerintah. 3 DEFINISI 4 7. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 5 Pernyataan Standar dengan pengertian: 6 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah 7 meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur 8 dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara 9 sistematis untuk satu periode. 10 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah 11 rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 12 Perwakilan Rakyat Daerah. 13 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah 14 rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 15 Perwakilan Rakyat. 16 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 17 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 18 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 19 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 20 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 21 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 22 alasan sejarah dan budaya. 23 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 24 peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 25 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 26 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 27 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 28 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah 29 yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran 30 bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh 31 pemerintah. 32 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 33 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 34 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban 35 Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara 36 aset dan kewajiban pemerintah. 37 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 38 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 39 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 40 berupa laporan keuangan. Lampiran I.05 PSAP 04 - 2
  • 117. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, 2 aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas 3 pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 4 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 5 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 6 pemerintah. 7 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji suatu 8 informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna yang 9 dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada hakikat 10 atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari keadaan 11 khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 12 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali 13 dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran 14 bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam 15 penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau 16 memanfaatkan surplus anggaran. 17 Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum 18 Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun 19 anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu 20 dibayar kembali oleh pemerintah. 21 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 22 penambah ekuitas dalam periode pelaporan yang bersangkutan. 23 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 24 laporan keuangan. 25 Saldo Anggaran Lebih adalah gunggungan Saldo Anggaran Lebih yang 26 berasal dari akumulasi SiLPA/SiKPA tahun-tahun anggaran sebelumnya dan 27 tahun berjalan serta penyesuaian lain yang diperkenankan. 28 KETENTUAN UMUM 29 8. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan 30 atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan 31 keuangan untuk tujuan umum. 32 9. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan 33 keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk 34 pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan Keuangan 35 mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman 36 di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari kesalahpahaman, atas 37 sajian laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan yang berisi 38 informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan. 39 10. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari 40 pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran Lampiran I.05 PSAP 04 - 3
  • 118. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual. 2 Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung 3 melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan. 4 Pembahasan umum dan referensi ke pos-pos laporan keuangan menjadi penting 5 bagi pembaca laporan keuangan. 6 11. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi 7 yang diterapkan akan dapat membantu pembaca menghindari kesalahpahaman 8 dalam memahami laporan keuangan. 9 STRUKTUR DAN ISI 10 12. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara 11 sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan 12 Operasional dan Laporan Arus Kas dapat mempunyai referensi silang dengan 13 informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 14 13. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar 15 terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi 16 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 17 Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula 18 dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang 19 diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta 20 pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar 21 atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen 22 lainnya. 23 14. Dalam rangka pengungkapan yang memadai, Catatan atas 24 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 25 (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 26 (b) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 27 (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut 28 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 29 (d) Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-30 kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi 31 dan kejadian-kejadian penting lainnya; 32 (e) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar 33 muka laporan keuangan; 34 (f) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 35 Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan 36 keuangan; dan 37 (g) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak 38 disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 39 15. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan 40 mengikuti pernyataan standar akuntansi berlaku yang mengatur tentang Lampiran I.05 PSAP 04 - 4
  • 119. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pengungkapan untuk pos-pos yang terkait. Misalnya, Pernyataan Standar 2 Akuntansi Pemerintahan tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan 3 kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan. 4 16. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami laporan 5 keuangan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan 6 secara narasi, bagan, grafik, daftar, dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang 7 mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas 8 pelaporan dan hasil-hasilnya selama satu periode. 9 PENYAJIAN INFORMASI UMUM TENTANG ENTITAS PELAPORAN 10 DAN ENTITAS AKUNTANSI 11 17. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan 12 informasi yang merupakan gambaran entitas secara umum. 13 18. Untuk membantu pemahaman para pembaca laporan keuangan, 14 perlu ada penjelasan awal mengenai baik entitas pelaporan maupun entitas 15 akuntansi yang meliputi: 16 (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas 17 tersebut berada; 18 (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; dan 19 (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 20 operasionalnya. 21 PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/ 22 KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO 23 19. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu 24 pembaca memahami realisasi dan posisi keuangan entitas pelaporan secara 25 keseluruhan, termasuk kebijakan fiskal/keuangan dan kondisi ekonomi 26 makro. 27 20. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas 28 Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab pertanyaan-29 pertanyaan seperti bagaimana perkembangan realisasi dan posisi keuangan/fiskal 30 entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai. 31 21. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas 32 pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting 33 mengenai realisasi dan posisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan 34 dengan periode sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana 35 lainnya sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan 36 perbedaan adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam 37 penyusunan anggaran dibandingkan dengan realisasinya. 38 22. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 39 Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan Lampiran I.05 PSAP 04 - 5
  • 120. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan 2 pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan penyusunan 3 APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan 4 intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara. 5 23. Ekonomi makro yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 6 Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang 7 digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator 8 ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik 9 Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak, 10 tingkat suku bunga dan neraca pembayaran. 11 PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN TARGET KEUANGAN 12 SELAMA TAHUN PELAPORAN BERIKUT KENDALA DAN 13 HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET 14 24. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan 15 perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan 16 dengan anggaran yang pertama kali disetujui oleh DPR/DPRD, hambatan dan 17 kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta 18 masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan 19 untuk diketahui pembaca laporan keuangan. 20 25. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi 21 tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan 22 persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti kondisi 23 dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan yang ada, 24 yang disetujui oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran pertama kali 25 disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi anggaran dan 26 keuangan entitas pelaporan. 27 26. Ikhtisar pencapaian target keuangan merupakan perbandingan 28 secara garis besar antara target sebagaimana yang tertuang dalam APBN/APBD 29 dengan realisasinya. 30 27. Ikhtisar ini disajikan untuk memperoleh gambaran umum tentang 31 kinerja keuangan pemerintah dalam merealisasikan potensi pendapatan-LRA dan 32 alokasi belanja yang telah ditetapkan dalam APBN/APBD. 33 28. Ikhtisar ini disajikan baik untuk pendapatan-LRA, belanja, maupun 34 pembiayaan dengan struktur sebagai berikut: 35 (a) nilai target total; 36 (b) nilai realisasi total; 37 (c) prosentase perbandingan antara target dan realisasi; dan 38 (d) alasan utama terjadinya perbedaan antara target dan realisasi. 39 29. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas 40 pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya Lampiran I.05 PSAP 04 - 6
  • 121. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang 2 memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang. 3 DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN 4 PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN 5 30. Entitas pelaporan mengungkapkan dasar penyajian laporan 6 keuangan dan kebijakan akuntansi dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 7 ASUMSI DASAR AKUNTANSI 8 31. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu yang 9 mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak perlu diungkapkan 10 secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika entitas pelaporan tidak 11 mengikuti asumsi atau konsep tersebut dan disertai alasan dan penjelasan. 12 32. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, 13 asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah 14 anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar 15 standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 16 (a) Asumsi kemandirian entitas; 17 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 18 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 19 33. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi 20 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 21 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah 22 dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah 23 adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya 24 dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset 25 dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 26 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang-27 piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program 28 yang telah ditetapkan. 29 34. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 30 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 31 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 32 jangka pendek. 33 35. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 34 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 35 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 36 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN 37 36. Pengguna/pemakai laporan keuangan pemerintah meliputi: 38 (a) Masyarakat; Lampiran I.05 PSAP 04 - 7
  • 122. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 2 (c) Pihak yang memberi atau yang berperan dalam proses donasi, investasi, 3 dan pinjaman; dan 4 (d) Pemerintah. 5 37. Para pemakai/pengguna laporan keuangan membutuhkan 6 keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari informasi yang 7 dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan dan keperluan 8 lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika laporan keuangan 9 tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi terpilih yang penting dalam 10 penyusunan laporan keuangan. 11 38. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan 12 dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan 13 kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan 14 keuangan yang sangat membantu pengguna/pemakai laporan keuangan, karena 15 kadang-kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu 16 komponen laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo anggaran lebih, 17 neraca, laporan operasional, laporan arus kas, atau laporan perubahan ekuitas 18 terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih. 19 KEBIJAKAN AKUNTANSI 20 39. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu 21 disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan 22 yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan 23 secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan. 24 40. Empat pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan 25 akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen: 26 (a) Pertimbangan Sehat 27 (b) Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya diakui 28 dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak membenarkan 29 penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan 30 (c) Substansi Mengungguli Bentuk 31 Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan 32 sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata 33 mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian. 34 (d) Materialitas 35 Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup 36 material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan. 37 41. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus 38 mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang 39 digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang 40 secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, Lampiran I.05 PSAP 04 - 8
  • 123. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, 2 Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Pengungkapan juga 3 harus meliputi pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam 4 memilih prinsip-prinsip yang sesuai. 5 42. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 6 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 7 (a) Entitas pelaporan; 8 (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 9 (c) Dasar pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 10 keuangan; 11 (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 12 dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini diterapkan oleh 13 suatu entitas pelaporan pada masa transisi. Sebaliknya penerapan lebih 14 dini disarankan berdasarkan kesiapan entitas. 15 (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 16 laporan keuangan. 17 43. Diungkapkannya entitas pelaporan dalam kebijakan akuntansi 18 adalah untuk menyatakan bahwa entitas yang berhak membuat kebijakan 19 akuntansi hanyalah entitas pelaporan. Entitas akuntansi hanya mengikuti kebijakan 20 akuntansi yang ditetapkan oleh entitas pelaporan di atasnya. Ketiadaan informasi 21 mengenai entitas pelaporan dan komponennya mempunyai potensi 22 kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada. 23 44. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan telah 24 menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk penyusunan laporan 25 keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis akuntansi yang mendasari 26 laporan keuangan pemerintah semestinya diungkapkan pada Catatan atas Laporan 27 Keuangan. Pernyataan tersebut juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan 28 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan 29 pembaca laporan tanpa harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada 30 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 31 45. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui dasar-dasar 32 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan. 33 Apabila lebih dari satu dasar pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan 34 keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat 35 mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan dasar pengukuran 36 tersebut. 37 46. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi 38 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan 39 tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 40 tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 40 dapat 41 dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu Lampiran I.05 PSAP 04 - 9
  • 124. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk 2 disajikan antara lain: 3 (a) Pengakuan pendapatan-LRA; 4 (b) Pengakuan pendapatan-LO; 5 (c) Pengakuan belanja; 6 (d) Pengakuan beban; 7 (e) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 8 (f) Investasi; 9 (g) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud; 10 (h) Kontrak-kontrak konstruksi; 11 (i) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 12 (j) Kemitraan dengan pihak ketiga; 13 (k) Biaya penelitian dan pengembangan; 14 (l) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 15 (m) Pembentukan dana cadangan; 16 (n) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai; 17 (o) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 18 47. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan 19 dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 20 Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 21 pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib, penjabaran 22 mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs. 23 48. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai 24 pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak 25 material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih 26 dan diterapkan yang tidak diatur dalam Standar ini. 27 49. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka-28 angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi 29 berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara 30 kuantitatif harus diungkapkan. 31 50. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai 32 pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika 33 berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang. 34 PENYAJIAN RINCIAN DAN PENJELASAN MASING-MASING POS 35 YANG DISAJIKAN PADA LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN 36 51. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan rincian dan 37 penjelasan atas masing-masing pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Lampiran I.05 PSAP 04 - 10
  • 125. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, 2 Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. 3 52. Penjelasan atas Laporan Realisasi Anggaran disajikan untuk pos 4 pendapatan-LRA, belanja, dan pembiayaan dengan struktur sebagai berikut: 5 (a) Anggaran; 6 (b) Realisasi; 7 (c) Prosentase pencapaian; 8 (d) Penjelasan atas perbedaan antara anggaran dan realisasi; 9 (e) Perbandingan dengan periode yang lalu; 10 (f) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 11 (g) Rincian lebih lanjut pendapatan-LRA menurut sumber pendapatan; 12 (h) Rincian lebih lanjut belanja menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan 13 fungsi; 14 (i) Rincian lebih lanjut pembiayaan; dan 15 (j) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 16 53. Penjelasan atas Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih 17 disajikan untuk Saldo Anggaran Lebih awal periode, penggunaan Saldo Anggaran 18 Lebih, Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) tahun berjalan, 19 koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, dan SAL akhir periode dengan 20 struktur sebagai berikut: 21 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 22 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 23 (c) Rincian yang diperlukan; dan 24 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 25 54. Penjelasan atas Laporan Operasional disajikan untuk pos 26 pendapatan-LO dan beban dengan struktur sebagai berikut: 27 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 28 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 29 (c) Rincian lebih lanjut pendapatan-LO menurut sumber pendapatan; 30 (d) Rincian lebih lanjut beban menurut klasifikasi ekonomi, organisasi, dan fungsi; 31 dan 32 (e) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 33 55. Penjelasan atas Neraca disajikan untuk pos aset, kewajiban, dan 34 ekuitas dengan struktur sebagai berikut: 35 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 36 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; Lampiran I.05 PSAP 04 - 11
  • 126. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Rincian lebih lanjut atas masing-masing akun dalam aset lancar, investasi 2 jangka panjang, aset tetap, aset lainnya, kewajiban jangka pendek, kewajiban 3 jangka panjang, dan ekuitas; dan 4 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 5 56. Penjelasan atas Laporan Arus Kas disajikan untuk pos arus kas 6 dari aktivitas operasi, aktivitas investasi aset non keuangan, aktivitas pembiayaan, 7 dan aktivitas nonanggaran dengan struktur sebagai berikut: 8 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 9 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 10 (c) Rincian lebih lanjut atas atas masing-masing akun dalam masing-masing 11 aktivitas; dan 12 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 13 57. Penjelasan atas Laporan Perubahan Ekuitas disajikan untuk 14 ekuitas awal periode, surplus/defisit-LO, dampak kumulatif perubahan 15 kebijakan/kesalahan mendasar, dan ekuitas akhir periode dengan struktur sebagai 16 berikut: 17 (a) Perbandingan dengan periode yang lalu; 18 (b) Penjelasan atas perbedaan antara periode berjalan dan periode yang lalu; 19 (c) Rincian yang diperlukan; dan 20 (d) Penjelasan hal-hal penting yang diperlukan. 21 PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH 22 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG 23 BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN 24 KEUANGAN 25 58. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi 26 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 27 Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang 28 diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban 29 kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam 30 Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain yang 31 belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan. 32 59. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang 33 digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai 34 dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka 35 laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan 36 gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan 37 akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan entitas 38 pelaporan pada periode yang akan datang. Lampiran I.05 PSAP 04 - 12
  • 127. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 60. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan 2 harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian 3 persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti yang 4 telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa kasus, 5 pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan pemahaman 6 pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain di laporan 7 keuangan. Dalam kebijakan akuntansi pos aset tetap disebutkan dasar pengukuran 8 adalah harga perolehan. Penelitian terhadap akun-akun yang mendukung pos aset 9 tersebut menunjukkan ada salah satu akun aset dengan harga selain harga 10 perolehan, karena aset dimaksud diperoleh dari donasi. 11 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA 12 61. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan 13 informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca 14 laporan. 15 62. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian-16 Lampiran I.05 PSAP 04 - 13 kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti: 17 (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan; 18 (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru; 19 (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; 20 (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan; dan 21 (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang 22 harus ditanggulangi pemerintah. 23 63. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku sebagai 24 pelengkap standar ini. 25 SUSUNAN 26 64. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 27 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas 28 Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut: 29 (a) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi; 30 (b) Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 31 (c) Ikhtisar pencapaian target keuangan berikut hambatan dan kendalanya; 32 (d) Kebijakan akuntansi yang penting: 33 i. Entitas pelaporan; 34 ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 35 iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 36 keuangan;
  • 128. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan 2 ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh 3 suatu entitas pelaporan; 4 v. Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 5 laporan keuangan. 6 (e) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: 7 i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan; 8 ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 9 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 10 Laporan Keuangan. 11 (f) Informasi tambahan lainnya yang diperlukan. 12 TANGGAL EFEKTIF 13 65. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 14 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 15 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 16 66. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 17 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 18 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.05 PSAP 04 - 14
  • 129. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.06 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 05 Lampiran I.06 PSAP 05 – (i) AKUNTANSI PERSEDIAAN
  • 130. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.06 PSAP 05 – (i) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------ 1-3 TUJUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------------- 2-3 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 4 UMUM -------------------------------------------------------------------------------------------- 5-12 PENGAKUAN ---------------------------------------------------------------------------------- 13-14 PENGUKURAN ------------------------------------------------------------------------------- 15-21 BEBAN PERSEDIAAN ---------------------------------------------------------------------- 22-25 PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------------- 26 TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------------- 27-28
  • 131. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 05 4 AKUNTANSI PERSEDIAAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 6 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 7 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 TUJUAN 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 11 akuntansi persediaan yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan. 12 RUANG LINGKUP 13 2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh 14 persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum. Standar ini 15 diterapkan untuk seluruh entitas pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk 16 perusahaan negara/daerah. 17 3. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 18 a. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan 19 dibebankan ke suatu akun konstruksi dalam pengerjaan; dan 20 b. Instrumen keuangan. 21 DEFINISI 22 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 23 Pernyataan Standar dengan pengertian: 24 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 25 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 26 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh 27 pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 28 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 29 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 30 alasan sejarah dan budaya. 31 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak 32 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Lampiran I.06 PSAP 05 - 1
  • 132. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang 2 dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-3 barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka 4 pelayanan kepada masyarakat. 5 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 6 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 7 UMUM 8 5. Persediaan merupakan aset yang berupa: 9 a. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka 10 kegiatan operasional pemerintah; 11 b. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses 12 produksi; 13 c. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau 14 diserahkan kepada masyarakat; 15 d. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 16 dalam rangka kegiatan pemerintahan. 17 6. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan 18 disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, 19 barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas 20 pakai seperti komponen bekas. 21 7. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga 22 meliputi bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku 23 pembuatan alat-alat pertanian. 24 8. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai 25 persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi. 26 9. Persediaan dapat terdiri dari: 27 a. Barang konsumsi; 28 b. Amunisi; 29 c. Bahan untuk pemeliharaan; 30 d. Suku cadang; 31 e. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga; 32 f. Pita cukai dan leges; 33 g. Bahan baku; 34 h. Barang dalam proses/setengah jadi; 35 i. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; 36 j. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. 37 10. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan 38 strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga Lampiran I.06 PSAP 05 - 2
  • 133. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai 2 persediaan. 3 11. Persediaan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan 4 kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada paragraf 9 butir j, misalnya sapi, 5 kuda, ikan, benih padi dan bibit tanaman. 6 12. Persediaan dalam kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam 7 neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 8 PENGAKUAN 9 13. Persediaan diakui (a) pada saat potensi manfaat ekonomi masa 10 depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 11 dengan andal, (b) pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/ atau 12 kepenguasaannya berpindah. 13 14. Pada akhir periode akuntansi catatan persediaan disesuaikan 14 dengan hasil inventarisasi fisik. 15 PENGUKURAN 16 15. Persediaan disajikan sebesar: 17 a. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 18 b. Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 19 c. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/ 20 rampasan. 21 16. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya 22 pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat 23 dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang 24 serupa mengurangi biaya perolehan. 25 17. Persediaan dapat dinilai dengan menggunakan: 26 a. Metode sistematis seperti FIFO atau rata-rata tertimbang 27 b. Harga pembelian terakhir apabila setiap unit persediaan nilainya tidak 28 material dan bermacam-macam jenis. 29 18. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan 30 untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir. 31 19. Harga pokok produksi persediaan meliputi biaya langsung yang 32 terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang 33 dialokasikan secara sistematis. 34 20. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai 35 dengan menggunakan nilai wajar. Lampiran I.06 PSAP 05 - 3
  • 134. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 21. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau 2 penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan 3 transaksi wajar (arm length transaction). 4 BEBAN PERSEDIAAN 5 22. Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan (use 6 of goods). 7 23. Penghitungan beban persediaan dilakukan dalam rangka penyajian 8 Laporan Operasional. 9 24. Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka pengukuran 10 pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang dipakai 11 dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan. 12 25. Dalam hal persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran 13 pemakaian persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara 14 saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi 15 dengan saldo akhir persediaan dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode 16 penilaian yang digunakan. 17 PENGUNGKAPAN 18 26. Laporan keuangan mengungkapkan: 19 a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; 20 b. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang 21 digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang 22 digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau 23 diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses 24 produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada 25 masyarakat; dan 26 c. Jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi rusak atau usang. 27 TANGGAL EFEKTIF 28 27. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 29 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 30 anggaran mulai tahun anggaran 2010. 31 28. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 32 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 33 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.06 PSAP 05 - 4
  • 135. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.07 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 06 Lampiran I.07 PSAP 06 – (i) AKUNTANSI INVESTASI
  • 136. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.07 PSAP 06 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------------- 1 - 5 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------------ 2 - 5 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 6 BENTUK INVESTASI -------------------------------------------------------------------------- 7 - 8 KLASIFIKASI INVESTASI ------------------------------------------------------------------- 9 - 19 PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------------- 20 - 22 PENGUKURAN INVESTASI ----------------------------------------------------------------- 23 - 35 METODE PENILAIAN INVESTASI --------------------------------------------------------- 36 - 38 PENGAKUAN HASIL INVESTASI --------------------------------------------------------- 39 - 40 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI ---------------------------------------- 41 - 42 PENGUNGKAPAN ----------------------------------------------------------------------------- 43 TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------------------- 44 - 45
  • 137. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 06 4 AKUNTANSI INVESTASI 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 12 akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang 13 harus disajikan dalam laporan keuangan. 14 RUANG LINGKUP 15 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian 16 seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum 17 yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi 18 Pemerintahan. 19 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 20 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 21 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 22 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi investasi 23 pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek maupun 24 investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan, klasifikasi, 25 pengukuran dan metode penilaian investasi, serta pengungkapannya pada 26 laporan keuangan. 27 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 28 (a) Penempatan uang yang termasuk dalam lingkup setara kas; 29 (b) Investasi dalam perusahaan asosiasi; 30 (c) Kerjasama operasi; dan 31 (d) Investasi dalam properti. Lampiran I.07 PSAP 06 - 1
  • 138. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 4 Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor 5 dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya 6 legal dan pungutan lainnya dari pasar modal. 7 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 8 ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga 9 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 10 kepada masyarakat. 11 Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan 12 dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. 13 Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki 14 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 15 Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak 16 termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara 17 tidak berkelanjutan. 18 Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan 19 untuk dimiliki secara berkelanjutan. 20 Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak 21 dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada 22 peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun 23 golongan masyarakat tertentu. 24 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 25 berdasarkan harga perolehan. 26 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 27 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 28 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 29 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 30 sesudah perolehan awal investasi. 31 Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang 32 dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu 33 untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya. 34 Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai 35 yang tertera dalam lembar saham dan obligasi. 36 Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu 37 investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen. 38 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 39 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Lampiran I.07 PSAP 06 - 2
  • 139. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya 2 mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan 3 maupun joint venture dari investornya. 4 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 5 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 6 BENTUK INVESTASI 7 7. Pemerintah melakukan investasi dimaksudkan antara lain untuk 8 memperoleh pendapatan dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana yang 9 belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. 10 8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan 11 sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa 12 pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta 13 instrumen ekuitas. 14 KLASIFIKASI INVESTASI 15 9. Investasi pemerintah diklasifikasikan menjadi dua yaitu 16 investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka 17 pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka 18 panjang merupakan kelompok aset nonlancar. 19 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai 20 berikut: 21 (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan; 22 (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya 23 pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas; 24 (c) Berisiko rendah. 25 11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka 26 pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah, karena 27 dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga, tidak termasuk dalam 28 investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok 29 investasi jangka pendek antara lain adalah: 30 (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan suatu 31 badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah 32 kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha; 33 (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan 34 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat 35 berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun 36 luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau 37 (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi 38 kebutuhan kas jangka pendek. Lampiran I.07 PSAP 06 - 3
  • 140. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka 2 pendek, antara lain terdiri atas: 3 (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang 4 dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits); 5 (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh 6 pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia 7 (SBI). 8 13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman 9 investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen adalah 10 investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara 11 berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka 12 panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 13 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan 14 untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau 15 menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan 16 investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan 17 untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau 18 menarik kembali. 19 15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah 20 investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk 21 mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang 22 dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen dapat berupa: 23 (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan 24 internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara; 25 (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk 26 menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada 27 masyarakat. 28 16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara 29 lain dapat berupa: 30 (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan 31 untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah; 32 (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 33 kepada pihak ketiga; 34 (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat 35 seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat; 36 (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk 37 dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang 38 dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian. 39 17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga 40 (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu kepemilikan 41 modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan. Lampiran I.07 PSAP 06 - 4
  • 141. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak 2 bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli 3 oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat 4 dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak 5 tercakup dalam pernyataan ini. 6 19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan 7 kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri. 8 PENGAKUAN INVESTASI 9 20. Pengeluaran kas dan/atau aset, penerimaan hibah dalam 10 bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui 11 sebagai investasi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 12 (a) Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa 13 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut 14 dapat diperoleh pemerintah; 15 (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara 16 memadai (reliable). 17 21. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas dan/atau aset, 18 penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi 19 investasi memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu 20 mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial 21 atau jasa potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang 22 tersedia pada saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang 23 cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan 24 diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh 25 manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul. 26 22. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada 27 paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran 28 atau pembelian yang didukung dengan bukti yang 29 menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu 30 investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya, atau 31 berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, 32 penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan. 33 PENGUKURAN INVESTASI 34 23. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat 35 membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian, nilai pasar 36 dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk 37 investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai 38 nominal, nilai tercatat atau nilai wajar lainnya. Lampiran I.07 PSAP 06 - 5
  • 142. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 24. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, 2 misalnya saham dan obligasi jangka pendek (efek), dicatat sebesar biaya 3 perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu 4 sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank, dan biaya lainnya 5 yang timbul dalam rangka perolehan tersebut. 6 25. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh 7 tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar 8 investasi pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila 9 tidak ada nilai wajar, maka investasi dinilai berdasarkan nilai wajar aset lain 10 yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut. 11 26. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya 12 dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal 13 deposito tersebut. 14 27. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya 15 penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi 16 harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam 17 rangka perolehan investasi tersebut. 18 28. Investasi nonpermanen dalam bentuk pembelian obligasi 19 jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki 20 berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. 21 29. Investasi nonpermanen yang dimaksudkan untuk 22 penyehatan/penyelamatan perekonomian, dinilai sebesar nilai bersih yang 23 dapat direalisasikan. 24 30. Investasi nonpermanen untuk penyehatan/penyelamatan 25 perekonomian misalnya dana talangan dalam rangka penyehatan perbankan 26 31. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di 27 proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai 28 sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk 29 perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian 30 proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga. 31 32. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran 32 aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah 33 sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga 34 perolehannya tidak ada. 35 33. Harga perolehan investasi dalam valuta asing yang dibayar 36 dengan mata uang asing yang sama harus dinyatakan dalam rupiah dengan 37 menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada 38 tanggal transaksi. 39 34. Diskonto atau premi pada pembelian investasi diamortisasi 40 selama periode dari pembelian sampai saat jatuh tempo sehingga hasil 41 yang konstan diperoleh dari investasi tersebut. Lampiran I.07 PSAP 06 - 6
  • 143. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 35. Diskonto atau premi yang diamortisasi tersebut dikreditkan atau 2 didebetkan pada pendapatan bunga, sehingga merupakan penambahan atau 3 pengurangan dari nilai tercatat investasi (carrying value) tersebut. 4 METODE PENILAIAN INVESTASI 5 36. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode 6 yaitu: 7 (a) Metode biaya; 8 Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya 9 perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian 10 hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi pada 11 badan usaha/badan hukum yang terkait. 12 (b) Metode ekuitas; 13 Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat investasi 14 awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar 15 bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian 16 laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima pemerintah 17 akan mengurangi nilai investasi pemerintah. Penyesuaian terhadap 18 nilai investasi juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan 19 investasi pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat 20 pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap. 21 (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan; 22 Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama 23 untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu 24 dekat. 25 37. Penggunaan metode pada paragraf 36 didasarkan pada 26 kriteria sebagai berikut: 27 (a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya; 28 (b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% 29 tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode 30 ekuitas; 31 (c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas; 32 (d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih 33 yang direalisasikan. 34 38. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan 35 saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode 36 penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the 37 degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri 38 adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain: 39 (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris; Lampiran I.07 PSAP 06 - 7
  • 144. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi; 2 (c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan 3 investee; 4 (d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam 5 rapat/pertemuan dewan direksi. 6 PENGAKUAN HASIL INVESTASI 7 39. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, 8 antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi, dan dividen tunai (cash 9 dividend), diakui pada saat diperoleh dan dicatat sebagai pendapatan. 10 40. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari 11 penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode 12 biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila 13 menggunakan metode ekuitas, bagian laba berupa dividen tunai yang 14 diperoleh oleh pemerintah dicatat sebagai pendapatan hasil investasi dan 15 mengurangi nilai investasi pemerintah. Dividen dalam bentuk saham yang 16 diterima tidak akan menambah nilai investasi pemerintah. 17 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI 18 41. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena 19 penjualan, pelepasan hak karena peraturan pemerintah, dan lain 20 sebagainya. 21 42. Perbedaan antara hasil pelepasan investasi dengan nilai 22 tercatatnya harus dibebankan atau dikreditkan kepada keuntungan/rugi 23 pelepasan investasi. Keuntungan/rugi pelepasan investasi disajikan dalam 24 laporan operasional. 25 PENGUNGKAPAN 26 43. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan 27 pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain: 28 (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi; 29 (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen; 30 (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun 31 investasi jangka panjang; 32 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan 33 tersebut; 34 (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; 35 (f) Perubahan pos investasi. Lampiran I.07 PSAP 06 - 8
  • 145. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TANGGAL EFEKTIF 2 44. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 3 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 4 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 5 45. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 6 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 7 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.07 PSAP 06 - 9
  • 146. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 07 Lampiran I.08 PSAP 07 – (i) AKUNTANSI ASET TETAP
  • 147. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.08 PSAP 07 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-3 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 2-3 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 4 UMUM --------------------------------------------------------------------------------------------- 5-6 KLASIFIKASI ASET TETAP ---------------------------------------------------------------- 7-14 PENGAKUAN ASET TETAP --------------------------------------------------------------- 15-19 PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------------ 20-22 PENILAIAN AWAL ASET TETAP --------------------------------------------------------- 23-48 KOMPONEN BIAYA -------------------------------------------------------------------- 28-37 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN -------------------------------------------- 38-40 PEROLEHAN SECARA GABUNGAN ---------------------------------------------- 41 PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS) -------------------------- 42-44 ASET DONASI -------------------------------------------------------------------------- 45-48 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT EXPENDITURES) ------------------------------------------------------------------------------ 49-51 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL ------------------------------------------------------- 52-60 PENYUSUTAN --------------------------------------------------------------------------- 53-58 PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION) ---------------------- 59-60 AKUNTANSI TANAH ------------------------------------------------------------------------- 61-64 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) ----------------------------------------- 65-72 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------------ 73-75 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) --------------------------------------------------- 76 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) -------- 77-79 PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------------- 80-83 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 84-85
  • 148. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 07 4 AKUNTANSI ASET TETAP 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 12 akuntansi untuk aset tetap meliputi pengakuan, penentuan nilai tercatat, serta 13 penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai 14 tercatat (carrying value) aset tetap. 15 RUANG LINGKUP 16 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 17 pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 18 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, 19 penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 20 3. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk: 21 (a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative natural 22 resources); dan 23 (b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas 24 alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non-25 Lampiran I.08 PSAP 07 - 1 regenerative natural resources). 26 Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk 27 mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a) 28 dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut. 29 DEFINISI 30 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 31 Pernyataan Standar dengan pengertian: 32 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 33 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 34 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik
  • 149. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 2 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 3 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 4 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 5 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 6 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 7 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 8 Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang telah dan yang 9 masih wajib dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang telah dan yang 10 masih wajib diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan 11 atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat 12 yang siap untuk dipergunakan. 13 Masa manfaat adalah: 14 (a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas 15 pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau 16 (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset 17 untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. 18 Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir 19 masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. 20 Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung 21 dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. 22 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 23 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 24 Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang 25 dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 26 bersangkutan. 27 UMUM 28 5. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, 29 dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap 30 pemerintah adalah: 31 (a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh 32 entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan 33 kontraktor; 34 (b) Hak atas tanah. 35 6. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai 36 untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) dan 37 perlengkapan (supplies). Lampiran I.08 PSAP 07 - 2
  • 150. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KLASIFIKASI ASET TETAP 2 7. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat 3 atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi aset tetap adalah 4 sebagai berikut: 5 (a) Tanah; 6 (b) Peralatan dan Mesin; 7 (c) Gedung dan Bangunan; 8 (d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; 9 (e) Aset Tetap Lainnya; dan 10 (f) Konstruksi dalam Pengerjaan. 11 8. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang 12 diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah 13 dan dalam kondisi siap dipakai. 14 9. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan 15 yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional 16 pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. 17 10. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan 18 bermotor, alat elektonik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya 19 signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam 20 kondisi siap pakai. 21 11. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan 22 yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah 23 dan dalam kondisi siap dipakai. 24 12. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat 25 dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan 26 dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap 27 dipakai. 28 13. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang 29 dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum 30 selesai seluruhnya. 31 14. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional 32 pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset 33 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 34 PENGAKUAN ASET TETAP 35 15. Aset tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan 36 dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan handal. Untuk dapat 37 diakui sebagai aset tetap harus dipenuhi kriteria sebagai berikut : 38 (a) Berwujud; Lampiran I.08 PSAP 07 - 3
  • 151. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; 2 (c) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; 3 (d) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan 4 (e) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 5 16. Dalam menentukan apakah suatu aset tetap mempunyai manfaat 6 lebih dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomi 7 masa depan yang dapat diberikan oleh aset tetap tersebut, baik langsung 8 maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut 9 dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. 10 Manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan 11 bila entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. 12 Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima 13 entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui. 14 17. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan 15 oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan 16 dimaksudkan untuk dijual. 17 18. Pengakuan aset tetap akan andal bila aset tetap telah diterima atau 18 diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah. 19 19. Saat pengakuan aset akan dapat diandalkan apabila terdapat bukti 20 bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara 21 hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. 22 Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum 23 dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti 24 pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan 25 sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus 26 diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah 27 berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat 28 tanah atas nama pemilik sebelumnya. 29 PENGUKURAN ASET TETAP 30 20. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian 31 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 32 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 33 21. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal bila terdapat transaksi 34 pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan 35 biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu 36 pengukuran yang dapat diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi 37 pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga 38 kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi. 39 22. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 40 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak Lampiran I.08 PSAP 07 - 4
  • 152. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 2 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 3 pembangunan aset tetap tersebut. 4 PENILAIAN AWAL ASET TETAP 5 23. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui 6 sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya 7 harus diukur berdasarkan biaya perolehan. 8 24. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut 9 adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. 10 25. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah atau 11 donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah oleh 12 pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan pemerintah 13 daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan 14 kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui pengimplementasian 15 wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang 16 dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan penyitaan atas sebidang 17 tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi 18 pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai 19 berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. 20 26. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat 21 perolehan untuk kondisi pada paragraf 24 bukan merupakan suatu proses 22 penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti 23 pada paragraf 23. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 59 dan 24 paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk 25 periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal. 26 27. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya 27 perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca 28 awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca 29 awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya 30 perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. 31 KOMPONEN BIAYA 32 28. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau 33 konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat 34 diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi 35 yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang 36 dimaksudkan. 37 29. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: 38 (a) biaya persiapan tempat; Lampiran I.08 PSAP 07 - 5
  • 153. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat 2 (handling cost); 3 (c) biaya pemasangan (installation cost); 4 (d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan 5 (e) biaya konstruksi. 6 30. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya 7 perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang 8 dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, 9 penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan maupun yang masih harus 10 dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai 11 bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua 12 tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. 13 31. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah 14 pengeluaran yang telah dan yang masih harus dilakukan untuk memperoleh 15 peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi 16 harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung 17 lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin 18 tersebut siap digunakan. 19 32. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh 20 biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh 21 gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga 22 pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan 23 pajak. 24 33. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan 25 seluruh biaya yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk 26 memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya 27 perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai 28 jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. 29 34. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya 30 yang dikeluarkan dan yang masih harus dikeluarkan untuk memperoleh aset 31 tersebut sampai siap pakai. 32 35. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu 33 komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan 34 secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke kondisi 35 kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi serupa 36 tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk 37 membawa aset ke kondisi kerjanya. 38 36. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola 39 ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. 40 37. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga 41 pembelian. Lampiran I.08 PSAP 07 - 6
  • 154. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 2 38. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan 3 atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum 4 selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam 5 pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. 6 39. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai 7 Konstruksi Dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset 8 dalam pengerjaan, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset 9 tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh 10 kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip 11 dan rincian yang ada pada PSAP 08. 12 40. Konstruksi Dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau 13 dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke salah satu 14 akun yang sesuai dalam pos aset tetap. 15 PEROLEHAN SECARA GABUNGAN 16 41. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh 17 secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan 18 tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang 19 bersangkutan. 20 PERTUKARAN ASET (EXCHANGES OF ASSETS) 21 42. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau 22 pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya 23 dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh 24 yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan 25 dengan jumlah setiap kas atau setara kas dan kewajiban lain yang 26 ditransfer/diserahkan. 27 43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu 28 aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai 29 wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran 30 dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada 31 keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang 32 baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset 33 yang dilepas. 34 44. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti 35 adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam 36 kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down) 37 dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai 38 aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk 39 pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila 40 terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas atau kewajiban lainnya, Lampiran I.08 PSAP 07 - 7
  • 155. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai 2 nilai yang sama. 3 ASET DONASI 4 45. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus 5 dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. 6 46. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa 7 persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan 8 nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh 9 satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut 10 akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya 11 secara hukum, seperti adanya akta hibah. 12 47. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset 13 tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah. 14 Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk 15 pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah dianggap 16 selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti perolehan aset 17 tetap dengan pertukaran. 18 48. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset 19 donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan operasional. 20 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN 21 (SUBSEQUENT EXPENDITURES) 22 49. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang 23 memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi 24 manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu 25 produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai 26 tercatat aset yang bersangkutan. 27 50. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 49 harus ditetapkan 28 dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 49 29 dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk 30 dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi 31 atau tidak. 32 51. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam 33 jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi 34 (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang 35 ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan 36 mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk 37 maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus 38 diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 39 Keuangan. Lampiran I.08 PSAP 07 - 8
  • 156. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT 2 MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL 3 52. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap 4 tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang 5 memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan 6 penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun ekuitas. 7 PENYUSUTAN 8 53. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu 9 aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat 10 aset yang bersangkutan. 11 54. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai 12 pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan 13 dalam laporan operasional. 14 55. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode 15 yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang 16 digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan 17 jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. 18 56. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau 19 secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, 20 penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan 21 penyesuaian. 22 57. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain: 23 (a) Metode garis lurus (straight line method); atau 24 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method) 25 (c) Metode unit produksi (unit of production method) 26 58. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 27 tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 28 PENILAIAN KEMBALI ASET TETAP (REVALUATION) 29 59. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya 30 tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut 31 penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. 32 Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan 33 pemerintah yang berlaku secara nasional. 34 60. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai 35 penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta 36 pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. 37 Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam 38 akun ekuitas. Lampiran I.08 PSAP 07 - 9
  • 157. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 AKUNTANSI TANAH 2 61. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak 3 diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan 4 seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. 5 62. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu 6 periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat 7 berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang 8 dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena 9 itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk 10 mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap 11 dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan 12 ini. 13 63. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya 14 dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-15 undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia 16 berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. 17 64. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar 18 negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar 19 negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta 20 perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik 21 Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas 22 tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah 23 dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat 24 diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas 25 waktu. 26 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) 27 65. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk 28 menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut 29 harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 30 66. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah 31 dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset 32 bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala 33 (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Beberapa 34 karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas suatu aset bersejarah: 35 (a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara 36 penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; 37 (b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat 38 pelepasannya untuk dijual; 39 (c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu 40 berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; Lampiran I.08 PSAP 07 - 10
  • 158. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus 2 dapat mencapai ratusan tahun. 3 67. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam 4 waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan 5 perundang-undangan. 6 68. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang 7 diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk 8 pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai 9 dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan 10 akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan 11 tersebut. 12 69. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah 13 unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan 14 Keuangan dengan tanpa nilai. 15 70. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus 16 dibebankan dalam laporan operasional sebagai beban tahun terjadinya 17 pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh beban yang berlangsung 18 untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada 19 pada periode berjalan. 20 71. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat 21 lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh 22 bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus 23 tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset 24 tetap lainnya. 25 72. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada 26 karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins). 27 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE 28 ASSETS) 29 73. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. 30 Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya 31 mempunyai karakteristik sebagai berikut: 32 (a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan; 33 (b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; 34 (c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan 35 (d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya. 36 74. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh 37 pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai 38 aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus 39 diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. Lampiran I.08 PSAP 07 - 11
  • 159. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 75. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, 2 sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi. 3 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) 4 76. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, memenuhi 5 definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip 6 yang ada pada Pernyataan ini. 7 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT 8 AND DISPOSAL) 9 77. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau 10 bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada 11 manfaat ekonomi masa yang akan datang. 12 78. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus 13 dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 14 Keuangan. 15 79. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah 16 tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset 17 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 18 PENGUNGKAPAN 19 80. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-20 Lampiran I.08 PSAP 07 - 12 masing jenis aset tetap sebagai berikut: 21 (a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat 22 (carrying amount); 23 (b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang 24 menunjukkan: 25 (1) Penambahan; 26 (2) Pelepasan; 27 (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; 28 (4) Mutasi aset tetap lainnya. 29 (c) Informasi penyusutan, meliputi: 30 (1) Nilai penyusutan; 31 (2) Metode penyusutan yang digunakan; 32 (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 33 (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir 34 periode; 35
  • 160. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 81. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: 2 (a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap; 3 (b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset 4 tetap; 5 (c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan 6 (d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap. 7 82. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, maka hal-8 Lampiran I.08 PSAP 07 - 13 hal berikut harus diungkapkan: 9 (a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; 10 (b) Tanggal efektif penilaian kembali; 11 (c) Jika ada, nama penilai independen; 12 (d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya 13 pengganti; 14 (e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap. 15 83. Aset bersejarah diungkapkan secara rinci, antara lain nama, 16 jenis, kondisi dan lokasi aset dimaksud. 17 TANGGAL EFEKTIF 18 84. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 19 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 20 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 21 85. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 22 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 23 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.
  • 161. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.09 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 Lampiran I.09 PSAP 08 – (i) STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
  • 162. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.09 PSAP 08 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------------------- 1 - 5 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1 - 2 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------- 3 - 5 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------- 6 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN --------------------------------------------- 7 - 8 KONTRAK KONSTRUKSI --------------------------------------------------------------- 9-10 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI ------------------------------------------------------------------------------- 11-13 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN ------------------------- 14-17 PENGUKURAN ----------------------------------------------------------------------------- 18-33 BIAYA KONSTRUKSI --------------------------------------------------------------- 19-33 PENGUNGKAPAN ------------------------------------------------------------------------- 34-36 TANGGAL EFEKTIF ---------------------------------------------------------------------- 37-38
  • 163. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 08 4 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 12 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan. 13 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 14 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 15 Pengerjaan; 16 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 17 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 18 RUANG LINGKUP 19 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset 20 tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 21 dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 22 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib 23 menerapkan standar ini. 24 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 25 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 26 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 27 berlainan. 28 5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan 29 adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai 30 dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 31 DEFINISI 32 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 33 Pernyataan Standar dengan pengertian: Lampiran I.09 PSAP 08 - 1
  • 164. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 08 4 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 12 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan. 13 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 14 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 15 Pengerjaan; 16 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 17 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 18 RUANG LINGKUP 19 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset 20 tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 21 dan/atau masyarakat dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 22 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga, wajib 23 menerapkan standar ini. 24 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 25 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 26 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 27 berlainan. 28 5. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan 29 adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset tetap yang harus dicatat sampai 30 dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 31 DEFINISI 32 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 33 Pernyataan Standar dengan pengertian: Lampiran I.09 PSAP 08 - 1
  • 165. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 4 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 5 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 6 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 7 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 8 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 9 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, 10 dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 11 Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset tetap yang sedang dalam 12 proses pembangunan. 13 Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk 14 konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu 15 sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan 16 fungsi atau tujuan atau penggunaan utama. 17 Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk 18 membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan 19 entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak 20 konstruksi. 21 Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum 22 pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi. 23 Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai 24 penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. 25 Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan 26 pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi. 27 Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga 28 pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran 29 jumlah tersebut. 30 Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang 31 dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum 32 dibayar oleh pemberi kerja. 33 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 34 7. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan 35 mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta aset tetap lainnya 36 yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu 37 periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi 38 pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu 39 perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. Lampiran I.09 PSAP 08 - 2
  • 166. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 8. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri 2 (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. 3 KONTRAK KONSTRUKSI 4 9. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset 5 yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal 6 rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak 7 seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi. 8 10. Kontrak konstruksi dapat meliputi: 9 (a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 10 perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur; 11 (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset; 12 (c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 13 pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value 14 engineering; 15 (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan. 16 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK 17 KONSTRUKSI 18 11. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah 19 untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu 20 untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi 21 tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak 22 konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi 23 atau kelompok kontrak konstruksi. 24 12. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, 25 konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi 26 yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi: 27 (a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset; 28 (b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta 29 pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang 30 berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; 31 (c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan. 32 13. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan 33 konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah 34 sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak 35 tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak 36 konstruksi terpisah jika: Lampiran I.09 PSAP 08 - 3
  • 167. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, 2 teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak 3 semula; atau 4 (b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga 5 kontrak semula. 6 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM 7 PENGERJAAN 8 14. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam 9 Pengerjaan jika: 10 (a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang 11 berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; 12 (b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan 13 (c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan. 14 15. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang 15 dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan 16 oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan 17 dalam aset tetap. 18 16. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap 19 yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi: 20 (a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan 21 (b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan; 22 17. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang 23 bersangkutan (tanah; peralatan dan mesin; gedung dan bangunan; jalan, irigasi, 24 dan jaringan; aset tetap lainnya) setelah pekerjaan konstruksi tersebut 25 dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. 26 PENGUKURAN 27 18. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan. 28 BIAYA KONSTRUKSI 29 19. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola: 30 (a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi; 31 (b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan 32 dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan 33 (c) biaya lain yang secara khusus dibebankan sehubungan konstruksi 34 yang bersangkutan. 35 20. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan 36 konstruksi antara lain meliputi: Lampiran I.09 PSAP 08 - 4
  • 168. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; 2 (b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; 3 (c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi 4 pelaksanaan konstruksi; 5 (d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan; 6 (e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan 7 dengan konstruksi. 8 21. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada 9 umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi: 10 (a) Asuransi; 11 (b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung 12 berhubungan dengan konstruksi tertentu; 13 (c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang 14 bersangkutan seperti biaya inspeksi. 15 Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis 16 dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang 17 mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan 18 adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung. 19 22. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak 20 konstruksi meliputi: 21 (a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan 22 tingkat penyelesaian pekerjaan; 23 (b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung 24 dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada 25 tanggal pelaporan; 26 (c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan 27 dengan pelaksanaan kontrak konstruksi. 28 23. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan kontraktor lainnya. 29 24. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan 30 secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan 31 dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai 32 penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan. 33 25. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang 34 disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan 35 perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. 36 26. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman 37 yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya 38 konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan 39 secara andal. Lampiran I.09 PSAP 08 - 5
  • 169. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 27. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang 2 timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai 3 konstruksi. 4 28. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi 5 jumlah biaya bunga yang dibayar dan yang masih harus dibayar pada 6 periode yang bersangkutan. 7 29. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis 8 aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode 9 yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan 10 metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. 11 30. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan 12 sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka 13 biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara 14 pembangunan konstruksi dikapitalisasi. 15 31. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi 16 karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan 17 dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika 18 pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja 19 atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara 20 dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force 21 majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga 22 pada periode yang bersangkutan. 23 32. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan 24 yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis 25 pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya 26 pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam 27 proses pengerjaan. 28 33. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang 29 masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12. 30 Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan 31 maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian 32 kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan 33 yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman. 34 PENGUNGKAPAN 35 34. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai 36 Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi: 37 (a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat 38 penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya; 39 (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pendanaannya. 40 (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan dan yang masih harus dibayar; Lampiran I.09 PSAP 08 - 6
  • 170. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Uang muka kerja yang diberikan; 2 (e) Retensi. 3 35. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 4 retensi, misalnya termin pembayaran terakhir yang masih ditahan oleh pemberi 5 kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan 6 atas Laporan Keuangan. 7 36. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber 8 dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya 9 sampai tanggal tertentu. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku 12 efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 13 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 14 38. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, 15 entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 16 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.09 PSAP 08 - 7
  • 171. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.10 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL Lampiran I.10 PSAP 09 – (i) PERNYATAAN NO. 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN
  • 172. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.10 PSAP 09 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-4 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 2-4 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 5 UMUM --------------------------------------------------------------------------------------------- 6-8 KLASIFIKASI KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------- 9-17 PENGAKUAN KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------------- 18-31 PENGUKURAN KEWAJIBAN -------------------------------------------------------------- 32-61 UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE) ------------------ 35-37 UTANG TRANSFER -------------------------------------------------------------------- 38-39 UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST) ---------------------------------------- 40-41 UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK) -------------------------------- 42-43 BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG -------------------------------- 44-45 KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT LIABILITIES) ------------------------------------------------------------------------------ 46 UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN DAN YANG DIPERJUALBELIKAN -------------------------------------------------- 47-55 Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan (Non-Traded Debt)--------------- --------------------------------------------- 48-50 Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt) ------------ 51-55 PERUBAHAN VALUTA ASING ------------------------------------------------------------ 56-61 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ---------------------- 62-64 TUNGGAKAN ---------------------------------------------------------------------------------- 65-68 RESTRUKTURISASI UTANG -------------------------------------------------------------- 69-81 PENGHAPUSAN UTANG ------------------------------------------------------------------- 76-81 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------------- 82-86 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------- 87-88 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 89-90
  • 173. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 09 4 KEWAJIBAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 12 akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, 13 amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut. 14 RUANG LINGKUP 15 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 16 pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 17 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, 18 pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 19 3. Pernyataan Standar ini mengatur: 20 (a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek 21 dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam 22 Negeri dan Utang Luar Negeri. 23 (b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang 24 asing. 25 (c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi 26 pinjaman. 27 (d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah. 28 Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan 29 khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut. 30 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 31 (a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi. 32 (b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai. Lampiran I.10 PSAP 09 - 1
  • 174. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari 2 transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing seperti 3 pada paragraf 3(b). 4 Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri. 5 DEFINISI 6 5. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 7 Pernyataan Standar dengan pengertian: 8 Amortisasi utang adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto 9 selama umur utang pemerintah. 10 Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya disebut 11 Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar 12 siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya. 13 Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung 14 oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana. 15 Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur. 16 Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present 17 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) dari suatu utang 18 karena tingkat bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif. 19 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 20 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 21 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 22 berupa laporan keuangan. 23 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 24 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 25 pemerintah. 26 Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur. 27 Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum 28 pasti. 29 Kewajiban kontinjensi adalah: 30 (a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan 31 keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya 32 suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya 33 berada dalam kendali suatu entitas; atau 34 (b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui 35 karena: 36 (1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) bahwa suatu 37 entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat 38 ekonomi untuk menyelesaikan kewajibannya; atau 39 (2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. Lampiran I.10 PSAP 09 - 2
  • 175. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 2 Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan 3 jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah. 4 Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali 5 transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang 6 pemerintah. 7 Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang 8 dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau 9 premium yang belum diamortisasi. 10 Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 11 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga 12 secara diskonto. 13 Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang 14 pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah 15 sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan 16 (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum. 17 Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present 18 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 19 bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif. 20 Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk 21 memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa 22 pengurangan jumlah utang. 23 Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan 24 utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai 25 jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat 26 Utang Negara (SUN). 27 Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka 28 waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga 29 secara diskonto. 30 Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan 31 utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin 32 pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, 33 sesuai dengan masa berlakunya. 34 Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan 35 entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal. 36 UMUM 37 6. Karakteristik utama kewajiban adalah bahwa pemerintah 38 mempunyai kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya 39 mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. Lampiran I.10 PSAP 09 - 3
  • 176. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 2 tugas atau tanggung jawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 3 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 4 pendanaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan 5 lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah dapat juga terjadi karena 6 perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada 7 masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan 8 setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, 9 atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. 10 8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 11 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 12 KLASIFIKASI KEWAJIBAN 13 9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos 14 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan 15 diselesaikan setelah tanggal pelaporan. 16 10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan 17 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 18 Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga 19 dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan 20 sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang. 21 11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 22 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 23 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 24 kewajiban jangka panjang. 25 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 26 sama seperti aset lancar. Kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer 27 pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang akan 28 menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 29 13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 30 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, misalnya 31 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak 32 Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 33 14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 34 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan 35 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 36 jika: 37 (a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 38 bulan; dan 39 (b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban 40 tersebut atas dasar jangka panjang; dan Lampiran I.10 PSAP 09 - 4
  • 177. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian 2 pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali 3 terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan 4 disetujui. 5 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka 6 pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang 7 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 8 16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 9 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 10 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 11 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 12 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pendanaan jangka panjang dan 13 diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana 14 kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus 15 tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat 16 dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos 17 jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum 18 persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada 19 tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 20 17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 21 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 22 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 23 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 24 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 25 (a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 26 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 27 (b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam 28 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 29 PENGAKUAN KEWAJIBAN 30 18. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 31 sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang 32 ada sampai saat pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut 33 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 34 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi) 35 sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya 36 suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin 37 dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan 38 bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang 39 melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti transaksi 40 dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan karena 41 ketidaksengajaan. Lampiran I.10 PSAP 09 - 5
  • 178. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai nilai. 2 Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran. 3 Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran sangat 4 penting untuk menentukan saat pengakuan kewajiban. 5 21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima oleh 6 pemerintah atau dikeluarkan oleh kreditur sesuai dengan kesepakatan, 7 dan/atau pada saat kewajiban timbul. 8 22. Kewajiban dapat timbul dari: 9 (a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions); 10 (b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum 11 yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan, yang belum dibayar lunas 12 sampai dengan saat tanggal pelaporan; 13 (c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events); 14 (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events). 15 23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-16 masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu 17 nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya 18 atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan 19 pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa 20 sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa 21 depan. 22 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat pegawai 23 pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi yang 24 diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu transaksi 25 pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan penerima kerja) 26 menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban kompensasi meliputi gaji 27 yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan biaya manfaat pegawai 28 lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan. 29 25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak 30 dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan 31 atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Dalam hal ini, hanya ada satu arah 32 arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu 33 kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada 34 tanggal pelaporan. 35 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus 36 kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika 37 pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan 38 hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan 39 pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui 40 transaksi dengan pertukaran. 41 27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian 42 yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara Lampiran I.10 PSAP 09 - 6
  • 179. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar 2 kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam 3 hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan 4 basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan 5 pertukaran. 6 28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan 7 kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan 8 kewajiban, sepanjang hukum yang berlaku dan kebijakan yang ada 9 memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar kerusakan, dan sepanjang 10 jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan andal. Contoh kejadian ini 11 adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan pribadi yang disebabkan 12 pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah. 13 29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian 14 yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai 15 konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan 16 untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab 17 luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering 18 diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya 19 tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang 20 timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah 21 dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 22 Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban 23 sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab 24 keuangan pemerintah, dan atas biaya yang timbul sehubungan dengan 25 kejadian tersebut telah terjadi transaksi dengan pertukaran atau tanpa 26 pertukaran. 27 30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan 28 biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria 29 berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya 30 yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat 31 kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum 32 dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban 33 bencana). 34 31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari 35 kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota-36 kota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi 37 bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari 38 pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota-39 kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi 40 sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor 41 yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau 42 tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang 43 untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang Lampiran I.10 PSAP 09 - 7
  • 180. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa 2 pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum 3 dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke 4 pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan 5 sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah. 6 PENGUKURAN KEWAJIBAN 7 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 8 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 9 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 10 tanggal neraca. 11 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban 12 pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang 13 tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti 14 transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta 15 asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan 16 dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 17 34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti 18 karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan 19 nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan. 20 UTANG KEPADA PIHAK KETIGA (ACCOUNT PAYABLE) 21 35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk 22 barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus 23 mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang 24 tersebut 25 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan 26 spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang 27 dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan 28 berita acara kemajuan pekerjaan. 29 37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit 30 pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit 31 nonpemerintahan. 32 UTANG TRANSFER 33 38. Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk 34 melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-35 Lampiran I.10 PSAP 09 - 8 undangan. 36 39. Utang transfer diakui dan dinilai sesuai dengan peraturan yang 37 berlaku.
  • 181. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UTANG BUNGA (ACCRUED INTEREST1 ) 2 40. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar 3 biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat 4 berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang 5 bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap 6 akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan. 7 41. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk 8 sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat 9 Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, kota, 10 dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN. 11 UTANG PERHITUNGAN FIHAK KETIGA (PFK) 12 42. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan 13 berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada 14 laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. 15 43. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus 16 diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang 17 dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo 18 pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo 19 pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar 20 jumlah yang masih harus disetorkan. 21 BAGIAN LANCAR UTANG JANGKA PANJANG 22 44. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian 23 lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam 24 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 25 45. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 26 adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus 27 dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 28 KEWAJIBAN LANCAR LAINNYA (OTHER CURRENT LIABILITIES) 29 46. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak 30 termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya 31 tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan 32 disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik 33 masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji kepada pegawai 34 dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan atas jasa yang telah 35 diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah penerimaan 36 pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh pemerintah kepada 37 pihak lain. Lampiran I.10 PSAP 09 - 9
  • 182. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UTANG PEMERINTAH YANG TIDAK DIPERJUALBELIKAN 1 DAN 2 YANG DIPERJUALBELIKAN 3 47. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik utang 4 tersebut yang dapat berbentuk: 5 (a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt) 6 (b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt) 7 Utang Pemerintah Yang Tidak Diperjualbelikan (Non-Traded 8 Debt) 9 48. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak 10 diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada 11 pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam 12 kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan. 13 49. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan 14 adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international 15 seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini 16 biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement). 17 50. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat 18 mengacu pada skedul pembayaran (payment schedule) yang menggunakan tarif 19 bunga tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif 20 bunga dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks 21 lainnya, penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan 22 tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan 23 data-data sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada. 24 Utang Pemerintah Yang Diperjualbelikan (Traded Debt) 25 51. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat 26 diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari 27 pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode 28 akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau 29 hasil penjualan, penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan 30 dibayarkan ke pemegangnya, dan penilaian pada periode diantaranya untuk 31 menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah. 32 52. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam 33 bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat 34 memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo. 35 53. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai 36 pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium 37 yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar 38 nilai pari tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari. 39 Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah nilainya Lampiran I.10 PSAP 09 - 10
  • 183. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas yang dijual 2 dengan harga premium nilainya akan berkurang. 3 54. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh 4 tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk 5 Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai 6 berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo bila dijual dengan 7 nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman pemerintah yang 8 dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, maka penilaian 9 selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau premium yang ada. 10 55. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan 11 metode garis lurus. 12 PERUBAHAN VALUTA ASING 13 56. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan 14 menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. 15 57. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs 16 spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal 17 transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama 18 seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. 19 Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk 20 suatu periode tidak dapat diandalkan. 21 58. Pada setiap tanggal neraca pos utang pemerintah dalam mata 22 uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan 23 kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 24 59. Selisih penjabaran pos utang pemerintah dalam mata uang 25 asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan 26 atau penurunan ekuitas periode berjalan. 27 60. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam 28 mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang 29 berhubungan dan ekuitas pada entitas pelaporan. 30 61. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan 31 diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui 32 pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi 33 berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus 34 diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs 35 untuk masing-masing periode. 36 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH 37 TEMPO 38 62. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum 39 jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik (call feature) oleh penerbit dari Lampiran I.10 PSAP 09 - 11
  • 184. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian 2 oleh permintaan pemegangnya maka selisih antara harga perolehan kembali 3 dan nilai tercatat netonya harus disajikan pada Laporan Operasional dan 4 diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos 5 kewajiban yang berkaitan. 6 63. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai 7 tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo 8 dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan 9 menyesuaikan jumlah kewajiban dan aset yang berhubungan. 10 64. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat 11 (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan aset yang 12 terkait, jumlah perbedaan yang ada juga disajikan dalam Laporan Operasional 13 pada pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional dan diungkapkan pada 14 Catatan atas Laporan Keuangan. 15 TUNGGAKAN 16 65. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan 17 dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas 18 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban. 19 66. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh 20 tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau 21 bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai 22 saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur 23 diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur. 24 67. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan 25 dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. 26 Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang 27 menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan 28 dan solvabilitas satu entitas. 29 68. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan 30 di dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang. 31 RESTRUKTURISASI UTANG 32 69. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan 33 utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif 34 sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai 35 tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut 36 melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan 37 persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada 38 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos 39 kewajiban yang terkait. Lampiran I.10 PSAP 09 - 12
  • 185. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 70. Restrukturisasi dapat berupa: 2 (a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan 3 dengan utang baru; atau 4 (b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah 5 persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan utang 6 dapat berbentuk: 7 (1) Perubahan jadwal pembayaran, 8 (2) Penambahan masa tenggang, atau 9 (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang 10 jatuh tempo dan/atau tertunggak. 11 71. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga 12 efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode 13 antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif 14 yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai tunai 15 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan 16 baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat 17 bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru 18 dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo. 19 72. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru 20 harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 21 73. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana 22 ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk 23 bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka 24 debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan 25 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam 26 persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas 27 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang 28 berkaitan. 29 74. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang 30 sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas 31 masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa 32 depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang. 33 75. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat 34 merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai 35 contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi 36 keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk 37 menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur 38 pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang 39 sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus 40 diestimasi. Lampiran I.10 PSAP 09 - 13
  • 186. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENGHAPUSAN 1 UTANG 2 76. Penghapusan utang adalah pembatalan tagihan oleh kreditur 3 kepada debitur, baik sebagian maupun seluruh jumlah utang debitur dalam 4 bentuk perjanjian formal diantara keduanya. 5 77. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke 6 kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di 7 bawah nilai tercatatnya. 8 78. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di 9 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada 10 paragraf 73 berlaku. 11 79. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di 12 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai 13 debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas ke nilai 14 wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 73, serta mengungkapkan 15 pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban 16 dan aset nonkas yang berhubungan. 17 80. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus 18 mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi 19 kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara: 20 (a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau 21 ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau 22 biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan 23 (b) Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur. 24 81. Penilaian kembali aset pada paragraf 80 akan menghasilkan 25 perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk 26 penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas 27 Laporan Keuangan. 28 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN 29 UTANG PEMERINTAH 30 82. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah 31 biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman 32 dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi: 33 (a) Bunga dan provisi atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka 34 pendek maupun jangka panjang; 35 (b) Commitment fee atas dana pinjaman yang belum ditarik; 36 (c) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman, 37 (d) Amortisasi kapitalisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman 38 seperti biaya konsultan, ahli hukum, dan sebagainya. Lampiran I.10 PSAP 09 - 14
  • 187. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (e) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal 2 tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga. 3 83. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan 4 dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus 5 dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut. 6 84. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung 7 dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap 8 aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan 9 secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman 10 ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 86. 11 85. Dalam keadaan tertentu, sulit untuk mengidentifikasikan adanya 12 hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset 13 tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila 14 perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi 15 pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat 16 terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan 17 dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan 18 jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga 19 diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan 20 hal tersebut. 21 86. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus 22 digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus 23 dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata 24 tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu 25 yang berkaitan selama periode pelaporan. 26 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN 27 87. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam 28 bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik 29 kepada pemakainya. 30 88. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi 31 yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah: 32 (a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang 33 diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman; 34 (b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis 35 sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya; 36 (c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat 37 bunga yang berlaku; 38 (d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh 39 tempo; 40 (e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi: Lampiran I.10 PSAP 09 - 15
  • 188. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (1) Pengurangan pinjaman; 2 (2) Modifikasi persyaratan utang; 3 (3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman; 4 (4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman; 5 (5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan 6 (6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode 7 pelaporan. 8 (f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur 9 utang berdasarkan kreditur. 10 (g) Biaya pinjaman: 11 (1) Perlakuan biaya pinjaman; 12 (2) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang 13 bersangkutan; dan 14 (3) Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan. 15 TANGGAL EFEKTIF 16 89. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 17 berlaku efektif untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 18 pelaksanaan anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 19 90. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 20 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 21 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.10 PSAP 09 - 16
  • 189. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.11 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN Lampiran I.11 PSAP 10 - (i)
  • 190. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.11 PSAP 10 - (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-3 TUJUAN------------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP ------------------------------------------------------------------ 2-3 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------------ 4 KOREKSI KESALAHAN --------------------------------------------------------------- 5-36 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------- 37-42 PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI ------------------------------------------- 43-45 OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN ----------------------------------------- 46-50 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 51-52
  • 191. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 10 4 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN 5 AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, 6 DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 7 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 8 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 9 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 10 Akuntansi Pemerintahan. Lampiran I.11 PSAP 10 - 1 11 PENDAHULUAN 12 TUJUAN 13 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 14 akuntansi atas koreksi kesalahan akuntansi dan pelaporan laporan keuangan, 15 perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan operasi yang 16 tidak dilanjutkan. 17 RUANG LINGKUP 18 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu 19 entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan 20 pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi 21 akuntansi, dan operasi yang tidak dilanjutkan dalam Laporan Realisasi 22 Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan 23 Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan 24 atas Laporan Keuangan. 25 3. Pernyataan standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 26 menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua 27 entitas akuntansi, termasuk Badan Layanan Umum, yang berada di bawah 28 pemerintah pusat/daerah. 29 DEFINISI 30 4. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 31 Pernyataan Standar dengan pengertian:
  • 192. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-2 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipakai oleh 3 suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan 4 keuangan. 5 Kesalahan adalah penyajian akun/pos yang secara signifikan tidak sesuai 6 dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode 7 berjalan atau periode sebelumnya. 8 Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang 9 tersaji dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang 10 seharusnya. 11 Operasi tidak dilanjutkan adalah penghentian suatu misi atau tupoksi 12 tertentu yang berakibat pelepasan atau penghentian suatu fungsi, program, 13 atau kegiatan, sehingga aset, kewajiban, dan operasi dapat dihentikan tanpa 14 mengganggu fungsi, program, atau kegiatan yang lain. 15 Perubahan estimasi adalah revisi estimasi karena perubahan kondisi yang 16 mendasari estimasi tersebut, atau karena terdapat informasi baru, 17 pertambahan pengalaman dalam mengestimasi,atau perkembangan lain. 18 Pos adalah kumpulan akun sejenis yang ditampilkan pada lembar muka 19 laporan keuangan. 20 KOREKSI KESALAHAN 21 5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau 22 beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. 23 Kesalahan mungkin timbul karena keterlambatan penyampaian bukti transaksi 24 oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan aritmatik, kesalahan 25 penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, 26 kecurangan atau kelalaian. 27 6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh 28 signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga 29 laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi. 30 7. Dalam mengoreksi suatu kesalahan akuntansi, jumlah koreksi 31 yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan 32 menyesuaikan baik Saldo Anggaran Lebih maupun saldo ekuitas. Koreksi 33 yang berpengaruh material pada periode berikutnya harus diungkapkan 34 pada catatan atas laporan keuangan. 35 8. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadian dikelompokkan dalam 2 (dua) 36 jenis: 37 (a) Kesalahan tidak berulang; Lampiran I.11 PSAP 10 - 2
  • 193. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Kesalahan berulang dan sistemik. 2 9. Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak 3 akan terjadi kembali, dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: 4 (a) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; 5 (b) Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya. 6 10. Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang 7 disebabkan sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang 8 diperkirakan akan terjadi secara berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak 9 dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau 10 tambahan pembayaran dari wajib pajak. 11 11. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui. 12 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 13 periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, 14 dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam 15 periode berjalan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, 16 maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. 17 13. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 18 periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila 19 laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan 20 pembetulan pada akun yang bersangkutan, baik pada akun pendapatan- 21 LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban. 22 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 23 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 24 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah posisi kas, 25 apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan 26 dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal 27 mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan pembetulan pada akun 28 Saldo Anggaran Lebih. 29 15. Contoh koreksi kesalahan belanja: 30 (a) yang menambah saldo kas yaitu pengembalian belanja pegawai tahun lalu 31 karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo 32 kas dan pendapatan lain-lain-LRA. 33 (b) yang menambah saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, 34 yaitu belanja modal yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan 35 kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan 36 menambah saldo kas dan menambah akun pendapatan lain-lain-LRA. 37 (c) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja pegawai tahun 38 lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo 39 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. Lampiran I.11 PSAP 10 - 3
  • 194. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) yang mengurangi saldo kas terkait belanja modal yang menghasilkan aset, 2 yaitu belanja modal tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan 3 mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 4 16. Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak 5 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 6 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 7 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 8 aset bersangkutan. 9 17. Contoh koreksi kesalahan untuk perolehan aset selain kas: 10 (a) yang menambah saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu 11 pengadaan aset tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan 12 kelebihan nilai aset tersebut harus dikembalikan, dikoreksi dengan 13 menambah saldo kas dan mengurangi akun terkait dalam pos aset tetap. 14 (b) yang mengurangi saldo kas terkait perolehan aset selain kas yaitu 15 pengadaan aset tetap tahun lalu belum dilaporkan, dikoreksi dengan 16 menambah akun terkait dalam pos aset tetap dan mengurangi saldo kas. 17 18. Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga 18 mengakibatkan pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode 19 sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara 20 material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 21 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan 22 lain-lain-LO. Dalam hal mengakibatkan penambahan beban dilakukan 23 dengan pembetulan pada akun ekuitas. 24 19. Contoh koreksi kesalahan beban: 25 (a) yang menambah saldo kas yaitu pengembalian beban pegawai tahun lalu 26 karena salah penghitungan jumlah gaji, dikoreksi dengan menambah saldo 27 kas dan menambah pendapatan lain-lain-LO. 28 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi beban pegawai tahun 29 lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi dengan mengurangi akun beban lain-30 Lampiran I.11 PSAP 10 - 4 lain-LO dan mengurangi saldo kas. 31 20. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang 32 tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan 33 menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan 34 periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada 35 akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. 36 21. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LRA: 37 (a) yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan 38 negara yang belum masuk ke kas Negara dikoreksi dengan menambah 39 akun kas dan menambah akun Saldo Anggaran Lebih.
  • 195. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi 2 umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat, dikoreksi oleh: 3 (1) pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Saldo 4 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 5 (2) pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan 6 menambah Saldo Anggaran Lebih. 7 22. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak 8 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 9 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 10 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 11 ekuitas. 12 23. Contoh koreksi kesalahan pendapatan-LO: 13 (a) yang menambah saldo kas yaitu penyetoran bagian laba perusahaan 14 negara yang belum masuk ke kas negara dikoreksi dengan menambah 15 akun kas dan menambah akun ekuitas. 16 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu pengembalian pendapatan dana alokasi 17 umum karena kelebihan transfer oleh Pemerintah Pusat dikoreksi oleh: 18 (1) pemerintah yang menerima transfer dengan mengurangi akun Ekuitas 19 dan mengurangi saldo kas. 20 (2) pemerintah pusat dengan menambah akun saldo kas dan menambah 21 Ekuitas. 22 24. Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran 23 pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode 24 sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila 25 laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 26 pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. 27 25. Contoh koreksi kesalahan terkait penerimaan pembiayaan: 28 (a) yang menambah saldo kas yaitu Pemerintah Pusat menerima setoran 29 kekurangan pembayaran cicilan pokok pinjaman tahun lalu dari Pemda A, 30 dikoreksi oleh Pemerintah pusat dengan menambah saldo kas dan 31 menambah akun Saldo Anggaran Lebih. 32 (b) yang mengurangi saldo kas terkait penerimaan pembiayaan, yaitu 33 pemerintah pusat mengembalikan kelebihan setoran cicilan pokok pinjaman 34 tahun lalu dari Pemda A dikoreksi dengan mengurangi akun Saldo 35 Anggaran Lebih dan mengurangi saldo kas. 36 26. Contoh koreksi kesalahan terkait pengeluaran pembiayaan: 37 (a) yang menambah saldo kas yaitu kelebihan pembayaran suatu angsuran 38 utang jangka panjang sehingga terdapat pengembalian pengeluaran Lampiran I.11 PSAP 10 - 5
  • 196. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 angsuran, dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun 2 Saldo Anggaran Lebih. 3 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran 4 utang tahun lalu yang belum dicatat, dikoreksi dengan mengurangi saldo 5 kas dan mengurangi akun Saldo Anggaran Lebih. 6 27. Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan 7 kewajiban yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah 8 maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut 9 sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun 10 kewajiban bersangkutan 11 28. Contoh koreksi kesalahan terkait pencatatan kewajiban: 12 (a) yang menambah saldo kas yaitu adanya penerimaan kas karena 13 dikembalikannya kelebihan pembayaran angsuran suatu kewajiban 14 dikoreksi dengan menambah saldo kas dan menambah akun kewajiban 15 terkait. 16 (b) yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat pembayaran suatu angsuran 17 kewajiban yang seharusnya dibayarkan tahun lalu dikoreksi dengan 18 menambah akun kewajiban terkait dan mengurangi saldo kas. 19 29. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah 20 ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah. 21 30. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,14,16, 22 dan 20 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja 23 entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. 24 31. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13,18, 25 dan 22 tersebut di atas tidak berpengaruh terhadap beban entitas yang 26 bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. 27 32. Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode-28 periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum 29 maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, 30 pembetulan dilakukan pada akun-akun neraca terkait pada periode 31 kesalahan ditemukan. 32 33. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas 33 sebagaimana disebutkan pada paragraf 32 adalah pengeluaran untuk pembelian 34 peralatan dan mesin (kelompok aset tetap) dilaporkan sebagai jalan, irigasi, dan 35 jaringan. Koreksi yang dilakukan hanyalah pada Neraca dengan mengurangi 36 akun jalan, irigasi, dan jaringan dan menambah akun peralatan dan mesin. Pada 37 Laporan Realisasi Anggaran tidak perlu dilakukan koreksi. 38 34. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada 39 paragraf 10 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi Lampiran I.11 PSAP 10 - 6
  • 197. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan 2 mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan. 3 35. Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode 4 yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun 5 berjalan pada aktivitas yang bersangkutan. 6 36. Koreksi kesalahan diungkapkan pada Catatan atas Laporan 7 Keuangan. 8 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI 9 37. Para pengguna Laporan Keuangan perlu membandingkan laporan 10 keuangan dari suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui 11 kecenderungan arah (trend) posisi keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena 12 itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada 13 setiap periode. 14 38. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran 15 akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria 16 kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan 17 akuntansi. 18 39. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya 19 apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh 20 peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau 21 apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi 22 mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan 23 dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas. 24 40. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai 25 berikut: 26 (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara 27 substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan 28 (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang 29 sebelumnya tidak ada atau yang tidak material. 30 41. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan 31 suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut 32 harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan 33 persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi. 34 42. Perubahan kebijakan akuntansi harus disajikan pada Laporan 35 Perubahan Ekuitas dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 36 Keuangan. Lampiran I.11 PSAP 10 - 7
  • 198. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI 2 43. Agar memperoleh Laporan Keuangan yang andal, maka estimasi 3 akuntansi perlu disesuaikan antara lain dengan pola penggunaan, tujuan 4 penggunaan aset dan kondisi lingkungan entitas yang berubah. 5 44. Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi 6 disajikan pada Laporan Operasional pada periode perubahan dan periode 7 selanjutnya sesuai sifat perubahan. Sebagai contoh, perubahan estimasi 8 masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO tahun perubahan dan 9 tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap tersebut. 10 45. Pengaruh perubahan terhadap LO periode berjalan dan yang 11 akan datang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Apabila 12 tidak memungkinkan, harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan 13 pengaruh perubahan itu. 14 OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN 15 46. Apabila suatu misi atau tupoksi suatu entitas pemerintah 16 dihapuskan oleh peraturan, maka suatu operasi, kegiatan, program, proyek, 17 atau kantor terkait pada tugas pokok tersebut dihentikan. 18 47. Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan -- 19 misalnya hakikat operasi, kegiatan, program, proyek yang dihentikan, 20 tanggal efektif penghentian, cara penghentian, pendapatan dan beban 21 tahun berjalan sampai tanggal penghentian apabila dimungkinkan, dampak 22 sosial atau dampak pelayanan, pengeluaran aset atau kewajiban terkait 23 pada penghentian apabila ada-- harus diungkapkan pada Catatan atas 24 Laporan Keuangan. 25 48. Agar Laporan Keuangan disajikan secara komparatif, suatu 26 segmen yang dihentikan itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan 27 walaupun berjumlah nol untuk tahun berjalan. Dengan demikian, operasi 28 yang dihentikan tampak pada Laporan Keuangan. 29 49. Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu 30 tahun berjalan, di akuntansikan dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah 31 operasi itu berjalan sampai akhir tahun Laporan Keuangan. Pada umumnya 32 entitas membuat rencana penghentian, meliputi jadwal penghentian 33 bertahap atau sekaligus, resolusi masalah legal, lelang, penjualan, hibah 34 dan lain-lain. 35 50. Bukan merupakan penghentian operasi apabila : Lampiran I.11 PSAP 10 - 8
  • 199. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) Penghentian suatu program, kegiatan, proyek, segmen secara 2 evolusioner/alamiah. Hal ini dapat diakibatkan oleh demand (permintaan 3 publik yang dilayani) yang terus merosot, pergantian kebutuhan lain. 4 (b) Fungsi tersebut tetap ada. 5 (c) Beberapa jenis subkegiatan dalam suatu fungsi pokok dihapus, selebihnya 6 berjalan seperti biasa. Relokasi suatu program, proyek, kegiatan ke wilayah 7 lain. 8 (d) Menutup suatu fasilitas yang ber-utilisasi amat rendah, menghemat biaya, 9 menjual sarana operasi tanpa mengganggu operasi tersebut. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 51. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 12 berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 13 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 14 52. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 15 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 16 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. Lampiran I.11 PSAP 10 - 9
  • 200. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN Lampiran I.12 PSAP 11 – (i)
  • 201. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.12 PSAP 11 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5 TUJUAN ------------------------------------------------------------------------------------ 1 RUANG LINGKUP ----------------------------------------------------------------------- 2-5 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------------- 6 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN ------------------------- 7-13 ENTITAS PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 14 ENTITAS AKUNTANSI ----------------------------------------------------------------------- 15-17 BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN UMUM DAERAH --------------- 18-21 PROSEDUR KONSOLIDASI --------------------------------------------------------------- 22-23 PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------------- 24-25 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 26-27
  • 202. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 11 4 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. 9 PENDAHULUAN 10 TUJUAN 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur penyusunan 12 laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka 13 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial 14 statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan 15 dimaksud. Dalam standar ini, yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk 16 tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi 17 kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga 18 legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-19 Lampiran I.12 PSAP 11 - 1 undangan. 20 RUANG LINGKUP 21 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit pemerintahan 22 yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi 23 menurut Pernyataan Standar ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas. 24 3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat 25 sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas 26 pelaporan, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. 27 4. Laporan keuangan konsolidasian pada 28 kementerian/lembaga/pemerintah daerah sebagai entitas pelaporan 29 mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi termasuk laporan 30 keuangan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah. 31 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 32 (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah; 33 (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi; 34 (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan
  • 203. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2 DEFINISI 3 6. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 4 Pernyataan Standar dengan pengertian: 5 Badan Layanan Umum (BLU)/Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah 6 instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan 7 pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa 8 yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam 9 melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 10 Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna 11 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 12 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 13 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 14 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 15 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 16 berupa laporan keuangan. 17 Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang 18 diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan 19 lainnya, entitas akuntansi dengan entitas akuntansi lainnya, dengan 20 mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu 21 entitas pelaporan konsolidasian. 22 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 23 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan, 24 atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 25 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 26 KONSOLIDASIAN 27 7. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan 28 Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Neraca, Laporan 29 Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan 30 atas Laporan Keuangan. 31 8. Laporan keuangan konsolidasian sebagaimana dimaksud pada 32 paragraf 7, disajikan oleh entitas pelaporan, kecuali: Lampiran I.12 PSAP 11 - 2
  • 204. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 a. Laporan keuangan konsolidasian arus kas yang hanya disajikan oleh 2 entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum; 3 b. Laporan keuangan konsolidasian perubahan saldo anggaran lebih yang 4 hanya disusun dan disajikan oleh Pemerintah Pusat. 5 9. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode 6 pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas 7 pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. 8 10. Pemerintah Pusat menyampaikan laporan keuangan konsolidasian 9 dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga legislatif. 10 11. Pemerintah daerah menyampaikan laporan keuangan 11 konsolidasian dari semua entitas akuntansi dibawahnya kepada lembaga 12 legislatif. 13 12. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi 14 akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun demikian, apabila 15 eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal tersebut diungkapkan 16 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 17 13. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain sisa 18 uang persediaan yang belum dipertanggungjawabkan oleh bendahara 19 pengeluaran sampai dengan akhir periode akuntansi. 20 ENTITAS PELAPORAN 21 14. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang-22 Lampiran I.12 PSAP 11 - 3 undangan, yang umumnya bercirikan: 23 (a) Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau 24 mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran, 25 (b) Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, 26 (c) Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau 27 pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan 28 (d) Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak 29 langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran. 30 ENTITAS AKUNTANSI 31 15. Entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan 32 menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang 33 yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan. 34 16. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau 35 mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan 36 akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar
  • 205. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern 2 dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan 3 laporan keuangan oleh entitas pelaporan. 4 17. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang 5 berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh 6 signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat ditetapkan sebagai 7 entitas pelaporan. 8 BADAN LAYANAN UMUM/BADAN LAYANAN 9 UMUM DAERAH 10 18. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan 11 umum, memungut dan menerima, serta membelanjakan dana masyarakat yang 12 diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk 13 badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam 14 BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita. 15 19. Selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD) 16 BLU/BLUD adalah entitas akuntansi, yang laporan keuangannya 17 dikonsolidasikan pada entitas pelaporan yang secara organisatoris 18 membawahinya. 19 20. Selaku satuan kerja pelayanan berupa Badan, walaupun 20 bukan berbentuk badan hukum yang mengelola kekayaan Negara yang 21 dipisahkan, BLU/BLUD adalah entitas pelaporan. 22 21. Konsolidasi laporan keuangan BLU/BLUD pada 23 kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang secara organisatoris 24 membawahinya dilaksanakan setelah laporan keuangan BLU/BLUD disusun 25 menggunakan standar akuntansi yang sama dengan standar akuntansi yang 26 dipakai oleh organisasi yang membawahinya. 27 PROSEDUR KONSOLIDASI 28 22. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini 29 dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang 30 diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya, 31 atau yang diselenggarakan oleh entitas akuntansi dengan entitas akuntansi 32 lainnya, dengan mengeliminasi akun timbal balik. 33 23. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan 34 menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara 35 organisatoris berada di bawahnya. Lampiran I.12 PSAP 11 - 4
  • 206. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGUNGKAPAN 2 24. Dalam Catatan atas Laporan Keuangan perlu diungkapkan 3 nama-nama entitas yang dikonsolidasikan atau digabungkan beserta status 4 masing-masing, apakah entitas pelaporan atau entitas akuntansi. 5 25. Dalam hal konsolidasi tidak diikuti dengan eliminasi akun timbal 6 balik sebagaimana disebut pada paragraf 12, maka perlu diungkapkan nama-7 nama dan besaran saldo akun timbal balik tersebut, dan disebutkan pula alasan Lampiran I.12 PSAP 11 - 5 8 belum dilaksanakannya eliminasi. 9 TANGGAL EFEKTIF 10 26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini 11 berlaku efektif untuk laporan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 12 anggaran mulai Tahun Anggaran 2010. 13 27. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP 14 ini, entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual 15 paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010.
  • 207. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I.13 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 12 Lampiran I.13 PSAP 12 – (i) LAPORAN OPERASIONAL
  • 208. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran I.13 PSAP 12 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-4 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------------- 3-4 MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL ------------------------------- 5-7 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------------- 8 PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------------- 9-10 STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL ----------------------------------- 11-15 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN OPERASIONAL ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN ----------------------- 16-18 AKUNTANSI PENDAPATAN-LO ---------------------------------------------------------- 19-31 AKUNTANSI BEBAN ------------------------------------------------------------------------- 32-41 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL ---------------------------- 42-44 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL --------------------- 45-47 POS LUAR BIASA ---------------------------------------------------------------------------- 48-50 SURPLUS/DEFISIT-LO ---------------------------------------------------------------------- 51-52 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------------- 53-56 TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK BARANG DAN JASA --------------------------------------------------------------------------------------- 57-58 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------------- 59-60 Lampiran : Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.A : Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.B : Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran I.13 PSAP 12.C : Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Kabupaten/Kota
  • 209. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 BERBASIS AKRUAL 3 PERNYATAAN NO. 12 4 LAPORAN OPERASIONAL 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 6 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 7 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 8 PENDAHULUAN 9 TUJUAN 10 1. Tujuan pernyataan standar Laporan Operasional adalah 11 menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Operasional untuk pemerintah dalam 12 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana 13 ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. 14 2. Tujuan pelaporan operasi adalah memberikan informasi tentang 15 kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, 16 dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan. 17 RUANG LINGKUP 18 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 19 Operasional. 20 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas pelaporan 21 dan entitas akuntansi, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, 22 dalam menyusun laporan operasional yang menggambarkan pendapatan-LO, 23 beban, dan surplus/defisit operasional dalam suatu periode pelaporan tertentu, 24 tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 25 MANFAAT INFORMASI LAPORAN OPERASIONAL 26 5. Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai 27 seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan 28 dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu 29 entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode 30 sebelumnya. Lampiran I.13 PSAP 12 - 1
  • 210. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 6. Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam 2 mengevaluasi pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu unit atau seluruh 3 entitas pemerintahan, sehingga Laporan Operasional menyediakan informasi: 4 (a) mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk 5 menjalankan pelayanan; 6 (b) mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam 7 mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan 8 kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi; 9 (c) yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk 10 mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang 11 dengan cara menyajikan laporan secara komparatif; 12 (d) mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan 13 ekuitas (bila surplus operasional). 14 7. Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari 15 siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan 16 Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai 17 keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan. 18 DEFINISI 19 8. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 20 Pernyataan Standar dengan pengertian: 21 Azas Bruto adalah suatu prinsip tidak diperkenankannya pencatatan 22 penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau 23 tidak diperkenankannya pencatatan pengeluaran setelah dilakukan 24 kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 25 Bantuan Keuangan adalah beban pemerintah dalam bentuk bantuan uang 26 kepada pemerintah lainnya yang digunakan untuk pemerataan dan/atau 27 peningkatan kemampuan keuangan. 28 Bantuan Sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada 29 masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. 30 Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 31 peristiwa lainnya pada saat hak dan/atau kewajiban timbul. 32 Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode 33 pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau 34 konsumsi aset atau timbulnya kewajiban. 35 Beban Hibah adalah beban pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa 36 kepada pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan 37 organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat. Lampiran I.13 PSAP 12 - 2
  • 211. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Beban Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap 2 yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang 3 bersangkutan. 4 Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban untuk 5 mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu entitas pelaporan lain 6 yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 7 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna 8 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun 9 laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 10 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 11 entitas akuntansi atau entitas pelaporan yang menurut ketentuan peraturan 12 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 13 berupa laporan keuangan. 14 Pendapatan Hibah adalah pendapatan pemerintah dalam bentuk uang/barang 15 atau jasa dari pemerintah lainnya, perusahaan negara/daerah, masyarakat dan 16 organisasi kemasyarakatan, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat serta tidak 17 secara terus-menerus. 18 Pendapatan-LO adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai 19 penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak 20 perlu dibayar kembali. 21 Pendapatan Transfer adalah pendapatan berupa penerimaan uang atau hak 22 untuk menerima uang oleh entitas pelaporan dari suatu entitas pelaporan lain 23 yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 24 Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang 25 terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, 26 tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau 27 pengaruh entitas bersangkutan. 28 Subsidi adalah beban pemerintah yang diberikan kepada perusahaan/lembaga 29 tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual 30 produk/jasa yang dihasilkan dapat dijangkau oleh masyarakat. 31 Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional adalah selisih lebih/kurang antara 32 pendapatan-operasional dan beban selama satu periode pelaporan. 33 Surplus/Defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu 34 periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non 35 operasional dan pos luar biasa. 36 Untung/Rugi Penjualan Aset merupakan selisih antara nilai buku aset dengan 37 harga jual aset. Lampiran I.13 PSAP 12 - 3
  • 212. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PERIODE PELAPORAN 2 9. Laporan Operasional disajikan sekurang-kurangnya sekali 3 dalam setahun. Dalam situasi tertentu, apabila tanggal laporan suatu entitas 4 berubah dan Laporan Operasional tahunan disajikan dengan suatu periode 5 yang lebih pendek dari satu tahun, entitas harus mengungkapkan informasi 6 sebagai berikut: 7 (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 8 (b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Operasional dan 9 catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 10 10. Manfaat Laporan Operasional berkurang jika laporan tersebut tidak 11 tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas operasi pemerintah 12 tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan entitas pelaporan untuk 13 menyajikan laporan keuangan tepat waktu. 14 STRUKTUR DAN ISI LAPORAN OPERASIONAL 15 11. Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur pendapatan- 16 LO, beban, surplus/defisit dari operasi, surplus/defisit dari kegiatan non 17 operasional, surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan 18 surplus/defisit-LO, yang diperlukan untuk penyajian yang wajar secara 19 komparatif. Laporan Operasional dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas 20 Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas 21 keuangan selama satu tahun seperti kebijakan fiskal dan moneter, serta daftar-22 daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk 23 dijelaskan. 24 12. Dalam Laporan Operasional harus diidentifikasikan secara 25 jelas, dan, jika dianggap perlu, diulang pada setiap halaman laporan, informasi 26 berikut: 27 (a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 28 (b) cakupan entitas pelaporan; 29 (c) periode yang dicakup; 30 (d) mata uang pelaporan; dan 31 (e) satuan angka yang digunakan. 32 13. Struktur Laporan Operasional mencakup pos-pos sebagai 33 berikut: 34 (a) Pendapatan-LO 35 (b) Beban 36 (c) Surplus/Defisit dari operasi 37 (d) Kegiatan non operasional 38 (e) Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa 39 (f) Pos Luar Biasa Lampiran I.13 PSAP 12 - 4
  • 213. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (g) Surplus/Defisit-LO 2 14. Dalam Laporan Operasional ditambahkan pos, judul, dan sub 3 jumlah lainnya apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 4 Pemerintahan, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan 5 Laporan Operasional secara wajar. 6 15. Contoh format Laporan Operasional disajikan dalam ilustrasi PSAP 7 12.A, PSAP 12.B, dan PSAP 12.C standar ini. Ilustrasi merupakan contoh dan bukan 8 merupakan bagian dari standar. Tujuan ilustrasi ini adalah menggambarkan 9 penerapan standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. 10 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 11 OPERASIONAL ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN 12 KEUANGAN 13 16. Entitas pelaporan menyajikan pendapatan-LO yang 14 diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Rincian lebih lanjut sumber 15 pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 16 17. Entitas pelaporan menyajikan beban yang diklasifikasikan 17 menurut klasifikasi jenis beban. Beban berdasarkan klasifikasi organisasi dan 18 klasifikasi lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan yang 19 berlaku, disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 20 18. Klasifikasi pendapatan-LO menurut sumber pendapatan maupun 21 klasifikasi beban menurut ekonomi, pada prinsipnya merupakan klasifikasi yang 22 menggunakan dasar klasifikasi yang sama yaitu berdasarkan jenis. 23 AKUNTANSI PENDAPATAN-LO 24 19. Pendapatan-LO diakui pada saat: 25 (a) Timbulnya hak atas pendapatan; 26 (b) Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi. 27 20. Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-28 undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan. 29 21. Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu 30 pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan, 31 diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan. 32 22. Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang 33 telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan. 34 23. Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Lampiran I.13 PSAP 12 - 5
  • 214. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 24. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah pusat 2 dikelompokkan berdasarkan jenis pendapatan, yaitu pendapatan perpajakan, 3 pendapatan bukan pajak, dan pendapatan hibah. 4 25. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk pemerintah daerah 5 dikelompokkan menurut asal dan jenis pendapatan, yaitu pendapatan asli daerah, 6 pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah. Masing-masing pendapatan 7 tersebut diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 8 26. Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas 9 bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat 10 jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 11 27. Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto 12 (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat di 13 estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto 14 dapat dikecualikan. 15 28. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 16 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 17 layanan umum. 18 29. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) 19 atas pendapatan-LO pada periode penerimaan maupun pada periode 20 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. 21 30. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-22 recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode penerimaan 23 pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang 24 sama. 25 31. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-26 recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada periode sebelumnya 27 dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan 28 pengembalian tersebut. 29 AKUNTANSI BEBAN 30 32. Beban diakui pada saat: 31 a. timbulnya kewajiban; 32 b. terjadinya konsumsi aset; 33 c. terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. 34 33. Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya peralihan hak dari 35 pihak lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari kas umum negara/daerah. 36 Contohnya tagihan rekening telepon dan rekening listrik yang belum dibayar 37 pemerintah. Lampiran I.13 PSAP 12 - 6
  • 215. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 34. Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat 2 pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban 3 dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah. 4 35. Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi 5 pada saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset 6 bersangkutan/berlalunya waktu. Contoh penurunan manfaat ekonomi atau potensi 7 jasa adalah penyusutan atau amortisasi. 8 36. Dalam hal badan layanan umum, beban diakui dengan 9 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 10 layanan umum. 11 37. Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. 12 38. Klasifikasi ekonomi pada prinsipnya mengelompokkan berdasarkan 13 jenis beban. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu beban pegawai, beban 14 barang, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban 15 penyusutan aset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban lain-lain. Klasifikasi 16 ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri dari beban pegawai, beban barang, beban 17 bunga, beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyusutan aset 18 tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban tak terduga. 19 39. Penyusutan/amortisasi dapat dilakukan dengan berbagai metode 20 yang dapat dikelompokkan menjadi: 21 (a) Metode garis lurus (straight line method); 22 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method); 23 (c) Metode unit produksi (unit of production method). 24 40. Beban Transfer adalah beban berupa pengeluaran uang atau 25 kewajiban untuk mengeluarkan uang dari entitas pelaporan kepada suatu 26 entitas pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. 27 41. Koreksi atas beban, termasuk penerimaan kembali beban, 28 yang terjadi pada periode beban dibukukan sebagai pengurang beban pada 29 periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas 30 beban dibukukan dalam pendapatan lain-lain. Dalam hal mengakibatkan 31 penambahan beban dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas. 32 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL 33 42. Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara 34 pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan. 35 43. Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih kurang antara 36 pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan. Lampiran I.13 PSAP 12 - 7
  • 216. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 44. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama satu 2 periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional. 3 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 4 45. Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu 5 dikelompokkan tersendiri dalam kegiatan non operasional. 6 46. Termasuk dalam pendapatan/beban dari kegiatan non operasional 7 antara lain surplus/defisit penjualan aset non lancar, surplus/defisit penyelesaian 8 kewajiban jangka panjang, dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional lainnya. 9 47. Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan 10 operasional dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan 11 surplus/defisit sebelum pos luar biasa. 12 POS LUAR BIASA 13 48. Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam 14 Laporan Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum Pos Luar 15 Biasa. 16 49. Pos Luar Biasa memuat kejadian luar biasa yang mempunyai 17 karakteristik sebagai berikut: 18 (a) kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun anggaran; 19 (b) tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan 20 (c) kejadian diluar kendali entitas pemerintah. 21 50. Sifat dan jumlah rupiah kejadian luar biasa harus diungkapkan 22 pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 23 SURPLUS/DEFISIT-LO 24 51. Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang 25 antara surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan 26 kejadian luar biasa. 27 52. Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan 28 ke Laporan Perubahan Ekuitas. 29 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 30 53. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata 31 uang rupiah. Lampiran I.13 PSAP 12 - 8
  • 217. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 54. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama 2 dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang 3 asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah 4 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 5 55. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 6 digunakan dalam transaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan rupiah, 7 maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dalam rupiah 8 berdasarkan kurs transaksi, yaitu sebesar rupiah yang digunakan untuk 9 memperoleh valuta asing tersebut. 10 56. Dalam hal tidak tersedia dana dalam mata uang asing yang 11 digunakan untuk bertransaksi dan mata uang asing tersebut dibeli dengan 12 mata uang asing lainnya, maka: 13 (a) Transaksi mata uang asing ke mata uang asing lainnya dijabarkan dengan 14 menggunakan kurs transaksi 15 (b) Transaksi dalam mata uang asing lainnya tersebut dicatat dalam rupiah 16 berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 17 TRANSAKSI PENDAPATAN-LO DAN BEBAN BERBENTUK 18 BARANG/JASA 19 57. Transaksi pendapatan-LO dan beban dalam bentuk 20 barang/jasa harus dilaporkan dalam Laporan Operasional dengan cara 21 menaksir nilai wajar barang/jasa tersebut pada tanggal transaksi. Di samping 22 itu, transaksi semacam ini juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada 23 Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi 24 yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan dan beban. 25 58. Transaksi pendapatan dan beban dalam bentuk barang/jasa antara 26 lain hibah dalam wujud barang, barang rampasan, dan jasa konsultansi. 27 TANGGAL EFEKTIF 28 59. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) ini berlaku 29 efektif untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran 30 mulai Tahun Anggaran 2010. 31 60. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, 32 entitas pelaporan dapat menerapkan PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling 33 lama 4 (empat) tahun setelah Tahun Anggaran 2010. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Lampiran I.13 PSAP 12 - 9 ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
  • 218. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 2005 ILUSTRASI PSAP 12.A Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Pusat PEMERINTAH PUSAT LAPORAN OPERASIONAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam rupiah) No 20x1 20x0 Kenaikan/ Penurunan (%) KEGIATAN OPERASIONAL URAIAN 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xxx xxx 4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xxx xxx 5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xxx xxx 6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xxx xxx 7 Pendapatan Cukai xxx xxx xxx xxx 8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xxx xxx 9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xxx xxx 10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx 11 Jumlah Pendapatan Perpajakan ( 3 s/d 10 ) xxx xxx xxx xxx 12 13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xxx xxx 16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx 17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xxx xxx 18 19 PENDAPATAN HIBAH 20 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 21 Jumlah Pendapatan Hibah (20) xxx xxx xxx xxx 22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xxx xxx 23 24 BEBAN 25 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 26 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 27 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 28 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 29 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 30 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 31 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 32 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 33 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 34 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 35 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 36 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 37 JUMLAH BEBAN (25 s/d 36) xxx xxx xxx xxx 38 39 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL (22-37) xxx xxx xxx xxx 40 41 KEGIATAN NON OPERASIONAL 42 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 43 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 44 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 45 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 46 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 47 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(42 s/d 46) xxx xxx xxx xxx 48 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (39 + 47) xxx xxx xxx xxx 49 50 POS LUAR BIASA 51 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 52 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 53 POS LUAR BIASA (51-52) xxx xxx xxx xxx 54 SURPLUS/DEFISIT-LO (48+53) xxx xxx xxx xxx
  • 219. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 20102005 ILUSTRASI PSAP 12.B Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Provinsi PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN OPERASIONAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam rupiah) No 20X1 20X0 Kenaikan/ Penurunan (%) KEGIATAN OPERASIONAL URAIAN 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xxx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xxx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx 6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya xxx xxx xxx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) xxx xxx xxx xxx 8 9 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxx xxx xxx xxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xxx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xxx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 ) xxx xxx xxx xxx 21 Jumlah Pendapatan Transfer (15 +20 ) xxx xxx xxx xxx 22 23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xxx xxx 26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xxx xxx 27 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (24 s/d 26) xxx xxx xxx xxx 28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxx xxx xxx xxx 29 30 BEBAN 31 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 32 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 33 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 34 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 35 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 36 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 37 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 38 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 39 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 40 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 41 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 42 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 43 JUMLAH BEBAN (31 s/d 42) xxx xxx xxx xxx 44 SURPLUS/DEFISIT KEGIATAN OPERASIONAL (28-43) xxx xxx xxx xxx 45 46 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 47 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 48 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 49 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 50 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 51 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 52 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL (47 s/d 51) xxx xxx xxx xxx 53 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (44+ 52) xxx xxx xxx xxx 54 55 POS LUAR BIASA xxx xxx xxx xxx 56 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 57 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 58 POS LUAR BIASA (56-57) xxx xxx xxx xxx 59 SURPLUS/DEFISIT-LO (53 + 58) xxx xxx xxx xxx
  • 220. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 20102005 ILUSTRASI PSAP 12.C Contoh Format Laporan Operasional Pemerintah Kabupaten/Kota PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN OPERASIONAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam rupiah) No 20X1 20X0 Kenaikan/ Penurunan (%) KEGIATAN OPERASIONAL URAIAN 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xxx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xxx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xxx xxx 6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya xxx xxx xxx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) xxx xxx xxx xxx 89 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT-DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xxx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xxx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxx xxx xxx xxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xxx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xxx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19 ) xxx xxx xxx xxx 21 22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xxx xxx 24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xxx xxx 25 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxx xxx xxx xxx 26 Jumlah Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxx xxx xxx xxx 27 28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 29 Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx 30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xxx xxx 31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xxx xxx 32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang sah (29 s/d 31) xxx xxx xxx xxx 33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxx xxx xxx xxx 34 35 BEBAN 36 Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx 37 Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx 38 Beban Jasa xxx xxx xxx xxx 39 Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx 40 Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx 41 Beban Bunga xxx xxx xxx xxx 42 Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx 43 Beban Hibah xxx xxx xxx xxx 44 Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx 45 Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx 46 Beban Transfer xxx xxx xxx xxx 47 Beban Lain-lain xxx xxx xxx xxx 48 JUMLAH BEBAN (36 s/d 47) xxx xxx xxx xxx 49 50 SURPLUS/DEFISIT DARI OPERASI (33-48) xxx xxx xxx xxx 51 52 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL 53 Surplus Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 54 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 55 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx 56 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx 57 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional Lainnya xxx xxx xxx xxx 58 JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL(53 s/d 57) xxx xxx xxx xxx 59 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA (50 + 58) xxx xxx xxx xxx 60 61 POS LUAR BIASA xxx xxx xxx xxx 62 Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 63 Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx 64 POS LUAR BIASA ( 62-63) xxx xxx xxx xxx 65 SURPLUS/DEFISIT-LO ( 59 + 64) xxx xxx xxx xxx
  • 221. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL
  • 222. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR ISI LAMPIRAN II STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL 1. LAMPIRAN II. 01 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 3. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 4. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 LAPORAN ARUS KAS 5. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 6. LAMPIRAN II.06 PSAP 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN 7. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 AKUNTANSI INVESTASI 8. LAMPIRAN II.08 PSAP 07 AKUNTANSI ASET TETAP 9. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 10. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 AKUNTANSI KEWAJIBAN 11. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN PERISTIWA LUAR BIASA 12. LAMPIRAN II.12 PSAP 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN
  • 223. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.01 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 20102005 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN LAMPIRAN II.01 KK – (i)
  • 224. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.01 KK – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------- 1-5 Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------------- 1-3 Ruang Lingkup ----------------------------------------------------------------------------- 4-5 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN -------------------------------------- 6-15 Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan Kekuasaan ------------------- 8-9 Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer Pendapatan antar Pemerintah ---------------------------------------------------------- 10 Pengaruh Proses Politik ------------------------------------------------------------------ 11 Hubungan antara Pembayaran Pajak dan Pelayanan Pemerintah ------------ 12 Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, Target Fiskal, dan Alat Pengendalian ---------------------------------------------------------------------------- 13 Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan Pendapatan ------------------- 14 Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk Tujuan Pengendalian --- 15 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI -------------------------------------- 15-18 Pengguna Laporan Keuangan ---------------------------------------------------------- 15 Kebutuhan Informasi ----------------------------------------------------------------- 17-18 ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------------------- 19-20 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN ---------------------------- 21-24 Peranan Pelaporan Keuangan ----------------------------------------------------- 21-22 Tujuan Pelaporan Keuangan ------------------------------------------------------- 23-24 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------- 25-26 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN --------------------------------------------- 27 ASUMSI DASAR ---------------------------------------------------------------------------- 28-31 Kemandirian Entitas ----------------------------------------------------------------------- 29 Kesinambungan Entitas ------------------------------------------------------------------ 30 Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement) -------------------- 31 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN ------------------------- 32-37 Relevan ---------------------------------------------------------------------------------- 33-34 Andal ------------------------------------------------------------------------------------------ 35 Dapat Dibandingkan ----------------------------------------------------------------------- 36 Dapat Dipahami ---------------------------------------------------------------------------- 37
  • 225. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN ------------------------- 38-52 Basis Akuntansi ------------------------------------------------------------------------ 39-42 Nilai Historis (Historical Cost) ------------------------------------------------------ 43-44 Realisasi (Realization) --------------------------------------------------------------- 45-46 Substansi Mengungguli Bentuk Formal (Substance Over Form) --------------- 47 Periodisitas (Periodicity) ------------------------------------------------------------------ 48 Konsistensi (Consistency) ---------------------------------------------------------------- 49 Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) ------------------------------------------- 50 Penyajian Wajar (Fair Presentation) ---------------------------------------------- 51-52 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN ANDAL ------------------------- 53-56 Materialitas ----------------------------------------------------------------------------------- 54 Pertimbangan Biaya dan Manfaat ------------------------------------------------------ 55 Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif ----------------------------------------- 56 UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 57-77 Laporan Realisasi Anggaran ------------------------------------------------------- 57-58 Neraca ----------------------------------------------------------------------------------- 59-72 Aset --------------------------------------------------------------------------------- 61-67 Kewajiban ------------------------------------------------------------------------ 68-71 Ekuitas Dana -------------------------------------------------------------------------- 72 Laporan Arus Kas --------------------------------------------------------------------- 73-74 Catatan atas Laporan Keuangan ------------------------------------------------------- 75 Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan Ekuitas -------------- 76-77 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------ 78-89 Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Masa Depan Terjadi ------------------- 81 Keandalan Pengukuran -------------------------------------------------------------- 82-83 Pengakuan Aset ----------------------------------------------------------------------- 84-85 Pengakuan Kewajiban --------------------------------------------------------------- 86-87 Pengakuan Pendapatan ------------------------------------------------------------------ 88 Pengakuan Belanja ------------------------------------------------------------------------ 89 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN --------------------------------- 90-91 LAMPIRAN II.01 KK – (iii)
  • 226. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN LAMPIRAN II.01 KK - 1 2 PENDAHULUAN 3 Tujuan 4 1. Kerangka Konseptual ini merumuskan konsep yang mendasari 5 penyusunan dan penyajian laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah. 6 Tujuannya adalah sebagai acuan bagi: 7 (a) penyusun standar akuntansi pemerintahan dalam melaksanakan tugasnya; 8 (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi 9 yang belum diatur dalam standar; 10 (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan 11 keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan; dan 12 (d) para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang 13 disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar 14 Akuntansi Pemerintahan. 15 2. Kerangka konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal 16 terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam Standar Akuntansi 17 Pemerintahan. 18 3. Dalam hal terjadi pertentangan antara kerangka konseptual dan 19 standar akuntansi, maka ketentuan standar akuntansi diunggulkan relatif 20 terhadap kerangka konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian 21 diharapkan dapat diselesaikan sejalan dengan pengembangan standar akuntansi 22 di masa depan. 23 Ruang Lingkup 24 4. Kerangka konseptual ini membahas: 25 (a) tujuan kerangka konseptual; 26 (b) lingkungan akuntansi pemerintah; 27 (c) pengguna dan kebutuhan informasi para pengguna; 28 (d) entitas pelaporan; 29 (e) peranan dan tujuan pelaporan keuangan, serta dasar hukum;
  • 227. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (f) asumsi dasar, karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi 2 dalam laporan keuangan, prinsip-prinsip, serta kendala informasi akuntansi; 3 dan 4 (g) definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur yang membentuk laporan 5 keuangan. 6 5. Kerangka konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan 7 pemerintah pusat dan daerah. 8 LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN 9 6. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh 10 terhadap karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. 11 7. Ciri-ciri penting lingkungan pemerintahan yang perlu 12 dipertimbangkan dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan 13 adalah sebagai berikut: 14 (a) Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan: 15 (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan; 16 (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar 17 pemerintah; 18 (3) adanya pengaruh proses politik; 19 (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah. 20 (b) Ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian: 21 (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan 22 sebagai alat pengendalian; 23 (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan; 24 dan 25 (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian. 26 Bentuk Umum Pemerintahan dan Pemisahan 27 Kekuasaan 28 8. Dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazas 29 demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat. Rakyat mendelegasikan kekuasaan 30 kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. Sejalan dengan pendelegasian 31 kekuasaan ini adalah pemisahan wewenang di antara eksekutif, legislatif, dan 32 yudikatif. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan LAMPIRAN II.01 KK - 2
  • 228. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara penyelenggara 2 pemerintahan. 3 9. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan pemerintahan, 4 pihak eksekutif menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada pihak 5 legislatif untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, pihak 6 eksekutif melaksanakannya dalam batas-batas apropriasi dan ketentuan 7 perundang-undangan yang berhubungan dengan apropriasi tersebut. Pihak 8 eksekutif bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada 9 pihak legislatif dan rakyat. 10 Sistem Pemerintahan Otonomi dan Transfer 11 Pendapatan antar Pemerintah 12 10. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam 13 sistem pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah 14 propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas 15 cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. 16 Adanya pemerintah yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak 17 yang lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi 18 dana umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan. 19 Pengaruh Proses Politik 20 11. Salah satu tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan 21 kesejahteraan seluruh rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah berupaya 22 untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan 23 keuangan negara yang bersumber dari pendapatan pajak dan sumber-sumber 24 lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting 25 dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik 26 untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. 27 Hubungan antara Pembayaran Pajak dan 28 Pelayanan Pemerintah 29 12. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah memungut secara 30 langsung atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar 31 pendapatan pemerintah bersumber dari pungutan pajak dalam rangka 32 memberikan pelayanan kepada masyarakat. Jumlah pajak yang dipungut tidak 33 berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah kepada 34 wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah LAMPIRAN II.01 KK - 3
  • 229. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 mengandung sifat-sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam 2 mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut: 3 (a) Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya 4 suka rela. 5 (b) Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak 6 sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti 7 penghasilan yang diperoleh, kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai 8 tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang diperoleh. 9 (c) Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah dibandingkan dengan 10 pungutan yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur 11 sehubungan dengan monopoli pelayanan oleh pemerintah. Dengan 12 dibukanya kesempatan kepada pihak lain untuk menyelenggarakan 13 pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah, seperti layanan pendidikan 14 dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh pemerintah menjadi 15 lebih mudah. 16 (d) Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan 17 pemerintah adalah relatif sulit. 18 Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, 19 Target Fiskal, dan Alat Pengendalian 20 13. Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil 21 kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk 22 melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk 23 menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila 24 diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran 25 mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi 26 upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu 27 periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak 28 tertutup kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau 29 kurang dari setahun. Dengan demikian, fungsi anggaran di lingkungan 30 pemerintah mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan 31 keuangan, antara lain karena: 32 (a) Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik. 33 (b) Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan 34 antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan. 35 (c) Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi 36 hukum. 37 (d) Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah. LAMPIRAN II.01 KK - 4
  • 230. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (e) Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan 2 pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada 3 publik. 4 Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan 5 Pendapatan 6 14. Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset 7 yang tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti 8 gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian 9 besar aset dimaksud mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program 10 pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan 11 manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi 12 pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian 13 besar aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi 14 pemerintah, bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di 15 masa mendatang. 16 Kemungkinan Penggunaan Akuntansi Dana untuk 17 Tujuan Pengendalian 18 15. Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi 19 dan pelaporan keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang 20 memisahkan kelompok dana menurut tujuannya, sehingga masing-masing 21 merupakan entitas akuntansi yang mampu menunjukkan keseimbangan antara 22 belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima. Akuntansi dana dapat 23 diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana selain 24 kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam 25 pengembangan pelaporan keuangan pemerintah. 26 PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI 27 Pengguna Laporan Keuangan 28 16. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan 29 pemerintah, namun tidak terbatas pada: 30 (a) masyarakat; LAMPIRAN II.01 KK - 5
  • 231. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; 2 (c) pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan 3 pinjaman; dan 4 (d) pemerintah. 5 Kebutuhan Informasi 6 17. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum 7 untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan 8 demikian laporan keuangan pemerintah tidak dirancang untuk memenuhi 9 kebutuhan spesifik dari masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, 10 berhubung pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah, maka 11 ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para 12 pembayar pajak perlu mendapat perhatian. 13 18. Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum 14 di dalam laporan keuangan, pemerintah wajib memperhatikan informasi yang 15 disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian 16 dan pengambilan keputusan. Selanjutnya, pemerintah dapat menentukan bentuk 17 dan jenis informasi tambahan untuk kebutuhan sendiri di luar jenis informasi yang 18 diatur dalam kerangka konseptual ini maupun standar-standar akuntansi yang 19 dinyatakan lebih lanjut. 20 ENTITAS PELAPORAN 21 19. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu 22 atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-23 undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 24 keuangan, yang terdiri dari: 25 (a) Pemerintah pusat; 26 (b) Pemerintah daerah; 27 (c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi 28 lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi 29 dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 30 20. Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat 31 pengelolaan, pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap 32 aset, yurisdiksi, tugas dan misi tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan 33 wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan lainnya. LAMPIRAN II.01 KK - 6
  • 232. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN 2 KEUANGAN 3 Peranan Pelaporan Keuangan 4 21. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang 5 relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh 6 suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan 7 terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, 8 transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai 9 kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, 10 dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-11 LAMPIRAN II.01 KK - 7 undangan. 12 22. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan 13 upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan 14 kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk 15 kepentingan: 16 (a) Akuntabilitas 17 Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan 18 kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai 19 tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. 20 (b) Manajemen 21 Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan 22 suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan 23 fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, 24 kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat. 25 (c) Transparansi 26 Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada 27 masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak 28 untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas 29 pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang 30 dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-31 undangan. 32 (d) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) 33 Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan 34 pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran
  • 233. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan 2 akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. 3 Tujuan Pelaporan Keuangan 4 23. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan 5 informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan 6 membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: 7 (a) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan 8 untuk membiayai seluruh pengeluaran. 9 (b) Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memperoleh sumber 10 daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan 11 peraturan perundang-undangan. 12 (c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang 13 digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah 14 dicapai. 15 (d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai 16 seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya. 17 (e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas 18 pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka 19 pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan 20 pajak dan pinjaman. 21 (f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas 22 pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat 23 kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. 24 24. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan 25 menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, transfer, dana cadangan, 26 pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana, dan arus kas suatu entitas 27 pelaporan. LAMPIRAN II.01 KK - 8 28 KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 29 25. Laporan keuangan pokok terdiri dari: 30 (a) Laporan Realisasi Anggaran; 31 (b) Neraca; 32 (c) Laporan Arus Kas; 33 (d) Catatan atas Laporan Keuangan.
  • 234. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 26. Selain laporan keuangan pokok seperti disebut pada paragraf 25, 2 entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan dan 3 Laporan Perubahan Ekuitas. 4 DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN 5 27. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan 6 peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan pemerintah, antara 7 lain: 8 (a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, khususnya bagian yang 9 mengatur keuangan negara; 10 (b) Undang-undang di bidang keuangan negara; 11 (c) Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 12 (d) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah 13 daerah, khususnya yang mengatur keuangan daerah; 14 (e) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan 15 keuangan pusat dan daerah; 16 (f) Ketentuan perundang-undangan tentang pelaksanaan Anggaran 17 Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan 18 (g) Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan 19 pusat dan daerah. 20 ASUMSI DASAR 21 28. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan 22 pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu 23 dibuktikan agar standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 24 (a) Asumsi kemandirian entitas; 25 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 26 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 27 Kemandirian Entitas 28 29. Asumsi kemandirian entitas, baik entitas pelaporan maupun 29 akuntansi, berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap sebagai unit yang 30 mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga 31 tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan 32 keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya LAMPIRAN II.01 KK - 9
  • 235. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan 2 tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan 3 sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, 4 termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, 5 utang-piutang yang terjadi akibat putusan entitas, serta terlaksana tidaknya 6 program yang telah ditetapkan. 7 Kesinambungan Entitas 8 30. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 9 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 10 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 11 jangka pendek. 12 Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary 13 Measurement) 14 31. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 15 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 16 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 17 KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN 18 KEUANGAN 19 32. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran 20 normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat 21 memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat 22 normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi 23 kualitas yang dikehendaki: 24 (a) Relevan; 25 (b) Andal; 26 (c) Dapat dibandingkan; dan 27 (d) Dapat dipahami. LAMPIRAN II.01 KK - 10
  • 236. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Relevan 2 33. Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang 3 termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan 4 membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan 5 memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi 6 mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang 7 relevan dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. 8 34. Informasi yang relevan : 9 (a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value) 10 Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi 11 ekspektasi mereka di masa lalu. 12 (b) Memiliki manfaat prediktif (predictive value) 13 Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan 14 datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini. 15 (c) Tepat waktu 16 Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna 17 dalam pengambilan keputusan. 18 (d) Lengkap 19 Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, 20 yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi 21 pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi setiap butir 22 informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan diungkapkan 23 dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat 24 dicegah. 25 Andal 26 35. Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang 27 menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta 28 dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau 29 penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut 30 secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi 31 karakteristik: 32 (a) Penyajian Jujur 33 Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya 34 yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk 35 disajikan. LAMPIRAN II.01 KK - 11
  • 237. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Dapat Diverifikasi (verifiability) 2 Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila 3 pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya 4 tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh. 5 (c) Netralitas 6 Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada 7 kebutuhan pihak tertentu. 8 Dapat Dibandingkan 9 36. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih 10 berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya 11 atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan 12 dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal 13 dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama 14 dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas 15 yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila 16 entitas pemerintah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik 17 daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut 18 diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. 19 Dapat Dipahami 20 37. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat 21 dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang 22 disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna 23 diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan 24 operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari 25 informasi yang dimaksud. 26 PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN 27 KEUANGAN 28 38. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai 29 ketentuan yang dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam penyusunan 30 standar akuntansi, oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan 31 dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan keuangan dalam LAMPIRAN II.01 KK - 12
  • 238. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 memahami laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip 2 yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah: 3 (a) Basis akuntansi; 4 (b) Prinsip nilai historis; 5 (c) Prinsip realisasi; 6 (d) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal; 7 (e) Prinsip periodisitas; 8 (f) Prinsip konsistensi; 9 (g) Prinsip pengungkapan lengkap; dan 10 (h) Prinsip penyajian wajar. 11 Basis Akuntansi 12 39. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 13 pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan 14 pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk 15 pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca. 16 40. Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa 17 pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas Umum 18 Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas 19 dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/ Daerah atau entitas pelaporan. 20 Entitas pelaporan tidak menggunakan istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan 21 anggaran baik lebih ataupun kurang untuk setiap periode tergantung pada selisih 22 realisasi penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai 23 seperti bantuan pihak luar asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada 24 Laporan Realisasi Anggaran. 25 41. Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan 26 ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat 27 kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa 28 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 29 42. Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan 30 sebagaimana dimaksud pada paragraf 26 menyelenggarakan akuntansi dan 31 penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual, 32 baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun dalam 33 pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun demikian, penyajian 34 Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas. LAMPIRAN II.01 KK - 13
  • 239. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nilai Historis (Historical 1 Cost) 2 43. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar 3 atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset 4 tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara 5 kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang 6 akan datang dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah. 7 44. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain 8 karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai 9 historis, dapat digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait. 10 Realisasi (Realization) 11 45. Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah 12 diotorisasikan melalui anggaran pemerintah selama suatu tahun fiskal akan 13 digunakan untuk membayar utang dan belanja dalam periode tersebut. 14 46. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against 15 revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan 16 sebagaimana dipraktikkan dalam akuntansi komersial. 17 Substansi Mengungguli Bentuk Formal 18 (Substance Over Form) 19 47. Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi 20 serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain 21 tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas 22 ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi 23 atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka 24 hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan 25 Keuangan. 26 Periodisitas (Periodicity) 27 48. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan 28 perlu dibagi menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat 29 diukur dan posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama 30 yang digunakan adalah tahunan. Namun, periode bulanan, triwulanan, dan 31 semesteran juga dianjurkan. LAMPIRAN II.01 KK - 14
  • 240. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Konsistensi (Consistency1 ) 2 49. Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang 3 serupa dari periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi 4 internal). Hal ini tidak berarti bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu 5 metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain. Metode akuntansi yang dipakai 6 dapat diubah dengan syarat bahwa metode yang baru diterapkan mampu 7 memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode lama. Pengaruh atas 8 perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 9 Keuangan. 10 Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure) 11 50. Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang 12 dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan 13 keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan 14 atau Catatan atas Laporan Keuangan. 15 Penyajian Wajar (Fair Presentation) 16 51. Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi 17 Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 18 52. Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan 19 diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. 20 Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta 21 tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan 22 laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada 23 saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau 24 pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu 25 rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak 26 memperkenankan, misalnya, pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja 27 menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah, atau sengaja 28 mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan 29 keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal. LAMPIRAN II.01 KK - 15
  • 241. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 KENDALA INFORMASI YANG RELEVAN DAN 2 ANDAL 3 53. Kendala informasi akuntansi dan laporan keuangan adalah setiap 4 keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya kondisi yang ideal dalam 5 mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal 6 akibat keterbatasan (limitations) atau karena alasan-alasan kepraktisan. Tiga hal 7 yang menimbulkan kendala dalam informasi akuntansi dan laporan keuangan 8 pemerintah, yaitu: 9 (a) Materialitas; 10 (b) Pertimbangan biaya dan manfaat; 11 (c) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif. 12 Materialitas 13 54. Walaupun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan 14 pemerintah hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria 15 materialitas. Informasi dipandang material apabila kelalaian untuk 16 mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat 17 mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan 18 keuangan. 19 Pertimbangan Biaya dan Manfaat 20 55. Manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya 21 penyusunannya. Oleh karena itu, laporan keuangan pemerintah tidak semestinya 22 menyajikan segala informasi yang manfaatnya lebih kecil dari biaya 23 penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan 24 proses pertimbangan yang substansial. Biaya itu juga tidak harus dipikul oleh 25 pengguna informasi yang menikmati manfaat. Manfaat mungkin juga dinikmati 26 oleh pengguna lain di samping mereka yang menjadi tujuan informasi, misalnya 27 penyediaan informasi lanjutan kepada kreditor mungkin akan mengurangi biaya 28 yang dipikul oleh suatu entitas pelaporan. 29 Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif 30 56. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk 31 mencapai suatu keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif LAMPIRAN II.01 KK - 16
  • 242. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan pemerintah. Kepentingan relatif 2 antar karakteristik dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan 3 keandalan. Penentuan tingkat kepentingan antara dua karakteristik kualitatif 4 tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional. LAMPIRAN II.01 KK - 17 5 UNSUR LAPORAN KEUANGAN 6 Laporan Realisasi Anggaran 7 57. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, 8 dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 9 pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan 10 realisasinya dalam satu periode pelaporan. 11 58. Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi 12 Anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-13 masing unsur didefinisikan sebagai berikut : 14 (a) Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum 15 Negara/Bendahara Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya 16 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 17 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 18 kembali oleh pemerintah. 19 (b) Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai 20 penambah nilai kekayaan bersih. 21 (c) Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum 22 Negara/Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar 23 dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh 24 pembayarannya kembali oleh pemerintah. 25 (d) Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai 26 pengurang nilai kekayaan bersih. 27 (e) Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 28 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 29 bagi hasil. 30 (f) Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 31 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 32 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 33 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 34 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
  • 243. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (g) Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil 2 divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk 3 pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas 4 lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. 5 Neraca 6 59. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 7 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 8 60. Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan 9 ekuitas dana. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut : 10 (a) Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 11 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 17 (b) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 18 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 19 pemerintah. 20 (c) Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 21 antara aset dan kewajiban pemerintah. 22 Aset 23 61. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah 24 potensi aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun 25 tidak langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah, berupa aliran pendapatan 26 atau penghematan belanja bagi pemerintah. 27 62. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu 28 aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat 29 direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) 30 bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria 31 tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar. 32 63. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 33 piutang, dan persediaan. 34 64. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan 35 aset tak berwujud yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk 36 kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar 37 diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, 38 dan aset lainnya. LAMPIRAN II.01 KK - 18
  • 244. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 65. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan 2 dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam 3 jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi 4 investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanen antara lain 5 investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek 6 pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen antara 7 lain penyertaan modal pemerintah dan investasi permanen lainnya. 8 66. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan 9 bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam 10 pengerjaan. 11 67. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 12 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama 13 (kemitraan). 14 Kewajiban 15 68. Karakterisitik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah 16 mempunyai kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan 17 pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 18 69. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 19 tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 20 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 21 pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintah 22 lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga terjadi karena 23 perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah atau dengan pemberi 24 jasa lainnya. 25 70. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 26 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 27 71. Kewajiban dikelompokkan kedalam kewajiban jangka pendek dan 28 kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok 29 kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah 30 tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang adalah kelompok kewajiban yang 31 penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. 32 Ekuitas Dana 33 72. Ekuitas Dana dapat dikelompokkan sebagai berikut: 34 (a) Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban 35 jangka pendek. 36 (b) Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam 37 dalam aset nonlancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban 38 jangka panjang. LAMPIRAN II.01 KK - 19
  • 245. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang 2 dicadangkan untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai 3 peraturan perundang-undangan. 4 Laporan Arus Kas 5 73. Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan 6 aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi 7 non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan 8 saldo akhir kas pemerintah pusat/daerah selama periode tertentu. 9 74. Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari 10 penerimaan dan pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai 11 berikut: 12 (a) Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara 13 Umum Negara/Daerah. 14 (b) Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 15 Umum Negara/Daerah. 16 Catatan atas Laporan Keuangan 17 75. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau 18 rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan 19 Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi 20 tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan 21 informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam 22 Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan 23 untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas 24 Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: 25 (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, 26 pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala 27 dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 28 (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; 29 (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan 30 kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-31 LAMPIRAN II.01 KK - 20 transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 32 (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi 33 Pemerintahan yang belum disajikan pada lembar muka (on the face) 34 laporan keuangan;
  • 246. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul 2 sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja 3 dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; dan 4 (f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang 5 wajar, yang tidak disajikan pada lembar muka (on the face) laporan 6 keuangan. 7 Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan 8 Perubahan Ekuitas 9 76. Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan realisasi pendapatan 10 dan belanja yang disusun berdasarkan basis akrual. Dalam laporan dimaksud, 11 perlu disajikan informasi mengenai pendapatan operasional, belanja berdasarkan 12 klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan surplus atau defisit. 13 77. Laporan lainnya yang diperkenankan adalah Laporan Perubahan 14 Ekuitas, yakni laporan yang menunjukkan kenaikan atau penurunan ekuitas 15 tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 16 PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 17 78. Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan 18 terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan 19 akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, 20 kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja, dan pembiayaan, sebagaimana 21 akan termuat pada laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan. 22 Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan 23 keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. 24 79. Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau 25 peristiwa untuk diakui yaitu: 26 (a) terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan 27 kejadian atau peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke 28 dalam entitas pelaporan yang bersangkutan; 29 (b) kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat 30 diukur atau dapat diestimasi dengan andal. 31 80. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi 32 kriteria pengakuan, perlu dipertimbangkan aspek materialitas. LAMPIRAN II.01 KK - 21
  • 247. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi 1 Masa 2 Depan Terjadi 3 81. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan 4 besar manfaat ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat 5 kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan 6 pos atau kejadian/peristiwa tersebut akan mengalir dari atau ke entitas 7 pelaporan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan 8 operasional pemerintah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus 9 manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh 10 pada saat penyusunan laporan keuangan. 11 Keandalan Pengukuran 12 82. Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang 13 akibat peristiwa atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun 14 ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila 15 pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, 16 maka pengakuan transaksi demikian cukup diungkapkan pada Catatan atas 17 Laporan Keuangan. 18 83. Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi 19 apabila kriteria pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi 20 peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang. 21 Pengakuan Aset 22 84. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 23 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 24 dengan andal. 25 85. Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah antara lain 26 bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi, 27 pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain, 28 serta penerimaan pembiayaan, seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan 29 setiap unsur penerimaan tersebut sangat beragam dan melibatkan banyak pihak 30 atau instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah 31 untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih 32 rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai 33 penyetorannya ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Aset tidak diakui jika LAMPIRAN II.01 KK - 22
  • 248. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin 2 diperoleh pemerintah setelah periode akuntansi berjalan. 3 Pengakuan Kewajiban 4 86. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 5 sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan 6 kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut 7 mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 8 87. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada 9 saat kewajiban timbul. 10 Pengakuan Pendapatan 11 88. Pendapatan menurut basis kas diakui pada saat diterima di 12 Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan. Pendapatan 13 menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut. 14 Pengakuan Belanja 15 89. Belanja menurut basis kas diakui pada saat terjadinya 16 pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. 17 Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada 18 saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang 19 mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja menurut basis akrual diakui pada 20 saat timbulnya kewajiban atau pada saat diperoleh manfaat. 21 PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 22 90. Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui 23 dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos 24 dalam laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat 25 sebesar pengeluaran kas dan setara kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan 26 yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat sebesar nilai 27 nominal. 28 91. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang 29 rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih 30 dahulu dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. LAMPIRAN II.01 KK - 23
  • 249. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.02 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 01 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (i)
  • 250. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.02 PSAP 01 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------- 1-7 Tujuan -------------------------------------------------------------------------- 1 Ruang Lingkup --------------------------------------------------------------- 2-4 Basis Akuntansi -------------------------------------------------------------- 5-7 DEFINISI ------------------------------------------------------------------------------ 8 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ---------------------------------------------- 9-12 TANGGUNGJAWAB PELAPORAN KEUANGAN -------------------------- 13 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ---------------------- 14-21 STRUKTUR DAN ISI -------------------------------------------------------------- 22-108 Pendahuluan ------------------------------------------------------------------ 22-23 Identifikasi Laporan Keuangan --------------------------------------- 24-28 Periode Pelaporan------------------------------------------------------- 29-30 Tepat Waktu -------------------------------------------------------------- 31 Laporan Realisasi Anggaran ---------------------------------------------- 32-37 Neraca -------------------------------------------------------------------------- 38-81 Neraca ---------------------------------------------------------------------- 38 Klasifikasi ------------------------------------------------------------------ 39-47 Aset Lancar --------------------------------------------------------------- 48-49 Aset Nonlancar ----------------------------------------------------------- 50-60 Pengakuan Aset --------------------------------------------------------- 61-62 Pengukuran Aset -------------------------------------------------------- 63-68 Kewajiban Jangka Pendek -------------------------------------------- 69-71 Kewajiban Jangka Panjang ------------------------------------------- 72-74 Pengakuan Kewajiban -------------------------------------------------- 75-76 Pengukuran Kewajiban ------------------------------------------------- 77 Ekuitas Dana ------------------------------------------------------------- 78-81 Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan ------------------------------------- 82-84 Laporan Arus Kas ----------------------------------------------------------- 85-87 Laporan Kinerja Keuangan ------------------------------------------------ 88-94 Laporan Perubahan Ekuitas ----------------------------------------------- 95-96 Catatan atas Laporan Keuangan --------------------------------------- 97-106 Struktur --------------------------------------------------------------------- 97-100 Penyajian Kebijakan-Kebijakan Akuntansi ------------------------ 101-105 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya --------------------------- 106 TANGGAL EFEKTIF --------------------------------------------------------------- 107 Lampiran: Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.A : Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran II.02 PSAP 01.B : Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
  • 251. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 01 3 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur penyajian laporan 11 keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam 12 rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap 13 anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan 14 umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan 15 bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut, 16 standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan 17 keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi 18 laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis kas 19 untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis 20 akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Pengakuan, 21 pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-22 peristiwa yang lain, diatur dalam standar akuntansi pemerintahan lainnya. 23 Ruang Lingkup 24 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan 25 disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, 26 transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos 27 aset, kewajiban, dan ekuitas dana.’ 28 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 29 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan 30 pengguna adalah masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa/pengawas, fihak 31 yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, 32 serta pemerintah. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan 33 terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen 34 publik lainnya seperti laporan tahunan LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 1
  • 252. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan 2 dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas pemerintah pusat, 3 pemerintah daerah, dan laporan keuangan konsolidasian, tidak termasuk 4 perusahaan negara/daerah. 5 Basis Akuntansi 6 5. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan 7 pemerintah yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, 8 dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan 9 ekuitas dana. 10 6. Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan 11 akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya 12 basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan 13 pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. 14 7. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan 15 menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual tetap 16 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas. 17 DEFINISI 18 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 19 Standar dengan pengertian: 20 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 21 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 22 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 23 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 24 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 25 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 26 Perwakilan Rakyat Daerah. 27 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 28 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 29 Perwakilan Rakyat. 30 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 31 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 32 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 33 Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 34 Bendahara Umum Negara/Daerah. 35 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 36 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 37 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 38 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 2
  • 253. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 2 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 3 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 4 Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan 5 tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam 6 menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya 7 termasuk hak atas kekayaan intelektual. 8 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 9 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau 10 dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 11 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi 12 dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 13 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 14 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 15 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 16 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 17 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 18 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 19 oleh pemerintah. 20 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 21 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu 22 tahun anggaran. 23 Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 24 antara aset dan kewajiban pemerintah. 25 Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna 26 barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan 27 menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 28 Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 29 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 30 wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 31 keuangan. 32 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 33 ekonomik seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga 34 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 35 kepada masyarakat 36 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 37 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 38 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 39 Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan 40 pengeluaran pemerintah daerah. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 3
  • 254. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 2 Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung 3 seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat. 4 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-5 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 6 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 7 Kemitraan adalah perjanjian antara dua fihak atau lebih yang mempunyai 8 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 9 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 10 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 11 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 12 pemerintah 13 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang 14 merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan 15 sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 16 Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di 17 antara dua laporan keuangan tahunan. 18 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 19 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 20 menyajikan laporan keuangan. 21 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 22 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 23 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 24 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 25 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 26 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 27 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 28 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 29 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 30 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Bendahara Umum 31 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 32 otorisasi tersebut. 33 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 34 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 35 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 36 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 37 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 38 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 39 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 40 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 41 kembali oleh pemerintah. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 4
  • 255. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan 2 kapasitas dan manfaat dari suatu aset. 3 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan 4 yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, 5 dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan 6 dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 7 Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima 8 pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan 9 perundang-undangan. 10 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 11 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 12 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 13 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 14 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 15 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 16 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 17 pada bank yang ditetapkan. 18 Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing 19 ke rupiah pada kurs yang berbeda. 20 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 21 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 22 signifikan. 23 Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih 24 lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD 25 selama satu periode pelaporan. 26 Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja 27 selama satu periode pelaporan. 28 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 29 pelaporan. 30 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 31 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 32 bagi hasil. 33 Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan 34 pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-35 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 5 undangan. 36 TUJUAN LAPORAN KEUANGAN 37 9. Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai 38 posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas 39 pelaporan. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi 40 mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan
  • 256. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat 2 dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, 3 tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang 4 berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas 5 entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan: 6 a) menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, 7 dan ekuitas dana pemerintah; 8 b) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, 9 kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah; 10 c) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber 11 daya ekonomi; 12 d) menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya; 13 e) menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai 14 aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; 15 f) menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai 16 penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; 17 g) menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan 18 entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. 19 10. Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan 20 prediktif dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi 21 besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, 22 sumberdaya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta risiko dan 23 ketidakpastian yang terkait. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi 24 pengguna mengenai: 25 a) indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan 26 anggaran; dan 27 b) indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan 28 ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD. 29 11. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan 30 menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal: 31 a. aset; 32 b. kewajiban; 33 c. ekuitas dana; 34 d. pendapatan; 35 e. belanja; 36 f. transfer; 37 g. pembiayaan; dan 38 h. arus kas. 39 12. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk 40 memenuhi tujuan sebagaimana terdapat dalam paragraf 9, namun tidak dapat LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 6
  • 257. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 sepenuhnya memenuhi tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan 2 nonkeuangan, dapat dilaporkan bersama-sama dengan laporan keuangan untuk 3 memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas 4 pelaporan selama satu periode. 5 TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN 6 13. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan 7 berada pada pimpinan entitas. 8 KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 9 14. Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan 10 keuangan pokok adalah: 11 a) Laporan Realisasi Anggaran; 12 b) Neraca; 13 c) Laporan Arus Kas; dan 14 d) Catatan atas Laporan Keuangan. 15 15. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan 16 oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya 17 disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 18 16. Unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang 19 ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau sebagai kuasa 20 bendaharawan umum negara/daerah. 21 17. Laporan keuangan memberikan informasi tentang sumber daya 22 ekonomi dan kewajiban entitas pelaporan pada tanggal pelaporan dan arus 23 sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan 24 pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan entitas pelaporan 25 dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di masa mendatang. 26 18. Kegiatan keuangan pemerintah dibatasi dengan anggaran dalam 27 bentuk apropriasi atau otorisasi anggaran. Laporan keuangan menyediakan 28 informasi mengenai apakah sumber daya ekonomi telah diperoleh dan digunakan 29 sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. Laporan Realisasi Anggaran 30 memuat anggaran dan realisasi. 31 19. Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan untuk 32 membantu para pengguna dalam memperkirakan kinerja keuangan entitas dan 33 pengelolaan aset, seperti halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan 34 mengenai alokasi sumber daya ekonomi. Informasi tambahan ini termasuk 35 rincian mengenai output entitas dan outcomes dalam bentuk indikator kinerja 36 keuangan, laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain 37 mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 7
  • 258. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 20. Di samping menyajikan laporan keuangan pokok, suatu entitas 2 pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja Keuangan berbasis akrual 3 dan Laporan Perubahan Ekuitas. 4 21. Entitas pelaporan mengungkapkan informasi tentang ketaatan 5 terhadap anggaran. 6 STRUKTUR DAN ISI 7 Pendahuluan 8 22. Pernyataan Standar ini mensyaratkan adanya pengungkapan 9 tertentu pada lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan 10 pengungkapan pos-pos lainnya dalam lembar muka laporan keuangan atau 11 dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan merekomendasikan format sebagai 12 lampiran standar ini yang dapat diikuti oleh suatu entitas pelaporan sesuai 13 dengan situasi masing-masing. 14 23. Pernyataan Standar ini menggunakan istilah pengungkapan 15 dalam arti yang seluas-luasnya, meliputi pos-pos yang disajikan dalam setiap 16 lembar muka laporan keuangan maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 17 Pengungkapan yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi 18 Pemerintahan lainnya disajikan sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. 19 Kecuali ada standar yang mengatur sebaliknya, pengungkapan yang demikian 20 dibuat pada lembar muka laporan keuangan yang relevan atau dalam Catatan 21 atas Laporan Keuangan. 22 Identifikasi Laporan Keuangan 23 24. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas 24 dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. 25 25. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan hanya berlaku 26 untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan 27 dalam suatu laporan tahunan atau dokumen lainnya. Oleh karena itu, 28 penting bagi pengguna untuk dapat membedakan informasi yang disajikan 29 menurut Standar Akuntansi Pemerintahan dari informasi lain, namun bukan 30 merupakan subyek yang diatur dalam Pernyataan Standar ini. 31 26. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara 32 jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan 33 diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh 34 pemahaman yang memadai atas informasi yang disajikan: 35 a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 36 b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau konsolidasian 37 dari beberapa entitas pelaporan; 38 c) tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang 39 sesuai dengan komponen-komponen laporan keuangan; LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 8
  • 259. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 d) mata uang pelaporan; dan 2 e) tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada 3 laporan keuangan. 4 27. Persyaratan dalam paragraf 26 dapat dipenuhi dengan penyajian 5 judul dan judul kolom yang singkat pada setiap halaman laporan keuangan. 6 Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran 7 halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah 8 pengguna dalam memahami laporan keuangan. 9 28. Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana 10 informasi disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat 11 diterima sepanjang tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka 12 diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang. 13 Periode Pelaporan 14 29. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali 15 dalam setahun. Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas 16 berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode 17 yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan 18 mengungkapkan informasi berikut: 19 a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, 20 b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif untuk laporan tertentu seperti 21 arus kas dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 22 30. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah 23 tanggal pelaporannya, misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun 24 anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting 25 agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode 26 sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan. Contoh 27 selanjutnya adalah dalam masa transisi dari akuntansi berbasis kas ke akrual, 28 suatu entitas pelaporan mengubah tanggal pelaporan entitas-entitas akuntansi 29 yang berada dalam entitas pelaporan untuk memungkinkan penyusunan laporan 30 keuangan konsolidasian. 31 32 Tepat Waktu 33 31. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak 34 tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. 35 Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan 36 bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat 37 waktu. Batas waktu penyampaian laporan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan 38 setelah berakhirnya tahun anggaran. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 9
  • 260. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Realisasi Anggaran 2 32. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan 3 keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap 4 APBN/APBD. 5 33. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi 6 dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah 7 pusat/daerah dalam satu periode pelaporan 8 34. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya 9 unsur-unsur sebagai berikut: 10 a) pendapatan; 11 b) belanja; 12 c) transfer; 13 d) surplus/defisit; 14 e) pembiayaan; 15 f) sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. 16 35. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan 17 antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan. 18 36. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan 19 atas Laporan Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang 20 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 21 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 22 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 23 dianggap perlu untuk dijelaskan. 24 37. PSAP No. 02 mengatur persyaratan-persyaratan untuk penyajian 25 Laporan Realisasi Anggaran dan pengungkapan informasi terkait. 26 Neraca 27 38. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan 28 mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 29 Klasifikasi 30 39. Setiap entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam 31 aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi 32 kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. 33 40. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan 34 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima 35 atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 36 dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam 37 waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. 38 41. Apabila suatu entitas pelaporan menyediakan barang-barang 39 yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 10
  • 261. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk 2 memberikan informasi mengenai barang-barang yang akan digunakan dalam 3 periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka 4 panjang. 5 42. Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban 6 keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas 7 pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian aset nonkeuangan dan 8 kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui 9 apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban 10 diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 11 43. Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut: 12 a) kas dan setara kas; 13 b) investasi jangka pendek; 14 c) piutang pajak dan bukan pajak; 15 d) persediaan; 16 e) investasi jangka panjang; 17 f) aset tetap; 18 g) kewajiban jangka pendek; 19 h) kewajiban jangka panjang; 20 i) ekuitas dana. 21 44. Pos-pos selain yang disebutkan pada paragraf 43 disajikan 22 dalam Neraca jika Standar Akuntansi Pemerintahan mensyaratkan, atau jika 23 penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan 24 suatu entitas pelaporan. 25 45. Contoh format Neraca disajikan dalam Lampiran III.A dan III.B 26 Standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi dan bukan merupakan bagian 27 dari standar. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan standar 28 untuk membantu dalam pelaporan keuangan. 29 46. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah 30 didasarkan pada faktor-faktor berikut ini: 31 a) Sifat, likuiditas, dan materialitas aset; 32 b) Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas pelaporan; 33 c) Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban. 34 47. Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi kadang-35 kadang diukur dengan dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, 36 sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok 37 lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan. 38 Aset Lancar 39 48. Suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika: LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 11
  • 262. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 a) diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk 2 dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau 3 b) berupa kas dan setara kas. 4 Semua aset selain yang termasuk dalam (a) dan (b), diklasifikasikan 5 sebagai aset nonlancar. 6 49. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, 7 piutang, dan persediaan. Pos-pos investasi jangka pendek antara lain deposito 8 berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan, surat berharga yang mudah 9 diperjualbelikan. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, 10 penjualan angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lainnya yang diharapkan 11 diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 12 Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk 13 digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak habis 14 pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti 15 komponen bekas. 16 Aset Nonlancar 17 50. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang 18 dan aset tak berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak 19 langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat 20 umum. 21 51. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka 22 panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya untuk mempermudah 23 pemahaman atas pos-pos aset nonlancar yang disajikan di neraca. 24 52. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan 25 untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka 26 panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. 27 53. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang 28 dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 29 54. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang 30 dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 31 55. Investasi nonpermanen terdiri dari: 32 a) Pembelian Surat Utang Negara; 33 b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 34 kepada fihak ketiga; dan 35 c) Investasi nonpermanen lainnya 36 56. Investasi permanen terdiri dari: 37 a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/perusahaan 38 daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan 39 internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara. 40 b) Investasi permanen lainnya. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 12
  • 263. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 57. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa 2 manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan 3 pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 4 58. Aset tetap terdiri dari: 5 a) Tanah; 6 b) Peralatan dan mesin; 7 c) Gedung dan bangunan; 8 d) Jalan, irigasi, dan jaringan; 9 e) Aset tetap lainnya; dan 10 f) Konstruksi dalam pengerjaan. 11 59. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk 12 menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak 13 dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan dirinci menurut 14 tujuan pembentukannya. 15 60. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. 16 Termasuk dalam aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan 17 angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan aset 18 kerjasama dengan fihak ketiga (kemitraan). 19 Pengakuan Aset 20 61. Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan 21 diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat 22 diukur dengan andal. 23 62. Aset diakui pada saat diterima atau kepemilikannya dan/atau 24 kepenguasaannya berpindah. 25 Pengukuran Aset 26 63. Pengukuran aset adalah sebagai berikut: 27 a) Kas dicatat sebesar nilai nominal; 28 b) Investasi jangka pendek dicatat sebesar nilai perolehan; 29 c) Piutang dicatat sebesar nilai nominal; 30 d) Persediaan dicatat sebesar: 31 (1) Biaya Perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 32 (2) Biaya Standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; 33 (3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 34 donasi/rampasan. 35 64. Investasi jangka panjang dicatat sebesar biaya perolehan 36 termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk memperoleh 37 kepemilikan yang sah atas investasi tersebut; LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 13
  • 264. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 65. Aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan. Apabila penilaian 2 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 3 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 4 66. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 5 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 6 67. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 7 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 8 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 9 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 10 pembangunan aset tetap tersebut. 11 68. Aset moneter dalam mata uang asing dijabarkan dan 12 dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing 13 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 14 Kewajiban Jangka Pendek 15 69. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 16 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 17 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 18 kewajiban jangka panjang. 19 70. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 20 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 21 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 22 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 23 71. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 24 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 25 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari fihak ketiga, utang perhitungan fihak 26 ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 27 Kewajiban Jangka Panjang 28 72. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 29 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk 30 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 31 jika: 32 a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 33 bulan; 34 b) entitas bermaksud mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut 35 atas dasar jangka panjang; dan 36 c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan 37 kembali (refinancing), atau adanya penjadualan kembali terhadap 38 pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui. 39 Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek 40 sesuai dengan paragraf ini, bersama-sama dengan informasi yang LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 14
  • 265. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 2 Keuangan. 3 73. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 4 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 5 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 6 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 7 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 8 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 9 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 10 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 11 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 12 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 13 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 14 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 15 74. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 16 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 17 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 18 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 19 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 20 a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 21 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 22 b) tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas) 23 bulan setelah tanggal pelaporan. 24 Pengakuan Kewajiban 25 75. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran 26 sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk 27 menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas 28 kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur 29 dengan andal. 30 76. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau 31 pada saat kewajiban timbul. 32 Pengukuran Kewajiban 33 77. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 34 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 35 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 36 tanggal neraca. 37 Ekuitas Dana 38 78. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan secara terpisah 39 dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan: LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 15
  • 266. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 a) Ekuitas Dana Lancar, termasuk sisa lebih pembiayaan anggaran /saldo 2 anggaran lebih; 3 b) Ekuitas Dana Investasi; 4 c) Ekuitas Dana Cadangan. 5 79. Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan 6 kewajiban jangka pendek. Ekuitas dana lancar antara lain sisa lebih pembiayaan 7 anggaran, cadangan piutang, cadangan persediaan, dan dana yang harus 8 disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. 9 80. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang 10 tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi 11 dengan kewajiban jangka panjang. 12 81. Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang 13 dicadangkan untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-14 LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 16 undangan. 15 Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas 16 Laporan Keuangan 17 82. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca 18 maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos 19 yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi 20 entitas yang bersangkutan. Suatu pos disubklasifikasikan lebih lanjut, 21 bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya. 22 83. Rincian yang tercakup dalam subklasifikasi di Neraca atau di 23 Catatan atas Laporan Keuangan tergantung pada persyaratan dari Standar 24 Akuntansi Pemerintahan dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. Faktor-25 faktor yang disebutkan dalam paragraf 84 dapat digunakan dalam menentukan 26 dasar bagi subklasifikasi. 27 84. Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya: 28 (a) piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi, penjualan, fihak 29 terkait, uang muka, dan jumlah lainnya; piutang transfer dirinci menurut 30 sumbernya; 31 (b) persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan standar yang mengatur 32 akuntansi untuk persediaan; 33 (c) aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai dengan standar 34 yang mengatur tentang aset tetap; 35 (d) utang transfer dianalisis menurut entitas penerimanya; 36 (e) dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukannya; 37 (f) komponen ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar, 38 ekuitas dana investasi, dan ekuitas dana cadangan;
  • 267. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (g) pengungkapan kepentingan pemerintah dalam perusahaan 2 negara/daerah/lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat 3 pengendalian dan metode penilaian. 4 Laporan Arus Kas 5 85. Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, 6 penggunaaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, 7 dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 8 86. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan 9 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan 10 nonanggaran. 11 87. Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang 12 berhubungan dengan arus kas diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi 13 Pemerintahan Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas. 14 Laporan Kinerja Keuangan 15 88. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan laporan berbasis 16 akrual sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka laporan keuangan 17 pokok dilengkapi dengan Laporan Kinerja Keuangan. Laporan Kinerja 18 Keuangan sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos sebagai berikut: 19 a) Pendapatan dari kegiatan operasional; 20 b) Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi; 21 c) Surplus atau defisit. 22 Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam Laporan Kinerja 23 Keuangan jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk 24 menyajikan dengan wajar kinerja keuangan suatu entitas pelaporan. 25 89. Dalam hubungannya dengan Laporan Kinerja Keuangan, kegiatan 26 operasional suatu entitas pelaporan dapat dianalisis menurut klasifikasi ekonomi 27 atau klasifikasi fungsi/program untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 28 90. Penambahan pos-pos pada Laporan Kinerja Keuangan dan 29 deskripsi yang digunakan serta susunan pos-pos dapat diubah apabila 30 diperlukan untuk menjelaskan kinerja. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan 31 meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan dan beban. 32 91. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut suatu 33 klasifikasi beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi 34 (sebagai contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban 35 transportasi, dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan 36 pada berbagai fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk 37 diaplikasikan dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi 38 beban operasional pada berbagai fungsi. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 17
  • 268. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 92. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut 2 klasifikasi fungsi, beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang 3 dimaksudkannya. Penyajian laporan ini memberikan informasi yang lebih relevan 4 bagi pemakai dibandingkan dengan laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau 5 dalam hal ini pengalokasian beban ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer 6 dan atas dasar pertimbangan tertentu. 7 93. Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut 8 klasifikasi fungsi mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut 9 klasifikasi ekonomi, a.l. meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan 10 tunjangan pegawai, dan beban bunga pinjaman. 11 94. Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi 12 tergantung pada faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat 13 organisasi. Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin, 14 baik langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas pelaporan 15 bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang 16 berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini memperbolehkan 17 entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan 18 unsur kinerja secara layak. 19 Laporan Perubahan Ekuitas 20 95. Suatu entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Perubahan 21 Ekuitas sebagaimana dimaksud pada paragraf 20 maka menyajikan 22 sekurang-kurangnya pos-pos: 23 a) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran; 24 b) Setiap pos pendapatan dan belanja beserta totalnya seperti 25 diisyaratkan dalam standar-standar lainnya, yang diakui secara 26 langsung dalam ekuitas; 27 c) Efek kumulatif atas perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi 28 kesalahan yang mendasar diatur dalam suatu standar terpisah. 29 96. Di samping itu, suatu entitas pelaporan menyajikan dalam 30 lembar muka laporan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan : 31 a) Saldo ekuitas pada awal periode dan pada tanggal pelaporan, serta 32 perubahannya selama periode berjalan. 33 b) Apabila komponen ekuitas diungkapkan secara terpisah, rekonsiliasi 34 antara nilai tiap komponen ekuitas dana pada awal dan akhir periode 35 mengungkapkan masing-masing perubahannya secara terpisah. 36 Catatan atas Laporan Keuangan 37 Struktur 38 97. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 39 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 18
  • 269. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Laporan Keuangan sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai 2 berikut: 3 a) informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, 4 pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala 5 dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 6 b) ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; 7 c) informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-8 kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-9 transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 10 d) pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 11 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 12 laporan keuangan; 13 e) pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang 14 timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan 15 dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; 16 f) informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, 17 yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 18 g) daftar dan skedul. 19 98. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. 20 Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus 21 Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam 22 Catatan atas Laporan Keuangan. 23 99. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau 24 daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam 25 Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk 26 pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi 27 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan 28 serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk 29 penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi 30 dan komitmen-komitmen lainnya. 31 100. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah 32 susunan penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 33 Misalnya informasi tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan 34 dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga. 35 Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi 36 101. Bagian kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan 37 Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 38 (a) basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 39 keuangan; LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 19
  • 270. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 2 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Standar Akuntansi 3 Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; dan 4 (c) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 5 laporan keuangan. 6 102. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 7 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 8 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 9 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 10 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 11 basis pengukuran tersebut. 12 103. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu 13 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan 14 tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 15 tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu 16 dipertimbangkan untuk disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal 17 sebagai berikut: 18 (a) Pengakuan pendapatan; 19 (b) Pengakuan belanja; 20 (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 21 (d) Investasi; 22 (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 23 berwujud; 24 (f) Kontrak-kontrak konstruksi; 25 (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 26 (h) Kemitraan dengan fihak ketiga; 27 (i) Biaya penelitian dan pengembangan; 28 (j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 29 (k) Dana cadangan; 30 (l) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 31 104. Setiap entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat kegiatan-32 kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 33 Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 34 pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal 35 revenue), penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih 36 kurs. 37 105. Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos-38 pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain 39 itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang 40 tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 20
  • 271. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 2 106. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini 3 apabila belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan 4 keuangan, yaitu: 5 i. domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana 6 entitas tersebut beroperasi; 7 ii. penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 8 iii. ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 9 operasionalnya. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 107. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.02 PSAP 01 - 21
  • 272. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Ilustrasi PSAP 01.A Contoh Format Neraca Pemerintah Pusat NERACA PEMERINTAH PUSAT PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 Uraian (Dalam Rupiah) No. 20X1 20X0 1 ASET 2 ASET LANCAR 3 Kas di Bank Indonesia xxx xxx 4 Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara xxx xxx 5 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 6 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 7 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 8 Piutang Pajak xxx xxx 9 Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak xxx xxx 10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 13 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 14 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 15 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 16 Piutang Lainnya xxx xxx 17 Persediaan xxx xxx 18 Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17) xxx xxx 19 INVESTASI JANGKA PANJANG 20 Investasi Nonpermanen 21 Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 22 Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 23 Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx 24 Dana Bergulir xxx xxx 25 Investasi dalam Obligasi xxx xxx 26 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx 27 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 28 Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 27) xxx xxx 29 Investasi Permanen 30 Penyertaan Modal Pemerintah xxx xxx 31 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 32 Jumlah Investasi Permanen (30 s/d 31) xxx xxx 33 Jumlah Investasi Jangka Panjang (28 + 32) xxx xxx 34 ASET TETAP 35 Tanah xxx xxx 36 Peralatan dan Mesin xxx xxx 37 Gedung dan Bangunan xxx xxx 38 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 39 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 40 Konstruksi Dalam Pengerjaan xxx xxx 41 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 42 Jumlah Aset Tetap (35 s/d 41) xxx xxx
  • 273. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NERACA PEMERINTAH PUSAT PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 43 ASET LAINNYA 44 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 45 Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 46 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 47 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 48 Aset Tak Berwujud xxx xxx 49 Aset Lain-Lain xxx xxx 50 Jumlah Aset Lainnya (44 s/d 49) xxx xxx 51 JUMLAH ASET (18+33+42+50) xxxx xxxx 52 53 KEWAJIBAN 54 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 55 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) xxx xxx 56 Utang Bunga xxx xxx 57 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx xxx 58 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 59 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (55 s/d 58) xxx xxx 60 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 61 Utang Luar Negeri xxx xxx 62 Utang Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx 63 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 64 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 65 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (61 s/d 64) xxx xxx 66 JUMLAH KEWAJIBAN (59+65) xxx xxx 67 68 EKUITAS DANA 69 EKUITAS DANA LANCAR 70 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx 71 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx 72 Cadangan Piutang xxx xxx 73 Cadangan Persediaan xxx xxx 74 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka (xxx) (xxx) 75 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (70 s/d 74) xxx xxx 76 EKUITAS DANA INVESTASI 77 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx 78 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx 79 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx 80 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka P j (xxx) (xxx) 81 Jumlah Ekuitas Dana Investasi (77 s/d 80) xxx xxx 82 JUMLAH EKUITAS DANA (75+81) xxx xxx 83 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (66+82) xxxx xxxx
  • 274. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Contoh Format Neraca Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota (Dalam Rupiah) NERACA PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 No. Uraian 20X1 20X0 1 ASET 2 ASET LANCAR 3 Kas di Kas Daerah xxx xxx 4 Kas di Bendahara Pengeluaran xxx xxx 5 Kas di Bendahara Penerimaan xxx xxx 6 Investasi Jangka Pendek xxx xxx 7 Piutang Pajak xxx xxx 8 Piutang Retribusi xxx xxx 9 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx 10 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 11 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xxx xxx 12 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 13 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 14 Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 15 Bagian lancar Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 16 Piutang Lainnya xxx xxx 17 Persediaan xxx xxx 18 Jumlah Aset Lancar (3 s/d 17) xxx xxx 19 INVESTASI JANGKA PANJANG 20 Investasi Nonpermanen 21 Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xxx xxx 22 Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah xxx xxx 23 Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 24 Investasi dalam Surat Utang Negara xxx xxx 25 Investasi dalam Proyek Pembangunan xxx xxx Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Ilustrasi PSAP 01.B 26 Investasi Nonpermanen Lainnya xxx xxx 27 Jumlah Investasi Nonpermanen (21 s/d 26) xxx xxx 28 Investasi Permanen 29 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx 30 Investasi Permanen Lainnya xxx xxx 31 Jumlah Investasi Permanen (29 s/d 30) xxx xxx 32 Jumlah Investasi Jangka Panjang (27 + 31) xxx xxx 33 ASET TETAP 34 Tanah xxx xxx 35 Peralatan dan Mesin xxx xxx 36 Gedung dan Bangunan xxx xxx 37 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xxx xxx 38 Aset Tetap Lainnya xxx xxx 39 Konstruksi dalam Pengerjaan xxx xxx 40 Akumulasi Penyusutan (xxx) (xxx) 41 Jumlah Aset Tetap (34 s/d 40) xxx xxx 42 DANA CADANGAN 43 Dana Cadangan xxx xxx 44 Jumlah Dana Cadangan (43) xxx xxx
  • 275. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (Dalam Rupiah) PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN /KOTA PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0 No. Uraian 20X1 20X0 45 ASET LAINNYA 46 Tagihan Penjualan Angsuran xxx xxx 47 Tuntutan Perbendaharaan xxx xxx 48 Tuntutan Ganti Rugi xxx xxx 49 Kemitraan dengan Pihak Ketiga xxx xxx 50 Aset Tak Berwujud xxx xxx 51 Aset Lain-Lain xxx xxx 52 Jumlah Aset Lainnya (46 s/d 51) xxx xxx 53 JUMLAH ASET (18+32+41+44+52) xxxx xxxx 54 55 KEWAJIBAN 56 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 57 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) xxx xxx 58 Utang Bunga xxx xxx 59 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx 60 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 61 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx 62 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank xxx xxx 63 Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 65 Utang Jangka Pendek Lainnya xxx xxx 66 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (57 s/d 65) xxx xxx 67 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG 68 Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx 69 Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx 70 Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx 71 Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank xxx xxx 72 Utang Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx 73 Utang Jangka Panjang Lainnya xxx xxx 74 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (68 s/d 73) xxx xxx 75 JUMLAH KEWAJIBAN (66+74) xxx xxx 76 EKUITAS DANA 77 EKUITAS DANA LANCAR 78 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) xxx xxx 79 Pendapatan yang Ditangguhkan xxx xxx 80 Cadangan Piutang xxx xxx 81 Cadangan Persediaan xxx xxx 82 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek (xxx) (xxx) 83 Jumlah Ekuitas Dana Lancar (78 s/d 82) xxx xxx 84 EKUITAS DANA INVESTASI 85 Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang xxx xxx 86 Diinvestasikan dalam Aset Tetap xxx xxx 87 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya xxx xxx 88 Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang (xxx) (xxx) 89 Jumlah Ekuitas Dana Investasi (85 s/d 88) xxx xxx 90 EKUITAS DANA CADANGAN 91 Diinvestasikan dalam Dana Cadangan xxx xxx 92 Jumlah Ekuitas Dana Cadangan (91) xxx xxx 93 JUMLAH EKUITAS DANA (83+89+92) xxx xxx JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (75+93) 94 xxxx xxxx
  • 276. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.03 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 20102005 TANGGAL 22 OKTOBER 201005 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (i)
  • 277. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-5 Tujuan ---------------------------------------------------------------------------------- 1-2 Ruang Lingkup ----------------------------------------------------------------------- 3-5 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN ---------------------------- 6-7 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------- I8 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN ---------------------------- 9-10 PERIODE PELAPORAN --------------------------------------------------------------- 11 TEPAT WAKTU -------------------------------------------------------------------------- 12 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN ----------------------------------------- 13-16 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN -------------------------------------------------------------- 17-18 AKUNTANSI ANGGARAN ------------------------------------------------------------ 19-21 AKUNTANSI PENDAPATAN -------------------------------------------------------- 22-30 AKUNTANSI BELANJA --------------------------------------------------------------- 31-46 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT --------------------------------------------------- 47-49 AKUNTANSI PEMBIAYAAN --------------------------------------------------------- 50 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN ------------------------------------ 51-54 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN --------------------------------- 55-57 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO ------------------------------------------------ 58-59 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN ANGGARAN ------- 60-61 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING ------------------------------------- 62 TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN PEMBIAYAAN BERBENTUK BARANG DAN JASA ----------------------------------------------- 63 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 64 Lampiran: Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.A : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat
  • 278. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.B : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran II.03 PSAP 02.C : Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/ Kota LAMPIRAN II.03 PSAP 02 – (iii)
  • 279. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 02 3 LAPORAN REALISASI ANGGARAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan 11 dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk pemerintah dalam 12 rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan 13 perundang-undangan. 14 2. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan 15 informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. 16 Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat 17 ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif 18 sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 19 Ruang Lingkup 20 3. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian Laporan 21 Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan 22 akuntansi berbasis kas. 23 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk setiap entitas 24 pelaporan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang 25 memperoleh anggaran berdasarkan APBN/APBD, tidak termasuk 26 perusahaan negara/daerah . 27 5. Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan 28 menyajikan laporan keuangan berbasis akrual, tetap menyusun Laporan 29 Realisasi Anggaran yang berbasis kas. 30 MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN 31 6. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai 32 realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 1
  • 280. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan 2 anggarannya. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam 3 mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, 4 akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan: 5 (a) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan 6 sumber daya ekonomi; 7 (b) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh 8 yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi 9 dan efektivitas penggunaan anggaran. 10 7. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna 11 dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai 12 kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara 13 menyajikan laporan secara komparatif. Laporan Realisasi Anggaran dapat 14 menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi 15 perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi: 16 (a) telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat; 17 (b) telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan 18 (c) telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 19 DEFINISI 20 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 21 Pernyataan Standar dengan pengertian: 22 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 23 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 24 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 25 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 26 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana 27 keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan 28 Perwakilan Rakyat Daerah. 29 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 30 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 31 Perwakilan Rakyat. 32 Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 33 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 34 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 35 Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan 36 secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit 37 organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah 38 dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 39 Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 2
  • 281. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 2 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 3 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 4 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 5 oleh pemerintah. 6 Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 7 yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dibebankan dalam 8 satu tahun anggaran. 9 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 10 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 11 wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan 12 keuangan. 13 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 14 Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan 15 pengeluaran Pemerintah Daerah. 16 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 17 Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara untuk menampung 18 seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Pusat. 19 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-20 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 21 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 22 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 23 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 24 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 25 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 26 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 27 otorisasi tersebut. 28 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 29 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 30 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 31 kembali oleh pemerintah. 32 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 33 kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun 34 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 35 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 36 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 37 Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 38 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 3
  • 282. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 2 modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. 3 Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang 4 negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum 5 Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar 6 seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. 7 Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang 8 daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung 9 seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah 10 pada bank yang ditetapkan. 11 Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja 12 selama satu periode pelaporan. 13 Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 14 dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana 15 bagi hasil. 16 STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN 17 9. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi 18 pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, yang 19 masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 20 10. Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan 21 secara jelas, dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu, 22 informasi berikut: 23 (a) nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya; 24 (b) cakupan entitas pelaporan; 25 (c) periode yang dicakup; 26 (d) mata uang pelaporan; dan 27 (e) satuan angka yang digunakan. 28 PERIODE PELAPORAN 29 11. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya 30 sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas 31 berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu 32 periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas 33 mengungkapkan informasi sebagai berikut: 34 (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun; 35 (b) fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi 36 Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 4
  • 283. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TEPAT WAKTU 2 12. Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan 3 tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas 4 operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan 5 entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Suatu entitas 6 pelaporan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6 7 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. 8 ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN 9 13. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga 10 menonjolkan berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan 11 pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi 12 Anggaran menyandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, 13 dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan 14 lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang 15 mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, 16 sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan 17 realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang 18 dianggap perlu untuk dijelaskan. 19 14. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup 20 pos-pos sebagai berikut: 21 (a) Pendapatan 22 (b) Belanja 23 (c) Transfer 24 (d) Surplus atau defisit 25 (e) Penerimaan pembiayaan 26 (f) Pengeluaran pembiayaan 27 (g) Pembiayaan neto; dan 28 (h) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA) 29 15. Pos, judul, dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan 30 Realisasi Anggaran apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 31 Pemerintahan ini, atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk 32 menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar. 33 16. Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam 34 lampiran IV.A-C standar ini. Lampiran merupakan ilustrasi dan bukan merupakan 35 bagian dari standar. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan 36 standar untuk membantu dalam klarifikasi artinya. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 5
  • 284. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN 2 REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN 3 ATAS LAPORAN KEUANGAN 4 17. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi pendapatan menurut 5 jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih 6 lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 7 18. Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut 8 jenis belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja 9 menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di 10 Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi 11 disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 12 AKUNTANSI ANGGARAN 13 19. Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan 14 pengendalian manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan 15 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. 16 20. Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur 17 anggaran yang terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. 18 Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi 19 alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja terdiri dari apropriasi yang 20 dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan 21 terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 22 21. Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran 23 disahkan dan anggaran dialokasikan. 24 AKUNTANSI PENDAPATAN 25 22. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas 26 Umum Negara/Daerah. 27 23. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 28 24. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas 29 pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah 30 pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. 31 25. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, 32 yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah 33 netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 6
  • 285. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan 2 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 3 layanan umum. 4 27. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) 5 atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada 6 periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. 7 28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-8 recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode 9 penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada 10 periode yang sama. 11 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-12 recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode 13 sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada 14 periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. 15 30. Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi kebutuhan 16 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan 17 pengendalian bagi manajemen pemerintah pusat dan daerah. 18 AKUNTANSI BELANJA 19 31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari 20 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 21 32. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran 22 pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran 23 tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. 24 33. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan 25 mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan 26 layanan umum. 27 34. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis 28 belanja), organisasi, dan fungsi. 29 35. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang 30 didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi 31 ekonomi untuk pemerintah pusat yaitu belanja pegawai, belanja barang, belanja 32 modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Klasifikasi 33 ekonomi untuk pemerintah daerah meliputi terdiri dari belanja pegawai, belanja 34 barang , belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tak 35 terduga. 36 36. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan 37 sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. 38 Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, 39 subsidi, hibah, bantuan sosial. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 7
  • 286. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 37. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset 2 tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 3 Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung 4 dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud. 5 38. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk 6 kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti 7 penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga 8 lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan 9 pemerintah pusat/daerah. 10 39. Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah 11 sebagai berikut: 12 Belanja Operasi: 13 - Belanja Pegawai xxx 14 - Belanja Barang xxx 15 - Bunga xxx 16 - Subsidi xxx 17 - Hibah xxx 18 - Bantuan Sosial xxx 19 20 Belanja Modal: 21 - Belanja Aset Tetap xxx 22 - Belanja Aset Lainnya xxx 23 Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx 24 40. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas 25 pelaporan ke entitas pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan 26 oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh pemerintah daerah. 27 41. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit 28 organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di 29 lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian 30 negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut 31 organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan 32 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah 33 provinsi/kabupaten /kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan 34 lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. 35 42. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada 36 fungsi-fungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan 37 kepada masyarakat. 38 43. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut: LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 8
  • 287. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Belanja : 2 - Pelayanan Umum xxx 3 - Pertahanan xxx 4 - Ketertiban dan Keamanan xxx 5 - Ekonomi xxx 6 - Perlindungan Lingkungan Hidup xxx 7 - Perumahan dan Permukiman xxx 8 - Kesehatan xxx 9 - Pariwisata dan Budaya xxx 10 - Agama xxx 11 - Pendidikan xxx 12 - Perlindungan sosial xxx 13 14 15 44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan 16 klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran. 17 45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali 18 belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai 19 pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode 20 berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan 21 lain-lain. 22 46. Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan 23 pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk 24 keperluan pengendalian bagi manajemen dengan cara yang memungkinkan 25 pengukuran kegiatan belanja tersebut. 26 AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT 27 47. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja 28 selama satu periode pelaporan. 29 48. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja 30 selama satu periode pelaporan. 31 49. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama 32 satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 9
  • 288. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN 2 50. Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan 3 pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau 4 akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama 5 dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. 6 Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil 7 divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk 8 pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, 9 dan penyertaan modal oleh pemerintah. 10 AKUNTANSI PENERIMAAN PEMBIAYAAN 11 51. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening 12 Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, 13 penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, 14 penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan 15 investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. 16 52. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada 17 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 18 53. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan 19 azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak 20 mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran) 21 54. Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang 22 bersangkutan. 23 AKUNTANSI PENGELUARAN PEMBIAYAAN 24 55. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening 25 Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, 26 penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam 27 periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. 28 56. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari 29 Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 30 57. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang 31 bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di 32 pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut 33 dicatat sebagai pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 10
  • 289. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO 2 58. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan 3 setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran 4 tertentu. 5 59. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran 6 pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan 7 Neto. 8 AKUNTANSI SISA LEBIH/KURANG PEMBIAYAAN 9 ANGGARAN (SILPA/SIKPA) 10 60. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih 11 lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode 12 pelaporan. 13 61. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan 14 pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos 15 SiLPA/SiKPA. 16 TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 17 62. Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam 18 mata uang rupiah dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut 19 menurut kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. 20 TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA, DAN 21 PEMBIAYAAN BERBENTUK BARANG DAN JASA 22 63. Transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam 23 bentuk barang dan jasa harus dilaporkan dalam Laporan Realisasi 24 Anggaran dengan cara menaksir nilai barang dan jasa tersebut pada 25 tanggal transaksi. Di samping itu, transaksi semacam ini juga harus 26 diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan 27 sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai 28 bentuk dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang diterima. Contoh 29 transaksi berwujud barang dan jasa adalah hibah dalam wujud barang, 30 barang rampasan, dan jasa konsultansi. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 11
  • 290. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 TANGGAL EFEKTIF 2 64. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 3 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 4 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.03 PSAP 02 - 12
  • 291. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.A UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Realisasi 20X1 (%) Realisasi 20X0 Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pusat LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT NO. URAIAN Anggaran 20X1 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN PERPAJAKAN 3 Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xx xxx 6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan xxx xxx xx xxx 7 Pendapatan Cukai xxx xxx xx xxx 8 Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xx xxx 9 Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xx xxx 10 Pendapatan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 11 Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10) xxx xxx xx xxx 12 13 PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK 14 Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 15 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba xxx xxx xx xxx 16 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xx xxx 17 Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14 s/d 16) xxx xxx xx xxx 18 19 PENDAPATAN HIBAH 20 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 21 Jumlah Pendapatan Hibah (20 s/d 20) xxx xxx xx xxx 22 JUMLAH PENDAPATAN (11 + 17 + 21) xxx xxx xx xxx 23 24 BELANJA 25 BELANJA OPERASI 26 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 27 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 28 Bunga xxx xxx xx xxx 29 Subsidi xxx xxx xx xxx 30 Hibah xxx xxx xx xxx 31 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 32 Belanja Lain-lain xxx xxx xx xxx 33 Jumlah Belanja Operasi (26 s/d 32) xxx xxx xx xxx 34 35 BELANJA MODAL xxx xxx xx xxx 36 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 37 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 38 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 39 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 40 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 41 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 42 Jumlah Belanja Modal (36 s/d 41) xxx xxx xx xxx 43 JUMLAH BELANJA (33 + 42) xxx xxx xx xxx 44 45 TRANSFER 46 DANA PERIMBANGAN 47 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 48 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 49 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 50 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 51 Jumlah Dana Perimbangan (47 s/d 50) xxx xxx xx xxx 52 53 TRANSFER LAINNYA (disesuaikan dengan program yang ada) 54 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 55 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 56 Jumlah Transfer Lainnya (54 s/d 55) xxx xxx xx xxx 57 JUMLAH TRANSFER (51 + 56) xxx xxx xx xxx 58 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (43 + 57) xxx xxx xx xxx 59 60 SURPLUS / DEFISIT (22 - 58) xxx xxx xx xxx
  • 292. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (Dalam Rupiah) (%) LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH PUSAT UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 NO. URAIAN Anggaran 20X1 Realisasi 20X1 Realisasi 20X0 61 PEMBIAYAAN 62 PENERIMAAN 63 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 64 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 65 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 66 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 67 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 68 Penerimaan dari Divestasi xxx xxx xx xxx 69 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 70 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 71 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (64 s/d 70) xxx xxx xx xxx 72 73 PENERIMAAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI 74 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 76 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Luar Negeri (74 s/d 75) xxx xxx xx xxx 77 JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN (71 + 76) xxx xxx xx xxx 78 79 PENGELUARAN 80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 81 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan xxx xxx xx xxx 82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) xxx xxx xx xxx 85 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 86 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 87 Jumlah Penerimaan Pembiayaan Dalam Negeri (81 s/d 86) xxx xxx xx xxx 88 89 PENGELUARAN PEMBIAYAAN LUAR NEGERI xxx xxx xx xxx 90 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Luar Negeri (90 s/d 91) xxx xxx xx xxx 93 JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN (87 + 92) xxx xxx xx xxx 94 PEMBIAYAAN NETO (77 - 93) xxx xxx xx xxx 95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (60 + 94) xxx xxx xx xxx
  • 293. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.B UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) (%) Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH NO. URAIAN Anggaran 20X1 Realisasi 20X1 Realisasi 20X0 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 89 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (13 s/d 12) xxxx xxxx xx xxxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 21 Total Pendapatan Transfer (15 + 20) xxxx xxxx xx xxxx 22 23 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 24 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 25 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 26 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 27 Jumlah Pendapatan Lain-lain yang Sah (24 s/d 26) xxx xxx xx xxx 28 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 21 + 27) xxxx xxxx xx xxxx 29 BELANJA 30 BELANJA OPERASI 31 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 32 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 33 Bunga xxx xxx xx xxx 34 Subsidi xxx xxx xx xxx 35 Hibah xxx xxx xx xxx 36 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 37 Jumlah Belanja Operasi (31 s/d 36) xxxx xxxx xx xxxx 38 39 BELANJA MODAL 40 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 41 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 42 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 44 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 45 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 46 Jumlah Belanja Modal (40 s/d 45) xxxx xxxx xx xxxx 47 48 BELANJA TAK TERDUGA 49 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 50 Jumlah Belanja Tak Terduga (49 s/d 49) xxx xxxx xx xxxx 51 Jumlah Belanja (37 + 46 + 50) xxx xxxx xx xxxx 52 53 TRANSFER 54 TRANSFER/BAGI HASIL PENDAPATAN KE KABUPATEN/KOTA 55 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 56 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 57 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota xxx xxx xx xxx 58 Jumlah Transfer Bagi Hasil Pendapatan ke Kab./Kota (55 s/d 57) xxx xxxx xx xxxx 59 JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER (51 + 58) xxx xxxx xx xxxx 60 61 SURPLUS/DEFISIT (28 - 59) xxx xxx xxx xxx
  • 294. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (Dalam Rupiah) (%) PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 NO. URAIAN Anggaran 20X1 Realisasi 20X1 Realisasi 20X0 62 63 PEMBIAYAAN 64 65 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 66 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 67 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 68 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 69 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 70 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 71 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 72 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 73 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 74 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 75 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 76 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 77 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 78 Jumlah Penerimaan (66 s/d 77) xxxx xxxx xx xxxx 79 80 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 81 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 82 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 83 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 84 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 85 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 86 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 87 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 90 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 91 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 92 Jumlah Pengeluaran (81 s/d 91) xxx xxx xx xxx 93 PEMBIAYAAN NETO (78 - 92) xxxx xxxx xx xxxx 94 95 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (61 + 93) xxxx xxxx xx xxxx
  • 295. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 02.C UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) Contoh Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten/Kota PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NO. URAIAN (%) 20X0 Anggaran Realisasi 20X1 Realisasi 20X1 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah xxx xxx xx xxx 4 Pendapatan Retribusi Daerah xxx xxx xx xxx 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx xx xxx 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xxxx xxxx xx xxxx 89 PENDAPATAN TRANSFER 10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - DANA PERIMBANGAN 11 Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xxx xxx xx xxx 13 Dana Alokasi Umum xxx xxx xx xxx 14 Dana Alokasi Khusus xxx xxx xx xxx 15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana Perimbangan (11 s/d 14) xxxx xxxx xx xxxx 16 17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT - LAINNYA 18 Dana Otonomi Khusus xxx xxx xx xxx 19 Dana Penyesuaian xxx xxx xx xxx 20 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya (18 s/d 19) xxxx xxxx xx xxxx 21 22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI 23 Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx xx xxx 25 Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) xxxx xxxx xx xxxx 26 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xxxx xxxx xx xxxx 27 28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 29 Pendapatan Hibah xxx xxx xx xxx 30 Pendapatan Dana Darurat xxx xxx xx xxx 31 Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 32 Jumlah Lain-lain Pendapatan yang Sah (29 s/d 31) xxx xxx xx xxx 33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xxxx xxxx xx xxxx 34 35 BELANJA 36 BELANJA OPERASI 37 Belanja Pegawai xxx xxx xx xxx 38 Belanja Barang xxx xxx xx xxx 39 Bunga xxx xxx xx xxx 40 Subsidi xxx xxx xx xxx 41 Hibah xxx xxx xx xxx 42 Bantuan Sosial xxx xxx xx xxx 43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xxxx xxxx xx xxxx 44 45 BELANJA MODAL 46 Belanja Tanah xxx xxx xx xxx 47 Belanja Peralatan dan Mesin xxx xxx xx xxx 48 Belanja Gedung dan Bangunan xxx xxx xx xxx 49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xxx xxx xx xxx 50 Belanja Aset Tetap Lainnya xxx xxx xx xxx 51 Belanja Aset Lainnya xxx xxx xx xxx 52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xxxx xxxx xx xxxx 53 54 BELANJA TAK TERDUGA 55 Belanja Tak Terduga xxx xxx xx xxx 56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xxx xxxx xx xxxx 57 JUMLAH BELANJA (43 + 52 + 56) xxxx xxxx xx xxxx
  • 296. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (Dalam Rupiah) NO. URAIAN (%) 20X0 Anggaran Realisasi 20X1 Realisasi 20X1 PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 58 59 TRANSFER 60 TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA 61 Bagi Hasil Pajak xxx xxx xx xxx 62 Bagi Hasil Retribusi xxx xxx xx xxx 63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xxx xxx xx xxx 64 JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (61 s/d 63) xxx xxxx xx xxxx 65 66 SURPLUS/DEFISIT (33 - 64) xxx xxx xxx xxx 67 68 PEMBIAYAAN 69 70 PENERIMAAN PEMBIAYAAN 71 Penggunaan SiLPA xxx xxx xx xxx 72 Pencairan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 73 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xxx xxx xx xxx 74 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 75 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 76 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 77 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 78 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 79 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 80 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 83 Jumlah Penerimaan (71 s/d 82) xxxx xxxx xx xxxx 84 85 PENGELUARAN PEMBIAYAAN 86 Pembentukan Dana Cadangan xxx xxx xx xxx 87 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xxx xxx xx xxx 88 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat xxx xxx xx xxx 89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank xxx xxx xx xxx 91 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank xxx xxx xx xxx 92 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi xxx xxx xx xxx 93 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya xxx xxx xx xxx 88 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara xxx xxx xx xxx 89 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xxx xxx xx xxx 90 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx xxx xx xxx 91 Jumlah Pengeluaran (86 s/d 90) xxx xxx xx xxx 92 PEMBIAYAAN NETO (83 - 91) xxxx xxxx xx xxxx 93 94 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (66 + 92) xxxx xxxx xx xxxx
  • 297. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.04 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (i) LAPORAN ARUS KAS
  • 298. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.04 PSAP 03 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-10 Tujuan -------------------------------------------------------------------------------------- 1- 2 Ruang Lingkup ---------------------------------------------------------------------------- 3-4 Manfaat Informasi Arus Kas ----------------------------------------------------------- 5-7 Definisi -------------------------------------------------------------------------------------- 8 Kas dan Setara Kas --------------------------------------------------------------------- 9-10 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS ----------------------------------------------- 11-13 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS----------------------------------------------- 14-31 Aktivitas Operasi ------------------------------------------------------------------------- 18-22 Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan ---------------------------------------------- 23-25 Aktivitas Pembiayaan ------------------------------------------------------------------- 26-28 Aktivitas Nonanggaran ------------------------------------------------------------------ 29-31 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI, INVESTASI ASET NONKEUANGAN, PEMBIAYAAN, DAN NONANGGARAN ----------------------------------------------------------------------- 32-34 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH ----------- 35 ARUS KAS MATA UANG ASING --------------------------------------------------- 36-38 BUNGA DAN BAGIAN LABA -------------------------------------------------------- 39-42 INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/DAERAH DAN KEMITRAAN ---------------------------------------------------------------------- 43-45 PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN NEGARA/ DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA --------------------------------------- 46-49 TRANSAKSI BUKAN KAS ----------------------------------------------------------- 50-51 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS ------------------------------------------- 52 PENGUNGKAPAN LAINNYA -------------------------------------------------------- 53-55 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 56 Lampiran : Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.A : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.B : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi Ilustrasi Lampiran II.04 PSAP 03.C : Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota
  • 299. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NO. 03 2 LAPORAN ARUS KAS 3 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 4 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 5 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 6 Akuntansi Pemerintahan. 7 PENDAHULUAN 8 Tujuan 9 1. Tujuan Pernyataan Standar laporan arus kas adalah mengatur 10 penyajian laporan arus kas yang memberikan informasi historis mengenai 11 perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan 12 mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset 13 nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran selama satu periode akuntansi. 14 2. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi 15 mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu 16 periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 17 Informasi ini disajikan untuk pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan. 18 Ruang Lingkup 19 3. Pemerintah pusat dan daerah menyusun laporan arus kas 20 sesuai dengan standar ini dan menyajikan laporan tersebut sebagai salah 21 satu komponen laporan keuangan pokok untuk setiap periode penyajian 22 laporan keuangan. 23 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk penyusunan laporan arus 24 kas pemerintah pusat dan daerah, satuan organisasi di lingkungan 25 pemerintah pusat dan daerah, atau organisasi lainnya jika menurut 26 peraturan perundang-undangan atau menurut standar, satuan organisasi 27 dimaksud wajib menyusun laporan arus kas, kecuali perusahaan 28 negara/daerah yang diatur tersendiri dalam Standar Akuntansi Keuangan 29 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 30 Manfaat Informasi Arus Kas 31 5. Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di 32 masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran 33 arus kas yang telah dibuat sebelumnya. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 1
  • 300. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 6. Laporan arus kas juga menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas 2 masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan. 3 7. Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus 4 kas memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam 5 mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan 6 dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas). 7 Definisi 8 8. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 9 Pernyataan Standar dengan pengertian : 10 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh 11 pemerintah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 12 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik 13 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 14 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 15 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 16 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 17 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 18 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 19 pembiayaan yang diukur dalam satuan uang yang disusun menurut 20 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 21 Apropriasi adalah anggaran yang disetujui DPR/DPRD yang merupakan 22 mandat yang diberikan kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota untuk 23 melakukan pengeluaran-pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. 24 Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada 25 Bendahara Umum Negara/Daerah. 26 Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang 27 ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode 28 akuntansi. 29 Aktivitas investasi aset nonkeuangan adalah aktivitas penerimaan dan 30 pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap 31 dan aset nonkeuangan lainnya. 32 Aktivitas pembiayaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar 33 kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang 34 mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi investasi jangka 35 panjang, piutang jangka panjang, dan utang pemerintah sehubungan 36 dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran. 37 Aktivitas nonanggaran adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas 38 yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, transfer, dan 39 pembiayaan pemerintah. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 2
  • 301. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum 2 Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun 3 anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali 4 oleh pemerintah. 5 Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan 6 yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam 7 satu tahun anggaran. 8 Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 9 antara aset dan kewajiban pemerintah. 10 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 11 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 12 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 13 keuangan. 14 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 15 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 16 pemerintah. 17 Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat 18 digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 19 Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh 20 Gubernur/Bupati/Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah 21 dan membayar seluruh pengeluaran daerah. 22 Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh 23 Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung 24 seluruh penerimaan negara dan seluruh pengeluaran negara. 25 Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai 26 komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama 27 dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 28 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 29 Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas. 30 Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam 31 menyajikan laporan keuangan. 32 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 33 berdasarkan harga perolehan. 34 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 35 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 36 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 37 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 38 sesudah perolehan awal investasi. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 3
  • 302. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan 2 anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi 3 instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum 4 Negara/Daerah guna membiayai pengeluaran-pengeluaran selama periode 5 otorisasi tersebut. 6 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 7 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 8 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 9 kembali oleh pemerintah. 10 Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum 11 Negara/Daerah. 12 Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara 13 Umum Negara/Daerah. 14 Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas 15 pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran. 16 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 17 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 18 Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap 19 dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang 20 signifikan. 21 Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode 22 pelaporan. 23 Transfer masuk adalah penerimaan uang dari suatu entitas pelaporan lain 24 termasuk penerimaan dari dana perimbangan dan dana bagi hasil. 25 Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan 26 kepada entitas pelaporan lainnya termasuk pengeluaran untuk dana 27 perimbangan dan dana bagi hasil. 28 Kas dan Setara Kas 29 9. Setara kas pemerintah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas 30 jangka pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara 31 kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam 32 jumlah yang dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan. 33 Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi dimaksud 34 mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal 35 perolehannya. 36 10. Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan 37 dalam laporan keuangan karena kegiatan tersebut merupakan bagian dari 38 manajemen kas dan bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi aset 39 nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 4
  • 303. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS 2 11. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari 3 satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan 4 perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban 5 berupa laporan keuangan yang terdiri dari: 6 (a) Pemerintah pusat; 7 (b) Pemerintah daerah; dan 8 (c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau 9 organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan 10 satuan organisasi dimaksud wajib membuat laporan arus kas. 11 12. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan 12 laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi 13 perbendaharaan 14 13. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah 15 unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum negara/daerah dan/atau 16 kuasa bendaharawan umum negara/daerah. 17 PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS 18 14. Laporan arus kas menyajikan informasi penerimaan dan 19 pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan 20 aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan 21 nonanggaran. 22 15. Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi aset 23 nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran memberikan informasi yang 24 memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas 25 tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah. Informasi tersebut juga 26 dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antar aktivitas operasi, investasi 27 aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. 28 16. Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari 29 beberapa aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari 30 pelunasan pokok utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan 31 diklasifikasikan ke dalam aktivitas pembiayaan sedangkan pembayaran bunga 32 utang akan diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi. 33 17. Contoh format laporan arus kas disajikan dalam Lampiran V.A-C 34 standar ini. Lampiran hanya merupakan ilustrasi untuk membantu pemahaman 35 dan bukan bagian dari standar. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 5
  • 304. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Aktivitas Operasi 2 18. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang 3 menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang 4 cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang 5 tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. 6 19. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: 7 (a) Penerimaan Perpajakan; 8 (b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); 9 (c) Penerimaan Hibah; 10 (d) Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi 11 Lainnya; dan 12 (e) Transfer masuk. 13 20. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk 14 pengeluaran: 15 (a) Belanja Pegawai; 16 (b) Belanja Barang; 17 (c) Bunga; 18 (d) Subsidi; 19 (e) Hibah; 20 (f) Bantuan Sosial; 21 (g) Belanja Lain-lain/Tak Terduga; dan 22 (h) Transfer keluar. 23 21. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang 24 sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka 25 perolehan dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai 26 aktivitas operasi. 27 22. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan 28 suatu entitas lain, yang peruntukannya belum jelas apakah sebagai modal 29 kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berjalan, 30 maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai aktivitas 31 operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan. 32 Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 33 23. Arus kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan mencerminkan 34 penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 6
  • 305. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung 2 pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang. 3 24. Arus masuk kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri 4 dari: 5 (a) Penjualan Aset Tetap; 6 (b) Penjualan Aset Lainnya. 7 25. Arus keluar kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri 8 dari: 9 (a) Perolehan Aset Tetap; 10 (b) Perolehan Aset Lainnya. 11 Aktivitas Pembiayaan 12 26. Arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan penerimaan 13 dan pengeluaran kas bruto sehubungan dengan pendanaan defisit atau 14 penggunaan surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak 15 lain terhadap arus kas pemerintah dan klaim pemerintah terhadap pihak lain di 16 masa yang akan datang. 17 27. Arus masuk kas dari aktivitas pembiayaan antara lain: 18 (a) Penerimaan Pinjaman; 19 (b) Penerimaan Hasil Penjualan Surat Utang Negara; 20 (c) Penerimaan dari Divestasi; 21 (d) Penerimaan Kembali Pinjaman; 22 (e) Pencairan Dana Cadangan. 23 28. Arus keluar kas dari aktivitas pembiayaan antara lain: 24 (a) Penyertaan Modal Pemerintah; 25 (b) Pembayaran Pokok Pinjaman; 26 (c) Pemberian Pinjaman Jangka Panjang; dan 27 (d) Pembentukan Dana Cadangan. 28 Aktivitas Nonanggaran 29 29. Arus kas dari aktivitas nonanggaran mencerminkan penerimaan 30 dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, 31 belanja dan pembiayaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas nonanggaran antara 32 lain Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. PFK menggambarkan 33 kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar 34 atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 7
  • 306. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum 2 negara/daerah. 3 30. Arus masuk kas dari aktivitas nonanggaran meliputi penerimaan 4 PFK dan kiriman uang masuk. 5 31. Arus keluar kas dari aktivitas nonanggaran meliputi pengeluaran 6 PFK dan kiriman uang keluar. 7 PELAPORAN ARUS KAS DARI AKTIVITAS 8 OPERASI, INVESTASI ASET NONKEUANGAN, 9 PEMBIAYAAN, DAN NONANGGARAN 10 32. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok 11 utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, 12 investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran kecuali yang 13 tersebut dalam paragraf 35. 14 33. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas 15 operasi dengan cara: 16 (a) Metode Langsung 17 Metode ini mengungkapkan pengelompokan utama penerimaan dan 18 pengeluaran kas bruto. 19 (b) Metode Tidak Langsung 20 Dalam metode ini, surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-21 transaksi operasional nonkas, penangguhan (deferral) atau pengakuan 22 (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang akan datang, 23 serta unsur pendapatan dan belanja dalam bentuk kas yang berkaitan 24 dengan aktivitas investasi aset nonkeuangan dan pembiayaan. 25 34. Entitas pelaporan pemerintah pusat/daerah sebaiknya 26 menggunakan metode langsung dalam melaporkan arus kas dari aktivitas 27 operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut: 28 (a) Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di 29 masa yang akan datang; 30 (b) Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan 31 (c) Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat 32 langsung diperoleh dari catatan akuntansi. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 8
  • 307. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS 2 BERSIH 3 35. Arus kas yang timbul dari aktivitas operasi dapat dilaporkan 4 atas dasar arus kas bersih dalam hal: 5 (a) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk kepentingan penerima 6 manfaat (beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan 7 aktivitas pihak lain daripada aktivitas pemerintah. Salah satu 8 contohnya adalah hasil kerjasama operasional. 9 (b) Penerimaan dan pengeluaran kas untuk transaksi-transaksi yang 10 perputarannya cepat, volume transaksi banyak, dan jangka waktunya 11 singkat. 12 ARUS KAS MATA UANG ASING 13 36. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus 14 dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan 15 mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs 16 pada tanggal transaksi. 17 37. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar 18 negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada 19 tanggal transaksi. 20 38. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat 21 perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas. 22 BUNGA DAN BAGIAN LABA 23 39. Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan 24 pengeluaran belanja untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan 25 pendapatan dari bagian laba perusahaan negara/daerah harus 26 diungkapkan secara terpisah. Setiap akun yang terkait dengan transaksi 27 tersebut harus diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi secara konsisten 28 dari tahun ke tahun. 29 40. Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam 30 arus kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari 31 pendapatan bunga pada periode akuntansi yang bersangkutan. 32 41. Jumlah pengeluaran belanja pembayaran bunga utang yang 33 dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk 34 pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 35 42. Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan 36 negara/daerah yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 9
  • 308. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan negara/daerah 2 dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 3 INVESTASI DALAM PERUSAHAAN NEGARA/ 4 DAERAH DAN KEMITRAAN 5 43. Pencatatan investasi pada perusahaan negara/ daerah dan 6 kemitraan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode 7 ekuitas dan metode biaya. 8 44. Investasi pemerintah dalam perusahaan negara/ daerah dan 9 kemitraan dicatat dengan menggunakan metode biaya, yaitu sebesar nilai 10 perolehannya. 11 45. Entitas melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang 12 dalam perusahaan negara/daerah dan kemitraan dalam arus kas aktivitas 13 pembiayaan. 14 PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN 15 NEGARA/DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA 16 46. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan 17 perusahaan negara/daerah dan unit operasional lainnya harus disajikan 18 secara terpisah dalam aktivitas pembiayaan. 19 47. Entitas mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan 20 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode. 21 Hal-hal yang diungkapkan adalah: 22 (a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan; 23 (b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan 24 kas dan setara kas; 25 (c) Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan negara/daerah dan unit 26 operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan 27 (d) Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh 28 perusahaan negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh 29 atau dilepas. 30 48. Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan negara/daerah dan 31 unit operasi lainnya sebagai suatu perkiraan tersendiri akan membantu untuk 32 membedakan arus kas tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi, 33 investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. Arus kas masuk 34 dari pelepasan tersebut tidak dikurangkan dengan perolehan investasi lainnya. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 10
  • 309. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 49. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan 2 negara/daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan 3 perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya 4 sebagai aset atau utang oleh perusahaan negara/daerah dan unit operasi 5 lainnya. 6 TRANSAKSI BUKAN KAS 7 50. Transaksi investasi dan pembiayaan yang tidak 8 mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak 9 dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan 10 dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 11 51. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas 12 konsisten dengan tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut 13 tidak mempengaruhi kas periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan 14 kas yang tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui 15 pertukaran atau hibah. 16 KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS 17 52. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara 18 kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di 19 Neraca. 20 PENGUNGKAPAN LAINNYA 21 53. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan 22 setara kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini 23 dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 24 54. Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi 25 pengguna laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas 26 pelaporan. 27 55. Jika apropriasi atau otorisasi kredit anggaran disusun dengan 28 basis kas, laporan arus kas dapat membantu pengguna dalam memahami 29 hubungan antar aktivitas pelaporan atau program dan informasi penganggaran 30 pemerintah. 31 TANGGAL EFEKTIF 32 56. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 33 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 34 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.04 PSAP 03 - 11
  • 310. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.A (Dalam Rupiah) 20X1 Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung 20X0 No. Uraian 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Pendapatan Pajak Penghasilan XXX XXX 4 Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah XXX XXX 5 Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan XXX XXX 6 Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan XXX XXX 7 Pendapatan Cukai XXX XXX 8 Pendapatan Bea Masuk XXX XXX 9 Pendapatan Pajak Ekspor XXX XXX 10 Pendapatan Pajak Lainnya XXX XXX 11 Pendapatan Sumber Daya Alam XXX XXX 12 Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba XXX XXX 13 Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya XXX XXX 14 Pendapatan Hibah XXX XXX 15 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 14) XXX XXX 16 Arus Keluar Kas 17 Belanja Pegawai XXX XXX 18 Belanja Barang XXX XXX 19 Bunga XXX XXX 20 Subsidi XXX XXX 21 Hibah XXX XXX 22 Bantuan Sosial XXX XXX 23 Belanja Lain-lain XXX XXX 24 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 25 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 26 Dana Alokasi Umum XXX XXX 27 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 28 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 29 Dana Penyesuaian XXX XXX 30 Jumlah Arus Keluar Kas (17 s/d 29) XXX XXX 31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (15 - 30) XXX XXX 32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 33 Arus Masuk Kas 34 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 35 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 36 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 37 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 38 Pendapatan Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 39 Pendapatan Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 40 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39) XXX XXX 41 Arus Keluar Kas 42 Belanja Tanah XXX XXX 43 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 44 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 46 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 47 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 48 Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47) XXX XXX 49 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48) XXX XXX
  • 311. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (Dalam Rupiah) 20X1 LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PUSAT Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung 20X0 No. Uraian 50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 51 Arus Masuk Kas 52 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 53 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 54 Penerimaan Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 55 Penerimaan dari Divestasi XXX XXX 56 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 57 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 58 Penerimaan Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 59 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Lembaga Internasional XXX XXX 60 Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 59) XXX XXX 61 Arus Keluar Kas 62 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Sektor Perbankan XXX XXX 63 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 64 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 65 Pengeluaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) XXX XXX 66 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 67 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 68 Pembayaran Pokok Pinjaman Luar Negeri XXX XXX 69 Pemberian Pinjaman kepada Lembaga Internasional XXX XXX 70 Jumlah Arus Keluar Kas (62 s/d 69) XXX XXX 71 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (60 - 70) XXX XXX 72 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 73 Arus Masuk Kas 74 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 75 Kiriman Uang Masuk XXX XXX 76 Jumlah Arus Masuk Kas (74 s/d 75) XXX XXX 77 Arus Keluar Kas 78 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 79 Kiriman Uang Keluar XXX XXX 80 Jumlah Arus Keluar Kas (78 s/d 79) XXX XXX 81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (76 - 80) XXX XXX 82 Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 71 + 81) XXX XXX 83 Saldo Awal Kas di BUN XXX XXX 84 Saldo Akhir Kas di BUN (82 + 83) XXX XXX 85 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 86 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 87 Saldo Akhir Kas (84 + 85 + 86) XXX XXX
  • 312. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.B Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Provinsi LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Pendapatan Pajak Daerah XXX XXX 4 Pendapatan Retribusi Daerah XXX XXX 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 6 Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 7 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 9 Dana Alokasi Umum XXX XXX 10 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 11 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 12 Dana Penyesuaian XXX XXX 13 Pendapatan Hibah XXX XXX 14 Pendapatan Dana Darurat XXX XXX 15 Pendapatan Lainnya XXX XXX 16 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 15) XXX XXX 17 Arus Keluar Kas 18 Belanja Pegawai XXX XXX 19 Belanja Barang XXX XXX 20 Bunga XXX XXX 21 Subsidi XXX XXX 22 Hibah XXX XXX 23 Bantuan Sosial XXX XXX 24 Belanja Tak Terduga XXX XXX 25 Bagi Hasil Pajak ke Kabupaten/Kota XXX XXX 26 Bagi Hasil Retribusi ke Kabupaten/Kota XXX XXX 27 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya ke Kabupaten/Kota XXX XXX 28 Jumlah Arus Keluar Kas (18 s/d 27) XXX XXX 29 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (16 - 28) XXX XXX 30 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 31 Arus Masuk Kas 32 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 33 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 34 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 35 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 36 Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap Lainnya XXX XXX 37 Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 38 Jumlah Arus Masuk Kas (32 s/d 37) XXX XXX 39 Arus Keluar Kas 40 Belanja Tanah XXX XXX 41 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 42 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 43 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 44 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 45 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 46 Jumlah Arus Keluar Kas (40 s/d 45) XXX XXX 47 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (38 - 46) XXX XXX
  • 313. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH PROVINSI Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 48 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 49 Arus Masuk Kas 50 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 51 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 52 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 53 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 54 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 55 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 56 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 57 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 58 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 59 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 60 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 61 Jumlah Arus Masuk Kas (50 s/d 60) XXX XXX 62 Arus Keluar Kas 63 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 64 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 65 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 66 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 71 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 72 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 73 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 74 Jumlah Arus Keluar Kas (63 s/d 73) XXX XXX 75 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (61 - 74) XXX XXX 76 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 77 Arus Masuk Kas 78 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 79 Jumlah Arus Masuk Kas (78 s/d 78) XXX XXX 80 Arus Keluar Kas 81 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 82 Jumlah Arus Keluar Kas (81 s/d 81) XXX XXX 83 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (79 - 82) XXX XXX 84 Kenaikan/Penurunan Kas (29 + 47 + 75 + 83) XXX XXX 85 Saldo Awal Kas di BUD XXX XXX 86 Saldo Akhir Kas di BUD (84 + 85) XXX XXX 87 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 88 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 89 Saldo Akhir Kas (86 + 87 + 88) XXX XXX
  • 314. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 ILUSTRASI PSAP 03.C Contoh Format Laporan Arus Kas Pemerintah Kabupaten/Kota LAPORAN ARUS KAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) No. Uraian 20X1 20X0 1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi 2 Arus Masuk Kas 3 Pendapatan Pajak Daerah XXX XXX 4 Pendapatan Retribusi Daerah XXX XXX 5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 6 Lain-lain PAD yang sah XXX XXX 7 Dana Bagi Hasil Pajak XXX XXX 8 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam XXX XXX 9 Dana Alokasi Umum XXX XXX 10 Dana Alokasi Khusus XXX XXX 11 Dana Otonomi Khusus XXX XXX 12 Dana Penyesuaian XXX XXX 13 Pendapatan Bagi Hasil Pajak XXX XXX 14 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya XXX XXX 15 Pendapatan Hibah XXX XXX 16 Pendapatan Dana Darurat XXX XXX 17 Pendapatan Lainnya XXX XXX 18 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 17) XXX XXX 19 Arus Keluar Kas 20 Belanja Pegawai XXX XXX 21 Belanja Barang XXX XXX 22 Bunga XXX XXX 23 Subsidi XXX XXX 24 Hibah XXX XXX 25 Bantuan Sosial XXX XXX 26 Belanja Tak Terduga XXX XXX 27 Bagi Hasil Pajak XXX XXX 28 Bagi Hasil Retribusi XXX XXX 29 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya XXX XXX 30 Jumlah Arus Keluar Kas (20 s/d 29) XXX XXX 31 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (18 - 30) XXX XXX 32 Arus Kas dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 33 Arus Masuk Kas 34 Pendapatan Penjualan atas Tanah XXX XXX 35 Pendapatan Penjualan atas Peralatan dan Mesin XXX XXX 36 Pendapatan Penjualan atas Gedung dan Bangunan XXX XXX 37 Pendapatan Penjualan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 38 Pendapatan dari Penjualan Aset Tetap XXX XXX 39 Pendapatan dari Penjualan Aset Lainnya XXX XXX 40 Jumlah Arus Masuk Kas (34 s/d 39) XXX XXX 41 Arus Keluar Kas 42 Belanja Tanah XXX XXX 43 Belanja Peralatan dan Mesin XXX XXX 44 Belanja Gedung dan Bangunan XXX XXX 45 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan XXX XXX 46 Belanja Aset Tetap Lainnya XXX XXX 47 Belanja Aset Lainnya XXX XXX 48 Jumlah Arus Keluar Kas (42 s/d 47) XXX XXX 49 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan (40 - 48) XXX XXX
  • 315. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) LAPORAN ARUS KAS No. Uraian 20X1 20X0 50 Arus Kas dari Aktivitas Pembiayaan 51 Arus Masuk Kas 52 Pencairan Dana Cadangan XXX XXX 53 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan XXX XXX 54 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 55 Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 56 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 57 Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 58 Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 59 Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 60 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 61 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 62 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 63 Jumlah Arus Masuk Kas (52 s/d 62) XXX XXX 64 Arus Keluar Kas 65 Pembentukan Dana Cadangan XXX XXX 66 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah XXX XXX 67 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat XXX XXX 68 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 69 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank XXX XXX 70 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank XXX XXX 71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Obligasi XXX XXX 72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri - Lainnya XXX XXX 73 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara XXX XXX 74 Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah XXX XXX 75 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya XXX XXX 76 Jumlah Arus Keluar Kas (65 s/d 75) XXX XXX 77 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (64 - 76) XXX XXX 78 Arus Kas dari Aktivitas Nonanggaran 79 Arus Masuk Kas 80 Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 81 Jumlah Arus Masuk Kas (80 s/d 80) XXX XXX 82 Arus Keluar Kas 83 Pengeluaran Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) XXX XXX 84 Jumlah Arus Keluar Kas (83 s/d 83) XXX XXX 85 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Nonanggaran (81 - 84) XXX XXX 86 Kenaikan/Penurunan Kas (31 + 49 + 77 + 85) XXX XXX 87 Saldo Awal Kas di BUD XXX XXX 88 Saldo Akhir Kas di BUD (86 + 87) XXX XXX 89 Saldo Akhir Kas di Bendahara Pengeluaran XXX XXX 90 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan XXX XXX 91 Saldo Akhir Kas (88 + 89 + 90) XXX XXX
  • 316. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.05 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (i)
  • 317. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.05 PSAP 04 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-5 TUJUAN --------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP -------------------------------------------------------------- 2 - 5 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 6 KETENTUAN UMUM ------------------------------------------------------------------- 7- 10 STRUKTUR DAN ISI ------------------------------------------------------------------- 11- 65 PENYAJIAN INFORMASI TENTANG KEBIJAKAN FISKAL/ KEUANGAN, EKONOMI MAKRO, PENCAPAIAN TARGET UNDANG-UNDANG APBN/PERATURAN DAERAH APBD, BERIKUT KENDALA DAN HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENCAPAIAN TARGET ------------------------------------------- 16-24 PENYAJIAN IKHTISAR PENCAPAIAN KINERJA KEUANGAN SELAMA TAHUN PELAPORAN -------------------------------------------- 25-33 DASAR PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN DAN PENGUNGKAPAN KEBIJAKAN AKUNTANSI KEUANGAN --------- 34-54 ASUMSI DASAR AKUNTANSI --------------------------------------- 35-39 PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------ 40-42 KEBIJAKAN AKUNTANSI ---------------------------------------------- 43-44 ISI KEBIJAKAN AKUNTANSI ----------------------------------------- 45-54 PENGUNGKAPAN INFORMASI YANG DIHARUSKAN OLEH PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN YANG BELUM DISAJIKAN DALAM LEMBAR MUKA LAPORAN KEUANGAN ------------------------------------------------------- 55-57 PENGUNGKAPAN INFORMASI UNTUK POS-POS ASET DAN KEWAJIBAN YANG TIMBUL SEHUBUNGAN DENGAN PENERAPAN BASIS AKRUAL ATAS PENDAPATAN DAN BELANJA DAN REKONSILIASINYA DENGAN PENERAPAN BASIS KAS ---------------------------------------------------- 58-61 PENGUNGKAPAN-PENGUNGKAPAN LAINNYA ---------------------- 62-65 SUSUNAN --------------------------------------------------------------------------------- 66 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 67
  • 318. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 04 3 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 1 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini mengatur penyajian dan 11 pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 12 Ruang Lingkup 13 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan pada: 14 (a) Laporan Keuangan untuk tujuan umum oleh entitas pelaporan; 15 (b) Laporan Keuangan yang diharapkan menjadi Laporan Keuangan 16 untuk tujuan umum oleh entitas yang bukan merupakan entitas 17 pelaporan. 18 3. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang 19 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi akuntansi 20 keuangan yang lazim. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, 21 legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan 22 dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah. Laporan 23 keuangan meliputi laporan keuangan yang disajikan terpisah atau bagian dari 24 laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan 25 tahunan. 26 4. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 27 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 28 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 29 5. Suatu entitas yang bukan merupakan entitas pelaporan dapat 30 menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum. Bila hal ini diinginkan, maka 31 standar ini harus diterapkan oleh entitas tersebut walaupun tidak memenuhi 32 kriteria suatu entitas pelaporan sesuai dengan peraturan dan/atau standar 33 akuntansi yang mengatur mengenai entitas pelaporan pemerintah.
  • 319. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 4 Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan 5 pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan 6 pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut 7 klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. 8 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) adalah rencana 9 keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan 10 Perwakilan Rakyat Daerah. 11 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana 12 keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan 13 Perwakilan Rakyat. 14 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 15 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 16 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 17 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 18 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 19 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 20 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 21 Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi 22 dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa 23 memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 24 Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan 25 peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. 26 Belanja adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah 27 yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran 28 bersangkutan yang tidak akan diperoleh kembali pembayarannya oleh 29 pemerintah. 30 Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih 31 antara aset dan kewajiban pemerintah. 32 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 33 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 34 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 35 keuangan. 36 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-37 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 38 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 2
  • 320. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 2 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 3 pemerintah. 4 Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji 5 suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna 6 yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada 7 hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari 8 keadaan khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. 9 Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar 10 kembali, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun 11 anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang 12 dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup 13 defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 14 Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah 15 yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang 16 bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar 17 kembali oleh pemerintah. 18 19 KETENTUAN UMUM 20 7. Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan 21 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari 22 laporan keuangan untuk tujuan umum. 23 8. Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan 24 keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk 25 pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Oleh karena itu, 26 Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai 27 potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Untuk menghindari 28 kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan 29 Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami 30 Laporan Keuangan. 31 9. Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari 32 pembaca laporan keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran 33 mempunyai potensi kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi 34 akrual. Pembaca yang terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial 35 cenderung melihat laporan keuangan pemerintah seperti laporan keuangan 36 perusahaan. Untuk itu, diperlukan pembahasan umum dan referensi ke pos-pos 37 laporan keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan keuangan. 38 10. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi 39 yang diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari 40 kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 3
  • 321. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STRUKTUR DAN ISI 2 11. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara 3 sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan 4 Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi 5 terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 6 12. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar 7 terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi 8 Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas 9 Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan 10 oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-11 pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan 12 keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. 13 13. Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi 14 tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka 15 pengungkapan yang memadai, antara lain: 16 (a) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi 17 makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut 18 kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 19 (b) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun 20 pelaporan; 21 (c) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan 22 dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas 23 transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya; 24 (d) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 25 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 26 laporan keuangan; 27 (e) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang 28 timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan 29 dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas; 30 (f) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian 31 yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan 32 keuangan. 33 34 14. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan 35 mengikuti standar berlaku yang mengatur tentang pengungkapan untuk pos-pos 36 yang berhubungan. Misalnya, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 37 tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan kebijakan akuntansi yang 38 digunakan dalam pengukuran persediaan. 39 15. Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada 40 Catatan atas Laporan Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik, LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 4
  • 322. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara 2 ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas pelaporan. 3 Penyajian Informasi tentang Kebijakan Fiskal/ Keuangan, 4 Ekonomi Makro, Pencapaian Target Undang-Undang 5 APBN/Peraturan Daerah APBD, Berikut Kendala dan 6 Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target 7 16. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu 8 pembacanya untuk dapat memahami kondisi dan posisi keuangan entitas 9 pelaporan secara keseluruhan. 10 17. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas 11 Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang dapat menjawab 12 pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana perkembangan posisi dan kondisi 13 keuangan/fiskal entitas pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai. 14 18. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas 15 pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting posisi 16 dan kondisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan dengan periode 17 sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana lainnya 18 sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk dalam penjelasan perbedaan 19 adalah perbedaan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan 20 anggaran dibandingkan dengan realisasinya. 21 19. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas 22 Laporan Keuangan adalah kebijakan-kebijakan pemerintah dalam peningkatan 23 pendapatan, efisiensi belanja dan penentuan sumber atau penggunaan 24 pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana strategis dalam kebijakan 25 penyusunan APBN/APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan 26 intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan, pengembangan pasar surat utang negara. 27 20. Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam Catatan 28 atas Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang 29 digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator 30 ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik 31 Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak, 32 tingkat suku bunga dan neraca pembayaran. 33 21. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan 34 perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan 35 dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan 36 dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta 37 masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan 38 untuk diketahui pembaca laporan keuangan. 39 22. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi 40 tertentu, entitas pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 5
  • 323. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 persetujuan DPR/DPRD. Agar pembaca laporan keuangan dapat mengikuti 2 kondisi dan perkembangan anggaran, penjelasan atas perubahan-perubahan 3 yang ada, yang disahkan oleh DPR/DPRD, dibandingkan dengan anggaran 4 pertama kali disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi 5 anggaran dan keuangan entitas pelaporan. 6 23. Dalam kondisi tertentu, entitas pelaporan belum dapat mencapai 7 target yang telah ditetapkan, misalnya jumlah unit pembangunan bangunan 8 sekolah dasar. Penjelasan mengenai hambatan dan kendala yang ada, misalnya 9 kurangnya ketersediaan lahan, perlu dijelaskan dalam Catatan atas Laporan 10 Keuangan. 11 24. Untuk membantu pembaca laporan keuangan, manajemen entitas 12 pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya 13 yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang 14 memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang. 15 Penyajian Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan Selama 16 Tahun Pelaporan 17 25. Kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi 18 Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan 19 operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan. 20 26. Kebutuhan pengguna laporan keuangan pemerintah berbeda 21 dengan pengguna laporan keuangan nonpemerintah. Kebutuhan pengguna 22 laporan keuangan pemerintah tidak hanya melihat entitas pelaporan dari sisi 23 perubahan aset bersih saja, namun lebih dari itu, pengguna laporan keuangan 24 pemerintah sangat tertarik dengan kinerja pemerintah bila dibandingkan dengan 25 target yang telah ditetapkan. 26 27. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan dijelaskan 27 secara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan 28 pencapaian kinerja dapat diketahui berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas 29 suatu program. Efisiensi dapat diukur dengan membandingkan keluaran (output) 30 dengan masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan 31 hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan. 32 28. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan 33 dengan tujuan dan sasaran dari rencana strategis pemerintah dan indikator 34 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ikhtisar 35 pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan 36 harus: 37 (a) Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk 38 mencapai tujuan; 39 (b) Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja 40 keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 6
  • 324. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh 2 manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan 3 bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan 4 andal; 5 29. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus: 6 (a) Meliputi baik hasil yang positif maupun negatif; 7 (b) Menyajikan data historis yang relevan; 8 (c) Membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan dan rencana yang 9 telah ditetapkan; 10 (d) Menyajikan informasi penjelasan lainnya yang diyakini oleh 11 manajemen akan dibutuhkan oleh pembaca laporan keuangan untuk 12 dapat memahami indikator, hasil, dan perbedaan yang ada dengan 13 tujuan atau rencana. 14 30. Untuk lebih meningkatkan kegunaan informasi, penjelasan entitas 15 pelaporan harus juga meliputi penjelasan mengenai apa yang semestinya 16 dilakukan dan rencana untuk meningkatkan kinerja program. 17 31. Keterbatasan dan kesulitan yang penting sehubungan dengan 18 pengukuran dan pelaporan kinerja keuangan harus diungkapkan sesuai dengan 19 relevansinya atas indikator kinerja yang diuraikan pada Catatan atas Laporan 20 Keuangan. Keterbatasan yang relevan akan beragam dari satu program ke 21 program lainnya, namun biasanya faktor yang dibahas termasuk, antara lain: 22 (a) Kinerja biasanya tidak dapat diungkapkan secara utuh dengan hanya 23 menggunakan satu indikator saja; 24 (b) Indikator kinerja tidak dapat memperlihatkan alasan mengapa kinerja 25 berada pada tingkat yang dilaporkan; dan 26 (c) Melihat indikator kuantitatif secara eksklusif sering kali menghasilkan 27 konsekuensi yang tidak diinginkan. 28 32. Oleh karena itu, indikator kinerja harus dilengkapi dengan 29 informasi penjelasan yang sesuai. Informasi penjelasan ini akan membantu 30 pengguna memahami indikator yang dilaporkan, mendapat gambaran mengenai 31 kinerja keuangan entitas pelaporan, dan mengevaluasi pentingnya faktor yang 32 mendasari yang mungkin mempengaruhi kinerja keuangan yang dilaporkan. 33 33. Informasi penjelasan mungkin termasuk, sebagai contoh, 34 informasi mengenai faktor yang substansial yang berada di luar kendali entitas, 35 dan informasi mengenai faktor-faktor yang membuat entitas mempunyai 36 pengaruh penting. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 7
  • 325. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan 2 Kebijakan Akuntansi Keuangan 3 34. Dalam menyajikan Catatan atas Laporan Keuangan, entitas 4 pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan 5 kebijakan akuntansi. 6 Asumsi Dasar Akuntansi 7 35. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu 8 mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan 9 secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau 10 konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan. 11 36. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, 12 asumsi dasar dalam pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah 13 anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar 14 standar akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: 15 (a) Asumsi kemandirian entitas; 16 (b) Asumsi kesinambungan entitas; dan 17 (c) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement). 18 37. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi 19 dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan 20 laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi 21 pemerintah dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi 22 ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan 23 melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab 24 atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan 25 yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan 26 sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, 27 serta terlaksana tidaknya program yang telah ditetapkan. 28 38. Laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas 29 pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah 30 diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam 31 jangka pendek. 32 39. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap 33 kegiatan yang diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan 34 agar memungkinkan dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 35 Pengguna Laporan Keuangan 36 40. Laporan keuangan mengandung informasi bagi pemakai yang 37 berbeda-beda, seperti anggota legislatif, kreditor dan karyawan. Pemakai penting 38 lain meliputi pemasok, pelanggan, organisasi perdagangan, analis keuangan, LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 8
  • 326. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 calon investor, penjamin, ahli statistik, ahli ekonomi, dan pihak yang berwenang 2 membuat peraturan. 3 41. Terkait pada paragraf 34 di atas, para pemakai laporan keuangan 4 membutuhkan keterangan kebijakan akuntansi terpilih sebagai bagian dari 5 informasi yang dibutuhkan, untuk membuat penilaian, dan keputusan keuangan 6 dan keperluan lain. Mereka tidak dapat membuat penilaian secara andal jika 7 laporan keuangan tidak mengungkapkan dengan jelas kebijakan akuntansi 8 terpilih yang penting dalam penyusunan laporan keuangan. 9 42. Pengungkapan kebijakan akuntansi dalam laporan keuangan 10 dimaksudkan agar laporan keuangan tersebut dapat dimengerti. Pengungkapan 11 kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan 12 keuangan yang sangat membantu pemakai laporan keuangan, karena kadang-13 kadang perlakuan yang tidak tepat atau salah digunakan untuk suatu komponen 14 laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, atau laporan lainnya 15 terbias dari pengungkapan kebijakan terpilih. 16 Kebijakan Akuntansi 17 43. Pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu 18 disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan. Sasaran pilihan kebijakan 19 yang paling tepat akan menggambarkan realitas ekonomi entitas pelaporan 20 secara tepat dalam bentuk keadaan keuangan dan kegiatan. 21 44. Tiga pertimbangan pemilihan untuk penerapan kebijakan 22 akuntansi yang paling tepat dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen: 23 (a) Pertimbangan Sehat 24 Ketidakpastian melingkupi banyak transaksi. Hal tersebut seharusnya 25 diakui dalam penyusunan laporan keuangan. Sikap hati-hati tidak 26 membenarkan penciptaan cadangan rahasia atau disembunyikan. 27 (b) Substansi Mengungguli Bentuk Formal 28 Transaksi dan kejadian lain harus dipertanggungjawabkan dan disajikan 29 sesuai dengan hakekat transaksi dan realita kejadian, tidak semata-mata 30 mengacu bentuk hukum transaksi atau kejadian. 31 (c) Materialitas 32 Laporan keuangan harus mengungkapkan semua komponen yang cukup 33 material yang mempengaruhi evaluasi atau keputusan-keputusan. 34 Isi Kebijakan Akuntansi 35 45. Pengungkapan kebijakan akuntansi harus 36 mengidentifikasikan dan menjelaskan prinsip-prinsip akuntansi yang 37 digunakan oleh entitas pelaporan dan metode-metode penerapannya yang 38 secara material mempengaruhi penyajian Laporan Realisasi Anggaran, LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 9
  • 327. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Neraca, dan Laporan Arus Kas. Pengungkapan juga harus meliputi 2 pertimbangan-pertimbangan penting yang diambil dalam memilih prinsip-3 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 10 prinsip yang sesuai. 4 46. Secara umum, kebijakan akuntansi pada Catatan atas 5 Laporan Keuangan menjelaskan hal-hal berikut ini: 6 (a) Entitas pelaporan; 7 (b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 8 (c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 9 keuangan; 10 (d) sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan 11 dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Pernyataan Standar 12 Akuntansi Pemerintahan diterapkan oleh suatu entitas pelaporan; 13 (e) setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 14 laporan keuangan. 15 47. Pengungkapan entitas pelaporan yang membentuk suatu laporan 16 keuangan untuk tujuan umum akan sangat membantu pembaca laporan untuk 17 dapat memahami informasi keuangan yang disajikan pada laporan keuangan. 18 Pembaca laporan akan mempunyai kerangka dalam menganalisis informasi yang 19 ada. Ketiadaan informasi mengenai entitas pelaporan dan komponennya 20 mempunyai potensi kesalahpahaman pembaca dalam mengidentifikasi 21 permasalahan yang ada. 22 48. Walaupun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan 23 telah menyarankan penggunaan basis akuntansi tertentu untuk 24 penyusunan laporan keuangan pemerintah, pernyataan penggunaan basis 25 akuntansi yang mendasari laporan keuangan pemerintah semestinya 26 diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Pernyataan tersebut 27 juga termasuk pernyataan kesesuaiannya dengan Kerangka Konseptual 28 Akuntansi Pemerintahan. Hal ini akan memudahkan pembaca laporan tanpa 29 harus melihat kembali basis akuntansi yang tertera pada Kerangka 30 Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 31 49. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis–basis 32 pengukuran yang digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan 33 keuangan. Apabila lebih dari satu basis pengukuran digunakan dalam 34 penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup 35 memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan 36 basis pengukuran tersebut. 37 50. Dalam menentukan perlu tidaknya suatu kebijakan akuntansi 38 diungkapkan, manajemen harus mempertimbangkan manfaat pengungkapan 39 tersebut dalam membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang 40 tercermin dalam laporan keuangan. Pertimbangan dalam paragraf 44 dapat 41 dijadikan pedoman dalam mempertimbangkan kebijakan akuntasi yang perlu
  • 328. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diungkapkan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang perlu dipertimbangkan untuk 2 disajikan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut: 3 (a) Pengakuan pendapatan; 4 (b) Pengakuan belanja; 5 (c) Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian; 6 (d) investasi; 7 (e) Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak 8 berwujud; 9 (f) Kontrak-kontrak konstruksi; 10 (g) Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; 11 (h) Kemitraan dengan pihak ketiga; 12 (i) Biaya penelitian dan pengembangan; 13 (j) Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; 14 (k) Pembentukan dana cadangan; 15 (l) Pembentukan dana kesejahteraan pegawai; 16 (m) Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai. 17 51. Setiap entitas perlu mempertimbangkan jenis kegiatan-kegiatan 18 dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 19 Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan 20 pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib, 21 penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs. 22 52. Kebijakan akuntansi dapat menjadi signifikan walaupun nilai 23 pos-pos yang disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak 24 material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang 25 dipilih dan diterapkan yang tidak diatur dalam Pernyataan Standar ini. 26 53. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka-27 angka dengan periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi 28 berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara 29 kuantitatif harus diungkapkan. 30 54. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai 31 pengaruh material dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika 32 berpengaruh secara material terhadap tahun-tahun yang akan datang. 33 Pengungkapan Informasi yang diharuskan oleh 34 pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang 35 belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan 36 55. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi 37 yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi 38 Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 11
  • 329. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban 2 kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam 3 Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain 4 yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan. 5 56. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang 6 digunakan, beberapa transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai 7 dampak penting bagi entitas pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka 8 laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi. Untuk dapat memberikan 9 gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu diingatkan kemungkinan 10 akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan 11 entitas pelaporan pada periode yang akan datang. 12 57. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan 13 harus menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian 14 persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti 15 yang telah ditampilkan pada lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa 16 kasus, pengungkapan kebijakan akuntansi, untuk dapat meningkatkan 17 pemahaman pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain 18 di laporan keuangan. 19 Pengungkapan Informasi untuk Pos-pos aset dan 20 kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan 21 basis akrual atas pendapatan dan belanja dan 22 rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas 23 58. Entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan berbasis 24 akrual atas pendapatan dan belanja harus mengungkapkan pos-pos aset 25 dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual 26 dan menyajikan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas. 27 59. Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan pada paragraf 26 28 dan 76 memungkinkan entitas pelaporan menyusun laporan keuangannya 29 dengan basis akrual untuk pendapatan dan belanja. Entitas pelaporan tersebut 30 harus menyediakan informasi tambahan termasuk rincian mengenai output 31 entitas dan outcome dalam bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja 32 keuangan, tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja 33 keuangan entitas selama periode pelaporan. Hal ini dimaksudkan agar pembaca 34 laporan dapat memahami pos-pos aset dan kewajiban yang timbul dikarenakan 35 penerapan basis akrual pada pos-pos pendapatan dan belanja, seperti 36 pendapatan yang diterima di muka, biaya dibayar di muka, dan biaya 37 penyusutan/depresiasi. Pos-pos aset dan kewajiban tersebut merupakan akibat 38 dari penerapan basis akrual atas pos-pos pendapatan dan belanja. 39 60. Tujuan dari rekonsiliasi adalah untuk menyajikan hubungan antara 40 Laporan Kinerja Keuangan dengan Laporan Realisasi Anggaran. Laporan LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 12
  • 330. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 rekonsiliasi dimulai dari penambahan/penurunan ekuitas yang berasal dari 2 Laporan Kinerja Keuangan yang disusun berdasarkan basis akrual. Nilai tersebut 3 selanjutnya disesuaikan dengan transaksi penambahan dan pengurangan aset 4 bersih dikarenakan penggunaan basis akrual yang kemudian menghasilkan nilai 5 yang sama dengan nilai akhir pada Laporan Realisasi Anggaran. 6 61. Untuk memudahkan pengguna daftar rekonsiliasi dan penjelasan 7 atas kondisi yang ada pada paragraf 59 dan 60, harus disajikan sebagai bagian 8 dari Catatan atas Laporan Keuangan. 9 Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 10 62. Catatan atas Laporan Keuangan juga harus mengungkapkan 11 informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca 12 laporan. 13 63. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila 14 belum diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu: 15 (a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas 16 tersebut berada; 17 (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; 18 (c) ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan 19 operasionalnya. 20 64. Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian-21 LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 13 kejadian penting selama tahun pelaporan, seperti: 22 (a) Penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan; 23 (b) Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen 24 baru; 25 (c) Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; dan 26 (d) Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan. 27 (e) Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan 28 yang harus ditanggulangi pemerintah. 29 65. Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap standar berlaku 30 sebagai pelengkap standar ini. 31 SUSUNAN 32 66. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan 33 membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas 34 Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut: 35 (a) Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang- 36 Undang APBN/Perda APBD; 37 (b) Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan;
  • 331. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Kebijakan akuntansi yang penting: 2 i. Entitas pelaporan; 3 ii. Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan; 4 iii. Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan 5 keuangan; 6 iv. Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan 7 ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan 8 oleh suatu entitas pelaporan; 9 v. setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami 10 laporan keuangan. 11 (d) Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: 12 i. Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan; 13 ii. Pengungkapan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar 14 Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka 15 Laporan Keuangan. 16 (e) Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan 17 dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan 18 rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas pelaporan yang 19 menggunakan basis akrual; 20 (f) Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum 21 daerah. 22 TANGGAL EFEKTIF 23 67. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 24 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 25 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.05 PSAP 04 - 14
  • 332. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.06 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 05 AKUNTANSI PERSEDIAAN LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (i)
  • 333. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4 Tujuan -------------------------------------------------------------------------------- 1 Ruang Lingkup --------------------------------------------------------------------- 2-4 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-13 PENGAKUAN ---------------------------------------------------------------------------- 14-17 PENGUKURAN -------------------------------------------------------------------------- 18-24 PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------- 25 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 26
  • 334. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 05 3 AKUNTANSI PERSEDIAAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf 5 standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang 6 ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 7 PENDAHULUAN 8 Tujuan 9 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 10 akuntansi untuk persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan 11 dalam laporan keuangan. 12 Ruang Lingkup 13 2. Pernyataan Standar ini diterapkan dalam penyajian seluruh 14 persediaan dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan 15 disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, 16 transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, 17 kewajiban, dan ekuitas. Standar ini diterapkan untuk seluruh entitas 18 pemerintah pusat dan daerah tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 19 3. Perusahaan negara/daerah dipersyaratkan tunduk pada Standar 20 Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. 21 4. Standar ini mengatur perlakuan akuntansi persediaan pemerintah 22 pusat dan daerah yang meliputi : 23 (a) Definisi, 24 (b) Pengakuan 25 (c) Pengukuran, dan 26 (d) Pengungkapan. 27 DEFINISI 28 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 29 Standar dengan pengertian: LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 1
  • 335. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 2 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 3 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh 4 pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, 5 termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa 6 bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena 7 alasan sejarah dan budaya. 8 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak 9 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 10 Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang 11 dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-12 barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka 13 pelayanan kepada masyarakat. 14 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 15 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 16 UMUM 17 6. Persediaan merupakan aset yang berwujud: 18 Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka 19 kegiatan operasional pemerintah; 20 Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses 21 produksi; 22 Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau 23 diserahkan kepada masyarakat. 24 Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 25 dalam rangka kegiatan pemerintahan; 26 7. Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan 27 disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, 28 barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas 29 pakai seperti komponen bekas. 30 8. Dalam hal pemerintah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi 31 barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-32 LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 2 alat pertanian. 33 9. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai 34 persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi. 35 10. Persediaan dapat meliputi: 36 Barang konsumsi;
  • 336. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Amunisi; 2 Bahan untuk pemeliharaan; 3 Suku cadang; 4 Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga; 5 Pita cukai dan leges; 6 Bahan baku ; 7 Barang dalam proses/setengah jadi; 8 Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. 9 Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 10 11. Dalam hal pemerintah menyimpan barang untuk tujuan cadangan 11 strategis seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga 12 seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai 13 persediaan. 14 12. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat 15 antara lain berupa sapi, kuda, ikan, benih padi, dan bibit tanaman. 16 13. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam 17 neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 18 PENGAKUAN 19 14. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa 20 depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur 21 dengan andal. 22 15. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya 23 dan/ atau kepenguasaannya berpindah. 24 16. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil 25 inventarisasi fisik. 26 17. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek 27 swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam 28 pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan. 29 PENGUKURAN 30 18. Persediaan disajikan sebesar: 31 (a) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; 32 (b) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri; LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 3
  • 337. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti 2 donasi/rampasan; 3 19. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya 4 pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat 5 dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang 6 serupa mengurangi biaya perolehan. 7 20. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan 8 yang terakhir diperoleh. 9 21. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan 10 untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir. 11 22. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan 12 persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara 13 sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan 14 rencana kerja dan anggaran. 15 23. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai 16 dengan menggunakan nilai wajar. 17 24. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian 18 kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi 19 wajar. 20 PENGUNGKAPAN 21 25. Laporan keuangan mengungkapkan: 22 (a) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; 23 (b) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan 24 yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau 25 perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang 26 disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan 27 barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk 28 dijual atau diserahkan kepada masyarakat ; 29 (c) Kondisi persediaan; 30 TANGGAL EFEKTIF 31 26. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 32 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan 33 anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.06 PSAP 05 - 4
  • 338. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.07 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 06 LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (i) AKUNTANSI INVESTASI
  • 339. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1 - 5 Tujuan ----------------------------------------------------------------------------------- 1 Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------------------- 2 - 5 DEFINISI ---------------------------------------------------------------------------------- 6 BENTUK INVESTASI ----------------------------------------------------------------- 7 - 8 KLASIFIKASI INVESTASI ----------------------------------------------------------- 9 -19 PENGAKUAN INVESTASI ------------------------------------------------------------ 20 - 23 PENGUKURAN INVESTASI ---------------------------------------------------------- 24 - 32 METODE PENILAIAN INVESTASI ------------------------------------------------- 33 - 35 PENGAKUAN HASIL INVESTASI -------------------------------------------------- 36 - 37 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI -------------------------------- 38- 41 PENGUNGKAPAN ---------------------------------------------------------------------- 42 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 43
  • 340. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 2 NO. 06 3 AKUNTANSI INVESTASI 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur perlakuan 11 akuntansi untuk investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang 12 harus disajikan dalam laporan keuangan. 13 Ruang Lingkup 14 2. Pernyataan Standar ini harus diterapkan dalam penyajian 15 seluruh investasi pemerintah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum 16 yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos 17 pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk 18 pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas sesuai dengan Standar 19 Akuntansi Pemerintahan. 20 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 21 menyusun laporan keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan 22 keuangan konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah. 23 4. Pernyataan Standar ini mengatur perlakuan akuntansi 24 investasi pemerintah pusat dan daerah baik investasi jangka pendek 25 maupun investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan, 26 klasifikasi, pengukuran dan metode penilaian investasi, serta 27 pengungkapannya pada laporan keuangan. 28 5. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 29 (a) Investasi dalam perusahaan asosiasi; 30 (b) Kerjasama operasi; dan 31 (c) Investasi dalam properti. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 1
  • 341. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 6. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 3 Standar dengan pengertian: 4 Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor 5 dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya 6 legal dan pungutan lainnya dari pasar modal. 7 Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat 8 ekonomik seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga 9 dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan 10 kepada masyarakat. 11 Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan 12 dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. 13 Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki 14 lebih dari 12 (dua belas) bulan. 15 Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak 16 termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara 17 tidak berkelanjutan. 18 Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan 19 untuk dimiliki secara berkelanjutan. 20 Manfaat sosial yang dimaksud dalam standar ini adalah manfaat yang tidak 21 dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada 22 peningkatan pelayanan pemerintah pada masyarakat luas maupun 23 golongan masyarakat tertentu. 24 Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi 25 berdasarkan harga perolehan. 26 Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai 27 investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut 28 kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan 29 bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi 30 sesudah perolehan awal investasi. 31 Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang 32 dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu 33 untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya. 34 Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai 35 yang tertera dalam lembar saham dan obligasi. 36 Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu 37 investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 2
  • 342. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak 2 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 3 Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya 4 mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan 5 maupun joint venture dari investornya. 6 Perusahaan negara/daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian 7 modalnya dimiliki oleh pemerintah pusat/daerah. 8 BENTUK INVESTASI 9 7. Pemerintah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara 10 lain memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam 11 jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi 12 jangka pendek dalam rangka manajemen kas. 13 8. Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan 14 sertifikat atau dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa 15 pembelian surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta 16 instrumen ekuitas. 17 KLASIFIKASI INVESTASI 18 9. Investasi pemerintah dibagi atas dua yaitu investasi jangka 19 pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan 20 kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan 21 kelompok aset nonlancar. 22 10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai 23 berikut: 24 (a) Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan; 25 (b) Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya 26 pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan 27 kas; 28 (c) Berisiko rendah. 29 11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka 30 pembelian surat-surat berharga yang berisiko tinggi bagi pemerintah karena 31 dipengaruhi oleh fluktuasi harga pasar surat berharga tidak termasuk dalam 32 investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok 33 investasi jangka pendek antara lain adalah : 34 (a) Surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan 35 suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah 36 kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha; LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 3
  • 343. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Surat berharga yang dibeli pemerintah untuk tujuan menjaga hubungan 2 kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat 3 berharga yang dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun 4 luar negeri untuk menunjukkan partisipasi pemerintah; atau 5 (c) Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi 6 kebutuhan kas jangka pendek . 7 12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka 8 pendek, antara lain terdiri atas : 9 (a) Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan/atau yang 10 dapat diperpanjang secara otomatis (revolving deposits); 11 (b) Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh 12 pemerintah pusat maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia 13 (SBI). 14 13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman 15 investasinya, yaitu permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen 16 adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara 17 berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka 18 panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 19 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan 20 untuk dimiliki terus menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau 21 menarik kembali. Sedangkan pengertian tidak berkelanjutan adalah kepemilikan 22 investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan 23 untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau 24 menarik kembali. 25 15. Investasi permanen yang dilakukan oleh pemerintah adalah 26 investasi yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk 27 mendapatkan dividen dan/atau pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang 28 dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen ini dapat berupa 29 : 30 (a) Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan 31 internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara; 32 (b) Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh pemerintah untuk 33 menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada 34 masyarakat. 35 16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh pemerintah, antara 36 lain dapat berupa: 37 (a) Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan 38 untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah; 39 (b) Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan 40 kepada pihak ketiga; LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 4
  • 344. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (c) Dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat 2 seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat; 3 (d) Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk 4 dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang 5 dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian. 6 17. Penyertaan modal pemerintah dapat berupa surat berharga 7 (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu 8 kepemilikan modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan 9 perseroan. 10 18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang 11 tidak bisa dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang 12 dibeli oleh pemerintah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang 13 dapat dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak 14 tercakup dalam pernyataan ini. 15 19. Akuntansi untuk investasi pemerintah dalam properti dan 16 kerjasama operasi akan diatur dalam standar akuntansi tersendiri 17 PENGAKUAN INVESTASI 18 20. Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai 19 investasi apabila memenuhi salah satu kriteria: 20 (a) Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa 21 potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut 22 dapat diperoleh pemerintah; 23 (b) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara 24 memadai (reliable). 25 21. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui 26 sebagai pengeluaran kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja 27 dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk 28 memperoleh investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran 29 pembiayaan. 30 22. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset 31 memenuhi kriteria pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji 32 tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa 33 potensial di masa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada 34 saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa 35 manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan diperoleh 36 memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh manfaat dari 37 aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul. 38 23. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada 39 paragraf 20 butir b, biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 5
  • 345. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 atau pembelian yang didukung dengan bukti yang 2 menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, suatu 3 investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya atau 4 berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, 5 penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan. 6 PENGUKURAN INVESTASI 7 24. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat 8 membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar 9 dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi 10 yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai 11 tercatat atau nilai wajar lainnya. 12 25. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, 13 misalnya saham dan obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya 14 perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu 15 sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya 16 yang timbul dalam rangka perolehan tersebut. 17 26. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh 18 tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasar nilai wajar investasi 19 pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada 20 nilai wajar, biaya perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar 21 aset lain yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut. 22 27. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya 23 dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal 24 deposito tersebut. 25 28. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya 26 penyertaan modal pemerintah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi 27 harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam 28 rangka perolehan investasi tersebut. 29 29. Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian 30 obligasi jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk 31 dimiliki berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. Sedangkan 32 investasi dalam bentuk dana talangan untuk penyehatan perbankan yang 33 akan segera dicairkan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan. 34 30. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di 35 proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai 36 sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk 37 perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian 38 proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga. 39 31. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran 40 aset pemerintah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 6
  • 346. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga 2 perolehannya tidak ada. 3 32. Harga perolehan investasi dalam valuta asing harus 4 dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah 5 bank sentral) yang berlaku pada tanggal transaksi. 6 METODE PENILAIAN INVESTASI 7 33. Penilaian investasi pemerintah dilakukan dengan tiga metode 8 yaitu: 9 (a) Metode biaya; 10 Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya 11 perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian 12 hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi 13 pada badan usaha/badan hukum yang terkait. 14 (b) Metode ekuitas; 15 Dengan menggunakan metode ekuitas pemerintah mencatat 16 investasi awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi 17 sebesar bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. 18 Bagian laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima 19 pemerintah akan mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak 20 dilaporkan sebagai pendapatan. Penyesuaian terhadap nilai investasi 21 juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan investasi 22 pemerintah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat 23 pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap. 24 (c) Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan; 25 Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama 26 untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu 27 dekat. 28 34. Penggunaan metode pada paragraf 33 didasarkan pada 29 kriteria sebagai berikut: 30 (a) Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya; 31 (b) Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% 32 tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode 33 ekuitas; 34 (c) Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas; 35 (d) Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih 36 yang direalisasikan. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 7
  • 347. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 35. Dalam kondisi tertentu, kriteria besarnya persentase kepemilikan 2 saham bukan merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode 3 penilaian investasi, tetapi yang lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the 4 degree of influence) atau pengendalian terhadap perusahaan investee. Ciri-ciri 5 adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain: 6 (a) Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris; 7 (b) Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi; 8 (c) Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan 9 investee; 10 (d) Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam 11 rapat/pertemuan dewan direksi. 12 PENGAKUAN HASIL INVESTASI 13 36. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, 14 antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi dan dividen tunai (cash 15 dividend) dicatat sebagai pendapatan. 16 37. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari 17 penyertaan modal pemerintah yang pencatatannya menggunakan metode 18 biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila 19 menggunakan metode ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh pemerintah 20 akan dicatat mengurangi nilai investasi pemerintah dan tidak dicatat 21 sebagai pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk dividen dalam bentuk 22 saham yang diterima akan menambah nilai investasi pemerintah dan 23 ekuitas dana yang diinvestasikan dengan jumlah yang sama. 24 PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI 25 38. Pelepasan investasi pemerintah dapat terjadi karena 26 penjualan, dan pelepasan hak karena peraturan pemerintah dan lain 27 sebagainya. 28 39. Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui 29 sebagai penerimaan kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai 30 pendapatan dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan penerimaan dari 31 pelepasan investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan 32 pembiayaan. Pelepasan sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki 33 pemerintah dinilai dengan menggunakan nilai rata-rata. 34 40. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai 35 investasi terhadap total jumlah saham yang dimiliki oleh pemerintah. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 8
  • 348. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 41. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi 2 investasi permanen menjadi investasi jangka pendek, Aset Tetap, Aset 3 Lain-lain dan sebaliknya. 4 PENGUNGKAPAN 5 42. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan 6 pemerintah berkaitan dengan investasi pemerintah, antara lain: 7 (a) Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi; 8 (b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen; 9 (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun 10 investasi jangka panjang; 11 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan 12 tersebut; 13 (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; 14 (f) Perubahan pos investasi. 15 TANGGAL EFEKTIF 16 43. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 17 diberlakukan sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.07 PSAP 06 - 9
  • 349. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 07 AKUNTANSI ASET TETAP LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (i)
  • 350. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------- 1-2 RUANG LINGKUP ---------------------------------------------------------------- 3-4 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-7 KLASIFIKASI ASET TETAP --------------------------------------------------------- 8-15 PENGAKUAN ASET TETAP --------------------------------------------------------- 16-21 PENGUKURAN ASET TETAP ------------------------------------------------------ 22-23 PENILAIAN AWAL ASET TETAP -------------------------------------------------- 24-49 Komponen Biaya ------------------------------------------------------------------ 29-38 Konstruksi Dalam Pengerjaan ------------------------------------------------- 39-41 Perolehan Secara Gabungan -------------------------------------------------- 42 Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) ------------------------------------ 43-45 Aset Donasi ------------------------------------------------------------------------ 46-49 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT EXPENDITURES) ----------------------------------------------------------------------- 50-52 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL ------------------------------------------------- 53-59 Penyusutan ------------------------------------------------------------------------- 54-57 Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) ------------------------------ 58-59 AKUNTANSI TANAH ------------------------------------------------------------------- 60-63 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) ----------------------------------- 64-71 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) ------------------ 72-74 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) -------------------------------------------- 75 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) -- 76-78 PENGUNGKAPAN --------------------------------------------------------------------- 79-81 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 82
  • 351. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 2 NO. 07 3 AKUNTANSI ASET TETAP 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 11 akuntansi untuk aset tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah 12 saat pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, serta penentuan dan perlakuan 13 akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value) 14 aset tetap. 15 2. Pernyataan Standar ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat 16 diakui sebagai aset jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset 17 dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. 18 Ruang Lingkup 19 3. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 20 pemerintah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 21 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, 22 penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan kecuali bila Pernyataan 23 Standar Akuntansi Pemerintahan lainnya mensyaratkan perlakuan 24 akuntansi yang berbeda. 25 4. Pernyataan Standar ini tidak diterapkan untuk: 26 (a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative 27 natural resources); dan 28 (b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas 29 alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non-30 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 1 regenerative natural resources). 31 Namun demikian, Pernyataan ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk 32 mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a) 33 dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut.
  • 352. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 DEFINISI 2 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 3 Pernyataan Standar dengan pengertian berikut: 4 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh 5 pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat 6 ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik 7 oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan 8 uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk 9 penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang 10 dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 11 Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau 13 dimanfaatkan oleh masyarakat umum 14 Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau 15 nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada 16 saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi 17 dan tempat yang siap untuk dipergunakan. 18 Masa manfaat adalah: 19 (a) Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas 20 pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau 21 (b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset 22 untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. 23 Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir 24 masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. 25 Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung 26 dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. 27 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak 28 yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 29 Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan 30 kapasitas dan manfaat dari suatu aset. 31 UMUM 32 6. Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, 33 dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap 34 pemerintah adalah: 35 (a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh 36 entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan 37 kontraktor; 38 (b) Hak atas tanah. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 2
  • 353. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 7. Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang 2 dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan (materials) 3 dan perlengkapan (supplies). 4 KLASIFIKASI ASET TETAP 5 8. Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat 6 atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi 7 aset tetap yang digunakan: 8 (a) Tanah; 9 (b) Peralatan dan Mesin; 10 (c) Gedung dan Bangunan; 11 (d) Jalan, Irigasi, dan Jaringan; 12 (e) Aset Tetap Lainnya; dan 13 (f) Konstruksi dalam Pengerjaan. 14 9. Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang 15 diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah 16 dan dalam kondisi siap dipakai. 17 10. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan 18 yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional 19 pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. 20 11. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan 21 bermotor, alat elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya 22 yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan 23 dan dalam kondisi siap pakai. 24 12. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan 25 yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah 26 dan dalam kondisi siap dipakai. 27 13. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat 28 dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan 29 dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap 30 dipakai. 31 14. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang 32 dalam proses pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum 33 selesai seluruhnya. 34 15. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional 35 pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset 36 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 3
  • 354. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGAKUAN ASET TETAP 2 16. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus 3 berwujud dan memenuhi kriteria: 4 (a) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan; 5 (b) Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal; 6 (c) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan 7 (d) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 8 17. Dalam menentukan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih 9 dari 12 (dua belas) bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa 10 depan yang dapat diberikan oleh pos tersebut, baik langsung maupun tidak 11 langsung, bagi kegiatan operasional pemerintah. Manfaat tersebut dapat berupa 12 aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah. Manfaat ekonomi 13 masa yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila 14 entitas tersebut akan menerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian 15 ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. 16 Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui. 17 18. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila 18 terdapat transaksi pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang 19 mengidentifikasikan biayanya. Dalam keadaan suatu aset yang 20 dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat diandalkan atas 21 biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut 22 untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam 23 proses konstruksi. 24 19. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan 25 oleh pemerintah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan 26 dimaksudkan untuk dijual. 27 20. Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah 28 diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat 29 penguasaannya berpindah. 30 21. Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila 31 terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau 32 penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan 33 kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti 34 secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang 35 diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual 36 beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap 37 tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset 38 tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan 39 penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 4
  • 355. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 PENGUKURAN ASET TETAP 2 22. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian 3 aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan 4 maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 5 23. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola 6 meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak 7 langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga 8 listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan 9 pembangunan aset tetap tersebut. 10 PENILAIAN AWAL ASET TETAP 11 24. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui 12 sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya 13 harus diukur berdasarkan biaya perolehan. 14 25. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset 15 tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. 16 26. Suatu aset tetap mungkin diterima pemerintah sebagai hadiah 17 atau donasi. Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke pemerintah daerah 18 oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan 19 pemerintah daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat 20 pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui 21 pengimplementasian wewenang yang dimiliki pemerintah. Sebagai contoh, 22 dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, pemerintah daerah melakukan 23 penyitaan atas sebidang tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan 24 sebagai tempat operasi pemerintahan. Untuk kedua hal di atas aset tetap yang 25 diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut 26 diperoleh. 27 27. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat 28 perolehan untuk kondisi pada paragraf 25 bukan merupakan suatu proses 29 penilaian kembali (revaluasi) dan tetap konsisten dengan biaya perolehan seperti 30 pada paragraf 24. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 58 dan 31 paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk 32 periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal. 33 28. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya 34 perolehan aset tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca 35 awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca 36 awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya 37 perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada. 38 Komponen Biaya 39 29. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya 40 atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 5
  • 356. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi 2 yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang 3 dimaksudkan. 4 30. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: 5 (a) biaya persiapan tempat; 6 (b) biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat 7 (handling cost); 8 (c) biaya pemasangan (instalation cost); 9 (d) biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan 10 (e) biaya konstruksi. 11 31. Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya 12 perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya 13 yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, 14 pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah 15 tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak 16 pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk 17 dimusnahkan. 18 32. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah 19 pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin 20 tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya 21 pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh 22 dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. 23 33. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh 24 biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap 25 pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, 26 termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. 27 34. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan 28 seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan 29 sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan 30 biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap 31 pakai. 32 35. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya 33 yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. 34 36. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan 35 suatu komponen biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat 36 diatribusikan secara langsung pada biaya perolehan aset atau membawa aset ke 37 kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (start-up cost) dan pra-produksi 38 serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu 39 untuk membawa aset ke kondisi kerjanya. 40 37. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola 41 ditentukan menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 6
  • 357. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 38. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga 2 pembelian. 3 Konstruksi dalam Pengerjaan 4 39. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan 5 atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum 6 selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam 7 pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. 8 40. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai 9 Konstruksi dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset 10 dalam penyelesaian, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset 11 tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh 12 kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip 13 dan rincian yang ada pada PSAP 08. 14 41. Konstruksi dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau 15 dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke dalam aset 16 tetap. 17 Perolehan Secara Gabungan 18 42. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang 19 diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga 20 gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing 21 aset yang bersangkutan. 22 Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) 23 43. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau 24 pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya 25 dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh 26 yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah 27 disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang 28 ditransfer/diserahkan. 29 44. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas 30 suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki 31 nilai wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam 32 pertukaran dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut 33 tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya 34 aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) 35 atas aset yang dilepas. 36 45. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan 37 bukti adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. 38 Dalam kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written 39 down) dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 7
  • 358. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 nilai aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk 2 pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila 3 terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini 4 mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang 5 sama. 6 Aset Donasi 7 46. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus 8 dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. 9 47. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa 10 persyaratan suatu aset tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan 11 nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh 12 satu unit pemerintah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut 13 akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya 14 secara hukum, seperti adanya akta hibah. 15 48. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset 16 tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah. 17 Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk 18 pemerintah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah 19 dianggap selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti 20 perolehan aset tetap dengan pertukaran. 21 49. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset 22 donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan pemerintah dan 23 jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi 24 anggaran. 25 PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN 26 (SUBSEQUENT EXPENDITURES) 27 50. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang 28 memperpanjang masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi 29 manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu 30 produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai 31 tercatat aset yang bersangkutan. 32 51. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 50 harus ditetapkan 33 dalam kebijakan akuntansi suatu entitas berupa kriteria seperti pada paragraf 50 34 dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk 35 dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus 36 dikapitalisasi atau tidak. 37 52. Dikarenakan organisasi pemerintah sangatlah beragam dalam 38 jumlah dan penggunan aset tetap, maka suatu batasan jumlah biaya kapitalisasi 39 (capitalization thresholds) tidak dapat diseragamkan untuk seluruh entitas yang 40 ada. Masing-masing entitas harus menetapkan batasan jumlah tersebut dengan LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 8
  • 359. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 mempertimbangkan kondisi keuangan dan operasionalnya. Bila telah terbentuk 2 maka batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus 3 diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 4 Keuangan. 5 PENGUKURAN BERIKUTNYA (SUBSEQUENT 6 MEASUREMENT) TERHADAP PENGAKUAN AWAL 7 53. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap 8 tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang 9 memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan 10 penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun Diinvestasikan 11 dalam Aset Tetap. 12 Penyusutan 13 54. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode 14 yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang 15 digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomik atau kemungkinan 16 jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Nilai penyusutan 17 untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap 18 dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap. 19 55. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau 20 secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, 21 penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan 22 penyesuaian. 23 56. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain: 24 (a) Metode garis lurus (straight line method); atau 25 (b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method) 26 (c) Metode unit produksi (unit of production method) 27 57. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset 28 tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 29 Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) 30 58. Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya 31 tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut 32 penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. 33 Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan 34 ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. 35 59. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai 36 penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta 37 pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 9
  • 360. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam 2 ekuitas dana pada akun Diinvestasikan pada Aset Tetap. 3 AKUNTANSI TANAH 4 60. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak 5 diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan 6 seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. 7 61. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi 8 satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat 9 berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang 10 dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena 11 itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk 12 mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap 13 dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan 14 ini. 15 62. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya 16 dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-17 undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia 18 berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. 19 63. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar 20 negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar 21 negeri, harus memperhatikan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta 22 perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik 23 Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah penguasaan atas 24 tanah tersebut bersifat permanen atau sementara. Penguasaan atas tanah 25 dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat 26 diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas 27 waktu. 28 ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS) 29 64. Pernyataan ini tidak mengharuskan pemerintah untuk 30 menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut 31 harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 32 65. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah 33 dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset 34 bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala 35 (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-36 karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset 37 bersejarah, 38 (a) Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara 39 penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 10
  • 361. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (b) Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat 2 pelepasannya untuk dijual; 3 (c) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu 4 berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; 5 (d) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus 6 dapat mencapai ratusan tahun. 7 66. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam 8 waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan 9 perundang-undangan yang berlaku. 10 67. Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang 11 diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk 12 pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai 13 dikarenakan alasan kemampuannya untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan 14 akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan 15 tersebut. 16 68. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya 17 jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas 18 Laporan Keuangan dengan tanpa nilai. 19 69. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi 20 harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya 21 tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset 22 bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan. 23 70. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat 24 lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh 25 bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus 26 tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset 27 tetap lainnya. 28 71. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada 29 karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins). 30 ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE 31 ASSETS) 32 72. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. 33 Walaupun tidak ada definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya 34 mempunyai karakteristik sebagai berikut: 35 (a) Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan; 36 (b) Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; 37 (c) Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan 38 (d) Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya. 39 73. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh 40 pemerintah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 11
  • 362. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 aset pemerintah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus 2 diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. 3 74. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, 4 sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi. 5 ASET MILITER (MILITARY ASSETS) 6 75. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, 7 memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan 8 prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini. 9 PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT 10 AND DISPOSAL) 11 76. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan 12 atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada 13 manfaat ekonomik masa yang akan datang. 14 77. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas 15 harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 16 Keuangan. 17 78. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah 18 tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset 19 lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. 20 PENGUNGKAPAN 21 79. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-22 LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 12 masing jenis aset tetap sebagai berikut: 23 (a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat 24 (carrying amount); 25 (b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang 26 menunjukkan: 27 (1) Penambahan; 28 (2) Pelepasan; 29 (3) Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada; 30 (4) Mutasi aset tetap lainnya. 31 (c) Informasi penyusutan, meliputi: 32 (1) Nilai penyusutan; 33 (2) Metode penyusutan yang digunakan; 34 (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan; 35 (4) Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan 36 akhir periode;
  • 363. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 80. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: 2 (a) Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap; 3 (b) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset 4 tetap; 5 (c) Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan 6 (d) Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap. 7 81. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal 8 berikut harus diungkapkan: 9 (a) Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; 10 (b) Tanggal efektif penilaian kembali; 11 (c) Jika ada, nama penilai independen; 12 (d) Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya 13 pengganti; 14 (e) Nilai tercatat setiap jenis aset tetap; 15 TANGGAL EFEKTIF 16 82. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 17 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 18 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II. 08 PSAP 07 - 13
  • 364. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.09 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 08 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (i)
  • 365. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.09 PSAP 08 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN…………………………………………..………………… 1 -4 Tujuan………………… ……………………………...….…………..…. 1-2 Ruang Lingkup…………………………………………………....…..... 3-4 DEFINISI………………………………………………………………………. 5 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN …..………………………..…….. 6-7 KONTRAK KONSTRUKSI.…….……………………….……………..……. 8 - 9 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI......…… 10-12 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN……………...…. 13-16 PENGUKURAN…………………………………………..………………...… 17-32 PENGUNGKAPAN ………….………………………………………...…….. 33-35 TANGGAL EFEKTIF.....…………………………………………………………. 36
  • 366. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 2 NO. 08 3 AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 TUJUAN 10 1. Tujuan Pernyataan Standar Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah 11 mengatur perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan 12 metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam 13 Pengerjaan adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat 14 sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 15 2. Pernyataan Standar ini memberikan panduan untuk: 16 (a) identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam 17 Pengerjaan; 18 (b) penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca; 19 (c) penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi. 20 RUANG LINGKUP 21 3. Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan 22 aset tetap untuk dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan 23 dan/atau masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan 24 pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib 25 menerapkan standar ini. 26 4. Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya 27 berjangka panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal 28 selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang 29 berlainan. 30 DEFINISI 31 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 32 Pernyataan Standar dengan pengertia: LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 1
  • 367. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses 2 pembangunan. 3 Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk 4 konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu 5 sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan 6 fungsi atau tujuan atau penggunaan utama. 7 Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk 8 membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan 9 entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak 10 konstruksi. 11 Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum 12 pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi. 13 Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai 14 penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. 15 Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan 16 pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi. 17 Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga 18 pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran 19 jumlah tersebut. 20 Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang 21 dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum 22 dibayar oleh pemberi kerja. 23 KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 24 6. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan 25 mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya 26 yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu 27 periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi 28 pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu 29 perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. 30 7. Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri 31 (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. 32 KONTRAK KONSTRUKSI 33 8. Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah 34 aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal 35 rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak 36 seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 2
  • 368. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 9. Kontrak konstruksi dapat meliputi: 2 (a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan 3 perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur; 4 (b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset; 5 (c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan 6 konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering; 7 (d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan. 8 PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI 9 10. Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah 10 untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu 11 untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi 12 tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak 13 konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi 14 atau kelompok kontrak konstruksi. 15 11. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, 16 konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi 17 yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi: 18 (a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset; 19 (b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta 20 pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang 21 berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; 22 (c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan. 23 12. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan 24 konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah 25 sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak 26 tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak 27 konstruksi terpisah jika: 28 (a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, 29 teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak 30 semula; atau 31 (b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga 32 kontrak semula. 33 PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 34 13. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi 35 Dalam Pengerjaan jika: LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 3
  • 369. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang 2 berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh; 3 (b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan 4 (c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan. 5 14. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang 6 dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan 7 oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan 8 dalam aset tetap. 9 15. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap 10 yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi: 11 (a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan 12 (b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan; 13 16. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap 14 yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan 15 siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. 16 PENGUKURAN 17 17. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya 18 perolehan. 19 20 Biaya Konstruksi 21 18. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain: 22 (a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi; 23 (b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan 24 dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan 25 (c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi 26 yang bersangkutan. 27 19. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan 28 konstruksi antara lain meliputi: 29 (a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; 30 (b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; 31 (c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi 32 pelaksanaan konstruksi; 33 (d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan; LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 4
  • 370. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan 2 dengan konstruksi. 3 20. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada 4 umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi: 5 (a) Asuransi; 6 (b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung 7 berhubungan dengan konstruksi tertentu; 8 (c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi 9 yang bersangkutan seperti biaya inspeksi. 10 Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis 11 dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang 12 mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan 13 adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung. 14 21. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui 15 kontrak konstruksi meliputi: 16 (a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan 17 tingkat penyelesaian pekerjaan; 18 (b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung 19 dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada 20 tanggal pelaporan; 21 (c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan 22 dengan pelaksanaan kontrak konstruksi. 23 22. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor. 24 23. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan 25 secara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan 26 dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai 27 penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan. 28 24. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang 29 disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan 30 perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. 31 25. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman 32 yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya 33 konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan 34 secara andal. 35 26. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang 36 timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai 37 konstruksi. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 5
  • 371. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 27. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh 2 melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang 3 bersangkutan. 4 28. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis 5 aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode 6 yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan 7 metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. 8 29. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan 9 sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka 10 biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara 11 pembangunan konstruksi dikapitalisasi. 12 30. Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat 13 terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur 14 tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika 15 pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja 16 atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara 17 dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force 18 majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga 19 pada periode yang bersangkutan. 20 31. Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan 21 yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis 22 pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya 23 pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam 24 proses pengerjaan. 25 32. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset 26 yang masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 27 12. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang 28 berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk 29 bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian 30 pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman. 31 PENGUNGKAPAN 32 33. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai 33 Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi: 34 (a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat 35 penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya; 36 (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya; 37 (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan; LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 6
  • 372. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Uang muka kerja yang diberikan; 2 (e) Retensi. 3 34. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 4 retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa 5 pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan 6 Keuangan. 7 35. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman 8 sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan 9 penyerapannya sampai tanggal tertentu. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 36. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.09 PSAP 08 - 7
  • 373. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.10 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 09 LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (i) AKUNTANSI KEWAJIBAN
  • 374. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-4 Tujuan ------------------------------------------------------------------------------ 1 Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------------- 2-4 DEFINISI ----------------------------------------------------------------------------------- 5 UMUM -------------------------------------------------------------------------------------- 6-8 KLASIFIKASI KEWAJIBAN ---------------------------------------------------------- 9-17 PENGAKUAN KEWAJIBAN --------------------------------------------------------- 18-31 PENGUKURAN KEWAJIBAN ------------------------------------------------------- 32-59 Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) ------------------------- 35-37 Utang Bunga (Accrued Interest) --------------------------------------------- 38-39 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) ------------------------------------ 40-41 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang ------------------------------------ 42-43 Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities) ----------------- 44 Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan yang Diperjualbelikan ----------------------------------------------------------------- 45-53 Perubahan Valuta Asing ------------------------------------------------------ 54-59 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO ---------------- 60-62 TUNGGAKAN ---------------------------------------------------------------------------- 63-66 RESTRUKTURISASI UTANG -------------------------------------------------------- 67-78 Penghapusan Utang ----------------------------------------------------------- 73-78 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG PEMERINTAH ---------------------------------------------------------------------------- 79-83 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN --------------------------------------------- 84-85 TANGGAL EFEKTIF -------------------------------------------------------------------- 86
  • 375. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN 2 NOMOR 09 3 KEWAJIBAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 11 akuntansi kewajiban meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, 12 amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut. 13 Ruang Lingkup 14 2. Pernyataan Standar ini diterapkan untuk seluruh unit 15 pemerintahan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan 16 mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, 17 pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 18 3. Pernyataan Standar ini mengatur: 19 (a) Akuntansi Kewajiban Pemerintah termasuk kewajiban jangka pendek 20 dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam 21 Negeri dan Utang Luar Negeri. 22 (b) Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang 23 asing. 24 (c) Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi 25 pinjaman. 26 (d) Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang pemerintah. 27 Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan 28 khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut. 29 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 30 (a) Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi. 31 (b) Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai. 32 (c) Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari 33 transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing 34 seperti pada paragraf 3(b). 35 Huruf (a) dan (b) diatur dalam pernyataan standar tersendiri. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 1
  • 376. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DEFINIS1 I 2 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 3 Pernyataan Standar dengan pengertian: 4 Amortisasi adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto selama 5 umur utang pemerintah. 6 Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya 7 disebut Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup 8 lama agar siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya. 9 Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung 10 oleh pemerintah sehubungan dengan peminjaman dana. 11 Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur. 12 Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present 13 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 14 bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif. 15 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih 16 entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan 17 wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan 18 keuangan. 19 Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang 20 penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi 21 pemerintah. 22 Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur. 23 Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum 24 pasti. 25 Kewajiban kontinjensi adalah: 26 (a) kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan 27 keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya 28 suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya 29 berada dalam kendali suatu entitas; atau 30 (b) kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak 31 diakui karena: 32 (1) tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) suatu entitas 33 mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat 34 ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau 35 (2) jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal. 36 Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. 37 Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan 38 jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang pemerintah. 39 Nilai nominal adalah nilai kewajiban pemerintah pada saat pertama kali 40 transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 2
  • 377. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, 2 perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan 3 perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan 4 menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 5 Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang 6 dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau 7 premium yang belum diamortisasi. 8 Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih 9 dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran 10 bunga secara diskonto. 11 Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang 12 pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah 13 sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan 14 (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum. 15 Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present 16 value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat 17 bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif. 18 Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur 19 untuk memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa 20 pengurangan jumlah utang, dalam bentuk: 21 (a) Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan 22 dengan utang baru; atau 23 (b) Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah 24 persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan 25 utang dapat berbentuk: 26 (1) Perubahan jadwal pembayaran, 27 (2) Penambahan masa tenggang, atau 28 (3) Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga 29 yang jatuh tempo dan/atau tertunggak. 30 Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan 31 utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai 32 jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat 33 Utang Negara (SUN). 34 Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka 35 waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga 36 secara diskonto. 37 Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan 38 utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin 39 pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, 40 sesuai dengan masa berlakunya. 41 Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan 42 entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 3
  • 378. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 UMUM 2 6. Karakterisitik utama kewajiban adalah bahwa pemerintah 3 mempunyai kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya 4 mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 5 7. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan 6 tugas atau tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks 7 pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber 8 pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas 9 pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban pemerintah juga 10 terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, 11 kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti 12 rugi, kelebihan setoran pajak dari wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke 13 entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. 14 8. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai 15 konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. 16 KLASIFIKASI KEWAJIBAN 17 9. Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos 18 kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan 19 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan dan lebih dari 12 (dua belas) 20 bulan setelah tanggal pelaporan. 21 10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan 22 bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. 23 Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga 24 dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan 25 sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang. 26 11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka 27 pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah 28 tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai 29 kewajiban jangka panjang. 30 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang 31 sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang 32 transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan suatu bagian yang 33 akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya. 34 13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh 35 tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya 36 bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak 37 Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 38 14. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan kewajiban 39 jangka panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan 40 diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan 41 jika: LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 4
  • 379. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) 2 bulan; dan 3 (b) entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban 4 tersebut atas dasar jangka panjang; dan 5 (c) maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian 6 pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali 7 terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan 8 disetujui. 9 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka 10 pendek sesuai dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang 11 mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 12 16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun 13 berikutnya mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau 14 digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan 15 tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian 16 dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang 17 dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di 18 mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam 19 kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini 20 tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini diklasifikasikan 21 sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan 22 kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi 23 kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang. 24 17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu 25 (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban 26 jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait 27 dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan demikian, 28 kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: 29 (a) pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai 30 konsekuensi adanya pelanggaran, dan 31 (b) terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam 32 waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 33 PENGAKUAN KEWAJIBAN 34 18. Pelaporan keuangan untuk tujuan umum harus menyajikan 35 kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber 36 daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan 37 kewajiban yang ada sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban 38 tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 39 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi) 40 sangat penting dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya 41 suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin 42 dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti perubahan LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 5
  • 380. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal 2 yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti 3 transaksi dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan 4 karena ketidaksengajaan. 5 20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai 6 nilai. Transaksi mungkin berupa transaksi dengan pertukaran dan tanpa 7 pertukaran. Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran dan tanpa 8 pertukaran sangat penting untuk menentukan titik pengakuan kewajiban. 9 21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau 10 pada saat kewajiban timbul. 11 22. Kewajiban dapat timbul dari: 12 (a) transaksi dengan pertukaran (exchange transactions); 13 (b) transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum 14 yang berlaku dan kebijakan yang diterapkan belum lunas dibayar sampai 15 dengan saat tanggal pelaporan; 16 (c) kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events); 17 (d) kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events). 18 23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-19 masing pihak dalam transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu 20 nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya 21 atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan 22 pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa 23 sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa 24 depan. 25 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat 26 pegawai pemerintah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi 27 yang diperolehnya yang terdiri dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu 28 transaksi pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan 29 penerima kerja) menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban 30 kompensasi meliputi gaji yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan 31 biaya manfaat pegawai lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan. 32 25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak 33 dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan 34 atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber 35 daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu kewajiban harus 36 diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan. 37 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus 38 kepada entitas pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika 39 pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan 40 hibah atau mengalokasikan dananya ke pemerintah daerah, persyaratan 41 pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui 42 transaksi dengan pertukaran. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 6
  • 381. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian 2 yang tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara 3 pemerintah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar 4 kendali pemerintah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam 5 hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah, dengan 6 basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan 7 pertukaran. 8 28. Pada saat pemerintah secara tidak sengaja menyebabkan 9 kerusakan pada kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan 10 kewajiban saat timbulnya kejadian tersebut sepanjang hukum yang berlaku dan 11 kebijakan yang ada memungkinkan bahwa pemerintah akan membayar 12 kerusakan dan sepanjang jumlah pembayarannya dapat diestimasi dengan 13 andal. Contoh kejadian ini adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan 14 pribadi yang disebabkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pemerintah. 15 29. Kejadian yang diakui Pemerintah adalah kejadian-kejadian 16 yang tidak didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai 17 konsekuensi keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan 18 untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah mempunyai tanggung jawab 19 luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah sering 20 diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya 21 tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang 22 timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah 23 dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab pemerintah. 24 Namun biaya-biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban 25 sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab 26 keuangan pemerintah atas biaya yang timbul sehubungan dengan kejadian 27 tersebut dan telah terjadinya transaksi dengan pertukaran atau tanpa 28 pertukaran. 29 30. Dengan kata lain pemerintah seharusnya mengakui kewajiban dan 30 biaya untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria 31 berikut: (1) Badan Legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya 32 yang akan digunakan, (2) transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat 33 kontraktor melakukan perbaikan) atau jumlah transaksi tanpa pertukaran belum 34 dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban 35 bencana). 36 31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari 37 kejadian yang diakui pemerintah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota-38 kota Indonesia dan DPR mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi 39 bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari 40 pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota-41 kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi 42 sumbangan pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor 43 yang dibayar oleh pemeritah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau 44 tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 7
  • 382. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 untuk barang dan jasa yang disediakan untuk pemerintah diakui saat barang 2 diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa 3 pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum 4 dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke 5 pemerintah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan 6 sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan pemerintah. 7 PENGUKURAN KEWAJIBAN 8 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam 9 mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. 10 Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada 11 tanggal neraca. 12 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban 13 pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang 14 tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti 15 transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta 16 asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan 17 dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. 18 34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti 19 karakteristik dari masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan 20 nilai nominal untuk masing-masing pos kewajiban pada laporan keuangan. 21 Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) 22 35. Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk 23 barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah harus 24 mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang 25 tersebut 26 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan 27 spesifikasi yang ada pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang 28 dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan 29 berita acara kemajuan pekerjaan. 30 37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit 31 pemerintahan harus dipisahkan dengan kewajiban kepada unit 32 nonpemerintahan. 33 Utang Bunga (Accrued Interest) 34 38. Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar 35 biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat 36 berasal dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang 37 bunga atas utang pemerintah yang belum dibayar harus diakui pada setiap 38 akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan. 39 39. Pengukuran dan penyajian utang bunga di atas juga berlaku untuk 40 sekuritas pemerintah yang diterbitkan pemerintah pusat dalam bentuk Surat LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 8
  • 383. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Utang Negara (SUN) dan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah (provinsi, 2 kota, dan kabupaten) dalam bentuk dan substansi yang sama dengan SUN. 3 Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 4 40. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan 5 berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada 6 laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. 7 41. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus 8 diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang 9 dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo 10 pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo 11 pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar 12 jumlah yang masih harus disetorkan. 13 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 14 42. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk 15 bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo 16 dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 17 43. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 18 adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus 19 dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 20 Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current 21 Liabilities) 22 44. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak 23 termasuk dalam kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya 24 tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan 25 disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan 26 karakteristik masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji 27 kepada pegawai dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan 28 atas jasa yang telah diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah 29 penerimaan pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh 30 pemerintah kepada pihak lain. 31 Utang Pemerintah yang tidak Diperjualbelikan dan 32 yang Diperjualbelikan 33 45. Penilaian utang pemerintah disesuaikan dengan karakteristik 34 utang tersebut yang dapat berbentuk: 35 (a) Utang Pemerintah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt) 36 (b) Utang Pemerintah yang diperjualbelikan (Traded Debt) LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 9
  • 384. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Utang Pemerintah yang 1 tidak 2 Diperjualbelikan (Non-Traded Debt) 3 46. Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak 4 diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan kewajiban entitas kepada 5 pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam 6 kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan. 7 47. Contoh dari utang pemerintah yang tidak dapat diperjualbelikan 8 adalah pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international 9 seperti IMF, World Bank, ADB dan lainnya. Bentuk hukum dari pinjaman ini 10 biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement). 11 48. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat 12 menggunakan skedul pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga 13 tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga 14 dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya, 15 penilaian utang pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga 16 tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan secara wajar berdasarkan data-data 17 sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada. 18 Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt) 19 49. Akuntansi untuk utang pemerintah dalam bentuk yang dapat 20 diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari 21 pemerintah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode 22 akuntansi. Hal ini membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau 23 hasil penjualan, dan penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan 24 dibayarkan ke pemegangnya dan pada periode diantaranya untuk 25 menggambarkan secara wajar kewajiban pemerintah. 26 50. Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam 27 bentuk sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat 28 memuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo. 29 51. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai 30 pari (original face value) dengan memperhitungkan diskonto atau premium 31 yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar 32 nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai 33 pari (face). Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah 34 nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas 35 yang dijual dengan harga premium nilainya akan berkurang. 36 52. Sekuritas utang pemerintah yang mempunyai nilai pada saat jatuh 37 tempo atau pelunasan, misalnya Surat Utang Negara (SUN) baik dalam bentuk 38 Surat Perbendaharaan Negara maupun Obligasi Negara, harus dinilai 39 berdasarkan nilai yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo (face value) bila 40 dijual dengan nilai pari. Bila pada saat transaksi awal, instrumen pinjaman 41 pemerintah yang dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 10
  • 385. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 maka penilaian selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau 2 premium yang ada. 3 53. Amortisasi atas diskonto atau premium dapat menggunakan 4 metode garis lurus. 5 Perubahan Valuta Asing 6 54. Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan 7 menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi. 8 55. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs 9 spot (spot rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal 10 transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama 11 seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. 12 Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk 13 suatu periode tidak dapat diandalkan. 14 56. Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam 15 mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan 16 menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 17 57. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang 18 asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan 19 atau penurunan ekuitas dana periode berjalan. 20 58. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam 21 mata uang asing akan mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang 22 berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan. 23 59. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan 24 diselesaikan dalam periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui 25 pada periode tersebut. Namun jika timbul dan diselesaikannya suatu transaksi 26 berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs 27 harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan 28 perubahan kurs untuk masing-masing periode. 29 PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH 30 TEMPO 31 60. Untuk sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum 32 jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature) 33 dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk 34 penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga 35 perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada 36 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang 37 berkaitan. 38 61. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai 39 tercatat (carrying value) maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 11
  • 386. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan 2 menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan. 3 62. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat 4 (carrying value) maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana 5 yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas 6 Laporan Keuangan. 7 TUNGGAKAN 8 63. Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah harus disajikan 9 dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas 10 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban. 11 64. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh 12 tempo namun pemerintah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau 13 bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah mungkin mempunyai 14 saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur 15 diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur. 16 65. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan 17 dari jumlah utang yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. 18 Namun informasi tunggakan pemerintah menjadi salah satu informasi yang 19 menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan 20 dan solvabilitas satu entitas. 21 66. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan 22 didalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang. 23 RESTRUKTURISASI UTANG 24 67. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan 25 utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif 26 sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai 27 tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut 28 melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan 29 persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada 30 Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos 31 kewajiban yang terkait. 32 68. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga 33 efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode 34 antara saat restrukturisasi sampai dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga 35 efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai 36 tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam 37 persyaratan baru (tidak temasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. 38 Berdasarkan tingkat bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal 39 pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh 40 tempo. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 12
  • 387. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 69. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru 2 harus disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan . 3 70. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana 4 ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk 5 bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka 6 debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan 7 jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam 8 persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas 9 Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang 10 berkaitan. 11 71. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang 12 sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran 13 kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas 14 masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang. 15 72. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat 16 merupakan kontinjen, tergantung peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai 17 contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi 18 keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk 19 menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti prinsip-prinsip yang diatur 20 pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang 21 sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus 22 diestimasi. 23 Penghapusan Utang 24 73. Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan 25 oleh kreditur kepada debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang 26 debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya. 27 74. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke 28 kreditur melalui penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di 29 bawah nilai tercatatnya. 30 75. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di 31 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada 32 paragraf 70 berlaku. 33 76. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di 34 bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas 35 sebagai debitur harus melakukan penilaian kembali atas aset nonkas 36 dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 70, serta 37 mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari 38 pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan. 39 77. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus 40 mengungkapkan jumlah perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi 41 kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara: LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 13
  • 388. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (a) Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau 2 ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau 3 biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan 4 (b) Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur. 5 78. Penilaian kembali aset pada paragraf 76 akan menghasilkan 6 perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk 7 penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas 8 Laporan Keuangan. 9 BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN 10 UTANG PEMERINTAH 11 79. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah adalah 12 biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman 13 dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi: 14 (a) Bunga atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek 15 maupun jangka panjang; 16 (b) Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman, 17 (c) Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya 18 konsultan, ahli hukum, commitment fee, dan sebagainya . 19 (d) Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal 20 tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga. 21 80. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan 22 dengan perolehan atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) 23 harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu 24 tersebut. 25 81. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung 26 dengan aset tertentu, maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap 27 aset tertentu tersebut. Apabila biaya pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan 28 secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman 29 ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 82. 30 82. Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya 31 hubungan langsung antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset 32 tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila 33 perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi 34 pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga dapat 35 terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan 36 dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan 37 jumlah biaya pinjaman yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga 38 diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan 39 hal tersebut. 40 83. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus 41 digunakan untuk perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 14
  • 389. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata 2 tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu 3 yang berkaitan selama periode pelaporan. 4 PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN 5 84. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam 6 bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik 7 kepada pemakainya. 8 85. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi 9 yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah: 10 (a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang 11 diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman; 12 (b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis 13 sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya; 14 (c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat 15 bunga yang berlaku; 16 (d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh 17 tempo; 18 (e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi: 19 (1) Pengurangan pinjaman; 20 (2) Modifikasi persyaratan utang; 21 (3) Pengurangan tingkat bunga pinjaman; 22 (4) Pengunduran jatuh tempo pinjaman; 23 (5) Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan 24 (6) Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode 25 pelaporan. 26 (f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur 27 utang berdasarkan kreditur. 28 (g) Biaya pinjaman: 29 (1) Perlakuan biaya pinjaman; 30 (2) Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang 31 bersangkutan; dan 32 (3) Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan. 33 TANGGAL EFEKTIF 34 86. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 35 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 36 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.10 PSAP 09 - 15
  • 390. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.11 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 10 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (i)
  • 391. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.11 PSAP 10 – (ii) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------- 1-3 TUJUAN ----------------------------------------------------------------------------- 1 RUANG LINGKUP --------------------------------------------------------------- 2–3 DEFINISI --------------------------------------------------------------------------------- 4 KOREKSI KESALAHAN -------------------------------------------------------------- 5–23 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ---------------------------------------- 24–29 PERISTIWA LUAR BIASA ----------------------------------------------------------- 30–36 TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------------- 37
  • 392. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 10 3 KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN 4 AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA 5 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 6 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 7 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 8 Akuntansi Pemerintahan. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 1 9 PENDAHULUAN 10 Tujuan 11 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah mengatur perlakuan 12 akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, dan peristiwa 13 luar biasa. 14 Ruang Lingkup 15 2. Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu 16 entitas harus menerapkan Pernyataan Standar ini untuk melaporkan 17 pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar 18 biasa. 19 3. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam 20 menyusun laporan keuangan yang mencakup laporan keuangan semua 21 entitas akuntansi, termasuk badan layanan umum, yang berada di bawah 22 pemerintah pusat/daerah. 23 DEFINISI 24 4. Berikut Istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan 25 Standar dengan pengertian: 26 Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-27 konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu 28 entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
  • 393. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai 2 dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode 3 berjalan atau periode sebelumnya. 4 Koreksi adalah tindakan pembetulan akuntansi agar pos-pos yang tersaji 5 dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya. 6 Peristiwa Luar Biasa adalah kejadian atau transaksi yang secara jelas 7 berbeda dari aktivitas normal entitas dan karenanya tidak diharapkan 8 terjadi dan berada diluar kendali atau pengaruh entitas sehingga memiliki 9 dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi 10 aset/kewajiban. 11 KOREKSI KESALAHAN 12 5. Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau 13 beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. 14 Kesalahan mungkin timbul dari adanya keterlambatan penyampaian bukti 15 transaksi anggaran oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan matematis, 16 kesalahan dalam penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan 17 interpretasi fakta, kecurangan , atau kelalaian. 18 6. Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh 19 signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga 20 laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi. 21 7. Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompok-kan dalam 2 22 (dua) jenis: 23 (a) Kesalahan yang tidak berulang; 24 (b) Kesalahan yang berulang dan sistemik; 25 8. Kesalahan yang tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan 26 tidak akan terjadi kembali yang dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: 27 (a) Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan; 28 (b) Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya; 29 9. Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang 30 disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang 31 diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari 32 wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau 33 tambahan pembayaran dari wajib pajak. 34 10. Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi segera 35 setelah diketahui. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 2
  • 394. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 11. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 2 periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, 3 dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode 4 berjalan. 5 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 6 periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila 7 laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan 8 pembetulan pada akun pendapatan atau akun belanja dari periode yang 9 bersangkutan. 10 13. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 11 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 12 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, 13 serta mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan 14 keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 15 pembetulan pada akun pendapatan lain-lain, akun aset, serta akun ekuitas 16 dana yang terkait. 17 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga 18 mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang 19 terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas 20 dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila 21 laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan 22 pembetulan pada akun pendapatan lain-lain. 23 15. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak 24 berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi 25 posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, 26 dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas dana lancar. 27 16. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah 28 ditetapkan dengan undang-undang atau peraturan daerah. 29 17. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13, 14, 30 dan 15 tidak dengan sendirinya berpengaruh terhadap pagu anggaran atau 31 belanja entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi 32 kesalahan. Akun koreksi pendapatan periode lalu dan akun koreksi belanja 33 periode lalu disajikan secara terpisah dalam Laporan Realisasi Anggaran. Akibat 34 koreksi kesalahan tersebut selanjutnya diungkapkan pada Catatan atas Laporan 35 Keuangan. 36 18. Koreksi kesalahan belanja sebagaimana dijelaskan pada paragraf 37 13 dan 14 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang 38 mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan belanja yang menambah saldo 39 kas yaitu pengembalian belanja pegawai karena salah penghitungan jumlah gaji, 40 dikoreksi menambah saldo kas dan pendapatan lain-lain. Contoh koreksi 41 kesalahan belanja yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 3
  • 395. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pegawai tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi mengurangi akun ekuitas 2 dana lancar dan mengurangi saldo kas. Terhadap koreksi kesalahan yang 3 berkaitan dengan belanja yang menghasilkan aset, disamping mengoreksi saldo 4 kas dan pendapatan lain-lain juga perlu dilakukan koreksi terhadap aset yang 5 bersangkutan dan pos ekuitas dana diinvestasikan. Sebagai contoh, belanja aset 6 tetap yang di-mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan belanja 7 tersebut harus dikembalikan, maka koreksi yang harus dilakukan adalah dengan 8 menambah kas dan pendapatan lain-lain, serta mengurangi pos aset tetap dan 9 pos ekuitas dana diinvestasikan. 10 19. Koreksi kesalahan pendapatan sebagaimana dijelaskan pada 11 paragraf 15 dapat dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang 12 mengurangi saldo kas. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang menambah 13 saldo kas yaitu terdapat transaksi penyetoran bagian laba perusahaan negara 14 yang belum dilaporkan. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah 15 menambah saldo kas dan ekuitas dana lancar. Contoh koreksi kesalahan 16 pendapatan yang mengurangi saldo kas yaitu kesalahan pengembalian 17 pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer. Dalam hal demikian, 18 koreksi yang perlu dilakukan adalah mengurangi saldo kas dan ekuitas dana 19 lancar. 20 20. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada 21 periode-periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik 22 sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, 23 dilakukan dengan pembetulan pos-pos neraca terkait pada periode 24 ditemukannya kesalahan. 25 21. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas 26 sebagaimana disebutkan pada paragraf 20 adalah belanja untuk membeli 27 perabot kantor (aset tetap) dilaporkan sebagai belanja perjalanan dinas. Dalam 28 hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mendebet pos aset tetap dan 29 mengkredit pos ekuitas dana investasi pada aset tetap. 30 22. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada 31 paragraf 9 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi. 32 23. Akibat kumulatif dari koreksi kesalahan yang berhubungan 33 dengan periode-periode yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam 34 baris tersendiri pada Laporan Arus Kas tahun berjalan. 35 36 PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI 37 24. Para pengguna perlu membandingkan laporan keuangan dari 38 suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui trend posisi LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 4
  • 396. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang 2 digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode. 3 25. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran 4 akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria 5 kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan 6 akuntansi. 7 26. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya 8 apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh 9 peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, 10 atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan 11 informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang 12 lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas. 13 27. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai 14 berikut: 15 (a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara 16 substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan 17 (b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang 18 sebelumnya tidak ada atau yang tidak material. 19 28. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan 20 suatu perubahan kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut 21 harus sesuai dengan standar akuntansi terkait yang telah menerapkan 22 persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi. 23 29. Perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya harus 24 diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 25 PERISTIWA LUAR BIASA 26 30. Peristiwa luar biasa menggambarkan suatu kejadian atau 27 transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas biasa. Di dalam aktivitas biasa 28 entitas pemerintah termasuk penanggulangan bencana alam atau sosial yang 29 terjadi berulang. Dengan demikian, yang termasuk dalam peristiwa luar biasa 30 hanyalah peristiwa-peristiwa yang belum pernah atau jarang terjadi sebelumnya. 31 31. Peristiwa yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas adalah 32 kejadian yang sukar diantisipasi dan oleh karena itu tidak dicerminkan di dalam 33 anggaran. Suatu kejadian atau transaksi yang berada di luar kendali atau 34 pengaruh entitas merupakan peristiwa luar biasa bagi suatu entitas atau 35 tingkatan pemerintah tertentu, tetapi peristiwa yang sama tidak tergolong luar 36 biasa untuk entitas atau tingkatan pemerintah yang lain. 37 32. Dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran karena 38 peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian dimaksud secara tunggal LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 5
  • 397. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 menyebabkan penyerapan sebagian besar anggaran belanja tak tersangka atau 2 dana darurat sehingga memerlukan perubahan/pergeseran anggaran secara 3 mendasar. 4 33. Anggaran belanja tak tersangka atau anggaran belanja lain-lain 5 yang ditujukan untuk keperluan darurat biasanya ditetapkan besarnya 6 berdasarkan perkiraan dengan memanfaatkan informasi kejadian yang bersifat 7 darurat pada tahun-tahun lalu. Apabila selama tahun anggaran berjalan terjadi 8 peristiwa darurat, bencana, dan sebagainya yang menyebabkan penyerapan 9 dana dari mata anggaran ini, peristiwa tersebut tidak dengan sendirinya termasuk 10 peristiwa luar biasa, terutama bila peristiwa tersebut tidak sampai menyerap porsi 11 yang signifikan dari anggaran yang tersedia. Tetapi apabila peristiwa tersebut 12 secara tunggal harus menyerap 50% (lima puluh persen) atau lebih anggaran 13 tahunan, maka peristiwa tersebut layak digolongkan sebagai peristiwa luar biasa. 14 Sebagai petunjuk, akibat penyerapan dana yang besar itu, entitas memerlukan 15 perubahan atau penggeseran anggaran guna membiayai peristiwa luar biasa 16 dimaksud atau peristiwa lain yang seharusnya dibiayai dengan mata anggaran 17 belanja tak tersangka atau anggaran lain-lain untuk kebutuhan darurat. 18 34. Dampak yang signifikan terhadap posisi aset/kewajiban karena 19 peristiwa luar biasa terpenuhi apabila kejadian atau transaksi dimaksud 20 menyebabkan perubahan yang mendasar dalam keberadaan atau nilai 21 aset/kewajiban entitas. 22 35. Peristiwa luar biasa harus memenuhi seluruh persyaratan 23 berikut: 24 (a) Tidak merupakan kegiatan normal dari entitas; 25 (b) Tidak diharapkan terjadi dan tidak diharapkan terjadi berulang; 26 (c) Berada di luar kendali atau pengaruh entitas; 27 (d) Memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau 28 posisi aset/kewajiban. 29 36. Hakikat, jumlah dan pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa 30 luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam Catatan atas Laporan 31 Keuangan. 32 TANGGAL EFEKTIF 33 37. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 34 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 35 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. LAMPIRAN II.11 PSAP 10 - 6
  • 398. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 11 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN LAMPIRAN II.12 PSAP 11 – (i)
  • 399. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - (i) DAFTAR ISI Paragraf PENDAHULUAN ----------------------------------------------------------------- 1-4 Tujuan ------------------------------------------------------------------------ 1 Ruang Lingkup ------------------------------------------------------------- 2-4 DEFINISI --------------------------------------------------------------------------- 5 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN ----------- 6-10 ENTITAS PELAPORAN ------------------------------------------------------- 11 ENTITAS AKUNTANSI -------------------------------------------------------- 12-15 BADAN LAYANAN UMUM --------------------------------------------------- 16 PROSEDUR KONSOLIDASI ------------------------------------------------- 17-21 TANGGAL EFEKTIF ------------------------------------------------------------ 22
  • 400. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN 2 PERNYATAAN NO. 11 3 LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 4 Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah 5 paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf 6 penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual 7 Akuntansi Pemerintahan. 8 PENDAHULUAN 9 Tujuan 10 1. Tujuan Pernyataan Standar ini adalah untuk mengatur 11 penyusunan laporan keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan 12 dalam rangka menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum (general 13 purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan 14 kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Dalam standar ini, yang 15 dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan 16 keuangan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna 17 laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam 18 ketentuan peraturan perundang-undangan. 19 Ruang Lingkup 20 2. Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit 21 pemerintahan yang ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan 22 secara terkonsolidasi menurut Pernyataan Standar ini agar 23 mencerminkan satu kesatuan entitas. 24 3. Laporan keuangan konsolidasian pada pemerintah pusat 25 sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas 26 akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. 27 4. Pernyataan Standar ini tidak mengatur: 28 (a) Laporan keuangan konsolidasian perusahaan negara/ daerah; 29 (b) Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi; 30 (c) Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 1
  • 401. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 (d) Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 2 DEFINISI 3 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam 4 Pernyataan Standar dengan pengertian: 5 Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan 6 pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelyanan kepada 7 masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual 8 tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan 9 kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 10 Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna 11 anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib 12 menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan 13 untuk digabungkan pada entitas pelaporan. 14 Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau 15 lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-16 undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa 17 laporan keuangan. 18 Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang 19 diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas 20 pelaporan lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik 21 agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian. 22 Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan 23 yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas 24 pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 25 PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN 26 KONSOLIDASIAN 27 6. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan 28 Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 29 7. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode 30 pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas 31 pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 2
  • 402. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 8. Pemerintah pusat menyampaikan laporan keuangan 2 konsolidasian dari semua kementerian negara/lembaga kepada lembaga 3 legislatif. 4 9. Dalam standar ini proses konsolidasi diikuti dengan 5 eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun 6 demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal 7 tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 8 10. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain 9 sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang belum 10 dipertanggungjawabkan oleh Bendaharawan Pembayar sampai dengan 11 akhir periode akuntansi. 12 ENTITAS PELAPORAN 13 11. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan 14 perundang-undangan, yang umumnya bercirikan: 15 (a) Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau 16 mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran, 17 (b) Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, 18 (c) Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat 19 atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat, dan 20 (d) Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung 21 maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang 22 menyetujui anggaran. 23 ENTITAS AKUNTANSI 24 12. Pengguna anggaran/pengguna barang sebagai entitas 25 akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan 26 keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya 27 yang ditujukan kepada entitas pelaporan. 28 13. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja 29 atau mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib 30 menyelenggarakan akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan 31 keuangan menurut standar akuntansi pemerintahan. Laporan keuangan 32 tersebut disampaikan secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 3
  • 403. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas 2 pelaporan. 3 14. Perusahaan negara/daerah pada dasarnya adalah suatu 4 entitas akuntansi, namun akuntansi dan penyajian laporannya tidak 5 menggunakan standar akuntansi pemerintahan. 6 15. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan 7 yang berlaku suatu entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai 8 pengaruh signifikan dalam pencapaian program pemerintah dapat 9 ditetapkan sebagai entitas pelaporan. 10 BADAN LAYANAN UMUM 11 16. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan 12 umum, memungut dan menerima serta membelanjakan dana masyarakat 13 yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak 14 berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. 15 Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, 16 dan otorita. 17 PROSEDUR KONSOLIDASI 18 17. Konsolidasi yang dimaksud oleh Pernyataan Standar ini 19 dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun 20 yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas 21 pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal 22 balik. 23 18. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan 24 menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara 25 organisatoris berada di bawahnya. 26 19. Konsolidasi dapat dilaksanakan baik dengan mengeliminasi 27 akun-akun yang timbal balik (reciprocal) maupun tanpa mengeliminasinya. 28 20. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun-29 akun yang timbal-balik, maka nama-nama akun yang timbal balik, dan 30 estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik dicantumkan dalam 31 Catatan atas Laporan Keuangan. 32 21. Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) 33 digabungkan pada kementerian negara/lembaga teknis pemerintah LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 4
  • 404. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 pusat/daerah yang secara organisatoris membawahinya dengan 2 ketentuan sebagai berikut: 3 (a) Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto 4 kepada Laporan Realisasi Anggaran kementerian 5 negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara 6 organisatoris membawahinya. 7 (b) Neraca BLU digabungkan kepada neraca kementerian 8 negara/lembaga teknis pemerintah pusat/daerah yang secara 9 organisatoris membawahinya. 10 TANGGAL EFEKTIF 11 22. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan ini dapat 12 diberlakukan untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban 13 pelaksanaan anggaran sampai dengan tahun anggaran 2014. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO LAMPIRAN II.12 PSAP 11 - 5 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, ttd SETIO SAPTO NUGROHO
  • 405. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL
  • 406. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TANGGAL 22 OKTOBER 2010 PROSES PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL Dalam rangka peningkatan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah dan untuk menghasilkan pengukuran kinerja yang lebih baik, serta memfasilitasi manajemen keuangan/aset yang lebih transparan dan akuntabel, maka perlu penerapan akuntansi berbasis akrual yang merupakan best practice di dunia internasional. Pengantar ini menguraikan lebih lanjut tentang latar belakang, kedudukan dan peran serta tugas Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), berikut penjelasan lingkup proses penyusunan SAP berbasis akrual (untuk selanjutnya disebut SAP Berbasis Akrual) dan pentingnya isi pokok, perbedaan mendasar antara SAP Berbasis Akrual dengan SAP berbasis kas menuju akrual sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005 (untuk selanjutnya disebut SAP Berbasis Kas Menuju Akrual), dan implementasi SAP Berbasis Akrual. Isi dari pengantar ini dapat digunakan sebagai referensi untuk memahami dan menerapkan SAP Berbasis Akrual. LATAR BELAKANG 1. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 2. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, menegaskan ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 1
  • 407. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. 3. Pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, menegaskan kembali tentang ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya pada Tahun Anggaran 2008 dan selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. 4. SAP berisikan prinsip-prinsip akuntansi pemerintahan yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. PSAP adalah SAP yang diberi judul, nomor, dan tanggal mulai berlaku dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sehingga mempunyai kekuatan hukum. KEDUDUKAN DAN PERAN KSAP 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan tugas penyusunan SAP kepada suatu komite standar yang independen. 6. Sesuai amanat Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), yang untuk pertama kali ditetapkan dengan Keputusan Presiden RI Nomor 84 Tahun 2004 tentang Keanggotaan KSAP, dan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Keputusan Presiden RI Nomor 3 Tahun 2009. 7. KSAP dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan melalui penyusunan dan pengembangan standar akuntansi pemerintahan, termasuk mendukung pelaksanaan penerapan standar tersebut. LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 2
  • 408. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 8. KSAP terdiri dari Komite Konsultatif Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite Konsultatif) dan Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite Kerja). TUGAS KSAP 9. Komite Konsultatif bertugas memberi konsultasi dan/atau pendapat dalam rangka perumusan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 10. Komite Kerja bertugas mempersiapkan, merumuskan dan menyusun konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. KSAP menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah. 11. Selain menyusun SAP, KSAP bertugas mempersiapkan, mengkaji, melakukan riset terbatas dan menerbitkan berbagai publikasi yang berhubungan dengan standar, antara lain Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) dan Buletin Teknis. IPSAP dan Buletin Teknis merupakan pedoman dan informasi yang diterbitkan oleh KSAP untuk memudahkan pemahaman dan penerapan SAP, serta untuk mengatasi masalah-masalah akuntansi dan pelaporan keuangan. PROSES BAKU PENYUSUNAN (Due Process) SAP BERBASIS AKRUAL 12. Proses penyiapan SAP Berbasis Akrual dilakukan melalui prosedur yang meliputi tahap-tahap kegiatan (due process) yang dilakukan dalam penyusunan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) oleh KSAP. Due process meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar Tahap ini merupakan proses pengidentifikasian topik-topik akuntansi dan pelaporan keuangan yang memerlukan pengaturan dalam bentuk pernyataan standar akuntansi pemerintahan. LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 3
  • 409. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA b. Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam KSAP KSAP dapat membentuk pokja yang bertugas membahas topik-topik yang telah disetujui. Keanggotaan Pokja ini berasal dari berbagai instansi yang kompeten di bidangnya. LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 4 c. Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja Untuk pembahasan suatu topik, Pokja melakukan riset terbatas terhadap literatur-literatur, standar akuntansi yang berlaku di berbagai negara, praktik-praktik akuntansi yang sehat (best practices), peraturan-peraturan dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas. d. Penulisan Draf SAP oleh Kelompok Kerja Berdasarkan hasil riset terbatas dan acuan lainnya, Pokja menyusun draf SAP. Draf yang telah selesai disusun selanjutnya dibahas oleh Pokja. e. Pembahasan Draf oleh Komite Kerja Draf yang telah disusun oleh pokja dibahas oleh anggota Komite Kerja. Pembahasan diutamakan pada substansi dan implikasi penerapan standar. Dengan pendekatan ini diharapkan draf tersebut menjadi standar akuntansi yang berkualitas. Pembahasan ini tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan-perubahan dari draf awal yang diusulkan oleh Pokja. Pada tahap ini, Komite Kerja juga melakukan diskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyamakan persepsi. f. Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan Komite Kerja berkonsultasi dengan Komite Konsultatif untuk pengambilan keputusan peluncuran draf publikasian SAP. g. Peluncuran Draf SAP (Exposure Draft) KSAP melakukan peluncuran draf SAP dengan mengirimkan draf SAP kepada stakeholders, antara lain masyarakat, legislatif, lembaga pemeriksa, dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh tanggapan.
  • 410. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA h. Dengar Pendapat Publik Terbatas (Limited Public Hearing) dan Dengar Pendapat Publik (Public Hearings) Dengar pendapat dilakukan dua tahap yaitu dengar pendapat publik terbatas dan dengar pendapat publik. Dengar pendapat publik terbatas dilakukan dengan mengundang pihak-pihak dari kalangan akademisi, praktisi, pemerhati akuntansi pemerintahan, dan masyarakat yang berkepentingan terhadap SAP untuk memperoleh tanggapan dan masukan dalam rangka penyempurnaan draf publikasian. Dengar pendapat publik merupakan proses dengar pendapat dengan masyarakat yang berkepentingan terhadap SAP. Tahapan ini dimaksudkan untuk meminta tanggapan masyarakat terhadap draf SAP. i. Pembahasan Tanggapan dan Masukan terhadap Draf SAP KSAP melakukan pembahasan atas tanggapan/masukan yang diperoleh dari dengar pendapat terbatas, dengar pendapat publik dan masukan lainnya dari berbagai pihak untuk menyempurnakan draf SAP. LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 5 j. Finalisasi Standar Dalam rangka finalisasi draf SAP, KSAP memperhatikan pertimbangan dari BPK. Disamping itu, tahap ini merupakan tahap akhir penyempurnaan substansi, konsistensi, koherensi maupun bahasa. Finalisasi setiap PSAP ditandai dengan penandatanganan draf PSAP oleh seluruh anggota KSAP. 13. SAP Berbasis Akrual telah disusun dengan melalui tahapan proses penyiapan (due process) sebagaimana tersebut di atas. 14. Dalam menyusun SAP Berbasis Akrual, KSAP menggunakan materi dan rujukan yang dikeluarkan oleh: a. Pemerintah Indonesia, berupa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP; b. International Federation of Accountants; c. International Accounting Standards Committee/International Accounting Standards Board;
  • 411. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA d. International Monetary Fund; e. Ikatan Akuntan Indonesia; f. Financial Accounting Standards Board – USA; g. Governmental Accounting Standards Board – USA; h. Federal Accounting Standards Advisory Board – USA; i. Organisasi profesi lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan. 15. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan SAP Berbasis Akrual LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 6 sebagai berikut: a. SAP Berbasis Akrual dikembangkan dari SAP PP 24/2005 dengan mengacu pada Internatonal Public Sector Accounting Standards (IPSAS) dan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku. b. SAP Berbasis Akrual adalah SAP PP 24/2005 yang telah dikembangkan sesuai dengan basis akrual. c. Laporan Operasional – yang dalam SAP PP 24/2005 disebut dengan nama Laporan Kinerja Keuangan dan bersifat opsional – dalam SAP Berbasis Akrual menjadi salah satu PSAP untuk pelaporan atas pendapatan dari sumber daya ekonomi yang diperoleh dan beban untuk kegiatan pelayanan pemerintahan. d. Kerangka konseptual dalam SAP PP 24/2005 dimodifikasi dan diperbarui sehingga menjadi kerangka konseptual dari PSAP berbasis akrual. 16. Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa PSAP PP 24/2005 sebagian besar telah mengacu pada praktik akuntansi berbasis akrual, dan agar pengguna yang sudah terbiasa dengan SAP PP 24/2005 masih dapat melihat kesinambungannya dengan SAP Berbasis Akrual.
  • 412. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ISI POKOK SAP BERBASIS AKRUAL DAN PERBEDAANNYA DENGAN SAP BERBASIS KAS MENUJU AKRUAL 17. Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 1 Tahun 2004, sebagaimana diacu dalam Pasal 70 ayat (2), mengatur bahwa pengakuan pendapatan dan belanja pada APBN/APBD menggunakan basis akrual. Di lain pihak, praktik penganggaran dan pelaporan pelaksanaannya pada sebagian terbesar negara, termasuk Indonesia, menggunakan basis kas. Untuk itu KSAP menyusun SAP Berbasis Akrual yang mencakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), sebagaimana dicantumkan pada PSAP 2, dan PSAP berbasis akrual untuk pelaporan finansial, yang pada PSAP 12 memfasilitasi pencatatan pendapatan dan beban dengan basis akrual. 18. Laporan pelaksanaan anggaran yang berbasis kas terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Bagi Entitas Pelaporan di Pemerintah Pusat). Laporan finansial yang berbasis akrual terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. 19. Perbedaan mendasar SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan. IMPLEMENTASI SAP BERBASIS AKRUAL 20. Setelah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, SAP Berbasis Akrual dipublikasikan dan didistribusikan kepada masyarakat. 21. Selanjutnya KSAP melakukan sosialisasi SAP Berbasis Akrual kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Bentuk sosialisasi yang dilakukan berupa seminar/diseminasi/diskusi dengan para pengguna, program LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 7
  • 413. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA pendidikan profesional berkelanjutan, training of trainers (TOT) dan memfasilitasi konsultasi teknis terkait penerapan SAP Berbasis Akrual (help desk). 22. SAP Berbasis Akrual diterapkan dalam lingkup pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan. 23. Implementasi SAP Berbasis Akrual harus disertai dengan upaya sinkronisasi berbagai peraturan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan SAP Berbasis Akrual. 24. Keterbatasan dari penerapan SAP Berbasis Akrual dinyatakan secara eksplisit LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN - 8 pada setiap PSAP yang diterbitkan. BAHASA 25. Seluruh draf, PSAP, dan IPSAP serta buletin teknis diterbitkan oleh KSAP dalam bahasa Indonesia. Pengalihan ke bahasa lain agar diinformasikan kepada KSAP. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Perekonomian dan Industri, ttd SETIO SAPTO NUGROHO