SlideShare a Scribd company logo
MEDIAKOM
Kementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua
ISSN1978-3523
EDISI40IDESEMBERI2012
ODHA
Berhak Peroleh
Jaminan Kesehatan
Hanya 20%
Remaja yang tahu
HIV-AIDS
mengenal, mencegah pertumbuhan
HIV-AIDS
Mediakom40
ETALASE
SUSUNaN REDakSI PENANGGUNG JAWAB: drg. Murti Utami, MPH, I REDAKTUR:
Dra. Hikmandari A, M.Ed, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS I EDITOR/PENYUNTING Mulyadi,
SKM, M.Kes, Busroni S.IP, Prawito, SKM, MM, M.Rijadi, SKM, MSc.PH, Mety Setyowati, SKM, Aji
Muhawarman, ST, Resti Kiantini, SKM, M.Kes I DESAIN GRAFIS dan FOTOGRAFER: Drg. Anitasari
S.M, Dewi Indah Sari, SE, MM, Giri Inayah, S.Sos, Sumardiono, SE, Sri Wahyuni, S.Sos, MM, Wayang
MasJendra,S.Sn,Lu’ay,S.Sos,DodiSukmana,S.I.KomISEKRETARIAT:WaspodoPurwanto,Endang
Retnowaty, drg. Ria Purwanti, M.Kes, Dwi Handriyani, S.Sos, Dessyana Fa’as, SE, Sekar Indrawati,
S.Sos, Awallokita Mayangsari, SKM, Delta Fitriana, SE, Iriyadi, Zahrudin. IALAMAT REDAKSI: Pusat
Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Kesehatan RI Blok A, Ruang 109, JL. HR. Rasuna Said
Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950 I TELEPON: 021-5201590; 021-52907416-9 I FAKS: 021-5223002;
021-52960661 I EMAIL: info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id I CALL CENTER: 021-500567
REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL kontak@depkes.go.id
lindungi
wanita dan anak
dari HIV/aIdS
drg. murti utami, mPH
T
ernyata, wanita dan anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap penularan HIV-AIDS. Mereka
tak berdaya untuk menolak atau menghindar. Dia sebagai korban orang lain yang tak bertanggung
jawab. Wanita itu bisa ibu rumah tangga, istri yang baik-baik atau pekerja seks komersial (PSK). Ibu
rumah tangga atau istri, karena tertular dari suami. Sedangkan PSK, karena tertular pelanggan kecannya.
Ibu rumah tangga dan PSK, tak kuasa menolak permintaan laki-laki, dengan berbagai alasan.
Anak juga menjadi korban berikutnya setelah ibunya terkena HIV-AIDS. Sebab, ibu yang menderita HIV-AIDS akan
menularkan kepada anak yang masih dalam kandungan. Anak, tidak punya pilihan, kecuali pasrah menjalani
keadaan. Ia tak kuasa menolak dan tidak tahu apa-apa.
Untuk itu, peringatan Hari AIDS Sedunia tahun 2012 mengambil tema “lindungi wanita dan anak dari HIV-AIDS”.
Upaya menggelorakan semangat seluruh masyarakat Indonesia untuk melindungi wanita dan anak dari HIV-AIDS.
Upaya ini harus mendapat dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, LSM dalam negeri dan
luar negeri, Swasta, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat luas. Dengan bekerja sama dengan semua
pihak, penanggulangan HIV-AIDS akan segera memperoleh hasil yang diharapkan. Secara utuh, dari berbagai
sudut pandang persoalan HIV-AIDS, kami kemukakan dalam rubrik Media Utama.
Selainitu,kamiketengahkanjugaberbagaiinformasiringandanmenariktentanghasilevaluasisementarahasilriset
jampersal, tip-tip hidup sehat pada rubrik info sehat, perkembangan BPJS dan perkembangan penanggulangan
HIV-AIDS di beberapa daerah Indonesia. Selamat mambaca. Redaksi.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 3
SURAT
PEMBACA
PERTANYAAN:
Bagaimana cara mengurus dan
prosedur untuk mendapatkan
Kartu Jamkesmas yang baru
karena kartu Jamkesmas
saya hilang bersama dompet
dan tas yang dicuri? Mohon
informasi karena saya
sangat membutuhkan kartu
Jamkesmas tersebut?Terima
kasih.
Salam,
dariSeorangpeserta
Jamkesmas
JAWABAN:
Sebelumnya kami turut prihatin
atas kehilangan tersebut. Untuk
mengurus Jamkesmas tidaklah
sulit. Berikut ini langkah-
langkah untuk pengurusan
Kartu Jamkesmas yang hilang:
Hal pertama, saudara membuat
laporan pengaduan kehilangan
Kartu Jamkesmas ke Kepolisian
(Kantor POLSEK atau POLRES
terdekat), sama seperti bila
Anda kehilangan SIM, STNK
atau surat-surat penting
lainnya.
Kemudian kedua, menghubungi
PT Askes (Persero) Kantor
Cabang terdekat di kota Anda
dengan membawa kelangkapan
seperti: surat identitas (KTP
atau lainnya), Kartu Keluarga
dan Laporan kehilangan dari
Kepolisian.
Langkah ketiga, lalu PT Askes
(Persero) Kantor Cabang
terdekat akan menerbitkan
Surat Keterangan Pengganti
Kartu karena tidak ada
penggantian kartu baru lagi.
Untuk informasi lebih lanjut
dapat Anda tanyakan langsung
ke Kantor Cabang PT Askes
(Persero) terdekat di kota Anda.
Terima kasih
Kementerian Kesehatan.
21
64SIapa dia
aktivis aids
Indonesia
untuk rakyat
Wisata Kesehatan
Penggerak
Perekonomian
56
mengenal dan
mencegah pertumbuhan
HIV-aIdS
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM4
DAFTAR ISI
InFO SeHaT
mitos dan Kontroversi
anak Susah makan
Penularan HIV pada Ibu rumah
Tangga lebih Tinggi dari PSK
dengan atau Tanpa Jarum Steril,
Junkies Tetap ‘butuh’ nyuntik
dunia Kerja Tak bersahabat
pada Pasien HIV/aIdS
bersepeda Cepat bantu
atasi Parkinson
STOP PreSS
“CerdIK” langkah Penting Cegah
Penyakit Tidak menular Sehat
dengan Sedekah
apresiasi menkes
di Hari Kesehatan nasional 2012
rumah Sakit Jangan Tolak Pasien
dalam Keadaan darurat
Hanya 20%
remaja yang tau hiv-aids
gerakan Indonesia bersih
Perkembangan bPJS
Ormas, dunia usaha dan
Kemenkes sepakat Capai mdg’s
medIa uTama
mengenal, dan mencegah
Pertumbuhan HIV-aIdS
HIV-aIdS
menkes: “rS Perlu
menyiapkan diri menyongsong
era baru Pembangunan Kesehatan
di Tanah air”
Penandatanganan SKb
lima menteri untuk Tanggulangi
HIV-aIdS
OdHa berhak Peroleh
Jaminan Kesehatan
mengenali HIV aIdS lebih dalam
Yuk, dengar Pendapat remaja
tentang HIV-aIdS
Hentikan aIdS, lindungi
Perempuan dan anak-anak
6-13
14-20
21-37
38-47
48-49
70-71
68-69
64-67
56-63
50-55
daeraH
Fenomena HIV/aIdS
di Papua WaYabula
berita aIdS
di empat Provinsi di Indonesia
buSKI, di Hulu Sungai utara
KOlOm
Kubiarkan Tb merasuki Tubuhku
ragam
Ibu Selamat anak Sehat: Fokus Hari
Kesehatan nasional ke-48
Hasil Sementara Studi evaluatif
Implementasi Jampersal, 2012
menkes Harapkan Komitmen
bersama Wujudkan Jaminan
Kesehatan Semesta
unTuK raKYaT
Wisata Kesehatan
Jadi Penggerak Perekonomian
Kunjungan Kerja menteri Kesehatan
ke Provinsi nusa Tenggara barat &
Jawa Tengah
Program Internship dokter
SIaPa dIa
aktivis aids Indonesia
reSenSI
lenTera
menikmati bukan meratapi
(bagian kedua)
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 5
INFO SEHAT
Problem kesulitan makan pada anak balita
merupakan hal yang cukup lazim. Salah satu
problem yang paling sering ditemui adalah
kebiasaan pilih-pilih makanan atau biasa
disebutpicky eater. Kebiasaan ini banyak dialami
oleh anak balita ketika mereka mulai beralih
mengonsumsi makanan cair ke padat. Banyak
orang tua kerepotan ketika mereka menemukan
anaknya mogok makan atau hanya mau
mengonsumsi jenis makanan tertentu. Meski
masalah ini kadang membuat frustasi, tetapi
demi kebaikan dan masa depan buah hati, hal ini
tentu tidak boleh dibiarkan oleh para orang tua
mITOS dan
KOnTrOVerSI
anak Susah makanEDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM6
B
erikut adalah 14 informasi mengenai mitos-mitos,
kontroversi dan fakta seputar masalah anak yang
sulit makan dan yang pilih-pilih (picky eater) :  
    
Anak saya makannya banyak tetapi tidak
gemuk 
Fakta: Sebenarnya bila dicermati memang ada
ada anak tertentu yang mempunyai pola genetik
tertentu yang mengakibatkan berat badannya sulit gemuk. Tetapi
hal ini diperberat oleh pemberian jumlah asupan makanan yang
tidak optimal. 
Anak sulit makan sering bosan makan dan bosan susu. 
Fakta: Sebenarnya, saat anak tidak mau makan atau menolak
bukan karena bosan, tetapi karena nafsu makan yang berkurang.
Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan dengan
gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah saat
menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat disuap
makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan
mual, biasanya nafsu makannnya menurun. Pada saat inilah
anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak makanan
yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan
makanan atau bosan susu.
    
Anak hingga usia 2-3  tahun hanya mau minum susu tidak mau
makan nasi, sayur atau daging. Karena kesalahan orangtua
terlambat atau kurang mengenalkan makanan padat sejak dini. 
Fakta: Sebenarnya bukan karena kesalahan orangtua, padahal
mereka sudah mengenalkan makanan padat tersebut pada
anak saat usia tertentu. Tetapi karena pada anak sulit makan
mengalami gangguan oral motor yang mengakibatkan
gangguan mengunyah menelan sehingga mereka akan pilih
pilih atau menolak makanan dengan tekstur tertentu terutama
yang berserat . Anak seperti ini hanya mau makanan yang tidak
berserat dan yang crispy atau kriuk.
    
Anak makannya pilih-pilih atau Picky Eaters karena salah
orangtua tidak pernah mengenalkan makanan bervariasi. 
Fakta: Sebenarnya bukan hanya karena kesalahan orangtua,
padahal mereka sudah mengenalkan makanan padat makanan
yang bervariasi. Tetapi karena pada anak sulit makan mengalami
gangguan oral motor yang mengakibatkan gangguan
mengunyah menelan sehingga mereka akan pilih pilih atau
menolak makanan dengan tekstur tertentu terutama yang
berserat seperti sayur, daging sapi atau nasi. Anak seperti ini
hanya mau makanan yang tidak berserat dan yang crispy atau
kriuks seperti biskuit, kerupuk dan sejenisnya
    
Anak beratnya kurang dan kurus karena anak tidak bisa diam
dan anak sangat lincah. 
Fakta: Pada anak dengan berat badan yang kurus terjadi bisa
karena genetik yang juga karena nafsu makannya hilang timbul
kadang baik kadang kurang. Karena asupan makanan yang tidak
optimal ini maka berakibat berat badan kurang. Anak aktif dan
banyak gerak tidak akan berdampak dengan gangguan kenaikkan
berat badan bila asupan makanannya baik. Banyak anak aktif dan
sangat lincah tetapi gemuk dan badannya bagus selama asupan
makanannya konsisten baik dalam jangka panjang.
    
Anak sulit makan adalah hal yang biasa karena masa-masanya
nanti juga akan membaik sendiri. 
Fakta: Memang sekitar 30% anak mengalami sulit makan
dengan penyebab tersering karena gangguan ketidakmatangan
saluran cerna. Hal itu dialami pada usia di bawah 3-5 tahun. Di
atas usia tersebut akan membaik. tetapi sekitar 70% anak tidak
mengalaminya.
Sehingga kalau dikatakan normal tidak sepenuhnya benar
karena sebagian besar anak tidak mengalami. memang nanti
usia tertentu akan membaik bukan karena masa-masanya anak
sulit makan tetapi pada usia tertentu sekelompok anak tertentu
mengalami hipersensitif atau ketidak matangan saluran cerna
sebagai penyebab utama sulit makan. Kalau dibiarkan kesulitan
makan disebabkan karena gangguan ketidakmatangan saluran
cerna akan membaik dengan sendirinya tetapi sebaiknya jangan
menunggu usia tertentu membaik karena bila hal ringan itu
terjadi akan banyak timbul komplikasi yang tidak disadari seperti
gangguan kenaikan berat badan, anemia (kekurangan darah) atau
defisiensi zat besi dan berbagai gangguan lainnya.
    
Anak tidak mau makan jika makanan kesukaannya tidak
disediakan, atau hanya mau makanan yang itu-itu saja. Pada
usia ini otak anak mulai berkembang dan bisa memilih mana
yang disukainya dan mana yang tidak. 
Fakta: Sebenarnya anak pilih-pilih makanan bukan karena yang
disukai tetapi karena yang hanya mau makanan yang mudah
dikunyah dan ditelan. Pda anak sulit makan mengalami gangguan
oral motor yang mengakibatkan gangguan mengunyah menelan
sehingga mereka akan pilih pilih atau menolak makanan dengan
tekstur tertentu terutama yang berserat seperti sayur, daging
sapi atau nasi. Anak seperti ini hanya mau makanan yang tidak
berserat dan yang crispy atau kriuk seperti telor, nugget dan
sejenisnya
    
Anak sulit makan dan pilih-pilih meniru pola makan
orangtuannya dari mulai meniru pola makan lingkungan
terdekatnya yang juga pilih-pilih makanan. 
Fakta: Anak sulit makan dan pilih-pilih meniru pola makan
orangtuannya dari mulai meniru pola makan lingkungan
terdekatnya yang juga pilih-pilih makanan. Tetapi karena
pada anak sulit makan mengalami gangguan oral motor yang
mengakibatkan gangguan mengunyah menelan sehingga
mereka akan pilih pilih atau menolak makanan dengan tekstur
tertentu terutama yang berserat seperti sayur, daging sapi atau
nasi. Anak seperti ini hanya mau makanan yang tidak berserat dan
yang crispy atau kriuks seperti telor, mi, nugget, biskuit, kerupuk
dan sejenisnya. Gangguan oral motor biasanya sering disebabkan
karena gangguan fungsi saluran cerna seperti GER, alergi atau
intoleransi makanan lainnya. Penderita alergi atau gangguan
genetik lainnya seringkali diturunkan oleh salah satu orangtuanya
terutama yang wajahnya sama. Jadi bila salah satu orangtua yang
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 7
INFO SEHAT
wajahnya sama juga mempunyai problema kesulitan makan
bukan karena meniru pola orangtua anaknya tetapi karena
problema itu diturunkan secara genetik.
    
Anak sulit makan tidak mau atau sulit mencoba jenis makanan
baru yang berbeda. Kondisi ini sering disebut dengan
neophobia, atau ketakutan untuk mencoba segala sesuatu
yang baru. 
Fakta: Anak sulit makan bukan karena tidak mau atau sulit
mencoba jenis makanan baru yang berbeda. Tetapi karena
pada anak sulit makan mengalami gangguan oral motor atau
oral hipersensitif. Gangguan itu mengakibatkan gangguan
mengunyah menelan sehingga mereka akan pilih pilih atau
menolak makanan dengan tekstur tertentu terutama yang
berserat seperti sayur, daging sapi atau nasi. Anak seperti ini
hanya mau makanan yang tidak berserat dan yang crispy atau
kriuks seperti telor, mi, nugget, biskuit, kerupuk dan sejenisnya.
Anak sulit makan juga mengalami oral hipersensitif ditandai sulit
makan makanan yang lengket, sulit makan makanan yang berasa
tajam seperti terlalu manis atau terlalu pahit biasanaya lebih suka
yang agak asam.
    
Tidak ada jam makan Tidak adanya kedisiplinan waktu makan,
pagi, siang, sore, dan kudapan di sela makan utama membuat
anak bisa makan kapan saja tanpa kontrol. 
Fakta: Sebenarnya saat anak tidak mau makan atau menolak
karena selera makannya hilang timbul tidak menentu. Kadang
makan sulit pada hari dan jam-jam tertentu. Keadaan ini sering
terjadi pada anak kesulitan makan dengan gangguan fungsi
saluran cerna seperti mudah muntah saat menangis atau batuk
atau mudah atau mudah mual saat disuap makanan atau
memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan mual biasanya
nafsu makannnya menurun. Pada saat inilah anak menutup
mulut, menepis makanan atau menolak makanan yang karena
keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan makanan
atau bosan susu. Gangguan mual yang mengakibatkan nafsu
makan berkurang biasanya sering timbul saat pagi hari atau
sering diistilahkan morning sickness. Hal ini yang mengakibatkan
sebagian besar anak sulit makan lebih sulit makan saat pagi
hari, setelah pukul 10 dan diatasnya keadaan perutnya membaik
biasanya disertai nafsu makan agak membaik.
    
Komunikasi ibu-anak Jika ibu menyuapi anak balita dengan
pendekatan yang keliru, wajar jika anak menghindar saat
waktu makan tiba. Misalkan, ibu menjerit saking kesalnya
karena si anak tidak juga mau membuka mulutnya. Kebiasaan
semacam ini membuat anak tak lagi menyenangi suasana
makan, apalagi makanannya. 
Fakta: Komunikasi dan suasana hati memang berpengaruh
saat makan, tetapi hal itu bukan yang utama. Kalaupun itu
berpengaruh merupakan faktor yang memperberat bukan
penyebab utama. Anak sulit makan sering mengalami nafsu
makan yang hilang. Sebenarnya saat anak tidak mau makan atau
menolak bukan karena bosan tetapi karena nafsu makan yang
berkurang. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan
dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah
saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat
disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi
keluhan mual biasanya nafsu makannya menurun. Pada saat inilah
anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak makanan
yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan
makanan atau bosan susu. Dalam suasana hati yang baikpun,
gangguan nafsu makan itu tetap tidak bagus, tetapi mungkin
suasana dan komunikasi yang buruk memang memperberat
keadaan yang sudah ada.
    
Peralatan makan yang terlalu tua, tidak menarik tidak bisa
memancing selera makan. 
Fakta: Peralatan makan yang lucu, menarik mungkin akan
sedikit membantu problema sulit makan pada anak tetapi dalam
keadaan gangguan sulit makan yang tidak ringan cara itu tidak
akan berhasil sama sekali. Anak sulit makan sering mengalami
nafsu makan yang hilang. Sebenarnya saat anak tidak mau makan
atau menolak bukan karena bosan tetapi karena nafsu makan
yang berkurang. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan
makan dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah
muntah saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual
saat disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat
terjadi keluhan mual biasanya nafsu makannnya menurun. Pada
saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak
makanan yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap
bosan makanan atau bosan susu.
Peralatan makan menarikpun kadang tidak akan memperbaiki
gangguan nafsu makan itu, tetapi mungkin peralatan yang tidak
menarik mungkin memang meperberat keadaan yang sudah ada.
Yang penting adalah mencari penyebab mengapa gangguan
pencernaan itu timbul dan bagaimana cara mengatasinya. Bila
gangguan saluran cerna tersebut tidak diperbaiki tip memakai
tempat makanan yang menarik tidak akan berdampak mengatasi
masalah.
    
Beri makanan yang bentuknya menarik , ada mata, telinga atau
bentuk gambar yang lucu-lucu. 
Fakta: Bentuk makan yang lucu atau menarik mungkin akan
sedikit membantu problema sulit makan pada anak tetapi dalam
keadaan gangguan sulit makan yang tidak ringan cara itu tidak
akan berhasil sama sekali. Anak sulit makan sering mengalami
nafsu makan yang hilang. Sebenarnya saat anak tidak mau makan
atau menolak bukan karena bosan tetapi karena nafsu makan
yang berkurang. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan
makan dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah
muntah saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual
saat disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat
terjadi keluhan mual biasanya nafsu makannnya menurun. Pada
saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak
makanan yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap
bosan makanan atau bosan susu.
Bentuk makan yang tidak menarik mungkin kadang
mengakibatkan gangguan nafsu makan itu, tetapi mungkin
hal itu hanya meperberat keadaan yang sudah ada bukan
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM8
penyebab utama. Yang penting adalah mencari penyebab
mengapa gangguan pencernaan itu timbul dan bagaimana
cara mengatasinya. Bila gangguan saluran cerna tersebut tidak
diperbaiki tip menggunakan bentuk makan yang lucu atau
menarik mungkin tidak akan berdampak mengatasi masalah.
    
Anak sulit makan harus makan di pangkuan orangtua. Jangan
membiasakan anak makan sambil berjalan berkeliling komplek
rumah, bersepeda, atau menonton televisi. 
Fakta: Saat anak sulit makan kadang orangtua atau pengasuh
terpaksa harus memberi makan saat anak bermain atau banyak
bergerak. Beberapa rekomendasi menyebutkan bahwa saat
menyuap makan anak harus duduk manis dipangkuan orangtua.
Tetapi sayangnya hal ini sulit dilakukan. Justru anak sulit makan
dengan gangguan saluran cerna biasanya mengakibatkan anak
tidak bisa diam dan tidak bisa duduk lama. Anak sulit makan juga
sering mengalami nafsu makan yang hilang.
Sebenarnya saat anak tidak mau makan atau menolak bukan
karena bosan tetapi karena nafsu makan yang berkurang.
Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan dengan
gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah saat
menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat disuap
makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan
mual biasanya nafsu makannnya menurun.
Pada saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau
menolak makanan yang karena keluhan mual dan muntah
tetapi dianggap bosan makanan atau bosan susu. Berbagai
tip dan cara pemberian makanan pada anak sulit makan
tidak akan bermanfaat optimal bila tidak mencari penyebab
mengapa gangguan pencernaan itu timbul dan bagaimana
cara mengatasinya. Bila gangguan saluran cerna tersebut tidak
diperbaiki tip menggunakan bentuk makan yang lucu atau
menarik mungkin tidak akan berdampak mengatasi masalah.
Penanganan terbaik atasi penyebabnya 
Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makanan ke mulut,
kemudian mengunyah dan menelan, sehingga ketrampilan dan
kemampuan sistem pergerakan motorik kasar di sekitar mulut
sangat berperan dalam proses makan. Pergerakan motorik yang
berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah, dan menelan
dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah, dan
banyak otot lainnya di sekitar mulut. 
Keterampilan dan kemampuan koordinasi oral motor atau
koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat
berperanan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik
tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan
menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir,
lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses
makan di mulut tersebut seringkali berupa gangguan mengunyah
makanan.
Gangguan proses makan di mulut sering disertai gangguan nafsu
makan yang makan yang tidak baik. Pengertian kesulitan makan
adalah jika anak tidak mau atau menolak untuk makan, atau
mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman
dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah
dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan,
mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan
secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat
tertentu. 
Gejala kesulitan makan pada anak adalah (1) Memuntahkan atau
menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut
anak, (2).Makan berlama-lama dan memainkan makanan, (3)
Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut
atau menutup mulut rapat, (4) Memuntahkan atau menumpahkan
makanan, menepis suapan dari orangtua, (5). Tidak menyukai
banyak variasi makanan atau suka pilih-pilih makan dan (6),
Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil. 
Gangguan oral motor dan nafsu makan yang berkurang sering
disebabkan karena gangguan fungsi saluran cerna.  Data yang ada
di Picky Eaters Clinic Jakarta, sebagian besar penderita atau sekitar
90 persen penderita sulit makan sering disertai gangguan alergi
dan hipersensitiftas saluran cerna. 
Berbagai tip dan cara pemberian makanan bagi anak ternyata
kurang bermanfaat bila penyebab utama gangguan saluran cerna
pada anak sulit makan tidak diperbaiki. Ternyata saat dilakukan
intervensi penanganan gangguan fungsi saluran cerna terdapat
perbaikan diikuti membaiknya nafsu makan anak. 
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 9
INFO SEHAT
P
enularan HIV kini tidak hanya terjadi pada kelompok
berisiko tinggi seperti pekerja seks dan pengguna narkoba
suntik. Ibu rumah tangga yang selama ini dianggap tidak
berisiko, malah lebih banyak terinfeksi dibandingkan
pekerja seks.
Tingginya kasus infeksi HIV, bahkan yang sudah berkembang
menjadi AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) pada
ibu-ibu rumah tangga diakui oleh Direktur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian
Kesehatan, Prof Dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H,
DTCE.
«Jumlah kasus AIDS Januari-September 2012 pada ibu rumah
tangga dan penjaja seks di seluruh Indonesia, berdasarkan
pengakuan pasien dan berdasarkan laporan RS yang diterima
Ditjen P2PL Kemenkes adalah 561 kasus pada ibu rumah tangga
dan 128 kasus pada penjaja seks,» kata Prof Tjandra seperti ditulis
Rabu (5/12/2012).
Kerentanan ibu-ibu rumah tangga yang selama ini dianggap tidak
berisiko antara lain adalah ketimpangan gender yang membuat
perempuan sulit mengontrol perilaku pasangannya. Otomatis
jika perilaku pasangannya berisiko seperti suka membeli seks dan
pakai narkoba suntik, maka para istri ikut menanggung akibatnya.
Dibanding pekerja seks, ibu rumah tangga juga dianggap lebih
rentan terhadap penularan HIV karena minim perlindungan.
Pekerja seks masih bisa memaksa pelanggannya untuk memakai
Penularan HIV
pada Ibu
Rumah Tangga
Lebih Tinggi
dari PSK
kondom, sementara ibu rumah tangga karena berbagai alasan
sering tidak berdaya untuk meminta suaminya untuk memakai
kondom saat berhubungan seks.
Lebih memprihatinkan lagi, ibu-ibu yang tertular HIV oleh
suaminya sendiri masih berisiko untuk menularkannya lagi pada
anak-anak kandungnya. Akibatnya ibu-ibu rumah tangga dan
anak-anak yang tidak pernah pakai narkoba maupun membeli
seks ikut menanggung akibatnya.
«Peningkatan ibu rumah tangga menjadi keprihatinan karena
selalu diikuti oleh peningkatan kasus pada anak,» kata Dr Kemal N
Siregar, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN)
saat menghadiri peringatan Hari AIDS Sedunia yang diadakan
oleh Durex dan komunitas BIke2Work di area Car Free Day, Jl
Thamrin, Jakarta beberapa waktu lalu.
Untuk mengurangi risiko penularan HIV pada ibu rumah tangga,
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menganjurkan
agar perempuan memiliki posisi tawar dalam mengontrol perilaku
pasangannya. Bukan untuk urusan seks saja, tetapi juga perilaku lain
yang berisiko menularkan HIV seperti menggunakan narkoba suntik.
«Ibu rumah tangga harus bisa terbuka pada suaminya untuk
meminta pertanggungjawaban suaminya secara setara. Kalau
perilaku suaminya memang berisiko, ibu rumah tangga harus
bisa meminta suaminya untuk periksa. Sama-sama periksa
untuk memastikan ada penyakit atau tidak,» kata Inang Winarso,
Direktur Pelaksana Pusat PKBI.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM10
J
akarta, Para junkies adalah kalangan yang rentan terkena
HIV/AIDS. Sebab salah satu penularan HIV/AIDS adalah
melalui jarum suntik yang tidak steril dan digunakan secara
bergantian. Untuk itu perlu dilakukan pemutusan mata
rantai penularan HIV/ AIDS melalui jarum suntik.
Karena itulah para junkies dianjurkan beralih ke metadon sebagai
upaya agar terlepas dari ketergantungan narkoba. Metadon
merupakan obat sintetis opioid yang memiliki efek sama dengan
opioid tapi tidak terlalu tinggi. Saat menggunakan metadon,
para pasien akan tetap mendapatkan efek sebagaimana saat
mengonsumsi opioid.
«Tapi ketergantungannya akan diturunkan sesuai respons
tubuh, sehingga lama-kelamaan junkies itu akan sembuh dari
ketergantungan,» terang sukarelawan di Puskesmas Menteng,
Bambang Sutrisno, dalam perbincangan dengan detikHealth,
Rabu (4/12/2012).
Menurut dia saat metadon diberikan, pasien juga mendapat
konsultasi dari para ahli. Terapinya pun berbeda-beda, antara 6
bulan hingga 2 tahun. Selama kurun waktu terapi, dosis yang
diberikan bisa dinaikkan maupun diturunkan, disesuaikan dengan
kondisi tubuh yang bersangkutan. Karena itulah waktu terapinya
bervariasi.
«Saat mendapat terapi di puskesmas harus didampingi oleh
wali. Dulu saat diberi metadon, ada biaya Rp 5.000-Rp 15 ribu,
tapi sekarang sudah gratis,» sambung pria yang akrab disapa
Benkbenk ini.
Menurut dia, metadon hanyalah salah satu bentuk terapi bagi
para pecandu narkoba suntik atau IDU (Injecting Drug User).
Sebab ada jalan terapi detoksifikasi, melalui jalur keagamaan dan
konseling mental. Terapi apa yang akan dijalani dikembalikan
kepada para junkies.
«Memang kalau junkie itu untuk metadon ada yang pasang
badan, nggak mau pakai. Ya itu tergantung keinginannya, kita
nggak bisa paksa. Ada yang memilih melalui detox, obat lain, dan
sebagainya,» sambung Benkbenk.
Saat mengonsumsi metadon, para junkies akan merasakan
efeknya sekitar satu jam kemudian. Efek metadon dapat bertahan
selama kurang lebih 24 jam, bahkan bisa mencapai 36 jam.
Bandingkan dengan efek putaw yang hanya 3-4 jam, sehingga
setelahnya harus memakai lagi.
«Treatment sampai 2 tahun. Dosisnya ada 200, 80, nanti diatur
atau dikurangi sehingga nggak lagi tergantung. Di Puskesmas
Menteng ada sekitar 150 orang yang menjalani terapi metadon,»
tutur pria yang juga aktivis Komunitas Proklamasi ini ini.
Pemberian metadon adalah legal karena ada payung hukumnya
yakni Peraturan Menkes Nomor 494/Menkes/SK/VII/2006 tentang
Penetapan Rumah Sakit dan Satelit Uji Coba Palayanan Terapi
Rumatan Metadon serta Pedoman Program Terapi Rumatan
Metadon.
Holmberg (1996) secara kasar memperkirakan bahwa separuh
dari infeksi HIV/AIDS terdapat pada pengguna jarum suntik.
Secara global, sekitar 15,9 juta orang memakai narkoba suntik
dan 3 juta di antaranya hidup dengan HIV. Data Kementerian
Kesehatan, pada 2011 terdapat sekitar 42,4 persen prevalensi HIV
dari pengguna jarum suntik. Angka ini menurun dari tahun 2007
yang tercatat 52,4 persen. Namun angka ini harus terus mendapat
perhatian. 
Telah ada upaya besar untuk meningkatkan layanan dampak
harm reduction di Indonesia sejak 2006. Pendanaan untuk
melaksanakan pencegahan HIV, pengobatan dan perawatan
sekarang tersedia untuk semua provinsi.
Pemberian terapi metadon merupakan salah satu upaya
pengurangan dampak buruk (harm reduction) HIV/AIDS yang
digelar pemerintah. Pemberian jarum suntik steril pada para
pecandu narkoba suntik adalah bentuk kegiatan harm reduction
lainnya.
Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Dengan atau Tanpa Jarum Steril,
Junkies Tetap ‘Butuh’ Nyuntik
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 11
INFO SEHAT
T
idak semua orang dengan HIV/
AIDS (ODHA) adalah orang-
orang yang gemar melakukan
seks berisiko. Namun apapun
penyebabnya, pasien HIV/AIDS masih
kerap didiskriminasikan. Bahkan untuk
mendapat pekerjaan agar mandiri dalam
hidupnya, seorang ODHA sering kali
kesulitan.
Di tengah peringatan Hari AIDS sedunia
yang jatuh 1 Desember lalu, Xiao Qi
(bukan nama sebenarnya) bergulat
untuk memperoleh haknya mendapat
pekerjaan yang layak. Saat ini dia sedang
dalam proses gugatan terhadap otoritas
pendidikan yang menurutnya telah
menolak lamaran kerja karena dia adalah
seorang dengan HIV positif.
Gugatan yang dilayangkannya terhadap
biro pendidikan Kabupaten Jinxian di
Provinsi Jiangxi, China memang belum
secara resmi terdaftar untuk ditangani.
Xiao Qi mengajukan gugatan di
pengadilan setempat pada 26 November
lalu.
Pemuda ini bertekad untuk mendapatkan
keadilan sehingga nekat mengajukan
gugatan. «Karena ini bukan hanya untuk
saya, tapi untuk seluruh orang dengan
HIV/ AIDS yang rentan,» katanya seperti
dikutip dari China Daily, Senin (3/12/2012).
Pada Juni lalu Xiao telah lulus tes seleksi
menjadi guru dengan nilai yang tinggi.
Namun impiannya menjadi guru pupus
setelah dalam tes kesehatan dinyatakan
positif HIV. Biro pendidikan setempat
mendiskualifikasi pemuda tersebut.
Itulah yang melatar belakangi Xiao
mengajukan gugatan ke pengadilan.
Dunia Kerja
Tak Bersahabat
pada Pasien
HIV/AIDS
Kendati ada aturan hukum bahwa ODHA
dan keluarganya memiliki hak untuk
bekerja, bersekolah, dan mendapat
pelayanan kesehatan, namun dia
mengajukan gugatan dengan dipenuhi
ketidakoptimisan. Sebab Xiao bukanlah
orang pertama di China yang mengajukan
gugatan tentang diskriminasi kerja
terhadap ODHA.
780.000 Orang dari 1,3 miliar penduduk
di China diperkirakan hidup dengan
HIV/AIDS. Menurut data Departemen
Kesehatan China, jumlah kasus yang
dilaporkan hingga akhir Oktober
mencapai 492.191, termasuk 68.802 kasus
baru pada tahun ini.
Laporan Organisasi Buruh Internasional
(ILO) serta Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit China pada 2010
menyebut orang yang hidup dengan HIV/
AIDS masih banyak yang mendapatkan
diskriminasi kerja di China. Diskriminasi itu
antara lain penolakan kesempatan kerja
dan pengunduran diri paksa.
Padahal berdasar peraturan tentang
pencegahan dan penanganan HIV/
AIDS pada 2006 di China, ODHA dan
keluarganya memiliki hak hukum untuk
dilindungi, termasuk hak untuk menikah,
perawatan kesehatan, dan pendidikan. 
Di Indonesia, Menkes Nafsiah Mboi
menegaskan dirinya akan menindak
tegas petugas kesehatan yang bersikap
diskriminatif atau memberi stigma kepada
penderita HIV/AIDS. Pemerintah Indonesia
juga gencar menyosialisasikan slogan
‹Stop AIDS melalui Kesetaraan Gender
untuk Menghapus Segala Bentuk Stigma
dan Diskriminasi›.
Hingga September, jumlah kasus AIDS di
Indonesia ada 39 ribu jiwa. Sementara itu
3.541 kasus baru muncul pada Januari-
September 2012. Papua merupakan
provinsi dengan kasus ODHA HIV/AIDS
tertinggi dengan angka 7.527 orang. DKI
Jakarta berada di peringkat kedua dengan
pengidap HIV/AIDS mencapai 6.299 orang,
sedangkan Jawa Timur di tempat ketiga
dengan jumlah ODHA sebanyak 5.257
orang.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM12
B
ersepeda ternyata dapat
bermanfaat untuk mencegah
ataupun mengobati penyakit
Parkinson, demikian menurut
penelitian terbaru yang dilakukan
ilmuwan dari Radiological Society of
North America di Chicago Amerika Serikat.
Riset menunjukkan, bersepeda dapat
membantu memulihkan hubungan antara
daerah otak yang terkait dengan penyakit,
dan meningkatkan koordinasi dan
keseimbangan.
Berdasarkan hasil pemindaian otak, para
peneliti menemukan bahwa mengayuh
sepeda menyebabkan konektivitas
yang lebih besar di daerah otak yang
bertanggung jawab untuk gerakan pada
pasien Parkinson, terutama jika mengayuh
dengan cepat melebihi rata-rata, meskipun
kecepatan ayuhan bisa ditentukan oleh
masing-masing individu.
Para ahli memperkirakan bahwa sekitar
7 sampai 10 juta orang di seluruh dunia
terkena penyakit Parkinson, gangguan
kronis neurologis progresif yang
menyebabkan sel-sel saraf di otak yang
membuat dopamin secara perlahan
hancur. Tanpa dopamin, otak tidak dapat
mengirimkan pesan dengan benar,
sehingga menyebabkan hilangnya fungsi
otot.
Gejala utama penyakit ini adalah gemetar
atau tremor, otot kaku, dan gerakan fisik
yang menjadi lambat, sampai kehilangan
keseimbangan.
Sebagian besar kasus terjadi setelah usia 50
tahun, dan apabila bertambah parah maka 
akhirnya dapat menyebabkan masalah
kognitif dan perilaku seperti demensia.
Ketua penelitian Jay Alberts, ahli syaraf di
Cleveland Clinic Lerner Research Institute,
mulai melakukan penelitian setelah ia
melihat perbaikan pada pasien Parkinson
setelah menempuh perjalanan jarak jauh
bersepeda di Iowa. «Hal itu merupakan
temuan yang tidak disengaja. Saat itu,
saya mengayuh dengan cepat sehingga
mengharuskan pasien mengayuh dengan
cepat juga,”kata Alberts dalam suatu
pernyataan. 
Penelitian ini melibatkan 26 pasien
penderita Parkinson berusia 30 hingga 75
tahun. Efek olahraga diukur menggunakan
alat bernama functional connectivity
magnetic resonance imaging (fcMRI). Alat
ini digunakan untuk mengukur perubahan
oksigen darah di otak, untuk melihat
seberapa aktif bagian otak yang berbeda
dan hubungannya satu sama lain.
Para peneliti membagi pasien menjadi
dua kelompok. Satu kelompok mengayuh
dengan kecepatan yang mereka tentukan
sendiri, sedangkan kelompok lainnya
mengayuh pada tingkat kecepatan yang
sudah ditentukan, yaitu dengan mengikuti
kecepatan sepeda motor.
Hasilnya membuktikan bersepeda dengan
ayuhan yang cepat dapat meningkatkan
hubungan antara otak dengan gerakan,
yang sangat baik untuk mencegah ataupun
mengobati penyakit Parkinson. Hal ini
menjadikan bersepeda dengan ayuhan
cepat disarankan dilakukan, mengingat
keefektifannya, serta biayanya yang murah.
Bersepeda
Cepat Bantu
Atasi Parkinson
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 13
STOP PRESS
Apresiasi Menkes
di Hari Kesehatan
Nasional 2012
T
anggal 12 Nopember 2012
lalu, Menteri Kesehatan RI,
dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH,
memimpin upacara peringatan
Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-48 yang
bertema“Indonesia Cinta Sehat”dengan
sub-tema“Ibu Selamat Anak Sehat”di
lapangan kantor Kemenkes, Jakarta.
Upacara diikuti para pegawai Kementerian
Kesehatan, yang berasal dari kantor pusat
maupun perwakilan unit pelaksana teknis
(UPT), rumah sakit vertikal, organisasi
kemasyarakatan dan dunia usaha.
Dalam sambutannya, Menkes menyatakan
bahwa pembangunan kesehatan tidak
mungkin berhasil tanpa dukungan, peran
serta dan komitmen seluruh pemangku
menjaga, meningkatkan serta mencintai
kesehatan sebagai perilaku sehari-hari
dengan menjaga dirinya agar sehat
dan tetap sehat, dari dalam kandungan
sampai seumur hidup. Hal ini dilakukan
dalam rangka menciptakan kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat.
Usai pelaksanaan upacara, Menkes
membuka pameran foto HKN 2012, yang
bertema selaras dengan peringatan HKN
ke-48, yaitu“Ibu Selamat Anak Sehat”.
Dalam kegiatan tersebut, dipamerkan
berbagai karya fotografi para pegawai
Kementerian Kesehatan, juga dokumentasi
berbagai unit di Kemenkes. Hal yang
menarik dalam pameran tersebut
adalah keberadaan salah satu sudut
P
ada tanggal 7 November
2012 lalu, Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan,
Kementerian Kesehatan RI, Prof.
dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K). MARS,
DTM&H, DTCE, menyampaikan presentasi
mengenai Pengendalian Penyakit di
Indonesia, pada seminar Nasional yang
diselenggarakan oleh Persatuan Sarjana
Kesehatan Masyarakat (PERSAKMI) dan
Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia
(PAEI) di Sulawesi Selatan.
Dalam seminar tersebut Prof. Tjandra
menjelaskan mengenai peran kesehatan
dalam MDGs 2015, kesehatan dalam
bentuk triple burden di Indonesia, serta
menggambarkan situasi epidemiologi
dan program penanggulangan berbagai
penyakit.
Beliau juga menyampaikan pendekatan
CERDIK yaitu Cek kesehatan secara teratur,
Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga,
Diet yang sehat, Istirahat yang cukup
dan Kelola stress, sebagai upaya yang
sangat penting dilakukan cegah penyakit
tidak menular. Selain hal penting lain
seperti Penanggulanan masalah merokok,
pengaturan diet garam, dan gula serta
lemak.
Dalam kesempatan itu Prof. Tjandra juga
melakukan diskusi dengan para peserta
seminar, yang membahas beberapa topik,
seperti kondom dalam pencegahan
HIV/AIDS, Indonesia sehat vs MDGs,
pentingnya budaya setempat dalam
penyuluhan kesehatan, Hertz immunity,
dan kemampuan petugas kesehatan untuk
memasarkan isu kesehatan ke pimpinan
daerah, pihak legislatif, dan masyarakat
umum.
“CERDIK”
Langkah Penting
Cegah Penyakit
Tidak Menular
kepentingan dan seluruh lapisan
masyarakat. Karena itu, dalam peringatan
HKN ke-48 tersebut, Menkes menyampaikan
terima kasih dan apresiasi kepada semua
pihak yang terus memberikan dukungan
bagi suksesnya pembangunan kesehatan di
tanah air tercinta.
“Secara khusus, atas nama Pemerintah
dan Rakyat Indonesia saya ingin
menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada setiap petugas dan tenaga
kesehatan yang melayani masyarakat
di daerah-daerah yang paling susah, di
gunung-gunung dan pantai, di daerah
pedesan yang terpencil, bahkan di
pulau-pulau, di daerah perbatasan,
daerah-daerah di mana masyarakat secara
khusus membutuhkan sentuhan petugas
kesehatan”, kata Menkes.
Pada kesempatan tersebut, Menkes
mengajak semua pihak, untuk memelihara,
“in memoriam Ibu Endang Rahayu
Sedyaningsih”, dalam rangka mengenang
jasa almarhumah dalam pembangunan
kesehatan di Indonesia.
Selain acara tersebut Menkes juga
melakukan penandatangan memorandum
of understanding (MoU) antara Kemenkes
dengan empat lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan delapan pimpinan
dunia usaha.
Selain itu, diselenggarakan pula malam
resepsi pada hari yang sama dengan
agenda utama adalah pemberian
tanda penghargaan Manggala Karya
Bakti Husada, Ksatria Bakti Husada,
Mitra Bakti Husada. Selanjutnya, akan
diberikan pula penghargaan kepada
Tenaga Kesehatan Berprestasi, Institusi
Kesehatan Berprestasi, Perpustakaan
terbaik di lingkungan Kemenkes RI, serta
pengumuman pemenang lomba K3,
kebersihan dan kerapihan.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM14
M
ulai sekarang setiap warga negara Indonesia, tidak
perlu lagi khawatir akan ditolak oleh rumah sakit
mana pun. Hal tersebut ditegaskan oleh Menkes RI, dr.
Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, dalam sambutannya pada
pembukaan Kongres XII Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia
(Persi) dengan tema Stragtegi Rumah Sakit Menghadapi Arus Kuat
Perubahan sebagai Dampak Berlakunya Undang-Undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Akreditasi Nasional, d JCC
Jakarta, Rabu pagi (7/11).
“Tidak dibenarkan rumah sakit manapun, baik rumah sakit milik
pemerintah maupun swasta menolak pasien dalam keadaan
darurat, dengan alasan apapun. Apalagi bila karena alasan tidak
ada biaya.”Demikian pernyataan Menkes RI.
“Saat ini telah tersedia pelayanan asuransi kesehatan (Askes),
jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), bahkan jaminan
kesehatan daerah (Jamkesda)”, Menkes menambahkan.
Menkes juga menghimbau kepada seluruh dokter, baik dokter
umum maupun spesialis, untuk menuliskan resep berdasarkan
Rumah Sakit Jangan Tolak
Pasien Dalam Keadaan Darurat
daftar obat yang telah disetujui, khususnya bagi para pasien yang
merupakan peserta Askes, Jamkesmas dan Jamkesda.
“Jangan karena alasan dokter lebih suka obat paten, maka pasien
dibebani untuk membeli obat paten yang mahal dan belum tentu
efikasinya melebihi obat generik yang sudah tersedia”, terang
Menkes.
Menkes menyatakan bahwa dalam proses peningkatan menuju
rumah sakit yang bermutu dan terakreditasi, maka rumah sakit
harus berpegang teguh pada prinsip dasar memberikan perhatian
sebesar-besarnya kepada pasien (patient centeredness) dengan
pilar utama keselamatan pasien (patient safety).
Menurut Menkes, patient safety di rumah sakit hanya dapat dijamin
jika rumah sakit memberikan pelayanan bermutu dan seluruh
petugasnya bersikap profesional, dan memberikan perhatian baik
kepada pasien.
“Marikitabangunsemangatuntukbanggamelayanidanberprinsip
patient care”, ajak Menkes.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 15
STOP PRESSSTOP PRESS
Sampah hingga saat ini menjadi
permasalahan yang krusial. Beberapa
daerah begitu kesulitan dalam
menangani hal ini. Setiap orang
Indonesia rata-rata menghasilkan 0,5
kg sampah/orang/hari
D
irektur Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kementerian
Kesehatan RI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama
SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, dalam Rapat
Koordinasi Nasional Gerakan Indonesia
Bersih (GBI), di Jakarta, mengatakan untuk
Gerakan Indonesia Bersih
Hanya 20%
remaja yang tau hiv-aids
“
S
iapa yang tau berapa jumlah anak muda yang usia
15-24 tahun di Indonesia?”, tanya Menteri Kesehatan
RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH saat berdialog dengan
para wartawan pada Pekan Kondom Nasional 2012,
Rabu (5/12), di Jakarta. Diketahui bahwa penduduk
usia 15-24 tahun di Indonesia berjumlah 65 juta jiwa (28% dari
jumlah penduduk), dan hanya 20.6% yang tau tentang HIV-
AIDS. Artinya hampir 80% anak muda/remaja rentan terinfeksi
HIV karena kurangnya pengetahuan tersebut. Hal ini lah yang
menyebabkan meningkatnya angka HIV-AIDS di Indonesia.
Seperti yang sering diutarakan Menkes pada rangkaian kegiatan
Hari AIDS Sedunia tahun 2012, bahwa peningkatan pengetahuan
tentang HIV-AIDS pada kelompok usia remaja terus diupayakan.
Pengetahuan bukan hanya mengenai HIV-AIDS, tetapi juga
pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan bahaya Napza. Usia
ini sangat rentan terhadap infeksi HIV, karena terbukti pengidap
AIDS sebagian besar berusia 20-29 tahun. Artinya orang-orang
muda ini terinfeksi HIV pertama kali pada 5 tahun sebelumnya,
yaitu antara usia 15-24 tahun.
Pengendalian dan pencegahan infeksi HIV butuh kerjasama
semua pihak baik orang tua, guru, dan juga media/wartawan
untuk berperan penting dalam memberikan informasi mengenai
HIV dan AIDS.
“Disini lah peran Saudara untuk memberikan informasi yang
benar dan lengkap kepada generasi muda agar tidak berperilaku
berisiko”, pesan Menkes kepada wartawan yang hadir.
Peran semua masyarakat selain media masa dan guru, perusahaan
dan distributor kondom yang bekerjasama dengan Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) juga memegang peran
penting dalam pengendalian HIV AIDS. Ini bukan hanya masalah
kondom, tapi menyangkut pencapaian MDGs. Pengetahun
penggunaan kondom yang benar pada masyarakat khususnya
remaja, dilakukan untuk mencegah perilaku berisiko.
“Upaya kita komprehensif, di hulu itu yang paling penting”, tegas
Menkes.
Hal yang paling merisaukan adalah meningkatnya angka penyakit
kelamin pada usia muda dan ibu-ibu yang mayoritas adalah ibu
rumah tangga. Bila ibu hamil yang menderita penyakit kelamin,
maka bayi yang dilahirkannya nanti akan mengalami kecacatan.
Faktanya, ibu-ibu rumah tangga tersebut terinfeksi HIV bukan
karena selingkuh atau menggunakan narkoba, melainkan tertular
dari suami mereka. Ini lah mengapa peran laki-laki sangat penting
untuk melindungi diri dan pasangannya. Lelaki yang terinfeksi HIV
akan menimbulkan dampak pada kesehatan keluarganya.
Mengendalikan dan melakukan pencegahan infeksi baru HIV
merupakan upaya yang akan berpengaruh terhadap peningkatan
angka kesakitan penyerta AIDS yaitu TBC, selain itu juga
berpengaruh terhadap angka kematian ibu dan bayi. (Eci)
mengatasi pengelolaan sampah perlu
dilakukan 3R yaitu, reduce: kurangi jumlah
sampah, reuse: sedapat mungkin jangan
gunakan bahan yang sekali pakai buang,
tapi dapat digunakan kembali, dan recycle:
sampah organik dapat diolah kembali
menjadi pupuk.
“Untuk mewujudkan GBI diperlukan
beberapa tahapan kegiatan seperti
quick wins, perubahan paradigma, dan
keberlanjutan”, ujar Prof. Tjandra.
Dari sudut pandang kesehatan
Prof. Tjandra menambahkan bahwa
pengelolaan sampah dan sanitasi dapat
dilakukan oleh Rumah Sakit, Puskesmas,
apotek, dan laboratorium, dengan
kegiatan yang meliputi, sosialisasi
pedoman yang telah ada, penyiapan
sarana kebersihan, pelaksanaan
kebersihan, evaluasi, dan penilaian.
Pada acara Rapat Koordinasi Nasional
Gerakan Indonesia Bersih (GBI), dibuka
oleh Wakil Presiden RI, Dr. Boediono. Acara
ini mengusung tema“Menjaga Kebersihan
Cerminan Harkat, Martabat dan Harga Diri
Bangsa”.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM16
Perkembangan
BPJSD
iterbitkannya Undang-
Undang (UU) Nomor
24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang
merupakan turunan dari UU Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) menjadi tonggak
sejarah pelaksanaan sistem jaminan sosial
secara komprehensif dan terintegrasi di
Indonesia.
Pada Pasal 1 ayat (1) Undang Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
menyebutkan bahwa BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan
sosial. BPJS yang dimaksud terdiri dari
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Selanjutnya, dalam ayat (2) dijelaskan
bahwa jaminan sosial adalah salah
satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar.
BPJS Kesehatan sendiri merupakan hasil
transformasi dari PT Askes (Persero)
yang berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan, sedangkan
BPJS Ketenagakerjaan merupakan hasil
transformasi dari PT Jamsostek (Persero)
yang berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja,
program jaminan hari tua, program
jaminan pensiun dan program jaminan
kematian. BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan akan mulai beroperasi
pada 1 Januari 2014. Dengan terbentuknya
kedua BPJS tersebut nantinya jangkauan
kepesertaan program jaminan sosial akan
diperluas secara bertahap.
Dalam hal ini PT Jamsostek (Persero)
yang harus bertransformasi menjadi BPJS
Ketenagakerjaan tentu harus menyusun
serta merumuskan sistem dan prosedur
operasional yang diperlukan untuk
beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan.
Secara umum, transformasi Jamsostek
ke BPJS Ketenagakerjaan menyaratkan
hasil pengelolaan dana jaminan sosial
dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan sebesar-
besarnya demi kepentingan peserta.
Jamsostek juga terus melakukan ekspansi
dalam pelayanan dan peningkatan
manfaat tambahan untuk pekerja peserta,
selain yang didapat dari empat program
jaminan sosial. Bantuan uang muka
perumahan serta pembangunan rumah
pekerja terus ditingkatkan.
Sedangkan untuk masalah pelayanan
jaminan kesehatan bagi pekerja akan
dilimpahkan dari Jamnsostek ke Badan
Penyelenggara Jamainan Sosial (BPJS)
Kesehatan yaitu Askes mulai 2014.
Dalam proses transisi ini, pemerintah
menjamin tidak akan ada perubahan
pelayanan dalam jaminan kesehatan dari
Jamsostek. Pelayanan juga tidak akan
terganggu dengan adanya pelimpahan
pengurusan dan pengelolaan jaminan
kesehatan pekerja. Pada saat ini samapai
2013 akan terus dilakukan inventarisasi
dan pencocokan data. Siapa saja peserta
layanan kesehatan Jamsostek yang
akan ditangani BPJS Kesehatan. Dengan
demikian, pada hari pertama di tahun
2014, semuanya sudah bisa dilayani
maksimal.
Walaupun mempunyai pembagian tugas
yang jelas, Askes dan Jamsostek tetap
bekerja sama membangun Rumah Sakit
(RS) Pekerja yang juga bisa digunakan oleh
masyarakat umum di KBN Cakung, Jakarta.
Penandatanganan nota kesepahaman
(MoU) terkait hal dilakukan di Kementerian
BUMN Jakarta, Senin 24 September 2012.
Nilai investasi pembangunan rumah sakit
yang dibangun di lahan milik KBN seluas
2,1 hektare ini diproyeksikan berkisar
Rp 200 miliar dan beroperasi akhir 2013.
Sambil menunggu pembangunan RS
Pekerja di Cakung dan kawasan lainnya
selesai, Jamsostek dengan kemampuan
pendanaannya juga akan membangun
poliklinik plus di 200 titik sentra/
merupakan konsentrasi para buruh.
Namun, kesiapan infrastruktur menjadi
tidak berarti tanpa adanya aturan turunan
BPJS. Seharusnya saat ini pemerintah
sudah mulai bergerak untuk menerbitkan
aturan turunan UU BPJS yang berjumlah
16 aturan. Sayangnya, menurut Anggota
Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, pemerintah
sulit menuntaskan 16 regulasi turunan
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 17
STOP PRESSSTOP PRESS
UU BPJS sesuai tenggat waktu yang
ditetapkan.
Proses transformasi dari Jamsostek
ke BPJS juga akan dipantau oleh BPK.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Bahrullah Akbar mengatakan, sesuai tugas
dan kewenangan, BPK akan memberikan
pertimbangan terhadap rancangan sistem
dan pengendalian internal pemerintah
sebelum BPJS Ketenagakerjaan terbentuk.
Saat ini hasil pemeriksaan BPK
menemukan beberapa masalah penting
dalam proses transformasi Jamsostek
menjadi PBJS Ketenagakerjaan. Hasil
pemeriksaan, di antaranya terkait masalah
evaluasi kebutuhan pegawai serta beban
kerja dalam program jaminan hari tua
(JHT). Selain itu menyangkut pengelolaan
data peserta JHT serta pembenahan
sistem teknologi informasi yang
mendukung keandalan data tersebut.
Menurut Bahrullah Akbar, terdapat
inefisiensi pada Jamsostek dalam
memberikan perlindungan dengan
membayarkan santunan JHT. Selain
itu juga ada beberapa permasalahan
dalam distribusi manfaat bagi peserta
Jamsostek. Terkait hal ini, BPK sudah
memberikan sejumlah rekomendasi terkait
hasil pemeriksaan/temuan. BPK juga
memberikan masukan untuk dijadikan
pertimbangan dalam penyusunan
peraturan pelaksana dari Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
maupun peraturan teknis lainnya.
Sementara itu, Direktur Utama Jamsostek
Elvyn G Masassya menyambut baik inisiati
BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan
atau auditor negara. Kami di Jamsostek
akan tindak lanjuti masukan BPK. Terutama
soal efisiensi penyaluran dana JHT yang
saat ini nilainya terus menyusut, karena
sudah ada pencairan dari peserta, katanya.
Menurut dia, untuk meningkatkan efisiensi
terhadap peserta, ke depannya BPJS
Ketenagakerjaan akan mengarahkan
pelayanan berbasis teknologi. Layanan
akan cenderung mengedepankan
penggunaan teknologi pendukung,
seperti registrasi kepesertaan secara
elektronik (e-registration), pembayaran
iuran secara elektronik (e-payment)
serta penyaluran klaim secara elektronik
(e-claim). Elvyn juga menegaskan bahwa
selama dua tahun persiapan menjelang
perubahan menjadi BPJS Ketenagakerjaan,
Jamsostek akan menambah gerai (outlet)
hingga menjangkau 440 kabupaten/
kota di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan akses pekerja/perusahaan
terhadap pelayanan Jamsostek atau BPJS
Ketenagakerjaan.
Dukungan terhadap BPJS juga di
sampaikan oleh Menag BUMN Dahlan
Iskan. Beliau merasa yakin Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
bisa dilaksanakan pada Januari 2014,
untuk memberikan jaminan kesehatan
bagi seluruh masyarakat. Di sisi lain,
pemerintah daerah diharapkan dapat
mendata masyarakat dari sektor non
formal, agar segera dapat terwujud health
universal coverage. Pada salah satu
kesempatan beliau mengatakan mulai
2014 seluruh rakyat Indonesia mendapat
jaminan kesehatan . PT Askes (Persero)
sudah sangat siap sebagai BPJS yang tidak
hanya mengelola jaminan kesehatan PNS
dan pensiunan saja, tetapi akan mengelola
jaminana kesehatan untuk seluruh rakyat
Indonesia.
Di sisi lain, PT Jamsostek (Persero) sudah
berencana untuk memperbanyak kanal-
kanal distribusi pelayanan di seluruh
Indonesia mulai 2013. Hal ini dilakukan
untuk menjangtkau sekitar 20 juta pekerja
formal di perusahaan yang hingga kini
belum terlindungi program jaminan
sosial. Direktur Kepesertaan Jamsostek
mengatakan, dari total sekitar 33 juta
pekerja formal secara nasional, yang aktif
menjadi peserta program jaminan sosial
yang diselenggarakan Jamsostek baru
sekitar 11 juta orang. Sementara dari
pekerja sektor informal atau perorangan
masih di bawah satu juta orang. Sisanya
sekitar 20 jutaan pekerja formal hingga
kini sama sekali belum tersentuh program
Jamsostek. Padahal mereka memiliki hak
untuk ikut program-program Jamsostek
sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992.
Masih rendahnya kesadaran perusahaan
dan pekerja terhadap pentingnya program
Jamsostek ini menjadi salah satu kendala
belum optimalnya jumlah kepesertaan
di Jamsostek. Untuk itu Jamsostek akan
mengintensifkan sosialisasi program
jaminan sosial dan manfaatnya serta
memperbanyak kanal-kanal distribusi
pelayanan di seluruh Indonesia. Di
antaranya memperbanyak kantor unit
layanan, selain kantor cabang. Jamsostek
akan menjalin kerja sama dengan berbagai
instansi untuk membuka unit-unit
pelayanan bagi peserta tersebut.
Sebelumnya, Direktur Utama Jamsostek
Elvyn G Masassya mengatakan, kantor
cabang PT Jamsostek (Persero) siap
mengunjungi perusahaan-perusahaan
sebagai upaya jemput bola untuk
meningkatkan kepesertaan. Apalagi
hingga saat ini belum seluruh pekerja di
perusahaan menjadi peserta program
jaminan sosial yang diselenggarakan
Jamsostek. Dalam hal ini ke depan,
seluruh jajaran di Jamsostek tidak hanya
menunggu di kantor. Namun turun ke
lapangan melakukan pendekatan ke
perusahaan-perusahaan. Saat ini jumlah
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM18
pekerja formal di perusahaan swasta dan
BUMN yang menjadi peserta Jamsostek
sebanyak 11,1 juta orang. Padahal
diperkirakan pekerja formal tersebut
secara nasional mencapai 33 juta orang.
Sementara itu, PT Askes (Persero)
diingatkan untuk memperhatikan masalah
data kepesertaan sebelum bertransformasi
menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan pada 1 Januari
2014, terutama terkait penerapan sistem
data kepesertaan dan pelayanan yang
berbasis teknologi informasi (TI). Ketua
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)
Chazali H Situmorang mengatakan,
sistem berbasis TI harus sudah diterapkan
sebelum Askes bertransformasi menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan. Hal ini bertujuan agar
program jaminan kesehatan untuk
masyarakat luas bisa dilaksanakan dengan
baik. Jika tidak didukung sistem berbasis
TI, maka BPJS Kesehatan berpotensi
mengalami kebangkrutan.
Pihaknya kerap mengingatkan kepada
Askes agar TI diperhatikan, karena bisa
terjadi peserta ganda, yang berarti
pembayaran berlapis. Lama-lama
masalah ini bisa membuat bangkrut BPJS
Kesehatan. Menurut Chazali, saat ini DJSN
tengah mengharmonisasikan sistem
informasi jaminan kesehatan nasional.
Selama ini, data pelaksanaan program
jaminan kesehatan di Indonesia belum
terintegrasi. Data peserta di seluruh
penyelenggara jaminan kesehatan
belum terhimpun dengan baik. Padahal
bagian terpenting dalam manajemen
dan penyelenggaraan jaminan kesehatan
yang efektif terkait sistem informasi
yang terintegrasi. Sistem ini dapat
mengharmonisasikan data peserta
program jaminan kesehatan dengan data
dari Kementerian Dalam Negeri yang
berdasarkan nomor induk kependudukan
(NIK). Namun, NIK juga belum
disinkronisasi sebagai identifikasi peserta
untuk para peserta program jaminan
kesehatan. Padahal sistem informasi
jaminan kesehatan ini harus menjadi
lokomotif pelaksanaan sistem jaminan
sosial nasional (SJSN) secara keseluruhan,
katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan
Ali Gufron memastikan, BPJS Kesehatan
tetap akan beroperasi pada 1 Januari 2014
meski belum ada harmonisasi data dan
sistem TI yang baku. Apalagi penerapan
sistem TI tidak mudah, karena banyak
model yang harus disesuaikan dengan
kebutuhan. Apalagi sistem TI mencatat
data dan transaski yang ada. Beliau
lantas membantah bahwa akibat belum
diharmonisasikannya sistem informasi pada
saat BPJS Kesehatan, maka pelaksanaan
program jaminan kesehatan bersifat uji
coba (trial and error). Apalagi dalam masa
transisi pasti membutuhkan penyesuaian,
seperti dalam pelaksanaan e-KTP.
Menurut Ali Gufron, sistem TI merupakan
tulang punggung dalam pelaksanaan
BPJS Kesehatan. Karena itu harus menjadi
prioritas. Apabila sistem ini sudah bisa
dibangun, maka akan memudahkan
pengintegrasian dengan program-
program jaminan sosial lainnya, misalnya
terkait masyarakat yang tergolong
penerima besaran iuran (PBI) yang bisa
berubah-ubah karena perubahan status
sosial seseorang. Beliau menambahkan,
yang semula miskin, bisa saja suatu saat
masuk dalam kelompok mampu. Atau,
yang tadinya tidak miskin, karena sesuatu
hal masuk dalam jurang kemiskinan.
Jadi, dengan kata lain, PBI bisa siapa saja.
Karenanya, harus ditopang dengan sistem
IT agar PBI benar-benar sesuai sasaran.
Beliau menyebutkan, PBI 2014 sendiri
tercatat sebanyak 86,4 juta orang miskin
dan berpendapatan rendah. Artinya ada
40 persen masyarakat dengan penghasilan
terendah hasil identifikasi Badan Pusat
Statistik (BPS) dan Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan yang masuk
dalam catatan PBI. Data ini akan diperbarui
tiga tahun sekali.
Dengan kondisi seperti sekarang ini, tentu
saja BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan
sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Namun dalam pelaksanaannya
masih ditemui hambatan-hambatan
yang mengganggu jalannya proses
transformasi. Oleh karena itu, sebagai
warga negara Indonesia, kita harus tetap
optimis dan mendukung adanya BPJS
kesehatan dan ketenagakerjaan.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 19
B
erkaitan dengan hal tesebut diatas, Menteri Kesehatan
bersama beberapa Pimpinan Organisasi Masyarakat
(Ormas) dan Mitra Dunia Usaha menandatangani
kesepakatan bersama di bidang kesehatan, Senin
(12/11) di Jakarta. Kesepakatan tersebut merupakan
komitmen Ormas dan Dunia Usaha untuk mendukung dan
berperan aktif dalam pembangunan kesehatan, khususnya pada
pencapaian indikator MDG’s.
Penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) antara Menkes
dan Ormas dilakuan oleh Muhammad Jusuf Kalla selaku Ketua
Umum (Ketum) Dewan Masjid Indonesia, M.Faqih Ridha Ketum
Yayasan Jaringan Pesantren Nusantara, Anindyati Sulasikin
Murpratomo Ketum Yayasan Amal Bhakti Ibu Indonesia, dan M.
Akbar Kepala Bidang Pengkaderan Himpunan Mahasiswa Islam.
Sedangkan dari dunia usaha, penandatanganan dilakukan oleh
Gatot M. Suwandono Direktur Utama PT. Bank Negara Indonesia,
Dyah Anita Prihapsari Ketum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
(IWAPI), Mada Shinta Dewi Presiden Direktur PT. Johnson &
Johnson Indonesia, Sandeep Sur Direktur PT. Novo Nordisk
Indonesia, Daniel Podiman Direktur Utama PT. Express Transido
Utama Tbk, dan Bambang Sutantio Direktur PT. Cisarua Mountain
Dairy (Cimory).
Menteri Kesehatan dr.Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH dalam kesempatan
tersebut memaparkan fokus kegiatan Ormas dan Dunia Usaha
dalam pembangunan kesehatan. Ormas fokus pada promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di lingkungan tempat
ibadah, sekolah, dan pesantren dalam berperilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) serta Desa Siaga Aktif. Sedangkan Dunia Usaha
fokus pada peningkatan kesehatan Ibu, penurunan kematian
anak, peningkatan status gizi masyarakat, pengendalian penyakit
HIV dan AIDS, penyehatan lingkungan dan pengendalian penyakit
tidak menular.
Pembangunan kesehatan tidak mungkin dilaksanakan sendiri
oleh jajaran kesehatan, begitu pula Jaminan kesehatan Semesta
hanya mungkin terwujud jika didukung oleh seluruh jajaran
pemerintah dan swasta serta masyarakat.“Pada kesempatan yang
berbahagia ini saya mengajak dunia usaha, ormas, dan seluruh
STOP PRESSSTOP PRESS
lapisan masyarakat agar berperan positif dalam mewujudkan
jaminan kesehatan semesta”, ujar Menkes.
Demi terwujudnya jaminan kesehatan semesta atau yang disebut
universal health coverage, Pemerintah sedang menyiapkan
pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan
baik regulasi, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia
dan kegiatan sosialisasi. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-
Undang (UU) No. 40 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
(SJSN) dan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial (BPJS). Diharapkan tahun 2019 jaminan kesehatan
semesta ini sudah dapat terwujud di Indonesia.
“kita sebagai petugas kesehatan, sebagai pemerintah
berkewajiban untuk membantu rakyat sehat dan tetap sehat dari
dalam kandungan sampai Tuhan panggil dia”, tegas Menkes.
Upaya lain yang telah dilakukan dunia usaha dan ormas dalam
pembangunan kesehatan, yaitu :
•	 Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang
menekankan pada terbentuknya masyarakat desa dan
kelurahan yang peduli, tanggap dan mampu mengenali,
mencegah, serta mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi,
termasuk upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak.
•	 Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di berbagai
tatanan masyarakat, seperti : rumah tangga, sekolah, institusi
kesehatan, tempat kerja dan tempat umum.
•	 Penyediaan fasilitas pemberian ASI di tempat umum dan
tempat kerja, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun
2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif yang mewajibkan
pengelola tempat umum dan tempat kerja untuk menyediakan
fasilitas agar ibu dapat menyusui bayinya atau memerah ASI.
•	 Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
•	 Pelaksanaan  Upaya  Kesehatan  Bersumberdaya  Masyarakat   
seperti Posyandu, Poskestren, dan Posbindu.
Menkes menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada
dunia usaha dan ormas atas kerjasamanya selama ini dengan
pemerintah dalam berbagai kegiatan.“Selanjutnya saya berharap
agar upaya-upaya tersebut dapat ditingkatkan”, ujar Menkes. (Eci)
Ormas, Dunia Usaha dan
Kemenkes sepakat Capai MDG’s
Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari dukungan dan komitmen dari seluruh warga masyarakat
Indonesia untuk mencapai Millenium Development Goal’s (MDG’s). Lima dari delapan agenda MDG’s
berkaitan langsung dengan bidang kesehatan yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan,
menurunkan Angka Kematian Anak, meningkatkan kesehatan Ibu, memerangi HIV/AIDS, Malaria,
Tuberkulosis, dan penyakit lainnya, serta melestarikan lingkungan hidup.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM20
MEDIAUTAMA
Setiap tanggal 1 Desember selalu diperingati sebagai hari AIDS sedunia.
Hari tersebut digagas pada Pertemuan Menteri Kesehatan sedunia pada
tahun 1988, guna menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di
seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV. Namun sejauh
mana Anda mengenal HIV dan penyakit AIDS itu sendiri? Karena masih
banyak masyarakat mendapatkan sebuah informasi yang salah terhadap
penyakit satu ini.
HIV-AIDS
Mengenal, dan Mencegah Pertumbuhan
21EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
MEDIA UTAMA
HIV Menyerang Kekebalan Tubuh Manusia
H
uman Immunodeficiency Virus atau yang dikenal
dengan singkatan HIV adalah virus yang menyebabkan
AIDS. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia. Dengan melemahkan pertahanan tubuh
terhadap penyakit, HIV menyebabkan tubuh menjadi rentan
terhadap sejumlah infeksi dan yang berpotensi mengancam
nyawa dan juga terhadap kanker. HIV dapat menular yang berarti
virus tersebut dapat berpindah dari satu orang ke orang lain.
HIV merupakan suatu subgroup retrovirus yang dikenal sebagai
lentivirus, atau“slow”virus. Jadi bagi orang yang terkena virus
HIV dampaknya dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama
hingga muncul gejala yang berat. Para penderita HIV ini disebut
dengan ODHA.
Terjangkitnya HIV dapat memunculkan penyakit AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome), yakni suatu kumpulan gejala
berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh
penurunan kekebalan tubuh. AIDS dikenal luas sejak tahun 1981,
meskipun virus telah terdapat pada darah yang tersimpan pada
tahun 1959. virus yang mirip telah ditemukan pada primata.
Cara Penularan Virus HIV
HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan
melalui cairan tubuh tersebut. Jadi seseorang dapat terinfeksi
HIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun virus terdapat
dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin, tetapi
cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi
karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang
memfasilitasi untuk masuk ke dalam darah orang lain.
Cara penularan yang lazim adalah, melakukan kontak seksual
yang tidak terlindungi (seks tanpa menggunakan kondom)
dengan ODHA. Maka dianjurkan untuk tidak melakukan seks
bebas di luar nikah. Lalu kontak dengan darah yang terinfeksi
(melalui tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara
bersama, dan produk darah yang terkontaminasi). Kemudian
penularan dari ibu dengan HIV ke bayi (selama dan setelah lahir).
Cara lain dapat juga ditemui seperti, tato, transplantasi organ dan
jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif.
Mitos di masyarakat yang begitu ditakuti ternyata tidak ada risiko
penularannya seperti, memeluk, bercium, pemakaian bersama
alat makan, sentuh tubuh, atau penggunaan toilet umum. HIV
juga tidak disebarkan oleh nyamuk atau serangga lainnya.
Penyakit Yang Terkait Dengan Infeksi HIV
Oleh karena menurunnya sistem imunitas, maka seseorang
menjadi rawan untuk mendapatkan berbagai macam penyakit.
HIV sendiri dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang
berbeda. Ada pun penyakit-penyakit yang umum terkait dengan
infeksi HIV adalah TB, Pneumocystis jerivecii, Kandidiasis esofagus,
Kriptokokosis, Toksoplasmosis, Kriptosporodiosis, Cytomegalovirus
(CMV), dan Infeksi mycobacterium avium complex (MAC).
Bagaimana Mencegah HIV?
Banyak cara untuk mencegah penularan HIV AIDS, dalam konteks
hubungan seksual adalah dengan cara Abstinensia yaitu tidak
melakukan hubungan seksual, setia kepada pasangan, melakukan
hubungan seks yang aman dengan menggunakan kondom,
mengobati pasangan seksual, menemukan dan mengobati
secara cepat kasus IMS. Kemudian pencegahan penularan
melalui darah dan cairan tubuh dapat dengan cara penggunaan
jarum suntik yang steril, serta menghindari terkenanya darah
dan cairan pasien HIV pada bagian tubuh yang ada luka dengan
menerapkan kewaspadaan standar bagi petugas kesehatan. Lalu
untuk mencegah penularan dari ibu kepada janin dengan cara
menawarkan tes IMS dan HIV kepada ibu hamil serta pemberian
ARV kepada ibu hamil (HIV (+) melalui program pencegahan dari
ibu ke anak (PPIA).
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM22
Pertumbuhan Epidemi HIV-AIDS di Indonesia
Sejak pertama kali kasus AIDS ditemukan tahun 1987 sampai
dengan September 2012, kasus AIDS tersebar di 341 (68,478%)
dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Wilayah
pertama kali ditemukan adanya kasus AIDS adalah Provinsi
Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adanya kasus AIDS
adalah Provinsi Sulawesi Barat (2011). Sejak tahun 2005 sampai
September 2012, terdapat kasus HIV sebanyak 92.251 yang
didapat dari laporan layanan konseling dan tes HIV. Faktor resiko
penularan HIV tertinggi adalah hubungan sex tidak aman pada
heteroseksual, seperti terlihat pada table berikut.
Adapun 10 Provinsi jumlah kumulatif kasus AIDS terbanyak
1987 sampai September 2012
Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus HIV tahun 2012
didapatkan tertinggi pada usia 25 – 29 tahun, kemudian diikuti
oleh kelompok umur 30 hingga 39 tahun. Meskipun Indonesia
tergolong epidemi rendah, namun Indonesia satu-satunya di
regional ASEAN yang mengalami peningkatan prevalensi HIV-
AIDS secara cepat. Kasus AIDS berdasarkan faktor risiko penularan
yang tertinggi adalah melalui heteroseksual (77,4%), kemudian
diikuti pengguna napza suntik (32,4%), dan kemudian lelaki
seks lelaki (3,7%) data ini berdasarkan laporan Departemen
Kementerian Kesehatan Triwulan III, 2012.
Indonesia terbagi menjadi dua daerah epidemi: pertama epidemi
HIV di Tanah Papua ada kecenderungan meluas. Data STBP 2006
prevalensi HIV pada masyarakat umum sebesar 2,4 %. Pada
provinsi lain epidemi terkonsentrasi pada populasi berisiko
tertular HIV.
Upaya Pengendalian HIV-AIDS
Dalam upaya pengendaliannya dilakukan empat cara mulai dari
promotif, yaitu dengan pemberian KIE kepada masyarakat umum.
Melakukan kampanye,“Aku Bangga, Aku Tahu”kepada penduduk
usia 15 sampai 24 tahun, karena kelompok ini rawan tertular HIV,
dan kerjasama lintas sektor dan lintas program.
Kemudian dilakukan pula upaya preventif, dengan cara tes HV
terutama pada populasi berisiko dan penderita TB yang berisiko
penemuan secara cepat dan pengobatan yang tepat kasus IMS,
pengurangan dampak buruk Napza, serta pencegahan penularan
HIV dari ibu ke anak. Setelah preventif upaya berlanjut kepada
Kuratif yaitu mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat
dengan menggunakan Terapi Antiretroviral, dan pengobatan
infeksi oportunistik. Terakhir upya yang dilakukan adalah
Rehabilitatif, yakni memberi dukungan psikososial kepada ODHA.
Penanganan Kasus HIV-AIDS
Untuk menjadi informasi bagi masyarakat bahwa penanganan
kasus HIV-AIDS mulai dari orang dengan risiko tertular HIV datang
ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit
dilakukan konseling dan tes HIV. Setelahnya setiap orang yang
dinyatakan HIV (+), dan nilai CD4 < 350 diberikan pengobatan
Obat Anti Retroviral gratis dengan paduan tiga rejimen obat
sesuai buku panduan tatalaksana terapi ARV Kemenkes 2011.
Bagi orang terinfeksi pengobatan diberikan seumur hidup
kemudian diikuti perkembangan penyakitnya untuk mencegah
timbulnya infeksi oportunistik yang dapat memperberat daya tahan
tubuh ODHA. Penting dalam keberhasilan pengobatan agar ODHA
berkomitmen untuk patuh meminum ARV seumur hidupnya.
Hambatan Program Pengendalian HIV-AIDS di Indonesia
Dalam mengendalikan HIV-AIDS di Indonesia masih mengalami
hambatan berarti, seperti adanya stigma dan diskriminasi, lalu
norma dalam masyarakat yang masih tabu membicarakan
kesehatan reproduksi, serta keterbatasan akses pelayanan
kesehatan disebabkan daerah sulit dijangkau atau dareah
terpencil.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 23
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM24
B
erbagai penyakit terus berkembanga sekarang ini,
baik yang menular maupun yang tidak menular. Dari
penyakit yang menular dan tidak menular, banyak
penyakit yang sifatnya mematikan. Salah satu contoh
penyakit yang mematikan, misalnya penyakit AIDS yang
disebabkan virus HIV.
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu
virus yang menyerang sel CD4/sel darah putih dan menjadikannya
tempat berkembang biak, kemudian merusaknya sehingga tidak
dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah
putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa
kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, tubuh
kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan
akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza
atau pilek biasa.
Secara umum HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah
virus penyebab AIDS. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia yang akan melemahkan kemampuan tubuh untuk
melawan segala penyakit yang datang. HIV terdapat di dalam cairan
tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air
mani atau cairan vagina dan air susu ibu (ASI). Pemahaman tentang
penyebaran HIV harus dipahami oleh setiap orang, sehingga semua
pihak bisa mengatisipasi penyebaran virus ini.
AIDS sendiri merupakan singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome, yaitu sekumpulan gejala yang didapatkan
dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan system imun
yang disebabkan oleh infeksi HIV. Penyakit yang menyerangi
sistem kekebalan tubuh ini, hingga sekarang belum ditemukan
obatnya. Antiretroviral sendiri sebagai obat yang sering
dikonsumsi penderita AIDS, hanya mengurangi aktifitas virus dan
infeksi oportunistik. Walaupun sering virus HIV sudah ditemukan
antivirusnya, tetapi virus ini adalah virus yang hebat. Saat antivirus
HIV telah ditemukan, virus ini dapat mengubah RNA-nya (asam
ribonukleat) sehingga antivirus tersebut menjadi tidak mempan
terhadap antivirus yang telah ditemukan dan harus dicari antivirus
barunya lagi.
Sejarah penemuan penyakit HIV/AIDS dimulai sejak tahun 1981
di Amerika Serikat. Kasus HIV/AIDS dimulai dengan munculnya
laporan mengenai kasus–kasus penyakit infeksi yang jarang
terjadi, yang ditemukan dikalangan homoseksual, dan kemudian
dirumuskan sebagai penyakit Gay Related Immune Deficiency
(GRID). Penyakit GRID adalah penyakit yang menyebabkan
penurunan kekebalan tubuh yang sering dihubungkan dengan
kaum gay/homoseksual.
Kemudian pada tahun 1982, CD–USA (Centers for Disease Control)
Amerika Serikat untuk pertama kali membuat definisi AIDS. Sejak
saat itulah istilah AIDS mulai dipopulerkan. Pada tahun ini pula, Luc
Montagnier dari Pasteur Institut Paris menemukan bahwa kelainan
ini disebabkan oleh LAV (Lymphadenophaty Associaterd Virus ).
Pada tahun 1984, Gallo dan kawan–kawan dari National Institute
of Health, Bethesda, Amerika Serikat menemukan HTLV III (
Human T Lymphotropic Virus type III) sebagai sebab kelainan ini
(AIDS). Pada tahun 1985, ditemukan Antigen untuk melakukan
tes ELISA, suatu tes untuk mengetahui terinfeksi virus itu atau
tidaknya seseorang. Pada tahun 1986, International Commintte on
Taxonomi of Viruses, memutuskan nama penyebab penyakit AIDS
adalah HIV, sebagai pengganti nama LAV dan HTLV III.
Pada tanggal 15 April 1987, kasus AIDS di Indonesia pertama kali
ditemukan. Seorang wisatawan berusia 44 tahun asal Belanda,
Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Kematian
lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir tahun 1987,
terdapat enam orang yang didiagnosis HIV positif, dua di antara
mereka mengidap AIDS akut.
Sejak ditemukan tahun 1978, secara kumulatif jumlah kasus AIDS
di Indonesia sampai dengan tahun 2009 sebanyak 18.442 kasus.
Angka ini kemudian meningkat pada tahun 2011. Berdasarkan
data Kementerian Kesehatan tahun 2011, jumlah kasus AIDS telah
mencapai 26.483 kasus dengan penyebaran pada 33 provinsi
dan 300 kabupaten/kota, dengan rasio laki-laki dan perempuan
sebanyak 3:1. Dalam laporan tahun 2011, kelompok umur yang
terkena HIV/AIDS yaitu umur 20-29 tahun sebanyak 46,4%, umur
30-39 tahun sebanyak 31,5%, dan 9,8% adalah umur 40-49 tahun.
Diproyeksikan pada tahun 2014 nanti jumlah infeksi baru HIV usia
15-49 tahun sebesar 79.200 dan proyeksi untuk usia 15-49 tahun
sebesar 501.400 kasus.
Jumlah penderita penyakit HIV/AIDS, atau yang dikenal dengan
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), yang meninggal akibat AIDS
jumlahnya sekitar 3000-5000 orang per tahun di dunia, atau
sekitar 10 orang per harinya. Sasaran yang paling rentan terhadap
penyakit HIV/AIDS adalah kelompok usia produktif, 15-49 tahun.
Jika kelompok ini sudah terkena penyakit HIV/AIDS, maka
perkembangan bangsa Indonesia ke depannya menjadi sebuah
ancaman. Sebab penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Indonesia terancam kehilangan generasi
penerusnya, jika penyakit ini tidak segera ditanggulangi.
Salah satu hal yang penting untuk diketahui dalam penanggungan
HIV/AIDS adalah mengenai penyebaran HIV/AIDS itu sendiri.
Penyebaran HIV sendiri dapat menular melalui hubungan seksual
(yang tidak terlindungi) dengan orang yang telah terinfeksi HIV,
melalui jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai
bergantian, melalui tranfusi darah yang mengandung HIV, ibu HIV
positif ke bayinya; waktu dalam kandungan, ketika melahirkan atau
melalui ASI. Anggapan yang sering keliru dalam masyarakat adalah
anggapan yang mengira bahwa HIV menular melalui sentuhan,
HIV-AIDS
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 25
salaman, penggunaan peralatan makan bersama, kolam renang,
gigitan nyamuk, tinggal serumah atau duduk bersama. Hal yang
perlu ditekankan adalah bahwa HIV tidak akan menular dalam
kegiatan sehari-hari seperti itu.
Penyakit HIV/AIDS tidak semerta-merta muncul dan
menyebabkan kematian pada penderitanya. Terdapat lima
stadium hingga akhirnya penderita HIV/AIDS sampai pada titik
terparah. Lima stadium penyakit HIV/AIDS tersebut, yaitu pada
gejala awal (1) stadium infeksi, pasien mengalami demam,
kelemahan, Nyeri sendi menyerupai influenza/nyeri tenggorok,
dan pembesaran kelenjaran getah bening. Stadium kedua (2)
merupakan stadium tanpa gejala, stadium dimana penderita
nampak sehat, namun dapat merupakan sumber penularan
infeksi HIV. Stadium tiga (3), gejala stadium ARC, dengan ciri-ciri
demam lebih dari 38°C secara berkala atau terus, menurunnya
berat badan lebih dari 10% dalam waktu 3 bulan, pembesaran
kelenjar getah bening, diare yang berkala atau terus menerus
dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas, kelemahan tubuh
yang menurunkan aktifitas fisik, dan berkeringat pada malam hari.
Tahap keempat (4) merupakan ciri utama gejala AIDS. Gejala
klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut Sarkoma
Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) dan juga adanya kanker
kelenjar getah bening. Terdapat infeksi penyakit penyerta
misalnya pneomonia, pneumocystis,TBC, serta penyakit infeksi
lainnya seperti teksoplasmosis dsb. Gejala terakhir (5) adalah
gejala gangguan susunan saraf, yang terdiri dari lupa ingatan,
kesadaran menurun, mengalami perubahan kepribadian, muncul
gejala–gejala peradangan otak atau selaput otak, dan akhirnya
mengalami kelumpuhan.
Umumnya penderita AIDS sangat kurus, sangat lemah dan
menderita infeksi. Penderita AIDS selalu meninggal pada waktu
singkat (rata-rata 1-2 tahun) akan tetapi beberapa penderita dapat
hidup sampai 3 atau 4 tahun.
Di masyarakat sendiri sering muncul anggapan keliru mengenai
penyakit AIDS. Anggapan keliru tersebut misalnya
1.	Orang Yang Baru Didiagnosis HIV/AIDS Akan Segera Meninggal
	 Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena seorang yang
telah terdiagnosis tertular HIV/AIDS, terbukti bisa hidup lebih
lama dari perkiraan sebelumnya. Pemakaian obat, program
pengobatan yang baik, dan pemahaman yang lebih baik
tentang virus ini memungkinkan mereka yang terinfeksi untuk
hidup normal, sehat, dan tentunya tetap hidup produktif.
2.	HIV/AIDS Bisa Disembuhkan Lewat Pengobatan Alternatif
	 Tidak sedikit orang ataupun klinik alternatif yang mengklaim
mampu menyembuhkan AIDS. Padahal, kenyataannya sekarang
ini belum ditemukan obat untuk mengalahkan HIV/AIDS.
3.	Dokter Umum Bisa Mengobati HIV/AIDS
	 Para ahli percaya bahwa dengan kompleksitas HIV dan AIDS,
berarti hanya dokter spesialis kasus ini yang mampu merawat
ODHA. Dokter umum hanya mengetahui secara sepintas
mengenai HIV/AIDS, tidak secara benar-benar mengatasinya.
Apalagi AIDS belum ada obatnya.
4.	HIV/AIDS Tidak Bisa Tertular Lewat Seks Oral
	 Ini merupakan pendapat yang tidak benar dan mitos ini
sangat berbahaya. Kondom harus tetap digunakan setiap kali
melakukan hubungan seksual, anal, dan oral. Sebab, pada
prinsipnya HIV menular melalui cairan sperma atau vagina.
5.	Mengidap HIV/AIDS Tidak Bisa Punya Anak
	 Wanita yang hidup dengan HIV/AIDS tetap bisa hamil dan
memiliki keturunan. Untuk mengurangi risiko penularan
HIV pada anak yang dilahirkan, ibu ODHA harus menjalani
pengobatan untuk mengendalikan infeksi virus HIV.
6.	Usia Di Atas 50 Tidak Akan Tertular HIV/AIDS
	 Dalam hasil studi penelitian lapangan, virus ini masih
ditemukan pada mereka yang berusia di atas 50 tahun. Virus
HIV ini bisa menyerang segala usia.
7.	Pasangan yang Sama-sama Kena HIV/AIDS, Tak Perlu Pakai
Pengaman
Para ahli menilai bila sesama ODHA tidak menggunakan
kondom ketika melakukan hubungan, hal tersebut dapat
memperparah kondisi ODHA dan proses pengobatan pun
menjadi lebih sulit.
8.	Anggapan bahwa HIV Menular Akibat Salaman
	 Hal ini merupakan anggapan yang keliru dan tidak baik bagi
ODHA. ODHA sering dijauhi dalam pergaulan akibat mereka
yang sehat dan normal takut tertular melalui sentuhan kulit.
Padahal, HIV tidak menular melalui sentuhan kulit, seperti
salaman.
Ada ungkapan bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati.
Ungkapan ini berlaku pula bagi penyakit HIV/AIDS. Beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk pencegahan HIV/AIDS adalah
1. Pencegahan penularan melalui jalur non seksual :
	 a. Transfusi darah cara ini dapat dicegah dengan mengadakan
pemeriksaan donor darah sehingga darah yang bebas HIV saja
yang ditransfusikan.
	 b. Penularan AIDS melalui jarum suntik oleh dokter paramedis
dapat dicegah dengan upaya sterilisasi yang baku atau
menggunakan jarum suntik sekali pakai.
2. Pencegahan penularan melalui jalur seksual
	 Pencegahan ini dapat dilakukan dengan pendidikan/
penyuluhan yang intensif yang ditujukan pada perubahan cara
hidup dan perilaku seksual, serta bahayanya AIDS pada usia
remaja sampai usia tua.
3. Pencegahan dengan program sosialisasi dan penyuluhan
	 Dengan melalui program ini, masyarakat akan menjadi
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM26
lebih mengerti tentang HIV/AIDS yang sesungguhnya. Agar
masyarakat tidak sembarangan menggunakan jarum suntik,
melakukan seks bebas dan mau bergaul dengan ODHA.
Pemerintah sendiri, dalam hal ini melalui Kementerian Kesehatan,
telah melakukan berbagai langkah sebagai upaya mencegah dan
mengurangi angka penderita HIV/AIDS. Salah satunya adalah
bergabung dengan berbagai organisasi nasional, regional, dan
internasional untuk mendukung Gerakan Indonesia Bebas AIDS,
sebagai salah satu tujuan MDG’s 2015.
HIV/AIDS setiap tahunnya sering diperingati oleh dunia
internasional, yaitu tepatnya pada tanggal 1 Desember, sebagai
Hari AIDS sedunia. Pada tahun 2012 ini, tema hari AIDS sedunia
adalah Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV-AIDS. Tema
ini merupakan ajakan untuk menghentikan laju epidemi HIV/
AIDS di masa mendatang. Pemerintah telah berkomitmen akan
meningkatkan kapasitas dengan memobilisasi sumber daya
nasional secara terkoordinasi, sinergis, sinkron, dan akuntabel
guna mempercepat pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS.
Di Indonesia, puncak acara Hari AIDS sedunia akan dilaksanakan
pada tanggal 11 Desember 2012. Dengan mengusung slogan
“Stop AIDS Melalui Kesetaraan Gender untuk Menghapus
Segala Bentuk Stigma dan Diskriminasi”, peringatan hari AIDS
sedunia di Indonesia bertujuan utama untuk mempercepat
respon masyarakat terhadap HIV dan AIDS dengan fokus pada
perlindungan perempuan dan perlindungan anak, mencegah
infeksi baru, meningkatkan akses pengobatan, dan mengurangi
dampak dari AIDS.
Penyelenggaraan Peringatan Hari AIDS Sedunia tahun 2012 di
tingkat pusat akan diselenggarakan dalam bentuk (1) Seminar,
Round Table Discussion, dan Pertemuan ilmiah membahas tentang
HIV dan AIDS; (2) Advokasi dalam bentuk dialog media, siaran
pers, dan temu pakar; (3) Promosi dan Kampanye dalam bentuk
penyuluhan massa, publikasi melalui media cetak, publikasi
melalui media elektronik, serta promosi melalui percetakan dan
distribusi brosur, pamflet, topi; (4) Sosialisasi HIV dan AIDS dengan
kegiatan khotbah keagamaan, sesuai dengan agama masing-
masing; (5) Mengadakan lomba-lomba, seperti lomba musik
remaja, lomba karya tulis remaja, lomba pembuatan film pendek,
dan lomba pepmbuatan cerpen, yang kesemuanya mengusung
tema HIV/AIDS; (6) Pameran, yang berupa media, bahan KIE,
program dan layanan.
Tujuan dari acara puncak Hari AIDS Sedunia ini adalah untuk
menggugah kepedulian seluruh komponen bangsa, baik
pemerintah, dunia usaha, dan swasta serta berbagai lapisan
masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS secara terintegrasi. Puncak acara
ini akan diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah.
Penyakit Tidak Menular
Sehat adalah sesuatu yang begitu berharga dan selalu berusaha
dijaga oleh seseorang. Cara yang dilakukan banyak orangt
untuk menjaga agar tetap sehat, misalnya dengan berolahraga,
berusaha mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat,
serta mencoba menjauhkan diri dari berbagai virus dan kuman.
Akan tetapi, ketika seseorang hanya mencoba menjauhkan diri
dari berbagai virus dan kuman, orang tersebut hanya berusaha
menjauhkan diri dari penyakit tidak menular. Sebab, penyakit
pada dasarnya terbagi atas penyakit menular dan penyakit tidak
menular. Penyakit tidak menular banyak yang berujung pada
meninggalnya seseorang.
Penyakit Tidak Menular atau yang lebih dikenal juga dengan
sebutan PTM, seperti gangguan jantung, stroke, kanker, diabetes,
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 27
dan penyakit paru-paru telah menjadi pembunuh nomor satu di
Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal ini seperti yang dikatakan
oleh Penasihat Regional Penyakit Tidak Menular Organisasi
Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO SEARO), Regu Garg,
pada bulan September 2012 di Yogyakarta. Garg mengatakan
bahwa kematian di Asia Tenggara yang disebabkan oleh penyakit
tidak menular berjumlah 7,9 juta kematian (55%), sedangkan
kematian yang disebabkan penyakit menular berjumlah lima juta
jiwa (35%) dan akibat cedera 1,5 juta jiwa (10,7%). Di Indonesia,
angka kematian PTM sendiri terus meningkat. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Departemen Kesehatan, proporsi angka kematian
akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9%
pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007.
Pada dasarnya, Penyakit Tidak Menular adalah sebutan bagi
penyakit-penyakit yang tidak ditularkan oleh virus dan bakteri.
Penyakit menular sendiri cenderung sulit diketahui penyebab
utamanya. Akan tetapi, penyakit tidak menular sering berkaitan
dengan usia produktif manusia, usia yang berkaitan dengan
masa seseorang saat mencari penghasilan atau pekerjaan. Orang
yang berada pada usia produktif cenderung lebih fokus pada
pekerjaannya sehingga melupakan keadaan kesehatannya. Dalam
keadaan seperti inilah penyakit tidak menular tumbuh, contoh
kasusnya seperti munculnya penyakit diabetes akibat terlalu
banyak mengkonsumsi makanan/cemilan manis di kantor, ketika
sedang bekerja.
Beberapa hal yang turut mempengaruhi terjangkitnya penyakit
tidak menular pada diri seseorang adalah asap rokok, pola hidup
tidak sehat, kurang olahraga, dan konsumsi alkohol. Faktor–faktor
inilah yang didasarkan hasil penelitian menjadi empat faktor risiko
penyakit tidak menular,seperti kardiovaskuler, diabetes, kanker,
dan berbagai penyakit kronis lainnya.
Di Indonesia sendiri telah terjadi perubahan pola penyakit, dari
penyakit menular ke penyakit tidak menular, yang dikenal sebagai
transisi epidemiologi. Terjadinya perubahan pola penyakit ini
berkaitan dengan beberapa hal, seperti (1) perubahan struktur
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM28
masyarakat dari agraris ke industri; (2) perubahan struktur
penduduk dalam hal penurunan jumlah anak usia muda dan
peningkatan jumlah penduduk usia lanjut karena keberhasilan
KB; (3) perbaikan dalam sanitasi lingkungan untuk menurunkan
penyebaran penyakit menular; (4) peningkatan tenaga kerja
wanita karena emansipasi; (5) peningkatan pelayanan kesehatan
dalam memberantas penyakit infeksi dan meningkatkan angka
umur harapan hidup.
Penyakit tidak menular mempunyai kesamaan dengan (1)
penyakit kronik; (2) penyakit non-infeksi; (3) new communicable
disease; (4) penyakit degeneratif. Dikenal sebagai penyakit kronik
karena PTM biasanya bersifat kronik, walaupun ada juga yang
kelangsungannya mendadak, seperti keracunan; disebut penyakit
non-infeksi karena penyebab PTM bukan mikroorganisme, namun
tidak berarti tidak ada peranan mikroorganime dalam terjadinya
PTM; disebut penyakit degeneratif karena berhububungan
dengan proses degenerasi atau ketuaan, sehingga PTM
banyak ditemukan pada seseorang berusia lanjut, dan karena
perlangsungannya yang lama, menyebabkan PTM berkaitan
dengan proses degeneratif yang berlangsung sesuai waktu dan
umur; disebut new communicable disease karena dianggap dapat
menular melalui gaya hidup, dalam hal ini menyangkut pola
makan, kehidupan seksual dan komunikasi global.
Karakteristik dari penyakit tidak menular adalah penularan
penyakitnya tidak melalui suatu rantai penularan tertentu, masa
inkubasi yang panjang, banyak menghadapi kesulitan diagnosis,
mempunyai variasi yang luas, memerlukan biaya yang tinggi
dalam upaya pencegahan maupun penanggulangannya, dan
faktor penyebabnya multikausal, bahkan cenderung tidak jelas.
Penyakit tidak menular mempunyai beberapa perbedaan dengan
penyakit tidak menular. Perbedaan tersebut dapat kita lihat pada
tabel di bawah ini,
PenyakitTidak Menular Penyakit Menular
Lebih banyak ditemui di negara industri lebih banyak ditemui di negara berkembang
Tidak ada rantai penularan rantai penularan jelas
Perlangsungan kronik perlangsungan akut
Etiologi tidak jelas etiologi mikroorganisme jelas
Biasanya multiple causa bersifat single causa
Diagnosis cenderung sulit diagnosis cenderung mudah
Sulit mencari penyebabnya cenderung mudah mencari penyebabnya
Biaya mahal biaya relatif murah
Ada iceberg phenomen jelas muncul di permukaan
Morbiditas dan mortalitasnya cenderung
meningkat
morbiditas dan mortalitasnya cenderung
menurun
Pentingnya pengetahuan tentang penyakit tidak menular (PTM)
di latarbelakangi dengan kecenderungan semakin meningkatnya
prevalensi PTM dalam masyarakat ,khususnya masyarakat
Indonesia. Bangsa Indonesia yang sedang membangun dirinya
dari negara berkembang menuju masyarakat industri membawa
kecenderungan baru dalam pola penyakit masyarakat. Perubahan
pola struktur masyarakat dari struktur agraris ke struktur
masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan
pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi, yang juga kemudian
perubahan dalam meningkatnya penyakit tidak menular.
Penyakit tidak menular dapat dicegah dengan mengkolaborasikan
berbagai aspek seperti pertanian, makanan, pendidikan,
lingkungan, informasi, serta keuangan. Implementasinya antara
lain dengan memperbanyak informasi tentang bahaya rokok
dan alkohol, mengajarkan anak tentang gaya hidup sehat,
meningkatkan pajak rokok, dan meningkatkan fasilitas fisik untuk
berolahraga.
Langkah untuk mengatasi penyakit tidak menular bukan saja
menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga pihak swasta
dan kerjasama dari masyarakat. Kerjasama nyata untuk mengatasi
masalah penyakit tidak menular misalnya adalah kementerian
olahraga dan infrastruktur dapat menyiapkan sarana dan fasilitas
untuk berolahraga. Kementerian informasi melalui televisi
swasta ataupun berbagai media massa mengendalikan iklan dan
promosi makanan tinggi gula, garam, dan lemak yang berdampak
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 29
MEDIA UTAMA
buruk bagi kesehatan. Anak mudah terpengaruh iklan sehingga
menginginkan makanan-makanan itu. Anak yang obesitas
merupakan calon penderita penyakit tidak menular.
Kementerian Kesehatan sendiri telah mengembangkan program
pengendalian PTM sejak tahun 2005. Upaya pengendalian faktor
risiko PTM yang telah dilakukan berupa promosi Perilaku Bersih
dan Sehat (PBS) serta pengendalian masalah tembakau. Beberapa
Pemerintah Daerah telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) dan membentuk Aliansi Walikota/Bupati dalam
Pengendalian Tembakau dan Penyakit Tidak Menular. Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Tembakau
dalam proses. Sedangkan untuk pengaturan makanan berisiko,
Kementerian Kesehatan akan membuat regulasi yang mengatur
mengenai gula, garam dan lemak yang tidak standar dalam
makanan yang dijual bebas.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian kesehatan RI, Tjandra Yoga Aditama,
mengatakan bahwa Indonesia sudah melakukan upaya untuk
mencegah penyakit tidak menular. Di antaranya melalui
program screening kanker payudara dan serviks di 18 provinsi di
Indonesia, pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah,
serta pengendalian penyakit kronis degeneratif.
Dalam kesempatan lain, Seminar Nasional Persatuan Sarjana
Kesehatan Masyarakat (PERSAKMI) dan Perhimpunan Ahli
Epidemiologi Indonesia (PAEI) di Sulawesi Selatan, Tjandra Yoga
Aditama menjelaskan mengenai peran kesehatan dalam MDGs
2015, serta menggambarkan situasi epidemiologi dan program
penanggulangan berbagai penyakit, termasuk di dalamnya
mengenai penanggulangan PTM.
Dalam seminar ini, Tjandra menyatakan bahwa perlu cara
“CERDIK”untuk menanggulangi penyakit tidak menular. Hal yang
dimaksud cara CERDIK tersebut adalah Cek kesehatan secara
teratur, Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet yang sehat,
Istirahat yang cukup dan Kelola stress(CERDIK). Disamping cara
CERDIK tersebut, hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan
penanggulangan masalah merokok, pengaturan diet garam, gula
dan lemak.
Dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional tahun 2012 yang
telah diperingati pada 12 November lalu, Menteri Kesehatan turut
memberikan perhatiannya pada masalah penyekit tidak menular.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Kesehatan mengatakan
bahwa Kementerian Kesehatan telah berhasil menurunkan
masalah penyakit menular dan gizi buruk di tanah air, namun
diakui bahwa penyakit tidak menular dan penyakit menular
tertentu seperti HIV/AIDS, justru menunjukkan peningkatan.
Faktor risiko utama terjadinya penyakit menular maupun penyakit
tidak menular adalah gaya hidup dan perilaku yang tidak sehat.
Menurut Menkes, gaya hidup yang sehat dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup, perlu
dikembangkan menjadi bagian dari perilaku sehari-hari. Gaya
hidup sehat, tersebut diantaranya berolahraga teratur, makan
dengan menu seimbang, tidak merokok, tidak mengkonsumsi
alkohol atau Napza, mengatasi stres, menghindari perilaku seks
berisiko, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Menkes juga mengimbau agar seluruh jajaran kesehatan
senantiasa selalu mempromosikan pola hidup sehat dimanapun
berada, serta dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam
menerapkan pola hidup sehat. Menkes juga menegaskan
bahwa dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, promosi
kesehatan, pencegahan spesifik dan diagnosis dini perlu
diutamakan. Apabila penyakit sudah terjadi pada diri seorang
pasien, maka harus ada aksi cepat tanggap untuk melakukan
pengobatan dan perawatan dari pihak rumah sakit setempat.
Perhatian mengenai masalah penyakit tidak menular datang
juga dari pihak swasta, salah satunya adalah dari Yayasan
Jantung Indonesia. Yayasan Jantung Indonesia (YJI) bekerja
sama dengan Perhimpunan Dokter spesialis Kardiovaskuler
Indonesia (PERKI) berinisiatif membentuk Aliansi Nasional
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Aliansi
ini beranggotakan Ikatan Dokter Indonesia, PERKI, Perhimpunan
Dokter Spesialis Paru, Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf
Indonesia, Perhimpunan Hipertensi Indonesia, Perhimpunan
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Perhimpunan Onkologi Indonesia, Perhimpunan Nefrolofi
Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia,
Yayasan Stroke Indonesia dan
Persadia.
Aliansi ini sepakat untuk menerapkan cara yang efisien dan
efektif dalam mengurangi munculnya penyakit tidak menular di
masyarakat. Terdapat beberapa butir kesepakatan Aliansi Nasional
Pencegahan dan Pengendaian Penyakit Tidak Menular, yang
diharapkan dapat segera terwujud untuk mengurangi angka
penderita Penyakit Tidak Menular. Berikut ini adalah butir-butir
Aliansi Nasional Pencegahan dan Pengendaian Penyakit Tidak
Menular,
•	 Mengharapkan komitmen pemerintah untuk lebih
memperhatikan upaya pencegahan dan pengendalian Penyakit
Tidak Menular melalui pendanaan yang cukup.
•	 Meminta langkah lanjut Pemerintah Indonesia untuk
mengaksesi dokumen FCTC (Framework Convention on
Tobacco Control), guna melindungi generasi sekarang dan masa
depan dari dampak buruk kesehatan, sosial, lingkungan dan
ekonomi akibat konsumsi rokok.
•	 Berusaha mewujudkan komitmen nasional untuk melakukan
upaya-upaya dan manajemen pencegahan faktor-faktor risiko
penyakit tidak menular.
•	 Mendorong kesepakatan dengan pemerintah bahwa penyakit
tidak menular dimasukkan dalam pencapaian tujuan MDG’S
•	 Mendorong dan menumbuh kembangkan perilaku hidup sehat
dalam masyarakat.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM30
B
angsa yang kuat adalah bangsa yang sehat, untuk menjadi
sehat tentu suatu bangsa harus didukung oleh fasilitas,
SDM serta informasi yang tepat. Melalui hal itu Menteri
Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, mengutarakan
kepada seluruh jajaran rumah sakit perlu menyiapkan diri dalam
menyongsong era baru pembangunan kesehatan di Tanah Air,
yaitu dimulainya jaminan kesehatan semesta atau universal health
coverage (UHC).
Pernyataan tersebut disampaikan pada peresmian Kegiatan
Kongres XII Persi (7/11). Untuk acara Kongres itu sendiri
dilaksanakan mulai tanggal 7 hingga 11 November 2012,
bertempat di JCC Jakarta. Pada kesempatan itu Menkes RI
didampingi oleh Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI, dr.
Supriyantoro, Sp.P, MARS, Ketua Persi, Dr. dr. Sutoto, M.Kes, dan
Ketua Pelaksana Kegiatan, dr. Sri Rachmani, M.Kes, MHKes.
Pada tema Kongres kali ini adalah Strategi Rumah Sakit
Menghadapi Arus Kuat Perubahan sebagai Dampak Berlakunya
Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan
Akreditasi Nasional.
Menurut Menkes, salah satu langkah penting yang perlu diambil
adalah mencukupi jumlah tempat tidur rumah sakit. Untuk
menunjang diberlakukannya UHC, diperlukan minimal 237.167
tempat tidur. Sampai dengan hari ini rumah sakit di Indonesia
berjumlah 2.068 buah dengan jumlah total 229.612 tempat tidur.
“Bila ditambah dengan tempat tidur di Puskesmas perawatan
yang berjumlah lebih dari 30.000 tempat tidur, maka jumlah
tersebut sudah melebihi 250.000 tempat tidur. Artinya, secara
nasional sudah tercukupi”, ujar Menkes.
Menkes menerangkan pula bahwa, disparitas masih menjadi
kendala. Rumah sakit lebih terkonsentrasi di perkotaan, sehingga
masih ada daerah-daerah yang kekurangan tempat tidur,
terutama di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan terluar
(DTPK).“Dalam mengembangkan rumah sakit, hendaknya dibahas
bersama Pemerintah Daerah agar memperhatikan kepadatan
rumah sakit di wilayah yang akan dibangun, agar lebih berfokus
pada peningkatan akses dan mutu pelayanan bagi masyarakat”,
terang Menkes.
Agar terciptanya kemerataan maka Menkes menyatakan,
kekurangan jumlah tempat tidur akan dipenuhi Pemerintah
secara bertahap dengan meningkatkan kapasitas kelas III rumah
sakit; menambah jumlah Puskesmas dengan tempat tidur; serta
membuka rumah sakit pratama, yaitu rumah sakit setingkat kelas
D dengan pelayanan dokter umum dan disertai lebih kurang
50 tempat tidur.“Dalam rangka menyambut UHC, yang harus
diperkuat adalah primary health care, sehingga layanan kesehatan
harus lebih berfokus pada usaha promotif, preventif dan kuratif
ringan yang sedekat mungkin dengan pasien. Selain itu, kami juga
mengharapkan pihak swasta sebagai bagian dari pemberdayaan
masyarakat, turut berkontribusi secara aktif dalam meningkatkan
kemampuan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan”, tambah
Menkes.
Sementara itu, untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit,
Pemerintah juga mendorong akreditasi rumah sakit. Dewasa ini,
dari 2.068 rumah sakit, baru 1.192 yang telah terakreditasi. Selain
itu, dalam hal akreditasi internasional, Pemerintah juga berusaha
meningkatkan jumlah rumah sakit yang bisa mendapatkan
akreditasi internasional.
“Saya berharap, Persi bersama Komite Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) dapat mendorong anggotanya agar lebih banyak
lagi rumah sakit yang terakreditasi secara nasional, maupun
internasional”, kata Menkes.
Lebih lanjut, dalam menyongsong terwujudnya jaminan
kesehatan semesta dan peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit, Menkes menegaskan bahwa tidak dibenarkan rumah sakit
menolak pasien dalam keadaan darurat, dengan alasan apapun.
Menkes juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan tinggi
kepada rumah sakit swasta yang semakin lama semakin besar
berperan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan rakyat
Indonesia.
Menkes:
“RS Perlu Menyiapkan Diri
Menyongsong Era Baru
Pembangunan Kesehatan
di Tanah Air”
31EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
MEDIA UTAMA
E
pidemi virus HIV/AIDS begitu
mengkhawatirkan setiap
waktunya, untuk itu diperlukan
penanganan khusus dari
banyak pihak. Salah satu
kegiatan untuk menanggulangi
virus mematikan satu ini, diadakan
penandatanganan SKB HIV-AIDS oleh
lima Menteri yaitu, Menkes, Mendagri,
Menag, Mensos dan Meneg PP dan
PA. Acara yang berlangsung pada
tanggal 11 Desember 2012 itu sekaligus
mencanangkan Ibu Negara Ny. Ani
Yudhoyono sebagai Duta HIV-AIDS.
Acara penandatanganan bertempat
di TMII serta dihadiri dan disaksikan
oleh Wakil Presiden RI Prof. Boediono,
sebagai perwakilan Presiden RI Susilo
Bambang Yudhoyono yang berhalangan
hadir. Pada kesempatan itu beliau
juga tidak luput untuk memberikan
sambutannya.
Penandatanganan SKB lima Menteri
dikoordinir oleh Ketua Panitia Hari
AIDS Sedunia Tahun 2012 yaitu dari
Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak.
Selain acara pokok Penandatanganan
SKB lima Menteri, dilakukan pula
peluncuran buku Pedoman
Pengendalian HIV-AIDS di Lapas.
Secara simbolis Menteri Kesehatan
menyerahkan buku ke Menteri Hukum
dan HAM, dengan disaksikan oleh
rekan-rekan media. Buku itu diterbitkan
oleh Kemenkumham dengan bantuan
teknis dari Kemenkes.
Di tempat terpisah Menteri Dalam
Negeri mengadakan acara Rakor
Gubernur dan Bupati/Walikota se-Papua
di sore harinya tentang pengendalian
HIV-AIDS di Papua. Semua kegiatan
tersebut sekiranya dapat menjadi
terobosan untuk meminimalisir
penyebaran virus HIV-AIDS di Indonesia.
Penandatanganan
SKB Lima Menteri
untuk Tanggulangi
HIV-AIDS
Virus HIV/AIDS sangat ditakuti di masyarakat, namun begitu jangan sampai membuat
kita menjauhi orang-orang yang terjangkit penyakit tersebut, karena biar bagaimana
pun mereka harus diperlakukan secara adil dan berhak mendapatkan kehidupan
yang layak. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004  tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), disebutkan jaminan sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya yang layak (Pasal 1). Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan
tujuan menjamin agar peserta mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (Pasal 19 Ayat 2).
Selain itu, peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar Pemerintah (Pasal 20 Ayat 1). Artinya Orang Dengan HIV AIDS
(ODHA) berhak mendapatkan jaminan kesehatan.
ODHA adalah bagian dari masyarakat yang berhak mendapatkan manfaat jaminan
kesehatan sesuai SJSN, namun demikian tiada hak tanpa kewajiban dan tanggung
jawab. Seperti tercantum dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, pada pasal 11 disebutkan setiap orang berkewajiban berperilaku hidup
sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang
setinggi-tingginya; Jaringan fasilitas pelayanan kesehatan untuk orang yang terinfeksi
HIV akan semakin meluas sejalan dengan meluasnya jaringan pelayanan kesehatan
yang disediakan pemerintah maupun swasta.
Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH saat membuka Pertemuan
Konsultasi Nasional bagi Pemangku Kepentingan dalam Meningkatkan Jaminan
Sosial yang HIV Sensitif di Indonesia, Jakarta (21/11), mengatakan“Program-program
dan layanan kesehatan Pemerintah, termasuk Program Jamkesmas, secara hukum
dan layanan tidak diskriminatif, artinya di dalam jaminan sosial kesehatan, kita tidak
membedakan penyakit. Semua penyakit diperlakukan sama. Tidak Diskriminatif.
Kedua partisipatif.”
SJSN bidang Kesehatan ini dilaksanakan menuju terwujudnya jaminan kesehatan
semesta atau universal coverage, sehingga ke depannya seluruh masyarakat Indonesia
akan memiliki jaminan kesehatan. Dalam pelaksanaannya, SJSN bidang kesehatan
harus mengutamakan pelayanan promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif. Upaya
ini diharapkan dapat menekan kejadian penyakit dan mencegah penderitaan karena
penyakit HIV dan AIDS dan juga berdampak pada efisiensi biaya pelayanan kesehatan. 
Diharapkan ke depan akan terwujud jaminan kesehatan semesta bagi seluruh
masyarakat Indonesia, termasuk ODHA. Masyarakat dapat mengakses pelayanan
kesehatan yang komprehensif dan bermutu, pelayanan publik yang bebas dari
diskriminasi dan stigmatisasi tanpa memandang asal-usul, budaya, agama atau
tingkat sosial ekonomi.
ODHABERHAK PEROLEH
JAMINANKESEHATAN
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM32
S
ehat tentunya menjadi harapan
dan dambaan semua orang.
Berbagai penyakit seringkali
membuat masyarakat ketakutan,
termasuk HIV AIDS yang hingga
kini belum ada obatnya. Secara umum
HIV atau Human Immunodeficiency Virus
adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat
di dalam cairan tubuh seseorang yang
telah terinfeksi seperti di dalam darah, air
mani atau cairan vagina dan air susu ibu
(ASI). Pemahaman tentang penyebaran
HIV harus dipahami oleh setiap orang,
sehingga semua pihak bisa mengatisipasi
penyebaran virus mematikan ini.
Virus ini menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia yang akan melemahkan
kemampuan tubuh untuk melawan segala
penyakit yang datang. AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndroem) adalah
kumpulan gejala penyakit yang timbul
akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV.
Penyakit yang menyerangi sistem
kekebalan tubuh ini, hingga sekarang
belum ditemukan obatnya. Beberapa obat
memang telah diproduksi untuk penderita
AIDS, misalnya Antiretroviral. Tetapi obat
ini hanya mengurangi aktifitas virus dan
infeksi oportunistik. Karena itu, perjuangan
melawan HIV dan AIDS tampaknya masih
akan sangat panjang dan membutuhkan
perjuangan yang keras.
Walaupun terkadang virus HIV sudah
ditemukan antivirusnya, tetapi virus ini
adalah virus yang hebat. Saat antivirus
HIV telah ditemukan, virus ini dapat
mengubah kromosomnya sehingga
antivirus tersebut menjadi tidak mempan
dan harus dicari antivirus baru lagi.
Penyebaran HIV sendiri dapat menular
melalui hubungan seksual (yang tidak
terlindungi) dengan orang yang telah
terinfeksi HIV, melalui jarum suntik/
tindik/tato yang tidak steril dan dipakai
bergantian, melalui tranfusi darah yang
mengandung HIV, ibu HIV positif ke
bayinya; waktu dalam kandungan, ketika
melahirkan atau melalui ASI. Anggapan
yang sering keliru dalam masyarakat
adalah anggapan yang mengira bahwa
HIV menular melalui sentuhan, salaman,
penggunaan peralatan makan bersama,
kolam renang, gigitan nyamuk, tinggal
serumah atau duduk bersama. HIV tidak
akan menular dalam kegiatan sehari-hari
seperti itu.
Perjalanan penyakit HIV/AIDS ada empat
fase. Yaitu fase pertama, fase ketika tubuh
terinfeksi HIV, gejala dan tanda belum
tampak jelas, terkadang timbul dalam
bentuk flu biasa. Fase kedua berlangsung
2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Hasil
tes darah terhadap HIV sudah positif,
tetapi belum menunjukan gejala-gejala
sakit. Fase ketiga, mulai muncul gejala-
gejala terkait HIV seperi keringat dingin
berlebihan pada waktu malam, diare terus
menerus, pembengkakan kelenjar getah
bening, flu tidak sembuh-sembuh, nafsu
makan berkurang, berat badan terus
menurun, yaitu 10% dari berat badan awal
dalam waktu satu bulan.
Pada fase keempat, kekebalan tubuh
berkurang dan timbul penyakit tertentu
yang disebut dengan infeksi oportunistik
seperti, kanker kulit yang disebut sarcoma
Kaposi, Infeksi paru-paru (TBC), infeksi
usus yang menyebabkan diare terus-
menerus, infeksi otak yang menyebabkan
kekacauan mental, sakit kepala dan
sariawan, serta penurunan berat badan
lebih dari 10%. Fase ketiga dan keempat
itulah yang sering disebut penyakit AIDS.
Salah satu program yang dilakukan adalah
Harm Reduction, sosialisasi, penyuluhan,
konseling bagi penderita serta Klinik
Progam Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
di Puskesmas Sukmajaya. Harm Reduction
atau pengurangan dampak buruk pada
pengguna jarum suntik, yaitu dengan
mensuplai jarum suntik yang steril kepada
pengguna narkoba yang terdata. Dengan
selalu mengawasi dan mengontrol jarum
suntik, Dinas Kesehatan berharap dapat
mencegah penyebaran HIV/AIDS melalui
pemakaian jarum suntik.
Setiap Desember kita memperingati hari AIDS sedunia. Perhatian yang besar terhadap penyakit ini
membuat masyarakat memandang AIDS dengan akal sehat. Tidak lagi mengucilkan penderita, dan
bahkan bisa bersahabat dengan mereka. Namun, dunia kesehatan masih bekerja keras mencari
pengobatan yang efektif untuk penderita AIDS.
Mengenali
HIV AIDS
lebih dalam
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 33
MEDIA UTAMA
M
enkes RI berdialog secara langsung dengan para
remaja yang menjadi peserta kegiatan Kirab dan
Sepeda Hias dalam rangka Hari AIDS Sedunia
2012. Kegiatan ini bertema“Stop AIDS, Protect
Women and Children”yang diselenggarakan di
Pantai Festival Ancol Jakarta.
Dari keseluruhan acara Menkes menyempatkan diri untuk
berdialog di sela-sela acara, dengan bertanya kepada para peserta
yang terdiri dari anak-anak, remaja dan orang tua siswa seputar
tema kegiatan dan HIV-AIDS.
Yuk,Dengar Pendapat
Remajatentang HIV-AIDS
Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam unsur kehidupan manusia, dengan
berkomunikasi atau berdialog masalah akan dapat teratasi. Melalui komunikasi Menteri
Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, coba untuk mentransfer informasi kepada
para remaja pada Minggu pagi (9/12).
“Bagaimana melindungi perempuan dan anak dari infeksi virus
HIV?”tanya Menkes.
Seorang remaja pria memberanikan diri maju dan mencoba
menjawab pertanyaan tersebut.
“Melalui seks bebas, Bu”, jawabnya singkat.
“Seks bebas yang seperti apa? Semua seks itu bebas, tidak
membayar. Ingat, suami istri pun seks secara bebas, malah untuk
tujuan yang mulia. Saya berhubungan seks dengan suami saya
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM34
bebas, engga bayar. Apakah saya masih bisa tertular virus HIV?”
tanya Menkes.
“Tidak akan tertular, Bu”, tambahnya.
Barisan yang semula tenang, sontak menjadi riuh. Menkes lalu
mempersilahkan bagi peserta lain yang memiliki pendapat
berbeda. Tidak lama, satu orang remaja pria, kemudian disusul
seorang remaja wanita naik ke atas pentas, dengan semangat
menyatakan pendapatnya.
“Sebelumnya mohon maaf, Bu. Saya tidak setuju. Menurut saya,
kalau berhubungan seksual antara suami-istri itu benar bebas,
tidak membayar. Tetapi kita tidak tahu apakah suami pernah
melakukan seks dengan orang lain di luar sana atau tidak.
Hubungan suami istri‘kan dasarnya saling percaya, jadi tidak
tanya-tanya dulu sebelum berhubungan seksual. Jadi saya tidak
setuju, karena menurut saya, seorang istri masih bisa tertular HIV”,
jelas remaja pria bernama Reynold.
“Saya juga tidak setuju, Bu. Kita tidak tahu apakah suaminya
menderita penyakit HIV, atau mungkin penyakit lain yang bisa
ditularkan kepada istrinya”, kata remaja wanita bernama Tri.
Menanggapi pernyataan tersebut, Menkes menyatakan bahwa
benar, selain HIV-AIDS, ada beberapa penyakit kelamin yang
dapat ditularkan oleh suami kepada istri atau sebaliknya. Menkes
lalu menanyakan kembali, bagaimana cara melindungi wanita dari
ancaman penularan virus HIV.
Reynold mengambil microphone yang disodorkan ke arahnya.
Ia lalu memberikan pandangan bahwa upaya peningkatan
pengetahuan HIV/AIDS bagi wanita Indonesia harus menyeluruh,
tidak hanya terpusat di perkotaan. Menurutnya, masih banyak
kaum hawa di pedesaan yang sama sekali belum mengerti HIV,
AIDS, atau penyakit kelamin lainnya.
“Selain itu, menurut saya sebagai lelaki, kita juga harus
menghormati wanita. Caranya adalah setia dengan satu pasangan
saja”, tegasnya.
Menkes mengangkat tangan Reynold dengan bangga, lalu
memberikan tepuk tangan. Menkes menegaskan, peran laki-laki
dalam pencegahan HIV/AIDS sangat penting, karena mereka
harus sadar bahwa mereka harus bertanggung jawab terhadap
istri dan keluarganya, yakni dengan tidak melakukan praktek
seksual beresiko yang akan membahayakan generasi penerus
bangsa.
“Jadi ingat ya, laki-laki juga berperan penting. Kalau laki-lakinya
bertanggung jawab, dia akan menghormati perempuan, maka dia
bisa melindungi perempuan”, kata Menkes.
Perbincangan lalu dilanjutkan kepada pembahasan perlindungan
anak dari ancaman HIV-AIDS. Menkes lalu memberikan
pandangan bahwa salah satu cara penularan virus HIV maupun
bibit penyakit lain kepada bayi, bisa didapat dari orang tuanya.
Biasanya seorang ayah atau calon ayah berpotensi menularkan
kepada istri atau pasangannya (calon ibu). Apabila seorang ibu
hamil terinfeksi virus HIV, gonorrhea, sifilis, atau penyakit kelamin
lain, dapat ditularkan dari ibu ke bayi saat dalam kandungan,
persalinan atau menyusui.
“Sebenarnya, hal ini bisa dicegah”, tegas Menkes.
Menurut Menkes, hal utama untuk melindungi anak dari ancaman
infeksi virus HIV adalah perilaku sehat dan bertanggung jawab
dari para calon orang tua. Yang disebut calon orang tua itu antara
lain remaja yang suatu hari akan menikah, ataupun orang muda
yang sudah menikah.
Belum selesai sampai di situ, Menkes meminta para remaja
tersebut untuk memberikan pandangan mengenai bagaimana
cara melindungi anak khususnya remaja dari HIV-AIDS.
“Pertama, menjauhkan diri dari pergaulan bebas, Bu. Misalnya,
tidak menggunakan narkoba atau seks bebas. Kedua, waspada
dengan informasi yang marak beredar melalui pesan instan,
katanya banyak penderita HIV yang merasa dikucilkan dan dijauhi
masyarakat katanya mereka memiliki rasa dendam, dan faktanya
mereka ingin menyebarkan virus HIV di tempat-tempat tertentu.
Apakah itu benar Bu?”, jawab Reynold.
Dengan cepat, Menkes menanggapi jawaban tersebut.
“Untuk jawaban yang pertama, benar sekali. HIV-AIDS bisa
menular melalui Narkoba juga perilaku seks yang tidak
bertanggung jawab. Namun, untuk hal yang kedua, sama sekali
tidak benar. Tidak ada Orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang
berniat dengan sengaja menularkan kepada orang lain”, sanggah
Menkes.
Menkes lalu menjelaskan, bahwa virus HIV tidak menular melalui
tusuk gigi atau jarum yang diletakan di udara terbuka. Menkes
menegaskan bahwa virus HIV hanya dapat menular melalui darah,
atau cairan kelamin.
“Tidak bisa kalau hanya tusuk gigi atau jarum. Jangan salah,
karena hal itu hanya menimbulkan stigma diskriminasi kepada
orang yang terinfeksi HIV-AIDS”, tegas Menkes.
Pada kesempatan tersebut, Menkes menegaskan kembali
bahwa hal terpenting adalah kesadaran akan pencegahan, yang
merupakan hulu dari upaya pengendalian HIV dan penyakit
kelamin. (Eci)
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 35
S
alah satu kegiatan yang diadakan guna mengingatkan
masyarakat akan virus HIV-AIDS, adalah Kirab dan
Sepeda hias dalam rangka Hari AIDS Sedunia 2012,
di Jakarta, pada ahad lalu (9/12). Kegiatan yang
bertemakan“Stop AIDS, Protect Women and Children”
itu dilakukan sebagai bagian dari memberikan informasi tentang
bagaimana mencegah penuluran HIV-AIDS. Seperti yang
diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A,
MPH,“Peningkatan pengetahuan dimaksudkan untuk mencegah
agar masyarakat, khususnya remaja tidak berperilaku berisiko.”
Dalam kesempatan itu, Menkes berdialog dengan para peserta
yang terdiri dari anak-anak, remaja dan orang tua siswa seputar
tema, melindungi perempuan dan anak dari ancaman HIV-AIDS.
“Seperti yang banyak yang beredar di BBM, katanya banyak
penderita HIV yang merasa dikucilkan dan dijauhi masyarakat
katanya mereka memiliki rasa dendam, dan katanya mereka ingin
menyebarkan virus HIV di tempat-tempat tertentu. Apakah benar,
Bu?”. Tanya seorang remaja bernama Reynold kepada Menkes saat
melakukan tanya jawab secara langsung.
“Itu tidak benar. Orang yang sakit, pada dasarnya tidak mau orang
lain juga sakit. Malah sebaliknya, harus saya sampaikan, bahwa
banyak ODHA yang menjadi motivator, memberikan informasi
yang benar, mencegah supaya orang lain jangan sampai terinfeksi,
dan itu sangat saya hargai”, ujar Menkes.
Menkes menambahkan bahwa berita yang banyak menyebar di
masyarakat tersebut tidak benar. Hal itu justru akan memancing
diskriminasi masyarakat terhadap ODHA.
Saat dikonfirmasi oleh sejumlah media di penghujung acara
pembukaan tersebut, Menkes pun membenarkan masih adanya
stigma negatif dan diskriminasi terhadap orang-orang dengan
HIV-AIDS (ODHA). Agar para remaja tidak mendapatkan informasi
yang salah mengenai penularan virus HIV, Menkes menerangkan
Berbagai cara terus dilakukan dalam upaya Pengendalian HIV-AIDS di Indonesia dan
telah mencapai kemajuan. Namun, peningkatan pengetahuan komprehensif tentang
HIV-AIDS di seluruh lapisan masyarakat, masih harus dilakukan oleh orang dewasa,
maupun remaja berusia 15 sampai 24 tahun. Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu
indikator Millenium Development Goals (MDG)-6 adalah pengetahuan remaja secara
komprehensif mengenai HIV-AIDS, kesehatan reproduksi, dan narkotika.
informasi yang benar sehingga tidak mendatangkan stigma
negatif terhadap ODHA.
Seorang remaja putri bertanya kepada Menkes,“Bu, bolehkah
saya bertanya satu hal? Apakah diperbolehkan dalam berpacaran
berciuman sampai berdarah?”.
Menkes lalu menjelaskan bahwa ciuman biasa tidak akan
menularkan virus HIV, karena virus HIV hanya dapat menular
melalui darah, atau cairan kelamin. Namun, gaya pacaran para
remaja yang ciuman sampai berdarah-darah, selain berisiko
adanya penularan virus melalui darah, itu juga merupakan tanda
bahwa pasangan tidak benar-benar sayang. Sebaiknya para
remaja untuk dapat senantiasa menjaga diri, menjaga kesehatan,
dan bertanggung jawab.
Menkes lalu mengingatkan pasangan yang baik, adalah pasangan
yang melindungi. Remaja harus berdaya, harus berani berkata
tidak untuk hal-hal yang dapat merugikannya.
“Jadi, ingat! Kalau pacarmu mulai pegang-pegang bagian terlarang,
kamu bilang stop! Kalau dia masih melanjutkan, dorong dan jauhi
dia! Dan bila masih saja dia memaksa,“pecat”dia, karena dia tidak
pantas jadi pacarmu. Perempuan harus berdaya”, tegas Menkes.
Sebenarnya bukan hanya bagi remaja wanita, hal yang sama juga
berlaku bagi remaja pria. Menkes mengajak seluruh masyarakat
Indonesia untuk menjaga kesehatan dan aktif melakukan
pencegahan untuk melindungi diri dan keluarga. Jauhi segala
bentuk narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba), baik
Narkoba suntik, hirup, atau berupa minuman, dan yang paling
penting hindari hubungan seks pranikah.
“Mari tingkatkan kepedulian kita. Bila ada orang yang terinfeksi
HIV di sekitar kita, tetaplah mendukung dan jangan didiskriminasi.
Jadikan perempuan berdaya dan menentukan hak atas
kesehatannya”, tandas Menkes. (Eci)
Hentikan AIDS,
Lindungi Perempuan dan Anak-Anak
MEDIA UTAMA
36 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
37EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
UNTUk RAkyATDAERAH
D
i Indonesia, Angka penderita
HIV menembus 100.000
orang. DKI Jakarta menduduki
peringkat pertama sebagai
penderita HIV/AIDS
dengan 5.118 kasus, disusul Jawa Timur
(4.633 kasus) dan Papua (4.469 kasus).
Sementara, jumlah kumulatif kasus HIV di
Indonesia sepanjang 1987 sampai Maret
2012, tercatat 82.870 kasus AIDS dan HIV
mencapai 30.430 kasus.
Pejabat Pemprov Papua, Syamsul
Arief Rifai, seperti yang dikutip pers,
menuturkan bahwa dalam 10 tahun
terakhir, jumlah kasus HIV/AIDS meningat.
Sampai dengan saat ini, tercatat 12.187
orang terjangkit virus HIV/AIDS di
Provinsi Papua. Dalam catatan Komisi
Penanggulangan AIDS Papua dan Dinas
Kesehatan Provinsi Papua, kasus HIV/
AIDS tak hanya ditemukan di wilayah
pesisir Papua. Kasus tersebut kini telah
menembus hingga ke wilayah pedalaman,
seperti di Jayawijaya dan Paniai. Arief
menambahkan bahwa yang membuat
miris adalah dari total angka kasus
tersebut, sebagian besar ditemukan dalam
kondisi parah. Dengan kata lain, mereka
sudah lebih dulu mengidap AIDS.
Melihat kondisi seperti ini, pemerintah
harus merespon. Namun apa daya,
keterbatasan jumlah paramedik serta
sarana dan prasarana menjadi‘alasan’
untuk menanggulangi penykit mematikan
tersebut. Menariknya, respon cepat justru
datang dari negara tetangga. Australia,
seperti dilansir oleh Waspada online,
memberikan bantuan sebesar A$25
juta atau setara dengan Rp 247 M untuk
meningkatkan akses layanan HIV di Papua
dan Papua Barat. Bantuan ini merupakan
bagian dari kemitraan HIV senilai A$100
juta antara Australia dan Indonesia
(2008-2016). Pimpinan sementara AusAid
Indonesia, Mat Kimberley, berencana
untuk datang ke Papua bersama Menteri
Kesehatan RI, Nafsiah Mboi untuk melihat
secara langsung penerapan kerjasama
antara kedua negara yang bermanfaat
Papua bisa belajar pada Thailand
bagi kehidupan mereka hidup dengan HIV.
Mat menambahkan, Australia memiliki
keprihatinan terhadap penyakit epidemic
HIV di Papua dan Papua Barat.“Mengenai
kasus ini, Australia dan Indonesia memiliki
keprihatinan yang sama dan prevalensi
HIV tertinggi adalah Indonesia,”ungkap
Mat Kimberley. Dia juga mengharapkan
agar program ini sanggup untuk
membantu masyarakat melakukan tes
dan pengobatan penyakit yang terkait,
terutama tuberkulosis dan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
“Bantuan Australia akan membantu
meningkatkan akses ke layanan HIV
dan meningkatkan jumlah orang yang
menerima perawatan serta pengobatan
yang dibutuhkan,”ujar Mat Kimberley.
Dari pernyataan pejabat gubernur itu
tampak jelas Pemprov Papua belum
memahami sepenuhnya realitas
penyebaran HIV di wilayahnya. Godaan
‘paha putih’atau‘mama’, julukan terhadap
pekerja seks komersial (PSK), merupakan
konsekuensi logis dari kondisi masyarakat
yang menjadikan hubungan seksual
dengan PSK sebagai sarana rekreasi.
Fenomena
HiV/aiDS
di PaPUa
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM38
Dr Ananya Mandal, MD, seperti dilansir Dumai Pos, menyatakan HIV adalah virus yang merusak
kekebalan tubuh. Sementara, AIDS adalah tahap terakhir penyakit mematikan yang disebabkan
oleh kerusakan yang parah pada sistem kekebalan tubuh. Jadi dapat dikatakan bahwa, HIV/AIDS
adalah penyakit mematikan yang dialami oleh manusia ketika sistem tubuhnya telah rusak. WHO
memperkirakan bahwa sekitar 34 juta orang di dunia terjangkit HIV. Virus tersebut menyebar luas
terutama di bagian sub-sahara Afrika, seperti Afrika Selatan, Zimbabwe, dan Mozambik.
Berdasarkan fakta di atas, Pemprov
Papua harus melakukan intervensi yang
konkret yakni dengan menyergah laki-
laki di lokasi pelacuran untuk memakai
kondom ketika bersenggama dengan
PSK. Meski demikian, pemakaian kondom
juga perlu pemantauan. Merujuk kepada
pengalaman Thailand yang memberikan
sanksi hukum kepada germo jika ada
anak buahnya yang terjangkit IMS (Infeksi
Menular Seksual). Anehnya, di Papua
yaitu di Kab Merauke dan Kab Mimika
yang kena sanksi hukum justru PSK. Di
Merauke sudah ada beberapa PSK yang
dipenjarakan, sedangkan di Timika PSK
didenda Rp 5 juta.
Padahal, posisi tawar PSK untuk memaksa
laki-laki‘hidung belang’memakai kondom
sangat rendah karena germo memihak
kepada laki-laki. Lagi pula seorang PSK
yang dikirim ke penjara akan digantikan
oleh puluhan PSK‘baru’. Selain itu, tanpa
disadari oleh Pemkab Merauke laki-laki
yang menularkan dan yang tertular HIV
dari PSK ada di masyarakat sebagai mata
rantai penyebaran HIV. Sedangkan di
Timika PSK yang didenda akan dipaksa
oleh germo bekerja karena uang denda itu
dipinjamkan oleh germo.
Yang menarik, dalam satu bulan saja,
Komisi Penanggulangan AIDS (KPS) Papua
menemukan 21 kasus baru. Itupun hanya
yang terjadi di kota besar, Jayapura.
Bisa dibayangkan bagaimana di daerah
pedalaman. Ketua KPA Papua, Contan
Karma, mengatakan bahwa dari data
yang dilaporkan, 90% penyebaran dan
penularan HIV di Papua terjadi akibat
hubungan seks bebas.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 39
Daerah
40 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
Aceh
Menurut data tahun 2012, Provinsi Aceh dinilai sudah memasuki
tahap yang mengkhawatirkan dengan jumlah penderita HIV/AIDS
mencapai 120 orang. Jumlah ini diperkirakan hanya bagian kecil
yang terdeteksi oleh pihak medis dan Komisi Penanggulangan
AIDS Provinsi (KPAP). Dari data yang diperoleh, 120 orang tersebut
23 di antaranya mengidap HIV dan 97 lainnya mengidap AIDS
positif. Dari seluruh penderita tersebut, Kabupaten Aceh Tenggara
menempati urutan teratas dengan jumlah penderita 12 orang,
Aceh Tamiang 11, Aceh Utara 13, Langsa 10, Aceh Besar 9, Aceh
Timur 8, Pidie 9 dan Banda Aceh 6 penderita.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan data tahun 2009 terdapat 49 kasus dan tahun 2010 hanya
tercatat 71 kasus serta tahun 2011 sebanyak 112 kasus HIV/AIDS.
Memang terdengar agak ironis, karena di Aceh dikenal sebagai
daerah yang melaksanakan syariat Islam tetapi masih terjadi
peningkatan penularan kasus HIV/AIDS dari tahun ketahun. Kalau
kondisi ini tidak diantisipasi cepat, tentu saja bisa berdampak
buruk pada generasi mendatang. 
Peningkatan kasus HIV/AIDS di Aceh sendiri, menurut Mentri
Kesehatan , lebih disebabkan oleh perilaku seks bebas di tengah
masyarakat, sedangkan kesadaran menggunakan kondom masih
rendah. Penularan HIV saat ini kebanyakan disebabkan perilaku
seks berisiko, sementara penggunaan narkoba suntik dan heroin
dinilai mulai menurun dengan adanya program-program layanan
alat suntik steril dan terapi metadon. Menurut beliau, salah satu
pencegahan penularan HIV/AIDS melalui seks berisiko, adalah
penggunaan kondom. Namun, penggunaan alat kontrasepsi
kondom, kata Menkes, hingga saat ini masih ditentang sejumlah
pihak, karena dianggap melegalkan seks bebas. Ia menambahkan,
Berita AIDS
di Empat Provinsi di Indonesia
saat ini kasus HIV AIDS masih sulit dicegah karena prilaku seks
beresiko yang masih terus terjadi di kalangan masyarakat. 
Penyakit HIV/AIDS di Aceh belum lama ini menelan korban
jiwa. Pada bulan Oktober 2012 lalu, seorang balita penderita
AIDS berinisial SR asal Aceh Tamiang meninggal dunia dalam
perawatan di RSU Zainal Abidin, Banda Aceh. Balita laki-laki
berusia empat tahun itu diduga tertular virus HIV dari ibunya. SR
meninggal dunia pada Rabu (10/10) malam sekira pukul 21.00
WIB. Kondisi tubuh anak ini sempat membaik selama perawatan,
namun kembali kritis beberapa saat sebelum menghembus nafas
terakhir. Hal ini bisa terjadi karena ibu bayi itu selama kehamilan
tidak mendapat penanganan secara baik seperti terapi dan
obat retrovirus sehingga anaknya bisa tertular. Dalam hal ini,
pemerintah bertugas menyosialisasikan hal tersebut. Di samping
itu, pemerintah juga masih dihadapkan pada tantangan dalam
menyosialisasikan penggunaan kondom di kalangan masyarakat.
Banyaknya kasus HIV/AIDS, menjadi tantangan tersulit yang
dihadapi Indonesia dalam mencapai millenium development
goals (MDGs) 2012.
Jawa Barat
Hingga saat ini, data penderita HIV/AIDS di Jawa Barat masih
belum akurat. Hal itu tercermin pada perbedaan data yang dimiliki
Dinas Kesehatan Prov Jabar dengan Komisi Penaggulangan AIDS
Jabar hingga akhir Juni 2012. Dinkes Jabar menyebutkan terdapat
4.646 pengidap HIV dan 9.548 yang telah divonis menderita AIDS.
Sedangkan data yang dimiliki KPA Jabar 10.385 terindikasi HIV/AIDS.
Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan metodologi
perhitungan orang yang terindikasi menghidap HIV/AIDS. KPA
berpedoman kepada data yang dimiliki Kementerian Kesehatan
RI, yang melakukan pendataan berdasarkan pelaporan surveyland
aids dan test konseling sukarela. Surveyland aids merupakan
metode data yang diambil dari 22 Rumah Sakit yang ada di Jabar,
sedangkan test konseling sukarela diperoleh dari 56 layanan
kesehatan seperi klinik, puskesmas juga rumah sakit. Sedangkan
data Dinkes Provinsi hanya merujuk pada rumah sakit-rumah sakit
yang ada di tiap kabupaten/kota sehingga jumlahnya mengalami
pembengkakan hingga 2000 orang. Karena mungkin saja pasien
tersebut berobat di salah satu rumah sakit kemudian pindah ke
rumah sakit lain.
Masalah muncul saat rumah sakit umum di Jawa Barat masih
enggan membuka layanan terkait masalah HIV/AIDS. Hingga saat
ini, pasien di daerah masih harus di rujuk ke Rumah Sakit Hasan
41EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
Daerah
Sadikin Bandung. Padahal, bila manajemen rumah sakit di daerah
mau, mereka sudah bisa memberikan pelayanan tersebut, karena
segala obat dan peralatannya sudah di biayai dari APBN. Pihak
RS Hasan Sadikin sendiri khawatir bila pasien dari daerah terus
bertambah pelayanan di RSHS kurang optimal.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sempat diadakan sosialisasi
yang bertempat di kantor Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Kota Bandung. sosialisasi ini merupakan sosialisasi pemulasaran
jenazah penderita AIDS yang dihadiri DKM se -kota Bandung,
wakil dari KPA, dan wakil dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Isi
materi sosialisasi diantaranya membahas tentang seluk beluk
AIDS di kota Bandung, dikatakan bahwa Kasus HIV AIDS di kota
Bandung pertama kali ditemukan tahun 1991 sebanyak satu
kasus. Di tahun 2010, usia produktif (20 -29thn) penderita AIDS di
kota Bandung sebanyak 60 %, dan usia 0-14 thn sebanyak 2,90%,
kasus yang terjadi sebanyak 61 kasus dan 55 kasus diantaranya
balita yang terinfeksi AIDS dari air susu ibunya.
Saat ini Kota Bandung menempati peringkat pertama dalam
banyaknya penderita AIDS di Indonesia dan Jawa Barat. Menurut
data pada Maret 2010 terjadi sebanyak 5382 kasus. Jumlah
tersebut pasti terus meningkat. Berdasarkan data tersebut juga,
penderita Hepatitis B adalah yang paling gampang tertular HIV/
AIDS. Di Bandung sendiri berdiri sebuah organisasi berbasis
komunitas yang memberikan layanan kepada orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) dan pengguna narkoba. Organisasi tersebut
bernama Rumah Cemara. Komunitas tersebut berdiri sejak 2003
dan menjadi salah satu organisasi yang memimpin perjuangan
ODHA dengan pengguna narkoba di Indonesia.
Sulawesi Selatan
Kasus HIV AIDS  di Sulawesi Selatan cukup memprihatinkan,
pasalnya dari data yang dilansir dinas kesehatan Sulawesi
Selatan  sebanyak 5.352 orang di Sulawesi Selatan terkena AIDS.
Jika dirata-ratakan jumlah penderita virus yang pertama kali
ditemukan tahun 1981 ini, mencapai 160 orang per bulan atau 5
orang perhari. Akibat dari penyakit ini sudah sekitar 4 ribu orang
yang meninggal dunia. Tingginya angka pengidap penyakit HIV
AIDS tersebut tentu saja harus menjadi perhatian bersama dan
seluruh lapisan masyarakat untuk menekan angka orang dengan
HIV AIDS  atau pun orang hidup dengan HIV AIDS.
Ditengah tingginya angkat pengidap AIDS, sangat disayangkan
kinerja Komite Penanggulangan AIDS (KPA) yang dibentuk di 24
Kabupaten/kota di Sulawesi Selatan masih sangat lemah. Padahal
dengan tingginya ancaman penyakit yang melemahkan sistem
kekebalan tubuh tersebut, seharusnya KPA lebih aktif melakukan
sosialisasi. Hingga saat ini hanya lima KPA yang terlibat aktif
dalam mencegah penyebaran HIV/AIDS di wilayahnya yakni KPA
kota Makassar, Palopo, Kabupaten Sidrap serta KPA Jeneponto.
Sementara yang lainnya, 19 KPA tidak aktif dan ini bisa dilihat dari
program kerja yang tidak berjalan dalam beberapa tahun terakhir.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
menekan angka kasus HIV AIDS dengan melakukan penyadaran
kepada masyarakat dengan mengampanyekan dampak negatif
yang ditimbulkan dari Napza dan obat-obatan terlarang lainnya,
pasalnya, tingginya angka kasus HIV AIDS karena penggunaan
jarum suntik narkoba. Selain itu membantu penyebaran
informasi tentang pencegahan HIV/AIDS dan penanganan Odha
atau Ohidha.  Berkaitan dengan hal tersebut, dia mengatakan,
masyarakat harus menghilangkan stigma dan diskriminasi
terhadap para Odha atau Ohidha, baik di dunia kerja maupun
dalam lingkungan masyarakat.
Selain itu, salah satu kecenderungan yang berkembang di
Indonesia dalam menanggulangai AIDS adalah membuat
peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS. Di Sulawesi
Selatan sendiri sudah ada perda AIDS di Kab Bulukuma (2008),
Kab Luwu Timur (2009), dan Prov Sulsel (2010). Tapi, semua perda
ini tidak mengatur penanggulangan epidemi HIV dengan konkret.
Yang dikedepankan hanya pasal-pasal yang moralistis sedangkan
penanggulangan AIDS memerlukan cara-cara yang konkret.
Bali
Hingga bulan Juni 2012 sejak tahun 1987, kasus HIV/AIDS
yang tercatat di Bali mencapai 6.292 penderita. Jumlah ini
mengantarkan Bali menduduki peringkat ke-5 nasional untuk
kasus tertinggi setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua dan Jawa
Barat. Jika dari segi kasus tertinggi Bali menduduki peringkat lima,
maka dari segi case rate atau angka kejadian HIV/AIDS dibagi
jumlah penduduk, Bali menduduki peringkat ke-3 setelah Papua
dan Jawa Barat.
42 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Bali juga
menyebutkan kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali meningkat tajam.
Secara kumulatif kasus HIV/AIDS dari tahun 2007 hingga akhir
2011 di Bali meningkat cukup tajam. Pada tahun 2010 warga
yang terjangkit sebanyak 4.210, sedangkan akhir 2011 terjangkit
sebanyak 5.222 orang. Melalui data tersebut dapat diketahui jumlah
kasus HIV/AIDS di Bali yang tertinggi sejak 1987-2011 terjadi di
Kota Denpasar sebanyak 1.141 orang. Selain itu, kasus HIV/AIDS
berdasarkan umur adalah usia produktif 20-29 tahun mencapai
1.197 orang, sedangkan umur 30-39 sebanyak 969 orang.
Semakin banyaknya temuan kasus HIV/AIDS di Bali, tentunya
harus diwaspadai semua pihak. Sebab, HIV/AIDS saat ini tidak
hanya merambah orang yang memiliki faktor risiko tinggi seperti
berperilaku seks bebas dan menggunakan narkoba jarum suntik,
namun juga telah merambah ke masyarakat yang justru faktor
risikonya kecil terkena HIV/AIDS, seperti ibu rumah tangga dan
anak-anak.
Bila di total, faktor risiko penularan ibu dan anak tercatat ada 190
kasus selama 25 tahun HIV/AIDS ditemukan di Bali. HIV/AIDS juga
ditemukan menginfeksi usia muda yaitu di bawah satu tahun 44
orang, rentang 1-4 tahun 166 orang, 5-14 tahun 23 orang
Oleh karena itu, instansi terkait dan LSM peduli AIDS agar terus
melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya dari
penyakit mematikan ini.
Untuk bisa menangani kasus HIV/AIDS, baik dalam program
pencegahan maupun pengobatan, beberapa langkah telah
dilakukan pemerintah. Dalam menanggulangi HIV/AIDS,
pelaksanaannya dilakukan bersama antara KPA, Dinas Kesehatan
dan PKBI. Tugas KPA adalah koordinasi, advokasi, promosi dan
legislasi, seperti pembentukan Kelompok Siswa Peduli AIDS dan
Narkoba (KSPAN). Sementara tugas Dinas Kesehatan memberikan
pelayanan kesehatan bagi penderita. Hingga saat ini sudah ada
25 klinik VCT di Bali yang berfungsi sebagai klinik konseling bagi
klien yang dapat membangkitkan motivasi pada klien sehingga
ada kesadaran untuk melakukan pemeriksaan tes darah HIV
secara sukarela.
Selain itu, di Bali juga ada 6 buah klinik CST (Case Support and
Treatment) yang berfungsi memberikan dukungan dan perawatan
pengobatan terhadap penderita HIV/AIDS. Untuk PKBI, tugasnya
adalah menjangkau dan menemukan kasus HIV serta merujuknya
ke layanan kesehatan. PKBI biasanya bekerja sama dengan LSM
yang peduli terhadap kasus HIV/AIDS.
Semua usaha penanggulangan kasus HIV/AIDS tersebut rupanya
belum mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak.
Saat ini tak hanya pemerintah yang harusnya berperan dalam
penanggulangannya namun kesadaran berbagai kalangan
masyarakat untuk menggunakan kondom dalam melakukan
hubungan seksual. Dengan begitu peningkatan AIDS dapat
ditekan.
Beberapa langkah pencegahan angka penyebaran HIV/AIDS
salah satunya adalah dengan memberikan kartu medical check
up terhadap para pekerja seks yang aktif melakukan aktivitas
seksual. Dengan demikian ketika mereka terdiagnosis mengidap
AIDS ataupun terjangkit HIV maka sudah tentu pemerintah kita
wajib untuk memberikan pengobatan secara rutin terhadap
ODHA. Pembinaan dan sosialisasi tentang bahaya HIV/AIDS
juga semestinya semakin gencar dilakukan demi generasi yang
terhindar dari AIDS.
43EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
Daerah
dari Hulu Sungai Utara
Annida*, Lukman Waris*
*Peneliti Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu
BUSKI
44 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
Fasciolopsiasis di kabupaten Hulu Sungai Utara
Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) adalah salah satu kabupaten
yang berada di wilayah pemerintahan Provinsi Kalimantan
Selatan. Sebagai daerah yang sebagian besar wilayahnya terdiri
dari daerah rawa, maka tak heran jika daerah ini menjadi daerah
endemis fasciolopsiasis, yaitu dimana penduduknya mudah
terinfeksi cacing Fasciolopsis buski. Di Indonesia, hanya di wilayah
HSU ini saja diketahui adanya kasus fasciolopsiasis.
Fasciolopsiasis adalah penyakit kecacingan usus yang disebabkan
oleh cacing jenis trematoda, yaitu Fasciolopsis buski. Survei
fasciolopsiasis dilaksanakan pertama kali di Desa Sei Papuyu
Kec. Babirik pada tahun 1982, setelah tiba-tiba diketahui ketika
seorang penderita kronis memuntahkan cacing trematoda ini.
Hasil survei menunjukkan infection rate sebesar 27%, dimana 148
orang terdeteksi menderita fasciolopsiasis dari 548 penduduk
yang diperiksa, dan sebesar 79,1% penderita adalah anak sekolah.
Sejak saat itu, survei tinja hampir secara rutin dilaksanakan melalui
berbagai penelitian, surveilans, dan program pengendalian
Fasciolopsis buski di Dinas Kesehatan. Fasciolopsiasis hampir
setiap tahun selalu ditemukan di Desa Sei Papuyu dan Kalumpang
Dalam (Kecamatan Babirik), Desa Putat Atas dan Padang Bangkal
(Kecamatan Sei Pandan), serta Desa Sarang Burung dan Talaga
Mas (Kecamatan Danau Panggang).
Di antara desa-desa yang ada di wilayah HSU, Desa Sei Papuyu,
Kalumpang Dalam, Sarang Burung, Talaga Mas, Putat Atas dan
Padang Bangkal merupakan enam desa endemis fasciolopsiasis
yang hampir selalu ditemukan penderitanya saat pemeriksaan
tinja. Persentase fasciolopsiasis cenderung berfluktuasi
meskipun sangat jarang melebihi angka 10 persen, keadaan
ini kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang
meningkat, dan adanya program pemberian Praziquantel per
tahun sebagai obat bagi penderita fasciolopsiasis.
Hasil wawancara dari berbagai penelitian diketahui bahwa anak-
anak di daerah endemis fasciolopsiasis mempunyai kebiasaan
memakan biji bunga teratai dan umbi tumbuhan air secara
mentah, yang dilakukan saat mereka bermain atau berada di luar
rumah. Hal ini yang bisa menjawab mengapa fasciolopsiasis lebih
banyak ditemukan pada anak-anak.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi distribusi jenis
trematoda ini adalah adanya keong air tawar yang cocok sebagai
hospes perantara I, tumbuhan air tawar yang berperan sebagai
hospes perantara II dan berperan penting dalam penularan, serta
kebiasaan penduduk di daerah endemik memakan tumbuhan air
mentah atau dimasak kurang matang.
Selain survei tinja pada penduduk, juga dilakukan survei tinja
hewan ternak (itik dan ayam), survei keong, dan survei tumbuhan.
Hasil survei tinja itik (Anas platyrinchos borneo) ditemukan 15,39%
Capillaria sp dan 7,69% telur trematoda mirip F.buski dengan
ukuran relatif lebih kecil, sedangkan survei tinja ayam (Gallus
domesticus) menunjukkan 7,14% Capillaria sp, 14,29% Ascaridia
galli, dan 7,14% telur trematoda mirip F.buski dengan ukuran
yang juga relatif lebih kecil.
Mengenal Cacing Fasciolopsis Buski
Fasciolopsis buski sebagai trematoda usus terbesar mempunyai
habitat melekat pada dinding duodenum dan jejunum manusia,
di Asia dinamakan juga Giant Intestinal Fluke of Man atau Ginger
worm, karena bentuknya seperti akar jahe, oleh karena itu cacing
ini sering disebut dengan fluke.
Fasciolopsis buski dalam siklus hidupnya sangat tergantung pada
air. Cacing F. buski dewasa berukuran besar dengan panjang 20
tahun sebagai obat bagi penderita fasciolopsiasis.
45EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
hingga 75mm, lebar 8 sampai 20mm dan tebal 0,5 sampai 3mm,
berbentuk agak lonjong memanjang dan tebal mirip lintah atau
pacat dalam bahasa banjar, sehingga oleh penduduk setempat
lebih dikenal dengan cacing pacat. Buski tidak mempunyai bahu
atau cephalic cone.
Masa hidup cacing F.buski dewasa kurang lebih enam hingga 12
bulan dalam tubuh manusia, dimana setiap ekor cacing F.buski
dewasa dapat mengeluarkan 15.000 sampai 48.000 butir telur
(rata-rata 25.000) per hari, atau memproduksi lebih dari 28.000
butir telur per hari. Telur F.buski berbentuk bulat lonjong, panjang
130 sampai 140µm dan lebar 80 sampai 85µm, berwarna coklat
kekuningan, berdinding sel tipis bening dengan operkulum kecil
pada satu ujungnya. Telur F.buski sukar dibedakan dengan Fasciola
hepatica dan Fasciola gigantic, serta pada Echinostoma yang
berukuran relatif lebih kecil.
Telur F.buski mengalami proses embrionisasi dalam air
bertemperatur 27-30o
C, dan setelah 3-7 minggu akan
mengeluarkan mirasidium yang bersilia. Mirasidium akan
berenang bebas di air, dan dalam 24 jam harus menemukan
keong air tawar yang sesuai untuk melanjutkan siklus hidupnya.
Hospes Reservoir
Babi merupakan hospes reservoir utama pada fasciolopsiasis.
Selain manusia, anjing, kelinci dan kerbau dapat pula terinfeksi
F. buski. Kerbau rawa (Bubalus bubalus) dapat ditemukan di
beberapa desa endemis fasciolopsiasis yaitu Desa Sapala dan
Bararawa Kecamatan Danau Panggang dan Desa Sei Pandan
Kecamatan Babirik dapat dicurigai sebagai hospes reservoir.
Diagnosis dan Gejala Klinis
Diagnosis fasciolopsiasis ditegakkan melalui pemeriksaan tinja,
dengan menemukan telur pada pemeriksaan tinja mikroskopis.
Namun pada keong air tawar dapat ditemukan stadium redia dan
serkaria melalui metode crushing dan shedding.
Secara umum fasciolopsiasis bersifat asimtomatis (tanpa gejala)
atau gejala ringan berupa sakit perut, nausea dan muntah. Gejala-
gejalanya sedikit pada infeksi ringan, tetapi pada infeksi berat
dapat terjadi nyeri perut. Gejala klinis yang dini terjadi pada akhir
masa inkubasi berupa diare dan nyeri ulu hati (epigastrium).
Diare yang mulanya diselingi konstipasi, kemudian menjadi
persisten. Warna tinja menjadi hijau kuning, berbau busuk dan
berisi makanan yang tidak dicerna. Pada beberapa penderita,
nafsu makan cukup baik atau berlebihan, walaupun ada yang
46 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
mengalami mual, muntah, atau tidak mempunyai selera, semua
ini tergantung berat ringannya penyakit.
Gejala klinis yang ditimbulkan bervariasi tergantung jumlah, tipe
kelainan organ atau jaringan dan kerusakan bersifat sementara
atau permanen (irreversible). Penyakit yang disebabkan oleh
F.buski ini dapat berakibat fatal, tergantung pada jumlah cacing.
Pada infeksi berat, cacing buski dapat ditemukan di lambung dan
bagian usus lainnya (pilorus, ileum dan kolon). Jumlah tinja sangat
banyak, berwarna kuning kehijauan dan berisi banyak makanan
yang belum dicerna, menunjukkan terjadinya proses malabsorbsi.
Infeksi berat dengan jumlah cacing yang banyak, menyebabkan
sumbatan pada usus hingga dapat menyebabkan kematian
namun jarang.
Cacing-cacing pada infeksi berat dapat menimbulkan obstruksi usus,
ileus akut, dan absorbsi dari metabolit cacing yang toksik atau alergik
menimbulkan gejala intestinal, toksemia sistemik, manifestasi alergi,
edema umum dan asites. Manifestasi sistemik akibat absorpsi bahan
toksik dari sisa metabolisme cacing, menimbulkan leukositosis,
hipereosinofilia dan alergi. Gejala intoksikasi dan sensitisasi oleh
karena metabolit cacing lebih menonjol, seperti edema pada muka,
dinding perut dan tungkai bawah.
Kasus berat pada anak-anak ditandai dengan gejala intoksikasi
dan sensitisasi karena absorpsi sisa metabolisme cacing. Edema
muka dan ekstremitas dapat terjadi akibat dari hipoalbuminemia
sekunder sampai malabsorpsi atau kehilangan protein karena
enteropati, yang sebenarnya disebabkan oleh proses alergi,
gangguan penyerapan vitamin B12 dan penurunan vitamin B12
dalam serum hingga menyebabkan anemia defisiensi B12, atau
malabsorbsi yang menyebabkan hipoalbuminemia sekunder.
Pencegahan dan Pengobatan fasciolopsiasis
Meskipun belum jelas spesies keong dan tumbuhan yang menjadi
hospes perantara bagi F.buski, namun berdasarkan siklus hidup
dan stadium infektifnya, maka pencegahan fasciolopsiasis dapat
diawali dengan melakukan pengobatan terhadap penderita,
kemudian memperbaiki lingkungan dengan tidak membuang
kotoran manusia dan ternak di air rawa, serta memasak tumbuhan
air hingga benar-benar matang sebelum dimakan, termasuk
memasak air rawa yang dijadikan sumber air minum hingga
mendidih.
Populasi keong air tawar sebagai hospes perantara dapat
dikendalikan dengan pemberian molusida, meskipun untuk
lingkungan rawa yang luas seperti di wilayah HSU sangat tidak
efektif. Kebiasaan buang air besar, pembuangan kotoran ternak
dan cara pembudidayaan tumbuhan air untuk dikonsumsi harus
diubah dan diperbaiki demi mencegah meluasnya fasciolopsiasis.
Buang air besar harus dilakukan di jamban yang disalurkan secara
tertutup ke tangki pembuangan kedap air. Bahkan di daerah
endemik di beberapa negara, penduduk dilarang menggunakan
pupuk tinja yang tidak disterilisasi untuk menyuburkan tanah.
Namun kondisi daerah rawa seperti di wilayah HSU memerlukan
perencanaan yang kompleks, melibatkan peran serta lintas sektor
yang saling mendukung.
Mulai dari sekarang ayo kita masak makanan sampai matang dan
cuci tangan hingga bersih di saat sebelum dan sesudah makan,
agar kita terhindar dari berbagai macam cacing yang merugikan
tubuh!
47EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
KOLOM
T
ubuhku sudah tinggal tulang berbalut kulit, berat
badan hanya tinggal 40 kg. Cuma bisa bertahan sampai
tengah hari untuk bekerja. Lewat dari itu, tubuhku akan
gemetar sehingga perlu berbaring dan beristirahat
siang hari untuk memulihkan tenaga, karena aku
sedang menderita tuberkulosis paru. Banyak orang mengenalnya
sebagai TBC. Sepanjang bulan-bulan awal pengobatan TB, aku
harus meminum banyak obat sebanyak 3 kali sehari. Setiap kali
minum obat menghabiskan 7 sampai 9 tablet. Sementara nafsu
makan menurun drastis, jadilah aku lebih kenyang obat daripada
makanan. Mulut sudah tidak mampu mengecap kelezatan
makanan apapun. Saat berjalan tubuh terasa melayang. Hanya
tersisa sedikit tenaga saja untuk menggerakkan tubuh, tidak bisa
banyak berpikir apalagi belajar. Tubuhku akan demam berulang
jika aktivitas berlebihan.
Setelah pengobatan TB tahap pertama aku jalani hampir enam
bulan, hasil pemeriksaan menunjukkan perkembangan yang tidak
menggembirakan. Dokter memutuskan aku harus mendapatkan
paket obat baru. Obat-obatan yang sudah aku telan dianggap
tidak berefek pada kuman TB ku.
Akhir bulan ke-6 seharusnya aku menyelesaikan paket
pengobatanku. Namun karena pengobatan tahap pertama
gagal, aku harus meminum paket obat kedua untuk 6 bulan ke
depan. Aku meminum obat-obatan yang jauh lebih kuat untuk
memerangi kuman TB, sekaligus lebih dramatis meracuni bagian-
bagian tubuhku yang lain. Untuk kedua kalinya aku menguatkan
diri meminum obat-obat itu dari hari ke hari. Aku jadi terbiasa
mengantongi obat kemana pun aku pergi. Aku lebih disiplin
dengan waktu minum obat dibanding jadwal makanku. Minum
obat menjadi bagian dari kewajiban keseharianku.
Menjelang masa minum paket obat kedua selesai, lagi-lagi aku
kurang beruntung. Obat-obat tahap kedua ini bekerja terlalu
kuat pada organ-organ tubuhku sehingga beberapa fungsinya
terganggu. Tiba-tiba tungkai dan tanganku tidak bisa digerakkan.
Tulang dan otot jadi kaku dan sangat nyeri. Untuk ruku dan sujud
saat shalat sangat menyakitkan. Aku bergerak seperti layaknya
robot.
Akhirnya paket obat kedua pun dihentikan secara total. Setelah
itu barulah efek samping dan gangguan fisik yang aku rasakan
berangsur pulih. Kembali aku harus pasrah ketika dokter
mewajibkan aku menelan paket obat ketiga karena paket obat
kedua tidak bisa dilanjutkan alias gagal. Aku hanya mengiyakan
dan mengikuti seluruh saran dokter. Satu hal yang membuatku
bertahan karena AKU INGIN SEMBUH atau lebih tepatnya aku
yakin AKU BISA SEMBUH.
kUBIaRkaN
tBMERaSUkI tUBUHkUOleh : Dokter PTT Kabupaten Lampung Barat
kUBIaRkaN
tBMERaSUkI tUBUHkU
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM48
Keinginan ku teramat kuat karena aku sesungguhnya mengerti
apa itu TB, bagaimana kuman-kuman menggerogoti tubuhku,
bagaimana obat mengendalikan pertumbuhan kumannya dan
bagaimana reaksi tubuh terhadap obat-obat TB. Karena aku
adalah seorang DOKTER.
Bukan sebuah kebetulan penyakit TB menyerang tubuh ku. Semua
berawal dari keinginanku bekerja sepenuh hati, memberikan
pelayanan terbaik kepada para penderita TB di puskesmas
tempatku bertugas. Kala itu aku seorang dokter PTT di sebuah
kecamatan kecil, Lampung Barat.
Sebagai dokter, aku menangani setiap pasien TB di puskemas. Aku
jadi sering berhadapan dengan mereka, tak jarang mereka batuk,
mengeluarkan dahak saat berada di ruang pemeriksaan.
Kontak dengan pasien TB yang separuhnya tergolong kasus
TB berulang dan resisten, membuat aku terpapar kuman
demikian intensif. Terlebih dengan berbagai tugas, tidak saja di
ruang praktek dokter tetapi juga di masyarakat. Kelelahan pun
menderaku . Kadang aku kurang tidur terlebih saat banyak pasien
gawat darurat di malam hari, kasus rujukan persalinan beresiko,
panggilan gawat darurat (emergency) ke rumah pasien dan lain-
lain. Ini semua aku kerjakan karena hanya aku satu-satunya
dokter disana.
Saat lelah dan kurang tidur, kadang aku pun alfa memenuhi
jadwal makanku. Kondisi tubuh semakin menurun dan tidak fit.
Tanpa kusadari sel-sel tubuhku jadi sangat rentan dan menjadi
makanan empuk kuman-kuman TB. Semua berjalan tanpa aku
sadari dan kuman TB tidak pernah memilih korbannya. Jadilah
aku salah satu dari sekian ribu penderita TB di negeri ini. Merintih
dengan seluruh rasa sakit dan ketidakberdayaan selama berbulan-
bulan hingga hitungan tahun.
Sebagai penderita TB, satu hal yang aku senantiasa ingat adalah
minum obat, sekali lagi minum obat. Sebanyak apapun obat
yang harus kuminum, aku mesti siap. Karena aku tidak punya
pilihan lain, jika aku ingin sembuh.
Selama masa hampir 2 tahun aku disiplin meminum rangkaian obat
TB dari mulai paket 1, paket ke 2 dan paket ke 3 yang berbeda beda.
Tak terhitung jumlah tablet yang sudah aku habiskan. Aku cukup
takjub bahwa aku mampu bertahan demikian lama meminum obat.
Hanya karena aku yakin, AKU BISA SEMBUH.
Jika pasien TB bukan seorang dokter seperti aku, akankah ia bisa
punya keyakinan sedalam seperti yang aku miliki? Bahwa TB
dapat disembuhkan dengan obat yang tersedia di Puskesmasku.
Akankah mereka tetap patuh minum obat setelah efek samping
mendera? Akankah ia tetap yakin, bahwa obat berikutnya
akan menyembuhkan? Siapkah mereka bertahan dalam kurun
waktu tahunan meminum obat? Bayangkan jika satu butir obat
terlewat, proses pengobatan bisa tidak sukses? Itulah mengapa
seorang penderita TB yang sedang minum obat TB nya harus
selalu ditemani oleh orang dekatnya untuk mengingatkan ia
waktu meminum obat dan jumlah obat yang harus diminumnya
setiap saat. Itu yang diperkenalkan kepada kita sebagai program
DOTS (direct observe treatment) atau lebih dikenal dengan PMO
(pendamping minum obat) bagi penderita TB.
Membuat seorang meminum obat demikian disiplin dalam
kurun waktu yang panjang tidaklah mudah. Ia membutuhkan
dukungan dan pendampingan dari orang-orang sekelilingnya,
orang dekatnya. Karena kekecewaan atas proses pengobatan
dapat datang kapan saja. Layaknya orang putus cinta, bisa tidak
bersemangat dan patah hati karenanya.
Penderita TB bukan tidak mampu meminum obatnya, tetapi lebih
karena faktor putus meminum obatnya oleh soa-soal sepele.
Sangat mudah ia lupa jadwal minum obatnya, obat tidak terbawa
saat bepergian, tidak tersedia di rumah karena terlambat cek up
rutin untuk mendapat stok obat lanjutan. Sebuah kealfaan yang
sangat manusiawi, yaitu lupa. Terlebih kalau ia tergolong usia
lanjut dan anak-anak.
Kesadaran menyembuhkan TB akhirnya tidak bisa dituntut dari
penderita TB semata, tetapi juga orang sekelilingnya. Apalagi
kalau ia seorang pekerja aktif, maka ia tidak bisa bekerja maksimal,
badannya sering letih, sulit berpikir dan berkonsentrasi. Ada
batas-batas toleransi yang mestinya diberikan sampai ia dapat
menyelesaikan pengobatan dan sembuh dari penyakitnya, dan
ditambah kebutuhan akan semangat bagi proses kesembuhan
mereka.
Penyakit TB bukanlah penyakit individu, ia akan menjadi penyakit
masyarakat ketika seorang penderita TB dengan sputum TB
aktifnya tidak tertangani oleh pengobatan yang baik. semua
orang di sekelilingnya akan tertular. Jadi idealnya setiap penderita
TB yang ditemukan harus dapat disembuhkan secara tuntas. Jika
tidak, maka penyakit TB di masyarakat akan terus meningkat
seiring bertambahnya jumlah penderita TB yang tidak tertangani
oleh pengobatan.
Pantaslah kalau kita semua perlu menyadari bahwa penyakit TB
ada di sekeliling kita, mungkin pada orang-orang terdekat kita.
Siapa saja bisa terkena, dan siapa yang terkena dapat menularkan
kepada siapa saja di sekelilingnya. Jadi TB bisa menguasai kita
semua. Namun anda bisa memeranginya dengan menjadi
sukarelawan pendamping pasien TB, minimal bagi keluarga
terdekat anda.
Akhirnya aku berkomitmen : cukuplah satu kali seumur hidupku
menjadi penderita TB. Aku sudah sangat sadar bahwa menjadi
penderita TB itu amat menyakitkan, butuh waktu hampir 2 tahun
membangun kesadaran ini. Aku akan menjadi pendukung utama
gerakan“Bersatu menuju Indonesia Bebas TB”dan yakinlah kita
semua bisa menjadi pendukungnya, Anda adalah satu diantara
mereka. ***
(sebuah memori saat PTT_Nurbaiti)
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 49
RAGAM
IBU SELAMAT
ANAK SEHATFokus Hari Kesehatan Nasional ke-48
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM50
H
ari Kesehatan Nasional jatuh
setiap tanggal 12 Nopember,
pada tahun ini telah memasuki
perayaannya yang ke-48. Di
tahun 2012 ini Hari Kesehatan Nasional
mengangkat tema“Indonesia Cinta Sehat”
yang merupakan refleksi dari sikap dan
perilaku setiap insan Indonesia yang
menjadikan kesehatan sebagai dasar
tidakan dan motivasi dalam kehidupan
sehari-hari, sedangkan sub-tema adalah
“Ibu Selamat Anak Sehat”. Sub-tema
tersebut dipilih karena merupakan sasaran
prioritas pembangunan kesehatan.
Dalam memperingati hari tersebut,
tepat pada tanggal 12 Nopember 2012
dilaksanakan upacara peringatan Hari
Kesehatan Nasional (HKN) ke-48, dengan
dihadiri langsung oleh Menteri Kesehatan
RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH yang
sekaligus menjadi inspektur upacara, dan
diikuti oleh para pegawai Kementerian
Kesehatan RI di halaman kantor Kemenkes
Kesehatan RI di Jakarta, senin pagi.
“Tahun ini, kita berada di tengah periode
pembangunan lima tahun (2010-2014).
Karena itu, kita perlu mengevaluasi
capaian sasaran pembangunan kesehatan”,
ujar Menkes saat memberi kata sambutan.
Menurut Menkes, dalam pelayanan
kesehatan ibu dan anak, cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan telah
meningkat secara bermakna, dari 61,4
persen di tahun 2007 menjadi 87,4 persen
di tahun 2011. Cakupan imunisasi campak
juga meningkat dari 67 persen di tahun
2007 menjadi 93,3 persen di tahun 2011.
Di samping itu, meskipun status gizi
masyarakat juga menunjukkan perbaikan,
Menkes mengharapkan bahwa status Gizi
Kurang pada Balita sebesar 17.9 persen di
tahun 2010 diharapkan turun menjadi 15
persen di tahun 2015 nanti.
“Berkat upaya masyarakat, ibu-ibu kader,
bersama petugas kesehatan di Puskesmas,
saat ini laporan menunjukkan bahwa 71
persen balita mengunjungi Posyandu
setiap bulan. Ini berarti sekitar 14 juta
balita memanfaatkan Posyandu”, ujar
Menkes.
Dalam sambutannya, Menkes juga
mengingatkan bahwa Selain pelbagai
kemajuan dalam pembangunan
kesehatan, kita juga tengah menghadapi
tantangan baru, yaitu meningkatnya
penyakit tidak menular (PTM) dan penyakit
yang disebabkan karena perubahan gaya
hidup. Data Riskesdas 2010 menunjukkan
59 persen kematian di Indonesia
disebabkan penyakit tidak menular,
yang membutuhkan biaya pengobatan
yang sangat besar seperti stroke, kanker,
diabetes, gagal ginjal, penyakit jantung,
dan AIDS.
Menkes menjelaskan cara-cara untuk
mencegah penyakit-penyakit tersebut,
“Sebenarnya, penyakit-penyakit tersebut
dapat dicegah dengan gaya hidup sehat,
antara lain pola makan dengan gizi
seimbang, mengendalikan stres, olah raga
secara teratur, tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol, dan berperilaku
seksual yang bertanggung jawab.”
Menkes menambahkan, pemerintah
terus berupaya meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang bermutu dan menitikberatkan
upaya promotif-preventif dengan tetap
memperhatikan upaya kuratif-rehabilitatif.
Sejak tahun 2011, Pemerintah juga telah
menyediakan dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) yang berkisar antara
Rp 75 juta sampai Rp 250 juta per
Puskesmas per tahun, yang dimaksudkan
untuk mendukung kegiatan operasional
Puskesmas, termasuk diantaranya
pembinaan Posyandu dan Posbindu,
percepatan penurunan angka kematian
ibu dan anak, pemulihan gizi kurang dan
gizi buruk di masyarakat.
Pencapaian derajat kesehatan masyarakat
ditandai dengan menurunnya angka
kematian bayi (AKB) dan menurunnya
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk,
serta meningkatnya umur harapan hidup
(UHH). Di Indonesia, data menyatakan
(SDKI,2007) AKB telah menurun dari 35
per 1.000 kelahiran hidup (2004) menjadi
34 per 1.000 kelahiran hidup (2007).
Sementara AKI menurun dari 307 per
100.000 kelahiran hidup (2004) menjadi
228 per 100.000 kelahiran hidup (2007).
Sementara target yang harus dicapai
sesuai kesepakatan Millenium Development
Goals (MDGs) pada tahun 2015, yaitu AKB
adalah 24 per 1000 kelahiran, dan AKI
adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Peringatan HKN ke-48 ini juga dijadikan
sebagai momentum untuk meningkatkan
semangat, kepedulian, serta
memantapkan kerjasama seluruh pihak
untuk berjuang dalam mempercepat
target MDGs 2015.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 51
RAGAM
P
rogram tersebut dinamai Program
Jampersal yakni intervensi
pembiayaan untuk menanggung
seluruh biaya persalinan mulai
dari masa kehamilan, persalinan hingga
masa nifas termasuk bayi. Program ini
diperuntukan bagi siapa saja, tidak
tergantung status sosial ekonomi yang
bersangkutan.
Pembiayaan Jampersal sendiri melalui
mekanisme Jamkesmas yang cakupannya
terbatas untuk kelompok masyarakat
sangat miskin, dan hampir miskin.
Program ini telah dilaksanakan secara
bertahap mulai dari tahun 2011 dengan
tujuan dapat meningkatkan cakupan
pembiayaan persalinan dari 1,7 juta ibu
hamil per tahun (melalui Jamkesmas)
menjadi 4,6 juta ibu hamil per tahun.
Selain pembiayaan Jampersal juga
bertujuan meningkatkan cakupan
pemeriksaan antenatal, memastikan bidan
tinggal di desa, meningkatkan persalinan
oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan, meningkatkan cakupan peserta
KB terutama dengan metode kontrasepsi
jangka panjang, serta meningkatkan
keberdayaan keluarga dan masyarakat
dalam bidang kesehatan.
Jampersal Mendapat Dukungan
Pemerintah Kabupaten/Kota
Ketika suatu program dijalankan tentu
diharapkan dapat berjalan dengan
baik serta diterima secara penuh oleh
Hasil Sementara Studi
Evaluatif Implementasi
Jampersal, 2012
Saat ini kematian pada ibu hamil terbilang sangat tinggi, sumber Angka
Kematian Ibu (AKI) merilis bahwa pada tahun 2012 Indonesia memiliki
228 per 100.000 kelahiran hidup. Kondisi itu jauh dengan Malaysia yang
memiliki AKI hanya 31 per 100.000 kelahiran hidup. Kemenkes banyak
melakukan program untuk meminimalisir hal ini. Berdasarkan hal itu pula
Kemenkes menganggap salah satu faktor penting untuk meningkatkan
akses masyarakat terhadap persalinan sehat adalah dengan memberikan
kemudahan pembiayaan untuk ibu hamil.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM52
masyarakat. Untuk mengetahui hal
tersebut Kemenkes melakukan studi
evaluasi terhadap beberapa hal yang
menyangkut program serta kinerja.
Diantaranya adalah untuk mengetahui
akseptabilitas kebijakan program
Jampersal di tingkat operasional,
mengetahui kapasitas manajerial
penyelenggara program dan penyedia
layanan, ketepatan program dan sasaran,
serta mengetahui faktor kontekstual
terkait dengan tingkat pencapaian
program Jampersal di lokasi studi.
Lokasi studi itu meliputi sebanyak tujuh
provinsi dengan perbedaan tingkat
persalinan oleh tenaga kesehatan, dan dari
setiap provinsi dipilih satu kota dan satu
kabupaten untuk menggambarkan tingkat
kematian ibu dan tingkat kematian anak
serta tingkat penyerapan anggaran.
Provinsi yang dipilih dengan kategori
tingkat tinggi adalah Jawa Timur (Kota
Blitar dan Kabupaten Sampang) dan
Kalimantan Timur Kota Balikpapan dan
Kabupaten Paser), lalu tingkat sedang
yaitu Nusa Tenggara Barat (Kota Mataram
dan Kabupaten Lombok Tengah) dan
Jawa Barat (Kota Bandung dan Kabupaten
Bogor), kemudian kategori tingkat
rendah dipilih Maluku (Kota Ambon dan
Kabupaten Kepulauan Aru) dan Sulawesi
tenggara (Kota Kendari dan Kabupaten
Wakatobi), serta Kepulauan Riau
(Kabupaten Natuna) yang khusus dipilih
untuk menggambarkan wilayah bukan
penerima program Jampersal.
Dari masing-masing kabupaten/ kota
dipilih dua puskesmas dengan kriteria
tingkat penyerapan anggaran Program
Jampersal, serta dua rumah sakit dengan
kriteria kepemilikan. Rumah sakit swasta
yang dipilih adalah rumah sakit yang
mempunyai perjanjian kerja sama dengan
pemerintah daerah untuk menyediakan
pelayanan persalinan bagi pengguna
Program Jampersal.
Hasil studi sementara yang didapat
sampai dengan 31 Juli 2012 dengan
mewawancarai 631 responden bidan,
bahwa Program Jampersal mendapat
dukungan yang sangat baik dari
pemerintah Kabupaten/Kota. Berbagai
kemudahan terkait persyaratan untuk
memanfaatkan Program Jampersal juga
diberikan pemerintah Kabupaten/Kota
agar berbagai kelompok masyarakat dapat
mengakses pelayanan yang tersedia.
Secara umum, para pengguna Program
Jampersal menyatakan bahwa 45,0
persen sampai dengan 82,9 persen
pesan komunikasi yang disampaikan
oleh dinas kesehatan, petugas kesehatan
pemberi layanan, kader kesehatan,
tokoh masyarakat, tetangga, teman atau
keluarga, media massa ternyata cukup
jelas atau sangat jelas.
Para pengguna Program Jampersal
juga menyatakan bahwa penyuluhan
merupakan metode sosialisasi yang
dianggap cukup jelas atau sangat jelas
(91,7 persen). Selanjutnya hasil sementara
studi ini menunjukkan bahwa pemerintah
Kabupaten/Kota memberikan fasilitas
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 53
RAGAM
yang cukup baik agar penyelenggaraan
Program Jampersal di wilayah kerjanya
dapat berjalan dengan baik.
Kapasitas Manajerial Program
Jampersal Relatif Baik Namun Perlu
Perbaikan
Dalam hal kapasitas manajerial untuk
sementara didapati hasil Kepemimpinan
Kepala Dinas berdampak dalam upaya
mengimplementasikan Jampersal. Jika ada
turunan kebijakan yang tegas dan jelas
seperti adanya Perbup/Perwali (seperti di
Sampang, Blitar, Kab Loteng) atau bahkan
hanya kesepakatan (ketika penelitian
belum menjadi Perwali) di kota Mataram
dan ketegasan dari Kepala Dinas seperti di
Kabupaten Sampang dan Kota Mataram
sangat berdampak pada kelancaran
implementasi Jampersal khususnya pada
proses pencairan klaim.
Demikian juga advokasi dari kepala
Dinas kepada Pemerintah daerah dalam
memperoleh dukungan penyelenggaraan
program, di samping faktor politis juga
mempengaruhi misalnya di Sampang
dengan adanya Program“LIBAS”lima
bebas di mana salah satunya adalah
persalinan gratis yang menjadi program
Bupati.
Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan SDM dalam mendukung jampersal
adalah puskesmas, Puskesmas Poned,
Klinik bersalin dan Rumah Sakit yang
melakukan“PKS”dengan Dinas Kesehatan,
juga bidan di puskesmas dan BPM (Bidan
praktek Mandiri) yang melakukan“PKS”.
Ketersediaan obat-obatan di puskesmas
pada umumnya mencukupi, namun ada
beberapa keluhan tentang ketersediaan
obat yang terbatas dan kurang sesuai
dengan yang dibutuhkan. Untuk BPM
dengan“PKS”menyediakan sendiri untuk
obat-obatan.
Dilihat dari jumlah angka kemiskinan
untuk daerah dengan angka kemiskinan
lebih dari 20 persen yaitu untuk kawasan
Kabupaten Sampang dan Lombok tengah,
ketersediaan sarana menurut persepsi
bidan yang menyatakan cukup hanya 56,1
persen, sedangkan daerah kemiskinan
kurang dari 20 persen yaitu Kota Blitar,
Kota Mataram dan Kota Bandung, sekitar
90 persen. Salah satu masalah itu timbul
yakni lamanya antara waktu klaim dengan
cairnya dana dan besaran jasa pelayanan
yang sampai ke tangan bidan.
Program Jampersal Tepat Sasaran
Ketepatan program dan sasaran
Program Jampersal dari hasil penelitian
menunjukkan dana Jaminan Persalinan
yang dialokasikan penyerapan tertinggi di
kabupaten Sampang dan kota Mataram,
daerah tersebut dapat menyerap lebih
dari 70 persen dari dana Jamkesmas dan
Jamapersal. Sedangkan dari penyerapan
dana Jampersal pemanfaatan terbanyak
untuk persalinan kemudian ANC, PNC dan
pra rujukan.
Cakupan pelayanan pada paket pelayanan
Jampersal terlihat peningkatan cakupan
K1 dan K4 di Kota Blitar dan Kabupaten
Sampang. Cakupan Persalinan di Sampang
meningkat dari 87,67 persen pada tahun
2010 menjadi 93,2 pada tahun 2011 dan
sampai juni 2012 cakupan capai 45,78
persen.
Rumah sakit untuk kasus persalinan
pervaginam dengan rujukan mengalami
peningkatan cukup bermakna di RSUD di
Kota Blitar, Sampang dan Lombok Tengah .
Di Kota Bandung peningkatan tidak terlalu
besar, sedangkan di kota Mataram justru
terlihat peningkatan pada persalinan
pervaginam tanpa rujukan.
Peningkatan rujukan persalinan
pervaginam dengan komplikasi di RS
terjadi di RSUD Sampang dan RSUD
Kota mataram, sedangkan di RSUD Kota
Blitar,kota Bandung dan Lombok Tengah
kecenderungan menurun.
Dari sasaran pemakai Jampersal di semua
lokasi penelitian lebih dari 60 persen
adalah usia 20 sampai 35 tahun, sisanya
40 persen adalah usia risiko tinggi yaitu
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun.
Pengguna Jampersal sebanyak 71,9 persen
pendidikan di bawah atau sederajat SLTP,
terbanyak di Kabupaten Sampang, Kota
Mataram dan Lombok Tengah. Sedangkam
di Kota Blitar dan Kota Bandung terbanyak
adalah pendidikan SLTA bahkan di kota
Blitar 17 persen adalah pendidikan
Perguruan Tinggi.
Dari data sasaran“continum of care”untuk
ANC lengkap dan persalinan cukup baik
dengan jumlah kurang dari empat persen
kecuali di Kota Mataram sekitar delapan
persen. Untuk PNC lengkap hampir tidak
ada di semua lokasi penelitian dari 192
sasaran ibu nifas dengan bayi diatas 42
hari hingga enam bulan.
Dari 460 sasaran bumil, bulin dan bufas,
terdapat 10 persen umur kurang dari 20
tahun dengan paritas lebih dari empat
anak, 40 persen umur 20 sampai 35 tahun
dengan paritas lebih dari empat anak
dan 50 persen umur lebih dari 35 tahun
dengan paritas lebih dari empat tahun.
Dan ibu dengan peritas lebih dari empat
anak pendidikannya 88,9 persen adalah
dibawah atau sederajat SLTP. Dari sasaran
pengguna Jampersal 27,2 persen
terdapat yang memiliki Jaminan lain yaitu
Jamkesmas sebesar 76 persen sisanya
Jamkesda, Askes, Jamsostek dan lainnya.
Dari 460 sasaran
bumil, bulin dan bufas,
terdapat 10 persen
umur kurang dari
20 tahun dengan
paritas lebih dari
empat anak,
40 persen umur
20 sampai 35 tahun
dengan paritas
lebih dari empat anak
dan 50 persen umur
lebih dari 35 tahun
dengan paritas
lebih dari empat tahun.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM54
P
ada peringatan Hari Kesehatan
Nasional beberapa saat lalu
(12/11), pemerataan dan jaminan
kesehatan ke seluruh Indonesia
di masa mendatang begitu ditekankan
oleh Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah
Mboi, Sp.A, MPH. Hal itu dapat terlihat dari
pernyataannya yang menyatakan bahwa
dengan terwujudnya jaminan kesehatan
semesta pada tahun 2019, seluruh
penduduk Indonesia mempunyai jaminan
kesehatan. Ini berarti bahwa masyarakat
Indonesia diharapkan dapat memperoleh
pelayanan kesehatan yang komprehensif
dan bermutu tanpa kendala pembiayaan.
“Pelayanan kesehatan, dalam hal ini bukan
hanya pengobatan gratis, tetapi juga
mencakup aspek promotif dan preventif”,
ujar Menkes saat upacara peringatan Hari
Kesehatan Nasional (HKN) ke-48 tahun
2012 yang bertema“Indonesia Cinta
Sehat”dengan sub-tema“Ibu Selamat
Menkes Harapkan Komitmen Bersama
Wujudkan Jaminan Kesehatan Semesta
Anak Sehat”. Upacara tersebut diikuti oleh
para pegawai Kementerian Kesehatan RI,
di Halaman Kantor Kemenkes Kesehatan RI
di Jakarta.
Menurut Menkes, di dalam pembangunan
kesehatan, upaya promotif-preventif
harus diutamakan, karena selain akan
menurunkan jumlah orang yang sakit, juga
berdampak pada efisiensi biaya kesehatan.
Upaya promotif-preventif antara lain
mencakup upaya perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) sebagai perilaku sehari-
hari dalam menciptakan kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat dengan
menjaga dirinya agar sehat dan tetap
sehat, dari dalam kandungan sampai
seumur hidup.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dan Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),
saat ini Pemerintah sedang melakukan
persiapan-persiapan pelaksanaan SJSN
bidang kesehatan untuk mewujudkan
jaminan kesehatan semesta atau universal
health coverage. Pelaksanaan SJSN bidang
kesehatan tersebut dimulai pada tahun
2014, dan secara bertahap ditingkatkan
cakupan kepesertaan hingga mencapai
jaminan kesehatan semesta pada tahun
2019. Langkah ini mencakup penyiapan
regulasi dan pemenuhan kebutuhan
sarana dan prasarana, sumber daya, dan
sosialisasi.
Pada kesempatan tersebut, Menkes
meminta seluruh jajaran Pemerintah
dan swasta baik di tingkat pusat dan
daerah serta seluruh lapisan masyarakat
mendukung dan berkomitmen bersama
untuk mewujudkan jaminan kesehatan
semesta.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 55
UNTUK RAKYAT
I
ndonesia merupakan salah satu tujuan wisata dunia yang
banyak diminati. Indonesia juga mempunyai keanekaragaman
tradisi dan budaya termasuk obat dan pelayanan kesehatan
tradisional. Salah satu upaya pelayanan kesehatan tradisional
adalah wellness (pengobatan alternatif) yang berpotensi
untuk pengembangan wisata kesehatan. Wisata Kesehatan itu
sendiri adalah kegiatan perjalanan wisata untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Kegiatan ini adalah juga salah satu
penggerak perekonomian yang penting di Asia Pasifik.
Penandatanganan MoU Wisata Kesehatan
Melihat pentingnya hal tersebut pada tanggal 29 Nopember 2012
lalu, Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi dan Menteri Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, Maria Elka Pangestu menandatangani
Wisata Kesehatan
Jadi Penggerak Perekonomian
Memorandum of Understanding (MoU) tentang Wisata Kesehatan
(Health Tourism) dalam acara Konferensi International Health
Tourism, di Jakarta. Dengan kesepakatan ini diharapkan akan
meningkatkan keberhasilan pembangunan pariwisata dan
kesehatan termasuk wisata kesehatan.
Menurut Menkes, kebijakan wisata kesehatan di Indonesia
mencakup dua aspek, yaitu aspek medical tourism dan aspek
wellness tourism. Medical Tourism adalah perjalanan wisata
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sedangkan Wellness
Tourism adalah perjalanan wisata untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan tradisional yang menggunakan pendekatan holistik
untuk pemeliharaan kesehatan dan bersifat promotif – preventif.
Salah satu bentuk wellness adalah perawatan Spa (sehat pakai air).
Apakah Anda termasuk orang yang sering berwisata ke berbagai tempat? Lalu apakah
Anda berpikir atau menyadari wisata yang Anda lakukan adalah wisata sehat? Memang
apa itu wisata sehat?
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM56
Spa Pengobatan Tradisional Asli Indonesia Yang Diakui Dunia
Ada dua metode perawatan Spa yang dikenal di Indonesia yaitu
metode Spa Jawa dan metode Spa Bali. Kedua metode ini banyak
dipakai di negara-negara Asia (Malaysia, Singapura, dan Jepang),
Eropa (Turki, Rusia, Jerman, Belgia, Bulgaria, dan Ceko), dan
Amerika (Amerika Serikat dan Kanada). Salah majalah kecantikan
dan kesehatan Jerman menganugerahkan The Best Destination
in The World kepada Bali Spa pada tahun 2009. Menkes juga
mengutarakan bahwa pada tahun 2012 sebaganyak 4.500 orang
Spa Therapist telah mendapatkan sertifikasi dari Kemendikbud.
Jumlah layanan Spa Indonesia sangat banyak dan tersebar di
kota-kota besar. Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah
standarisasi layanan Spa untuk menjamin agar pelayanan yang
diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang
kesehatan.
Kemenkes Tingkatkan Kualitas
Layanan RS Untuk Jaring Wisatawan
Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan
mengembangkan medical tourism, Indonesia telah mempunyai
lima RS yang telah terakreditasi internasional diantaranya adalah
RS Primier Bintaro, RS Premier Jatinegara, RS Eka Hospital BSD, RS
Siloam Tangerang Selatan dan RS Sentosa Bandung dan dua RS
pemerintah yaitu RSUP Ciptomangunkusumo Jakarta dan RSUP
Sanglah Bali yang sedang dalam proses mendapatkan akreditasi
internasional.
Indonesia juga memiliki RS rujukan khusus yang dapat
dimanfaatkan oleh wisatawan kesehatan dalam negeri dan luar
negeri seperti RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita,
RS Kanker Dharmais di Jakarta, RS Pusat Stroke di Bukit Tinggi,
dan RS Khusus Jiwa yang ada di setiap provinsi. Sekarang sedang
dikembangkan RS Khusus Otak di Jakarta.
Kemenkes dan Kemenparekraf Bekerjasama
Mendorong Kesehatan dan Kebugaran
Kemudian sebagai komitmen terhadap wisata kesehatan,
Kemenkes bersama Kemenparekraf, perwakilan RS, Spa
dan asosiasi kesehatan membentuk tim kerja dengan nama
Indonesia Wellness and Healthcare Tourism (IWHT), yang akan
ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana kerja bersama. Pada
konfrensi“International Health Tourism Conference 2012”yang
diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dengan tema
“Public and Private Partnership Through Indonesia Health Tourism
for Contributing ASEAN Community”, menyusun sejumlah rencana
kerja yang diantaranya adalah meningkatkan kualitas RS terutama
kompetensi pengobatan yang spesifik, tenaga kerja, kolaborasi
dengan asuransi, penyusunan dan implementasi Permenkes
terkait pemanfaatan dokter asing untuk beroperasi di Indonesia
dan khusus melayani pasien asing; meningkatkan kolaborasi
dengan biro perjalanan wisata dalam rangka promosi wisata
kesehatan Indonesia; menetapkan kolaborasi RS yang bersinergi
dengan Wellness Spa di empat tujuan wisata yaitu Bali, Jakarta,
Manado, dan Makassar; menambah kolaborasi RS yang memiliki
layanan wellness spa di Jabar, Jateng, Jatim, dan Sumatera; serta
kolaborasi dengan sport tourism untuk memperkenalkan IWHT.
Pada konfrensi tersebut dihadiri oleh Wamenkes, Pejabat Eselon-1
dari lingkungan Kemenkes dan Kemenparekraf, perwakilan ASEAN
Foundation, WHO Indonesia, wakil Organisasi Profesi Kesehatan
dan Asosiasi Pariwisata, serta perwakilan negara sahabat yaitu
Thailand, Malaysia, dab India. Di kesempatan tersebut Menkes
mendorong para operator pariwisata untuk mempromosikan
kunjungan layanan Spa dalam agenda wisatawan kesehatan di
Indonesia. Para operator juga didorong untuk memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia apabila
wisatawan yang dilayaninya memerlukan pelayanan kesehatan.
Potensi Besar Mengembangkan
dan Raup Keuntungan Dari Wisata Kesehatan
Pengembangan wisata di Indonesia memiliki potensi yan besar
mengingat lokasi dan keunggulan Indonesia untuk menarik wisata
kesehatan, dan mengingat juga jumlah orang Indonesia yang
ke luar negeri untuk menjalankan perawatan kesehatan. Salah
satu estimasi di tahun 2006 memperkirakan bahwa ada sekitar
350.000 orang Indonesia yang melakukan pengobatan ke luar
negeri dengan pengeluaran USD 500 juta. Estimasi yang lebih baru
memperkirakan bahwa ada sekitar 600.000 orang Indonesia yang
melakukan pengobatan di luar negeri dengan nilai pengeluaran
sekitar USD 1,4 miliar. Sebagai perbandingan negara seperti
Thailand yang relatif berhasil mengembangkan wisata kesehatan,
dapat memperoleh devisa USD 3,2 miliar pada tahun 2011.
Secara umum banyak orang mencari perawatan yang lebih murah
bukan alasan utama. Justru yang diperlukan adalah peningkatan
standar dari rumah sakit maupun SDM-nya termasuk dari aspek
pelayanan. Sedangkan kearifan lokal Indonesia yang kaya dan
mendasari dikenalnya spa dan hal tersebut berarti pariwisata
kebugaran mempunyai potensi menjadi produk unggulan khas
Indonesia yang dapat bersaing di pasar global.
Berdasarkan nota kesepahaman Kemenparekraf memiliki
tugas dan tanggung jawab untuk menyusun standar usaha
pariwisata di bidang wisata kesehatan, melaksanakan sosialisasi
wisata kesehatan yang bernuansa tradisional, unik, otentik, dan
mudah diakses, dan menyusun kerjasama antara sektor swasta
di bidang pariwisata dan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ditetapkan. Selain itu Kemenparekraf juga bertugas menyusun
stategi pemasaran produk pelayanan kesehatan dan melakukan
identifikasi serta mengusulkan berbagai produk unggulan
wisata kesehatan Indonesia untuk dipatenkan sebagai kekayaan
intelektual di Indonesia dan dunia.
Langkah berikutnya Kemenparekraf bersama dengan Kemenkes,
perwakilan rumah sakit, spa dan asosiasi kesehatan akan bekerja
sama dengan membentuk Indonesia Wellness and Health Tourism
(IWHT).
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 57
untuk Rakyat
P
ada tanggal 22 Oktober 2012 lalu, Menteri Kesehatan
RI, dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH melakukan Kunjungan
Kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kunjungan
Kerja ini dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi
dan sinergisme perencanaan serta pelaksanaan
program prioritas Kementerian Kesehatan di Provinsi NTT dengan
mempertimbangkan permasalahan dan kebutuhan lokal di
Provinsi NTT.
Dalam kegiatan ini, Menteri Kesehatan didampingi Dirjen Bina
Upaya Kesehatan (BUK) yang sekaligus Plt. Dirjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu Anak (KIA) dr. Supriyantoro, SpP, MARS, Direktur
Utama PT ASKES dr. I Gede Subawa, Deputi BKKBN dr. Julianto
Wicaksono, SpOG, serta sejumlah pejabat Eselon II Kementerian
Kesehatan, termasuk Direktur Bina Kesehatan Ibu dr. Gita Maya
Koemara Sakti, MHA dan Direktur Bina Gizi Dr. Minarto, MPS.
Kunjungan pertama Menteri Kesehatan dimulai dengan
mengunjungi Puskesmas Pasir Panjang di Kota Kupang.
Kunjungan Kerja Menteri Kesehatan
ke Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kedatangan Menteri Kesehatan di Puskesmas Pasir Panjang
disambut dengan tarian selamat datang yang dibawakan oleh
anak-anak kecil Pasir Panjang. Menteri Kesehatan memberikan
apresiasinya kepada kepala Puskesmas Pasir Panjang dan
jajarannya atas berbagai kegiatan dan inovasi yang telah
dilaksanakan oleh Puskesmas tersebut.
Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan mengharapkan agar
Puskesmas di Kota Kupang dapat mengembangkan pelayanan
kesehatan remaja. Hal ini mengingat jumlah remaja di Kota
Kupang yang terus meningkat, yang juga akan diikuti dengan
semakin berkembangnya tantangan kesehatan di kalangan
remaja, seperti pergaulan bebas, perilaku seksual berisiko,
kehamilan tidak diinginkan, hingga penyalahgunaan narkoba.
Menteri Kesehatan menekankan pentingnya memberikan edukasi
dan informasi kesehatan bagi kalangan remaja.
Setelah mendatangi Puskesmas Pasir Panjang, Menteri
Kesehatan dan rombongan kemudian meninjau RSUD Prof. WZ
Kunjungan Menkes di Puskesmas Pasir Panjang Kota Kupang
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM58
Yohannes Kupang milik Pemerintah Provinsi NTT. Di RSUD Prof.
WZ Yohannes, Menteri Kesehatan meluangkan waktu untuk
berbincang-bincang dan memberikan motivasi bagi sejumlah
pasien yang sedang dirawat. Kunjungan kemudian dilanjutkan
dengan menunjungi RS Siloam, Kupang. Kunjungan ini bertujuan
untuk meninjau pembangunan yang sedang dilakukan oleh RS
Siloam Kupang tersebut.
Setelah melakukan kunjungan ke RS Siloam, Menteri Kesehatan
bersama rombongannya kemudian bertolak menuju Hotel Ima.
Kedatangan Menkes disambut oleh Gubernur NTT, Drs. Franz Lebu
Raya. Gubernur NTT mengucapkan rasaterimakasihnya kepada
Menteri Kesehatan karena telah berkenan menghadiri Pertemuan
Koordinasi Pembangunan Kesehatan Provinsi NTT yang diadakan
di Hotel Ima.
Pertemuan ini dihadiri juga oleh para Bupati/Walikota, Ketua
DPRD Kabupaten/Kota, Kepala Bappeda Kabupaten/Kota, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala SKPD, serta Direktur
RSUD Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT.
Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan menyerahkan sejumlah
bantuan untuk Provinsi NTT, yang berasal dari Kementerian
Kesehatan, PT ASKES, dan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu
II (SIKIB). Bantuan yang diserahkan meliputi 10 Tempat Tidur,
sejumlah kendaraan ambulans dan Puskesmas Keliling (Pusling)
roda empat, kapal Pusling Perairan, peralatan USG, PONED set,
inkubator, poliklinik set, emergency kit, keramik, peningkatan Askes
Center, PMT MP-ASI, serta dana sejumlah Rp 500 juta.
Bantuan ini diterima secara simbolis oleh Gubernur Frans Lebu
Raya, untuk selanjutnya baru diteruskan kepada Bupati/Walikota
di Provinsi NTT. Sebagian bantuan tersebut merupakan tindak
lanjut dari kunjungan Presiden RI ke Kabupaten Sumba Timur
pada bulan Juli 2012 lalu, serta sebagai dukungan bagi persiapan
pelaksanaan Sail Komodo tahun 2013.
Dalam sambutannya di hadapan Gubernur beserta jajaran
Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota se-NTT, Menteri Kesehatan
meluapkan kegembiraannya karena ia bisa“pulang kampung”ke
NTT lagi. Menurutnya, banyak kemajuan yang telah dicapai oleh
NTT, diantaranya kemajuan di bidang KIA.
Menteri Kesehatan mengapresiasi program Revolusi KIA yang
telah dapat meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan
bayi baru lahir serta berhasil menekan jumlah kematian ibu dan
bayi baru lahir di NTT.
Lebih jauh lagi, Menteri Kesehatan mengharapkan agar para
Bupati/Walikota jangan terus-menerus terfokus di program-
program kuratif. Menteri Kesehatan mendorong agar Pemerintah
Daerah mengutamakan program promotif-preventif karena
sifatnya lebih murah namun berdampak sangat besar, misalnya
penguatan kawasan tanpa rokok dan meningkatkan promosi
bidang kesehatan. Terkait kesediaan sumber daya manusia,
Menteri Kesehatan mengharapkan agar Bupati/Walikota
memberikan perhatian kepada tenaga kesehatan yang bertugas
di wilayahnya.
Menurut Menteri Kesehatan, masalah utama yang dialami oleh
tenaga kesehatan di NTT adalah masalah retensi, yaitu mengenai
lamanya tenaga kesehatan dapat betah bekerja di daerah
tersebut.
Menurut Menteri Kesehatan, retensi tenaga kesehatan tidak selalu
berhubungan dengan uang gaji/insentif, namun lebih kepada
seberapa besar perhatian Bupati/Walikota terhadap tenaga
kesehatan, seperti penyediaan rumah dinas yang layak huni,
penyediaan listrik, air, dan sarana komunikasi, serta pemberian
pendidikan dan pelatihan.
Untuk menutup pidatonya, Menteri Kesehatan berpesan kepada
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk terus
menumbuhkan dan menjaga semangat kebanggaan dalam
melayani sesama (the pride to serve). Menurut Menteri Kesehatan,
semangat dan kebanggaan tersebut kini dirasakan semakin
memudar dan tergerus aspek materialistis.
Kemudian, Menteri Kesehatan juga mengingatkan para tenaga
kesehatan bahwa tugas utamanya adalah untuk menjaga
kesehatan masyarakat. Dengan demikian, setiap tenaga
kesehatan harus mampu mendorong masyarakat untuk
senantiasa berperilaku hidup bersih dan sehat.
“Retensi tenaga kesehatan tidak
selalu berhubungan dengan
uang gaji/insentif, namun lebih
kepada seberapa besar perhatian
Bupati/Walikota terhadap tenaga
kesehatan, seperti penyediaan
rumah dinas yang layak huni,
penyediaan listrik, air, dan sarana
komunikasi, serta pemberian
pendidikan dan pelatihan”.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 59
Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi (kanan) didampingi Direktur Pelayanan Medik dr
Bambang Sudarmanto SpA (K) di RSUP dr Kariadi Semarang. (Foto: Chand, krjogja.com)
K
unjungan Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, SpA,
MPH ke Provinsi Jawa Tengah dilakukan pada tanggal
24 Oktober 2012. Kunjungan Menkes dimulai dengan
mendatangi acara Pekan Olahraga Kesehatan (PORKES)
yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Jawa Tengah
bersama Dinas Provinsi Jawa Tengah. Acara ini dilaksanakan
di Lapangan Tri Lomba Juang Semarang, yang dilaksanakan
dalam rangka Hari Ulang Tahun Kesehatan ke-48. Acara olahraga
bersama ini mengusung yel-yel“Masyarakat Jawa Tengah Sehat,
Indonesia Sehat. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu
provinsi padat penduduk di Indonesia. Jika provinsi Jawa Tengah
sudah dapat meningkatkan mutu kesehatannya, pastinya seluruh
provinsi lainnya dengan kepadatan penduduk tinggi dapat pula
melakukan peningkatan mutu kesehatan tersebut.
Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan menyatakan bahwa
sejak lima bulan menjadi menteri kesehatan, baru kali ini ia dapat
datang dan bertemu dengan begitu banyak tenaga kesehatan
yang hadir. Ia juga merasa bangga karena dalam acara tersebut
hadir pula tenaga-tenaga kesehatan yang berprestasi.
Pada kesempatan tersebut Menteri Kesehatan meminta peserta
berulang kali untuk meneriakan“yel-yel”Hari Kesehatan Nasional
Kunjungan Kerja Menteri Kesehatan
ke Provinsi Jawa Tengah
ke 48 tahun 2012, yang berbunyi“Jawa Tengah Sehat, Indonesia
Kuat... Hidup Jawa Tengah... Hidup Indonesia Sehat”.
Dalam sambutannya, Menkes menyatakan bahwa kunci kemajuan
pembangunan kesehatan di tingkat nasional dipegang oleh
petugas-petugas lapangan, baik tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota. Petugas-petugas itulah yang ada di garis
depan, memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada
masyarakat. Kementerian Kesehatan sendiri ditingkat nasional
lebih sering menunggu laporan saja dari Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Tugas Kementerian Kesehatan di tingkat
nasional hanya memberikan arahan, memberikan fasilitas bagi
tenaga-tenaga medis di lapangan agar dapat bekerja dengan
sebaik-baiknya.
Setelah mengikuti olahraga bersama, Menkes kemudian
mengunjungi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi
Semarang. Kedatangan Menkes di RSUP dr. Kariadi disambut
oleh Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Kariadi Semarang,
Bambang Sudarmanto SpAK. Dalam kunjungan ini, Menteri
Kesehatan memberikan ucapan selamat kepada RSUP dr.
Kariadi Semarang yang telah menjadi juara satu sebagai Rumah
Sakit Bersih Bersemi seluruh Indonesia. Selain itu, Menkes juga
memberikan sedikit pemaparan kepada para karyawan yang
berada di RSUP dr. Kariadi Semarang, agar melakukan upaya
peningkatan pelayanan kesehatan, dan juga memberikan
penjelasan mengenai program–program yang akan dilakukan
oleh pemerintah.
Lebih lanjut, Menkes menyatakan bahwa tahun depan jajaran
Kementerian Kesehatan akan mempersiapkan beberapa hal
untuk meningkatkan pelayanan di RSUP dr. Kariadi, yang meliputi
sarana dan prasarana kesehatan rumah sakit, serta seluruh fasilitas
pendukung pelayanan kesehatan lainnya.
Dalam kesempatan ini Menkes juga menyempatkan diri untuk
mengunjungi beberapa pasien yang dirawat di RSUP Kariadi
Semarang. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas
pelayanan yang diberikan oleh pihak dr. Kariadi Semarang kepada
setiap pasiennya. Kemudian, Menkes berpesan kepada pejabat
dan staf RSUP dr Kariadi, agar segera mempersiapkan sistem
untuk menuju akreditasi  JCI (Joint Comission International).
Sistem ini dapat dicapai dengan melakukan peningkatan kualitas
pelayanan, dan termasuk di dalamnya mengatasi segala masalah
di bidang pembiayaan.
untuk Rakyat
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM60
PROGRAM
INTERNSHIP DOKTER
A
danya program internship dokter berdasarkan
atas kondisi bahwa jumlah dan rasio jumlah
tenaga kesehatan terus bertambah, akan tetapi
teryata jumlah yang terus bertambah ini masih
dalam keadaan kekurangan di semua jenis tenaga
kesehatan yang ada. Berdasarkan laporan Pembangunan Manusia
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tentang rasio jumlah penduduk
dan dokter di negara ASEAN, memperlihatkan Indonesia berada
di urutan paling bawah mengenai. Jika dibandingkan dengan
negara-negara lain di regional Asia Tenggara, jumlah dan rasio
tenaga kesehatan Indonesia relative rendah, yaitu rasio dokter
per 100.000 penduduk di Indonesia berjumlah 27 orang, atau 1:
3.700. Perbandingan yang tidak baik ini, ditambah pula dengan
keadaan sebagian besar dokter umum dan spesialis yang berada
di kota-kota besar saja, tidak merata di seluruh wilayah Indonesia.
Upaya untuk mengatasi masalah pemenuhan tenaga kesehatan
tersebut adalah melalui adanya program  internship  kedokteran.
Selain itu, sebagai salah satu upaya peningkatan mutu kesiapan
dokter internship di Indonesia, telah diberlakukan kurikulum
pendidikan dokter yang baru, yaitu Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Melalui kurikulum ini, diwajibkan bahwa setiap
Kementerian Kesehatan berusaha meningkatkan kualitas kesehatan
Indonesia diberbagai bidang dalam rangka menuju Indonesia Sehat.
Usaha itu baik dilakukan disisi teknologi yang digunakan maupun di
sisi Sumber Daya Manusianya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia adalah melalui program
internship dokter.
dokter yang menjadi peserta internship adalah dokter yang telah
baru lulus program kemahiran keterampilan.
Program internship merupakan suatu program magang bagi
dokter yang baru menyelesaikan masa pendidikan profesi,
dengan tujuan  untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh
selama pendidikan, secara terintegrasi, komprehensif, mandiri
serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dalam
rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan
dengan praktek di lapangan.
Mereka yang disebut sebagai peserta program Internsip, tidak
lain adalah dokter yang telah lulus program studi pendidikan
dokter dan telah lulus uji kompetensi, namun belum mempunyai
kewenangan untuk praktek mandiri. Adapun jangka waktu
pelaksanaan program internsip dilaksanakan dalam kurun waktu
satu tahun. Jangka waktu praktek dokter intership satu tahun ini
dibagai menjadi dua tahap, yaitu 8 bulan berpraktik di RS type
C atau D, dan 4 bulan di Puskesmas Kabupaten/Kota.Meskipun,
apabila kompetensi belum dapat dicapai sesuai ketentuan
maka dapat diperpanjang sesuai waktu yang dibutuhkan untuk
mencapainya. Dan, sesuai Pasal 6 Peraturan KKI No.1/2010, apabila
Oleh: Bambang Dwiputra
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 61
untuk Rakyat
setelah melewati jangka waktu tertentu peserta Internsip tidak
memenuhi persyaratan sesuai ketentuan, maka dinyatakan tidak
dapat melanjutkan program internsip dan tidak boleh berpraktek
profesi dokter.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.299/Menkes/Per/II/2010,
ada dua jenis program internsip. Pertama, Program Internship
Ikatan Dinas yaitu program internsip yang diikuti dokter dengan
biaya dari pemerintah atau pemerintah daerah dengan kewajiban
mengikuti program penempatan sesuai dengan program
kementerian kesehatan setelah menyelesaikan program internsip.
Kedua, Program Internship Mandiri yaitu program internsip yang
diikuti dokter dengan biaya sendiri dengan tidak mempunyai
kewajiban mengikuti program penempatan sesuai dengan
program kementerian Kesehatan setelah menyelesaikan program
internsip.
Assessment peserta internship didasarkan atas pencapaian
tujuan internship, yang berada pada lingkup Upaya Kesehatan
Perseorangan (UKP), Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), medik,
bedah, dan gawat darurat. Bahan yang diassessment adalah log
book, laporan kasus, porto folio, dan kinerja peserta internship.
Peserta internship adalah mereka yang telah mendapat ijazah,
setelah para mahasiswa/mahasiswi itu menyelesaikan program
studi pendidikan dokter di universitasnya masing-masing. Setelah
mendapatkan ijazah, dilajutkan dengan mengikuti Uji Kompetensi
Dokter Indonesia (UKDI). Apabila telah lulus UKDI, merekan akan
mendapatkan sertifikat kompetensi (Serkom).  Ijazah dan serkom
adalah syarat agar dapat mengikuti program internship. Setelah
seorang dokter menyelesaikan program internship, ia akan
memperoleh Surat Tanda Selesai Internship (STR Int). Sertifikat
Kompetensi dan Surat Tanda Selesai Internship merupakan
kelengkapan untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dari
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sebagai dokter umum. Dan
akhirnya, mereka dapat melakukan praktek sebagai dokter umum
(termasuk di dalamnya dokter gigi).
Dokter internship akan ditempatkan diberbagai wilayah di
Indonesia. Penempatannya sendiri dilakukan secara transparan,
yaitu dengan cara diundi. Namun, sebelum dilakukan
penempatan, dilakukan mapping terlebih dahulu mengenai
33 provinsi di Indonesia. Mapping ini dilakukan untuk melihat
skala prioritasnya, wilayah mana yang lebih membutuhkan dan
kekurangan tenaga kesehatan. Dalam mapping ini diperhatikan
pula daerah mana yang memiliki sarana pelayanan kesehatan tipe
C dan D.
Proses pengundian penempatan dokter internship untuk
wilayah DKI Jakarta dilakukan oleh KIDI (Komite Internship
Dokter Indonesia) pusat, namun untuk daerah dilakukan oleh
KIDI provinsi melalui supervisi dari KIDI Pusat. Pada tahun 2013,
pemilihan tempat direncanakan melalui sistem online, sehingga
dapat dilakukan lebih transparan dan terintegrasi. Dengan sistem
online, peserta program dokter internship juga dimungkinkan
untuk memilih sendiri daerah yang diminatinya, Tetapi tetap
mengacu pada daftar daerah yang telah ditetapkan.
Dalam prakteknya setelah ditempatkan, para dokter yang
baru tamat ini (internship) akan didampingi oleh seorang
dokter pendamping atau supervisor. Dimana satu orang
dokter pendamping untuk lima orang dokter internsip yang
ditempatkan. Mengenai masalah pembiayaannya program
internship, yang meliputi biaya akomodasi, fasilitas tempat
tinggal, dan biaya hidup setiap bulannya, sepenuhnya ditanggung
oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan.
Program internsip dokter sendiri merupakan kesepakatan
dari hasil pertemuan antara Kemenkes dengan Ikatan
Dokter Indonesia (IDI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Diknas.
Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Kesehatan bertindak
selaku koordinator persiapan dan penyelenggaraan program
internsip dokter Indonesia dalam hal pengorganisasian dan
penyelenggaraannya, sedangkan teknis program internsip
merupakan tanggung jawab Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui
Kolegium Kedokteran dan Kedokteran Keluarga Indonesia.
Penyelenggaran internship akan dilaksanakan oleh Komite
Internship Dokter Indonesia (KIDI) yang terdiri atas KIDI Pusat
dan KIDI propinsi. KIDI pusat terdiri atas beberapa unsur, yaitu
Departemen Kesehatan (Depkes), institusi pendidikan kedokteran,
Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia/IDI pusat, dan
rumah sakit pendidikan, sedangkan KIDI propinsi terdiri atas unsur
Pemerintah Daerah (Pemda), Dinas Kesehatan (Dinkes), institusi
pendidikan kedokteran, IDI wilayah, dan rumah sakit daerah.
Banyak harapan yang diberikan pada program internsip dokter
Indonesia ini. Seperti yang tertuang dalam Peraturan KKI
No.1/2010 Pasal 3 tentang Tujuan Umum, yang mengharapkan
program ini memberikan kesempatan kepada dokter yang baru
lulus pendidikan kedokteran untuk memahirkan kompetensi yang
“Selain untuk memenuhi
kebutuhan dokter di berbagai wilayah
di Indonesia, program intership ini
telah disesuaikan dengan
standar internasional.
Sehingga, dengan melakukan
internship dokter, maka akan terjadi
peningkatan kualitas kesehatan
Indonesia di dunia internasional”.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM62
diperoleh selama pendidikan ke dalam pelayanan primer dengan
pendekatan kedokteran keluarga.
Dari sisi pengembangan SDM, program internsip dokter akan
memberikan kesempatan kepada dokter untuk mendapatkan
pengalaman yang meliputi pengalaman melakukan upaya
kesehatan perorangan (UKP) selama 8 bulan, dan upaya
kesehatan masyarakat (UKM) selama 4 bulan. Pengalaman ini
akan membantu para dokter melihat upaya pelayanan secara
komprehensif.
Diharapkan pula, melalui program internship dokter kebutuhan
tenaga medis di Indonesia dapat segara terpenuhi secara merata,
terutama di wilayah-wilayah puskesmas terpencil. Sebab, hingga
saat ini dari 8.000-an puskesmas di Indonesia, sekitar 30% nya
belum memiliki dokter. Bagi penduduk Indonesia yang tinggal
di wilayah perbatasan, seperti di perbatasan Indonesia-Malaysia
misalnya, mereka lebih memilih berobat ke Malaysia. Selain
karena di wilayah mereka yang tidak ada dokter, diperparah
pula dengan akses menuju kota untuk mendapatkan fasilitas
kesehatan yang relatif sangat sulit. Diharapkan dengan adanya
program internship, wilayah perbatasan seperti itu dapat diisi
pula oleh dokter-dokter internship, sehingga terjadi pemerataan
pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Selain untuk memenuhi kebutuhan dokter di berbagai wilayah di
Indonesia, program intership ini telah disesuaikan dengan standar
internasional. Sehingga, dengan melakukan internship dokter,
maka akan terjadi peningkatan kualitas kesehatan Indonesia di
dunia internasional. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya
alam dan sumber daya manusia, selayaknya Indonesia memiliki
kualitas kesehatan yang baik pula bagi warganya.
Dari sisi manfaat yang diperoleh oleh dokter peserta internship
adalah dapat menambah pengalaman dokter, meningkatkan
keterampilan dokter, serta sebagai sarana pelatihan untuk
berkomunikasi dengan masyarakat. Melalui internship, setiap
dokter akan memiliki kompetensi yang sama dan sesuai dengan
standar yang berlalu.
Cerita Salah Satu Peserta Internship
Sampai dengan bulan November 2012, sudah lebih dari 5700
orang dokter internship disebar di seluruh wilayah Indonesia.
Mereka mempunyai cerita tersendiri selama mengikuti program
tersebut. Salah satunya seperti yang diceritakan oleh dr. Bambang
Dwiputra, dilansir dari Majalah Farmacia.
Dr. Bambang Dwiputra lulus dari FKUI tahun 2010 dan kemudian
menjalani program internship sejak bulan Oktober 2010 lalu di
RSUD Majalaya, Bandung. Program ini ia jalani selama 8 bulan di
rumah sakit tersebut, yang meliputi kegiatan praktek di ruang
rawat inap, poliklinik, dan di instalasi gawat darurat. Setelah
melakukan tugasnya di rumah sakit, ia kemudian menlanjutkan
ke puskesmas, dengan tugas meliputi kunjungan ke rumah warga
dan memberikan penyuluhan kesehatan.
Bambang menggambarkan pola kerja selama di RSUD Majalaya,
misalnya di Instalasi Gawat darurat, ia mendapat waktu selama
4 bulan yang dibagi dalam 3 shift jaga bersama rekan-rekannya
berjumlah 10 orang.“Kami memiliki wewenang penuh dalam
menangani pasien seperti anamnesis, diagnosis, terapi, dan
juga diperkenankan untuk melakukan tindakan bedah,”ujarnya.
Sedangkan di bangsal poliklinik, pola kerja disebar dalam 5 rotasi,
yaitu penyakit dalam, bedah, anak, obgin, dan poli umum.“Kami
juga membantu melakukan follow up pada pasien,”kata Bambang.
Sebelum praktek, dokter internship terlebih dahulu harus
memiliki Surat Izin Praktik Dokter Internship yang disesuaikan
dengan wahana dan diperoleh dari Dinas Kesehatan setempat.
Sedangkan pemilihan wahana dilakukan oleh Komite Internship
Dokter Indonesia (KIDI) Pusat/Tim AdHoc.
Secara umum, ia menjelaskan berbagai kegiatan dokter selama
melakukan program internship, yaitu melakukan layanan
primer dengan pendekatan dokter keluarga pada pasien secara
professional secara holistic, terpadu, dan paripurna; melakukan
konsultasi dan rujukan; serta melakukan kegiatan ilmiah medik
non medik terkait dengan pendekatan kedokteran dan keluarga.
Menurutnya, kehadiran dokter internship sangat membantu
rumah sakit yang bersangkutan dalam hal sumber daya manusia.
Keuntungan lainnya adalah memberikan masukan positif
dalam perbaikan pelayanan rumah sakit.“Kami yang baru lulus,
masih fresh dengan ilmu kedokteran yang baru, sehingga bisa
memberikan masukan untuk pelayanan di rumah sakit.”Ia juga
memaparkan, di RS sangat jarang dilakukan uji resistensi kuman,
dan kehadiran dokter internship di daerah bisa memberikan hal
positif dalam soal resistensi ini.
Dampak yang dirasakan Bambang sendiri mengenai program
internship adalah bahwa ini mendapat manfaat yang sangat
berguna dalam mengaplikasikan dan mengasah ilmu kedokteran
yang sudah dimiliki oleh lulusan medis. Ia bisa mendapatkan
berbagai kompetensi dalam program ini. Kompetensi tersebut
meliputi tujuh bidang, yaitu komunikasi efektif, keterampilan
klinis, landasan ilmiah ilmu kedokteran, pengelolaan
masalah kesehatan, pengelolaan informasi, mawas diri dan
pengembangan diri, lalu  kompetensi etika, moral, medikolegal,
profesionalisme dan keselamatan pasien/keluarga/masyarakat.
Menurut dr. Bambang, terdapat beberapa hal yang masih perlu
dibenahi dalam program internship ini agar program ini bisa
benar-benar bermanfaat. Hal-hal tersebut meliputi, (1) masalah
surat kontrak antara peserta internship dan KIDI/Kemenkes,
sehingga dapat memperjelas hak dan kewajiban masing-masing
pihak serta menciptakan kesetaraan antar petugas pendukung
internship; (2) program update ilmu dan kegiatan penelitian
selama program berlangsung diharapkan lebih terorganisir; (3)
bantuan hidup bulanan yang sebaiknya dibayarkan tepat waktu
dan sebaiknya tidak perlu menunggu hingga per tiga bulan
sekali.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 63
SIAPA DIA
Ginan
Koesmayadi
B
ertahun-tahun menjadi pengidap HIV/AIDS tak membuat
Deradjat Ginandjar Koesmayadi, lelaki kelahiran 13 Juli
1980, berputus asa. Dia tetap bersemangat melakoni
hidupnya. Puncaknya, dia berhasil terpilih sebagai
pemain terbaik di ajang Homeless World Cup 2011 di
Paris, Prancis. Penampilan Ginan (panggilan akrab Ginandjar) sekilas
tak meyakinkan bahwa dia seorang atlet. Tingginya“hanya”160
sentimeter, model rambut ala mohawk, dan badannya dipenuhi
tato. Namun, Ginan berhasil membuktikan bahwa dia mampu
membawa harum nama bangsa di kancah internasional. Di ajang
Homeless World Cup 2011 yang dihelat di Paris, Prancis, Agustus
lalu, bahkan Ginan meraih predikat sebagai pemain terbaik.
Homeless World Cup sendiri adalah ajang sepak bola jalanan yang
diikuti komunitas tunawisma. Pesertanya anggota komunitas yang
kurang beruntung, seperti pecandu narkoba, penderita HIV/AIDS,
dan lain-lain.
Ginan mulai tertarik pada sepak bola ketika bertekad ingin
membuat perubahan dalam hidupnya. Dia ingat betul saat
bagaimana tubuhnya pernah berada dalam kondisi terlemah
semenjak mengidap HIV pada tahun 2000. Saat itu, kekebalan
tubuhnya hanya berada dalam angka 138. Jauh dari angka
kekebalan tubuh (CD 4) manusia normal yang berada di angka
450. Ginan merasa hidupnya sudah tidak akan lama lagi. Tapi,
setelah mendapatkan perawatan dan meminum obat, kondisi
Ginan bisa membaik.
Tiga tahun setelah dia divonis mengidap virus HIV, bersama
empat temannya, Ginan mendirikan Rumah Cemara ditahun 2003.
Ini adalah sebuah komunitas yang menjadi tempat berkumpul
orang yang pernah hidup dengan narkoba. Juga mereka yang
akhirnya terkena HIV/AIDS. Tujuannya, agar bisa menjalani hal
yang positif. Salah satu hal positif yang dapat dilakukan adalah
dengan bermain sepak bola.
Menurut Ginan bermain sepak bola selalu membuat dirinya
merasa jauh lebih baik, bahkan melebihi pengaruh obat.
Dengan bermain bola, ia bisa merasakan kesenangan dengan
mamainkan kulit bundar bersama rekan-rekan yang lain. Sebab,
HIV tidak akan bisa berkembang di dalam tubuh dengan cepat
jika kondisi mental si penderita bagus. Virus tersebut akan lebih
mudah berkembang dan melemahkan tubuh jika seorang
penderita berada dalam kondisi stres. Karena itu, menurut Ginan,
lingkungan cukup penting bagi para pengidap HIV. Semakin
mereka bisa senang, maka mereka bisa semakin bertahan. Tapi,
tetap juga diimbangi dengan minum obat.
Saat ini, dengan berbagai program berkaitan dengan HIV/AIDS
yang dijalankan, Rumah Cemara berhasil mendapat bantuan
dana dari para pendonor dalam maupun luar negeri. Mereka juga
mendirikan pusat rehabilitasi para pecandu narkoba. Walaupun
80% staf Rumah Cemara pengidap HIV dan beberapa lagi adalah
mereka yang pernah kecanduan, namun Ginan dan mereka tidak
pernah berhenti berjuang untuk menunjukan kontribusinya bagi
masyarakat.
64 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
Aktivis Aids Indonesia
N
ama lengkapnya adalah Baby Rivona Nasution. Ia
lahir di Medan pada tanggal 25 November 1967.
Salah satu pendidikan yang pernah ditempuhnya
adalah Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Jurusan
Bahasa Inggris (lulus 1994). Saat ini Baby bekerja
sebagai Koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia
(IPPI). Baby adalah seorang penderita HIV atau yang biasa disebut
ODHA.
Kehidupan masa lalu Baby bisa dibilang sangat kelam. Akibat
perceraian orangtuanya, ia dilabeli anak broken home. Baby
yang kurang mendapatkan perhatian menjadi terbiasa dengan
pergaulan bebas. Sejak kelas 5 SD ia sudah kenal rokok. Saat Baby
SMP sudah mulai menggunakan alkohol, pil ekstasi, dan narkoba
lainnya. Perempuan lulusan Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA)
Bandung itu sempat kebingungan mencari pekerjaan. Keuangan
sudah menipis dan diperparah ketergantungannya terhadap
narkotika. 
Waktu itu ia masih ketergantungan dengan jarum suntik. Baby
tidak punya biaya untuk masuk panti rehabilitasi. Akhirnya pada
tahun 2001 ia memutuskan untuk melamar ke PJTKI sebagai
pembantu rumah tangga di Malaysia. Dengan latar belakang
pendidikan dan kemampuan berbahasa asing yang dimilikinya,
Baby tidak ditempatkan sebagai asisten rumah tangga
sebagaimana TKI pada umumnya. Ia dipercaya sang majikan
sebagai asisten pribadi yang mengurus keperluan bisnis. 
Setelah dua tahun bekerja, ia berniat memperpanjang visa
kerja. Persyaratan mendapatkan izin tinggal membuatnya
harus mengikuti pemeriksaan kesehatan atau medical check up.
Namun, izin itu tidak pernah keluar karena hasil tes kesehatannya
menunjukan bahwa dirinya mengidap HIV positif.  Hal tersebut
menjadi catatan kelam bagi Baby. Ia langsung dideportasi dari
Malaysia setelah laporan tes kesehatannya keluar. Padahal, ia
sudah mendapatkan posisi yang nyaman di tempatnya bekerja. 
Menurut Baby, ketika awal berangkat ke Malaysia, virus HIV belum
terdeteksi. Virus HIV dalam tubuh Baby masih dalam fase window
period. Maksud dari fase tersebut adalah virus HIV yang masuk
ke tubuh membutuhkan waktu 3-6 bulan untuk bisa terdeteksi.
Sehingga saat ia melakukan tes kesehatan yang kedua dua tahun
kemudian virus tersebut baru dapat diketahui.
Saat ini, wajah Baby terlihat segar. Tak tampak sedikit pun tanda-
tanda yang menunjukkan ia mengidap virus HIV selama hampir 10
tahun. Padahal virus HIV selama ini dianggap begitu mematikan
dan ditakuti banyak orang. Baby mengakui awalnya ia sempat
terpuruk. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Ia berusaha
bangkit dari keterpurukan. Ia pun mulai mencari tahu berbagai
informasi seputar HIV/AIDS. Sejumlah literatur dan informasi di
situs internet dibacanya semua. Hingga akhirnya ia menemukan
informasi tentang Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan
memutuskan untuk bergabung. 
Pengalamannya selama berkecimpung di dunia ODHA dan
mendengar cerita-cerita teman sebaya yang mempunyai nasib
kurang beruntung membuatnya miris. Tak cukup hanya merasa
miris, ia juga tergerak untuk membantu mengadvokasi kasus-
kasus yang dialami teman-temannya. Stigma perempuan
pengidap HIV juga membuat mereka minder. Karena itu, pada
tahun 2005 Baby membentuk wadah yang memfasilitasi para
perempuan itu dalam Ikatan Perempuan Positif Indonesia
(IPPI). Baby berpesan kepada teman-teman ODHA untuk
meningkatkan peran serta mereka dengan cara memberdayakan
diri, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, melindungi
orang lain agar tidak tertular serta jaga kesehatan dan tetap
semangat.
Baby
Rivona
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 65
SIAPA DIA
E
sti Susanto Hudiono, seorang wanita yang menjadi
generasi pertama aktivis HIV/AIDS di Indonesia.
Di tengah kesibukan dirinya menjadi Direktur
Eksekutif Yayasan Hotline Surabaya, ia masih dapat
menyempatkan waktunya untuk berbagi bersama Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Esti berpendapat bahwa hanya orang‘gila’saja yang mau
melakukan pekerjaan sebagai aktivis AIDS, dengan alasan takut
tertular. Tetapi, tanpa‘orang gila’ini, kasus AIDS akan tertus
bertambah banyak. Sebagai seorang aktivis yang sudah berumur
53 tahun, ia menyadari bahwa HIV/AIDS adalah persoalan yang
sangat serius. Korban utamanya saat ini adalah anak muda,
jika tidak mendapat perhatian serius maka akan mengancam
keberlangsungan bangsa Indonesia.
Di samping melakukan pendampingan dan konseling terhadap
para penderita, Esthi juga aktif melakukan kampanye HAM. Soal
ini, Esthi punya cerita tersendiri. Pernah suatu ketika ia begitu
lantang berbicara tentang HAM penderita AIDS kepada para
dokter dan perawat di RS Dr. Soetomo Surabaya. Saat itu awal
tahun 90-an, di mana informasi penyakit AIDS masih sangat
minim. Ia melihat salah satu penderita diperlakukan dengan tidak
adil, karena dokter dan perawat masih takut merawat mereka.
Salah satu dokter berkata padanya, ”Coba sekarang kamu ke
ruang tropik, di sana ada pasien AIDS. Bantu cebok dia selama
5 menit saja.”Lantas apa yang terjadi? ”Saya shock dan terpukul
sekali. Membayangkan saja saya sudah sangat ngeri. Ternyata
mengkritik itu gampang. Tapi melakukan bukan hal yang mudah.”
Peristiwa itu sangat membekas dalam kehidupannya. Sejak saat
itu, ia memulai gerakan dengan program baru, yakni konseling.
Akibat rutinitasnya sebagai seorang konselor, ia harus berhadapan
langsung dengan penderita AIDS. Awalnya memang ia merasa
takut tertular. Akan tetapi, dengan menanamkan rasa keberanian
yang tinggi, ia semakin menikmati pekerjaannya, dan ia pun
menyadari bahwa penularan HIV tidak mudah yang dikatakan
orang.
Langkah yang ia lakukan setelah yakin untuk benar-benar menjadi
aktivis AIDS adalah melakukan pendekatan ke pemerintah. Ia
melakukan kampanye agar pemerintah segera mengesahkan
Peraturan Daerah mengenai Pencegahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS di Jawa Timur. Akibat kerja kerasnya, Perda itu pun
berhasil disahkan.
Dibalik penampilan Esti yang sangat sederhana, di dalam
hatinya ia mengaku secara terbuka bahwa sejatinya ia adalah
pemberontak. Sebagai perempuan, ia menjalani kehidupan
pribadi yang tidak umum dilakukan. Ia tidak atau belum mau
menikah karena alasan prinsip, tidak mau kehilangan otonominya
sebagai manusia. Ia tidak pernah merasa keberatan karena
prinsipnya itu, meskipun banyak orang yang mengecamnya
sebagai perawan tua. Dia tidak peduli, karena dia merasa adalah
seorang feminis radikal.
Ia menyatakan bahwa mungkin orangtuanya benar memberinya
nama Esthi Susanti, yang berarti perjanjian gajah. Sebab nama
ini memiliki makna, wanita yang memegang teguh sebuah
prinsip. Sebagai seorang aktivis yang mengidolakan Gandhi, ia
bereksperimen tentang pandangan orang mengenai yang nature,
dan yang nurture itu di ujinya. Ia mendapatkan banyak pelajaran
dari eksperimen itu, seperti tidak menikah dan masuk ke dunia
aktivis AIDS.
Pelajaran terpenting yang ia ingin berikan sebagai aktivis AIDS
adalah jangan berangkat dari kemarahan atas ketidakadilan dan
diskriminasi yang terjadi. Tetapi, berangkatlah dari titik tolak rasa
damai, tanpa ada rasa persoalan yang mengancam. Lakukanlah hal
itu memang karena hal tersebut ingin kita lakukan. Dengan begitu,
segala sesuatu yang sebenarnya berat akan menjadi ringan.
Esthi
Susanto
Hudiono
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM66
R
asa peduli terhadap sesama, termasuk penderita AIDS
tidak hanya dimonopoli oleh mereka yang tergolong
ekonomi menengah ke atas. Rasa kemanusiaan
merupakan hak setiap orang, termasuk hak untuk
seorang pria yang bernama lengkap Totok Yudianto.
Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai pengayuh becak, dia
mempunyai visi dan misi hidup yang mulia.
Totok, panggilan akrabnya, mampu menjadi pengayom bagi
rekan-rekan seprofesinya untuk menghindari kehidupan yang
menyimpang, terutama narkoba dan seks bebas. Dia juga tidak
turun langsung dalam kegiatan penanggulangan HIV/AIDS
bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Yogyakarta.
Penampilannya memang tidak berbeda jauh dengan tukang
becak lainnya. Yang menjadi khas Totok adalah adanya peci
bermotif dan kacamata minus yang selalu dia kenakan. Namun,
bila ditanya persoalan yang melingkupi kehidupan para tukang
becak, cara bicaranya sangat lancar dan ahli.
Sejak tahun 2009, Totok telah aktif menjadi anggota KPA
Yogyakarta. Dengan latarbelakang profesinya, Totok dipercarya
menjadi petugas penjangkau. Dengan jabatan itu,Totok memiliki
kewajiban melakukan penyuluhan tentang bahaya HIV/AIDS
kepada para tukang becak, serta mensosialisasikan mereka yang
positf HIV/AIDS agar mau untuk mengikuti layanan pengobatan
yang telah disediakan pemerintah.
Bukan pekerjaan yang mudah memang, mengingat penyakit
AIDS masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Pertimbangan takut dikucilkan menjadi suatu alasan mengapa
para tukang becak malas mengungkapkan apa yang dialami
kepadanya. Tidak semua tukang becak memang menggunakan
narkoba dan berperilaku seks bebas. Tetapi sebagai manusia,
terkadang ada sebagian tukang becak berperilaku seperti itu
Totok sendiri lebih suka menggunakan istilah ”jajan”dalam
menjelaskan perilaku berganti-ganti pasangan seksual yang
dilakukan sesama rekan seprofesinya. Karena selama ini, dari
pemantauan Totok, perilaku negatif itu biasa dilakukan para
tukang becak dengan datang ke tempat-tempat lokalisasi.
Lebih lanjut, laki-laki yang juga memangku jabatan sebagai ketua
Asosiasi Paguyuban Becak Jogjakarta (Aspabeta) ini menuturkan
bahwa perilaku negatif yang dilakukan para penarik becak ini
bermula dari perilaku mereka yang gemar minum-minuman
keras. Awalnya sekadar meminum miras. Lantas, mereka ingin
mencoba ke tingkat yang lebih tinggi dengan mencoba narkoba.
Dari narkoba akhirnya ada yang suka ’jajan’.
Dia kemudian bercerita bahwa ada sebagian tukang becak yang
berpenghasilan lebih besar. Mereka adalah yang biasa mangkal di
hotel-hotel berbintang. Dari penghasilan berlebih ini, terkadang
mereka tidak bisa mengelola keuangan dengan baik. Mereka
memilih menggunakan uang untuk kesenangannya sendiri.
Dari penjangkauan Totok terhadap para pengemudi becak,
setidaknya saat ini sudah ada enam tukang becak yang masuk
pelayanan dan penanganannya. Rata-rata dari mereka memang
menderita HIV/AIDS, dan bahkan ada beberapa yang sudah
meninggal. Totok mengaku penghasilannya sebagai tukang becak
terbatas. Namun, dia menegaskan kondisi itu tidak membuatnya
mengeluh karena sebagian waktunya disita untuk menjalani
kegiatan kemanusiaan. Sebab, melalui kesibukannya itu ia
termotivasi untuk memberi manfaat kepada sesama.
Sebelum 1994, Totok pernah bekerja di berbagai tempat.
Dia pernah bekerja sebagai orang kantoran, dan sempat pula
bekerja di lapangan. Setelah aktif menjadi petugas KPA, Totok
memutuskan hanya menarik becaknya pada malam hari. Karena
keluarga butuh makan serta membiayai sekolah anaknya, tidak
jarang dia menarik becak hingga pagi hari.
Sebagai seorang penarik becak yang juga seorang aktivis AIDS,
Totok berharap dari kegiatannya di KPA ini nantinya dapat
membuat rekan-rekannya bergabung aktif dalam penanggulangan
HIV/AIDS. Minimal dapat memberikan pemahaman tentang bahaya
penyakit yang belum ada obatnya ini.
Totok
Yudianto
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 67
RESENSI
Bagi Anda yang ingin mendalami atau mengembangkan industri obat, selayaknya
memiliki buku yang satu ini, karena buku yang berjudul“Pedoman Pelaksanaan
Pelayanan Perizinan Industri Obat Tradisional”ini merupakan panduan bagi pelaku
usaha dalam pengurusan izin dan sebagai acuan pelaksanaan serta sebagai standar
operasional prosedur bagi setiap petugas yang bekerja melayani perizinan, sehingga
dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.
Buku Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Obat Tradisional disusun
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 246/Menkes/Per/V/1990 tentang
Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, yang secara
tuntas membahas izin usaha industri obat tradisional yang meliputi, jenis permohonan
izin, masa berlaku izin, pencabutan izin dan pelaporan.
Pada buku setebal 66 halalaman ini dijelaskan pula pelayanan perizinan industri obat
tradisonal yang mencakup alur permohonan, standar operasional, monitoring dan
evaluasi pelayanan. Buku ini diharapkan dapat mempermudah dan memperjelas bagi
masyarakat maupun petugas dalam pelayanan perizinan industri obat tradisional.
Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat menghubungi Pustakawan Perpustakaan
Kementerian Kesehatan pada nomor telepon (021) 5223003, email: perpustakaan@
kemkes.go.id, atau perpustakaan.depkes@gmail.com, facebook: Perpustakaan
Kementerian Kesehatan, dan twitter: @depkeslib. Buku secara lengkap (full text) dapat
dibaca dan diunduh melalui website: http://perpustakaan.depkes.go.id.
Berbagai bukti menunjukan bahwa ASI Ekslusif dapat mencegah bebagai
penyakit seperti diare dan pneumonia. Di Indonesia 40 persen kematian
balita disebabkan oleh kedua penyakit tersebut.
Peningkatan persentase pemberian ASI secara optimal juga merupakan
tujuan Strategi Nasional untuk kesehatan ibu dan anak melalui upaya
keberhasilan mendukung setiap ibu sukses menyusui yang akan
berkontribusi pada peningkatan sumberdaya manusia di masa mendatang
Buku ini disusun dengan melibatkan lintas program, lintas sektor dan
organisasi peduli ASI. Hal tersebut merupakan upaya terobosan dalam
rangka percepatan peningkatan pencapaian target untuk melindungi,
meningkatkan dan mendukung program ASI melalui regulasi, advokasi,
sosialisasi dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan. Sehingga target
pemberian ASI eksklusif usia 0-6 bulan pada tahun 2014 sebesar 80% akan
dapat tercapai.
Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat menghubungi Pustakawan
Perpustakaan Kementerian Kesehatan pada nomor telepon (021) 5223003,
email: perpustakaan@kemkes.go.id, atau perpustakaan.depkes@gmail.com,
facebook: Perpustakaan Kementerian Kesehatan, dan twitter: @depkeslib.
Buku secara lengkap (full text) dapat dibaca dan diunduh melalui website:
http://perpustakaan.depkes.go.id.
RENCANA AKSI AKSELERASI
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
Nomor Klasifikasi	 : 613.269
Judul	 : Rencana aksi akselerasi pemberian ASI eksklusif 2012-2014
Impresum	 : Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: Direktorat Jenderal Bina Gizi
	 dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2012
Kolasi	 : iv, 26 hal,; 21 cm.
ISBN	 : -
Subyek	 : 1. BREASTFEEDING, 2. MILK HUMAN
Nomor Klasifikasi	 : 615.6
Judul	 : Pedoman pelayanan perizinan industri obat tradisional
Impresum	 : Jakarta : Kementerian Kesehatan RI :
	 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
	 dan Alat Kesehatan, 2011
Kolasi	 : xii, 66 hal,; 21 cm.
ISBN	 : 978-602-235-0200
Subyek	 : 1. DRUG INDUSTRY, 2. PHARMACEUTICAL SERVICES,
	 3. MEDICINETRADITIONAL
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM68
Salah satu sasaranan pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2010-2014 adalah menurunkan
prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan menurunkan prevalensi pendek menjadi 32%. Berbagai
upaya pencegahan dan pemulihan gizi kurang pada balita dan ibu hamil telah dilakukan melalui
pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu, penyuluhan dan konseling ASI dan makanan
pendamping ASI, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan balita gizi kurang dan ibu hamil
KEK. Untuk mendukung upaya-upaya tersebut, Kementerian Kesehatan menyediakan anggaran
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dapat digunakan antara lain untuk pembinaan posyandu,
penyuluhan dan penyediaan makanan tambahan untuk pemulihan gizi pada balita gizi kurang dan
ibu hamil KEK.
Buku panduan ini disusun sebagai acuan bagi para penyelenggara PMT Pemulihan di seluruh daerah
di Indonesia. Didalam buku ini berisi penjelasan tentang makanan tambahan bagi balita gizi kurang
berusia 6-59 bulan dan ibu hamil KEK yang berbasis bahan makanan lokal, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan ibu dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat
yang akhirnya akan berdampak pada perbaikan gizi balita dan ibu hamil.
Buku ini juga berisi resep–resep untuk bayi dan anak serta makanan tambahan ibu hamil berbasis
bahan panganan lokal disertai dengan nilai gizi yang terkandung per saji. Dengan adanya contoh
resep dalam lampiran buku ini, diharapkan daerah dapat lebih kreatif lagi mengembangkan resep-
resep unggulan yang memenuhi syarat gizi dengan rasa yang disukai oleh anak, ibu hamil, mudah
diperoleh, aman untuk dikonsumsi dan dengan harga yang relatif terjangkau.
Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat menghubungi Pustakawan Perpustakaan Kementerian
Kesehatan pada nomor telepon (021) 5223003, email: perpustakaan@kemkes.go.id, atau
perpustakaan.depkes@gmail.com, facebook: Perpustakaan Kementerian Kesehatan, dan twitter:
@depkeslib. Buku secara lengkap (full text) dapat dibaca dan diunduh melalui website: http://
perpustakaan.depkes.go.id.
Pedoman budidaya tanaman obat ini disusun dalam rangka memberi acuan dalam pengadaan bahan
baku jamu yang bermutu dan berkesinambungan. Buku ini sangat penting karena budidaya tanaman
obat merupakan proses bagian hulu yang saling berkaitan untuk memenuhi berbagai persyaratan
standar bahan baku jamu.
Buku ini dilengkapi gambar berwarna yang menarik yang menggambarkan mulai pemilihan bibit,
pemilihan lokasi penannaman, penyiapan lahan, pemeliharaan sampai pada proses budi daya
tanaman obat tersebut.
Diharapkan dengan terbitnya buku ini menjadi upaya mendorong produksi bahan uji pada
implementasi Saintifikasi Jamu yang dapat dipertanggungjawabkan mutunya.
Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat menghubungi Pustakawan Perpustakaan Kementerian
Kesehatan pada nomor telepon (021) 5223003, email: perpustakaan@kemkes.go.id, atau
perpustakaan.depkes@gmail.com, facebook: Perpustakaan Kementerian Kesehatan, dan twitter:
@depkeslib. Buku secara lengkap (full text) dapat dibaca dan diunduh melalui website: http://
perpustakaan.depkes.go.id.
Nomor Klasifikasi	 : 613.2
Judul	 : Panduan penyelenggaraan
	 pemberian makanan tambahan
	 pemulihan bagi balita gizi
	 kurang dan ibu hamil KEK
	 (Bantuan Operasional Kesehatan)
Impresum	 : Jakarta: Kementerian Kesehatan
	 RI: Direktorat Jenderal Bina Gizi
	 dan Kesehatan Ibu dan Anak,
	 2012
Kolasi	 : xii, 66 hal,; 21 cm.
ISBN	 : 978-602-235-0200
Subyek	 : 1. COMMUNITY HEALTH
SERVICES, 2. NUTRITION
Nomor Klasifikasi	: 615.321
Judul	 : Pedoman Umum Budidaya
	 Tanaman Obat
Impresum	 : Jakarta : Kementerian Kesehatan
	 RI : Badan Penelitian dan
	 Pengembangan Kesehatan, 2011
Kolasi	 : ix, 66 hal,; 29 cm.
ISBN	 : 978-602-18261-0-0
Subyek	 : 1. PLANTS MEDICINE,
	 2. MEDICINE HERBS
69EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
LENTERA
K
ini, Gatot rutin fitnes, dengan intensitas seminggu tiga
kali pada sore hari pukul 16.00 wib. Dia melakukan
fitnes selama kurang lebih satu jam lamanya. Mulai dari
menggunakan sepeda statis, treadmill dan peralatan
olah raga lainnya, bahkan ada senam aerobik pada hari-
hari tertentu. Seperti halnya Gatot, Ani pegawai Puskom Publik
Kemenkes juga rajin fitnes, hanya saja Ani menggunakan waktu
pagi, pukul 06.00 sampai 08.00 wib. Menurut Ani, setelah satu bulan
fitnes, seminggu tiga kali, badan terasa lebih bugar, tidur lebih
nyenyak, bahkan berat badan turun 4 kg dalam waktu satu bulan.
Untuk melakukan fitnes pagi hari, Ani perlu perjuangan dan
kesungguhan. Setiap harinya ia harus berangkat dari rumahnya
daerah Pondok Gede pukul 05.15 wib, dengan mengendarai
sendiri mobilnya, sampai kantor pukul 06.00 wib, setelah itu ia
lakukan fitnes hingga pukul 07.30 wib. Sehabis fitnes kemudian
mandi dan melajutkan pekerjaan kantor. Bagi yang tidak terbiasa,
berangkat pukul lima pagi, sungguh berat. Apalagi selepas pulang
kerja sampai di rumah setelah maghrib. Walau berat, pola kerja
ini lebih sehat. Dari pada tidak pernah sempat olah raga, apa pun
alasannya.
Fitnes Kemenkes cukup lengkap, dengan menyajikan aneka
ragam alat olah raga, yang ditempatkan pada ruangan bersih,
nyaman dan ber AC. Dilengkapi dengan kamar mandi, serta ruang
ganti pakaian yang terpisah untuk pria dan wanita. Selain itu,
tersedia instruktur yang berpengalaman. Mereka siap membantu
dan membimbing pelatihan setiap pengunjung. Fitnes Kemenkes
juga menghadirkan dokter olah raga yang siap menerima
konsultasi dan bimbingan berolah raga yang sehat dan benar.
Fasilitas fitnes yang khusus disediakan bagi pegawai Kemenkes
ini tidak dipungut bayaran, alias gratis hanya cukup menunjukan
kartu identitas kepada petugas.
Untuk mengawali fitnes, harus melakukan pemanasan terlebih
Oleh: Prawito
Menikmati bukan“Meratapi”( Bagian terakhir )
Gatot (56) pegawai perpustakaan Kementerian Kesehatan, tersenyum lebar.
Dia merasa senang, karena tubuhnya sudah lebih bugar dari sebelumnya.
Awalnya, hampir setiap dua minggu sekali pijat, bahkan sudah berlangganan.
Sebab kalau tidak pijat, tubuh terasa berat dan capek, kepala pusing-pusing
tak karuan. Setelah rutin melakukan olah raga tiga kali setiap pekan, semua
keluhan itu hilang. Hanya saja, tukang pijatnya masih selalu mengingatkan
setiap kali jadwal pijat. Namun setiap kali tukang pijat mengingatkan jadwal
pijat, Gatot mengirim anak atau saudaranya sebagai pengganti untuk dipijat.
dulu, agar tidak terjadi kecelakaan, seperti terkilir atau hal buruk
lainnya.
Semenjak pertama kali dibukanya Fitnes Kemenkes dua bulan
lalu, pengunjung fitnes terus semakin bertambah, yang awalnya
pengunjung tak lebih dari hitungan jari tangan kini setiap pagi
sudah lebih dari 10 pengunjung. Bahkan sore hari lebih ramai lagi.
Tentu, ini menjadi indikator bahwa karyawan Kemenkes memiliki
peningkatan kepedulian akan kesehatan dengan terlihatnya juga
kondisi fisik para karyawan yang lebih bugar dan sehat.
Beberapa kali, Menteri Kesehatan, bu Nafsiah Mbo’i juga ikut
nimbrung latihan. Hanya saja, beliau berlatih di rumah kediaman
bersama instruktur, karena lokasi fitnes dengan rumah kediaman
Menkes hanya dibatasi oleh dinding pemisah yang diberi pintu
sebagai penghubung.
Pengalaman pribadi saya, setelah rutin berolah raga, minimal
tiga kali seminggu, dengan rata-rata satu jam per hari, telah
meningkatkan kebugaran dan kesehatan tubuh. Sebelum secara
rutin olah raga, tepatnya tahun 2010. Banyak masalah kesehatan,
seperti kelesterol, asam urat dan trigliserida, melebihi batas
standar. Akibatnya, mudah pusing bila terlambat makan dan
kurang tidur atau banyak kegiatan yang menguras fisik dan
pikiran. Setiap ingin tidur badan terasa pegal semua, sehingga
terbiasa harus dipijat terlebih dulu, demikian juga ketika bangun
tidur. Setiap hari, ritual ini hampir tidak pernah ditinggalkan.
Alhamdulillah, kini lebih bugar dan sehat. Tak ada lagi ritual pijat
saat mau tidur atau bangun. Tak ada lagi kebiasaan kerok badan
karena (masuk angin). Rasa pegal pada bagian punggung dan
anggota badan lain. Rasa sakit di kepala pun hilang. Ternyata,
untuk sehat itu murah dan mudah. Cukup olah raga yang rutin,
kendalikan makan dan istirahat yang cukup. Mau coba...? Silahkan,
Insya Allah berhasil. Salam sehat.
EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM70
71EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
Mediakom40

More Related Content

DOCX
Tugas pertemuan 8 Pentingnya hidup sehat dan menjaga pola makan anak (Nursa...
PDF
Buku bagan mtbs m refinal-agustus2013
PDF
Mediakom 41
PDF
Mediakom 44
PDF
Mediakom 42
PDF
Mediakom 43
DOCX
perkembangan dan pemeliharaan kesehatan anak usia dini
Tugas pertemuan 8 Pentingnya hidup sehat dan menjaga pola makan anak (Nursa...
Buku bagan mtbs m refinal-agustus2013
Mediakom 41
Mediakom 44
Mediakom 42
Mediakom 43
perkembangan dan pemeliharaan kesehatan anak usia dini

What's hot (20)

PDF
Kesga (luminor)
DOCX
Kejadian stunting
PPT
dilem etis keperawatan
PPT
Ppt skripsi
PPT
Pedoman gizi seimbang
PPTX
Ppt desa
PDF
Artikel 21
PPT
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
PPTX
Kebijakan implementasi asi ekslusif
PDF
Andrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehat
PPT
3. program usia sekolah dan remaja (1)
PDF
Pedoman anemia gizi
PPT
Bahan Presentasi Bides "Sukses Karier, Nyaman Lingkungan, Dapur Berasap" di J...
PPT
Sosialisasi gemarikan upload
PDF
Buku saku stunting desa 2
PDF
Penuntun Hidup Sehat.
PPTX
Stunting bayi neww
PPTX
Microteaching CPNS_Stunting
PDF
1 paparan stunting-dir.gizi-1222
Kesga (luminor)
Kejadian stunting
dilem etis keperawatan
Ppt skripsi
Pedoman gizi seimbang
Ppt desa
Artikel 21
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
Kebijakan implementasi asi ekslusif
Andrew hidayat mencetak bayi bayi yang sehat
3. program usia sekolah dan remaja (1)
Pedoman anemia gizi
Bahan Presentasi Bides "Sukses Karier, Nyaman Lingkungan, Dapur Berasap" di J...
Sosialisasi gemarikan upload
Buku saku stunting desa 2
Penuntun Hidup Sehat.
Stunting bayi neww
Microteaching CPNS_Stunting
1 paparan stunting-dir.gizi-1222

Viewers also liked (6)

PPTX
Perilaku dan Teknik Konseling Pada Remaja
PDF
Makalah aulia 1
PPTX
Dasar dasar ilmu sosial
PPTX
Disiplin tanpa teriakan
PPTX
Child Sexual Abuse
PPT
Masa puber, remaja dan gadis remaja
Perilaku dan Teknik Konseling Pada Remaja
Makalah aulia 1
Dasar dasar ilmu sosial
Disiplin tanpa teriakan
Child Sexual Abuse
Masa puber, remaja dan gadis remaja

Similar to Mediakom40 (20)

DOC
PDF
anemia remaja putri dan gizi pada remaja putri
PDF
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136(1).pdf
PDF
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
PPTX
kenali gangguan pertumbuhan untuk cegah stunting.pptx
PPTX
MATERI STUNTING_DWP KEMENTRIAN AGAMA 2022.pptx
PPTX
Cegah Stunting, Wujudkan Generasi Emas Indonesia
PDF
Buku Saku Aksi Bergizi Tenaga Kesehatan_SF2024.pdf
PDF
Penanganan obesitas pada anak
PDF
Mediakom39
PDF
mpasi idai.pdf
PPT
Materi Modul Stunting Sesi 2.ppt
PPTX
CIPTAKAN GENERASI YANG BEBAS STUNTING UNTUK Indonesia LEBIH.pptx
PDF
iidi_cegah_stunting untuk anak anak diindonesia
PPTX
GERAKAN CENGAH STUNTING, AKSI BERGIZI, BUMIL.pptx
PPTX
Materi Stunting OK Penjelasan mengenai stunting.pptx
PPTX
Gizi Seimbang dan Protein Cegah Masalah Gizi.pptx
PPTX
presentasi b indo kelompok 10 pptx
DOCX
Sistematika proposal Inotek Gizi (Revisi).docx
PPTX
KEBIJAKAN-PEMBINAAN-KESEHATAN-ANAK-USIA-SEKOLAH-DAN-REMAJA.pptx
anemia remaja putri dan gizi pada remaja putri
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136(1).pdf
Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
kenali gangguan pertumbuhan untuk cegah stunting.pptx
MATERI STUNTING_DWP KEMENTRIAN AGAMA 2022.pptx
Cegah Stunting, Wujudkan Generasi Emas Indonesia
Buku Saku Aksi Bergizi Tenaga Kesehatan_SF2024.pdf
Penanganan obesitas pada anak
Mediakom39
mpasi idai.pdf
Materi Modul Stunting Sesi 2.ppt
CIPTAKAN GENERASI YANG BEBAS STUNTING UNTUK Indonesia LEBIH.pptx
iidi_cegah_stunting untuk anak anak diindonesia
GERAKAN CENGAH STUNTING, AKSI BERGIZI, BUMIL.pptx
Materi Stunting OK Penjelasan mengenai stunting.pptx
Gizi Seimbang dan Protein Cegah Masalah Gizi.pptx
presentasi b indo kelompok 10 pptx
Sistematika proposal Inotek Gizi (Revisi).docx
KEBIJAKAN-PEMBINAAN-KESEHATAN-ANAK-USIA-SEKOLAH-DAN-REMAJA.pptx

More from ppidkemenkes (20)

PDF
Info kita_juli
PDF
Info Kita Juni 2013
PDF
Info Kita Mei 2013
PDF
Laporan Kinerja kementerian kesehatan 2011
PDF
Laporan kinerja Kementerian Kesehatan 2012
PDF
Pmk no. 26 ttg pekerjaan dan praktik tenaga gizi
PDF
Pmk no. 21 ttg penanggulangan hiv dan aids
PDF
Pmk no. 2 ttg klb keracunan pangan
PDF
Pmk no. 23 ttg pekerjaan da praktik okupasi terapis
PDF
Pmk no. 22 ttg pekerjaan dan praktik ortotis prostetis
PDF
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
PDF
Info Kita Online Maret
PDF
Mediakom38
PDF
Mediakom37
PDF
Mediakom36
PDF
Mediakom35
PDF
Mediakom34
PDF
Mediakom 32
PDF
Mediakom 33
PDF
Mediakom 31
Info kita_juli
Info Kita Juni 2013
Info Kita Mei 2013
Laporan Kinerja kementerian kesehatan 2011
Laporan kinerja Kementerian Kesehatan 2012
Pmk no. 26 ttg pekerjaan dan praktik tenaga gizi
Pmk no. 21 ttg penanggulangan hiv dan aids
Pmk no. 2 ttg klb keracunan pangan
Pmk no. 23 ttg pekerjaan da praktik okupasi terapis
Pmk no. 22 ttg pekerjaan dan praktik ortotis prostetis
Pmk no. 32 ttg pekerjaan tenaga sanitarian
Info Kita Online Maret
Mediakom38
Mediakom37
Mediakom36
Mediakom35
Mediakom34
Mediakom 32
Mediakom 33
Mediakom 31

Mediakom40

  • 1. MEDIAKOM Kementerian Kesehatan RI Info Sehat untuk Semua ISSN1978-3523 EDISI40IDESEMBERI2012 ODHA Berhak Peroleh Jaminan Kesehatan Hanya 20% Remaja yang tahu HIV-AIDS mengenal, mencegah pertumbuhan HIV-AIDS
  • 3. ETALASE SUSUNaN REDakSI PENANGGUNG JAWAB: drg. Murti Utami, MPH, I REDAKTUR: Dra. Hikmandari A, M.Ed, Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS I EDITOR/PENYUNTING Mulyadi, SKM, M.Kes, Busroni S.IP, Prawito, SKM, MM, M.Rijadi, SKM, MSc.PH, Mety Setyowati, SKM, Aji Muhawarman, ST, Resti Kiantini, SKM, M.Kes I DESAIN GRAFIS dan FOTOGRAFER: Drg. Anitasari S.M, Dewi Indah Sari, SE, MM, Giri Inayah, S.Sos, Sumardiono, SE, Sri Wahyuni, S.Sos, MM, Wayang MasJendra,S.Sn,Lu’ay,S.Sos,DodiSukmana,S.I.KomISEKRETARIAT:WaspodoPurwanto,Endang Retnowaty, drg. Ria Purwanti, M.Kes, Dwi Handriyani, S.Sos, Dessyana Fa’as, SE, Sekar Indrawati, S.Sos, Awallokita Mayangsari, SKM, Delta Fitriana, SE, Iriyadi, Zahrudin. IALAMAT REDAKSI: Pusat Komunikasi Publik, Gedung Kementerian Kesehatan RI Blok A, Ruang 109, JL. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950 I TELEPON: 021-5201590; 021-52907416-9 I FAKS: 021-5223002; 021-52960661 I EMAIL: info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id I CALL CENTER: 021-500567 REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL kontak@depkes.go.id lindungi wanita dan anak dari HIV/aIdS drg. murti utami, mPH T ernyata, wanita dan anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap penularan HIV-AIDS. Mereka tak berdaya untuk menolak atau menghindar. Dia sebagai korban orang lain yang tak bertanggung jawab. Wanita itu bisa ibu rumah tangga, istri yang baik-baik atau pekerja seks komersial (PSK). Ibu rumah tangga atau istri, karena tertular dari suami. Sedangkan PSK, karena tertular pelanggan kecannya. Ibu rumah tangga dan PSK, tak kuasa menolak permintaan laki-laki, dengan berbagai alasan. Anak juga menjadi korban berikutnya setelah ibunya terkena HIV-AIDS. Sebab, ibu yang menderita HIV-AIDS akan menularkan kepada anak yang masih dalam kandungan. Anak, tidak punya pilihan, kecuali pasrah menjalani keadaan. Ia tak kuasa menolak dan tidak tahu apa-apa. Untuk itu, peringatan Hari AIDS Sedunia tahun 2012 mengambil tema “lindungi wanita dan anak dari HIV-AIDS”. Upaya menggelorakan semangat seluruh masyarakat Indonesia untuk melindungi wanita dan anak dari HIV-AIDS. Upaya ini harus mendapat dukungan semua pihak, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, LSM dalam negeri dan luar negeri, Swasta, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat luas. Dengan bekerja sama dengan semua pihak, penanggulangan HIV-AIDS akan segera memperoleh hasil yang diharapkan. Secara utuh, dari berbagai sudut pandang persoalan HIV-AIDS, kami kemukakan dalam rubrik Media Utama. Selainitu,kamiketengahkanjugaberbagaiinformasiringandanmenariktentanghasilevaluasisementarahasilriset jampersal, tip-tip hidup sehat pada rubrik info sehat, perkembangan BPJS dan perkembangan penanggulangan HIV-AIDS di beberapa daerah Indonesia. Selamat mambaca. Redaksi. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 3
  • 4. SURAT PEMBACA PERTANYAAN: Bagaimana cara mengurus dan prosedur untuk mendapatkan Kartu Jamkesmas yang baru karena kartu Jamkesmas saya hilang bersama dompet dan tas yang dicuri? Mohon informasi karena saya sangat membutuhkan kartu Jamkesmas tersebut?Terima kasih. Salam, dariSeorangpeserta Jamkesmas JAWABAN: Sebelumnya kami turut prihatin atas kehilangan tersebut. Untuk mengurus Jamkesmas tidaklah sulit. Berikut ini langkah- langkah untuk pengurusan Kartu Jamkesmas yang hilang: Hal pertama, saudara membuat laporan pengaduan kehilangan Kartu Jamkesmas ke Kepolisian (Kantor POLSEK atau POLRES terdekat), sama seperti bila Anda kehilangan SIM, STNK atau surat-surat penting lainnya. Kemudian kedua, menghubungi PT Askes (Persero) Kantor Cabang terdekat di kota Anda dengan membawa kelangkapan seperti: surat identitas (KTP atau lainnya), Kartu Keluarga dan Laporan kehilangan dari Kepolisian. Langkah ketiga, lalu PT Askes (Persero) Kantor Cabang terdekat akan menerbitkan Surat Keterangan Pengganti Kartu karena tidak ada penggantian kartu baru lagi. Untuk informasi lebih lanjut dapat Anda tanyakan langsung ke Kantor Cabang PT Askes (Persero) terdekat di kota Anda. Terima kasih Kementerian Kesehatan. 21 64SIapa dia aktivis aids Indonesia untuk rakyat Wisata Kesehatan Penggerak Perekonomian 56 mengenal dan mencegah pertumbuhan HIV-aIdS EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM4
  • 5. DAFTAR ISI InFO SeHaT mitos dan Kontroversi anak Susah makan Penularan HIV pada Ibu rumah Tangga lebih Tinggi dari PSK dengan atau Tanpa Jarum Steril, Junkies Tetap ‘butuh’ nyuntik dunia Kerja Tak bersahabat pada Pasien HIV/aIdS bersepeda Cepat bantu atasi Parkinson STOP PreSS “CerdIK” langkah Penting Cegah Penyakit Tidak menular Sehat dengan Sedekah apresiasi menkes di Hari Kesehatan nasional 2012 rumah Sakit Jangan Tolak Pasien dalam Keadaan darurat Hanya 20% remaja yang tau hiv-aids gerakan Indonesia bersih Perkembangan bPJS Ormas, dunia usaha dan Kemenkes sepakat Capai mdg’s medIa uTama mengenal, dan mencegah Pertumbuhan HIV-aIdS HIV-aIdS menkes: “rS Perlu menyiapkan diri menyongsong era baru Pembangunan Kesehatan di Tanah air” Penandatanganan SKb lima menteri untuk Tanggulangi HIV-aIdS OdHa berhak Peroleh Jaminan Kesehatan mengenali HIV aIdS lebih dalam Yuk, dengar Pendapat remaja tentang HIV-aIdS Hentikan aIdS, lindungi Perempuan dan anak-anak 6-13 14-20 21-37 38-47 48-49 70-71 68-69 64-67 56-63 50-55 daeraH Fenomena HIV/aIdS di Papua WaYabula berita aIdS di empat Provinsi di Indonesia buSKI, di Hulu Sungai utara KOlOm Kubiarkan Tb merasuki Tubuhku ragam Ibu Selamat anak Sehat: Fokus Hari Kesehatan nasional ke-48 Hasil Sementara Studi evaluatif Implementasi Jampersal, 2012 menkes Harapkan Komitmen bersama Wujudkan Jaminan Kesehatan Semesta unTuK raKYaT Wisata Kesehatan Jadi Penggerak Perekonomian Kunjungan Kerja menteri Kesehatan ke Provinsi nusa Tenggara barat & Jawa Tengah Program Internship dokter SIaPa dIa aktivis aids Indonesia reSenSI lenTera menikmati bukan meratapi (bagian kedua) EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 5
  • 6. INFO SEHAT Problem kesulitan makan pada anak balita merupakan hal yang cukup lazim. Salah satu problem yang paling sering ditemui adalah kebiasaan pilih-pilih makanan atau biasa disebutpicky eater. Kebiasaan ini banyak dialami oleh anak balita ketika mereka mulai beralih mengonsumsi makanan cair ke padat. Banyak orang tua kerepotan ketika mereka menemukan anaknya mogok makan atau hanya mau mengonsumsi jenis makanan tertentu. Meski masalah ini kadang membuat frustasi, tetapi demi kebaikan dan masa depan buah hati, hal ini tentu tidak boleh dibiarkan oleh para orang tua mITOS dan KOnTrOVerSI anak Susah makanEDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM6
  • 7. B erikut adalah 14 informasi mengenai mitos-mitos, kontroversi dan fakta seputar masalah anak yang sulit makan dan yang pilih-pilih (picky eater) :        Anak saya makannya banyak tetapi tidak gemuk  Fakta: Sebenarnya bila dicermati memang ada ada anak tertentu yang mempunyai pola genetik tertentu yang mengakibatkan berat badannya sulit gemuk. Tetapi hal ini diperberat oleh pemberian jumlah asupan makanan yang tidak optimal.  Anak sulit makan sering bosan makan dan bosan susu.  Fakta: Sebenarnya, saat anak tidak mau makan atau menolak bukan karena bosan, tetapi karena nafsu makan yang berkurang. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan mual, biasanya nafsu makannnya menurun. Pada saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak makanan yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan makanan atau bosan susu.      Anak hingga usia 2-3  tahun hanya mau minum susu tidak mau makan nasi, sayur atau daging. Karena kesalahan orangtua terlambat atau kurang mengenalkan makanan padat sejak dini.  Fakta: Sebenarnya bukan karena kesalahan orangtua, padahal mereka sudah mengenalkan makanan padat tersebut pada anak saat usia tertentu. Tetapi karena pada anak sulit makan mengalami gangguan oral motor yang mengakibatkan gangguan mengunyah menelan sehingga mereka akan pilih pilih atau menolak makanan dengan tekstur tertentu terutama yang berserat . Anak seperti ini hanya mau makanan yang tidak berserat dan yang crispy atau kriuk.      Anak makannya pilih-pilih atau Picky Eaters karena salah orangtua tidak pernah mengenalkan makanan bervariasi.  Fakta: Sebenarnya bukan hanya karena kesalahan orangtua, padahal mereka sudah mengenalkan makanan padat makanan yang bervariasi. Tetapi karena pada anak sulit makan mengalami gangguan oral motor yang mengakibatkan gangguan mengunyah menelan sehingga mereka akan pilih pilih atau menolak makanan dengan tekstur tertentu terutama yang berserat seperti sayur, daging sapi atau nasi. Anak seperti ini hanya mau makanan yang tidak berserat dan yang crispy atau kriuks seperti biskuit, kerupuk dan sejenisnya      Anak beratnya kurang dan kurus karena anak tidak bisa diam dan anak sangat lincah.  Fakta: Pada anak dengan berat badan yang kurus terjadi bisa karena genetik yang juga karena nafsu makannya hilang timbul kadang baik kadang kurang. Karena asupan makanan yang tidak optimal ini maka berakibat berat badan kurang. Anak aktif dan banyak gerak tidak akan berdampak dengan gangguan kenaikkan berat badan bila asupan makanannya baik. Banyak anak aktif dan sangat lincah tetapi gemuk dan badannya bagus selama asupan makanannya konsisten baik dalam jangka panjang.      Anak sulit makan adalah hal yang biasa karena masa-masanya nanti juga akan membaik sendiri.  Fakta: Memang sekitar 30% anak mengalami sulit makan dengan penyebab tersering karena gangguan ketidakmatangan saluran cerna. Hal itu dialami pada usia di bawah 3-5 tahun. Di atas usia tersebut akan membaik. tetapi sekitar 70% anak tidak mengalaminya. Sehingga kalau dikatakan normal tidak sepenuhnya benar karena sebagian besar anak tidak mengalami. memang nanti usia tertentu akan membaik bukan karena masa-masanya anak sulit makan tetapi pada usia tertentu sekelompok anak tertentu mengalami hipersensitif atau ketidak matangan saluran cerna sebagai penyebab utama sulit makan. Kalau dibiarkan kesulitan makan disebabkan karena gangguan ketidakmatangan saluran cerna akan membaik dengan sendirinya tetapi sebaiknya jangan menunggu usia tertentu membaik karena bila hal ringan itu terjadi akan banyak timbul komplikasi yang tidak disadari seperti gangguan kenaikan berat badan, anemia (kekurangan darah) atau defisiensi zat besi dan berbagai gangguan lainnya.      Anak tidak mau makan jika makanan kesukaannya tidak disediakan, atau hanya mau makanan yang itu-itu saja. Pada usia ini otak anak mulai berkembang dan bisa memilih mana yang disukainya dan mana yang tidak.  Fakta: Sebenarnya anak pilih-pilih makanan bukan karena yang disukai tetapi karena yang hanya mau makanan yang mudah dikunyah dan ditelan. Pda anak sulit makan mengalami gangguan oral motor yang mengakibatkan gangguan mengunyah menelan sehingga mereka akan pilih pilih atau menolak makanan dengan tekstur tertentu terutama yang berserat seperti sayur, daging sapi atau nasi. Anak seperti ini hanya mau makanan yang tidak berserat dan yang crispy atau kriuk seperti telor, nugget dan sejenisnya      Anak sulit makan dan pilih-pilih meniru pola makan orangtuannya dari mulai meniru pola makan lingkungan terdekatnya yang juga pilih-pilih makanan.  Fakta: Anak sulit makan dan pilih-pilih meniru pola makan orangtuannya dari mulai meniru pola makan lingkungan terdekatnya yang juga pilih-pilih makanan. Tetapi karena pada anak sulit makan mengalami gangguan oral motor yang mengakibatkan gangguan mengunyah menelan sehingga mereka akan pilih pilih atau menolak makanan dengan tekstur tertentu terutama yang berserat seperti sayur, daging sapi atau nasi. Anak seperti ini hanya mau makanan yang tidak berserat dan yang crispy atau kriuks seperti telor, mi, nugget, biskuit, kerupuk dan sejenisnya. Gangguan oral motor biasanya sering disebabkan karena gangguan fungsi saluran cerna seperti GER, alergi atau intoleransi makanan lainnya. Penderita alergi atau gangguan genetik lainnya seringkali diturunkan oleh salah satu orangtuanya terutama yang wajahnya sama. Jadi bila salah satu orangtua yang EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 7
  • 8. INFO SEHAT wajahnya sama juga mempunyai problema kesulitan makan bukan karena meniru pola orangtua anaknya tetapi karena problema itu diturunkan secara genetik.      Anak sulit makan tidak mau atau sulit mencoba jenis makanan baru yang berbeda. Kondisi ini sering disebut dengan neophobia, atau ketakutan untuk mencoba segala sesuatu yang baru.  Fakta: Anak sulit makan bukan karena tidak mau atau sulit mencoba jenis makanan baru yang berbeda. Tetapi karena pada anak sulit makan mengalami gangguan oral motor atau oral hipersensitif. Gangguan itu mengakibatkan gangguan mengunyah menelan sehingga mereka akan pilih pilih atau menolak makanan dengan tekstur tertentu terutama yang berserat seperti sayur, daging sapi atau nasi. Anak seperti ini hanya mau makanan yang tidak berserat dan yang crispy atau kriuks seperti telor, mi, nugget, biskuit, kerupuk dan sejenisnya. Anak sulit makan juga mengalami oral hipersensitif ditandai sulit makan makanan yang lengket, sulit makan makanan yang berasa tajam seperti terlalu manis atau terlalu pahit biasanaya lebih suka yang agak asam.      Tidak ada jam makan Tidak adanya kedisiplinan waktu makan, pagi, siang, sore, dan kudapan di sela makan utama membuat anak bisa makan kapan saja tanpa kontrol.  Fakta: Sebenarnya saat anak tidak mau makan atau menolak karena selera makannya hilang timbul tidak menentu. Kadang makan sulit pada hari dan jam-jam tertentu. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan mual biasanya nafsu makannnya menurun. Pada saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak makanan yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan makanan atau bosan susu. Gangguan mual yang mengakibatkan nafsu makan berkurang biasanya sering timbul saat pagi hari atau sering diistilahkan morning sickness. Hal ini yang mengakibatkan sebagian besar anak sulit makan lebih sulit makan saat pagi hari, setelah pukul 10 dan diatasnya keadaan perutnya membaik biasanya disertai nafsu makan agak membaik.      Komunikasi ibu-anak Jika ibu menyuapi anak balita dengan pendekatan yang keliru, wajar jika anak menghindar saat waktu makan tiba. Misalkan, ibu menjerit saking kesalnya karena si anak tidak juga mau membuka mulutnya. Kebiasaan semacam ini membuat anak tak lagi menyenangi suasana makan, apalagi makanannya.  Fakta: Komunikasi dan suasana hati memang berpengaruh saat makan, tetapi hal itu bukan yang utama. Kalaupun itu berpengaruh merupakan faktor yang memperberat bukan penyebab utama. Anak sulit makan sering mengalami nafsu makan yang hilang. Sebenarnya saat anak tidak mau makan atau menolak bukan karena bosan tetapi karena nafsu makan yang berkurang. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan mual biasanya nafsu makannya menurun. Pada saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak makanan yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan makanan atau bosan susu. Dalam suasana hati yang baikpun, gangguan nafsu makan itu tetap tidak bagus, tetapi mungkin suasana dan komunikasi yang buruk memang memperberat keadaan yang sudah ada.      Peralatan makan yang terlalu tua, tidak menarik tidak bisa memancing selera makan.  Fakta: Peralatan makan yang lucu, menarik mungkin akan sedikit membantu problema sulit makan pada anak tetapi dalam keadaan gangguan sulit makan yang tidak ringan cara itu tidak akan berhasil sama sekali. Anak sulit makan sering mengalami nafsu makan yang hilang. Sebenarnya saat anak tidak mau makan atau menolak bukan karena bosan tetapi karena nafsu makan yang berkurang. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan mual biasanya nafsu makannnya menurun. Pada saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak makanan yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan makanan atau bosan susu. Peralatan makan menarikpun kadang tidak akan memperbaiki gangguan nafsu makan itu, tetapi mungkin peralatan yang tidak menarik mungkin memang meperberat keadaan yang sudah ada. Yang penting adalah mencari penyebab mengapa gangguan pencernaan itu timbul dan bagaimana cara mengatasinya. Bila gangguan saluran cerna tersebut tidak diperbaiki tip memakai tempat makanan yang menarik tidak akan berdampak mengatasi masalah.      Beri makanan yang bentuknya menarik , ada mata, telinga atau bentuk gambar yang lucu-lucu.  Fakta: Bentuk makan yang lucu atau menarik mungkin akan sedikit membantu problema sulit makan pada anak tetapi dalam keadaan gangguan sulit makan yang tidak ringan cara itu tidak akan berhasil sama sekali. Anak sulit makan sering mengalami nafsu makan yang hilang. Sebenarnya saat anak tidak mau makan atau menolak bukan karena bosan tetapi karena nafsu makan yang berkurang. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan mual biasanya nafsu makannnya menurun. Pada saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak makanan yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan makanan atau bosan susu. Bentuk makan yang tidak menarik mungkin kadang mengakibatkan gangguan nafsu makan itu, tetapi mungkin hal itu hanya meperberat keadaan yang sudah ada bukan EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM8
  • 9. penyebab utama. Yang penting adalah mencari penyebab mengapa gangguan pencernaan itu timbul dan bagaimana cara mengatasinya. Bila gangguan saluran cerna tersebut tidak diperbaiki tip menggunakan bentuk makan yang lucu atau menarik mungkin tidak akan berdampak mengatasi masalah.      Anak sulit makan harus makan di pangkuan orangtua. Jangan membiasakan anak makan sambil berjalan berkeliling komplek rumah, bersepeda, atau menonton televisi.  Fakta: Saat anak sulit makan kadang orangtua atau pengasuh terpaksa harus memberi makan saat anak bermain atau banyak bergerak. Beberapa rekomendasi menyebutkan bahwa saat menyuap makan anak harus duduk manis dipangkuan orangtua. Tetapi sayangnya hal ini sulit dilakukan. Justru anak sulit makan dengan gangguan saluran cerna biasanya mengakibatkan anak tidak bisa diam dan tidak bisa duduk lama. Anak sulit makan juga sering mengalami nafsu makan yang hilang. Sebenarnya saat anak tidak mau makan atau menolak bukan karena bosan tetapi karena nafsu makan yang berkurang. Keadaan ini sering terjadi pada anak kesulitan makan dengan gangguan fungsi saluran cerna seperti mudah muntah saat menangis atau batuk atau mudah atau mudah mual saat disuap makanan atau memasukkan tangan ke mulut. Saat terjadi keluhan mual biasanya nafsu makannnya menurun. Pada saat inilah anak menutup mulut, menepis makanan atau menolak makanan yang karena keluhan mual dan muntah tetapi dianggap bosan makanan atau bosan susu. Berbagai tip dan cara pemberian makanan pada anak sulit makan tidak akan bermanfaat optimal bila tidak mencari penyebab mengapa gangguan pencernaan itu timbul dan bagaimana cara mengatasinya. Bila gangguan saluran cerna tersebut tidak diperbaiki tip menggunakan bentuk makan yang lucu atau menarik mungkin tidak akan berdampak mengatasi masalah. Penanganan terbaik atasi penyebabnya  Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makanan ke mulut, kemudian mengunyah dan menelan, sehingga ketrampilan dan kemampuan sistem pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperan dalam proses makan. Pergerakan motorik yang berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah, dan menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah, dan banyak otot lainnya di sekitar mulut.  Keterampilan dan kemampuan koordinasi oral motor atau koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperanan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali berupa gangguan mengunyah makanan. Gangguan proses makan di mulut sering disertai gangguan nafsu makan yang makan yang tidak baik. Pengertian kesulitan makan adalah jika anak tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu.  Gejala kesulitan makan pada anak adalah (1) Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut anak, (2).Makan berlama-lama dan memainkan makanan, (3) Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut atau menutup mulut rapat, (4) Memuntahkan atau menumpahkan makanan, menepis suapan dari orangtua, (5). Tidak menyukai banyak variasi makanan atau suka pilih-pilih makan dan (6), Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil.  Gangguan oral motor dan nafsu makan yang berkurang sering disebabkan karena gangguan fungsi saluran cerna.  Data yang ada di Picky Eaters Clinic Jakarta, sebagian besar penderita atau sekitar 90 persen penderita sulit makan sering disertai gangguan alergi dan hipersensitiftas saluran cerna.  Berbagai tip dan cara pemberian makanan bagi anak ternyata kurang bermanfaat bila penyebab utama gangguan saluran cerna pada anak sulit makan tidak diperbaiki. Ternyata saat dilakukan intervensi penanganan gangguan fungsi saluran cerna terdapat perbaikan diikuti membaiknya nafsu makan anak.  EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 9
  • 10. INFO SEHAT P enularan HIV kini tidak hanya terjadi pada kelompok berisiko tinggi seperti pekerja seks dan pengguna narkoba suntik. Ibu rumah tangga yang selama ini dianggap tidak berisiko, malah lebih banyak terinfeksi dibandingkan pekerja seks. Tingginya kasus infeksi HIV, bahkan yang sudah berkembang menjadi AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) pada ibu-ibu rumah tangga diakui oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Prof Dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE. «Jumlah kasus AIDS Januari-September 2012 pada ibu rumah tangga dan penjaja seks di seluruh Indonesia, berdasarkan pengakuan pasien dan berdasarkan laporan RS yang diterima Ditjen P2PL Kemenkes adalah 561 kasus pada ibu rumah tangga dan 128 kasus pada penjaja seks,» kata Prof Tjandra seperti ditulis Rabu (5/12/2012). Kerentanan ibu-ibu rumah tangga yang selama ini dianggap tidak berisiko antara lain adalah ketimpangan gender yang membuat perempuan sulit mengontrol perilaku pasangannya. Otomatis jika perilaku pasangannya berisiko seperti suka membeli seks dan pakai narkoba suntik, maka para istri ikut menanggung akibatnya. Dibanding pekerja seks, ibu rumah tangga juga dianggap lebih rentan terhadap penularan HIV karena minim perlindungan. Pekerja seks masih bisa memaksa pelanggannya untuk memakai Penularan HIV pada Ibu Rumah Tangga Lebih Tinggi dari PSK kondom, sementara ibu rumah tangga karena berbagai alasan sering tidak berdaya untuk meminta suaminya untuk memakai kondom saat berhubungan seks. Lebih memprihatinkan lagi, ibu-ibu yang tertular HIV oleh suaminya sendiri masih berisiko untuk menularkannya lagi pada anak-anak kandungnya. Akibatnya ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak yang tidak pernah pakai narkoba maupun membeli seks ikut menanggung akibatnya. «Peningkatan ibu rumah tangga menjadi keprihatinan karena selalu diikuti oleh peningkatan kasus pada anak,» kata Dr Kemal N Siregar, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) saat menghadiri peringatan Hari AIDS Sedunia yang diadakan oleh Durex dan komunitas BIke2Work di area Car Free Day, Jl Thamrin, Jakarta beberapa waktu lalu. Untuk mengurangi risiko penularan HIV pada ibu rumah tangga, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menganjurkan agar perempuan memiliki posisi tawar dalam mengontrol perilaku pasangannya. Bukan untuk urusan seks saja, tetapi juga perilaku lain yang berisiko menularkan HIV seperti menggunakan narkoba suntik. «Ibu rumah tangga harus bisa terbuka pada suaminya untuk meminta pertanggungjawaban suaminya secara setara. Kalau perilaku suaminya memang berisiko, ibu rumah tangga harus bisa meminta suaminya untuk periksa. Sama-sama periksa untuk memastikan ada penyakit atau tidak,» kata Inang Winarso, Direktur Pelaksana Pusat PKBI. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM10
  • 11. J akarta, Para junkies adalah kalangan yang rentan terkena HIV/AIDS. Sebab salah satu penularan HIV/AIDS adalah melalui jarum suntik yang tidak steril dan digunakan secara bergantian. Untuk itu perlu dilakukan pemutusan mata rantai penularan HIV/ AIDS melalui jarum suntik. Karena itulah para junkies dianjurkan beralih ke metadon sebagai upaya agar terlepas dari ketergantungan narkoba. Metadon merupakan obat sintetis opioid yang memiliki efek sama dengan opioid tapi tidak terlalu tinggi. Saat menggunakan metadon, para pasien akan tetap mendapatkan efek sebagaimana saat mengonsumsi opioid. «Tapi ketergantungannya akan diturunkan sesuai respons tubuh, sehingga lama-kelamaan junkies itu akan sembuh dari ketergantungan,» terang sukarelawan di Puskesmas Menteng, Bambang Sutrisno, dalam perbincangan dengan detikHealth, Rabu (4/12/2012). Menurut dia saat metadon diberikan, pasien juga mendapat konsultasi dari para ahli. Terapinya pun berbeda-beda, antara 6 bulan hingga 2 tahun. Selama kurun waktu terapi, dosis yang diberikan bisa dinaikkan maupun diturunkan, disesuaikan dengan kondisi tubuh yang bersangkutan. Karena itulah waktu terapinya bervariasi. «Saat mendapat terapi di puskesmas harus didampingi oleh wali. Dulu saat diberi metadon, ada biaya Rp 5.000-Rp 15 ribu, tapi sekarang sudah gratis,» sambung pria yang akrab disapa Benkbenk ini. Menurut dia, metadon hanyalah salah satu bentuk terapi bagi para pecandu narkoba suntik atau IDU (Injecting Drug User). Sebab ada jalan terapi detoksifikasi, melalui jalur keagamaan dan konseling mental. Terapi apa yang akan dijalani dikembalikan kepada para junkies. «Memang kalau junkie itu untuk metadon ada yang pasang badan, nggak mau pakai. Ya itu tergantung keinginannya, kita nggak bisa paksa. Ada yang memilih melalui detox, obat lain, dan sebagainya,» sambung Benkbenk. Saat mengonsumsi metadon, para junkies akan merasakan efeknya sekitar satu jam kemudian. Efek metadon dapat bertahan selama kurang lebih 24 jam, bahkan bisa mencapai 36 jam. Bandingkan dengan efek putaw yang hanya 3-4 jam, sehingga setelahnya harus memakai lagi. «Treatment sampai 2 tahun. Dosisnya ada 200, 80, nanti diatur atau dikurangi sehingga nggak lagi tergantung. Di Puskesmas Menteng ada sekitar 150 orang yang menjalani terapi metadon,» tutur pria yang juga aktivis Komunitas Proklamasi ini ini. Pemberian metadon adalah legal karena ada payung hukumnya yakni Peraturan Menkes Nomor 494/Menkes/SK/VII/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit dan Satelit Uji Coba Palayanan Terapi Rumatan Metadon serta Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon. Holmberg (1996) secara kasar memperkirakan bahwa separuh dari infeksi HIV/AIDS terdapat pada pengguna jarum suntik. Secara global, sekitar 15,9 juta orang memakai narkoba suntik dan 3 juta di antaranya hidup dengan HIV. Data Kementerian Kesehatan, pada 2011 terdapat sekitar 42,4 persen prevalensi HIV dari pengguna jarum suntik. Angka ini menurun dari tahun 2007 yang tercatat 52,4 persen. Namun angka ini harus terus mendapat perhatian.  Telah ada upaya besar untuk meningkatkan layanan dampak harm reduction di Indonesia sejak 2006. Pendanaan untuk melaksanakan pencegahan HIV, pengobatan dan perawatan sekarang tersedia untuk semua provinsi. Pemberian terapi metadon merupakan salah satu upaya pengurangan dampak buruk (harm reduction) HIV/AIDS yang digelar pemerintah. Pemberian jarum suntik steril pada para pecandu narkoba suntik adalah bentuk kegiatan harm reduction lainnya. Foto: Ilustrasi/Thinkstock Dengan atau Tanpa Jarum Steril, Junkies Tetap ‘Butuh’ Nyuntik EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 11
  • 12. INFO SEHAT T idak semua orang dengan HIV/ AIDS (ODHA) adalah orang- orang yang gemar melakukan seks berisiko. Namun apapun penyebabnya, pasien HIV/AIDS masih kerap didiskriminasikan. Bahkan untuk mendapat pekerjaan agar mandiri dalam hidupnya, seorang ODHA sering kali kesulitan. Di tengah peringatan Hari AIDS sedunia yang jatuh 1 Desember lalu, Xiao Qi (bukan nama sebenarnya) bergulat untuk memperoleh haknya mendapat pekerjaan yang layak. Saat ini dia sedang dalam proses gugatan terhadap otoritas pendidikan yang menurutnya telah menolak lamaran kerja karena dia adalah seorang dengan HIV positif. Gugatan yang dilayangkannya terhadap biro pendidikan Kabupaten Jinxian di Provinsi Jiangxi, China memang belum secara resmi terdaftar untuk ditangani. Xiao Qi mengajukan gugatan di pengadilan setempat pada 26 November lalu. Pemuda ini bertekad untuk mendapatkan keadilan sehingga nekat mengajukan gugatan. «Karena ini bukan hanya untuk saya, tapi untuk seluruh orang dengan HIV/ AIDS yang rentan,» katanya seperti dikutip dari China Daily, Senin (3/12/2012). Pada Juni lalu Xiao telah lulus tes seleksi menjadi guru dengan nilai yang tinggi. Namun impiannya menjadi guru pupus setelah dalam tes kesehatan dinyatakan positif HIV. Biro pendidikan setempat mendiskualifikasi pemuda tersebut. Itulah yang melatar belakangi Xiao mengajukan gugatan ke pengadilan. Dunia Kerja Tak Bersahabat pada Pasien HIV/AIDS Kendati ada aturan hukum bahwa ODHA dan keluarganya memiliki hak untuk bekerja, bersekolah, dan mendapat pelayanan kesehatan, namun dia mengajukan gugatan dengan dipenuhi ketidakoptimisan. Sebab Xiao bukanlah orang pertama di China yang mengajukan gugatan tentang diskriminasi kerja terhadap ODHA. 780.000 Orang dari 1,3 miliar penduduk di China diperkirakan hidup dengan HIV/AIDS. Menurut data Departemen Kesehatan China, jumlah kasus yang dilaporkan hingga akhir Oktober mencapai 492.191, termasuk 68.802 kasus baru pada tahun ini. Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) serta Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China pada 2010 menyebut orang yang hidup dengan HIV/ AIDS masih banyak yang mendapatkan diskriminasi kerja di China. Diskriminasi itu antara lain penolakan kesempatan kerja dan pengunduran diri paksa. Padahal berdasar peraturan tentang pencegahan dan penanganan HIV/ AIDS pada 2006 di China, ODHA dan keluarganya memiliki hak hukum untuk dilindungi, termasuk hak untuk menikah, perawatan kesehatan, dan pendidikan.  Di Indonesia, Menkes Nafsiah Mboi menegaskan dirinya akan menindak tegas petugas kesehatan yang bersikap diskriminatif atau memberi stigma kepada penderita HIV/AIDS. Pemerintah Indonesia juga gencar menyosialisasikan slogan ‹Stop AIDS melalui Kesetaraan Gender untuk Menghapus Segala Bentuk Stigma dan Diskriminasi›. Hingga September, jumlah kasus AIDS di Indonesia ada 39 ribu jiwa. Sementara itu 3.541 kasus baru muncul pada Januari- September 2012. Papua merupakan provinsi dengan kasus ODHA HIV/AIDS tertinggi dengan angka 7.527 orang. DKI Jakarta berada di peringkat kedua dengan pengidap HIV/AIDS mencapai 6.299 orang, sedangkan Jawa Timur di tempat ketiga dengan jumlah ODHA sebanyak 5.257 orang. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM12
  • 13. B ersepeda ternyata dapat bermanfaat untuk mencegah ataupun mengobati penyakit Parkinson, demikian menurut penelitian terbaru yang dilakukan ilmuwan dari Radiological Society of North America di Chicago Amerika Serikat. Riset menunjukkan, bersepeda dapat membantu memulihkan hubungan antara daerah otak yang terkait dengan penyakit, dan meningkatkan koordinasi dan keseimbangan. Berdasarkan hasil pemindaian otak, para peneliti menemukan bahwa mengayuh sepeda menyebabkan konektivitas yang lebih besar di daerah otak yang bertanggung jawab untuk gerakan pada pasien Parkinson, terutama jika mengayuh dengan cepat melebihi rata-rata, meskipun kecepatan ayuhan bisa ditentukan oleh masing-masing individu. Para ahli memperkirakan bahwa sekitar 7 sampai 10 juta orang di seluruh dunia terkena penyakit Parkinson, gangguan kronis neurologis progresif yang menyebabkan sel-sel saraf di otak yang membuat dopamin secara perlahan hancur. Tanpa dopamin, otak tidak dapat mengirimkan pesan dengan benar, sehingga menyebabkan hilangnya fungsi otot. Gejala utama penyakit ini adalah gemetar atau tremor, otot kaku, dan gerakan fisik yang menjadi lambat, sampai kehilangan keseimbangan. Sebagian besar kasus terjadi setelah usia 50 tahun, dan apabila bertambah parah maka  akhirnya dapat menyebabkan masalah kognitif dan perilaku seperti demensia. Ketua penelitian Jay Alberts, ahli syaraf di Cleveland Clinic Lerner Research Institute, mulai melakukan penelitian setelah ia melihat perbaikan pada pasien Parkinson setelah menempuh perjalanan jarak jauh bersepeda di Iowa. «Hal itu merupakan temuan yang tidak disengaja. Saat itu, saya mengayuh dengan cepat sehingga mengharuskan pasien mengayuh dengan cepat juga,”kata Alberts dalam suatu pernyataan.  Penelitian ini melibatkan 26 pasien penderita Parkinson berusia 30 hingga 75 tahun. Efek olahraga diukur menggunakan alat bernama functional connectivity magnetic resonance imaging (fcMRI). Alat ini digunakan untuk mengukur perubahan oksigen darah di otak, untuk melihat seberapa aktif bagian otak yang berbeda dan hubungannya satu sama lain. Para peneliti membagi pasien menjadi dua kelompok. Satu kelompok mengayuh dengan kecepatan yang mereka tentukan sendiri, sedangkan kelompok lainnya mengayuh pada tingkat kecepatan yang sudah ditentukan, yaitu dengan mengikuti kecepatan sepeda motor. Hasilnya membuktikan bersepeda dengan ayuhan yang cepat dapat meningkatkan hubungan antara otak dengan gerakan, yang sangat baik untuk mencegah ataupun mengobati penyakit Parkinson. Hal ini menjadikan bersepeda dengan ayuhan cepat disarankan dilakukan, mengingat keefektifannya, serta biayanya yang murah. Bersepeda Cepat Bantu Atasi Parkinson EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 13
  • 14. STOP PRESS Apresiasi Menkes di Hari Kesehatan Nasional 2012 T anggal 12 Nopember 2012 lalu, Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, memimpin upacara peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-48 yang bertema“Indonesia Cinta Sehat”dengan sub-tema“Ibu Selamat Anak Sehat”di lapangan kantor Kemenkes, Jakarta. Upacara diikuti para pegawai Kementerian Kesehatan, yang berasal dari kantor pusat maupun perwakilan unit pelaksana teknis (UPT), rumah sakit vertikal, organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Dalam sambutannya, Menkes menyatakan bahwa pembangunan kesehatan tidak mungkin berhasil tanpa dukungan, peran serta dan komitmen seluruh pemangku menjaga, meningkatkan serta mencintai kesehatan sebagai perilaku sehari-hari dengan menjaga dirinya agar sehat dan tetap sehat, dari dalam kandungan sampai seumur hidup. Hal ini dilakukan dalam rangka menciptakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Usai pelaksanaan upacara, Menkes membuka pameran foto HKN 2012, yang bertema selaras dengan peringatan HKN ke-48, yaitu“Ibu Selamat Anak Sehat”. Dalam kegiatan tersebut, dipamerkan berbagai karya fotografi para pegawai Kementerian Kesehatan, juga dokumentasi berbagai unit di Kemenkes. Hal yang menarik dalam pameran tersebut adalah keberadaan salah satu sudut P ada tanggal 7 November 2012 lalu, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K). MARS, DTM&H, DTCE, menyampaikan presentasi mengenai Pengendalian Penyakit di Indonesia, pada seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Persatuan Sarjana Kesehatan Masyarakat (PERSAKMI) dan Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) di Sulawesi Selatan. Dalam seminar tersebut Prof. Tjandra menjelaskan mengenai peran kesehatan dalam MDGs 2015, kesehatan dalam bentuk triple burden di Indonesia, serta menggambarkan situasi epidemiologi dan program penanggulangan berbagai penyakit. Beliau juga menyampaikan pendekatan CERDIK yaitu Cek kesehatan secara teratur, Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet yang sehat, Istirahat yang cukup dan Kelola stress, sebagai upaya yang sangat penting dilakukan cegah penyakit tidak menular. Selain hal penting lain seperti Penanggulanan masalah merokok, pengaturan diet garam, dan gula serta lemak. Dalam kesempatan itu Prof. Tjandra juga melakukan diskusi dengan para peserta seminar, yang membahas beberapa topik, seperti kondom dalam pencegahan HIV/AIDS, Indonesia sehat vs MDGs, pentingnya budaya setempat dalam penyuluhan kesehatan, Hertz immunity, dan kemampuan petugas kesehatan untuk memasarkan isu kesehatan ke pimpinan daerah, pihak legislatif, dan masyarakat umum. “CERDIK” Langkah Penting Cegah Penyakit Tidak Menular kepentingan dan seluruh lapisan masyarakat. Karena itu, dalam peringatan HKN ke-48 tersebut, Menkes menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang terus memberikan dukungan bagi suksesnya pembangunan kesehatan di tanah air tercinta. “Secara khusus, atas nama Pemerintah dan Rakyat Indonesia saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada setiap petugas dan tenaga kesehatan yang melayani masyarakat di daerah-daerah yang paling susah, di gunung-gunung dan pantai, di daerah pedesan yang terpencil, bahkan di pulau-pulau, di daerah perbatasan, daerah-daerah di mana masyarakat secara khusus membutuhkan sentuhan petugas kesehatan”, kata Menkes. Pada kesempatan tersebut, Menkes mengajak semua pihak, untuk memelihara, “in memoriam Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih”, dalam rangka mengenang jasa almarhumah dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Selain acara tersebut Menkes juga melakukan penandatangan memorandum of understanding (MoU) antara Kemenkes dengan empat lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan delapan pimpinan dunia usaha. Selain itu, diselenggarakan pula malam resepsi pada hari yang sama dengan agenda utama adalah pemberian tanda penghargaan Manggala Karya Bakti Husada, Ksatria Bakti Husada, Mitra Bakti Husada. Selanjutnya, akan diberikan pula penghargaan kepada Tenaga Kesehatan Berprestasi, Institusi Kesehatan Berprestasi, Perpustakaan terbaik di lingkungan Kemenkes RI, serta pengumuman pemenang lomba K3, kebersihan dan kerapihan. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM14
  • 15. M ulai sekarang setiap warga negara Indonesia, tidak perlu lagi khawatir akan ditolak oleh rumah sakit mana pun. Hal tersebut ditegaskan oleh Menkes RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, dalam sambutannya pada pembukaan Kongres XII Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) dengan tema Stragtegi Rumah Sakit Menghadapi Arus Kuat Perubahan sebagai Dampak Berlakunya Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Akreditasi Nasional, d JCC Jakarta, Rabu pagi (7/11). “Tidak dibenarkan rumah sakit manapun, baik rumah sakit milik pemerintah maupun swasta menolak pasien dalam keadaan darurat, dengan alasan apapun. Apalagi bila karena alasan tidak ada biaya.”Demikian pernyataan Menkes RI. “Saat ini telah tersedia pelayanan asuransi kesehatan (Askes), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), bahkan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda)”, Menkes menambahkan. Menkes juga menghimbau kepada seluruh dokter, baik dokter umum maupun spesialis, untuk menuliskan resep berdasarkan Rumah Sakit Jangan Tolak Pasien Dalam Keadaan Darurat daftar obat yang telah disetujui, khususnya bagi para pasien yang merupakan peserta Askes, Jamkesmas dan Jamkesda. “Jangan karena alasan dokter lebih suka obat paten, maka pasien dibebani untuk membeli obat paten yang mahal dan belum tentu efikasinya melebihi obat generik yang sudah tersedia”, terang Menkes. Menkes menyatakan bahwa dalam proses peningkatan menuju rumah sakit yang bermutu dan terakreditasi, maka rumah sakit harus berpegang teguh pada prinsip dasar memberikan perhatian sebesar-besarnya kepada pasien (patient centeredness) dengan pilar utama keselamatan pasien (patient safety). Menurut Menkes, patient safety di rumah sakit hanya dapat dijamin jika rumah sakit memberikan pelayanan bermutu dan seluruh petugasnya bersikap profesional, dan memberikan perhatian baik kepada pasien. “Marikitabangunsemangatuntukbanggamelayanidanberprinsip patient care”, ajak Menkes. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 15
  • 16. STOP PRESSSTOP PRESS Sampah hingga saat ini menjadi permasalahan yang krusial. Beberapa daerah begitu kesulitan dalam menangani hal ini. Setiap orang Indonesia rata-rata menghasilkan 0,5 kg sampah/orang/hari D irektur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, dalam Rapat Koordinasi Nasional Gerakan Indonesia Bersih (GBI), di Jakarta, mengatakan untuk Gerakan Indonesia Bersih Hanya 20% remaja yang tau hiv-aids “ S iapa yang tau berapa jumlah anak muda yang usia 15-24 tahun di Indonesia?”, tanya Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH saat berdialog dengan para wartawan pada Pekan Kondom Nasional 2012, Rabu (5/12), di Jakarta. Diketahui bahwa penduduk usia 15-24 tahun di Indonesia berjumlah 65 juta jiwa (28% dari jumlah penduduk), dan hanya 20.6% yang tau tentang HIV- AIDS. Artinya hampir 80% anak muda/remaja rentan terinfeksi HIV karena kurangnya pengetahuan tersebut. Hal ini lah yang menyebabkan meningkatnya angka HIV-AIDS di Indonesia. Seperti yang sering diutarakan Menkes pada rangkaian kegiatan Hari AIDS Sedunia tahun 2012, bahwa peningkatan pengetahuan tentang HIV-AIDS pada kelompok usia remaja terus diupayakan. Pengetahuan bukan hanya mengenai HIV-AIDS, tetapi juga pendidikan tentang kesehatan reproduksi dan bahaya Napza. Usia ini sangat rentan terhadap infeksi HIV, karena terbukti pengidap AIDS sebagian besar berusia 20-29 tahun. Artinya orang-orang muda ini terinfeksi HIV pertama kali pada 5 tahun sebelumnya, yaitu antara usia 15-24 tahun. Pengendalian dan pencegahan infeksi HIV butuh kerjasama semua pihak baik orang tua, guru, dan juga media/wartawan untuk berperan penting dalam memberikan informasi mengenai HIV dan AIDS. “Disini lah peran Saudara untuk memberikan informasi yang benar dan lengkap kepada generasi muda agar tidak berperilaku berisiko”, pesan Menkes kepada wartawan yang hadir. Peran semua masyarakat selain media masa dan guru, perusahaan dan distributor kondom yang bekerjasama dengan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) juga memegang peran penting dalam pengendalian HIV AIDS. Ini bukan hanya masalah kondom, tapi menyangkut pencapaian MDGs. Pengetahun penggunaan kondom yang benar pada masyarakat khususnya remaja, dilakukan untuk mencegah perilaku berisiko. “Upaya kita komprehensif, di hulu itu yang paling penting”, tegas Menkes. Hal yang paling merisaukan adalah meningkatnya angka penyakit kelamin pada usia muda dan ibu-ibu yang mayoritas adalah ibu rumah tangga. Bila ibu hamil yang menderita penyakit kelamin, maka bayi yang dilahirkannya nanti akan mengalami kecacatan. Faktanya, ibu-ibu rumah tangga tersebut terinfeksi HIV bukan karena selingkuh atau menggunakan narkoba, melainkan tertular dari suami mereka. Ini lah mengapa peran laki-laki sangat penting untuk melindungi diri dan pasangannya. Lelaki yang terinfeksi HIV akan menimbulkan dampak pada kesehatan keluarganya. Mengendalikan dan melakukan pencegahan infeksi baru HIV merupakan upaya yang akan berpengaruh terhadap peningkatan angka kesakitan penyerta AIDS yaitu TBC, selain itu juga berpengaruh terhadap angka kematian ibu dan bayi. (Eci) mengatasi pengelolaan sampah perlu dilakukan 3R yaitu, reduce: kurangi jumlah sampah, reuse: sedapat mungkin jangan gunakan bahan yang sekali pakai buang, tapi dapat digunakan kembali, dan recycle: sampah organik dapat diolah kembali menjadi pupuk. “Untuk mewujudkan GBI diperlukan beberapa tahapan kegiatan seperti quick wins, perubahan paradigma, dan keberlanjutan”, ujar Prof. Tjandra. Dari sudut pandang kesehatan Prof. Tjandra menambahkan bahwa pengelolaan sampah dan sanitasi dapat dilakukan oleh Rumah Sakit, Puskesmas, apotek, dan laboratorium, dengan kegiatan yang meliputi, sosialisasi pedoman yang telah ada, penyiapan sarana kebersihan, pelaksanaan kebersihan, evaluasi, dan penilaian. Pada acara Rapat Koordinasi Nasional Gerakan Indonesia Bersih (GBI), dibuka oleh Wakil Presiden RI, Dr. Boediono. Acara ini mengusung tema“Menjaga Kebersihan Cerminan Harkat, Martabat dan Harga Diri Bangsa”. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM16
  • 17. Perkembangan BPJSD iterbitkannya Undang- Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan turunan dari UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi tonggak sejarah pelaksanaan sistem jaminan sosial secara komprehensif dan terintegrasi di Indonesia. Pada Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyebutkan bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS yang dimaksud terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selanjutnya, dalam ayat (2) dijelaskan bahwa jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar. BPJS Kesehatan sendiri merupakan hasil transformasi dari PT Askes (Persero) yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan merupakan hasil transformasi dari PT Jamsostek (Persero) yang berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun dan program jaminan kematian. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan akan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014. Dengan terbentuknya kedua BPJS tersebut nantinya jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap. Dalam hal ini PT Jamsostek (Persero) yang harus bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan tentu harus menyusun serta merumuskan sistem dan prosedur operasional yang diperlukan untuk beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan. Secara umum, transformasi Jamsostek ke BPJS Ketenagakerjaan menyaratkan hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar- besarnya demi kepentingan peserta. Jamsostek juga terus melakukan ekspansi dalam pelayanan dan peningkatan manfaat tambahan untuk pekerja peserta, selain yang didapat dari empat program jaminan sosial. Bantuan uang muka perumahan serta pembangunan rumah pekerja terus ditingkatkan. Sedangkan untuk masalah pelayanan jaminan kesehatan bagi pekerja akan dilimpahkan dari Jamnsostek ke Badan Penyelenggara Jamainan Sosial (BPJS) Kesehatan yaitu Askes mulai 2014. Dalam proses transisi ini, pemerintah menjamin tidak akan ada perubahan pelayanan dalam jaminan kesehatan dari Jamsostek. Pelayanan juga tidak akan terganggu dengan adanya pelimpahan pengurusan dan pengelolaan jaminan kesehatan pekerja. Pada saat ini samapai 2013 akan terus dilakukan inventarisasi dan pencocokan data. Siapa saja peserta layanan kesehatan Jamsostek yang akan ditangani BPJS Kesehatan. Dengan demikian, pada hari pertama di tahun 2014, semuanya sudah bisa dilayani maksimal. Walaupun mempunyai pembagian tugas yang jelas, Askes dan Jamsostek tetap bekerja sama membangun Rumah Sakit (RS) Pekerja yang juga bisa digunakan oleh masyarakat umum di KBN Cakung, Jakarta. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) terkait hal dilakukan di Kementerian BUMN Jakarta, Senin 24 September 2012. Nilai investasi pembangunan rumah sakit yang dibangun di lahan milik KBN seluas 2,1 hektare ini diproyeksikan berkisar Rp 200 miliar dan beroperasi akhir 2013. Sambil menunggu pembangunan RS Pekerja di Cakung dan kawasan lainnya selesai, Jamsostek dengan kemampuan pendanaannya juga akan membangun poliklinik plus di 200 titik sentra/ merupakan konsentrasi para buruh. Namun, kesiapan infrastruktur menjadi tidak berarti tanpa adanya aturan turunan BPJS. Seharusnya saat ini pemerintah sudah mulai bergerak untuk menerbitkan aturan turunan UU BPJS yang berjumlah 16 aturan. Sayangnya, menurut Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, pemerintah sulit menuntaskan 16 regulasi turunan EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 17
  • 18. STOP PRESSSTOP PRESS UU BPJS sesuai tenggat waktu yang ditetapkan. Proses transformasi dari Jamsostek ke BPJS juga akan dipantau oleh BPK. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar mengatakan, sesuai tugas dan kewenangan, BPK akan memberikan pertimbangan terhadap rancangan sistem dan pengendalian internal pemerintah sebelum BPJS Ketenagakerjaan terbentuk. Saat ini hasil pemeriksaan BPK menemukan beberapa masalah penting dalam proses transformasi Jamsostek menjadi PBJS Ketenagakerjaan. Hasil pemeriksaan, di antaranya terkait masalah evaluasi kebutuhan pegawai serta beban kerja dalam program jaminan hari tua (JHT). Selain itu menyangkut pengelolaan data peserta JHT serta pembenahan sistem teknologi informasi yang mendukung keandalan data tersebut. Menurut Bahrullah Akbar, terdapat inefisiensi pada Jamsostek dalam memberikan perlindungan dengan membayarkan santunan JHT. Selain itu juga ada beberapa permasalahan dalam distribusi manfaat bagi peserta Jamsostek. Terkait hal ini, BPK sudah memberikan sejumlah rekomendasi terkait hasil pemeriksaan/temuan. BPK juga memberikan masukan untuk dijadikan pertimbangan dalam penyusunan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS maupun peraturan teknis lainnya. Sementara itu, Direktur Utama Jamsostek Elvyn G Masassya menyambut baik inisiati BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan atau auditor negara. Kami di Jamsostek akan tindak lanjuti masukan BPK. Terutama soal efisiensi penyaluran dana JHT yang saat ini nilainya terus menyusut, karena sudah ada pencairan dari peserta, katanya. Menurut dia, untuk meningkatkan efisiensi terhadap peserta, ke depannya BPJS Ketenagakerjaan akan mengarahkan pelayanan berbasis teknologi. Layanan akan cenderung mengedepankan penggunaan teknologi pendukung, seperti registrasi kepesertaan secara elektronik (e-registration), pembayaran iuran secara elektronik (e-payment) serta penyaluran klaim secara elektronik (e-claim). Elvyn juga menegaskan bahwa selama dua tahun persiapan menjelang perubahan menjadi BPJS Ketenagakerjaan, Jamsostek akan menambah gerai (outlet) hingga menjangkau 440 kabupaten/ kota di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memudahkan akses pekerja/perusahaan terhadap pelayanan Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan. Dukungan terhadap BPJS juga di sampaikan oleh Menag BUMN Dahlan Iskan. Beliau merasa yakin Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bisa dilaksanakan pada Januari 2014, untuk memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat. Di sisi lain, pemerintah daerah diharapkan dapat mendata masyarakat dari sektor non formal, agar segera dapat terwujud health universal coverage. Pada salah satu kesempatan beliau mengatakan mulai 2014 seluruh rakyat Indonesia mendapat jaminan kesehatan . PT Askes (Persero) sudah sangat siap sebagai BPJS yang tidak hanya mengelola jaminan kesehatan PNS dan pensiunan saja, tetapi akan mengelola jaminana kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia. Di sisi lain, PT Jamsostek (Persero) sudah berencana untuk memperbanyak kanal- kanal distribusi pelayanan di seluruh Indonesia mulai 2013. Hal ini dilakukan untuk menjangtkau sekitar 20 juta pekerja formal di perusahaan yang hingga kini belum terlindungi program jaminan sosial. Direktur Kepesertaan Jamsostek mengatakan, dari total sekitar 33 juta pekerja formal secara nasional, yang aktif menjadi peserta program jaminan sosial yang diselenggarakan Jamsostek baru sekitar 11 juta orang. Sementara dari pekerja sektor informal atau perorangan masih di bawah satu juta orang. Sisanya sekitar 20 jutaan pekerja formal hingga kini sama sekali belum tersentuh program Jamsostek. Padahal mereka memiliki hak untuk ikut program-program Jamsostek sesuai amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992. Masih rendahnya kesadaran perusahaan dan pekerja terhadap pentingnya program Jamsostek ini menjadi salah satu kendala belum optimalnya jumlah kepesertaan di Jamsostek. Untuk itu Jamsostek akan mengintensifkan sosialisasi program jaminan sosial dan manfaatnya serta memperbanyak kanal-kanal distribusi pelayanan di seluruh Indonesia. Di antaranya memperbanyak kantor unit layanan, selain kantor cabang. Jamsostek akan menjalin kerja sama dengan berbagai instansi untuk membuka unit-unit pelayanan bagi peserta tersebut. Sebelumnya, Direktur Utama Jamsostek Elvyn G Masassya mengatakan, kantor cabang PT Jamsostek (Persero) siap mengunjungi perusahaan-perusahaan sebagai upaya jemput bola untuk meningkatkan kepesertaan. Apalagi hingga saat ini belum seluruh pekerja di perusahaan menjadi peserta program jaminan sosial yang diselenggarakan Jamsostek. Dalam hal ini ke depan, seluruh jajaran di Jamsostek tidak hanya menunggu di kantor. Namun turun ke lapangan melakukan pendekatan ke perusahaan-perusahaan. Saat ini jumlah EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM18
  • 19. pekerja formal di perusahaan swasta dan BUMN yang menjadi peserta Jamsostek sebanyak 11,1 juta orang. Padahal diperkirakan pekerja formal tersebut secara nasional mencapai 33 juta orang. Sementara itu, PT Askes (Persero) diingatkan untuk memperhatikan masalah data kepesertaan sebelum bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 1 Januari 2014, terutama terkait penerapan sistem data kepesertaan dan pelayanan yang berbasis teknologi informasi (TI). Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali H Situmorang mengatakan, sistem berbasis TI harus sudah diterapkan sebelum Askes bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini bertujuan agar program jaminan kesehatan untuk masyarakat luas bisa dilaksanakan dengan baik. Jika tidak didukung sistem berbasis TI, maka BPJS Kesehatan berpotensi mengalami kebangkrutan. Pihaknya kerap mengingatkan kepada Askes agar TI diperhatikan, karena bisa terjadi peserta ganda, yang berarti pembayaran berlapis. Lama-lama masalah ini bisa membuat bangkrut BPJS Kesehatan. Menurut Chazali, saat ini DJSN tengah mengharmonisasikan sistem informasi jaminan kesehatan nasional. Selama ini, data pelaksanaan program jaminan kesehatan di Indonesia belum terintegrasi. Data peserta di seluruh penyelenggara jaminan kesehatan belum terhimpun dengan baik. Padahal bagian terpenting dalam manajemen dan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang efektif terkait sistem informasi yang terintegrasi. Sistem ini dapat mengharmonisasikan data peserta program jaminan kesehatan dengan data dari Kementerian Dalam Negeri yang berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK). Namun, NIK juga belum disinkronisasi sebagai identifikasi peserta untuk para peserta program jaminan kesehatan. Padahal sistem informasi jaminan kesehatan ini harus menjadi lokomotif pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional (SJSN) secara keseluruhan, katanya. Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron memastikan, BPJS Kesehatan tetap akan beroperasi pada 1 Januari 2014 meski belum ada harmonisasi data dan sistem TI yang baku. Apalagi penerapan sistem TI tidak mudah, karena banyak model yang harus disesuaikan dengan kebutuhan. Apalagi sistem TI mencatat data dan transaski yang ada. Beliau lantas membantah bahwa akibat belum diharmonisasikannya sistem informasi pada saat BPJS Kesehatan, maka pelaksanaan program jaminan kesehatan bersifat uji coba (trial and error). Apalagi dalam masa transisi pasti membutuhkan penyesuaian, seperti dalam pelaksanaan e-KTP. Menurut Ali Gufron, sistem TI merupakan tulang punggung dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan. Karena itu harus menjadi prioritas. Apabila sistem ini sudah bisa dibangun, maka akan memudahkan pengintegrasian dengan program- program jaminan sosial lainnya, misalnya terkait masyarakat yang tergolong penerima besaran iuran (PBI) yang bisa berubah-ubah karena perubahan status sosial seseorang. Beliau menambahkan, yang semula miskin, bisa saja suatu saat masuk dalam kelompok mampu. Atau, yang tadinya tidak miskin, karena sesuatu hal masuk dalam jurang kemiskinan. Jadi, dengan kata lain, PBI bisa siapa saja. Karenanya, harus ditopang dengan sistem IT agar PBI benar-benar sesuai sasaran. Beliau menyebutkan, PBI 2014 sendiri tercatat sebanyak 86,4 juta orang miskin dan berpendapatan rendah. Artinya ada 40 persen masyarakat dengan penghasilan terendah hasil identifikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang masuk dalam catatan PBI. Data ini akan diperbarui tiga tahun sekali. Dengan kondisi seperti sekarang ini, tentu saja BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya masih ditemui hambatan-hambatan yang mengganggu jalannya proses transformasi. Oleh karena itu, sebagai warga negara Indonesia, kita harus tetap optimis dan mendukung adanya BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 19
  • 20. B erkaitan dengan hal tesebut diatas, Menteri Kesehatan bersama beberapa Pimpinan Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Mitra Dunia Usaha menandatangani kesepakatan bersama di bidang kesehatan, Senin (12/11) di Jakarta. Kesepakatan tersebut merupakan komitmen Ormas dan Dunia Usaha untuk mendukung dan berperan aktif dalam pembangunan kesehatan, khususnya pada pencapaian indikator MDG’s. Penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) antara Menkes dan Ormas dilakuan oleh Muhammad Jusuf Kalla selaku Ketua Umum (Ketum) Dewan Masjid Indonesia, M.Faqih Ridha Ketum Yayasan Jaringan Pesantren Nusantara, Anindyati Sulasikin Murpratomo Ketum Yayasan Amal Bhakti Ibu Indonesia, dan M. Akbar Kepala Bidang Pengkaderan Himpunan Mahasiswa Islam. Sedangkan dari dunia usaha, penandatanganan dilakukan oleh Gatot M. Suwandono Direktur Utama PT. Bank Negara Indonesia, Dyah Anita Prihapsari Ketum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Mada Shinta Dewi Presiden Direktur PT. Johnson & Johnson Indonesia, Sandeep Sur Direktur PT. Novo Nordisk Indonesia, Daniel Podiman Direktur Utama PT. Express Transido Utama Tbk, dan Bambang Sutantio Direktur PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory). Menteri Kesehatan dr.Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH dalam kesempatan tersebut memaparkan fokus kegiatan Ormas dan Dunia Usaha dalam pembangunan kesehatan. Ormas fokus pada promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di lingkungan tempat ibadah, sekolah, dan pesantren dalam berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta Desa Siaga Aktif. Sedangkan Dunia Usaha fokus pada peningkatan kesehatan Ibu, penurunan kematian anak, peningkatan status gizi masyarakat, pengendalian penyakit HIV dan AIDS, penyehatan lingkungan dan pengendalian penyakit tidak menular. Pembangunan kesehatan tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh jajaran kesehatan, begitu pula Jaminan kesehatan Semesta hanya mungkin terwujud jika didukung oleh seluruh jajaran pemerintah dan swasta serta masyarakat.“Pada kesempatan yang berbahagia ini saya mengajak dunia usaha, ormas, dan seluruh STOP PRESSSTOP PRESS lapisan masyarakat agar berperan positif dalam mewujudkan jaminan kesehatan semesta”, ujar Menkes. Demi terwujudnya jaminan kesehatan semesta atau yang disebut universal health coverage, Pemerintah sedang menyiapkan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Kesehatan baik regulasi, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dan kegiatan sosialisasi. Hal ini sesuai dengan amanat Undang- Undang (UU) No. 40 tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJSN) dan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS). Diharapkan tahun 2019 jaminan kesehatan semesta ini sudah dapat terwujud di Indonesia. “kita sebagai petugas kesehatan, sebagai pemerintah berkewajiban untuk membantu rakyat sehat dan tetap sehat dari dalam kandungan sampai Tuhan panggil dia”, tegas Menkes. Upaya lain yang telah dilakukan dunia usaha dan ormas dalam pembangunan kesehatan, yaitu : • Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang menekankan pada terbentuknya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah, serta mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi, termasuk upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. • Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di berbagai tatanan masyarakat, seperti : rumah tangga, sekolah, institusi kesehatan, tempat kerja dan tempat umum. • Penyediaan fasilitas pemberian ASI di tempat umum dan tempat kerja, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif yang mewajibkan pengelola tempat umum dan tempat kerja untuk menyediakan fasilitas agar ibu dapat menyusui bayinya atau memerah ASI. • Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). • Pelaksanaan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat seperti Posyandu, Poskestren, dan Posbindu. Menkes menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada dunia usaha dan ormas atas kerjasamanya selama ini dengan pemerintah dalam berbagai kegiatan.“Selanjutnya saya berharap agar upaya-upaya tersebut dapat ditingkatkan”, ujar Menkes. (Eci) Ormas, Dunia Usaha dan Kemenkes sepakat Capai MDG’s Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari dukungan dan komitmen dari seluruh warga masyarakat Indonesia untuk mencapai Millenium Development Goal’s (MDG’s). Lima dari delapan agenda MDG’s berkaitan langsung dengan bidang kesehatan yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan Angka Kematian Anak, meningkatkan kesehatan Ibu, memerangi HIV/AIDS, Malaria, Tuberkulosis, dan penyakit lainnya, serta melestarikan lingkungan hidup. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM20
  • 21. MEDIAUTAMA Setiap tanggal 1 Desember selalu diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Hari tersebut digagas pada Pertemuan Menteri Kesehatan sedunia pada tahun 1988, guna menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang disebabkan oleh penyebaran virus HIV. Namun sejauh mana Anda mengenal HIV dan penyakit AIDS itu sendiri? Karena masih banyak masyarakat mendapatkan sebuah informasi yang salah terhadap penyakit satu ini. HIV-AIDS Mengenal, dan Mencegah Pertumbuhan 21EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 22. MEDIA UTAMA HIV Menyerang Kekebalan Tubuh Manusia H uman Immunodeficiency Virus atau yang dikenal dengan singkatan HIV adalah virus yang menyebabkan AIDS. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Dengan melemahkan pertahanan tubuh terhadap penyakit, HIV menyebabkan tubuh menjadi rentan terhadap sejumlah infeksi dan yang berpotensi mengancam nyawa dan juga terhadap kanker. HIV dapat menular yang berarti virus tersebut dapat berpindah dari satu orang ke orang lain. HIV merupakan suatu subgroup retrovirus yang dikenal sebagai lentivirus, atau“slow”virus. Jadi bagi orang yang terkena virus HIV dampaknya dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama hingga muncul gejala yang berat. Para penderita HIV ini disebut dengan ODHA. Terjangkitnya HIV dapat memunculkan penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome), yakni suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh. AIDS dikenal luas sejak tahun 1981, meskipun virus telah terdapat pada darah yang tersimpan pada tahun 1959. virus yang mirip telah ditemukan pada primata. Cara Penularan Virus HIV HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan melalui cairan tubuh tersebut. Jadi seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak dengan cairan tersebut. Meskipun virus terdapat dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urin, tetapi cairan tersebut tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadarnya sangat rendah dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi untuk masuk ke dalam darah orang lain. Cara penularan yang lazim adalah, melakukan kontak seksual yang tidak terlindungi (seks tanpa menggunakan kondom) dengan ODHA. Maka dianjurkan untuk tidak melakukan seks bebas di luar nikah. Lalu kontak dengan darah yang terinfeksi (melalui tusukan jarum suntik, pemakaian jarum suntik secara bersama, dan produk darah yang terkontaminasi). Kemudian penularan dari ibu dengan HIV ke bayi (selama dan setelah lahir). Cara lain dapat juga ditemui seperti, tato, transplantasi organ dan jaringan, inseminasi buatan, tindakan medis semi invasif. Mitos di masyarakat yang begitu ditakuti ternyata tidak ada risiko penularannya seperti, memeluk, bercium, pemakaian bersama alat makan, sentuh tubuh, atau penggunaan toilet umum. HIV juga tidak disebarkan oleh nyamuk atau serangga lainnya. Penyakit Yang Terkait Dengan Infeksi HIV Oleh karena menurunnya sistem imunitas, maka seseorang menjadi rawan untuk mendapatkan berbagai macam penyakit. HIV sendiri dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk yang berbeda. Ada pun penyakit-penyakit yang umum terkait dengan infeksi HIV adalah TB, Pneumocystis jerivecii, Kandidiasis esofagus, Kriptokokosis, Toksoplasmosis, Kriptosporodiosis, Cytomegalovirus (CMV), dan Infeksi mycobacterium avium complex (MAC). Bagaimana Mencegah HIV? Banyak cara untuk mencegah penularan HIV AIDS, dalam konteks hubungan seksual adalah dengan cara Abstinensia yaitu tidak melakukan hubungan seksual, setia kepada pasangan, melakukan hubungan seks yang aman dengan menggunakan kondom, mengobati pasangan seksual, menemukan dan mengobati secara cepat kasus IMS. Kemudian pencegahan penularan melalui darah dan cairan tubuh dapat dengan cara penggunaan jarum suntik yang steril, serta menghindari terkenanya darah dan cairan pasien HIV pada bagian tubuh yang ada luka dengan menerapkan kewaspadaan standar bagi petugas kesehatan. Lalu untuk mencegah penularan dari ibu kepada janin dengan cara menawarkan tes IMS dan HIV kepada ibu hamil serta pemberian ARV kepada ibu hamil (HIV (+) melalui program pencegahan dari ibu ke anak (PPIA). EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM22
  • 23. Pertumbuhan Epidemi HIV-AIDS di Indonesia Sejak pertama kali kasus AIDS ditemukan tahun 1987 sampai dengan September 2012, kasus AIDS tersebar di 341 (68,478%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Wilayah pertama kali ditemukan adanya kasus AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adanya kasus AIDS adalah Provinsi Sulawesi Barat (2011). Sejak tahun 2005 sampai September 2012, terdapat kasus HIV sebanyak 92.251 yang didapat dari laporan layanan konseling dan tes HIV. Faktor resiko penularan HIV tertinggi adalah hubungan sex tidak aman pada heteroseksual, seperti terlihat pada table berikut. Adapun 10 Provinsi jumlah kumulatif kasus AIDS terbanyak 1987 sampai September 2012 Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus HIV tahun 2012 didapatkan tertinggi pada usia 25 – 29 tahun, kemudian diikuti oleh kelompok umur 30 hingga 39 tahun. Meskipun Indonesia tergolong epidemi rendah, namun Indonesia satu-satunya di regional ASEAN yang mengalami peningkatan prevalensi HIV- AIDS secara cepat. Kasus AIDS berdasarkan faktor risiko penularan yang tertinggi adalah melalui heteroseksual (77,4%), kemudian diikuti pengguna napza suntik (32,4%), dan kemudian lelaki seks lelaki (3,7%) data ini berdasarkan laporan Departemen Kementerian Kesehatan Triwulan III, 2012. Indonesia terbagi menjadi dua daerah epidemi: pertama epidemi HIV di Tanah Papua ada kecenderungan meluas. Data STBP 2006 prevalensi HIV pada masyarakat umum sebesar 2,4 %. Pada provinsi lain epidemi terkonsentrasi pada populasi berisiko tertular HIV. Upaya Pengendalian HIV-AIDS Dalam upaya pengendaliannya dilakukan empat cara mulai dari promotif, yaitu dengan pemberian KIE kepada masyarakat umum. Melakukan kampanye,“Aku Bangga, Aku Tahu”kepada penduduk usia 15 sampai 24 tahun, karena kelompok ini rawan tertular HIV, dan kerjasama lintas sektor dan lintas program. Kemudian dilakukan pula upaya preventif, dengan cara tes HV terutama pada populasi berisiko dan penderita TB yang berisiko penemuan secara cepat dan pengobatan yang tepat kasus IMS, pengurangan dampak buruk Napza, serta pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Setelah preventif upaya berlanjut kepada Kuratif yaitu mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat dengan menggunakan Terapi Antiretroviral, dan pengobatan infeksi oportunistik. Terakhir upya yang dilakukan adalah Rehabilitatif, yakni memberi dukungan psikososial kepada ODHA. Penanganan Kasus HIV-AIDS Untuk menjadi informasi bagi masyarakat bahwa penanganan kasus HIV-AIDS mulai dari orang dengan risiko tertular HIV datang ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Klinik, Rumah Sakit dilakukan konseling dan tes HIV. Setelahnya setiap orang yang dinyatakan HIV (+), dan nilai CD4 < 350 diberikan pengobatan Obat Anti Retroviral gratis dengan paduan tiga rejimen obat sesuai buku panduan tatalaksana terapi ARV Kemenkes 2011. Bagi orang terinfeksi pengobatan diberikan seumur hidup kemudian diikuti perkembangan penyakitnya untuk mencegah timbulnya infeksi oportunistik yang dapat memperberat daya tahan tubuh ODHA. Penting dalam keberhasilan pengobatan agar ODHA berkomitmen untuk patuh meminum ARV seumur hidupnya. Hambatan Program Pengendalian HIV-AIDS di Indonesia Dalam mengendalikan HIV-AIDS di Indonesia masih mengalami hambatan berarti, seperti adanya stigma dan diskriminasi, lalu norma dalam masyarakat yang masih tabu membicarakan kesehatan reproduksi, serta keterbatasan akses pelayanan kesehatan disebabkan daerah sulit dijangkau atau dareah terpencil. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 23
  • 24. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM24
  • 25. B erbagai penyakit terus berkembanga sekarang ini, baik yang menular maupun yang tidak menular. Dari penyakit yang menular dan tidak menular, banyak penyakit yang sifatnya mematikan. Salah satu contoh penyakit yang mematikan, misalnya penyakit AIDS yang disebabkan virus HIV. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang sel CD4/sel darah putih dan menjadikannya tempat berkembang biak, kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa. Secara umum HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab AIDS. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang akan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan segala penyakit yang datang. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina dan air susu ibu (ASI). Pemahaman tentang penyebaran HIV harus dipahami oleh setiap orang, sehingga semua pihak bisa mengatisipasi penyebaran virus ini. AIDS sendiri merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan system imun yang disebabkan oleh infeksi HIV. Penyakit yang menyerangi sistem kekebalan tubuh ini, hingga sekarang belum ditemukan obatnya. Antiretroviral sendiri sebagai obat yang sering dikonsumsi penderita AIDS, hanya mengurangi aktifitas virus dan infeksi oportunistik. Walaupun sering virus HIV sudah ditemukan antivirusnya, tetapi virus ini adalah virus yang hebat. Saat antivirus HIV telah ditemukan, virus ini dapat mengubah RNA-nya (asam ribonukleat) sehingga antivirus tersebut menjadi tidak mempan terhadap antivirus yang telah ditemukan dan harus dicari antivirus barunya lagi. Sejarah penemuan penyakit HIV/AIDS dimulai sejak tahun 1981 di Amerika Serikat. Kasus HIV/AIDS dimulai dengan munculnya laporan mengenai kasus–kasus penyakit infeksi yang jarang terjadi, yang ditemukan dikalangan homoseksual, dan kemudian dirumuskan sebagai penyakit Gay Related Immune Deficiency (GRID). Penyakit GRID adalah penyakit yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh yang sering dihubungkan dengan kaum gay/homoseksual. Kemudian pada tahun 1982, CD–USA (Centers for Disease Control) Amerika Serikat untuk pertama kali membuat definisi AIDS. Sejak saat itulah istilah AIDS mulai dipopulerkan. Pada tahun ini pula, Luc Montagnier dari Pasteur Institut Paris menemukan bahwa kelainan ini disebabkan oleh LAV (Lymphadenophaty Associaterd Virus ). Pada tahun 1984, Gallo dan kawan–kawan dari National Institute of Health, Bethesda, Amerika Serikat menemukan HTLV III ( Human T Lymphotropic Virus type III) sebagai sebab kelainan ini (AIDS). Pada tahun 1985, ditemukan Antigen untuk melakukan tes ELISA, suatu tes untuk mengetahui terinfeksi virus itu atau tidaknya seseorang. Pada tahun 1986, International Commintte on Taxonomi of Viruses, memutuskan nama penyebab penyakit AIDS adalah HIV, sebagai pengganti nama LAV dan HTLV III. Pada tanggal 15 April 1987, kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan berusia 44 tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali. Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir tahun 1987, terdapat enam orang yang didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS akut. Sejak ditemukan tahun 1978, secara kumulatif jumlah kasus AIDS di Indonesia sampai dengan tahun 2009 sebanyak 18.442 kasus. Angka ini kemudian meningkat pada tahun 2011. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2011, jumlah kasus AIDS telah mencapai 26.483 kasus dengan penyebaran pada 33 provinsi dan 300 kabupaten/kota, dengan rasio laki-laki dan perempuan sebanyak 3:1. Dalam laporan tahun 2011, kelompok umur yang terkena HIV/AIDS yaitu umur 20-29 tahun sebanyak 46,4%, umur 30-39 tahun sebanyak 31,5%, dan 9,8% adalah umur 40-49 tahun. Diproyeksikan pada tahun 2014 nanti jumlah infeksi baru HIV usia 15-49 tahun sebesar 79.200 dan proyeksi untuk usia 15-49 tahun sebesar 501.400 kasus. Jumlah penderita penyakit HIV/AIDS, atau yang dikenal dengan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), yang meninggal akibat AIDS jumlahnya sekitar 3000-5000 orang per tahun di dunia, atau sekitar 10 orang per harinya. Sasaran yang paling rentan terhadap penyakit HIV/AIDS adalah kelompok usia produktif, 15-49 tahun. Jika kelompok ini sudah terkena penyakit HIV/AIDS, maka perkembangan bangsa Indonesia ke depannya menjadi sebuah ancaman. Sebab penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Indonesia terancam kehilangan generasi penerusnya, jika penyakit ini tidak segera ditanggulangi. Salah satu hal yang penting untuk diketahui dalam penanggungan HIV/AIDS adalah mengenai penyebaran HIV/AIDS itu sendiri. Penyebaran HIV sendiri dapat menular melalui hubungan seksual (yang tidak terlindungi) dengan orang yang telah terinfeksi HIV, melalui jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian, melalui tranfusi darah yang mengandung HIV, ibu HIV positif ke bayinya; waktu dalam kandungan, ketika melahirkan atau melalui ASI. Anggapan yang sering keliru dalam masyarakat adalah anggapan yang mengira bahwa HIV menular melalui sentuhan, HIV-AIDS EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 25
  • 26. salaman, penggunaan peralatan makan bersama, kolam renang, gigitan nyamuk, tinggal serumah atau duduk bersama. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa HIV tidak akan menular dalam kegiatan sehari-hari seperti itu. Penyakit HIV/AIDS tidak semerta-merta muncul dan menyebabkan kematian pada penderitanya. Terdapat lima stadium hingga akhirnya penderita HIV/AIDS sampai pada titik terparah. Lima stadium penyakit HIV/AIDS tersebut, yaitu pada gejala awal (1) stadium infeksi, pasien mengalami demam, kelemahan, Nyeri sendi menyerupai influenza/nyeri tenggorok, dan pembesaran kelenjaran getah bening. Stadium kedua (2) merupakan stadium tanpa gejala, stadium dimana penderita nampak sehat, namun dapat merupakan sumber penularan infeksi HIV. Stadium tiga (3), gejala stadium ARC, dengan ciri-ciri demam lebih dari 38°C secara berkala atau terus, menurunnya berat badan lebih dari 10% dalam waktu 3 bulan, pembesaran kelenjar getah bening, diare yang berkala atau terus menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas, kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik, dan berkeringat pada malam hari. Tahap keempat (4) merupakan ciri utama gejala AIDS. Gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut Sarkoma Kaposi (kanker pembuluh darah kapiler) dan juga adanya kanker kelenjar getah bening. Terdapat infeksi penyakit penyerta misalnya pneomonia, pneumocystis,TBC, serta penyakit infeksi lainnya seperti teksoplasmosis dsb. Gejala terakhir (5) adalah gejala gangguan susunan saraf, yang terdiri dari lupa ingatan, kesadaran menurun, mengalami perubahan kepribadian, muncul gejala–gejala peradangan otak atau selaput otak, dan akhirnya mengalami kelumpuhan. Umumnya penderita AIDS sangat kurus, sangat lemah dan menderita infeksi. Penderita AIDS selalu meninggal pada waktu singkat (rata-rata 1-2 tahun) akan tetapi beberapa penderita dapat hidup sampai 3 atau 4 tahun. Di masyarakat sendiri sering muncul anggapan keliru mengenai penyakit AIDS. Anggapan keliru tersebut misalnya 1. Orang Yang Baru Didiagnosis HIV/AIDS Akan Segera Meninggal Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena seorang yang telah terdiagnosis tertular HIV/AIDS, terbukti bisa hidup lebih lama dari perkiraan sebelumnya. Pemakaian obat, program pengobatan yang baik, dan pemahaman yang lebih baik tentang virus ini memungkinkan mereka yang terinfeksi untuk hidup normal, sehat, dan tentunya tetap hidup produktif. 2. HIV/AIDS Bisa Disembuhkan Lewat Pengobatan Alternatif Tidak sedikit orang ataupun klinik alternatif yang mengklaim mampu menyembuhkan AIDS. Padahal, kenyataannya sekarang ini belum ditemukan obat untuk mengalahkan HIV/AIDS. 3. Dokter Umum Bisa Mengobati HIV/AIDS Para ahli percaya bahwa dengan kompleksitas HIV dan AIDS, berarti hanya dokter spesialis kasus ini yang mampu merawat ODHA. Dokter umum hanya mengetahui secara sepintas mengenai HIV/AIDS, tidak secara benar-benar mengatasinya. Apalagi AIDS belum ada obatnya. 4. HIV/AIDS Tidak Bisa Tertular Lewat Seks Oral Ini merupakan pendapat yang tidak benar dan mitos ini sangat berbahaya. Kondom harus tetap digunakan setiap kali melakukan hubungan seksual, anal, dan oral. Sebab, pada prinsipnya HIV menular melalui cairan sperma atau vagina. 5. Mengidap HIV/AIDS Tidak Bisa Punya Anak Wanita yang hidup dengan HIV/AIDS tetap bisa hamil dan memiliki keturunan. Untuk mengurangi risiko penularan HIV pada anak yang dilahirkan, ibu ODHA harus menjalani pengobatan untuk mengendalikan infeksi virus HIV. 6. Usia Di Atas 50 Tidak Akan Tertular HIV/AIDS Dalam hasil studi penelitian lapangan, virus ini masih ditemukan pada mereka yang berusia di atas 50 tahun. Virus HIV ini bisa menyerang segala usia. 7. Pasangan yang Sama-sama Kena HIV/AIDS, Tak Perlu Pakai Pengaman Para ahli menilai bila sesama ODHA tidak menggunakan kondom ketika melakukan hubungan, hal tersebut dapat memperparah kondisi ODHA dan proses pengobatan pun menjadi lebih sulit. 8. Anggapan bahwa HIV Menular Akibat Salaman Hal ini merupakan anggapan yang keliru dan tidak baik bagi ODHA. ODHA sering dijauhi dalam pergaulan akibat mereka yang sehat dan normal takut tertular melalui sentuhan kulit. Padahal, HIV tidak menular melalui sentuhan kulit, seperti salaman. Ada ungkapan bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati. Ungkapan ini berlaku pula bagi penyakit HIV/AIDS. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pencegahan HIV/AIDS adalah 1. Pencegahan penularan melalui jalur non seksual : a. Transfusi darah cara ini dapat dicegah dengan mengadakan pemeriksaan donor darah sehingga darah yang bebas HIV saja yang ditransfusikan. b. Penularan AIDS melalui jarum suntik oleh dokter paramedis dapat dicegah dengan upaya sterilisasi yang baku atau menggunakan jarum suntik sekali pakai. 2. Pencegahan penularan melalui jalur seksual Pencegahan ini dapat dilakukan dengan pendidikan/ penyuluhan yang intensif yang ditujukan pada perubahan cara hidup dan perilaku seksual, serta bahayanya AIDS pada usia remaja sampai usia tua. 3. Pencegahan dengan program sosialisasi dan penyuluhan Dengan melalui program ini, masyarakat akan menjadi EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM26
  • 27. lebih mengerti tentang HIV/AIDS yang sesungguhnya. Agar masyarakat tidak sembarangan menggunakan jarum suntik, melakukan seks bebas dan mau bergaul dengan ODHA. Pemerintah sendiri, dalam hal ini melalui Kementerian Kesehatan, telah melakukan berbagai langkah sebagai upaya mencegah dan mengurangi angka penderita HIV/AIDS. Salah satunya adalah bergabung dengan berbagai organisasi nasional, regional, dan internasional untuk mendukung Gerakan Indonesia Bebas AIDS, sebagai salah satu tujuan MDG’s 2015. HIV/AIDS setiap tahunnya sering diperingati oleh dunia internasional, yaitu tepatnya pada tanggal 1 Desember, sebagai Hari AIDS sedunia. Pada tahun 2012 ini, tema hari AIDS sedunia adalah Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV-AIDS. Tema ini merupakan ajakan untuk menghentikan laju epidemi HIV/ AIDS di masa mendatang. Pemerintah telah berkomitmen akan meningkatkan kapasitas dengan memobilisasi sumber daya nasional secara terkoordinasi, sinergis, sinkron, dan akuntabel guna mempercepat pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS. Di Indonesia, puncak acara Hari AIDS sedunia akan dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 2012. Dengan mengusung slogan “Stop AIDS Melalui Kesetaraan Gender untuk Menghapus Segala Bentuk Stigma dan Diskriminasi”, peringatan hari AIDS sedunia di Indonesia bertujuan utama untuk mempercepat respon masyarakat terhadap HIV dan AIDS dengan fokus pada perlindungan perempuan dan perlindungan anak, mencegah infeksi baru, meningkatkan akses pengobatan, dan mengurangi dampak dari AIDS. Penyelenggaraan Peringatan Hari AIDS Sedunia tahun 2012 di tingkat pusat akan diselenggarakan dalam bentuk (1) Seminar, Round Table Discussion, dan Pertemuan ilmiah membahas tentang HIV dan AIDS; (2) Advokasi dalam bentuk dialog media, siaran pers, dan temu pakar; (3) Promosi dan Kampanye dalam bentuk penyuluhan massa, publikasi melalui media cetak, publikasi melalui media elektronik, serta promosi melalui percetakan dan distribusi brosur, pamflet, topi; (4) Sosialisasi HIV dan AIDS dengan kegiatan khotbah keagamaan, sesuai dengan agama masing- masing; (5) Mengadakan lomba-lomba, seperti lomba musik remaja, lomba karya tulis remaja, lomba pembuatan film pendek, dan lomba pepmbuatan cerpen, yang kesemuanya mengusung tema HIV/AIDS; (6) Pameran, yang berupa media, bahan KIE, program dan layanan. Tujuan dari acara puncak Hari AIDS Sedunia ini adalah untuk menggugah kepedulian seluruh komponen bangsa, baik pemerintah, dunia usaha, dan swasta serta berbagai lapisan masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS secara terintegrasi. Puncak acara ini akan diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah. Penyakit Tidak Menular Sehat adalah sesuatu yang begitu berharga dan selalu berusaha dijaga oleh seseorang. Cara yang dilakukan banyak orangt untuk menjaga agar tetap sehat, misalnya dengan berolahraga, berusaha mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat, serta mencoba menjauhkan diri dari berbagai virus dan kuman. Akan tetapi, ketika seseorang hanya mencoba menjauhkan diri dari berbagai virus dan kuman, orang tersebut hanya berusaha menjauhkan diri dari penyakit tidak menular. Sebab, penyakit pada dasarnya terbagi atas penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular banyak yang berujung pada meninggalnya seseorang. Penyakit Tidak Menular atau yang lebih dikenal juga dengan sebutan PTM, seperti gangguan jantung, stroke, kanker, diabetes, EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 27
  • 28. dan penyakit paru-paru telah menjadi pembunuh nomor satu di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Penasihat Regional Penyakit Tidak Menular Organisasi Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO SEARO), Regu Garg, pada bulan September 2012 di Yogyakarta. Garg mengatakan bahwa kematian di Asia Tenggara yang disebabkan oleh penyakit tidak menular berjumlah 7,9 juta kematian (55%), sedangkan kematian yang disebabkan penyakit menular berjumlah lima juta jiwa (35%) dan akibat cedera 1,5 juta jiwa (10,7%). Di Indonesia, angka kematian PTM sendiri terus meningkat. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Departemen Kesehatan, proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Pada dasarnya, Penyakit Tidak Menular adalah sebutan bagi penyakit-penyakit yang tidak ditularkan oleh virus dan bakteri. Penyakit menular sendiri cenderung sulit diketahui penyebab utamanya. Akan tetapi, penyakit tidak menular sering berkaitan dengan usia produktif manusia, usia yang berkaitan dengan masa seseorang saat mencari penghasilan atau pekerjaan. Orang yang berada pada usia produktif cenderung lebih fokus pada pekerjaannya sehingga melupakan keadaan kesehatannya. Dalam keadaan seperti inilah penyakit tidak menular tumbuh, contoh kasusnya seperti munculnya penyakit diabetes akibat terlalu banyak mengkonsumsi makanan/cemilan manis di kantor, ketika sedang bekerja. Beberapa hal yang turut mempengaruhi terjangkitnya penyakit tidak menular pada diri seseorang adalah asap rokok, pola hidup tidak sehat, kurang olahraga, dan konsumsi alkohol. Faktor–faktor inilah yang didasarkan hasil penelitian menjadi empat faktor risiko penyakit tidak menular,seperti kardiovaskuler, diabetes, kanker, dan berbagai penyakit kronis lainnya. Di Indonesia sendiri telah terjadi perubahan pola penyakit, dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, yang dikenal sebagai transisi epidemiologi. Terjadinya perubahan pola penyakit ini berkaitan dengan beberapa hal, seperti (1) perubahan struktur EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM28
  • 29. masyarakat dari agraris ke industri; (2) perubahan struktur penduduk dalam hal penurunan jumlah anak usia muda dan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut karena keberhasilan KB; (3) perbaikan dalam sanitasi lingkungan untuk menurunkan penyebaran penyakit menular; (4) peningkatan tenaga kerja wanita karena emansipasi; (5) peningkatan pelayanan kesehatan dalam memberantas penyakit infeksi dan meningkatkan angka umur harapan hidup. Penyakit tidak menular mempunyai kesamaan dengan (1) penyakit kronik; (2) penyakit non-infeksi; (3) new communicable disease; (4) penyakit degeneratif. Dikenal sebagai penyakit kronik karena PTM biasanya bersifat kronik, walaupun ada juga yang kelangsungannya mendadak, seperti keracunan; disebut penyakit non-infeksi karena penyebab PTM bukan mikroorganisme, namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganime dalam terjadinya PTM; disebut penyakit degeneratif karena berhububungan dengan proses degenerasi atau ketuaan, sehingga PTM banyak ditemukan pada seseorang berusia lanjut, dan karena perlangsungannya yang lama, menyebabkan PTM berkaitan dengan proses degeneratif yang berlangsung sesuai waktu dan umur; disebut new communicable disease karena dianggap dapat menular melalui gaya hidup, dalam hal ini menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global. Karakteristik dari penyakit tidak menular adalah penularan penyakitnya tidak melalui suatu rantai penularan tertentu, masa inkubasi yang panjang, banyak menghadapi kesulitan diagnosis, mempunyai variasi yang luas, memerlukan biaya yang tinggi dalam upaya pencegahan maupun penanggulangannya, dan faktor penyebabnya multikausal, bahkan cenderung tidak jelas. Penyakit tidak menular mempunyai beberapa perbedaan dengan penyakit tidak menular. Perbedaan tersebut dapat kita lihat pada tabel di bawah ini, PenyakitTidak Menular Penyakit Menular Lebih banyak ditemui di negara industri lebih banyak ditemui di negara berkembang Tidak ada rantai penularan rantai penularan jelas Perlangsungan kronik perlangsungan akut Etiologi tidak jelas etiologi mikroorganisme jelas Biasanya multiple causa bersifat single causa Diagnosis cenderung sulit diagnosis cenderung mudah Sulit mencari penyebabnya cenderung mudah mencari penyebabnya Biaya mahal biaya relatif murah Ada iceberg phenomen jelas muncul di permukaan Morbiditas dan mortalitasnya cenderung meningkat morbiditas dan mortalitasnya cenderung menurun Pentingnya pengetahuan tentang penyakit tidak menular (PTM) di latarbelakangi dengan kecenderungan semakin meningkatnya prevalensi PTM dalam masyarakat ,khususnya masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia yang sedang membangun dirinya dari negara berkembang menuju masyarakat industri membawa kecenderungan baru dalam pola penyakit masyarakat. Perubahan pola struktur masyarakat dari struktur agraris ke struktur masyarakat industri banyak memberi andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi, yang juga kemudian perubahan dalam meningkatnya penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular dapat dicegah dengan mengkolaborasikan berbagai aspek seperti pertanian, makanan, pendidikan, lingkungan, informasi, serta keuangan. Implementasinya antara lain dengan memperbanyak informasi tentang bahaya rokok dan alkohol, mengajarkan anak tentang gaya hidup sehat, meningkatkan pajak rokok, dan meningkatkan fasilitas fisik untuk berolahraga. Langkah untuk mengatasi penyakit tidak menular bukan saja menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga pihak swasta dan kerjasama dari masyarakat. Kerjasama nyata untuk mengatasi masalah penyakit tidak menular misalnya adalah kementerian olahraga dan infrastruktur dapat menyiapkan sarana dan fasilitas untuk berolahraga. Kementerian informasi melalui televisi swasta ataupun berbagai media massa mengendalikan iklan dan promosi makanan tinggi gula, garam, dan lemak yang berdampak EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 29
  • 30. MEDIA UTAMA buruk bagi kesehatan. Anak mudah terpengaruh iklan sehingga menginginkan makanan-makanan itu. Anak yang obesitas merupakan calon penderita penyakit tidak menular. Kementerian Kesehatan sendiri telah mengembangkan program pengendalian PTM sejak tahun 2005. Upaya pengendalian faktor risiko PTM yang telah dilakukan berupa promosi Perilaku Bersih dan Sehat (PBS) serta pengendalian masalah tembakau. Beberapa Pemerintah Daerah telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan membentuk Aliansi Walikota/Bupati dalam Pengendalian Tembakau dan Penyakit Tidak Menular. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Tembakau dalam proses. Sedangkan untuk pengaturan makanan berisiko, Kementerian Kesehatan akan membuat regulasi yang mengatur mengenai gula, garam dan lemak yang tidak standar dalam makanan yang dijual bebas. Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian kesehatan RI, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan bahwa Indonesia sudah melakukan upaya untuk mencegah penyakit tidak menular. Di antaranya melalui program screening kanker payudara dan serviks di 18 provinsi di Indonesia, pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah, serta pengendalian penyakit kronis degeneratif. Dalam kesempatan lain, Seminar Nasional Persatuan Sarjana Kesehatan Masyarakat (PERSAKMI) dan Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) di Sulawesi Selatan, Tjandra Yoga Aditama menjelaskan mengenai peran kesehatan dalam MDGs 2015, serta menggambarkan situasi epidemiologi dan program penanggulangan berbagai penyakit, termasuk di dalamnya mengenai penanggulangan PTM. Dalam seminar ini, Tjandra menyatakan bahwa perlu cara “CERDIK”untuk menanggulangi penyakit tidak menular. Hal yang dimaksud cara CERDIK tersebut adalah Cek kesehatan secara teratur, Enyahkan asap rokok, Rajin berolahraga, Diet yang sehat, Istirahat yang cukup dan Kelola stress(CERDIK). Disamping cara CERDIK tersebut, hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan penanggulangan masalah merokok, pengaturan diet garam, gula dan lemak. Dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional tahun 2012 yang telah diperingati pada 12 November lalu, Menteri Kesehatan turut memberikan perhatiannya pada masalah penyekit tidak menular. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Kesehatan mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan telah berhasil menurunkan masalah penyakit menular dan gizi buruk di tanah air, namun diakui bahwa penyakit tidak menular dan penyakit menular tertentu seperti HIV/AIDS, justru menunjukkan peningkatan. Faktor risiko utama terjadinya penyakit menular maupun penyakit tidak menular adalah gaya hidup dan perilaku yang tidak sehat. Menurut Menkes, gaya hidup yang sehat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup, perlu dikembangkan menjadi bagian dari perilaku sehari-hari. Gaya hidup sehat, tersebut diantaranya berolahraga teratur, makan dengan menu seimbang, tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol atau Napza, mengatasi stres, menghindari perilaku seks berisiko, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Menkes juga mengimbau agar seluruh jajaran kesehatan senantiasa selalu mempromosikan pola hidup sehat dimanapun berada, serta dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam menerapkan pola hidup sehat. Menkes juga menegaskan bahwa dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat, promosi kesehatan, pencegahan spesifik dan diagnosis dini perlu diutamakan. Apabila penyakit sudah terjadi pada diri seorang pasien, maka harus ada aksi cepat tanggap untuk melakukan pengobatan dan perawatan dari pihak rumah sakit setempat. Perhatian mengenai masalah penyakit tidak menular datang juga dari pihak swasta, salah satunya adalah dari Yayasan Jantung Indonesia. Yayasan Jantung Indonesia (YJI) bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI) berinisiatif membentuk Aliansi Nasional Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Aliansi ini beranggotakan Ikatan Dokter Indonesia, PERKI, Perhimpunan Dokter Spesialis Paru, Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia, Perhimpunan Hipertensi Indonesia, Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Perhimpunan Onkologi Indonesia, Perhimpunan Nefrolofi Indonesia, Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia, Yayasan Stroke Indonesia dan Persadia. Aliansi ini sepakat untuk menerapkan cara yang efisien dan efektif dalam mengurangi munculnya penyakit tidak menular di masyarakat. Terdapat beberapa butir kesepakatan Aliansi Nasional Pencegahan dan Pengendaian Penyakit Tidak Menular, yang diharapkan dapat segera terwujud untuk mengurangi angka penderita Penyakit Tidak Menular. Berikut ini adalah butir-butir Aliansi Nasional Pencegahan dan Pengendaian Penyakit Tidak Menular, • Mengharapkan komitmen pemerintah untuk lebih memperhatikan upaya pencegahan dan pengendalian Penyakit Tidak Menular melalui pendanaan yang cukup. • Meminta langkah lanjut Pemerintah Indonesia untuk mengaksesi dokumen FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), guna melindungi generasi sekarang dan masa depan dari dampak buruk kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi akibat konsumsi rokok. • Berusaha mewujudkan komitmen nasional untuk melakukan upaya-upaya dan manajemen pencegahan faktor-faktor risiko penyakit tidak menular. • Mendorong kesepakatan dengan pemerintah bahwa penyakit tidak menular dimasukkan dalam pencapaian tujuan MDG’S • Mendorong dan menumbuh kembangkan perilaku hidup sehat dalam masyarakat. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM30
  • 31. B angsa yang kuat adalah bangsa yang sehat, untuk menjadi sehat tentu suatu bangsa harus didukung oleh fasilitas, SDM serta informasi yang tepat. Melalui hal itu Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, mengutarakan kepada seluruh jajaran rumah sakit perlu menyiapkan diri dalam menyongsong era baru pembangunan kesehatan di Tanah Air, yaitu dimulainya jaminan kesehatan semesta atau universal health coverage (UHC). Pernyataan tersebut disampaikan pada peresmian Kegiatan Kongres XII Persi (7/11). Untuk acara Kongres itu sendiri dilaksanakan mulai tanggal 7 hingga 11 November 2012, bertempat di JCC Jakarta. Pada kesempatan itu Menkes RI didampingi oleh Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS, Ketua Persi, Dr. dr. Sutoto, M.Kes, dan Ketua Pelaksana Kegiatan, dr. Sri Rachmani, M.Kes, MHKes. Pada tema Kongres kali ini adalah Strategi Rumah Sakit Menghadapi Arus Kuat Perubahan sebagai Dampak Berlakunya Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Akreditasi Nasional. Menurut Menkes, salah satu langkah penting yang perlu diambil adalah mencukupi jumlah tempat tidur rumah sakit. Untuk menunjang diberlakukannya UHC, diperlukan minimal 237.167 tempat tidur. Sampai dengan hari ini rumah sakit di Indonesia berjumlah 2.068 buah dengan jumlah total 229.612 tempat tidur. “Bila ditambah dengan tempat tidur di Puskesmas perawatan yang berjumlah lebih dari 30.000 tempat tidur, maka jumlah tersebut sudah melebihi 250.000 tempat tidur. Artinya, secara nasional sudah tercukupi”, ujar Menkes. Menkes menerangkan pula bahwa, disparitas masih menjadi kendala. Rumah sakit lebih terkonsentrasi di perkotaan, sehingga masih ada daerah-daerah yang kekurangan tempat tidur, terutama di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan terluar (DTPK).“Dalam mengembangkan rumah sakit, hendaknya dibahas bersama Pemerintah Daerah agar memperhatikan kepadatan rumah sakit di wilayah yang akan dibangun, agar lebih berfokus pada peningkatan akses dan mutu pelayanan bagi masyarakat”, terang Menkes. Agar terciptanya kemerataan maka Menkes menyatakan, kekurangan jumlah tempat tidur akan dipenuhi Pemerintah secara bertahap dengan meningkatkan kapasitas kelas III rumah sakit; menambah jumlah Puskesmas dengan tempat tidur; serta membuka rumah sakit pratama, yaitu rumah sakit setingkat kelas D dengan pelayanan dokter umum dan disertai lebih kurang 50 tempat tidur.“Dalam rangka menyambut UHC, yang harus diperkuat adalah primary health care, sehingga layanan kesehatan harus lebih berfokus pada usaha promotif, preventif dan kuratif ringan yang sedekat mungkin dengan pasien. Selain itu, kami juga mengharapkan pihak swasta sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat, turut berkontribusi secara aktif dalam meningkatkan kemampuan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan”, tambah Menkes. Sementara itu, untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, Pemerintah juga mendorong akreditasi rumah sakit. Dewasa ini, dari 2.068 rumah sakit, baru 1.192 yang telah terakreditasi. Selain itu, dalam hal akreditasi internasional, Pemerintah juga berusaha meningkatkan jumlah rumah sakit yang bisa mendapatkan akreditasi internasional. “Saya berharap, Persi bersama Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dapat mendorong anggotanya agar lebih banyak lagi rumah sakit yang terakreditasi secara nasional, maupun internasional”, kata Menkes. Lebih lanjut, dalam menyongsong terwujudnya jaminan kesehatan semesta dan peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, Menkes menegaskan bahwa tidak dibenarkan rumah sakit menolak pasien dalam keadaan darurat, dengan alasan apapun. Menkes juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan tinggi kepada rumah sakit swasta yang semakin lama semakin besar berperan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan rakyat Indonesia. Menkes: “RS Perlu Menyiapkan Diri Menyongsong Era Baru Pembangunan Kesehatan di Tanah Air” 31EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 32. MEDIA UTAMA E pidemi virus HIV/AIDS begitu mengkhawatirkan setiap waktunya, untuk itu diperlukan penanganan khusus dari banyak pihak. Salah satu kegiatan untuk menanggulangi virus mematikan satu ini, diadakan penandatanganan SKB HIV-AIDS oleh lima Menteri yaitu, Menkes, Mendagri, Menag, Mensos dan Meneg PP dan PA. Acara yang berlangsung pada tanggal 11 Desember 2012 itu sekaligus mencanangkan Ibu Negara Ny. Ani Yudhoyono sebagai Duta HIV-AIDS. Acara penandatanganan bertempat di TMII serta dihadiri dan disaksikan oleh Wakil Presiden RI Prof. Boediono, sebagai perwakilan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang berhalangan hadir. Pada kesempatan itu beliau juga tidak luput untuk memberikan sambutannya. Penandatanganan SKB lima Menteri dikoordinir oleh Ketua Panitia Hari AIDS Sedunia Tahun 2012 yaitu dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Selain acara pokok Penandatanganan SKB lima Menteri, dilakukan pula peluncuran buku Pedoman Pengendalian HIV-AIDS di Lapas. Secara simbolis Menteri Kesehatan menyerahkan buku ke Menteri Hukum dan HAM, dengan disaksikan oleh rekan-rekan media. Buku itu diterbitkan oleh Kemenkumham dengan bantuan teknis dari Kemenkes. Di tempat terpisah Menteri Dalam Negeri mengadakan acara Rakor Gubernur dan Bupati/Walikota se-Papua di sore harinya tentang pengendalian HIV-AIDS di Papua. Semua kegiatan tersebut sekiranya dapat menjadi terobosan untuk meminimalisir penyebaran virus HIV-AIDS di Indonesia. Penandatanganan SKB Lima Menteri untuk Tanggulangi HIV-AIDS Virus HIV/AIDS sangat ditakuti di masyarakat, namun begitu jangan sampai membuat kita menjauhi orang-orang yang terjangkit penyakit tersebut, karena biar bagaimana pun mereka harus diperlakukan secara adil dan berhak mendapatkan kehidupan yang layak. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004  tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), disebutkan jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak (Pasal 1). Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (Pasal 19 Ayat 2). Selain itu, peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar Pemerintah (Pasal 20 Ayat 1). Artinya Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) berhak mendapatkan jaminan kesehatan. ODHA adalah bagian dari masyarakat yang berhak mendapatkan manfaat jaminan kesehatan sesuai SJSN, namun demikian tiada hak tanpa kewajiban dan tanggung jawab. Seperti tercantum dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 11 disebutkan setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya; Jaringan fasilitas pelayanan kesehatan untuk orang yang terinfeksi HIV akan semakin meluas sejalan dengan meluasnya jaringan pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah maupun swasta. Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH saat membuka Pertemuan Konsultasi Nasional bagi Pemangku Kepentingan dalam Meningkatkan Jaminan Sosial yang HIV Sensitif di Indonesia, Jakarta (21/11), mengatakan“Program-program dan layanan kesehatan Pemerintah, termasuk Program Jamkesmas, secara hukum dan layanan tidak diskriminatif, artinya di dalam jaminan sosial kesehatan, kita tidak membedakan penyakit. Semua penyakit diperlakukan sama. Tidak Diskriminatif. Kedua partisipatif.” SJSN bidang Kesehatan ini dilaksanakan menuju terwujudnya jaminan kesehatan semesta atau universal coverage, sehingga ke depannya seluruh masyarakat Indonesia akan memiliki jaminan kesehatan. Dalam pelaksanaannya, SJSN bidang kesehatan harus mengutamakan pelayanan promotif-preventif dan kuratif-rehabilitatif. Upaya ini diharapkan dapat menekan kejadian penyakit dan mencegah penderitaan karena penyakit HIV dan AIDS dan juga berdampak pada efisiensi biaya pelayanan kesehatan.  Diharapkan ke depan akan terwujud jaminan kesehatan semesta bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk ODHA. Masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, pelayanan publik yang bebas dari diskriminasi dan stigmatisasi tanpa memandang asal-usul, budaya, agama atau tingkat sosial ekonomi. ODHABERHAK PEROLEH JAMINANKESEHATAN EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM32
  • 33. S ehat tentunya menjadi harapan dan dambaan semua orang. Berbagai penyakit seringkali membuat masyarakat ketakutan, termasuk HIV AIDS yang hingga kini belum ada obatnya. Secara umum HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina dan air susu ibu (ASI). Pemahaman tentang penyebaran HIV harus dipahami oleh setiap orang, sehingga semua pihak bisa mengatisipasi penyebaran virus mematikan ini. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang akan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan segala penyakit yang datang. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndroem) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Penyakit yang menyerangi sistem kekebalan tubuh ini, hingga sekarang belum ditemukan obatnya. Beberapa obat memang telah diproduksi untuk penderita AIDS, misalnya Antiretroviral. Tetapi obat ini hanya mengurangi aktifitas virus dan infeksi oportunistik. Karena itu, perjuangan melawan HIV dan AIDS tampaknya masih akan sangat panjang dan membutuhkan perjuangan yang keras. Walaupun terkadang virus HIV sudah ditemukan antivirusnya, tetapi virus ini adalah virus yang hebat. Saat antivirus HIV telah ditemukan, virus ini dapat mengubah kromosomnya sehingga antivirus tersebut menjadi tidak mempan dan harus dicari antivirus baru lagi. Penyebaran HIV sendiri dapat menular melalui hubungan seksual (yang tidak terlindungi) dengan orang yang telah terinfeksi HIV, melalui jarum suntik/ tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian, melalui tranfusi darah yang mengandung HIV, ibu HIV positif ke bayinya; waktu dalam kandungan, ketika melahirkan atau melalui ASI. Anggapan yang sering keliru dalam masyarakat adalah anggapan yang mengira bahwa HIV menular melalui sentuhan, salaman, penggunaan peralatan makan bersama, kolam renang, gigitan nyamuk, tinggal serumah atau duduk bersama. HIV tidak akan menular dalam kegiatan sehari-hari seperti itu. Perjalanan penyakit HIV/AIDS ada empat fase. Yaitu fase pertama, fase ketika tubuh terinfeksi HIV, gejala dan tanda belum tampak jelas, terkadang timbul dalam bentuk flu biasa. Fase kedua berlangsung 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Hasil tes darah terhadap HIV sudah positif, tetapi belum menunjukan gejala-gejala sakit. Fase ketiga, mulai muncul gejala- gejala terkait HIV seperi keringat dingin berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang, berat badan terus menurun, yaitu 10% dari berat badan awal dalam waktu satu bulan. Pada fase keempat, kekebalan tubuh berkurang dan timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik seperti, kanker kulit yang disebut sarcoma Kaposi, Infeksi paru-paru (TBC), infeksi usus yang menyebabkan diare terus- menerus, infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental, sakit kepala dan sariawan, serta penurunan berat badan lebih dari 10%. Fase ketiga dan keempat itulah yang sering disebut penyakit AIDS. Salah satu program yang dilakukan adalah Harm Reduction, sosialisasi, penyuluhan, konseling bagi penderita serta Klinik Progam Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Sukmajaya. Harm Reduction atau pengurangan dampak buruk pada pengguna jarum suntik, yaitu dengan mensuplai jarum suntik yang steril kepada pengguna narkoba yang terdata. Dengan selalu mengawasi dan mengontrol jarum suntik, Dinas Kesehatan berharap dapat mencegah penyebaran HIV/AIDS melalui pemakaian jarum suntik. Setiap Desember kita memperingati hari AIDS sedunia. Perhatian yang besar terhadap penyakit ini membuat masyarakat memandang AIDS dengan akal sehat. Tidak lagi mengucilkan penderita, dan bahkan bisa bersahabat dengan mereka. Namun, dunia kesehatan masih bekerja keras mencari pengobatan yang efektif untuk penderita AIDS. Mengenali HIV AIDS lebih dalam EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 33
  • 34. MEDIA UTAMA M enkes RI berdialog secara langsung dengan para remaja yang menjadi peserta kegiatan Kirab dan Sepeda Hias dalam rangka Hari AIDS Sedunia 2012. Kegiatan ini bertema“Stop AIDS, Protect Women and Children”yang diselenggarakan di Pantai Festival Ancol Jakarta. Dari keseluruhan acara Menkes menyempatkan diri untuk berdialog di sela-sela acara, dengan bertanya kepada para peserta yang terdiri dari anak-anak, remaja dan orang tua siswa seputar tema kegiatan dan HIV-AIDS. Yuk,Dengar Pendapat Remajatentang HIV-AIDS Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam unsur kehidupan manusia, dengan berkomunikasi atau berdialog masalah akan dapat teratasi. Melalui komunikasi Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH, coba untuk mentransfer informasi kepada para remaja pada Minggu pagi (9/12). “Bagaimana melindungi perempuan dan anak dari infeksi virus HIV?”tanya Menkes. Seorang remaja pria memberanikan diri maju dan mencoba menjawab pertanyaan tersebut. “Melalui seks bebas, Bu”, jawabnya singkat. “Seks bebas yang seperti apa? Semua seks itu bebas, tidak membayar. Ingat, suami istri pun seks secara bebas, malah untuk tujuan yang mulia. Saya berhubungan seks dengan suami saya EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM34
  • 35. bebas, engga bayar. Apakah saya masih bisa tertular virus HIV?” tanya Menkes. “Tidak akan tertular, Bu”, tambahnya. Barisan yang semula tenang, sontak menjadi riuh. Menkes lalu mempersilahkan bagi peserta lain yang memiliki pendapat berbeda. Tidak lama, satu orang remaja pria, kemudian disusul seorang remaja wanita naik ke atas pentas, dengan semangat menyatakan pendapatnya. “Sebelumnya mohon maaf, Bu. Saya tidak setuju. Menurut saya, kalau berhubungan seksual antara suami-istri itu benar bebas, tidak membayar. Tetapi kita tidak tahu apakah suami pernah melakukan seks dengan orang lain di luar sana atau tidak. Hubungan suami istri‘kan dasarnya saling percaya, jadi tidak tanya-tanya dulu sebelum berhubungan seksual. Jadi saya tidak setuju, karena menurut saya, seorang istri masih bisa tertular HIV”, jelas remaja pria bernama Reynold. “Saya juga tidak setuju, Bu. Kita tidak tahu apakah suaminya menderita penyakit HIV, atau mungkin penyakit lain yang bisa ditularkan kepada istrinya”, kata remaja wanita bernama Tri. Menanggapi pernyataan tersebut, Menkes menyatakan bahwa benar, selain HIV-AIDS, ada beberapa penyakit kelamin yang dapat ditularkan oleh suami kepada istri atau sebaliknya. Menkes lalu menanyakan kembali, bagaimana cara melindungi wanita dari ancaman penularan virus HIV. Reynold mengambil microphone yang disodorkan ke arahnya. Ia lalu memberikan pandangan bahwa upaya peningkatan pengetahuan HIV/AIDS bagi wanita Indonesia harus menyeluruh, tidak hanya terpusat di perkotaan. Menurutnya, masih banyak kaum hawa di pedesaan yang sama sekali belum mengerti HIV, AIDS, atau penyakit kelamin lainnya. “Selain itu, menurut saya sebagai lelaki, kita juga harus menghormati wanita. Caranya adalah setia dengan satu pasangan saja”, tegasnya. Menkes mengangkat tangan Reynold dengan bangga, lalu memberikan tepuk tangan. Menkes menegaskan, peran laki-laki dalam pencegahan HIV/AIDS sangat penting, karena mereka harus sadar bahwa mereka harus bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya, yakni dengan tidak melakukan praktek seksual beresiko yang akan membahayakan generasi penerus bangsa. “Jadi ingat ya, laki-laki juga berperan penting. Kalau laki-lakinya bertanggung jawab, dia akan menghormati perempuan, maka dia bisa melindungi perempuan”, kata Menkes. Perbincangan lalu dilanjutkan kepada pembahasan perlindungan anak dari ancaman HIV-AIDS. Menkes lalu memberikan pandangan bahwa salah satu cara penularan virus HIV maupun bibit penyakit lain kepada bayi, bisa didapat dari orang tuanya. Biasanya seorang ayah atau calon ayah berpotensi menularkan kepada istri atau pasangannya (calon ibu). Apabila seorang ibu hamil terinfeksi virus HIV, gonorrhea, sifilis, atau penyakit kelamin lain, dapat ditularkan dari ibu ke bayi saat dalam kandungan, persalinan atau menyusui. “Sebenarnya, hal ini bisa dicegah”, tegas Menkes. Menurut Menkes, hal utama untuk melindungi anak dari ancaman infeksi virus HIV adalah perilaku sehat dan bertanggung jawab dari para calon orang tua. Yang disebut calon orang tua itu antara lain remaja yang suatu hari akan menikah, ataupun orang muda yang sudah menikah. Belum selesai sampai di situ, Menkes meminta para remaja tersebut untuk memberikan pandangan mengenai bagaimana cara melindungi anak khususnya remaja dari HIV-AIDS. “Pertama, menjauhkan diri dari pergaulan bebas, Bu. Misalnya, tidak menggunakan narkoba atau seks bebas. Kedua, waspada dengan informasi yang marak beredar melalui pesan instan, katanya banyak penderita HIV yang merasa dikucilkan dan dijauhi masyarakat katanya mereka memiliki rasa dendam, dan faktanya mereka ingin menyebarkan virus HIV di tempat-tempat tertentu. Apakah itu benar Bu?”, jawab Reynold. Dengan cepat, Menkes menanggapi jawaban tersebut. “Untuk jawaban yang pertama, benar sekali. HIV-AIDS bisa menular melalui Narkoba juga perilaku seks yang tidak bertanggung jawab. Namun, untuk hal yang kedua, sama sekali tidak benar. Tidak ada Orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang berniat dengan sengaja menularkan kepada orang lain”, sanggah Menkes. Menkes lalu menjelaskan, bahwa virus HIV tidak menular melalui tusuk gigi atau jarum yang diletakan di udara terbuka. Menkes menegaskan bahwa virus HIV hanya dapat menular melalui darah, atau cairan kelamin. “Tidak bisa kalau hanya tusuk gigi atau jarum. Jangan salah, karena hal itu hanya menimbulkan stigma diskriminasi kepada orang yang terinfeksi HIV-AIDS”, tegas Menkes. Pada kesempatan tersebut, Menkes menegaskan kembali bahwa hal terpenting adalah kesadaran akan pencegahan, yang merupakan hulu dari upaya pengendalian HIV dan penyakit kelamin. (Eci) EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 35
  • 36. S alah satu kegiatan yang diadakan guna mengingatkan masyarakat akan virus HIV-AIDS, adalah Kirab dan Sepeda hias dalam rangka Hari AIDS Sedunia 2012, di Jakarta, pada ahad lalu (9/12). Kegiatan yang bertemakan“Stop AIDS, Protect Women and Children” itu dilakukan sebagai bagian dari memberikan informasi tentang bagaimana mencegah penuluran HIV-AIDS. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH,“Peningkatan pengetahuan dimaksudkan untuk mencegah agar masyarakat, khususnya remaja tidak berperilaku berisiko.” Dalam kesempatan itu, Menkes berdialog dengan para peserta yang terdiri dari anak-anak, remaja dan orang tua siswa seputar tema, melindungi perempuan dan anak dari ancaman HIV-AIDS. “Seperti yang banyak yang beredar di BBM, katanya banyak penderita HIV yang merasa dikucilkan dan dijauhi masyarakat katanya mereka memiliki rasa dendam, dan katanya mereka ingin menyebarkan virus HIV di tempat-tempat tertentu. Apakah benar, Bu?”. Tanya seorang remaja bernama Reynold kepada Menkes saat melakukan tanya jawab secara langsung. “Itu tidak benar. Orang yang sakit, pada dasarnya tidak mau orang lain juga sakit. Malah sebaliknya, harus saya sampaikan, bahwa banyak ODHA yang menjadi motivator, memberikan informasi yang benar, mencegah supaya orang lain jangan sampai terinfeksi, dan itu sangat saya hargai”, ujar Menkes. Menkes menambahkan bahwa berita yang banyak menyebar di masyarakat tersebut tidak benar. Hal itu justru akan memancing diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Saat dikonfirmasi oleh sejumlah media di penghujung acara pembukaan tersebut, Menkes pun membenarkan masih adanya stigma negatif dan diskriminasi terhadap orang-orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Agar para remaja tidak mendapatkan informasi yang salah mengenai penularan virus HIV, Menkes menerangkan Berbagai cara terus dilakukan dalam upaya Pengendalian HIV-AIDS di Indonesia dan telah mencapai kemajuan. Namun, peningkatan pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS di seluruh lapisan masyarakat, masih harus dilakukan oleh orang dewasa, maupun remaja berusia 15 sampai 24 tahun. Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu indikator Millenium Development Goals (MDG)-6 adalah pengetahuan remaja secara komprehensif mengenai HIV-AIDS, kesehatan reproduksi, dan narkotika. informasi yang benar sehingga tidak mendatangkan stigma negatif terhadap ODHA. Seorang remaja putri bertanya kepada Menkes,“Bu, bolehkah saya bertanya satu hal? Apakah diperbolehkan dalam berpacaran berciuman sampai berdarah?”. Menkes lalu menjelaskan bahwa ciuman biasa tidak akan menularkan virus HIV, karena virus HIV hanya dapat menular melalui darah, atau cairan kelamin. Namun, gaya pacaran para remaja yang ciuman sampai berdarah-darah, selain berisiko adanya penularan virus melalui darah, itu juga merupakan tanda bahwa pasangan tidak benar-benar sayang. Sebaiknya para remaja untuk dapat senantiasa menjaga diri, menjaga kesehatan, dan bertanggung jawab. Menkes lalu mengingatkan pasangan yang baik, adalah pasangan yang melindungi. Remaja harus berdaya, harus berani berkata tidak untuk hal-hal yang dapat merugikannya. “Jadi, ingat! Kalau pacarmu mulai pegang-pegang bagian terlarang, kamu bilang stop! Kalau dia masih melanjutkan, dorong dan jauhi dia! Dan bila masih saja dia memaksa,“pecat”dia, karena dia tidak pantas jadi pacarmu. Perempuan harus berdaya”, tegas Menkes. Sebenarnya bukan hanya bagi remaja wanita, hal yang sama juga berlaku bagi remaja pria. Menkes mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan aktif melakukan pencegahan untuk melindungi diri dan keluarga. Jauhi segala bentuk narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkoba), baik Narkoba suntik, hirup, atau berupa minuman, dan yang paling penting hindari hubungan seks pranikah. “Mari tingkatkan kepedulian kita. Bila ada orang yang terinfeksi HIV di sekitar kita, tetaplah mendukung dan jangan didiskriminasi. Jadikan perempuan berdaya dan menentukan hak atas kesehatannya”, tandas Menkes. (Eci) Hentikan AIDS, Lindungi Perempuan dan Anak-Anak MEDIA UTAMA 36 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 37. 37EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 38. UNTUk RAkyATDAERAH D i Indonesia, Angka penderita HIV menembus 100.000 orang. DKI Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai penderita HIV/AIDS dengan 5.118 kasus, disusul Jawa Timur (4.633 kasus) dan Papua (4.469 kasus). Sementara, jumlah kumulatif kasus HIV di Indonesia sepanjang 1987 sampai Maret 2012, tercatat 82.870 kasus AIDS dan HIV mencapai 30.430 kasus. Pejabat Pemprov Papua, Syamsul Arief Rifai, seperti yang dikutip pers, menuturkan bahwa dalam 10 tahun terakhir, jumlah kasus HIV/AIDS meningat. Sampai dengan saat ini, tercatat 12.187 orang terjangkit virus HIV/AIDS di Provinsi Papua. Dalam catatan Komisi Penanggulangan AIDS Papua dan Dinas Kesehatan Provinsi Papua, kasus HIV/ AIDS tak hanya ditemukan di wilayah pesisir Papua. Kasus tersebut kini telah menembus hingga ke wilayah pedalaman, seperti di Jayawijaya dan Paniai. Arief menambahkan bahwa yang membuat miris adalah dari total angka kasus tersebut, sebagian besar ditemukan dalam kondisi parah. Dengan kata lain, mereka sudah lebih dulu mengidap AIDS. Melihat kondisi seperti ini, pemerintah harus merespon. Namun apa daya, keterbatasan jumlah paramedik serta sarana dan prasarana menjadi‘alasan’ untuk menanggulangi penykit mematikan tersebut. Menariknya, respon cepat justru datang dari negara tetangga. Australia, seperti dilansir oleh Waspada online, memberikan bantuan sebesar A$25 juta atau setara dengan Rp 247 M untuk meningkatkan akses layanan HIV di Papua dan Papua Barat. Bantuan ini merupakan bagian dari kemitraan HIV senilai A$100 juta antara Australia dan Indonesia (2008-2016). Pimpinan sementara AusAid Indonesia, Mat Kimberley, berencana untuk datang ke Papua bersama Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi untuk melihat secara langsung penerapan kerjasama antara kedua negara yang bermanfaat Papua bisa belajar pada Thailand bagi kehidupan mereka hidup dengan HIV. Mat menambahkan, Australia memiliki keprihatinan terhadap penyakit epidemic HIV di Papua dan Papua Barat.“Mengenai kasus ini, Australia dan Indonesia memiliki keprihatinan yang sama dan prevalensi HIV tertinggi adalah Indonesia,”ungkap Mat Kimberley. Dia juga mengharapkan agar program ini sanggup untuk membantu masyarakat melakukan tes dan pengobatan penyakit yang terkait, terutama tuberkulosis dan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. “Bantuan Australia akan membantu meningkatkan akses ke layanan HIV dan meningkatkan jumlah orang yang menerima perawatan serta pengobatan yang dibutuhkan,”ujar Mat Kimberley. Dari pernyataan pejabat gubernur itu tampak jelas Pemprov Papua belum memahami sepenuhnya realitas penyebaran HIV di wilayahnya. Godaan ‘paha putih’atau‘mama’, julukan terhadap pekerja seks komersial (PSK), merupakan konsekuensi logis dari kondisi masyarakat yang menjadikan hubungan seksual dengan PSK sebagai sarana rekreasi. Fenomena HiV/aiDS di PaPUa EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM38
  • 39. Dr Ananya Mandal, MD, seperti dilansir Dumai Pos, menyatakan HIV adalah virus yang merusak kekebalan tubuh. Sementara, AIDS adalah tahap terakhir penyakit mematikan yang disebabkan oleh kerusakan yang parah pada sistem kekebalan tubuh. Jadi dapat dikatakan bahwa, HIV/AIDS adalah penyakit mematikan yang dialami oleh manusia ketika sistem tubuhnya telah rusak. WHO memperkirakan bahwa sekitar 34 juta orang di dunia terjangkit HIV. Virus tersebut menyebar luas terutama di bagian sub-sahara Afrika, seperti Afrika Selatan, Zimbabwe, dan Mozambik. Berdasarkan fakta di atas, Pemprov Papua harus melakukan intervensi yang konkret yakni dengan menyergah laki- laki di lokasi pelacuran untuk memakai kondom ketika bersenggama dengan PSK. Meski demikian, pemakaian kondom juga perlu pemantauan. Merujuk kepada pengalaman Thailand yang memberikan sanksi hukum kepada germo jika ada anak buahnya yang terjangkit IMS (Infeksi Menular Seksual). Anehnya, di Papua yaitu di Kab Merauke dan Kab Mimika yang kena sanksi hukum justru PSK. Di Merauke sudah ada beberapa PSK yang dipenjarakan, sedangkan di Timika PSK didenda Rp 5 juta. Padahal, posisi tawar PSK untuk memaksa laki-laki‘hidung belang’memakai kondom sangat rendah karena germo memihak kepada laki-laki. Lagi pula seorang PSK yang dikirim ke penjara akan digantikan oleh puluhan PSK‘baru’. Selain itu, tanpa disadari oleh Pemkab Merauke laki-laki yang menularkan dan yang tertular HIV dari PSK ada di masyarakat sebagai mata rantai penyebaran HIV. Sedangkan di Timika PSK yang didenda akan dipaksa oleh germo bekerja karena uang denda itu dipinjamkan oleh germo. Yang menarik, dalam satu bulan saja, Komisi Penanggulangan AIDS (KPS) Papua menemukan 21 kasus baru. Itupun hanya yang terjadi di kota besar, Jayapura. Bisa dibayangkan bagaimana di daerah pedalaman. Ketua KPA Papua, Contan Karma, mengatakan bahwa dari data yang dilaporkan, 90% penyebaran dan penularan HIV di Papua terjadi akibat hubungan seks bebas. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 39
  • 40. Daerah 40 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 41. Aceh Menurut data tahun 2012, Provinsi Aceh dinilai sudah memasuki tahap yang mengkhawatirkan dengan jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 120 orang. Jumlah ini diperkirakan hanya bagian kecil yang terdeteksi oleh pihak medis dan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP). Dari data yang diperoleh, 120 orang tersebut 23 di antaranya mengidap HIV dan 97 lainnya mengidap AIDS positif. Dari seluruh penderita tersebut, Kabupaten Aceh Tenggara menempati urutan teratas dengan jumlah penderita 12 orang, Aceh Tamiang 11, Aceh Utara 13, Langsa 10, Aceh Besar 9, Aceh Timur 8, Pidie 9 dan Banda Aceh 6 penderita. Jumlah tersebut mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan data tahun 2009 terdapat 49 kasus dan tahun 2010 hanya tercatat 71 kasus serta tahun 2011 sebanyak 112 kasus HIV/AIDS. Memang terdengar agak ironis, karena di Aceh dikenal sebagai daerah yang melaksanakan syariat Islam tetapi masih terjadi peningkatan penularan kasus HIV/AIDS dari tahun ketahun. Kalau kondisi ini tidak diantisipasi cepat, tentu saja bisa berdampak buruk pada generasi mendatang.  Peningkatan kasus HIV/AIDS di Aceh sendiri, menurut Mentri Kesehatan , lebih disebabkan oleh perilaku seks bebas di tengah masyarakat, sedangkan kesadaran menggunakan kondom masih rendah. Penularan HIV saat ini kebanyakan disebabkan perilaku seks berisiko, sementara penggunaan narkoba suntik dan heroin dinilai mulai menurun dengan adanya program-program layanan alat suntik steril dan terapi metadon. Menurut beliau, salah satu pencegahan penularan HIV/AIDS melalui seks berisiko, adalah penggunaan kondom. Namun, penggunaan alat kontrasepsi kondom, kata Menkes, hingga saat ini masih ditentang sejumlah pihak, karena dianggap melegalkan seks bebas. Ia menambahkan, Berita AIDS di Empat Provinsi di Indonesia saat ini kasus HIV AIDS masih sulit dicegah karena prilaku seks beresiko yang masih terus terjadi di kalangan masyarakat.  Penyakit HIV/AIDS di Aceh belum lama ini menelan korban jiwa. Pada bulan Oktober 2012 lalu, seorang balita penderita AIDS berinisial SR asal Aceh Tamiang meninggal dunia dalam perawatan di RSU Zainal Abidin, Banda Aceh. Balita laki-laki berusia empat tahun itu diduga tertular virus HIV dari ibunya. SR meninggal dunia pada Rabu (10/10) malam sekira pukul 21.00 WIB. Kondisi tubuh anak ini sempat membaik selama perawatan, namun kembali kritis beberapa saat sebelum menghembus nafas terakhir. Hal ini bisa terjadi karena ibu bayi itu selama kehamilan tidak mendapat penanganan secara baik seperti terapi dan obat retrovirus sehingga anaknya bisa tertular. Dalam hal ini, pemerintah bertugas menyosialisasikan hal tersebut. Di samping itu, pemerintah juga masih dihadapkan pada tantangan dalam menyosialisasikan penggunaan kondom di kalangan masyarakat. Banyaknya kasus HIV/AIDS, menjadi tantangan tersulit yang dihadapi Indonesia dalam mencapai millenium development goals (MDGs) 2012. Jawa Barat Hingga saat ini, data penderita HIV/AIDS di Jawa Barat masih belum akurat. Hal itu tercermin pada perbedaan data yang dimiliki Dinas Kesehatan Prov Jabar dengan Komisi Penaggulangan AIDS Jabar hingga akhir Juni 2012. Dinkes Jabar menyebutkan terdapat 4.646 pengidap HIV dan 9.548 yang telah divonis menderita AIDS. Sedangkan data yang dimiliki KPA Jabar 10.385 terindikasi HIV/AIDS. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan metodologi perhitungan orang yang terindikasi menghidap HIV/AIDS. KPA berpedoman kepada data yang dimiliki Kementerian Kesehatan RI, yang melakukan pendataan berdasarkan pelaporan surveyland aids dan test konseling sukarela. Surveyland aids merupakan metode data yang diambil dari 22 Rumah Sakit yang ada di Jabar, sedangkan test konseling sukarela diperoleh dari 56 layanan kesehatan seperi klinik, puskesmas juga rumah sakit. Sedangkan data Dinkes Provinsi hanya merujuk pada rumah sakit-rumah sakit yang ada di tiap kabupaten/kota sehingga jumlahnya mengalami pembengkakan hingga 2000 orang. Karena mungkin saja pasien tersebut berobat di salah satu rumah sakit kemudian pindah ke rumah sakit lain. Masalah muncul saat rumah sakit umum di Jawa Barat masih enggan membuka layanan terkait masalah HIV/AIDS. Hingga saat ini, pasien di daerah masih harus di rujuk ke Rumah Sakit Hasan 41EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 42. Daerah Sadikin Bandung. Padahal, bila manajemen rumah sakit di daerah mau, mereka sudah bisa memberikan pelayanan tersebut, karena segala obat dan peralatannya sudah di biayai dari APBN. Pihak RS Hasan Sadikin sendiri khawatir bila pasien dari daerah terus bertambah pelayanan di RSHS kurang optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut, sempat diadakan sosialisasi yang bertempat di kantor Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung. sosialisasi ini merupakan sosialisasi pemulasaran jenazah penderita AIDS yang dihadiri DKM se -kota Bandung, wakil dari KPA, dan wakil dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Isi materi sosialisasi diantaranya membahas tentang seluk beluk AIDS di kota Bandung, dikatakan bahwa Kasus HIV AIDS di kota Bandung pertama kali ditemukan tahun 1991 sebanyak satu kasus. Di tahun 2010, usia produktif (20 -29thn) penderita AIDS di kota Bandung sebanyak 60 %, dan usia 0-14 thn sebanyak 2,90%, kasus yang terjadi sebanyak 61 kasus dan 55 kasus diantaranya balita yang terinfeksi AIDS dari air susu ibunya. Saat ini Kota Bandung menempati peringkat pertama dalam banyaknya penderita AIDS di Indonesia dan Jawa Barat. Menurut data pada Maret 2010 terjadi sebanyak 5382 kasus. Jumlah tersebut pasti terus meningkat. Berdasarkan data tersebut juga, penderita Hepatitis B adalah yang paling gampang tertular HIV/ AIDS. Di Bandung sendiri berdiri sebuah organisasi berbasis komunitas yang memberikan layanan kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pengguna narkoba. Organisasi tersebut bernama Rumah Cemara. Komunitas tersebut berdiri sejak 2003 dan menjadi salah satu organisasi yang memimpin perjuangan ODHA dengan pengguna narkoba di Indonesia. Sulawesi Selatan Kasus HIV AIDS  di Sulawesi Selatan cukup memprihatinkan, pasalnya dari data yang dilansir dinas kesehatan Sulawesi Selatan  sebanyak 5.352 orang di Sulawesi Selatan terkena AIDS. Jika dirata-ratakan jumlah penderita virus yang pertama kali ditemukan tahun 1981 ini, mencapai 160 orang per bulan atau 5 orang perhari. Akibat dari penyakit ini sudah sekitar 4 ribu orang yang meninggal dunia. Tingginya angka pengidap penyakit HIV AIDS tersebut tentu saja harus menjadi perhatian bersama dan seluruh lapisan masyarakat untuk menekan angka orang dengan HIV AIDS  atau pun orang hidup dengan HIV AIDS. Ditengah tingginya angkat pengidap AIDS, sangat disayangkan kinerja Komite Penanggulangan AIDS (KPA) yang dibentuk di 24 Kabupaten/kota di Sulawesi Selatan masih sangat lemah. Padahal dengan tingginya ancaman penyakit yang melemahkan sistem kekebalan tubuh tersebut, seharusnya KPA lebih aktif melakukan sosialisasi. Hingga saat ini hanya lima KPA yang terlibat aktif dalam mencegah penyebaran HIV/AIDS di wilayahnya yakni KPA kota Makassar, Palopo, Kabupaten Sidrap serta KPA Jeneponto. Sementara yang lainnya, 19 KPA tidak aktif dan ini bisa dilihat dari program kerja yang tidak berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah daerah untuk menekan angka kasus HIV AIDS dengan melakukan penyadaran kepada masyarakat dengan mengampanyekan dampak negatif yang ditimbulkan dari Napza dan obat-obatan terlarang lainnya, pasalnya, tingginya angka kasus HIV AIDS karena penggunaan jarum suntik narkoba. Selain itu membantu penyebaran informasi tentang pencegahan HIV/AIDS dan penanganan Odha atau Ohidha.  Berkaitan dengan hal tersebut, dia mengatakan, masyarakat harus menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap para Odha atau Ohidha, baik di dunia kerja maupun dalam lingkungan masyarakat. Selain itu, salah satu kecenderungan yang berkembang di Indonesia dalam menanggulangai AIDS adalah membuat peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS. Di Sulawesi Selatan sendiri sudah ada perda AIDS di Kab Bulukuma (2008), Kab Luwu Timur (2009), dan Prov Sulsel (2010). Tapi, semua perda ini tidak mengatur penanggulangan epidemi HIV dengan konkret. Yang dikedepankan hanya pasal-pasal yang moralistis sedangkan penanggulangan AIDS memerlukan cara-cara yang konkret. Bali Hingga bulan Juni 2012 sejak tahun 1987, kasus HIV/AIDS yang tercatat di Bali mencapai 6.292 penderita. Jumlah ini mengantarkan Bali menduduki peringkat ke-5 nasional untuk kasus tertinggi setelah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua dan Jawa Barat. Jika dari segi kasus tertinggi Bali menduduki peringkat lima, maka dari segi case rate atau angka kejadian HIV/AIDS dibagi jumlah penduduk, Bali menduduki peringkat ke-3 setelah Papua dan Jawa Barat. 42 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 43. Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Bali juga menyebutkan kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali meningkat tajam. Secara kumulatif kasus HIV/AIDS dari tahun 2007 hingga akhir 2011 di Bali meningkat cukup tajam. Pada tahun 2010 warga yang terjangkit sebanyak 4.210, sedangkan akhir 2011 terjangkit sebanyak 5.222 orang. Melalui data tersebut dapat diketahui jumlah kasus HIV/AIDS di Bali yang tertinggi sejak 1987-2011 terjadi di Kota Denpasar sebanyak 1.141 orang. Selain itu, kasus HIV/AIDS berdasarkan umur adalah usia produktif 20-29 tahun mencapai 1.197 orang, sedangkan umur 30-39 sebanyak 969 orang. Semakin banyaknya temuan kasus HIV/AIDS di Bali, tentunya harus diwaspadai semua pihak. Sebab, HIV/AIDS saat ini tidak hanya merambah orang yang memiliki faktor risiko tinggi seperti berperilaku seks bebas dan menggunakan narkoba jarum suntik, namun juga telah merambah ke masyarakat yang justru faktor risikonya kecil terkena HIV/AIDS, seperti ibu rumah tangga dan anak-anak. Bila di total, faktor risiko penularan ibu dan anak tercatat ada 190 kasus selama 25 tahun HIV/AIDS ditemukan di Bali. HIV/AIDS juga ditemukan menginfeksi usia muda yaitu di bawah satu tahun 44 orang, rentang 1-4 tahun 166 orang, 5-14 tahun 23 orang Oleh karena itu, instansi terkait dan LSM peduli AIDS agar terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahaya dari penyakit mematikan ini. Untuk bisa menangani kasus HIV/AIDS, baik dalam program pencegahan maupun pengobatan, beberapa langkah telah dilakukan pemerintah. Dalam menanggulangi HIV/AIDS, pelaksanaannya dilakukan bersama antara KPA, Dinas Kesehatan dan PKBI. Tugas KPA adalah koordinasi, advokasi, promosi dan legislasi, seperti pembentukan Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN). Sementara tugas Dinas Kesehatan memberikan pelayanan kesehatan bagi penderita. Hingga saat ini sudah ada 25 klinik VCT di Bali yang berfungsi sebagai klinik konseling bagi klien yang dapat membangkitkan motivasi pada klien sehingga ada kesadaran untuk melakukan pemeriksaan tes darah HIV secara sukarela. Selain itu, di Bali juga ada 6 buah klinik CST (Case Support and Treatment) yang berfungsi memberikan dukungan dan perawatan pengobatan terhadap penderita HIV/AIDS. Untuk PKBI, tugasnya adalah menjangkau dan menemukan kasus HIV serta merujuknya ke layanan kesehatan. PKBI biasanya bekerja sama dengan LSM yang peduli terhadap kasus HIV/AIDS. Semua usaha penanggulangan kasus HIV/AIDS tersebut rupanya belum mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak. Saat ini tak hanya pemerintah yang harusnya berperan dalam penanggulangannya namun kesadaran berbagai kalangan masyarakat untuk menggunakan kondom dalam melakukan hubungan seksual. Dengan begitu peningkatan AIDS dapat ditekan. Beberapa langkah pencegahan angka penyebaran HIV/AIDS salah satunya adalah dengan memberikan kartu medical check up terhadap para pekerja seks yang aktif melakukan aktivitas seksual. Dengan demikian ketika mereka terdiagnosis mengidap AIDS ataupun terjangkit HIV maka sudah tentu pemerintah kita wajib untuk memberikan pengobatan secara rutin terhadap ODHA. Pembinaan dan sosialisasi tentang bahaya HIV/AIDS juga semestinya semakin gencar dilakukan demi generasi yang terhindar dari AIDS. 43EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 44. Daerah dari Hulu Sungai Utara Annida*, Lukman Waris* *Peneliti Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu BUSKI 44 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 45. Fasciolopsiasis di kabupaten Hulu Sungai Utara Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) adalah salah satu kabupaten yang berada di wilayah pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai daerah yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari daerah rawa, maka tak heran jika daerah ini menjadi daerah endemis fasciolopsiasis, yaitu dimana penduduknya mudah terinfeksi cacing Fasciolopsis buski. Di Indonesia, hanya di wilayah HSU ini saja diketahui adanya kasus fasciolopsiasis. Fasciolopsiasis adalah penyakit kecacingan usus yang disebabkan oleh cacing jenis trematoda, yaitu Fasciolopsis buski. Survei fasciolopsiasis dilaksanakan pertama kali di Desa Sei Papuyu Kec. Babirik pada tahun 1982, setelah tiba-tiba diketahui ketika seorang penderita kronis memuntahkan cacing trematoda ini. Hasil survei menunjukkan infection rate sebesar 27%, dimana 148 orang terdeteksi menderita fasciolopsiasis dari 548 penduduk yang diperiksa, dan sebesar 79,1% penderita adalah anak sekolah. Sejak saat itu, survei tinja hampir secara rutin dilaksanakan melalui berbagai penelitian, surveilans, dan program pengendalian Fasciolopsis buski di Dinas Kesehatan. Fasciolopsiasis hampir setiap tahun selalu ditemukan di Desa Sei Papuyu dan Kalumpang Dalam (Kecamatan Babirik), Desa Putat Atas dan Padang Bangkal (Kecamatan Sei Pandan), serta Desa Sarang Burung dan Talaga Mas (Kecamatan Danau Panggang). Di antara desa-desa yang ada di wilayah HSU, Desa Sei Papuyu, Kalumpang Dalam, Sarang Burung, Talaga Mas, Putat Atas dan Padang Bangkal merupakan enam desa endemis fasciolopsiasis yang hampir selalu ditemukan penderitanya saat pemeriksaan tinja. Persentase fasciolopsiasis cenderung berfluktuasi meskipun sangat jarang melebihi angka 10 persen, keadaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang meningkat, dan adanya program pemberian Praziquantel per tahun sebagai obat bagi penderita fasciolopsiasis. Hasil wawancara dari berbagai penelitian diketahui bahwa anak- anak di daerah endemis fasciolopsiasis mempunyai kebiasaan memakan biji bunga teratai dan umbi tumbuhan air secara mentah, yang dilakukan saat mereka bermain atau berada di luar rumah. Hal ini yang bisa menjawab mengapa fasciolopsiasis lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi distribusi jenis trematoda ini adalah adanya keong air tawar yang cocok sebagai hospes perantara I, tumbuhan air tawar yang berperan sebagai hospes perantara II dan berperan penting dalam penularan, serta kebiasaan penduduk di daerah endemik memakan tumbuhan air mentah atau dimasak kurang matang. Selain survei tinja pada penduduk, juga dilakukan survei tinja hewan ternak (itik dan ayam), survei keong, dan survei tumbuhan. Hasil survei tinja itik (Anas platyrinchos borneo) ditemukan 15,39% Capillaria sp dan 7,69% telur trematoda mirip F.buski dengan ukuran relatif lebih kecil, sedangkan survei tinja ayam (Gallus domesticus) menunjukkan 7,14% Capillaria sp, 14,29% Ascaridia galli, dan 7,14% telur trematoda mirip F.buski dengan ukuran yang juga relatif lebih kecil. Mengenal Cacing Fasciolopsis Buski Fasciolopsis buski sebagai trematoda usus terbesar mempunyai habitat melekat pada dinding duodenum dan jejunum manusia, di Asia dinamakan juga Giant Intestinal Fluke of Man atau Ginger worm, karena bentuknya seperti akar jahe, oleh karena itu cacing ini sering disebut dengan fluke. Fasciolopsis buski dalam siklus hidupnya sangat tergantung pada air. Cacing F. buski dewasa berukuran besar dengan panjang 20 tahun sebagai obat bagi penderita fasciolopsiasis. 45EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 46. hingga 75mm, lebar 8 sampai 20mm dan tebal 0,5 sampai 3mm, berbentuk agak lonjong memanjang dan tebal mirip lintah atau pacat dalam bahasa banjar, sehingga oleh penduduk setempat lebih dikenal dengan cacing pacat. Buski tidak mempunyai bahu atau cephalic cone. Masa hidup cacing F.buski dewasa kurang lebih enam hingga 12 bulan dalam tubuh manusia, dimana setiap ekor cacing F.buski dewasa dapat mengeluarkan 15.000 sampai 48.000 butir telur (rata-rata 25.000) per hari, atau memproduksi lebih dari 28.000 butir telur per hari. Telur F.buski berbentuk bulat lonjong, panjang 130 sampai 140µm dan lebar 80 sampai 85µm, berwarna coklat kekuningan, berdinding sel tipis bening dengan operkulum kecil pada satu ujungnya. Telur F.buski sukar dibedakan dengan Fasciola hepatica dan Fasciola gigantic, serta pada Echinostoma yang berukuran relatif lebih kecil. Telur F.buski mengalami proses embrionisasi dalam air bertemperatur 27-30o C, dan setelah 3-7 minggu akan mengeluarkan mirasidium yang bersilia. Mirasidium akan berenang bebas di air, dan dalam 24 jam harus menemukan keong air tawar yang sesuai untuk melanjutkan siklus hidupnya. Hospes Reservoir Babi merupakan hospes reservoir utama pada fasciolopsiasis. Selain manusia, anjing, kelinci dan kerbau dapat pula terinfeksi F. buski. Kerbau rawa (Bubalus bubalus) dapat ditemukan di beberapa desa endemis fasciolopsiasis yaitu Desa Sapala dan Bararawa Kecamatan Danau Panggang dan Desa Sei Pandan Kecamatan Babirik dapat dicurigai sebagai hospes reservoir. Diagnosis dan Gejala Klinis Diagnosis fasciolopsiasis ditegakkan melalui pemeriksaan tinja, dengan menemukan telur pada pemeriksaan tinja mikroskopis. Namun pada keong air tawar dapat ditemukan stadium redia dan serkaria melalui metode crushing dan shedding. Secara umum fasciolopsiasis bersifat asimtomatis (tanpa gejala) atau gejala ringan berupa sakit perut, nausea dan muntah. Gejala- gejalanya sedikit pada infeksi ringan, tetapi pada infeksi berat dapat terjadi nyeri perut. Gejala klinis yang dini terjadi pada akhir masa inkubasi berupa diare dan nyeri ulu hati (epigastrium). Diare yang mulanya diselingi konstipasi, kemudian menjadi persisten. Warna tinja menjadi hijau kuning, berbau busuk dan berisi makanan yang tidak dicerna. Pada beberapa penderita, nafsu makan cukup baik atau berlebihan, walaupun ada yang 46 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 47. mengalami mual, muntah, atau tidak mempunyai selera, semua ini tergantung berat ringannya penyakit. Gejala klinis yang ditimbulkan bervariasi tergantung jumlah, tipe kelainan organ atau jaringan dan kerusakan bersifat sementara atau permanen (irreversible). Penyakit yang disebabkan oleh F.buski ini dapat berakibat fatal, tergantung pada jumlah cacing. Pada infeksi berat, cacing buski dapat ditemukan di lambung dan bagian usus lainnya (pilorus, ileum dan kolon). Jumlah tinja sangat banyak, berwarna kuning kehijauan dan berisi banyak makanan yang belum dicerna, menunjukkan terjadinya proses malabsorbsi. Infeksi berat dengan jumlah cacing yang banyak, menyebabkan sumbatan pada usus hingga dapat menyebabkan kematian namun jarang. Cacing-cacing pada infeksi berat dapat menimbulkan obstruksi usus, ileus akut, dan absorbsi dari metabolit cacing yang toksik atau alergik menimbulkan gejala intestinal, toksemia sistemik, manifestasi alergi, edema umum dan asites. Manifestasi sistemik akibat absorpsi bahan toksik dari sisa metabolisme cacing, menimbulkan leukositosis, hipereosinofilia dan alergi. Gejala intoksikasi dan sensitisasi oleh karena metabolit cacing lebih menonjol, seperti edema pada muka, dinding perut dan tungkai bawah. Kasus berat pada anak-anak ditandai dengan gejala intoksikasi dan sensitisasi karena absorpsi sisa metabolisme cacing. Edema muka dan ekstremitas dapat terjadi akibat dari hipoalbuminemia sekunder sampai malabsorpsi atau kehilangan protein karena enteropati, yang sebenarnya disebabkan oleh proses alergi, gangguan penyerapan vitamin B12 dan penurunan vitamin B12 dalam serum hingga menyebabkan anemia defisiensi B12, atau malabsorbsi yang menyebabkan hipoalbuminemia sekunder. Pencegahan dan Pengobatan fasciolopsiasis Meskipun belum jelas spesies keong dan tumbuhan yang menjadi hospes perantara bagi F.buski, namun berdasarkan siklus hidup dan stadium infektifnya, maka pencegahan fasciolopsiasis dapat diawali dengan melakukan pengobatan terhadap penderita, kemudian memperbaiki lingkungan dengan tidak membuang kotoran manusia dan ternak di air rawa, serta memasak tumbuhan air hingga benar-benar matang sebelum dimakan, termasuk memasak air rawa yang dijadikan sumber air minum hingga mendidih. Populasi keong air tawar sebagai hospes perantara dapat dikendalikan dengan pemberian molusida, meskipun untuk lingkungan rawa yang luas seperti di wilayah HSU sangat tidak efektif. Kebiasaan buang air besar, pembuangan kotoran ternak dan cara pembudidayaan tumbuhan air untuk dikonsumsi harus diubah dan diperbaiki demi mencegah meluasnya fasciolopsiasis. Buang air besar harus dilakukan di jamban yang disalurkan secara tertutup ke tangki pembuangan kedap air. Bahkan di daerah endemik di beberapa negara, penduduk dilarang menggunakan pupuk tinja yang tidak disterilisasi untuk menyuburkan tanah. Namun kondisi daerah rawa seperti di wilayah HSU memerlukan perencanaan yang kompleks, melibatkan peran serta lintas sektor yang saling mendukung. Mulai dari sekarang ayo kita masak makanan sampai matang dan cuci tangan hingga bersih di saat sebelum dan sesudah makan, agar kita terhindar dari berbagai macam cacing yang merugikan tubuh! 47EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 48. KOLOM T ubuhku sudah tinggal tulang berbalut kulit, berat badan hanya tinggal 40 kg. Cuma bisa bertahan sampai tengah hari untuk bekerja. Lewat dari itu, tubuhku akan gemetar sehingga perlu berbaring dan beristirahat siang hari untuk memulihkan tenaga, karena aku sedang menderita tuberkulosis paru. Banyak orang mengenalnya sebagai TBC. Sepanjang bulan-bulan awal pengobatan TB, aku harus meminum banyak obat sebanyak 3 kali sehari. Setiap kali minum obat menghabiskan 7 sampai 9 tablet. Sementara nafsu makan menurun drastis, jadilah aku lebih kenyang obat daripada makanan. Mulut sudah tidak mampu mengecap kelezatan makanan apapun. Saat berjalan tubuh terasa melayang. Hanya tersisa sedikit tenaga saja untuk menggerakkan tubuh, tidak bisa banyak berpikir apalagi belajar. Tubuhku akan demam berulang jika aktivitas berlebihan. Setelah pengobatan TB tahap pertama aku jalani hampir enam bulan, hasil pemeriksaan menunjukkan perkembangan yang tidak menggembirakan. Dokter memutuskan aku harus mendapatkan paket obat baru. Obat-obatan yang sudah aku telan dianggap tidak berefek pada kuman TB ku. Akhir bulan ke-6 seharusnya aku menyelesaikan paket pengobatanku. Namun karena pengobatan tahap pertama gagal, aku harus meminum paket obat kedua untuk 6 bulan ke depan. Aku meminum obat-obatan yang jauh lebih kuat untuk memerangi kuman TB, sekaligus lebih dramatis meracuni bagian- bagian tubuhku yang lain. Untuk kedua kalinya aku menguatkan diri meminum obat-obat itu dari hari ke hari. Aku jadi terbiasa mengantongi obat kemana pun aku pergi. Aku lebih disiplin dengan waktu minum obat dibanding jadwal makanku. Minum obat menjadi bagian dari kewajiban keseharianku. Menjelang masa minum paket obat kedua selesai, lagi-lagi aku kurang beruntung. Obat-obat tahap kedua ini bekerja terlalu kuat pada organ-organ tubuhku sehingga beberapa fungsinya terganggu. Tiba-tiba tungkai dan tanganku tidak bisa digerakkan. Tulang dan otot jadi kaku dan sangat nyeri. Untuk ruku dan sujud saat shalat sangat menyakitkan. Aku bergerak seperti layaknya robot. Akhirnya paket obat kedua pun dihentikan secara total. Setelah itu barulah efek samping dan gangguan fisik yang aku rasakan berangsur pulih. Kembali aku harus pasrah ketika dokter mewajibkan aku menelan paket obat ketiga karena paket obat kedua tidak bisa dilanjutkan alias gagal. Aku hanya mengiyakan dan mengikuti seluruh saran dokter. Satu hal yang membuatku bertahan karena AKU INGIN SEMBUH atau lebih tepatnya aku yakin AKU BISA SEMBUH. kUBIaRkaN tBMERaSUkI tUBUHkUOleh : Dokter PTT Kabupaten Lampung Barat kUBIaRkaN tBMERaSUkI tUBUHkU EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM48
  • 49. Keinginan ku teramat kuat karena aku sesungguhnya mengerti apa itu TB, bagaimana kuman-kuman menggerogoti tubuhku, bagaimana obat mengendalikan pertumbuhan kumannya dan bagaimana reaksi tubuh terhadap obat-obat TB. Karena aku adalah seorang DOKTER. Bukan sebuah kebetulan penyakit TB menyerang tubuh ku. Semua berawal dari keinginanku bekerja sepenuh hati, memberikan pelayanan terbaik kepada para penderita TB di puskesmas tempatku bertugas. Kala itu aku seorang dokter PTT di sebuah kecamatan kecil, Lampung Barat. Sebagai dokter, aku menangani setiap pasien TB di puskemas. Aku jadi sering berhadapan dengan mereka, tak jarang mereka batuk, mengeluarkan dahak saat berada di ruang pemeriksaan. Kontak dengan pasien TB yang separuhnya tergolong kasus TB berulang dan resisten, membuat aku terpapar kuman demikian intensif. Terlebih dengan berbagai tugas, tidak saja di ruang praktek dokter tetapi juga di masyarakat. Kelelahan pun menderaku . Kadang aku kurang tidur terlebih saat banyak pasien gawat darurat di malam hari, kasus rujukan persalinan beresiko, panggilan gawat darurat (emergency) ke rumah pasien dan lain- lain. Ini semua aku kerjakan karena hanya aku satu-satunya dokter disana. Saat lelah dan kurang tidur, kadang aku pun alfa memenuhi jadwal makanku. Kondisi tubuh semakin menurun dan tidak fit. Tanpa kusadari sel-sel tubuhku jadi sangat rentan dan menjadi makanan empuk kuman-kuman TB. Semua berjalan tanpa aku sadari dan kuman TB tidak pernah memilih korbannya. Jadilah aku salah satu dari sekian ribu penderita TB di negeri ini. Merintih dengan seluruh rasa sakit dan ketidakberdayaan selama berbulan- bulan hingga hitungan tahun. Sebagai penderita TB, satu hal yang aku senantiasa ingat adalah minum obat, sekali lagi minum obat. Sebanyak apapun obat yang harus kuminum, aku mesti siap. Karena aku tidak punya pilihan lain, jika aku ingin sembuh. Selama masa hampir 2 tahun aku disiplin meminum rangkaian obat TB dari mulai paket 1, paket ke 2 dan paket ke 3 yang berbeda beda. Tak terhitung jumlah tablet yang sudah aku habiskan. Aku cukup takjub bahwa aku mampu bertahan demikian lama meminum obat. Hanya karena aku yakin, AKU BISA SEMBUH. Jika pasien TB bukan seorang dokter seperti aku, akankah ia bisa punya keyakinan sedalam seperti yang aku miliki? Bahwa TB dapat disembuhkan dengan obat yang tersedia di Puskesmasku. Akankah mereka tetap patuh minum obat setelah efek samping mendera? Akankah ia tetap yakin, bahwa obat berikutnya akan menyembuhkan? Siapkah mereka bertahan dalam kurun waktu tahunan meminum obat? Bayangkan jika satu butir obat terlewat, proses pengobatan bisa tidak sukses? Itulah mengapa seorang penderita TB yang sedang minum obat TB nya harus selalu ditemani oleh orang dekatnya untuk mengingatkan ia waktu meminum obat dan jumlah obat yang harus diminumnya setiap saat. Itu yang diperkenalkan kepada kita sebagai program DOTS (direct observe treatment) atau lebih dikenal dengan PMO (pendamping minum obat) bagi penderita TB. Membuat seorang meminum obat demikian disiplin dalam kurun waktu yang panjang tidaklah mudah. Ia membutuhkan dukungan dan pendampingan dari orang-orang sekelilingnya, orang dekatnya. Karena kekecewaan atas proses pengobatan dapat datang kapan saja. Layaknya orang putus cinta, bisa tidak bersemangat dan patah hati karenanya. Penderita TB bukan tidak mampu meminum obatnya, tetapi lebih karena faktor putus meminum obatnya oleh soa-soal sepele. Sangat mudah ia lupa jadwal minum obatnya, obat tidak terbawa saat bepergian, tidak tersedia di rumah karena terlambat cek up rutin untuk mendapat stok obat lanjutan. Sebuah kealfaan yang sangat manusiawi, yaitu lupa. Terlebih kalau ia tergolong usia lanjut dan anak-anak. Kesadaran menyembuhkan TB akhirnya tidak bisa dituntut dari penderita TB semata, tetapi juga orang sekelilingnya. Apalagi kalau ia seorang pekerja aktif, maka ia tidak bisa bekerja maksimal, badannya sering letih, sulit berpikir dan berkonsentrasi. Ada batas-batas toleransi yang mestinya diberikan sampai ia dapat menyelesaikan pengobatan dan sembuh dari penyakitnya, dan ditambah kebutuhan akan semangat bagi proses kesembuhan mereka. Penyakit TB bukanlah penyakit individu, ia akan menjadi penyakit masyarakat ketika seorang penderita TB dengan sputum TB aktifnya tidak tertangani oleh pengobatan yang baik. semua orang di sekelilingnya akan tertular. Jadi idealnya setiap penderita TB yang ditemukan harus dapat disembuhkan secara tuntas. Jika tidak, maka penyakit TB di masyarakat akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penderita TB yang tidak tertangani oleh pengobatan. Pantaslah kalau kita semua perlu menyadari bahwa penyakit TB ada di sekeliling kita, mungkin pada orang-orang terdekat kita. Siapa saja bisa terkena, dan siapa yang terkena dapat menularkan kepada siapa saja di sekelilingnya. Jadi TB bisa menguasai kita semua. Namun anda bisa memeranginya dengan menjadi sukarelawan pendamping pasien TB, minimal bagi keluarga terdekat anda. Akhirnya aku berkomitmen : cukuplah satu kali seumur hidupku menjadi penderita TB. Aku sudah sangat sadar bahwa menjadi penderita TB itu amat menyakitkan, butuh waktu hampir 2 tahun membangun kesadaran ini. Aku akan menjadi pendukung utama gerakan“Bersatu menuju Indonesia Bebas TB”dan yakinlah kita semua bisa menjadi pendukungnya, Anda adalah satu diantara mereka. *** (sebuah memori saat PTT_Nurbaiti) EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 49
  • 50. RAGAM IBU SELAMAT ANAK SEHATFokus Hari Kesehatan Nasional ke-48 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM50
  • 51. H ari Kesehatan Nasional jatuh setiap tanggal 12 Nopember, pada tahun ini telah memasuki perayaannya yang ke-48. Di tahun 2012 ini Hari Kesehatan Nasional mengangkat tema“Indonesia Cinta Sehat” yang merupakan refleksi dari sikap dan perilaku setiap insan Indonesia yang menjadikan kesehatan sebagai dasar tidakan dan motivasi dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan sub-tema adalah “Ibu Selamat Anak Sehat”. Sub-tema tersebut dipilih karena merupakan sasaran prioritas pembangunan kesehatan. Dalam memperingati hari tersebut, tepat pada tanggal 12 Nopember 2012 dilaksanakan upacara peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-48, dengan dihadiri langsung oleh Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH yang sekaligus menjadi inspektur upacara, dan diikuti oleh para pegawai Kementerian Kesehatan RI di halaman kantor Kemenkes Kesehatan RI di Jakarta, senin pagi. “Tahun ini, kita berada di tengah periode pembangunan lima tahun (2010-2014). Karena itu, kita perlu mengevaluasi capaian sasaran pembangunan kesehatan”, ujar Menkes saat memberi kata sambutan. Menurut Menkes, dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan telah meningkat secara bermakna, dari 61,4 persen di tahun 2007 menjadi 87,4 persen di tahun 2011. Cakupan imunisasi campak juga meningkat dari 67 persen di tahun 2007 menjadi 93,3 persen di tahun 2011. Di samping itu, meskipun status gizi masyarakat juga menunjukkan perbaikan, Menkes mengharapkan bahwa status Gizi Kurang pada Balita sebesar 17.9 persen di tahun 2010 diharapkan turun menjadi 15 persen di tahun 2015 nanti. “Berkat upaya masyarakat, ibu-ibu kader, bersama petugas kesehatan di Puskesmas, saat ini laporan menunjukkan bahwa 71 persen balita mengunjungi Posyandu setiap bulan. Ini berarti sekitar 14 juta balita memanfaatkan Posyandu”, ujar Menkes. Dalam sambutannya, Menkes juga mengingatkan bahwa Selain pelbagai kemajuan dalam pembangunan kesehatan, kita juga tengah menghadapi tantangan baru, yaitu meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) dan penyakit yang disebabkan karena perubahan gaya hidup. Data Riskesdas 2010 menunjukkan 59 persen kematian di Indonesia disebabkan penyakit tidak menular, yang membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar seperti stroke, kanker, diabetes, gagal ginjal, penyakit jantung, dan AIDS. Menkes menjelaskan cara-cara untuk mencegah penyakit-penyakit tersebut, “Sebenarnya, penyakit-penyakit tersebut dapat dicegah dengan gaya hidup sehat, antara lain pola makan dengan gizi seimbang, mengendalikan stres, olah raga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, dan berperilaku seksual yang bertanggung jawab.” Menkes menambahkan, pemerintah terus berupaya meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dan menitikberatkan upaya promotif-preventif dengan tetap memperhatikan upaya kuratif-rehabilitatif. Sejak tahun 2011, Pemerintah juga telah menyediakan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang berkisar antara Rp 75 juta sampai Rp 250 juta per Puskesmas per tahun, yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional Puskesmas, termasuk diantaranya pembinaan Posyandu dan Posbindu, percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, pemulihan gizi kurang dan gizi buruk di masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan masyarakat ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi (AKB) dan menurunnya prevalensi gizi kurang dan gizi buruk, serta meningkatnya umur harapan hidup (UHH). Di Indonesia, data menyatakan (SDKI,2007) AKB telah menurun dari 35 per 1.000 kelahiran hidup (2004) menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (2007). Sementara AKI menurun dari 307 per 100.000 kelahiran hidup (2004) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (2007). Sementara target yang harus dicapai sesuai kesepakatan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, yaitu AKB adalah 24 per 1000 kelahiran, dan AKI adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup. Peringatan HKN ke-48 ini juga dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan semangat, kepedulian, serta memantapkan kerjasama seluruh pihak untuk berjuang dalam mempercepat target MDGs 2015. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 51
  • 52. RAGAM P rogram tersebut dinamai Program Jampersal yakni intervensi pembiayaan untuk menanggung seluruh biaya persalinan mulai dari masa kehamilan, persalinan hingga masa nifas termasuk bayi. Program ini diperuntukan bagi siapa saja, tidak tergantung status sosial ekonomi yang bersangkutan. Pembiayaan Jampersal sendiri melalui mekanisme Jamkesmas yang cakupannya terbatas untuk kelompok masyarakat sangat miskin, dan hampir miskin. Program ini telah dilaksanakan secara bertahap mulai dari tahun 2011 dengan tujuan dapat meningkatkan cakupan pembiayaan persalinan dari 1,7 juta ibu hamil per tahun (melalui Jamkesmas) menjadi 4,6 juta ibu hamil per tahun. Selain pembiayaan Jampersal juga bertujuan meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal, memastikan bidan tinggal di desa, meningkatkan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, meningkatkan cakupan peserta KB terutama dengan metode kontrasepsi jangka panjang, serta meningkatkan keberdayaan keluarga dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Jampersal Mendapat Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota Ketika suatu program dijalankan tentu diharapkan dapat berjalan dengan baik serta diterima secara penuh oleh Hasil Sementara Studi Evaluatif Implementasi Jampersal, 2012 Saat ini kematian pada ibu hamil terbilang sangat tinggi, sumber Angka Kematian Ibu (AKI) merilis bahwa pada tahun 2012 Indonesia memiliki 228 per 100.000 kelahiran hidup. Kondisi itu jauh dengan Malaysia yang memiliki AKI hanya 31 per 100.000 kelahiran hidup. Kemenkes banyak melakukan program untuk meminimalisir hal ini. Berdasarkan hal itu pula Kemenkes menganggap salah satu faktor penting untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap persalinan sehat adalah dengan memberikan kemudahan pembiayaan untuk ibu hamil. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM52
  • 53. masyarakat. Untuk mengetahui hal tersebut Kemenkes melakukan studi evaluasi terhadap beberapa hal yang menyangkut program serta kinerja. Diantaranya adalah untuk mengetahui akseptabilitas kebijakan program Jampersal di tingkat operasional, mengetahui kapasitas manajerial penyelenggara program dan penyedia layanan, ketepatan program dan sasaran, serta mengetahui faktor kontekstual terkait dengan tingkat pencapaian program Jampersal di lokasi studi. Lokasi studi itu meliputi sebanyak tujuh provinsi dengan perbedaan tingkat persalinan oleh tenaga kesehatan, dan dari setiap provinsi dipilih satu kota dan satu kabupaten untuk menggambarkan tingkat kematian ibu dan tingkat kematian anak serta tingkat penyerapan anggaran. Provinsi yang dipilih dengan kategori tingkat tinggi adalah Jawa Timur (Kota Blitar dan Kabupaten Sampang) dan Kalimantan Timur Kota Balikpapan dan Kabupaten Paser), lalu tingkat sedang yaitu Nusa Tenggara Barat (Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Tengah) dan Jawa Barat (Kota Bandung dan Kabupaten Bogor), kemudian kategori tingkat rendah dipilih Maluku (Kota Ambon dan Kabupaten Kepulauan Aru) dan Sulawesi tenggara (Kota Kendari dan Kabupaten Wakatobi), serta Kepulauan Riau (Kabupaten Natuna) yang khusus dipilih untuk menggambarkan wilayah bukan penerima program Jampersal. Dari masing-masing kabupaten/ kota dipilih dua puskesmas dengan kriteria tingkat penyerapan anggaran Program Jampersal, serta dua rumah sakit dengan kriteria kepemilikan. Rumah sakit swasta yang dipilih adalah rumah sakit yang mempunyai perjanjian kerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyediakan pelayanan persalinan bagi pengguna Program Jampersal. Hasil studi sementara yang didapat sampai dengan 31 Juli 2012 dengan mewawancarai 631 responden bidan, bahwa Program Jampersal mendapat dukungan yang sangat baik dari pemerintah Kabupaten/Kota. Berbagai kemudahan terkait persyaratan untuk memanfaatkan Program Jampersal juga diberikan pemerintah Kabupaten/Kota agar berbagai kelompok masyarakat dapat mengakses pelayanan yang tersedia. Secara umum, para pengguna Program Jampersal menyatakan bahwa 45,0 persen sampai dengan 82,9 persen pesan komunikasi yang disampaikan oleh dinas kesehatan, petugas kesehatan pemberi layanan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, tetangga, teman atau keluarga, media massa ternyata cukup jelas atau sangat jelas. Para pengguna Program Jampersal juga menyatakan bahwa penyuluhan merupakan metode sosialisasi yang dianggap cukup jelas atau sangat jelas (91,7 persen). Selanjutnya hasil sementara studi ini menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten/Kota memberikan fasilitas EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 53
  • 54. RAGAM yang cukup baik agar penyelenggaraan Program Jampersal di wilayah kerjanya dapat berjalan dengan baik. Kapasitas Manajerial Program Jampersal Relatif Baik Namun Perlu Perbaikan Dalam hal kapasitas manajerial untuk sementara didapati hasil Kepemimpinan Kepala Dinas berdampak dalam upaya mengimplementasikan Jampersal. Jika ada turunan kebijakan yang tegas dan jelas seperti adanya Perbup/Perwali (seperti di Sampang, Blitar, Kab Loteng) atau bahkan hanya kesepakatan (ketika penelitian belum menjadi Perwali) di kota Mataram dan ketegasan dari Kepala Dinas seperti di Kabupaten Sampang dan Kota Mataram sangat berdampak pada kelancaran implementasi Jampersal khususnya pada proses pencairan klaim. Demikian juga advokasi dari kepala Dinas kepada Pemerintah daerah dalam memperoleh dukungan penyelenggaraan program, di samping faktor politis juga mempengaruhi misalnya di Sampang dengan adanya Program“LIBAS”lima bebas di mana salah satunya adalah persalinan gratis yang menjadi program Bupati. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan SDM dalam mendukung jampersal adalah puskesmas, Puskesmas Poned, Klinik bersalin dan Rumah Sakit yang melakukan“PKS”dengan Dinas Kesehatan, juga bidan di puskesmas dan BPM (Bidan praktek Mandiri) yang melakukan“PKS”. Ketersediaan obat-obatan di puskesmas pada umumnya mencukupi, namun ada beberapa keluhan tentang ketersediaan obat yang terbatas dan kurang sesuai dengan yang dibutuhkan. Untuk BPM dengan“PKS”menyediakan sendiri untuk obat-obatan. Dilihat dari jumlah angka kemiskinan untuk daerah dengan angka kemiskinan lebih dari 20 persen yaitu untuk kawasan Kabupaten Sampang dan Lombok tengah, ketersediaan sarana menurut persepsi bidan yang menyatakan cukup hanya 56,1 persen, sedangkan daerah kemiskinan kurang dari 20 persen yaitu Kota Blitar, Kota Mataram dan Kota Bandung, sekitar 90 persen. Salah satu masalah itu timbul yakni lamanya antara waktu klaim dengan cairnya dana dan besaran jasa pelayanan yang sampai ke tangan bidan. Program Jampersal Tepat Sasaran Ketepatan program dan sasaran Program Jampersal dari hasil penelitian menunjukkan dana Jaminan Persalinan yang dialokasikan penyerapan tertinggi di kabupaten Sampang dan kota Mataram, daerah tersebut dapat menyerap lebih dari 70 persen dari dana Jamkesmas dan Jamapersal. Sedangkan dari penyerapan dana Jampersal pemanfaatan terbanyak untuk persalinan kemudian ANC, PNC dan pra rujukan. Cakupan pelayanan pada paket pelayanan Jampersal terlihat peningkatan cakupan K1 dan K4 di Kota Blitar dan Kabupaten Sampang. Cakupan Persalinan di Sampang meningkat dari 87,67 persen pada tahun 2010 menjadi 93,2 pada tahun 2011 dan sampai juni 2012 cakupan capai 45,78 persen. Rumah sakit untuk kasus persalinan pervaginam dengan rujukan mengalami peningkatan cukup bermakna di RSUD di Kota Blitar, Sampang dan Lombok Tengah . Di Kota Bandung peningkatan tidak terlalu besar, sedangkan di kota Mataram justru terlihat peningkatan pada persalinan pervaginam tanpa rujukan. Peningkatan rujukan persalinan pervaginam dengan komplikasi di RS terjadi di RSUD Sampang dan RSUD Kota mataram, sedangkan di RSUD Kota Blitar,kota Bandung dan Lombok Tengah kecenderungan menurun. Dari sasaran pemakai Jampersal di semua lokasi penelitian lebih dari 60 persen adalah usia 20 sampai 35 tahun, sisanya 40 persen adalah usia risiko tinggi yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun. Pengguna Jampersal sebanyak 71,9 persen pendidikan di bawah atau sederajat SLTP, terbanyak di Kabupaten Sampang, Kota Mataram dan Lombok Tengah. Sedangkam di Kota Blitar dan Kota Bandung terbanyak adalah pendidikan SLTA bahkan di kota Blitar 17 persen adalah pendidikan Perguruan Tinggi. Dari data sasaran“continum of care”untuk ANC lengkap dan persalinan cukup baik dengan jumlah kurang dari empat persen kecuali di Kota Mataram sekitar delapan persen. Untuk PNC lengkap hampir tidak ada di semua lokasi penelitian dari 192 sasaran ibu nifas dengan bayi diatas 42 hari hingga enam bulan. Dari 460 sasaran bumil, bulin dan bufas, terdapat 10 persen umur kurang dari 20 tahun dengan paritas lebih dari empat anak, 40 persen umur 20 sampai 35 tahun dengan paritas lebih dari empat anak dan 50 persen umur lebih dari 35 tahun dengan paritas lebih dari empat tahun. Dan ibu dengan peritas lebih dari empat anak pendidikannya 88,9 persen adalah dibawah atau sederajat SLTP. Dari sasaran pengguna Jampersal 27,2 persen terdapat yang memiliki Jaminan lain yaitu Jamkesmas sebesar 76 persen sisanya Jamkesda, Askes, Jamsostek dan lainnya. Dari 460 sasaran bumil, bulin dan bufas, terdapat 10 persen umur kurang dari 20 tahun dengan paritas lebih dari empat anak, 40 persen umur 20 sampai 35 tahun dengan paritas lebih dari empat anak dan 50 persen umur lebih dari 35 tahun dengan paritas lebih dari empat tahun. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM54
  • 55. P ada peringatan Hari Kesehatan Nasional beberapa saat lalu (12/11), pemerataan dan jaminan kesehatan ke seluruh Indonesia di masa mendatang begitu ditekankan oleh Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH. Hal itu dapat terlihat dari pernyataannya yang menyatakan bahwa dengan terwujudnya jaminan kesehatan semesta pada tahun 2019, seluruh penduduk Indonesia mempunyai jaminan kesehatan. Ini berarti bahwa masyarakat Indonesia diharapkan dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu tanpa kendala pembiayaan. “Pelayanan kesehatan, dalam hal ini bukan hanya pengobatan gratis, tetapi juga mencakup aspek promotif dan preventif”, ujar Menkes saat upacara peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-48 tahun 2012 yang bertema“Indonesia Cinta Sehat”dengan sub-tema“Ibu Selamat Menkes Harapkan Komitmen Bersama Wujudkan Jaminan Kesehatan Semesta Anak Sehat”. Upacara tersebut diikuti oleh para pegawai Kementerian Kesehatan RI, di Halaman Kantor Kemenkes Kesehatan RI di Jakarta. Menurut Menkes, di dalam pembangunan kesehatan, upaya promotif-preventif harus diutamakan, karena selain akan menurunkan jumlah orang yang sakit, juga berdampak pada efisiensi biaya kesehatan. Upaya promotif-preventif antara lain mencakup upaya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai perilaku sehari- hari dalam menciptakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dengan menjaga dirinya agar sehat dan tetap sehat, dari dalam kandungan sampai seumur hidup. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), saat ini Pemerintah sedang melakukan persiapan-persiapan pelaksanaan SJSN bidang kesehatan untuk mewujudkan jaminan kesehatan semesta atau universal health coverage. Pelaksanaan SJSN bidang kesehatan tersebut dimulai pada tahun 2014, dan secara bertahap ditingkatkan cakupan kepesertaan hingga mencapai jaminan kesehatan semesta pada tahun 2019. Langkah ini mencakup penyiapan regulasi dan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana, sumber daya, dan sosialisasi. Pada kesempatan tersebut, Menkes meminta seluruh jajaran Pemerintah dan swasta baik di tingkat pusat dan daerah serta seluruh lapisan masyarakat mendukung dan berkomitmen bersama untuk mewujudkan jaminan kesehatan semesta. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 55
  • 56. UNTUK RAKYAT I ndonesia merupakan salah satu tujuan wisata dunia yang banyak diminati. Indonesia juga mempunyai keanekaragaman tradisi dan budaya termasuk obat dan pelayanan kesehatan tradisional. Salah satu upaya pelayanan kesehatan tradisional adalah wellness (pengobatan alternatif) yang berpotensi untuk pengembangan wisata kesehatan. Wisata Kesehatan itu sendiri adalah kegiatan perjalanan wisata untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Kegiatan ini adalah juga salah satu penggerak perekonomian yang penting di Asia Pasifik. Penandatanganan MoU Wisata Kesehatan Melihat pentingnya hal tersebut pada tanggal 29 Nopember 2012 lalu, Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Maria Elka Pangestu menandatangani Wisata Kesehatan Jadi Penggerak Perekonomian Memorandum of Understanding (MoU) tentang Wisata Kesehatan (Health Tourism) dalam acara Konferensi International Health Tourism, di Jakarta. Dengan kesepakatan ini diharapkan akan meningkatkan keberhasilan pembangunan pariwisata dan kesehatan termasuk wisata kesehatan. Menurut Menkes, kebijakan wisata kesehatan di Indonesia mencakup dua aspek, yaitu aspek medical tourism dan aspek wellness tourism. Medical Tourism adalah perjalanan wisata untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sedangkan Wellness Tourism adalah perjalanan wisata untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan pendekatan holistik untuk pemeliharaan kesehatan dan bersifat promotif – preventif. Salah satu bentuk wellness adalah perawatan Spa (sehat pakai air). Apakah Anda termasuk orang yang sering berwisata ke berbagai tempat? Lalu apakah Anda berpikir atau menyadari wisata yang Anda lakukan adalah wisata sehat? Memang apa itu wisata sehat? EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM56
  • 57. Spa Pengobatan Tradisional Asli Indonesia Yang Diakui Dunia Ada dua metode perawatan Spa yang dikenal di Indonesia yaitu metode Spa Jawa dan metode Spa Bali. Kedua metode ini banyak dipakai di negara-negara Asia (Malaysia, Singapura, dan Jepang), Eropa (Turki, Rusia, Jerman, Belgia, Bulgaria, dan Ceko), dan Amerika (Amerika Serikat dan Kanada). Salah majalah kecantikan dan kesehatan Jerman menganugerahkan The Best Destination in The World kepada Bali Spa pada tahun 2009. Menkes juga mengutarakan bahwa pada tahun 2012 sebaganyak 4.500 orang Spa Therapist telah mendapatkan sertifikasi dari Kemendikbud. Jumlah layanan Spa Indonesia sangat banyak dan tersebar di kota-kota besar. Pemerintah Indonesia telah melakukan langkah standarisasi layanan Spa untuk menjamin agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang kesehatan. Kemenkes Tingkatkan Kualitas Layanan RS Untuk Jaring Wisatawan Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan mengembangkan medical tourism, Indonesia telah mempunyai lima RS yang telah terakreditasi internasional diantaranya adalah RS Primier Bintaro, RS Premier Jatinegara, RS Eka Hospital BSD, RS Siloam Tangerang Selatan dan RS Sentosa Bandung dan dua RS pemerintah yaitu RSUP Ciptomangunkusumo Jakarta dan RSUP Sanglah Bali yang sedang dalam proses mendapatkan akreditasi internasional. Indonesia juga memiliki RS rujukan khusus yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan kesehatan dalam negeri dan luar negeri seperti RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, RS Kanker Dharmais di Jakarta, RS Pusat Stroke di Bukit Tinggi, dan RS Khusus Jiwa yang ada di setiap provinsi. Sekarang sedang dikembangkan RS Khusus Otak di Jakarta. Kemenkes dan Kemenparekraf Bekerjasama Mendorong Kesehatan dan Kebugaran Kemudian sebagai komitmen terhadap wisata kesehatan, Kemenkes bersama Kemenparekraf, perwakilan RS, Spa dan asosiasi kesehatan membentuk tim kerja dengan nama Indonesia Wellness and Healthcare Tourism (IWHT), yang akan ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana kerja bersama. Pada konfrensi“International Health Tourism Conference 2012”yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dengan tema “Public and Private Partnership Through Indonesia Health Tourism for Contributing ASEAN Community”, menyusun sejumlah rencana kerja yang diantaranya adalah meningkatkan kualitas RS terutama kompetensi pengobatan yang spesifik, tenaga kerja, kolaborasi dengan asuransi, penyusunan dan implementasi Permenkes terkait pemanfaatan dokter asing untuk beroperasi di Indonesia dan khusus melayani pasien asing; meningkatkan kolaborasi dengan biro perjalanan wisata dalam rangka promosi wisata kesehatan Indonesia; menetapkan kolaborasi RS yang bersinergi dengan Wellness Spa di empat tujuan wisata yaitu Bali, Jakarta, Manado, dan Makassar; menambah kolaborasi RS yang memiliki layanan wellness spa di Jabar, Jateng, Jatim, dan Sumatera; serta kolaborasi dengan sport tourism untuk memperkenalkan IWHT. Pada konfrensi tersebut dihadiri oleh Wamenkes, Pejabat Eselon-1 dari lingkungan Kemenkes dan Kemenparekraf, perwakilan ASEAN Foundation, WHO Indonesia, wakil Organisasi Profesi Kesehatan dan Asosiasi Pariwisata, serta perwakilan negara sahabat yaitu Thailand, Malaysia, dab India. Di kesempatan tersebut Menkes mendorong para operator pariwisata untuk mempromosikan kunjungan layanan Spa dalam agenda wisatawan kesehatan di Indonesia. Para operator juga didorong untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia apabila wisatawan yang dilayaninya memerlukan pelayanan kesehatan. Potensi Besar Mengembangkan dan Raup Keuntungan Dari Wisata Kesehatan Pengembangan wisata di Indonesia memiliki potensi yan besar mengingat lokasi dan keunggulan Indonesia untuk menarik wisata kesehatan, dan mengingat juga jumlah orang Indonesia yang ke luar negeri untuk menjalankan perawatan kesehatan. Salah satu estimasi di tahun 2006 memperkirakan bahwa ada sekitar 350.000 orang Indonesia yang melakukan pengobatan ke luar negeri dengan pengeluaran USD 500 juta. Estimasi yang lebih baru memperkirakan bahwa ada sekitar 600.000 orang Indonesia yang melakukan pengobatan di luar negeri dengan nilai pengeluaran sekitar USD 1,4 miliar. Sebagai perbandingan negara seperti Thailand yang relatif berhasil mengembangkan wisata kesehatan, dapat memperoleh devisa USD 3,2 miliar pada tahun 2011. Secara umum banyak orang mencari perawatan yang lebih murah bukan alasan utama. Justru yang diperlukan adalah peningkatan standar dari rumah sakit maupun SDM-nya termasuk dari aspek pelayanan. Sedangkan kearifan lokal Indonesia yang kaya dan mendasari dikenalnya spa dan hal tersebut berarti pariwisata kebugaran mempunyai potensi menjadi produk unggulan khas Indonesia yang dapat bersaing di pasar global. Berdasarkan nota kesepahaman Kemenparekraf memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyusun standar usaha pariwisata di bidang wisata kesehatan, melaksanakan sosialisasi wisata kesehatan yang bernuansa tradisional, unik, otentik, dan mudah diakses, dan menyusun kerjasama antara sektor swasta di bidang pariwisata dan fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan. Selain itu Kemenparekraf juga bertugas menyusun stategi pemasaran produk pelayanan kesehatan dan melakukan identifikasi serta mengusulkan berbagai produk unggulan wisata kesehatan Indonesia untuk dipatenkan sebagai kekayaan intelektual di Indonesia dan dunia. Langkah berikutnya Kemenparekraf bersama dengan Kemenkes, perwakilan rumah sakit, spa dan asosiasi kesehatan akan bekerja sama dengan membentuk Indonesia Wellness and Health Tourism (IWHT). EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 57
  • 58. untuk Rakyat P ada tanggal 22 Oktober 2012 lalu, Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH melakukan Kunjungan Kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kunjungan Kerja ini dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi dan sinergisme perencanaan serta pelaksanaan program prioritas Kementerian Kesehatan di Provinsi NTT dengan mempertimbangkan permasalahan dan kebutuhan lokal di Provinsi NTT. Dalam kegiatan ini, Menteri Kesehatan didampingi Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) yang sekaligus Plt. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak (KIA) dr. Supriyantoro, SpP, MARS, Direktur Utama PT ASKES dr. I Gede Subawa, Deputi BKKBN dr. Julianto Wicaksono, SpOG, serta sejumlah pejabat Eselon II Kementerian Kesehatan, termasuk Direktur Bina Kesehatan Ibu dr. Gita Maya Koemara Sakti, MHA dan Direktur Bina Gizi Dr. Minarto, MPS. Kunjungan pertama Menteri Kesehatan dimulai dengan mengunjungi Puskesmas Pasir Panjang di Kota Kupang. Kunjungan Kerja Menteri Kesehatan ke Provinsi Nusa Tenggara Barat Kedatangan Menteri Kesehatan di Puskesmas Pasir Panjang disambut dengan tarian selamat datang yang dibawakan oleh anak-anak kecil Pasir Panjang. Menteri Kesehatan memberikan apresiasinya kepada kepala Puskesmas Pasir Panjang dan jajarannya atas berbagai kegiatan dan inovasi yang telah dilaksanakan oleh Puskesmas tersebut. Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan mengharapkan agar Puskesmas di Kota Kupang dapat mengembangkan pelayanan kesehatan remaja. Hal ini mengingat jumlah remaja di Kota Kupang yang terus meningkat, yang juga akan diikuti dengan semakin berkembangnya tantangan kesehatan di kalangan remaja, seperti pergaulan bebas, perilaku seksual berisiko, kehamilan tidak diinginkan, hingga penyalahgunaan narkoba. Menteri Kesehatan menekankan pentingnya memberikan edukasi dan informasi kesehatan bagi kalangan remaja. Setelah mendatangi Puskesmas Pasir Panjang, Menteri Kesehatan dan rombongan kemudian meninjau RSUD Prof. WZ Kunjungan Menkes di Puskesmas Pasir Panjang Kota Kupang EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM58
  • 59. Yohannes Kupang milik Pemerintah Provinsi NTT. Di RSUD Prof. WZ Yohannes, Menteri Kesehatan meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dan memberikan motivasi bagi sejumlah pasien yang sedang dirawat. Kunjungan kemudian dilanjutkan dengan menunjungi RS Siloam, Kupang. Kunjungan ini bertujuan untuk meninjau pembangunan yang sedang dilakukan oleh RS Siloam Kupang tersebut. Setelah melakukan kunjungan ke RS Siloam, Menteri Kesehatan bersama rombongannya kemudian bertolak menuju Hotel Ima. Kedatangan Menkes disambut oleh Gubernur NTT, Drs. Franz Lebu Raya. Gubernur NTT mengucapkan rasaterimakasihnya kepada Menteri Kesehatan karena telah berkenan menghadiri Pertemuan Koordinasi Pembangunan Kesehatan Provinsi NTT yang diadakan di Hotel Ima. Pertemuan ini dihadiri juga oleh para Bupati/Walikota, Ketua DPRD Kabupaten/Kota, Kepala Bappeda Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala SKPD, serta Direktur RSUD Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT. Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan menyerahkan sejumlah bantuan untuk Provinsi NTT, yang berasal dari Kementerian Kesehatan, PT ASKES, dan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu II (SIKIB). Bantuan yang diserahkan meliputi 10 Tempat Tidur, sejumlah kendaraan ambulans dan Puskesmas Keliling (Pusling) roda empat, kapal Pusling Perairan, peralatan USG, PONED set, inkubator, poliklinik set, emergency kit, keramik, peningkatan Askes Center, PMT MP-ASI, serta dana sejumlah Rp 500 juta. Bantuan ini diterima secara simbolis oleh Gubernur Frans Lebu Raya, untuk selanjutnya baru diteruskan kepada Bupati/Walikota di Provinsi NTT. Sebagian bantuan tersebut merupakan tindak lanjut dari kunjungan Presiden RI ke Kabupaten Sumba Timur pada bulan Juli 2012 lalu, serta sebagai dukungan bagi persiapan pelaksanaan Sail Komodo tahun 2013. Dalam sambutannya di hadapan Gubernur beserta jajaran Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota se-NTT, Menteri Kesehatan meluapkan kegembiraannya karena ia bisa“pulang kampung”ke NTT lagi. Menurutnya, banyak kemajuan yang telah dicapai oleh NTT, diantaranya kemajuan di bidang KIA. Menteri Kesehatan mengapresiasi program Revolusi KIA yang telah dapat meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta berhasil menekan jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir di NTT. Lebih jauh lagi, Menteri Kesehatan mengharapkan agar para Bupati/Walikota jangan terus-menerus terfokus di program- program kuratif. Menteri Kesehatan mendorong agar Pemerintah Daerah mengutamakan program promotif-preventif karena sifatnya lebih murah namun berdampak sangat besar, misalnya penguatan kawasan tanpa rokok dan meningkatkan promosi bidang kesehatan. Terkait kesediaan sumber daya manusia, Menteri Kesehatan mengharapkan agar Bupati/Walikota memberikan perhatian kepada tenaga kesehatan yang bertugas di wilayahnya. Menurut Menteri Kesehatan, masalah utama yang dialami oleh tenaga kesehatan di NTT adalah masalah retensi, yaitu mengenai lamanya tenaga kesehatan dapat betah bekerja di daerah tersebut. Menurut Menteri Kesehatan, retensi tenaga kesehatan tidak selalu berhubungan dengan uang gaji/insentif, namun lebih kepada seberapa besar perhatian Bupati/Walikota terhadap tenaga kesehatan, seperti penyediaan rumah dinas yang layak huni, penyediaan listrik, air, dan sarana komunikasi, serta pemberian pendidikan dan pelatihan. Untuk menutup pidatonya, Menteri Kesehatan berpesan kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk terus menumbuhkan dan menjaga semangat kebanggaan dalam melayani sesama (the pride to serve). Menurut Menteri Kesehatan, semangat dan kebanggaan tersebut kini dirasakan semakin memudar dan tergerus aspek materialistis. Kemudian, Menteri Kesehatan juga mengingatkan para tenaga kesehatan bahwa tugas utamanya adalah untuk menjaga kesehatan masyarakat. Dengan demikian, setiap tenaga kesehatan harus mampu mendorong masyarakat untuk senantiasa berperilaku hidup bersih dan sehat. “Retensi tenaga kesehatan tidak selalu berhubungan dengan uang gaji/insentif, namun lebih kepada seberapa besar perhatian Bupati/Walikota terhadap tenaga kesehatan, seperti penyediaan rumah dinas yang layak huni, penyediaan listrik, air, dan sarana komunikasi, serta pemberian pendidikan dan pelatihan”. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 59
  • 60. Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi (kanan) didampingi Direktur Pelayanan Medik dr Bambang Sudarmanto SpA (K) di RSUP dr Kariadi Semarang. (Foto: Chand, krjogja.com) K unjungan Menteri Kesehatan RI, dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH ke Provinsi Jawa Tengah dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2012. Kunjungan Menkes dimulai dengan mendatangi acara Pekan Olahraga Kesehatan (PORKES) yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Jawa Tengah bersama Dinas Provinsi Jawa Tengah. Acara ini dilaksanakan di Lapangan Tri Lomba Juang Semarang, yang dilaksanakan dalam rangka Hari Ulang Tahun Kesehatan ke-48. Acara olahraga bersama ini mengusung yel-yel“Masyarakat Jawa Tengah Sehat, Indonesia Sehat. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi padat penduduk di Indonesia. Jika provinsi Jawa Tengah sudah dapat meningkatkan mutu kesehatannya, pastinya seluruh provinsi lainnya dengan kepadatan penduduk tinggi dapat pula melakukan peningkatan mutu kesehatan tersebut. Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan menyatakan bahwa sejak lima bulan menjadi menteri kesehatan, baru kali ini ia dapat datang dan bertemu dengan begitu banyak tenaga kesehatan yang hadir. Ia juga merasa bangga karena dalam acara tersebut hadir pula tenaga-tenaga kesehatan yang berprestasi. Pada kesempatan tersebut Menteri Kesehatan meminta peserta berulang kali untuk meneriakan“yel-yel”Hari Kesehatan Nasional Kunjungan Kerja Menteri Kesehatan ke Provinsi Jawa Tengah ke 48 tahun 2012, yang berbunyi“Jawa Tengah Sehat, Indonesia Kuat... Hidup Jawa Tengah... Hidup Indonesia Sehat”. Dalam sambutannya, Menkes menyatakan bahwa kunci kemajuan pembangunan kesehatan di tingkat nasional dipegang oleh petugas-petugas lapangan, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Petugas-petugas itulah yang ada di garis depan, memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat. Kementerian Kesehatan sendiri ditingkat nasional lebih sering menunggu laporan saja dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tugas Kementerian Kesehatan di tingkat nasional hanya memberikan arahan, memberikan fasilitas bagi tenaga-tenaga medis di lapangan agar dapat bekerja dengan sebaik-baiknya. Setelah mengikuti olahraga bersama, Menkes kemudian mengunjungi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang. Kedatangan Menkes di RSUP dr. Kariadi disambut oleh Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Kariadi Semarang, Bambang Sudarmanto SpAK. Dalam kunjungan ini, Menteri Kesehatan memberikan ucapan selamat kepada RSUP dr. Kariadi Semarang yang telah menjadi juara satu sebagai Rumah Sakit Bersih Bersemi seluruh Indonesia. Selain itu, Menkes juga memberikan sedikit pemaparan kepada para karyawan yang berada di RSUP dr. Kariadi Semarang, agar melakukan upaya peningkatan pelayanan kesehatan, dan juga memberikan penjelasan mengenai program–program yang akan dilakukan oleh pemerintah. Lebih lanjut, Menkes menyatakan bahwa tahun depan jajaran Kementerian Kesehatan akan mempersiapkan beberapa hal untuk meningkatkan pelayanan di RSUP dr. Kariadi, yang meliputi sarana dan prasarana kesehatan rumah sakit, serta seluruh fasilitas pendukung pelayanan kesehatan lainnya. Dalam kesempatan ini Menkes juga menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa pasien yang dirawat di RSUP Kariadi Semarang. Tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak dr. Kariadi Semarang kepada setiap pasiennya. Kemudian, Menkes berpesan kepada pejabat dan staf RSUP dr Kariadi, agar segera mempersiapkan sistem untuk menuju akreditasi  JCI (Joint Comission International). Sistem ini dapat dicapai dengan melakukan peningkatan kualitas pelayanan, dan termasuk di dalamnya mengatasi segala masalah di bidang pembiayaan. untuk Rakyat EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM60
  • 61. PROGRAM INTERNSHIP DOKTER A danya program internship dokter berdasarkan atas kondisi bahwa jumlah dan rasio jumlah tenaga kesehatan terus bertambah, akan tetapi teryata jumlah yang terus bertambah ini masih dalam keadaan kekurangan di semua jenis tenaga kesehatan yang ada. Berdasarkan laporan Pembangunan Manusia Badan Kesehatan Dunia (WHO) tentang rasio jumlah penduduk dan dokter di negara ASEAN, memperlihatkan Indonesia berada di urutan paling bawah mengenai. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di regional Asia Tenggara, jumlah dan rasio tenaga kesehatan Indonesia relative rendah, yaitu rasio dokter per 100.000 penduduk di Indonesia berjumlah 27 orang, atau 1: 3.700. Perbandingan yang tidak baik ini, ditambah pula dengan keadaan sebagian besar dokter umum dan spesialis yang berada di kota-kota besar saja, tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Upaya untuk mengatasi masalah pemenuhan tenaga kesehatan tersebut adalah melalui adanya program  internship  kedokteran. Selain itu, sebagai salah satu upaya peningkatan mutu kesiapan dokter internship di Indonesia, telah diberlakukan kurikulum pendidikan dokter yang baru, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Melalui kurikulum ini, diwajibkan bahwa setiap Kementerian Kesehatan berusaha meningkatkan kualitas kesehatan Indonesia diberbagai bidang dalam rangka menuju Indonesia Sehat. Usaha itu baik dilakukan disisi teknologi yang digunakan maupun di sisi Sumber Daya Manusianya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia adalah melalui program internship dokter. dokter yang menjadi peserta internship adalah dokter yang telah baru lulus program kemahiran keterampilan. Program internship merupakan suatu program magang bagi dokter yang baru menyelesaikan masa pendidikan profesi, dengan tujuan  untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi, komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktek di lapangan. Mereka yang disebut sebagai peserta program Internsip, tidak lain adalah dokter yang telah lulus program studi pendidikan dokter dan telah lulus uji kompetensi, namun belum mempunyai kewenangan untuk praktek mandiri. Adapun jangka waktu pelaksanaan program internsip dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun. Jangka waktu praktek dokter intership satu tahun ini dibagai menjadi dua tahap, yaitu 8 bulan berpraktik di RS type C atau D, dan 4 bulan di Puskesmas Kabupaten/Kota.Meskipun, apabila kompetensi belum dapat dicapai sesuai ketentuan maka dapat diperpanjang sesuai waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dan, sesuai Pasal 6 Peraturan KKI No.1/2010, apabila Oleh: Bambang Dwiputra EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 61
  • 62. untuk Rakyat setelah melewati jangka waktu tertentu peserta Internsip tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan, maka dinyatakan tidak dapat melanjutkan program internsip dan tidak boleh berpraktek profesi dokter. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No.299/Menkes/Per/II/2010, ada dua jenis program internsip. Pertama, Program Internship Ikatan Dinas yaitu program internsip yang diikuti dokter dengan biaya dari pemerintah atau pemerintah daerah dengan kewajiban mengikuti program penempatan sesuai dengan program kementerian kesehatan setelah menyelesaikan program internsip. Kedua, Program Internship Mandiri yaitu program internsip yang diikuti dokter dengan biaya sendiri dengan tidak mempunyai kewajiban mengikuti program penempatan sesuai dengan program kementerian Kesehatan setelah menyelesaikan program internsip. Assessment peserta internship didasarkan atas pencapaian tujuan internship, yang berada pada lingkup Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP), Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), medik, bedah, dan gawat darurat. Bahan yang diassessment adalah log book, laporan kasus, porto folio, dan kinerja peserta internship. Peserta internship adalah mereka yang telah mendapat ijazah, setelah para mahasiswa/mahasiswi itu menyelesaikan program studi pendidikan dokter di universitasnya masing-masing. Setelah mendapatkan ijazah, dilajutkan dengan mengikuti Uji Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Apabila telah lulus UKDI, merekan akan mendapatkan sertifikat kompetensi (Serkom).  Ijazah dan serkom adalah syarat agar dapat mengikuti program internship. Setelah seorang dokter menyelesaikan program internship, ia akan memperoleh Surat Tanda Selesai Internship (STR Int). Sertifikat Kompetensi dan Surat Tanda Selesai Internship merupakan kelengkapan untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sebagai dokter umum. Dan akhirnya, mereka dapat melakukan praktek sebagai dokter umum (termasuk di dalamnya dokter gigi). Dokter internship akan ditempatkan diberbagai wilayah di Indonesia. Penempatannya sendiri dilakukan secara transparan, yaitu dengan cara diundi. Namun, sebelum dilakukan penempatan, dilakukan mapping terlebih dahulu mengenai 33 provinsi di Indonesia. Mapping ini dilakukan untuk melihat skala prioritasnya, wilayah mana yang lebih membutuhkan dan kekurangan tenaga kesehatan. Dalam mapping ini diperhatikan pula daerah mana yang memiliki sarana pelayanan kesehatan tipe C dan D. Proses pengundian penempatan dokter internship untuk wilayah DKI Jakarta dilakukan oleh KIDI (Komite Internship Dokter Indonesia) pusat, namun untuk daerah dilakukan oleh KIDI provinsi melalui supervisi dari KIDI Pusat. Pada tahun 2013, pemilihan tempat direncanakan melalui sistem online, sehingga dapat dilakukan lebih transparan dan terintegrasi. Dengan sistem online, peserta program dokter internship juga dimungkinkan untuk memilih sendiri daerah yang diminatinya, Tetapi tetap mengacu pada daftar daerah yang telah ditetapkan. Dalam prakteknya setelah ditempatkan, para dokter yang baru tamat ini (internship) akan didampingi oleh seorang dokter pendamping atau supervisor. Dimana satu orang dokter pendamping untuk lima orang dokter internsip yang ditempatkan. Mengenai masalah pembiayaannya program internship, yang meliputi biaya akomodasi, fasilitas tempat tinggal, dan biaya hidup setiap bulannya, sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan. Program internsip dokter sendiri merupakan kesepakatan dari hasil pertemuan antara Kemenkes dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Diknas. Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Kesehatan bertindak selaku koordinator persiapan dan penyelenggaraan program internsip dokter Indonesia dalam hal pengorganisasian dan penyelenggaraannya, sedangkan teknis program internsip merupakan tanggung jawab Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui Kolegium Kedokteran dan Kedokteran Keluarga Indonesia. Penyelenggaran internship akan dilaksanakan oleh Komite Internship Dokter Indonesia (KIDI) yang terdiri atas KIDI Pusat dan KIDI propinsi. KIDI pusat terdiri atas beberapa unsur, yaitu Departemen Kesehatan (Depkes), institusi pendidikan kedokteran, Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia/IDI pusat, dan rumah sakit pendidikan, sedangkan KIDI propinsi terdiri atas unsur Pemerintah Daerah (Pemda), Dinas Kesehatan (Dinkes), institusi pendidikan kedokteran, IDI wilayah, dan rumah sakit daerah. Banyak harapan yang diberikan pada program internsip dokter Indonesia ini. Seperti yang tertuang dalam Peraturan KKI No.1/2010 Pasal 3 tentang Tujuan Umum, yang mengharapkan program ini memberikan kesempatan kepada dokter yang baru lulus pendidikan kedokteran untuk memahirkan kompetensi yang “Selain untuk memenuhi kebutuhan dokter di berbagai wilayah di Indonesia, program intership ini telah disesuaikan dengan standar internasional. Sehingga, dengan melakukan internship dokter, maka akan terjadi peningkatan kualitas kesehatan Indonesia di dunia internasional”. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM62
  • 63. diperoleh selama pendidikan ke dalam pelayanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga. Dari sisi pengembangan SDM, program internsip dokter akan memberikan kesempatan kepada dokter untuk mendapatkan pengalaman yang meliputi pengalaman melakukan upaya kesehatan perorangan (UKP) selama 8 bulan, dan upaya kesehatan masyarakat (UKM) selama 4 bulan. Pengalaman ini akan membantu para dokter melihat upaya pelayanan secara komprehensif. Diharapkan pula, melalui program internship dokter kebutuhan tenaga medis di Indonesia dapat segara terpenuhi secara merata, terutama di wilayah-wilayah puskesmas terpencil. Sebab, hingga saat ini dari 8.000-an puskesmas di Indonesia, sekitar 30% nya belum memiliki dokter. Bagi penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perbatasan, seperti di perbatasan Indonesia-Malaysia misalnya, mereka lebih memilih berobat ke Malaysia. Selain karena di wilayah mereka yang tidak ada dokter, diperparah pula dengan akses menuju kota untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang relatif sangat sulit. Diharapkan dengan adanya program internship, wilayah perbatasan seperti itu dapat diisi pula oleh dokter-dokter internship, sehingga terjadi pemerataan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. Selain untuk memenuhi kebutuhan dokter di berbagai wilayah di Indonesia, program intership ini telah disesuaikan dengan standar internasional. Sehingga, dengan melakukan internship dokter, maka akan terjadi peningkatan kualitas kesehatan Indonesia di dunia internasional. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia, selayaknya Indonesia memiliki kualitas kesehatan yang baik pula bagi warganya. Dari sisi manfaat yang diperoleh oleh dokter peserta internship adalah dapat menambah pengalaman dokter, meningkatkan keterampilan dokter, serta sebagai sarana pelatihan untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Melalui internship, setiap dokter akan memiliki kompetensi yang sama dan sesuai dengan standar yang berlalu. Cerita Salah Satu Peserta Internship Sampai dengan bulan November 2012, sudah lebih dari 5700 orang dokter internship disebar di seluruh wilayah Indonesia. Mereka mempunyai cerita tersendiri selama mengikuti program tersebut. Salah satunya seperti yang diceritakan oleh dr. Bambang Dwiputra, dilansir dari Majalah Farmacia. Dr. Bambang Dwiputra lulus dari FKUI tahun 2010 dan kemudian menjalani program internship sejak bulan Oktober 2010 lalu di RSUD Majalaya, Bandung. Program ini ia jalani selama 8 bulan di rumah sakit tersebut, yang meliputi kegiatan praktek di ruang rawat inap, poliklinik, dan di instalasi gawat darurat. Setelah melakukan tugasnya di rumah sakit, ia kemudian menlanjutkan ke puskesmas, dengan tugas meliputi kunjungan ke rumah warga dan memberikan penyuluhan kesehatan. Bambang menggambarkan pola kerja selama di RSUD Majalaya, misalnya di Instalasi Gawat darurat, ia mendapat waktu selama 4 bulan yang dibagi dalam 3 shift jaga bersama rekan-rekannya berjumlah 10 orang.“Kami memiliki wewenang penuh dalam menangani pasien seperti anamnesis, diagnosis, terapi, dan juga diperkenankan untuk melakukan tindakan bedah,”ujarnya. Sedangkan di bangsal poliklinik, pola kerja disebar dalam 5 rotasi, yaitu penyakit dalam, bedah, anak, obgin, dan poli umum.“Kami juga membantu melakukan follow up pada pasien,”kata Bambang. Sebelum praktek, dokter internship terlebih dahulu harus memiliki Surat Izin Praktik Dokter Internship yang disesuaikan dengan wahana dan diperoleh dari Dinas Kesehatan setempat. Sedangkan pemilihan wahana dilakukan oleh Komite Internship Dokter Indonesia (KIDI) Pusat/Tim AdHoc. Secara umum, ia menjelaskan berbagai kegiatan dokter selama melakukan program internship, yaitu melakukan layanan primer dengan pendekatan dokter keluarga pada pasien secara professional secara holistic, terpadu, dan paripurna; melakukan konsultasi dan rujukan; serta melakukan kegiatan ilmiah medik non medik terkait dengan pendekatan kedokteran dan keluarga. Menurutnya, kehadiran dokter internship sangat membantu rumah sakit yang bersangkutan dalam hal sumber daya manusia. Keuntungan lainnya adalah memberikan masukan positif dalam perbaikan pelayanan rumah sakit.“Kami yang baru lulus, masih fresh dengan ilmu kedokteran yang baru, sehingga bisa memberikan masukan untuk pelayanan di rumah sakit.”Ia juga memaparkan, di RS sangat jarang dilakukan uji resistensi kuman, dan kehadiran dokter internship di daerah bisa memberikan hal positif dalam soal resistensi ini. Dampak yang dirasakan Bambang sendiri mengenai program internship adalah bahwa ini mendapat manfaat yang sangat berguna dalam mengaplikasikan dan mengasah ilmu kedokteran yang sudah dimiliki oleh lulusan medis. Ia bisa mendapatkan berbagai kompetensi dalam program ini. Kompetensi tersebut meliputi tujuh bidang, yaitu komunikasi efektif, keterampilan klinis, landasan ilmiah ilmu kedokteran, pengelolaan masalah kesehatan, pengelolaan informasi, mawas diri dan pengembangan diri, lalu  kompetensi etika, moral, medikolegal, profesionalisme dan keselamatan pasien/keluarga/masyarakat. Menurut dr. Bambang, terdapat beberapa hal yang masih perlu dibenahi dalam program internship ini agar program ini bisa benar-benar bermanfaat. Hal-hal tersebut meliputi, (1) masalah surat kontrak antara peserta internship dan KIDI/Kemenkes, sehingga dapat memperjelas hak dan kewajiban masing-masing pihak serta menciptakan kesetaraan antar petugas pendukung internship; (2) program update ilmu dan kegiatan penelitian selama program berlangsung diharapkan lebih terorganisir; (3) bantuan hidup bulanan yang sebaiknya dibayarkan tepat waktu dan sebaiknya tidak perlu menunggu hingga per tiga bulan sekali. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 63
  • 64. SIAPA DIA Ginan Koesmayadi B ertahun-tahun menjadi pengidap HIV/AIDS tak membuat Deradjat Ginandjar Koesmayadi, lelaki kelahiran 13 Juli 1980, berputus asa. Dia tetap bersemangat melakoni hidupnya. Puncaknya, dia berhasil terpilih sebagai pemain terbaik di ajang Homeless World Cup 2011 di Paris, Prancis. Penampilan Ginan (panggilan akrab Ginandjar) sekilas tak meyakinkan bahwa dia seorang atlet. Tingginya“hanya”160 sentimeter, model rambut ala mohawk, dan badannya dipenuhi tato. Namun, Ginan berhasil membuktikan bahwa dia mampu membawa harum nama bangsa di kancah internasional. Di ajang Homeless World Cup 2011 yang dihelat di Paris, Prancis, Agustus lalu, bahkan Ginan meraih predikat sebagai pemain terbaik. Homeless World Cup sendiri adalah ajang sepak bola jalanan yang diikuti komunitas tunawisma. Pesertanya anggota komunitas yang kurang beruntung, seperti pecandu narkoba, penderita HIV/AIDS, dan lain-lain. Ginan mulai tertarik pada sepak bola ketika bertekad ingin membuat perubahan dalam hidupnya. Dia ingat betul saat bagaimana tubuhnya pernah berada dalam kondisi terlemah semenjak mengidap HIV pada tahun 2000. Saat itu, kekebalan tubuhnya hanya berada dalam angka 138. Jauh dari angka kekebalan tubuh (CD 4) manusia normal yang berada di angka 450. Ginan merasa hidupnya sudah tidak akan lama lagi. Tapi, setelah mendapatkan perawatan dan meminum obat, kondisi Ginan bisa membaik. Tiga tahun setelah dia divonis mengidap virus HIV, bersama empat temannya, Ginan mendirikan Rumah Cemara ditahun 2003. Ini adalah sebuah komunitas yang menjadi tempat berkumpul orang yang pernah hidup dengan narkoba. Juga mereka yang akhirnya terkena HIV/AIDS. Tujuannya, agar bisa menjalani hal yang positif. Salah satu hal positif yang dapat dilakukan adalah dengan bermain sepak bola. Menurut Ginan bermain sepak bola selalu membuat dirinya merasa jauh lebih baik, bahkan melebihi pengaruh obat. Dengan bermain bola, ia bisa merasakan kesenangan dengan mamainkan kulit bundar bersama rekan-rekan yang lain. Sebab, HIV tidak akan bisa berkembang di dalam tubuh dengan cepat jika kondisi mental si penderita bagus. Virus tersebut akan lebih mudah berkembang dan melemahkan tubuh jika seorang penderita berada dalam kondisi stres. Karena itu, menurut Ginan, lingkungan cukup penting bagi para pengidap HIV. Semakin mereka bisa senang, maka mereka bisa semakin bertahan. Tapi, tetap juga diimbangi dengan minum obat. Saat ini, dengan berbagai program berkaitan dengan HIV/AIDS yang dijalankan, Rumah Cemara berhasil mendapat bantuan dana dari para pendonor dalam maupun luar negeri. Mereka juga mendirikan pusat rehabilitasi para pecandu narkoba. Walaupun 80% staf Rumah Cemara pengidap HIV dan beberapa lagi adalah mereka yang pernah kecanduan, namun Ginan dan mereka tidak pernah berhenti berjuang untuk menunjukan kontribusinya bagi masyarakat. 64 EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 65. Aktivis Aids Indonesia N ama lengkapnya adalah Baby Rivona Nasution. Ia lahir di Medan pada tanggal 25 November 1967. Salah satu pendidikan yang pernah ditempuhnya adalah Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Jurusan Bahasa Inggris (lulus 1994). Saat ini Baby bekerja sebagai Koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI). Baby adalah seorang penderita HIV atau yang biasa disebut ODHA. Kehidupan masa lalu Baby bisa dibilang sangat kelam. Akibat perceraian orangtuanya, ia dilabeli anak broken home. Baby yang kurang mendapatkan perhatian menjadi terbiasa dengan pergaulan bebas. Sejak kelas 5 SD ia sudah kenal rokok. Saat Baby SMP sudah mulai menggunakan alkohol, pil ekstasi, dan narkoba lainnya. Perempuan lulusan Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Bandung itu sempat kebingungan mencari pekerjaan. Keuangan sudah menipis dan diperparah ketergantungannya terhadap narkotika.  Waktu itu ia masih ketergantungan dengan jarum suntik. Baby tidak punya biaya untuk masuk panti rehabilitasi. Akhirnya pada tahun 2001 ia memutuskan untuk melamar ke PJTKI sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia. Dengan latar belakang pendidikan dan kemampuan berbahasa asing yang dimilikinya, Baby tidak ditempatkan sebagai asisten rumah tangga sebagaimana TKI pada umumnya. Ia dipercaya sang majikan sebagai asisten pribadi yang mengurus keperluan bisnis.  Setelah dua tahun bekerja, ia berniat memperpanjang visa kerja. Persyaratan mendapatkan izin tinggal membuatnya harus mengikuti pemeriksaan kesehatan atau medical check up. Namun, izin itu tidak pernah keluar karena hasil tes kesehatannya menunjukan bahwa dirinya mengidap HIV positif.  Hal tersebut menjadi catatan kelam bagi Baby. Ia langsung dideportasi dari Malaysia setelah laporan tes kesehatannya keluar. Padahal, ia sudah mendapatkan posisi yang nyaman di tempatnya bekerja.  Menurut Baby, ketika awal berangkat ke Malaysia, virus HIV belum terdeteksi. Virus HIV dalam tubuh Baby masih dalam fase window period. Maksud dari fase tersebut adalah virus HIV yang masuk ke tubuh membutuhkan waktu 3-6 bulan untuk bisa terdeteksi. Sehingga saat ia melakukan tes kesehatan yang kedua dua tahun kemudian virus tersebut baru dapat diketahui. Saat ini, wajah Baby terlihat segar. Tak tampak sedikit pun tanda- tanda yang menunjukkan ia mengidap virus HIV selama hampir 10 tahun. Padahal virus HIV selama ini dianggap begitu mematikan dan ditakuti banyak orang. Baby mengakui awalnya ia sempat terpuruk. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Ia berusaha bangkit dari keterpurukan. Ia pun mulai mencari tahu berbagai informasi seputar HIV/AIDS. Sejumlah literatur dan informasi di situs internet dibacanya semua. Hingga akhirnya ia menemukan informasi tentang Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) dan memutuskan untuk bergabung.  Pengalamannya selama berkecimpung di dunia ODHA dan mendengar cerita-cerita teman sebaya yang mempunyai nasib kurang beruntung membuatnya miris. Tak cukup hanya merasa miris, ia juga tergerak untuk membantu mengadvokasi kasus- kasus yang dialami teman-temannya. Stigma perempuan pengidap HIV juga membuat mereka minder. Karena itu, pada tahun 2005 Baby membentuk wadah yang memfasilitasi para perempuan itu dalam Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI). Baby berpesan kepada teman-teman ODHA untuk meningkatkan peran serta mereka dengan cara memberdayakan diri, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, melindungi orang lain agar tidak tertular serta jaga kesehatan dan tetap semangat. Baby Rivona EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 65
  • 66. SIAPA DIA E sti Susanto Hudiono, seorang wanita yang menjadi generasi pertama aktivis HIV/AIDS di Indonesia. Di tengah kesibukan dirinya menjadi Direktur Eksekutif Yayasan Hotline Surabaya, ia masih dapat menyempatkan waktunya untuk berbagi bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Esti berpendapat bahwa hanya orang‘gila’saja yang mau melakukan pekerjaan sebagai aktivis AIDS, dengan alasan takut tertular. Tetapi, tanpa‘orang gila’ini, kasus AIDS akan tertus bertambah banyak. Sebagai seorang aktivis yang sudah berumur 53 tahun, ia menyadari bahwa HIV/AIDS adalah persoalan yang sangat serius. Korban utamanya saat ini adalah anak muda, jika tidak mendapat perhatian serius maka akan mengancam keberlangsungan bangsa Indonesia. Di samping melakukan pendampingan dan konseling terhadap para penderita, Esthi juga aktif melakukan kampanye HAM. Soal ini, Esthi punya cerita tersendiri. Pernah suatu ketika ia begitu lantang berbicara tentang HAM penderita AIDS kepada para dokter dan perawat di RS Dr. Soetomo Surabaya. Saat itu awal tahun 90-an, di mana informasi penyakit AIDS masih sangat minim. Ia melihat salah satu penderita diperlakukan dengan tidak adil, karena dokter dan perawat masih takut merawat mereka. Salah satu dokter berkata padanya, ”Coba sekarang kamu ke ruang tropik, di sana ada pasien AIDS. Bantu cebok dia selama 5 menit saja.”Lantas apa yang terjadi? ”Saya shock dan terpukul sekali. Membayangkan saja saya sudah sangat ngeri. Ternyata mengkritik itu gampang. Tapi melakukan bukan hal yang mudah.” Peristiwa itu sangat membekas dalam kehidupannya. Sejak saat itu, ia memulai gerakan dengan program baru, yakni konseling. Akibat rutinitasnya sebagai seorang konselor, ia harus berhadapan langsung dengan penderita AIDS. Awalnya memang ia merasa takut tertular. Akan tetapi, dengan menanamkan rasa keberanian yang tinggi, ia semakin menikmati pekerjaannya, dan ia pun menyadari bahwa penularan HIV tidak mudah yang dikatakan orang. Langkah yang ia lakukan setelah yakin untuk benar-benar menjadi aktivis AIDS adalah melakukan pendekatan ke pemerintah. Ia melakukan kampanye agar pemerintah segera mengesahkan Peraturan Daerah mengenai Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Jawa Timur. Akibat kerja kerasnya, Perda itu pun berhasil disahkan. Dibalik penampilan Esti yang sangat sederhana, di dalam hatinya ia mengaku secara terbuka bahwa sejatinya ia adalah pemberontak. Sebagai perempuan, ia menjalani kehidupan pribadi yang tidak umum dilakukan. Ia tidak atau belum mau menikah karena alasan prinsip, tidak mau kehilangan otonominya sebagai manusia. Ia tidak pernah merasa keberatan karena prinsipnya itu, meskipun banyak orang yang mengecamnya sebagai perawan tua. Dia tidak peduli, karena dia merasa adalah seorang feminis radikal. Ia menyatakan bahwa mungkin orangtuanya benar memberinya nama Esthi Susanti, yang berarti perjanjian gajah. Sebab nama ini memiliki makna, wanita yang memegang teguh sebuah prinsip. Sebagai seorang aktivis yang mengidolakan Gandhi, ia bereksperimen tentang pandangan orang mengenai yang nature, dan yang nurture itu di ujinya. Ia mendapatkan banyak pelajaran dari eksperimen itu, seperti tidak menikah dan masuk ke dunia aktivis AIDS. Pelajaran terpenting yang ia ingin berikan sebagai aktivis AIDS adalah jangan berangkat dari kemarahan atas ketidakadilan dan diskriminasi yang terjadi. Tetapi, berangkatlah dari titik tolak rasa damai, tanpa ada rasa persoalan yang mengancam. Lakukanlah hal itu memang karena hal tersebut ingin kita lakukan. Dengan begitu, segala sesuatu yang sebenarnya berat akan menjadi ringan. Esthi Susanto Hudiono EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM66
  • 67. R asa peduli terhadap sesama, termasuk penderita AIDS tidak hanya dimonopoli oleh mereka yang tergolong ekonomi menengah ke atas. Rasa kemanusiaan merupakan hak setiap orang, termasuk hak untuk seorang pria yang bernama lengkap Totok Yudianto. Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai pengayuh becak, dia mempunyai visi dan misi hidup yang mulia. Totok, panggilan akrabnya, mampu menjadi pengayom bagi rekan-rekan seprofesinya untuk menghindari kehidupan yang menyimpang, terutama narkoba dan seks bebas. Dia juga tidak turun langsung dalam kegiatan penanggulangan HIV/AIDS bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Yogyakarta. Penampilannya memang tidak berbeda jauh dengan tukang becak lainnya. Yang menjadi khas Totok adalah adanya peci bermotif dan kacamata minus yang selalu dia kenakan. Namun, bila ditanya persoalan yang melingkupi kehidupan para tukang becak, cara bicaranya sangat lancar dan ahli. Sejak tahun 2009, Totok telah aktif menjadi anggota KPA Yogyakarta. Dengan latarbelakang profesinya, Totok dipercarya menjadi petugas penjangkau. Dengan jabatan itu,Totok memiliki kewajiban melakukan penyuluhan tentang bahaya HIV/AIDS kepada para tukang becak, serta mensosialisasikan mereka yang positf HIV/AIDS agar mau untuk mengikuti layanan pengobatan yang telah disediakan pemerintah. Bukan pekerjaan yang mudah memang, mengingat penyakit AIDS masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat Indonesia. Pertimbangan takut dikucilkan menjadi suatu alasan mengapa para tukang becak malas mengungkapkan apa yang dialami kepadanya. Tidak semua tukang becak memang menggunakan narkoba dan berperilaku seks bebas. Tetapi sebagai manusia, terkadang ada sebagian tukang becak berperilaku seperti itu Totok sendiri lebih suka menggunakan istilah ”jajan”dalam menjelaskan perilaku berganti-ganti pasangan seksual yang dilakukan sesama rekan seprofesinya. Karena selama ini, dari pemantauan Totok, perilaku negatif itu biasa dilakukan para tukang becak dengan datang ke tempat-tempat lokalisasi. Lebih lanjut, laki-laki yang juga memangku jabatan sebagai ketua Asosiasi Paguyuban Becak Jogjakarta (Aspabeta) ini menuturkan bahwa perilaku negatif yang dilakukan para penarik becak ini bermula dari perilaku mereka yang gemar minum-minuman keras. Awalnya sekadar meminum miras. Lantas, mereka ingin mencoba ke tingkat yang lebih tinggi dengan mencoba narkoba. Dari narkoba akhirnya ada yang suka ’jajan’. Dia kemudian bercerita bahwa ada sebagian tukang becak yang berpenghasilan lebih besar. Mereka adalah yang biasa mangkal di hotel-hotel berbintang. Dari penghasilan berlebih ini, terkadang mereka tidak bisa mengelola keuangan dengan baik. Mereka memilih menggunakan uang untuk kesenangannya sendiri. Dari penjangkauan Totok terhadap para pengemudi becak, setidaknya saat ini sudah ada enam tukang becak yang masuk pelayanan dan penanganannya. Rata-rata dari mereka memang menderita HIV/AIDS, dan bahkan ada beberapa yang sudah meninggal. Totok mengaku penghasilannya sebagai tukang becak terbatas. Namun, dia menegaskan kondisi itu tidak membuatnya mengeluh karena sebagian waktunya disita untuk menjalani kegiatan kemanusiaan. Sebab, melalui kesibukannya itu ia termotivasi untuk memberi manfaat kepada sesama. Sebelum 1994, Totok pernah bekerja di berbagai tempat. Dia pernah bekerja sebagai orang kantoran, dan sempat pula bekerja di lapangan. Setelah aktif menjadi petugas KPA, Totok memutuskan hanya menarik becaknya pada malam hari. Karena keluarga butuh makan serta membiayai sekolah anaknya, tidak jarang dia menarik becak hingga pagi hari. Sebagai seorang penarik becak yang juga seorang aktivis AIDS, Totok berharap dari kegiatannya di KPA ini nantinya dapat membuat rekan-rekannya bergabung aktif dalam penanggulangan HIV/AIDS. Minimal dapat memberikan pemahaman tentang bahaya penyakit yang belum ada obatnya ini. Totok Yudianto EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM 67
  • 68. RESENSI Bagi Anda yang ingin mendalami atau mengembangkan industri obat, selayaknya memiliki buku yang satu ini, karena buku yang berjudul“Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Obat Tradisional”ini merupakan panduan bagi pelaku usaha dalam pengurusan izin dan sebagai acuan pelaksanaan serta sebagai standar operasional prosedur bagi setiap petugas yang bekerja melayani perizinan, sehingga dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Buku Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Industri Obat Tradisional disusun berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional, yang secara tuntas membahas izin usaha industri obat tradisional yang meliputi, jenis permohonan izin, masa berlaku izin, pencabutan izin dan pelaporan. Pada buku setebal 66 halalaman ini dijelaskan pula pelayanan perizinan industri obat tradisonal yang mencakup alur permohonan, standar operasional, monitoring dan evaluasi pelayanan. Buku ini diharapkan dapat mempermudah dan memperjelas bagi masyarakat maupun petugas dalam pelayanan perizinan industri obat tradisional. Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat menghubungi Pustakawan Perpustakaan Kementerian Kesehatan pada nomor telepon (021) 5223003, email: perpustakaan@ kemkes.go.id, atau perpustakaan.depkes@gmail.com, facebook: Perpustakaan Kementerian Kesehatan, dan twitter: @depkeslib. Buku secara lengkap (full text) dapat dibaca dan diunduh melalui website: http://perpustakaan.depkes.go.id. Berbagai bukti menunjukan bahwa ASI Ekslusif dapat mencegah bebagai penyakit seperti diare dan pneumonia. Di Indonesia 40 persen kematian balita disebabkan oleh kedua penyakit tersebut. Peningkatan persentase pemberian ASI secara optimal juga merupakan tujuan Strategi Nasional untuk kesehatan ibu dan anak melalui upaya keberhasilan mendukung setiap ibu sukses menyusui yang akan berkontribusi pada peningkatan sumberdaya manusia di masa mendatang Buku ini disusun dengan melibatkan lintas program, lintas sektor dan organisasi peduli ASI. Hal tersebut merupakan upaya terobosan dalam rangka percepatan peningkatan pencapaian target untuk melindungi, meningkatkan dan mendukung program ASI melalui regulasi, advokasi, sosialisasi dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan. Sehingga target pemberian ASI eksklusif usia 0-6 bulan pada tahun 2014 sebesar 80% akan dapat tercapai. Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat menghubungi Pustakawan Perpustakaan Kementerian Kesehatan pada nomor telepon (021) 5223003, email: perpustakaan@kemkes.go.id, atau perpustakaan.depkes@gmail.com, facebook: Perpustakaan Kementerian Kesehatan, dan twitter: @depkeslib. Buku secara lengkap (full text) dapat dibaca dan diunduh melalui website: http://perpustakaan.depkes.go.id. RENCANA AKSI AKSELERASI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF Nomor Klasifikasi : 613.269 Judul : Rencana aksi akselerasi pemberian ASI eksklusif 2012-2014 Impresum : Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2012 Kolasi : iv, 26 hal,; 21 cm. ISBN : - Subyek : 1. BREASTFEEDING, 2. MILK HUMAN Nomor Klasifikasi : 615.6 Judul : Pedoman pelayanan perizinan industri obat tradisional Impresum : Jakarta : Kementerian Kesehatan RI : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2011 Kolasi : xii, 66 hal,; 21 cm. ISBN : 978-602-235-0200 Subyek : 1. DRUG INDUSTRY, 2. PHARMACEUTICAL SERVICES, 3. MEDICINETRADITIONAL EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM68
  • 69. Salah satu sasaranan pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2010-2014 adalah menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan menurunkan prevalensi pendek menjadi 32%. Berbagai upaya pencegahan dan pemulihan gizi kurang pada balita dan ibu hamil telah dilakukan melalui pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu, penyuluhan dan konseling ASI dan makanan pendamping ASI, pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan balita gizi kurang dan ibu hamil KEK. Untuk mendukung upaya-upaya tersebut, Kementerian Kesehatan menyediakan anggaran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dapat digunakan antara lain untuk pembinaan posyandu, penyuluhan dan penyediaan makanan tambahan untuk pemulihan gizi pada balita gizi kurang dan ibu hamil KEK. Buku panduan ini disusun sebagai acuan bagi para penyelenggara PMT Pemulihan di seluruh daerah di Indonesia. Didalam buku ini berisi penjelasan tentang makanan tambahan bagi balita gizi kurang berusia 6-59 bulan dan ibu hamil KEK yang berbasis bahan makanan lokal, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan ibu dalam mewujudkan pemberdayaan masyarakat yang akhirnya akan berdampak pada perbaikan gizi balita dan ibu hamil. Buku ini juga berisi resep–resep untuk bayi dan anak serta makanan tambahan ibu hamil berbasis bahan panganan lokal disertai dengan nilai gizi yang terkandung per saji. Dengan adanya contoh resep dalam lampiran buku ini, diharapkan daerah dapat lebih kreatif lagi mengembangkan resep- resep unggulan yang memenuhi syarat gizi dengan rasa yang disukai oleh anak, ibu hamil, mudah diperoleh, aman untuk dikonsumsi dan dengan harga yang relatif terjangkau. Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat menghubungi Pustakawan Perpustakaan Kementerian Kesehatan pada nomor telepon (021) 5223003, email: perpustakaan@kemkes.go.id, atau perpustakaan.depkes@gmail.com, facebook: Perpustakaan Kementerian Kesehatan, dan twitter: @depkeslib. Buku secara lengkap (full text) dapat dibaca dan diunduh melalui website: http:// perpustakaan.depkes.go.id. Pedoman budidaya tanaman obat ini disusun dalam rangka memberi acuan dalam pengadaan bahan baku jamu yang bermutu dan berkesinambungan. Buku ini sangat penting karena budidaya tanaman obat merupakan proses bagian hulu yang saling berkaitan untuk memenuhi berbagai persyaratan standar bahan baku jamu. Buku ini dilengkapi gambar berwarna yang menarik yang menggambarkan mulai pemilihan bibit, pemilihan lokasi penannaman, penyiapan lahan, pemeliharaan sampai pada proses budi daya tanaman obat tersebut. Diharapkan dengan terbitnya buku ini menjadi upaya mendorong produksi bahan uji pada implementasi Saintifikasi Jamu yang dapat dipertanggungjawabkan mutunya. Informasi lebih lanjut tentang buku ini dapat menghubungi Pustakawan Perpustakaan Kementerian Kesehatan pada nomor telepon (021) 5223003, email: perpustakaan@kemkes.go.id, atau perpustakaan.depkes@gmail.com, facebook: Perpustakaan Kementerian Kesehatan, dan twitter: @depkeslib. Buku secara lengkap (full text) dapat dibaca dan diunduh melalui website: http:// perpustakaan.depkes.go.id. Nomor Klasifikasi : 613.2 Judul : Panduan penyelenggaraan pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita gizi kurang dan ibu hamil KEK (Bantuan Operasional Kesehatan) Impresum : Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2012 Kolasi : xii, 66 hal,; 21 cm. ISBN : 978-602-235-0200 Subyek : 1. COMMUNITY HEALTH SERVICES, 2. NUTRITION Nomor Klasifikasi : 615.321 Judul : Pedoman Umum Budidaya Tanaman Obat Impresum : Jakarta : Kementerian Kesehatan RI : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2011 Kolasi : ix, 66 hal,; 29 cm. ISBN : 978-602-18261-0-0 Subyek : 1. PLANTS MEDICINE, 2. MEDICINE HERBS 69EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM
  • 70. LENTERA K ini, Gatot rutin fitnes, dengan intensitas seminggu tiga kali pada sore hari pukul 16.00 wib. Dia melakukan fitnes selama kurang lebih satu jam lamanya. Mulai dari menggunakan sepeda statis, treadmill dan peralatan olah raga lainnya, bahkan ada senam aerobik pada hari- hari tertentu. Seperti halnya Gatot, Ani pegawai Puskom Publik Kemenkes juga rajin fitnes, hanya saja Ani menggunakan waktu pagi, pukul 06.00 sampai 08.00 wib. Menurut Ani, setelah satu bulan fitnes, seminggu tiga kali, badan terasa lebih bugar, tidur lebih nyenyak, bahkan berat badan turun 4 kg dalam waktu satu bulan. Untuk melakukan fitnes pagi hari, Ani perlu perjuangan dan kesungguhan. Setiap harinya ia harus berangkat dari rumahnya daerah Pondok Gede pukul 05.15 wib, dengan mengendarai sendiri mobilnya, sampai kantor pukul 06.00 wib, setelah itu ia lakukan fitnes hingga pukul 07.30 wib. Sehabis fitnes kemudian mandi dan melajutkan pekerjaan kantor. Bagi yang tidak terbiasa, berangkat pukul lima pagi, sungguh berat. Apalagi selepas pulang kerja sampai di rumah setelah maghrib. Walau berat, pola kerja ini lebih sehat. Dari pada tidak pernah sempat olah raga, apa pun alasannya. Fitnes Kemenkes cukup lengkap, dengan menyajikan aneka ragam alat olah raga, yang ditempatkan pada ruangan bersih, nyaman dan ber AC. Dilengkapi dengan kamar mandi, serta ruang ganti pakaian yang terpisah untuk pria dan wanita. Selain itu, tersedia instruktur yang berpengalaman. Mereka siap membantu dan membimbing pelatihan setiap pengunjung. Fitnes Kemenkes juga menghadirkan dokter olah raga yang siap menerima konsultasi dan bimbingan berolah raga yang sehat dan benar. Fasilitas fitnes yang khusus disediakan bagi pegawai Kemenkes ini tidak dipungut bayaran, alias gratis hanya cukup menunjukan kartu identitas kepada petugas. Untuk mengawali fitnes, harus melakukan pemanasan terlebih Oleh: Prawito Menikmati bukan“Meratapi”( Bagian terakhir ) Gatot (56) pegawai perpustakaan Kementerian Kesehatan, tersenyum lebar. Dia merasa senang, karena tubuhnya sudah lebih bugar dari sebelumnya. Awalnya, hampir setiap dua minggu sekali pijat, bahkan sudah berlangganan. Sebab kalau tidak pijat, tubuh terasa berat dan capek, kepala pusing-pusing tak karuan. Setelah rutin melakukan olah raga tiga kali setiap pekan, semua keluhan itu hilang. Hanya saja, tukang pijatnya masih selalu mengingatkan setiap kali jadwal pijat. Namun setiap kali tukang pijat mengingatkan jadwal pijat, Gatot mengirim anak atau saudaranya sebagai pengganti untuk dipijat. dulu, agar tidak terjadi kecelakaan, seperti terkilir atau hal buruk lainnya. Semenjak pertama kali dibukanya Fitnes Kemenkes dua bulan lalu, pengunjung fitnes terus semakin bertambah, yang awalnya pengunjung tak lebih dari hitungan jari tangan kini setiap pagi sudah lebih dari 10 pengunjung. Bahkan sore hari lebih ramai lagi. Tentu, ini menjadi indikator bahwa karyawan Kemenkes memiliki peningkatan kepedulian akan kesehatan dengan terlihatnya juga kondisi fisik para karyawan yang lebih bugar dan sehat. Beberapa kali, Menteri Kesehatan, bu Nafsiah Mbo’i juga ikut nimbrung latihan. Hanya saja, beliau berlatih di rumah kediaman bersama instruktur, karena lokasi fitnes dengan rumah kediaman Menkes hanya dibatasi oleh dinding pemisah yang diberi pintu sebagai penghubung. Pengalaman pribadi saya, setelah rutin berolah raga, minimal tiga kali seminggu, dengan rata-rata satu jam per hari, telah meningkatkan kebugaran dan kesehatan tubuh. Sebelum secara rutin olah raga, tepatnya tahun 2010. Banyak masalah kesehatan, seperti kelesterol, asam urat dan trigliserida, melebihi batas standar. Akibatnya, mudah pusing bila terlambat makan dan kurang tidur atau banyak kegiatan yang menguras fisik dan pikiran. Setiap ingin tidur badan terasa pegal semua, sehingga terbiasa harus dipijat terlebih dulu, demikian juga ketika bangun tidur. Setiap hari, ritual ini hampir tidak pernah ditinggalkan. Alhamdulillah, kini lebih bugar dan sehat. Tak ada lagi ritual pijat saat mau tidur atau bangun. Tak ada lagi kebiasaan kerok badan karena (masuk angin). Rasa pegal pada bagian punggung dan anggota badan lain. Rasa sakit di kepala pun hilang. Ternyata, untuk sehat itu murah dan mudah. Cukup olah raga yang rutin, kendalikan makan dan istirahat yang cukup. Mau coba...? Silahkan, Insya Allah berhasil. Salam sehat. EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM70
  • 71. 71EDISI 40 I DESEMBER I 2012 MEDIAKOM