SlideShare a Scribd company logo
Jampersal
Turunkan Kematian
Ibu dan Anak
Kinerja
Kemenkes 2011
Kembangkan
Kreativitas si Kecil
Mediakom Raih Silver Winner
The Best Government
Inhouse Magazine InMa 2012
Kalimantan Tengah: Memenuhi
Hak Sehat di BelantaraTropis
MEDIAKOM
Kementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua
ISSN1978-3523
EDISI34IFEBRUARII2012
www.sehatnegeriku.com
ETALASE
SUSUNAN REDAKSI PENANGGUNG JAWAB: drg. Murti Utami, MPh, I REDAKTUR:
Dra. hikmandari A, M.Ed, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS I EDITOR/PENYUNTING Mulyadi,
SKM, M.Kes, Busroni S.iP, Prawito, SKM, MM, M.rijadi, SKM, MSc.Ph, Mety Setyowati, SKM, Aji
Muhawarman, St, resti Kiantini, SKM, M.Kes I DESAIN GRAFIS dan FOTOGRAFER: Drg. Anitasari
S.M, Dewi indah Sari, SE, MM, Giri inayah, S.Sos, Sumardiono, SE, Sri Wahyuni, S.Sos, MM, Wayang
MasJendra,S.Sn,Lu’ay,S.Sos,DodiSukmana,S.i.KomISEKRETARIAT:WaspodoPurwanto,Endang
retnowaty, drg. ria Purwanti, M.Kes, Dwi handriyani, S.Sos, Dessyana Fa’as, SE, Sekar indrawati,
S.Sos, Awallokita Mayangsari, SKM, Delta Fitriana, SE, iriyadi, Zahrudin. IALAMAt REDAKSI: Pusat
Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Kesehatan ri Blok A, ruang 109, JL. hr. rasuna Said
Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950 I TELEPON: 021-5201590; 021-52907416-9 I FAKS: 021-5223002;
021-52960661 I EMAIL: info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id I CALL CENTER: 021-500567
REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL kontak@depkes.go.id
ampersal. Program Kemenkes untuk menurunkan
Angka Kematian ibu (AKi) dan Angka Kematian Bayi
(AKB), sehingga  dapat mempercepat capaian taget 
Millenium Development Goals (MDGs).
Jampersal menjamin  pembiayaan pemeriksaaan
kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas,
termasuk pelayanan KB pasca persalinan.
Memang, sebagai program baru, masih perlu
penyempurnaan, tapi masyarakat sudah sangat
merasakan manfaatnya. terbukti, rumah sakit daerah
dan pusat penuh rujukan Jampersal. Apalagi, rumah
sakit tidak boleh menolak, wajar sampai menggunakan
lorong-lorong rumah sakit untuk pelayanan Jampersal,
sering disebut‘lorong Jampersal’.  Bila kelak sistem
rujukan sudah berjalan dengan baik, insya Allah
peserta Jampersal akan mendapat pelayanan yang
lebih baik. tak ada lagi lorong Jampersal.
nah, bagaimana pelaksanaan Jampersal dan apa saja
masukan sebagai penyempurnaan untuk masa yang 
akan datang, kami angkat dalam rubrik Media  Utama.
Selain itu, bagaimana Kinerja  Kemenkes tahun 2011,
sebagai upaya  mewujudkan Masyarakat  Sehat yang
Mandiri dan Berkeadilan, kami angkat dalam rubrik
Laporan Khusus.
Mediakom juga mengetengahkan berbagai informasi
penting dalam kemasan ringan yang mudah dicerna,
termasuk wawancara eksklusif dengan  Menteri
Kesehatan dr. Endang rahayu Sedyaningsih, MPh,
Dr.Ph, dalam rubrik Potret.
Masih ada tema lain, di antaranya  rumah Sakit
tambah Kapasitas ruang Kelas 3, Anugerah Parahita
Ekapraya untuk Menkes, dan  Liputan khas dari daerah
Kalimantan timur dan Kalimantan tengah dengan
adonan renyah  dan enak dibaca.
rasa gembira atas penghargaan Cover  Mediakom edisi
31 dan 33 berupa Silver Winner The Best Government
Inhouse Magazine InMA 2012 pada  ajang bergengsi
yang diadakan Serikat Perusahaan Pers (SPS) dalam
rangkaian hari Pers nasional di Jambi awal Februari.
Adapun  kriteria yang dipertandingkan  berupa  karya
kreatif sampul muka majalah (cover).
rasa gembira tersebut mendorong kami untuk
menjadikan majalah ini lebih baik lagi dengan
melakukan perbaikan tata letak dan perwajahan cover
Mediakom untuk 7 edisi 2012. Yang jelas, prestasi ini
terus memacu kreativitas  penulis, redaksi,  maupun
desainer untuk mendapat gold pada tahun depan.
insya Allah.  tak lupa  kami mengucapkan berterima
kasih kepada para pembaca yang terus memberi
masukan untuk perubahan yang lebih baik, bahkan
telah mengapresiasi dengan predikat sangat menarik
dan menarik pada survei  internal Mediakom akhir 2011
yang lalu. Selamat menikmati. ∞
Redaksi
lorong
Jampersal
drg. Murti Utami, MPH
Jampersal
Turunkan Kematian
Ibu dan Anak
Kinerja
Kemenkes 2011
Kembangkan
Kreativitas si Kecil
Membuat Iklan Kesehatan
yang Sehat dan Tidak
Menyesatkan
Melongok Pelayanan
Kesehatan di Kaltim, Kurangnya
Tenaga Kesehatan di Daerah
Perbatasan
MEDIAKOM
Kementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua
ISSN1978-3523
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 3
MENELISIKPELAYANAN JAMPERSAL 16
07
10
34
Setelah Sehat
Pasti Cantik
Kemenkes Raih
Penghargaan
Anugerah Pahita
Ekapraya
Potret Pelayanan
Kesehatan di Kaltim
Laporan Khusus
KINERJA
DUA TAHUN
KEMENKES
44
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM4
INFO SEHAT
4 Trik Tetap oke
Selama Bekerja
Merawat Kesehatan
Kulit dengan Buah
Setelah Sehat
Pasti Cantik
Kembangkan
Kreativitas si Kecil
STOP PRESS
Gerakan Pramuka Mitra untuk
Membangun Bidang Kesehatan
Kemenkes Usung
10 Program Prioritas Tahun 2012
Kemenkes Raih Penghargaan
Anugerah Pahita Eka Praya
Menkes Instruksikan Rumah Sakit
Tambah Kapasitas Kelas III
Wamenkes Resmikan
Desa Stop Bab Sembarangan
Jabar Terapkan
Ktp Berasuransi
MEDIA UTAMA
Angka Kematian Ibu di Indonesia:
lampu Merah di lima Provinsi
Menelisik
Pelayanan Jampersal
Jampersal
di Mata Tenaga Bidan
Bersalin
di Puskesmas Mergangsang
RSUD Bantul
Menyambut Program Jampersal
Dr. Sarminto; M.Kes:
Jampersal Sebaiknya Dibatasi
Drg. Maya Sintowati Pandji, MM:
Menjadikan Puskesmas Pilihan Utama
Jampersal
di Jawa Barat
Prawito:
Nasionalisme Jampersal?
DAFTAR ISI
6 31
32
34
38
42
67
58
68
69
70
71
7
8
9
10
10
11
12
14
15
16
18
20
22
24
26
28
30
RAGAM
Satu lagi
Korban Flu Burung Meninggal
Tetap Waspada
Meski Kasus Flu Burung Menurun
Kemenkes Siapkan Rumah Sakit
Tangani Kasus Flu Burung
DAERAH
Potret
Pelayanan Kesehatan di Kaltim
POTRET
Menkes Dr Endang Rahayu
Sedyaningsih, MPH, Dr, PH: Kita Harus
Bekerja dengan Bersih
KOLOM
Menuju Iklan Kesehatan
yang Sehat dan Tidak Menyesatkan
Keterbukaan
Informasi Publik
LIPUTAN DAERAH
Kalimantan Tengah:
Memenuhi Hak Sehat di Belantara Tropis
INFO
Mediakom Raih Silver Winer The Best
Government Inhouse Magazine Inma
2011
Media Kuis
LENTERA
Pengendalian Diri
Kembali
Untuk Apa Hutang?
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 5
INFO SEHAT
ADA BAiKnYA bila kebiasaan
yang kurang baik tersebut di
atas ditinggalkan sehingga tidak
menganggu kesehatan yang pada
akhirnya tidak menutup kemungkinan
justru akan menganggu aktivitas
dalam bekerja. Di bawah ini ada
beberapa tips agar kita bisa melakukan
aktivitas bekerja sebagai kegiatan yang
menyehatkan:
Berolahraga
Berolahraga merupakan salah satu cara
untuk membuat tubuh lebih santai
dan tidak stres. Carilah lokasi latihan
gym terdekat dengan kantor Anda.
Cari pula waktu yang tepat untuk bisa
berolahraga di waktu senggang jam
kantor, seperti pagi, siang, atau sore
hari.
Trik Tetap Oke
Selama Bekerja
Hindari Stres
Stres bisa berasal dari mana saja. Misal,
Anda mendapat tekanan dari atasan
atau kesibukan saat rapat. Selain
mempengaruhi produktivitas Anda,
stres juga bisa menyebabkan keletihan
fisik. Maka cobalah untuk bersikap
tenang dan lawan stres tersebut.
Jauhi Meja Kerja
Sebuah hasil penelitian
mengungkapkan bahwa terus-
menerus berada di meja Anda tidak
hanya menyebabkan stress, tetapi juga
berakibat kepada kematian. Usahakan
untuk beranjak sebentar dari meja
kerja, baik itu hanya untuk sekadar
berolahraga ringan atau berjalan-jalan
berkeliling kantor.
Simpan Cemilan Sehat
Jaga energi Anda agar tetap fit selama
jam bekerja. Dengan begitu, perhatian
pun tetap fokus sehingga tidak melirik
ke cemilan yang tidak sehat yang ada
di sekitar kantor Anda. namun jika
ingin tetap ngemil, simpan cemilan
sehat dengan banyak kandungan
protein dan karbohidrat. ∞ (yn)
Bagaimana Anda melakukan aktivitas di kantor? iya, duduk di kursi dan
mata tak lepas dari layar komputer, merupakan potret aktivitas sehari-
hari di kantor. Stres pun bisa menyambangi ketika pekerjaan tengah
menumpuk dan harus segera dituntaskan. Bila sudah begitu, makan
--termasuk cemilan-- dan merokok menjadi pelarian. Kondisi ini tentunya
kurang bagus bagi kesehatan. Apalagi ditambah dengan jarangnya
melakukan olahraga.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM6
Merawat Kesehatan
Kulit dengan Buah
Setelah Sehat
Pasti
Cantik
Pisang
Pisang merupakan sumber zat besi,
magnesium, dan kalium. Pisang kaya
akan vitamin A, B, dan E sehingga
berfungsi sebagai agen anti penuaan.
Pisang tumbuk yang dioleskan di
wajah bisa melakukan‘keajaiban’
bagi kulit Anda. Kulit pisang juga bisa
memberikan efek terhadap kesehatan
kulit.
Lemon
Lemon  mengandung vitamin C, baik
untuk kesehatan kulit. Segelas air
hangat dengan satu sendok madu dan
sedikit jus lemon bisa memberikan efek
yang bagus pada kulit. Lemon dapat
digunakan untuk mencerahkan warna
kulit. Lemon juga bisa mengurangi
bekas jerawat. Gosok bagian dalam
kulit lemon untuk menghilangkan
bintik-bintik gelap. Campuran lemon
dan madu baik digunakan untuk
pemutih alami pada wajah.
Jeruk
Jeruk kaya akan vitamin C yang
meningkatkan tekstur kulit. Seperti
apel, jeruk juga mengandung kolagen
yang memperlambat proses penuaan
kulit. Gosok bagian dalam jeruk
pada kulit untuk mengencangkan
wajah. Jeruk dapat dikeringkan dan
ditumbuk untuk digunakan sebagai
scrub alami. Jeruk juga berfungsi untuk
menyamarkan noda wajah.
Apel
Apel memiliki manfaat yang tak
terbantahkan. Apel mengandung zat
antioksidan yang berfungsi mencegah
kerusakan sel dan jaringan. Studi
yang dilakukan oleh ahli gizi telah
menunjukkan bahwa apel banyak
mengandung lastin dan kolagen yang
membantu menjaga kulit awet muda.
Campuran apel tumbuk, madu, air
mawar dan oatmeal sebagai masker
dapat mengelupas sel-sel kulit mati
pada wajah.
Pepaya
Pepaya kaya akan antioksidan
dan mengandung enzim khusus
yang disebut papain. Papain dapat
membunuh sel-sel kulit mati
dan mengangkat kotoran wajah.
Minum segelas susu pepaya atau
menempelkan daging buah pepaya ke
wajah membuah kulit makin sehat.
Mangga
Buah lembut ini memiliki efek luar
biasa pada kulit. Kaya vitamin A dan
kaya antioksidan berfungsi melawan
penyebab penuaan kulit. Mangga
juga berfungsi meregenerasi kulit dan
mengembalikan elastisitas kulit. ∞ (yn)
Buah sebagai obat terbaik sudah menjadi fakta yang terpercaya.
Makan buah atau minum segelas jus setiap hari bisa membuat kita
tetap sehat. Lebih dari itu, buah juga bagus bagi kesehatan kulit.
Berikut ini, beberapa jenis buah yang baik bagi kesehatan kulit:
Penampilan bagi sebagian besar perempuan adalah
harga mati. Artinya, tampil menarik menjadi keharusan.
Bila saat ini, Anda tengah bertransformasi untuk mengubah
penampilan Anda agar terlihat oke, ada baiknya Anda lebih
dahulu benahi gaya hidup dengan cara hidup sehat. Apa
hubungannya? Kaum hawa harus paham bahwa kecantikan
dan kesehatan adalah satu paket. Keduanya akan berjalan
seiring sejalan. Berikut tips sehat nan cantik:
Makanan Sehat
Untuk mengawali gaya hidup sehat, awali dengan memilih
mengkonsumsi makanan sehat dengan memperbanyak
porsi sayur dan buah, banyak minum air putih, mengurangi
makanan berlemak dan
berkolesterol tinggi. Prinsipnya
sederhana,“Apa yang
kamu makan menentukan
kesehatanmu“.
Olahraga
Gaya hidup sehat tak bisa
lepas dari olahraga. Maka,
perbanyaklah olahraga seperti
jalan, di sela-sela bekerja
usahakan banyak berjalan, dan
olah raga bisa di kursi saat di
bekerjaTidak ada alasan untuk
tidak berolahraga mengingat
olahraga bisa dilakukan di mana
saja.
Berpikir Positif
Hal lain yang perlu di atasi adalah stres. Dampak stres sangat
buruk bagi kesehatan, kurang tidur mengakibatkan kondisi
melemah dan tidak fit. Hindari stres dengan berpikir positif,
sabar dan tawakal. Segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya.
MerawatTubuh
Tak hanya berolahraga, perawatan secara menyeluruh
terhadap tubuh juga perlu dilakukan. Hal ini bisa dilakukan di
rumah atau mendatangi tempat-tempat yang sudah dijamin
kredibilitasnya.
Cek Kesehatan Secara Rutin
Ada baiknya, selain perawatan tubuh, Anda juga bisa
melakukan pengecekan kesehatan. Meski cantik, namun
tak sehat, akan berpengaruh pada penampilan juga. Untuk
itu, agendakan secara rutin setiap enam bulan sekali untuk
melakukan general check up. Dengan begitu Anda akan
cantik luar dalam. ∞ (yn)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 7
MEnJADi KEWAJiBAn orangtua untuk
memfasilitasi dan mengembangkan
kreativitas si kecil. Sebagaimana diketahui
ciri anak kreatif adalah spontan, rasa
ingin tahu, lancar berpikir, detail oriented,
dan orisinalitas ide. Berikut adalah hal-
hal yang perlu dipahami orangtua dalam
memfasilitasi sekaligus mendorong
kemampuan yang dimiliki si kecil sehingga
kreativitas si kecil terus berkembang:
Tidak Menuntut Keinginan
Sosok orangtua yang baik bukanlah yang
menuntut segala sesuatu sesuai dengan
keinginannya. Contoh: menginginkan
si kecil menjadi ahli musik sedangkan
bakat si kecil lebih suka menggambar
yang menjurus kepada seni rupa. Bila
orangtua memaksakan keinginannya, hal
ini tidak akan berhasil mengingat adanya
ketidakcocokan minat.
Sebagai orangtua, harus dapat menerima
kelebihan dan kekurangan si kecil. Lebih
dari itu, orangtua harus dapat memotivasi
sekaligus mensugesti bahwa si kecil
mampu melakukan kegiatan yang terkait
minatnya.
Anak Adalah Unik
Seringkali orangtua membandingkan si
kecil dengan anak lain, seolah-olah selalu
saja ada kekurangan si kecil. Padahal,
setiap anak adalah unik dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Dari
sisi anak pun, sebagai individu sama
halnya dengan orang dewasa, tidak suka
dibandingkan dengan orang lain. Alhasil,
sikap bijak orang tua diperlukan untuk
INFO SEHAT
Sejatinya, semua anak adalah kreatif. Untuk itu, mereka
selalu ingin tahu segala sesuatu yang bersifat baru mulai
dariapayangmerekalihat,dengar,hinggaapayangmereka
rasakan. hanya saja, kreativitas setiap anak berbeda.
Pembedanya adalah adanya pembatasan dari lingkungan
dan rasa antusiasme si kecil yang bervariasi. Di sinilah,
orangtua berkewajiban untuk mengetahui, mengenal, dan
menggali bakat dan minat si kecil sejak dini. hal ini bukan
pekerjaan yang sulit mengingat kemampuan-kemampuan
yang menonjol dari si kecil akan terlihat dengan sendirinya
secara jelas.
Kembangkan
Kreativitas si Kecil
memahami keunikan setiap anak.
Kreativitas Multidimensi
Wujud kreativitas si kecil bisa saja
berbeda-beda. Contoh, setiap pulang dari
sekolah, ia mendapatkan hal baru yang ia
sukai, maka akan langsung dipamerkan
kepada orangtuanya di rumah. Sebaliknya,
jika kreativitas tersebut tidak ia sukai dan
tidak ada sedikitpun perhatiannya, dengan
dipaksapun akan sulit dikembangkan.
Contoh: si kecil mendapat cara-cara
cepat dalam menyelesaikan pelajaran
matematika. Praktis, ia akan memamerkan
hal tersebut kepada orangtuanya.
Sebaliknya ia tidak akan melakukan hal
serupa ketika mendapatkan pelajaran
seni tari yang tidak ia sukai. Pendeknya,
kreativitas itu mulitidimensional, dan
setiap anak memiliki dimensi kreatifnya
sendiri-sendiri.
Memberi Contoh
Kita harus memberikan perhatian yang
sungguh-sungguh terhadap apa yang
tengah dikerjakan oleh anak-anak kita.
Misalnya dengan ikut melakukan aktivitas
bersama anak dan memperkenalkan
hal baru serta gagasan-gagasan yang
berhubungan dengan aktifitas tersebut.
Kesempatan tersebut dapat digunakan
untuk memberitahu cara yang baik untuk
melakukan aktivitas tersebut, resiko, serta
keuntungannya. Selanjutnya, biarkan si
kecil berfikir tentang hobi barunya itu.
Yang perlu orangtua lakukan adalah
memberikan waktu, tempat, kemudahan,
dan bahan-bahan agar si kecil semakin
kreatif.
Lakukan dengan Santai
Acapkali orangtua lebih menyukai
melihat langsung hasil jadi dari
kreativitas anak dan melupakan proses
belajar mencapai tujuannya. Padahal
dalam proses justru akan terlihat jelas
bagaimana mereka memecahkan masalah,
berusaha, dan menikmati keberhasilan.
Untuk itu, sebaiknya orangtua juga
memberikan perhatikan kepada proses
dengan perspektif si kecil, bukan atas
dasar cara pandang seorang dewasa.
Sering mengajak anak ke tempat yang
menimbulkan kreativitas adalah kegiatan
positif. Seperti berkunjung ke Museum
Sain dan museum lainnya. Kegiatan
bereskperimen juga bisa dilakukan di
rumah, seperti membuat baling-baling
bamboo, ketapel, tempat pencil dari
bahan-bahan bekas pakai. ∞ (yn)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM8
STOP PRESS
Kementerian Kesehatan berkomitmen
mendukung pembinaan dan pengembangan
Gerakan Pramuka sesuai yang terkandung dalam
nilai-nilai Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka. Hal ini
tak lepas dari peran strategis Gerakan Pramuka turut
membangun karakter bangsa menuju yang lebih
baik termasuk di bidang kesehatan.
Dukungan tersebut disampaikan oleh Menteri
Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,
MPH, Dr.PH melalui pidato yang dibacakan oleh
Wamenkes Prof. Ali Gufron pada acara Pelantikan/
Pengukuhan Pimpinan Satuan Karya Pramuka Bakti
Husada (Saka Bakti Husada) Tingkat Nasional Masa
Bakti Tahun 2011-2016 di Jakarta, (5/1). Menkes
menegaskan bahwa Gerakan Pramuka merupakan
salah satu mitra potensial yang telah berperan
banyak dalam membantu terlaksananya berbagai
program pembangunan termasuk di bidang
kesehatan.
Masih menurut Menkes, Pramuka baik secara
individu sebagai anggota keluarga maupun sebagai
kelompok di Gugus Depan dan sekolah berperan
besar memberikan kesadaran bagi sesama anggota
keluarga, teman, dan masyarakat dengan turut serta
menyadarkan pentingnya berperilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS).“Untuk itu, kemitraan Kemenkes
dan Gerakan Pramuka perlu terus dikembangkan
dan ditingkatkan di masa depan dalam peranannya
membina kaum muda bangsa Indonesia terutama
dalam bidang kesehatan,”tandas Menkes.
Untuk diketahui, pada tanggal 20 Agustus 2011,
Menkes bersama Ketua Kwartir Nasional Gerakan
Pramuka telah menandatangani kesepakatan
kerja sama tentang peningkatan kesehatan
masyarakat melalui pendidikan kepramukaan. Kerja
sama ini memperbaharui ikatan kerja sama yang
ditandatangani tahun 1985 lalu.
Saka Bakti Husada yang dibentuk 17 Juli
1985, merupakan wadah Pramuka Penegak
dan Pandega di bidang kesehatan. Untuk itu,
Kemenkes bertanggung jawab membina dan
mengembangkannya sesuai perkembangan masalah
kesehatan bangsa. Kemenkes melalui Badan PPSDM
Kesehatan telah mewujudkan Revitalisasi Gerakan
Pramuka yang telah dicanangkan Presiden RI tahun
2006, dengan membentuk Gudep-Gudep berbasis di
Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Balai Pelatihan
Kesehata (Bapelkes) di seluruh Indonesia. ∞ (Pra)
Gerakan Pramuka Mitra untuk
Membangun Bidang Kesehatan
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 9
STOP PRESS
Kementerian Kesehatan menetapkan 10
Program Prioritas di tahun 2012. Urutan paling
atas adalah upaya promotif dan preventif yang
melibatkan inisiatif masyarakat dan Pemda. BOK
(Bantuan Operasional Kesehatan) merupakan
salah satu bentuk upaya tersebut.
Pengumuman mengenai 10 Program Prioritas
disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang
Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat jumpa
pers mengenai Evaluasi Kinerja 2011 dan
Program Prioritas 2012 Kementerian Kesehatan
di Kantor Kemenkes Jakarta, Rabu (4/1). Adapun
sembilan Program Prioritas lainnya adalah
Pencegahan dan pengendalian penyakit,
terutama Penyakit Tidak Menular (PTM); Menuju
Universal Coverage (penambahan kelas);
Penurunan Angka Kematian Ibu (PONED, PONEK,
Jampersal, KB); Upaya Perbaikan Gizi terutama
masalah stunting, saintifikasi jamu, kemandirian
bahan baku obat; Perencanaan Pembangunan
Kesehatan Paralel dengan Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI); Reformasi Birokrasi (Tata Manajemen
Birokrasi yang Bersih, Akurat, Efektif dan Efisien);
Peningkatan Penggunaan Teknologi Informasi di
segala Aspek; serta Pusat Tanggap Respon Cepat
(PTRC) yang akan dikembangkan di provinsi dan
kabupaten/kota. ∞ (Pra)
Kemenkes Usung
Program
Prioritasdi Tahun 2012
10
Bertepatan Peringatan ke-83 Hari Ibu, Presiden memberikan Penghargaan
Anugerah Ekapraya Parahita Madya kepada sejumlah Kementerian/Lembaga,
Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadia yang telah berhasil melaksanakan strategi
pengarusutamaan gender, melaksanakan program pemberdayaan perempuan,
serta perlindungan perempuan dan anak. Salah satu penerimanya adalah
Kementerian Kesehatan.
Penghargaan diberikan langsung oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono
kepada Menkes RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, Kamis (22/12).
Secara keseluruhan, Presiden RI memberikan 10 Kementerian/Lembaga, 1
badan, 12 Provinsi, 11 Kabupaten dan 3 Kotamadia. Penerima Prahita Ekapraya
antara lain Kementerian PU, Kemendiknas, Bappenas, Kemenhukham, Provinsi
Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Riau, Kabupaten Rembang, Kabupaten
Malang, dan Kabupaten Sleman.
Selain memberikan apresiasi, pemberian penghargaan juga ditujukan guna
meningkatkan kinerja Pemda dalam melaksanakan pengarusutamaan gender,
serta mendorong prakarsa aktif dan menumbuhkan komitmen Pemda dalam
penyusunan kebijakan yang responsif gender. Adapun tema Peringatan Hari Ibu
adalah“Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Membangun Ketahanan Ekonomi
Menuju Kesejahteraan Bangsa’. ∞ (Pra)
Kemenkes Raih Penghargaan
Anugerah Pahita Ekapraya
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM10
Di Indonesia, belum semua rumah sakit
(RS) memberikan pelayanan kesehatan
bagi peserta Jamkesmas. Dari 1.870 RS,
baru 1.080 RS yang menerima peserta
Jamkesmas. Ke depannya, semua RS baik
pemerintah maupun swasta diharapkan
menerima peserta Jamkesmas. Untuk
itu, kapasitas kelas III agar ditambah.
Demikian dikatakan Menkes dr. Endang
Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH usai
menyaksikan Penandatanganan Perjanjian
Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan
menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan
Jamkesmas dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di
Bandung, (28/12).
“Saya minta ada tambahan kelas III,
bukan hanya di RS swasta, tetapi RS
Menkes Instruksikan
Rumah Sakit Tambah
Kapasitas Kelas III
vertikal dan RS pemerintah daerah. RS
swasta harus menambah kelas III dari 10%
menjadi 15% atau 20%. Saat ini sedang
dalam pembahasan berapa kira-kira bisa
disediakan penambahan kelas III ini,”ujar
Menkes.
Menkes juga berharap agar ada
komunikasi antar RS sehingga pasien yang
tidak bisa tertampung pada satu RS tidak
dibiarkan begitu saja, namun dicarikan
RS lain yang masih kosong. Ketersediaan
tempat tidur, khususnya kelas III agar
dipasang di depan RS.“Seperti di tempat
parkir dicantumkan berapa tempat yang
masih kosong,”paparnya.
Sementara itu di Jabar, menurut Kepala
Dinas Kesehatan Jabar, dr, Alma Lucyati,
M.Kes., pada awal 2011 dari 224 RS
baru 133 RS atau 54,51% yang melayani
Jamkesmas. Dengan demikian, tidak
semua masyarakat yang membutuhkan
perawatan bisa tertampung karena
terbatasnya tempat tidur di RS.
“Kebutuhan tempat tidur 10.000,
sementara yang tersedia di RS pemerintah
dan beberapa RS swasta baru 4.000
tempat tidur. Namun dengan RS swasta
membuka diri terhadap pelayanan
Jamkesmas ada tambahan 6.000 tempat
tidur sehingga ada 10.000 tempat tidur
bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda, dan
Jampersal,”papar Kadinkes.
Ditambahkan, dari sekitar 43 juta
penduduk Jabar, baru 54,3% yang ter-
cover jaminan kesehatan. Dari jumlah
tersebut 25% dijamin Jamkesmas dan 16%
dijamin Jamkesda. Jumlah penduduk yang
belum ter-cover jaminan sekitar 44%.
“Jabar harus menata sarana. Saat ini
ada 1.444 Puskesmas, 147 di antaranya
Pukesmas perawatan dengan 20 tempat
tidur,”tambah dr. Alma.
Sementara itu Sekda Provinsi Jabar, Lex
Laksama yang mewakli Gubernur Jabar
mengatakan, akses masyarakat terhadap
fasilitas kesehatan yang berkualitas
masih belum optimal. Penyediaan sarana
dan fasilitas kesehatan yang memadai
merupakan respon terhadap dinamika
karateristik dan kondisi geografis
penduduk Jabar.
“Menyadari pentingnya penanganan
yang lebih optimal untuk keberhasilan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat
Jabar, khususnya masyarakat miskin secara
simultan harus dilakukan pembenahan
sistem pelayanan kesehatan, peningkatan
akses masyarakat termasuk masyarakat
miskin ke fasilitas kesehatan, penyusunan
standar pelayanan medis dan membenahi
sistem rujukan di tingkat kabupaten/kota,”
tegasnya.
Menkes mengapresiasi RS yang telah
memberi pelayanan kepada peserta
Jamkesmas di Provinsi Jawa Barat dan
berterima kasih atas kesediaan RS
yang akan menjadi Pemberi Pelayanan
Kesehatan bagi peserta Jamkesmas.
Dengan demikian, akses pelayanan
kepada peserta Jamkesmas lebih merata
dan terjangkau. ∞ (Pra)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 11
KEMEntEriAn KESEhAtAn meresmikan 7
Desa Open Defecation Free (ODF) – atau lebih
dikenal dengan istilah Stop Buang Air Besar
(BAB) sembarang. Kegiatan ini merupakan
bagian dari pembangunan air minum dan
penyehatan lingkungan secara keseluruhan
yang dikemas dalam Sanitasi total Berbasis
Masyarakat (StBM). Ketujuh desa tersebut
adalah desa Curuggoong, desa Cisaat
(keduanya di Kecamatan Padarincang), desa
Kramatwatu, desa Margatani, desa Serdang
(ketiganya di Kecamatan Kramatwatu), desa
Mekarsari (di Kecamatan Anyer), dan desa
Situtarate (di Kecamatan Cikande).
Wamenkes Resmikan
7 DESA
STOP
BABSembarangan
Peresmian ODF dilakukan oleh Wakil Menteri
Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc.
Ph.D, di Desa Curuggoong, Kecamatan
Padarincang, Kabupaten Serang, Banten,
Kamis (29/12). turut hadir dalam kegiatan
tersebut, Direktur Penyehatan Lingkungan,
drh. Wilfried hasiholan Purba, MM, M.Kes,
Sekda Provinsi Banten, ir. h. Muhadi, M.SP,
Bupati Kabupaten Serang, h.A. taufik
nuriman, dan para kepala desa.
Sebagaimana diketahui, Sanitasi total
Berbasis Masyarakat (StBM) merupakan
ujung tombak keberhasilan pembangunan
air minum dan penyehatan lingkungan
secara keseluruhan. StBM adalah pilihan
pendekatan, strategi dan program untuk
mengubah perilaku higiene dan sanitasi
Peresmian ODF dilakukan oleh Wakil Menteri
Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc.
Ph.D, di Desa Curuggoong, Kecamatan
Padarincang, Kabupaten Serang, Banten,
Kamis (29/12). turut hadir dalam kegiatan
tersebut, Direktur Penyehatan Lingkungan,
drh. Wilfried hasiholan Purba, MM, M.Kes,
Sekda Provinsi Banten, ir. h. Muhadi, M.SP,
Bupati Kabupaten Serang, h.A. taufik
nuriman, dan para kepala desa.
Sebagaimana diketahui, Sanitasi total
Berbasis Masyarakat (StBM) merupakan
ujung tombak keberhasilan pembangunan
air minum dan penyehatan lingkungan
secara keseluruhan. StBM adalah pilihan
pendekatan, strategi dan program untuk
mengubah perilaku higiene dan sanitasi
STOP PRESS
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM12
melalui pemberdayaan masyarakat dengan
metode pemicuan. nah, suatu komunitas
berada pada kondisi sanitasi total saat
masyarakat tidak buang air besar (BAB)
sembarangan, mencuci tangan pakai
sabun, mengelola air minum dan makanan
yang aman, mengelola sampah dengan
benar dan mengelola limbah cair rumah
tangga dengan aman.“StBM bukan hanya
sebagai pendekatan yang efektif dan efisien,
melainkan sebagai strategi dan juga Program
nasional untuk mewujudkan masyarakat
sehat melalui proses penurunan penyakit
berbasis lingkungan yang berkaitan dengan
sanitasi dan perilaku sehat,”ujar Wamenkes.
Merujuk data riset Kesehatan Dasar
(riskesdas), terjadi peningkatan penduduk
berperilaku BAB Benar. Pada 2007, persentase
penduduk berperilaku BAP Benar sebesar
71,1%, dan pada 2010, persentase penduduk
berperilaku BAB Benar mencapai 82,8%.
Artinya terjadi peningkatan sebesar 17,7%.
Meski demikian, masih ada sebesar 17,2%
penduduk yang masih BAB sembarangan
dan harus diselesaikan sebelum 2014.
Sementara itu, dari sisi penggunaan air
untuk keseluruhan keperluan rumah tangga,
sebanyak 27,9% menggunakan sumur gali
terlindungi sebesar 22,2%, sumur bor/pompa
22,2%, disusul air leding/PAM sebesar 19,5%.
Ditinjau dari segi perilaku, untuk kebiasaan
cara mencuci tangan dengan benar
tahun 2010 sebesar 35%. Artinya terjadi
peningkatan 11,8% dibandingkan 2007
yang berada di angka 23,2%. hasil penelitian
sarana penampungan limbah, terjadi
penurunan. Pada 2010, rumah tangga yang
tidak mempunyai sarana penampungan air
limbah sebesar 18,9% atau menurun 6%
dibandingkan 2007 yang mencapai 24,9%.
Selain itu, masih banyak rumah tangga yang
membuang limbah rumah tangga ke sungai/
parit/got, yakni sebesar 41,3% dan yang
menangani sampahnya dengan cara dibakar
mencapai 52,1%.
Dijelaskan Wamenkes, terdapat dua jalur
upaya yang dilakukan oleh pemerintah
dalam membangun sektor air minum dan
sanitasi. Yakni Pembangunan Air Minum dan
Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas).
Pamsimas bertujuan meningkatkan jumlah
penduduk pedesaan dan pinggiran kota
(peri urban) mendapat akses air bersih dan
sehat.“Pengalaman selama ini menunjukkan
peningkatan akses terhadap air minum
dan sanitasi yang tidak disertai perubahan
perilaku, terbukti tidak berkelanjutan. Oleh
karenanya perlu pendekatan Pamsimas,”
ujarnya. Selanjutnya, Wamenkes berharap
Pemerintah Daerah berkomitmen kuat dalam
mengupayakan dan perluasan pelaksanaan
program air minum dan sanitasi dengan
menggunakan model pendekatan program
Pamsimas. ∞ (Pra)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 13
Provinsi Jawa Barat menjadi percontohan pelaksanaan
Universal Coverage Insurance melalui KTP Berasuransi
Kesehatan. KTP berasuransi yang rencananya diluncurkan
2012 ini, memberikan kemudahan bagi masyarakat berobat
di Puskesmas atau Rumah Sakit yang ditunjuk dengan biaya
murah.
Terobosan Jawa Barat sebagai percontohan pelaksanaan
Universal Coverage Insurance, mendapat respon positif dari
Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,
Dr.PH. “Saya memberikan penghargaan pada Pemerintah
Provinsi Jabar yang sudah berinisiatif meluncurkan program
Universal Coverage Insurance yang pertama di Indonesia,”
tutur Endang usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian
Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan menjadi Pemberi
Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di Bandung (28/12).
Harapannya, lanjut Endang, program tersebut dapat disusul
provinsi lain.
Menurut Menkes, program Universal Coverage Insurance,
sejalan dengan gawe Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) yakni meng-cover masyarakat yang tidak mampu baik
yang memiliki Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang
jumlahnya di Jawa Barat mencapai sekitar 15 juta.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr. Alma
Lucyati, M.Kes., menuturkan bahwa tahap awal KTP
berasuransi diperuntukaan bagi warga kurang mampu.
“Ke depannya secara bertahap, semua orang di Jawa Barat
mempunyai KTP berasuransi sehingga mendapatkan
jaminan kesehatan.”
Hingga awal 2011, tercatat baru 133 RS dari 224 RS atau
54,51% yang melayani Jamkesmas. Dampaknya, tidak
semua masyarakat yang membutuhkan perawatan bisa
tertampung karena terbatasnya tempat tidur di RS. Saat ini,
menurut dr. Alma, kebutuhan tempat tidur sebanyak 10.000.
Sejauh ini yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa
RS swasta baru mencapai 4.000 tempat tidur. Nah, dengan
RS swasta membuka diri terhadap pelayanan Jamkesmas,
maka terdapat tambahan 6.000 tempat tidur. Total, terdapat
10.000 tempat tidur bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda, dan
Jampersal.
Ditambahkan, Kadinkes, dari sekitar 43 juta penduduk
Jabar, baru 54,3% ter-cover jaminan kesehatan. Dari
jumlah tersebut, sebanyak 25% dijamin Jamkesmas dan
16% dijamin Jamkesda. Jadi, jumlah penduduk yang
belum ter-cover jaminan kesehatan sekitar 44%. Sebagai
konsekuensinya, maka Jabar harus segera menata sarana
prasarana untuk keperluan tersebut. ∞ (Pra)
Jabar Terapkan
KTP Berasuransi
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM14
ingga saat ini tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) masih
cukup tinggi. Ini bisa dilihat dari lima provinsi terbesar
penyumbang AKI di Indonesia, dengan total angka
5.767 kematian atau 50% dari 11.767 kematian ibu di
Indonesia tahun 2010. Lima provinsi secara berturut-
turut, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur,
Banten, dan Jawa Timur. Apabila ke lima provinsi
tersebut dapat diturunkan angka kematian
ibu secara signifikan, maka akan berpengaruh
besar terhadap penurunan angka kematian ibu
secara nasional. Nah bagaimanakah menurunkan angka
kematian ibu itu?
Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menurunkan
angka kematian bayi, baik program yang terkait langsung
maupun yang tidak langsung. Bahkan upaya ini juga
dilakukan bekerja sama dengan kementerian/lembaga
lain seperti BKKBN, Kemendagri, Kemensos, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan KPA, dan lainnya. Hanya
saja, upaya ini masih harus terus ditingkatkan melalui
sinkronisasi lintas program dan lintas sektor untuk
percepatan capaian penurunan angka kematian ibu
menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Sementara data
tahun 2007, masih bertengger pada angka 228/100.000
kelahiran hidup.
Untuk menurunkan angka tersebut, telah digulirkan
program Jaminan Persalinan (Jampersal). Program
ini merupakan jaminan pembiayaan yang digunakan
untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,
pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan,
dan pelayanan bayi baru lahir. Program ini bertujuan
menjamin akses pelayanan persalinan masyarakat oleh
tenaga dokter dan bidan. Dengan jaminan ini dapat
dipastikan masyarakat lebih aman dan nyaman dalam
menjalani persalinan. Hal ini terlihat dengan berbondong-
bondongnya ibu hamil mengunjungi rumah sakit
untuk melahirkan, seperti yang terjadi di RSUD Bantul
Yogyakarta.
Guna, mewujudkan persalinan ibu hamil oleh tenaga
kesehatan terlatih, Kemenkes telah mendistribukan
bidan dan dokter terlatih ke seluruh wilayah Indonesia.
Pada 2010, cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan sudah 82,2%. Cakupan tersebut,
akan ditingkatkan menjadi 90% pada 2015. Selain itu,
persalinan juga harus dilakukan di sarana kesehatan.
Hanya saja, setiap persalinan oleh tenaga kesehatan, tidak
secara otomatis diselenggarakan di sarana kesehatan. Hal
ini tercermin dalam hasil riset kesehatan dasar 2010.
Untuk mendorong implementasi Jampersal, telah
dilakukan sosialisasi pada 8 provinsi yang terindikasi
angka kematian ibu tinggi, yakni: Jawa Barat, Aceh,
Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Maluku,
NTB, NTT, dan Semarang, pada akhir Desember 2011 yang
lalu.
Sebagai bukti keseriusan Kemenkes untuk menurunkan
AKI, hingga saat ini telah digelontorkan dana APBN
tahun 2011 kepada 33 provinsi untuk BOK sebesar Rp
904.555.000.000, Jampersal Rp 922.793.246.000, dan
Jamkesmas Dasar Rp 972.921.148.000.
Program Jampersal terus bergulir, meski dalam praktek
lapangan banyak kekurangan yang mesti dibenahi
di sana-sini. Masukan dari rekan-rekan daerah sangat
berharga untuk perbaikan. Beberapa tahun ke depan, jika
semua program berjalan lancar, dan angka kematian ibu
saat melahirkan di lima provinsi tadi bisa ditekan secara
berarti, tentu akan menekan angka kematian ibu secara
nasional. Pada akhirnya, kita harapkan, tidak ada lagi ibu
yang mati karena melahirkan bayi… ∞ (Pra)
Angka Kematian Ibu di Indonesia:
LampuMerah
diLimaProvinsi
MEDIA UTAMA
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 15
MEDIA UTAMA
uswanti (27) duduk di atas tempat tidur ruang
rawat persalinan rSUD Panembahan Senopati
Bantul, Yogyakarta. Wajahnya tampak sedih. ia
baru saja mengalami keguguran anak kedua.
Ditemani anggota keluarga, ia sedang menanti
penyelesaian administrasi kepulangan pasca melahirkan.
“Alhamdulillah, pelayanan di sini baik, walau banyak
pasiennya”, kata Kuswanti.
Kuswanti sebelumnya melakukan pemeriksaan
kehamilan di bidan. namun karena ia mengalami
keguguran, bidan merujuknya ke rumah sakit. Seluruh
biaya persalinan gratis. Kok bisa? ternyata, Kuswanti
mendapat bantuan dari program Jampersal (Jaminan
Persalinan).“Memang, harus sabar menunggu, karena
pelayanan kesehatan dengan Jampersal banyak
memerlukan surat-surat yang harus dilengkapi,”ujar
Kuswanti lirih karena masih menahan rasa sakit.
Jampersal adalah program yang diluncurkan
Kementerian Kesehatan untuk membantu ibu-ibu yang
sedang hamil agar bisa melahirkan dengan selamat.
Program ini bertujuan menekan angka kematian ibu (AKi)
di indonesia yang pada 2009 tercatat 228 kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup.
Saat ini program Jampersal telah mendorong masyarakat
untuk melakukan pemeriksaan kehamilan di rumah Sakit
yang ada di sekitar mereka, terutama di rumah Sakit
yang memiliki program Jampersal. Mereka datang atas
dasar kesadaran sendiri, bahkan mereka langsung ke
rumah Sakit, tanpa rujukan dari Puskesmas.“Kalau sudah
seperti ini mekanismenya, kami tidak dapat menolaknya.
Masa, ibu mau melahirkan diminta ke Puskesmas,”ujar
MENELISIKPELAYANAN JAMPERSAL
Program Jampersal sudah bergulir di banyak daerah di Indonesia.
Berikut pengalaman RSUD Panembahan Senopati Bantul,
Yogyakarta, dan Puskesmas Benayang, Pontianak, dalam melayani
masyarakat yang mengikuti program Jampersal.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM16
Pipin perawat RS Bantul.
Menurut Mayani, kepala Puskesmas
Benayang, Kota Pontianak, Kalimantan
Barat program Jampersal banyak sekali
manfaatnya, terutama bagi masyarakat
dari kalangan tidak mampu. Kebetulan
Puskesmas Benayang saat ini sudah
menjadi Puskesmas Poned (Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar),
sehingga dengan adanya Jampersal tingkat
kunjungan pasien meningkat sampai tiga
kali lipat.
“Sebelum ada Jampersal tingkat kunjungan
pasien paling tinggi sekitar 20-25 persalinan
per bulan. Dengan adanya Jampersal
kunjungan paling rendah 58 orang. Setiap
hari rata-rata kunjungan ibu hamil dua
sampai tiga orang,”ujar Mayani.
Menurut Mayani, dari segi ekonomi adanya
Jampersal banyak membantu masyarakat.
“Semua free. Akibatnya banyak persalinan
yang tidak pernah ke tenaga kesehatan
mau datang ke Puskesmas,”cerita Mayani.
Malah, tambah Mayani, ada masyarakat
yang sejak hamil tidak pernah diperiksa
sama sekali. Dengan adanya Jampersal,
mereka mau datang ke Puskesmas untuk
diperiksa,
Menurut bidan yang Sarjana Kesehatan
Masyarakat ini, pengunjung Puskesmas,
awalnya memang sudah terbiasa. Tapi,
setelah mendapatkan informasi dan
manfaat puskesmas kota Pontianak,
banyak dari teman-teman dari puskesmas
lain atau bidan praktek swasta mengirim
ke Puskesmas Benayang, terutama yang
punya kasus emergency dasar. Sebab,
kalau resti kemungkinan akan mengalami
kasus emergency dasar. Nah, bagaimana
dengan masalah besaran gaji yang berbeda
dengan standar yang ada selama ini?
Berikut penuturan bidan Mayani kepada
Mediakom:
Bagaimana pengalaman Anda melayani
program Jampersal?
Kalau untuk pelayanan, tidak ada
perbedaan, tidak ada perubahan. Kami
melayani masyarakat sesuai dengan SOP
yang ada, baik itu pelayanan program
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 17
Jampersal maupun yang bukan program Jampersal.
Sama juga dengan pelayanan kami ketika ada program
Jamkesmas.
Bagaimana dengan petugas kesehatannya?
Alhamdulillah tidak ada masalah. Mereka memiliki
komitmen yang tinggi, meskipun memang untuk
tingkat kota Pontianak, biaya persalinan Rp 350.000 all
in itu rasanya kurang. Namun mereka berupaya dapat
memberikan yang terbaik dengan memanfaatkan dana
yang ada.
Jadi kalau dihitung-hitung, sebelum Jampersal
pendapatan lebih besar dibanding setelah ada
Jampersal?
Kalau di program Jampersal, sesuai dengan petunjuk,
memang 75% untuk jasa pelayanan dan 25 % untuk
bahan habis pakai. Insya Allah (ini masih wacana) pada
2012 ini Pemkot Pontianak akan menyumbang.
Berapa kira-kira?
Akan ada tambahan Rp 100.000 atau Rp 200.000. Selama
ini dana yang ada dimanfaatkan seefektif mungkin.
Sebelum ada Jampersal, berapa biaya persalinannya?
Perdanya kurang lebih sekitar Rp 500.000.
Rinciannya untuk jasa berapa?
Untuk jasa, kalau untuk pertolongan persalinan
Rp 100.000, itu belum perawatan, kurang lebih
separuhnyalah.
Jadi secara umum lebih menguntungkan Perda apa
Jampersal?
Kalau terhadap program, jelas lebih menguntungkan
dengan program Jampersal. Artinya lebih banyak
masyarakat yang dapat mengakses pelayanan kesehatan.
Jadi lebih banyak masyarakat yang tertolong.
Apa saran Anda untuk perbaikan Jampersal ke depan?
Kalau untuk perbaikan Jampersal mungkin yang perlu
diperbaiki untuk ATK. Dalam aturannya dijelaskan 75%
untuk jasa pelayanan, sementara yang 25% sisanya
diatur dengan SK Walikota. Tapi kalau kita lihat, yang
25% itu kecil ya? Mungkin untuk kota Pontianak kalau
bisa ditambah, khususnya untuk Jampersal. Jadi kalau
misalnya unit cost-nya lebih tinggi, otomatis untuk
jasanya lebih tinggi.
Kira-kira berapa tambahannya?
Kira-kira Rp 500.000. Paling tidak tarif RS kelas 3 atau
di bawahnya sedikit. Kemudian yang kedua untuk
Juknisnya, mohon bisa dipercepat. Kadang Juknis
keluarnya Maret, sementara berlakunya dari Januari.
Kalau Juknisnya telat, administrasinya jadi terburu-
buru (kejar tayang istilahnya). Pertanggungjawaban
pembukuan pun jadi terlambat, walaupun untuk
pelayanan kepada masyarakat tetap harus jalan terus. ∞
(Pra)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM18
esimpulan tersebut terekam dari
hasil survei yang dilakukan oleh
Pusat Komunikasi Publik terhadap 363
bidan di wilayah Tangerang, Bekasi, Depok, dan
Bekasi. Mereka terdistribusi dalam jenis praktek
mandiri (55%), mandiri Puskesmas (27%), dan
Puskesmas saja 17 %, dengan lama praktek
lebih sepuluh tahun (33%), 6-10 tahun (11%),
3-5 tahun (15%), dan kurang dari 3 tahun
(41%).
Sebagian besar tenaga bidan juga
sepakat, Jampersal memberikan
kemudahan bagi calon ibu yang
akan melahirkan. Hanya saja, belum dapat memberikan
kemudahan bagi praktek para bidan. Terdapat 54,3 %
responden tidak setuju, Jampersal memberi kemudahan bagi
praktek bidan. Hal ini mungkin, disebabkan belum lancarnya
proses pencairan dana setelah memberikan pertolongan
persalinan.
Berkaitan dengan sasaran Jampersal, sebagian besar bidan
setuju hanya untuk keluarga miskin dan berkeberatan bila
mencakup juga keluarga berkecukupan secara ekonomi.
“Rasanya kurang sreg, bila melayani pasien persalinan orang
kaya menggunakan Jampersal, apalagi banyak permintaan.
Tapi, kalau keluarga miskin masih bisa diterima, hitung-
hitung sedekah,”ujar bidan Ina di Bekasi.
Sebagian besar bidan (80%), setuju program Jampersal
akan mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB). Mereka juga setuju, bahwa program
Jampersal akan dapat dilaksanakan baik di kota maupun di
desa. Mereka juga sependapat, Jampersal dapat memberi
rasa aman kepada ibu yang melahirkan, karena ditangani
oleh tenaga kesehatan. Dengan asumsi tersebut, program
Jampersal akan mendapat dukungan dari tenaga kesehatan,
khususnya bidan. Walau ada sebagian tenaga bidan yang
tidak setuju, apalagi Jampersal harus digunakan semua ibu di
Indonesia.
Menurut bidan yang tidak setuju ini, seharusnya Jampersal
khusus untuk para ibu yang tidak mampu. Sedangkan mereka
yang mampu tidak perlu mendapat jaminan Jampersal.
Sebab, mereka dapat membiayai sendiri sesuai dengan
sarana kesehatan yang diinginkan.
Terkait kesan bidan terhadap Jampersal, mereka sebagian
besar menyebutnya“bagus”untuk menekan AKI dan AKB,
cocok untuk ibu yang kurang mampu. Hanya saja kebijakan
Jampersal masih perlu sosialisasi lebih luas dan pelaksanaan
belum berjalan secara mulus. Terutama kendala pada
prosedur pelaksanaan dan pengajuan klaim yang sulit,
masih banyak prosedur yang belum pasti, sehingga masih
ada kendala psikologis untuk menangani pasien yang
menggunakan fasilitas Jampersal.
Kesan lain, resiko bidan terlalu besar, sementara kompensasi
dianggap kecil. Untuk itu, mereka berharap, tahun berikutnya
dapat memberi imbalan yang layak sesuai dengan kekuatan
ekonomi setiap provinsi, infrastruktur, ketersediaan fasilitas
kesehatan, dan tenaga medis, khususnya bidan.
Namun demikian, masih ditemukan 44,9% responden tidak
menyarankan pasien mengikuti program Jampersal dan
54,9% responden menyatakan tidak mendorong pasien
mengikuti program Jampersal.
Untuk hal ini, masih memerlukan pendekatan khusus kepada
organisasi IBI dan bidan, sehingga kelak dapat mendukung
program Jampersal sepenuh hati. Di samping meningkatkan
sosialisasi dan nominal biaya pelayanan Jampersal.
Khusus sosialisasi memerlukan pendekatan komunikatif,
bukan medis seperti mencetak brosur, leaflet, flyer, booklet
yang berbeda target sasaran. Untuk kemasan sesuaikan
dengan target sasaran, seperti untuk ibu yang mampu
dan kurang mampu. Skenario pesan sebaiknya berjenjang,
serial, dan berkesinambungan. Sedangkan target sosialisasi
meliputi tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama,
dan masyarakat luas. ∞ (Pra)
Jampersal
di Mata Tenaga Bidan
Program Jampersal jelas lebih menguntungkan, apalagi bagi keluarga
miskin. Lebih banyak publik yang dapat mengakses pelayanan
kesehatan. Banyak masyarakat yang tertolong, termasuk pencatatan
dan pelaporan lebih banyak.“Sasaranya lebih luas,”kata bidan Mayani,
SKM di Puskesmas Benayang, Pontianak. Ternyata, Mayani tidak
sendirian, tapi juga disetujui sebagian besar tenaga bidan lainnya.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 19
B
ersalin yang nyaman, sangat
ditentukan oleh keterampilan
tenaga kesehatan yang ada.
Selain itu, dipengaruhi juga
oleh ketersediaan peralatan
bersalinnya. Puskesmas Mergangsang,
Bantul, Yogyakarta, salah satu tempat
favorit masyarakat Bantul, sebagai tempat
bersalin. Selain tidak bayar, juga ada
tenaga kesehatan yang profesional.
Ketika program Jaminan Persalinan
(Jampersal) mulai digulirkan, memang
banyak kebingungan di RS ini. Namun,
untunglah hal itu hanya berlangsung
enam bulan. Sekarang, untuk pelayanan
pasien, secara teknis medis sudah tidak
ada kendala.
Tenaga dokter residen obgyn sudah siap
melayani, walaupun dari segi analisis
kebutuhan tenaga bidan masih kurang,
karena baru ada 9 orang, sementara
kebutuhannya 13 orang. “Sekalipun
demikian, kami tetap mampu memberi
pelayanan dengan baik,”kata Puji
Astuti, salah satu bidan yang bekerja di
Puskesmas Mergangsang
Menurut bidan Astuti, tugas bidan
memang merangkap-rangkap. Mulai dari
teknis menis, merujuk dan mengantar
pasien, serta urusan administrasi.
Termasuk mengurus kasus“ sosial”. Cerita
bidan Astuti, pernah ada pasien beranak
tiga. Karena pasien ini akan melahirkan,
maka kami mengurus ibunya yang mau
melahirkan dan juga merawat ketiga
anaknya. Kebetulan si pasien tidak
memiliki saudara, sementara suaminya
sudah lama meninggal dunia.
Menanggapi soal biaya, menurut bidan
Astuti memang masih nyomplang (tidak
seimbang), antara Peraturan Daerah
dan Jampersal. Kalau merujuk Perda,
setempat biaya persalinan Rp 568.000
termasuk pelayanan Keluarga Berencana
(KB). Sementara biaya Jampersal hanya
Rp 350.000 termasuk pelayanan KB.“Bagi
kami tidak ada masalah, walau nilai biaya
Jampersal lebih rendah dibanding Perda.
Sebab, tidak berpengaruh langsung
kepada petugas kesehatan, karena
mereka menerima gaji. Kami bergaji untuk
melayani siapa saja, baik pasien Jampersal,
Jamkesmas, Askes, Astek, maupun umum”,
ujar Astuti.
Namun, menurut Astuti, sekalipun biaya
persalinan berdasarkan Perda lebih
besar, kami harus menyetor seluruhnya
ke Pemerintah Daerah, baru turun untuk
operasional puskesmas, setelah pengajuan
pendanaan disetujui.
Ketika program Jampersal mulai berjalan,
bulan Juli 2011, kunjungan pasien
mulai menurun. Hanya separo dari total
persalinan yang dilakukan di Puskesmas,
sisanya dirujuk ke rumah sakit.
Karena semua Puskesmas merujuk, maka
rumah sakit menjadi penuh, bahkan
sampai menggunakan lorong-lorong
rumah sakit untuk perawatan. Apalagi,
Puskesmas juga tidak boleh melayani
persalinan dengan penyulit, kecuali
persalinan normal.
Akibatnya, ada pasien yang benar-benar
membutuhkan perawatan tidak mendapat
tempat. Bidan Astuti menyayangkan hal
ini bisa terjadi. Menurut bidan senior ini,
walau secara logika, khusus Puskesmas
Poned dan mempunyai residen obgyn
seperti Puskesmas Mergangsang dapat
melakukan persalinan seperti pasien
pecah ketuban, tapi karena aturannya
tidak membolehkan, ya tetap tidak boleh.
“Kami harus tetap mengikuti aturan,”ujar
bidan senior ini. Tentu ini dapat menjadi
masukan untuk menetapkan kebijakan
berikutnya.
Puskemas Mergangsang, setiap hari
rata-rata melayani tiga pasien kontrol
kehamilan dan dua melahirkan. Total satu
bulan mampu melayani 60-80 pasien
Jampersal. Dengan 9 tenaga bidan, masih
dapat menjalankan pelayanan teknis
medis dengan baik. Hanya saja untuk
urusan administrasi seperti verifikasi data
pasien untuk dokumen laporan klaim
biaya persalinan sering mundur, karena
tidak ada tenaga administrasi khusus.
Menurut Astuti, segala tindakan yang
berurusan dengan nyawa ibu hamil
dan bayinya sekaligus harus mendapat
perhatian lebih, terutama biaya nominal
persalinannya.“Untuk kami sebagai PNS
memang tidak berpengaruh, karena uang
bukan untuk pelaksana. Tapi untuk bidan
praktek swasta dan rumah sakit swasta
akan sangat berpengaruh,”ujar Astuti.
Saat ini, ada 10 persen dari pasien
Jampersal yang tidak mengikuti program
KB. Hal ini disebabkan karena faktor medis
dan sedikit karena yang bersangkutan
belum menerima program KB. Untuk
kasus terakhir ini, bidan memang telah
menjelaskan secara pelan-pelan.“Tapi
pasien mau ber-KB atau tidak bergantung
yang bersangkutan,”tambah Astuti.
Astuti melihat, secara teori, program
Jampersal akan menurunkan Angka
Kematian Ibu. Sebab, program ini
mengharuskan melakukan pemeriksaan
kehamilan secara teratur kepada petugas
kesehatan sebelum persalinan. Selain itu,
pasien tidak dipungut biaya. Sehingga
mengurangi kemungkinan terlambat
penanganan persalinan oleh tenaga
kesehatan. ∞ (Pra)
Bersalin di Puskesmas
Mergangsang
Puskesmas Mergangsang salah satu tempat bersalin favorit di Bantul. Selain
tidak bayar, juga dilayani oleh tenaga kesehatan yang profesional. Bagaimana
situasi di Puskesmas ini setelah adanya program Jampersal?
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM20
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 21
RSUD Bantul
Menyambut Program Jampersal
Setiap hari RSUD Bantul rata-rata melayani 800 pasien rawat jalan. Dengan jumlah pasien
yang demikian besar, tak heran bila pada jam kunjungan, rumah sakit terlihat penuh,
bahkan kursi tunggu pasien pun tak dapat menampung. Bagaimana rumah sakit ini
menyambut program Jampersal?
dr. Adung Bambang Hermanto, Wakil Direktur RSUD Bantul (kiri)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM22
S
ejak bergulirnya program Jaminan
Persalinan (Jampersal), Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD)
Panembahan Senopati, Bantul,
Yogyakarta, telah mempersiapkan
diri dengan segala kemampuan yang ada.
Mulai dari ruangan, Sumber Daya Manusia,
sistem rujukan, sosialisasi teman sejawat,
simulasi, mekanisme alur kerja, dan berbagai
sarana pendukung lainnya.“Prinsipnya, kami
berkeinginan mendukung dan mensukseskan
programJampersal,”kata wakil direktur
Pelayanan RSUD Bantul dr. Gandung Bambang
Hermanto.
Menurut dr. Gandung, sejak berlaku program
Jampersal, rumah sakit kebanjiran pasien.
Pada saat tertentu, bangsal penuh, bahkan
sampai ke lorong-lorong. Kamar bayi juga
ikut penuh. Pernah ruang perinatal yang
berkapasitas 24 bayi, harus menampung 66
bayi. Terpaksa dilakukan, sebab Rumah Sakit
tidak boleh menolak pasien. Apalagi yang
datang ibu hamil yang akan melahirkan.
“Ini merupakan masalah yang belum pernah
diprediksi. Apakah sarana kesehatan yang
tersedia mampu melayani atau tidak.
Sekalipun demikian, semua pasien persalinan
kami terima, tidak mungkin menolak dengan
alasan apapun. Walau kapasitas tidak
menampung, tetap diterima, dengan segala
keterbatasan yang ada,”ujar dr. Gandung.
Untuk mendukung program Jampersal, RSUD
dengan kapasitas 266 kamar tidur ini, memiliki
21 dokter spesialis dalam 4 spesialis besar
yakni: bedah, dalam, anak, dan kebidanan dan
kandungan. Untuk mendukung pelayanan
program Jampersal, RSUD telah menyiapkan
222 perawat dan 30 bidan.
Selain melayani program Jampersal, setiap
hari rata-rata rumah sakit melayani sekitar
800 pasien rawat jalan. Dengan jumlah pasien
yang demikian besar, maka wajar bila pada
jam kunjungan, rumah sakit terlihat penuh,
bahkan kursi tunggu pasien pun tak dapat
menampung, sehingga ada sebagian yang
harus berdiri, karena tak memperoleh tempat
duduk.
Mengapa masyarakat berbondong-bondong
menuju rumah sakit, menurut dr. Gandung
disebabkan karena sosialisasi pelayanan
kesehatan dasar di Puskesmas masih kurang,
Akibatnya masyarakat memilih langsung
ke rumah sakit. Di samping sosialisasi, ada
kemungkinan pelayanan dasar juga belum
siap. Ketidaksiapan itu, bisa jadi karena
biaya persalinan yang disediakan Jampersal
tergolong kecil (hanya Rp 350.000, padahal di
Bantul rata-rata sampai Rp 700.000), sehingga
bidan swasta dan pelayanan kesehatan dasar
cenderung merujuk ke rumah sakit.
“Berdasarkan pengalaman, karena rumah sakit
terbatas daya tampungnya, bila pasien datang
dengan persalinan normal, mereka kami
rujuk kembali ke Puskesmas setempat. Sebab,
masyarakat yang datang ke rumah sakit, tidak
semua berdasarkan rujukan. Tapi banyak
juga yang kehendak sendiri. Alasan mereka
bersalin di rumah sakit, karena mereka merasa
lebih nyaman dan tenang,”ujar dr. Gandung.
Menurut dokter kelahiran Yogyakarta
ini, dengan program Jampersal, banyak
pelajaran yang bisa diperoleh, di antaranya
pembelajaran bagi dokter untuk membuat
catatan medis setiap kali setelah pemeriksaan.
Juga membuat laporan medical record
pasien, sebagai bahan pendukung klaim
biaya Jampersal. Sebab, bila tak dilengkapi
dokumen medical record, klaim tidak bisa
dilakukan. Padahal, sebelumnya, dokter hanya
melakukan diagnosa pemeriksaan, selesai.
Sementara, menurut Kabid Pengendalian
RSUD Bantul, Siti Suryati, SKM, pembelajaran
yang tiada henti bernama sosialisasi. Sebab,
masih banyak teman sejawat yang harus terus
mendapat pemahaman tentang administrasi.
Apalagi dengan adanya perubahan Software
dari INA DRG menjadi INA_CBG’S. Jadi harus
terus belajar.
“Pernah, RSUD mengajukan klaim untuk bulan
April-Desember 2010, baru bisa cair tahun
2011, tapi untuk bulan November-Desember
2011, akan segera cair. Jadi saat ini keuangan
kami surplus,”ujar Siti.
Sejak awal, semua proses harus baik,
jelas sebab kalau tidak baik, pasti akan
mengganggu ketersediaan dokumen. Bila
ketersediaan dokumen terhambat, akan
mempengaruhi proses klaim. Bila proses
klaim terhambat dalam jangka panjang, akan
mempengaruhi pencairan dan perputaran
keuangan rumah sakit. Berdasarkan Rekap
laporan tahun 2011, rumah sakit setiap
bulan rata-rata mencairkan Rp 2 miliar untuk
program Jamkesmas dan Jampersal. Hingga
luncuran ke 5 tahun 2011, sudah dicairkan
lebih dari Rp 24 miliar.
Di RSUD Bantul, secara keseluruhan, rawat
inap didominasi program Jampersal,
sedangkan rawat jalan didominasi program
Askes, sisanya ditempati masyarakat yang
membayar sendiri atau umum. ∞ (Pra)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 23
Bagaimana implementasi
program Jampersal selama ini?
Adanya program Jaminan Persalinan (Jampersal),
bagi kami sangat menolong kegiatan dalam rangka
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Untuk daerah
Yogyakarta, AKI-nya sudah cukup baik, sementara
angka persalinan oleh Nakes, sudah hampir 95 ke
atas. Nah, Jampersal ini menolong bagi yang tidak
mempunyai jaminan. Namun di lain pihak ada beberapa
kendala terutama di tingkat bawah karena Jampersal
ini ongkosnya hanya Rp 350.000, sedangkan di Yogja
tarif bidan saja sudah Rp 500.000. Ada bidan yang tidak
mau menangani. Mereka kemudian merujuk ke RS
ataupun ke Puskesmas. Itu yang menjadi kendala kami.
Kami berharap biaya yang ditanggung Jampersal ada
kenaikan, bukan Rp 350,000 tapi sekitar Rp 500.000.
Sama dengan standar yang ada?
Iya. Karena ini program baru sosialisasi juga harus terus
dilakukan, sehingga sistem rujukan menjadi lebih
optimal. Artinya persalinan normal yang seharusnya
bisa ditolong di tingkat dasar misalnya Puskesmas rawat
inap, tidak perlu langsung ke Rumah Sakit.
Apa sebenarnya kendalanya?
Pertama, Jampersal program baru. Kedua, mungkin
sosialisasi masih kurang pada masyarakat, sehingga
masyarakat tidak mengerti bahwa persalinan normal
seharusnya cukup di Puskesmas atau di bidan swasta.
Ketiga, untuk yang swasta mungkin tarifnya terlalu
rendah. Akhirnya mereka cenderung untuk merujuk saja
ke RS, sudah dapat Rp 100.000.
Bidan merujuk ke RS atau Puskesmas?
Sistem rujukan kurang berlaku, masyarakat cenderung
langsung rumah sakit.
Kendalanya disebabkan karena belum sosialisasi atau
karena memang masyarakat punya keinginan sendiri?
Salah satunya sosialisasi masih kurang. Kedua orang
boleh memilih, namun sistemnya juga harusnya
berjalan. Artinya dia tidak dapat penggantian. Logikanya
kalau masyarakat langsung ke RS seharusnya tidak
mendapat penggantian biaya. Tapi kenyataanya tidak
seperti itu.
Tetap saja mendapat penggantian?
Iya. Seharusnya, kalau ada rujukan dari Puskesmas baru
mendapat penggantian. Ke depan kita butuh adanya
suatu Peraturan Gubernur agar sistem rujukan bisa
berjalan. Itu yang akan kita susun agar sistem rujukan
jalan. Meskipun kita yakin sistem rujukan akan jalan
kalau semua masyarakat sudah terasuransi dengan
baik. Kalau asuransi berjalan baik, sistem rujukan juga
berjalan baik. Kalau Jampersal kan sudah semuanya,
untuk orang kaya pun bisa meskipun, filosofinya hanya
untuk orang yang tidak mampu.
Jadi ada efek samping dengan adanya Jampersal.
Ya. Seharusnya untuk Yogja dengan yang AKI dan
AKB sudah agak rendah, tidak disamaratakan dengan
kebijakan Jampersal. Artinya orang yang mampu tidak
dibantu pemerintah. Akibatnya, masyarakat yang
dulunya sudah mandiri mau bayar, sekarang kalau anak
ke 2 atau ke 3, tidak mau bayar kalau mereka ke RS.
Kejadian serupa terjadi juga di Puskesmas. Di Puskesmas
Tegal Rejo, Mergangsang, kondisi rawat inapnya sudah
bagus. Artinya orang ke situ pun tidak masalah dengan
anak ke 2 atau ke 3. Yang menjadi masalah yang dulunya
mandiri, sekarang dibayar pemerintah. Seharusnya
kebijakan itu untuk di luar Jawa, di daerah yang masih
membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik karena
pelayanan kesehatannya memang masih kurang. Kalau
DIY Nakesnya saat ini sudah 95%, tanpa Jampersal
sudah cukup. Sebagai masukan, sebaiknya kebijakan ini
dibuat per wilayah.
Lalu dengan adanya Jampersal apakah masih ada
peran untuk menurunkan AKI dan AKB?
Saya tidak tahu persis, tapi evaluasi kami AKB/AKI itu
dr. Sarminto, M.Kes:
Jampersal
Sebaiknya Dibatasi
Jaminan Persalinan (Jampersal) --program anyar
Kementerian Kesehatan yang sedang bergulir sejak Juli 2011-
- sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,
khususnya pelayanan persalinan. Mulai dari kemudahan
akses, penanganan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan
biaya ditanggung pemerintah. Sekalipun demikian, masih
ada sejumlah kendala yang harus diselesaikan dalam waktu
singkat untuk mempercepat penurunan angka kematian
ibu. Menurut dr. Sarminto, M.Kes, kepala Dinas Kesehatan
Provinsi DIY, banyak hal yang mesti diperbaiki dari program
Jampersal ini, di antaranya menggiatkan sosialisasi
tentang program tersebut. “Masyarakat berlomba-lomba
ke Rumah Sakit. Padahal mereka sebetulnya bisa dilayani
di Puskesmas terlebih dahulu,” kata dr. Sarminto. Kebijakan
Jampersal sebaiknya dibuat per wilayah, tambahnya. Berikut
penuturannya lebih lanjut:.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM24
Yang repot
dalam
pelaksanaannya.
Karena
sosialisasinya
kurang
maksimal,
masyarakat
mendapat
informasi
Jampersal untuk
semua. Nah,
kalau sudah
begini, kalau
tiba-tiba distop
--orang kaya
tidak boleh-- bisa
jadi masalah.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 25
dari 43 sekarang menjadi 49. Ada kenaikan.
Saya tidak tahu persis ini dampak Jampersal
atau bukan. Memang selama 5 tahun AKB/
AKI kita naik turun antara 40-50. tapi kita
tidak bisa menarik kesimpulan apakah ini
karena Jampersal atau bukan. Lima tahun
terakhir ini pernah 48, sebelumnya pernah
juga 36 (2007), 41 (2008), 47 (2009), 43
(2010), dan 49 (2011).
Memang menjadi pertanyaan, apakah
perubahan tersebut terjadi karena KB yang
tidak terkendali. Tidak tahu juga. Kemarin
waktu evaluasi ternyata KB tidak berhasil,
sehingga banyak bayi yang dilahirkan.
Kenyataannya Bantul juga demikian, karena
memang di RS jadi pusat rujukan Jampersal.
Sehingga RS ini tidak bisa menampung
pasien, tapi akhirnya dicukup-cukupi.
Di RS Bantul, satu bok standardnya untuk 1
bayi tapi dipakai 2 sampai 3 bayi. Ini karena
antusiasnya orang menggunakan Jampersal.
Mereka yang sebelumnya mandiri, sekarang
berbondong-bondong menggunakan
Jampersal. Ini karena Jampersal untuk
semua.
Untuk semua hanya untuk tahun 2011?
Yang repot dalam pelaksanaannya. Karena
sosialisasinya kurang maksimal, masyarakat
mendapat informasi Jampersal untuk
semua. Nah, kalau sudah begini, kalau tiba-
tiba distop --orang kaya tidak boleh-- bisa
jadi masalah. Memang, untuk membuat
kebijakan spesifik bagi setiap provinsi cukup
merepotkan. Namun, jika tidak demikian,
dalam pelaksanaan di lapangan jadi ikut
merepotkan juga.
Terkait dengan Jampersal, bagaimana
daya dukung sarana kesehatannya?
Masyarakat sekarang berbondong-
bondong ke pelayanan kesehatan
negeri. Kalau dulu mereka sudah mau
ke swasta, itu mengurangi. Sekarang
kita malah kebanjiran pasien. Kita sudah
menyampaikan ke Ikatan Bidan Indonesia
agar bersedia menolong. Sebab mereka
selama ini bekerja sama dengan Jamkesmas,
maka seharusnya mau kerja sama dengan
Jampersal juga. Tapi kenyataan di lapangan
berbeda. Mereka lebih suka merujuk ke
rumah sakit.
Nanti bisa ditanyakan ke RS Bantul,
bagaimana cakupan RS. Mereka naik 300%
– 400% kalau tidak salah. Saya tidak tahu
persis kenapa. Saya coba cari penyebabnya,
apakah kenaikan itu karena Puskesmas
pembantu tidak mau melayani atau dari
swasta. Kalau penyebabnya dari swasta,
berarti kesalahan kebijakan, yang dulunya
sudah mau di swasta, sekarang malah
dilempar.
Banyak masyarakat yang langsung datang
ke rumah sakit, karena sosialisasinya kepada
masyarakat Jampersal di rumah sakit gratis.
Kemudian belum semua bidan praktek
swasta mau ikut PKS (Perjanjian Kerja Sama).
Tarif Jampersal lebih rendah, dibanding tarif
bidan praktek swasta. Akibatnya banyak
bidan tidak mau menerima pasien yang
merujuk ke program Jampersal.
Ada pos biaya untuk merujuk?
Semestinya yang dirujuk itu yang tidak bisa
ditangani. Tidak semua dirujuk. Tapi tentu
saja tidak mudah. Kalau kita tanya ke Pak
Dirjen, beliau akan jawab: itu kesalahan
temen-temen Dinas. Mereka sosialisasinya
kurang. Bu Sesjen juga pernah mengatakan
sosialisasinya kurang bagus.
Memang kita salah, seharusnya kalau
normal itu jangan dirujuk. Kenyataan di
lapangan temen-temen di RS tidak mungkin
menolak, kalau sudah mau lahir tidak
mungkin ditolak. Nanti bisa jadi masalah,
DPR bisa marah-marah. Jadi tidak mudah.
Apalagi ini RS Pemda, pasti akan muncul di
DPR jika ada masalah. Ya sama-sama karena
ini program baru tentu saja masih berproses.
Bagi saya program ini sangat membantu.
Program Jampersal masih menemui
beberapa kendala di lapangan, solusi apa
yang sudah dilakukan?
Kalau terkait dengan biaya, kita setiap Jumat
bertemu dengan profesi IBI (Ikatan Bidan
Indonesia) untuk melakukan sosialisasi agar
teman-teman bidan tetap mau kerja sama.
Kemudian dalam kaitannya dengan rujukan.
Ke depan harus mempunyai Pergub atau
aturan lainnya yang ada kaitannya dengan
sistem rujukan. Antisipasi penumpukan
pasien yang dirujuk di RS, salah satu
penyelesainya dengan memanfaatkan
Puskesmas rawat inap. Berdasarkan evaluasi,
Puskesmas rawat inap BOR-nya masih di
bawah 50%.
Masukan lain?
Salah satunya, harga dinaikkan. Kedua,
rayonisasi. Pertolongan persalinan normal
dengan yang dilayani dengan tenaga
kesehatan tinggi, itu kebijakannya berbeda.
Sehingga nanti terlihat manfaatnya.
Kemudian juga harus dibatasi, jangan untuk
semua orang. ∞ (Pra, Desy)
Memang
kita salah,
seharusnya
kalau normal itu
jangan dirujuk.
Kenyataan
di lapangan
temen-temen
di RS tidak
mungkin
menolak, kalau
sudah mau lahir
tidak mungkin
ditolak. Nanti
bisa jadi
masalah, DPR
bisa marah-
marah. Jadi
tidak mudah.
Apalagi ini RS
Pemda, pasti
akan muncul
di DPR jika ada
masalah. Ya
sama-sama
karena ini
program baru
tentu saja masih
berproses. Bagi
saya program
ini sangat
membantu
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM26
Jampersal, sebagai program baru
membutuhkan waktu untuk sosialisasi.
Jadi wajar, bila masih ada masyarakat
yang belum dapat memahami secara
benar maksud dari program tersebut. Ada
masyarakat yang ingin langsung bersalin
ke rumah sakit, padahal dapat dilayani
di Puskesmas terdekat. Kondisi seperti
ini masih sering terjadi di Kabupaten
Bantul. Walau demikian proses sosialiasi
tetap harus terus ditingkatkan. Sambil
menambah pemahaman masyarakat
tetang rujukan, rumah sakit tidak bisa
menolak, bila ada pasien yang datang
untuk bersalin.“Mereka harus tetap
dilayani, tidak elok untuk menolak mereka,
apalagi masuk UGD,”ujar drg. Maya
Sintowati Pandji, MM, Kadinkes Kab Bantul
Yogyakarta.
Menurut drg. Maya, sebenarnya sosialiasi
sudah dilakukan mulai Maret 2011 dengan
melibatkan DPRD, Puskesmas, dan tokah
agama maupun masyarakat. Media yang
digunakan di antaranya Radio Bantul.
“Kami mempunyai slot untuk dialog
dengan masyarakat secara berkala dengan
tema KIA (Kesehatan Ibu dan Anak),
Jamkesmas, dan Jampersal. Memang, tidak
selalu berjudul Jampersal, tapi kontennya
tetap terkait dengan kesehatan ibu dan
anak,”jelas Maya.
Selain Radio Bantul, juga ada radio
swasta dengan memanfaatkan program
masyarakat sehat (PMS). Sudah ada
program secara rutin mengisi siaran setiap
harinya. Sosialisasi juga dilakukan melalui
media cetak, seperti poster, leaflet, dan
banyak lagi. Ketika ada sarasehan, juga
mengangkat tentang Jampersal. Begitu
juga saat perayaan hari kesehatan nasional.
“Semua ini dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang program
Jampersal,”tutur Maya lebih jauh. Malah,
pada kegiatan Bantul Ekspo pun, sosialisasi
mengenai Jampersal ini dilakukan juga.
Menurut Kadinkes, banyaknya persalinan
ibu hamil di rumah sakit, memang
sudah pilihan masyarakat dengan
berbagai alasannya. Hal ini tidak dapat
dipersalahkan atau ditolak. Sebab,
melahirkan itu berkaitan dengan
kemantapan hati. Tidak sedikit yang harus
sampai mengorbankan nyawa. Maka,
masyarakat harus menentukan pilihan
tempat melahirkan.“Saya juga pernah
melahirkan, harus memilih dengan
bidan siapa yang dianggap memberi
kemantapan hati,”ujarnya tegas.
Fenomena ini menunjukkan bahwa
Puskesmas belum menjadi pilihan. Untuk
itu menjadi tantangan, bagaimana
mewujudkan Puskesmas menjadi pilihan
utamanya. Menjadikan Puskesmas pilihan
masyarakat akan menjadi fokus program
ke depan. Walau tentu saja ini bukan
pekerjaan mudah.
Sebelumnya, sudah berdiskusi dengan drg.
Kuncoro (Ketua Forum Komunikasi Kepala
Puskesmas), mereka pernah memperoleh
sertifikasi ISO 9001: 2088 tentang mutu
pelayanan Puskesmas. Kemudian ada
Puskesmas akan mendapat bantuan
bangunan senilai 1 Miliar lebih. Dengan
biaya sebesar itu, pasti akan menjadi
sarana Puskesmas rawat inap yang bagus.
Tapi, sayang selama ini ruang rawat inap
yang tersedia, tidak diisi secara maksimal,
hanya kisaran 25-30% saja.
Untuk itu, dengan biaya yang besar
untuk membangun gedung, perlu upaya
untuk meningkatkan jumlah pengguna
rawat inap di puskesmas ( BOR) tersebut.
Untuk antisipasi, kepala Puskesmas
diminta untuk menyusun program
untuk meningkatkan BOR-nya. Banyak
kepala Puskesmas yang beranggapan
itu pekerjaan berat. Namun setelah
diberi penjelasan akhirnya mereka bisa
memahami dan mendukung program
tersebut.
Menurut dr. Maya, ia sendiri heran dengan
rendahnya BOR Puskesmas tersebut.
Sementara ada Puskesmas lain yang masih
satu kecematan, BOR-nya tinggi, tapi
tempatnya terbatas. Ada wacana untuk
menggabung dua Puskesmas tersebut.
Sehingga kedua Puskesmas dapat saling
melengkapi, baik ruang perawatan,
peralatan, maupun SDM-nya.
Kadinkes berharap, paling tidak ada
satu Puskesmas yang menjadi pilihan
utama masyarakat. Selanjutnya, tinggal
mengembangkan Puskesmas lain dengan
menduplikasi Puskesmas yang sudah
ada menjadi model. Bila ini terwujud,
maka pelayanan Jampersal otomatis akan
menjadikan Puskesmas sebagai tujuan
utama.
Menurut Kadinkes, sebenarnya para bidan
itu lebih nyaman memberi pelayanan di
Puskesmas dibanding di rumah bidan. ∞ (Pra)
Drg. Maya Sintowati Pandji, MM:
Menjadikan Puskesmas
Pilihan Utama
Program Jampersal terus bergulir. Banyak manfaat yang sudah dirasakan, meski banyak pula kekurangan
di sana-sini. Tentu program ini harus terus disempurnakan. Terkait dengan sosialisasi Jampersal, drg.
Maya menilai gambaran yang diberikan tentang manfaat Jampersal kurang tajam. “Sosialisasi hanya
menjelaskan apa Jampersal, tapi belum menyentuh apa keuntungan bersalin dengan program tersebut,”
ujar dokter yang juga Kadinkes Kab Bantul Yogyakarta ini. Berikut penuturannya lebih lanjut.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 27
Dalam pelaksanaannya,
Jampersal memang belum
berjalan seperti yang
diharapkan. Bahkan ada
beberapa daerah yang
belum dapat melaksanakan
Jampersal seperti Kabupaten
Garut, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon,
Kota Bekasi, Kota Depok, dan banyak
lagi. Sementara daerah yang sudah
melaksanakan Jampersal, tingkat
realisasinya belum seperti yang
diharapkan. Hanya beberapa daerah yang
tingkat realisasinya tinggi. Salah satunya
Kabupaten Subang. Dari 24 Kabupaten/
Kota di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten
Subang memimpin cakupan realisasi
Jampersal terbesar.
Jampersal:
Lain Ladang Lain Belalang
Implemantasi Jampersal di Provinsi Jawa
Barat, memang berbeda-beda dalam
menyikapinya. Ada yang langsung
bisa diterima sesuai petunjuk teknis,
tapi ada juga yang harus membuat
peraturan tertentu, sehingga terkadang
memperpanjang pencairan keuangannya.
Menurut dr. Lukman dari Dinas Kesehatan
Prov. Jawa Barat, kab/kota sebenarnya
sudah mensosialisasikan program
Jampersal. Malah mereka sudah membuat
peraturan, PKS juga sudah. Yang jadi
masalah adalah pelaksanaan di lapangan.
Subang menyambut baik, tapi daerah lain
menerima apa adanya. Animo masyarakat
pun adem-adem saja. Ada juga daerah
yang tidak peduli.
Dijelaskan lagi oleh dr. Lukman,
“sebetulnya esensi Jampersal bukan pada
gratisnya. Malah KB pasca salin, kita stop.
Tahun ini tidak dibatasi jumlah anaknya.
Masyarakat kita kalau dengar gratis,
senang. Jadi ya, pemahaman kita, me-
Jampersal
di Jawa Barat
manage Jampersal untuk memenuhi agar
anak dan ibu sehat”.
Kabupaten Subang, menurut dr Lukman,
termasuk daerah yang mempunyai
cakupan bagus. Kebetulan baru selesai
dimonitor dan dievaluasi. Mereka terbuka,
ketika ada kesulitan langsung bertanya.
Cakupannya bagus. Jampersal diterima
dengan baik. Berbeda dengan yang lain,
ada yang menambah dengan peraturan
lain. Asumsinya agar aman dalam
penggunaan keuangannya.
Sementara itu, dr. H. Susatyo Triwilopo
MPH, kepala Bidang Sumber Daya
Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bandung,
melihat bahwa dalam pelaksanaan
Jamperesal harus dibenahi sistim rujukan/
referal-nya. Harus ada reward dan
punishment. Audit medis dengan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) belum
dilaksanakan.
Lebih lanjut dr. Susatyo mengatakan
bahwa semua klaim akan segera
diselesaikan. Bila ada yang belum
dibayarkan maka semua utang yang
terjadi akan diselesaikan bila anggaran
telah tersedia. Sekadar informasi, Kota
Bandung sendiri hanya menyerap 6,2% (Rp
584.000.000) dari dana yang disediakan
untuk Jampersal sebesar Rp 9.552.032.000.
Bidan Tin Citarik (56 tahun) yang sehari-
hari bertugas di Rumah Sakit Ibu dan
Anak dan di luar jam kerja bekerja sebagai
bidan swasta ikut bekerja sama dalam
Jampersal. Berdasarkan pengalaman
bidan Tin, dalam satu bulan ia melayani
rata-rata 20 pasien Jampersal. Dalam
melakukan klaim keuangan selama ini ia
tidak mengalami kesulitan selama semua
persyaratan lengkap. Dibanding klaim
dengan SKM (Surat Keterangan Miskin),
klaim melalui Jampersal jauh lebih mudah,
jelas bidan Tin.
Menurut bidan Tin, program Jampersal
sangat membantu masyarakat untuk
mendapatkan layanan persalinan dengan
persyaratan yang sangat sederhana.
Cukup dengan menunjukkan Kartu
Tanda penduduk (KTP)/identitas diri dari
wilayah setempat atau dari wilayah lain di
seluruh Indonesia. Dengan KTP tersebut,
pasien akan mendapatkan pelayanan dan
pemeriksaan kehamilan, melahirkan, dan
pasca melahirkan. Dalam sebulan, bidan
Tin bisa menolong rata-rata 20 persalinan.
Bila dikalikan Rp 350.000, maka ia akan
Proram Jaminan Persalinan (Jampersal) yang diluncurkan
Kementerian Kesehatan Juni 2011, sudah bergulir juga di Provinsi
Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk terbesar, tidak heran jika
provinsi ini menyumbang jumlah terbesar Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Oleh sebab
itulah, program Jampersal menjadi sangat penting bagi provinsi ini
dalam usaha menurunkan tingkat kematian tersebut.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM28
realisasi Jampersal Dinas Kesehatan Kota bandung
memperoleh penggantian dari Jampersal
sebesar rp 7.000.000. Apakah tarif
sebesar rp 350.000 sudah memadai untuk
memberikan standar pelayanan minimal,
bidan tin menganggap hal itu sudah
cukup memadai.
Spektakuler
Lain lagi cerita pelaksanaan program
jampersal di rS hasan Sadikin, Bandung.
Menurut Direktur Utama rumah Sakit
hasan Sadikin dr. h. Bayu Wahyudi, MPhM
Sp.OG, pelaksanaan Jampersal di rS hasan
Sadikin berjalan sangat spektekuler. Di rS
ini setiap bulan terjadi peningkatan yang
signifikan, semakin hari semakin banyak
masyarakat yang menggunakan fasilitas
Jampersal sehingga Bed Occupation Rate
> 100 %.
Menurut dr. h. Bayu, rS hasan Sadikin
idealnya menerima pasien derajat
kesakitan di atas level 2, operate house.
”tetapi karena memilih tempat berobat
adalah hak asasi manusia, kita tak bisa
menolak pasien yang berobat ke kita.
Walaupun tanpa rujukan”. Usul dr. h. Bayu,
seharusnya sistem referal/sistim rujukan
yang ada mengatur puskesmas, pustu,
polindes, dsb, untuk program Jampersal,
kemudian juga terhadap bidan praktek
swasta, klinik bersalin, dokter praktek, dan
rumah sakit bersalin baik itu pemerintah
maupun swasta yang sudah melakukan
PKS dengan pengelola Jamkesmas di
Pemda Kabupaten/Kota maupun Provinsi.
”Pada kenyataannya yang datang berobat
ke sini adalah pasien patologi, atau yang
mempunyai security level di bawah 2.
Kadang fisiologi, karena satu dan lain
hal banyak yang ditolak oleh bidan di
Kabupaten/Kota maupun rumah Sakit,
termasuk rumah Sakit Swasta. Akibatnya
rS kami overcapacity, dan overload. Untuk
pelayanan Jampersal melebihi kapasitas
yang tersedia,”jelas dr. h. Bayu lagi.
Mengapa itu bisa terjadi, dr. h. Bayu
melihat hal tersebut akibat sosialisasi
Jampersal yang belum menyeluruh, belum
secara nasional, sehingga belum dipahami
para pihak. Sehingga banyak masyarakat
yang belum jelas dengan program
Jampersal. Begitu juga bidan, dokter
Puskesmas, maupun dokter swasta banyak
yang belum paham akan pelaksanaan
Jampersal. Akibatnya, bagi masyarakat
jika ingin melahirkan mereka langsung
ke rumah sakit, karena gratis, tidak bayar.
Seharusnya mereka terlebih dahulu ke
Puskesmas, apalagi jika persalinan mereka
tidak ada masalah. Sebaliknya, pihak
Puskesmas maupun bidan dan dokter
swasta, kadang langsung melempar
pasien ke rumah sakit. Bagi bidan ada
yang enggan karena klaim Jampersal
mereka anggap terlalu murah, begitu juga
bagi dokter swasta.
Bagaimanapun, menurut dr. Bayu program
Jampersal adalah program yang bagus
untuk menekan AKi dan AKB. Usulan
di. Bayu agar memperbaiki manajemen
pelaksanaan Jampersal kiranya merupakan
masukan berharga untuk suksesnya
Jampersal ke depan. ∞ (Ria, Delta)
Kab/Kota alokasi luncuran 1 Realisasi
%realisasi
dari
luncuran i
%realisasi
dari total
alokasi
Kab. bogor 19.008.062.000 5.702.419.000 2.289.300.000 40.15 12.04
Kab. sukabumi 9;335.402.000 2.800.623.000 220.730.500 7.88 2.36
Kab, Cianjur 8.653.672.000 2.396.102.000 1.044.334.000 40.23 12.07
Kab. bandung 12.668.156.000 3,800.447.000 439.190.000 11.56 3.47
Kab. garut 9.582.420.000 2.874.726.000 0.00 0.00
Kab.Tasikmalaya 6.686.426.000 2.005.928.000 1.713900.017 85.44 25.63
Kab. Ciamis 6.111.041.000 1.833.312.000 1.245.940.000 67.96 20.39
Kab. Kuningan 4.140.479.000 1.242.144.000 0.00 0.00
Kab. Cirebon 8.241.16.000 2.472.347.000 2.650.890.000 107.22 32.17
Kab. majalengka 4.655.965.000 1.396.790.000 165.970.000 11.88 3.56
Kab. sumedang 4.355.034.000 1.306.510.000 1.071.815.000 82.04 24.61
Kab. indramayu 6.638.427.000 1.991.528.000 0.00 0.00
Kab.subang 5.835.678.000 1.750.703.000 2.120.095 121.10 36.33
Kab. Purwakarta 3.198.259.000 1.019478.000 0.00 0.00
Kab. Karawang 8.480.959.000 2.544188.000 1.494.340.000 58.73 17.62
Kab. bekasi 10.493486.000 3.148.042.000 268.100.000 8.52 2.55
Kab. bandung barat 6.040.308.000 1.612.092.000 423.140.000 23.35 7.01
Kota bogor 3.787.343.000 1.136.203.000 0.00 0.00
Kota sukabumi 3.194.175.000 357.253,000 0.00 0.00
Kota bandung 9.552.012.000 2.865610.000 259.100.000 9.04 2.71
Kota Cirebon 1.180.276.000 154.083.000 0.00 0.00
Kota bekasi 9.323.993.000 2.797.198.000 0.00 0.00
Kota Depok 6.929.936.000 2.078.981.000 0.00 0.00
Kota Cimahi 2.159.469.000 647.841.000 13.53 4.06
Kota tasikmalaya 2.531.732.000 759.520.000 56.95 17.08
Kota banjar 699.013.000 209.704.000 30.80 9.24
Provinsi 171,682.899.000 51.504.870.000 31.05 9.31
Rekap Alokasi dan realisasi Jampersal
Provinsi Jawa Barat
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
PasienJampersalbulannovember
dirsHasansadikinbandung
bulan rawat
inap
rawat
Darurat Jumlah
Juni 135 26 161
Juli 163 31 194
agustus 199 26 225
september 248 74 322
Oktober 313 86 399
november 332 107 439
Jumlah 1390 350 1740
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 29
idan Handayati, yang juga bekerja di RSUD Bantul
ini menjelaskan: pasien sudah pecah ketuban
10 jam yang lalu, setelah diobservasi, ternyata
belum ada perkembangan, sehingga harus
mendapat induksi. Sementara bidan tidak ada
kewenangan untuk menginduksi, maka kami
merujuk ke RSUD, jawab sang bidan tangkas.
Indah sekali dialog di atas. Bukti,
profesionalisme dan rasa kemanusiaan
tenaga bidan melayani persalinan pengguna
jampersal. Ketika sang bidan ditanya, dengan
kendaraan apa Anda merujuk ? Ia menjawab
menyewa mobil. Anggaranya cukup ?, pas
jawabnya. Sebuah ungkapan yang tidak mau hitung-
hitungan, bisa jadi rugi secara materi menolong persalinan
( waktu, tenaga, pikiran, dll terkuras).
Untuk melayani orang miskin pengguna Jampersal,
sebagian besar tenaga bidan siap berkorban, walau
hanya mendapat penggantian di bawah standar
biaya pada umumnya. Tapi, untuk pasien kaya yang
menggunakan jampersal, sebagian besar mereka agak
keberatan. Apalagi, pengguna jampersal dari orang yang
mampu ini lebih banyak tuntutannya. “Jadi ada kesulitan
menumbuhkan motivasi diri dalam pelayanan” kata Bidan
Handayati.
Dengan alasan yang sama rasa kesulitan untuk
memotivasi bidan, juga dialami oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kab.Bantul, drg Maya Sintowati Pandji,
MM. Menurutnya, walau biaya persalinan jampersal
di bawah rata-rata standar perda, bila untuk pelayanan
orang miskin, saya meyakini insya Allah sebagai ibadah.
“Dengan diniatkan karena ibadah insya Allah akan diganti
dengan cara lain yang lebih baik”, kata drg Maya.
Memang, melayani kesehatan masyarakat, apalagi
keluarga miskin, untuk rakyat Indonesia, masih tinggi rasa
solidaritas dan nasionalismenya, demi mencari ridho Allah
dan tegaknya merah-putih di Bumi Persada yang
kita cintai. Tapi, bila uang negara digunakan untuk
mereka yang hidup berkecukupan, para tenaga
bidan yang hidupnya dibawah standar mereka
agak keberatan. Sebab, mereka sudah mampu
membiayai seluruh persalinan dengan biaya
sendiri dengan pilihan kelas tertentu, tanpa harus
mengurangi hak orang miskin.
Sekalipun para bidan sebagian juga sudah paham,
mengapa jampersal tahun 2011 untuk seluruh ibu hamil
dan melahirkan, baik yang kaya maupun yang miskin
ini. Yakni sebagai salah satu cara untuk menurunkan
angka kematian ibu dan bayi. Untuk penjelasan ini,
mereka menagatakan: tidak terkait langsung antara
program jampersal dengan penurunan AKI & AKB.
Sebab, selama ini masyarakat sudah terbiasa melakukan
pemeriksaan dan persalinan pada tenaga kesehatan
dan fasilitas kesehatan. Di Yogyakarya, Jampersal tidak
secara signifikan mendorong masyarakat melakukan
pemeriksaan dan persalinan pada tenaga kesehatan dan
fasilitas kesehatan.
Kalau begitu, apa jampersal tidak bermanfaat ?, Jelas
bermanfaat. Hanya saja, kemanfaatannya akan menjadi
lebih sempurna, bila Jampersal diperuntukkan daerah
yang membutuhkan. Persoalannya dalam perencanaan,
harus dengan sabar, jeli dan teliti melakukan pemetaan
wilayah mana yang membutuhkan jampersal. Hanya saja
melakukan pemetaan dan perencanaan anggaran juga
perlu kerja keras dan sungguh-sungguh tersendiri dari
para perencana. Memetakan lebih 450 kabupaten-kota
memang persolan rijit dan rumit, apalagi belum terdukung
data yang akurat.
Memang, untuk mewujudkan jampersal sebagai tali
perekat nasionalisme kita, masih butuh waktu untuk
merencanakan dengan lebih baik, sistem pencairan yang
cepat dan akurat, serta didukung para pelaksana yang
profesional dan jiwa patriotik yang tinggi.
Bila ada jiwa patriotik yang tinggi dari para perencana dan
pelaksana, tentu akan menghilangkan hambatan kesulitan
merencanakan yang baik. Bagi pelaksana juga dapat
mengalahkan imbalan yang diterima, walau tak seberapa.
Semangat untuk membantu dan kerja secara progesional
akan tetap terjaga. Sebagai salah satu nasionalisme
bidang kesehatan yang sebenarnya. Yakni: Nasionalisme
Jampersal. ∞ (Pra)
Nasionalisme Jampersal ?
Prawito
Anom(25),suamisiapantarjaga.Iatampakgusarmenamiistri
menunggu persalinan anak pertama di RSUD, Panembahan
Bantul, Yogyakarta. Dengan sidikit bingung menjelaskan,
bahwa istrinya ikut program Jampersal (Jaminan Persalinan)
sudah melakukan pemeriksaan 9 kali ke tenaga bidan
setempat. Ia menyerahkan bidan menjawab, ketika ditanya,
mengapa bersalin di RSUD, tidak di Puskesmas ?
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM30
RAGAM
Daftar korban Flu Burung meninggal bertambah satu
menyusul kasus yang menimpa PD, warga Sunter Jakarta Utara.
Total jumlah kumulatif korban meninggal mencapai 151 orang
terhitung sejak 2005 hingga 9 Januari 2012.
Merujuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan yang telah dikonfirmasi oleh Pusat
Biomedis dan Teknologi dasar Kesehatan, Badan Litbang
Kesehatan Kemenkes RI, selain korban flu burung meninggal, total
tercatat 183 kasus flu burung sejak 2005 lalu hingga Januari 2012.
Awal kasus PD terjadi ketika pria berusia 23 tahun ini mengalami
gejala demam, batuk dan pilek sejak 31 Desember 2011. Guna
meringankan sakitnya, ia membeli obat di warung. Karena
sakitnya tidak kunjung sembuh, empat hari berselang, tepatnya
3 Januari 2012, penderita berobat jalan ke Rumah Sakit swasta di
kawasan Jakarta Utara.
Selanjutnya pada 6 Januari 2012, penderita mengalami sesak nafas
dan tidak sadarkan diri, sehingga harus dipindahkan ke ruang
ICU. Esok harinya, 7 Januari 2012, penderita dirujuk ke RS Rujukan
Flu Burung, RSU Tangerang, Banten. Sayangnya, nyawa penderita
tidak tertolong dan meninggal pada hari yang sama, pukul 22.50
WIB.
Guna menyikapi hal tersebut, Tim Terpadu Kemenkes dan Dinas
Kesehatan setempat telah melakukan penyelidikan epidemiologi
ke rumah penderita dan lingkungan sekitar.
Hasilnya, adanya kemungkinan faktor risiko yaitu kontak langsung
dengan burung merpati peliharaan PD yang sakit kemudian
mati. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (PP&PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp(K), MARS,
DTM&H, DTCE, selaku vocal point International Health Regulation
(IHR) juga telah menginformasikan kasus ini ke WHO. ∞ (Pra)
Jumlah kasus Flu Burung di dunia maupun Indonesia pada
2011 mengalami penurunan. Meski demikian, masyarakat harus
tetap waspada mengingat kemungkinan penularan ke manusia
masih ada.
Untuk diketahui, puncak jumlah kasus flu burung di dunia terjadi
pada 2006. Saat itu, tercatat 115 kasus flu burung skala dunia dan
55 kasus di antaranya terjadi di Indonesia.
Seiring perjalanan waktu, jumlah kasus flu burung mengalami
penurunan. Data terakhir pada 2011, mengutip penjelasan
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (PP&PL) Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, terdapat 11
kasus flu burung di Indonesia, dan 60 kasus di dunia.
Meski cenderung terjadi penurunan, upaya penanggulangan
terhadap flu burung terus dilakukan. Salah satunya melalui
Program Penanggulangan Avian Influenza (AI) yang dilakukan
secara komprehensif baik pada hewan maupun pada manusia.
Program penanggulangan yang umumnya dilakukan pada hewan,
antara lain biosecurity dan lain-lain.
Sedangkan pada manusia, penyuluhan masyarakat dilakukan
sejumlah pencegahan yakni: menghindari kontak dengan
unggas sakit, selalu membiasakan cuci tangan pakai sabun
(CTPS), senantiasa menjaga kesehatan, dan segera berobat saat
tubuh mulai menunjukkan gejala tanda sakit. Tidak ketinggalan
baik fasilitas maupun kewaspadaan petugas kesehatan harus
ditingkatkan. ∞ (Pra)
Satu Lagi Korban
Flu Burung Meninggal
Tetap Waspada Meski
Kasus Flu Burung Menurun
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 31
RAGAM
Menanggapi munculnya kembali kasus flu burung di Indonesia, Kemenkes telah
lengkapi ruang isolasi rumah sakit khusus untuk Avian Influenza (AI).“Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 414/Menkes/SK/IV/2007 tanggal 10 April 2007,
telah ditetapkan 100 Rumah Sakit rujukan penanggulangan Flu Burung, terdapat di
31 Provinsi di Indonesia,”ujar dr. Ratna Rosita Hendardji, MPHM, Sekretaris Jenderal
Kemenkes RI, 17 Januari 2012, di Jakarta
Sesjen mengingatkan masyarakat agar segera mencari pertolongan ke fasilitas
kesehatan dan mencari perawatan dokter jika mulai mengalami panas tinggi hingga
38oC atau lebih, demam, sakit tenggorokan, batuk, pilek, dan secara sengaja atau tidak
bersinggungan dengan unggas (cairan maupun kotoran).
Saat ini, terdapat 10 RS yang sudah dilengkapi ruang isolasi bertekanan negatif. Pemilihan
10 RS ini dengan mempertimbangkan endemisitas daerah tersebut terhadap kasus Flu
Burung. Saat ini, sudah siap 2 RS, yaitu RSU Tangerang, Banten, dan RSUP Persahabatan
Jakarta.
Sesjen meminta agar dokter-dokter di Puskesmas, RS, dan klinik-klinik swasta kembali
Kemenkes Siapkan Rumah
Sakit Tangani Kasus Flu Burung
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM32
Pulau Sumatera (29 RS):
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam:
RSU Dr. Zainoel Abidin dan RSU Cut Meutia
Lhokseumawe
Provinsi Sumatera Utara:
RSU H. Adam Malik Medan, RSU Kabanjahe,
RSU Pematang Siantar, RSUTarutung, RSU
Padang Sidempuan
Provinsi Sumatera Barat:
RSU Dr. M. Jamil Padang, RSU Dr. Achmad
Mochtar
Provinsi Riau:
RSU Arifin Ahmad Pekanbaru, RSU Kab.
Karimun, RSUTanjung Pinang, RSU Puri
Husada, RSU Dumai
Provinsi Kepulauan Riau:
RS Otorita Batam
Provinsi Jambi:
RSU Raden Mattaher
Provinsi Sumatera Selatan:
RSU DR. M. Hoesin Palembang, RSU Lubuk
Linggau, RSU Kayu agung, RSD Kab. Lahat
Provinsi Bangka Belitung:
RSUTanjung Pandan, RSU Pangkal Pinang
Provinsi Bengkulu:
RSU Dr. M.Yunus, RSU Arga Makmur, RSU
Manna
Provinsi Lampung:
RSU Abdul Moeloek, RSU Kalianda, RSU Mayjen
HM Ryacudu, RSU AhmadYani
Pulau Jawa (32 RS):
Provinsi DKI Jakarta:
RSPI Dr. Sulianti Saroso, RSU Persahabatan, dan
RSPA Gatot Subroto
Provinsi Jawa Barat:
RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSU Dr.
Slamet Garut, RSU Gunung Jati Cirebon, RSTP
Dr. H.A. Rotinsulu Bandung, RSU R. Syamsudin
Sukabumi, RSU Indramayu, RSU Subang
Provinsi Banten:
RSU Serang, RSUTanggerang
Provinsi JawaTengah:
RSU Dr. Kariadi Semarang, RSU Dr. H.
Soewondo, RSU Dr. Moewardi, RSU Banyumas,
RSU Kudus, RSU Dr. H RM SoeseloW. Slawi, RSU
Pekalongan, RSUTidar Magelang, RSU Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto, RSU Dr. Suraji
Tirtonegoro
Provinsi JawaTimur:
RSU Dr. Soetomo, RSU Dr. Saiful Anwar, RSU
Dr. Soebandi, RS Dr. R KoesmaTuban, RS Dr
S Djatikoesoemo, RS Pare, RS Blambangan
Banyuwangi, RS Dr Soedono
Provinsi DIYogyakarta:
RSU Dr. Sardjito dan RSU Panembahan Senopati
Bantul
Bali dan Nusa Tenggara (9 RS):
Provinsi Bali:
RSU Sanglah Denpasar, RSUTabanan, RSU
Sanjiwani Gianyar
Provinsi NTB:
RSU Mataram, RSU Raba Kab. Bima, RSU Dr. R
Sudjono, RSU Praya
Provinsi NTT:
RSU Prof. Dr.WZ Johanes dan RSU DrTC Hillers
Pulau Kalimantan (13 RS):
Provinsi Kalimantan Barat:
RSU Dr. Sudarso Pontianak, RSU Dr. Abdul Aziz
Singkawang, RSU Sintang
Provinsi KalimantanTengah:
RSU Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, RSU Dr.
Murjani Sampit
Provinsi Kalimantan Selatan:
RSU Ulin, RSU H Boejasin Pelaihari
Provinsi KalimantanTimur:
RSUTarakan, RSU Dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan, RSU H AWahab Sjaranie
Samarinda, RSU Kota Bontang, RSU Panglima
Sebaya, RSUTanjung Selor
Pulau Sulawesi (16 RS):
Provinsi Sulawesi Utara:
RSU Prof. DR. RD Kandou, RSU Dr. Sam
Ratulangi
Provinsi SulawesiTengah:
RSU Undata Palu, RSU Luwuk, RS Mokopido
Toli-toli, RSU Kolonedale
Provinsi Sulawesi Selatan:
RSU Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, RSU
Andi Makkasau Pare-pare, RSU LakipadadaTana
Toraja, RS Islam Faisal Makassar, RS Akademis
jaury, RSU Sinjai
Provinsi SulawesiTenggara:
RSU Kendari
Provinsi Gorontalo:
RSU Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Provinsi Maluku:
RSU Dr. M. Haulussy Ambon
Provinsi Maluku Utara:
RSU Chasan BasoeriTernate
Papua (1 RS):
RSU Jayapura.
RS Rujukan Flu Burung
melakukan pelatihan anamnesa
khusus flu burung.
“Gejala klinis AI sama seperti gejala
flu biasa. Perlunya anamnesa yang
lebih sensitif untuk mengetahui
apakah pasien memiliki riwayat kontak
dengan unggas, atau terdapat unggas
di sekitar tempat tinggalnya”, tandas
Sesjen.
Hal lainnya adalah Tamiflu perlu
didistribusikan kepada dokter-dokter
agar dapat segera diberikan kepada
pasien yang terindikasi. Ketersediaan
stok Tamiflu menjadi penting, karena
harus dapat memenuhi kebutuhan di
setiap daerah.
Pernyataan ini diperkuat oleh
keterangan Direktur Jenderal Bina
Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes
RI, Dra. Sri Indrawaty, Apt. MKes,
bahwa buffer stock obat flu burung
(oseltamivir) masih tersedia di Pusat.
“Saat ini tersedia sejumlah 1.395.000
kapsul dengan kadaluarsa: 54.000
kapsul (Juni 2012); 510.200 kapsul
(Desember 2013); 831.600 kapsul
(Desember 2014); dan rencana
pengadaan 540.000 kapsul di
tahun 2012 agar buffer pusat tetap
berjumlah 1.000.000 kapsul,”jelas Sri
Indrawaty.
Pada tahun 2011, telah dikirim rata-
rata 100.000 kapsul per provinsi
dengan tanggal kadaluarsa tahun
2013. Tahun ini, direncanakan kembali
pengiriman 100.000 kapsul ke setiap
provinsi . ∞ (Pra)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 33
DAERAH
Pelayanan Kesehatan
di Kaltim
Potret
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM34
Dengan luas daerah satu setengah kali Pulau
Jawa dan Madura, memberikan pelayanan
kesehatan di Kalimantan timur tentu
bukan hal yang mudah. Belum lagi masih
banyaknya daerah perbatasan yang sulit
terjangkau transportasi. namun, kendala
tersebut bukan berarti tidak diantisipasi
oleh Kementerian Kesehatan.
aat ini, prioritas utama
bidang Kesehatan di
Kalimantan timur adalah
pelayanan kesehatan
dengan akses yang mudah
untuk dijangkau dan di layanani
oleh tenaga kesehatan terutama oleh
penduduk di pedalaman dan perbatasan. target
pelayanan kesehatan harus 24 jam.
Sehubungan dengan itu Pemerintah Kalimantan
timur telah menyediakan fasilitas penunjang
kesehatan di antaranya adalah Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) dan Puskesmas
Pembantu (Pusban) serta Puskesmas Keliling.
Ketiga fasilitas tersebut dipilih karena mampu
menjangkau segala lapisan masyarakat hingga
ke daerah pedalaman dan terpencil yang
tersebar di 14 Kabupaten/kota.
Saat ini yang paling utama adalah harus
memberikan pelayanan kesehatan yang
maksimal kepada masyarakat. Untuk mencapai
itu tentu saja pelayanannya harus bisa diakses
dengan mudah. Menggalakkan Puskesmas 24
jam salah satu solusinya.
“Dengan adanya pelayanan Puskesmas 24 jam
di beberapa wilayah yang jauh dari rumah sakit,
tidak boleh ada lagi warga Kalimantan timur
yang berobat ke luar negeri. Masyarakat harus
berobat di rumah sakit di Kalimanatan timur.
Kalaupun harus di rujuk, harus dirujuk ke luar
daerah, bukan ke luar negeri,”ujar Kadinkes
Kalimantan timur dr. Syafak hanum, Sp.A .
Oleh sebab itu, menurut dr. Syafak, pelayanan
rumah sakit harus ditingkatkan dan harus
sudah memadai. ia juga berharap kualitas
SDM-nya juga harus meningkat seiring dengan
meningkatnya sarana prasarana rumah sakit.
Peningkatan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat ini juga merupakan upaya Pemprov
Kaltim untuk mewujudkan pencapaian
Millennium Development Goals (MDGs).
Sehubungan dengan itu perlu adanya upaya
Pemerintah dalam rangka mempercepat
penurunan Angka Kematian ibu (AKi) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) guna meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kerja
sama serta koordinasi antara Pemerintah Pusat,
Provinsi, Kabupaten dan Kota serta lembaga-
lembaga kesehatan dan masyarakat tentu
sangat diharapkan supaya tujuan yang ingin
dicapai dapat terealisasi dengan baik. terutama
dalam usaha mensukseskan program Jampersal
yang dapat menekan tingkat kematian ibu dan
bayi.
Kadinkes Kalimantan Timur
dr. Syafak Hanum, Sp.A.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 35
DAERAH
Puskes Pelayanan Prima
Dalam usaha lebih meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Kalimantan
Timur juga --selain pelayanan Puskesmas 24 jam-- membuka Puskesmas Pelayanan Prima.
Puskesmas yang sudah menerapkan Pelayanan Prima adalah Puskesmas Wonoredjo di
Kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kecamatan Sungai Kujang, Kota Samarinda. Puskesmas
Pelayanan Prima ini mengutamakan pelayanan 3 S yaitu: Sapa, Senyum, Santun.
Selain mengutamakan pelayanan 3 S, Puskesmas Wonoredjo juga melayani program
lansia, yaitu mengadakan senam untuk para manula setiap Jumat pagi. Dalam program
ini pelayanan diutamakan kepada para lansia ketimbang yang bukan lansia.. Kegiatan
ini dilakukan untuk mempererat para peserta yang lansia yang membutuhkan perhatian
khusus.
Puskesmas Wonoredjo juga dikenal sebagai Puskesmas Sayang Anak karena selain
memberikan pelayanan kepada lansia juga memberikan lingkungan tempat bermain bagi
anak-anak yang sedang menunggu untuk berobat. Sambil menunggu dipanggil dokter,
anak-anak bisa bermain di lingkungan tersebut.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM36
Di Puskesmas Pelayanan Prima juga disiapkan pojok ASI
sebagai wujud kepedulian pada gerakan ibu menyusui.
Berkat pelayanan dan terobosan yang dilakukan,
Puskesmas Wonoredjo yang dipimpin drg. Aprilia Lailati
ini sudah pernah mendapat piagam dan piala pada
pelayanan prima dari Pemerintah Kota Samarinda dan
Menteri Kesehatan.
Selain Puskesmas Wonoredjo, di jalan raya Balikpapan
menuju Samarinda, ada Puskesmas Karang Joang yang
juga buka 24. Puskesmas ini dijadikan Puskesmas 24
jam karena selain berada di jalan utama Balikpapan-
Samarinda, juga karena berada di daerah perbatasan
antara Balikpapan dan Samarinda, daerah rawan
kecelakaan, dekat beberapa pabrik, dan dekat dengan
lokalisasi.
Puskesmas 24 Karang Joang juga sudah mempunyai
trauma center dengan SDM yang memadai. Adapun
beberapa masalah yang dihadapi yaitu kurangnya alat
kesehatan, dan fasilitas bad. Diharapkan ke depannya
fasilitas seperti mobil ambulan bisa ditambah mengingat
Puskesmas Karang Joang yang dipimpin dr. Sriyono
adalah Puskesmas yang banyak menangani kecelakaan
karena posisinya yang berada di lintas utama jalan
Balikpapan menuju Samarinda dan berdekatan dengan
pabrik. Rumah Sakit yang terdekat untuk merujuk pasien
yaitu RSUD Dr.Kanujoso Dajtiwibowo.
SDM
Masalah terbesar yang dihadapi Kaltim adalah soal
SDM (Sumber Daya Manusia). Saat ini Kaltim masih
kekurangan dokter spesialis, farmasi dan ahli gizi.
Program-programnya yang dibuat sudah bagus,
namun sayang kurang didukung oleh SDM yang dapat
melaksanakan program tersebut. Oleh sebab itu, Kaltim
sekarang menyekolahkan beberapa tenaga dokter untuk
mengambil spesialis. Mereka di antaranya diambil dari
dokter-dokter umum.
Bukan hanya itu, bidan-bidan pun diminta sekolah
lagi untuk menambah pengetahuan mereka. Bahkan
dokter-dokter yang bertugas di pedalaman pun
diapreasiasi dengan memberi mereka kesempatan untuk
mengikuti seminar atau pertemuan-pertemuan untuk
meningkatkan aktualitas diri mereka. Untuk dokter
yang bertugas di daerah perbatasan dan terpencil di
Kalimantan Timur diberikan insentif khusus. Oleh sebab
itu jangan heran bila banyak dokter yang bertugas di
pedalaman betah tinggal di sana. Mereka kadang minta
diperpanjang setahun lagi untuk tinggal di daerah
terpencil itu. ∞ (Yn)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 37
Mediakom34
POTRET
Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH
Saat ini korupsi sudah menjalar ke mana-mana. Beberapa kementerian tak terkecuali
terkena wabah korupsi. Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH,
Dr.PH mengingatkan kementerian di bawah komandonya untuk bekerja dengan bersih.
“Kita harus bekerja dengan bersih. Kalau kita bersih, tidak dalam pengaruh tekanan
manapun, maka kita bisa bekerja dengan tenang dan tenteram,” kata lulusan S3 dari
Harvard School of Public Health ini. Selain mengungkapkan harapannya agar bisa
bekerja dengan bersih, ibu tiga anak ini juga membeberkan program-program yang
tengah bergulir di Kemenkes serta capaian yang sudah diraih semenjak ia memimpin.
Tak ketinggalan mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan
Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes, ini juga bercerita banyak soal
program Jampersal. Berikut penuturannya lebih jauh.
Mediakom: Apa saja program-program prioritas
Kemenkes?
Menkes: Saat ini kita tengah mempersiapkan tatanan
dan sistem untuk nanti berlakunya Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) pada 2014. Target SJSN 1
Januari 2014, mudah-mudahan pada tanggal tersebut
kita bisa running.
Sebetulnya, ada banyak hal yang perlu kita bereskan
karena pada tahun 2014 tersebut yang pertama
akan berjalan secara penuh adalah BPJS 1 (Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial) ke-1 yang antara
lain mengurus mengenai jaminan kesehatan. BPJS
itu nanti akan mengurus jaminan-jaminan yang
lain juga, tetapi yang saat ini dianggap paling siap
adalah jaminan kesehatan karena itu BPJS 1 yang
didahulukan untuk berjalan.
Yang harus disiapkan adalah perangkat aturannya,
yaitu turunan dari Undang-Undang SJSN dan
Undang-Undang BPJS. Kementerian Kesehatan telah
membentuk tim yang diketuai oleh Pak Wakil Menteri
Kesehatan, antara lain untuk menangani peraturan-
peraturan. Selain itu, yang juga harus dibenahi
adalah fasilitas pelayanan atau pemberi pelayanan
kesehatan. Percuma saja ada sistemnya, tapi kalau
tidak tersedia rumah sakit atau Puskesmasnya, dia
mau ke mana? Jadi itu yang harus kita bereskan.
Di antaranya adalah menata kembali, apa fungsi
Puskesmas? Apakah cuma untuk preventif atau juga
berobat. Harus diingat di daerah-daerah banyak yang
adanya hanya Puskesmas. Perlu ditata juga dokter-
dokter yang praktek swasta, di mana tempatnya di
dalam sistem ini? Apakah dia jadi dokter keluarga, jadi
rujukan pertama, atau bagaimana?
Kemudian yang utama adalah menyediakan tempat
tidur kelas III. Kalau seseorang perlu dirawat, di mana
dia dirawat? Ada beberapa kiat untuk hal ini, yaitu
Puskesmas perawatan diperbanyak, membangun
Rumah Sakit Pratama, dan sebagainya. Ini yang
kedua.
Kemudian yang ketiga adalah sistem jaminan
kesehatannya sendiri bagaimana? Paketnya seperti
apa , yang dibiayai apa? Tentu saja harapannya adalah
sebaik jaminan kesehatan masyarakat yang sekarang
berlaku, jangan sampai kurang, kalau bisa lebih baik.
Nanti dalam perkembangan lebih lanjut pasti akan
ada hal-hal lain yang muncul, biasanya demikian.
Saya kebetulan belum lama ini bertemu dengan
Pejabat Kementerian Kesehatan Arab Saudi. Di sana
ternyata seluruh masyarakatnya berobat gratis
bahkan dibayari kalau berobat keluar negeri. Tapi dia
tanya saya,“Apakah Saudari Menteri mengira bahwa
masyarakat Arab puas?”.“Tidak, tiap hari ada saja
keluhan di koran”. Jadi artinya, demand masyarakat
KITA HARUS BEKERJA
DENGAN BERSIH
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 39
POTRET
atau tuntutan masyarakat itu naik. Kita penuhi sekian
dia naik lagi, penuhi sekian naik lagi. Kita juga pasti nanti
akan mengalami hal seperti itu. Kalau kita sudah tetapkan
paketnya pasti ada demand lain yang kemudian akan
muncul, itu nanti kita atur. Kemudian bagaimana sistem
pembayaran? Sekarang memakai Indonesia Case Based
Group (INA-CBGs), bagaimana nantinya?
Keempat adalah transisinya bagaimana? Sudah ditetapkan
bahwa PT Askes akan menjadi BPJS 1. Tentu saja ada
fase transisi, di mana mungkin tahun 2013 mereka akan
mulai menangani Jamkesmas sebagai fase transisi untuk
berlakunya SJSN.
Yang tidak kalah pentingnya, tidak boleh dilupakan
sejak sekarang adalah advokasi dan sosialisasi. Kalau kita
terlambat repot mengurusinya. Kalau sosialisasi belakangan
nanti masyarakat tidak menerima atau salah mengerti. Hal
tersebut tidak hanya berhubungan dengan masyarakat,
tetapi juga dengan berbagai kalangan seperti pengusaha,
yang bisa tidak menerima.
Jadi dari sekarang dalam tim
itu sudah ada yang tugasnya
mengurus sosialisasi dan
advokasi. Dalam waktu dekat
akan ada rapat membahas
masalah ini. Ini satu pekerjaan
yang paling besar buat kita,
namun demikian bukan berarti
tidak ada hal lain yang perlu
kita perhatikan.
Pekerjaan lain tetap penting,
terutama upaya kita dalam
mencapai target MDG’s karena
2015 sudah di depan mata.
Upaya menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB), sudah kita
lakukan. Salah satunya dengan
Jampersal.
Ada lagi hal penting yang harus
kita lakukan yaitu gerakan
nasional sadar gizi, tahun 2012
kita mulai dengan 1.000 hari
pertama untuk negeri (SUN),
yaitu1.000 hari pertama dari
kehidupan di intervensi mulai
dari ibu hamilnya sampai
melahirkan, sampai si bayi
berumur 2 tahun.
Selain itu, masalah penyakit
tidak menular juga kita
tingkatkan penanganannya. Penyakit menular walaupun
sudah menunjukan naik, masih juga harus kita selesaikan.
Penyakit tidak menular termasuk kesehatan jiwa, sudah
memprihatinkan, termasuk juga penyalahgunaan Napzah.
Mediakom: Apa capaian-capaian yang sudah diraih semenjak
Ibu menjadi menteri?
Menkes: Yang pertama adalah menata sistem kesehatan
nasional, di mana sistem rujukan dimulai dengan upaya
kesehatan berbasis komunitas. Jadi kita tidak hanya
memperhatikan rumah sakit, tetapi kita tekankan pada
memandirikan masyarakat di dalam hal kesehatan.
Pencapaian tentu sudah ada, bahwa itu belum sempurna,
pasti. Kita menata sistem mulai dari basis komunitas,
kemudian Puskesmas, kemudian baru tingkat rujukan
sampai rumah sakit tersier, dan rumah sakit yang bertaraf
internasional. Jadi rentangannya cukup lebar artinya dari
yang berbasis masyarakat sampai ke rumah sakit bertaraf
internasional.
Upayanya juga cukup lebar, tidak hanya kuratif dan
reabilitatif, tetapi promotif juga kita tekankan. Semuanya
itu dalam rangka SJSN. Kalau kita tidak melakukan ini, nanti
pada waktu SJSN berlaku, agak berat karena semua orang
datang sudah pada keadaan sakit berat. Di antaranya yang
kita mau perbaiki juga adalah cakupan imunisasi, upaya-
upaya promotif preventif, deteksi dini dari kanker-kanker
tertentu, dan pengobatannya tentu saja, sehingga semuanya
tidak sampai ke sakit berat.
Kita juga upayakan meningkatkan kesehatan calon haji.
Dengan menghidupkan kembali Perawatan Kesehatan
Masyarakat (Perkesmas) atau dulu disebut public health
nursing. Jadi sistem yang kita letakkan, sistem pelayanan.
Kedua, sistem yang lain adalah SDM. Kita juga mulai menata
kembali dengan misalnya PTT tidak 6 bulan, tetapi satu
tahun. Kita melakukan apa yang disebut“dokter dengan
tambahan kewenangan.”Kita sadar, kalau menunggu
spesialis selesai, sampai kapan kebutuhan terpenuhi?
Kemudian ada sistem sister hospital. Rumah sakit yang
maju punya mitra rumah sakit di daerah, Rotasi PPDS
(Program Pendidikan Dokter Spesialis), dokter yang sedang
spesialisasi. Nah kita melakukan pendekatan kepada
ikatan profesi supaya pendidikannya jangan lama-lama.
Dari spesialis penyakit dalam kelihatannya sudah siap
untuk memperpendek masa pendidikannya. Kita juga mau
mendekati spesialis yang lain supaya bisa mempersingkat
pendidikannya. Kita berusaha untuk memperbanyak dokter-
dokter spesialis.
Kemudian ada sistem lagi yang sedang ditata, yaitu obat
dan Alkes. Obat-obat generik kita tingkatkan. Bukan hanya
itu saja, kita ingin adanya kemandirian bahan baku obat.
Ini sudah mulai menunjukkan hasil, kita mulai dengan
artemisinin, obat malaria yang sudah mulai dirintis, kita akan
coba juga dengan yang lain-lain.
Soal Alkes, tahun ini akan mulai dengan mempertemukan
peneliti, para penemu, dengan industri karena banyak sekali
hasil penelitian yang berhenti di lab saja. Nah, kita mau
pertemukan, sehingga mana-mana yang potensial secara
ekonomis bisa diperbanyak oleh industri dan dipakai.
Ada lagi hal penting
yang harus kita
lakukan yaitu gerakan
nasional sadar gizi, itu
juga tahun 2012 kita
mulai dengan 1.000
hari pertama untuk
negeri. Jadi 1.000 hari
pertama dari kehidupan
kita intervensi dari
ibu hamilnya sampai
melahirkan, sampai dia
berumur 2 tahun.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM40
Mediakom: Terkait Jampersal.
Sekarang banyak orang
berbondong-bondong ke rumah
sakit, tanpa lewat Puskesmas.
Menurut Ibu, ini terjadi karena
pelayanan yang tidak bayar, atau
ada sebab lain?
Menkes: Macam-macam. Ada
faktor bidannya tidak mau
menolong. Bagi bidan lebih
mudah dia merujuk ketimbang
dia mengerjakan, karena kalau
dia ambil akan tekor. Itu salah
satu sebabnya.
Lalu kemungkinan yang lain,
bagi pasien itu sendiri mungkin
dia lebih nyaman di rumah sakit.
Masyarakat merasa nanti kalau
anaknya sakit atau sang ibu ada
komplikasi bisa cepat ditolong.
Bisa juga karena rumahnya dekat
dengan rumah sakit. Jadi ada
banyak faktor.
Buat saya semua itu sebetulnya
tidak mengherankan. Kita kan
baru mulai. Sesuatu yang baru
mulai, pasti terjadi reaksi seperti
itu. Tahun pertama ini kita
masih direpotkan dengan“Ini
uangnya cukup atau tidak? Bagaimana penyelesaian
administrasi?”. Nah, untuk tahun kedua kita akan
meningkatkan cost, biaya per unitnya kita tingkatkan.
Tetapi kita juga harus memperbaiki sistem rujukannya,
di samping kita juga meminta dengan sangat bahwa,
ibu-ibu yang hamil ketiga, keempat itu untuk ikut KB
pasca persalinan. Kan kita dikritik karena kelihatannya
malah jadi tambah banyak orang yang melahirkan.
Padahal sebetulnya tidak demikian. Kalau tahun 2011
itu baru mulai, masa ya tiba-tiba terus dia mumpung
gratis nih“Kita bikin anak yuk sekarang.”Ya, kan tidak.
Dan kalau memang begitu, artinya yang paling banyak
terjadi kelahiran pada bulan November padahal
launching Jampersal baru Juni. Jadi kalau banyak yang
melahirkan, itu terjadi karena memang sebelumnya
sudah hamil.
Mediakom: Bagaimana soal usulan menaikkan uang
Jampersal dari Rp 350.000 ke Rp 500.000?
Menkes: Pertama, kita naikkan ya.Tetapi di beberapa
daerah harga yang kita tetapkan masih di bawah tarif
bidan. Kita tidak bisa mengambil patokan yang paling
tinggi, itu sudah pasti. Kita akan ambil yang rata-rata,
menengah. Kita akan coba berbicara dengan berbagai
pihak terkait. Kita harapkan partisipasi mereka dalam
program Jampersal ini. Kalau mereka mau, pasiennya pasti
akan lebih banyak. Cuma yang kita masih belum tahu
bagaimana mengatasinya adalah harus seperti berikut.
Rupanya bidan tidak hanya menolong, tetapi juga
memberikan popok, ini tidak tercakup dalam biaya
Jampersal, Jadi sebetulnya pada tempatnya kalau bidan
minta tambahan untuk popok dan sebagainya, tetapi
masyarakat tidak mau tahu.“Katanya gratis, kok tetap
bayar?”.
Nah, ini juga nanti yang harus kita sosialisasikan ke
masyarakat. Bidan juga harus mengatakan, ”Ini mau
pakai Jampersal saja atau Jampersal ditambah dengan
yang lain.”Ada apa saja yang lain itu, ya terserah bidan.
Biasanya dari situ bidan dapat untungnya. Nah, ini
yang mesti kita benahi. Intinya kita tentu saja tak mau
merugikan bidan.
Mediakom: Bagaimana kebijakan kita terhadap pasien
yang langsung masuk ke rumah sakit tanpa lewat
Puskesmas?
Menkes: Ini masalah sosialisasi. Karena, rumah
sakit tidak boleh menolak pasien. Jadi kita tidak
bisa menyalahkan rumah sakit. Justru kita harus
memperkuat Puskemas. Kemudian juga perlu sosialisasi
yang intens. Harus diperbanyak penjelasan bahwa
persalinan yang normal cukup ditangani di Puskesmas.
Nanti bidan dapat menandai mana yang berisiko, mana
yang tidak. Kalau itu yang berisiko, silakan dirujuk.
Saya juga akan minta rumah sakit yang besar untuk
membina rumah sakit yang lebih kecil dan sekitarnya,
membina Puskesmas. Sekali-kali dokter rumah sakit
besar datang ke Puskesmas atau rumah sakit kecil
sehingga masyarakat bisa melihat dan tahu bahwa
Puskesmas atau rumah sakit tersebut dalam binaan
rumah sakit rujukan.
Mediakom: Apa harapan Ibu ke depan untuk
Kementerian Kesehatan?
Menkes: Harapan saya dalam waktu dekat adalah, saya
ingin Kementerian Kesehatan bisa WTP. Saat ini kita satu
di antara dua kementerian yang disclaimer. Saya kira itu
satu hal yang sangat tidak membanggakan. Oleh sebab
itu kita harus WTP, bukan tahun ini saja, tapi seterusnya.
Harapan saya kedua, saya ingin supaya atmosfer
kerja yang sekarang ini bisa dipertahankan, bahkan
ditingkatkan. Kita sekarang menganut, yang terutama
adalah bersih. Kalau kita bersih melaksanakannya,
tidak terpengaruh oleh tekanan dari manapun,
untuk menggunakan uang, buat kita kerja juga lebih
sederhana, lebih gampang, buat para pegawainya
juga lebih tenang, tenteram. Dalam hal ini saya minta
juga kesadaran dari para pegawai saya, artinya kalau
memang kita ditentukan tidak ada THR, ya harus
diterima.Jangan nanti dicari-cari. Kalau dicari-cari ada
saja buntutnya. Jadi saya menginginkan semuanya
punya kesadaran bahwa kita itu bekerja bersih karena
dengan bersih itu lebih tenang, lebih beres, dan kita
nanti bisa pensiun dengan tenang. Yang kita lihat
sekarang banyak orang pensiun tidak tenang. ∞
(Dyah, Pra)
Kita sekarang menganut,
yang terutama adalah
bersih. Kalau kita bersih
melaksanakannya, tidak
terpengaruh oleh tekanan
dari manapun, untuk
menggunakan uang. Itu
buat kita kerja juga lebih
sederhana, lebih gampang,
buat para pegawainya juga
lebih tenang, tenteram
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 41
KOLOM
Maraknya iklan-iklan, baik di media cetak,
elektronik, maupun online yang gencar mempromosikan
berbagai produk, jasa dan fasilitas layanan kesehatan
dengan metode medis maupun tradisional,
komplementer, dan alternatif dapat mempengaruhi pola
pikir dan perilaku masyarakat sebagai konsumen. Iklan
melalui kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI) didefinisikan
sebagai pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi
publik tentang sesuatu produk yang disampaikan
melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang
dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh
masyarakat.
Disebutkan pula dalam EPI bahwa masyarakat sebagai
konsumen merupakan pengguna dari sesuatu produk
yang diiklankan sangat perlu dilindungi. Undang-
Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pada pasal 17 mengamanatkan bahwa
pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan
yang (a) Mengelabui konsumen mengenai fasilitas,
kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau
tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang
dan/atau jasa; Mengelabui jaminan/garansi terhadap
barang dan/atau jasa; (b) Memuat informasi yang keliru,
salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
(c) Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian
barang dan/atau jasa; (d) Mengeksploitasi kejadian
dan/atau seorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan; dan (e) Melanggar etika
dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.
Kementerian Kesehatan dalam menyikapi dan
mengadvokasi ramainya dunia periklanan pelayanan
kesehatan yang menyesatkan berupaya melindungi
masyarakat dengan menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang
Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Pasal 4
Permenkes ini mempersyaratkan bagi iklan dan/atau
publikasi pelayanan kesehatan harus memenuhi syarat
yang meliputi (1) memuat informasi dengan dan/atau
fakta yang akurat; (2) berbasis bukti; (3) informatif; (4)
edukatif; dan (5) bertanggung jawab.
Dokter Robert Imam Sutedja, MIPRA, kepala Divisi
Humas dan Informasi, Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (PERSI) menyambut baik Permenkes
No. 1787 tahun 2010 itu. Saat ini, rumah sakit tidak bisa
lagi dipandang hanya sebagai institusi sosial belaka,
tetapi sudah menjadi institusi yang bersifat sosio-
ekonomis. Berkembangnya paradigma baru tersebut,
mengisyaratkan bagi ”industri”rumah sakit untuk
memberlakukan kaidah bisnis tanpa meninggalkan
fungsi rumah sakit sebagai institusi sosial yang sarat
norma, moral, dan etika. Hadirnya Pedoman Etika
Promosi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh PERSI
memperkaya ranah etika legal bagi rumah sakit untuk
berpromosi yang bertujuan memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
Prof. Dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F(K), Sp.KP, staf
ahli Menteri Bidang Mediko Legal, menyebutkan
bahwa berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang
RS pasal 30 ayat (1) huruf g, Rumah Sakit berhak
untuk mempromosikan layanan kesehatan yang ada
di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ada beberapa rambu-rambu
yang harus diketahui dan ditaati dalam Permenkes No.
1787 tahun 2010, di mana iklan dan/atau publikasi
pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila
bersifat: (1) menyerang dan/atau pamer yang bercita
rasa buruk, informasi atau pernyataan yang tidak
benar, palsu, bersifat menipu dan menyesatkan,
informasi yang menyiratkan fasyankes memperoleh
Menuju Iklan Kesehatan yang Sehat
dan Tidak Menyesatkan
Pernahkah Anda melihat atau mendengar iklan sabun
cuci di televisi dan radio yang berbunyi:“Sabun cuci
tangan super cepat W menghilangkan 99% kuman
dalam 10 detik”. Atau iklan bermodelkan seorang
tenaga kesehatan dengan berpromosi“Walau terlihat
bersih, bukan berarti bebas kuman. Air saja tidak cukup.
Selalu pakai Z, 10x lebih efektif membunuh kuman
penyakit agar keluarga selalu terlindungi”. Atau lagi, slot
program di televisi dan radio yang mengetengahkan
tentang salah satu metode pengobatan tradisional,
alternatif, dan komplementer. Unik sekali hanya dengan
melakukan telewicara sang terapis mampu mendeteksi
penyakit juga mengobati sang penelepon. Di media
cetak, Anda akan melihat dan membaca iklan-iklan yang
menawarkan berbagai metode pengobatan penyakit
seperti“pengobatan mata buta tanpa operasi”, ada lagi
jargon iklan yang berpromosi“mampu membesarkan
alat vital dengan cepat”, dan sejumlah dokter maupun
fasilitas kesehatan yang turut meramaikan dunia
advertising di media cetak maupun elektronik dan online.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM42
keuntungan dari pelayanan kesehatan
yang tidak dapat dilaksanakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya atau
menciptakan pengharapan yang tidak
tepat dari pelayanan kesehatan yang
diberikan; (2) membandingkan mutu
pelayanan kesehatan mencela mutu
pelayanan fasyankes lainnya, memuji diri
secara berlebihan, termasuk, pernyataan
yang bersifat superlatif, mengiklankan
pelayanan kesehatan dan/atau tenaga
kesehatan yang fasilitas pelayanan
kesehatannya tidak berlokasi di negara
Indonesia; mengiklankan pelayanan
kesehatan yang dilakukan tenaga
kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan
kesehatan yang tidak memiliki izin; (3)
mengiklankan obat, makanan suplemen,
atau alat kesehatan yang tidak memiliki
izin edar atau tidak memenuhi standar
mutu dan keamanan; mengiklankan susu
formula dan zat adiktif; mengiklankan
obat keras, psikotropika dan narkotika
kecuali dalam majalah atau forum ilmiah
kedokteran; (4) memberi informasi
kepada masyarakat dengan cara yang
bersifat mendorong penggunaan jasa
tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut; mengiklankan
promosi penjualan dalam bentuk apa
pun termasuk pemberian potongan
harga (diskon), imbalan atas pelayanan
kesehatan dan/atau menggunakan
metode penjualan multi-level marketing;
(5) memberi testimoni dalam bentuk
iklan atau publikasi di media massa;
memublikasikan metode, obat, alat dan/
atau teknologi pelayanan kesehatan
baru atau non-konvensional yang belum
diterima oleh masyarakat kedokteran
dan/atau kesehatan; dan menggunakan
gelar akademis dan/atau sebutan profesi
di bidang kesehatan; dan (6) Iklan dan/
atau publikasi pelayanan kesehatan oleh
fasilitas kesehatan melalui internet, tidak
boleh digunakan sebagai sarana konsultasi
medis jarak jauh (telemedicine).
Persoalan lain datang dari promosi bagi
pengobatan tradisional, alternatif, dan
komplementer. Menjamurnya tempat
pengobatan tradisional dan iklan serta
program pengobatan tradisional turut
mewarnai sejumlah media cetak, elektonik,
dan online. Tidak bisa dipungkiri sejarah
pengobatan di Indonesia berawal dari
pengobatan tradisional dan jamu/ramuan
berbahan baku alami. Sebagaimana
disebutkan dalam UU Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan pasal
48 bahwasanya pelayanan kesehatan
tradisional menjadi bagian dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan di
Indonesia.
Pengobatan tradisional beserta jamu/
ramuannya mengakar pada sosio-budaya
di Indonesia. Akan tetapi, masyarakat
perlu cerdas dalam memfilter informasi
yang ada terhadap pelaksanaan
pengobatan tradisional. Sebagai contoh,
iklan pengobatan di salah satu media
cetak ibukota, ”Terapi kanker atau tumor
dengan K.A. Element Therapy., adalah
salah satu dari lima metode terapi herbal
tanpa operasi yang diterapkan di Klinik Y....
Jangan tunggu hingga kanker sulit diatasi.
Segera Periksakan di Klinik Y”.
Jadi, apakah anda tertarik dengan iklan
tersebut? Tunggu dulu, cobalah dicek
apakah klinik tersebut memiliki Surat
Izin Praktik (SIP) yang terdaftar di Dinas
Kabupaten/Kota setempat. Lalu, apakah
jamu/ramuan tersebut memiliki izin di
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maupun
tersertifikasi di BPOM. Saat ini, masyarakat
yang pintar dengan mudah akan
mendapatkan berbagai informasi yang
ada melalui dunia maya. Lewat situs: www.
depkes.go.id, masyarakat dapat mengakses
informasi dan kebijakan kesehatan, selain
itu pula situs: www.pom.go.id, masyarakat
juga dapat mengetahui obat dan makanan
yang memiliki perizinan, aman, dan
tersertifikasi.
Sebagai informasi, dalam waktu dekat ini
Kementerian Kesehatan akan menerbitkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan
tentang Tim Pembinaan dan Pengawasan
Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan,
implementasi Permenkes No. 1787 tahun
2010. Masyarakat dapat menghubungi
Kementerian Kesehatan (021-500567)
maupun Dinas Kesehatan bilamana
diketahui adanya pelanggaran dalam iklan
dan publikasi pelayanan kesehatan.
	 Memang dalam Permenkes
tersebut masih terdapat kekurangan
terutama yang terkait etika periklanan.
Contoh kasus, bagaimana jika seorang
tenaga kesehatan yang mengiklankan
dirinya karena berprofesi juga sebagai
artis. Siapa yang akan dikenai sanksi? Si
tenaga kesehatan, perusahaan periklanan,
atau siapa? Bagaimana pula, bila iklan
layanan masyarakat yang bermodelkan
tenaga kesehatan, akan tetapi di akhir iklan
ternyata membawa nama sebuah produk.
Sudah saatnya, masyarakat melek
informasi, melek hukum agar jangan
sampai dibodohi oleh informasi palsu dan
menyesatkan. Kementerian Kesehatan
dengan senang hati menerima segala
masukan dan saran dari masyarakat
Indonesia untuk pembangunan kesehatan
yang lebih baik. ∞ (Dwi)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 43
Kinerja Dua Tahun Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Tahun 2009-2011
Pada periode 2010-2014, Pembangunan
Kesehatan dilaksanakan sejalan dengan
visi Kabinet Indonesia Bersatu II, yaitu
Indonesia yang sejahtera, demokratis
dan berkeadilan.
Sasaran Pembangunan Kesehatan dalam
periode ini adalah
1.	Umur harapan hidup naik dari 70,7
tahun menjadi 72 tahun;
2.	Angka Kematian Bayi turun dari 34
menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup;
3.	Angka Kematian Ibu melahirkan turun
dari 228 menjadi 118 per 100.000
kelahiran hidup; dan Prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk pada anak balita
turun dari 18,4 persen menjadi 15
persen.
Pembangunan Kesehatan selama
beberapa dasawarsa telah meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat Indonesia
secara bermakna. Namun disparitas derajat
kesehatan masyarakat antar kawasan,
antar kelompok masyarakat, dan antar
tingkat sosial ekonomi masih dijumpai.
Oleh karena itu, visi Kementerian
Kesehatan tahun 2010-2014 adalah
Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan. Dan, fokus Pembangunan
Kesehatan selama periode tersebut adalah
peningkatan akses masyarakat pada
pelayanan kesehatan yang bermutu.
Untuk mewujudkan visi Kementerian
Kesehatan,dilaksanakan empat misi,
yaitu: (1) meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk
swasta dan masyarakat madani; (2)
melindungi kesehatan masyarakat
dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata,
bermutu dan berkeadilan; (3) menjamin
ketersediaan dan pemerataan sumber
daya kesehatan; dan (4) menciptakan tata
kelola kepemerintahan yang baik dan
berkeadilan. Dalam periode2010-2014
Kementerian Kesehatan menerapkan
lima nilai yang menjiwai pelaksanaan
programnya, yaitu: prorakyat, inklusif,
responsif, efektif, dan bersih.
Dalam pada itu Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan periode 2010-
2014 menggariskan bahwa Pembangunan
Kesehatan diarahkan pada delapan
prioritas, yaitu: (1) Kesehatan ibu, bayi dan
balita; (2)Perbaikan status gizi masyarakat;
(3) Pengendalian penyakit menular serta
penyakit tidak menular diikuti penyehatan
lingkungan; (4) Pengembangan dan
pemberdayaan SDM kesehatan; (5)
Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan,
pemerataan, serta pembinaan produksi
dan distribusi kefarmasian dan alat
kesehatan; (6) Pengembangan jaminan
kesehatan; (7) Penanggulangan bencana
dan krisis kesehatan; (8) Peningkatan
pelayanan kesehatan primer, sekunder dan
tersier.
Langkah mewujudkan visi Kementerian
Kesehatan adalah dengan: meningkatkan
akses masyarakat pada pelayanan
kesehatan yang bermutu, melaksanakan
delapan prioritas, dan mencapai
sasaran-sasaran Millennium Development
Goals (MDG), dilaksanakan Reformasi
Pembangunan Kesehatan yang merupakan
terobosan terdiri dari tujuh upaya, yaitu:
1.	Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar
dan pemenuhan Bantuan Operasional
Kesehatan.
2.	Penyediaan, distribusi, dan retensi
sumber daya manusia kesehatan di
seluruh wilayah Indonesia.
3.	Penyediaan, distribusi, dan pemenuhan
obat dan alat kesehatan di seluruh
fasilitas kesehatan.
4.	Peningkatan pelayanan kesehatan
di Daerah Terpencil Perbatasan dan
Kepulauan Terluar
5.	(DTPK) serta penanganan Daerah
Bermasalah Kesehatan (DBK).
6.	Pencapaian universal coverage jaminan
kesehatan.
7.	Reformasi birokrasi kesehatan.
8.	Pengembangan world class health care.
LAPORAN
KHUSUS
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM44
1. KESEHATAN IBU, BAYI
DAN BALITA
Pemerintah mempunyai komitmen yang
sangat kuat dalam peningkatan kesehatan
ibu, bayi dan balita. Dalam sewindu
terakhir ini, tampak kecenderungan
penurunan angka kematian ibu dari
waktu ke waktu. Upaya penting dalam
peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita
adalah Program Perencanaan Persalinan
dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Upaya
ini dititik beratkan pada pemberdayaan
masyarakat dalam mendukung persiapan
persalinan dan pencegahan komplikasi.
Sampai tahun 2011, pelaksanaan P4K telah
mencakup 85% dari 78.198 desa seluruh
Indonesia, diperkuat dengan berbagai
terobosan seperti di bawah ini.
• Peningkatan kesehatan ibu hamil:
membuka Kelas Ibu Hamil di desa
yang diikuti oleh Kelompok Ibu Hamil,
didampingi oleh suami/keluarga dan
difasilitasi oleh tenaga kesehatan bersama
Kader. Pada kegiatan tersebut disampaikan
berbagai hal yang harus diperhatikan pada
masa kehamilan, persalinan dan nifas.
Informasi yang disampaikan mencakup:
tanda bahaya kehamilan-persalinan-
nifas, persiapan persalinan, konseling KB,
perawatan bayi, mitos, penyakit menular,
akte kelahiran, dan senam ibu hamil. Pada
tahun 2011 terbentuk 2.508 Kelas Ibu
Hamil.
• Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan:
Program Kemitraan Bidan dan Dukun, yaitu
bentuk kerja sama antara bidan dan dukun
dalam pertolongan persalinan. Pada
program ini peran dukun dalam persalinan
dialihkan pada aspek perawatan
nonmedis. Tahun 2011 program kemitraan
bidan dan dukun meningkat dari 60,5%
pada tahun 2010 menjadi 75% pada tahun
2011 dengan jumlah dukun mencapai
114.290 orang di seluruh Indonesia.
Sementara itu, cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan dari
tahun ke tahun cenderung meningkat.
24
• Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007, kematian bayi baru
lahir pada usia 0-6 hari sebesar 78,5%
dari total kematian bayi. Dalam upaya
menurunkan kematian bayi baru lahir
dilakukan kunjungan pertama oleh
tenaga kesehatan untuk memberikan
perawatan dan pemeriksaan risiko dini
bayi. Sampai dengan Desember 2011
cakupan kunjungan pertama pelayanan
bayi barulahir adalah sebesar 4.101.130
(87,3% ).
• Penanganan penyulit pada ibu dan
bayi baru lahir
Dalam rangka meningkatkan penanganan
penyulit pada ibu dan bayi baru lahir
dilaksanakan program Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
di Puskesmas dan Pelayanan Obstetri
NeonatalEmergensi Komprehensif
(PONEK) di rumah sakit.
Sampai dengan tahun 2011, jumlah
Puskesmas PONED mencapai 1.579
Puskesmas. Sedangkan Rumah Sakit
PONEK meningkat dari 358 di tahun 2010
menjadi 378 di tahun 2011.
• Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Buku ini berfungsi sebagai alat bantu
keluarga dan tenaga kesehatan untuk
memantau kesehatan ibu sewaktu hamil,
persalinan, dan nifas, serta memantau
kesehatan anak sejak dalam kandungan
hingga anak berusia 5tahun. Pada 2009-
2011 Kementerian Kesehatan telah
mendistribusikan buku KIA sebanyak 4,5
juta buku setiaptahun.
• Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Pada tahun 2010 kegiatan penjaringan
kesehatan pada murid kelas 1 SD dan
sederajat telah menjangkau 88.817
sekolah dasar, data per November tahun
2011 telah menjangkau 79.630 sekolah
dasar.
27
UKS terutama diarahkan untuk
menanamkan perilaku hidup bersih
dan sehat sejak usia dini. Pada sasaran
anak usia SD lebih diarahkan pada
pembentukan dokter kecil disekolah.
Sedangkan pada siswa SMP dan SMA
dilakukan dengan pembentukan konselor
sebaya untuk kesehatan reproduksi.
2. JAMINAN PERSALINAN
(JAMPERSAL)
Komitmen Kementerian Kesehatan
dalam meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan terhadap ibu dan
bayi ditunjukkan antara lain dengan
meluncurkan program Jaminan
Persalinan(Jampersal), pada awal tahun
2011.
Pada tahun 2011 diperkirakan terjadi
4,6 juta angka persalinan di Indonesia.
Dari angka tersebut sebanyak 1,7 juta
diantaranya dibiayai Pemerintah melalui
Jamkesmas.
Tahun 2011 disiapkan anggaran Jampersal
untuk mencakup 2.850.000 ibu hamil dan
melahirkan dengan unit cost persalinan
sebesar Rp.430.000,00.
3. PERBAIKAN STATUS
GIZI MASYARAKAT
Pencapaian status gizi secara nasional
merupakan hasil dari berbagai terobosan
yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan bersama dengan instansi terkait
dan masyarakat.
Menteri Kesehatan telah mencanangkan
Rintisan Fortifikasi Vitamin A dalam
minyak goreng pada tahun 2011 dengan
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 45
dilaksanakannya pilot project di beberapa
wilayah, dimulai di Jawa Timur dan Jawa
Barat. Pada tahun 2012 studi dilanjutkan
dengan penerapan kewajiban (mandatory)
fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng.
4. PENGENDALIAN
PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK
MENULAR, DAN
PENYEHATAN
LINGKUNGAN
Penyakit Menular
• HIV-AIDS
Pada tahun 2011, proporsi kasus AIDS
tertinggi adalah pada kelompok umur
30-39 tahun sebanyak 33,2%, kelompok
umur 20-29 tahun 30,9%, dan kelompok
umur 40-49 tahun 12,9%. Angka kematian
(Case Fatality Rate=CFR) AIDS tahun 2011
menurun dibandingkan dengan tahun
2010, yaitu dari 3,7% (2010) menjadi 1%
(2011).
Bila masyarakat ingin mengetahui status
HIVnya, tersedia layanan Konseling dan
Tes (KT) HIV. Sampai dengan Desember
2011 terdapat 388 layanan KT, dari
jumlah tersebut sebanyak 135 layanan KT
dikembangkan pada tahun 2004-2009,
dan 253 layanan KT dikembangkan pada
2009-2011 tersebar di 173 kabupaten/
kota.
Jumlah orang yang mengikuti KT dari
tahun 2004–September 2009 (5 tahun)
sebanyak 266.234 atau rata–rata 53.000
orang per tahun. Pada periode Oktober
2009–September 2011 sebanyak 488.506
orang mengikuti KT, atau rata–rata 244.253
orang per tahun. Dari jumlah tersebut
yang teridentifikasi positif HIV sebanyak
43.177 dan HIV positif yang terdiagnosis
sampai dengan September 2011
berjumlah 71.437 kasus.
Pelayanan Pengobatan Infeksi Menular
Seksual (IMS). Jumlah kasus IMS yang
diobati pada tahun 2009-2011 berjumlah
246.448 kasus.
Program Pengurangan Dampak Buruk
pada Penasun dilaksanakan dengan
Program Terapi RumatanMetadon (PTRM)
di 68 lokasi layanan dan Program Layanan
Alat Suntik Steril (LASS) di194 lokasi
layanan. Pada tahun 2011, sebanyak
29.000 orang aktif mengikuti Program
Terapi Rumatan Metadon dan atau
Layanan Alat Suntik Steril.
• Tuberkulosis (TB)
Menurut Global Report WHO, tahun 2010,
Indonesia menunjukkan prestasi yang
membanggakan dalam penurunan angka
kematian tuberkulosis. Pada tahun 2007,
Indonesia berada di urutan ke-3 di antara
negara-negara dengan kasus TB terbanyak.
Tahun 2010 sudah berada di urutan ke-4
di bawah India, Cina, dan Afrika Selatan
dengan penurunan angka kematian
yang tadinya 168.000/tahun (tahun 1990)
menjadi 64.000/tahun (tahun 2010). Target
MDG untuk pengendalian TB tahun 2015
untuk angka kematian adalah 46 per
100.000 penduduk, proporsi kasus TB yang
terdeteksi 70%, proporsi keberhasilan
pengobatan 85%. Pada tahun 2010 angka
kematian sudah menurun menjadi 27
per 100.000 penduduk, proporsi kasus TB
sebesar 78,3%, dan proporsi keberhasilan
pengobatan 91,2%. Dengan demikian
target MDG 2015 tersebut sudah tercapai
pada tahun 2010. Untuk mempercepat
pencapaian MDG pengendalian TB,
maka pada tahun 2011 telah diluncurkan
Strategi Nasional Pengendalian TB dan
Rencana Aksi Nasional Periode 2011-2014
untuk menjadi acuan seluruh provinsi dan
kabupaten/kota di Indonesia.
• Malaria dan Penyakit Bersumber
Binatang Lainnya
Indonesia telah berhasil menekan Annual
Parasite Incidence (API), yaitu jumlah kasus
malaria per 1.000 penduduk, dari 4,96 per
1.000 penduduk tahun 1990 menjadi 1,96
per 1.000 penduduk tahun 2010 dan 1,75
per 1.000 penduduk tahun 2011.
Diperkirakan target MDG 2015 untuk
menurunkan API sebesar 1 per 1.000
penduduk akan tercapai. Kementerian
Kesehatan menargetkan eliminasi
penyakit malaria secara bertahap.
Eliminasi artinya suatu daerah angka
API-nya kurang dari 1 per mil (<1 per
1.000 penduduk). Provinsi DKI Jakarta,
khususnya Kabupaten Kepulauan Seribu,
Provinsi Bali dan Kota Batam, pada tahun
2011 sedang dalam proses memasuki
tahap eliminasi malaria. Untuk mencapai
eliminasi malaria kegiatan diagnosis dini,
pengobatan cepat dan tepat, surveilans
dan pengendalian vektor yang seluruhnya
ditujukan untuk memutus mata rantai
penularan malaria.
Pemakaian kelambu adalah salah satu
upaya pencegahan penularan penyakit
malaria. Selama tahun 2010-2011
telah didistribusikan 7,5 juta kelambu
berinsektisida ke wilayah endemis di
26 provinsi. Untuk memastikan ada-
tidaknya parasit malaria, dilakukan
pemeriksaan sediaan darah mikroskopis
atau pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic
Test). Pemeriksaan ada tidaknya parasit
malaria telah dilakukan pada 75,6% (2009),
82% (2010), dan sebesar 85% (2011) dari
sasaran penduduk.
Obat malaria yang digunakan adalah ACT
(Artemisininbased Combination Therapy),
obat ini menggantikan chloroquin yang
telah resisten. Pada tahun 2010, dari 1,2
juta kasus malaria klinis yang diperiksa
sediaan darahnya terdapat 240 ribu
yang positif dan seluruhnya telah diobati
dengan ACT. Pada tahun 2011, dari 1 juta
kasus malaria klinis, terdapat 200 ribu yang
positif dan seluruhnya telah diobati.
• Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada periode 2009 - 2011, angka insiden
penyakit DBD di Indonesia cenderung
menurun. Pada tahun 2011 telah
mencapai 21 per 100.000 penduduk
dibandingkan dengan angka tahun
2009: 68,2 per 100.000 dan angka tahun
2010: 62,5 per 100.000 penduduk. Angka
kematian DBD juga cenderung menurun
pada periode 2009-2011, yaitu 0,90% pada
2009, 0,87% pada 2010 dan 0,80% pada
2011. Penurunan ini dicapai berkat upaya
Kementerian Kesehatan bersama seluruh
jajaran lintas sektor di Pusat dan Daerah
yang mencakup upaya penanggulangan
DBD dan dukungan alokasi dana di
sebagian besar provinsi dan kabupaten/
kota. Keberhasilan ini juga dicapai
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM46
berkat dukungan peran serta seluruh
lapisan masyarakat, termasuk kader Juru
Pemantau Jentik (Jumantik).
• Filariasis
Sebanyak 368 kabupaten/kota di
Indonesia endemis Filariasis atau Penyakit
Kaki Gajah. Eliminasi Filariasis akan dicapai
pada tahun 2020 dengan melakukan
Pemberian Obat Masal Pencegahan
(POMP). Pada tahun 2011 dilaksanakan
POMP di 98 kabupaten/kota yang dimulai
sejak tahun 2006. Jumlah yang dicakup
POMP tahun 2011 sebanyak 50 juta orang.
Kabupaten/kota yang endemis Filariasis
akan dilakukan POMP secara bertahap.
Pada tahun 2012 akan dilaksanakan POMP
di 114 kabupaten/kota.
• Flu Burung
Jumlah kasus Flu Burung pada
manusia di Indonesia dari tahun ke
tahun terus menurun. Kementerian
Kesehatan melakukan berbagai upaya
pengendalian Flu Burung, termasuk
menetapkan 100 rumah sakit rujukan
Flu Burung yang tersebar di seluruh
Indonesia. Selain kegiatan pengendalian
Flu Burung dilakukan pula antisipasi
pandemi influenza mencakup: simulasi
penanggulangan episenter pandemi
influenza, table top simulation, pelatihan
petugas kesehatan, penguatan kapasitas
laboratorium, surveilans epidemiologi,
pengembangan WHO Collaborating Centre
Human Animal Interface di Jakarta, dan
penyediaan ruang isolasi di 10 rumah sakit
rujukan Flu Burung.
Penyakit
Tidak Menular
• Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah
Pencegahan penyakit jantung
dan pembuluh darah mencakup
pengembangan pedoman faktor risiko,
manajemen kasus dan intervensi berbasis
komunitas di pos pembinaan terpadu
penyakit tidak menular (Posbindu PTM).
Program skrining faktor risiko juga
dilaksanakan di 16 kabupaten di 14
provinsi.
• Kanker
Skrining kanker leher rahim dan kanker
payudara adalah kegiatan prioritas.
Skrining kanker leher rahim dilakukan
dengan metode Inspeksi Visual dengan
Asam Asetat (IVA) dan cryotherapy untuk
IVA positif. Program deteksi dini kanker
payudara dilakukan dengan pemeriksaan
payudara oleh petugas kesehatan (Clinical
Breast Examination) dan pemeriksaan
payudara sendiri (Sadari/Breast Selft
Examination). Pada tahun 2011 telah
dilatih pelaksana skrining sebanyak 954
orang di 79 Puskemas dan 102 orang dari
17 provinsi.
• Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
Program deteksi dini PPOK dilaksanakan
dengan melatih 20 tenaga kesehatan
dari 5 provinsi. Deteksi dini dengan
pemeriksaan spirometri dilakukan pada
masyarakat yang berisiko, seperti pekerja
tambang dan perokok. Dilaksanakan
pula surveilans epidemiologi PPOK di
Puskesmas dan rumah sakit.
• Diabetes Melitus (DM)
Pengendalian diabetes melitus
dilaksanakan dengan mengembangkan
pedoman tatalaksana kasus, pelaksanaan
kontrol diabetes melitus, pengukuran
faktor risiko utama (obesitas, gula darah,
aktivitas fisik, diet sayur buah, hipertensi),
pelaksanaan surveilans epidemiologi,
pencegahan DM di Posbindu PTM,
pelatihan Training of Trainer (TOT) untuk
deteksi dini, serta manajemen DM dan
penyakit metabolik di 16 provinsi.
Penyakit yang
Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I)
Dalam rangka pencapaian 100% Universal
Child Immunization (UCI) desa/kelurahan
tahun 2014, dilakukan akselerasi program
imunisasi Gerakan Akselerasi Imunisasi
Nasional (GAIN-UCI) pada tahun 2010.
Pengertian 100% UCI desa/ kelurahan
adalah bahwa 100% desa/kelurahan di
Indonesia telah mencapai tahap UCI
yaitu 80% atau lebih bayi sampai dengan
usia 1 tahun di desa/kelurahan telah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Pada tahun 2009 UCI desa/kelurahan di
Indonesia telah mencapai 69,8% dan pada
tahun 2010 naik signifikan menjadi 75,3%.
Pada tahun 2011, jumlah bayi di Indonesia
yang harus mendapatkan imunisasi
adalah 4,7 juta orang. Dilaksanakan pula
kampanye imunisasi tambahan campak
dan polio tahun ketiga di 17 provinsi yang
mencakup 13.655.803 Balita usia 0-59
bulan (97,8%) untuk polio dan mencakup
11.544.190 Balita 9-59 bulan (97,5%) untuk
campak. Imunisasi tambahan Campak dan
Polio telah dilakukan pada tahun 2009 dan
tahap kedua pada tahun 2010. Kampanye
ini dimaksudkan untuk mendukung
pencapaian Reduksi Campak dan Eradikasi
Polio di Indonesia. Selanjutnya, pada tahun
2011, Tetanus Maternal dan Neonatal
dinyatakan telah mencapai tahap eliminasi
oleh WHO di sebagian wilayah Indonesia.
Pada tahun 2010, eliminasi Tetanus
Maternal dan Neonatal tercapai di
regional Jawa-Bali dan regional Sumatera,
tahun 2011 eliminasi tercapai di regional
Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara,
dan tahun 2012 diharapkan seluruh
wilayah Indonesia telah mencapai tahap
eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal.
Surveilans
Epidemiologi
Untuk penguatan Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB), pada
tahun 2011 dikembangkan Early Warning
Alert Response System (EWARS) di 4
provinsi sebagai kelanjutan dari kegiatan
tahun 2010 di 6 provinsi. Di samping
itu, dikembangkan pula SMS gateway
di seluruh provinsi untuk penguatan
sistem pelaporan penyakit menular,
dengan tujuan agar informasi kejadian
penyakit menular di seluruh Indonesia
dapat diperoleh sedini mungkin untuk
ditanggulangi. Penguatan sumber daya
manusia telah dilakukan pada periode
2009-2011 dan 99 orang telah mengikuti
S2-Field Epidemiology Training Programme
(FETP). Pada tahun 2011 dilatih 353 Tim
Gerak Cepat (TGC) Penanggulangan
KLB tingkat kabupaten/kota. Untuk
membangun jejaring epidemiologi dan
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 47
FETP, telah dilaksanakan Konferensi
Internasional Jejaring Kesehatan
Masyarakat atau FETP/Training of
Epidemiology and Public Health
Networking (TEPHINET) di Bali.
Konferensi ini dihadiri 600 peserta
dari 30 negara. Pada tahun 2011,
implementasi International Health
Regulations (IHR) 2005 di Indonesia,
diperkuat dengan dibentuknya Komisi
Nasional Implementasi IHR yang bertugas
mengkoordinasikan implementasi IHR
2005 di Indonesia. Untuk penguatan
kapasitas inti (core capacities) di pintu
masuk negara, pada tahun 2011 dimulai
mini simulasi penanggulangan Public
Health Emergency of International
Concern (PHEIC) di tujuh lokasi dan
pendidikan pelatihan karantina kesehatan
bagi 40 orang staf kantor kesehatan
pelabuhan.
Pemantauan
Arus Mudik
Untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas selama arus mudik lebaran
pada H-7 sampai dengan H+7,
Kementerian Kesehatan menyiagakan
630 pos kesehatan arus mudik lebaran
dan 171 rumah sakit di jalur utama mudik,
terutama di daerah rawan kemacetan dan
rawan kecelakaan bekerjasama dengan
lintas sektor terkait.
Kegiatan yang dilakukan selama arus
mudik lebaran tahun 2011, jumlah
kematian dapat diturunkan 9% yaitu dari
853 orang di tahun 2010 menjadi 799
orang di tahun 2011. Kesiapsiagaan arus
mudik tidak hanya dilaksanakan pada
saat Idul Fitri tapi juga pada saat Natal
dan Tahun Baru setiap tahun. Upaya
penyediaan pos kesehatan arus mudik
dimaksudkan untuk mendukung Decade of
Action for Road Safety 2011-2020
Penyehatan
Lingkungan
Upaya penyehatan lingkungan adalah
kegiatan yang mendukung pengendalian
penyakit menular dan tidak menular,
sebagai bagian dari pengendalian faktor
risiko penyakit dan lingkungan.
Salah satu upaya adalah melalui Program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM),
yaitu penyediaan sarana air minum dan
sanitasi dasar bagi masyarakat. Kegiatan
ini dilakukan dengan pendekatan
perubahan perilaku, pemberdayaan
masyarakat di desa melibatkan Pemerintah
Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan masyarakat. Kumulatif jumlah
desa yang melaksanakan Program STBM
sampai Oktober tahun 2011 adalah 5.886
desa.
Hasil Survei BPS triwulan pertama tahun
2011, menunjukkan persentase penduduk
yang menggunakan jamban sehat adalah
55,2%. Sedangkan persentase penduduk
yang memiliki akses terhadap air minum
berkualitas adalah 43,4%.
Laporan provinsi dan berbagai tinstansi
kesehatan sampai dengan Oktober
2011 menunjukkan bahwa persentase
kualitas air minum yang memenuhi syarat
kesehatan adalah 87%.
Keberhasilan ini dicapai berkat kerja
sama antara Kementerian Kesehatan,
Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Dalam Negeri dan berbagai
sektor lainnya. Pada tahun 2012 akan
dilakukan replikasi dan perluasan
penyediaan air minum dan sanitasi
berbasis masyarakat di 140 desa pada
28 kabupaten di 10 provinsi. Telah
dilaksanakan pula proyek percontohan
10 Pasar Sehat di 9 provinsi. Pasar
percontohan tersebut yaitu (1) Pasar
Ibuh, Kota Payakumbuh; (2) Pasar Bunder,
Kabupaten Sragen; (3) Pasar Gianyar,
Kabupaten Gianyar; (4) Pasar Podosugih,
Kota Pekalongan; (5) Pasar Cibubur, Kota
Jakarta; (6) Pasar Argosari, Kabupaten
Gunung Kidul; (7) Pasar Madyopuro,
Kota Malang; (8) Pasar Rawa Indah, Kota
Bontang; (9) Pasar Margorejo, Kota Metro
Lampung; dan (10) Pasar Pengesangan,
Kota Mataram.
Konsep Pasar Sehat adalah peningkatan
perilaku hidup bersih dan sehat para
pedagang dan pengunjung pasar
tradisional. Proyek percontohan ini
berlangsung 3 tahun (2009-2011).
Replikasi Pasar Sehat di daerah lain akan
dilakukan tahun 2012. Kementerian
Kesehatan juga mendorong Gerakan
Nasional Bersih Negeriku yang merupakan
amanat Presiden RI. Dengan gerakan
ini seluruh komponen bangsa diajak
melakukan tindakan nyata mewujudkan
hidup bersih dan sehat. Di lingkungan
Kementerian Kesehatan gerakan ini
dilaksanakan di rumah sakit, kantor-kantor
dan unit pelaksana teknis di seluruh
Indonesia.
• Mushola Sehat
Bentuk lain pemberdayaan masyarakat
yang berbasis kesehatan adalah melalui
program Mushola Sehat yaitu kegiatan
masyarakat untuk memperbaiki tempat
berwudhu dan sanitasi mushola yang
dilaksanakan secara mandiri dengan
bantuan dana stimulan dari pemerintah
sebesar 5-15 juta rupiah per mushola.
Kementerian Kesehatan telah memberikan
bantuan program Mushola Sehat secara
berturut-turut tahun 2009 sebanyak
154 mushola, tahun 2010 sebanyak 26
mushola dan tahun 2011 sebanyak 29
mushola.
• Kota Sehat
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
perlu didukung oleh tatanan kota yang
bersih dan sehat. kabupaten/kota sehat
adalah suatu kondisi kabupaten/kota
yang bersih, nyaman, aman dan sehat
untuk dihuni penduduk yang dicapai
melalui terselenggaranya penerapan
tatanan dengan kegiatan yang
terintegrasi. Penyelenggaraan kabupaten/
kota sehat merupakan pendekatan
terpadu, menyeluruh, lintas sektor
berbasis masyarakat dengan melibatkan
masyarakat sebagai pelaku utama.
Selain itu dilaksanakan operasionalisasi
pembangunan berkelanjutan, berbasis
pembangunan berwawasan lingkungan
dan pembangunan berwawasan
kesehatan seperti yang diatur dalam
peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Kesehatan. Sampai tahun
2011 ada 267 kabupaten/kota (56%)
yang tersebar di 28 provinsi yang telah
melaksanakan pendekatan kabupaten/
kota sehat.
5. PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT UNTUK
HIDUP SEHAT
Pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan
bersama Kementerian Dalam Negeri
telah meluncurkan Pedoman Umum
Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif.
Pada tahun 2010, peningkatan perilaku
sehat di masyarakat telah mencapai
50,1% rumah tangga. Upaya untuk
meningkatkan kemandirian masyarakat
dilakukan melalui pengembangan desa
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM48
siaga aktif. Sampai tahun 2011 telah
dikembangkan 43.329 desa/kelurahan
siaga aktif.
Poskesdes adalah bentuk upaya
kesehatan bersumberdaya masyarakat
(UKBM) di desa/kelurahan dalam rangka
mendekatkan/menyediakan pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat desa/
kelurahan. Bentuk UKBM yang telah
dikembangkan oleh Kementerian
Kesehatan adalah sebagai berikut:
• Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)
Poskesdes adalah fasilitas kesehatan desa/
kelurahan yang memberikan pelayanan
meliputi upaya promotif, preventif, dan
pengobatan sederhana; dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan bersama kader.
• Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Posyandu memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan ibu dan anak,
keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan
pengendalian diare. Pada tahun 2011
terdapat 266.827 Posyandu di Indonesia.
Berdasarkan laporan rutin program per
Desember 2011, sejumlah 15.483.264 ibu
(80,9%) telah membawa anak Balitanya
ke Posyandu. Dalam meningkatkan
pelayanan di Posyandu pada tahun
2011 Kementerian Kesehatan telah
mendistribusikan Posyandu Kit sebanyak
150 paket untuk 67 kabupaten/kota di 11
provinsi.
• Pos Pembinaan Terpadu Penyakit
Tidak Menular (Posbindu PTM)
Di daerah tertentu Posbindu PTM disebut
juga Posyandu Lansia, dan karang werdha.
Sasaran kegiatan Posbindu PTM adalah
kelompok masyarakat berusia di atas
10 tahun sampai lanjut usia. Kegiatan
Posbindu PTM dibina oleh Puskesmas.
Pada tahun 2011 tercatat 3.000 Posbindu
PTM di Indonesia. Di masa mendatang
kegiatan Posbindu PTM diharapkan dapat
berkembang cepat di tengah masyarakat
agar penyakit tidak menular terkendali di
Indonesia.
• Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan
telah memberikan Poskestren Kit sebanyak
100 paket untuk 55 kabupaten/kota di 10
provinsi. Poskestren Kit berupa peralatan
yang digunakan untuk kegiatan promotif
di Poskestren dalam penggalakan
keteladanan berperilaku hidup bersih dan
sehat di kalangan santri/santriwati pondok
pesantren dan masyarakat di sekitar
pondok pesantren.
• Pos Malaria Desa (Posmaldes)
Kegiatan Posmaldes mencakup penemuan
kasus malaria dan penyuluhan tentang
pengendalian malaria. Dewasa ini terdapat
2.022 Posmaldes di daerah endemis malaria
di Indonesia.
• Peran Serta Masyarakat
Kementerian Kesehatan telah menjalin
hubungan dengan lembaga masyarakat
melalui penandatanganan Nota
Kesepahaman dengan 18 organisasi
kemasyarakatan.
Organisasi kemasyarakatan ini melakukan
kegiatan memberdayaan masyarakat di
23 provinsi, 200 desa, 25 rumah sakit, 200
pondok pesantren sehat, 18 pasraman
sehat, dan 18 pura sehat. Saat ini jumlah
kader ormas/motivator yang sudah dilatih
sebanyak 800 orang.
Selain itu, tahun 2011 Kementerian
Kesehatan telah mengajak dunia
usaha untuk turut berpartisipasi dalam
pembangunan kesehatan.
Pada peringatan Hari Kesehatan Nasional
di bulan November 2011 yang lalu
telah dilakukan penandatanganan Nota
Kesepahaman antara Kementerian
Kesehatan dengan 23 Dunia Usaha yang
terdiri dari 4 BUMN dan 19 perusahaan
swasta nasional dan internasional.
Sepanjang tahun 2011, ada beberapa
bentuk pemberdayaan masyarakat yang
telah dilakukan terkait dengan kampanye
PHBS.
6. PELAYANAN
KESEHATAN DASAR DAN
RUJUKAN
Pada tahun 2010-2014 pembangunan
kesehatan dititikberatkan pada
peningkatan akses masyarakat pada
pelayanan kesehatan yang bermutu.
Berbagai program dan kegiatan telah
dilaksanakan guna meningkatkan akses
masyarakat ini.
• Pelayanan Kesehatan Dasar
Pada tahun 2010, jumlah Puskesmas
tercatat sebanyak 9.005 unit, meningkat
pada tahun 2011 menjadi 9.323 unit,
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 49
terdiri dari Puskesmas Perawatan
berjumlah 3.019 unit dan Puskesmas Non
Perawatan sebanyak 6.304 unit.
• Pelayanan Kesehatan Rujukan
Pada tahun 2010 terdapat 1.632 rumah
sakit di seluruh Indonesia. Terjadi
peningkatan bermakna di tahun 2011
sebanyak 89 rumah sakit, dan 18 rumah
sakit di antaranya berada di DTPK/DBK di
17 kabupaten/kota.
• Akreditasi Rumah Sakit
Pada tahun 2011, rumah sakit yang
terakreditasi telah mencapai 819 rumah
sakit, atau terjadi peningkatan sebanyak
182 dibandingkan dengan tahun 2010
(637 rumah sakit). Terdapat 3 jenis
akreditasi rumah sakit, yaitu akreditasi
5 pelayanan, 12 pelayanan dan 16
pelayanan.
• Penanganan Kesehatan Jiwa
Kementerian Kesehatan menggelar
Jambore Kesehatan Jiwa pada tanggal 8-9
Oktober 2011 di Rumah Sakit Jiwa (RSJ)
dr. Marzoeki Mahdi Bogor dengan tema
Investasi Kesehatan Jiwa melalui Ajang
Prestasi dan Kreativitas Orang Dengan
Masalah Kejiwaan (ODMK). Kegiatan
jambore meliputi: lomba poster, malam
renungan, berkemah bersama, fun games,
lomba olahraga serta seni dan budaya.
• World Class Health Care
Sampai tahun 2011 terdapat 4 rumah sakit
swasta yang terakreditasi internasional.
Selain itu, 7 rumah sakit pemerintah sedang
dalam proses akreditasi internasional, yaitu
RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSPAD
Gatot Soebroto, RSUP Sanglah, RSUP
Fatmawati, RSUP H. Adam Malik, RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo, dan RSUP Dr.
Sardjito.
terluar (dtpk dan
penanggulangan
daerah bermasalah
(pdbk)
Upaya meningkatkan akses masyarakat
pada pelayanan kesehatan di DTPK
dilakukan dengan:
1.	Peningkatan status Puskesmas menjadi
Puskesmas Perawatan di DTPK. Pada
tahun 2011 mengalami peningkatan
sebanyak 83 Puskesmas Perawatan
dibandingkan dengan tahun 2010 yang
berjumlah 76 Puskesmas Perawatan.
Pembangunan Puskesmas Perawatan
di DTPK akan terus dilakukan hingga
mencapai target 101 Puskesmas.
2.	Pengadaan alat dan sarana penunjang
di Puskesmas dan Puskesmas Perawatan.
Untuk mendukung pelayanan kesehatan
di DTPK, Kementerian Kesehatan
juga menyediakan beberapa sarana
penunjang seperti: Rumah Sakit
Bergerak, flying health care, Puskesmas
Terapung dan Puskesmas Keliling Air
(Pusling Air).
• Rumah Sakit Bergerak
Pada tahun 2010, Rumah Sakit Bergerak
berjumlah 14 unit, dan pada tahun
2011 dipersiapkan 10 unit Rumah Sakit
Bergerak baru di Provinsi Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat, Gorontalo, Maluku
Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan
Papua.
Rumah Sakit Bergerak merupakan fasilitas
kesehatan yang siap guna dan bersifat
sementara dalam jangka waktu tertentu;
serta dapat dipindahkan dari satu lokasi ke
lokasi lain di daerah tertinggal, terpencil,
kepulauan dan daerah perbatasan.
• Puskemas Terapung
Sampai dengan tahun 2011 Kementerian
Kesehatan bersama pemerintah Daerah
menyediakan 15 unit Puskesmas Terapung,
yaitu 4 unit di kabupaten perbatasan
Papua, 4 unit di kabupaten erbatasan
Nusa Tenggara Timur, 2 unit di kabupaten
perbatasan Kalimantan Timur dan 5 unit di
kabupaten perbatasan Kalimantan Barat.
• Puskesmas Keliling
Untuk mendekatkan akses pelayanan
kesehatan di daerah kepulauan dan
perairan, Kementerian Kesehatan
menyediakan fasilitas Puskesmas Keliling
Pada tahun 2011 RSUP Dr. Sardjito
telah meraih penghargaan Patient
Safety dari Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (Persi). Sementara itu
dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit, RSUP Fatmawati
dan RS Jantung Harapan Kita telah
mendapat penghargaan dari Bayer
pErdalin: Competition On ManageMENt of
healthcare asSociAted infection controL (BE
COMMENSAL).
7. BANTUAN
OPERASIONAL
KESEHATAN (BOK)
Pada tahun 2011 seluruh Puskesmas
yang berjumlah 8.967 di seluruh
Indonesia memperoleh BOK. Pada
tahun 2011 Kementerian Kesehatan
telah meningkatkan anggaran BOK
dari tahun 2010 yang berjumlah
Rp.215.262.000.000,00 untuk 17 provinsi
menjadi Rp.904.555.000.000,00 untuk
33 provinsi. Dana BOK pada tahun 2011
disalurkan langsung ke seluruh 497
kabupaten/kota dengan perbedaan
alokasi anggaran BOK di berbagai regional.
Terdapat perbedaan alokasi anggaran
per Puskesmas per tahun untuk regional
Sumatera Jawa-Bali sebesar Rp.75juta/
Puskesmas/tahun, regional Kalimantan-
Sulawesi sebesar Rp.100juta/Puskesmas/
tahun, Maluku Rp.200 juta/Puskesmas/
tahun dan regional Nusa Tenggara dan
Papua sebesar Rp.250juta/Puskesmas/
tahun. Perbedaan alokasi anggaran
ini ditentukan antara lain berdasarkan
adanya perbedaan geografis. Sebanyak
490 kabupaten/kota (98,6%), dari 497
kabupaten/kota telah memanfaatkan dana
BOK, sehingga masih ada 7 kabupaten/
kota (1,4%) yang belum memanfaatkan
dana BOK secara optimal.
Pada umumnya daerah Indonesia Timur
yang memiliki kondisi geografis sulit,
seperti Papua, Papua Barat, Maluku Utara,
Sulawesi Barat; pemanfaatan BOK-nya
cukup besar, dibandingkan dengan daerah
lainnya.
8. peningkatan
pelayanan kesehatan
di daerah tertinggal,
perbatasan
dan kepulauan
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM50
Air (Pusling Air). Pusling Air berbentuk
perahu motor dan dapat dimanfaatkan
tenaga kesehatan untuk memberikan
pelayanan di kabupaten/kota yang
memiliki wilayah kepulauan. Sampai
dengan tahun 2010, Kementerian
Kesehatan mengadakan 908 Pusling Air
dan pada tahun 2011 ditambah 17 Pusling
Air, sehingga total jumlah Pusling Air
sampai 2011 adalah 925 Unit.
Selain Puskesmas Keliling Air, Kementerian
Kesehatan pada tahun 2011 mengadakan
17 Puskesmas Keliling Double Gardan
untuk wilayah yang sulit dijangkau
dengan kendaraan biasa. PuslingDouble
Gardan tersebut didistribusikan ke Provinsi
Papua 4 unit, Nusa Tenggara Timur 4 unit,
Kalimantan Timur 3 unit, dan Kalimantan
Barat 6 unit.
• Flying Health Care
Flying Health Care (FHC) adalah pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tim
kesehatan untuk meningkatkan akses
masyarakat pada pelayanan kesehatan
di DTPK dengan dukungan transportasi
udara. Pada tahun 2011 Kementerian
Kesehatan mengoperasikan FHC untuk
menjangkau daerah terpencil di 8 provinsi
yang sulit ditempuh dengan kendaraan
darat maupun perairan. Daerah tersebut
adalah Papua, Papua Barat, Maluku Utara,
Maluku, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,
dan Kalimantan Timur.
9. pengembangan
jaminan kesehatan
Kementerian Kesehatan terus melakukan
perbaikan dan pengembangan
jaminan kesehatan menuju universal
coverage. Sejak tahun 2008 program
jaminan kesehatan bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu diberi nama
program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas).
Pada tahun 2011 jumlah penduduk
yang memiliki jaminan kesehatan
menjadi 63,1%, dengan demikian jumlah
penduduk yang tidak mempunyai jaminan
berkurang menjadi 36,9%. Ditargetkan
pada tahun 2014 seluruh penduduk
Indonesia memiliki jaminan kesehatan
sebagai pelaksanaan UU No. 24 tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Dari 63,1% penduduk yang memiliki
jaminan kesehatan pada tahun 2011,
32,4% merupakan peserta program
Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas), 13,5% peserta Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda), 7,4%
peserta Askes PNS, TNI, dan Polri, 2,2%
peserta Jamsostek, 6,5% peserta jaminan
kesehatan perusahaan, dan 1,2% peserta
asuransi swasta lainnya.
Pada tahun 2011, sasaran Jamkesmas
sebesar 76,4 juta jiwa mencakup
masyarakat miskin dan tidak mampu,
para penghuni panti sosial, penghuni
Rutan/Lapas, dan masyarakat miskin
akibat korban pasca bencana. Untuk
meringankan beban keuangan
para penderita Thalassaemia major,
Kementerian Kesehatan juga memberikan
bantuan pelayanan pengobatan.
Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/
kota yang memiliki kemampuan
sumber daya yang memadai telah
mengembangkan program Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan
peserta masyarakat miskin yang tidak
dicakup oleh Jamkesmas. Tahun 2011
terdapat 335 kabupaten/kota atau 67,4%
dari 497 kabupaten/kota di Indonesia yang
telah melaksanakan program Jamkesda.
Sampai akhir tahun 2011 empat provinsi
telah mencapai universal coverage, yaitu
Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Bali,
dan Aceh. Dua provinsi yang cakupan
jaminan kesehatannya besar adalah
Kepulauan Riau (88,6%) dan Bangka
Belitung (84,9%). Pemerintah telah
meningkatkan anggaran Jamkesmas sejak
tahun 2009. Alokasi anggaran Jamkesmas
tahun 2009 sebesar Rp.4,6 triliun,
meningkat pada tahun 2010 menjadi
Rp.5,125 triliun dan pada tahun 2011
meningkat kembali sebesar Rp.6,3 triliun.
Pada tahun 2011 realisasi penggunaan
anggaran Jamkesmas sebesar 99,9%.
Peningkatan ketersediaan anggaran
diikuti dengan peningkatan penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan
pelayanan kesehatan rujukan. Pada tahun
2011, Kementerian Kesehatan telah
mempersiapkan 9.133 Puskesmas sebagai
fasilitas pelayanan kesehatan dasar
bagi peserta Jamkesmas dan pelayanan
kesehatan rujukan di 1.078 Fasilitas
Kesehatan (Faskes) sebagian besar adalah
rumah sakit.
10. pengembangan
DAN pemberdayaan
sdm kesehatan
Mulai tahun 2011, masa pengabdian
tenaga PTT dokter, dokter gigi, dan dokter
spesialis untuk daerah terpencil dan
sangat terpencil diperpanjang dari 6 bulan
menjadi 1 tahun. Selain itu, pemerintah
daerah juga turut memenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan dengan mengangkat
tenaga kesehatan melalui program PTT
Daerah.
Pada tahun 2011 telah diangkat 10.810
PTT yang terdiri dari 2.425 dokter, 504
dokter gigi, 7.881 bidan. Total sampai
dengan tahun 2011 berjumlah 39.452
orang. Selama tahun 2010, sebanyak
401 dokter telah menyelesaikan Program
Internsip Dokter, dan pada tahun 2011
sebanyak 1.141 dokter sedang mengikuti
program ini.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 51
Untuk memenuhi pelayanan kesehatan
di DTPK, pada tahun 2011 telah diangkat
1.391 tenaga kesehatan strategis yang
antara lain terdiri dari ahli kesehatan
lingkungan, ahli gizi, perawat, ahli
madya farmasi, dan analis kesehatan
di 35 kabupaten/kota prioritas DTPK
di 12 provinsi. Pemenuhan tenaga
dokter spesialis di DTPK dikembangkan
Program Dokter Dengan Kewenangan
Tambahan (PDDKT) bekerjasama dengan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI). Jumlah
residen senior yang didayagunakan pada
tahun 2011 berjumlah 383 orang di 78
kabupaten/kota dan di DBK. Setiap tahun,
Kementerian Kesehatan melaksanakan
pemilihan tenaga kesehatan teladan.
Penghargaan internasional untuk tenaga
kesehatan teladan diberikan pada tenaga
kesehatan Indonesia, yaitu penghargaan
Asia Pacific Action Alliance on Human
Resources for Health kepada dr. Brahim
dan bidan Diana Maryem.
Dalam rangka pelaksanaan Program
Indonesia Japan Economic Partnership
Agreement (IJEPA), pada tahun 2011
telah dikirim sebanyak 363 tenaga
perawat untuk bekerja di rumah sakit di
Jepang selama tiga tahun. Dalam upaya
mewujudkan SDM yang berkualitas dan
berdaya saing, pada tahun 2011 telah
dibentuk Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI) dan Komite Nasional
Farmasi (KNF). Kesehatan, Kementerian
Kesehatan mengembangkan Program
Tugas Belajar (Tubel) yaitu dengan
memberikan bantuan beasiswa kepada
1.510 tenaga kesehatan pada 2011.
dengan rincian pada Tabel 9 berikut ini.
11. peningkatan
ketersediaan,
keterjangkauan,
pemerataan, serta
pembinaan produksi
dan distribusi
kefarmasian dan
alat kesehatan
Tahun 2011 telah dilakukan beberapa
upaya yaitu: reposisi dan revitalisasi obat
generik, menyediakan Online Logistic
System, melakukan kemandirian bahan
baku obat, harmonisasi peraturan
perundangan, dan menerapkan E-Register
alat kesehatan.
• Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik
Kementerian Kesehatan juga telah
menetapkan kebijakan Online Logistic
System di fasilitas kesehatan dan
pencitraan obat generik yang lebih baik
di masyarakat. Setiap tahun Kementerian
Kesehatan menyediakan obat dan vaksin
untuk buffer stock pusat dan provinsi, obat
untuk penanggulangan Kejadian Luar
Biasa (KLB)/bencana, obat program dan
vaksin.
Pada tahun 2011 disediakan anggaran
sebesar Rp.1,29 triliun untuk keperluan
tersebut. Ketersediaan obat di instalasi
farmasi kabupaten/kota mengalami
peningkatan yang bermakna, yaitu selama
15,66 bulan di tahun 2011 dibandingkan
dengan tahun 2010 selama 14,2 bulan
dan tahun 2009 selama 12,6 bulan.
Penggunaan obat generik di fasilitas
kesehatan menunjukkan angka yang
menggembirakan. Pada tahun 2011
penggunaan obat generik di Puskesmas
mencapai 96,7%, sedangkan di rumah
sakit sebesar 66,5%.
Jumlah item obat generik yang mengalami
rasionalisasi harga dilakukan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2010, rasionalisasi
harga obat generik dilakukan pada 453
item, dan di tahun 2011 pada 499 item
• Online Logistic System
Pada tahun 2011 dikembangkan
Software Online Logistic System yang
diujicobakan di beberapa kabupaten/
kota dan disosialisasikan ke seluruh
instalasi farmasi di Indonesia. Pada tahun
2012 seluruh kabupaten/kota akan
mengimplementasikan sistem informasi
logistik ini.
• Fasilitasi License Compulsory/
Government Used
Untuk mendukung penanggulangan
penyakit HIV-AIDS dan Hepatitis B di
Indonesia dipandang perlu memberikan
akses kepada masyarakat pada obat
antiviral yang saat ini masih dilindungi
Paten. Oleh karena itu Kementerian
Kesehatan bersama Kementerian Hukum
an HAM menyusun Rancangan Peraturan
Presiden tentang Pelaksanaan Paten oleh
Pemerintah Terhadap Obat Antiviral,
sebagai pengganti Keputusan Presiden
Nomor 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Paten oleh Pemerintah Terhadap Obat Anti
Retroviral. Kerja sama dengan pemegang
paten bukan hanya untuk obat HIV-AIDS
tetapi juga untuk obat Hepatitis B agar
dapat diproduksi di Indonesia.
• Resep Elektronik (E-Prescription)
Peresepan secara elektronik telah
dilakukan oleh RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo-Jakarta, RS Bethesda-
Yogyakarta, Eka Hospital-Tangerang, dan
RS Mitra Keluarga-Bekasi, RS Karawang,
RS HasanSadikin, RS Borromeus, dan RS
Sentosa. Beberapa Puskemas di Jawa Barat
telah pula melakukan peresepan secara
elektronik yaitu di Puskesmas
Babakan Sari-Bandung dan Puskesmas
Telaga Murni-Bekasi. Saat ini Kementerian
Kesehatan sedang menyusun Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Penggunaan
Resep Elektronik di Fasilitas Kesehatan
dengan melibatkan para pakar di
bidang hukum kesehatan, kefarmasian,
kedokteran, organisasi profesi dan praktisi
kesehatan.
• Perizinan Alat Kesehatan Secara
Online
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan
telah membangun sistem E- Government
pada Perizinan Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT). Sistem ini akan mempermudah
pelaku industri untuk mengakses
pelayanan perizinan alat kesehatan secara
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM52
online sehingga meningkatkan kualitas
pelayanan publik di bidang kefarmasian
dan alat kesehatan.
• Kemandirian Bahan Baku Obat
Upaya menciptakan kemandirian
di bidang bahan baku obat dan
obat tradisional dilakukan dengan
memberdayakan keragaman hayati yang
dimiliki Indonesia, terutama bahan-
bahan yang telah diyakini khasiatnya
berdasarkan hasil penelitian. Hasilnya
adalah sejumlah bahan baku obat
yang dapat diproduksi di dalam negeri
guna memenuhi kebutuhan produksi
obat jadi, antara lain Fraksi Bioaktif
Cinamomumburmanidan Lagerstroemia
speciosa untuk menurunkan resistensi
insulin dan pengobatan diabetes,
pengobatan kanker, pengobatan sindroma
pramenstrual dan nyeri menstruasi,
dan fraksi Lumbricusrubellusuntuk
pengobatan aterosklerosis dan perbaikan
sirkulasi darah. Upaya ini diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan Indonesia
terhadap bahan baku impor.
12. pengelolaan
anggaran
pembangunan
kesehatan tahun 2006
2007 2008 2009 2010
2011 2012
Secara nominal, Kementerian Kesehatan
telah meningkatkan alokasi anggaran
preventif dan promotif dengan konsisten
sejak 2 tahun terakhir ini. Anggaran
preventif dan promotif pada tahun 2010
sebesar Rp.12,08 triliun, alokasi anggaran
ini ditingkatkan pada tahun 2011 menjadi
Rp.13,46 triliun dan pada tahun 2012
meningkat menjadi 14,34 triliun.
Sejalan dengan kebijakan desentralisasi,
alokasi anggaran Kementerian Kesehatan
untuk pembangunan kesehatan di
daerah mendapat perhatian Kementerian
Kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan
terjadinya peningkatan proporsi anggaran
untuk pembangunan kesehatan di daerah.
Pada tahun 2009 anggaran untuk
Keberhasilan pemanfaatan anggaran
pembangunan kesehatan di Pusat
maupun Daerah ditunjukkan dengan
tercapainya realisasi anggaran. Realisasi
anggaran Kementerian Kesehatan
menunjukkan kecenderunganmeningkat.
13. reformasi
birokrasi
Keterbukaan
Informasi Publik
Kementerian Kesehatan sebagai badan
publik berkomitmen menjalankan amanat
UU KIP, sehingga tahun 2010 telah
dilaksanakan berbagai kegiatan persiapan
menyambut pemberlakuan UU KIP,
yaitu salah satunya dengan membentuk
Pejabat Pengelola dan Informasi dan
Dokumentasi (PPID). Pada tahun kedua
(2011) pelaksanaan UU KIP, Kementerian
Kesehatan termasuk dalam 10 besar
badan publik paling terbuka berdasarkan
monitoring dan evaluasi Komisi Informasi
Pusat terhadap 82 badan publik tingkat
pusat.
Sejalan dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat tersebut, sejak tahun
2010 Kementerian Kesehatan telah
meningkatkan akses masyarakat dan
untuk mendapatkan informasi pengaduan
melalui Pusat Tanggap dan Respon Cepat
(PTRC), Pojok Informasi, dan berbagai
media sosial yang dikembangkan.
LAYANAN INFORMASI
& PENGADUAN ALAMAT
Pemanfaatan sarana informasi dan
pengaduan oleh masyarakat menunjukkan
peningkatan yang signifikan sejak 2010.
Selama 2011 jumlah layanan informasi
dan pengaduan yang masuk sebanyak
1.171 layanan. Pada tahun 2011 jumlah
layanan meningkat 288 layanan (32,6%)
bila dibandingkan dengan kurun waktu
yang sama tahun 2010. Adapun jenis
layanan PTRC selama 2011 menunjukkan
proporsi permohonan informasi 79%,
pengaduan masyarakat 19% dan sisanya
2% memberikan saran dan perbaikan
kepada Kementerian Kesehatan.
Layanan informasi melalui sosial media
twitter mengalami penambahan pengikut
(followers) yang cukup banyak. Sampai
tahun 2011 followers untuk twitter
Kementerian Kesehatan telah mencapai
3.162 followers. Jumlah layanan publik
yang diberikan selama April–Desember
2010 tercatat sebanyak 22.150 layanan,
sementara jumlah layanan tahun 2011
tercatat sebanyak 30.730 layanan.
b. Layanan Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE)
Sejak tahun 2010 seluruh pengadaan
barang dan jasa di Kementerian Kesehatan
telah menggunakan layanan pengadaan
barang dan jasa secara elektronik melalui
website: www.lpse.depkes.go.id. Dengan
komitmen mem-bangun pengadaan
yang terbuka, bersaing dan transparan,
Kementerian Kesehatan mendapatkan
penghargaan dari Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
untuk kategori kementerian dengan
jumlah pagu terbesar menggunakan
layanan pengadaan barang/jasa secara
elektronik tahun 2010.
Sejak ditetapkan penggunaan sistem
LPSE untuk pengadaan barang dan jasa,
telah terjadi peningkatan efisiensi yang
cukup bermakna. Efisiensi pengadaan
barang dan jasa melalui LPSE pada tahun
2010 mencapai nilai Rp.191.194.895.478,-
meningkat di tahun 2011 senilai
Rp.398.295.472.085,-
Penataan (Right Sizing) PNS
di Kementerian Kesehatan.
Pemerintah secara resmi telah
menetapkan penundaan sementara
penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 53
yang lebih dikenal dengan moratorium,
selama 16 bulan yang dimulai pada
tanggal 1 September 2011- 31 Desember
2012.
Tata Kelola Kepemerintahan
yang Baik (Good Governance)
Opini BPK terhadap laporan keuangan
Kementerian Kesehatan sejak tahun 2009
dan 2010 berturut-turut adalah disclaimer,
hal ini mendorong para pengambil
keputusan dan jajaran Kementerian
Kesehatan untuk memperbaiki
pengelolaan administrasi keuangan
guna meraih penilaian Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) 2012 untuk laporan
keuangan tahun 2011.
Komitmen Kementerian Kesehatan
untuk meraih WTP 2012 ditandai dengan
penandatanganan piagam Komitmen
Meraih Opini Laporan Keuangan WTP oleh
seluruh pejabat struktural dan pengelola
keuangan di lingkungan Kementerian
Kesehatan.
Penguatan Perangkat Perundang-
undangan
• Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika mengamanatkan
Kementerian Kesehatan untuk menyusun
9 Peraturan Pemerintah (PP), 2 Peraturan
Presiden (Perpres), dan 11 Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes). Dari
9 buah PP yang diamanahkan telah
ditetapkan PP Nomor 44 Tahun 2010
tentang Prekursor, dan PP No 25 Tahun
2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor
Pecandu Narkotika.
Sementara 7 RPP lainnya disatukan
materinya menjadi satu RPP yang berjudul
Pelaksanaan UU No 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Dari 11 Permenkes
yang diamanahkan telah ditetapkan
Permenkes Nomor 2415/Menkes/Per/
XII/2011 tentang Rehabilitasi Medis
Pecandu, Penyalahgunaan dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika.
• Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, mengamanatkan
untuk menyusun 1 Undang-Undang (UU),
24 Peraturan Pemerintah (PP), 2 Peraturan
Presiden (Perpres), dan 20 Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes).
Pemerintah telah menyusun RUU tentang
Tenaga Kesehatan, dan pada tahun 2011
telah memasuki proses harmonisasi.
Dari 24 PP yang diamanahkan telah
ditetapkan tiga PP, yaitu PP Nomor 7
Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, PP
Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, PP Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan yang masih cukup
relevan,sementara dua Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) telah
selesai tahap harmonisasi yaitu RPP
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
dalam proses penandatanganan oleh 5
Menteri untuk ditetapkan menjadi PP
dan RPP tentang Pengamanan Bahan
yang Mengandung Zat Adiktif Berupa
Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Pada
tahun 2011, Kementerian esehatan
masih melakukan pembahasan internal
untuk Rancangan Peraturan Presiden
yaitu Peraturan Presiden tentang Sistem
Kesehatan Nasional dan Peraturan
Presiden tentang Badan Pertimbangan
Kesehatan.
Untuk 20 Permenkes yang diamanahkan,
17 di antaranya sudah ditetapkan menjadi
Permenkes, sedangkan Permenkes
tentang Hak Penggunaan Pelayanan
Kesehatan, Permenkes tentang Penentuan
Kematian dan Permenkes Pembinaan dan
Pengawasan masih dalam pembahasan.
• Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit, mengamanatkan
untuk menyusun 5 Peraturan Pemerintah
(PP), 1 Peraturan Presiden (Perpres), 15
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes),
dan 1 Peraturan Daerah untuk setiap
daerah. Dari 5 PP amanah UU, saat ini
Kementerian Kesehatan telah menyusun
RPP tentang Badan Pengawas Rumah
Sakit (BPRS). Sedangkan RPP lainnya
masih dalam pembahasan di internal
Kementerian Kesehatan termasuk RPP
tentang Tenaga Kesehatan Asing.
Sistem Informasi
Kesehatan Nasional
Saat ini Kementerian Kesehatan, telah
mengembangkan berbagai sistem
elektronik baik untuk mendukung proses
pelayanan kesehatan maupun administrasi
kesehatan, di antaranya: E-Pharm, sistem
registrasi kefarmasian dan alat kesehatan,
Sistem Informasi Puskesmas (SIMPUS),
Sistem Informasi Manajemen RS (SIMRS),
website Kementerian Kesehatan, sistem
registrasi dokter/dokter gigi online dan
Sistem Informasi Laporan Keuangan (SILK).
14. HUBUNGAN LUAR
NEGERI BIDANG
KESEHATAN
Keketuaan ASEAN tahun 2011
dimanfaatkan Kementerian Kesehatan
untuk berperan aktif dalam menerapkan
kesepakatan ASEAN di bidang kesehatan
dalam mencapai Komunitas Sosial Budaya
ASEAN 2015. Penyelenggaraan The Official
Launch of the ASEAN Dengue Day pada
15 Juni 2011 yang waktunya bersamaan
dengan dilaksanakannya International
Conference on Dengue di Jakarta
mendapatkan apresiasi internasional.
Sesuai dengan tema konferensi“Dengue
Is Everybody’s Concern, Causing Socio-
economic Burden, but It’s Preventable”telah
membuka mata dunia bahwa demam
berdarah adalah masalah bersama yang
dapat diatasi. Melalui event tersebut,
Indonesia berhasil mendeklarasikan
“Jakarta Call for Action on Combating
Dengue”.
Pemanfaatan obat tradisional dikenal di
seluruh negara ASEAN, namun informasi
tentang kemanjuran obat tradisional
masih berdasarkan pengalaman
empiris belum didukung bukti ilmiah.
Tema konferensi The 3rd Conference
on Traditional Medicine in ASEAN
Countries -“Utilization of Evidence Based
Traditional Medicine in Health Care”yang
diselenggarakan di Surakarta, Jawa
Tengah, Oktober 2011 menjadi titik tolak
bagi negara ASEAN untuk mewujudkan
rencana pengintegrasian obat tradisional
ke dalam sistem kesehatan. Untuk
meningkatkan upaya pengendalian HIV-
AIDS, telah diselenggarakan“International
Symposium on Getting to Zero New HIV
Infections, Zero Discrimination and Zero
AIDSRelated Deaths in ASEAN”. Simposium
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM54
ini diselenggarakan dalam rangkaian
pertemuan The 19th ASEAN Task Force
on AIDS di Bandung, Jawa Barat, 21-24
November 2011.
Pada kesempatan ini dicanangkan
Kampanye AIDS dengan tema“Aku
Bangga Aku Tahu”untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai
HIV-AIDS. Pada tahun 2011 diplomasi
kesehatan Indonesia di forum WHO telah
mencatat sejarah yang mengubah tatanan
kesehatan global dengan disepakatinya
resolusi“The Framework for Pandemic
Influenza Preparedness (PIP): Sharing of
Influenza Viruses and Access to Vaccines and
Other Benefits”pada Sidang ke-64 World
Health Assembly (WHA) di Jenewa, Mei
2011.
Tahun 2007, dalam perjuangan mengubah
mekanisme virus sharing yang diterapkan
WHO selama lebih dari 60 tahun.
Disetujuinya penerapan Standard Material
Transfer Agreement pada virus sharing,
menciptakan mekanisme perlindungan
pada global public health yang adil,
transparan, setara, dan menguntungkan
semua pihak. Indonesia telah terpilih
menjadi Vice Chair Advisory Group (Wakil
Ketua Komite) pada pertemuan PIP
Framework Advisory Group di Jenewa,
November 2011. Advisory Group bertugas
memberikan pandangan dan rekomendasi
PIP kepada WHO.
Di sela-sela sidang KTT ASEAN November
2011 di Bali, Menteri Kesehatan
berkesempatan melakukan pertemuan
bilateral dengan Sekretaris Jenderal
PBB, Ban Ki Moon yang menyampaikan
apresiasi kepada Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono atas pelayanan Puskesmas
yang dinilai cukup berhasil.
Dalam konteks kerja sama internasional,
sepanjang tahun 2011 Kementerian
Kesehatan telah menandatangani
Nota Kesepahaman kerja sama bidang
kesehatan dengan Islamic Development
Bank (IDB) tentang pendirian Indonesian
Cardiac Center di Gaza, Palestina;
Joint Statement ke-2 dengan Malaysia;
Subsidiary Arrangement (SA) Program
AIPPMH (Australia/Indonesia Partnership
on Maternal Neonatal Health) tentang
kesehatan ibu dan anak; Record of
Discussion (ROD) RI-JICA tentang Prima
Kesehatan; dan Record of Discussion
(ROD) RI Qatar tentang kesepakatan
pembahasan pengaturan pengiriman
tenaga kesehatan.
15. PENANGGULANGAN
BENCANA DAN KRISIS
KESEHATAN
Dalam rangka menurunkan risiko
kesehatan pada setiap kejadian yang
menimbulkan atau berdampak pada krisis
kesehatan, sejak tahun 2010-2011 telah
dilakukan upaya peningkatan kapasitas
tenaga kesehatan dalam manajemen dan
teknis penanggulangan krisis kesehatan
di 150 kabupaten/kota. Selain itu telah
didistribusikan sebanyak 300 unit
emergency kit, 750 unit personal kit, dan
sebanyak 150 unit peralatan pengolah
data ke seluruh kabupaten/kota tersebut.
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan
telah memberikan dukungan tenaga,
logistik dan dana operasional untuk
mengatasi krisis kesehatan sebanyak 20
kejadian baik di dalam maupun di luar
negeri. Dalam penanganan peristiwa
ledakan bom di Cirebon yang terjadi pada
tanggal 15 April 2011 dan ledakan bom
di Surakarta yang terjadi pada tanggal 29
September 2011, Kementerian Kesehatan
telah mengkoordinasikan dan mendukung
penanganan korban ledakan di rumah
sakit.
Selain itu Kementerian Kesehatan juga
telah memberikan pelayanan kesehatan
kepada 3.800 WNI overstay pada saat
pemulangan dengan kapal laut dari Arab
Saudi ke Indonesia, dengan menugaskan
20 tenaga kesehatan dalam dua kali
perjalanan selama kurang lebih 14 hari.
Sementara itu, dalam penanganan
kesehatan pemulangan WNI ke Tanah
Air akibat krisis Mesir, Kementerian
Kesehatan menyediakan tenaga
kesehatan, ambulans, dan rumah sakit
rujukan. Salah satu bentuk kepedulian
Indonesia pada masalah krisis kesehatan
global, ditunjukkan dengan mengirim
Tim Kesehatan selama dua minggu
untuk membantu masyarakat Pakistan,
khususnya yang tinggal di Lahore,
ibukota Provinsi Punjab dalam rangka
menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB)
demam berdarah dengue pada bulan
Oktober-November 2011. Kementerian
Kesehatan telah mengirimkan obat dan
tim kesehatan yang berjumlah 20 orang
untuk membantu pemerintah Pakistan.
16. pelayanan
kesehatan haji
Kementerian Kesehatan terus berupaya
meningkatkan kondisi kesehatan jemaah
haji sebelum keberangkatan ke Tanah
Suci; menjaga agar jemaah haji dalam
kondis sehat selama menunaikan ibadah
haji sampai tiba kembali di Tanah Air; dan
mencegah terjadinya penularan penyakit
menular.
Jumlah jemaah haji reguler tahun 2011
adalah 02.343 orang. Dari jumlah tersebut
terdapat 102.346 (50,6%) jemaah haji
risiko tinggi (Risti). Untuk memastikan
kesehatan jemaah haji sebelum
berangkat, Kementerian Kesehatan
telah melaksanakan pemeriksaan dan
pembinaan kesehatan haji di kabupaten/
kota. Cakupan pelaksanaan pemeriksaan
dan pembinaan kesehatan haji di
kabupaten/kota meningkat dari 30% pada
tahun 2010 menjadi 50% pada tahun 2011.
Pemeriksaan sebelum keberangkatan
dimulai di Puskesmas, jika ada yang
menderita penyakit tertentu dirujuk
ke rumah sakit. Selanjutnya sebelum
keberangkatan, dilakukan pemeriksaan
kesehatan di embarkasi. Untuk pelayanan
kesehatan haji di Tanah Suci tahun 2011,
Kementerian Kesehatan mengirim tenaga
kesehatan sebanyak 1.803 orang, terdiri
dari dokter spesialis, dokter umum,
dokter gigi, perawat, apoteker, asisten
apoteker, tenaga elektro medik, tenaga
rekam medik, penata rontgen, ahli
gizi, tenaga sanitasi, tenaga surveilans
epidemiologi, dan tenaga non-medis.
Kementerian Kesehatan juga merekrut
108 orang Tenaga Musim (Temus), yaitu
warga negara Indonesia yang bermukim
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 55
di Arab Saudi dan mahasiswa Indonesia
yang belajar di Arab Saudi atau di negara
sekitarnya untuk membantu pelayanan
logistik, administrasi dan transportasi.
Untuk meningkatkan akses jemaah haji
Indonesia pada pelayanan kesehatan
di Arab Saudi, tahun 2011 Kementerian
Kesehatan mengadakan 9 ambulans
sehingga total ambulans berjumlah 44
buah; 2 buah mobil bus mini coaster. Satu
bus mini coaster dapat mengangkut 25-
30 jemaah pada kegiatan Safari Wukuf.
Untuk pelayanan kesehatan jemaah haji
tahun 2011, disediakan 40 macam jenis
obat dengan berat total 1.200 kg. Selain
itu, Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI)
ditingkatkan jumlah tempat tidurnya dari
40 tempat tidur di tahun 2010 menjadi
70 tempat tidur tahun 2011. asil evaluasi
sampai dengan tanggal 11 Desember
2011, menunjukkan jumlah kunjungan
rawat jalan adalah 3.137 kunjungan
dan rawat inap 173 kunjungan di sektor
Mekkah dan Madinah. Kunjungan rawat
jalan di BPHI sebanyak 701 kunjungan
dan jemaah haji yang rawat Inap di BPHI
Mekkah, Madinah, dan Jeddah adalah
2.183 orang.
17. penelitian dan
pengembangan
kesehatan
Kementerian Kesehatan berkomitmen
untuk lebih mengembangkan program
penelitian dan pengembangan kesehatan.
Dari tahun ke tahun, telah terjadi
peningkatan kualitas dan pemanfaatan
program penelitian, sehingga dapat
memberikan kontribusi mendasar,
strategis dan jangka panjang bagi
keberhasilan pembangunan kesehatan.
Penelitian yang difokuskan untuk
mendukung keberhasilan pembangunan
kesehatan pada tahun 2010-2011 antara
lain adalah Riset Fasilitas Kesehatan
(Rifaskes), saintifikasi jamu, penelitian
biomolekular, dan penelitian kemandirian
bahan baku obat. Selain pelaksanaan
penelitian, juga didirikan Pusat Informasi
dan Dokumentasi Dunia Vektor dan
Reservoir (Duver).
• Riset Fasilitas Kesehatan Tahun 2011
Riset Fasilitas Kesehatan merupakan salah
satu riset kesehatan berskala nasional
yang dimaksudkan untuk melakukan
pengukuran dan pengamatan data
primer serta penelusuran data sekunder
mengenai penyediaan fasilitas kesehatan
dan kinerjanya. Riset dilakukan di seluruh
Rumah Sakit Pemerintah sejumlah
684 Rumah Sakit, Puskesmas sejumlah
9.148 dan laboratorium klinik mandiri
pemerintah dan swasta sebanyak 888
laboratorium.
• Saintifikasi Jamu
Pada tahun 2011, kegiatan yang dilakukan
dalam mendukung saintifikasi jamu
adalah:
1.	Penelitian studi pra klinik anti-
myalgia, antihemoroid, anti-kanker,
aphrodisiakadan hepatoprotektor. Dari
penelitian ini akan diperoleh apakah
jamu tersebut dapat menimbulkan efek
toksik pada hewan uji, sehingga dapat
dipakai acuan untuk menentukan dosis
jamu dengan uji klinik.
2. 	Penelitian studi observasi klinik
anti-obesitas, antiosteoarthritis,
anti-hemorroid, anti-dispepsiadan
penambah volume ASI. Dengan studi
tersebut akan diperoleh formula jamu
yang terbukti aman dan berkhasiat
sehingga bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat.
3.	Pengembangan mutu dan jumlah
sarana dan prasarana yang ada di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Obat dan Obat Tradisional
(B2P2TOOT) Tawangmangu dengan
membangun laboratorium terpadu
3 lantai, kebun penelitian, etalase
tanaman obat dan kebun produksi
seluas 15,85 Ha.
4.	Klinik Saintifikasi Jamu HortusMedicus.
Sejak dicanangkan pada tahun 2010,
klinik saintifikasi jamu berkembang
sangat pesat dengan jumlah pasien
yang meningkat signifikan. Pada tahun
2010 tercatat 5.994 pasien, dan tahun
2011 berjumlah 16.379 pasien.
5. Usaha pemanfaatan tanaman obat
terus ditingkatkan diantaranya,
dengan melakukan uji klinis empat
formula jamu untuk obat hipertensi,
hiperkolesterolemia, hiperurisemia,
dan hiperglikemia. Hasil sementara
menunjukkan empat formula ini cukup
baik untuk megobati empat jenis
penyakit degeneratif.
6. Diklat dokter saintifikasi jamu untuk
menghasilkan dokter dengan
kompetensi di bidang penelitian dan
pelayanan jamu. Pada tahun 2010
sebanyak 63 dokter serta tahun 2011
sebanyak 60 dokter telah mengikuti
diklat saintifikasi jamu.
7. Klinik jamu medik di 12 Rumah Sakit
Pendidikan yaitu di RSU Sanglah-
Bali, RS Kanker Dharmais-Jakarta, RS
Persahabatan-Jakarta, RS Dr. Soetomo-
Surabaya, RS Wahidin-Makassar, RS
Angkatan Laut Mintohardjo-Jakarta,
RS Pirngadi-Medan, RS Syaiful Anwar-
Malang, RS Dr. Suharso-Solo, RS Dr.
Sardjito-Yogyakarta, RS Suraji-Klaten,
dan RS Kandau-Manado.
• Penelitian Biomolekular
Hasil yang telah diperoleh dari penelitian
biomolekularadalah pemetaan dan
karakterisasi molekular virus influenza
termasuk virus avian influenza H5N1,
pemetaan dan karakterisasi molekular
virus HIV dan AIDS di 8 provinsi, pemetaan
dan karakterisasi molekular virus dengue,
pemetaan dan karakterisasi molekular
bakteri M. tuberculosis, pemetaan
kasus diare yang disebabkan rotavirus,
dan pengembangan primer diagnostik
molekular tuberkulosis metode Loop-
mediated isothermal amplification (LAMP).
• Kemandirian Bahan Baku Obat
a. Artemisinin Sebagai Senyawa Anti
Malaria Artemisia annuamengandung
artemisinin yang berkhasiat sebagai anti-
malaria. Telah dilakukan pengembangan
teknologi dan perkebunan Artemisia
annuaseluas 2 Ha dengan melibatkan
lintas sektor terkait. Luaran dari kegiatan
ini adalah tercapainya kemandirian
penyediaan bahan baku obat artemisinin.
Pemanis Rendah Kalori dari Stevia
Rebaudiana
Stevia rebaudianamengandung zat
pemanis rendah kalori. Kementerian
Kesehatan telah melakukan dan
mengembangkan database karakterisasi
morfologi dan genetik Stevia rebaudiana,
sehingga tersedianya bibit terstandar.
• Dunia Vektor dan Reservoir (Duver)
dan Atlas Vektor
Pada tanggal 14 September 2011
telah diresmikan Pusat Informasi
dan Dokumentasi Dunia Vektor dan
Reservoir (Duver) di Salatiga. Pusat
informasi ini didedikasikan dalam
upaya penelitian penanggulangan dan
pengendalian penyakit tular vektor dan
reservoirpenyakit. Dalam kesempatan
peresmian Duver, telah diterbitkan pula
“Atlas Vektor Penyakit di Indonesia”.
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM56
18. partisipasi
kementrian
kesehatan
pada kegiatan
nasional dan
internasional
Guna mewujudkan akselerasi
pembangunan kesehatan khususnya
di kawasan kepulauan dan daerah
terpencil, Kementerian Kesehatan
telah memanfaatkan kegiatan nasional
dan internasional untuk memberikan
pelayanan kesehatan bersama lintas sektor
terkait.
• Sail Wakatobi-Belitung
Sail Wakatobi-Belitung adalah kegiatan
kelautan internasional yang diikuti oleh
para pecinta maritim dari seluruh dunia.
Partisipasi Kementerian Kesehatan dalam
acara ini berupa pelayanan kesehatan
kegawatdaruratan dan pelayanan
kesehatan rujukan, serta kegiatan bakti
sosial.
• Perkemahan Tingkat Nasional Saka
Bhakti Husada (Pertinas SBH)
Pertinas SBH ke IV tahun 2011
dilaksanakan tanggal 25 September-2
Oktober 2011 di Bumi Perkemahan
Bongohulawa, Provinsi Gorontalo.
Kegiatan ini dibuka oleh Menteri
Kesehatan, dengan tema“Pramuka
Penegak dan Pramuka Pandega Siap
Menjadi Kader Pembangunan yang Sehat,
Bersahabat, Cerdas dan Berkualitas”, diikuti
oleh 1.500 peserta dari seluruh Indonesia.
Selama Pertinas SBH ini, Kementerian
Kesehatan melakukan sejumlah kegiatan.
• SEA Games
SEA Games ke-26 tahun 2011 dilaksanakan
di Jakarta dan Palembang tanggal
11–25 November 2011. Dalam kegiatan
internasional ini, Kementerian Kesehatan
memberikan dukungan dalam bentuk
evakuasi cepat bagi atlet di venue yang
lokasinya jauh dari keramaian. Seperti
venue cabang olahraga Paralayang di
Puncak, Jawa Barat; lintas alam di Sentul;
olahraga berkuda di Cinere; serta open
water swimming di Pulau Putri, Kepulauan
Seribu. Pelayanan kesehatan dipersiapkan
mulai dari bandara, hotel/wisma, venues,
dan medical centreyang berada di provinsi
DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera
Selatan.
• ASEAN Paragames
Dalam rangka mendukung kegiatan
ASEAN Paragames di Surakarta tanggal
12-22 Desember 2011, Kementerian
Kesehatan menyiapkan tim medis
berjumlah 25 tim, terdiri dari petugas
medis dan paramedis sport injury.
Ambulans siap siaga di 11 venues selama
17 hari. Selain itu, Kementerian Kesehatan
membangun medical center/mini hospital.
• TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD)
Kementerian Kesehatan bermitra dengan
TNI dalam kegiatan TMMD sejak tahun
1980. Empat prioritas utama kegiatan
ini adalah peningkatan kesehatan
ibu, bayi dan balita, peningkatan
status gizi masyarakat, pengendalian
penyakit menular serta tidak menular
dan penyehatan lingkungan serta
pemberdayaan masyarakat.
Tantangan
Pembangunan
Kesehatan
Tantangan dalam pelaksanaan
pembangunan kesehatan di Indonesia
adalah wilayah Indonesia yang luas
dengan 17 ribu pulau, jumlah penduduk
Indonesia yang lebih dari 230 juta jiwa
tersebar tidak merata dengan budaya
yang beraneka-ragam, letak Indonesia
di wilayah yang rawan bencana, dan
bentuk pemerintahan dengan dua
tingkat otonomi yang terdiri dari 33
provinsi dan 497 kabupaten/kota. Selain
itu, pembangunan kesehatan masih
menghadapi tantangan lain, yaitu beban
ganda penyakit, suatu keadaan morbiditas
dan mortalitas penyakit menular masih
merupakan masalah dan pada saat yang
bersamaan morbiditas dan mortalitas
penyakit tidak menular mulai meningkat,
serta sumber daya kesehatan yang masih
terbatas.
Dalam pelaksanaan pembangunan
kesehatan jugadihadapi tantangan
berupa masih adanya stigmatisasidan
diskriminasi terhadap penderita penyakit
tertentu di masyarakat dan perlunya
ditingkatkan pemahamanmasyarakat
tentang berbagai aspek kesehatan,
sepertiperilaku hidup bersih dan sehat.
Perkembangan sosialpolitik, keterbukaan,
dan kesadaran masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan publik yang
bermutu merupakantantangan tersendiri
bagi Kementerian Kesehatan. Kementerian
Kesehatan juga harus memberikan
perhatianyang besar bagi terciptanya tata
kelola kepemerintahanyang baik.
Untuk menyikapi dan mengatasi berbagai
tantanganyang dihadapi, pada tahun
2012 Kementerian Kesehatanantara lain
akan melakukan langkah-langkah upaya
promotif dan preventif; pencegahan
dan pengendalian penyakit,terutama
penyakit tidak menular; menuju Universal
Coverage dengan penambahan tempat
tidur khususnya untuk kelas III; upaya
penurunan angka kematian ibu dengan
menambah pelayanan PONED, PONEK,
Jampersal, dan KB; upaya perbaikan gizi
terutama masalah stunting; saintifikasi
jamu dan kemandirian bahan baku
obat; perencanaan pembangunan
kesehatan paralel dengan Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI); peningkatan
penggunaan teknologi informasi di
berbagai aspek pelayanan kesehatan,
pelaksanaan manajemen birokrasi yang
bersih, akurat, efektif, dan efisien, Pusat
Tanggap Respon Cepat (PTRC) yang akan
dikembangkan di provinsi dan kabupaten/
kota.
penutup
Pembangunan Kesehatan dalam Kabinet
Indonesia Bersatu II periode 2009-2014
telah berlangsung selama dua tahun.
Berbagai terobosan telah dilakukan
untukmeningkatkan akses masyarakat
pada pelayanankesehatan yang bermutu.
Masih ditemui kekurangandalam
pelaksanaan pembangunan kesehatan
yang harussegera diperbaiki. Usul,
masukan, dan kritik dari masyarakatsangat
diperlukan Kementerian Kesehatan
agar dapatmemberikan pelayanan
kesehatan yang terbaik bagirakyat
Indonesia. Dukungan dan kerja sama
dari seluruhjajaran kesehatan dan jajaran
lintas sektor di tingkat Pusatdan Daerah
beserta seluruh lapisan masyarakat
sangatdiharapkan bagi terwujudnya visi
Masyarakat. ∞ (Amy, Mul, Dewi)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 57
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM58
Kalimantan Tengah:
Memenuhi
Hak Sehat
di Belantara Tropis
Oleh: Hikmandari dan Udiani;
Fotografer: Anitasari dan ADM Tangkudung
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 59
Pertengahan Juli 1957, tepat tanggal 17—angka istimewa bagi
warga Kalimantan Tengah—sekitar 12.000 orang telah berkumpul di
Kampung Pahandut sejak subuh. Wajah penuh harap dan syukur itu
menunggu kedatangan presiden mereka, Sukarno. Tepat pukul 10, bersama
rombongan menteri dan pejabat lain, orang nomor 1 ini meletakkan tiang
pembangunan pertama ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka
Raya. Sejak itu roda alat berat terus bergerak: jalan, saluran air, listrik, dan
sarana kota lainnya bermunculan. Meski demikian, Sungai Kahayan tak
ditinggalkan. Transportasi air tetap bergantung pada surut pasangnya
sungai sepanjang 250 km ini, sementara ikan sungai, seperti saluang,
sanggang, baung, lais, dan jalwat serta buah-buah tropis menjadi santapan
utama warga.
Palangka Raya tumbuh. Kalteng mekar. Pada 2002, provinsi terluas ketiga
di Indonesia ini berkembang dari 8 kabupaten menjadi 13 kabupaten dan
1 kota dengan luas wilayah 153.564 km2
. Jumlah penduduk : 2.212.089 km2
atau rata-rata 14,7 jiwa/ km2
. Berikut cuplikan data tentang sarana dan
tenaga kesehatan serta beberapa indikator kesehatan masyarakat. ∞
Kalimantan Tengah dalam Angka
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM60
n	 Sarana kesehatan yang dimiliki:
Rumah sakit: 17 unit
Puskesmas : 178 unit (Rawat inap 115)Pustu: 985
Posyandu : 2304
n	Tenaga kesehatan:
Dokter 40 (ratio Kalteng: 18,9)
Dokter spesialis 6 (3)
Dokter gigi 10 (3,6)
Perawat 117
Bidan 100 (60)
Gizi 22(11.8)
n	Indikator kesehatan masyarakat:
AKI: 228 per 100.000 kel. hidup
AKB: 30 per 1.000 kel. hidup
Penemuan TB Paru 28%
AKMalaria 10 per 1.000 penduduk
Balita gizi buruk 4%
Balita gizi kurang 13%
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 61
Hampir setengah abad sudah kata-kata di atas
dilontarkan Tjilik Riwut, mantan gubernur sekaligus salah
seorang pendiri Provinsi Kalimantan Tengah. Namun, ucapan
itu masih relevan, terutama bila menilik kondisi kesehatan di
provinsi bungsu dari keempat provinsi di Kalimantan ini.
Antara kutuk dan berkah
Dibanding daerah lain di Nusantara, Kalimantan Tengah
adalah daerah mahaluas dan kaya raya. Provinsi ke17
ini hanya bisa dikalahkan oleh Provinsi Papua Barat dan
Kalimantan Timur dalam hal luas wilayahnya. Belum
lagi berbicara tentang kekayaan alamnya, baik yang di
permukaan maupun di dalam bumi. Seluruh dunia berdecak
kagum sekaligus berdebar cemas memandang rimba
belantara yang menjadi paru-paru dunia di bumi Kalimantan
Tengah. Bagaimanapun, di sinilah hutan lindung, taman
nasional, dan hutan konservasi bekerja menyuplai gas
kehidupan untuk dunia.
Namun, gula tak selamanya mengundang semut. Penduduk
negeri ini kurang dari seperempat penduduk Jabotabek
di siang hari, yaitu sekitar 2,23 juta jiwa. Itu pun sebagian
terpusat di kota, dan sebagian lain tersebar mengikuti arus
Sungai Kahayan yang membujur sejauh 250 kilometer,
kemudian beranak pinak hingga ke daerah-daerah jauh di
pedalaman rimba. Bila dirata-rata, kepadatan penduduk
Kalteng hanya 14 jiwa/km2
.
Buat kita yang berada di daerah-daerah berpenduduk
padat, keluasaan itu tentu sebuah berkah. Namun, berkah
juga bisa menjadi kutuk untuk pihak lain. Setidaknya
itulah yang dialami oleh petugas Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah.“Untuk mengantarkan satu set dental kit
ke Mendawai Kasongan, saya perlu biaya untuk bahan bakar
speedboat saja Rp3 juta lebih,”tutur Lutfil Aman sembari
mengingat perjalan yang ditempuhnya sehari semalam
seluruhnya lewat sungai itu. Ketika itu Lutfil menjadi
pengelola proyek DHS (Decentralised Health Service) 2.
Letak penduduk yang terpencil dan medan yang teramat
luas dan sulit memang merupakan hambatan utama para
petugas kesehatan. Demikian pula dengan minimnya
infrastruktur, termasuk listrik. Menurut dokter Rhizall M.
Hutapea, Kepala Puskesmas Bukit Hindu, Kota Palangka
Raya, pusat rujukan rabies untuk seluruh provinsi, kecuali
Kabupaten Kapuas, hanya ada satu saat ini, yaitu puskesmas
Bukit Hindu. Pasalnya, hanya daerah itu yang dianggap
memiliki pembangkit listrik andal: bekerja selama 24 jam
sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, dan 365 hari dalam
setahun. Di kabupaten lain, apalagi di tingkat kecamatan,
rata-rata pembangkit listrik masih menggunakan PLTD yang
tidak bisa diandalkan untuk penyimpanan vaksin.
Angka pun menjadi relatif
Dalam kondisi semacam ini, angka bisa menjadi sesuatu
yang relatif, sebagaimana dituturkan oleh dokter ADM
Tangkudung, M. Kes., Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah.“Menurut target, mungkin kita sudah
berhasil menjangkau jumlah yang ditetapkan. Tapi,
bayangkan, ketika Anda memutuskan untuk memutar
haluan kapal hendak pulang, tiba-tiba Anda lihat di dalam
hutan sana ada satu keluarga yang belum terkunjungi.
Apa yang mesti kita lakukan? Apa iya mereka akan kita
tinggalkan karena toh target sudah terpenuhi?... Kami hanya
memberikan hak mereka atas kesehatan, walaupun itu
berarti kami harus menempuh medan yang berbahaya,”tutur
dokter Rian.
Sejalan dengan dr Rian, panggilan Kadinkes Prov Kalteng
di atas, seorang bidan sekaligus kepala Poskesdes Mintin,
Kecamatan Kahayan Hilir, Tety Anggela, agaknya juga tak
berhitung berapa angka rupiah di koceknya. Ia mewakafkan
sepetak tanah miliknya untuk digunakan sebagai polindes.
Belum cukup, ia pun terjun mengelola polindes itu dan
menggerakkan warga di sekitarnya untuk menjadi kader
yang siap bekerja, con amore.
Bukan hanya prakarsa pribadi, dinas kesehatan dengan
ditopang pemerintah daerah agaknya juga telah berupaya
menyediakan layanan kesehatan yang layak. Salah satunya
adalah adalah program PM2L, atau program membangun
dan memelihara desa yang mengikutsertakan semua pihak.
“Mereka yang cinta karya, mencapai
kesenangan bekerja di Palangka
Raya. Mereka akan menemukan
lapangan karya yang luas sekali, akan
menemukan lapangan bakti yang mulia
sekali”(Tjilik Riwut)
Mengayuh
hingga “Barigas”
Bidan Tety Anggela (depan, ketiga dari kanan)
bersama para kader di Polkesdes Mintin
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM62
Dalam satu tahun, akan diprioritaskan
pembangunan beberapa desa di
beberapa kabupaten, termasuk di
bidang kesehatan. Di samping itu ada
pula usaha untuk menambah tenaga
kesehatan dengan mendirikan
sekolah kedokteran dan STIKES.
Kalteng Barigas sudah dicanangkan.
Kali ini bukan ke-17
Segala upaya tersebut sudah
seharusnya dilakukan. Dari hasil riset
kesehatan dasar, peringkat kesehatan
Kalimantan Tengah saat ini berada
pada peringkat 22, bukan pada
angka istimewa yang kerap dikaitkan
dengan provinsi ini, 17, atau di
atasnya. Kalteng juga dinyatakan
sebagai daerah endemi malaria di
samping baru-baru ini juga berada
dalam situasi KLB DBD. Rendahnya
persalinan oleh tenaga kesehatan
berujung pada angka kematian ibu
dan bayi yang tinggi. Belum selesai di
situ, muramnya wajah indikator dasar
tersebut masih dibebani lagi dengan
penyakit-penyakit tidak menular atau
degeneratif , termasuk hipertensi.
Gubernur Teras Narang tak
menyangkal buruknya kondisi
kesehatan di wilayahnya. Itu
sebabnya Kalteng kini berjibaku
untuk membangun infrastruktur.
“Saya percaya pembangunan
infrastruktur akan berdampak pada
akses kesehatan yang lebih mudah,”
tuturnya.“Selain itu, masyarakat
hendaknya mengutakan upaya
promotif dan preventif untuk
menjaga kesehatannya.”
Keyakinan itu memang beralasan
bila melihat kondisi sarana prasarana
di Kalteng. Namun, berkaca pada
daerah lain dengan prasarana yang
jauh lebih lengkap, kesehatan,
bagaimanapun, merupakan
suatu kebijakan (lihat:“Bukan
Sekadar Melayani, tapi Memihak”).
Dan beruntung, Kalteng telah
menyaksikan keberpihakan itu.
Mudah-mudahan kayuh itu tak lapuk
hingga Kalteng Barigas. ∞
Puskesmas Keliling
Agustin Teras Narang
(Gubernur Kalimantan Tengah)
dr. ADM Tangkudung, M.Kes.
(Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 63
Program penanggulangan malaria
di banyak daerah terkadang menghadapi
keengganan masyarakat menggunakan
kelambu berinsektisida. Padahal ini salah
satu langkah penting dalam program yang
lengkap. Di Kalteng, daerah endemis malaria
yang cukup tinggi, masyarakat menyukai
pemakaian kelambu. Rita Juliawaty,
pengelola program Global Fund untuk
Malaria, mengatakan bahwa pada dasarnya
penduduk memang sudah mempunyai
kebiasaan memakai kelambu. Jadi malah
senang kalau sekarang diberi kelambu
berinsektisida. Bahkan, tambahnya,“ada
sebagian masyarakat yang percaya bahwa
kelambu dapat menangkal‘ilmu-ilmu’.”
Menurut Rita, tak terlalu sulit menyadarkan
masyarakat untuk berperan dalam
penanggulangan malaria. Selain soal
kelambu, yang dinilai berhasil oleh tim
monitoring Global Fund, peran kader dalam
menjalankan aktivitas di Pos Malaria Desa
(Posmaldes) juga signifikan. Selain yang
didirikan oleh pemerintah, saat ini terdapat
sekitar lima belas Polmades juga dididirikan
dan dikelola dengan baik oleh LSM, yayasan
dan kelompok keagamaan.
Posmaldes (Pos Malaria Desa) menjadi
tumpuan di daerah yang sulit dijangkau.
Di Kabupaten Kotawaringin Barat, ada
Posmaldes, yaitu Posmaldes Pangkalan Tiga,
yang sudah menyatu dengan Desa Siaga.
Ini memungkinkan pelayanan yang lebih
terpadu dan lebih terjamin karena didukung
oleh sumber daya yang lebih kuat, baik
SDM maupun fasilitas lainnya.“Mereka juga
membantu untuk skrining kasus di daerah
pertambangan”ujar Rita.
Global Fund
Penanganan malaria di Kalteng didukung
oleh Global Fund sejak 2010. Sejak itu pula
target dan metode lebih ditajamkan, dan
hasilnya senantiasa dimonitor. Meskipun
jalan masih cukup panjang, namun
perbaikan keadaan sudah mulai tampak.
Menyelesaikan masalah malaria
memerlukan kerjasama semua pihak.
Lintas sektor dan partisipasi masyarakat.
Koordinasi penanganan semestinya
semakin ke depan semakin baik. Apalagi
Gubernur Kalteng sudah menerbitkan
Peraturan Gubernur nomor 19 tahun 2011
tentang Pelaksanaan Program Eliminasi
Malaria di Provinsi Kalimantan Tengah.
Tentunya pengendalian faktor risiko
termasuk pengelolaan pertambangan dan
perkebunan akan lebih dapat dilaksanakan
dengan baik. ∞
Menangkal “Ilmu” dengan Kelambu
Rita Juliawaty
(Koordinator GF Malaria)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM64
Bagaimana mungkin memberikan potongan kue terbesar
kepada seseorang yang tidak meminta, yang terpekur di pojok
nyaris tak terlihat, sementara di depan mata, teman, kerabat,
sahabat, yang hadir dengan baju necis dan senyum manis,
menunggu pembagian potongan kue legit anggaran. Di
manapun di Indonesia, bahkan di dunia, menerapkan keadilan
dalam penyediaan pelayanan kesehatan adalah hal sulit di
lapangan. Pemihakan yang nyata kepada daerah pedesaan dan
daerah terpencil dari sisi anggaran saja masih sulit dilakukan,
apalagi menggapai kualitas pelaksanaan programnya. Pastilah
lebih rumit.
Laporan Kemenkes yang memperlihatkan tren peningkatan
alokasi anggaran APBN untuk daerah cukup menggembirakan,
namun belum cukup untuk melacak perbandingan alokasi
perkotaan dan pedesaan. Padahal Riset Kesehatan Dasar sangat
teliti mengupas disparitas desa dan kota. Disparitas ini juga yang
di era Menteri Endang sangat sering diangkat isunya. Dalam
banyak wawancara dengan media, Menteri peneliti ini selalu
menjawab isu disparitas sebagai tantangan yang sangat sadar akan ia perjuangkan.“Satu langkah maju, berarti
satu langkah lebih dekat dengan tujuan,”ujarnya tak gentar. Itu pula barangkali yang mendasari penyesuaian visi
Kementerian Kesehatan dari Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat menjadi Masyarakat Sehat yang Mandiri
dan Berkeadilan. Kata terakhir itu adalah pernyataan verbal politik, kebijakan, dan komitmen untuk mengurangi
kesenjangan.
Rasanya tak perlu lagi mengulas tentang
kesenjangan pelayanan kesehatan di desa
dan kota. Tak sulit melihatnya dengan
kasat mata. Harus diakui, meskipun upaya
sudah makin besar dan nyata, disparitas
masih menganga di banyak wilayah negeri
tercinta. Di negara maju seperti Kanada saja,
rasio dokter terhadap penduduk misalnya,
di daerah pedesaan hanya separuh dari
perkotaan, dan rata-rata penduduk pedesaan
harus menempuh jarak lima kali lebih jauh
dibanding penduduk perkotaan untuk dapat
mengakses pelayanan kesehatan, atau sekitar
10 kilometer. Di Amerika Serikat pada 1999-
2000 dilaporkan terjadi penutupan 228 rumah
sakit di daerah pedesaan, yang mencakup
2.228 tempat tidur karena ketidak-mampuan
daerah mempertahankan pelayanan. Di China
pada tahun sembilan-puluhan, hanya 20%
dari total anggaran kesehatan digunakan
Bukan sekadar melayani,
tetapi memenuhi hak
Membicarakan pelayanan kesehatan di daerah terpencil adalah membicarakan
keberpihakan, komitmen, keberanian, dan bukan omong kosong atau manisnya janji.
Bahkan bisa jadi tentang berani ‘nyleneh’ dan sedikit gila.
dr Rhizall M. Hutapea
(Ka Puskesmas Bukit Hindu)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 65
untuk menopang kesehatan penduduk di pedesaan yang jumlahnya mencapai 70% dari seluruh
populasi. (Wikipedia, Rural Health). Angka semacam itu sudah tak mengagetkan lagi saking
lazimnya berada di paparan statistik negara seantero dunia, yang maju maupun berkembang.
Inverse Care Law
Julian Tudor Hart, seorang dokter Inggeris, pada tahun 1971 mencetuskan hukum pelayanan
terbalik atau inverse care law yang mendasari terbentuknya sistem pembiayaan kesehatan yang
dikenal dengan National Health System (NHS) di negara Inggeris. Hukumnya berbunyi:“The
availability of good medical care tends to vary inversely with the need for it in the population served.”
Makin butuh, makin jauh. Makin sulit, makin ditinggal. Sumber daya kesehatan cenderung lebih
melayani golongan yang sebetulnya lebih berdaya, yaitu masyarakat di perkotaan dan golongan
ekonomi kuat. Dalam kalimat Hart:“…operates more completely where medical care is most
exposed to market forces, and less so where such exposure is reduced.”
Jika di Inggeris kemudian lahir NHS, di Indonesia sesungguhnya sudah lebih dari itu. Inisiatif
sudah banyak direalisasikan, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, dari swasta maupun
masyarakat. Kementerian Kesehatan menggulirkan lebih lima program untuk mendorong
pelayanan dan pendekatan akses pelayanan kesehatan: program khusus pembangunan daerah
terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK), pendampingan khusus untuk meningkatkan
kemampuan perencanaan kesehatan di daerah bermasalah kesehatan (DBK), alokasi dana
khusus untuk operasional Puskesmas melalui skema bantuan operasional kesehatan (BOK),
penyediaan sarana rumah sakit bergerak dan dokter terbang di daerah terpencil, serta skema
pembiayaan bagi masyarakat tidak mampu melalui Jamkesmas serta pembiayaan persalinan
melalui Jampersal.
Jadi, perlu keberanian, selain kemauan berpikir out of the box dan dukungan politik yang
kuat, untuk memenuhi hak kesehatan para penduduk di daerah terpencil. Kalau tidak, hitung-
hitungan perencanaan program di atas kalkulator akan kembali ke angka inefisien. Padahal,
seperti kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, Ryan Tangkudung,“ini masalah
memenuhi hak setiap penduduk atas pelayanan kesehatan, bukan semata melayani.” ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM66
RESENSI
Sehat adalah harapan
setiap orang dan merupakan
hak azasi setiap warga
negara Indonesia. Selama ini
masyarakat diarahkan untuk
memelihara kesehatan secara
mandiri sebagaimana visi
kesehatan“Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan Berkeadilan”.
Dalam perkembangannya
masyarakat mempunyai
alternatif dalam memelihara
kesehatan, baik untuk
kepentingan pencegahan
maupun pengobatan. Di
antaranya dengan cara
memanfaatkan pelayanan
kesehatan konvensional,
menerapkan gaya hidup
kembali ke alam, serta pilihan
pelayanan kesehatan secara
tradisional.
Pedoman pengelolaan dan
pemanfaatan Tanaman Obat
Keluarga (Toga) merupakan
revitalisasi dalam pengelolaan
dan pemanfaatan Toga
yang dijadikan acuan dalam
pengembangan pengelolaan
dan pemanfaatan Toga yang
disesuaikan dengan kearifan
lokal masyarakat setempat.
Dengan pedoman
ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan
petugas/pengelola program
dalam memberikan pelayanan
kesehatan tradisional ramuan
yang bermutu di masyarakat.
Tujuan diterbitkannya
pedoman ini juga merupakan
salah satu upaya dalam
mempercepat pembangunan
kesehatan, khususnya
penurunan Angka Kematian
Ibu (AKI) dan penurunan Angka
Kematian Bayi (AKB), terutama
di daerah yang sulit mendapat
akses pelayanan kesehatan,
seperti daerah terpencil
perbatasan dan kepulauan
serta di daerah bermasalah
kesehatan. ∞ (Rijadi)
Impresum
Jakarta; Kementerian Kesehatan RI;
Ditjen Bina Gizi dan KIA,- 2011
Kolasi
122 hlm. ; ilus. ; 16 x 24 cm.
Subyek
1. PLANTS MEDICINAL;
2. TRADITIONAL MEDICINE;
3. HERBS; MEDICINE HERBAL
Pedoman Pengelolaan dan Pemanfaatan
Tanaman Obat Keluarga (TOGA)
ight to know Day atau Hari Hak Untuk Tahu
diperingati setiap tanggal 28 September.
Tujuan adanya Hari Hak untuk Tahu, untuk
meningkatkn kesadaran global dari individu untuk
mengakses infoemasi pemerintah dan juga untuk
mempromosikan akses informasi yang mengacu
pada Hak Asasi Manusia.
Kewajiban badan publik yaitu menyediakan,
memberikan , dan menerbitkan informasi publik
yang akurat, benar, tidak menyesatkan dan
membangun sistem informasi dan dokumentasi serta
membuat pertimbangan tertulis atas kebijakan yang
diambil terkait pemenuhan hak atas informasi publik.
Ada pepatah lama mengatakan membaca adalah
jendela dunia. Sama hal dengan informasi, semakin
banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
kita mengetahui segala sesuatunya. Diharapkan
dengan keterbukaan informasi publik masyarakat
berhak untuk tahu tentang informasi apasaja yang
dapat menuju bangsa yang cerdas. Keterbukaan
informasi publik bukan hanya memberikan informasi
tetapi juga sebagai kontrol masyarakat terhadap
badan publik. Juga sebagai penguatan dan kontrol
kebijakan.
Keterbukaan informasi harus tersedianya empat
unsur yaitu ketersediaan, pelayanan, aksesibilitas
dan kualitas. Ketersediaan berarti kita sebagai
seorang humas harus terus mengisi informasi itu up-
date-ting. Dari segi pelayanan bagaimana pemberi
informasi itu apakah sudah mempunyai SOP (Standar
Operasional Presedur).
Aksesibilitas yaitu apakah masyarakat dapat
memperoleh informasi tersebut? dan untuk
kebutuhan apa ? dan yang terakhir adalah kualitas
apakah informasi yang disampaikan itu bermanfaat,
misalnya data yang diinginkan th 2010, diberikan
data 2008, tentu dalam hal ini kurang bermanfaat.
Media-media dalam penyampaian informasi yaitu
pamplet, website, baliho, iklan, advetorial dan
lainnya. Semakin beragam media yang digunakan
tentunya beragam juga yang mendapatkan informasi
tersebut. Keterbukaan informasi dipengaruhi oleh
tingkat aksesibilitas informasi yang tinggi. Semakin
sering informasi diminta, semakin besar peluang
informasi di buka. Jangan tunggu banyak permintaan
baru kita mencari informasi tetapi perbanyaklah
informasi sehingga kapanpun di butuhkan informasi
sudah siap disampaikan ∞ (Yn)
Keterbukaan Informasi Publik
Salah satu tugas humas yaitu memberikan informasi. Berkaitan dengan UU no 14 tentang
keterbukaan informasi publik. Siapa saja berhak mendapatkan informasi yang diinginkan.
KOLOM
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 67
1. Apa yang dimaksud dengan Jampersal
(Jaminan Persalinan)?
2. Apa tujuan dari program Jampersal?
3. Jampersal dapat diperoleh di mana saja?
MEDIA KUIS
Jawaban diterima redaksi paling lambat minggu keempat bulan
Maret 2012. nama pemenang akan diumumkan di Mediakom edisi
XXXv April 2012. 10 Pemenang MediaKuis masing-masing akan
mendapat hadiah payung dari Mediakom. hadiah pemenang akan
dikirim melalui pos.
Jawaban dapat dikirim melalui:
Email : kontak@depkes.go.id
Fax : 021 - 52907421
Pos : Pusat Komunikasi Publik,
Gedung Kemenkes
Jl. hr. rasuna Said Blok X5,
Kav. 4-9, Jakarta Selatan
Kuis ini tidak berlaku bagi Keluarga Besar Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI.
Kirimkan jawaban kuis dengan
mencantumkan biodata lengkap
(nama, alamat, kota/kabupaten,
provinsi, kode pos dan nomor
telepon yang mudah dihubungi).
PeMeNaNg MeDIa KuIS
eDISI XXXII OKTOBeR 2011
ana Ikhsan Hidayatulloh
Kampung Urur rt. 05 rw. 02, Desa Pusakasari,
Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa barat 46252,
no HP : 08131363XXXX
agus Sulistianto, SKM
Puskesmas Kalibening, banjarnegara, Jln. raya
Km. 01, Kabupaten, banjarnegara, Propinsi
JawaTengah, no HP : 08574737XXXX
eva gustini, SKM
Pustu Permunas bukit merapen, Jl. Puyuh raya
no. 246 rt. 05 rw. 02, Kelurahan bukit merapin,
Kota Pangkalpinang, Propinsi bangka belitung
33123, no HP : 08521055XXXX
Pemenang meDia KUis
eDisi XXXiii Desember 2011
lova Irgianty, S.IP
Perumahan Pejuang Pratama blok H no. 20. rT.
002/06 Kel. Pejuang, Kec. medan staria, Kota
bekasi, Kode Pos : 1713, HP : 08131721XXXX
Juarnengsih, S.Sos, M.Kes
Perumahan Pejuang Pratama blok H no. 20. rT.
002/06 Kel. Pejuang, Kec. medan staria, Kota
bekasi, Kode Pos : 17131, HP. 021-887XXXX,
08129222XXXX
Dr. Indah Musyiatun
Da. UPTD Puskesmas Jambu Jl. raya semarang
magelang Km 3 Jambu Kab. semarang 50663
Sri Purwantiningsih
Puskesmas ngluwar, Jl. Kr sahid no. 14 ngluwer
magelang Jateng
evy Dhamayanti, amd.Kep
Puskesmas ngawi Purba, Jl. ngawi – Cepu
Km.03 Desa ngawi, Kec/Kab. ngawi Prop. Jatim
63251,Telp. 08574949XXXX
Irfan Saepulloh
rs Paru Dr.H.a rotinsulu , Jl.bukit Jarian no.40
bandung, Jawa barat 40141, HP : 0899792XXXX,
022-203XXXX
ursula uba Tupen
rsUD larantuka – Kab. Flores Timur – nTT.
Monika, S.Si., MPH, apt.
Dinas Kesehatan Kabupaten sumbaTimur, Jln.
r. soeprapto no.22 Waingapu, Kab. sumba
Timur, nTT 87113, Hp. 08123660XXXX
Rosnaniar, dr
Puskesmas Kampung baka, Jl. lamadukeleng,
no. 106 samarinda seberang, Kaltim
Teguh Sulistyono, dr
PuskesmasTrucuk, kecamatanTrucuk,
kabupaten bojonegoro, Jatim 62155. HP.
08133534XXXX
Mediakom raih Silver Winner
The Best Government
Inhouse Magazine InMa 2012
PADA ACARA HARI PERS NASIONAL yang digelar oleh komunitas dan insan pers
Indonesia di Jambi, Mediakom menerima penghargaan “Silver Winner” sebagai
majalah dengan tampilan cover terbaik. Acara yang diselenggarakan oleh Serikat
Perusahaan Pers (SPS) itu mengadakan pemilihan “Indonesia Inhouse Magazine
Awards (InMA) dan Indonesia Print Media Awards (IPMA) 2012”, berlangsung di
Ballroom Hotel Novita Jambi, 7 Februari 2012. InMA dan IPMA 2012 diadakan untuk
memberikan apresiasi atas karya kreatif sampul muka majalah internal dan media
cetak Indonesia terkait dengan isi majalah. Dahlan Iskan, selaku Ketua Panitia,
mengatakan bahwa “Kata-kata memang masih sangat penting, tapi grafis sudah lebih
penting dan grafis bisa menggantikan fungsi kata-kata”.
Ajang InMA Award 2012 diikuti 67 entri majalah dari 19 lembaga kategori Lembaga
Pemerintah, BUMN, BUMD, Perguruan Tinggi, Perusahaan Multi Nasional, Swasta.
Dewan Juri untuk InMA adalah Oscar Motuloh (Antara), Prof.Dr. Ibnu Hamad
(Universitas Indonesia), Daniel Surya (DM IDHolland Singapura), Ndang Sutisna
(Adwork Euro RSCG), Dian Anggraeni (Konsultan PR), dan Ricardo Indra (Telkomsel).
Mediakom, yang ikut berpartisipasi pada acara ini, mendapat dua penghargaan untuk
kategori government, masing-masing untuk cover Mediakom Edisi 31 bulan Agustus
2011 dengan cover Potret Anak Indonesia (membahas Hari Anak Nasional) dan
Mediakom Edisi 33 bulan Desember dengan cover WTP ( Wajar Tanpa Pengecualian)
dan Reformasi Birokrasi. Award diserahkan langsung oleh Dewan Pers kepada
Pemred Mediakom. (Yn)
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM68
Pengendalian Diri
etelah serangan, ia berusaha untuk sembuh dengan
menjalani pola hidup sehat. Makan sesuai kebutuhan,
menghindari makanan berlemak, berganti dengan serba
rebus dan olahraga secara teratur.“Aku harus sanggup
melawan kesukaan makanan berselera tinggi, berganti
dengan makanan tak ada rasa, olahraga teratur, walau
harus berlatih jalan dengan dipapah. Kaki harus diseret,
karena sulit untuk mengangkat. Sungguh terasa berat, tapi
harus ku jalani,”ujar Siagian lirih.
Seiring berjalannya waktu, jalan tak lagi dipapah, walau
masih pincang. Setiap pagi, Siagian berolahraga dengan
berjalan kaki. Menyelusuri gang demi gang, di lingkungan
rumahnya. Terkadang ditemani istri tercinta, terkadang
sendiri. Tak peduli, gerimis, hujan atau bercuaca cerah. Ia
tetap berolahraga. Dan ia pun melakukan perubahan pola
hidup yang paling drastis, yakni berhenti merokok.
Kini, Siagian tak lagi menyeret kaki atau pincang. Ia sudah
bisa berjalan kaki normal seperti sedia kala. Seperti tak ada
bekas terkena serangan stroke. Olahraga terus dijalaninya.
Ia berguman, mengapa tidak olahraga sejak dulu, sebelum
serangan jantung terjadi ?. Untung, Tuhan masih sayang,
ada kesempatan untuk memperbaiki diri, sebelum ajal tiba.
Apa yang disampaikan Siagian, sebuah ungkapan
penyesalan yang tak berguna lagi. Sebab, serangan stroke
telah terjadi, biaya pengobatan dan hilangnya waktu
produktif terbuang percuma. Belum lagi biaya ikutan lain
dengan kelumpuhannya, seperti harus menggunakan
sopir, menambah pembantu, dan hilangnya interaksi sosial.
Keberhasilan Siagian sembuh kembali, di samping Karunia
Tuhan, juga karena pengaruh pengendalian diri yang
kuat. Ya, pengendalian diri. Ia mampu mengendalikan
diri dengan baik, untuk sembuh kembali. Hanya sayang,
mengapa pengendalian diri itu terjadi setelah serangan
stroke? Bukankah pengendalian diri akan lebih baik
sebelum terserang sakit? Itulah manusia, sering kali baru
sadar setelah pukulan berat menerpa.
Seperti diakui Siagian, olahraga rutin bukan perkara
mudah. Apalagi selama ini, olahraga merupakan kegiatan
yang sama sekali alfa dari kehidupannya. Sebagai
kontraktor yang selalu berfikir bagaimana mendapatkan
uang, menggaji karyawan, membayar hutang,
menyelesaikan proyek dan urusan-urusan lain, telah abai
terhadap pola hidup sehat. Ia tersadar, setelah stroke
menyerangnya.
Belajar dari kisah Siagian, kata kuncinya pengendalian diri
untuk menempuh pola hidup sehat. Memang tidak mudah,
bahkan sulit, sulit, dan sulit. Sebuah ungkapan betapa
sulitnya mengendalikan diri. Bukankah kita sering melihat
orang yang merasa kesulitan untuk berhenti merokok?
Terkadang berhenti merokok, kemudian kumat lagi dan
begitu seterusnya.
Mereka terpaksa berhenti merokok, ketika masuk ICU
rumah sakit. Begitu sembuh mulai merokok lagi dengan
berbagai alasan yang menyertai. Akhirnya, mereka
tetap merokok. Bila demikian, berarti gagal melakukan
pengendalian diri. Kegagalan seperti ini yang sering
menyebabkan orang menjadi putus asa, akhirnya
bertambah parah penyakitnya.“Biarlah sakit, yang penting
senang, mengapa hidup harus mengekang kesenangan?”
ujar Muis perokok yang gagal berhenti.
Memang, mengendalikan diri itu susah. Karena banyak
kesenangan yang harus dikurangi bahkan ditinggalkan.
Apalagi kesenangan yang sudah menjadi hobi, tentu
terasa lebih berat ditinggalkan. Di sinilah sebenarnya
ujian pengendalian diri. Apakah kita akan sukses atau
gagal. Semua bergantung pada kekuatan, tekad, dan
kesungguhan untuk hidup menjadi lebih sehat dan lebih
baik.
Sesulit-sulitnya upaya pengendalian diri, kemudian
berakhir dengan kesehatan, kebugaran, dan kehidupan
yang lebih baik dan sejahtera. Tentu, lebih sulit bila tidak
melakukan pengendalian diri, sehingga berakhir dengan
keputusasaan, pola hidup tidak sehat, dan penyakit
bertambah parah. Hidup ini bukan paksaan, tapi pilihan.
Maka, silahkan memilih. ∞
Siagian (45), terpaksa terbaring lemah di rumah sakit selama 15 hari. Ia
terkena serangan jantung yang tak diduga sebelumnya. Separo tubuhnya
lumpuh, bibirnya menyon, dan semua aktivitas kebutuhan dirinya
memerlukan bantuan orang lain. Padahal, sebelum serangan jantung
tersebut, pria maco dan perlente ini, membawa kendaraan sendiri. Tampak
sehat, segar, dan bugar. Tak ada keluhan yang keluar dari mulutnya, di kala
berbincang dengan keluarga maupun tetangga.
LENTERA
Oleh: Prawito
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 69
engalaman baru naik pesawat kelas bisnis.
Ternyata, pelayanan jauh lebih baik dibanding
kelas ekonomi pada umumnya. Sekurangnya
ada 10 kali pelayanan pramugari kepada
penumpang, yakni: setelah mempersilahkan
duduk, langsung mendapat pilihan minuman
dingin, handuk hangat pembasuh muka, pilihan bacaan
koran, pilihan bacaan majalah, handuk penutup meja, paket kue,
buah-buahan, penawaran minum teh atau kopi, air putih dan
penawaran tambah minum yang diinginkan. Seluruh pelayanan
itu disajikan bertahap satu per satu. Nyaris pelayanan selama
penerbangan. Bandingkan dengan kelas ekonomi, satu paket
layanan borongan, karena hanya 3 pramugari melayani ratusan
penumpang. Sementara kelas bisnis satu pramugari melayani
tiga penumpang. Ada harga ada rupa. Luar biasa....! Tentu, saya
bersyukur dan senang sekali mendapat pelayanan prima, walau
membayar dengan harga ekonomi.
Entah mengapa, akhir Desember 2011, di Bandara Sukarno-
Hatta Jakarta, kami bertiga yang akan terbang menggunakan
pesawat Garuda, sama-sama tidak mendengar pengumuman
petugas yang mempersilahkan penumpang naik pesawat tujuan
Yogyakarta. Padahal kami sudah berada di ruang tunggu, 30 menit
sebelum keberangkatan. Kami hanya mendengar pengumuman
keberangkatan tujuan Solo dan Makasar. Setelah minta penjelasan
petugas, ternyata penerbangan tujuan Yogya sudah berangkat,
bersamaan dengan tujuan Solo beberapa saat yang lalu. Mbak
Yuni, teman yang bertugas ke Kalimantan berkomentar,“ Kok
bisa ya”. Kami bertiga hanya tertawa,“buktinya bisa”.
Singkat cerita, kami harus naik pesawat berikutnya, karena kelas
ekonomi penuh, maka satu penumpang harus naik kelas bisnis
dengan tambahan biaya dua kali lipat kelas ekonomi. Teman-
teman menyepakati saya yang naik di kelas bisnis. Wah mahal
banget, dalam hati berbisik. Yah, pelayanan prima memang
mahal, terbayang pelayanan kelas bisnis sebelumnya. Ternyata,
penerbangan kali ini nggak jauh beda dengan kelas ekonomi.
KembaliOleh: Prawito
Entah mengapa, awal Desember 2011, di
ruang tunggu Bandara Lombok, NTB, secara
tiba-tiba saya mendapat panggilan untuk
menemui petugas di pintu masuk pesawat.
Hati pun bertanya-tanya, ada apa? Semen-
tara teman-teman yang lain bersorak-sor-
ak, sambil berkata hayo lho...hayo lho....!.
Setelah menemui petugas, saya ternyata di-
minta pindah ke kelas bisnis, karena tempat
duduk di kelas ekonomi sudah diborong
rombongan lain. Tentu saya tidak banyak
protes karena dipindahkan ke tempat yang
lebih baik, terbang besama Garuda menuju
Jakarta. Setelah semua penumpang naik,
kelas ekonomi penuh dan kelas bisnis han-
ya bertiga, termasuk saya.
Penyajian makanan dan minuman oleh pramugari satu paket
langsung selesai.
Dari dua kisah“entah mengapa”di atas, serta kisah lain yang
berbeda, telah menjadi catatan sejarah kehidupan seseorang.
Kejadian“entah mengapa”itu, sebagai bukti atas kelemahan
dan sekaligus ketidakberdayaan mengantisipasi kejadian
sebelumnya. Baik kejadian yang menyenangkan yang ingin terus
berulang dengan banyak versi, maupun kejadian yang tidak
menyenangkan. Untuk kasus terakhir, umumnya berusaha dan
berdoa, agar tak terulang kembali.
Betapapun hebatnya manusia, dengan segudang ilmu
pengetahuan, segunung harta, dan setumpuk kekuasaan, ia
tetap saja lemah dihadapan Yang Maha Kuasa. Setidaknya, orang
yang sadar akan kelemahan diri akan menjadi lebih waspada.
Ia juga akan memiliki kesiapan mental menghadapi berbagai
kemungkinan kejadian, baik suka maupun duka. Bila menemui
kesulitan, sabar dan bila mendapat kemudahan dan prestasi, tak
serta merta membusungkan dada.
Nah, bagaimana mempersiapkan diri, menjadi lebih kuat,
bermental baja, dan tahan dengan berbagai tekanan dan ujian?
Sekurang-kurangnya ada tiga unsur yang harus terus melekat dan
menjadi kebiasaan hidup sehari-hari.
Pertama, merasa lemah di hadapan Yang Maha Kuasa. Kesadaran
ini akan membentuk pribadi yang rendah hati. Sekalipun
berbagai prestasi disandangnya, ia tak merasa hebat dan besar
kepala. Mereka tetap menyandarkan berbagai prestasi dan
kelebihan merupakan milik-Nya. Manusia hanya mendapat titipan
sementara. Karena pada suatu saat titipan akan kembali kepada
sang pemilik sesungguhnya.
Kedua, selalu bersandar kepada-Nya. Baik di kala senang atau
sedih, sukses atau terpuruk, tua atau muda, kaya atau miskin.
Sebab, ia sangat yakin tak ada sandaran yang lebih tahu dan lebih
kuat, selain Yang Maha Kuasa. Harta, jabatan, kemewahan, dan
berbagai bentuk kemuliaan, akan segera berakhir seiring dengan
berjalannya waktu. Maka, ia bersandar, berlindung, dan bermohon
kepada yang tak pernah berakhir.
Ketiga, selalu berserah diri kepada-Nya. Setelah berikhtiar dengan
sekuat tenaga, pikiran, dan seluruh pontensi yang ada, kemudia ia
berdoa:“Kabulkan semua harapan dan cita-cita hamba. Kepada-
Mu hamba berlindung, hamba meminta pertolongan, dan
berserah diri”.
Dengan demikian, apapun kejadiannya, tak masalah. ia akan tetap
kokoh menghadapi. Ia sadar banyak kejadian di luar kemauan,
kemampuan, dan perkiraan. Namun, tetap, kepada-Nya ia kembali
dan berserah diri. ∞
EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM70
erita getir dan pilu itu, akibat dampak krisis
ekonomi yang menghebat di Eropa, khususnya
Yunani. Diperkirakan, kegetiran itu masih akan terus
berlangsung, karena tumpukan hutang negara diluar
batas kemampuan membayar, yang jatuh tempo
pada Maret 2012. Padahal, Yunani pernah makmur,
bahkan pernah berada di posisi 25 negara dengan
pendapatan perkapita tertinggi versi IMF tahun 2009.
Mengapa tiba-tiba menjadi krisis ekonomi ?
Hutang, memang tidak dilarang, bahkan sudah
menjadi perilaku hidup sehari-hari dalam pergaulan
bermasyarakat. Mulai dari urusan bisnis dan
sosial. Hutang, juga dapat menjadi solusi atas
permasalahan keuangan bagi individu, keluarga,
perusahaan maupun negara. Hutang, sudah sangat
lazim dilakukan dalam urusan perbankan. Secara
konvensional maupun elektronik. Sehingga, bagi
kalangan tertentu, sangat mudah untuk berhutang.
Bahkan, hutang tanpa anggunan. Diantaranya, kartu
kredit.
Ery, 45 tahun, bisnis multi level marketing terkemuka
dengan gaji rata-rata 13 juta/ bulan, lumpuh total
perekonomiannya, gara-gara terbelit hutang
dengan“kartu kredit”suatu bank swasta tertentu.
Gaji habis untuk membayar cicilan kartu kredit.
Setelah uang habis, Ia gunakan kembali kartu kredit
untuk membeli kebutuhan pokok. Walau, sudah
berkeinginan kuat untuk mengurangi pengeluaran
yang tidak penting, tetap saja “gatot” gagal total,
mempertahankan perputaran uang keluarga secara
sehat.
Setelah berdiskusi, beberapa temannya menyarankan
agar kartu kredit digunting saja. Kemudian menjual
peralatan berharga yang ada untuk membayar
separo hutang kartu kredit tersebut. Sisanya, dibayar
dengan menggunakan sebagian gaji bulanan yang
diterima. Dalam hitungan bulan, Ia sudah mulai
bernapas lega.“Hutang berkurang dan berniat tak
akan berhutang lagi”, kata Ery semangat.
Belajar dari dua kasus di atas, hidup hemat, menjadi
pilihan agar tidak terlilit hutang. Baik untuk ukuran
pribadi maupun institusi. Sebab hutang yang tak
terkendali, akan menggulung seluruh harta yang
ada, bahkan pailit. Itulah mengapa, harus berhati-
hati bila terpaksa berhutang. Pertimbangkan tujuan
berhutang, penting atau tidak. Bila hanya untuk
konsumtif, sebaiknya urungkan saja, walau banyak
kemudahan untuk berhutang. Juga pertimbangkan
cara pengembaliannya. Mampukah mengembalikan
dengan baik ?
Persoalannya, ternyata bukan hanya mampu
mengembalikan. Bila hanya mampu, mungkin
banyak yang mampu. Tapi, apakah hutang yang
dilakukan itu benar-benar perlu ? Jika tidak perlu,
batalkan saja. Sehingga dapat hidup dengan
optimalisasi modal yang tersedia untuk mengawali
kesuksesan, tanpa hutang.
Hemat pangkal kaya, begitu peribahasa lama yang
dipahami banyak orang itu benar adanya. Sebab
hemat, bukan pelit akan mengawali sikap menjadi
orang kaya. Ia akan menggunakan uang secara
cermat. Pengeluaran hanya akan dilakukan bila
benar-benar diperlukan. Artinya, harus menjauhkan
bentuk kemubaziran atau berlebihan. Sehingga
mencerminkan pola hidup sederhana, walau
mempunyai uang. Apalagi tidak punya uang. Jadi
agar tidak terlilit hutang, ada baiknya hidup hemat
dan bersahaja.
Bukan zamannya lagi hidup bermahzab“ yang
penting nyohor, walau tekor”. Hidup berpenampilan
wah, glamor dan berbiaya mahal. Tak ada uang,
rela berhutang untuk sebuah penampilan. Pola
hidup seperti ini yang menyebabkan orang akan
berhutang dan akhirnya terlilit hutang.
Selain berikhtiar agar tidak terlilit hutang, ada
baiknya melakukan penguatan sikap hidup sembari
berdoa bebas lilitan hutang, artinya: Ya Allah aku
berlindung kepadaMu dari rasa sedih dan gelisah,
malas dan lemah, pengecut dan pelit, terlilit hutang
dan penindasan orang dzalim.
Untuk Apa Hutang ? Oleh: Prawito
Anak-anak Yunani terlantar, banyak ibu-ibu meninggalkan anak-anaknya di panti
asuhan. Bahkan seorang ibu, tega meninggalkan Natasha, bocah dua tahun di
rumah panti asuhan Antonius begitu saja. Di Athena, seorang guru TK, harus
menjadi‘ibu baru’bagi Anna, berusia empat tahun yang ditinggal ibunya, hanya
berbekal sepucuk surat bertuliskan“ Saya tak akan menjemput Anna lagi hari ini,
karena tidak mampu merawatnya. Tolong jaga Dia baik-baik. Maaf”.
71EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 71
Mediakom34

More Related Content

PDF
Mediakom36
PDF
Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 6, Tahun 2014
PDF
Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 1, Tahun 2014,
PDF
Mediakom 44
PPTX
Rekam jejak pdbk sulbar
PDF
Mediakom 42
PDF
Man it pkm pabuaran kel 7 tk 2 b d3 kep
DOCX
Makalah MAN IT
Mediakom36
Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 6, Tahun 2014
Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 1, Tahun 2014,
Mediakom 44
Rekam jejak pdbk sulbar
Mediakom 42
Man it pkm pabuaran kel 7 tk 2 b d3 kep
Makalah MAN IT

What's hot (10)

PDF
Mediakom 41
DOC
Skrip naskah talk show asi 2016
PDF
Makalah man it kel.9 lembursitu
PDF
Mediakom35
PDF
Mediakom 43
DOCX
Makalah man it
PDF
E-magazine yatm mandiri maret 2017
PDF
Majalah Yatim Mandiri Maret 2017
PDF
Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 2, Tahun 2014,
PDF
Makalah kelompok 1(1)
Mediakom 41
Skrip naskah talk show asi 2016
Makalah man it kel.9 lembursitu
Mediakom35
Mediakom 43
Makalah man it
E-magazine yatm mandiri maret 2017
Majalah Yatim Mandiri Maret 2017
Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 2, Tahun 2014,
Makalah kelompok 1(1)
Ad

More from ppidkemenkes (20)

PDF
Info kita_juli
PDF
Info Kita Juni 2013
PDF
Info Kita Mei 2013
PDF
Laporan Kinerja kementerian kesehatan 2011
PDF
Laporan kinerja Kementerian Kesehatan 2012
PDF
Pmk no. 26 ttg pekerjaan dan praktik tenaga gizi
PDF
Pmk no. 21 ttg penanggulangan hiv dan aids
PDF
Pmk no. 2 ttg klb keracunan pangan
PDF
Pmk no. 23 ttg pekerjaan da praktik okupasi terapis
PDF
Pmk no. 22 ttg pekerjaan dan praktik ortotis prostetis
PDF
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
PDF
Info Kita Online Maret
PDF
Mediakom39
PDF
Mediakom38
PDF
Mediakom37
PDF
Mediakom40
PDF
Mediakom 32
PDF
Mediakom 33
PDF
Mediakom 31
PDF
Mediakom 30 2011
Info kita_juli
Info Kita Juni 2013
Info Kita Mei 2013
Laporan Kinerja kementerian kesehatan 2011
Laporan kinerja Kementerian Kesehatan 2012
Pmk no. 26 ttg pekerjaan dan praktik tenaga gizi
Pmk no. 21 ttg penanggulangan hiv dan aids
Pmk no. 2 ttg klb keracunan pangan
Pmk no. 23 ttg pekerjaan da praktik okupasi terapis
Pmk no. 22 ttg pekerjaan dan praktik ortotis prostetis
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
Info Kita Online Maret
Mediakom39
Mediakom38
Mediakom37
Mediakom40
Mediakom 32
Mediakom 33
Mediakom 31
Mediakom 30 2011
Ad

Mediakom34

  • 1. Jampersal Turunkan Kematian Ibu dan Anak Kinerja Kemenkes 2011 Kembangkan Kreativitas si Kecil Mediakom Raih Silver Winner The Best Government Inhouse Magazine InMa 2012 Kalimantan Tengah: Memenuhi Hak Sehat di BelantaraTropis MEDIAKOM Kementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua ISSN1978-3523 EDISI34IFEBRUARII2012
  • 3. ETALASE SUSUNAN REDAKSI PENANGGUNG JAWAB: drg. Murti Utami, MPh, I REDAKTUR: Dra. hikmandari A, M.Ed, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS I EDITOR/PENYUNTING Mulyadi, SKM, M.Kes, Busroni S.iP, Prawito, SKM, MM, M.rijadi, SKM, MSc.Ph, Mety Setyowati, SKM, Aji Muhawarman, St, resti Kiantini, SKM, M.Kes I DESAIN GRAFIS dan FOTOGRAFER: Drg. Anitasari S.M, Dewi indah Sari, SE, MM, Giri inayah, S.Sos, Sumardiono, SE, Sri Wahyuni, S.Sos, MM, Wayang MasJendra,S.Sn,Lu’ay,S.Sos,DodiSukmana,S.i.KomISEKRETARIAT:WaspodoPurwanto,Endang retnowaty, drg. ria Purwanti, M.Kes, Dwi handriyani, S.Sos, Dessyana Fa’as, SE, Sekar indrawati, S.Sos, Awallokita Mayangsari, SKM, Delta Fitriana, SE, iriyadi, Zahrudin. IALAMAt REDAKSI: Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Kesehatan ri Blok A, ruang 109, JL. hr. rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950 I TELEPON: 021-5201590; 021-52907416-9 I FAKS: 021-5223002; 021-52960661 I EMAIL: info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id I CALL CENTER: 021-500567 REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL kontak@depkes.go.id ampersal. Program Kemenkes untuk menurunkan Angka Kematian ibu (AKi) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga  dapat mempercepat capaian taget  Millenium Development Goals (MDGs). Jampersal menjamin  pembiayaan pemeriksaaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan. Memang, sebagai program baru, masih perlu penyempurnaan, tapi masyarakat sudah sangat merasakan manfaatnya. terbukti, rumah sakit daerah dan pusat penuh rujukan Jampersal. Apalagi, rumah sakit tidak boleh menolak, wajar sampai menggunakan lorong-lorong rumah sakit untuk pelayanan Jampersal, sering disebut‘lorong Jampersal’.  Bila kelak sistem rujukan sudah berjalan dengan baik, insya Allah peserta Jampersal akan mendapat pelayanan yang lebih baik. tak ada lagi lorong Jampersal. nah, bagaimana pelaksanaan Jampersal dan apa saja masukan sebagai penyempurnaan untuk masa yang  akan datang, kami angkat dalam rubrik Media  Utama. Selain itu, bagaimana Kinerja  Kemenkes tahun 2011, sebagai upaya  mewujudkan Masyarakat  Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan, kami angkat dalam rubrik Laporan Khusus. Mediakom juga mengetengahkan berbagai informasi penting dalam kemasan ringan yang mudah dicerna, termasuk wawancara eksklusif dengan  Menteri Kesehatan dr. Endang rahayu Sedyaningsih, MPh, Dr.Ph, dalam rubrik Potret. Masih ada tema lain, di antaranya  rumah Sakit tambah Kapasitas ruang Kelas 3, Anugerah Parahita Ekapraya untuk Menkes, dan  Liputan khas dari daerah Kalimantan timur dan Kalimantan tengah dengan adonan renyah  dan enak dibaca. rasa gembira atas penghargaan Cover  Mediakom edisi 31 dan 33 berupa Silver Winner The Best Government Inhouse Magazine InMA 2012 pada  ajang bergengsi yang diadakan Serikat Perusahaan Pers (SPS) dalam rangkaian hari Pers nasional di Jambi awal Februari. Adapun  kriteria yang dipertandingkan  berupa  karya kreatif sampul muka majalah (cover). rasa gembira tersebut mendorong kami untuk menjadikan majalah ini lebih baik lagi dengan melakukan perbaikan tata letak dan perwajahan cover Mediakom untuk 7 edisi 2012. Yang jelas, prestasi ini terus memacu kreativitas  penulis, redaksi,  maupun desainer untuk mendapat gold pada tahun depan. insya Allah.  tak lupa  kami mengucapkan berterima kasih kepada para pembaca yang terus memberi masukan untuk perubahan yang lebih baik, bahkan telah mengapresiasi dengan predikat sangat menarik dan menarik pada survei  internal Mediakom akhir 2011 yang lalu. Selamat menikmati. ∞ Redaksi lorong Jampersal drg. Murti Utami, MPH Jampersal Turunkan Kematian Ibu dan Anak Kinerja Kemenkes 2011 Kembangkan Kreativitas si Kecil Membuat Iklan Kesehatan yang Sehat dan Tidak Menyesatkan Melongok Pelayanan Kesehatan di Kaltim, Kurangnya Tenaga Kesehatan di Daerah Perbatasan MEDIAKOM Kementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua ISSN1978-3523 EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 3
  • 4. MENELISIKPELAYANAN JAMPERSAL 16 07 10 34 Setelah Sehat Pasti Cantik Kemenkes Raih Penghargaan Anugerah Pahita Ekapraya Potret Pelayanan Kesehatan di Kaltim Laporan Khusus KINERJA DUA TAHUN KEMENKES 44 EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM4
  • 5. INFO SEHAT 4 Trik Tetap oke Selama Bekerja Merawat Kesehatan Kulit dengan Buah Setelah Sehat Pasti Cantik Kembangkan Kreativitas si Kecil STOP PRESS Gerakan Pramuka Mitra untuk Membangun Bidang Kesehatan Kemenkes Usung 10 Program Prioritas Tahun 2012 Kemenkes Raih Penghargaan Anugerah Pahita Eka Praya Menkes Instruksikan Rumah Sakit Tambah Kapasitas Kelas III Wamenkes Resmikan Desa Stop Bab Sembarangan Jabar Terapkan Ktp Berasuransi MEDIA UTAMA Angka Kematian Ibu di Indonesia: lampu Merah di lima Provinsi Menelisik Pelayanan Jampersal Jampersal di Mata Tenaga Bidan Bersalin di Puskesmas Mergangsang RSUD Bantul Menyambut Program Jampersal Dr. Sarminto; M.Kes: Jampersal Sebaiknya Dibatasi Drg. Maya Sintowati Pandji, MM: Menjadikan Puskesmas Pilihan Utama Jampersal di Jawa Barat Prawito: Nasionalisme Jampersal? DAFTAR ISI 6 31 32 34 38 42 67 58 68 69 70 71 7 8 9 10 10 11 12 14 15 16 18 20 22 24 26 28 30 RAGAM Satu lagi Korban Flu Burung Meninggal Tetap Waspada Meski Kasus Flu Burung Menurun Kemenkes Siapkan Rumah Sakit Tangani Kasus Flu Burung DAERAH Potret Pelayanan Kesehatan di Kaltim POTRET Menkes Dr Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr, PH: Kita Harus Bekerja dengan Bersih KOLOM Menuju Iklan Kesehatan yang Sehat dan Tidak Menyesatkan Keterbukaan Informasi Publik LIPUTAN DAERAH Kalimantan Tengah: Memenuhi Hak Sehat di Belantara Tropis INFO Mediakom Raih Silver Winer The Best Government Inhouse Magazine Inma 2011 Media Kuis LENTERA Pengendalian Diri Kembali Untuk Apa Hutang? EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 5
  • 6. INFO SEHAT ADA BAiKnYA bila kebiasaan yang kurang baik tersebut di atas ditinggalkan sehingga tidak menganggu kesehatan yang pada akhirnya tidak menutup kemungkinan justru akan menganggu aktivitas dalam bekerja. Di bawah ini ada beberapa tips agar kita bisa melakukan aktivitas bekerja sebagai kegiatan yang menyehatkan: Berolahraga Berolahraga merupakan salah satu cara untuk membuat tubuh lebih santai dan tidak stres. Carilah lokasi latihan gym terdekat dengan kantor Anda. Cari pula waktu yang tepat untuk bisa berolahraga di waktu senggang jam kantor, seperti pagi, siang, atau sore hari. Trik Tetap Oke Selama Bekerja Hindari Stres Stres bisa berasal dari mana saja. Misal, Anda mendapat tekanan dari atasan atau kesibukan saat rapat. Selain mempengaruhi produktivitas Anda, stres juga bisa menyebabkan keletihan fisik. Maka cobalah untuk bersikap tenang dan lawan stres tersebut. Jauhi Meja Kerja Sebuah hasil penelitian mengungkapkan bahwa terus- menerus berada di meja Anda tidak hanya menyebabkan stress, tetapi juga berakibat kepada kematian. Usahakan untuk beranjak sebentar dari meja kerja, baik itu hanya untuk sekadar berolahraga ringan atau berjalan-jalan berkeliling kantor. Simpan Cemilan Sehat Jaga energi Anda agar tetap fit selama jam bekerja. Dengan begitu, perhatian pun tetap fokus sehingga tidak melirik ke cemilan yang tidak sehat yang ada di sekitar kantor Anda. namun jika ingin tetap ngemil, simpan cemilan sehat dengan banyak kandungan protein dan karbohidrat. ∞ (yn) Bagaimana Anda melakukan aktivitas di kantor? iya, duduk di kursi dan mata tak lepas dari layar komputer, merupakan potret aktivitas sehari- hari di kantor. Stres pun bisa menyambangi ketika pekerjaan tengah menumpuk dan harus segera dituntaskan. Bila sudah begitu, makan --termasuk cemilan-- dan merokok menjadi pelarian. Kondisi ini tentunya kurang bagus bagi kesehatan. Apalagi ditambah dengan jarangnya melakukan olahraga. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM6
  • 7. Merawat Kesehatan Kulit dengan Buah Setelah Sehat Pasti Cantik Pisang Pisang merupakan sumber zat besi, magnesium, dan kalium. Pisang kaya akan vitamin A, B, dan E sehingga berfungsi sebagai agen anti penuaan. Pisang tumbuk yang dioleskan di wajah bisa melakukan‘keajaiban’ bagi kulit Anda. Kulit pisang juga bisa memberikan efek terhadap kesehatan kulit. Lemon Lemon  mengandung vitamin C, baik untuk kesehatan kulit. Segelas air hangat dengan satu sendok madu dan sedikit jus lemon bisa memberikan efek yang bagus pada kulit. Lemon dapat digunakan untuk mencerahkan warna kulit. Lemon juga bisa mengurangi bekas jerawat. Gosok bagian dalam kulit lemon untuk menghilangkan bintik-bintik gelap. Campuran lemon dan madu baik digunakan untuk pemutih alami pada wajah. Jeruk Jeruk kaya akan vitamin C yang meningkatkan tekstur kulit. Seperti apel, jeruk juga mengandung kolagen yang memperlambat proses penuaan kulit. Gosok bagian dalam jeruk pada kulit untuk mengencangkan wajah. Jeruk dapat dikeringkan dan ditumbuk untuk digunakan sebagai scrub alami. Jeruk juga berfungsi untuk menyamarkan noda wajah. Apel Apel memiliki manfaat yang tak terbantahkan. Apel mengandung zat antioksidan yang berfungsi mencegah kerusakan sel dan jaringan. Studi yang dilakukan oleh ahli gizi telah menunjukkan bahwa apel banyak mengandung lastin dan kolagen yang membantu menjaga kulit awet muda. Campuran apel tumbuk, madu, air mawar dan oatmeal sebagai masker dapat mengelupas sel-sel kulit mati pada wajah. Pepaya Pepaya kaya akan antioksidan dan mengandung enzim khusus yang disebut papain. Papain dapat membunuh sel-sel kulit mati dan mengangkat kotoran wajah. Minum segelas susu pepaya atau menempelkan daging buah pepaya ke wajah membuah kulit makin sehat. Mangga Buah lembut ini memiliki efek luar biasa pada kulit. Kaya vitamin A dan kaya antioksidan berfungsi melawan penyebab penuaan kulit. Mangga juga berfungsi meregenerasi kulit dan mengembalikan elastisitas kulit. ∞ (yn) Buah sebagai obat terbaik sudah menjadi fakta yang terpercaya. Makan buah atau minum segelas jus setiap hari bisa membuat kita tetap sehat. Lebih dari itu, buah juga bagus bagi kesehatan kulit. Berikut ini, beberapa jenis buah yang baik bagi kesehatan kulit: Penampilan bagi sebagian besar perempuan adalah harga mati. Artinya, tampil menarik menjadi keharusan. Bila saat ini, Anda tengah bertransformasi untuk mengubah penampilan Anda agar terlihat oke, ada baiknya Anda lebih dahulu benahi gaya hidup dengan cara hidup sehat. Apa hubungannya? Kaum hawa harus paham bahwa kecantikan dan kesehatan adalah satu paket. Keduanya akan berjalan seiring sejalan. Berikut tips sehat nan cantik: Makanan Sehat Untuk mengawali gaya hidup sehat, awali dengan memilih mengkonsumsi makanan sehat dengan memperbanyak porsi sayur dan buah, banyak minum air putih, mengurangi makanan berlemak dan berkolesterol tinggi. Prinsipnya sederhana,“Apa yang kamu makan menentukan kesehatanmu“. Olahraga Gaya hidup sehat tak bisa lepas dari olahraga. Maka, perbanyaklah olahraga seperti jalan, di sela-sela bekerja usahakan banyak berjalan, dan olah raga bisa di kursi saat di bekerjaTidak ada alasan untuk tidak berolahraga mengingat olahraga bisa dilakukan di mana saja. Berpikir Positif Hal lain yang perlu di atasi adalah stres. Dampak stres sangat buruk bagi kesehatan, kurang tidur mengakibatkan kondisi melemah dan tidak fit. Hindari stres dengan berpikir positif, sabar dan tawakal. Segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya. MerawatTubuh Tak hanya berolahraga, perawatan secara menyeluruh terhadap tubuh juga perlu dilakukan. Hal ini bisa dilakukan di rumah atau mendatangi tempat-tempat yang sudah dijamin kredibilitasnya. Cek Kesehatan Secara Rutin Ada baiknya, selain perawatan tubuh, Anda juga bisa melakukan pengecekan kesehatan. Meski cantik, namun tak sehat, akan berpengaruh pada penampilan juga. Untuk itu, agendakan secara rutin setiap enam bulan sekali untuk melakukan general check up. Dengan begitu Anda akan cantik luar dalam. ∞ (yn) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 7
  • 8. MEnJADi KEWAJiBAn orangtua untuk memfasilitasi dan mengembangkan kreativitas si kecil. Sebagaimana diketahui ciri anak kreatif adalah spontan, rasa ingin tahu, lancar berpikir, detail oriented, dan orisinalitas ide. Berikut adalah hal- hal yang perlu dipahami orangtua dalam memfasilitasi sekaligus mendorong kemampuan yang dimiliki si kecil sehingga kreativitas si kecil terus berkembang: Tidak Menuntut Keinginan Sosok orangtua yang baik bukanlah yang menuntut segala sesuatu sesuai dengan keinginannya. Contoh: menginginkan si kecil menjadi ahli musik sedangkan bakat si kecil lebih suka menggambar yang menjurus kepada seni rupa. Bila orangtua memaksakan keinginannya, hal ini tidak akan berhasil mengingat adanya ketidakcocokan minat. Sebagai orangtua, harus dapat menerima kelebihan dan kekurangan si kecil. Lebih dari itu, orangtua harus dapat memotivasi sekaligus mensugesti bahwa si kecil mampu melakukan kegiatan yang terkait minatnya. Anak Adalah Unik Seringkali orangtua membandingkan si kecil dengan anak lain, seolah-olah selalu saja ada kekurangan si kecil. Padahal, setiap anak adalah unik dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dari sisi anak pun, sebagai individu sama halnya dengan orang dewasa, tidak suka dibandingkan dengan orang lain. Alhasil, sikap bijak orang tua diperlukan untuk INFO SEHAT Sejatinya, semua anak adalah kreatif. Untuk itu, mereka selalu ingin tahu segala sesuatu yang bersifat baru mulai dariapayangmerekalihat,dengar,hinggaapayangmereka rasakan. hanya saja, kreativitas setiap anak berbeda. Pembedanya adalah adanya pembatasan dari lingkungan dan rasa antusiasme si kecil yang bervariasi. Di sinilah, orangtua berkewajiban untuk mengetahui, mengenal, dan menggali bakat dan minat si kecil sejak dini. hal ini bukan pekerjaan yang sulit mengingat kemampuan-kemampuan yang menonjol dari si kecil akan terlihat dengan sendirinya secara jelas. Kembangkan Kreativitas si Kecil memahami keunikan setiap anak. Kreativitas Multidimensi Wujud kreativitas si kecil bisa saja berbeda-beda. Contoh, setiap pulang dari sekolah, ia mendapatkan hal baru yang ia sukai, maka akan langsung dipamerkan kepada orangtuanya di rumah. Sebaliknya, jika kreativitas tersebut tidak ia sukai dan tidak ada sedikitpun perhatiannya, dengan dipaksapun akan sulit dikembangkan. Contoh: si kecil mendapat cara-cara cepat dalam menyelesaikan pelajaran matematika. Praktis, ia akan memamerkan hal tersebut kepada orangtuanya. Sebaliknya ia tidak akan melakukan hal serupa ketika mendapatkan pelajaran seni tari yang tidak ia sukai. Pendeknya, kreativitas itu mulitidimensional, dan setiap anak memiliki dimensi kreatifnya sendiri-sendiri. Memberi Contoh Kita harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap apa yang tengah dikerjakan oleh anak-anak kita. Misalnya dengan ikut melakukan aktivitas bersama anak dan memperkenalkan hal baru serta gagasan-gagasan yang berhubungan dengan aktifitas tersebut. Kesempatan tersebut dapat digunakan untuk memberitahu cara yang baik untuk melakukan aktivitas tersebut, resiko, serta keuntungannya. Selanjutnya, biarkan si kecil berfikir tentang hobi barunya itu. Yang perlu orangtua lakukan adalah memberikan waktu, tempat, kemudahan, dan bahan-bahan agar si kecil semakin kreatif. Lakukan dengan Santai Acapkali orangtua lebih menyukai melihat langsung hasil jadi dari kreativitas anak dan melupakan proses belajar mencapai tujuannya. Padahal dalam proses justru akan terlihat jelas bagaimana mereka memecahkan masalah, berusaha, dan menikmati keberhasilan. Untuk itu, sebaiknya orangtua juga memberikan perhatikan kepada proses dengan perspektif si kecil, bukan atas dasar cara pandang seorang dewasa. Sering mengajak anak ke tempat yang menimbulkan kreativitas adalah kegiatan positif. Seperti berkunjung ke Museum Sain dan museum lainnya. Kegiatan bereskperimen juga bisa dilakukan di rumah, seperti membuat baling-baling bamboo, ketapel, tempat pencil dari bahan-bahan bekas pakai. ∞ (yn) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM8
  • 9. STOP PRESS Kementerian Kesehatan berkomitmen mendukung pembinaan dan pengembangan Gerakan Pramuka sesuai yang terkandung dalam nilai-nilai Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka. Hal ini tak lepas dari peran strategis Gerakan Pramuka turut membangun karakter bangsa menuju yang lebih baik termasuk di bidang kesehatan. Dukungan tersebut disampaikan oleh Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH melalui pidato yang dibacakan oleh Wamenkes Prof. Ali Gufron pada acara Pelantikan/ Pengukuhan Pimpinan Satuan Karya Pramuka Bakti Husada (Saka Bakti Husada) Tingkat Nasional Masa Bakti Tahun 2011-2016 di Jakarta, (5/1). Menkes menegaskan bahwa Gerakan Pramuka merupakan salah satu mitra potensial yang telah berperan banyak dalam membantu terlaksananya berbagai program pembangunan termasuk di bidang kesehatan. Masih menurut Menkes, Pramuka baik secara individu sebagai anggota keluarga maupun sebagai kelompok di Gugus Depan dan sekolah berperan besar memberikan kesadaran bagi sesama anggota keluarga, teman, dan masyarakat dengan turut serta menyadarkan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).“Untuk itu, kemitraan Kemenkes dan Gerakan Pramuka perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan di masa depan dalam peranannya membina kaum muda bangsa Indonesia terutama dalam bidang kesehatan,”tandas Menkes. Untuk diketahui, pada tanggal 20 Agustus 2011, Menkes bersama Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka telah menandatangani kesepakatan kerja sama tentang peningkatan kesehatan masyarakat melalui pendidikan kepramukaan. Kerja sama ini memperbaharui ikatan kerja sama yang ditandatangani tahun 1985 lalu. Saka Bakti Husada yang dibentuk 17 Juli 1985, merupakan wadah Pramuka Penegak dan Pandega di bidang kesehatan. Untuk itu, Kemenkes bertanggung jawab membina dan mengembangkannya sesuai perkembangan masalah kesehatan bangsa. Kemenkes melalui Badan PPSDM Kesehatan telah mewujudkan Revitalisasi Gerakan Pramuka yang telah dicanangkan Presiden RI tahun 2006, dengan membentuk Gudep-Gudep berbasis di Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Balai Pelatihan Kesehata (Bapelkes) di seluruh Indonesia. ∞ (Pra) Gerakan Pramuka Mitra untuk Membangun Bidang Kesehatan EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 9
  • 10. STOP PRESS Kementerian Kesehatan menetapkan 10 Program Prioritas di tahun 2012. Urutan paling atas adalah upaya promotif dan preventif yang melibatkan inisiatif masyarakat dan Pemda. BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) merupakan salah satu bentuk upaya tersebut. Pengumuman mengenai 10 Program Prioritas disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat jumpa pers mengenai Evaluasi Kinerja 2011 dan Program Prioritas 2012 Kementerian Kesehatan di Kantor Kemenkes Jakarta, Rabu (4/1). Adapun sembilan Program Prioritas lainnya adalah Pencegahan dan pengendalian penyakit, terutama Penyakit Tidak Menular (PTM); Menuju Universal Coverage (penambahan kelas); Penurunan Angka Kematian Ibu (PONED, PONEK, Jampersal, KB); Upaya Perbaikan Gizi terutama masalah stunting, saintifikasi jamu, kemandirian bahan baku obat; Perencanaan Pembangunan Kesehatan Paralel dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); Reformasi Birokrasi (Tata Manajemen Birokrasi yang Bersih, Akurat, Efektif dan Efisien); Peningkatan Penggunaan Teknologi Informasi di segala Aspek; serta Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) yang akan dikembangkan di provinsi dan kabupaten/kota. ∞ (Pra) Kemenkes Usung Program Prioritasdi Tahun 2012 10 Bertepatan Peringatan ke-83 Hari Ibu, Presiden memberikan Penghargaan Anugerah Ekapraya Parahita Madya kepada sejumlah Kementerian/Lembaga, Provinsi, dan Kabupaten/Kotamadia yang telah berhasil melaksanakan strategi pengarusutamaan gender, melaksanakan program pemberdayaan perempuan, serta perlindungan perempuan dan anak. Salah satu penerimanya adalah Kementerian Kesehatan. Penghargaan diberikan langsung oleh Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono kepada Menkes RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, Kamis (22/12). Secara keseluruhan, Presiden RI memberikan 10 Kementerian/Lembaga, 1 badan, 12 Provinsi, 11 Kabupaten dan 3 Kotamadia. Penerima Prahita Ekapraya antara lain Kementerian PU, Kemendiknas, Bappenas, Kemenhukham, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Riau, Kabupaten Rembang, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Sleman. Selain memberikan apresiasi, pemberian penghargaan juga ditujukan guna meningkatkan kinerja Pemda dalam melaksanakan pengarusutamaan gender, serta mendorong prakarsa aktif dan menumbuhkan komitmen Pemda dalam penyusunan kebijakan yang responsif gender. Adapun tema Peringatan Hari Ibu adalah“Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Membangun Ketahanan Ekonomi Menuju Kesejahteraan Bangsa’. ∞ (Pra) Kemenkes Raih Penghargaan Anugerah Pahita Ekapraya EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM10
  • 11. Di Indonesia, belum semua rumah sakit (RS) memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta Jamkesmas. Dari 1.870 RS, baru 1.080 RS yang menerima peserta Jamkesmas. Ke depannya, semua RS baik pemerintah maupun swasta diharapkan menerima peserta Jamkesmas. Untuk itu, kapasitas kelas III agar ditambah. Demikian dikatakan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di Bandung, (28/12). “Saya minta ada tambahan kelas III, bukan hanya di RS swasta, tetapi RS Menkes Instruksikan Rumah Sakit Tambah Kapasitas Kelas III vertikal dan RS pemerintah daerah. RS swasta harus menambah kelas III dari 10% menjadi 15% atau 20%. Saat ini sedang dalam pembahasan berapa kira-kira bisa disediakan penambahan kelas III ini,”ujar Menkes. Menkes juga berharap agar ada komunikasi antar RS sehingga pasien yang tidak bisa tertampung pada satu RS tidak dibiarkan begitu saja, namun dicarikan RS lain yang masih kosong. Ketersediaan tempat tidur, khususnya kelas III agar dipasang di depan RS.“Seperti di tempat parkir dicantumkan berapa tempat yang masih kosong,”paparnya. Sementara itu di Jabar, menurut Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr, Alma Lucyati, M.Kes., pada awal 2011 dari 224 RS baru 133 RS atau 54,51% yang melayani Jamkesmas. Dengan demikian, tidak semua masyarakat yang membutuhkan perawatan bisa tertampung karena terbatasnya tempat tidur di RS. “Kebutuhan tempat tidur 10.000, sementara yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa RS swasta baru 4.000 tempat tidur. Namun dengan RS swasta membuka diri terhadap pelayanan Jamkesmas ada tambahan 6.000 tempat tidur sehingga ada 10.000 tempat tidur bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal,”papar Kadinkes. Ditambahkan, dari sekitar 43 juta penduduk Jabar, baru 54,3% yang ter- cover jaminan kesehatan. Dari jumlah tersebut 25% dijamin Jamkesmas dan 16% dijamin Jamkesda. Jumlah penduduk yang belum ter-cover jaminan sekitar 44%. “Jabar harus menata sarana. Saat ini ada 1.444 Puskesmas, 147 di antaranya Pukesmas perawatan dengan 20 tempat tidur,”tambah dr. Alma. Sementara itu Sekda Provinsi Jabar, Lex Laksama yang mewakli Gubernur Jabar mengatakan, akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan yang berkualitas masih belum optimal. Penyediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang memadai merupakan respon terhadap dinamika karateristik dan kondisi geografis penduduk Jabar. “Menyadari pentingnya penanganan yang lebih optimal untuk keberhasilan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Jabar, khususnya masyarakat miskin secara simultan harus dilakukan pembenahan sistem pelayanan kesehatan, peningkatan akses masyarakat termasuk masyarakat miskin ke fasilitas kesehatan, penyusunan standar pelayanan medis dan membenahi sistem rujukan di tingkat kabupaten/kota,” tegasnya. Menkes mengapresiasi RS yang telah memberi pelayanan kepada peserta Jamkesmas di Provinsi Jawa Barat dan berterima kasih atas kesediaan RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan bagi peserta Jamkesmas. Dengan demikian, akses pelayanan kepada peserta Jamkesmas lebih merata dan terjangkau. ∞ (Pra) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 11
  • 12. KEMEntEriAn KESEhAtAn meresmikan 7 Desa Open Defecation Free (ODF) – atau lebih dikenal dengan istilah Stop Buang Air Besar (BAB) sembarang. Kegiatan ini merupakan bagian dari pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan yang dikemas dalam Sanitasi total Berbasis Masyarakat (StBM). Ketujuh desa tersebut adalah desa Curuggoong, desa Cisaat (keduanya di Kecamatan Padarincang), desa Kramatwatu, desa Margatani, desa Serdang (ketiganya di Kecamatan Kramatwatu), desa Mekarsari (di Kecamatan Anyer), dan desa Situtarate (di Kecamatan Cikande). Wamenkes Resmikan 7 DESA STOP BABSembarangan Peresmian ODF dilakukan oleh Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc. Ph.D, di Desa Curuggoong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (29/12). turut hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Penyehatan Lingkungan, drh. Wilfried hasiholan Purba, MM, M.Kes, Sekda Provinsi Banten, ir. h. Muhadi, M.SP, Bupati Kabupaten Serang, h.A. taufik nuriman, dan para kepala desa. Sebagaimana diketahui, Sanitasi total Berbasis Masyarakat (StBM) merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan. StBM adalah pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi Peresmian ODF dilakukan oleh Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc. Ph.D, di Desa Curuggoong, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (29/12). turut hadir dalam kegiatan tersebut, Direktur Penyehatan Lingkungan, drh. Wilfried hasiholan Purba, MM, M.Kes, Sekda Provinsi Banten, ir. h. Muhadi, M.SP, Bupati Kabupaten Serang, h.A. taufik nuriman, dan para kepala desa. Sebagaimana diketahui, Sanitasi total Berbasis Masyarakat (StBM) merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan secara keseluruhan. StBM adalah pilihan pendekatan, strategi dan program untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi STOP PRESS EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM12
  • 13. melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. nah, suatu komunitas berada pada kondisi sanitasi total saat masyarakat tidak buang air besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar dan mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.“StBM bukan hanya sebagai pendekatan yang efektif dan efisien, melainkan sebagai strategi dan juga Program nasional untuk mewujudkan masyarakat sehat melalui proses penurunan penyakit berbasis lingkungan yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku sehat,”ujar Wamenkes. Merujuk data riset Kesehatan Dasar (riskesdas), terjadi peningkatan penduduk berperilaku BAB Benar. Pada 2007, persentase penduduk berperilaku BAP Benar sebesar 71,1%, dan pada 2010, persentase penduduk berperilaku BAB Benar mencapai 82,8%. Artinya terjadi peningkatan sebesar 17,7%. Meski demikian, masih ada sebesar 17,2% penduduk yang masih BAB sembarangan dan harus diselesaikan sebelum 2014. Sementara itu, dari sisi penggunaan air untuk keseluruhan keperluan rumah tangga, sebanyak 27,9% menggunakan sumur gali terlindungi sebesar 22,2%, sumur bor/pompa 22,2%, disusul air leding/PAM sebesar 19,5%. Ditinjau dari segi perilaku, untuk kebiasaan cara mencuci tangan dengan benar tahun 2010 sebesar 35%. Artinya terjadi peningkatan 11,8% dibandingkan 2007 yang berada di angka 23,2%. hasil penelitian sarana penampungan limbah, terjadi penurunan. Pada 2010, rumah tangga yang tidak mempunyai sarana penampungan air limbah sebesar 18,9% atau menurun 6% dibandingkan 2007 yang mencapai 24,9%. Selain itu, masih banyak rumah tangga yang membuang limbah rumah tangga ke sungai/ parit/got, yakni sebesar 41,3% dan yang menangani sampahnya dengan cara dibakar mencapai 52,1%. Dijelaskan Wamenkes, terdapat dua jalur upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam membangun sektor air minum dan sanitasi. Yakni Pembangunan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Pamsimas bertujuan meningkatkan jumlah penduduk pedesaan dan pinggiran kota (peri urban) mendapat akses air bersih dan sehat.“Pengalaman selama ini menunjukkan peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi yang tidak disertai perubahan perilaku, terbukti tidak berkelanjutan. Oleh karenanya perlu pendekatan Pamsimas,” ujarnya. Selanjutnya, Wamenkes berharap Pemerintah Daerah berkomitmen kuat dalam mengupayakan dan perluasan pelaksanaan program air minum dan sanitasi dengan menggunakan model pendekatan program Pamsimas. ∞ (Pra) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 13
  • 14. Provinsi Jawa Barat menjadi percontohan pelaksanaan Universal Coverage Insurance melalui KTP Berasuransi Kesehatan. KTP berasuransi yang rencananya diluncurkan 2012 ini, memberikan kemudahan bagi masyarakat berobat di Puskesmas atau Rumah Sakit yang ditunjuk dengan biaya murah. Terobosan Jawa Barat sebagai percontohan pelaksanaan Universal Coverage Insurance, mendapat respon positif dari Menteri Kesehatan RI dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. “Saya memberikan penghargaan pada Pemerintah Provinsi Jabar yang sudah berinisiatif meluncurkan program Universal Coverage Insurance yang pertama di Indonesia,” tutur Endang usai menyaksikan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara RS yang akan menjadi Pemberi Pelayanan Kesehatan Jamkesmas dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, di Bandung (28/12). Harapannya, lanjut Endang, program tersebut dapat disusul provinsi lain. Menurut Menkes, program Universal Coverage Insurance, sejalan dengan gawe Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yakni meng-cover masyarakat yang tidak mampu baik yang memiliki Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang jumlahnya di Jawa Barat mencapai sekitar 15 juta. Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Jabar, dr. Alma Lucyati, M.Kes., menuturkan bahwa tahap awal KTP berasuransi diperuntukaan bagi warga kurang mampu. “Ke depannya secara bertahap, semua orang di Jawa Barat mempunyai KTP berasuransi sehingga mendapatkan jaminan kesehatan.” Hingga awal 2011, tercatat baru 133 RS dari 224 RS atau 54,51% yang melayani Jamkesmas. Dampaknya, tidak semua masyarakat yang membutuhkan perawatan bisa tertampung karena terbatasnya tempat tidur di RS. Saat ini, menurut dr. Alma, kebutuhan tempat tidur sebanyak 10.000. Sejauh ini yang tersedia di RS pemerintah dan beberapa RS swasta baru mencapai 4.000 tempat tidur. Nah, dengan RS swasta membuka diri terhadap pelayanan Jamkesmas, maka terdapat tambahan 6.000 tempat tidur. Total, terdapat 10.000 tempat tidur bagi peserta Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal. Ditambahkan, Kadinkes, dari sekitar 43 juta penduduk Jabar, baru 54,3% ter-cover jaminan kesehatan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25% dijamin Jamkesmas dan 16% dijamin Jamkesda. Jadi, jumlah penduduk yang belum ter-cover jaminan kesehatan sekitar 44%. Sebagai konsekuensinya, maka Jabar harus segera menata sarana prasarana untuk keperluan tersebut. ∞ (Pra) Jabar Terapkan KTP Berasuransi EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM14
  • 15. ingga saat ini tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi. Ini bisa dilihat dari lima provinsi terbesar penyumbang AKI di Indonesia, dengan total angka 5.767 kematian atau 50% dari 11.767 kematian ibu di Indonesia tahun 2010. Lima provinsi secara berturut- turut, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Banten, dan Jawa Timur. Apabila ke lima provinsi tersebut dapat diturunkan angka kematian ibu secara signifikan, maka akan berpengaruh besar terhadap penurunan angka kematian ibu secara nasional. Nah bagaimanakah menurunkan angka kematian ibu itu? Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi, baik program yang terkait langsung maupun yang tidak langsung. Bahkan upaya ini juga dilakukan bekerja sama dengan kementerian/lembaga lain seperti BKKBN, Kemendagri, Kemensos, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan KPA, dan lainnya. Hanya saja, upaya ini masih harus terus ditingkatkan melalui sinkronisasi lintas program dan lintas sektor untuk percepatan capaian penurunan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Sementara data tahun 2007, masih bertengger pada angka 228/100.000 kelahiran hidup. Untuk menurunkan angka tersebut, telah digulirkan program Jaminan Persalinan (Jampersal). Program ini merupakan jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Program ini bertujuan menjamin akses pelayanan persalinan masyarakat oleh tenaga dokter dan bidan. Dengan jaminan ini dapat dipastikan masyarakat lebih aman dan nyaman dalam menjalani persalinan. Hal ini terlihat dengan berbondong- bondongnya ibu hamil mengunjungi rumah sakit untuk melahirkan, seperti yang terjadi di RSUD Bantul Yogyakarta. Guna, mewujudkan persalinan ibu hamil oleh tenaga kesehatan terlatih, Kemenkes telah mendistribukan bidan dan dokter terlatih ke seluruh wilayah Indonesia. Pada 2010, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah 82,2%. Cakupan tersebut, akan ditingkatkan menjadi 90% pada 2015. Selain itu, persalinan juga harus dilakukan di sarana kesehatan. Hanya saja, setiap persalinan oleh tenaga kesehatan, tidak secara otomatis diselenggarakan di sarana kesehatan. Hal ini tercermin dalam hasil riset kesehatan dasar 2010. Untuk mendorong implementasi Jampersal, telah dilakukan sosialisasi pada 8 provinsi yang terindikasi angka kematian ibu tinggi, yakni: Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, NTB, NTT, dan Semarang, pada akhir Desember 2011 yang lalu. Sebagai bukti keseriusan Kemenkes untuk menurunkan AKI, hingga saat ini telah digelontorkan dana APBN tahun 2011 kepada 33 provinsi untuk BOK sebesar Rp 904.555.000.000, Jampersal Rp 922.793.246.000, dan Jamkesmas Dasar Rp 972.921.148.000. Program Jampersal terus bergulir, meski dalam praktek lapangan banyak kekurangan yang mesti dibenahi di sana-sini. Masukan dari rekan-rekan daerah sangat berharga untuk perbaikan. Beberapa tahun ke depan, jika semua program berjalan lancar, dan angka kematian ibu saat melahirkan di lima provinsi tadi bisa ditekan secara berarti, tentu akan menekan angka kematian ibu secara nasional. Pada akhirnya, kita harapkan, tidak ada lagi ibu yang mati karena melahirkan bayi… ∞ (Pra) Angka Kematian Ibu di Indonesia: LampuMerah diLimaProvinsi MEDIA UTAMA EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 15
  • 16. MEDIA UTAMA uswanti (27) duduk di atas tempat tidur ruang rawat persalinan rSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta. Wajahnya tampak sedih. ia baru saja mengalami keguguran anak kedua. Ditemani anggota keluarga, ia sedang menanti penyelesaian administrasi kepulangan pasca melahirkan. “Alhamdulillah, pelayanan di sini baik, walau banyak pasiennya”, kata Kuswanti. Kuswanti sebelumnya melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan. namun karena ia mengalami keguguran, bidan merujuknya ke rumah sakit. Seluruh biaya persalinan gratis. Kok bisa? ternyata, Kuswanti mendapat bantuan dari program Jampersal (Jaminan Persalinan).“Memang, harus sabar menunggu, karena pelayanan kesehatan dengan Jampersal banyak memerlukan surat-surat yang harus dilengkapi,”ujar Kuswanti lirih karena masih menahan rasa sakit. Jampersal adalah program yang diluncurkan Kementerian Kesehatan untuk membantu ibu-ibu yang sedang hamil agar bisa melahirkan dengan selamat. Program ini bertujuan menekan angka kematian ibu (AKi) di indonesia yang pada 2009 tercatat 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Saat ini program Jampersal telah mendorong masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kehamilan di rumah Sakit yang ada di sekitar mereka, terutama di rumah Sakit yang memiliki program Jampersal. Mereka datang atas dasar kesadaran sendiri, bahkan mereka langsung ke rumah Sakit, tanpa rujukan dari Puskesmas.“Kalau sudah seperti ini mekanismenya, kami tidak dapat menolaknya. Masa, ibu mau melahirkan diminta ke Puskesmas,”ujar MENELISIKPELAYANAN JAMPERSAL Program Jampersal sudah bergulir di banyak daerah di Indonesia. Berikut pengalaman RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta, dan Puskesmas Benayang, Pontianak, dalam melayani masyarakat yang mengikuti program Jampersal. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM16
  • 17. Pipin perawat RS Bantul. Menurut Mayani, kepala Puskesmas Benayang, Kota Pontianak, Kalimantan Barat program Jampersal banyak sekali manfaatnya, terutama bagi masyarakat dari kalangan tidak mampu. Kebetulan Puskesmas Benayang saat ini sudah menjadi Puskesmas Poned (Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar), sehingga dengan adanya Jampersal tingkat kunjungan pasien meningkat sampai tiga kali lipat. “Sebelum ada Jampersal tingkat kunjungan pasien paling tinggi sekitar 20-25 persalinan per bulan. Dengan adanya Jampersal kunjungan paling rendah 58 orang. Setiap hari rata-rata kunjungan ibu hamil dua sampai tiga orang,”ujar Mayani. Menurut Mayani, dari segi ekonomi adanya Jampersal banyak membantu masyarakat. “Semua free. Akibatnya banyak persalinan yang tidak pernah ke tenaga kesehatan mau datang ke Puskesmas,”cerita Mayani. Malah, tambah Mayani, ada masyarakat yang sejak hamil tidak pernah diperiksa sama sekali. Dengan adanya Jampersal, mereka mau datang ke Puskesmas untuk diperiksa, Menurut bidan yang Sarjana Kesehatan Masyarakat ini, pengunjung Puskesmas, awalnya memang sudah terbiasa. Tapi, setelah mendapatkan informasi dan manfaat puskesmas kota Pontianak, banyak dari teman-teman dari puskesmas lain atau bidan praktek swasta mengirim ke Puskesmas Benayang, terutama yang punya kasus emergency dasar. Sebab, kalau resti kemungkinan akan mengalami kasus emergency dasar. Nah, bagaimana dengan masalah besaran gaji yang berbeda dengan standar yang ada selama ini? Berikut penuturan bidan Mayani kepada Mediakom: Bagaimana pengalaman Anda melayani program Jampersal? Kalau untuk pelayanan, tidak ada perbedaan, tidak ada perubahan. Kami melayani masyarakat sesuai dengan SOP yang ada, baik itu pelayanan program EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 17
  • 18. Jampersal maupun yang bukan program Jampersal. Sama juga dengan pelayanan kami ketika ada program Jamkesmas. Bagaimana dengan petugas kesehatannya? Alhamdulillah tidak ada masalah. Mereka memiliki komitmen yang tinggi, meskipun memang untuk tingkat kota Pontianak, biaya persalinan Rp 350.000 all in itu rasanya kurang. Namun mereka berupaya dapat memberikan yang terbaik dengan memanfaatkan dana yang ada. Jadi kalau dihitung-hitung, sebelum Jampersal pendapatan lebih besar dibanding setelah ada Jampersal? Kalau di program Jampersal, sesuai dengan petunjuk, memang 75% untuk jasa pelayanan dan 25 % untuk bahan habis pakai. Insya Allah (ini masih wacana) pada 2012 ini Pemkot Pontianak akan menyumbang. Berapa kira-kira? Akan ada tambahan Rp 100.000 atau Rp 200.000. Selama ini dana yang ada dimanfaatkan seefektif mungkin. Sebelum ada Jampersal, berapa biaya persalinannya? Perdanya kurang lebih sekitar Rp 500.000. Rinciannya untuk jasa berapa? Untuk jasa, kalau untuk pertolongan persalinan Rp 100.000, itu belum perawatan, kurang lebih separuhnyalah. Jadi secara umum lebih menguntungkan Perda apa Jampersal? Kalau terhadap program, jelas lebih menguntungkan dengan program Jampersal. Artinya lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Jadi lebih banyak masyarakat yang tertolong. Apa saran Anda untuk perbaikan Jampersal ke depan? Kalau untuk perbaikan Jampersal mungkin yang perlu diperbaiki untuk ATK. Dalam aturannya dijelaskan 75% untuk jasa pelayanan, sementara yang 25% sisanya diatur dengan SK Walikota. Tapi kalau kita lihat, yang 25% itu kecil ya? Mungkin untuk kota Pontianak kalau bisa ditambah, khususnya untuk Jampersal. Jadi kalau misalnya unit cost-nya lebih tinggi, otomatis untuk jasanya lebih tinggi. Kira-kira berapa tambahannya? Kira-kira Rp 500.000. Paling tidak tarif RS kelas 3 atau di bawahnya sedikit. Kemudian yang kedua untuk Juknisnya, mohon bisa dipercepat. Kadang Juknis keluarnya Maret, sementara berlakunya dari Januari. Kalau Juknisnya telat, administrasinya jadi terburu- buru (kejar tayang istilahnya). Pertanggungjawaban pembukuan pun jadi terlambat, walaupun untuk pelayanan kepada masyarakat tetap harus jalan terus. ∞ (Pra) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM18
  • 19. esimpulan tersebut terekam dari hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Komunikasi Publik terhadap 363 bidan di wilayah Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bekasi. Mereka terdistribusi dalam jenis praktek mandiri (55%), mandiri Puskesmas (27%), dan Puskesmas saja 17 %, dengan lama praktek lebih sepuluh tahun (33%), 6-10 tahun (11%), 3-5 tahun (15%), dan kurang dari 3 tahun (41%). Sebagian besar tenaga bidan juga sepakat, Jampersal memberikan kemudahan bagi calon ibu yang akan melahirkan. Hanya saja, belum dapat memberikan kemudahan bagi praktek para bidan. Terdapat 54,3 % responden tidak setuju, Jampersal memberi kemudahan bagi praktek bidan. Hal ini mungkin, disebabkan belum lancarnya proses pencairan dana setelah memberikan pertolongan persalinan. Berkaitan dengan sasaran Jampersal, sebagian besar bidan setuju hanya untuk keluarga miskin dan berkeberatan bila mencakup juga keluarga berkecukupan secara ekonomi. “Rasanya kurang sreg, bila melayani pasien persalinan orang kaya menggunakan Jampersal, apalagi banyak permintaan. Tapi, kalau keluarga miskin masih bisa diterima, hitung- hitung sedekah,”ujar bidan Ina di Bekasi. Sebagian besar bidan (80%), setuju program Jampersal akan mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Mereka juga setuju, bahwa program Jampersal akan dapat dilaksanakan baik di kota maupun di desa. Mereka juga sependapat, Jampersal dapat memberi rasa aman kepada ibu yang melahirkan, karena ditangani oleh tenaga kesehatan. Dengan asumsi tersebut, program Jampersal akan mendapat dukungan dari tenaga kesehatan, khususnya bidan. Walau ada sebagian tenaga bidan yang tidak setuju, apalagi Jampersal harus digunakan semua ibu di Indonesia. Menurut bidan yang tidak setuju ini, seharusnya Jampersal khusus untuk para ibu yang tidak mampu. Sedangkan mereka yang mampu tidak perlu mendapat jaminan Jampersal. Sebab, mereka dapat membiayai sendiri sesuai dengan sarana kesehatan yang diinginkan. Terkait kesan bidan terhadap Jampersal, mereka sebagian besar menyebutnya“bagus”untuk menekan AKI dan AKB, cocok untuk ibu yang kurang mampu. Hanya saja kebijakan Jampersal masih perlu sosialisasi lebih luas dan pelaksanaan belum berjalan secara mulus. Terutama kendala pada prosedur pelaksanaan dan pengajuan klaim yang sulit, masih banyak prosedur yang belum pasti, sehingga masih ada kendala psikologis untuk menangani pasien yang menggunakan fasilitas Jampersal. Kesan lain, resiko bidan terlalu besar, sementara kompensasi dianggap kecil. Untuk itu, mereka berharap, tahun berikutnya dapat memberi imbalan yang layak sesuai dengan kekuatan ekonomi setiap provinsi, infrastruktur, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan tenaga medis, khususnya bidan. Namun demikian, masih ditemukan 44,9% responden tidak menyarankan pasien mengikuti program Jampersal dan 54,9% responden menyatakan tidak mendorong pasien mengikuti program Jampersal. Untuk hal ini, masih memerlukan pendekatan khusus kepada organisasi IBI dan bidan, sehingga kelak dapat mendukung program Jampersal sepenuh hati. Di samping meningkatkan sosialisasi dan nominal biaya pelayanan Jampersal. Khusus sosialisasi memerlukan pendekatan komunikatif, bukan medis seperti mencetak brosur, leaflet, flyer, booklet yang berbeda target sasaran. Untuk kemasan sesuaikan dengan target sasaran, seperti untuk ibu yang mampu dan kurang mampu. Skenario pesan sebaiknya berjenjang, serial, dan berkesinambungan. Sedangkan target sosialisasi meliputi tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat luas. ∞ (Pra) Jampersal di Mata Tenaga Bidan Program Jampersal jelas lebih menguntungkan, apalagi bagi keluarga miskin. Lebih banyak publik yang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Banyak masyarakat yang tertolong, termasuk pencatatan dan pelaporan lebih banyak.“Sasaranya lebih luas,”kata bidan Mayani, SKM di Puskesmas Benayang, Pontianak. Ternyata, Mayani tidak sendirian, tapi juga disetujui sebagian besar tenaga bidan lainnya. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 19
  • 20. B ersalin yang nyaman, sangat ditentukan oleh keterampilan tenaga kesehatan yang ada. Selain itu, dipengaruhi juga oleh ketersediaan peralatan bersalinnya. Puskesmas Mergangsang, Bantul, Yogyakarta, salah satu tempat favorit masyarakat Bantul, sebagai tempat bersalin. Selain tidak bayar, juga ada tenaga kesehatan yang profesional. Ketika program Jaminan Persalinan (Jampersal) mulai digulirkan, memang banyak kebingungan di RS ini. Namun, untunglah hal itu hanya berlangsung enam bulan. Sekarang, untuk pelayanan pasien, secara teknis medis sudah tidak ada kendala. Tenaga dokter residen obgyn sudah siap melayani, walaupun dari segi analisis kebutuhan tenaga bidan masih kurang, karena baru ada 9 orang, sementara kebutuhannya 13 orang. “Sekalipun demikian, kami tetap mampu memberi pelayanan dengan baik,”kata Puji Astuti, salah satu bidan yang bekerja di Puskesmas Mergangsang Menurut bidan Astuti, tugas bidan memang merangkap-rangkap. Mulai dari teknis menis, merujuk dan mengantar pasien, serta urusan administrasi. Termasuk mengurus kasus“ sosial”. Cerita bidan Astuti, pernah ada pasien beranak tiga. Karena pasien ini akan melahirkan, maka kami mengurus ibunya yang mau melahirkan dan juga merawat ketiga anaknya. Kebetulan si pasien tidak memiliki saudara, sementara suaminya sudah lama meninggal dunia. Menanggapi soal biaya, menurut bidan Astuti memang masih nyomplang (tidak seimbang), antara Peraturan Daerah dan Jampersal. Kalau merujuk Perda, setempat biaya persalinan Rp 568.000 termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB). Sementara biaya Jampersal hanya Rp 350.000 termasuk pelayanan KB.“Bagi kami tidak ada masalah, walau nilai biaya Jampersal lebih rendah dibanding Perda. Sebab, tidak berpengaruh langsung kepada petugas kesehatan, karena mereka menerima gaji. Kami bergaji untuk melayani siapa saja, baik pasien Jampersal, Jamkesmas, Askes, Astek, maupun umum”, ujar Astuti. Namun, menurut Astuti, sekalipun biaya persalinan berdasarkan Perda lebih besar, kami harus menyetor seluruhnya ke Pemerintah Daerah, baru turun untuk operasional puskesmas, setelah pengajuan pendanaan disetujui. Ketika program Jampersal mulai berjalan, bulan Juli 2011, kunjungan pasien mulai menurun. Hanya separo dari total persalinan yang dilakukan di Puskesmas, sisanya dirujuk ke rumah sakit. Karena semua Puskesmas merujuk, maka rumah sakit menjadi penuh, bahkan sampai menggunakan lorong-lorong rumah sakit untuk perawatan. Apalagi, Puskesmas juga tidak boleh melayani persalinan dengan penyulit, kecuali persalinan normal. Akibatnya, ada pasien yang benar-benar membutuhkan perawatan tidak mendapat tempat. Bidan Astuti menyayangkan hal ini bisa terjadi. Menurut bidan senior ini, walau secara logika, khusus Puskesmas Poned dan mempunyai residen obgyn seperti Puskesmas Mergangsang dapat melakukan persalinan seperti pasien pecah ketuban, tapi karena aturannya tidak membolehkan, ya tetap tidak boleh. “Kami harus tetap mengikuti aturan,”ujar bidan senior ini. Tentu ini dapat menjadi masukan untuk menetapkan kebijakan berikutnya. Puskemas Mergangsang, setiap hari rata-rata melayani tiga pasien kontrol kehamilan dan dua melahirkan. Total satu bulan mampu melayani 60-80 pasien Jampersal. Dengan 9 tenaga bidan, masih dapat menjalankan pelayanan teknis medis dengan baik. Hanya saja untuk urusan administrasi seperti verifikasi data pasien untuk dokumen laporan klaim biaya persalinan sering mundur, karena tidak ada tenaga administrasi khusus. Menurut Astuti, segala tindakan yang berurusan dengan nyawa ibu hamil dan bayinya sekaligus harus mendapat perhatian lebih, terutama biaya nominal persalinannya.“Untuk kami sebagai PNS memang tidak berpengaruh, karena uang bukan untuk pelaksana. Tapi untuk bidan praktek swasta dan rumah sakit swasta akan sangat berpengaruh,”ujar Astuti. Saat ini, ada 10 persen dari pasien Jampersal yang tidak mengikuti program KB. Hal ini disebabkan karena faktor medis dan sedikit karena yang bersangkutan belum menerima program KB. Untuk kasus terakhir ini, bidan memang telah menjelaskan secara pelan-pelan.“Tapi pasien mau ber-KB atau tidak bergantung yang bersangkutan,”tambah Astuti. Astuti melihat, secara teori, program Jampersal akan menurunkan Angka Kematian Ibu. Sebab, program ini mengharuskan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur kepada petugas kesehatan sebelum persalinan. Selain itu, pasien tidak dipungut biaya. Sehingga mengurangi kemungkinan terlambat penanganan persalinan oleh tenaga kesehatan. ∞ (Pra) Bersalin di Puskesmas Mergangsang Puskesmas Mergangsang salah satu tempat bersalin favorit di Bantul. Selain tidak bayar, juga dilayani oleh tenaga kesehatan yang profesional. Bagaimana situasi di Puskesmas ini setelah adanya program Jampersal? EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM20
  • 21. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 21
  • 22. RSUD Bantul Menyambut Program Jampersal Setiap hari RSUD Bantul rata-rata melayani 800 pasien rawat jalan. Dengan jumlah pasien yang demikian besar, tak heran bila pada jam kunjungan, rumah sakit terlihat penuh, bahkan kursi tunggu pasien pun tak dapat menampung. Bagaimana rumah sakit ini menyambut program Jampersal? dr. Adung Bambang Hermanto, Wakil Direktur RSUD Bantul (kiri) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM22
  • 23. S ejak bergulirnya program Jaminan Persalinan (Jampersal), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Panembahan Senopati, Bantul, Yogyakarta, telah mempersiapkan diri dengan segala kemampuan yang ada. Mulai dari ruangan, Sumber Daya Manusia, sistem rujukan, sosialisasi teman sejawat, simulasi, mekanisme alur kerja, dan berbagai sarana pendukung lainnya.“Prinsipnya, kami berkeinginan mendukung dan mensukseskan programJampersal,”kata wakil direktur Pelayanan RSUD Bantul dr. Gandung Bambang Hermanto. Menurut dr. Gandung, sejak berlaku program Jampersal, rumah sakit kebanjiran pasien. Pada saat tertentu, bangsal penuh, bahkan sampai ke lorong-lorong. Kamar bayi juga ikut penuh. Pernah ruang perinatal yang berkapasitas 24 bayi, harus menampung 66 bayi. Terpaksa dilakukan, sebab Rumah Sakit tidak boleh menolak pasien. Apalagi yang datang ibu hamil yang akan melahirkan. “Ini merupakan masalah yang belum pernah diprediksi. Apakah sarana kesehatan yang tersedia mampu melayani atau tidak. Sekalipun demikian, semua pasien persalinan kami terima, tidak mungkin menolak dengan alasan apapun. Walau kapasitas tidak menampung, tetap diterima, dengan segala keterbatasan yang ada,”ujar dr. Gandung. Untuk mendukung program Jampersal, RSUD dengan kapasitas 266 kamar tidur ini, memiliki 21 dokter spesialis dalam 4 spesialis besar yakni: bedah, dalam, anak, dan kebidanan dan kandungan. Untuk mendukung pelayanan program Jampersal, RSUD telah menyiapkan 222 perawat dan 30 bidan. Selain melayani program Jampersal, setiap hari rata-rata rumah sakit melayani sekitar 800 pasien rawat jalan. Dengan jumlah pasien yang demikian besar, maka wajar bila pada jam kunjungan, rumah sakit terlihat penuh, bahkan kursi tunggu pasien pun tak dapat menampung, sehingga ada sebagian yang harus berdiri, karena tak memperoleh tempat duduk. Mengapa masyarakat berbondong-bondong menuju rumah sakit, menurut dr. Gandung disebabkan karena sosialisasi pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas masih kurang, Akibatnya masyarakat memilih langsung ke rumah sakit. Di samping sosialisasi, ada kemungkinan pelayanan dasar juga belum siap. Ketidaksiapan itu, bisa jadi karena biaya persalinan yang disediakan Jampersal tergolong kecil (hanya Rp 350.000, padahal di Bantul rata-rata sampai Rp 700.000), sehingga bidan swasta dan pelayanan kesehatan dasar cenderung merujuk ke rumah sakit. “Berdasarkan pengalaman, karena rumah sakit terbatas daya tampungnya, bila pasien datang dengan persalinan normal, mereka kami rujuk kembali ke Puskesmas setempat. Sebab, masyarakat yang datang ke rumah sakit, tidak semua berdasarkan rujukan. Tapi banyak juga yang kehendak sendiri. Alasan mereka bersalin di rumah sakit, karena mereka merasa lebih nyaman dan tenang,”ujar dr. Gandung. Menurut dokter kelahiran Yogyakarta ini, dengan program Jampersal, banyak pelajaran yang bisa diperoleh, di antaranya pembelajaran bagi dokter untuk membuat catatan medis setiap kali setelah pemeriksaan. Juga membuat laporan medical record pasien, sebagai bahan pendukung klaim biaya Jampersal. Sebab, bila tak dilengkapi dokumen medical record, klaim tidak bisa dilakukan. Padahal, sebelumnya, dokter hanya melakukan diagnosa pemeriksaan, selesai. Sementara, menurut Kabid Pengendalian RSUD Bantul, Siti Suryati, SKM, pembelajaran yang tiada henti bernama sosialisasi. Sebab, masih banyak teman sejawat yang harus terus mendapat pemahaman tentang administrasi. Apalagi dengan adanya perubahan Software dari INA DRG menjadi INA_CBG’S. Jadi harus terus belajar. “Pernah, RSUD mengajukan klaim untuk bulan April-Desember 2010, baru bisa cair tahun 2011, tapi untuk bulan November-Desember 2011, akan segera cair. Jadi saat ini keuangan kami surplus,”ujar Siti. Sejak awal, semua proses harus baik, jelas sebab kalau tidak baik, pasti akan mengganggu ketersediaan dokumen. Bila ketersediaan dokumen terhambat, akan mempengaruhi proses klaim. Bila proses klaim terhambat dalam jangka panjang, akan mempengaruhi pencairan dan perputaran keuangan rumah sakit. Berdasarkan Rekap laporan tahun 2011, rumah sakit setiap bulan rata-rata mencairkan Rp 2 miliar untuk program Jamkesmas dan Jampersal. Hingga luncuran ke 5 tahun 2011, sudah dicairkan lebih dari Rp 24 miliar. Di RSUD Bantul, secara keseluruhan, rawat inap didominasi program Jampersal, sedangkan rawat jalan didominasi program Askes, sisanya ditempati masyarakat yang membayar sendiri atau umum. ∞ (Pra) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 23
  • 24. Bagaimana implementasi program Jampersal selama ini? Adanya program Jaminan Persalinan (Jampersal), bagi kami sangat menolong kegiatan dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Untuk daerah Yogyakarta, AKI-nya sudah cukup baik, sementara angka persalinan oleh Nakes, sudah hampir 95 ke atas. Nah, Jampersal ini menolong bagi yang tidak mempunyai jaminan. Namun di lain pihak ada beberapa kendala terutama di tingkat bawah karena Jampersal ini ongkosnya hanya Rp 350.000, sedangkan di Yogja tarif bidan saja sudah Rp 500.000. Ada bidan yang tidak mau menangani. Mereka kemudian merujuk ke RS ataupun ke Puskesmas. Itu yang menjadi kendala kami. Kami berharap biaya yang ditanggung Jampersal ada kenaikan, bukan Rp 350,000 tapi sekitar Rp 500.000. Sama dengan standar yang ada? Iya. Karena ini program baru sosialisasi juga harus terus dilakukan, sehingga sistem rujukan menjadi lebih optimal. Artinya persalinan normal yang seharusnya bisa ditolong di tingkat dasar misalnya Puskesmas rawat inap, tidak perlu langsung ke Rumah Sakit. Apa sebenarnya kendalanya? Pertama, Jampersal program baru. Kedua, mungkin sosialisasi masih kurang pada masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengerti bahwa persalinan normal seharusnya cukup di Puskesmas atau di bidan swasta. Ketiga, untuk yang swasta mungkin tarifnya terlalu rendah. Akhirnya mereka cenderung untuk merujuk saja ke RS, sudah dapat Rp 100.000. Bidan merujuk ke RS atau Puskesmas? Sistem rujukan kurang berlaku, masyarakat cenderung langsung rumah sakit. Kendalanya disebabkan karena belum sosialisasi atau karena memang masyarakat punya keinginan sendiri? Salah satunya sosialisasi masih kurang. Kedua orang boleh memilih, namun sistemnya juga harusnya berjalan. Artinya dia tidak dapat penggantian. Logikanya kalau masyarakat langsung ke RS seharusnya tidak mendapat penggantian biaya. Tapi kenyataanya tidak seperti itu. Tetap saja mendapat penggantian? Iya. Seharusnya, kalau ada rujukan dari Puskesmas baru mendapat penggantian. Ke depan kita butuh adanya suatu Peraturan Gubernur agar sistem rujukan bisa berjalan. Itu yang akan kita susun agar sistem rujukan jalan. Meskipun kita yakin sistem rujukan akan jalan kalau semua masyarakat sudah terasuransi dengan baik. Kalau asuransi berjalan baik, sistem rujukan juga berjalan baik. Kalau Jampersal kan sudah semuanya, untuk orang kaya pun bisa meskipun, filosofinya hanya untuk orang yang tidak mampu. Jadi ada efek samping dengan adanya Jampersal. Ya. Seharusnya untuk Yogja dengan yang AKI dan AKB sudah agak rendah, tidak disamaratakan dengan kebijakan Jampersal. Artinya orang yang mampu tidak dibantu pemerintah. Akibatnya, masyarakat yang dulunya sudah mandiri mau bayar, sekarang kalau anak ke 2 atau ke 3, tidak mau bayar kalau mereka ke RS. Kejadian serupa terjadi juga di Puskesmas. Di Puskesmas Tegal Rejo, Mergangsang, kondisi rawat inapnya sudah bagus. Artinya orang ke situ pun tidak masalah dengan anak ke 2 atau ke 3. Yang menjadi masalah yang dulunya mandiri, sekarang dibayar pemerintah. Seharusnya kebijakan itu untuk di luar Jawa, di daerah yang masih membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik karena pelayanan kesehatannya memang masih kurang. Kalau DIY Nakesnya saat ini sudah 95%, tanpa Jampersal sudah cukup. Sebagai masukan, sebaiknya kebijakan ini dibuat per wilayah. Lalu dengan adanya Jampersal apakah masih ada peran untuk menurunkan AKI dan AKB? Saya tidak tahu persis, tapi evaluasi kami AKB/AKI itu dr. Sarminto, M.Kes: Jampersal Sebaiknya Dibatasi Jaminan Persalinan (Jampersal) --program anyar Kementerian Kesehatan yang sedang bergulir sejak Juli 2011- - sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya pelayanan persalinan. Mulai dari kemudahan akses, penanganan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan biaya ditanggung pemerintah. Sekalipun demikian, masih ada sejumlah kendala yang harus diselesaikan dalam waktu singkat untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu. Menurut dr. Sarminto, M.Kes, kepala Dinas Kesehatan Provinsi DIY, banyak hal yang mesti diperbaiki dari program Jampersal ini, di antaranya menggiatkan sosialisasi tentang program tersebut. “Masyarakat berlomba-lomba ke Rumah Sakit. Padahal mereka sebetulnya bisa dilayani di Puskesmas terlebih dahulu,” kata dr. Sarminto. Kebijakan Jampersal sebaiknya dibuat per wilayah, tambahnya. Berikut penuturannya lebih lanjut:. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM24
  • 25. Yang repot dalam pelaksanaannya. Karena sosialisasinya kurang maksimal, masyarakat mendapat informasi Jampersal untuk semua. Nah, kalau sudah begini, kalau tiba-tiba distop --orang kaya tidak boleh-- bisa jadi masalah. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 25
  • 26. dari 43 sekarang menjadi 49. Ada kenaikan. Saya tidak tahu persis ini dampak Jampersal atau bukan. Memang selama 5 tahun AKB/ AKI kita naik turun antara 40-50. tapi kita tidak bisa menarik kesimpulan apakah ini karena Jampersal atau bukan. Lima tahun terakhir ini pernah 48, sebelumnya pernah juga 36 (2007), 41 (2008), 47 (2009), 43 (2010), dan 49 (2011). Memang menjadi pertanyaan, apakah perubahan tersebut terjadi karena KB yang tidak terkendali. Tidak tahu juga. Kemarin waktu evaluasi ternyata KB tidak berhasil, sehingga banyak bayi yang dilahirkan. Kenyataannya Bantul juga demikian, karena memang di RS jadi pusat rujukan Jampersal. Sehingga RS ini tidak bisa menampung pasien, tapi akhirnya dicukup-cukupi. Di RS Bantul, satu bok standardnya untuk 1 bayi tapi dipakai 2 sampai 3 bayi. Ini karena antusiasnya orang menggunakan Jampersal. Mereka yang sebelumnya mandiri, sekarang berbondong-bondong menggunakan Jampersal. Ini karena Jampersal untuk semua. Untuk semua hanya untuk tahun 2011? Yang repot dalam pelaksanaannya. Karena sosialisasinya kurang maksimal, masyarakat mendapat informasi Jampersal untuk semua. Nah, kalau sudah begini, kalau tiba- tiba distop --orang kaya tidak boleh-- bisa jadi masalah. Memang, untuk membuat kebijakan spesifik bagi setiap provinsi cukup merepotkan. Namun, jika tidak demikian, dalam pelaksanaan di lapangan jadi ikut merepotkan juga. Terkait dengan Jampersal, bagaimana daya dukung sarana kesehatannya? Masyarakat sekarang berbondong- bondong ke pelayanan kesehatan negeri. Kalau dulu mereka sudah mau ke swasta, itu mengurangi. Sekarang kita malah kebanjiran pasien. Kita sudah menyampaikan ke Ikatan Bidan Indonesia agar bersedia menolong. Sebab mereka selama ini bekerja sama dengan Jamkesmas, maka seharusnya mau kerja sama dengan Jampersal juga. Tapi kenyataan di lapangan berbeda. Mereka lebih suka merujuk ke rumah sakit. Nanti bisa ditanyakan ke RS Bantul, bagaimana cakupan RS. Mereka naik 300% – 400% kalau tidak salah. Saya tidak tahu persis kenapa. Saya coba cari penyebabnya, apakah kenaikan itu karena Puskesmas pembantu tidak mau melayani atau dari swasta. Kalau penyebabnya dari swasta, berarti kesalahan kebijakan, yang dulunya sudah mau di swasta, sekarang malah dilempar. Banyak masyarakat yang langsung datang ke rumah sakit, karena sosialisasinya kepada masyarakat Jampersal di rumah sakit gratis. Kemudian belum semua bidan praktek swasta mau ikut PKS (Perjanjian Kerja Sama). Tarif Jampersal lebih rendah, dibanding tarif bidan praktek swasta. Akibatnya banyak bidan tidak mau menerima pasien yang merujuk ke program Jampersal. Ada pos biaya untuk merujuk? Semestinya yang dirujuk itu yang tidak bisa ditangani. Tidak semua dirujuk. Tapi tentu saja tidak mudah. Kalau kita tanya ke Pak Dirjen, beliau akan jawab: itu kesalahan temen-temen Dinas. Mereka sosialisasinya kurang. Bu Sesjen juga pernah mengatakan sosialisasinya kurang bagus. Memang kita salah, seharusnya kalau normal itu jangan dirujuk. Kenyataan di lapangan temen-temen di RS tidak mungkin menolak, kalau sudah mau lahir tidak mungkin ditolak. Nanti bisa jadi masalah, DPR bisa marah-marah. Jadi tidak mudah. Apalagi ini RS Pemda, pasti akan muncul di DPR jika ada masalah. Ya sama-sama karena ini program baru tentu saja masih berproses. Bagi saya program ini sangat membantu. Program Jampersal masih menemui beberapa kendala di lapangan, solusi apa yang sudah dilakukan? Kalau terkait dengan biaya, kita setiap Jumat bertemu dengan profesi IBI (Ikatan Bidan Indonesia) untuk melakukan sosialisasi agar teman-teman bidan tetap mau kerja sama. Kemudian dalam kaitannya dengan rujukan. Ke depan harus mempunyai Pergub atau aturan lainnya yang ada kaitannya dengan sistem rujukan. Antisipasi penumpukan pasien yang dirujuk di RS, salah satu penyelesainya dengan memanfaatkan Puskesmas rawat inap. Berdasarkan evaluasi, Puskesmas rawat inap BOR-nya masih di bawah 50%. Masukan lain? Salah satunya, harga dinaikkan. Kedua, rayonisasi. Pertolongan persalinan normal dengan yang dilayani dengan tenaga kesehatan tinggi, itu kebijakannya berbeda. Sehingga nanti terlihat manfaatnya. Kemudian juga harus dibatasi, jangan untuk semua orang. ∞ (Pra, Desy) Memang kita salah, seharusnya kalau normal itu jangan dirujuk. Kenyataan di lapangan temen-temen di RS tidak mungkin menolak, kalau sudah mau lahir tidak mungkin ditolak. Nanti bisa jadi masalah, DPR bisa marah- marah. Jadi tidak mudah. Apalagi ini RS Pemda, pasti akan muncul di DPR jika ada masalah. Ya sama-sama karena ini program baru tentu saja masih berproses. Bagi saya program ini sangat membantu EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM26
  • 27. Jampersal, sebagai program baru membutuhkan waktu untuk sosialisasi. Jadi wajar, bila masih ada masyarakat yang belum dapat memahami secara benar maksud dari program tersebut. Ada masyarakat yang ingin langsung bersalin ke rumah sakit, padahal dapat dilayani di Puskesmas terdekat. Kondisi seperti ini masih sering terjadi di Kabupaten Bantul. Walau demikian proses sosialiasi tetap harus terus ditingkatkan. Sambil menambah pemahaman masyarakat tetang rujukan, rumah sakit tidak bisa menolak, bila ada pasien yang datang untuk bersalin.“Mereka harus tetap dilayani, tidak elok untuk menolak mereka, apalagi masuk UGD,”ujar drg. Maya Sintowati Pandji, MM, Kadinkes Kab Bantul Yogyakarta. Menurut drg. Maya, sebenarnya sosialiasi sudah dilakukan mulai Maret 2011 dengan melibatkan DPRD, Puskesmas, dan tokah agama maupun masyarakat. Media yang digunakan di antaranya Radio Bantul. “Kami mempunyai slot untuk dialog dengan masyarakat secara berkala dengan tema KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), Jamkesmas, dan Jampersal. Memang, tidak selalu berjudul Jampersal, tapi kontennya tetap terkait dengan kesehatan ibu dan anak,”jelas Maya. Selain Radio Bantul, juga ada radio swasta dengan memanfaatkan program masyarakat sehat (PMS). Sudah ada program secara rutin mengisi siaran setiap harinya. Sosialisasi juga dilakukan melalui media cetak, seperti poster, leaflet, dan banyak lagi. Ketika ada sarasehan, juga mengangkat tentang Jampersal. Begitu juga saat perayaan hari kesehatan nasional. “Semua ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang program Jampersal,”tutur Maya lebih jauh. Malah, pada kegiatan Bantul Ekspo pun, sosialisasi mengenai Jampersal ini dilakukan juga. Menurut Kadinkes, banyaknya persalinan ibu hamil di rumah sakit, memang sudah pilihan masyarakat dengan berbagai alasannya. Hal ini tidak dapat dipersalahkan atau ditolak. Sebab, melahirkan itu berkaitan dengan kemantapan hati. Tidak sedikit yang harus sampai mengorbankan nyawa. Maka, masyarakat harus menentukan pilihan tempat melahirkan.“Saya juga pernah melahirkan, harus memilih dengan bidan siapa yang dianggap memberi kemantapan hati,”ujarnya tegas. Fenomena ini menunjukkan bahwa Puskesmas belum menjadi pilihan. Untuk itu menjadi tantangan, bagaimana mewujudkan Puskesmas menjadi pilihan utamanya. Menjadikan Puskesmas pilihan masyarakat akan menjadi fokus program ke depan. Walau tentu saja ini bukan pekerjaan mudah. Sebelumnya, sudah berdiskusi dengan drg. Kuncoro (Ketua Forum Komunikasi Kepala Puskesmas), mereka pernah memperoleh sertifikasi ISO 9001: 2088 tentang mutu pelayanan Puskesmas. Kemudian ada Puskesmas akan mendapat bantuan bangunan senilai 1 Miliar lebih. Dengan biaya sebesar itu, pasti akan menjadi sarana Puskesmas rawat inap yang bagus. Tapi, sayang selama ini ruang rawat inap yang tersedia, tidak diisi secara maksimal, hanya kisaran 25-30% saja. Untuk itu, dengan biaya yang besar untuk membangun gedung, perlu upaya untuk meningkatkan jumlah pengguna rawat inap di puskesmas ( BOR) tersebut. Untuk antisipasi, kepala Puskesmas diminta untuk menyusun program untuk meningkatkan BOR-nya. Banyak kepala Puskesmas yang beranggapan itu pekerjaan berat. Namun setelah diberi penjelasan akhirnya mereka bisa memahami dan mendukung program tersebut. Menurut dr. Maya, ia sendiri heran dengan rendahnya BOR Puskesmas tersebut. Sementara ada Puskesmas lain yang masih satu kecematan, BOR-nya tinggi, tapi tempatnya terbatas. Ada wacana untuk menggabung dua Puskesmas tersebut. Sehingga kedua Puskesmas dapat saling melengkapi, baik ruang perawatan, peralatan, maupun SDM-nya. Kadinkes berharap, paling tidak ada satu Puskesmas yang menjadi pilihan utama masyarakat. Selanjutnya, tinggal mengembangkan Puskesmas lain dengan menduplikasi Puskesmas yang sudah ada menjadi model. Bila ini terwujud, maka pelayanan Jampersal otomatis akan menjadikan Puskesmas sebagai tujuan utama. Menurut Kadinkes, sebenarnya para bidan itu lebih nyaman memberi pelayanan di Puskesmas dibanding di rumah bidan. ∞ (Pra) Drg. Maya Sintowati Pandji, MM: Menjadikan Puskesmas Pilihan Utama Program Jampersal terus bergulir. Banyak manfaat yang sudah dirasakan, meski banyak pula kekurangan di sana-sini. Tentu program ini harus terus disempurnakan. Terkait dengan sosialisasi Jampersal, drg. Maya menilai gambaran yang diberikan tentang manfaat Jampersal kurang tajam. “Sosialisasi hanya menjelaskan apa Jampersal, tapi belum menyentuh apa keuntungan bersalin dengan program tersebut,” ujar dokter yang juga Kadinkes Kab Bantul Yogyakarta ini. Berikut penuturannya lebih lanjut. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 27
  • 28. Dalam pelaksanaannya, Jampersal memang belum berjalan seperti yang diharapkan. Bahkan ada beberapa daerah yang belum dapat melaksanakan Jampersal seperti Kabupaten Garut, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, dan banyak lagi. Sementara daerah yang sudah melaksanakan Jampersal, tingkat realisasinya belum seperti yang diharapkan. Hanya beberapa daerah yang tingkat realisasinya tinggi. Salah satunya Kabupaten Subang. Dari 24 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Subang memimpin cakupan realisasi Jampersal terbesar. Jampersal: Lain Ladang Lain Belalang Implemantasi Jampersal di Provinsi Jawa Barat, memang berbeda-beda dalam menyikapinya. Ada yang langsung bisa diterima sesuai petunjuk teknis, tapi ada juga yang harus membuat peraturan tertentu, sehingga terkadang memperpanjang pencairan keuangannya. Menurut dr. Lukman dari Dinas Kesehatan Prov. Jawa Barat, kab/kota sebenarnya sudah mensosialisasikan program Jampersal. Malah mereka sudah membuat peraturan, PKS juga sudah. Yang jadi masalah adalah pelaksanaan di lapangan. Subang menyambut baik, tapi daerah lain menerima apa adanya. Animo masyarakat pun adem-adem saja. Ada juga daerah yang tidak peduli. Dijelaskan lagi oleh dr. Lukman, “sebetulnya esensi Jampersal bukan pada gratisnya. Malah KB pasca salin, kita stop. Tahun ini tidak dibatasi jumlah anaknya. Masyarakat kita kalau dengar gratis, senang. Jadi ya, pemahaman kita, me- Jampersal di Jawa Barat manage Jampersal untuk memenuhi agar anak dan ibu sehat”. Kabupaten Subang, menurut dr Lukman, termasuk daerah yang mempunyai cakupan bagus. Kebetulan baru selesai dimonitor dan dievaluasi. Mereka terbuka, ketika ada kesulitan langsung bertanya. Cakupannya bagus. Jampersal diterima dengan baik. Berbeda dengan yang lain, ada yang menambah dengan peraturan lain. Asumsinya agar aman dalam penggunaan keuangannya. Sementara itu, dr. H. Susatyo Triwilopo MPH, kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bandung, melihat bahwa dalam pelaksanaan Jamperesal harus dibenahi sistim rujukan/ referal-nya. Harus ada reward dan punishment. Audit medis dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) belum dilaksanakan. Lebih lanjut dr. Susatyo mengatakan bahwa semua klaim akan segera diselesaikan. Bila ada yang belum dibayarkan maka semua utang yang terjadi akan diselesaikan bila anggaran telah tersedia. Sekadar informasi, Kota Bandung sendiri hanya menyerap 6,2% (Rp 584.000.000) dari dana yang disediakan untuk Jampersal sebesar Rp 9.552.032.000. Bidan Tin Citarik (56 tahun) yang sehari- hari bertugas di Rumah Sakit Ibu dan Anak dan di luar jam kerja bekerja sebagai bidan swasta ikut bekerja sama dalam Jampersal. Berdasarkan pengalaman bidan Tin, dalam satu bulan ia melayani rata-rata 20 pasien Jampersal. Dalam melakukan klaim keuangan selama ini ia tidak mengalami kesulitan selama semua persyaratan lengkap. Dibanding klaim dengan SKM (Surat Keterangan Miskin), klaim melalui Jampersal jauh lebih mudah, jelas bidan Tin. Menurut bidan Tin, program Jampersal sangat membantu masyarakat untuk mendapatkan layanan persalinan dengan persyaratan yang sangat sederhana. Cukup dengan menunjukkan Kartu Tanda penduduk (KTP)/identitas diri dari wilayah setempat atau dari wilayah lain di seluruh Indonesia. Dengan KTP tersebut, pasien akan mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kehamilan, melahirkan, dan pasca melahirkan. Dalam sebulan, bidan Tin bisa menolong rata-rata 20 persalinan. Bila dikalikan Rp 350.000, maka ia akan Proram Jaminan Persalinan (Jampersal) yang diluncurkan Kementerian Kesehatan Juni 2011, sudah bergulir juga di Provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah penduduk terbesar, tidak heran jika provinsi ini menyumbang jumlah terbesar Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Oleh sebab itulah, program Jampersal menjadi sangat penting bagi provinsi ini dalam usaha menurunkan tingkat kematian tersebut. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM28
  • 29. realisasi Jampersal Dinas Kesehatan Kota bandung memperoleh penggantian dari Jampersal sebesar rp 7.000.000. Apakah tarif sebesar rp 350.000 sudah memadai untuk memberikan standar pelayanan minimal, bidan tin menganggap hal itu sudah cukup memadai. Spektakuler Lain lagi cerita pelaksanaan program jampersal di rS hasan Sadikin, Bandung. Menurut Direktur Utama rumah Sakit hasan Sadikin dr. h. Bayu Wahyudi, MPhM Sp.OG, pelaksanaan Jampersal di rS hasan Sadikin berjalan sangat spektekuler. Di rS ini setiap bulan terjadi peningkatan yang signifikan, semakin hari semakin banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas Jampersal sehingga Bed Occupation Rate > 100 %. Menurut dr. h. Bayu, rS hasan Sadikin idealnya menerima pasien derajat kesakitan di atas level 2, operate house. ”tetapi karena memilih tempat berobat adalah hak asasi manusia, kita tak bisa menolak pasien yang berobat ke kita. Walaupun tanpa rujukan”. Usul dr. h. Bayu, seharusnya sistem referal/sistim rujukan yang ada mengatur puskesmas, pustu, polindes, dsb, untuk program Jampersal, kemudian juga terhadap bidan praktek swasta, klinik bersalin, dokter praktek, dan rumah sakit bersalin baik itu pemerintah maupun swasta yang sudah melakukan PKS dengan pengelola Jamkesmas di Pemda Kabupaten/Kota maupun Provinsi. ”Pada kenyataannya yang datang berobat ke sini adalah pasien patologi, atau yang mempunyai security level di bawah 2. Kadang fisiologi, karena satu dan lain hal banyak yang ditolak oleh bidan di Kabupaten/Kota maupun rumah Sakit, termasuk rumah Sakit Swasta. Akibatnya rS kami overcapacity, dan overload. Untuk pelayanan Jampersal melebihi kapasitas yang tersedia,”jelas dr. h. Bayu lagi. Mengapa itu bisa terjadi, dr. h. Bayu melihat hal tersebut akibat sosialisasi Jampersal yang belum menyeluruh, belum secara nasional, sehingga belum dipahami para pihak. Sehingga banyak masyarakat yang belum jelas dengan program Jampersal. Begitu juga bidan, dokter Puskesmas, maupun dokter swasta banyak yang belum paham akan pelaksanaan Jampersal. Akibatnya, bagi masyarakat jika ingin melahirkan mereka langsung ke rumah sakit, karena gratis, tidak bayar. Seharusnya mereka terlebih dahulu ke Puskesmas, apalagi jika persalinan mereka tidak ada masalah. Sebaliknya, pihak Puskesmas maupun bidan dan dokter swasta, kadang langsung melempar pasien ke rumah sakit. Bagi bidan ada yang enggan karena klaim Jampersal mereka anggap terlalu murah, begitu juga bagi dokter swasta. Bagaimanapun, menurut dr. Bayu program Jampersal adalah program yang bagus untuk menekan AKi dan AKB. Usulan di. Bayu agar memperbaiki manajemen pelaksanaan Jampersal kiranya merupakan masukan berharga untuk suksesnya Jampersal ke depan. ∞ (Ria, Delta) Kab/Kota alokasi luncuran 1 Realisasi %realisasi dari luncuran i %realisasi dari total alokasi Kab. bogor 19.008.062.000 5.702.419.000 2.289.300.000 40.15 12.04 Kab. sukabumi 9;335.402.000 2.800.623.000 220.730.500 7.88 2.36 Kab, Cianjur 8.653.672.000 2.396.102.000 1.044.334.000 40.23 12.07 Kab. bandung 12.668.156.000 3,800.447.000 439.190.000 11.56 3.47 Kab. garut 9.582.420.000 2.874.726.000 0.00 0.00 Kab.Tasikmalaya 6.686.426.000 2.005.928.000 1.713900.017 85.44 25.63 Kab. Ciamis 6.111.041.000 1.833.312.000 1.245.940.000 67.96 20.39 Kab. Kuningan 4.140.479.000 1.242.144.000 0.00 0.00 Kab. Cirebon 8.241.16.000 2.472.347.000 2.650.890.000 107.22 32.17 Kab. majalengka 4.655.965.000 1.396.790.000 165.970.000 11.88 3.56 Kab. sumedang 4.355.034.000 1.306.510.000 1.071.815.000 82.04 24.61 Kab. indramayu 6.638.427.000 1.991.528.000 0.00 0.00 Kab.subang 5.835.678.000 1.750.703.000 2.120.095 121.10 36.33 Kab. Purwakarta 3.198.259.000 1.019478.000 0.00 0.00 Kab. Karawang 8.480.959.000 2.544188.000 1.494.340.000 58.73 17.62 Kab. bekasi 10.493486.000 3.148.042.000 268.100.000 8.52 2.55 Kab. bandung barat 6.040.308.000 1.612.092.000 423.140.000 23.35 7.01 Kota bogor 3.787.343.000 1.136.203.000 0.00 0.00 Kota sukabumi 3.194.175.000 357.253,000 0.00 0.00 Kota bandung 9.552.012.000 2.865610.000 259.100.000 9.04 2.71 Kota Cirebon 1.180.276.000 154.083.000 0.00 0.00 Kota bekasi 9.323.993.000 2.797.198.000 0.00 0.00 Kota Depok 6.929.936.000 2.078.981.000 0.00 0.00 Kota Cimahi 2.159.469.000 647.841.000 13.53 4.06 Kota tasikmalaya 2.531.732.000 759.520.000 56.95 17.08 Kota banjar 699.013.000 209.704.000 30.80 9.24 Provinsi 171,682.899.000 51.504.870.000 31.05 9.31 Rekap Alokasi dan realisasi Jampersal Provinsi Jawa Barat Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat PasienJampersalbulannovember dirsHasansadikinbandung bulan rawat inap rawat Darurat Jumlah Juni 135 26 161 Juli 163 31 194 agustus 199 26 225 september 248 74 322 Oktober 313 86 399 november 332 107 439 Jumlah 1390 350 1740 EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 29
  • 30. idan Handayati, yang juga bekerja di RSUD Bantul ini menjelaskan: pasien sudah pecah ketuban 10 jam yang lalu, setelah diobservasi, ternyata belum ada perkembangan, sehingga harus mendapat induksi. Sementara bidan tidak ada kewenangan untuk menginduksi, maka kami merujuk ke RSUD, jawab sang bidan tangkas. Indah sekali dialog di atas. Bukti, profesionalisme dan rasa kemanusiaan tenaga bidan melayani persalinan pengguna jampersal. Ketika sang bidan ditanya, dengan kendaraan apa Anda merujuk ? Ia menjawab menyewa mobil. Anggaranya cukup ?, pas jawabnya. Sebuah ungkapan yang tidak mau hitung- hitungan, bisa jadi rugi secara materi menolong persalinan ( waktu, tenaga, pikiran, dll terkuras). Untuk melayani orang miskin pengguna Jampersal, sebagian besar tenaga bidan siap berkorban, walau hanya mendapat penggantian di bawah standar biaya pada umumnya. Tapi, untuk pasien kaya yang menggunakan jampersal, sebagian besar mereka agak keberatan. Apalagi, pengguna jampersal dari orang yang mampu ini lebih banyak tuntutannya. “Jadi ada kesulitan menumbuhkan motivasi diri dalam pelayanan” kata Bidan Handayati. Dengan alasan yang sama rasa kesulitan untuk memotivasi bidan, juga dialami oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab.Bantul, drg Maya Sintowati Pandji, MM. Menurutnya, walau biaya persalinan jampersal di bawah rata-rata standar perda, bila untuk pelayanan orang miskin, saya meyakini insya Allah sebagai ibadah. “Dengan diniatkan karena ibadah insya Allah akan diganti dengan cara lain yang lebih baik”, kata drg Maya. Memang, melayani kesehatan masyarakat, apalagi keluarga miskin, untuk rakyat Indonesia, masih tinggi rasa solidaritas dan nasionalismenya, demi mencari ridho Allah dan tegaknya merah-putih di Bumi Persada yang kita cintai. Tapi, bila uang negara digunakan untuk mereka yang hidup berkecukupan, para tenaga bidan yang hidupnya dibawah standar mereka agak keberatan. Sebab, mereka sudah mampu membiayai seluruh persalinan dengan biaya sendiri dengan pilihan kelas tertentu, tanpa harus mengurangi hak orang miskin. Sekalipun para bidan sebagian juga sudah paham, mengapa jampersal tahun 2011 untuk seluruh ibu hamil dan melahirkan, baik yang kaya maupun yang miskin ini. Yakni sebagai salah satu cara untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Untuk penjelasan ini, mereka menagatakan: tidak terkait langsung antara program jampersal dengan penurunan AKI & AKB. Sebab, selama ini masyarakat sudah terbiasa melakukan pemeriksaan dan persalinan pada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Di Yogyakarya, Jampersal tidak secara signifikan mendorong masyarakat melakukan pemeriksaan dan persalinan pada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan. Kalau begitu, apa jampersal tidak bermanfaat ?, Jelas bermanfaat. Hanya saja, kemanfaatannya akan menjadi lebih sempurna, bila Jampersal diperuntukkan daerah yang membutuhkan. Persoalannya dalam perencanaan, harus dengan sabar, jeli dan teliti melakukan pemetaan wilayah mana yang membutuhkan jampersal. Hanya saja melakukan pemetaan dan perencanaan anggaran juga perlu kerja keras dan sungguh-sungguh tersendiri dari para perencana. Memetakan lebih 450 kabupaten-kota memang persolan rijit dan rumit, apalagi belum terdukung data yang akurat. Memang, untuk mewujudkan jampersal sebagai tali perekat nasionalisme kita, masih butuh waktu untuk merencanakan dengan lebih baik, sistem pencairan yang cepat dan akurat, serta didukung para pelaksana yang profesional dan jiwa patriotik yang tinggi. Bila ada jiwa patriotik yang tinggi dari para perencana dan pelaksana, tentu akan menghilangkan hambatan kesulitan merencanakan yang baik. Bagi pelaksana juga dapat mengalahkan imbalan yang diterima, walau tak seberapa. Semangat untuk membantu dan kerja secara progesional akan tetap terjaga. Sebagai salah satu nasionalisme bidang kesehatan yang sebenarnya. Yakni: Nasionalisme Jampersal. ∞ (Pra) Nasionalisme Jampersal ? Prawito Anom(25),suamisiapantarjaga.Iatampakgusarmenamiistri menunggu persalinan anak pertama di RSUD, Panembahan Bantul, Yogyakarta. Dengan sidikit bingung menjelaskan, bahwa istrinya ikut program Jampersal (Jaminan Persalinan) sudah melakukan pemeriksaan 9 kali ke tenaga bidan setempat. Ia menyerahkan bidan menjawab, ketika ditanya, mengapa bersalin di RSUD, tidak di Puskesmas ? EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM30
  • 31. RAGAM Daftar korban Flu Burung meninggal bertambah satu menyusul kasus yang menimpa PD, warga Sunter Jakarta Utara. Total jumlah kumulatif korban meninggal mencapai 151 orang terhitung sejak 2005 hingga 9 Januari 2012. Merujuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan yang telah dikonfirmasi oleh Pusat Biomedis dan Teknologi dasar Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes RI, selain korban flu burung meninggal, total tercatat 183 kasus flu burung sejak 2005 lalu hingga Januari 2012. Awal kasus PD terjadi ketika pria berusia 23 tahun ini mengalami gejala demam, batuk dan pilek sejak 31 Desember 2011. Guna meringankan sakitnya, ia membeli obat di warung. Karena sakitnya tidak kunjung sembuh, empat hari berselang, tepatnya 3 Januari 2012, penderita berobat jalan ke Rumah Sakit swasta di kawasan Jakarta Utara. Selanjutnya pada 6 Januari 2012, penderita mengalami sesak nafas dan tidak sadarkan diri, sehingga harus dipindahkan ke ruang ICU. Esok harinya, 7 Januari 2012, penderita dirujuk ke RS Rujukan Flu Burung, RSU Tangerang, Banten. Sayangnya, nyawa penderita tidak tertolong dan meninggal pada hari yang sama, pukul 22.50 WIB. Guna menyikapi hal tersebut, Tim Terpadu Kemenkes dan Dinas Kesehatan setempat telah melakukan penyelidikan epidemiologi ke rumah penderita dan lingkungan sekitar. Hasilnya, adanya kemungkinan faktor risiko yaitu kontak langsung dengan burung merpati peliharaan PD yang sakit kemudian mati. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp(K), MARS, DTM&H, DTCE, selaku vocal point International Health Regulation (IHR) juga telah menginformasikan kasus ini ke WHO. ∞ (Pra) Jumlah kasus Flu Burung di dunia maupun Indonesia pada 2011 mengalami penurunan. Meski demikian, masyarakat harus tetap waspada mengingat kemungkinan penularan ke manusia masih ada. Untuk diketahui, puncak jumlah kasus flu burung di dunia terjadi pada 2006. Saat itu, tercatat 115 kasus flu burung skala dunia dan 55 kasus di antaranya terjadi di Indonesia. Seiring perjalanan waktu, jumlah kasus flu burung mengalami penurunan. Data terakhir pada 2011, mengutip penjelasan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP&PL) Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, terdapat 11 kasus flu burung di Indonesia, dan 60 kasus di dunia. Meski cenderung terjadi penurunan, upaya penanggulangan terhadap flu burung terus dilakukan. Salah satunya melalui Program Penanggulangan Avian Influenza (AI) yang dilakukan secara komprehensif baik pada hewan maupun pada manusia. Program penanggulangan yang umumnya dilakukan pada hewan, antara lain biosecurity dan lain-lain. Sedangkan pada manusia, penyuluhan masyarakat dilakukan sejumlah pencegahan yakni: menghindari kontak dengan unggas sakit, selalu membiasakan cuci tangan pakai sabun (CTPS), senantiasa menjaga kesehatan, dan segera berobat saat tubuh mulai menunjukkan gejala tanda sakit. Tidak ketinggalan baik fasilitas maupun kewaspadaan petugas kesehatan harus ditingkatkan. ∞ (Pra) Satu Lagi Korban Flu Burung Meninggal Tetap Waspada Meski Kasus Flu Burung Menurun EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 31
  • 32. RAGAM Menanggapi munculnya kembali kasus flu burung di Indonesia, Kemenkes telah lengkapi ruang isolasi rumah sakit khusus untuk Avian Influenza (AI).“Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 414/Menkes/SK/IV/2007 tanggal 10 April 2007, telah ditetapkan 100 Rumah Sakit rujukan penanggulangan Flu Burung, terdapat di 31 Provinsi di Indonesia,”ujar dr. Ratna Rosita Hendardji, MPHM, Sekretaris Jenderal Kemenkes RI, 17 Januari 2012, di Jakarta Sesjen mengingatkan masyarakat agar segera mencari pertolongan ke fasilitas kesehatan dan mencari perawatan dokter jika mulai mengalami panas tinggi hingga 38oC atau lebih, demam, sakit tenggorokan, batuk, pilek, dan secara sengaja atau tidak bersinggungan dengan unggas (cairan maupun kotoran). Saat ini, terdapat 10 RS yang sudah dilengkapi ruang isolasi bertekanan negatif. Pemilihan 10 RS ini dengan mempertimbangkan endemisitas daerah tersebut terhadap kasus Flu Burung. Saat ini, sudah siap 2 RS, yaitu RSU Tangerang, Banten, dan RSUP Persahabatan Jakarta. Sesjen meminta agar dokter-dokter di Puskesmas, RS, dan klinik-klinik swasta kembali Kemenkes Siapkan Rumah Sakit Tangani Kasus Flu Burung EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM32
  • 33. Pulau Sumatera (29 RS): Provinsi Nangroe Aceh Darussalam: RSU Dr. Zainoel Abidin dan RSU Cut Meutia Lhokseumawe Provinsi Sumatera Utara: RSU H. Adam Malik Medan, RSU Kabanjahe, RSU Pematang Siantar, RSUTarutung, RSU Padang Sidempuan Provinsi Sumatera Barat: RSU Dr. M. Jamil Padang, RSU Dr. Achmad Mochtar Provinsi Riau: RSU Arifin Ahmad Pekanbaru, RSU Kab. Karimun, RSUTanjung Pinang, RSU Puri Husada, RSU Dumai Provinsi Kepulauan Riau: RS Otorita Batam Provinsi Jambi: RSU Raden Mattaher Provinsi Sumatera Selatan: RSU DR. M. Hoesin Palembang, RSU Lubuk Linggau, RSU Kayu agung, RSD Kab. Lahat Provinsi Bangka Belitung: RSUTanjung Pandan, RSU Pangkal Pinang Provinsi Bengkulu: RSU Dr. M.Yunus, RSU Arga Makmur, RSU Manna Provinsi Lampung: RSU Abdul Moeloek, RSU Kalianda, RSU Mayjen HM Ryacudu, RSU AhmadYani Pulau Jawa (32 RS): Provinsi DKI Jakarta: RSPI Dr. Sulianti Saroso, RSU Persahabatan, dan RSPA Gatot Subroto Provinsi Jawa Barat: RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSU Dr. Slamet Garut, RSU Gunung Jati Cirebon, RSTP Dr. H.A. Rotinsulu Bandung, RSU R. Syamsudin Sukabumi, RSU Indramayu, RSU Subang Provinsi Banten: RSU Serang, RSUTanggerang Provinsi JawaTengah: RSU Dr. Kariadi Semarang, RSU Dr. H. Soewondo, RSU Dr. Moewardi, RSU Banyumas, RSU Kudus, RSU Dr. H RM SoeseloW. Slawi, RSU Pekalongan, RSUTidar Magelang, RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, RSU Dr. Suraji Tirtonegoro Provinsi JawaTimur: RSU Dr. Soetomo, RSU Dr. Saiful Anwar, RSU Dr. Soebandi, RS Dr. R KoesmaTuban, RS Dr S Djatikoesoemo, RS Pare, RS Blambangan Banyuwangi, RS Dr Soedono Provinsi DIYogyakarta: RSU Dr. Sardjito dan RSU Panembahan Senopati Bantul Bali dan Nusa Tenggara (9 RS): Provinsi Bali: RSU Sanglah Denpasar, RSUTabanan, RSU Sanjiwani Gianyar Provinsi NTB: RSU Mataram, RSU Raba Kab. Bima, RSU Dr. R Sudjono, RSU Praya Provinsi NTT: RSU Prof. Dr.WZ Johanes dan RSU DrTC Hillers Pulau Kalimantan (13 RS): Provinsi Kalimantan Barat: RSU Dr. Sudarso Pontianak, RSU Dr. Abdul Aziz Singkawang, RSU Sintang Provinsi KalimantanTengah: RSU Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, RSU Dr. Murjani Sampit Provinsi Kalimantan Selatan: RSU Ulin, RSU H Boejasin Pelaihari Provinsi KalimantanTimur: RSUTarakan, RSU Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, RSU H AWahab Sjaranie Samarinda, RSU Kota Bontang, RSU Panglima Sebaya, RSUTanjung Selor Pulau Sulawesi (16 RS): Provinsi Sulawesi Utara: RSU Prof. DR. RD Kandou, RSU Dr. Sam Ratulangi Provinsi SulawesiTengah: RSU Undata Palu, RSU Luwuk, RS Mokopido Toli-toli, RSU Kolonedale Provinsi Sulawesi Selatan: RSU Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, RSU Andi Makkasau Pare-pare, RSU LakipadadaTana Toraja, RS Islam Faisal Makassar, RS Akademis jaury, RSU Sinjai Provinsi SulawesiTenggara: RSU Kendari Provinsi Gorontalo: RSU Prof. Dr. H. Aloei Saboe Provinsi Maluku: RSU Dr. M. Haulussy Ambon Provinsi Maluku Utara: RSU Chasan BasoeriTernate Papua (1 RS): RSU Jayapura. RS Rujukan Flu Burung melakukan pelatihan anamnesa khusus flu burung. “Gejala klinis AI sama seperti gejala flu biasa. Perlunya anamnesa yang lebih sensitif untuk mengetahui apakah pasien memiliki riwayat kontak dengan unggas, atau terdapat unggas di sekitar tempat tinggalnya”, tandas Sesjen. Hal lainnya adalah Tamiflu perlu didistribusikan kepada dokter-dokter agar dapat segera diberikan kepada pasien yang terindikasi. Ketersediaan stok Tamiflu menjadi penting, karena harus dapat memenuhi kebutuhan di setiap daerah. Pernyataan ini diperkuat oleh keterangan Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes RI, Dra. Sri Indrawaty, Apt. MKes, bahwa buffer stock obat flu burung (oseltamivir) masih tersedia di Pusat. “Saat ini tersedia sejumlah 1.395.000 kapsul dengan kadaluarsa: 54.000 kapsul (Juni 2012); 510.200 kapsul (Desember 2013); 831.600 kapsul (Desember 2014); dan rencana pengadaan 540.000 kapsul di tahun 2012 agar buffer pusat tetap berjumlah 1.000.000 kapsul,”jelas Sri Indrawaty. Pada tahun 2011, telah dikirim rata- rata 100.000 kapsul per provinsi dengan tanggal kadaluarsa tahun 2013. Tahun ini, direncanakan kembali pengiriman 100.000 kapsul ke setiap provinsi . ∞ (Pra) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 33
  • 34. DAERAH Pelayanan Kesehatan di Kaltim Potret EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM34
  • 35. Dengan luas daerah satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura, memberikan pelayanan kesehatan di Kalimantan timur tentu bukan hal yang mudah. Belum lagi masih banyaknya daerah perbatasan yang sulit terjangkau transportasi. namun, kendala tersebut bukan berarti tidak diantisipasi oleh Kementerian Kesehatan. aat ini, prioritas utama bidang Kesehatan di Kalimantan timur adalah pelayanan kesehatan dengan akses yang mudah untuk dijangkau dan di layanani oleh tenaga kesehatan terutama oleh penduduk di pedalaman dan perbatasan. target pelayanan kesehatan harus 24 jam. Sehubungan dengan itu Pemerintah Kalimantan timur telah menyediakan fasilitas penunjang kesehatan di antaranya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Puskesmas Pembantu (Pusban) serta Puskesmas Keliling. Ketiga fasilitas tersebut dipilih karena mampu menjangkau segala lapisan masyarakat hingga ke daerah pedalaman dan terpencil yang tersebar di 14 Kabupaten/kota. Saat ini yang paling utama adalah harus memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat. Untuk mencapai itu tentu saja pelayanannya harus bisa diakses dengan mudah. Menggalakkan Puskesmas 24 jam salah satu solusinya. “Dengan adanya pelayanan Puskesmas 24 jam di beberapa wilayah yang jauh dari rumah sakit, tidak boleh ada lagi warga Kalimantan timur yang berobat ke luar negeri. Masyarakat harus berobat di rumah sakit di Kalimanatan timur. Kalaupun harus di rujuk, harus dirujuk ke luar daerah, bukan ke luar negeri,”ujar Kadinkes Kalimantan timur dr. Syafak hanum, Sp.A . Oleh sebab itu, menurut dr. Syafak, pelayanan rumah sakit harus ditingkatkan dan harus sudah memadai. ia juga berharap kualitas SDM-nya juga harus meningkat seiring dengan meningkatnya sarana prasarana rumah sakit. Peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat ini juga merupakan upaya Pemprov Kaltim untuk mewujudkan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Sehubungan dengan itu perlu adanya upaya Pemerintah dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian ibu (AKi) dan Angka Kematian Bayi (AKB) guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kerja sama serta koordinasi antara Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta lembaga- lembaga kesehatan dan masyarakat tentu sangat diharapkan supaya tujuan yang ingin dicapai dapat terealisasi dengan baik. terutama dalam usaha mensukseskan program Jampersal yang dapat menekan tingkat kematian ibu dan bayi. Kadinkes Kalimantan Timur dr. Syafak Hanum, Sp.A. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 35
  • 36. DAERAH Puskes Pelayanan Prima Dalam usaha lebih meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Kalimantan Timur juga --selain pelayanan Puskesmas 24 jam-- membuka Puskesmas Pelayanan Prima. Puskesmas yang sudah menerapkan Pelayanan Prima adalah Puskesmas Wonoredjo di Kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kecamatan Sungai Kujang, Kota Samarinda. Puskesmas Pelayanan Prima ini mengutamakan pelayanan 3 S yaitu: Sapa, Senyum, Santun. Selain mengutamakan pelayanan 3 S, Puskesmas Wonoredjo juga melayani program lansia, yaitu mengadakan senam untuk para manula setiap Jumat pagi. Dalam program ini pelayanan diutamakan kepada para lansia ketimbang yang bukan lansia.. Kegiatan ini dilakukan untuk mempererat para peserta yang lansia yang membutuhkan perhatian khusus. Puskesmas Wonoredjo juga dikenal sebagai Puskesmas Sayang Anak karena selain memberikan pelayanan kepada lansia juga memberikan lingkungan tempat bermain bagi anak-anak yang sedang menunggu untuk berobat. Sambil menunggu dipanggil dokter, anak-anak bisa bermain di lingkungan tersebut. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM36
  • 37. Di Puskesmas Pelayanan Prima juga disiapkan pojok ASI sebagai wujud kepedulian pada gerakan ibu menyusui. Berkat pelayanan dan terobosan yang dilakukan, Puskesmas Wonoredjo yang dipimpin drg. Aprilia Lailati ini sudah pernah mendapat piagam dan piala pada pelayanan prima dari Pemerintah Kota Samarinda dan Menteri Kesehatan. Selain Puskesmas Wonoredjo, di jalan raya Balikpapan menuju Samarinda, ada Puskesmas Karang Joang yang juga buka 24. Puskesmas ini dijadikan Puskesmas 24 jam karena selain berada di jalan utama Balikpapan- Samarinda, juga karena berada di daerah perbatasan antara Balikpapan dan Samarinda, daerah rawan kecelakaan, dekat beberapa pabrik, dan dekat dengan lokalisasi. Puskesmas 24 Karang Joang juga sudah mempunyai trauma center dengan SDM yang memadai. Adapun beberapa masalah yang dihadapi yaitu kurangnya alat kesehatan, dan fasilitas bad. Diharapkan ke depannya fasilitas seperti mobil ambulan bisa ditambah mengingat Puskesmas Karang Joang yang dipimpin dr. Sriyono adalah Puskesmas yang banyak menangani kecelakaan karena posisinya yang berada di lintas utama jalan Balikpapan menuju Samarinda dan berdekatan dengan pabrik. Rumah Sakit yang terdekat untuk merujuk pasien yaitu RSUD Dr.Kanujoso Dajtiwibowo. SDM Masalah terbesar yang dihadapi Kaltim adalah soal SDM (Sumber Daya Manusia). Saat ini Kaltim masih kekurangan dokter spesialis, farmasi dan ahli gizi. Program-programnya yang dibuat sudah bagus, namun sayang kurang didukung oleh SDM yang dapat melaksanakan program tersebut. Oleh sebab itu, Kaltim sekarang menyekolahkan beberapa tenaga dokter untuk mengambil spesialis. Mereka di antaranya diambil dari dokter-dokter umum. Bukan hanya itu, bidan-bidan pun diminta sekolah lagi untuk menambah pengetahuan mereka. Bahkan dokter-dokter yang bertugas di pedalaman pun diapreasiasi dengan memberi mereka kesempatan untuk mengikuti seminar atau pertemuan-pertemuan untuk meningkatkan aktualitas diri mereka. Untuk dokter yang bertugas di daerah perbatasan dan terpencil di Kalimantan Timur diberikan insentif khusus. Oleh sebab itu jangan heran bila banyak dokter yang bertugas di pedalaman betah tinggal di sana. Mereka kadang minta diperpanjang setahun lagi untuk tinggal di daerah terpencil itu. ∞ (Yn) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 37
  • 39. POTRET Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH Saat ini korupsi sudah menjalar ke mana-mana. Beberapa kementerian tak terkecuali terkena wabah korupsi. Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH mengingatkan kementerian di bawah komandonya untuk bekerja dengan bersih. “Kita harus bekerja dengan bersih. Kalau kita bersih, tidak dalam pengaruh tekanan manapun, maka kita bisa bekerja dengan tenang dan tenteram,” kata lulusan S3 dari Harvard School of Public Health ini. Selain mengungkapkan harapannya agar bisa bekerja dengan bersih, ibu tiga anak ini juga membeberkan program-program yang tengah bergulir di Kemenkes serta capaian yang sudah diraih semenjak ia memimpin. Tak ketinggalan mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes, ini juga bercerita banyak soal program Jampersal. Berikut penuturannya lebih jauh. Mediakom: Apa saja program-program prioritas Kemenkes? Menkes: Saat ini kita tengah mempersiapkan tatanan dan sistem untuk nanti berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 2014. Target SJSN 1 Januari 2014, mudah-mudahan pada tanggal tersebut kita bisa running. Sebetulnya, ada banyak hal yang perlu kita bereskan karena pada tahun 2014 tersebut yang pertama akan berjalan secara penuh adalah BPJS 1 (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) ke-1 yang antara lain mengurus mengenai jaminan kesehatan. BPJS itu nanti akan mengurus jaminan-jaminan yang lain juga, tetapi yang saat ini dianggap paling siap adalah jaminan kesehatan karena itu BPJS 1 yang didahulukan untuk berjalan. Yang harus disiapkan adalah perangkat aturannya, yaitu turunan dari Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS. Kementerian Kesehatan telah membentuk tim yang diketuai oleh Pak Wakil Menteri Kesehatan, antara lain untuk menangani peraturan- peraturan. Selain itu, yang juga harus dibenahi adalah fasilitas pelayanan atau pemberi pelayanan kesehatan. Percuma saja ada sistemnya, tapi kalau tidak tersedia rumah sakit atau Puskesmasnya, dia mau ke mana? Jadi itu yang harus kita bereskan. Di antaranya adalah menata kembali, apa fungsi Puskesmas? Apakah cuma untuk preventif atau juga berobat. Harus diingat di daerah-daerah banyak yang adanya hanya Puskesmas. Perlu ditata juga dokter- dokter yang praktek swasta, di mana tempatnya di dalam sistem ini? Apakah dia jadi dokter keluarga, jadi rujukan pertama, atau bagaimana? Kemudian yang utama adalah menyediakan tempat tidur kelas III. Kalau seseorang perlu dirawat, di mana dia dirawat? Ada beberapa kiat untuk hal ini, yaitu Puskesmas perawatan diperbanyak, membangun Rumah Sakit Pratama, dan sebagainya. Ini yang kedua. Kemudian yang ketiga adalah sistem jaminan kesehatannya sendiri bagaimana? Paketnya seperti apa , yang dibiayai apa? Tentu saja harapannya adalah sebaik jaminan kesehatan masyarakat yang sekarang berlaku, jangan sampai kurang, kalau bisa lebih baik. Nanti dalam perkembangan lebih lanjut pasti akan ada hal-hal lain yang muncul, biasanya demikian. Saya kebetulan belum lama ini bertemu dengan Pejabat Kementerian Kesehatan Arab Saudi. Di sana ternyata seluruh masyarakatnya berobat gratis bahkan dibayari kalau berobat keluar negeri. Tapi dia tanya saya,“Apakah Saudari Menteri mengira bahwa masyarakat Arab puas?”.“Tidak, tiap hari ada saja keluhan di koran”. Jadi artinya, demand masyarakat KITA HARUS BEKERJA DENGAN BERSIH EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 39
  • 40. POTRET atau tuntutan masyarakat itu naik. Kita penuhi sekian dia naik lagi, penuhi sekian naik lagi. Kita juga pasti nanti akan mengalami hal seperti itu. Kalau kita sudah tetapkan paketnya pasti ada demand lain yang kemudian akan muncul, itu nanti kita atur. Kemudian bagaimana sistem pembayaran? Sekarang memakai Indonesia Case Based Group (INA-CBGs), bagaimana nantinya? Keempat adalah transisinya bagaimana? Sudah ditetapkan bahwa PT Askes akan menjadi BPJS 1. Tentu saja ada fase transisi, di mana mungkin tahun 2013 mereka akan mulai menangani Jamkesmas sebagai fase transisi untuk berlakunya SJSN. Yang tidak kalah pentingnya, tidak boleh dilupakan sejak sekarang adalah advokasi dan sosialisasi. Kalau kita terlambat repot mengurusinya. Kalau sosialisasi belakangan nanti masyarakat tidak menerima atau salah mengerti. Hal tersebut tidak hanya berhubungan dengan masyarakat, tetapi juga dengan berbagai kalangan seperti pengusaha, yang bisa tidak menerima. Jadi dari sekarang dalam tim itu sudah ada yang tugasnya mengurus sosialisasi dan advokasi. Dalam waktu dekat akan ada rapat membahas masalah ini. Ini satu pekerjaan yang paling besar buat kita, namun demikian bukan berarti tidak ada hal lain yang perlu kita perhatikan. Pekerjaan lain tetap penting, terutama upaya kita dalam mencapai target MDG’s karena 2015 sudah di depan mata. Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sudah kita lakukan. Salah satunya dengan Jampersal. Ada lagi hal penting yang harus kita lakukan yaitu gerakan nasional sadar gizi, tahun 2012 kita mulai dengan 1.000 hari pertama untuk negeri (SUN), yaitu1.000 hari pertama dari kehidupan di intervensi mulai dari ibu hamilnya sampai melahirkan, sampai si bayi berumur 2 tahun. Selain itu, masalah penyakit tidak menular juga kita tingkatkan penanganannya. Penyakit menular walaupun sudah menunjukan naik, masih juga harus kita selesaikan. Penyakit tidak menular termasuk kesehatan jiwa, sudah memprihatinkan, termasuk juga penyalahgunaan Napzah. Mediakom: Apa capaian-capaian yang sudah diraih semenjak Ibu menjadi menteri? Menkes: Yang pertama adalah menata sistem kesehatan nasional, di mana sistem rujukan dimulai dengan upaya kesehatan berbasis komunitas. Jadi kita tidak hanya memperhatikan rumah sakit, tetapi kita tekankan pada memandirikan masyarakat di dalam hal kesehatan. Pencapaian tentu sudah ada, bahwa itu belum sempurna, pasti. Kita menata sistem mulai dari basis komunitas, kemudian Puskesmas, kemudian baru tingkat rujukan sampai rumah sakit tersier, dan rumah sakit yang bertaraf internasional. Jadi rentangannya cukup lebar artinya dari yang berbasis masyarakat sampai ke rumah sakit bertaraf internasional. Upayanya juga cukup lebar, tidak hanya kuratif dan reabilitatif, tetapi promotif juga kita tekankan. Semuanya itu dalam rangka SJSN. Kalau kita tidak melakukan ini, nanti pada waktu SJSN berlaku, agak berat karena semua orang datang sudah pada keadaan sakit berat. Di antaranya yang kita mau perbaiki juga adalah cakupan imunisasi, upaya- upaya promotif preventif, deteksi dini dari kanker-kanker tertentu, dan pengobatannya tentu saja, sehingga semuanya tidak sampai ke sakit berat. Kita juga upayakan meningkatkan kesehatan calon haji. Dengan menghidupkan kembali Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) atau dulu disebut public health nursing. Jadi sistem yang kita letakkan, sistem pelayanan. Kedua, sistem yang lain adalah SDM. Kita juga mulai menata kembali dengan misalnya PTT tidak 6 bulan, tetapi satu tahun. Kita melakukan apa yang disebut“dokter dengan tambahan kewenangan.”Kita sadar, kalau menunggu spesialis selesai, sampai kapan kebutuhan terpenuhi? Kemudian ada sistem sister hospital. Rumah sakit yang maju punya mitra rumah sakit di daerah, Rotasi PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis), dokter yang sedang spesialisasi. Nah kita melakukan pendekatan kepada ikatan profesi supaya pendidikannya jangan lama-lama. Dari spesialis penyakit dalam kelihatannya sudah siap untuk memperpendek masa pendidikannya. Kita juga mau mendekati spesialis yang lain supaya bisa mempersingkat pendidikannya. Kita berusaha untuk memperbanyak dokter- dokter spesialis. Kemudian ada sistem lagi yang sedang ditata, yaitu obat dan Alkes. Obat-obat generik kita tingkatkan. Bukan hanya itu saja, kita ingin adanya kemandirian bahan baku obat. Ini sudah mulai menunjukkan hasil, kita mulai dengan artemisinin, obat malaria yang sudah mulai dirintis, kita akan coba juga dengan yang lain-lain. Soal Alkes, tahun ini akan mulai dengan mempertemukan peneliti, para penemu, dengan industri karena banyak sekali hasil penelitian yang berhenti di lab saja. Nah, kita mau pertemukan, sehingga mana-mana yang potensial secara ekonomis bisa diperbanyak oleh industri dan dipakai. Ada lagi hal penting yang harus kita lakukan yaitu gerakan nasional sadar gizi, itu juga tahun 2012 kita mulai dengan 1.000 hari pertama untuk negeri. Jadi 1.000 hari pertama dari kehidupan kita intervensi dari ibu hamilnya sampai melahirkan, sampai dia berumur 2 tahun. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM40
  • 41. Mediakom: Terkait Jampersal. Sekarang banyak orang berbondong-bondong ke rumah sakit, tanpa lewat Puskesmas. Menurut Ibu, ini terjadi karena pelayanan yang tidak bayar, atau ada sebab lain? Menkes: Macam-macam. Ada faktor bidannya tidak mau menolong. Bagi bidan lebih mudah dia merujuk ketimbang dia mengerjakan, karena kalau dia ambil akan tekor. Itu salah satu sebabnya. Lalu kemungkinan yang lain, bagi pasien itu sendiri mungkin dia lebih nyaman di rumah sakit. Masyarakat merasa nanti kalau anaknya sakit atau sang ibu ada komplikasi bisa cepat ditolong. Bisa juga karena rumahnya dekat dengan rumah sakit. Jadi ada banyak faktor. Buat saya semua itu sebetulnya tidak mengherankan. Kita kan baru mulai. Sesuatu yang baru mulai, pasti terjadi reaksi seperti itu. Tahun pertama ini kita masih direpotkan dengan“Ini uangnya cukup atau tidak? Bagaimana penyelesaian administrasi?”. Nah, untuk tahun kedua kita akan meningkatkan cost, biaya per unitnya kita tingkatkan. Tetapi kita juga harus memperbaiki sistem rujukannya, di samping kita juga meminta dengan sangat bahwa, ibu-ibu yang hamil ketiga, keempat itu untuk ikut KB pasca persalinan. Kan kita dikritik karena kelihatannya malah jadi tambah banyak orang yang melahirkan. Padahal sebetulnya tidak demikian. Kalau tahun 2011 itu baru mulai, masa ya tiba-tiba terus dia mumpung gratis nih“Kita bikin anak yuk sekarang.”Ya, kan tidak. Dan kalau memang begitu, artinya yang paling banyak terjadi kelahiran pada bulan November padahal launching Jampersal baru Juni. Jadi kalau banyak yang melahirkan, itu terjadi karena memang sebelumnya sudah hamil. Mediakom: Bagaimana soal usulan menaikkan uang Jampersal dari Rp 350.000 ke Rp 500.000? Menkes: Pertama, kita naikkan ya.Tetapi di beberapa daerah harga yang kita tetapkan masih di bawah tarif bidan. Kita tidak bisa mengambil patokan yang paling tinggi, itu sudah pasti. Kita akan ambil yang rata-rata, menengah. Kita akan coba berbicara dengan berbagai pihak terkait. Kita harapkan partisipasi mereka dalam program Jampersal ini. Kalau mereka mau, pasiennya pasti akan lebih banyak. Cuma yang kita masih belum tahu bagaimana mengatasinya adalah harus seperti berikut. Rupanya bidan tidak hanya menolong, tetapi juga memberikan popok, ini tidak tercakup dalam biaya Jampersal, Jadi sebetulnya pada tempatnya kalau bidan minta tambahan untuk popok dan sebagainya, tetapi masyarakat tidak mau tahu.“Katanya gratis, kok tetap bayar?”. Nah, ini juga nanti yang harus kita sosialisasikan ke masyarakat. Bidan juga harus mengatakan, ”Ini mau pakai Jampersal saja atau Jampersal ditambah dengan yang lain.”Ada apa saja yang lain itu, ya terserah bidan. Biasanya dari situ bidan dapat untungnya. Nah, ini yang mesti kita benahi. Intinya kita tentu saja tak mau merugikan bidan. Mediakom: Bagaimana kebijakan kita terhadap pasien yang langsung masuk ke rumah sakit tanpa lewat Puskesmas? Menkes: Ini masalah sosialisasi. Karena, rumah sakit tidak boleh menolak pasien. Jadi kita tidak bisa menyalahkan rumah sakit. Justru kita harus memperkuat Puskemas. Kemudian juga perlu sosialisasi yang intens. Harus diperbanyak penjelasan bahwa persalinan yang normal cukup ditangani di Puskesmas. Nanti bidan dapat menandai mana yang berisiko, mana yang tidak. Kalau itu yang berisiko, silakan dirujuk. Saya juga akan minta rumah sakit yang besar untuk membina rumah sakit yang lebih kecil dan sekitarnya, membina Puskesmas. Sekali-kali dokter rumah sakit besar datang ke Puskesmas atau rumah sakit kecil sehingga masyarakat bisa melihat dan tahu bahwa Puskesmas atau rumah sakit tersebut dalam binaan rumah sakit rujukan. Mediakom: Apa harapan Ibu ke depan untuk Kementerian Kesehatan? Menkes: Harapan saya dalam waktu dekat adalah, saya ingin Kementerian Kesehatan bisa WTP. Saat ini kita satu di antara dua kementerian yang disclaimer. Saya kira itu satu hal yang sangat tidak membanggakan. Oleh sebab itu kita harus WTP, bukan tahun ini saja, tapi seterusnya. Harapan saya kedua, saya ingin supaya atmosfer kerja yang sekarang ini bisa dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Kita sekarang menganut, yang terutama adalah bersih. Kalau kita bersih melaksanakannya, tidak terpengaruh oleh tekanan dari manapun, untuk menggunakan uang, buat kita kerja juga lebih sederhana, lebih gampang, buat para pegawainya juga lebih tenang, tenteram. Dalam hal ini saya minta juga kesadaran dari para pegawai saya, artinya kalau memang kita ditentukan tidak ada THR, ya harus diterima.Jangan nanti dicari-cari. Kalau dicari-cari ada saja buntutnya. Jadi saya menginginkan semuanya punya kesadaran bahwa kita itu bekerja bersih karena dengan bersih itu lebih tenang, lebih beres, dan kita nanti bisa pensiun dengan tenang. Yang kita lihat sekarang banyak orang pensiun tidak tenang. ∞ (Dyah, Pra) Kita sekarang menganut, yang terutama adalah bersih. Kalau kita bersih melaksanakannya, tidak terpengaruh oleh tekanan dari manapun, untuk menggunakan uang. Itu buat kita kerja juga lebih sederhana, lebih gampang, buat para pegawainya juga lebih tenang, tenteram EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 41
  • 42. KOLOM Maraknya iklan-iklan, baik di media cetak, elektronik, maupun online yang gencar mempromosikan berbagai produk, jasa dan fasilitas layanan kesehatan dengan metode medis maupun tradisional, komplementer, dan alternatif dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku masyarakat sebagai konsumen. Iklan melalui kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI) didefinisikan sebagai pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Disebutkan pula dalam EPI bahwa masyarakat sebagai konsumen merupakan pengguna dari sesuatu produk yang diiklankan sangat perlu dilindungi. Undang- Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pasal 17 mengamanatkan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang (a) Mengelabui konsumen mengenai fasilitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; (b) Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; (c) Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; (d) Mengeksploitasi kejadian dan/atau seorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; dan (e) Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Kementerian Kesehatan dalam menyikapi dan mengadvokasi ramainya dunia periklanan pelayanan kesehatan yang menyesatkan berupaya melindungi masyarakat dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan. Pasal 4 Permenkes ini mempersyaratkan bagi iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan harus memenuhi syarat yang meliputi (1) memuat informasi dengan dan/atau fakta yang akurat; (2) berbasis bukti; (3) informatif; (4) edukatif; dan (5) bertanggung jawab. Dokter Robert Imam Sutedja, MIPRA, kepala Divisi Humas dan Informasi, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menyambut baik Permenkes No. 1787 tahun 2010 itu. Saat ini, rumah sakit tidak bisa lagi dipandang hanya sebagai institusi sosial belaka, tetapi sudah menjadi institusi yang bersifat sosio- ekonomis. Berkembangnya paradigma baru tersebut, mengisyaratkan bagi ”industri”rumah sakit untuk memberlakukan kaidah bisnis tanpa meninggalkan fungsi rumah sakit sebagai institusi sosial yang sarat norma, moral, dan etika. Hadirnya Pedoman Etika Promosi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh PERSI memperkaya ranah etika legal bagi rumah sakit untuk berpromosi yang bertujuan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Prof. Dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F(K), Sp.KP, staf ahli Menteri Bidang Mediko Legal, menyebutkan bahwa berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang RS pasal 30 ayat (1) huruf g, Rumah Sakit berhak untuk mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ada beberapa rambu-rambu yang harus diketahui dan ditaati dalam Permenkes No. 1787 tahun 2010, di mana iklan dan/atau publikasi pelayanan kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat: (1) menyerang dan/atau pamer yang bercita rasa buruk, informasi atau pernyataan yang tidak benar, palsu, bersifat menipu dan menyesatkan, informasi yang menyiratkan fasyankes memperoleh Menuju Iklan Kesehatan yang Sehat dan Tidak Menyesatkan Pernahkah Anda melihat atau mendengar iklan sabun cuci di televisi dan radio yang berbunyi:“Sabun cuci tangan super cepat W menghilangkan 99% kuman dalam 10 detik”. Atau iklan bermodelkan seorang tenaga kesehatan dengan berpromosi“Walau terlihat bersih, bukan berarti bebas kuman. Air saja tidak cukup. Selalu pakai Z, 10x lebih efektif membunuh kuman penyakit agar keluarga selalu terlindungi”. Atau lagi, slot program di televisi dan radio yang mengetengahkan tentang salah satu metode pengobatan tradisional, alternatif, dan komplementer. Unik sekali hanya dengan melakukan telewicara sang terapis mampu mendeteksi penyakit juga mengobati sang penelepon. Di media cetak, Anda akan melihat dan membaca iklan-iklan yang menawarkan berbagai metode pengobatan penyakit seperti“pengobatan mata buta tanpa operasi”, ada lagi jargon iklan yang berpromosi“mampu membesarkan alat vital dengan cepat”, dan sejumlah dokter maupun fasilitas kesehatan yang turut meramaikan dunia advertising di media cetak maupun elektronik dan online. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM42
  • 43. keuntungan dari pelayanan kesehatan yang tidak dapat dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan lainnya atau menciptakan pengharapan yang tidak tepat dari pelayanan kesehatan yang diberikan; (2) membandingkan mutu pelayanan kesehatan mencela mutu pelayanan fasyankes lainnya, memuji diri secara berlebihan, termasuk, pernyataan yang bersifat superlatif, mengiklankan pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang fasilitas pelayanan kesehatannya tidak berlokasi di negara Indonesia; mengiklankan pelayanan kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak memiliki izin; (3) mengiklankan obat, makanan suplemen, atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar atau tidak memenuhi standar mutu dan keamanan; mengiklankan susu formula dan zat adiktif; mengiklankan obat keras, psikotropika dan narkotika kecuali dalam majalah atau forum ilmiah kedokteran; (4) memberi informasi kepada masyarakat dengan cara yang bersifat mendorong penggunaan jasa tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut; mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun termasuk pemberian potongan harga (diskon), imbalan atas pelayanan kesehatan dan/atau menggunakan metode penjualan multi-level marketing; (5) memberi testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media massa; memublikasikan metode, obat, alat dan/ atau teknologi pelayanan kesehatan baru atau non-konvensional yang belum diterima oleh masyarakat kedokteran dan/atau kesehatan; dan menggunakan gelar akademis dan/atau sebutan profesi di bidang kesehatan; dan (6) Iklan dan/ atau publikasi pelayanan kesehatan oleh fasilitas kesehatan melalui internet, tidak boleh digunakan sebagai sarana konsultasi medis jarak jauh (telemedicine). Persoalan lain datang dari promosi bagi pengobatan tradisional, alternatif, dan komplementer. Menjamurnya tempat pengobatan tradisional dan iklan serta program pengobatan tradisional turut mewarnai sejumlah media cetak, elektonik, dan online. Tidak bisa dipungkiri sejarah pengobatan di Indonesia berawal dari pengobatan tradisional dan jamu/ramuan berbahan baku alami. Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 48 bahwasanya pelayanan kesehatan tradisional menjadi bagian dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di Indonesia. Pengobatan tradisional beserta jamu/ ramuannya mengakar pada sosio-budaya di Indonesia. Akan tetapi, masyarakat perlu cerdas dalam memfilter informasi yang ada terhadap pelaksanaan pengobatan tradisional. Sebagai contoh, iklan pengobatan di salah satu media cetak ibukota, ”Terapi kanker atau tumor dengan K.A. Element Therapy., adalah salah satu dari lima metode terapi herbal tanpa operasi yang diterapkan di Klinik Y.... Jangan tunggu hingga kanker sulit diatasi. Segera Periksakan di Klinik Y”. Jadi, apakah anda tertarik dengan iklan tersebut? Tunggu dulu, cobalah dicek apakah klinik tersebut memiliki Surat Izin Praktik (SIP) yang terdaftar di Dinas Kabupaten/Kota setempat. Lalu, apakah jamu/ramuan tersebut memiliki izin di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, maupun tersertifikasi di BPOM. Saat ini, masyarakat yang pintar dengan mudah akan mendapatkan berbagai informasi yang ada melalui dunia maya. Lewat situs: www. depkes.go.id, masyarakat dapat mengakses informasi dan kebijakan kesehatan, selain itu pula situs: www.pom.go.id, masyarakat juga dapat mengetahui obat dan makanan yang memiliki perizinan, aman, dan tersertifikasi. Sebagai informasi, dalam waktu dekat ini Kementerian Kesehatan akan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang Tim Pembinaan dan Pengawasan Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, implementasi Permenkes No. 1787 tahun 2010. Masyarakat dapat menghubungi Kementerian Kesehatan (021-500567) maupun Dinas Kesehatan bilamana diketahui adanya pelanggaran dalam iklan dan publikasi pelayanan kesehatan. Memang dalam Permenkes tersebut masih terdapat kekurangan terutama yang terkait etika periklanan. Contoh kasus, bagaimana jika seorang tenaga kesehatan yang mengiklankan dirinya karena berprofesi juga sebagai artis. Siapa yang akan dikenai sanksi? Si tenaga kesehatan, perusahaan periklanan, atau siapa? Bagaimana pula, bila iklan layanan masyarakat yang bermodelkan tenaga kesehatan, akan tetapi di akhir iklan ternyata membawa nama sebuah produk. Sudah saatnya, masyarakat melek informasi, melek hukum agar jangan sampai dibodohi oleh informasi palsu dan menyesatkan. Kementerian Kesehatan dengan senang hati menerima segala masukan dan saran dari masyarakat Indonesia untuk pembangunan kesehatan yang lebih baik. ∞ (Dwi) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 43
  • 44. Kinerja Dua Tahun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009-2011 Pada periode 2010-2014, Pembangunan Kesehatan dilaksanakan sejalan dengan visi Kabinet Indonesia Bersatu II, yaitu Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan. Sasaran Pembangunan Kesehatan dalam periode ini adalah 1. Umur harapan hidup naik dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun; 2. Angka Kematian Bayi turun dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup; 3. Angka Kematian Ibu melahirkan turun dari 228 menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup; dan Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita turun dari 18,4 persen menjadi 15 persen. Pembangunan Kesehatan selama beberapa dasawarsa telah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia secara bermakna. Namun disparitas derajat kesehatan masyarakat antar kawasan, antar kelompok masyarakat, dan antar tingkat sosial ekonomi masih dijumpai. Oleh karena itu, visi Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Dan, fokus Pembangunan Kesehatan selama periode tersebut adalah peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu. Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan,dilaksanakan empat misi, yaitu: (1) meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; (2) melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; (3) menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan (4) menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik dan berkeadilan. Dalam periode2010-2014 Kementerian Kesehatan menerapkan lima nilai yang menjiwai pelaksanaan programnya, yaitu: prorakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih. Dalam pada itu Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2010- 2014 menggariskan bahwa Pembangunan Kesehatan diarahkan pada delapan prioritas, yaitu: (1) Kesehatan ibu, bayi dan balita; (2)Perbaikan status gizi masyarakat; (3) Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular diikuti penyehatan lingkungan; (4) Pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan; (5) Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, serta pembinaan produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan; (6) Pengembangan jaminan kesehatan; (7) Penanggulangan bencana dan krisis kesehatan; (8) Peningkatan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier. Langkah mewujudkan visi Kementerian Kesehatan adalah dengan: meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu, melaksanakan delapan prioritas, dan mencapai sasaran-sasaran Millennium Development Goals (MDG), dilaksanakan Reformasi Pembangunan Kesehatan yang merupakan terobosan terdiri dari tujuh upaya, yaitu: 1. Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar dan pemenuhan Bantuan Operasional Kesehatan. 2. Penyediaan, distribusi, dan retensi sumber daya manusia kesehatan di seluruh wilayah Indonesia. 3. Penyediaan, distribusi, dan pemenuhan obat dan alat kesehatan di seluruh fasilitas kesehatan. 4. Peningkatan pelayanan kesehatan di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan Terluar 5. (DTPK) serta penanganan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). 6. Pencapaian universal coverage jaminan kesehatan. 7. Reformasi birokrasi kesehatan. 8. Pengembangan world class health care. LAPORAN KHUSUS EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM44
  • 45. 1. KESEHATAN IBU, BAYI DAN BALITA Pemerintah mempunyai komitmen yang sangat kuat dalam peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita. Dalam sewindu terakhir ini, tampak kecenderungan penurunan angka kematian ibu dari waktu ke waktu. Upaya penting dalam peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Upaya ini dititik beratkan pada pemberdayaan masyarakat dalam mendukung persiapan persalinan dan pencegahan komplikasi. Sampai tahun 2011, pelaksanaan P4K telah mencakup 85% dari 78.198 desa seluruh Indonesia, diperkuat dengan berbagai terobosan seperti di bawah ini. • Peningkatan kesehatan ibu hamil: membuka Kelas Ibu Hamil di desa yang diikuti oleh Kelompok Ibu Hamil, didampingi oleh suami/keluarga dan difasilitasi oleh tenaga kesehatan bersama Kader. Pada kegiatan tersebut disampaikan berbagai hal yang harus diperhatikan pada masa kehamilan, persalinan dan nifas. Informasi yang disampaikan mencakup: tanda bahaya kehamilan-persalinan- nifas, persiapan persalinan, konseling KB, perawatan bayi, mitos, penyakit menular, akte kelahiran, dan senam ibu hamil. Pada tahun 2011 terbentuk 2.508 Kelas Ibu Hamil. • Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan: Program Kemitraan Bidan dan Dukun, yaitu bentuk kerja sama antara bidan dan dukun dalam pertolongan persalinan. Pada program ini peran dukun dalam persalinan dialihkan pada aspek perawatan nonmedis. Tahun 2011 program kemitraan bidan dan dukun meningkat dari 60,5% pada tahun 2010 menjadi 75% pada tahun 2011 dengan jumlah dukun mencapai 114.290 orang di seluruh Indonesia. Sementara itu, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. 24 • Pelayanan kesehatan bayi baru lahir Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, kematian bayi baru lahir pada usia 0-6 hari sebesar 78,5% dari total kematian bayi. Dalam upaya menurunkan kematian bayi baru lahir dilakukan kunjungan pertama oleh tenaga kesehatan untuk memberikan perawatan dan pemeriksaan risiko dini bayi. Sampai dengan Desember 2011 cakupan kunjungan pertama pelayanan bayi barulahir adalah sebesar 4.101.130 (87,3% ). • Penanganan penyulit pada ibu dan bayi baru lahir Dalam rangka meningkatkan penanganan penyulit pada ibu dan bayi baru lahir dilaksanakan program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas dan Pelayanan Obstetri NeonatalEmergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit. Sampai dengan tahun 2011, jumlah Puskesmas PONED mencapai 1.579 Puskesmas. Sedangkan Rumah Sakit PONEK meningkat dari 358 di tahun 2010 menjadi 378 di tahun 2011. • Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Buku ini berfungsi sebagai alat bantu keluarga dan tenaga kesehatan untuk memantau kesehatan ibu sewaktu hamil, persalinan, dan nifas, serta memantau kesehatan anak sejak dalam kandungan hingga anak berusia 5tahun. Pada 2009- 2011 Kementerian Kesehatan telah mendistribusikan buku KIA sebanyak 4,5 juta buku setiaptahun. • Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Pada tahun 2010 kegiatan penjaringan kesehatan pada murid kelas 1 SD dan sederajat telah menjangkau 88.817 sekolah dasar, data per November tahun 2011 telah menjangkau 79.630 sekolah dasar. 27 UKS terutama diarahkan untuk menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat sejak usia dini. Pada sasaran anak usia SD lebih diarahkan pada pembentukan dokter kecil disekolah. Sedangkan pada siswa SMP dan SMA dilakukan dengan pembentukan konselor sebaya untuk kesehatan reproduksi. 2. JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) Komitmen Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terhadap ibu dan bayi ditunjukkan antara lain dengan meluncurkan program Jaminan Persalinan(Jampersal), pada awal tahun 2011. Pada tahun 2011 diperkirakan terjadi 4,6 juta angka persalinan di Indonesia. Dari angka tersebut sebanyak 1,7 juta diantaranya dibiayai Pemerintah melalui Jamkesmas. Tahun 2011 disiapkan anggaran Jampersal untuk mencakup 2.850.000 ibu hamil dan melahirkan dengan unit cost persalinan sebesar Rp.430.000,00. 3. PERBAIKAN STATUS GIZI MASYARAKAT Pencapaian status gizi secara nasional merupakan hasil dari berbagai terobosan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama dengan instansi terkait dan masyarakat. Menteri Kesehatan telah mencanangkan Rintisan Fortifikasi Vitamin A dalam minyak goreng pada tahun 2011 dengan EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 45
  • 46. dilaksanakannya pilot project di beberapa wilayah, dimulai di Jawa Timur dan Jawa Barat. Pada tahun 2012 studi dilanjutkan dengan penerapan kewajiban (mandatory) fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng. 4. PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR, PENYAKIT TIDAK MENULAR, DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN Penyakit Menular • HIV-AIDS Pada tahun 2011, proporsi kasus AIDS tertinggi adalah pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 33,2%, kelompok umur 20-29 tahun 30,9%, dan kelompok umur 40-49 tahun 12,9%. Angka kematian (Case Fatality Rate=CFR) AIDS tahun 2011 menurun dibandingkan dengan tahun 2010, yaitu dari 3,7% (2010) menjadi 1% (2011). Bila masyarakat ingin mengetahui status HIVnya, tersedia layanan Konseling dan Tes (KT) HIV. Sampai dengan Desember 2011 terdapat 388 layanan KT, dari jumlah tersebut sebanyak 135 layanan KT dikembangkan pada tahun 2004-2009, dan 253 layanan KT dikembangkan pada 2009-2011 tersebar di 173 kabupaten/ kota. Jumlah orang yang mengikuti KT dari tahun 2004–September 2009 (5 tahun) sebanyak 266.234 atau rata–rata 53.000 orang per tahun. Pada periode Oktober 2009–September 2011 sebanyak 488.506 orang mengikuti KT, atau rata–rata 244.253 orang per tahun. Dari jumlah tersebut yang teridentifikasi positif HIV sebanyak 43.177 dan HIV positif yang terdiagnosis sampai dengan September 2011 berjumlah 71.437 kasus. Pelayanan Pengobatan Infeksi Menular Seksual (IMS). Jumlah kasus IMS yang diobati pada tahun 2009-2011 berjumlah 246.448 kasus. Program Pengurangan Dampak Buruk pada Penasun dilaksanakan dengan Program Terapi RumatanMetadon (PTRM) di 68 lokasi layanan dan Program Layanan Alat Suntik Steril (LASS) di194 lokasi layanan. Pada tahun 2011, sebanyak 29.000 orang aktif mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon dan atau Layanan Alat Suntik Steril. • Tuberkulosis (TB) Menurut Global Report WHO, tahun 2010, Indonesia menunjukkan prestasi yang membanggakan dalam penurunan angka kematian tuberkulosis. Pada tahun 2007, Indonesia berada di urutan ke-3 di antara negara-negara dengan kasus TB terbanyak. Tahun 2010 sudah berada di urutan ke-4 di bawah India, Cina, dan Afrika Selatan dengan penurunan angka kematian yang tadinya 168.000/tahun (tahun 1990) menjadi 64.000/tahun (tahun 2010). Target MDG untuk pengendalian TB tahun 2015 untuk angka kematian adalah 46 per 100.000 penduduk, proporsi kasus TB yang terdeteksi 70%, proporsi keberhasilan pengobatan 85%. Pada tahun 2010 angka kematian sudah menurun menjadi 27 per 100.000 penduduk, proporsi kasus TB sebesar 78,3%, dan proporsi keberhasilan pengobatan 91,2%. Dengan demikian target MDG 2015 tersebut sudah tercapai pada tahun 2010. Untuk mempercepat pencapaian MDG pengendalian TB, maka pada tahun 2011 telah diluncurkan Strategi Nasional Pengendalian TB dan Rencana Aksi Nasional Periode 2011-2014 untuk menjadi acuan seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. • Malaria dan Penyakit Bersumber Binatang Lainnya Indonesia telah berhasil menekan Annual Parasite Incidence (API), yaitu jumlah kasus malaria per 1.000 penduduk, dari 4,96 per 1.000 penduduk tahun 1990 menjadi 1,96 per 1.000 penduduk tahun 2010 dan 1,75 per 1.000 penduduk tahun 2011. Diperkirakan target MDG 2015 untuk menurunkan API sebesar 1 per 1.000 penduduk akan tercapai. Kementerian Kesehatan menargetkan eliminasi penyakit malaria secara bertahap. Eliminasi artinya suatu daerah angka API-nya kurang dari 1 per mil (<1 per 1.000 penduduk). Provinsi DKI Jakarta, khususnya Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi Bali dan Kota Batam, pada tahun 2011 sedang dalam proses memasuki tahap eliminasi malaria. Untuk mencapai eliminasi malaria kegiatan diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang seluruhnya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. Pemakaian kelambu adalah salah satu upaya pencegahan penularan penyakit malaria. Selama tahun 2010-2011 telah didistribusikan 7,5 juta kelambu berinsektisida ke wilayah endemis di 26 provinsi. Untuk memastikan ada- tidaknya parasit malaria, dilakukan pemeriksaan sediaan darah mikroskopis atau pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic Test). Pemeriksaan ada tidaknya parasit malaria telah dilakukan pada 75,6% (2009), 82% (2010), dan sebesar 85% (2011) dari sasaran penduduk. Obat malaria yang digunakan adalah ACT (Artemisininbased Combination Therapy), obat ini menggantikan chloroquin yang telah resisten. Pada tahun 2010, dari 1,2 juta kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 240 ribu yang positif dan seluruhnya telah diobati dengan ACT. Pada tahun 2011, dari 1 juta kasus malaria klinis, terdapat 200 ribu yang positif dan seluruhnya telah diobati. • Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada periode 2009 - 2011, angka insiden penyakit DBD di Indonesia cenderung menurun. Pada tahun 2011 telah mencapai 21 per 100.000 penduduk dibandingkan dengan angka tahun 2009: 68,2 per 100.000 dan angka tahun 2010: 62,5 per 100.000 penduduk. Angka kematian DBD juga cenderung menurun pada periode 2009-2011, yaitu 0,90% pada 2009, 0,87% pada 2010 dan 0,80% pada 2011. Penurunan ini dicapai berkat upaya Kementerian Kesehatan bersama seluruh jajaran lintas sektor di Pusat dan Daerah yang mencakup upaya penanggulangan DBD dan dukungan alokasi dana di sebagian besar provinsi dan kabupaten/ kota. Keberhasilan ini juga dicapai EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM46
  • 47. berkat dukungan peran serta seluruh lapisan masyarakat, termasuk kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik). • Filariasis Sebanyak 368 kabupaten/kota di Indonesia endemis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah. Eliminasi Filariasis akan dicapai pada tahun 2020 dengan melakukan Pemberian Obat Masal Pencegahan (POMP). Pada tahun 2011 dilaksanakan POMP di 98 kabupaten/kota yang dimulai sejak tahun 2006. Jumlah yang dicakup POMP tahun 2011 sebanyak 50 juta orang. Kabupaten/kota yang endemis Filariasis akan dilakukan POMP secara bertahap. Pada tahun 2012 akan dilaksanakan POMP di 114 kabupaten/kota. • Flu Burung Jumlah kasus Flu Burung pada manusia di Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun. Kementerian Kesehatan melakukan berbagai upaya pengendalian Flu Burung, termasuk menetapkan 100 rumah sakit rujukan Flu Burung yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain kegiatan pengendalian Flu Burung dilakukan pula antisipasi pandemi influenza mencakup: simulasi penanggulangan episenter pandemi influenza, table top simulation, pelatihan petugas kesehatan, penguatan kapasitas laboratorium, surveilans epidemiologi, pengembangan WHO Collaborating Centre Human Animal Interface di Jakarta, dan penyediaan ruang isolasi di 10 rumah sakit rujukan Flu Burung. Penyakit Tidak Menular • Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah mencakup pengembangan pedoman faktor risiko, manajemen kasus dan intervensi berbasis komunitas di pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular (Posbindu PTM). Program skrining faktor risiko juga dilaksanakan di 16 kabupaten di 14 provinsi. • Kanker Skrining kanker leher rahim dan kanker payudara adalah kegiatan prioritas. Skrining kanker leher rahim dilakukan dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan cryotherapy untuk IVA positif. Program deteksi dini kanker payudara dilakukan dengan pemeriksaan payudara oleh petugas kesehatan (Clinical Breast Examination) dan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari/Breast Selft Examination). Pada tahun 2011 telah dilatih pelaksana skrining sebanyak 954 orang di 79 Puskemas dan 102 orang dari 17 provinsi. • Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Program deteksi dini PPOK dilaksanakan dengan melatih 20 tenaga kesehatan dari 5 provinsi. Deteksi dini dengan pemeriksaan spirometri dilakukan pada masyarakat yang berisiko, seperti pekerja tambang dan perokok. Dilaksanakan pula surveilans epidemiologi PPOK di Puskesmas dan rumah sakit. • Diabetes Melitus (DM) Pengendalian diabetes melitus dilaksanakan dengan mengembangkan pedoman tatalaksana kasus, pelaksanaan kontrol diabetes melitus, pengukuran faktor risiko utama (obesitas, gula darah, aktivitas fisik, diet sayur buah, hipertensi), pelaksanaan surveilans epidemiologi, pencegahan DM di Posbindu PTM, pelatihan Training of Trainer (TOT) untuk deteksi dini, serta manajemen DM dan penyakit metabolik di 16 provinsi. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) Dalam rangka pencapaian 100% Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan tahun 2014, dilakukan akselerasi program imunisasi Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN-UCI) pada tahun 2010. Pengertian 100% UCI desa/ kelurahan adalah bahwa 100% desa/kelurahan di Indonesia telah mencapai tahap UCI yaitu 80% atau lebih bayi sampai dengan usia 1 tahun di desa/kelurahan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Pada tahun 2009 UCI desa/kelurahan di Indonesia telah mencapai 69,8% dan pada tahun 2010 naik signifikan menjadi 75,3%. Pada tahun 2011, jumlah bayi di Indonesia yang harus mendapatkan imunisasi adalah 4,7 juta orang. Dilaksanakan pula kampanye imunisasi tambahan campak dan polio tahun ketiga di 17 provinsi yang mencakup 13.655.803 Balita usia 0-59 bulan (97,8%) untuk polio dan mencakup 11.544.190 Balita 9-59 bulan (97,5%) untuk campak. Imunisasi tambahan Campak dan Polio telah dilakukan pada tahun 2009 dan tahap kedua pada tahun 2010. Kampanye ini dimaksudkan untuk mendukung pencapaian Reduksi Campak dan Eradikasi Polio di Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 2011, Tetanus Maternal dan Neonatal dinyatakan telah mencapai tahap eliminasi oleh WHO di sebagian wilayah Indonesia. Pada tahun 2010, eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal tercapai di regional Jawa-Bali dan regional Sumatera, tahun 2011 eliminasi tercapai di regional Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, dan tahun 2012 diharapkan seluruh wilayah Indonesia telah mencapai tahap eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal. Surveilans Epidemiologi Untuk penguatan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB), pada tahun 2011 dikembangkan Early Warning Alert Response System (EWARS) di 4 provinsi sebagai kelanjutan dari kegiatan tahun 2010 di 6 provinsi. Di samping itu, dikembangkan pula SMS gateway di seluruh provinsi untuk penguatan sistem pelaporan penyakit menular, dengan tujuan agar informasi kejadian penyakit menular di seluruh Indonesia dapat diperoleh sedini mungkin untuk ditanggulangi. Penguatan sumber daya manusia telah dilakukan pada periode 2009-2011 dan 99 orang telah mengikuti S2-Field Epidemiology Training Programme (FETP). Pada tahun 2011 dilatih 353 Tim Gerak Cepat (TGC) Penanggulangan KLB tingkat kabupaten/kota. Untuk membangun jejaring epidemiologi dan EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 47
  • 48. FETP, telah dilaksanakan Konferensi Internasional Jejaring Kesehatan Masyarakat atau FETP/Training of Epidemiology and Public Health Networking (TEPHINET) di Bali. Konferensi ini dihadiri 600 peserta dari 30 negara. Pada tahun 2011, implementasi International Health Regulations (IHR) 2005 di Indonesia, diperkuat dengan dibentuknya Komisi Nasional Implementasi IHR yang bertugas mengkoordinasikan implementasi IHR 2005 di Indonesia. Untuk penguatan kapasitas inti (core capacities) di pintu masuk negara, pada tahun 2011 dimulai mini simulasi penanggulangan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) di tujuh lokasi dan pendidikan pelatihan karantina kesehatan bagi 40 orang staf kantor kesehatan pelabuhan. Pemantauan Arus Mudik Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas selama arus mudik lebaran pada H-7 sampai dengan H+7, Kementerian Kesehatan menyiagakan 630 pos kesehatan arus mudik lebaran dan 171 rumah sakit di jalur utama mudik, terutama di daerah rawan kemacetan dan rawan kecelakaan bekerjasama dengan lintas sektor terkait. Kegiatan yang dilakukan selama arus mudik lebaran tahun 2011, jumlah kematian dapat diturunkan 9% yaitu dari 853 orang di tahun 2010 menjadi 799 orang di tahun 2011. Kesiapsiagaan arus mudik tidak hanya dilaksanakan pada saat Idul Fitri tapi juga pada saat Natal dan Tahun Baru setiap tahun. Upaya penyediaan pos kesehatan arus mudik dimaksudkan untuk mendukung Decade of Action for Road Safety 2011-2020 Penyehatan Lingkungan Upaya penyehatan lingkungan adalah kegiatan yang mendukung pengendalian penyakit menular dan tidak menular, sebagai bagian dari pengendalian faktor risiko penyakit dan lingkungan. Salah satu upaya adalah melalui Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu penyediaan sarana air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan perubahan perilaku, pemberdayaan masyarakat di desa melibatkan Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat. Kumulatif jumlah desa yang melaksanakan Program STBM sampai Oktober tahun 2011 adalah 5.886 desa. Hasil Survei BPS triwulan pertama tahun 2011, menunjukkan persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat adalah 55,2%. Sedangkan persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas adalah 43,4%. Laporan provinsi dan berbagai tinstansi kesehatan sampai dengan Oktober 2011 menunjukkan bahwa persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan adalah 87%. Keberhasilan ini dicapai berkat kerja sama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri dan berbagai sektor lainnya. Pada tahun 2012 akan dilakukan replikasi dan perluasan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di 140 desa pada 28 kabupaten di 10 provinsi. Telah dilaksanakan pula proyek percontohan 10 Pasar Sehat di 9 provinsi. Pasar percontohan tersebut yaitu (1) Pasar Ibuh, Kota Payakumbuh; (2) Pasar Bunder, Kabupaten Sragen; (3) Pasar Gianyar, Kabupaten Gianyar; (4) Pasar Podosugih, Kota Pekalongan; (5) Pasar Cibubur, Kota Jakarta; (6) Pasar Argosari, Kabupaten Gunung Kidul; (7) Pasar Madyopuro, Kota Malang; (8) Pasar Rawa Indah, Kota Bontang; (9) Pasar Margorejo, Kota Metro Lampung; dan (10) Pasar Pengesangan, Kota Mataram. Konsep Pasar Sehat adalah peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat para pedagang dan pengunjung pasar tradisional. Proyek percontohan ini berlangsung 3 tahun (2009-2011). Replikasi Pasar Sehat di daerah lain akan dilakukan tahun 2012. Kementerian Kesehatan juga mendorong Gerakan Nasional Bersih Negeriku yang merupakan amanat Presiden RI. Dengan gerakan ini seluruh komponen bangsa diajak melakukan tindakan nyata mewujudkan hidup bersih dan sehat. Di lingkungan Kementerian Kesehatan gerakan ini dilaksanakan di rumah sakit, kantor-kantor dan unit pelaksana teknis di seluruh Indonesia. • Mushola Sehat Bentuk lain pemberdayaan masyarakat yang berbasis kesehatan adalah melalui program Mushola Sehat yaitu kegiatan masyarakat untuk memperbaiki tempat berwudhu dan sanitasi mushola yang dilaksanakan secara mandiri dengan bantuan dana stimulan dari pemerintah sebesar 5-15 juta rupiah per mushola. Kementerian Kesehatan telah memberikan bantuan program Mushola Sehat secara berturut-turut tahun 2009 sebanyak 154 mushola, tahun 2010 sebanyak 26 mushola dan tahun 2011 sebanyak 29 mushola. • Kota Sehat Peningkatan derajat kesehatan masyarakat perlu didukung oleh tatanan kota yang bersih dan sehat. kabupaten/kota sehat adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi. Penyelenggaraan kabupaten/ kota sehat merupakan pendekatan terpadu, menyeluruh, lintas sektor berbasis masyarakat dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Selain itu dilaksanakan operasionalisasi pembangunan berkelanjutan, berbasis pembangunan berwawasan lingkungan dan pembangunan berwawasan kesehatan seperti yang diatur dalam peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan. Sampai tahun 2011 ada 267 kabupaten/kota (56%) yang tersebar di 28 provinsi yang telah melaksanakan pendekatan kabupaten/ kota sehat. 5. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK HIDUP SEHAT Pada tahun 2010 Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Dalam Negeri telah meluncurkan Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Pada tahun 2010, peningkatan perilaku sehat di masyarakat telah mencapai 50,1% rumah tangga. Upaya untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dilakukan melalui pengembangan desa EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM48
  • 49. siaga aktif. Sampai tahun 2011 telah dikembangkan 43.329 desa/kelurahan siaga aktif. Poskesdes adalah bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) di desa/kelurahan dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa/ kelurahan. Bentuk UKBM yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut: • Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Poskesdes adalah fasilitas kesehatan desa/ kelurahan yang memberikan pelayanan meliputi upaya promotif, preventif, dan pengobatan sederhana; dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama kader. • Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, gizi, dan pengendalian diare. Pada tahun 2011 terdapat 266.827 Posyandu di Indonesia. Berdasarkan laporan rutin program per Desember 2011, sejumlah 15.483.264 ibu (80,9%) telah membawa anak Balitanya ke Posyandu. Dalam meningkatkan pelayanan di Posyandu pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah mendistribusikan Posyandu Kit sebanyak 150 paket untuk 67 kabupaten/kota di 11 provinsi. • Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) Di daerah tertentu Posbindu PTM disebut juga Posyandu Lansia, dan karang werdha. Sasaran kegiatan Posbindu PTM adalah kelompok masyarakat berusia di atas 10 tahun sampai lanjut usia. Kegiatan Posbindu PTM dibina oleh Puskesmas. Pada tahun 2011 tercatat 3.000 Posbindu PTM di Indonesia. Di masa mendatang kegiatan Posbindu PTM diharapkan dapat berkembang cepat di tengah masyarakat agar penyakit tidak menular terkendali di Indonesia. • Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren) Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah memberikan Poskestren Kit sebanyak 100 paket untuk 55 kabupaten/kota di 10 provinsi. Poskestren Kit berupa peralatan yang digunakan untuk kegiatan promotif di Poskestren dalam penggalakan keteladanan berperilaku hidup bersih dan sehat di kalangan santri/santriwati pondok pesantren dan masyarakat di sekitar pondok pesantren. • Pos Malaria Desa (Posmaldes) Kegiatan Posmaldes mencakup penemuan kasus malaria dan penyuluhan tentang pengendalian malaria. Dewasa ini terdapat 2.022 Posmaldes di daerah endemis malaria di Indonesia. • Peran Serta Masyarakat Kementerian Kesehatan telah menjalin hubungan dengan lembaga masyarakat melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dengan 18 organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan ini melakukan kegiatan memberdayaan masyarakat di 23 provinsi, 200 desa, 25 rumah sakit, 200 pondok pesantren sehat, 18 pasraman sehat, dan 18 pura sehat. Saat ini jumlah kader ormas/motivator yang sudah dilatih sebanyak 800 orang. Selain itu, tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah mengajak dunia usaha untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan. Pada peringatan Hari Kesehatan Nasional di bulan November 2011 yang lalu telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Kesehatan dengan 23 Dunia Usaha yang terdiri dari 4 BUMN dan 19 perusahaan swasta nasional dan internasional. Sepanjang tahun 2011, ada beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan terkait dengan kampanye PHBS. 6. PELAYANAN KESEHATAN DASAR DAN RUJUKAN Pada tahun 2010-2014 pembangunan kesehatan dititikberatkan pada peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu. Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan guna meningkatkan akses masyarakat ini. • Pelayanan Kesehatan Dasar Pada tahun 2010, jumlah Puskesmas tercatat sebanyak 9.005 unit, meningkat pada tahun 2011 menjadi 9.323 unit, EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 49
  • 50. terdiri dari Puskesmas Perawatan berjumlah 3.019 unit dan Puskesmas Non Perawatan sebanyak 6.304 unit. • Pelayanan Kesehatan Rujukan Pada tahun 2010 terdapat 1.632 rumah sakit di seluruh Indonesia. Terjadi peningkatan bermakna di tahun 2011 sebanyak 89 rumah sakit, dan 18 rumah sakit di antaranya berada di DTPK/DBK di 17 kabupaten/kota. • Akreditasi Rumah Sakit Pada tahun 2011, rumah sakit yang terakreditasi telah mencapai 819 rumah sakit, atau terjadi peningkatan sebanyak 182 dibandingkan dengan tahun 2010 (637 rumah sakit). Terdapat 3 jenis akreditasi rumah sakit, yaitu akreditasi 5 pelayanan, 12 pelayanan dan 16 pelayanan. • Penanganan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan menggelar Jambore Kesehatan Jiwa pada tanggal 8-9 Oktober 2011 di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dr. Marzoeki Mahdi Bogor dengan tema Investasi Kesehatan Jiwa melalui Ajang Prestasi dan Kreativitas Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Kegiatan jambore meliputi: lomba poster, malam renungan, berkemah bersama, fun games, lomba olahraga serta seni dan budaya. • World Class Health Care Sampai tahun 2011 terdapat 4 rumah sakit swasta yang terakreditasi internasional. Selain itu, 7 rumah sakit pemerintah sedang dalam proses akreditasi internasional, yaitu RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Soebroto, RSUP Sanglah, RSUP Fatmawati, RSUP H. Adam Malik, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, dan RSUP Dr. Sardjito. terluar (dtpk dan penanggulangan daerah bermasalah (pdbk) Upaya meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan di DTPK dilakukan dengan: 1. Peningkatan status Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di DTPK. Pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebanyak 83 Puskesmas Perawatan dibandingkan dengan tahun 2010 yang berjumlah 76 Puskesmas Perawatan. Pembangunan Puskesmas Perawatan di DTPK akan terus dilakukan hingga mencapai target 101 Puskesmas. 2. Pengadaan alat dan sarana penunjang di Puskesmas dan Puskesmas Perawatan. Untuk mendukung pelayanan kesehatan di DTPK, Kementerian Kesehatan juga menyediakan beberapa sarana penunjang seperti: Rumah Sakit Bergerak, flying health care, Puskesmas Terapung dan Puskesmas Keliling Air (Pusling Air). • Rumah Sakit Bergerak Pada tahun 2010, Rumah Sakit Bergerak berjumlah 14 unit, dan pada tahun 2011 dipersiapkan 10 unit Rumah Sakit Bergerak baru di Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Rumah Sakit Bergerak merupakan fasilitas kesehatan yang siap guna dan bersifat sementara dalam jangka waktu tertentu; serta dapat dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lain di daerah tertinggal, terpencil, kepulauan dan daerah perbatasan. • Puskemas Terapung Sampai dengan tahun 2011 Kementerian Kesehatan bersama pemerintah Daerah menyediakan 15 unit Puskesmas Terapung, yaitu 4 unit di kabupaten perbatasan Papua, 4 unit di kabupaten erbatasan Nusa Tenggara Timur, 2 unit di kabupaten perbatasan Kalimantan Timur dan 5 unit di kabupaten perbatasan Kalimantan Barat. • Puskesmas Keliling Untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan di daerah kepulauan dan perairan, Kementerian Kesehatan menyediakan fasilitas Puskesmas Keliling Pada tahun 2011 RSUP Dr. Sardjito telah meraih penghargaan Patient Safety dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Sementara itu dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit, RSUP Fatmawati dan RS Jantung Harapan Kita telah mendapat penghargaan dari Bayer pErdalin: Competition On ManageMENt of healthcare asSociAted infection controL (BE COMMENSAL). 7. BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN (BOK) Pada tahun 2011 seluruh Puskesmas yang berjumlah 8.967 di seluruh Indonesia memperoleh BOK. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah meningkatkan anggaran BOK dari tahun 2010 yang berjumlah Rp.215.262.000.000,00 untuk 17 provinsi menjadi Rp.904.555.000.000,00 untuk 33 provinsi. Dana BOK pada tahun 2011 disalurkan langsung ke seluruh 497 kabupaten/kota dengan perbedaan alokasi anggaran BOK di berbagai regional. Terdapat perbedaan alokasi anggaran per Puskesmas per tahun untuk regional Sumatera Jawa-Bali sebesar Rp.75juta/ Puskesmas/tahun, regional Kalimantan- Sulawesi sebesar Rp.100juta/Puskesmas/ tahun, Maluku Rp.200 juta/Puskesmas/ tahun dan regional Nusa Tenggara dan Papua sebesar Rp.250juta/Puskesmas/ tahun. Perbedaan alokasi anggaran ini ditentukan antara lain berdasarkan adanya perbedaan geografis. Sebanyak 490 kabupaten/kota (98,6%), dari 497 kabupaten/kota telah memanfaatkan dana BOK, sehingga masih ada 7 kabupaten/ kota (1,4%) yang belum memanfaatkan dana BOK secara optimal. Pada umumnya daerah Indonesia Timur yang memiliki kondisi geografis sulit, seperti Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Sulawesi Barat; pemanfaatan BOK-nya cukup besar, dibandingkan dengan daerah lainnya. 8. peningkatan pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM50
  • 51. Air (Pusling Air). Pusling Air berbentuk perahu motor dan dapat dimanfaatkan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan di kabupaten/kota yang memiliki wilayah kepulauan. Sampai dengan tahun 2010, Kementerian Kesehatan mengadakan 908 Pusling Air dan pada tahun 2011 ditambah 17 Pusling Air, sehingga total jumlah Pusling Air sampai 2011 adalah 925 Unit. Selain Puskesmas Keliling Air, Kementerian Kesehatan pada tahun 2011 mengadakan 17 Puskesmas Keliling Double Gardan untuk wilayah yang sulit dijangkau dengan kendaraan biasa. PuslingDouble Gardan tersebut didistribusikan ke Provinsi Papua 4 unit, Nusa Tenggara Timur 4 unit, Kalimantan Timur 3 unit, dan Kalimantan Barat 6 unit. • Flying Health Care Flying Health Care (FHC) adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tim kesehatan untuk meningkatkan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan di DTPK dengan dukungan transportasi udara. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan mengoperasikan FHC untuk menjangkau daerah terpencil di 8 provinsi yang sulit ditempuh dengan kendaraan darat maupun perairan. Daerah tersebut adalah Papua, Papua Barat, Maluku Utara, Maluku, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. 9. pengembangan jaminan kesehatan Kementerian Kesehatan terus melakukan perbaikan dan pengembangan jaminan kesehatan menuju universal coverage. Sejak tahun 2008 program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu diberi nama program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Pada tahun 2011 jumlah penduduk yang memiliki jaminan kesehatan menjadi 63,1%, dengan demikian jumlah penduduk yang tidak mempunyai jaminan berkurang menjadi 36,9%. Ditargetkan pada tahun 2014 seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan sebagai pelaksanaan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dari 63,1% penduduk yang memiliki jaminan kesehatan pada tahun 2011, 32,4% merupakan peserta program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), 13,5% peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), 7,4% peserta Askes PNS, TNI, dan Polri, 2,2% peserta Jamsostek, 6,5% peserta jaminan kesehatan perusahaan, dan 1,2% peserta asuransi swasta lainnya. Pada tahun 2011, sasaran Jamkesmas sebesar 76,4 juta jiwa mencakup masyarakat miskin dan tidak mampu, para penghuni panti sosial, penghuni Rutan/Lapas, dan masyarakat miskin akibat korban pasca bencana. Untuk meringankan beban keuangan para penderita Thalassaemia major, Kementerian Kesehatan juga memberikan bantuan pelayanan pengobatan. Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/ kota yang memiliki kemampuan sumber daya yang memadai telah mengembangkan program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dengan peserta masyarakat miskin yang tidak dicakup oleh Jamkesmas. Tahun 2011 terdapat 335 kabupaten/kota atau 67,4% dari 497 kabupaten/kota di Indonesia yang telah melaksanakan program Jamkesda. Sampai akhir tahun 2011 empat provinsi telah mencapai universal coverage, yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, dan Aceh. Dua provinsi yang cakupan jaminan kesehatannya besar adalah Kepulauan Riau (88,6%) dan Bangka Belitung (84,9%). Pemerintah telah meningkatkan anggaran Jamkesmas sejak tahun 2009. Alokasi anggaran Jamkesmas tahun 2009 sebesar Rp.4,6 triliun, meningkat pada tahun 2010 menjadi Rp.5,125 triliun dan pada tahun 2011 meningkat kembali sebesar Rp.6,3 triliun. Pada tahun 2011 realisasi penggunaan anggaran Jamkesmas sebesar 99,9%. Peningkatan ketersediaan anggaran diikuti dengan peningkatan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan. Pada tahun 2011, Kementerian Kesehatan telah mempersiapkan 9.133 Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar bagi peserta Jamkesmas dan pelayanan kesehatan rujukan di 1.078 Fasilitas Kesehatan (Faskes) sebagian besar adalah rumah sakit. 10. pengembangan DAN pemberdayaan sdm kesehatan Mulai tahun 2011, masa pengabdian tenaga PTT dokter, dokter gigi, dan dokter spesialis untuk daerah terpencil dan sangat terpencil diperpanjang dari 6 bulan menjadi 1 tahun. Selain itu, pemerintah daerah juga turut memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dengan mengangkat tenaga kesehatan melalui program PTT Daerah. Pada tahun 2011 telah diangkat 10.810 PTT yang terdiri dari 2.425 dokter, 504 dokter gigi, 7.881 bidan. Total sampai dengan tahun 2011 berjumlah 39.452 orang. Selama tahun 2010, sebanyak 401 dokter telah menyelesaikan Program Internsip Dokter, dan pada tahun 2011 sebanyak 1.141 dokter sedang mengikuti program ini. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 51
  • 52. Untuk memenuhi pelayanan kesehatan di DTPK, pada tahun 2011 telah diangkat 1.391 tenaga kesehatan strategis yang antara lain terdiri dari ahli kesehatan lingkungan, ahli gizi, perawat, ahli madya farmasi, dan analis kesehatan di 35 kabupaten/kota prioritas DTPK di 12 provinsi. Pemenuhan tenaga dokter spesialis di DTPK dikembangkan Program Dokter Dengan Kewenangan Tambahan (PDDKT) bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Jumlah residen senior yang didayagunakan pada tahun 2011 berjumlah 383 orang di 78 kabupaten/kota dan di DBK. Setiap tahun, Kementerian Kesehatan melaksanakan pemilihan tenaga kesehatan teladan. Penghargaan internasional untuk tenaga kesehatan teladan diberikan pada tenaga kesehatan Indonesia, yaitu penghargaan Asia Pacific Action Alliance on Human Resources for Health kepada dr. Brahim dan bidan Diana Maryem. Dalam rangka pelaksanaan Program Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), pada tahun 2011 telah dikirim sebanyak 363 tenaga perawat untuk bekerja di rumah sakit di Jepang selama tiga tahun. Dalam upaya mewujudkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, pada tahun 2011 telah dibentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Komite Nasional Farmasi (KNF). Kesehatan, Kementerian Kesehatan mengembangkan Program Tugas Belajar (Tubel) yaitu dengan memberikan bantuan beasiswa kepada 1.510 tenaga kesehatan pada 2011. dengan rincian pada Tabel 9 berikut ini. 11. peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, serta pembinaan produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan Tahun 2011 telah dilakukan beberapa upaya yaitu: reposisi dan revitalisasi obat generik, menyediakan Online Logistic System, melakukan kemandirian bahan baku obat, harmonisasi peraturan perundangan, dan menerapkan E-Register alat kesehatan. • Reposisi dan Revitalisasi Obat Generik Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan kebijakan Online Logistic System di fasilitas kesehatan dan pencitraan obat generik yang lebih baik di masyarakat. Setiap tahun Kementerian Kesehatan menyediakan obat dan vaksin untuk buffer stock pusat dan provinsi, obat untuk penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/bencana, obat program dan vaksin. Pada tahun 2011 disediakan anggaran sebesar Rp.1,29 triliun untuk keperluan tersebut. Ketersediaan obat di instalasi farmasi kabupaten/kota mengalami peningkatan yang bermakna, yaitu selama 15,66 bulan di tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2010 selama 14,2 bulan dan tahun 2009 selama 12,6 bulan. Penggunaan obat generik di fasilitas kesehatan menunjukkan angka yang menggembirakan. Pada tahun 2011 penggunaan obat generik di Puskesmas mencapai 96,7%, sedangkan di rumah sakit sebesar 66,5%. Jumlah item obat generik yang mengalami rasionalisasi harga dilakukan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, rasionalisasi harga obat generik dilakukan pada 453 item, dan di tahun 2011 pada 499 item • Online Logistic System Pada tahun 2011 dikembangkan Software Online Logistic System yang diujicobakan di beberapa kabupaten/ kota dan disosialisasikan ke seluruh instalasi farmasi di Indonesia. Pada tahun 2012 seluruh kabupaten/kota akan mengimplementasikan sistem informasi logistik ini. • Fasilitasi License Compulsory/ Government Used Untuk mendukung penanggulangan penyakit HIV-AIDS dan Hepatitis B di Indonesia dipandang perlu memberikan akses kepada masyarakat pada obat antiviral yang saat ini masih dilindungi Paten. Oleh karena itu Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Hukum an HAM menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah Terhadap Obat Antiviral, sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah Terhadap Obat Anti Retroviral. Kerja sama dengan pemegang paten bukan hanya untuk obat HIV-AIDS tetapi juga untuk obat Hepatitis B agar dapat diproduksi di Indonesia. • Resep Elektronik (E-Prescription) Peresepan secara elektronik telah dilakukan oleh RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo-Jakarta, RS Bethesda- Yogyakarta, Eka Hospital-Tangerang, dan RS Mitra Keluarga-Bekasi, RS Karawang, RS HasanSadikin, RS Borromeus, dan RS Sentosa. Beberapa Puskemas di Jawa Barat telah pula melakukan peresepan secara elektronik yaitu di Puskesmas Babakan Sari-Bandung dan Puskesmas Telaga Murni-Bekasi. Saat ini Kementerian Kesehatan sedang menyusun Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penggunaan Resep Elektronik di Fasilitas Kesehatan dengan melibatkan para pakar di bidang hukum kesehatan, kefarmasian, kedokteran, organisasi profesi dan praktisi kesehatan. • Perizinan Alat Kesehatan Secara Online Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah membangun sistem E- Government pada Perizinan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). Sistem ini akan mempermudah pelaku industri untuk mengakses pelayanan perizinan alat kesehatan secara EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM52
  • 53. online sehingga meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. • Kemandirian Bahan Baku Obat Upaya menciptakan kemandirian di bidang bahan baku obat dan obat tradisional dilakukan dengan memberdayakan keragaman hayati yang dimiliki Indonesia, terutama bahan- bahan yang telah diyakini khasiatnya berdasarkan hasil penelitian. Hasilnya adalah sejumlah bahan baku obat yang dapat diproduksi di dalam negeri guna memenuhi kebutuhan produksi obat jadi, antara lain Fraksi Bioaktif Cinamomumburmanidan Lagerstroemia speciosa untuk menurunkan resistensi insulin dan pengobatan diabetes, pengobatan kanker, pengobatan sindroma pramenstrual dan nyeri menstruasi, dan fraksi Lumbricusrubellusuntuk pengobatan aterosklerosis dan perbaikan sirkulasi darah. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku impor. 12. pengelolaan anggaran pembangunan kesehatan tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Secara nominal, Kementerian Kesehatan telah meningkatkan alokasi anggaran preventif dan promotif dengan konsisten sejak 2 tahun terakhir ini. Anggaran preventif dan promotif pada tahun 2010 sebesar Rp.12,08 triliun, alokasi anggaran ini ditingkatkan pada tahun 2011 menjadi Rp.13,46 triliun dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 14,34 triliun. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi, alokasi anggaran Kementerian Kesehatan untuk pembangunan kesehatan di daerah mendapat perhatian Kementerian Kesehatan. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan proporsi anggaran untuk pembangunan kesehatan di daerah. Pada tahun 2009 anggaran untuk Keberhasilan pemanfaatan anggaran pembangunan kesehatan di Pusat maupun Daerah ditunjukkan dengan tercapainya realisasi anggaran. Realisasi anggaran Kementerian Kesehatan menunjukkan kecenderunganmeningkat. 13. reformasi birokrasi Keterbukaan Informasi Publik Kementerian Kesehatan sebagai badan publik berkomitmen menjalankan amanat UU KIP, sehingga tahun 2010 telah dilaksanakan berbagai kegiatan persiapan menyambut pemberlakuan UU KIP, yaitu salah satunya dengan membentuk Pejabat Pengelola dan Informasi dan Dokumentasi (PPID). Pada tahun kedua (2011) pelaksanaan UU KIP, Kementerian Kesehatan termasuk dalam 10 besar badan publik paling terbuka berdasarkan monitoring dan evaluasi Komisi Informasi Pusat terhadap 82 badan publik tingkat pusat. Sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat tersebut, sejak tahun 2010 Kementerian Kesehatan telah meningkatkan akses masyarakat dan untuk mendapatkan informasi pengaduan melalui Pusat Tanggap dan Respon Cepat (PTRC), Pojok Informasi, dan berbagai media sosial yang dikembangkan. LAYANAN INFORMASI & PENGADUAN ALAMAT Pemanfaatan sarana informasi dan pengaduan oleh masyarakat menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak 2010. Selama 2011 jumlah layanan informasi dan pengaduan yang masuk sebanyak 1.171 layanan. Pada tahun 2011 jumlah layanan meningkat 288 layanan (32,6%) bila dibandingkan dengan kurun waktu yang sama tahun 2010. Adapun jenis layanan PTRC selama 2011 menunjukkan proporsi permohonan informasi 79%, pengaduan masyarakat 19% dan sisanya 2% memberikan saran dan perbaikan kepada Kementerian Kesehatan. Layanan informasi melalui sosial media twitter mengalami penambahan pengikut (followers) yang cukup banyak. Sampai tahun 2011 followers untuk twitter Kementerian Kesehatan telah mencapai 3.162 followers. Jumlah layanan publik yang diberikan selama April–Desember 2010 tercatat sebanyak 22.150 layanan, sementara jumlah layanan tahun 2011 tercatat sebanyak 30.730 layanan. b. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Sejak tahun 2010 seluruh pengadaan barang dan jasa di Kementerian Kesehatan telah menggunakan layanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik melalui website: www.lpse.depkes.go.id. Dengan komitmen mem-bangun pengadaan yang terbuka, bersaing dan transparan, Kementerian Kesehatan mendapatkan penghargaan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk kategori kementerian dengan jumlah pagu terbesar menggunakan layanan pengadaan barang/jasa secara elektronik tahun 2010. Sejak ditetapkan penggunaan sistem LPSE untuk pengadaan barang dan jasa, telah terjadi peningkatan efisiensi yang cukup bermakna. Efisiensi pengadaan barang dan jasa melalui LPSE pada tahun 2010 mencapai nilai Rp.191.194.895.478,- meningkat di tahun 2011 senilai Rp.398.295.472.085,- Penataan (Right Sizing) PNS di Kementerian Kesehatan. Pemerintah secara resmi telah menetapkan penundaan sementara penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 53
  • 54. yang lebih dikenal dengan moratorium, selama 16 bulan yang dimulai pada tanggal 1 September 2011- 31 Desember 2012. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) Opini BPK terhadap laporan keuangan Kementerian Kesehatan sejak tahun 2009 dan 2010 berturut-turut adalah disclaimer, hal ini mendorong para pengambil keputusan dan jajaran Kementerian Kesehatan untuk memperbaiki pengelolaan administrasi keuangan guna meraih penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 2012 untuk laporan keuangan tahun 2011. Komitmen Kementerian Kesehatan untuk meraih WTP 2012 ditandai dengan penandatanganan piagam Komitmen Meraih Opini Laporan Keuangan WTP oleh seluruh pejabat struktural dan pengelola keuangan di lingkungan Kementerian Kesehatan. Penguatan Perangkat Perundang- undangan • Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengamanatkan Kementerian Kesehatan untuk menyusun 9 Peraturan Pemerintah (PP), 2 Peraturan Presiden (Perpres), dan 11 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Dari 9 buah PP yang diamanahkan telah ditetapkan PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor, dan PP No 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Sementara 7 RPP lainnya disatukan materinya menjadi satu RPP yang berjudul Pelaksanaan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dari 11 Permenkes yang diamanahkan telah ditetapkan Permenkes Nomor 2415/Menkes/Per/ XII/2011 tentang Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahgunaan dan Korban Penyalahgunaan Narkotika. • Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, mengamanatkan untuk menyusun 1 Undang-Undang (UU), 24 Peraturan Pemerintah (PP), 2 Peraturan Presiden (Perpres), dan 20 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Pemerintah telah menyusun RUU tentang Tenaga Kesehatan, dan pada tahun 2011 telah memasuki proses harmonisasi. Dari 24 PP yang diamanahkan telah ditetapkan tiga PP, yaitu PP Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah, PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, PP Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan yang masih cukup relevan,sementara dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) telah selesai tahap harmonisasi yaitu RPP tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif dalam proses penandatanganan oleh 5 Menteri untuk ditetapkan menjadi PP dan RPP tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Pada tahun 2011, Kementerian esehatan masih melakukan pembahasan internal untuk Rancangan Peraturan Presiden yaitu Peraturan Presiden tentang Sistem Kesehatan Nasional dan Peraturan Presiden tentang Badan Pertimbangan Kesehatan. Untuk 20 Permenkes yang diamanahkan, 17 di antaranya sudah ditetapkan menjadi Permenkes, sedangkan Permenkes tentang Hak Penggunaan Pelayanan Kesehatan, Permenkes tentang Penentuan Kematian dan Permenkes Pembinaan dan Pengawasan masih dalam pembahasan. • Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, mengamanatkan untuk menyusun 5 Peraturan Pemerintah (PP), 1 Peraturan Presiden (Perpres), 15 Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), dan 1 Peraturan Daerah untuk setiap daerah. Dari 5 PP amanah UU, saat ini Kementerian Kesehatan telah menyusun RPP tentang Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS). Sedangkan RPP lainnya masih dalam pembahasan di internal Kementerian Kesehatan termasuk RPP tentang Tenaga Kesehatan Asing. Sistem Informasi Kesehatan Nasional Saat ini Kementerian Kesehatan, telah mengembangkan berbagai sistem elektronik baik untuk mendukung proses pelayanan kesehatan maupun administrasi kesehatan, di antaranya: E-Pharm, sistem registrasi kefarmasian dan alat kesehatan, Sistem Informasi Puskesmas (SIMPUS), Sistem Informasi Manajemen RS (SIMRS), website Kementerian Kesehatan, sistem registrasi dokter/dokter gigi online dan Sistem Informasi Laporan Keuangan (SILK). 14. HUBUNGAN LUAR NEGERI BIDANG KESEHATAN Keketuaan ASEAN tahun 2011 dimanfaatkan Kementerian Kesehatan untuk berperan aktif dalam menerapkan kesepakatan ASEAN di bidang kesehatan dalam mencapai Komunitas Sosial Budaya ASEAN 2015. Penyelenggaraan The Official Launch of the ASEAN Dengue Day pada 15 Juni 2011 yang waktunya bersamaan dengan dilaksanakannya International Conference on Dengue di Jakarta mendapatkan apresiasi internasional. Sesuai dengan tema konferensi“Dengue Is Everybody’s Concern, Causing Socio- economic Burden, but It’s Preventable”telah membuka mata dunia bahwa demam berdarah adalah masalah bersama yang dapat diatasi. Melalui event tersebut, Indonesia berhasil mendeklarasikan “Jakarta Call for Action on Combating Dengue”. Pemanfaatan obat tradisional dikenal di seluruh negara ASEAN, namun informasi tentang kemanjuran obat tradisional masih berdasarkan pengalaman empiris belum didukung bukti ilmiah. Tema konferensi The 3rd Conference on Traditional Medicine in ASEAN Countries -“Utilization of Evidence Based Traditional Medicine in Health Care”yang diselenggarakan di Surakarta, Jawa Tengah, Oktober 2011 menjadi titik tolak bagi negara ASEAN untuk mewujudkan rencana pengintegrasian obat tradisional ke dalam sistem kesehatan. Untuk meningkatkan upaya pengendalian HIV- AIDS, telah diselenggarakan“International Symposium on Getting to Zero New HIV Infections, Zero Discrimination and Zero AIDSRelated Deaths in ASEAN”. Simposium EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM54
  • 55. ini diselenggarakan dalam rangkaian pertemuan The 19th ASEAN Task Force on AIDS di Bandung, Jawa Barat, 21-24 November 2011. Pada kesempatan ini dicanangkan Kampanye AIDS dengan tema“Aku Bangga Aku Tahu”untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai HIV-AIDS. Pada tahun 2011 diplomasi kesehatan Indonesia di forum WHO telah mencatat sejarah yang mengubah tatanan kesehatan global dengan disepakatinya resolusi“The Framework for Pandemic Influenza Preparedness (PIP): Sharing of Influenza Viruses and Access to Vaccines and Other Benefits”pada Sidang ke-64 World Health Assembly (WHA) di Jenewa, Mei 2011. Tahun 2007, dalam perjuangan mengubah mekanisme virus sharing yang diterapkan WHO selama lebih dari 60 tahun. Disetujuinya penerapan Standard Material Transfer Agreement pada virus sharing, menciptakan mekanisme perlindungan pada global public health yang adil, transparan, setara, dan menguntungkan semua pihak. Indonesia telah terpilih menjadi Vice Chair Advisory Group (Wakil Ketua Komite) pada pertemuan PIP Framework Advisory Group di Jenewa, November 2011. Advisory Group bertugas memberikan pandangan dan rekomendasi PIP kepada WHO. Di sela-sela sidang KTT ASEAN November 2011 di Bali, Menteri Kesehatan berkesempatan melakukan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon yang menyampaikan apresiasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas pelayanan Puskesmas yang dinilai cukup berhasil. Dalam konteks kerja sama internasional, sepanjang tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah menandatangani Nota Kesepahaman kerja sama bidang kesehatan dengan Islamic Development Bank (IDB) tentang pendirian Indonesian Cardiac Center di Gaza, Palestina; Joint Statement ke-2 dengan Malaysia; Subsidiary Arrangement (SA) Program AIPPMH (Australia/Indonesia Partnership on Maternal Neonatal Health) tentang kesehatan ibu dan anak; Record of Discussion (ROD) RI-JICA tentang Prima Kesehatan; dan Record of Discussion (ROD) RI Qatar tentang kesepakatan pembahasan pengaturan pengiriman tenaga kesehatan. 15. PENANGGULANGAN BENCANA DAN KRISIS KESEHATAN Dalam rangka menurunkan risiko kesehatan pada setiap kejadian yang menimbulkan atau berdampak pada krisis kesehatan, sejak tahun 2010-2011 telah dilakukan upaya peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam manajemen dan teknis penanggulangan krisis kesehatan di 150 kabupaten/kota. Selain itu telah didistribusikan sebanyak 300 unit emergency kit, 750 unit personal kit, dan sebanyak 150 unit peralatan pengolah data ke seluruh kabupaten/kota tersebut. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan telah memberikan dukungan tenaga, logistik dan dana operasional untuk mengatasi krisis kesehatan sebanyak 20 kejadian baik di dalam maupun di luar negeri. Dalam penanganan peristiwa ledakan bom di Cirebon yang terjadi pada tanggal 15 April 2011 dan ledakan bom di Surakarta yang terjadi pada tanggal 29 September 2011, Kementerian Kesehatan telah mengkoordinasikan dan mendukung penanganan korban ledakan di rumah sakit. Selain itu Kementerian Kesehatan juga telah memberikan pelayanan kesehatan kepada 3.800 WNI overstay pada saat pemulangan dengan kapal laut dari Arab Saudi ke Indonesia, dengan menugaskan 20 tenaga kesehatan dalam dua kali perjalanan selama kurang lebih 14 hari. Sementara itu, dalam penanganan kesehatan pemulangan WNI ke Tanah Air akibat krisis Mesir, Kementerian Kesehatan menyediakan tenaga kesehatan, ambulans, dan rumah sakit rujukan. Salah satu bentuk kepedulian Indonesia pada masalah krisis kesehatan global, ditunjukkan dengan mengirim Tim Kesehatan selama dua minggu untuk membantu masyarakat Pakistan, khususnya yang tinggal di Lahore, ibukota Provinsi Punjab dalam rangka menanggulangi Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah dengue pada bulan Oktober-November 2011. Kementerian Kesehatan telah mengirimkan obat dan tim kesehatan yang berjumlah 20 orang untuk membantu pemerintah Pakistan. 16. pelayanan kesehatan haji Kementerian Kesehatan terus berupaya meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan ke Tanah Suci; menjaga agar jemaah haji dalam kondis sehat selama menunaikan ibadah haji sampai tiba kembali di Tanah Air; dan mencegah terjadinya penularan penyakit menular. Jumlah jemaah haji reguler tahun 2011 adalah 02.343 orang. Dari jumlah tersebut terdapat 102.346 (50,6%) jemaah haji risiko tinggi (Risti). Untuk memastikan kesehatan jemaah haji sebelum berangkat, Kementerian Kesehatan telah melaksanakan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji di kabupaten/ kota. Cakupan pelaksanaan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan haji di kabupaten/kota meningkat dari 30% pada tahun 2010 menjadi 50% pada tahun 2011. Pemeriksaan sebelum keberangkatan dimulai di Puskesmas, jika ada yang menderita penyakit tertentu dirujuk ke rumah sakit. Selanjutnya sebelum keberangkatan, dilakukan pemeriksaan kesehatan di embarkasi. Untuk pelayanan kesehatan haji di Tanah Suci tahun 2011, Kementerian Kesehatan mengirim tenaga kesehatan sebanyak 1.803 orang, terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, apoteker, asisten apoteker, tenaga elektro medik, tenaga rekam medik, penata rontgen, ahli gizi, tenaga sanitasi, tenaga surveilans epidemiologi, dan tenaga non-medis. Kementerian Kesehatan juga merekrut 108 orang Tenaga Musim (Temus), yaitu warga negara Indonesia yang bermukim EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 55
  • 56. di Arab Saudi dan mahasiswa Indonesia yang belajar di Arab Saudi atau di negara sekitarnya untuk membantu pelayanan logistik, administrasi dan transportasi. Untuk meningkatkan akses jemaah haji Indonesia pada pelayanan kesehatan di Arab Saudi, tahun 2011 Kementerian Kesehatan mengadakan 9 ambulans sehingga total ambulans berjumlah 44 buah; 2 buah mobil bus mini coaster. Satu bus mini coaster dapat mengangkut 25- 30 jemaah pada kegiatan Safari Wukuf. Untuk pelayanan kesehatan jemaah haji tahun 2011, disediakan 40 macam jenis obat dengan berat total 1.200 kg. Selain itu, Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) ditingkatkan jumlah tempat tidurnya dari 40 tempat tidur di tahun 2010 menjadi 70 tempat tidur tahun 2011. asil evaluasi sampai dengan tanggal 11 Desember 2011, menunjukkan jumlah kunjungan rawat jalan adalah 3.137 kunjungan dan rawat inap 173 kunjungan di sektor Mekkah dan Madinah. Kunjungan rawat jalan di BPHI sebanyak 701 kunjungan dan jemaah haji yang rawat Inap di BPHI Mekkah, Madinah, dan Jeddah adalah 2.183 orang. 17. penelitian dan pengembangan kesehatan Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk lebih mengembangkan program penelitian dan pengembangan kesehatan. Dari tahun ke tahun, telah terjadi peningkatan kualitas dan pemanfaatan program penelitian, sehingga dapat memberikan kontribusi mendasar, strategis dan jangka panjang bagi keberhasilan pembangunan kesehatan. Penelitian yang difokuskan untuk mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan pada tahun 2010-2011 antara lain adalah Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes), saintifikasi jamu, penelitian biomolekular, dan penelitian kemandirian bahan baku obat. Selain pelaksanaan penelitian, juga didirikan Pusat Informasi dan Dokumentasi Dunia Vektor dan Reservoir (Duver). • Riset Fasilitas Kesehatan Tahun 2011 Riset Fasilitas Kesehatan merupakan salah satu riset kesehatan berskala nasional yang dimaksudkan untuk melakukan pengukuran dan pengamatan data primer serta penelusuran data sekunder mengenai penyediaan fasilitas kesehatan dan kinerjanya. Riset dilakukan di seluruh Rumah Sakit Pemerintah sejumlah 684 Rumah Sakit, Puskesmas sejumlah 9.148 dan laboratorium klinik mandiri pemerintah dan swasta sebanyak 888 laboratorium. • Saintifikasi Jamu Pada tahun 2011, kegiatan yang dilakukan dalam mendukung saintifikasi jamu adalah: 1. Penelitian studi pra klinik anti- myalgia, antihemoroid, anti-kanker, aphrodisiakadan hepatoprotektor. Dari penelitian ini akan diperoleh apakah jamu tersebut dapat menimbulkan efek toksik pada hewan uji, sehingga dapat dipakai acuan untuk menentukan dosis jamu dengan uji klinik. 2. Penelitian studi observasi klinik anti-obesitas, antiosteoarthritis, anti-hemorroid, anti-dispepsiadan penambah volume ASI. Dengan studi tersebut akan diperoleh formula jamu yang terbukti aman dan berkhasiat sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. 3. Pengembangan mutu dan jumlah sarana dan prasarana yang ada di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Tawangmangu dengan membangun laboratorium terpadu 3 lantai, kebun penelitian, etalase tanaman obat dan kebun produksi seluas 15,85 Ha. 4. Klinik Saintifikasi Jamu HortusMedicus. Sejak dicanangkan pada tahun 2010, klinik saintifikasi jamu berkembang sangat pesat dengan jumlah pasien yang meningkat signifikan. Pada tahun 2010 tercatat 5.994 pasien, dan tahun 2011 berjumlah 16.379 pasien. 5. Usaha pemanfaatan tanaman obat terus ditingkatkan diantaranya, dengan melakukan uji klinis empat formula jamu untuk obat hipertensi, hiperkolesterolemia, hiperurisemia, dan hiperglikemia. Hasil sementara menunjukkan empat formula ini cukup baik untuk megobati empat jenis penyakit degeneratif. 6. Diklat dokter saintifikasi jamu untuk menghasilkan dokter dengan kompetensi di bidang penelitian dan pelayanan jamu. Pada tahun 2010 sebanyak 63 dokter serta tahun 2011 sebanyak 60 dokter telah mengikuti diklat saintifikasi jamu. 7. Klinik jamu medik di 12 Rumah Sakit Pendidikan yaitu di RSU Sanglah- Bali, RS Kanker Dharmais-Jakarta, RS Persahabatan-Jakarta, RS Dr. Soetomo- Surabaya, RS Wahidin-Makassar, RS Angkatan Laut Mintohardjo-Jakarta, RS Pirngadi-Medan, RS Syaiful Anwar- Malang, RS Dr. Suharso-Solo, RS Dr. Sardjito-Yogyakarta, RS Suraji-Klaten, dan RS Kandau-Manado. • Penelitian Biomolekular Hasil yang telah diperoleh dari penelitian biomolekularadalah pemetaan dan karakterisasi molekular virus influenza termasuk virus avian influenza H5N1, pemetaan dan karakterisasi molekular virus HIV dan AIDS di 8 provinsi, pemetaan dan karakterisasi molekular virus dengue, pemetaan dan karakterisasi molekular bakteri M. tuberculosis, pemetaan kasus diare yang disebabkan rotavirus, dan pengembangan primer diagnostik molekular tuberkulosis metode Loop- mediated isothermal amplification (LAMP). • Kemandirian Bahan Baku Obat a. Artemisinin Sebagai Senyawa Anti Malaria Artemisia annuamengandung artemisinin yang berkhasiat sebagai anti- malaria. Telah dilakukan pengembangan teknologi dan perkebunan Artemisia annuaseluas 2 Ha dengan melibatkan lintas sektor terkait. Luaran dari kegiatan ini adalah tercapainya kemandirian penyediaan bahan baku obat artemisinin. Pemanis Rendah Kalori dari Stevia Rebaudiana Stevia rebaudianamengandung zat pemanis rendah kalori. Kementerian Kesehatan telah melakukan dan mengembangkan database karakterisasi morfologi dan genetik Stevia rebaudiana, sehingga tersedianya bibit terstandar. • Dunia Vektor dan Reservoir (Duver) dan Atlas Vektor Pada tanggal 14 September 2011 telah diresmikan Pusat Informasi dan Dokumentasi Dunia Vektor dan Reservoir (Duver) di Salatiga. Pusat informasi ini didedikasikan dalam upaya penelitian penanggulangan dan pengendalian penyakit tular vektor dan reservoirpenyakit. Dalam kesempatan peresmian Duver, telah diterbitkan pula “Atlas Vektor Penyakit di Indonesia”. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM56
  • 57. 18. partisipasi kementrian kesehatan pada kegiatan nasional dan internasional Guna mewujudkan akselerasi pembangunan kesehatan khususnya di kawasan kepulauan dan daerah terpencil, Kementerian Kesehatan telah memanfaatkan kegiatan nasional dan internasional untuk memberikan pelayanan kesehatan bersama lintas sektor terkait. • Sail Wakatobi-Belitung Sail Wakatobi-Belitung adalah kegiatan kelautan internasional yang diikuti oleh para pecinta maritim dari seluruh dunia. Partisipasi Kementerian Kesehatan dalam acara ini berupa pelayanan kesehatan kegawatdaruratan dan pelayanan kesehatan rujukan, serta kegiatan bakti sosial. • Perkemahan Tingkat Nasional Saka Bhakti Husada (Pertinas SBH) Pertinas SBH ke IV tahun 2011 dilaksanakan tanggal 25 September-2 Oktober 2011 di Bumi Perkemahan Bongohulawa, Provinsi Gorontalo. Kegiatan ini dibuka oleh Menteri Kesehatan, dengan tema“Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega Siap Menjadi Kader Pembangunan yang Sehat, Bersahabat, Cerdas dan Berkualitas”, diikuti oleh 1.500 peserta dari seluruh Indonesia. Selama Pertinas SBH ini, Kementerian Kesehatan melakukan sejumlah kegiatan. • SEA Games SEA Games ke-26 tahun 2011 dilaksanakan di Jakarta dan Palembang tanggal 11–25 November 2011. Dalam kegiatan internasional ini, Kementerian Kesehatan memberikan dukungan dalam bentuk evakuasi cepat bagi atlet di venue yang lokasinya jauh dari keramaian. Seperti venue cabang olahraga Paralayang di Puncak, Jawa Barat; lintas alam di Sentul; olahraga berkuda di Cinere; serta open water swimming di Pulau Putri, Kepulauan Seribu. Pelayanan kesehatan dipersiapkan mulai dari bandara, hotel/wisma, venues, dan medical centreyang berada di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan. • ASEAN Paragames Dalam rangka mendukung kegiatan ASEAN Paragames di Surakarta tanggal 12-22 Desember 2011, Kementerian Kesehatan menyiapkan tim medis berjumlah 25 tim, terdiri dari petugas medis dan paramedis sport injury. Ambulans siap siaga di 11 venues selama 17 hari. Selain itu, Kementerian Kesehatan membangun medical center/mini hospital. • TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD) Kementerian Kesehatan bermitra dengan TNI dalam kegiatan TMMD sejak tahun 1980. Empat prioritas utama kegiatan ini adalah peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita, peningkatan status gizi masyarakat, pengendalian penyakit menular serta tidak menular dan penyehatan lingkungan serta pemberdayaan masyarakat. Tantangan Pembangunan Kesehatan Tantangan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah wilayah Indonesia yang luas dengan 17 ribu pulau, jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 230 juta jiwa tersebar tidak merata dengan budaya yang beraneka-ragam, letak Indonesia di wilayah yang rawan bencana, dan bentuk pemerintahan dengan dua tingkat otonomi yang terdiri dari 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota. Selain itu, pembangunan kesehatan masih menghadapi tantangan lain, yaitu beban ganda penyakit, suatu keadaan morbiditas dan mortalitas penyakit menular masih merupakan masalah dan pada saat yang bersamaan morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular mulai meningkat, serta sumber daya kesehatan yang masih terbatas. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan jugadihadapi tantangan berupa masih adanya stigmatisasidan diskriminasi terhadap penderita penyakit tertentu di masyarakat dan perlunya ditingkatkan pemahamanmasyarakat tentang berbagai aspek kesehatan, sepertiperilaku hidup bersih dan sehat. Perkembangan sosialpolitik, keterbukaan, dan kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang bermutu merupakantantangan tersendiri bagi Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan juga harus memberikan perhatianyang besar bagi terciptanya tata kelola kepemerintahanyang baik. Untuk menyikapi dan mengatasi berbagai tantanganyang dihadapi, pada tahun 2012 Kementerian Kesehatanantara lain akan melakukan langkah-langkah upaya promotif dan preventif; pencegahan dan pengendalian penyakit,terutama penyakit tidak menular; menuju Universal Coverage dengan penambahan tempat tidur khususnya untuk kelas III; upaya penurunan angka kematian ibu dengan menambah pelayanan PONED, PONEK, Jampersal, dan KB; upaya perbaikan gizi terutama masalah stunting; saintifikasi jamu dan kemandirian bahan baku obat; perencanaan pembangunan kesehatan paralel dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI); peningkatan penggunaan teknologi informasi di berbagai aspek pelayanan kesehatan, pelaksanaan manajemen birokrasi yang bersih, akurat, efektif, dan efisien, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) yang akan dikembangkan di provinsi dan kabupaten/ kota. penutup Pembangunan Kesehatan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2009-2014 telah berlangsung selama dua tahun. Berbagai terobosan telah dilakukan untukmeningkatkan akses masyarakat pada pelayanankesehatan yang bermutu. Masih ditemui kekurangandalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yang harussegera diperbaiki. Usul, masukan, dan kritik dari masyarakatsangat diperlukan Kementerian Kesehatan agar dapatmemberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagirakyat Indonesia. Dukungan dan kerja sama dari seluruhjajaran kesehatan dan jajaran lintas sektor di tingkat Pusatdan Daerah beserta seluruh lapisan masyarakat sangatdiharapkan bagi terwujudnya visi Masyarakat. ∞ (Amy, Mul, Dewi) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 57
  • 58. EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM58
  • 59. Kalimantan Tengah: Memenuhi Hak Sehat di Belantara Tropis Oleh: Hikmandari dan Udiani; Fotografer: Anitasari dan ADM Tangkudung EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 59
  • 60. Pertengahan Juli 1957, tepat tanggal 17—angka istimewa bagi warga Kalimantan Tengah—sekitar 12.000 orang telah berkumpul di Kampung Pahandut sejak subuh. Wajah penuh harap dan syukur itu menunggu kedatangan presiden mereka, Sukarno. Tepat pukul 10, bersama rombongan menteri dan pejabat lain, orang nomor 1 ini meletakkan tiang pembangunan pertama ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya. Sejak itu roda alat berat terus bergerak: jalan, saluran air, listrik, dan sarana kota lainnya bermunculan. Meski demikian, Sungai Kahayan tak ditinggalkan. Transportasi air tetap bergantung pada surut pasangnya sungai sepanjang 250 km ini, sementara ikan sungai, seperti saluang, sanggang, baung, lais, dan jalwat serta buah-buah tropis menjadi santapan utama warga. Palangka Raya tumbuh. Kalteng mekar. Pada 2002, provinsi terluas ketiga di Indonesia ini berkembang dari 8 kabupaten menjadi 13 kabupaten dan 1 kota dengan luas wilayah 153.564 km2 . Jumlah penduduk : 2.212.089 km2 atau rata-rata 14,7 jiwa/ km2 . Berikut cuplikan data tentang sarana dan tenaga kesehatan serta beberapa indikator kesehatan masyarakat. ∞ Kalimantan Tengah dalam Angka EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM60
  • 61. n Sarana kesehatan yang dimiliki: Rumah sakit: 17 unit Puskesmas : 178 unit (Rawat inap 115)Pustu: 985 Posyandu : 2304 n Tenaga kesehatan: Dokter 40 (ratio Kalteng: 18,9) Dokter spesialis 6 (3) Dokter gigi 10 (3,6) Perawat 117 Bidan 100 (60) Gizi 22(11.8) n Indikator kesehatan masyarakat: AKI: 228 per 100.000 kel. hidup AKB: 30 per 1.000 kel. hidup Penemuan TB Paru 28% AKMalaria 10 per 1.000 penduduk Balita gizi buruk 4% Balita gizi kurang 13% EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 61
  • 62. Hampir setengah abad sudah kata-kata di atas dilontarkan Tjilik Riwut, mantan gubernur sekaligus salah seorang pendiri Provinsi Kalimantan Tengah. Namun, ucapan itu masih relevan, terutama bila menilik kondisi kesehatan di provinsi bungsu dari keempat provinsi di Kalimantan ini. Antara kutuk dan berkah Dibanding daerah lain di Nusantara, Kalimantan Tengah adalah daerah mahaluas dan kaya raya. Provinsi ke17 ini hanya bisa dikalahkan oleh Provinsi Papua Barat dan Kalimantan Timur dalam hal luas wilayahnya. Belum lagi berbicara tentang kekayaan alamnya, baik yang di permukaan maupun di dalam bumi. Seluruh dunia berdecak kagum sekaligus berdebar cemas memandang rimba belantara yang menjadi paru-paru dunia di bumi Kalimantan Tengah. Bagaimanapun, di sinilah hutan lindung, taman nasional, dan hutan konservasi bekerja menyuplai gas kehidupan untuk dunia. Namun, gula tak selamanya mengundang semut. Penduduk negeri ini kurang dari seperempat penduduk Jabotabek di siang hari, yaitu sekitar 2,23 juta jiwa. Itu pun sebagian terpusat di kota, dan sebagian lain tersebar mengikuti arus Sungai Kahayan yang membujur sejauh 250 kilometer, kemudian beranak pinak hingga ke daerah-daerah jauh di pedalaman rimba. Bila dirata-rata, kepadatan penduduk Kalteng hanya 14 jiwa/km2 . Buat kita yang berada di daerah-daerah berpenduduk padat, keluasaan itu tentu sebuah berkah. Namun, berkah juga bisa menjadi kutuk untuk pihak lain. Setidaknya itulah yang dialami oleh petugas Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah.“Untuk mengantarkan satu set dental kit ke Mendawai Kasongan, saya perlu biaya untuk bahan bakar speedboat saja Rp3 juta lebih,”tutur Lutfil Aman sembari mengingat perjalan yang ditempuhnya sehari semalam seluruhnya lewat sungai itu. Ketika itu Lutfil menjadi pengelola proyek DHS (Decentralised Health Service) 2. Letak penduduk yang terpencil dan medan yang teramat luas dan sulit memang merupakan hambatan utama para petugas kesehatan. Demikian pula dengan minimnya infrastruktur, termasuk listrik. Menurut dokter Rhizall M. Hutapea, Kepala Puskesmas Bukit Hindu, Kota Palangka Raya, pusat rujukan rabies untuk seluruh provinsi, kecuali Kabupaten Kapuas, hanya ada satu saat ini, yaitu puskesmas Bukit Hindu. Pasalnya, hanya daerah itu yang dianggap memiliki pembangkit listrik andal: bekerja selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan, dan 365 hari dalam setahun. Di kabupaten lain, apalagi di tingkat kecamatan, rata-rata pembangkit listrik masih menggunakan PLTD yang tidak bisa diandalkan untuk penyimpanan vaksin. Angka pun menjadi relatif Dalam kondisi semacam ini, angka bisa menjadi sesuatu yang relatif, sebagaimana dituturkan oleh dokter ADM Tangkudung, M. Kes., Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah.“Menurut target, mungkin kita sudah berhasil menjangkau jumlah yang ditetapkan. Tapi, bayangkan, ketika Anda memutuskan untuk memutar haluan kapal hendak pulang, tiba-tiba Anda lihat di dalam hutan sana ada satu keluarga yang belum terkunjungi. Apa yang mesti kita lakukan? Apa iya mereka akan kita tinggalkan karena toh target sudah terpenuhi?... Kami hanya memberikan hak mereka atas kesehatan, walaupun itu berarti kami harus menempuh medan yang berbahaya,”tutur dokter Rian. Sejalan dengan dr Rian, panggilan Kadinkes Prov Kalteng di atas, seorang bidan sekaligus kepala Poskesdes Mintin, Kecamatan Kahayan Hilir, Tety Anggela, agaknya juga tak berhitung berapa angka rupiah di koceknya. Ia mewakafkan sepetak tanah miliknya untuk digunakan sebagai polindes. Belum cukup, ia pun terjun mengelola polindes itu dan menggerakkan warga di sekitarnya untuk menjadi kader yang siap bekerja, con amore. Bukan hanya prakarsa pribadi, dinas kesehatan dengan ditopang pemerintah daerah agaknya juga telah berupaya menyediakan layanan kesehatan yang layak. Salah satunya adalah adalah program PM2L, atau program membangun dan memelihara desa yang mengikutsertakan semua pihak. “Mereka yang cinta karya, mencapai kesenangan bekerja di Palangka Raya. Mereka akan menemukan lapangan karya yang luas sekali, akan menemukan lapangan bakti yang mulia sekali”(Tjilik Riwut) Mengayuh hingga “Barigas” Bidan Tety Anggela (depan, ketiga dari kanan) bersama para kader di Polkesdes Mintin EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM62
  • 63. Dalam satu tahun, akan diprioritaskan pembangunan beberapa desa di beberapa kabupaten, termasuk di bidang kesehatan. Di samping itu ada pula usaha untuk menambah tenaga kesehatan dengan mendirikan sekolah kedokteran dan STIKES. Kalteng Barigas sudah dicanangkan. Kali ini bukan ke-17 Segala upaya tersebut sudah seharusnya dilakukan. Dari hasil riset kesehatan dasar, peringkat kesehatan Kalimantan Tengah saat ini berada pada peringkat 22, bukan pada angka istimewa yang kerap dikaitkan dengan provinsi ini, 17, atau di atasnya. Kalteng juga dinyatakan sebagai daerah endemi malaria di samping baru-baru ini juga berada dalam situasi KLB DBD. Rendahnya persalinan oleh tenaga kesehatan berujung pada angka kematian ibu dan bayi yang tinggi. Belum selesai di situ, muramnya wajah indikator dasar tersebut masih dibebani lagi dengan penyakit-penyakit tidak menular atau degeneratif , termasuk hipertensi. Gubernur Teras Narang tak menyangkal buruknya kondisi kesehatan di wilayahnya. Itu sebabnya Kalteng kini berjibaku untuk membangun infrastruktur. “Saya percaya pembangunan infrastruktur akan berdampak pada akses kesehatan yang lebih mudah,” tuturnya.“Selain itu, masyarakat hendaknya mengutakan upaya promotif dan preventif untuk menjaga kesehatannya.” Keyakinan itu memang beralasan bila melihat kondisi sarana prasarana di Kalteng. Namun, berkaca pada daerah lain dengan prasarana yang jauh lebih lengkap, kesehatan, bagaimanapun, merupakan suatu kebijakan (lihat:“Bukan Sekadar Melayani, tapi Memihak”). Dan beruntung, Kalteng telah menyaksikan keberpihakan itu. Mudah-mudahan kayuh itu tak lapuk hingga Kalteng Barigas. ∞ Puskesmas Keliling Agustin Teras Narang (Gubernur Kalimantan Tengah) dr. ADM Tangkudung, M.Kes. (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 63
  • 64. Program penanggulangan malaria di banyak daerah terkadang menghadapi keengganan masyarakat menggunakan kelambu berinsektisida. Padahal ini salah satu langkah penting dalam program yang lengkap. Di Kalteng, daerah endemis malaria yang cukup tinggi, masyarakat menyukai pemakaian kelambu. Rita Juliawaty, pengelola program Global Fund untuk Malaria, mengatakan bahwa pada dasarnya penduduk memang sudah mempunyai kebiasaan memakai kelambu. Jadi malah senang kalau sekarang diberi kelambu berinsektisida. Bahkan, tambahnya,“ada sebagian masyarakat yang percaya bahwa kelambu dapat menangkal‘ilmu-ilmu’.” Menurut Rita, tak terlalu sulit menyadarkan masyarakat untuk berperan dalam penanggulangan malaria. Selain soal kelambu, yang dinilai berhasil oleh tim monitoring Global Fund, peran kader dalam menjalankan aktivitas di Pos Malaria Desa (Posmaldes) juga signifikan. Selain yang didirikan oleh pemerintah, saat ini terdapat sekitar lima belas Polmades juga dididirikan dan dikelola dengan baik oleh LSM, yayasan dan kelompok keagamaan. Posmaldes (Pos Malaria Desa) menjadi tumpuan di daerah yang sulit dijangkau. Di Kabupaten Kotawaringin Barat, ada Posmaldes, yaitu Posmaldes Pangkalan Tiga, yang sudah menyatu dengan Desa Siaga. Ini memungkinkan pelayanan yang lebih terpadu dan lebih terjamin karena didukung oleh sumber daya yang lebih kuat, baik SDM maupun fasilitas lainnya.“Mereka juga membantu untuk skrining kasus di daerah pertambangan”ujar Rita. Global Fund Penanganan malaria di Kalteng didukung oleh Global Fund sejak 2010. Sejak itu pula target dan metode lebih ditajamkan, dan hasilnya senantiasa dimonitor. Meskipun jalan masih cukup panjang, namun perbaikan keadaan sudah mulai tampak. Menyelesaikan masalah malaria memerlukan kerjasama semua pihak. Lintas sektor dan partisipasi masyarakat. Koordinasi penanganan semestinya semakin ke depan semakin baik. Apalagi Gubernur Kalteng sudah menerbitkan Peraturan Gubernur nomor 19 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Provinsi Kalimantan Tengah. Tentunya pengendalian faktor risiko termasuk pengelolaan pertambangan dan perkebunan akan lebih dapat dilaksanakan dengan baik. ∞ Menangkal “Ilmu” dengan Kelambu Rita Juliawaty (Koordinator GF Malaria) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM64
  • 65. Bagaimana mungkin memberikan potongan kue terbesar kepada seseorang yang tidak meminta, yang terpekur di pojok nyaris tak terlihat, sementara di depan mata, teman, kerabat, sahabat, yang hadir dengan baju necis dan senyum manis, menunggu pembagian potongan kue legit anggaran. Di manapun di Indonesia, bahkan di dunia, menerapkan keadilan dalam penyediaan pelayanan kesehatan adalah hal sulit di lapangan. Pemihakan yang nyata kepada daerah pedesaan dan daerah terpencil dari sisi anggaran saja masih sulit dilakukan, apalagi menggapai kualitas pelaksanaan programnya. Pastilah lebih rumit. Laporan Kemenkes yang memperlihatkan tren peningkatan alokasi anggaran APBN untuk daerah cukup menggembirakan, namun belum cukup untuk melacak perbandingan alokasi perkotaan dan pedesaan. Padahal Riset Kesehatan Dasar sangat teliti mengupas disparitas desa dan kota. Disparitas ini juga yang di era Menteri Endang sangat sering diangkat isunya. Dalam banyak wawancara dengan media, Menteri peneliti ini selalu menjawab isu disparitas sebagai tantangan yang sangat sadar akan ia perjuangkan.“Satu langkah maju, berarti satu langkah lebih dekat dengan tujuan,”ujarnya tak gentar. Itu pula barangkali yang mendasari penyesuaian visi Kementerian Kesehatan dari Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat menjadi Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Kata terakhir itu adalah pernyataan verbal politik, kebijakan, dan komitmen untuk mengurangi kesenjangan. Rasanya tak perlu lagi mengulas tentang kesenjangan pelayanan kesehatan di desa dan kota. Tak sulit melihatnya dengan kasat mata. Harus diakui, meskipun upaya sudah makin besar dan nyata, disparitas masih menganga di banyak wilayah negeri tercinta. Di negara maju seperti Kanada saja, rasio dokter terhadap penduduk misalnya, di daerah pedesaan hanya separuh dari perkotaan, dan rata-rata penduduk pedesaan harus menempuh jarak lima kali lebih jauh dibanding penduduk perkotaan untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan, atau sekitar 10 kilometer. Di Amerika Serikat pada 1999- 2000 dilaporkan terjadi penutupan 228 rumah sakit di daerah pedesaan, yang mencakup 2.228 tempat tidur karena ketidak-mampuan daerah mempertahankan pelayanan. Di China pada tahun sembilan-puluhan, hanya 20% dari total anggaran kesehatan digunakan Bukan sekadar melayani, tetapi memenuhi hak Membicarakan pelayanan kesehatan di daerah terpencil adalah membicarakan keberpihakan, komitmen, keberanian, dan bukan omong kosong atau manisnya janji. Bahkan bisa jadi tentang berani ‘nyleneh’ dan sedikit gila. dr Rhizall M. Hutapea (Ka Puskesmas Bukit Hindu) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 65
  • 66. untuk menopang kesehatan penduduk di pedesaan yang jumlahnya mencapai 70% dari seluruh populasi. (Wikipedia, Rural Health). Angka semacam itu sudah tak mengagetkan lagi saking lazimnya berada di paparan statistik negara seantero dunia, yang maju maupun berkembang. Inverse Care Law Julian Tudor Hart, seorang dokter Inggeris, pada tahun 1971 mencetuskan hukum pelayanan terbalik atau inverse care law yang mendasari terbentuknya sistem pembiayaan kesehatan yang dikenal dengan National Health System (NHS) di negara Inggeris. Hukumnya berbunyi:“The availability of good medical care tends to vary inversely with the need for it in the population served.” Makin butuh, makin jauh. Makin sulit, makin ditinggal. Sumber daya kesehatan cenderung lebih melayani golongan yang sebetulnya lebih berdaya, yaitu masyarakat di perkotaan dan golongan ekonomi kuat. Dalam kalimat Hart:“…operates more completely where medical care is most exposed to market forces, and less so where such exposure is reduced.” Jika di Inggeris kemudian lahir NHS, di Indonesia sesungguhnya sudah lebih dari itu. Inisiatif sudah banyak direalisasikan, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, dari swasta maupun masyarakat. Kementerian Kesehatan menggulirkan lebih lima program untuk mendorong pelayanan dan pendekatan akses pelayanan kesehatan: program khusus pembangunan daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK), pendampingan khusus untuk meningkatkan kemampuan perencanaan kesehatan di daerah bermasalah kesehatan (DBK), alokasi dana khusus untuk operasional Puskesmas melalui skema bantuan operasional kesehatan (BOK), penyediaan sarana rumah sakit bergerak dan dokter terbang di daerah terpencil, serta skema pembiayaan bagi masyarakat tidak mampu melalui Jamkesmas serta pembiayaan persalinan melalui Jampersal. Jadi, perlu keberanian, selain kemauan berpikir out of the box dan dukungan politik yang kuat, untuk memenuhi hak kesehatan para penduduk di daerah terpencil. Kalau tidak, hitung- hitungan perencanaan program di atas kalkulator akan kembali ke angka inefisien. Padahal, seperti kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, Ryan Tangkudung,“ini masalah memenuhi hak setiap penduduk atas pelayanan kesehatan, bukan semata melayani.” ∞ EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM66
  • 67. RESENSI Sehat adalah harapan setiap orang dan merupakan hak azasi setiap warga negara Indonesia. Selama ini masyarakat diarahkan untuk memelihara kesehatan secara mandiri sebagaimana visi kesehatan“Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Dalam perkembangannya masyarakat mempunyai alternatif dalam memelihara kesehatan, baik untuk kepentingan pencegahan maupun pengobatan. Di antaranya dengan cara memanfaatkan pelayanan kesehatan konvensional, menerapkan gaya hidup kembali ke alam, serta pilihan pelayanan kesehatan secara tradisional. Pedoman pengelolaan dan pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (Toga) merupakan revitalisasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan Toga yang dijadikan acuan dalam pengembangan pengelolaan dan pemanfaatan Toga yang disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Dengan pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petugas/pengelola program dalam memberikan pelayanan kesehatan tradisional ramuan yang bermutu di masyarakat. Tujuan diterbitkannya pedoman ini juga merupakan salah satu upaya dalam mempercepat pembangunan kesehatan, khususnya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), terutama di daerah yang sulit mendapat akses pelayanan kesehatan, seperti daerah terpencil perbatasan dan kepulauan serta di daerah bermasalah kesehatan. ∞ (Rijadi) Impresum Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; Ditjen Bina Gizi dan KIA,- 2011 Kolasi 122 hlm. ; ilus. ; 16 x 24 cm. Subyek 1. PLANTS MEDICINAL; 2. TRADITIONAL MEDICINE; 3. HERBS; MEDICINE HERBAL Pedoman Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) ight to know Day atau Hari Hak Untuk Tahu diperingati setiap tanggal 28 September. Tujuan adanya Hari Hak untuk Tahu, untuk meningkatkn kesadaran global dari individu untuk mengakses infoemasi pemerintah dan juga untuk mempromosikan akses informasi yang mengacu pada Hak Asasi Manusia. Kewajiban badan publik yaitu menyediakan, memberikan , dan menerbitkan informasi publik yang akurat, benar, tidak menyesatkan dan membangun sistem informasi dan dokumentasi serta membuat pertimbangan tertulis atas kebijakan yang diambil terkait pemenuhan hak atas informasi publik. Ada pepatah lama mengatakan membaca adalah jendela dunia. Sama hal dengan informasi, semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula kita mengetahui segala sesuatunya. Diharapkan dengan keterbukaan informasi publik masyarakat berhak untuk tahu tentang informasi apasaja yang dapat menuju bangsa yang cerdas. Keterbukaan informasi publik bukan hanya memberikan informasi tetapi juga sebagai kontrol masyarakat terhadap badan publik. Juga sebagai penguatan dan kontrol kebijakan. Keterbukaan informasi harus tersedianya empat unsur yaitu ketersediaan, pelayanan, aksesibilitas dan kualitas. Ketersediaan berarti kita sebagai seorang humas harus terus mengisi informasi itu up- date-ting. Dari segi pelayanan bagaimana pemberi informasi itu apakah sudah mempunyai SOP (Standar Operasional Presedur). Aksesibilitas yaitu apakah masyarakat dapat memperoleh informasi tersebut? dan untuk kebutuhan apa ? dan yang terakhir adalah kualitas apakah informasi yang disampaikan itu bermanfaat, misalnya data yang diinginkan th 2010, diberikan data 2008, tentu dalam hal ini kurang bermanfaat. Media-media dalam penyampaian informasi yaitu pamplet, website, baliho, iklan, advetorial dan lainnya. Semakin beragam media yang digunakan tentunya beragam juga yang mendapatkan informasi tersebut. Keterbukaan informasi dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas informasi yang tinggi. Semakin sering informasi diminta, semakin besar peluang informasi di buka. Jangan tunggu banyak permintaan baru kita mencari informasi tetapi perbanyaklah informasi sehingga kapanpun di butuhkan informasi sudah siap disampaikan ∞ (Yn) Keterbukaan Informasi Publik Salah satu tugas humas yaitu memberikan informasi. Berkaitan dengan UU no 14 tentang keterbukaan informasi publik. Siapa saja berhak mendapatkan informasi yang diinginkan. KOLOM EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 67
  • 68. 1. Apa yang dimaksud dengan Jampersal (Jaminan Persalinan)? 2. Apa tujuan dari program Jampersal? 3. Jampersal dapat diperoleh di mana saja? MEDIA KUIS Jawaban diterima redaksi paling lambat minggu keempat bulan Maret 2012. nama pemenang akan diumumkan di Mediakom edisi XXXv April 2012. 10 Pemenang MediaKuis masing-masing akan mendapat hadiah payung dari Mediakom. hadiah pemenang akan dikirim melalui pos. Jawaban dapat dikirim melalui: Email : kontak@depkes.go.id Fax : 021 - 52907421 Pos : Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kemenkes Jl. hr. rasuna Said Blok X5, Kav. 4-9, Jakarta Selatan Kuis ini tidak berlaku bagi Keluarga Besar Pusat Komunikasi Publik Kemenkes RI. Kirimkan jawaban kuis dengan mencantumkan biodata lengkap (nama, alamat, kota/kabupaten, provinsi, kode pos dan nomor telepon yang mudah dihubungi). PeMeNaNg MeDIa KuIS eDISI XXXII OKTOBeR 2011 ana Ikhsan Hidayatulloh Kampung Urur rt. 05 rw. 02, Desa Pusakasari, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa barat 46252, no HP : 08131363XXXX agus Sulistianto, SKM Puskesmas Kalibening, banjarnegara, Jln. raya Km. 01, Kabupaten, banjarnegara, Propinsi JawaTengah, no HP : 08574737XXXX eva gustini, SKM Pustu Permunas bukit merapen, Jl. Puyuh raya no. 246 rt. 05 rw. 02, Kelurahan bukit merapin, Kota Pangkalpinang, Propinsi bangka belitung 33123, no HP : 08521055XXXX Pemenang meDia KUis eDisi XXXiii Desember 2011 lova Irgianty, S.IP Perumahan Pejuang Pratama blok H no. 20. rT. 002/06 Kel. Pejuang, Kec. medan staria, Kota bekasi, Kode Pos : 1713, HP : 08131721XXXX Juarnengsih, S.Sos, M.Kes Perumahan Pejuang Pratama blok H no. 20. rT. 002/06 Kel. Pejuang, Kec. medan staria, Kota bekasi, Kode Pos : 17131, HP. 021-887XXXX, 08129222XXXX Dr. Indah Musyiatun Da. UPTD Puskesmas Jambu Jl. raya semarang magelang Km 3 Jambu Kab. semarang 50663 Sri Purwantiningsih Puskesmas ngluwar, Jl. Kr sahid no. 14 ngluwer magelang Jateng evy Dhamayanti, amd.Kep Puskesmas ngawi Purba, Jl. ngawi – Cepu Km.03 Desa ngawi, Kec/Kab. ngawi Prop. Jatim 63251,Telp. 08574949XXXX Irfan Saepulloh rs Paru Dr.H.a rotinsulu , Jl.bukit Jarian no.40 bandung, Jawa barat 40141, HP : 0899792XXXX, 022-203XXXX ursula uba Tupen rsUD larantuka – Kab. Flores Timur – nTT. Monika, S.Si., MPH, apt. Dinas Kesehatan Kabupaten sumbaTimur, Jln. r. soeprapto no.22 Waingapu, Kab. sumba Timur, nTT 87113, Hp. 08123660XXXX Rosnaniar, dr Puskesmas Kampung baka, Jl. lamadukeleng, no. 106 samarinda seberang, Kaltim Teguh Sulistyono, dr PuskesmasTrucuk, kecamatanTrucuk, kabupaten bojonegoro, Jatim 62155. HP. 08133534XXXX Mediakom raih Silver Winner The Best Government Inhouse Magazine InMa 2012 PADA ACARA HARI PERS NASIONAL yang digelar oleh komunitas dan insan pers Indonesia di Jambi, Mediakom menerima penghargaan “Silver Winner” sebagai majalah dengan tampilan cover terbaik. Acara yang diselenggarakan oleh Serikat Perusahaan Pers (SPS) itu mengadakan pemilihan “Indonesia Inhouse Magazine Awards (InMA) dan Indonesia Print Media Awards (IPMA) 2012”, berlangsung di Ballroom Hotel Novita Jambi, 7 Februari 2012. InMA dan IPMA 2012 diadakan untuk memberikan apresiasi atas karya kreatif sampul muka majalah internal dan media cetak Indonesia terkait dengan isi majalah. Dahlan Iskan, selaku Ketua Panitia, mengatakan bahwa “Kata-kata memang masih sangat penting, tapi grafis sudah lebih penting dan grafis bisa menggantikan fungsi kata-kata”. Ajang InMA Award 2012 diikuti 67 entri majalah dari 19 lembaga kategori Lembaga Pemerintah, BUMN, BUMD, Perguruan Tinggi, Perusahaan Multi Nasional, Swasta. Dewan Juri untuk InMA adalah Oscar Motuloh (Antara), Prof.Dr. Ibnu Hamad (Universitas Indonesia), Daniel Surya (DM IDHolland Singapura), Ndang Sutisna (Adwork Euro RSCG), Dian Anggraeni (Konsultan PR), dan Ricardo Indra (Telkomsel). Mediakom, yang ikut berpartisipasi pada acara ini, mendapat dua penghargaan untuk kategori government, masing-masing untuk cover Mediakom Edisi 31 bulan Agustus 2011 dengan cover Potret Anak Indonesia (membahas Hari Anak Nasional) dan Mediakom Edisi 33 bulan Desember dengan cover WTP ( Wajar Tanpa Pengecualian) dan Reformasi Birokrasi. Award diserahkan langsung oleh Dewan Pers kepada Pemred Mediakom. (Yn) EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM68
  • 69. Pengendalian Diri etelah serangan, ia berusaha untuk sembuh dengan menjalani pola hidup sehat. Makan sesuai kebutuhan, menghindari makanan berlemak, berganti dengan serba rebus dan olahraga secara teratur.“Aku harus sanggup melawan kesukaan makanan berselera tinggi, berganti dengan makanan tak ada rasa, olahraga teratur, walau harus berlatih jalan dengan dipapah. Kaki harus diseret, karena sulit untuk mengangkat. Sungguh terasa berat, tapi harus ku jalani,”ujar Siagian lirih. Seiring berjalannya waktu, jalan tak lagi dipapah, walau masih pincang. Setiap pagi, Siagian berolahraga dengan berjalan kaki. Menyelusuri gang demi gang, di lingkungan rumahnya. Terkadang ditemani istri tercinta, terkadang sendiri. Tak peduli, gerimis, hujan atau bercuaca cerah. Ia tetap berolahraga. Dan ia pun melakukan perubahan pola hidup yang paling drastis, yakni berhenti merokok. Kini, Siagian tak lagi menyeret kaki atau pincang. Ia sudah bisa berjalan kaki normal seperti sedia kala. Seperti tak ada bekas terkena serangan stroke. Olahraga terus dijalaninya. Ia berguman, mengapa tidak olahraga sejak dulu, sebelum serangan jantung terjadi ?. Untung, Tuhan masih sayang, ada kesempatan untuk memperbaiki diri, sebelum ajal tiba. Apa yang disampaikan Siagian, sebuah ungkapan penyesalan yang tak berguna lagi. Sebab, serangan stroke telah terjadi, biaya pengobatan dan hilangnya waktu produktif terbuang percuma. Belum lagi biaya ikutan lain dengan kelumpuhannya, seperti harus menggunakan sopir, menambah pembantu, dan hilangnya interaksi sosial. Keberhasilan Siagian sembuh kembali, di samping Karunia Tuhan, juga karena pengaruh pengendalian diri yang kuat. Ya, pengendalian diri. Ia mampu mengendalikan diri dengan baik, untuk sembuh kembali. Hanya sayang, mengapa pengendalian diri itu terjadi setelah serangan stroke? Bukankah pengendalian diri akan lebih baik sebelum terserang sakit? Itulah manusia, sering kali baru sadar setelah pukulan berat menerpa. Seperti diakui Siagian, olahraga rutin bukan perkara mudah. Apalagi selama ini, olahraga merupakan kegiatan yang sama sekali alfa dari kehidupannya. Sebagai kontraktor yang selalu berfikir bagaimana mendapatkan uang, menggaji karyawan, membayar hutang, menyelesaikan proyek dan urusan-urusan lain, telah abai terhadap pola hidup sehat. Ia tersadar, setelah stroke menyerangnya. Belajar dari kisah Siagian, kata kuncinya pengendalian diri untuk menempuh pola hidup sehat. Memang tidak mudah, bahkan sulit, sulit, dan sulit. Sebuah ungkapan betapa sulitnya mengendalikan diri. Bukankah kita sering melihat orang yang merasa kesulitan untuk berhenti merokok? Terkadang berhenti merokok, kemudian kumat lagi dan begitu seterusnya. Mereka terpaksa berhenti merokok, ketika masuk ICU rumah sakit. Begitu sembuh mulai merokok lagi dengan berbagai alasan yang menyertai. Akhirnya, mereka tetap merokok. Bila demikian, berarti gagal melakukan pengendalian diri. Kegagalan seperti ini yang sering menyebabkan orang menjadi putus asa, akhirnya bertambah parah penyakitnya.“Biarlah sakit, yang penting senang, mengapa hidup harus mengekang kesenangan?” ujar Muis perokok yang gagal berhenti. Memang, mengendalikan diri itu susah. Karena banyak kesenangan yang harus dikurangi bahkan ditinggalkan. Apalagi kesenangan yang sudah menjadi hobi, tentu terasa lebih berat ditinggalkan. Di sinilah sebenarnya ujian pengendalian diri. Apakah kita akan sukses atau gagal. Semua bergantung pada kekuatan, tekad, dan kesungguhan untuk hidup menjadi lebih sehat dan lebih baik. Sesulit-sulitnya upaya pengendalian diri, kemudian berakhir dengan kesehatan, kebugaran, dan kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Tentu, lebih sulit bila tidak melakukan pengendalian diri, sehingga berakhir dengan keputusasaan, pola hidup tidak sehat, dan penyakit bertambah parah. Hidup ini bukan paksaan, tapi pilihan. Maka, silahkan memilih. ∞ Siagian (45), terpaksa terbaring lemah di rumah sakit selama 15 hari. Ia terkena serangan jantung yang tak diduga sebelumnya. Separo tubuhnya lumpuh, bibirnya menyon, dan semua aktivitas kebutuhan dirinya memerlukan bantuan orang lain. Padahal, sebelum serangan jantung tersebut, pria maco dan perlente ini, membawa kendaraan sendiri. Tampak sehat, segar, dan bugar. Tak ada keluhan yang keluar dari mulutnya, di kala berbincang dengan keluarga maupun tetangga. LENTERA Oleh: Prawito EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 69
  • 70. engalaman baru naik pesawat kelas bisnis. Ternyata, pelayanan jauh lebih baik dibanding kelas ekonomi pada umumnya. Sekurangnya ada 10 kali pelayanan pramugari kepada penumpang, yakni: setelah mempersilahkan duduk, langsung mendapat pilihan minuman dingin, handuk hangat pembasuh muka, pilihan bacaan koran, pilihan bacaan majalah, handuk penutup meja, paket kue, buah-buahan, penawaran minum teh atau kopi, air putih dan penawaran tambah minum yang diinginkan. Seluruh pelayanan itu disajikan bertahap satu per satu. Nyaris pelayanan selama penerbangan. Bandingkan dengan kelas ekonomi, satu paket layanan borongan, karena hanya 3 pramugari melayani ratusan penumpang. Sementara kelas bisnis satu pramugari melayani tiga penumpang. Ada harga ada rupa. Luar biasa....! Tentu, saya bersyukur dan senang sekali mendapat pelayanan prima, walau membayar dengan harga ekonomi. Entah mengapa, akhir Desember 2011, di Bandara Sukarno- Hatta Jakarta, kami bertiga yang akan terbang menggunakan pesawat Garuda, sama-sama tidak mendengar pengumuman petugas yang mempersilahkan penumpang naik pesawat tujuan Yogyakarta. Padahal kami sudah berada di ruang tunggu, 30 menit sebelum keberangkatan. Kami hanya mendengar pengumuman keberangkatan tujuan Solo dan Makasar. Setelah minta penjelasan petugas, ternyata penerbangan tujuan Yogya sudah berangkat, bersamaan dengan tujuan Solo beberapa saat yang lalu. Mbak Yuni, teman yang bertugas ke Kalimantan berkomentar,“ Kok bisa ya”. Kami bertiga hanya tertawa,“buktinya bisa”. Singkat cerita, kami harus naik pesawat berikutnya, karena kelas ekonomi penuh, maka satu penumpang harus naik kelas bisnis dengan tambahan biaya dua kali lipat kelas ekonomi. Teman- teman menyepakati saya yang naik di kelas bisnis. Wah mahal banget, dalam hati berbisik. Yah, pelayanan prima memang mahal, terbayang pelayanan kelas bisnis sebelumnya. Ternyata, penerbangan kali ini nggak jauh beda dengan kelas ekonomi. KembaliOleh: Prawito Entah mengapa, awal Desember 2011, di ruang tunggu Bandara Lombok, NTB, secara tiba-tiba saya mendapat panggilan untuk menemui petugas di pintu masuk pesawat. Hati pun bertanya-tanya, ada apa? Semen- tara teman-teman yang lain bersorak-sor- ak, sambil berkata hayo lho...hayo lho....!. Setelah menemui petugas, saya ternyata di- minta pindah ke kelas bisnis, karena tempat duduk di kelas ekonomi sudah diborong rombongan lain. Tentu saya tidak banyak protes karena dipindahkan ke tempat yang lebih baik, terbang besama Garuda menuju Jakarta. Setelah semua penumpang naik, kelas ekonomi penuh dan kelas bisnis han- ya bertiga, termasuk saya. Penyajian makanan dan minuman oleh pramugari satu paket langsung selesai. Dari dua kisah“entah mengapa”di atas, serta kisah lain yang berbeda, telah menjadi catatan sejarah kehidupan seseorang. Kejadian“entah mengapa”itu, sebagai bukti atas kelemahan dan sekaligus ketidakberdayaan mengantisipasi kejadian sebelumnya. Baik kejadian yang menyenangkan yang ingin terus berulang dengan banyak versi, maupun kejadian yang tidak menyenangkan. Untuk kasus terakhir, umumnya berusaha dan berdoa, agar tak terulang kembali. Betapapun hebatnya manusia, dengan segudang ilmu pengetahuan, segunung harta, dan setumpuk kekuasaan, ia tetap saja lemah dihadapan Yang Maha Kuasa. Setidaknya, orang yang sadar akan kelemahan diri akan menjadi lebih waspada. Ia juga akan memiliki kesiapan mental menghadapi berbagai kemungkinan kejadian, baik suka maupun duka. Bila menemui kesulitan, sabar dan bila mendapat kemudahan dan prestasi, tak serta merta membusungkan dada. Nah, bagaimana mempersiapkan diri, menjadi lebih kuat, bermental baja, dan tahan dengan berbagai tekanan dan ujian? Sekurang-kurangnya ada tiga unsur yang harus terus melekat dan menjadi kebiasaan hidup sehari-hari. Pertama, merasa lemah di hadapan Yang Maha Kuasa. Kesadaran ini akan membentuk pribadi yang rendah hati. Sekalipun berbagai prestasi disandangnya, ia tak merasa hebat dan besar kepala. Mereka tetap menyandarkan berbagai prestasi dan kelebihan merupakan milik-Nya. Manusia hanya mendapat titipan sementara. Karena pada suatu saat titipan akan kembali kepada sang pemilik sesungguhnya. Kedua, selalu bersandar kepada-Nya. Baik di kala senang atau sedih, sukses atau terpuruk, tua atau muda, kaya atau miskin. Sebab, ia sangat yakin tak ada sandaran yang lebih tahu dan lebih kuat, selain Yang Maha Kuasa. Harta, jabatan, kemewahan, dan berbagai bentuk kemuliaan, akan segera berakhir seiring dengan berjalannya waktu. Maka, ia bersandar, berlindung, dan bermohon kepada yang tak pernah berakhir. Ketiga, selalu berserah diri kepada-Nya. Setelah berikhtiar dengan sekuat tenaga, pikiran, dan seluruh pontensi yang ada, kemudia ia berdoa:“Kabulkan semua harapan dan cita-cita hamba. Kepada- Mu hamba berlindung, hamba meminta pertolongan, dan berserah diri”. Dengan demikian, apapun kejadiannya, tak masalah. ia akan tetap kokoh menghadapi. Ia sadar banyak kejadian di luar kemauan, kemampuan, dan perkiraan. Namun, tetap, kepada-Nya ia kembali dan berserah diri. ∞ EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM70
  • 71. erita getir dan pilu itu, akibat dampak krisis ekonomi yang menghebat di Eropa, khususnya Yunani. Diperkirakan, kegetiran itu masih akan terus berlangsung, karena tumpukan hutang negara diluar batas kemampuan membayar, yang jatuh tempo pada Maret 2012. Padahal, Yunani pernah makmur, bahkan pernah berada di posisi 25 negara dengan pendapatan perkapita tertinggi versi IMF tahun 2009. Mengapa tiba-tiba menjadi krisis ekonomi ? Hutang, memang tidak dilarang, bahkan sudah menjadi perilaku hidup sehari-hari dalam pergaulan bermasyarakat. Mulai dari urusan bisnis dan sosial. Hutang, juga dapat menjadi solusi atas permasalahan keuangan bagi individu, keluarga, perusahaan maupun negara. Hutang, sudah sangat lazim dilakukan dalam urusan perbankan. Secara konvensional maupun elektronik. Sehingga, bagi kalangan tertentu, sangat mudah untuk berhutang. Bahkan, hutang tanpa anggunan. Diantaranya, kartu kredit. Ery, 45 tahun, bisnis multi level marketing terkemuka dengan gaji rata-rata 13 juta/ bulan, lumpuh total perekonomiannya, gara-gara terbelit hutang dengan“kartu kredit”suatu bank swasta tertentu. Gaji habis untuk membayar cicilan kartu kredit. Setelah uang habis, Ia gunakan kembali kartu kredit untuk membeli kebutuhan pokok. Walau, sudah berkeinginan kuat untuk mengurangi pengeluaran yang tidak penting, tetap saja “gatot” gagal total, mempertahankan perputaran uang keluarga secara sehat. Setelah berdiskusi, beberapa temannya menyarankan agar kartu kredit digunting saja. Kemudian menjual peralatan berharga yang ada untuk membayar separo hutang kartu kredit tersebut. Sisanya, dibayar dengan menggunakan sebagian gaji bulanan yang diterima. Dalam hitungan bulan, Ia sudah mulai bernapas lega.“Hutang berkurang dan berniat tak akan berhutang lagi”, kata Ery semangat. Belajar dari dua kasus di atas, hidup hemat, menjadi pilihan agar tidak terlilit hutang. Baik untuk ukuran pribadi maupun institusi. Sebab hutang yang tak terkendali, akan menggulung seluruh harta yang ada, bahkan pailit. Itulah mengapa, harus berhati- hati bila terpaksa berhutang. Pertimbangkan tujuan berhutang, penting atau tidak. Bila hanya untuk konsumtif, sebaiknya urungkan saja, walau banyak kemudahan untuk berhutang. Juga pertimbangkan cara pengembaliannya. Mampukah mengembalikan dengan baik ? Persoalannya, ternyata bukan hanya mampu mengembalikan. Bila hanya mampu, mungkin banyak yang mampu. Tapi, apakah hutang yang dilakukan itu benar-benar perlu ? Jika tidak perlu, batalkan saja. Sehingga dapat hidup dengan optimalisasi modal yang tersedia untuk mengawali kesuksesan, tanpa hutang. Hemat pangkal kaya, begitu peribahasa lama yang dipahami banyak orang itu benar adanya. Sebab hemat, bukan pelit akan mengawali sikap menjadi orang kaya. Ia akan menggunakan uang secara cermat. Pengeluaran hanya akan dilakukan bila benar-benar diperlukan. Artinya, harus menjauhkan bentuk kemubaziran atau berlebihan. Sehingga mencerminkan pola hidup sederhana, walau mempunyai uang. Apalagi tidak punya uang. Jadi agar tidak terlilit hutang, ada baiknya hidup hemat dan bersahaja. Bukan zamannya lagi hidup bermahzab“ yang penting nyohor, walau tekor”. Hidup berpenampilan wah, glamor dan berbiaya mahal. Tak ada uang, rela berhutang untuk sebuah penampilan. Pola hidup seperti ini yang menyebabkan orang akan berhutang dan akhirnya terlilit hutang. Selain berikhtiar agar tidak terlilit hutang, ada baiknya melakukan penguatan sikap hidup sembari berdoa bebas lilitan hutang, artinya: Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari rasa sedih dan gelisah, malas dan lemah, pengecut dan pelit, terlilit hutang dan penindasan orang dzalim. Untuk Apa Hutang ? Oleh: Prawito Anak-anak Yunani terlantar, banyak ibu-ibu meninggalkan anak-anaknya di panti asuhan. Bahkan seorang ibu, tega meninggalkan Natasha, bocah dua tahun di rumah panti asuhan Antonius begitu saja. Di Athena, seorang guru TK, harus menjadi‘ibu baru’bagi Anna, berusia empat tahun yang ditinggal ibunya, hanya berbekal sepucuk surat bertuliskan“ Saya tak akan menjemput Anna lagi hari ini, karena tidak mampu merawatnya. Tolong jaga Dia baik-baik. Maaf”. 71EDISI 34 I FEBRUARI I 2012 MEDIAKOM 71