3. Pengertian
• Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi.
• Ruang lingkup pelayanan kesehatan reproduksi menurut International
Conference Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo
terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan
dan penanganan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS, kesehatan
reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi,
pencegahan dan penanganan infertilitas, kesehatan reproduksi usia
lanjut, deteksi dini kanker saluran reproduksi serta kesehatan reproduksi
lainnya seperti kekerasan seksual, sunat perempuan dan sebagainya.
4. • Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan
bahwa Kesehatan Reproduksi mencakup 5 (lima) komponen atau program
terkait, yaitu:
• 1. Program Kesehatan Ibu dan Anak,
• 2. Program Keluarga Berencana,
• 3. Program Kesehatan Reproduksi Remaja,
• 4. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk
HIV/AIDS dan
• 5. Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut.
• Pelaksanaan Kesehatan Reproduksi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan siklus hidup
(life-cycle approach) agar diperoleh sasaran yang pasti dan pelayanan yang jelas berdasarkan
kepentingan sasaran atau klien dengan memperhatikan hak reproduksi mereka (Johnson dan
Everitt, 2000).
5. Permasalahan
• Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja meliputi
pengetahuan tentang masa subur, periode masa subur sebanyak 45,8%
tidak pernah mendengar istilah masa subur, 40,7% mengatakan ya dan
sisanya 13,5% tidak tahu.
• Pengetahuan tentang dapat hamil meskipun hanya sekali melakukan
hubungan seksual (52,8% dapat hamil, 18,3% tidak dapat hamil dan 28,9
% tidak tahu),
• pengetahuan rata-rata umur sebaiknya menikah pertama, sesuai
program BKKBN yaitu pendewasaan usia perkawinan dimana usia minimal
seorang perempuan menikah usia 21 tahun dan laki-laki 25 tahun
6. • melahirkan pertama dan umur aman melahirkan, reproduksi sehat usia aman
wanita melahirkan pada usia 20 tahun dan mengakhiri kelahiran pada usia
diatas 35 tahun
• umur rencana menikah, remaja laki-laki yang berencana menikah pada usia <
20 tahun (2,1 %), begitu pula remaja perempuan yang berencana menikah
pada usia < 20 tahun (4,3 %)
• dan akibat menikah muda. (49 % remaja tidak mengetahui akan akibat
menikah di usia muda). bahwa dampak biologis dari pelaksanaan pernikahan
dini dapat terjadi anemia pada ibu hamil, bersalin maupun ibu menyusui
kemudian dampak psikologisnya dapat menimbulkan terjadinya kecemasan,
stress, depresi dan perceraian. (Minarni, Andayani, & Haryani, 2014)
7. Data BKKBN Sulbar
• - Kabupaten Polewali Mandar : 17.630 perkawinan anak.
• - Kabupaten Pasangkayu : 9. 656 perkawinan anak.
• - Kabupaten Mamuju : 11.287 perkawinan anak.
• - Kabupaten Majene : 6.857 perkawinan anak.
• - Kabupaten Mamasa : 5.654 perkawinan anak.
• - Kabupaten Mamuju Tengah : 6.068 perkawinan anak.
9. Remaja
• Masa remaja merupakan salah satu dari periode perkembangan
manusia, Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak – kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologis, psikologis, dan sosial.
10. • Menurut WHO remaja merupakan individu yang sedang mengalami
masa peralihan yang secara berangsur – angsur mencapai
kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa anak – anak
menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari
ketergantungan menjadi relative mandiri.
• Ada dua aspek pokok dalam perubahan pada remaja, yakni
perubahan fisik atau biologis dan perubahan psikologis.
11. • Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan
biasanya disebut pubertas.
• Dengan adanya perubahan yang cepat itu terjadilah perubahan fisik
yang dapat diamati seperti pertambahan tinggi dan berat badan yang
biasa disebut pertumbuhan, dan kematangan seksual sebagai hasil
perubahan hormonal.
12. • Masa remaja juga adalah masa transisi antara masa kanak – kanak
dan masa dewasa.
• Masa transisi seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan
pada situasi yang membingungkan, di satu pihak masih kanak – kanak
dan di lain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang dewasa.
• Hal ini dapat menimbulkan konflik dalam diri remaja yang sering
menimbulkan banyak tingkah laku yang aneh, canggung, dan kalau
tidak dikontrol akan menimbulkan kenakalan pada remaja salah
satunya berupa risiko perilaku seksual berisiko.
13. • Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan sebagai
berikut (Iskandarsyah, 2006):
a. Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 10–13 tahun
1) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya,
2) Tampak dan merasa ingin bebas,
3) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya dan mulai berfikir khayal (abstrak).
14. b. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14–16 tahun
1) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri,
2) Ada keinginan untuk berkencan atau tertarik pada lawan jenis,
3) Timbul perasaan cinta yang mendalam,
4) Kemampuan berfikir abstrak (berkhayal) makin berkembang,
5) Berkhayal mengenai hal-hal yang bekaitan dengan seksual.
15. c. Masa remaja lanjut (late adolescence): umur 17–19 tahun
1) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri,
2) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif,
3) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya,
4) Dapat mewujudkan perasaan cinta,
5) Memiliki kemampuan berfikir khayal atau abstrak
16. Perilaku Seksual
• Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang
sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi seseorang. Secara
umum terdapat 4 (empat) faktor yang berhubungan dengan
kesehatan reproduksi, yaitu :
1. Faktor Sosial, ekonomi, dan demografi. Faktor ini berhubungan
dengan kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan
mengenai perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi
tempat tinggal yang terpencil.
17. 2. Faktor budaya dan lingkungan, antara lain adalah praktik tradisional
yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi, keyakinan
banyak anak banyak rejeki, dan informasi yang membingungkan anak
dan remaja mengenai fungsi dan proses reproduksi
3. Faktor psikologis, keretakan orang tua akan memberikan dampak
pada kehidupan remaja, depresi yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormonal.
4. Faktor biologis, antara lain cacat sejak lahir, cacat pada saluran
reproduksi, dan sebagainya
18. Pengaruh Media Sosial
• Pengaruh informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin
mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi
kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman
berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian
antar-remaja atau tawuran.
• Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan
mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada
kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan
remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan
reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi
dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.
19. Masalah yang akan timbul akibat
mengabaikan kesehatan reproduksi
• Masalah - masalah yang timbul akibat kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan
reproduksi yaitu Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) (Polman, 0,82%), aborsi,
perkawinan dan pernikahan dini, IMS atau PMS dan HIV/AIDS (Marmi, 2013).
• Menurut data PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jawa Tengah
tahun 2010, remaja yang berhubungan seksual pra nikah sebanyak 863 orang,
hamil pra nikah 452 orang, Infeksi menular seksual 283 orang, masturbasi 337
orang, aborsi 244 orang.
• Kasus ini meningkat dari tahun 2009 dimana kasus remaja yang berhubungan
seksual pra nikah 765 orang, hamil pra nikah 367 orang, infeksi menular seksual
275 orang, masturbasi 322 orang, aborsi 166 orang (PILAR PKBI, 2010)
20. Contoh Kasus
• Data lain menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2016, Dinas Kesehatan
Kota Yogyakarta mencatat jumlah remaja yang melakukan persalinan
sebanyak 720 orang.
• Kemudian, sebanyak 340 kasus dispensasi nikah untuk remaja dengan
alasan hamil diluar nikah.
• Tahun 2018, angka pernikahan dini di Yogyakarta sekitar 240
kasus dengan alasan kehamilan tidak diinginkan (KTD).
• Sementara itu, sepanjang tahun 2019 terdapat 74 kasus kehamilan
tidak diinginkan (KTD), dengan usia remaja dibawah 18 tahun (Setiawan
and Hafil, 2019)
21. • Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menekan angka-angka
tersebut adalah dengan melakukan edukasi kesehatan mengenai cara
perawatan organ reproduksi, edukasi mengenai perkembangan
remaja saat pubertas, edukasi kesehatan mengenai dampak
pornografi, edukasi kesehatan mengenai kehamilan tidak
diinginkan (KTD) dan aborsi, edukasi kesehatan mengenai HIV/AIDS
dan infeksi menular seksual, serta edukasi mengenai pendewasaan
usia pernikahan dengan melibatkan peran Pemerintah, orang tua,
dan juga peer group
22. • Dengan melakukan kegiatan tersebut diharapkan akan dapat
meningkatkan pengetahuan remaja, sehingga dapat
meningkatkan kesadaran remaja akan pentingnya masalah kesehatan
reproduksi. Dan menekan angka kejadian kasus – kasus kesehatan
reproduksi remaja.