RESTI FAUZIAH NURANI
3402130072
MANAJEMEN E
Kelayakan Pendidikan
Dilema Pendidikan
Nasional
Bukan Paksaan
DILEMA PENDIDIKAN NASIONAL
Setiap musim ujian nasional alias UN, saya
selalu teringat pada Muhammad Abrary
Pulungan (14), siswa dari SD Negeri 06
Petang, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Tiga
tahun lalu, ia pernah menjadi pusat
pergunjingan lantaran melaporkan kecurangan
UN di sekolahnya. Naas, bukannya mendapat
apresiasi, ia justru dihujani kecaman dari
berbagai pihak terkait. Seperti orang Jawa
bilang, nulung malah kepentung.
Pada tahun yang sama, kasus serupa dialami
oleh Alif (14), siswa dari SD Negeri 02 Gadel,
Tandes, Surabaya, Jawa Timur. Seperti
dikabarkan media, ia diminta gurunya
memberikan jawaban soal UN kepada
temannya yang tidak bisa. Pasca ujian, ia tidak
tahan dan melaporkan perintah guru itu kepada
orangtuanya.Dampaknya, Alif dan keluarganya
diusir warga karena tidak suka dengan
kejujuran tersebut. Mereka dituding sok jujur
oleh guru, orangtua siswa lain, dan masyarakat
sekitar tempat tinggalnya.
Pendidikan kita memang masih karut-marut.
Meski bukan lagi menjadi penentu tunggal
kelulusan siswa, UN yang tetap menjadi
momok siswa telah dipolitisasi menjadi
penentu keberhasilan guru, sekolah, dan
pemerintah daerah. Alhasil, ketidakpercayaan
pemerintah dengan membuat varian soal
begitu banyak, tetap saja bocor karena UN
telah menjadi muara berbagai kepentingan.
Yang pasti, anggaran untuk UN pada tahun
lalu mencapai Rp 600 miliar. Ini hampir
sebanding dengan anggaran awal revisi
Kurikulum 2013 sebelum kemudian
membengkak mencapai Rp 1,4 triliun lebih,
dengan perincian anggaran pencetakan buku
Rp 1,03 triliun dan biaya pelatihan guru Rp
422 miliar.
Kelayakan pendidikan
Seperti apa pun wajah pendidikan kita, pendidikan
tetaplah penting. Namun, bagaimana kelayakan
pendidikan itu? Bagaimana memformulasikan
implementasinya? Dengan kata lain, rumusan konsep
yang baik masih menjadi wacana. Pendidikan kita
masih berorientasi pada pemenuhan nilai tertulis
ketimbang aspek perilaku, sesuatu yang lebih krusial
daripada itu. Nilai tertulis atau lebih tepatnya aspek
kognitif masih menjadi ukuran baku. Kasus Abrary dan
Alif menunjukkan, masyarakat kita masih terpaku pada
nilai sebagai satu-satunya keutamaan yang harus
didapat siswa, bagaimanapun caranya.
Aspek kognitif tentu saja penting. Namun,
pencapaian kognitif dalam wujud nilai tertulis
hanyalah salah satu parameter yang harus
diselaraskan dengan pencapaian afektif dan
psikomotorik. Aspek kognitif tak boleh jadi
ukuran tunggal. Sebab, itu berarti program
pendidikan nasional dewasa ini baru sebatas
menggerakkan fungsi otak siswa, bukan jiwa.
Program pendidikan semacam itu sebatas
melahirkan ”manusia kaset” yang hanya bisa
mendengar, tetapi tidak mampu mewujudkan
dalam bersikap dan bertindak (Kompas,
22/9/2001).
Akar permasalahan lain yang menjadi kendala
terciptanya pendidikan yang layak adalah
anggapan bahwa belajar adalah suatu
kewajiban, bukan hak dan kebutuhan. James
Foo dalam artikelnya, Retorika Pendidikan
Indonesia, menjelaskan bahwa jika diamati
dengan saksama, gagasan wajib belajar
merupakan suatu absurditas atau kontradiksi
• wajib belajar tampaknya telah rancu dengan
wajib bersekolah. Seorang siswa atau siswi
yang tidak pergi ke sekolah pada jam sekolah
jelas menyalahi wajib bersekolah. Bagaimana
dengan wajib belajar? Jika belajar merupakan
suatu kewajiban, indikator apa yang
menentukan seseorang lalai belajar atau tidak?
Bukan paksaan
Tahapan Keterangan
Pertama
proses belajar tidak mungkin
berjalan efektif jika ada suatu
pemaksaan pada diri
pembelajar.
Kedua
wajib belajar tampaknya telah
rancu dengan wajib
bersekolah. Seorang siswa
atau siswi yang tidak pergi ke
sekolah pada jam sekolah jelas
menyalahi wajib bersekolah.
Betapa sulitnya mengukur apakah seseorang
sedang belajar atau tidak. Seorang anak yang
bermain di pematang sawah atau tepi pantai,
apakah sedang tidak belajar? Seorang anak
yang membantu ibunya berjualan di pasar
apakah sedang tidak belajar? Seseorang anak
berumur 10 tahun dan sedang melamun di
bawah pohon pada jam sekolah, misalnya,
apakah sedang melanggar kewajiban belajar?
• Hal itulah yang harus kita pahami bersama.
Intinya, seorang pendidik selain menanamkan
nilai, juga harus memberi penyadaran bahwa
belajar itu bukan suatu kewajiban, melainkan
sebuah hak. Dengan begitu, siswa
menganggap, belajar itu merupakan kebutuhan
yang menyenangkan, bukan beban.
Kecurangan UN

More Related Content

PPTX
Makalah kekerasan sekolah presentasi yogo
PPT
Faktor penyebab kekerasan di lingkungan sekolah 2003
DOCX
Masalah putus sekolah dan pengangguran
PDF
Pikirkan kembali apakah sistem pendidikan indonesia sudah baik atau tidak???
PDF
Konsep Islam Dalam Pendidikan Anak, Mengurai Sekularisasi dan Liberalisasi Da...
PPTX
Fenomena siswa putus sekolah
PDF
BUDAYA MENYONTEK PADA PELAJAR DAN SOLUSI UNTUK MENGATASINYA
Makalah kekerasan sekolah presentasi yogo
Faktor penyebab kekerasan di lingkungan sekolah 2003
Masalah putus sekolah dan pengangguran
Pikirkan kembali apakah sistem pendidikan indonesia sudah baik atau tidak???
Konsep Islam Dalam Pendidikan Anak, Mengurai Sekularisasi dan Liberalisasi Da...
Fenomena siswa putus sekolah
BUDAYA MENYONTEK PADA PELAJAR DAN SOLUSI UNTUK MENGATASINYA

Viewers also liked (20)

PPTX
Kulturinis sokas sveicarijoje
PPTX
Vals. kalbos inspekcija
PPTX
Esprit du japon day 2 tokyo
DOC
Chris Wiese Resume
PPTX
Kanada
PDF
Tailieu.vncty.com 5303 2025
PDF
Tailieu.vncty.com 5311 7772
PDF
Lis 557 powerteacher training 1
PPTX
Esprit du japon day 12 miyajima & hiro
PPTX
Cyber grafs
PPTX
Fragrance & Their Types
PDF
StartUp Health Insights Digital Health Funding for the 50+ Market 2014 Q3 YTD
PDF
How To Avoid The Wasp
PPTX
EdTech Europe 2015 [Track 3]: [SXSedu], ([Ron Reed], [Executive Producer])
PDF
โครงงานพัฒนาเครื่องมือ
PPTX
EdTech Europe 2015 [Track 3]: [Bibblio], ([Mads Holmen], [CEO])
PPTX
124310ba-d290-4b8f-89f6-3d1bca40da23-150716111411-lva1-app6892
PPTX
EdTech Europe 2015 [Track 3]: EduLab, (Blair Stevenson & Pedro Coutinho)
PPTX
EdTech Europe 2015 [Track 3]: [Platmat], [Andrzej Salamonczyk]
Kulturinis sokas sveicarijoje
Vals. kalbos inspekcija
Esprit du japon day 2 tokyo
Chris Wiese Resume
Kanada
Tailieu.vncty.com 5303 2025
Tailieu.vncty.com 5311 7772
Lis 557 powerteacher training 1
Esprit du japon day 12 miyajima & hiro
Cyber grafs
Fragrance & Their Types
StartUp Health Insights Digital Health Funding for the 50+ Market 2014 Q3 YTD
How To Avoid The Wasp
EdTech Europe 2015 [Track 3]: [SXSedu], ([Ron Reed], [Executive Producer])
โครงงานพัฒนาเครื่องมือ
EdTech Europe 2015 [Track 3]: [Bibblio], ([Mads Holmen], [CEO])
124310ba-d290-4b8f-89f6-3d1bca40da23-150716111411-lva1-app6892
EdTech Europe 2015 [Track 3]: EduLab, (Blair Stevenson & Pedro Coutinho)
EdTech Europe 2015 [Track 3]: [Platmat], [Andrzej Salamonczyk]
Ad

Similar to Kecurangan UN (20)

PDF
Manifesto edisi 3
DOC
Tentang Pendidikan Nasional
PDF
Pendidikan Islam dan sejarah pendidikan islam
PPTX
PPT KLOMPOK 2 Mata kuliah profesi kependidikan.pptx
PDF
Diskusi 7 mei 2013 tapalbatas tentang un
DOCX
rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)
DOCX
Quo vadis pendidikan call for paper
DOCX
Quo vadis pendidikan indonesia
DOCX
Quo vadis pendidikan indonesia
DOC
Efisiensi pendidikan di indonesia
DOCX
Tugas profesi kependidikan
PPTX
Sesi 2. Profil Pendidikan di Indonesia
DOCX
PENDIDIKAN SEBAGAI TOLAK UKUR KEMAJUAN BANGSA.docx
PPTX
Kebijakan pembangunan pendidikan nasional
PPTX
Pip permasalahan pendidikan
DOCX
LANDASAN PENDIDIKAN
DOCX
PENDIDIKAN SEBAGAI TOLAK UKUR KEMAJUAN BANGSA-1.docx
DOCX
BAHAN DISKUSI KELOMPOK.docx
DOCX
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia
Manifesto edisi 3
Tentang Pendidikan Nasional
Pendidikan Islam dan sejarah pendidikan islam
PPT KLOMPOK 2 Mata kuliah profesi kependidikan.pptx
Diskusi 7 mei 2013 tapalbatas tentang un
rangkuman buku pengantar pendidikan(Umar Tirtarahardja & S.L. La Sulo)
Quo vadis pendidikan call for paper
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
Efisiensi pendidikan di indonesia
Tugas profesi kependidikan
Sesi 2. Profil Pendidikan di Indonesia
PENDIDIKAN SEBAGAI TOLAK UKUR KEMAJUAN BANGSA.docx
Kebijakan pembangunan pendidikan nasional
Pip permasalahan pendidikan
LANDASAN PENDIDIKAN
PENDIDIKAN SEBAGAI TOLAK UKUR KEMAJUAN BANGSA-1.docx
BAHAN DISKUSI KELOMPOK.docx
Makalah permasalahan pendidikan di indonesia
Ad

Recently uploaded (20)

DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas XII SMA Terbaru 2025
PDF
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika Terapan_22 Agus 2025.pdf
PDF
Laktasi dan Menyusui (MK Askeb Esensial Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Ana...
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas 12 Terbaru 2025
PPTX
Sistem Pencernaan Manusia IPAS Presentasi Pendidikan Hijau Kuning Bingkai Ilu...
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam Pai & Bp Kelas 10 Terbaru 2025
PPTX
Materi Refleksi Akhir Tahun Sutan Raja.pptx
PDF
Ilmu tentang pengembangan teknologi pembelajaran
DOCX
Modul Informatika 8 Bab 1, Kurikulum Merdeka
PDF
Modul Ajar Deep Learning IPAS Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PDF
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PPTX
Inkuiri_Kolaboratif_Pembelajaran_Mendalam (1).pptx
PDF
Bahan Bacaan Rencana Kolaborasi Inkuiri.pdf
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Rekayasa Kelas 12 Terbaru 2025
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Rekayasa Kelas XII SMA Terbaru 2025
PDF
Modul Ajar Deep Learning Pendidikan Pancasila Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PPTX
Berpikir_Komputasional_Kelas5_IlustrasiKosong.pptx
PPTX
7 KEBIASAAN ANAK INDONESIA HEBAT.pptx xx
PDF
Modul Ajar Deep Learning Seni Rupa Kelas 6 Kurikulum Merdeka
DOCX
LK Modul 3 - Menentukan Pengalaman Belajar.docx
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas XII SMA Terbaru 2025
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika Terapan_22 Agus 2025.pdf
Laktasi dan Menyusui (MK Askeb Esensial Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Ana...
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas 12 Terbaru 2025
Sistem Pencernaan Manusia IPAS Presentasi Pendidikan Hijau Kuning Bingkai Ilu...
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam Pai & Bp Kelas 10 Terbaru 2025
Materi Refleksi Akhir Tahun Sutan Raja.pptx
Ilmu tentang pengembangan teknologi pembelajaran
Modul Informatika 8 Bab 1, Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Deep Learning IPAS Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Inkuiri_Kolaboratif_Pembelajaran_Mendalam (1).pptx
Bahan Bacaan Rencana Kolaborasi Inkuiri.pdf
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Rekayasa Kelas 12 Terbaru 2025
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Rekayasa Kelas XII SMA Terbaru 2025
Modul Ajar Deep Learning Pendidikan Pancasila Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Berpikir_Komputasional_Kelas5_IlustrasiKosong.pptx
7 KEBIASAAN ANAK INDONESIA HEBAT.pptx xx
Modul Ajar Deep Learning Seni Rupa Kelas 6 Kurikulum Merdeka
LK Modul 3 - Menentukan Pengalaman Belajar.docx

Kecurangan UN

  • 3. DILEMA PENDIDIKAN NASIONAL Setiap musim ujian nasional alias UN, saya selalu teringat pada Muhammad Abrary Pulungan (14), siswa dari SD Negeri 06 Petang, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Tiga tahun lalu, ia pernah menjadi pusat pergunjingan lantaran melaporkan kecurangan UN di sekolahnya. Naas, bukannya mendapat apresiasi, ia justru dihujani kecaman dari berbagai pihak terkait. Seperti orang Jawa bilang, nulung malah kepentung.
  • 4. Pada tahun yang sama, kasus serupa dialami oleh Alif (14), siswa dari SD Negeri 02 Gadel, Tandes, Surabaya, Jawa Timur. Seperti dikabarkan media, ia diminta gurunya memberikan jawaban soal UN kepada temannya yang tidak bisa. Pasca ujian, ia tidak tahan dan melaporkan perintah guru itu kepada orangtuanya.Dampaknya, Alif dan keluarganya diusir warga karena tidak suka dengan kejujuran tersebut. Mereka dituding sok jujur oleh guru, orangtua siswa lain, dan masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
  • 5. Pendidikan kita memang masih karut-marut. Meski bukan lagi menjadi penentu tunggal kelulusan siswa, UN yang tetap menjadi momok siswa telah dipolitisasi menjadi penentu keberhasilan guru, sekolah, dan pemerintah daerah. Alhasil, ketidakpercayaan pemerintah dengan membuat varian soal begitu banyak, tetap saja bocor karena UN telah menjadi muara berbagai kepentingan.
  • 6. Yang pasti, anggaran untuk UN pada tahun lalu mencapai Rp 600 miliar. Ini hampir sebanding dengan anggaran awal revisi Kurikulum 2013 sebelum kemudian membengkak mencapai Rp 1,4 triliun lebih, dengan perincian anggaran pencetakan buku Rp 1,03 triliun dan biaya pelatihan guru Rp 422 miliar.
  • 7. Kelayakan pendidikan Seperti apa pun wajah pendidikan kita, pendidikan tetaplah penting. Namun, bagaimana kelayakan pendidikan itu? Bagaimana memformulasikan implementasinya? Dengan kata lain, rumusan konsep yang baik masih menjadi wacana. Pendidikan kita masih berorientasi pada pemenuhan nilai tertulis ketimbang aspek perilaku, sesuatu yang lebih krusial daripada itu. Nilai tertulis atau lebih tepatnya aspek kognitif masih menjadi ukuran baku. Kasus Abrary dan Alif menunjukkan, masyarakat kita masih terpaku pada nilai sebagai satu-satunya keutamaan yang harus didapat siswa, bagaimanapun caranya.
  • 8. Aspek kognitif tentu saja penting. Namun, pencapaian kognitif dalam wujud nilai tertulis hanyalah salah satu parameter yang harus diselaraskan dengan pencapaian afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif tak boleh jadi ukuran tunggal. Sebab, itu berarti program pendidikan nasional dewasa ini baru sebatas menggerakkan fungsi otak siswa, bukan jiwa. Program pendidikan semacam itu sebatas melahirkan ”manusia kaset” yang hanya bisa mendengar, tetapi tidak mampu mewujudkan dalam bersikap dan bertindak (Kompas, 22/9/2001).
  • 9. Akar permasalahan lain yang menjadi kendala terciptanya pendidikan yang layak adalah anggapan bahwa belajar adalah suatu kewajiban, bukan hak dan kebutuhan. James Foo dalam artikelnya, Retorika Pendidikan Indonesia, menjelaskan bahwa jika diamati dengan saksama, gagasan wajib belajar merupakan suatu absurditas atau kontradiksi
  • 10. • wajib belajar tampaknya telah rancu dengan wajib bersekolah. Seorang siswa atau siswi yang tidak pergi ke sekolah pada jam sekolah jelas menyalahi wajib bersekolah. Bagaimana dengan wajib belajar? Jika belajar merupakan suatu kewajiban, indikator apa yang menentukan seseorang lalai belajar atau tidak?
  • 11. Bukan paksaan Tahapan Keterangan Pertama proses belajar tidak mungkin berjalan efektif jika ada suatu pemaksaan pada diri pembelajar. Kedua wajib belajar tampaknya telah rancu dengan wajib bersekolah. Seorang siswa atau siswi yang tidak pergi ke sekolah pada jam sekolah jelas menyalahi wajib bersekolah.
  • 12. Betapa sulitnya mengukur apakah seseorang sedang belajar atau tidak. Seorang anak yang bermain di pematang sawah atau tepi pantai, apakah sedang tidak belajar? Seorang anak yang membantu ibunya berjualan di pasar apakah sedang tidak belajar? Seseorang anak berumur 10 tahun dan sedang melamun di bawah pohon pada jam sekolah, misalnya, apakah sedang melanggar kewajiban belajar?
  • 13. • Hal itulah yang harus kita pahami bersama. Intinya, seorang pendidik selain menanamkan nilai, juga harus memberi penyadaran bahwa belajar itu bukan suatu kewajiban, melainkan sebuah hak. Dengan begitu, siswa menganggap, belajar itu merupakan kebutuhan yang menyenangkan, bukan beban.